Model Penduga Potensi dan Pola Dispersi Asap dari Pembakaran Biomassa
MODEL PENDUGA POTENSI DAN
POLA DISPERSI ASAP DARI
PEMBAKARAN BIOMASSA
Oleh :
ARITTA
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002
MODEL PENDUGA POTENSI DAN
,MODEL PENDUGA POTENSI DAN POLA DISPERSI ASAP
DARI PEMBAK4RAN BIOMASSA
ABSTRAK
Pembakaran biomassa merupakan slah satu aktivitas manusia yang
mengakibatkan terjadinya peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Gasgas rumah kaca tersebut akan bergabung dengan elemen lain dalam asap dan akan
terdispersi oleh angin sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas
lingkungan. Berkaitan dengan ha1 tersebut, sangat penting untuk mengetahui potensi
serta pola penyebaran asap yang dihasilkan dari kegiatan pembakaran biomassa
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membangun model potensi serta pola dispersi
asap yang dihasilkan dari kegiatan pembakaran bimassa.
Model potensi asap
dibangun dengan menginteraksikan seluruh variabel fisik bahan bahan bakar dan
veriabel lingkungan dengan produksi asap yang dihasilkan dari kegiatan pembakaran
biomassa
Model dispersi asap dibangun dengan menggunakan LADM
(Langrangian Atmospheric Dispersion Model)..
Model ini akan menggunakan
seluruh variabel meteorology dengan hasil emisi sumber.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan bakar dengan kadar air yang lebih
tinggi menghasilkan komponen gas rumah kaca dalam asap yang lebih tinggi. Kadar
air bahan bakar tersebut dipengaruhi oleh suhu, kelembaban serta lama waktu
pengeringan. Hasil dari bangkitan model dispersi asap menunjukkan bahwa asap
bergerak kea rah selatan dan timur searah dengan arah angin. Konsentrasi asap di
permukaan yang terbesar terjadi pada jam 07.00 waktu setempat pada grid 25.2 ; 24.7
sebesar 352.97 ppb. Hal ini merekomendasikan bahwa pada waktu tesebut penduduk
hams menggunakan masker dengan lebih baik pada saat melakukan aktivitas di luar
ruangan.
Kata kunci: Pembakaran BIomassa, bahan bakar, asap, potensi, dispersi
SMOKE POTENTIAL AND DISPERSION MODELS FROM
BIOMASS BURNING
ABSTRACT
Biomass burning is one of the people's activities that increases the
concentration greenhouse gasses in the atmosphere.
These gasses with other
elements in the smoke will be dispersed by wind and cause the degradation of
environment and health quality. Due to this reason it is important to know about
smoke production and smoke dispersion fiom biomass burning. The objectives of
this research were to build smoke potential model and smoke dispersion model from
biomass burning. Smoke potential model was built by corelate the &el physical
variables and environmental variables with the smoke that was produced by biomass
burning. Smoke dispersion model was built using LADM (Langrangian Atmospheric
Dispersion Model). This model uses all meteorological variables with smoke from
the sources.
The result of this research shows that fuel moisture content contributes most
to smoke production. Fuel moisture content was influenced by drying process,
temperature, and he1 relative humidity. The result of smoke dispersion model shows
that smoke blows to south and east the same as the wind direction. The pig
concentration of the smoke happened at 07.00 am at grid 25.2 ; 24.7 with 352.97 ppb
concentration. It is recommended that at this time people must use masker to do their
outer activity.
Keywords: Biomass burning, fuels, smoke, potential, dispersion
SURAT PERNYATAAN
Penulis yang bertandatangan dibawah ini :
Nama
:
Aritta
NRP
: P 10500033
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Menyatakan bahwa karya ilmiah ini merupakan hasil karya
sendiri dan belum pernah dipublikaslkan oleh pihak manapun
sebelumnya.
Demikian swat pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Bogor, 18 November 2002
ARITTA
Penulis
MODEL PENDUGA POTENSI DAN
POLA DISPERSI ASAP DARI
PEMBAKARAN BIOMASSA
ARITTA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Master Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002
Judul Thesis
:
Nama
:
:
:
NRP
Program Studi
Model Penduga Potensi dan Pola Dispersi Asap dari
Pembakaran Biomassa
Aritta
P 10500033
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Menyetujui,
1.
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S
Ketua
Dr. Ir. Bambann Hero Sahard-io. M.Anr
Anggota
Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi
3. Direktur Program Pascasarjana
Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan
A
-
Prof Dr. Ir. M. Sri Saeni, M.S
Tanggal lulus : 23 Oktober 2002
c
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Blitar pada tanggal 22 Juni 1976 sebagai anak bungsu
dari 3 bersaudara dari pasangan Soewarno dan Ismiatun. Tahun 1994 penulis lulus
dari SMA Negeri 1 Blitar dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur
USMI.
Penulis menempuh pendidikan sarjana di Jurusan Teknologi Hasil Hutan,
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan
lulus pada tahun 1999.
Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Master Pada Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan di Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun
2000.
Selama menempuh kuliah penulis aktif mengikuti berbagai seminar dan
pelatihan, baik yang diselenggarakan di lingkungan kampus maupun di luar kampus,
pada bidang yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Thesis hi.
Pada kesempatan ini penulis juga meyampaikan ucapan terirna kasih yang
sebesar-besamya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS, Dr. Ir. Bambang Hero Sahardjo, M.Agr dan
Dr. Ir. Ridwan Djamaluddin, M.Sc selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan dan masukan selama penelitian berlangsung hingga
tersusunnya thesis ini.
2. Dr. Ir. Rizaldi Boer, M.Sc sebagai penguji tamu yang banyak membantu
dalam penyempurnaan thesis hi.
3. Izzat Faharidy, M.Sc selaku kepala Lab. TISDA, BPPT Jakarta beserta
seluruh staf, khususnya Marina Frederic, M.Sc yang telah memberikan
fasilitas pengolahan data digital selama pelaksanaan penelitian.
4. Dr. Ir. Mezak A Rataq, APU dan Ir. Bambang Iswanto M.Si di Laboratorium
Iklim, LAPAN Bandung yang telah memberikan bantuan fasilitas pengolahan
model dispersi asap dengan menggunakan program LADM.
5. Dr. Shigeto Sudo, dari NIAES, Tsukuba University, Jepang, yang telah
memberikan bantuan dalam analisa contoh asap hasil pembakaran biomassa.
6. Dr. Saeri Sugiman, sebagai Dekan Fakultas Pertanian, Universitas
Tanjungpura dan Dr. Gusti Anshari sebagai Kepala Lab. Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Tanjungpura, yang telah memberikan fasilitas selama di
lapangan.
7. Seluruh staf Lab. Kebakaran Hutan dan Lahan, Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor, yang telah memberikan bantuan peralatan pengambilan
contoh asap dan data fisik lapangan.
8. Ayah, Mama dan Kakak-kakak yang telah memberikan bantuan moral dan
material selama penulis menempuh studi dan menyelesaikan thesis.
9. Guswanto Ssi, Medy Santoso S.Hut, Dedi Agustisna, Sally atas bantuan yang
diberikan.
10. Atik, Erna dan Arief atas dukungan yang diberikan.
11. Semua rekan dan teman-teman yang telah memberikan bantuan moral
sehingga penelitian dan penulisan thesis ini dapat terselesaikan.
Pada akhirnya penulis berharap bahwa tulisan ini dapat bermanfaat bagi
pihak-pihak yang memerlukannya.
Bogor, 18 November 2002
Penulis
DAFTAR IS1
ABSTRAK
PRAKATA
RIWAYAT HIDUP
SURAT PERNYATAAN
DAFTAR IS1
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Halaman
.
I PENDAHULUAN
.................................................................................................
1 . 1 . Latar Belakang ...............................................................................................1
1.2. Perumusan Masalah .......................................................................................
5
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................................... 6
1.4. Kerangka Pemikiran ......................................................................................
11. TINJAUAN PUSTAKA
6
.......................................................................................
2.1. Kebakaran Hutan ...........................................................................................
9
2.2. Biomass burning ..........................................................................................
1 1.
