Keaslian Penelitian Pembajakan Kapal Di Laut Lepas Ditinjau Dari Hukum Internasional (Studi Kasus Kapal Mv Jahan Moni)

Tujuan utama dari penulisan skripsi ini secara umum adalah untuk menempatkan Studi Analisa Hubungan Internasional sebagai bidang yang menarik dalam ilmu Hubungan Internasional. Suatu penulisan biasanya dilakukan untuk memberikan gambaran obyektif terhadap fenomena tertentu. Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain: a. Untuk mengetahuipengaturan pembajakan di laut lepas berdasarkan hukum internasional. b. Untuk mengetahui pembajakan kapal MV Jahan Moni. c. Untuk mengetahuiupaya-upaya dalam menangani permasalahan pembajakan di laut lepas pada kasus kapal MV Jahan Moni. 2. Manfaat penelitian Adapun manfaat penelitian skripsi yang akan penulis lakukan adalah: a. Penelitian ini sangat penting untuk memperoleh data yang dapat di percaya dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah sebagai bahan penyusunan skripsi dan bahan pembinaan serta memperkaya khasanah perbendaharaan ilmu hukum khususnya Hukum Internasional. b. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dipergunakan sebagaisumber kajian bagi yang berkepentingan.

D. Keaslian Penelitian

Adapun judul tulisan ini adalahpembajakan kapal di laut lepas ditinjau dari hukum internasional studi kasus kapal MVJahan Moni. Judul skripsi ini belum pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama, sehingga tulisan ini asli, atau dengan kata lain tidak ada judul yang sama dengan mahasiswa fakultas hukum Universitas Sumatera Utara USU. Dengan demikian ini keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. E.Tinjauan Kepustakaan Perkembangan kedaulatan suatu negara dilaut dapat ditelusuri melalui sejarahhukum laut internasional itu sendiri, dimana terdapat pertarungan antara dua asashukum laut, yaitu Res Nullius dan Res Communis.Menurut penganut asas ResNullius, laut itu tidak ada yang memilikinya, oleh karena itu dapat dimiliki setiapnegara yang menginginkannya. Sedangkan penganut asas Res Communisberpendapat bahwa laut itu adalah milik bersama masyarakat dunia, oleh karena itu tidak dapat dimiliki oleh setiap negara. Dalam praktik negara-negara tepi laut tengah sejak zaman kuno asas Res Communis inilah yang dijalankan oleh kerajaan- kerajaanRhodia, Persia, Yunani dan Romawi. 7 Penguasaan negara terhadap laut berdasarkan kepada suatu konsepsi hukum,diawali dengan keluarnya peraturan-peraturan Hukum Laut Rodhia abad ke-2sebelum Masehi, yang diterima dengan baik oleh semua negara di tepi Laut Tengah. 8 7 Hasyim Djalal, Perjuangan Indonesia di Bidang Hukum Laut, Penerbit BPHN danBinacipta, Bandung, 1979, hlm. 11-19 8 Syamsumar Dam, Politik kelautan, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta, 2010, hlm. 12 Kerajaan Romawi sebagai kerajaan yang menguasai seluruh wilayah Laut Tengah padaabad ke-7 masih merujuk pada aturan-aturan Rodhia itu, sehingga Laut Tengahmenjadi laut yang aman dan bebas dari gangguan para bajak laut serta semua orangdapat melintasiya dengan aman. Pemikiran hukum yang Universitas Sumatera Utara melandasi sikap bangsaRomawi terhadap laut itu adalah diakuinya asas hak bersama seluruh umat manusiaRes Communis Omnium dalam bentuk kebebasan berlayar dan menangkap ikan,dimana negara bertindak sebagai pelindung dari penggunaan asas tersebut.Selain itu,muncul pula pemikiran bahwa laut itu tidak ada yang memiliki, oleh karena itu lautdapat dimiliki dengan mendudukinya yang didasarkan atas konsepsi occupatio yangterdapat didalam hukum perdata Romawi.Walaupun asas ini dapat memberikepastian, tetapi pada akhirnya menjadi sumber persengketaan karena tidakmemberikan suatu penyelesaian yang baik. Setelah runtuhnya kerajaan Romawi, pada abad pertengahan muncul negara- negara tepi laut tengah yang baru yang masing-masing menuntut sebagian dari lautberbatasan dengan pantainya dengan alasan masing-masing. Hal ini telahmenimbulkan bahwa laut tidak lagi menjadi milik bersama res communis. Para ahli hukum Romawi pada abad pertengahan seperti