Pengembangan Wisata Alam di Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

(1)

KABUPATEN TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT

YASRI SYARIFATUL AINI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013


(2)

Strategis Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh E.K.S. HARINI MUNTASIB and NANDI KOESMARYANDI.

Kabupaten Tasikmalaya merupakan daerah strategis, serta berada diantara daerah tujuan wisata yang populer dan banyak dikunjungi wisatawan nusantara dan mancanegara yaitu Pangandaran, Garut dan Bandung. Hal tersebut merupakan peluang pengembangan daya tarik wisata alam Kabupaten Tasikmalaya.

Penelitian dilaksanakan di Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya pada bulan Agustus – September 2012. Alat dan bahan yang digunakan yaitu alat tulis, kamera digital, GPS, ArcGis 9.3, Microsoft Office

2007, kuisioner, panduan wawancara dan pedoman analisis daerah operasi obyek dan daya tarik wisata alam (ADO-ODTWA) Dirjen PHKA tahun 2003. Pengembangan wisata berdasarkan hasil penilaian ADO-ODTWA, analisis keinginan dan harapan pengunjung, kesiapan menerima kunjungan serta keinginan dan harapan masyarakat; analisis stakeholeder dan rencana strategis pengelolaan pariwisata alam; serta penentuan prioritas pengembangan wisata alam.

Hasil penilaian ADO-ODTWA, kriteria pengembangan Gunung Galunggung (3325) dan Karaha Bodas (3095) sangat potensial. Pantai Sindangkerta (2885), Pantai Pamayangsari (2755), Karangtawulan (2750) dan Pantai Cipatujah (2740) potensial. Harapan dan keinginan pengunjung adalah perbaikan, pemeliharaan, dan pengadaan fasilitas penunjang, aksesibilitas, variasi kegiatan, pelayanan pengunjung, dan manajemen pengelolaan. Masyarakat kurang menyambut dengan baik kunjungan dan pengembangan wisata terutama masyarakat Karah Bodas (tidak setuju). Keinginan dan harapan masyarakat yaitu meningkat kesejahteraannya, mendapatkan sosialisasi mengenai wisata secara berkala untuk merubah persepsi masyarakat yang tidak siap, menjadi terbuka untuk menerima kunjungan. Dibuktikan dalam pelaksanaannya di lapangan, pengelola membuat konsep wisata yang agamis, sesuai dengan sikap dan budaya masyarakat. Rencana pengembangan pengelolaan wisata adalah pengembangan potensi keparwisataan, SDM, serta perlindungan dan koservasi sumberdaya.

Pengembangan wisata alam antara lain: (1) pengembangan obyek daya tarik wisata alam dengan menjaga keaslian dan kelestarian kawasan, pembatasan pada blok pemanfaatan sesuai daya dukung lingkungan, pembuatan jalur evakuasi dan relokasi daerah rawan bencana alam; (2) pengembangan kegiatan dan atraksi wisata alam dibedakan berdasarkan potensi daya tarik wisata yang dimiliki masing-masing obyek; (3) fasilitas penunjang wisata berupa pengembangan sarana interpretasi dan peta wisata, pusat informasi, homestay, serta memperkuat bangunan dan infrastruktur; (4) aksesibilitas berupa pengembangan infrastruktur, sarana transportasi, papan penunjuk arah, serta promosi dan informasi wisata; (5) pengembangan sumberdaya manusia perlu ditingkatkan antara lain berupa pelatihan untuk meningkatkan kemampuan pelayanan, menjadi tuan rumah yang baik, menyajikan berbagai bentuk atraksi wisata, makanan, dan souvenir, serta tanggap bencana alam; (6) pengembangan pengelolaan melalui manajemen wisata


(3)

kemitraan; (7) pengembangan promosi dan pemasaran wisata melalui media elektronik (internet atau website) dan cetak (leaflet, booklet, dan peta wisata),secara periodik diadakan pembaharuan sesuai dengan paket wisata yang dikembangkan serta mengikuti dan membuat even yang mengenalkan obyek wisata alam dan budaya lokal (pameran, lokakarya dan lainnya).

Kata kunci: Kabupaten Tasikmalaya, masyarakat, obyek daya tarik wisata alam (ODTWA), pengelola, pengembangan wisata alam, pengunjung.


(4)

Tourism Tasikmalaya Regency West Java Province. Under Supervision of E.K.S. HARINI MUNTASIB and NANDI KOESMARYANDI.

Tasikmalaya Regency is a strategic area, are among the popular tourist destinations and frequently visited by domestic and foreign tourist, such as Pangandaran, Garut and Bandung. It is an opportunity for development the natural tourism attraction of Tasikmalaya Regency.

The research was carried out in the strategic area of tourism Tasikmalaya Regency during August until September 2012. The tools and materials used, such as stationery, digital cameras, GPS, ArcGis 9.3, Microsoft Office 2007, questionnaire, interview guidelines and analysis of the operating guidelines and objects of natural tourist attraction (ADO-ODTWA) General Directorate of PHKA 2003. The development of tourism based on the assessment ADO-ODTWA, analysis of the visitors wishes and expectations; the readiness to receive visits and thecommunity wishes and expectations; stakeholeder analysis and the strategic plan of natural tourism management.

Based on the result of ADO-ODTWA assesment, the depelopment criteria of Galunggung (3325) and Karaha Bodas (2963) are very potential. Sindangkerta Beach (2885), Pamayangsari Beach (1777), Karangtawulan (2750) and Cipatujah Beach (2740) are potential. The visitors wishes and expectations are the repair, maintenance, and the provision of supporting facilities, accessibility, variety of activities, management of services, and management of visitors. The community less welcomed with the tourist visits and the tourism development especially Karah Bodas community (disagree). Wishes and expectations of the community such as increasing well-being, getting the socialization about tourism periodically to change community perception who are not ready, becoming open minded to receive visits. Demonstrated in the implementation of tourist destination, the depelopment organize the consept of religion tourism, appropriate to attitude and culture of the community. The development plan for tourism management are the development of potential tourism, human resources, along protection and resources coservation.

The development of natural tourism, such as: (1) the development of a natural tourist attraction destinations by keeping the authenticity and sustainability areas, restrictions on the utilization block appropriate of envinronment resources support, making the evacuation and relocation of areas prone to natural disasters; (2) the development of activities and natural attractions differentiated based on the potencial natural tourism attraction that owned by each objects; (3) the development of facilities are development of interpretation feature and tourism map, information center, homestay, and strengthening of building and infrastructure; (4) accessibility of infrastructure development, a means of transportation, signpost direction, and the promote and information about tourism; (5) the development of human resources should be increases among others, in form of training to improve the ability of service, to be a good host, presenting various form of tourist attraction, foods, and souvenir, and natural disaster response; (6) the development of tourism through a good tourism management,


(5)

booklet,and tourism map) periodically held a renewal according to developed by tour packages, and follow and create events that introduce attractions of nature tourism and local culture.

Keyword: Communities, development, objects of natural tourist attraction, nature-based tourism, Tasikmalaya Regency, visitors.


(6)

KABUPATEN TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT

YASRI SYARIFATUL AINI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013


(7)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengembangan Wisata Alam di Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya

Provinsi Jawa Barat” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan arahan

dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2013

Yasri Syarifatul Aini


(8)

Nama : Yasri Syarifatul Aini

NIM : E34080021

Menyetujui: Pembimbing I

Prof. Dr. E. K. S. Harini Muntasib, MS. NIP. 19550410 198203 2 002

Pembimbing II

Dr. Ir. Nandi Kosmaryandi, M.Sc.F NIP. 19660628 199802 1 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP. 19580915 198403 1 003


(9)

Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkah, rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat melaksanakan penelitian sampai dengan menyelesaikan penulisan skripsi. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan September 2012 dengan judul Pengembangan Wisata Alam di Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat.

Hasil dari penelitian diharapkan dapat menjadi masukan dalam pengembangan wisata alam serta mendapat perhatian dari Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Perum Perhutani KPH Tasikmalaya dan semua pihak yang bersangkutan.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Maret 2013


(10)

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 22 Februari 1990 dari ayah Drs. H. Suryana, M.Si. dan ibu Hj. Keuis Susilawati, S.Pd. Penulis adalah putri pertama dari empat bersaudara. Jenjang pendidikan formal yang ditempuh penulis, yaitu SDN Citapen I Tasikmalaya (2002), SMP Negeri 2 Tasikmalaya (2005), tahun 2008 lulus dari SMA Negeri 6 Tasikmalaya dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Selama di IPB. penulis aktif sebagai anggota Kelompok Pemerhati Ekowisata (KPE), bendahara umum Kelompok Pemerhati Mamalia (KPM) serta anggota Himpunan Mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) periode kepengurusan 2009 – 2010 dan 2010 - 2011. Penulis juga aktif sebagai anggota International Forestry Student Association Local Commite

IPB (IFSA LC-IPB).

Pada tahun 2010 penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) jalur Gunung Sawal - Pangandaran. Tahun 2011 penulis melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat dan desa sekitarnya, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan tempat pengelolaan Hasil Hutan Perhutani di Kabupaten Bandung dan Sukabumi. Bulan Februari – Maret 2012, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Gunung Rinjani Lombok Nusa Tenggara Barat.

Pada tahun 2009 dan 2010 penulis mengikuti Ekspedisi Ilmiah yaitu Studi Lingkungan Konservasi (SURILI) di Taman Nasional Sebangau Kalimantan Tengah dan Taman Nasional Kerinci Seblat Jambi. Tahun 2010 penulis mengikuti Eksplorasi Flora dan Fauna (RAFFLESIA) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Prestasi yang pernah diraih penulis adalah juara 1 lomba tari kreasi di IPB


(11)

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkah, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulis banyak mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada:

1. Keluarga besar penulis: Drs. H. Suryana, M.Si (Ayah), Hj. Keuis Susilawati, S.Pd. (Ibu), Hj. Ocoh (Nenek), Samrotul Fuadah (Adik), Nida Humaida Zahra (Adik), Fadlah Muhamad Insan (Adik), dan Fitri Nur Azizah (Bibi) atas doa dan kasih sayang.

2. Prof Dr. E.K.S. Harini Muntasib, MS. (Pembimbing I), Dr. Ir. Nandi Koesmaryandi, M.Sc.F (Pembimbing II), Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc. (Penguji) dan Dr. Ir Siti Badriyah R., M.Si. (Ketua Sidang) yang telah banyak memberi ilmu dan nasehat dalam menyelesaikan skripsi.

3. BAPPEDA Kabupaten Tasikmalaya; Dinas Kesatuan Bangsa dan Linmas Kabupaten Tasikmalaya; Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya; Perum Perhutani KPH Tasikmalaya; Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tasikmalaya; Angkatan Udara Lanud Wiryadinata; aparatur Kecamatan dan Desa serta masyarakat Desa yang telah membantu selama pengumpulan data.

4. Eka Satria Permana Putra yang telah memberi doa, kasih sayang, bantuan, dukungan, dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi.