2.3. Asap .............................................................................................................
12
2.4. Penginderaan Jauh ....................................................................................
16
2.5. Model Pendugaan Potensi Asap ................................................................... 17
2.6. Model Dispersi Langrangian ...................................................................... 18
3. 1 . Waktu dan Lokasi Penelitian ....................................................................... 20
3.2. Variabel yang Diamati ................................................................................22
3.3. Bahandan Alat ............................................................................................
23
3.4. Metode Pengambilan Contoh ......................................................................
24
3.4.1. Metode Pengambilan Contoh Vegetasi ................................................ 24
3.4.2. Metode Pengambilan Contoh Asap ...................................................... 25
3.5. Metode Pengambilan Data ........................................................................... 26
3.5.1. Metode Pengambilan Data Vegetasi .................................................... 26
3 S.2. Metode Pengambilan Data Fisik Lingkungan....................................... 27
3 S.3. Metode Pengambilan Data Sekunder ................................................... 27
..
3.6. Analisis Data................................................................................................ 28
3 .6.1. Citra satelit TM-7 ................................................................................ 28
3.6.2. Keragaman Jenis Vegetasi ................................................................... 31
3.6.2. Potensi Asap ........................................................................................32
3.6.3. Model Penduga Potensi Asap ............................................................. -32
3.6.4. Model Dispersi Asap ..........................................................................
.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
-35
..........................................................................
4.1. Hasil ............................................................................................................ 37
4.1.1. Hasil Pengolahan Data Citra TM-7, Data Vegetasi dan Data Potensi
Asap sebagai Variabel Penyusun Model Penduga Potensi Asap .......... 37
4.1.2. Model Penduga Potensi Asap .............................................................. 54
4.1.3. Modd Dispersi Asap .......................................................................... -62
4.2. Pembahasan ................................................................................................ -67
4.2.1. Model Penduga Potensi Asap ..............................................................67
4.2.2. Model Dispersi Asap .......................................................................... -74
.
............................................................................
V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ................................................................................................. -78
5.2. Saran............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
79
DAFTAR TABEL
No
Teks
Haiaman
1. Kerugian yang ditimbulkan dari asap dan kebakaran hutan di
Indonesia pada tahun 1997.................................................................... 3
2. Emisi gas dan partikel dari kebakaran hutan hutan di Kalimantan dan Sumatra
pada tahun 1997 (total area yang terbakar = 45.600 krn2) ................................. 14
3. Emisi gas-gas dan partikel : Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia serta sumur
minyak di Kuwait ................................................................................. 15
4 . Daflar waktu pengambilan contoh asap untuk setiap petak contoh
dan fase pembakaran .....................................................................................
25
5. Pengklasifian citra berdasarkan 8 kelas................................................... 29
6. Luasan areal berdasarkan kelas penggunaan lahan di kecamatan
Nangapinoh ..................................................................................
-38
7. Hasil analisis vegetasi pada plot contoh alang-alang...................................... 42
8. Hasil analisis vegetasi pada plot contoh semak ......................................... 42
9. Frekuensi relatif klas (Raun Kaier 1934 dalam Kusmana 1995) ......................46
10. Hasil pengukuran potensi biomassa pada masing-masing tipe lahan.................47
11. Kadar air bahan bakar rata .
rata untuk setiap tipe vegetasi .......................... 48
13. Standar pencemaran udara dengan sumber asap dari kebakaran
hutan dan lahan berdasarkan Keputusan Kepala Bapedal
No Kepl07/kabapedaV 1If1997 ......................................................-76
DAFTAR GAMBAR
No
Teks
Halaman
1 . Kerangka pemikiran model pendugaan potensi dan pola penyebaran
asap dari pembakaran biomass .......................................................................... 8
2. Fase penyalaan api (Jhansen, 1985 dalam DeBano et al. 1998) ......................... 10
3. Penyebaran asap dari kebakaran hutan dan lahan di Indonesia bulan Septemberpertengahan November 1997 (Glover dan Jessup. 1999) .................................... 15
4. Peta Kabupaten Sintang. Kalimantan Barat ........................................................ 21 .
5 . Peta Lokasi Penelitian ................................................................. -21
6. Bagan alir model penduga potensi gas yang dihasilkan dari pembakaran .
Biomassa ..........................................................................................................
-37
7. Hasil pengolahan citra landsat TM-7 dengan menggunakan metode klasifikasi
maximum likelihood ......................................................................................... -40
9. Sebaran titik panas di Sumatra dan Kalimantan berdasarkan hasil pantauan citra
satelit NOAA'14 tanggal 1 1 Mei 200 1 ............................................................... 41
10. Lokasi petak contoh penelitian yang didominasi oleh semak dan alang-alang ....43
1 1 . Lokasi peletakan petak contoh (A) Lokasi petak contoh untuk alang-alang
(B) Lokasi pet& contoh untuk semak ...............................................................
-44
12. Grafik potensi gas rumah kaca dan total gas dari pembakaran biomassa ............50
13. Grafik hubungan luas areal terbakar dan produksi gas N20 pada alang-alang ...56
14. Grafik hubungan luas areal terbakar dan produksi gas C& pada alang-alang ....57
15. Grafik hubungan luas areal terbakar dan produksi gas CO pada alang-alang...... 57
16. Grafik hubungan luas areal terbakar dan produksi gas C02 pada alang-alang ....58
17. Grafik hubungan h a s areal terbakar dan produksi gas N20 pada semak ............59
18. Grafik hubungan luas areal terbakar dan produksi gas C& pada semak ............ 60
19. Grafik hubungan luas areal terbakar dan produksi gas CO pada semak ............ 60
20. Grafik hubungan luas areal terbakar dan produksi gas C02pada semak ..........61
21 . Sebaran konsentrasi asap terbesar pada model hari ke 2 .................................. 63
22. Model dispersi asap pada hari ke 2 jam 00.00 waktu setempat......................... 64
23. Model dispersi asap pada hari ke 2 jam 07.00 waktu setempat ......................... 65
24. Model dispersi asap pada hari ke 2 jam 12.00 waktu setempat............. . A .........65
25. Model dispersi asap pada hari ke 2 jam 18.00 waktu setempat......................... 66
26. Model dispersi asap pada hari ke 3 jam 00.00 waktu setempat......................... 66
Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki luas hutan
hingga mencapai 147 juta h e k (Statistik Kehutanan, 1998).
hutan Indonesia mew*
Keberadaan
kekayaan tidak hanya bagi Indonesia tetapi juga
dunia, sehingga hutan Indonesia sempat menjadi simbol bagi paru-paru dunia.
Rusaknya hutan di Indonesia d i i g a p akan mempercepat terjadinya perusakan
lapisan omn yang sangat b e r W y a bagi kelangsungan hidup umat manusia.
Perkembangan jumlah penduduk Indonesia yang sangat pesat telah
mendorong meningkatnya kebutuhan lahaa Kebutuhan lahan ini diperlukan
untuk pemdm, pertanian, perkebunan ataupun peruntukan lain, Pemenuhan
kebutuhan akan lahan ini sebagian besar dipenuhi dengan pembukaan hutan.
Kegiatan pembukaan lahan dilakukan dengan menggunakan berbagai macam
cara, dan salah satunya adalah dengan menggunakan api. Api merupakan alat
yang paling mudah, murah dan cepat dalam melakukan kegiatan pembukaan
lahan.
Kegiatan pembukaan lahan dengan metode pembakaran biomassa atau
"biomass burning" merupakan kegiatan yang dilakukan pada persiapan awal
untuk laban pertanian atau perkebunan
Tujuan dari kegiatan pembakaran
biomassa ini adalah untuk mendapatkan tPrnah yang lebih baik dengan limpahan
a h serta mtuk menghihgkan hama dan penyakit.
Satu ha1 yang hams
menjadi perhatian dalah Wwa kegiatan pembakaran biomassa yang tidak
disertai dengan pengvasaan teknik pembakaran, akan mengakibatkan terjadinya
penyebaran api pada daerah lain. Pengetahuan mengenai api ini telah dimiliki
oleh msyatakat dan merupakan salah satu bagian dari k e a r h mereka.