Bartolus dan Baldus mengemukakan teori yang membagi wilayah laut menjadi dua bagian yaitu laut yang berada dibawah kekuasaan negara pantai, dan laut lepas yang bebas dari kekuasaan dan kedaulatansiapa pun. 9 Mengenai laut lepas, Grotius seorang berkebangsaan Belanda dalam bukunyaMare Liberum atau Kebebasan di Laut berpendapat bahwa laut susah 9 Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Laut Internasional, Penerbit Binacipta, Bandung, 1978, hlm. 2 Universitas Sumatera Utara diukur,sehingga laut tidak dapat digabungkan dengan milik suatu bangsa atau laut tidakboleh ada yang memilikinya karena akan mengganggu kebebasan bangsa lain untukmemanfaatkannya. Bahkan menurutnya laut merupakan sumber kekayaan yang tidakterhabiskan inexhaustable, oleh karenanya semua bangsa bebas untukmemanfaatkannya. 10 Dilaut lepas sesama negara mempunyai hak untuk melakukan kewajiban untuk menciptakan atau bekerjasama dengan negara berbatasan, agar tidak terjadi benturan kepentingan dan menjaga keadaan Laut Lepas sebagai sumber ekonomi bagi negara-negara pada umumnya. Laut Lepas merupakan milik seluruh negara bangsa di dunia ini, maka semua negara ikut menjaga kelestarian akan sumber alam hayati maupun non hayatinya, sehingga dengan tetap mempertahankannya kondisi lingkungan laut dalam artian luas, akan dapat menjamin kelestarian fungsinya pula. 11 “Pengaturan tentang kedaulatan dan yuridiksi negara di laut secara konperhensif mulai dilakukan oleh empat konvensi-konvensi Jenewa tahun 1958 yang mengatur tentang Laut Teritorial dan Zona Tambahan, perikanan dan konservasi sumber daya hayati di Laut Lepas. Sampai dengan sekitar tahun 1970-an keempatkonvensi tersebut masih dianggap cukup memadai untuk mengatur segala kegiatanmanusia di laut. Tuntuan untuk melakukan peninjauan kembali terhadap konvensi-konvensi tersebut muncul seiring dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi penambangan didasar laut serta menurunnya persediaan- persediaan sumber dayahayati laut.Disamping itu pesatnya teknologi perkapalan juga merupakan salah satufaktor penting yang menyebabkan konvensi-konvensi itu dianggap sudah tidakmemadai lagi. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah bertambahnya jumlahnegara yang baru merdeka, sehngga menimbulkan tuntutan-tuntutan baru terhadaplaut.” 12 10 Ibid, hlm. 12 11 P. Joko Subagyo, Op.Cit, hlm 24 12 Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R Agoe, Pengantar HukumInternasional, Penerbit Alumni, Bandung, 2003, hlm. 170 Universitas Sumatera Utara Sejak pembagian laut atas LautLepas dan Laut Teritoral, maka rejimhukum yang berlaku atas kedua bagian itu berbeda.Pada Laut Lepas terbuka digunakanbagi semua negara, sedangkan pada Laut Teritorial berada di bawah kedaulatan suatuNegara pantai, meskipun harus memperhatikan kepentingan internasionaldalambentuk pelayaran. Agar kedua kepentingan itu dapat berlangsung selaras terciptalahapa yang dikenal dengan dalam Hukum Laut Internasional dengan “The Right ofInnocent Passage” atau Hak Lintas Damai. Dalam kepustakaan HukumInternasional, Hak Lintas Damai telah melembagadalam Konvensi Hukum Internasional, yaitu Konvensi Den Haag 1930.Namunpengaturan lebih lengkap dirumuskan dalam Konvensi Hukum Laut 1958 dalamperkembangan selanjutnya dimuat dalam Konvensi Hukum Laut 1982 KHL 1982yang banyak mengalami perkembangan dalam pengaturan lintas damai ini. Dalam tulisan ini membatasi pengaturan menangani lintas damai yangdiatur dalam Konvensi Hukum Laut KHL 1982.Karena pada umumnya ketentuan-ketentuan menangani di Laut Teritorial dalam Konvensi Hukum Laut KHL 1958 banyak mengutip dari Konvensi terdahulu, yaituKonvensi HukumLaut KHL 1958.Terdapat beberapa perkembangan dalampengaturan lintas damai di laut teritorial dan juga terdapat pengaturan baru menganilintas damai di Selat yang digunakan untuk pelayaran Internasional dan juga diperairan Kepulauan atau lintas alur Kepulauan. Pembajakan adalah sebuah tindakan perang seperti yang dilakukan oleh pihak swasta yang tidak berafiliasi dengan pemerintah