5. Keluarga Ustadz Robandi, Ibu Siti Maryam, Bapak Toha, Doni Ilham, S.Sos.I. dan M. Juan Ardha yang telah membantu penulis selama penelitian dan pengolahan data.

6. Keluarga besar KSHE 45 “Edelweiss”, HIMAKOVA periode 2009-2010 dan 2010-2011, KPE “Tapak”, KPM “Tarsius”, Fahutan 45, IFSA LC IPB dan Pondok Jaika I Badoneng.

7. Seluruh pihak dan rekan-rekan yang telah membantu dari awal penelitian hingga selesainya tugas akhir penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas bantuan, dukungan, dan motivasinya.


(12)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata dan Wisata Alam ... 3

2.2 Obyek Daya Tarik Wisata Alam ... 4

2.3 Wisatawan ... 5

2.4 Masyarakat ... 6

2.5 Pengelola (Pemerintah dan Stakeholder Terkait)... 7

2.6 Pengembangan Wisata Alam ... 9

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 13

3.2 Alat dan Bahan ... 13

3.3 Metode Penelitian ... 13

3.4 Pengolahan dan Analisis Data... 16

3.4.1 Obyek daya tarik wisata (ODTWA) ... 16

3.4.2 Pengunjung obyek wisata alam ... 18

3.4.3 Masyarakat sekitar obyek wisata alam... 18

3.4.4 Pengelola obyek wisata alam ... 19

3.5 Pengembangan wisata alam ... 19

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Gunung Galunggung ... 21

4.1.1 Danau kawah ... 22

4.1.2 Pemandian air panas ... 23

4.2 Karaha Bodas ... 24

4.2.1 Wana Wisata Geologi Geothermal ... 25

4.2.2 Agrowisata Strawberry ... 25

4.3 Pantai Sindangkerta ... 26


(13)

4.3.2 Kesenian tradisional Seni Rengkong ... 27

4.3.3 Kampung nelayan (Pamoekan) ... 28

4.3.4 Hajat Lembur Mapag Taun ... 29

4.4 Pantai Pamayangsari ... 30

4.4.1 Keindahan Pantai Pamayangsari ... 30

4.4.2 Kawasan Konservasi Penyu Hijau ... 31

4.5 Pantai Cipatujah ... 33

4.6 Karangtawulan ... 33

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Obyek Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) ... 36

5.1.1 Penilaian obyek dan daya tarik wisata alam ... 36

5.1.1.1 Daya tarik wisata alam ... 36

A. Daya tarik wisata berbentuk darat ... 36

B. Daya tarik wisata berbentuk pantai ... 38

5.1.1.2 Aksesibilitas ... 40

5.1.1.3 Fasilitas penunjang ... 42

5.1.1.4 Kondisi sekitar kawasan ... 43

5.1.1.5 Iklim ... 47

5.1.1.6 Ketersediaan air bersih ... 49

5.1.2 Rekapitulasi kriteria penilaian ODTWA... 52

5.2 Pengunjung ... 53

5.2.1 Karakteristik pengunjung ... 53

5.2.2 Tujuan kunjungan ... 56

5.2.3 Pola kunjungan ... 57

5.2.4 Penilaian pengunjung ... 59

5.2.5Keinginan dan harapan pengunjung ... 61

5.3 Masyarakat ... 62

5.3.1 Karakteristik masyarakat... 62

5.3.2 Kesiapan menerima kunjungan ... 63

5.3.3 Keinginan dan harapan masyarakat ... 64

5.4 Pengelola Obyek Wisata Alam ... 65

5.4.1 Pihak pengelola ... 66

5.4.2 Rencana pengelola ... 68

5.5 Pengembangan Wisata Alam ... 71

5.5.1 Keberlanjutan/kelestarian obyek daya tarik wisata alam dan faktor pembatas ... 71

5.5.2 Kesesuaian pengembangan ... 74

5.5.3 Arahan pengembangan wisata alam ... 98

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 100

6.2 Saran ... 101


(14)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Pengaruh atau dampak pengembangan wisata alam ... 7

2 Metode penelitian ... 14

3 Klasifikasi pengembangan setiap unsur ... 16

4 Skala penilaian obyek daya tarik wisata berbentuk darat ... 17

5 Skala penilaian obyek daya tarik wisata berbentuk perairan (pantai) ... 17

6 Skala prioritas rekomendasi obyek wisata berbentuk darat ... 17

7 Skala prioritas rekomendasi obyek wisata berbentuk perairan (pantai) ... 17

8 Kategori responden, strata umur, jumlah sampel pengunjung obyek wisata alam ... 18

9 Kategori responden, strata umur, jumlah sampel masyarakat sekitar obyek wisata alam ... 19

10 Hasil penilaian daya tarik obyek wisata berbentuk darat ... 37

11 Hasil penilaian daya tarik obyek wisata berbentuk kawasan perairan pantai) ... 40

12 Hasil penilaian aksesibilitas ... 41

13 Hasil penilaian fasilitas penunjang ... 43

14 Data fisik obyek wisata alam ... 45

15 Hasil penilaian kondisi sekitar kawasan ... 46

16 Hasil penilaian terhadap iklim ... 48

17 Hasil penilaian ketersediaan air bersih ... 50

18 Skor seluruh kriteria penilaian obyek wisata ... 51

19 Jumlah pengunjung wisata alam 2008 - 2012 (wisatawan nusantara (N) dan mancanegara (M)) ... 52

20 Matriks keinginan dan harapan pengunjung ... 61

21 Matriks hasil wawancara dengan masyarakat sekitar obyek wisata alam . 65 22 Pengelola obyek wisata di Kawasan Strategis Kabupaten Tasikmalaya ... 66


(15)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Skema penentuan prioritas pengembangan wisata alam ... 20 2 Peta daya tarik wisata alam di Kawasan Strategis Kabupaten

Tasikmalaya ... 21 3 Obyek wisata Gunung Galunggung (a) Danau kawah (b) ±620 anak

tangga menuju danau kawah ... 22 4 Pemandian air panas (a) kolam renang air panas buatan (b) bak

pemandian dari sungai air panas ... 23 5 Fasilitas dalam kawasan (a) camping ground (b) area bermain anak ... 24 6 Daya tarik Karaha Bodas (a) lokasi yang dijadikan tempat wisata (b)

hutan pinus ... 25 7 Agroforestry masyarakat Kecamatan Kadipaten (a) kebun strawberry (b)

strawberry yang telah dipanen dan akan dipasarkan ... 26 8 Kondisi Pantai Sindangkerta (a) gapura sekaligus benteng penahan

ombak (b) pantai yang dapat digunakan untuk berenang (c) suasana pantai siang haridan (d) suasana pantai saat sunset ... 27 9 Penampilan seni tradisional Rengkong (a) Rengkong (b) Hatong ... 28 10 Pamoekan (a) perahu nelayan (b) rumah nelayan di sekitar pantai ... 29 11 Ritual Hajat Lembur Mapag Taun (menyambut Tahun Baru) (a)

Upacara Adat Sunda (b) pelepasan Jampana ke laut lepas ... 29 12 Suasana Pantai Pamayangsari (a) tempat perahu nelayan (pelabuhan) (b)

pembangunan pelabuhan Pantai Pamayangsari, menara pengamat, kantor dan tempat pelelangan hasil tangkapan laut ... 31 13 Pantai Pamayangsari (a) Kawasan Konservasi Penyu (sekitar3 km) yang

menjadi tempat penyu makan, reproduksi dan bertelur (b) bak penetasan semi alami di dekat pantai ... 32 14 Penangkaran Penyu Hijau di bak khusus setelah penetasan (a) umur tiga

minggu setelah penetasan (b) umur 3 – 6 bulan ... 32 15 Suasana Pantai Cipatujah (a) pemandangan laut lepas Cipatujah dengan

pasir pantai yang luas (b) pemadangan laut lepas dan benteng batu ... 33 16 Obyek wisata Karangtawulan (a) keindahan ombak besar yang

menabrak karang (b) Nusa Manuk ... 34 17 Kondis pantai dan goa yang sejajar karang (a) pantai (b) Goa Parat ... 34 18 Obyek wisata spiritual makam keramat Syech Abdul Rahman Abdul

Rahim (a) tampak dalam (b) tampak luar ... 35 19 Jumlah pengunjung wisata alam tahun 2008 -2011 (wisatawan


(16)

20 Jumlah pengunjung wisata alam tahun 2008 – 2011 (wisatawan mancanegara) ... 53 21 Karakteristik pengunjung obyek wisata alam ... 54 22 Tujuan pengunjung dalam melakukan perjalanan wisata ke kawasan

wisata alam ... 57 23 Pola kunjungan pengunjung dalam melakukan perjalanan wisata ke

kawasan wisata alam ... 58 24 Penilaian pengunjung terhadap obyek daya tarik wisata alam dan

fasilitas penunjang wisata ... 60 25 Karakteristik masyarakat... 62


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tasikmalaya merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat bagian selatan dengan luas wilayah 2.563,35 km2. Letaknya strategis karena merupakan jalur perlintasan dan transit dari berbagai daerah di Jawa Barat ke arah Jawa Tengah dan Jawa Timur atau sebaliknya, serta berada diantara daerah tujuan wisata yang popular dan banyak dikunjungi wisatawan nusantara dan mancanegara yaitu Pangandaran, Garut dan Bandung. Hal tersebut menjadi peluang pengembangan daya tarik wisata alam di Kabupaten Tasikmalaya.

Dalam upaya pengembangan ODTWA, dibuat kebijakan berupa Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tasikmalaya (RTRW) serta Rencana Strategis Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya. RTRW Kabupaten Tasikmalaya sebagai arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah salah satunya kawasan strategis pariwisata. Disamping itu telah ditetapkan kawasan strategis pariwisata sebagai kawasan dengan prioritas utama pengembangan pariwisata berdasarkan keterkaitan ekonomi, sosial budaya, lingkungan, serta pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi.

Obyek daya tarik wisata alam yang termasuk dalam kawasan strategis pariwisata Kabupaten Tasikmalaya yaitu Gunung Galunggung berupa kawah yang berbentuk danau, hutan pegunungan dengan kekayaan flora dan fauna, dan sumber mata air panas. Karaha Bodas berupa hutan pinus dan geologi geotermal (ketersediaan hidrotermal yang muncul dalam bentuk mata air panas), dan agrowisata. Pantai Cipatujah, Pantai Sindangkerta, Pantai Pamayangsari, dan Karangtawulan memiliki daya tarik berbentuk pantai, merupakan satu rangakaian pantai selatan (Samudra Hindia) dengan jarak antar obyek cukup dekat.