Semakin banyak manusia yang melakukan kegiatan pembakaran biomassa
untuk membuka lahan, mengakibatkan penggunaan&k
tersebut tidak lagi
dilakukan Hasilnya adalah api dari pembakaran biomassa tersebut rhenyebar
dan masuk ke &lam kawasan hutan sekunder sehingga sulit untuk dipAsap mempdcm produk terbesar yang dihasilkan oleh kegiatan *
pembakaran biomassa.
Pembakaran b i i m yang dilakukan tanpa
pengeringan bahan bakar mengak~btkanterjadinya peningkatan produksi asap
yang tebal dan sangat merugikan Kandungan gas-gas dan partikel halus yang
terdapat rtaEam asap akan ~llEasukke dalam paru-paru dan bedampak negatif
pa& saluran pemafhsan. Berdararkan data perhitungan yang dilakukan oleh
Glover dan 3essup (1999), total kerugian yang ditimbulkan oleh kebakarari
hutan dan hkm tahun 1997 adalah sebesar US $ 4.085,25 juta. Biaya yang
hams dikehuthn mtuk k e s e b (sebagai akibat dari adanya asap kebakivan
di wilayah Sumatra dan IWmmtan dengan luas area yang terbakar 4,56 juta
ha) adalah sehesar US $924.00 juta atau setara dengan 9.240.000,000.000,-
rupiah
(tieqp kurs 1 US $ = Rp 10.000,-). Angka ini akan semakin besar
apabila kebakaran tersebut terjadi dafam waktu yang lebii lama.
Tabel 1. Kerugiau yang ditirnbulkan dari asap dan kebakaran hutan di
Indonesia pada tahun 1997
Drrmpsk
Nilai Ekonomi
(dalam US % juta)
1. DamPakAsap
Sub tctd dampdr pathi~W-
T d mtai danrpaR
87.89
4,085.25
sumber : Glaver b Ji.%up, 1999
Asap yang dihasilltan pada kebakaran hutan di Indonesia pada tahun
1997/1998 memiliki potensi yang cukup tinggi. Hal ini dikaremkan jumlah
biomassa yang terbakar dalam jwnlah besar dengan kadcteristik tertentu
sehingga asap yang dihasiian cukup besar.
Adanya pengatuh angin dan
*
pedxxkm tekanan udara m e n i m b u h suatu kondisi atmosfer tertentu yang
mengakibatkan asap tersebut dapat terdispersi sampai jauh.
Upaya untuk meminimdisasi asap dari kegiatan pembakaran biomassa
telah dilakukan oleh beberapa pibak. Hal ini sebagai salah s a h cara untuk
meminimdisai & i t dari bahaya asap tersebut. Upaya ini @at pula dilakukan
dengan betik apabila didulmng dengan suatu model penduga yang dapat
digunakan untuk mesqedcirakan potensi asap yang timbul serta arah
penyebaran asap dari kegistsn pembakaran biomassa tersebut. Melalui model '
tersebut m k a akan dapat dipd&hn areal-areal yang terkena dampak asap
beserta konsentminya apabila pembakaran biomassa dilakukan di suatu ternpat,
sehingga dapat diambil tindakan-tindakan untuk meminimalisasi dampak
tersebut.
Pada'penelitian ini model penduga untuk mengetahui potensi asap y a q
d i i i
dari
kegiatan
pembakaran
bio-
d
i dengan
menitikberatkan kegiatan pada pembakarau biomassa di areal yang berupa
padang a h g - a h g dan semak. Pemilihan lokasi dilakukan berdasarkan hasil
pantauan dari citra satelit NOAA yang memberikan gambaran bahwa sebagian
besar dari l o h i pembakaran biomassa dilrrkukan pada lokasi yang sama dari
tahun ke tahun.
Pembakaran secara berkaia ini mengakibatkan terjadinya
perubahan komposisi vegetasi, sehingga yang hidup hanya berupa rumputrump-
(aIang-alang) dan selnak.
Kegiatan pembakaran biomassa yang terjadi di Indonesia merupakan
suatu kegiatan yang tejadi secara turun menunm pada masyarakat tertentu
sebetgai upaya untuk melakukan kegiatan penyiapan lahan permian.
Banyaknya m a s y h t yang melakukan kegiatan pembakaran biomassa
mengakibatkau semakin meningkatnya emisi asap yang dihasilkan. Elnisi asap
yang d k i b dalam jumlah yang melebihi ambang batas, akan sangat
berbahaya bagi kesehatan masyarakat itu sendiri.
Asap yang dihasilkan dari pembakaran biomassa mempunyai potensi
yang cukup tinggi yang dapat mengganggu kesebatan m u s i a .
Adanya
pengaruh dari W o r meteorologi mengakibatkan asap tersebut menyebar
dengan menghti pola tertentu.
Potensi asap yang dihasilkan serta pola
penyekmuya sangat bergantung pada karakteristik biomassa yang terbakar,
kondisi fisik saat pembalrsran dan kondisi meteorologi. Permadahan yang
ingin dijawabpadzt penelitian ini adalah :
1. Bagaimma model penduga untuk memgerkirakan potensi asap yang
dihasilkan dari kegiatan pembakaran biomassa ?
2. Bagahma pola penyebaran asap dari kegiatan pembakaran biomassa,
bedasarkan konsentrasi gas -gas yang ada di dalamnya ?
'
1.3.
Tnjuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah:
1.
Membuat model penduga potensi asap yang dihasilkan dari
kegiatan pembakaran biomassa.
2.
Membuat pola penyebaran asap beserta gas-gas yang berasal dari
kegiatan pembakaran biomassa
1.3.2. Manf't Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menghasillcan suatu
model penduga potensi asap yang timbul dari kegiatan pembakrtran
biomassa serta pola penyebaraunya.
Model peduga potensi dan
penyebaran asap dari kegiatan pembakaran biomassa ini selanjutnya
dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam
melakukan tidakan pengendalian kabakaran lahan, sehingga dapat
ditentukm alternatif-alternatif pengendalian yang akan dilakukan.
1.4. Kerangka Pemikiran
Model penduga potensi dan pola dispersi asap dari pembakaran
biomassa merupakan suatu model yang dibangun dengan bedasarkan pada
intenhi antara potensi bahan bakar yang tedmlcar dengan kondisi fisik
lingkungan pada saat terjadinya pembsrkaran Model penduga potensi asap
dibangkitkan dengan melakukan p
e
w emisi asap yang terjadi kemudian
diinteraksikan dengan varbbel vegetasi dan variabel fisik lingkmgan lain yang
mewakili. Kdersediaan data meteorologi akan ma-
untuk rnenentukan
pola dispersi asap yang terjadi. Peta penyebaran asap dibuat bedasarkan pola
dispersi asap serta data konsentrasi terbesar asap yang dibangkitkan dari model
dispersi. Keraqka pemikiran penelitian secara lengkap dapat dilihat pada
Gambar 1
Citra Landsat ETM-7
b
Potensi biomassa per jenis
+
Pernetaan biomassa
4
Pengambilan contoh
asap (emisi)
Model pendngaan potensi asap
I
Data meteorologi
Gambarl.
b
4
Citra NOAA
Keratlgka pemikiran model pndugaan potensi dan poia
penyebaran asap dari pembakarm biomassa.
11. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan didefinisikan sebagai kejadian kebakaran yang tidak
t e m p dan menyebar secara bebas yang mengkonsumsi bahan bakar di hutan,
misal gambut, nunput-rumputan, semak belukar dan pohon (Crutzeq 1998).
Sifat kebakaran hutan yang tidak t e m p dan dapat menyebar dengan bebas
akan sangat berpengaruh d a b penentuan suatu kejadian kebakaran yang
terjadi.
Kejadian kebakaran hutan secara umum &an sangat memungkinkan
terjadinya wildfire ( k e b a k m liar) yang sangat sulit untuk dikendalikan karena
api akan menjalar dan mengkonsumsi bahan bakar dengan kadar air yang
rendah terlebih dahulu.
Menurut DeBano et al., (1998), proses terjadinya kebakaran pada kasus
kebakaran hutan (serta pembsakaran pada umumnya) merupakan suatu rangkaian
dari proses Combustion (pembakaran) yang terdiri dari 4 h e . Fase pertarna
adalah fase pemanasan bahan bakar yang dikenal dengan ignition (pemanasan).