mana pun yang terlibat Universitas Sumatera Utara dalam tindak perampokan dan atau kekerasan kriminal di laut. Istilah ini telah digunakan untuk merujuk pada serangan lintas batas tanah oleh agen-agen non- negara.Istilah ini juga dapat mencakup tindakan yang dilakukan di air atau di pantai. Pembajakan, menurut Konvensi PBB tentang Hukum Laut UNCLOS tahun 1982, terdiri dari setiap tindak pidana kekerasan, penahanan, pemerkosaan, atau penyusutan berkomitmen untuk kepentingan pribadi oleh awak atau penumpang kapal pribadi atau pesawat yang diarahkan di laut tinggi terhadap lain kapal, pesawat, atau terhadap orang atau properti di papan sebuah kapal atau pesawat udara. Pembajakan juga dapat dilakukan terhadap kapal, pesawat, orang, atau properti di tempat di luar yurisdiksi negara mana pun. Pembajakan merupakan salah satu bentuk kejahatan pelayaran yang telah lama ada.Pembajakan berkembang seiring dengan perkembangan perdagangan.Sejak abad ke-18 masyarakat bangsa-bangsa telah mengenal dan mengakui kejahatan pembajakan terhadap kapal-kapal dagang di laut sebagai kejahatan internasional piracy de jure gentium.Pada masa itu hubungan perdagangan sangat penting sehingga tindakan pembajakan dipandang sebagai musuh bangsa-bangsa karena sangat merugikan kepentingan kesejahteraan bangsa-bangsa. 13 Pembajakan di laut memiliki karakteristik sebagai berikut: 14 13 http:www.solopos.com20130407bajak-laut-negara-afrika-barat-bekerja-sama- atasi-pembajakan-kapal-394480 diakses 11 Juli 2013 14 Victor Situmorang, Sketsa Azas Hukum LautInternasional, Penerbit PT. Bina Aksara, Jakarta, 1987, hlm 57 Universitas Sumatera Utara 1. Diakui oleh masyarakat internasional sebagai kejahatan jure gentium karena dianggap sebagai hostis humani generic musuh bersama umat manusia; 2. Tindakan yang memiliki dampak atas lebih dari satu negara; 3. Melibatkan lebih dari satu kewarganegaraan; 4. Penggunaaan sarana dan prasarana yang cukup canggih; 5. Merupakan golongan tindak pidana internasional yang berasal dari kebiasaan hukum internasional. Dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut UNCLOS 1982 Pasal 123, pembajakan maritim terdiri dari: 1. Tindakan illegal kekerasan atau penahanan, atau setiap tindakan pembinasaan, berkomitmen untuk kepentingan pribadi oleh awak atau penumpang kapalpribadi atau pesawat pribadi, dan diarahkan: a. Di Laut Lepas, terhadap kapal atau pesawat udara lain, atau terhadap orang atau properti di kapal seperti kapal atau pesawat udara; b. terhadap sebuah kapal, pesawat, orang atau properti di suatu tempat di luar wilayah hukum dari setiap Negara; 2. Setiap tindakan partisipasi sukarela dalam pengoperasian kapal atau pesawat dengan pengetahuan tentang fakta-fakta membuat kapal bajak laut atau pesawat udara; Universitas Sumatera Utara 3. Setiap tindakan menghasut atau sengaja memfasilitasi tindakan yang diuraikan dalam sub ayat a atau b. 15 The International Maritime Bureau IMB mendefinisikan pembajakan adalahtindakan naik kapal apapun dengan maksud untuk melakukan pencurian atau kejahatan lain, dan dengan maksud atau kemampuan untuk menggunakan kekuatan sebagai kelanjutan dari tindakan itu. 16 15 Laut lepas adalah res nullius, dan kecuali apabila terdapat aturan-aturan pengecualian dan batasan-batasan yang diterapkan untuk kepentingan negara- negara, laut lepas tidak merupakan wilayah negara manapun.Dokrin laut bebas freedom of the sea berarti bahwa kegiatan-kegiatan di laut dapat dilakukan dengan bebas dengan mengindahkan penggunaan laut untuk keperluan lainya. Kemudian konsep laut bebas ini lebih jelas terlihat didalam Pasal 2 Konvensi Jenewa tentang Laut Lepas 1958, yang menyatakan bahwa Laut Lepas adalah terbuka untuk semua bangsa, tidak ada suatu negaramanapun secara sah dapat melakukan pemasukan bagian daripadanya kebawah kedaulatannya. Didalam Konvensi Hukum laut 1982 terlihat beberapa perubahan atas konsep Laut Lepas seperti yang didefinisikan oleh konvensi tentang Laut Lepas tahun 1958. Keempat kebebasan yang disebutkan oleh Pasal 2 konvensi