Pemerintah Daerah sudah merancang kebijakan menyangkut potensi obyek daya tarik wisata alam di Kabupaten Tasikmalaya. Namun potensi wisata tersebut belum dikembangkan dengan maksimal serta banyak obyek yang belum dimanfaatkan. Pengelolaan dan pengembangan yang sudah dilakukan masih


(18)

banyak kekurangan, sehingga dibutuhkan rekomendasi bagi pengembangan wisata alam di Kawasan Strategis Kabupaten Tasikmalaya kedepannya.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyusun pengembangan wisata alam di Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya dengan langkah sebagai berikut:

1. Inventarisasi potensi obyek daya tarik wisata alam di Kawasan Strategis Kabupaten Tasikmalaya.

2. Inventarisasi keinginan dan harapan pengunjung terhadap pengembangan wisata alam di Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya.

3. Inventarisasi kesiapan, keinginan, dan harapan masyarakat dalam menerima kegiatan wisata alam di Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya.

4. Identifikasi rencana pengelolaan pengembangan wisata alam oleh pengelola wisata alam di Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya.

5. Menyusun arahan pengembangan wisata alam di Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya.

1.3 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai acuan dalam mengembangkan potensi wisata alam di Kabupaten Tasikmalaya.

2. Sebagai masukan dan rekomendasi kepada pengelola (stakeholder) terkait pengembangan wisata alam di Kabupaten Tasikmalaya secara luas.

3. Sebagai acuan kepada masyarakat sekitar kawasan wisata alam untuk berperan serta dalam pengembangan wisata sehingga kesejahteraannya meningkat. 4. Sebagai sarana penyampaian informasi kepada pembaca mengenai wisata


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Wisata dan Wisata Alam

Menurut UU Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Wisata alam merupakan usaha pemanfaatan sumberdaya alam dan tata lingkungannya yang telah ditetapkan sebagai obyek dan daya tarik wisata untuk dijadikan sasaran wisata.

Pariwisata adalah bentuk kegiatan wisata yang didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Pariwisata alam adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata alam, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik serta usaha yang terkait dengan wisata alam (PP Nomor 36 Tahun 2010). Pariwisata alam mendapatkan penilaian tinggi karena kemampuannya dalam memberikan dampak positif terhadap konservasi dan tujuan pembangunan di atau dekat kawasan lindung (Figgis & Bushell 2007). Menurut Honey (1999) diacu dalam Hakim (2004), dalam aktivitasnya wisata alam harus menjawab dan menunjukan parameter berikut:

1. Perjalanan ke kawasan alamiah.

2. Dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan rendah. 3. Membangun kepedulian terhadap lingkungan.

4. Memberikan dampak keuntungan ekonomi secara langsung bagi konservasi. 5. Memberikan dampak keuangan dan pemberdayaan masyarakat lokal.

6. Adanya penghargaan terhadap budaya setempat.

7. Mendukung hak asasi manusia dan gerakan demokrasi .

Berdasarkan kajian Burger (2000) dan Waller (2001) diacu dalam Hakim (2004) yang menunjukan hubungan harmonis antara wisata, keanekaragaman, bentang alam, dan konservasi dapat terjadi dalam kehidupan manusia. Dampak


(20)

secara teoritis dapat diartikan memberikan pengaruh positif bagi perekonomian lokal dan pendidikan konservasi pengunjung.

2.2Obyek Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA)

Dalam Rencana Pengembangan Pariwisata Alam Nasional Ditjen PHKA (2001), potensi kekayaan alam Indonesia merupakan potensi ODTWA yang dalam perkembangannya diperlukan penanganan serius agar tetap terjaga kelestarian dan keberadaannya. Pemanfaatan potensi kekayaan alam yaitu dengan melakukan pengelolaan kegiatan wisata alam yang dinilai memiliki prospek menjanjikan. Hal tersebut dikaitkan dengan upaya pemberdayaan dan peningkatan ekonomi masyarakat dalam rangka menekan laju kerusakan hutan.

Menurut Warpani dan Warpani (2007) daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi pemicu kunjungan wisatawan, destinasi atau tujuan wisata yang bisa berupa sasaran atau obyek ragawi atau fisik serta pemicu kunjungan destinasi wisata niragawi (kebiasaan hidup dan adat istiadat). Berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Daerah tujuan pariwisata atau destinasi pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi untuk terwujudnya kepariwisataan.

Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ADO-ODTWA) Ditjen PHKA Tahun 2003, antara lain sebagai berikut:

1. Flora dan fauna, yaitu potensi flora dan fauna secara umum dan diutamakan informasi mengenai flora dan fauna khas yang ada serta penyebarannya, yang memiliki daya tarik wisata alam.

2. Gejala alam, yaitu obyek-obyek yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan wisata alam, antara lain: sumber air panas, air terjun, goa, puncak gunung, kawah, danau, sungai dan lain-lain.


(21)

3. Keindahan alam yaitu obyek-obyek yang memiliki keindahan alam baik darat, laut dan danau. Keindahan alam dapat dilihat dari pandangan lepas, variasi pandangan, keserasian warna dan pandangan lingkungan obyek.

4. Keunikan sumberdaya alam, yaitu obyek-obyek yang memiliki ciri khas sumber alam dalam suatu lokasi yang tidak dimiliki oleh lokasi lain.

5. Panorama, yaitu obyek-obyek yang memiliki pemandangan alam dalam suatu areal yang terbuka dan luas yang mempunyai daya tarik wisata alam.

6. Peninggalan sejarah, yaitu obyek-obyek yang memiliki nilai sejarah, dikeramatkan dan lain-lain.

7. Atraksi budaya spesifik, yaitu adat istiadat, kesenian, yang memiliki keunikan dan daya tarik tersendiri.

Menurut Kodhyat (2007), ODTWA merupakan komponen yang paling utama karena merupakan pendorong atau motivasi utama bagi wisatawan untuk mengunjungi daerah tujuan wisata yang bersangkutan. Walaupun demikian, komponen lainnya tidak kalah penting dari ODTWA, dimana keberadaan obyek dan daya tarik wisata harus dilengkapi dan ditunjang secara proporsional oleh komponen lainnya, yaitu fasilitas yang memadai, jasa layanan yang profesional, suasana yang kondusif serta menciptakan kesan mendalam bagi wisatawan sehingga ingin kembali mengunjungi tempat tersebut.

2.3Wisatawan

Wisatawan dibagi menjadi dua (Warpani & Warpani 2007), antara lain: 1. Wisatawan mancanegara.

2. Wisatawan nasional (domestik): wisatawan nusantara dan domestik asing. Motivasi yang mendorong wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata adalah sebagai berikut (Warpani & Warpani 2007):

1. Dorongan kebutuhan untuk berlibur dan berekreasi. 2. Dorongan kebutuhan pendidikan dan penelitian. 3. Dorongan kebutuhan keagamaan.

4. Dorongan kebutuhan kesehatan.

5. Dorongan atas minat terhadap kebudayaan dan kesenian. 6. Dorongan kepentingan keamanan.


(22)

7. Dorongan kepentingan hubungan keluarga. 8. Dorongan kepentingan politik.

Wisata alam memberikan kesempatan bagi pengunjung untuk mendapatkan pengalaman berkaitan dengan alam, kebudayaan dan belajar tentang pentingnya konservasi keanekaragaman hayati (Raharjo 2004). Pengukuran perkembangan yang terus menerus pada pariwisata merupakan kebutuhan dan interaksi antara perlindungan sumberdaya alam, pembangunan ekonomi dan kepuasan pengunjung atau wisatawan (Simion et al. 2010).

Menurut Borges et al. (2011), kenaikan jumlah pengunjung dapat menjadi masalah jika mekanisme perlindungan kawasan tidak sesuai dengan daya dukung lingkungan. Dampak negatif yang ditimbulkan adalah tekanan dari pertumbuhan jumlah pengunjung yang tidak dapat diminimalisasi, invasif atau destruktif dalam pembangunan infrastruktur, terjadi polusi dan dampak sosial. Dibutuhkan pengembangan tujuan dan strategi pariwisata yang terencana dengan baik sehingga dapat memberikan dampak positif bagi konservasi dan berbagai pihak (pengelola, pengunjung dan masyarakat).

2.4 Masyarakat

Upaya pengembangan wisata sejauh mungkin diarahkan bukan hanya pemberdayaan sumberdaya alam juga pemberdayaan sumberdaya manusia yaitu masyarakat sekitar kawasan. Hal tersebut dilakukan agar masyarakat menjadi bagian dari kegiatan pariwisata dalam arti luas, bukan sekedar menjadi obyek melainkan juga menjadi subyek.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah Bab VI Pemberdayaan Masyarakat Pasal 20 ayat 1 dan 2 serta pasal 21 ayat 1 dan 2, pengembangan ekowisata wajib memberdayakan masyarakat setempat dimulai dari perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ekowisata. Pemberdayaan masyarakat diselenggarakan melalui kegiatan peningkatan pendidikan dan keterampilan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat melibatkan warga masyarakat, lembaga kemasyarakatan, Badan Permusyawaratan Desa, Kader Pemberdayaan Masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan Lembaga Swadaya Masyarakat.


(23)

Menurut Raharjo (2004), keterlibatan yang dapat dilakukan oleh masyarakat lokal adalah sebagai berikut:

1. Membentuk joint venture dengan tour operator dimana masyarakat menyediakan lebih banyak service sedangkan pihak swasta atau pemerintah hanya fokus pada promosi dan pemasaran.

2. Menyediakan layanan kepada tour operator, misalnya menyediakan bahan makanan, menjadi guide lokal, menyediakan transport dan akomodasi lokal. 3. Menyewakan lahan kepada pihak tour operator. Dalam hal ini masyarakat

masih memungkinkan untuk melakukan monitoring atas dampak dari aktifitas wisata.

4. Mengembangkan program sendiri secara mandiri.

5. Bekerja sebagai staf tour operator baik full time atau part time.

Menurut Raharjo (2004), terdapat pengaruh atau dampak pengembangan wisata alam bagi masyarakat dan kawasan itu sendiri (Tabel 1), adalah sebagai berikut:

Tabel 1 Pengaruh atau dampak pengembangan wisata alam

Positif (bila ada partisipasi) Negatif (bila tidak ada partisipasi) Bagi Masyarakat Bagi Kawasan

Lindung

Bagi Masyarakat Bagi Kawasan Lindung Keberlanjutan pendapatan Berkurangnya ancaman dan pengembangan ekonomi yang sesuai

Penurunan kualitas

sumberdaya alam

Pembangunan ekonomi yang tidak sesuai Peningkatan kualitas layanan public Pertumbuhan ekonomi yang tidak imbang Perburuan, pemanfaatan berlebihan atas sumberdaya alam Keberdayaan budaya lokal

Erosi budaya Perubahan pola pemanfaatan sumberdaya alam

2.5Pengelola (Pemerintah dan Stakeholder Terkait)

Sumber daya manusia diakui sebagai salah satu komponen vital dalam pembangunan pariwisata. Hampir setiap tahap dan elemen pariwisata memerlukan sumber daya manusia untuk menggerakkannya. Faktor sumberdaya manusia sangat menentukan eksistensi pariwisata. Sebagai salah satu industri jasa, sikap dan kemampuan staf akan berdampak penting terhadap jenis pelayanan pariwisata kepada wisatawan yang secara langsung akan berdampak pada kenyamanan, kepuasan dan kesan atas kegiatan wisata yang dilakukannya.