Fase ini merupakan tabap pemanasan bahan bakar hingga mencapai pada titik
penyalaan.
Fernanasan dapat dilakukan melalui proses konduksi yang
mernindabkan panas dari molekul yang satu ke molekul yang lain. Proses
konduksi pada kasus kebakaran hutan ini sangat kecil kemungkinan terjadinya,
karena pohon bukan merupakan suatu konduktor yang baik. Proses pemanasan
yang kedua yaitu konveksi. Proses ini berjalan dengan cara meningkatkan suhu
dari pohon atau bahan bakar melalui pemanasan dari kondisi udara sekitar
bahan bakar tersebut.- Proses yang icetiga yaitu d h s i yang mmpkan
trausmisi p a s dari sinar matahmi sehhgga mmahuap air kreluar dari bahan
b & r d a n ~ s l i r b a h m b r l k a r m e n j a d i k k u r a n g . Faseymgkdwdari
proses combustion ~ ~ a m i (pyalam).
n g
FImning mm@m fase utma
dari co-n
yang m e ~ ~ p i k abna g h paling s p e h h i h dari kebakamn.
Pads h e flaming ini api melalnzlran dua keghatan seMgus, yaitu dmgm
membalEar b a l m bakar dengan k a h air minimum serta melakukan proses
k u d u k s i ~ ~ ~ ~ y a n g a d a d i d e p a n n y a s e ~
mmqai titik pnyalaan. Fase ketiga Ilrlsltah smoldkring (pembmm), dhma
~ ~ i n i ~ i b e r u b a h m e n j ~ h ~ m e r s ~ ~ k e ~ u r
~ b a h m b a % a r y a n g a d a d i ~ PadahesmIderinghiakm
ya
pro&
@@man)
yang berupa asap. Fase keemparC arlalah hse glowing
yaag merupaJEan fase temkhk dari comhtion, dimma q i mdah
t i d d ~ m t m p m y a i k ~ u f a u k ~ ~ ~ y a n g
&pump Pads fase ini api adah tidak memilild tenaga mtuk menyab hgi.
2.2. Biomass burning
Biomass burning adalah kegiatan pembakaran vegetasi hidup maupun
mati yang terdapat di permukaan bumi, termasuk padang nunput, hutan dan
lahanpert&
(Andrea dan Crutzen, 1990). Kegiatan pembakaran ini biasanya
mengikuti kegiatan pemanenan untuk persiapan pembersiahan lahan (land
clearing) dan penggunaan lahan (W use change). Pembakaran ini ditujukan
agar tidak ada lagi vegetasi lama yang tersisa yang dikawatirkan dapat
menghambat pertumbuhan vegetasi baru yang ditanam dalam pola monoculture
Opada perkebunan dan HTI). Selain itu juga untuk mengurangi tirnbulnya harna
dan penyakit, karena tanaman monoculture ini sangat rentan terhadap hama dan
penyakit (Andrea dan Crutzen, 1990)
hap
Asap merupakan bagian yang menjadi ciri khas dari terjadinya suatu
pembakaran (Whelan, 1995). Komponen asap merupakan hasil dari proses
pembakatan, tenrtama pada fase Smoldering (pembaraan). Terjadinya asap
pada suatu proses pembakaran timbul sebagai akibat dari adanya kadar air yang
cukup tinglTi pada bahan bakar serta kandungan kirnia yang terdapat pada bahan
bakar tersebut. Jenis bahan bakar dengan kandungan kimia yang berbeda akan
menghasiIkan asap yang berbeda Perbedaan asap terletak pada komponen gas-
gas dan partikel yang menyusun asap tersebut (Seiler dan Crutzen, 1980 dalarn
UNEP 1999).
Akibat yang ditimbulkan dari asap hasil dari proses pembakaran ini
sangat beragam.
Akibat terbesar dan terasa langsung adalah bahwa asap
tersebut sangat mengganggu kesehatan manusia Asap dengan kandungan gasgas dan partikel dapat masuk melalui saluran p e r n a . manusia dan
m e n i m b h berbagai macam penyakit.
Asap juga dapat menimbulkan
kerugian yang besar dalam hal material. Semakin pendeknya jarak pandang,
karena tertutup oieh kabut asap, telah mengakibatkan beberapa sarana
transportasi tidak dapat dioperasikaa Hal ini terjadi karena pihak pengelola
transportasi tersebut menghindari terjadinya kecelakaan yang lebih parah.
Dampak dari asap juga dirasakan dalam jangka panjang, dimana gas-gas yang
menyusun asap hasil pembakaran tersebut sebagian besar merupakan gas rumah
kaca. Peningkatan gas rumah kaca ini akan mengakibatkan pemanasan global
yang semakin cepat. (State Ministry fbr Environment of Indonesia dan UNDP,
1998).
Asap yang dihasilkan pada kasus kebakaran hutan tahun 1997 di
Kalhmtan dan Sumatra memberikan sumbangan emisi gas dan partikel, yang
terdapat dalam kandungan asap, yang cukup besar. Hasil perhitungan yang
dilakukan oleh UNEP pada tahun 1999 mengenai emisi yang dihasilkan pada
kebakaran tersebut dapat dilihat pa& Tabel 2.
Emisi gas-gas dan partikel yang dihasilkan dari kebakaran hutan yang
terjadi di wilayah Sumatra dm Kalimantan pada tahun 1997 telah
mengakibatkan terjadinya penyebaran asap hingga ke negara tetangga. Hal
yang patut menclapat perhatian adalah bahwa dari hasil perhitungan yang telah
dilakukan oleh Laursen et al., terhadap ernisi gas-gas dan partikel di surnursumur &yak
di Kuwait (daIam UNEP 1999), ternyata diketahui bahwa ernisi
asap yang dihasilkan dari kebakaran hutan di Indonesia pada bulan Agustus September 1997 lebih besar.
disajikan dalam Tabel 3.
Perbandingan mengenai kedua ha1 tersebut
Tabel 2. Emisi gas clan partikel dari kebakaran hutan hutan di K a h t a n dan
Sumatra pada tahun 1997 (total area yang terbakar = 45.600 h2)
Jenis Emisi
Jumlah Emisi (Juta metrik ton)
c02
NH3
CI4
NOx
0 3
'
TPM
A
9,234
F
T
P
A
F
T
P
A
F
T
P
A
F
T
P
A
F
T
P
0,942
31,067
32,794
0,010
0,012
2,563
2,585
0,030
0,035
1,780
1,845
0,023
0,027
5,848
5,898
0,177
0,2 13
6,710
7,100
A
F
T
P
0,046
0,547
15,561
16,154
Sumber :UNEP 1999
K e t q a n:
o Satam Emisi : Juta metric ton (Milion metric tons / Mt) C untuk CQ, CO dan
Mt N
untuk Ncat dan W; Mt 03 untuk Q; Mt pmikel. 1 juta metric ton = 1012 gram =1
a;
T=%ram, Tg-
o Total @c&e
o
metes matter (TPM) emisi rasio dinyatakan dalam satuan tonflciloton (ton
total partikel/kiioton bimasa atau &ambut yang terbakar).
(A = Emisi dwi kebakaran di lahan pertanian dan atau perkebunan, F = Emisi dari k m a n
hutan,P=Emisidarikebaka?.angambut,T=Emisitotd=A+F+P)
#
drtn partikel : K e h d a m hutan dm lahan di Indonesia
smta rmnrur minyak di Kuwait.
Jenis emisi
Keb&mat~hutan dm tahAn di
Summ minyak di
Tabel 3. Emisi gas-&
~ndormesia~
K&ramgn:
Gambar3.
~uwait'
Satuanemisi: Jutametricton(Mt)ClmtukC02,CO;
partikel; 1Mt = 10* gram = 1 Tagram, Tg.
---
h b di Indonesia
Noveanber 1997 (Glover dan
Benyebmn asap dari kebahm hutan dan
hh
Jessup, 1999)
Mtuntuk
2.4. Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh merupakan suatu istilah yang diperkenalkan pertama
kali di Amerika Serikat pada tabun 1990, yang merupakan istilah untuk kegiatan
pengumpulan data tentang obyek-obyek tanpa kontak secara Iangsung dengan
alat pengumpulnya (Howard, 1991). Penginderaan jauh ini dibedakan menjadi
2, yaitu penginderaan jauh satelit (data yang diperoleh berupa citra satelit) dan
penginderaan jauh sistem photo udara (data yang diperoleh berupa photo udara).