tentang Laut Lepas 1958, tetap terlihat dalam Pasal 87 dari konvensi baru dan tambahan dengan dua macam kebebasan laut lainnya yaitu : http:www.shnews.cokolomperiskopdetile-65-kerja-sama-keamanan-maritim-di-laut- china-selatan.html diakses 5 Juni 2013 16 http:pajarr.blogspot.com201109hukum-pidana-internasional.htmldi akses 28 Maret 2013 Universitas Sumatera Utara a Kebebasan untuk membangun pulau buatan dan nistalasi lainya yang di izinkan hukum internasional, sesuai dengan ketentuan Bab VI dan XII. b Kebebasan riset ilmiah, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bab VI dan XIII. Kebebasan di Laut Lepas harus memperhatikan kepentingan Negara lain dalam melaksanakan kebebasan yang sama karena untuk tujuan-tujuan damai peaceful purposes. Konvensi Hukum Laut 1982 Pasal 88-89 ditegaskan bahwa bajak laut sebagai sebuah tindakan menaiki atau berusaha menaiki kapal apapun dengan maksud melakukan pencurian atau bentuk kejahatan lain dan dengan usaha atau kemampuan menggunakan kekerasan dalam aksinya. Definisi tersebut tidak membedakan antara penyerangan di laut bebas dan di dalam perairan teritorial sehingga mencakup penyerangan terhadap kapal di wilayah perairan teritorial.Definisi tersebut termasuk tidak hanya serangan terhadap kapal-kapal yang sedang berlayar saja, namun juga serangan terhadap kapal-kapal yang sedang berlabuh di pelabuhan atau sedang menurunkan jangkar.Selain itu, keharusan pelibatan dua kapal juga tidak digunakan, yang berarti bahwa penyerangan dari sebuah rakit atau bahkan dari dermaga dapat dikategorikan sebagai aksi bajak laut. Pembajakan Somaliaakhir-akhir ini telah menjadi sorotan di dunia Internasional karena yang terjadi adalah pembajaksomaliasering membajak kapal dan menyandera para awak maupun penumpang kapal di Samudra Hindia, kemudian membawa mereka ke pantai Somaliauntuk meminta uang tebusan. Aktivitas pembajakan Somaliatelah menjadi ancaman serius bagi dunia pelayaran Internasional sejak abad 21. Kegiatan pembajakan yang telah Universitas Sumatera Utara berlangsung selama ini telah menjadi suatu ancaman yang menakutkan bagi kapal-kapal dari berbagai negara di belahan dunia yang melintasi Somalia, sehingga melambungkan nama perompak Somalia di mata internasional. Pembajak Somalia atau bajak laut Somalia merupakan sebutan bagi para bajak laut yang beroperasi di wilayah perairan Somalia yang meliputi kawasan Samudera Hindia hingga lepas pantai timur Somalia, Laut Arab dan teluk Aden yang merupakan jalur utama pelayaran dunia. Pembajakan yang terjadi diSomaliajelas merupakan persoalan internasional. Berdasarkan Piagam PBB Bab 1 Pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa tugas pokok berdirinya PBB adalah untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional. Perompakan tergolong sebagai tindakan ilegal berupa kekerasan dan penjarahan terhadap kapal komersial. Kapal perompak juga menghalangi bantuan kemanusiaan yang masuk untuk mengatasi krisis pangan di Somalia. Oleh sebab itu, tindakan tersebut merupakan tindakan yang mengancam keamanan internasional dan kepentingan kemanusiaan secara luas. Salah satu Hukum Internasional yang mengatur mengenai penanganan terhadap pembajakan Somalia adalah UNCLOS United Nations Convention Law of the Sea 1982. Hukum tersebut memuat pasal yang berisi pengertian pembajakan dan aturan penangkapan terhadappembajakan. Secara substansi, ketetapan dalam hukum tersebut seharusnya dapat menyelesaikan permasalahan pembajakan. Tetapi tindakan pelanggaran hukum tersebut masih terus menerus terjadi hingga kini. Masalah tersebut menjadi menarik untuk diteliti karena seharusnya secara substansi, hukum dibuat untuk menindak tindakan pelanggaran hukum. Tetapi Universitas Sumatera Utara justru lemah dalam menyelesaikan persoalan pembajakan. Masalah tersebut menjadi menarik untuk diteliti. Secara teoritis, masalah tersebut dapat dianalisis melalui ketetapan yuridiksi hukum yang dimuat di dalam aturan UNCLOS 1982 untuk mengetahui mekanisme hukum yang digunakan untuk mengatasi kasus tersebut. Para pembajak laut di lepas pantai Somalia sangat brutal dan berani membajak kapal-kapal besar walaupun mereka menggunakan peralatan tradisional, yakni menggunakan kapal boat kecil.Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam dunia maritim Internasional.Beberapa negara-negara dunia saat ini ambil bagian dalam upaya menjaga keamanan laut dari para perompak.Banyak negara-negara dunia mengirimkan armada kapal perangnya untuk menjaga wilayah lepas pantai Somalia yang paling ditakuti tersebut. Bajak laut menyita banyak kapal dagang besar dan menggunakannya sebagai kapal induk untuk menempatkan perahu-perahu kecil untuk tujuan mempermudah operasi di lepas pantai dan di luar jangkauan pasukan internasional. Pertama kalinya perompak menggunakan kapal jarahan yang tak di tebus untuk tujuan jahat.Pembajak Somalia mempunyai jaringan yang sangat terorganisir dan rapi untuk menghidari dari tangkapan pasukan internasional yang rutin berpatroli di wilayah tersebut.Pasukan internasional yang bekerja sama di wilayah tersebut meliputi pasukan Uni Eropa, aliansi militer NATO, dan gugus tugas militer gabungan yang menyatukan bangsa-bangsa dari seluruh dunia untuk menangani masalah-masalah keamanan, termasuk pembajakan. Universitas Sumatera Utara Kerjasama antar Negara-negara menyelidiki dan menangkappembajakan di Laut Lepas tersebut sampai ke akar-akarnya dan meneliti sumber-sumber pendanaan, peralatan, relasi dan pihak di belakang para pembajak tersebut. 17 a. Merupakan tindak kekerasan yangtidak sesuai hukum. Menurut Pasal 101 UNCLOS III 1982,dijelaskan bahwa perompakan di laut dapat disebut piracy apabila memenuhi unsur-unsur: b. Untuk tujuan pribadi. c. Yang dilakukan kepada awak ataupenumpang dari private shipatau privateaircraft. d. Terjadi di laut bebas high seas atau ditempat lain di luar yurisdiksinasional suatu negara. Layaknya fenomena sosial lainnya,pembajakan laut sea piracy memiliki definisi yang beragam.Keberagaman ini menunjukkan beragam kepentingan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya mengingat sebuah definisi memiliki implikasi hukum, politik dan ekonomi yang mengikat, termasuk implikasi dalam interaksi antar negara. Pembajakan di laut “piracy” merupakan kejahatan internasional “international crime” yang memberikan yurisdiksi kepada Negara manapun untuk mengambil langkah tegas terhadapnya. Konvensi Hukum Laut Tahun 1982 1982 UNCLOS mendefinisikan “piracy” sebagai pembajakan laut yang dilakukan di luar yurisdiksi Negara pantai, sehingga kemudian praktek Negara membedakan antara pembajakan laut yang terjadi di luar yurisdiksi Negara yang 17 http:securityexpose.compembajak-laut-somalia-tantangan-keamanan-laut-duniadi akses 29 Maret 2013 Universitas Sumatera Utara disebut sebagai pembajakan di laut “piracy” dimana yurisdiksinya bersifat universal “universal jurisdiction” dan pembajakan laut yang terjadi di dalam wilayah satu Negara yang lebih dikenal dengan istilah “perampokan di laut” “sea armed robbery” dimana yurisdiksinya berada di bawah Negara pantai. 18 sah yang dilakukan tidak saja terhadap kapal-kapal di laut tetapi juga terhadap kota-kota di sekitar pelabuhan. Pembajakan sudah ada sejak3000 tahun yang lalu.Kapan persisnya kegiatan pembajakan ada atau dimulai sangat tergantung pada bagaimana kata “pembajakan”.Pada tahun 2000 SM, para saudagar bangsa Phoenesia, selain usaha berdagang mengarungi laut, tidak jarang menyerang kapal-kapal dagang lain, bahkan kadang kala juga menyerang kota-kota di sekitar pantaipelabuhan. Kata “pembajakan” pertamakali digunakan oleh sejarawan Roma, Polybius, pada sekitar tahun 140 SM. Sejarawan Yunani, Plutarch tercatat sebagai orang yang pertama yang memberikan definisi mengenai pembajakan, yaitu serangan yang tidak 19 Meskipun demikian, upaya itu tetap tidak memberikan kejelasan terhadap kata ”pembajakan”. Para pelaut yang dikenal dengan sebutan “Viking” tidak pernah dianggap sebagai pembajak, meski melakukan tindakan yang sulit dibedakan dengan pembajak lainnya. 20 18

F. Metode Penelitian