(24)

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah, pelaku wisata alam adalah pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat yang bergerak dibidang wisata. Berdasarkan Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ADO-ODTWA) Ditjen PHKA Tahun 2003, pengelolaan obyek dan pelayanan pengunjung merupakan hal yang perlu ditingkatkan secara terus menerus dalam pemanfaatan suatu ODTWA, karena berpengaruh langsung dengan kepuasan pengunjung dan pelestarian obyek itu sendiri. Selain itu, dalam implementasinya perlu ditunjang oleh tenaga profesional dibidang pariwisata alam, bahasa dan mampu melakukan pelayanan kepada pengunjung.

Kurangnya pengaruh pihak luar terhadap kawasan wisata, mengharuskan pengelola (pemerintah daerah dan pengelola wisata) perlu membangun hubungan yang kuat dengan investor, swasta maupun LSM terkait dalam mendukung pembangunan wisata alam yang berkelanjutan. Diperlukannya rencana strategis dalam pengembangan pariwisata yang terus dikembangkan, dipantau dan dievaluasi secara berkala (The Lake District World Heritage Project dalam Borges et al. (2011)).

Industri jasa mempunyai kewajiban untuk bersama-sama dengan pemerintah daerah mengemas paket-paket wisata. Aktivitas pariwisata tidak tersekat pada satu obyek wisata saja. Aktivitas pariwisata memerlukan ruang gerak dan waktu yang fleksibel. Adanya kerjasama dan komitmen akan terbentuk kemitraan yang saling mengisi, maka aktivitas berwisata yang memiliki mobilitas tanpa batas itu tidak akan mengalami kendala karena jalur-jalur yang menghubungkan antar atraksi wisata yang satu dengan lainnya sudah tertata, terhubung dengan baik dan dari segi keamanan dapat dikoordinasikan bersama. Kekurangan dari fasilitas dan sumberdaya manusia, pemerintah dapat membantu dalam bentuk fasilitator, bantuan dana, pelatihan dan lain-lain. Industri jasa memberikan pelayanan yang unggul dalam diferensiasi dan inovasi produk serta pelayanan yang excellent dapat menarik pengunjung untuk kembali datang ke obyek wisata tersebut (Fiatiano 2007).


(25)

2.6 Pengembangan Wisata Alam

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 menyatakan pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan asas manfaat, kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, kemandirian, kelestarian, partisipatif, berkelanjutan, demokratis, kesetaraan dan kesatuan yang diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman, keunikan, kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk berwisata. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 48 Tahun 2006, pengembangan pariwisata alam adalah rencana yang memuat kebijakan pengembangan kepariwisataan Jawa Barat dari aspek perwilayahan pariwisata, aspek pengembangan produk wisata, pengembangan pasar dan pemasaran, pengembangan sumberdaya manusia (SDM) kepariwisataan, dan pengembangan kelembagaan pariwisata.

Pengembangan adalah suatu usaha perubahan yang dilakukan untuk meningkatkan keuntungan dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya. Muntasib et al. (2004) menyebutkan ada tujuh prinsip pengembangan wisata alam, yaitu:

1. Berhubungan langsung dengan alam (touch the nature).

2. Pengalaman yang bermanfaat, baik secara pribadi ataupun secara sosial. 3. Wisata alam bukan wisata massal.

4. Interaksi dengan masyarakat dan budaya setempat. 5. Adaptif sesuai dengan akomodasi pedesaan. 6. Pengalaman lebih utama dari kenyamanan.

Ditjen PHKA (2003), dasar penilaian potensi pengembangan wisata alam adalah sebagai berikut:

1. Berorientasi kepada kepentingan konservasi kawasan.

2. Memberikan pemahaman pendidikan konservasi bagi kawasan. 3. Memberdayakan atau meningkatkan peran masyarakat.

4. Memberikan nilai ekonomi dan kesinambungan usaha kepada pihak ketiga dan pemerintah.

5. Memberikan nilai rekreasi (kenyamanan, refreshing, kesehatan dan lain-lain). Ditjen PHKA (2001) memaparkan beberapa tahapan pengembangan pariwisata alam yang bisa dilakukan di suatu lokasi, adalah sebagai berikut:


(26)

1. Perencanaan, meliputi identifikasi, inventarisasi dan analisis data, identifikasi konflik sumberdaya, analisis data, penetapan posisi perkembangan, pengelolaan pengunjung, pemasaran dan promosi, sumberdaya manusia, pengelolaan dampak, pembangunan sarana dan prasarana, pengusahaan pariwisata alam dan kelembagaan.

2. Pelaksanaan, meliputi koordinasi, sosialisasi dan kerjasama. 3. Monitoring dan evaluasi.

Menurut Ditjen PHKA (2003), pengembangan obyek wisata alam dilakukan berdasarkan skala prioritas dan rekomendasi. Pengembangan dikatagorikan dalam beberapa katagori, yaitu sebagai berikut:

1. Sangat potensial, yaitu daerah yang memiliki ODTWA layak untuk dikembangkan berdasarkan hasil penilaian ADO-ODTWA melalui urutan prioritas.

2. Potensial, yaitu daerah yang memiliki potensi, namun memiliki hambatan dan kendala untuk dikembangkan dengan persyaratan-persyaratan tertentu yang memerlukan pembinaan lebih lanjut berdasarkan hasil penilaian ADO-ODTWA.

3. Kurang potensial, yaitu daerah yang tidak dapat dikembangkan atas dasar hasil penilaian ADO-ODTWA.

Berasarkan Ditjen PHKA (2002), program pengembangan wisata alam secara berkelanjutan bisa dilakukan dengan melihat beberapa faktor diantaranya: 1. Pengembangan lokasi obyek (Potensi ODTWA), yaitu rencana kegiatan

pengembangan obyek sesuai analisis, dengan urutan prioritas baik yang menyangkut lokasi obyek maupun jenis-jenis kegiatan yang dikaitkan dengan rencana pengelola kawasan tersebut.

2. Fasilitas penunjang, yaitu kegiatan pengembangan sarana dan prasarana di dalam dan di luar obyek dengan prioritas pengembangan lokasi obyek.

3. Keadaan Pengunjung, yaitu jumlah pengunjung, perilaku pengunjung yang terdiri dari wisatawan luar negeri dan wisatawan dalam negeri.

4. Pengelolaan dan pelayanan, yaitu pengelolaan obyek dan pelayanan pengunjung merupakan hal yang perlu ditingkatkan dalam pemanfaatan suatu ODTWA, karena berpengaruh secara langsung dengan kepuasan pengunjung


(27)

dan pelestarian obyek itu sendiri. Selain itu dalam implementasinya perlu ditunjang oleh tenaga yang professional di bidang pariwisata alam, bahasa dan mampu melakukan pelayanan terhadap pengunjung.

5. Kegiatan wisata alam, yaitu: rencana dan realisasi pengembangan kegiatan wisata alam, baik oleh pengelola, masyarakat maupun pemerintah.

Menurut Hakim (2004), strategi dalam pengembangan wisata alam harus mendorong tindakan konservasi sehingga tujuan dari wisata berkelanjutan tetap tercapai dalam industri pariwisata yang terus berkembang. Pariwisata yang terjadi di kawasan lindung harus dikelola dengan benar dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Selain itu, tidak boleh dilupakan bahwa tujuan keseluruhan dari kawasan lindung adalah konservasi dan perlindungan. Pada pengembangan pengelolaan wisata alam, keanekaragaman hayati dapat dieksplorasi sampai batas tertentu (daya dukung lingkungan) hubungan antara pariwisata dan kawasan lindung (IUCN 2009).

Menurut The International Ecotourism Society (2004) dan Pemerintah Propinsi Jawa Barat (2007) pelayanan terhadap pelanggan wisata alam dapat dilakukan dengan cara mengembangkan potensi wisata alam dengan indikator: 1) Keadaan fisik kawasan (luas, ketinggian).

2) Potensi biotik kawasan (flora fauna).

3) Potensi wisata yang meliputi: (a) wisata alam dengan kegiatannya berupa hiking, berkemah, berkuda, bersepeda; wisata santai sambil berolahraga (berenang (air panas), lintas alam dan lain-lain); (b) wisata konvensi dengan kegiatan berupa wisata sambil melakukan seminar, rapat, konferensi; (c) wisata budaya dengan kegiatan berupa pergelaran seni tradisional.

4) Sarana prasarana seperti pembuatan pusat informasi, pondok kerja, sarana olahraga, camping ground, tempat bermain anak anak, sarana pemandian air panas, shelter, fasilitas penginapan, tempat ibadah, ruang pertemuan.

5) Aksesibilitas (kemudahan mencapai tempat wisata). Pengembangan Wisata Alam Berbentuk Pantai

Pengembangan ekowista bahari yang hanya terfokus pada pengembangan wilayah pantai dan lautan sudah mulai tergeser, karena banyak hal lain yang bisa dikembangkan dari wisata bahari selain pantai dan laut. Salah satunya adalah


(28)

konsep ekowisata bahari yang berbasis pada pemadangan dan keunikan alam, karakteristik ekosistem, kekhasan seni budaya dan karakteristik masyarakat sebagai kekuatan dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Selanjutnya kegiatan ekowisata lain yang juga dapat dikembangkan, antara lain: berperahu, berenang, snorkling, menyelam, memancing, kegiatan olahraga pantai dan piknik menikmati atmosfer laut (Satria 2009).

Orientasi pemanfaatan pesisir dan lautan serta berbagai elemen pendukung lingkungannya merupakan suatu bentuk perencanaan dan pengelolaan kawasan merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi dan saling mendukung sebagai suatu kawasan wisata bahari. Suatu kawasan wisata yang baik dan berhasil bila secara optimal didasarkan pada empat aspek, antara lain:

b. Mempertahankan kelestarian lingkungan.

c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut. d. Menjamin kepuasan pengunjung.

e. Meningkatkan keterpaduan dan kesatuan pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zona pengembangannya.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pengembangan ekowisata bahari (Satria 2009), antara lain:

a. Aspek ekologis, daya dukung ekologis merupakan tingkat penggunaan maksimal suatu kawasan.

b. Aspek fisik, daya dukung fisik merupakan kawasan wisata yang menunjukkan jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang diakomodasikan dalam area tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas.

c. Aspek sosial, daya dukung sosial adalah kawasan wisata yang dinyatakan sebagai batas tingkat maksimum dalam jumlah dan tingkat penggunaan dimana apabila melampaui batas akan menimbulkan penurunanan dalam tingkat kualitas pengalaman atau kepuasan.

d. Aspek rekreasi, daya dukung reakreasi merupakan konsep pengelolaan yang menempatkan kegiatan rekreasi dalam berbagai obyek yang terkait dengan kemampuan kawasan.