Penerapan sistem penginderaan jauh dalam pengelolaan sumberdaya
alam, khususnya untuk sumberdaya lahan dan hutan, telah banyak dilakukan.
Khusus untuk b u s kebakaran hutan dan lahan, teknik penginderaan jauh
banyak dimanfiiatkan untuk kegiatan monitoring.
Hal ini dikarenakan
kemudahan untukmendapatkan informasi tentang kondisi areal yang
bersangkutan sehingga kegiatan monitoring dapat dilakukan dengan lebih
mudah (Chuvieco, 2001). Produk citra satelit yang banyak digunakan dalam
kegiatan monitoring kebakaran hutan dan lahan di Indonesia diantaranya adalah
NOAA-AVRR, ETM, dan SPOT.
Masing-rnasing citra satelit tersebut
memberikan i n f o m i yang berbeda dan s a l i i melengkapi satu sama lain
2.5. Model Pendugaan Potensi Asap
Pendugaan potensi asap yang dihasilkan dari kebakaran hutan dan lahan
dilakukan dengan menggunakan hubungan matematika.
Perhitungan ini
mendcup hubungan secara matematik antara total biomasa yang terbakar clan
gas-gas serta partikel yang dihasilkan, sehingga dapat memberikan informasi
mengenai luas area yang terbakar, biomasa yang terbakar, biomasa yang hilang,
efisiensi pembakaran dan rasio emisi per jenis.
Menurut Seiler dan Crutzen
(1980) dakm UNEP (1999) fbrmula yang digunakan untuk perhhmgan emisi
gas dari hutan tropis dan gambut adalah :
M =. Total masa hutan atau gambut yang dikonsurnsi pada saat
pembakaran
A
= Area yang terbakar (km2)
B
=
Berat biomasa (tonfkm2)
E = Efisiensi pembakaran
2.6.
Model Dispersi Langrangim
(ikqptzngian fhwspk@-nk Dispersion
Model)
Pendekatan yang dilakukan dengan menggunakan model Lagrangian
untuk menentukan pola dispersi gas dari kegiatan pembakaran biomassa
dilakukan dengan menggunakan beberapa hitungan. Pada model Lagrangian ini
konsentrasi polutan yang diamati dihitung dengan mengikuti contoh yang
dianggap cukup,
yang
diambil pada
mernpertimbangkan sumber.
aliran gas tersebut,
dengan
Karena ukuran grid dari model tidak secara
langsung berpengaruh pada 'tracer trajectories', maka estimasi terhadap
konsentrasi polutan tidak terhlu bergantung pada ukuran sel. (Giirer dan
Georgopoulos, 2000).
LADM merupakan model yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu
medan angin mesoscale yang memprediksi variasi diurnal dari pola aliran
angin dm juga turbulensi pada banyak titik grid di atmosfkr dan sebuah model
dispersi partikel Lagrangian yang menggunakan angin dan turbulensi untuk
memprediksi lintasan partikel yang sebelumnya telah diemisikan dari
beberapa bkasi atau sumber. Deskripsi empat feature (cirri khas) utama dari
sistem per-
polusi udara ini adalah :
1.
Pergemkin polutan-polutan oleh angin.
2.
DifUsi turbulen (pelarutan) dari polutan-pow di udara.
Menurut Lamb (1980) dua buah definisi yang satu sama lain menjadi
basis dari persamaan-persmam difusi Lagrangian adalah :
o C(r,t)
E
m(r,t)N
Dimana m adalah jumlah partikel di dalam V pada waktu t
0P(ri,r2,r3,t
I r i a r ~ 3 0to),
=
lirn l/nC ~ n l ( 6 v ) ~
=
kerapatan peluang gabungan dari partikel-partikel untuk berada
pada titik-titik rl,rz,r3 pada waktu t dimana sebelumnya, pada
waktu to, partikel-partikel tersebut berada pada titik-titik
rl%r20,r30.
3.
Reaksi-reaksi kimiawi dari polutan.
4.
Prediksi untuk konsentrasi polutan di permukaan
Prediksi konsentrasi ini dilakukan dengan menggunakan prinsip asurnsi
rnarkov, konsistensi dengan teori sirnilkitas Kolmogorov, konsistensi
E u l h clan penerapan kondisi convective boundary layer yang telah
seluruhnya diterapkan dalam model hi.
III. METODE PENELITIAN
3. 1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kawasan hutan sekunder yang telah berubah
menjadi ladang penduduk di Kecamatan Nanga Pinoh, Kabupaten Sintang,
Propinsi Kalimantan Barat. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada pengamatan
terhadap citra NOAA 14 dan 16 pada bulan Januari 2001 sampai dengan
Agustus tahun 2001, yang menunjukkan bahwa salah satu areal yang sering
terbakar adalah di Kecamatan Nanga Pinoh, Kabupaten Sintang, Kalimantan
Barat. Lokasi penelitian terletak pada 111,84' BT dan 0,379' LS. Peta lokasi
penelitian secara lebih detail dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.
Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan (Juli - September 2001) untuk
analisis citra dan pengambilan contoh asap. Pengukuran terhadap kadar air
bahan bakar dilakukan di Laboratorium Tanah, Universitas Tanjungpura,
Pontianak. Analisis terhadap kandungan asap dilakukan selama 6 bulan
(September 2001- Maret 2002) di Laboratorium Green House Gas, NIAES,
Tsukuba, Jepang.
Pengolahan data digital dan pembangkitan model dispersi
asap dilakukan di laboratorium TISDA terpadu di BPPT Jakarta dan
laboratorium pemodelan iklim LAPAN Bandung.
3.2. Variabel yang Diamati
Pada penelitian ini variabel yang diamati berupa variabel fisik dan biologi
serta variabel sosial yang berpengaruh terhadap produksi asap hasil kegiatan
pembakaran biomassa serta penyebarannya.
Varibel-variabel tersebut
kemudian digunakan sebagai dasar untuk pembangkitan model penduga potensi
asap serta model dispersi asap hasil dari kegiatan pembakaran biomassa yang
dilakukan.
3.2.1. Variabel fisik lingkungan yang diamati adalah :
-
Suhu permukaan selama pengeringan bahan bakar dan pada saat
melakukan pembakaran.
-
Arah dan kecepatan angin yang bertiup melintasi lokasi penelitian
selama pengeringan bahan bakar dan pada saat pembakaran.
-
Kelembaban bahan bakar
-
Kadar air bahan bakar
3.2.2. Variabel biologi lingkungan yang diamati adalah :
3.2.3.
-
Potensi vegetasi pada plot contoh
-
Komposisi vegetasi pada plot contoh
Variabel sosial yang diamati adalah :
-
Pola tataguna lahan
-
Kebiasaan masyarakat dalam penyiapan lahan untuk pertanian
3.3. Bahan dan Alat
3.3.1. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
-
Vegetasi yang berada di lokasi kebun milik masyarakat yang
didorninansi oleh komunitas semak dan alang-alang.
-
Citra satelit Landsat ETM-7 tanggal 14 Mei 2001 untuk kawasan
kecamatan Nanga Pinoh, Belimbing dan sekitarnya.
-
Citra Satelit NOAA mengenai penyebaran titik panas dari bulan
Januari sampai Agustus 2001
-
Komponen vertikal meteorologi pada hari pembakaran yang
diperoleh dari BMG Nangapinoh dan satelit NCEP.
3.3.2. Alat -alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
-
Alat untuk mengolah citra digital yang meliputi seperangkat
komputer dengan software ermapper 5.5 dan Arc-View 3.1.
-
Alat pengukur potensi vegetasi yang berupa timbangan, dengan
menggunakan alat bantu parang untuk menebas vegetasi.
-
Alat pengukur kadar air vegetasi yang berupa timbangan serta
oven.
-
Alat pengambil contoh asap serta data fisik lingkungan yang
meliputi selang plastik, kabel tahan panas, data logger, pipa baja,
rotor penghisap, plastik contoh, alat injeksi, botol contoh,
barometer dan thermometer.
-
Model penduga potensi asap dilakukan dengan menggunakan
program Minitab 13 dan Excel dengan bantuan Cristal Ball.
-
Alat untuk pembangkit model dispersi asap yang meliputi satu
high performance computer dengan menggunakan program
LADM yang bekerja dalam Unix.
3.4.
Alat tulis dan alat hitung lainnya.
Metode Pengambilan Contoh
Pengambilan contoh dilakukan pada vegetasi dan asap hasil pembakaran
biomassa.
Contoh vegetasi yang diambil digunakan untuk mengetahui
keragaman jenis vegetasi pada setiap petak contoh penelitian, serta pengukuran
kadar air. Contoh asap digunakan untuk mengetahui kandungan gas rumah
kaca, beserta potensinya, yang terdapat dalam asap hasil pembakaran biomassa.
3.4.1.
Metode Pengambilan Contoh Vegetasi
Metode pengambilan contoh vegetasi diawali dengan peletakan
petak contoh yang dilakukan secara sdratiJied random sampling (acak
bertingkat), dengan membagi areal menjadi 2 kelas yaitu alang-alang
dan semak.
Pada masing-masing kelas diletakkan 3 petak contoh
dengan ukuran per petak adalah 5m x 5m untuk semak dan 3m x 3m
untuk alang-alang.
Pengambilan contoh vegetasi dilakukan untuk mengetahui nama
daerah dan nama latin untuk setiap jenis vegetasi pada setiap petak
contoh penelitian. Perhitungan ini akan digunakan dalam penentuan
nilai INP (Indeks Nilai Penting) tiap jenis. Pengarnbilan contoh untuk
penentuan kadar air dilakukan sesaat sebelum dilakukan pembakaran,
sehiigga diperoleh data kadar air sesaat sebelum pembakaran.
3.4.2. Metode Pengambilan Contoh Asap
Contoh asap diambil dengan membuat simulasi kebakaran pada
petak contoh yang telah dibuat sebelumnya. Pengambilan contoh asap
dilakukan pada setiap fase dari proses combustion, yaitu pada fase
flaming, smoldering dan glowing.
Pada tiap-tiap fase tersebut
dilakukan 3 kali pengambilan contoh asap pada waktu yang berbeda.
Contoh asap ini diambil dengan menggunakan rotor penghisap yang
dihubungkan dengan pipa baja kecil dan plastik sebagai tempat contoh
asap. Contoh asap dari plastik contoh ini kemudian diambil sebanyak
15 ml untuk setiap pengambilan dan dimasukkan ke dalam botol contoh
untuk kemudian dianalisis. Hasil analisis asap mengenai kandungan
dan potensinya akan membantu dalam pengolahan data selanjutnya.
Tabel 4.
Semak 3
Keterangan :
DaRar waktu pengambilan contoh asap untuk setiap petak
contoh dan fase pembakaran.
10-1' 11-3' 13-5'1 0-1' 11-3' 13-5' 10-1' 11-3' 13-5'
Alang-alang 1 = petak contoh alang-alang dengan pengeringan 1 hari
Alang-alang 2 = petak contoh alang-alang dengan pengeringan 2 hari
Alang-alang 3 = petak contoh alang-alang dengan pengeringan 3 hari
Semak 1
= petak contoh Semak dengan pengeringan 1 hari
= petak contoh Semak dengan pengeringan 2 hari
Semak 2
Semak 3
= petak contoh Semak dengan pengeringan 3 hari
1
Pada proses combustion ini juga dilakukan penghitungan terhadap
waktu terjadinya tiap-tiap fase dan waktu total dari proses combustion
tersebut.
3.5.
Metode Pengambilan Data
3.5.1. Metode Pengambilan Data Vegetasi
Data Vegetasi yang diambil meliputi jenis vegetasi serta nilai
INP tiap jenis, potensi vegetasi dan kadar air vegetasi sesaat sebelum
dilakukannya pembakaran.
-
Pengambilan
data
jenis
menggunakan metode pet&.
vegetasi
dilakukan
dengan
Pada setiap petak contoh
penelitian dilakukan pengamatan jenis dan dihitung jumlah
individu untuk masing-masing jenis. Pencatatan jenis vegetasi
ini dilakukan untuk menentukan Nilai Indeks Penting untuk
setiap jenis vegetasi yang ada pada petak contoh penelitian.
-
Pengambilan
data
potensi
vegetasi
dilakukan
dengan
menimbang semua vegetasi dalam petak contoh yang telah
ditebas. Penimbangan dilakukan untuk semua vegetasi yang
terdapat pada petak contoh, sehingga didapatkan data potensi
vegetasi dalam satuan kglpetak contoh kemudian dikonversi
menjadi torha.
-
Pengambilan data kadar air bahan bakar dilakukan dengan
mengambil vegetasi (bahan bakar) sesaat sebelum dilakukan
kegiatan pembakaran. Vegetasi tersebut diambil sebanyak 25
gram kemudian diukur kadar airnya dengan dipanaskan pada
suhu 105 OC selama 24 jam (Singh, 1991). Setelah 24 jam,
contoh vegetasi tersebut ditimbang dan dihitung kadar airnya
dengan menggunakan formula :
Kadar air =
berat basah-berat kering
x 100 %
Berat basah
3.5.2. Metode Pengambilan Data Fisik Lingkungan
Data
fisik lingkungan yang diambil pada penelitian ini
meliputi suhu permukaan, arah dan kecepatan angin, serta
kelembaban.
Pengukuran kondisi fisik lingkungan ini dilakukan
dengan menggunakan alat yaitu thermometer, anemometer mini, serta
barometer. Pada kondisi fisik lingkungan dengan ketinggian diatas
permukaan, data diperoleh dari BMG dan satelit.
.
3.5.3. Metode Pengambilan Data Sekunder
Data Sekunder yang diperlukan pada penelitian ini meliputi
citra Landsat ETM-7 untuk kecamatan Nangapinoh dan kecamatan
Belimbing, komponen vertikal meteorologi, serta citra satelit NOAA.
Citra Landsat ETM-7 diperoleh dengan membeli citra tersebut dari
TRAFFIC untuk kemudian dilakukan pengolahan lebih lanjut.
Pengolahan citra Landsat ETM-7 ini dilakukan untuk mendapat data
luas areal berdasarkan komposisi vegetasi, sehingga dapat dihasilkan
peta bahan bakar.
Data mengenai komponen vertikal meteorologi diperoleh dari
BMG stasiun Nanga Pinoh dipadukan dengan data dari satelit. Citra
satelit NOAA diperoleh dari hasil olahan JICA untuk mengetahui
lokasi penyebaran titik panas (hot spot).
3.6.
Analisis Data
3.6.1. Citra satelit Landsat ETM-7
Proses analisis digital citra satelit Landsat ETM-7 secara
umum dilakukan dengan menggunakan software er-mapper 5.5.
Proses Analisis citra ini secara umum dibedakan menjadi 3 tahap,
yaitu
pengolahan
awal
(pre-processing), pengolahan
citra
(processing) dan evaluasi akhir.
a. Pengolahan Awal (pre-processing)
Pengolahan awal citra dilakukan dengan melakukan
koreksi distorsi, yaitu dengan melakukan koreksi geometric
(rektifikasi), sehingga data citra akan memiliki proyeksi yang
sama dengan proyeksi peta.
Tahapan yang dilakukan dalam
melakukan koreksi geometri ini adalah dengan pernilihan titiktitik control di lapangan (ground control point). Fasilitas dalam
software er-mapper, memungkinkan untuk mengambil 4 titik
kontrol pada ujung-ujung citra kemudian secara langsung
menghitung RMSE (Root Mean Square Error), sehingga
langsung diketahui jarak pergeseran yang terjadi.