(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama dua bulan yaitu Agustus - September 2012, di Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya dengan cakupan obyek wisata alam dalam sudut pandang ekonomi dan kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. Obyek wisata alam tersebut yaitu Gunung Galunggung di Kecamatan Sukaratu; Karaha Bodas di Kecamatan Kadipaten; Pantai Cipatujah, Pantai Sidangkerta, dan Pantai Pamayangsari di Kecamatan Cipatujah; dan Karangtawulan di Kecamatan Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat.

3.2Alat dan Bahan

Alat dan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Alat tulis 2. Kamera digital

3. GPS (Global Positioning System) 4. ArcGIS 9.3

5. Microsoft Office 2007 6. Literatur

7. Kuisioner

8. Panduan wawancara

9. Pedoman analisis daerah operasi obyek dan daya tarik wisata alam (ADO-ODTWA) Dirjen PHKA tahun 2003

3.3Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Tabel 2):


(30)

Tabel 2 Metode penelitian

No Jenis Data Data yang Dibutuhkan Metode Sumber Data

1 Obyek dan daya tarik wisata

Daya tarik obyek wisata berbentuk darat, berupa keunikan sumberdaya alam, banyaknya jenis sumberdaya alam yang menonjol, jenis kegiatan wisata, kebersihan lokasi, dan keamanan kawasan; daya tarik obyek wisata berbentuk pantai, berupa keindahan, keselamatan dan keamanan pantai, jenis dan warna pasir, variasi kegiatan, kebersihan dan kenyamanan, dan kenyamanan; aksesibilitas, berupa kondisi dan jarak jalan darat dari terminal bus Tipe A, waktu yang digunakan untuk mencapai obyek wisata alam dari terminal bus Tipe A; fasilitas penunjang, berupa sarana dan prasarana penunjang wisata; kondisi sekitar kawasan, berupa tata ruang wilayah obyek, mata pencarian penduduk, pendidikan, tingkat kesuburan tanah, dan sumberdaya alam; iklim, berupa parameter curah hujan, parameter udara, dan kelembaban udara; ketersediaan air bersih, berupa volume, jarak lokasi air bersih terhadap lokasi obyek, dapat tidaknya air dialirkan ke obyek, kebanyakan dikonsumsi dan ketersediaan.

Studi literatur dan observasi lapang dengan menggunakan pedoman ADO-ODTWA Dirjen PHKA tahun 2003.

Obyek daya tarik wisata alam di Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya meliputi Gunung Galunggung, Karaha Bodas, Pantai Cipatujah, Pantai Sindangkerta, Karangtawulan, dan Pantai Pamayangsari.

2 Pengunjung Karakteristik pengunjung, aktifitas, waktu kunjungan, penilaian terhadap obyek wisata alam, keinginan dan harapan bagi pengembangan wisata kedepannya

Kuisioner dan wawancara. Metode purposive sampling berdasarkan klasifikasi kategori responden, strata umur dan jenis kelamin dengan jumlah sampel 30 orang pada masing-masing obyek wisata.

Pengunjung wisata alam di Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya dan pengelola obyek wisata alam (pengelola di lapangan)


(31)

Tabel 2 Metode penelitian (Lanjutan)

No Jenis Data Data yang Dibutuhkan Metode Sumber Data

3 Masyarakat sekitar obyek wisata alam

Pemanfaatan kawasan oleh masyarakat sekitar, keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan wisata, peran serta masyarakat dalam pengembangan wisata, kesiapan menerima kunjungan, dampak adanya wisata bagi masyarakat sekitar, serta keinginan dan harapan bagi pengembangan wisata kedepannya.

Wawancara menggunakan metode snowball sampling dan purposive sampling berdasarkan klasifikasi kategori responden, strata umur dan jenis kelamin dengan jumlah sampel 30 orang pada masing-masing obyek wisata.

Masyarakat sekitar obyek wisata alam yang terlibat langsung dan tidak langsung terhadap kawasan.

4 Pengelola obyek wisata alam

Potensi wisata, dan kegiatan wisata yang sudah dilaksanakan, status obyek wisata, perencanaan pengembangan wisata yang sudah dan akan dilaksanakan, kebijakan-kebijakan yang berlaku di dalam kawasan, kerjasama yang dilakukan, permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan serta solusi yang diupayakan di kawasan obyek wisata.

Studi pustaka dan wawancara dengan menggunakan metode snowball sampling.

Dinas Pariwisata, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat (KPH Tasikmalaya), BAPPEDA Kabupaten Tasikmalaya dan pengelola obyek wisata alam (pengelola di lapangan).


(32)

3.4 Pengolahan dan Analisis Data

3.4.1 Obyek daya tarik wisata (ODTWA)

Data mengenai potensi obyek dan daya tarik wisata alam diolah dengan menggunakan pedoman ADO-ODTWA Dirjen PHKA tahun 2003 yang telah dimodifikasi. Modifikasi dilakukan terhadap sub unsur untuk menyesuaikan dengan kondisi obyek wisata alam yang dinilai. Penilaian obyek dan daya tarik wisata dilakukan untuk mendapatkan bobot dari penilain setiap unsur terhadap setiap obyek wisata. Bobot setiap obyek wisata digunakan untuk menentukan skor setiap obyek wisata berdasarkan enam kriteria penilaian, yaitu daya tarik wisata, aksesibilitas, fasilitas penunjang kondisi sekitar kawasan, iklim, ketersediaan air bersih, dan daya dukung kawasan. Skor diperoleh dari jumlah nilai setiap unsur yang dikalikan dengan bobot dari setiap kriteria penilaian tersebut.

Pengembangan obyek wisata alam dilakukan dengan mengklasifikasikan obyek wisata berdasarkan skor dari seluruh kriteria yang dinilai. Oktadiyani (2006) menjelaskan bahwa untuk menentukan selang setiap obyek wisata bisa dilakukan dengan cara mengurangi skor tertinggi dengan skor terendah dan membaginya dengan selang yang digunakan, secara rumus bisa dinyatakan yaitu:

Keterangan: Selang = Nilai selang dalam penetapan klasifikasi pengembangan Smaks = Nilai skor tertinggi

Smin = Nilai skor terendah

K = Banyaknya klasifikasi pengembangan

Berdasarkan perhitungan tersebut diperoleh klasifikasi pengembangan pengembangan setiap unsur (Tabel 3).

Tabel 3 Klasifikasi pengembangan setiap unsur

No Penilaian ODTW Nilai tertinggi

Nilai terendah

Klasifiasi Pengembangan Kurang

potensial

Potensial Sangat Potensial 1 Daya tarik wisata berbentuk

darat

900 60 60-340 ≥340-620 ≥620-900 2 Daya tarik wisata berbentuk

kawasan perairan (pantai)

1260 420 420-700 ≥700-980 ≥980-1260


(33)

Tabel 3 Klasifikasi pengembangan setiap unsur (Lanjutan)

No Penilaian ODTW Nilai tertinggi

Nilai terendah

Klasifiasi Pengembangan Kurang

potensial

Potensial Sangat Potensial 3 Aksesibilitas 550 55 55-220 ≥220-358 ≥358-550 4 Fasilitas Penunjang 180 60 60-100 ≥100-140 ≥140-180 5 Kondisi sekitar

kawasan

750 275 275-433 ≥433-592 ≥592-750

6 Iklim 480 120 120-240 ≥240-360 ≥360-480

7 Ketersediaan air bersih 900 225 225-450 ≥450-675 ≥675-900

Nilai setiap unsur penilaian dijumlahkan dari nilai terendah sampai tertinggi untuk menentukan skala prioritas pengembangan. Daya tarik obyek wisata berbentuk darat dan berbentuk kawasan perairan (pantai) dibedakan karena jumlah nilai dan skornya berbeda menghasilkan klasifikasi penilaian tertinggi dan terendah (Tabel 4 dan Tabel 5).

Tabel 4 Skala penilaian obyek daya tarik wisata berbentuk darat

Klasifikasi Nilai

Penilaian obyek wisata berbentuk darat

Tertinggi 3760

Terendah 795

Tabel 5 Skala penilaian obyek daya tarik wisata berbentuk kawasan perairan (pantai)

Klasifikasi Nilai

Penilaian obyek wisata berbentuk perairan (pantai)

Tertinggi 4120

Terendah 1155

Pengembangan wisata alam di Kabupaten Tasikmaya dilakukan dengan cara melihat skala penilaian dan klasifikasi pengembangan. Nilai tersebut dijumlahkan mulai dari nilai terendah sampai tertinggi. Hasil skala prioritas rekomendasi dibagi menjadi tiga klasifikasi pengembangan (Tabel 6 dan Tabel 7).

Tabel 6 Skala prioritas rekomendasi obyek wisata berbentuk darat

Unsur Nilai

Klasifikasi obyek wisata berbentuk darat

Sangat potensial 2773 – 3760 Potensial 1784 – 2772 Kurang potensial 795 – 1783

Tabel 7 Skala prioritas rekomendasi obyek wisata berbentuk kawasan perairan (pantai)

Unsur Nilai

Klasifikasi obyek wisata berbentuk kawasan perairan (pantai)

Sangat potensial 3132 – 4120 Potensial 2144 – 3131 Kurang potensial 1155 – 2143


(34)

Hasil dari klasifikasi pengembangan digunakan untuk menentukan obyek wisata alam yang akan dikembangkan. Obyek wisata alam yang termasuk dalam klasifikasi sangat potensial merupakan obyek wisata yang direkomendasikan atau diutamakan dalam pengembangannya. Obyek wisata yang termasuk dalam kategori potensial dan kurang potensial dapat dikembangkan setelahnya karena perlu banyak perencanaan dalam perbaikan kawasan dan pengembangan ke depannya. Dirjen PHKA (2002) menjelaskan bahwa pengembangan obyek wisata dilakukan dengan melihat obyek yang sangat potensial untuk dikembangkan dilihat dari berbagai unsur.

3.4.2 Pengunjung obyek wisata alam

Responden adalah pengunjung atau wisatawan yang berkunjung ke obyek wisata alam yang ditemukan pada waktu pengambilan data lapang. Sampel yang diambil dibagi berdasarkan jenis kelamin yaitu responden laki-laki dan perempuan. Menurut Nasution (2007), sampel berdasarkan umur dibagi menjadi remaja (15 - 24 tahun), dewasa (25 – 50 tahun) dan tua (>50 tahun). Hasil kuisioner diolah melalui tabulasi dalam bentuk table, grafik, dianalisis secara deskriftif serta ditampilkan dalam bentuk matriks (Tabel 8). Tabel 8 Kategori responden, strata umur, jumlah sampel pengunjung obyek

wisata alam

No Kategori Responden

Strata umur Jenis Kelamin

Laki-laki (orang) Perempuan (orang)

1 Remaja 15-24 tahun 4 4

2 Dewasa 25-50 tahun 6 6

3 Tua >50 tahun 5 5

Jumlah Total 15 15

3.4.3 Masyarakat sekitar obyek wisata alam

Pengambilan sampel ini didasarkan pada keterwakilan berdasarkan umur yaitu remaja (15 - 24 tahun), dewasa (25 – 50 tahun) dan tua (>50 tahun) (Nasution 2007) serta berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Pengambilan sampel dilakukan kepada masyarakat sekitar obyek wisata alam yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam pemanfaatan obyek dan pengembangan wisata alam. Data dan informasi


(35)

berdasarkan hasil wawancara dianalisis secara deskriptif serta ditampilkan dalam bentuk matriks (Tabel 9).