Koreksi
geometrik dilakukan dengan menggunakan system koordinat
Universal Transverse Mercator (UTM), datum Worlds Global
System (WGS) 84 dan zone 49 (South).
b. Pengolahan Citra (processing)
Pengolahan citra dilakukan untuk mendapatkan informasi
maksimal yang diinginkan dari citra tersebut. Pengolahan citra
Landsat
ETM-7 diawali dengan pernilihan areal contoh
berdasarkan peta digital dan data vektor yang tersedia untuk
kecamatan Nanga Pinoh dan kecamatan Belimbing. Berdasarkan
luasan areal tersebut kemudian dilakukan pemotongan citra sesuai
dengan wilayah penelitian, dalam ha1 ini adalah kecamatan Nanga
Pinoh dan kecarnatan Belimbing.
Pada citra yang telah dipotong kemudian dilakukan
pengklasifkasian
dengan
menggunakan
likelihood dengan menggunakan 8 kelas.
metode
maximum
Metode maximum
likelihood ini akan mengelompokkan pixel yang belum diketahui
identitasnya berdasarkan vektor rerata dan matrik ragam-peragam
dari setiap pola spektral kelas informasi.
Tabel 5. Pengklasifian citra berdasarkan 8 kelas
c. Evaluasi Hasil
Evaluasi hasil dilakukan untuk melihat kesesuaian antara
hasil pengolahan citra yang telah dilakukan dengan hasil
pengecekan lapangan. Berdasarkan hasil pengecekan lapangan
(ground truth), tanah terbuka yang ada berupa kampung dan areal
yang bekas terbakar. Kebun yang terdapat di wilayah kecamatan
Nangapinoh dan Belimbing merupakan gabungan antara ladang
penduduk dan perkebunan swasta. Pada ladang penduduk tersebut
sebagian besar mempunyai tipe vegetasi alang-alang dan semak.
Hasil pengecekan lapangan ini digunakan sebagai dasar untuk
melakukan revisi pengolahan citra.
Berdasarkan hasil pengecekan lapangan ini kemudian
dilakukan pembuatan peta kelas penggunaan lahan. Pembuatan
peta kelas penggunaan lahan dilakukan dengan mengirimkan hasil
pengolahan citra ke software Arc-view 3.1 untuk pembuatan peta
penggunaan lahan serta perhitungan luas untuk masing-masing
kelas penggunaan lahan yang dibuat.
3.6.2.
Keragaman Jenis Vegetasi
Analisis keragaman jenis
vegetasi dilakukan
dengan
menghitung nilai INP untuk masing-masing jenis vegetasi yang ada di
petak contoh. Perhitungan INP pada petak contoh dilakukan dengan
menjumlahkan nilai FR dan KR. Hal ini karena komunitas vegetasi
yang terdapat pada petak contoh adalah tumbuhan bawah dan semai,
sehingga tidak dilakukan perhitungan nilai DR. Perhitungan nilai INP
dilakukan dengan menggunakan formula sebagai berikut (Kusmana,
1995) :
INP = Frekuensi Relatif (RF) + Kerapatan Relatif (RF)
Frekuensi Relatif (FR) dihitung dengan formula :
Frekuensi suatu spesies
FR = Frekuensi seluruh spesies X 100 %
Frekuensi suatu spesies dihitung dengan formula :
F=
E Sub petak ditemukan spesies
C. Seluruh sub petak
Kerapatan Relatif (KF) dihitung dengan formula :
I
I
KR =
Kerapatan suatu spesies
Kerapatan seluruh spesies X 100 %
Kerapatan suatu spesies dihitung dengan formula :
/
1
I
K=
C individu suatu spesies
Luas petak contoh
Hasil perhitungan nilai INP ini akan memberikan gambaran mengenai
keanekaragaman jenis vegetasi yang terdapat di dalam petak contoh.
3.6.2.
Potensi Asap
Analisis potensi gas rumah kaca yang dihasilkan dari kegiatan
pembakaran biomassa dilakukan berdasarkan hasil analisis kandungan
asap. Hasil analisis asap tersebut akan memberikan hasil berupa
besaran emisi untuk setiap gas rumah kaca yang dianalisis (CO, C02,
N 2 0 d m CH4) yang dihasilkan oleh masing-masing petak contoh
penelitian. Hasil perhitungan potensi asap ini akan digunakan sebagai
input untuk pembangkitan model penduga potensi asap serta model
dispersi asap tersebut.
Analisis statistik yang digunakan untuk melihat tingkat beda
nyata antara potensi asap yang dihasilkan pada masing-masing petak
contoh penelitian dengan tingkat pengeringan dan tipe vegetasi yang
berbeda dilakukan dengan menggunakan uji t. Uji t dilakukan untuk
masing-masing komponen gas ruang kaca dan total produksi asap
(Steel dan Torrie 1993 , Walpole 1995).
3.6.3.
Model Penduga Potensi Asap
Model
penduga
potensi
menginteraksikan variabel-variabel
asap
dibangkitkan
lingkungan yang
dengan
dianggap
berpengaruh terhadap produksi asap pada kegiatan pembakaran
biomassa. Variabel-variabel lingkungan tersebut meliputi faktor fisik
dan biologi serta sosial. Variabel - variabel yang digunakan dalam
pembangkitan model penduga potensi asap ini adalah jenis bahan
bakar, potensi bahan bakar, kadar air bahan bakar, suhu dan
kelembaban permukaan serta arah dan kecepatan angin yang bertiup
saat dilakukan pembakaran. Variabel sosial yang meliputi luasan
areal yang dibakar oleh penduduk dalam 1 hari serta kebiasaan
penduduk
dalam
melakukan
penyiapan
lahan,
juga
akan
diinteraksikan dalam model. Bagan alir model pendugaan potensi gas
yang dihasilkan dari pembakaran biomassa disajikan pada Gambar 6.
Model
penduga
potensi
asap
dibangun
dengan
menggabungkan metode perhitungan Seiler dan Crutzen dengan hasil
perhitungan Emisi Rasio lapangan. Formula yang digunakan dalam
perhitungan Emisi Rasio adalah (Levine, 1999):
Dimana
AX
= X*
- X dan A C 0 2 = CO* - C02
Keterangan : X*
= konsentrasi gas yang diemisikan dari pembakaran
X
= konsentrasi gas ambient
C02* = konsentrasi COz yang di
POLA DISPERSI ASAP DARI
PEMBAKARAN BIOMASSA
Oleh :
ARITTA
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002
MODEL PENDUGA POTENSI DAN
,MODEL PENDUGA POTENSI DAN POLA DISPERSI ASAP
DARI PEMBAK4RAN BIOMASSA
ABSTRAK
Pembakaran biomassa merupakan slah satu aktivitas manusia yang
mengakibatkan terjadinya peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Gasgas rumah kaca tersebut akan bergabung dengan elemen lain dalam asap dan akan
terdispersi oleh angin sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas
lingkungan. Berkaitan dengan ha1 tersebut, sangat penting untuk mengetahui potensi
serta pola penyebaran asap yang dihasilkan dari kegiatan pembakaran biomassa
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membangun model potensi serta pola dispersi
asap yang dihasilkan dari kegiatan pembakaran bimassa.
Model potensi asap
dibangun dengan menginteraksikan seluruh variabel fisik bahan bahan bakar dan
veriabel lingkungan dengan produksi asap yang dihasilkan dari kegiatan pembakaran
biomassa
Model dispersi asap dibangun dengan menggunakan LADM
(Langrangian Atmospheric Dispersion Model)..
Model ini akan menggunakan
seluruh variabel meteorology dengan hasil emisi sumber.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan bakar dengan kadar air yang lebih
tinggi menghasilkan komponen gas rumah kaca dalam asap yang lebih tinggi. Kadar
air bahan bakar tersebut dipengaruhi oleh suhu, kelembaban serta lama waktu
pengeringan. Hasil dari bangkitan model dispersi asap menunjukkan bahwa asap
bergerak kea rah selatan dan timur searah dengan arah angin. Konsentrasi asap di
permukaan yang terbesar terjadi pada jam 07.00 waktu setempat pada grid 25.2 ; 24.7
sebesar 352.97 ppb. Hal ini merekomendasikan bahwa pada waktu tesebut penduduk
hams menggunakan masker dengan lebih baik pada saat melakukan aktivitas di luar
ruangan.
Kata kunci: Pembakaran BIomassa, bahan bakar, asap, potensi, dispersi
SMOKE POTENTIAL AND DISPERSION MODELS FROM
BIOMASS BURNING
ABSTRACT
Biomass burning is one of the people's activities that increases the
concentration greenhouse gasses in the atmosphere.