Tabel 9 Kategori responden, strata umur, jumlah sampel masyarakat sekitar obyek wisata alam

No Kategori Responden

Strata umur Masyarakat yang terlibat langsung

Masyarakat yang tidak terlibat langsung Laki-laki

(orang)

Perempuan (orang)

Laki-laki (orang)

Perempuan (orang)

1 Remaja 15-24 tahun 2 2 3 2

2 Dewasa 25-50 tahun 3 3 3 3

3 Tua >50 tahun 3 2 2 2

Jumlah Total 8 7 8 7

3.4.4 Pengelola obyek wisata alam

Pengelola merupakan pemerintah, Dinas terkait (berhubungan dengan pengembangan dan kegiatan wisata alam serta kawasan potensial untuk pengembangan wisata), swasta, penyedia jasa wisata dan jasa transportasi. Data dan informasi hasil wawancara pengelola dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui pihak yang terlibat dalam kegiatan wisata serta rencana strategis pengembangan pengelolaan wisata alam.

3.5 Pengembangan wisata alam

Penentuan prioritas pengembangan wisata dilakukan untuk mencapai optimalisasi pengembangan berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh langsung meliputi penilaian berdasarkan ADO-ODTWA Dirjen PHKA Tahun 2003, kesesuaian pengembangan, dan keberlanjutan/kelestarian obyek daya tarik wisata alam dan faktor pembatas. Prioritas pengembangan didapatkan melalui penilaian masing-masing obyek wisata terhadap faktor tersebut dengan bobot yang sama. Hasil penilaian keseluruhan masing-masing obyek terhadap faktor tersebut dijumlahkan sehingga diketahui nilai akhirnya. Obyek yang mendapatkan nilai tertinggi menjadi prioritas utama pengembangan (Gambar 1).


(36)

Gambar 1 Skema penentuan prioritas pengembangan wisata alam.

Kelestarian geothermal

Kelestarian Penyu Hijau (Chelonia mydas) Mitigasi bencana dan

pola aktifitas letusan gunung api dan tsunami

Rencana strategis pengelola Sosial budaya dan kesiapan masyarakat menerima kunjungan

Keberlanjutan/ kelestarian obyek

daya tarik wisata alam dan faktor

pembatas ADO-ODTWA Dirjen PHKA 2003

Prioritas Pengembangan

Wisata Alam

Pelayanan pengunjung

Kesesuaian pengembangan

Daya tarik wisata alam (darat dan kawasan

perairan (pantai) Aksesibilitas Fasilitas penunjang Kondisi sekitar kawasan

Iklim


(37)

BAB IV

KONDISI LOKASI PENELITIAN

Obyek daya tarik wisata alam yang termasuk kedalam Kawasan Strategis Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya adalah sebagai berikut:

Gambar 2 Peta daya tarik wisata alam di Kawasan Strategis Kabupaten Tasikmalaya.

4.1Gunung Galunggung

Pada zaman dulu, Gunung Galunggung merupakan salah satu pusat spriritual kerajaan Sunda pra-Pajajaran. Kerajaan tersebut membuat naskah Sunda kuno yang dinamakan Amanat Galunggung. Gunung Galunggung merupakan gunung berapi dengan ketinggian 2.167 mdpl. Gunung Galunggung berada di Desa Linggajati, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya. Jarak dari Gunung Galunggung dari pusat Kota Tasikmalaya ±17 km. Obyek wisata Gunung Galunggung dapat dicapai melalui jalan beraspal dengan menggunakan kendaraan


(38)

bermotor dari Jalan Bantar dan Kecamatan Sukaratu; Kecamatan Indihiang dan Cisayong; atau Kecamatan Singaparna serta melewati Desa Linggajati.

Obyek daya tarik wisataberupa kawasan Wana wisata dalam hutan lindung Gunung Galunggung RPH Cisayong, BKPH Tasikmalaya, KPH Tasikmalaya, terletak pada ketinggian 1.250 mdpl dan suhu udara rata‐rata 25 °C. Perum Perhutani membangun wana wisata Cipanas Galunggung sejak tahun 1988. Setelah itu, Pemerintah Daerah ikut berperan serta dalam pengelolaan wisata Gunung Galunggung.Obyek daya tarik wisata alam di Gunung Galunggung antara lain:

4.1.1Danau kawah

Setelah meletus terakhir tahun 1982 dengan mengeluarkan lahar panas, pasir dan bebatuan, Gunung Galunggung membentuk lekukan yang tergenang air yang biasa disebut danau kawah. Danau kawah memiliki luas ±40 ha dengan kondisi air yang jernih dan tenang yang dapat digunakan sebagai tempat rekreasi dan pemancingan. Danau kawah ini dikelilingi oleh hutan pegunungan hasil suksesi dari letusan Gunung Galunggung yang terakhir dan memiliki kekayaan flora dan fauna. Danau kawah dapat dicapai dengan menaiki kendaraan sampai batas akhir jalan, kemudian dilanjutkan dengan menaiki ±620 buah anak tangga (Gambar 3).

(a) (b)

Gambar 3 Obyek wisata Gunung Galunggung (a) Danau kawah (b) ±620 anak tangga menuju danau kawah.

Salah satu keunikan danau kawah Gunung Galunggung yang berbeda dari gunung berapi lainnya adalah air danau yang dingin serta tidak tercium


(39)

bau belerang. Pada saat cuaca yang cerah, wisatawan dapat melihat air sungai yang turun dari bukit Gunung Galunggung. Pemandangan ini merupakan potensi daya tarik wisata alam lainnya selain menikmati danau kawah dan pemandian air panas. Aktivitas yang dapat dilakukan adalah hiking, camping, maupun sekedar berekreasi, menikmati pemandangan alam (sightseeing), dan fotografi di danau kawah dan Gunung Galunggung.

4.1.2Pemandian air panas

Pemandian air panas dari mata air Gunung Galunggung yang mengalir didalam kawasan, perkampungan dan persawahan milik masyarakat sekitar menjadi obyek daya tarik yang dapat dinikmati pengunjung. Sumber mata air panas tersebut memiliki kandungan belerang yang bermanfaat untuk pengobatan dan kesehatan. Pemandian air panas memiliki luas tiga hektar berupa obyek air terjun, sungai air panas, kolam renang air panas, bak rendam dan tempat pemandian (Gambar 4). Memasuki obyek sungai dan air terjun yang dikelola Perum Perhutani, diharuskan membayar tiket sebesar Rp.10.000.

(a) (b)

Gambar 4 Pemandian air panas (a) kolam renang air panas buatan (b) bak pemandian dari sungai air panas.

Fasilitas penunjang di dua tempat tersebut yaitu arena bermain anak-anak, kios wisata (makanan dan cindramata), gardu keamanan, gazebo, mushala dan area parkir yang cukup luas. Pemandian air panas yang dikelola Perum Perhutani KPH Tasikmalaya memiliki fasilitas tambahan yaitu panggung hiburan dan area perkemahan (Gambar 5).


(40)

(a) (b)

Gambar 5 Fasilitas dalam kawasan (a) camping ground (b) area bermain anak.

Obyek lainnya adalah keindahan panorama hutan lindung dan aktivitas satwaliar yaitu monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan babi hutan (Sus scrofa) yang dapat dijumpai di dekat pemandian air panas. Umumnya pengunjung obyek wisata Galunggung adalah wisatawan lokal/domestik, khususnya yang datang dari wilayah Priangan Timur. Pengunjung biasanya memanfaatkan hari libur nasional dam pada akhir pekan. Kedatangan pengunjung yang melebihi jumlah biasanya (peak season) terjadi hanya beberapa kali dalam setahun, yaitu sebelum puasa (munggahan), setelah Lebaran dan Tahun Baru.

4.2Karaha Bodas

Karaha Bodas terletak di perbatasan antara Kabupaten Garut dan Kabupaten Tasikmalaya. Salah satu potensi wisata alam menarik yang termasuk kedalam batas administratif Kabupaten Tasikmalaya adalah wisata alam terpadu Karaha Bodas di Kecamatan Kadipaten. Karaha Bodas berasal dari bahasa Sunda, yaitu karaha atinya karatan, bodas artinya putih. Jadi Karaha Bodas adalah bukit yang terlihat seperti lapangan luas, ditumbuhi tumbuhan bawah dengan tanah sulfur berwarna putih yang terlihat seperti berkarat (menguning).

Area wisata alam ini terletak di hutan lindung yang dikelola oleh Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten KPH Tasikmalaya. Konsep wisata alam Karaha Bodas berbasis pada keberadaan obyek wisata hutan alam dan potensi wisata geologi geothermal yang dikelola PT Pertamina. Akses jalan menuju lokasi wisata ini melalui jalan desa Kadipaten sejauh ±5 km dari pintu masuk sebelah kanan


(41)

dari turunan Gentong atau Malangbong jika dari arah Bandung menuju Tasikmalaya. Jarak dari pusat Kota Tasikmalaya dan terminal tipe A ke Karaha Bodas sejauh ±30 km. Obyek daya tarik wisata Karaha Bodas antara lain:

4.2.1Wana Wisata Geologi Geothermal

Konsep inti wisata Karaha Bodas adalah berupa wana wisata serta geowisata. Wana wisata merupakan bentuk wisata alam yang dibentuk oleh keindahan hutan sekitar Karaha Bodas (Gambar 6). Potensi wisata yang dapat dikembangkan di wana wisata ini adalah pembuatan camping ground, jogging track, outbond, pembuatan meeting room, wisata kuliner, pertunjukan seni budaya serta agrowisata. Potensi geowisata di Karaha Bodas dikembangkan berdasar pada ketersediaan potensi hidrotermal yang muncul dalam bentuk mata air panas. Dapat dikembangkan dalam bentuk pemandian air panas, lanskap bentang alam geologi, paket wisata geothermal, serta area ekskursi geologi/field trip.

(a) (b)

Gambar 6 Daya tarik Karaha Bodas (a) lokasi yang dijadikan tempat wisata (b) hutan pinus.

4.2.2Agrowisata strawberry

Rata-rata masyarakat Desa Kadipaten bermatapencaharian sebagai petani baik pemilik kebun atau buruh tani, pengumpul dan distributor. Masyarakat terlibat langsung dan saling berkaitan dengan kegiatan pertanian ini. Awalnya masyarakat menanam sayuran, namun hasilnya kurang memberikan keuntungan sehingga masyarakat desa mengganti dengan


(42)

komoditas lain yaitu strawberry. Strawberry menjadi pilihan karena cocok untuk ditanam dalam kondisi iklim dan ketinggian di daerah tersebut, tidak membutuhkan banyak air untuk penyiraman tanaman dan pemanenan dapat dilakukan setiap hari selama musim kemarau. Terbukti dari kegiatan pertanian

strawberry, kesejahteraan petani meningkat. Kegiatan pertanian strawberry dapat dijadikan sebagai salah satu potensi wisata yaitu agrowisata (Gambar 7).

(a) (b)

Gambar 7 Agroforestry masyarakat Kecamatan Kadipaten (a) kebun

strawberry (b) strawberry yang telah dipanen dan akan dipasarkan. Atraksi wisata yang dapat dilakukan adalah memanen buah strawberry, trekking ke area kebun strawberry, mengenal strawberry, sehari menjadi petani strawberry, dan wisata kulier berbagai hasil olahan strawberry. Kegiatan agrowisata ini belum direncanakan karena pemerintah lebih terkonsentrasi terhadap pengembangan wisata di Karaha Bodas.

4.3Pantai Sindangkerta

Nama Sindangkerta berasal dari cerita seorang bernama mang Kerta yang berasal dari kampung Sindang kemudian singgah (sindang) dan tinggal di kampung Cisaat yang sekarang bernama Sindangkerta. Pantai Sindangkerta berlokasi ±78 km dari pusat Kota Tasikmalaya atau ±3-4 jam waktu tempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor dan ±205 km dari Kabupaten Bandung serta ±4 km dari Pantai Cipatujah ke arah timur. Obyek daya tarik wisata alam di Pantai Sindangkerta antara lain:

4.3.1Wisata Pantai (Taman Lengsar)

Di pantai ini terdapat Taman Lengsar, yaitu taman laut ±20 ha yang memiliki kekayaan biota laut, ikan hias, serta beraneka ragam karang laut


(43)

yang luas (Gambar 14). Kegiatan wisata yang dapat dilakukan di dalam kawasan yaitu berenang, bermain air dengan perahu karet, rekreasi, piknik, wisata kuliner, menikmati keindahan pantai, dan fotografi. Fasilitas dalam kawasan wisata diantaranya adalah gazebo, mesjid, kios wisata, WC umum, tempat sampah, tempat untuk membakar ikan, dan wisma Mutiarasari atau mess Pemda.

(a) (b)

(c)

(d)

Gambar 8 Kondisi Pantai Sindangkerta (a) gapura sekaligus benteng penahan ombak (b) pantai yang dapat digunakan untuk berenang (c) suasana pantai

siang hari dan (d) suasana pantai saat sunset.

4.3.2Kesenian tradisional Seni Rengkong

Ungkapan rasa syukur masyarakat Sunda terhadap Tuhan akan hasil panen menjadi ritual dan dilakukan secara adat dengan menggabungkan unsur kesenian dan kebudayaan. Pada mulanya padi dipanen, lalu “dipangkek” yakni

diikat dengan awi tali, kemudian ditumpuk di dekat dangau (saung sawah) berbentuk piramid. Padi diangkut ke rumah (leuit) dengan alat pemikul yang disebut angguk (dibuat dari sebatang bambu) yang pada kedua ujung


(44)

pangkalnya dibuat lekukan melingkar untuk letak tali pemikul (salang) dan dibuatkan lubang resonator (bunyi). Apabila orang yang memikul berjalan atau bergerak, maka lekukan angguk dengan tali yang dibebani padi akan menimbulkan suara diakibatkan terjadinya pergeseran. Jenis kesenian inilah

yang disebut “Seni Rengkong” (Gambar 9).

Pemainnya menggunakan busana yang terdiri dari baju kampret, celana pangsi, ikat kepala, dan tidak menggunakan alas kaki. Biasanya dalam perayaaan pesta rakyat, instrumen seni rengkong dibantu ditambah dengan hatong, sebuah alat tiup yang terbuat dari bambu, yang jenisnya beragam seperti hatong ijen (hong-hong), hatong sekaran, dan hatong (Gambar 9b).

(a) (b)

Gambar 9 Penampilan seni tradisional Rengkong (a) Rengkong (b) Hatong.

Kesenian ini dipertunjukan dalam perayaan seperti khitanan, perkawinan, hiburan rakyat, termasuk pergelaran di kota besar. Seni tradisional Rengkong ditampilkan oleh masyarakat asli dari Desa Sindangkerta untuk perayaan atau permintaan khusus dari wisatawan (rombongan) yang berkunjung ke tempat wisata tersebut. Pementasan seni tradisional Rengkong sudah banyak dikenal masyarakat luas dan sering dipentaskan di berbagai kota di Indonesia dan beberapa Negara di Asia Tenggara.

4.3.3Kampung nelayan (Pamoekan)

Kampung nelayan “Pamoekan” merupakan daerah tempat tinggal dan tempat penyimpanan perahu milik nelayan di sekitar Pantai Sindangkerta dan Pantai Pamayangsari. Nelayan yang tinggal di kampung tersebut sebanyak 20 kepala keluarga. Rumah keluarga nelayan seluruhnya seragam dari luas


(45)

rumah, bentuk rumah (rumah panggung adat Sunda), bahan pembuat rumah (dari bilik bambu, kayu, tripleks dan genteng), serta lantainya dari tanah. Setiap hari nelayan melakukan aktivitasnya seperti membuat jaring, memperbaiki kapal yang rusak, serta melakukan kegiatan menangkap ikan di laut. Aktivitas atau kegiatan nelayan tersebut merupakan salah satu potensi daya tarik wisata yang dapat dikembangkan (Gambar 10).

(a) (b)

Gambar 10 Pamoekan (a) perahu nelayan (b) rumah nelayan di sekitar pantai.

4.3.4Hajat Lembur Mapag Taun

Setiap tanggal 1 Januari, di Pantai Sindangkerta selalu diadakan upacara ritual keagamaan yaitu Hajat Lembur Mapag Taun (perayaan Desa menyambut Tahun Baru). Ritual ini dilaksanakan pada pagi hari setelah melakukan kegiatan pesta kembang api pada tengah malam tahun baru. Kegiatan tersebut merupakan even tahunan yang dilaksanakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya bersama masyarakat sekitar Pantai Cipatujah, Pantai Sindangkerta, dan Pantai Pamayangsari (Gambar 11).

(a) (b)

Gambar 11 Ritual Hajat Lembur Mapag Taun (menyambut Tahun Baru) (a) Upacara Adat Sunda (b) pelepasan Jampana ke laut lepas.


(46)

Kegiatan tersebut biasanya dihadiri dan disaksikan oleh Pejabat Daerah dan masyarakat sekitar serta pengunjung yang datang dari berbagai daerah Even tersebut merupakan seni pertunjukan atau atraksi budaya dari berbagai kesenian masyarakat desa yaitu upacara adat yang berarti pembukaan dan penyambutan. Pada upacara adat terdapat berbagai seni Sunda yaitu penampilan si Gareng, Tari Jaipong “penyambutan”, dan iringan pengantin yang mengalungkan bunga pada yang dituakan atau dihormati. Kemudian

yang dituakan didaulat untuk menyipratkan air “kahuripani” kepada semua

orang yang hadir dalam acara tersebut dan melakukan prosesi pelepasan jampana ke laut lepas. Pelepasan jampana mengartikan ucapan rasa syukur terhadap Tuhan. Setelah itu diakhiri makan besar sajian tumpeng oleh semua orang yang hadir. Dilanjutkan dengan pagelaran budaya seni tradisional Rengkong dan Aseuk Hatong serta kesenian tradisional lainnya.

4.4Pantai Pamayangsari

Nama Pantai Pamayangsari terbentuk berdasarkan sejarah pantai yang merupakan tempat hidup penyu, tetapi sekarang berubah fungsi menjadi tempat pelabuhan perahu nelayan penangkap ikan yaitu pamayang. Meskipun demikian, Pantai Pamayangsari masih memiliki Kawasan Konservasi Penyu sebagai tempat perlindungan dan peneluran penyu. Pantai Pamayangsari berlokasi ±8 km dari Pantai Cipatujah dan ±4 km dari Pantai Sindangkerta. Obyek daya tarik wisata alam adalah sebagai berikut:

4.4.1Keindahan Pantai Pamayangsari

Pantai Pamayangsari merupakan sebuah pantai landai dengan panorama alam pesisir pantai yang khas dan dimanfaatkan sebagai pelabuhan nelayan dan tempat pelalangan ikan. Meskipun demikian, banyak pengunjung datang menikmati keindahan pantai. Disamping itu, terdapat rumah makan yang menyediakan berbagai jenis makanan dan olahan hasil tangkapan laut untuk pengunjung yang ingin berwisata kuliner dan belanja (Gambar 12).


(1)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1Kesimpulan

Pengembangan wisata alam dilakukan dengan cara menjaga kealamian dan kelestarian kawasan, pembatasan pada blok pemanfaatan sesuai daya dukung lingkungan, pembuatan jalur evakuasi dan relokasi daerah rawan bencana alam.

Mengembangkan kegiatan dan atraksi wisata alam antara lain sebagai berikut: (a) Gunung Galunggung dikembangkan wisata kesehatan, sightseeing, fotografi, atraksi budaya, pengamatan satwa, danau kawah, desa wisata, pendidikan lingkungan, dan outbound; (b) Pantai Sindangkerta dikembangkan sightseeing, fotografi, atraksi budaya, wisata kuliner dan belanja, piknik, dan memancing; (c) Pantai Pamayangsari dikembangkan sightseeing, fotografi, atraksi budaya, wisata kuliner dan belanja, piknik, memancing, dan wisata ke Kawasan Konservasi Penyu; (d) Karangtawulan dikembangkan sightseeing, atraksi budaya, wisata kuliner dan belanja, trekking, wisata rohani, telusur goa, pengamatan burung laut, dan memancing; (e) Pantai Cipatujah dikembangkan sightseeing, fotografi, atraksi budaya, wisata kuliner dan belanja, piknik, memancing, bermain pasir, dan berkuda; dan (f) Karaha Bodas dikembangkan wisata pendidikan, atraksi budaya, agrowisata strawberry, wisata kuliner dan belanja, serta camping ground, jogging track, dan outbond. Pengembangan tersebut didukung oleh:

 Pengembangan sarana dan prasarana penunjang wisata alam berupa pengadaan sarana interpretasi (papan interpretasi obyek, kebersihan dan kelestarian obyek, papan penunjuk arah dan lokasi obyek); pengadaan pusat informasi wisata alam di setiap tempat wisata dan di pusat Kota (lokasi strategis); pengadaan pengadaan peta wisata alam, peta daerah rawan bencana dan papan penunjuk jalur evakuasi dan relokasi bencana; akomodasi berupa homestay; memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana serta menghindari wilayah bencana.

 Pengembangan aksesibilitas berupa penyediaan sarana transportasi dari tempat pemberangkatan tertentu (terminal bus, statsiun kereta api dan lain-lain) sampai


(2)

di tempat tujuan (daerah tujuan wisata), perbaikan dan penerangan jalan menuju daerah tujuan wisata alam, dan pembuatan papan penunjuk arah yang memudahkan pengunjung mencapai lokasi. Pengembangan promosi dan informasi mengenai obyek daya tarik wisata alam melalui berbagai media yang dapat menarik minat pengunjung seperti internet, spanduk, baliho dan lainnya.  Pengembangan sumberdaya manusia perlu ditingkatkan antara lain berupa

pelatihan untuk meningkatkan kemampuan pelayanan, menjadi tuan rumah yang baik, menyajikan berbagai bentuk atraksi, makanan, dan souvenir, serta tanggap bencana alam.

 Pengembangan pengelolaan melalui manajemen wisata yang baik, yang dipersiapkan dari tingkat daerah (Kabupaten Tasikmalaya) dan dipadupadankan dengan masing-masing lokasi wisata. Pemerintah Daerah memfasilitasi supaya pengelola di setiap lokasi wisata memiliki koordinasi yang baik, membangun kemitraan dengan dinas terkait, swasta, investor, jasa pelayanan wisata, jasa transportasi dan masyarakat.

 Pengembangan promosi dan pemasaran wisata melalui media elektronik (internet atau website) dan cetak (leaflet, booklet, selebaran dan peta wisata), secara periodik diadakan pembaharuan sesuai dengan paket wisata yang dikembangkan serta mengikuti dan membuat even yang mengenalkan obyek wisata alam dan budaya lokal (pameran, lokakarya dan lainnya).

6.2Saran

Implementasi atau pelaksanaan pengembangan sebaiknya difasilitasi dan dikoordinasikan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya dan Perum Perhutani KPH Tasikmalaya dengan membentuk koordinasi yang intensif bersama pengelola di lokasi wisata melalui tahap pengembangan yang disesuaikan dengan kemampuan pengelola dan kemampuan kawasan (obyek daya tarik wisata).


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Agung IGN. 2005. Manajemen Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada.

Arifin RR. 2011. Analisis dampak perubahan iklim lokal terhadap permintaan pariwisata kawasan Pantai Anyer, Banten (kasus Pantai Bandulu Anyer) [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Ekonomi dan Sumberdaya Lingkungan Fakultas Ekonomi Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Artiningsih, Gunawan T, Sudibyo. 2003. Pengaruh kepadatan bangunan terhadap suhu udara di berbagai ekosistem bentang (studi kasus di sebagian kota Semarang Tengah. Jurnal Sains dan Biodiversity, 17:2.

Borges MA, Giulia C, Robyn B and Tilman J. 2011. Sustainable tourism and natural word heritage: priorities for action. Switzerland (CN): International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN).

Budiyanto MAK. 2010. Teknik pengembangan industri ekotourisme Kota Batu Provinsi Jawa Timur dalam perspektif kebijakan. J Tekno Indust, 11(1):35–41.

Coles W dan Toler W. 2002. Green sea turtle (Chelonia mydas). USA (US): Department of Planning and Natural Resources Divison of Fish and Wildlife USVI.

Dahlan EN. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan Kota. Bogor (ID): IPB Press.

Damanik J dan Weber HF. 2006. Perencanaan Ekowisata: dari Teori ke Aplikasi. Jogjakarta (ID): Andi.

[Depbudpar] Departemen Pariwisata dan Kebudayaan Republik Indonesia (ID). Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 48 Tahun 2006 Tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Provinsi Jawa Barat. Jakarta: Depbudpar RI.

[Depbudpar] Departemen Pariwisata dan Kebudayaan Republik Indonesia (ID). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Jakarta: Depbudpar RI.

[Depbudpar] Departemen Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya (ID). Rencanan Strategis Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2012 – 2016. Tasikmalaya: Depbudpar.

[Dephut] Departemen Kehutanan Republik Indonesia (ID). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan. Jakarta: Dephut RI.

[Dephut] Departemen Kehutanan Republik Indonesia (ID). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010 Tentang Pengusahaan Pariwisata Alam Di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. Jakarta: Dephut RI.


(4)

Earth Share. 2012. Konservasi energi panas bumi (geothermal) [internet]. (Maret 2012 [diunduh 2013 Januari 18]). Tersedia pada www.earthshare.org. Fakhriyani. 2011. Implementasi kebijakan mitigasi bencana gempa dan tsunami

pemerintah kota Padang [skripsi]. Padang (ID): Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Andalas.

Fiatiano E. 2007. Tata cara mengemas produk pariwisata pada daerah tujuan wisata (masyarakat, kebudayaan, dan politik). Jurnal ilmiah, 20(3):1-11. Figgis P and Bushell R. 2007. Tourism as a tool for community-based

conservation and development. Di dalam: R. Bushell & P.F.J. Eagles (Eds). Tourism and Protected Areas: Benefits Beyond Boundaries. Mass: CABI Pub. and The 5th IUCN World Parks Congress; 2007; Wallingford, Cambridge, Switzerland.

Greenpeace. 2012. Energi panas bumi (geothermal) [internet]. (Desember 2011 [diunduh 2013 Januari 1]). Tersedia pada: www.greenpeace.org.

Hakim L. 2004. Dasar-dasar Ekowisata. Malang (ID): Bayumedia Publishing. Henderson JC. 2002. Heritage attractions and tourism development in Asia: a

comparative study of Hongkong and Singapore. Internat J Tourism Research.

[IUCN] International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (CH). 2009. The time for biodiversity business [artikel]. [diunduh 4 Juli 2012].Tersedia pada http://www.iucn.org.

[IEC] International Ecotourism Society (US). 2009. What is ecotourism. USA (US): IEC.

Karnan. 2008. Penyu hijau: status dan konservasinya. J Pijar MIPA, 3(2):86-91. [Kemendagri] Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia (ID). Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah. Jakarta: Kemendagri RI.

Kodhyat H. 2007. Cara Mudah Memahami dan Mengembangkan Pariwisata Indonesia. Jakarta (ID): Indonesia Ecotourism Network (INDECON). Marpaung H. 2002. Pengetahuan Pariwisata. Bandung (ID): Alfabeta.

Martaleni. 2010. Pengembangan Pariwisata Sebagai Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat. Di dalam: editor. Prosiding Seminar Nasional Kewirausahaan, PDIM Fakultas Ekonomi Universitas Gajayana Malang; 2010; Malang, Indonesia.

Martaleni. 2011. Pertumbuhan pariwisata global: tantangan untuk pemasaran daerah tujuan wisata (DTW). Jurnal Manajemen Teori dan Terapan, 4 (2). Muntasib EKSH, Avenzora R, Rachmawati E, Yunanti Y, dan Meilani R. 2004. Rencana Pengembangan Ekowisata Kabupaten Bogor. Bogor (ID): Laboratorium Rekreasi Alam dan Ekowisata, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB dan Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Bogor.


(5)

Murugan A. 2007. The Effect of tsunami on sea turtle nesting beaches along the cost of India. India (IN): Suganthi Devadason Marine Research Institute. Nasution S. 2007. Method Reseach (Penelitian Ilmiah). Jakarta (ID): Bumi

Aksara.

Nugraha T. 2010. Pengembangan Karaha Bodas sebagai kawasan strategis wilayah Kabupaten Tasikmalaya [artikel]. (Februari 2010 [diunduh 2012 Oktober 20]). Tersedia pada: http://bappeda.tasikmalayakab.go.id.

Oktadiyani P. 2006. Alternatif strategi pengelolaan Taman Wisata Alam Kawah Kamojang, Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

[PHKA; Dephut] Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam; Departemen Kehutanan Republik Indonesia (ID). 2001. Pengembangan Wisata dan pemanfaatan Jasa Lingkungan. Bogor: Dirjen PHKA.

[PHKA; Dephut] Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam; Departemen Kehutanan Republik Indonesia (ID). 2002. Kriteria Standar Penilaian Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (Analisis Daerah Operasi). Bogor: Dirjen PHKA

[PHKA; Dephut] Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam; Departemen Kehutanan Republik Indonesia (ID). 2003. Pedoman Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ADO-ODTWA). Bogor: Dirjen PHKA

[PEMPROV] Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat (ID). Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat. Bandung: Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat.

[PEMDA] Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya (ID). Kondisi Geografi, Demografi, dan Sejarah Kabupaten Tasikmalaya. Tasikmalaya: PEMDA. [PEMDA] Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya (ID). Peraturan Daerah

Kabupaten Tasikmalaya Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2011 – 2031. Tasikmalaya: PEMDA.

[PEMDA] Pemerintah Daerah Kabupaten Tasikmalaya (ID). Peraturan Bupati Nomor 38 Tahun 2008 Tentang Rician Tugas Unit di Lingkungan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya. Tasikmalaya: PEMDA

Pemerintah Provinsi Jawa Barat (ID). 2007. Indikator Taman Wisata Alam Gunung Pancar. Bandung: Pemerintah Propinsi Jawa Barat.

Pitana IG dan Gayatri PG. 2005. Sosisologi Pariwisata. Jogjakarta (ID): Penerbit Andi.

Prasetyo B dan Jannah LM. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada.


(6)

Rachmat A. 2011. Manajemen dan mitigasi bencana. Bandung (ID): Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat. Rahardjo B. 2004. Ekoturisme Berbasis Masyarakat, Pengelolaan Sumberdaya

Alam. Bogor (ID): Penerbit Pustaka LATIN.

Razak A. 2008. Sifat dan karakter obyek daya tarik wisata alam [makalah]. Jogjakarta (ID): Program Pasca Sarjana (S2) Program Studi Manajemen Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada.

Romani S. 2006. Penilaian potensi obyek dan daya tarik wisata alam serta alternatif perencanaannya di Taman Nasional Bukit Duabelas Provinsi Jambi [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Rushayati SB. 2010. Pencemaran udara [materi kuliah]. Bogor (ID): Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Satria D. 2009. Strategi pengembangan ekowisata berbasis ekonomi lokal dalam rangka program pengentasan kemiskinan di wilayah Kabupaten Malang. J Indones Applied Econ, 3(1):37-47.

Simamora B. 2004. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta (ID): Gramedia. Simion D, Mirela M, Monica P, and Roxana I. 2010. The economic and social

contribution of tourism from the sustainable development point of view. Di dalam: Simion D, Mirela M, Monica P, and Roxana I, editor. Proceedings of the 5th WSEAS International Conference on Economy and Management Transformation; Volume I.

Suwantoro G. 2004. Dasar-dasar Pariwisata. Jogjakarta (ID): Andi. Tjiptono F. 2002. Manajemen Jasa. Jogjakarta (ID): ANDI.

Wardhani DE. 2006. Pengkajian suhu udara dan indeks kenyamanan dalam hubungan dengan ruang terbuka hijau (studi kasus kota Semarang) [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Warpani SP dan Warpani IP. 2005. Pariwisata dalam Tata Ruang Wilayah. Bandung (ID): Penerbit Institut Teknologi Bandung.

Yuwana DMS. 2010. Analisis permintaan kunjungan obyek wisata kawasan dataran tinggi Dieng Kabupaten Banjarnegara [skripsi]. Semarang (ID): Fakultas Ekonomi Universitas Diponogoro.