These gasses with other
elements in the smoke will be dispersed by wind and cause the degradation of
environment and health quality. Due to this reason it is important to know about
smoke production and smoke dispersion fiom biomass burning. The objectives of
this research were to build smoke potential model and smoke dispersion model from
biomass burning. Smoke potential model was built by corelate the &el physical
variables and environmental variables with the smoke that was produced by biomass
burning. Smoke dispersion model was built using LADM (Langrangian Atmospheric
Dispersion Model). This model uses all meteorological variables with smoke from
the sources.
The result of this research shows that fuel moisture content contributes most
to smoke production. Fuel moisture content was influenced by drying process,
temperature, and he1 relative humidity. The result of smoke dispersion model shows
that smoke blows to south and east the same as the wind direction. The pig
concentration of the smoke happened at 07.00 am at grid 25.2 ; 24.7 with 352.97 ppb
concentration. It is recommended that at this time people must use masker to do their
outer activity.
Keywords: Biomass burning, fuels, smoke, potential, dispersion
SURAT PERNYATAAN
Penulis yang bertandatangan dibawah ini :
Nama
:
Aritta
NRP
: P 10500033
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Menyatakan bahwa karya ilmiah ini merupakan hasil karya
sendiri dan belum pernah dipublikaslkan oleh pihak manapun
sebelumnya.
Demikian swat pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Bogor, 18 November 2002
ARITTA
Penulis
MODEL PENDUGA POTENSI DAN
POLA DISPERSI ASAP DARI
PEMBAKARAN BIOMASSA
ARITTA
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Master Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002
Judul Thesis
:
Nama
:
:
:
NRP
Program Studi
Model Penduga Potensi dan Pola Dispersi Asap dari
Pembakaran Biomassa
Aritta
P 10500033
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Menyetujui,
1.
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S
Ketua
Dr. Ir. Bambann Hero Sahard-io. M.Anr
Anggota
Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi
3. Direktur Program Pascasarjana
Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan
A
-
Prof Dr. Ir. M. Sri Saeni, M.S
Tanggal lulus : 23 Oktober 2002
c
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Blitar pada tanggal 22 Juni 1976 sebagai anak bungsu
dari 3 bersaudara dari pasangan Soewarno dan Ismiatun. Tahun 1994 penulis lulus
dari SMA Negeri 1 Blitar dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur
USMI.
Penulis menempuh pendidikan sarjana di Jurusan Teknologi Hasil Hutan,
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan
lulus pada tahun 1999.
Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Master Pada Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan di Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun
2000.
Selama menempuh kuliah penulis aktif mengikuti berbagai seminar dan
pelatihan, baik yang diselenggarakan di lingkungan kampus maupun di luar kampus,
pada bidang yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Thesis hi.
Pada kesempatan ini penulis juga meyampaikan ucapan terirna kasih yang
sebesar-besamya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS, Dr. Ir. Bambang Hero Sahardjo, M.Agr dan
Dr. Ir. Ridwan Djamaluddin, M.Sc selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan dan masukan selama penelitian berlangsung hingga
tersusunnya thesis ini.
2. Dr. Ir. Rizaldi Boer, M.Sc sebagai penguji tamu yang banyak membantu
dalam penyempurnaan thesis hi.
3. Izzat Faharidy, M.Sc selaku kepala Lab. TISDA, BPPT Jakarta beserta
seluruh staf, khususnya Marina Frederic, M.Sc yang telah memberikan
fasilitas pengolahan data digital selama pelaksanaan penelitian.
4. Dr. Ir. Mezak A Rataq, APU dan Ir. Bambang Iswanto M.Si di Laboratorium
Iklim, LAPAN Bandung yang telah memberikan bantuan fasilitas pengolahan
model dispersi asap dengan menggunakan program LADM.
5. Dr. Shigeto Sudo, dari NIAES, Tsukuba University, Jepang, yang telah
memberikan bantuan dalam analisa contoh asap hasil pembakaran biomassa.
6. Dr. Saeri Sugiman, sebagai Dekan Fakultas Pertanian, Universitas
Tanjungpura dan Dr. Gusti Anshari sebagai Kepala Lab. Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Tanjungpura, yang telah memberikan fasilitas selama di
lapangan.
7. Seluruh staf Lab. Kebakaran Hutan dan Lahan, Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor, yang telah memberikan bantuan peralatan pengambilan
contoh asap dan data fisik lapangan.
8. Ayah, Mama dan Kakak-kakak yang telah memberikan bantuan moral dan
material selama penulis menempuh studi dan menyelesaikan thesis.
9. Guswanto Ssi, Medy Santoso S.Hut, Dedi Agustisna, Sally atas bantuan yang
diberikan.
10. Atik, Erna dan Arief atas dukungan yang diberikan.
11. Semua rekan dan teman-teman yang telah memberikan bantuan moral
sehingga penelitian dan penulisan thesis ini dapat terselesaikan.
Pada akhirnya penulis berharap bahwa tulisan ini dapat bermanfaat bagi
pihak-pihak yang memerlukannya.
Bogor, 18 November 2002
Penulis
DAFTAR IS1
ABSTRAK
PRAKATA
RIWAYAT HIDUP
SURAT PERNYATAAN
DAFTAR IS1
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Halaman
.
I PENDAHULUAN
.................................................................................................
1 . 1 . Latar Belakang ...............................................................................................1
1.2. Perumusan Masalah .......................................................................................
5
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................................... 6
1.4. Kerangka Pemikiran ......................................................................................
11. TINJAUAN PUSTAKA
6
.......................................................................................
2.1. Kebakaran Hutan ...........................................................................................
9
2.2. Biomass burning ..........................................................................................
1 1.
2.3. Asap .............................................................................................................
12
2.4. Penginderaan Jauh ....................................................................................
16
2.5. Model Pendugaan Potensi Asap ................................................................... 17
2.6. Model Dispersi Langrangian ...................................................................... 18
3. 1 . Waktu dan Lokasi Penelitian ....................................................................... 20
3.2. Variabel yang Diamati ................................................................................22
3.3. Bahandan Alat ............................................................................................
23
3.4. Metode Pengambilan Contoh ......................................................................
24
3.4.1. Metode Pengambilan Contoh Vegetasi ................................................ 24
3.4.2. Metode Pengambilan Contoh Asap ...................................................... 25
3.5. Metode Pengambilan Data ........................................................................... 26
3.5.1. Metode Pengambilan Data Vegetasi .................................................... 26
3 S.2. Metode Pengambilan Data Fisik Lingkungan....................................... 27
3 S.3. Metode Pengambilan Data Sekunder ................................................... 27
..
3.6. Analisis Data................................................................................................ 28
3 .6.1. Citra satelit TM-7 ................................................................................ 28
3.6.2. Keragaman Jenis Vegetasi ................................................................... 31
3.6.2. Potensi Asap ........................................................................................32
3.6.3. Model Penduga Potensi Asap ............................................................. -32
3.6.4. Model Dispersi Asap ..........................................................................
.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
-35
..........................................................................
4.1. Hasil ............................................................................................................ 37
4.1.1. Hasil Pengolahan Data Citra TM-7, Data Vegetasi dan Data Potensi
Asap sebagai Variabel Penyusun Model Penduga Potensi Asap .......... 37
4.1.2. Model Penduga Potensi Asap .............................................................. 54
4.1.3. Modd Dispersi Asap .......................................................................... -62
4.2. Pembahasan ................................................................................................ -67
4.2.1. Model Penduga Potensi Asap ..............................................................67
4.2.2. Model Dispersi Asap .......................................................................... -74
.
............................................................................
V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ................................................................................................. -78
5.2. Saran............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
79
DAFTAR TABEL
No
Teks
Haiaman
1. Kerugian yang ditimbulkan dari asap dan kebakaran hutan di
Indonesia pada tahun 1997.................................................................... 3
2. Emisi gas dan partikel dari kebakaran hutan hutan di Kalimantan dan Sumatra
pada tahun 1997 (total area yang terbakar = 45.600 krn2) ................................. 14
3. Emisi gas-gas dan partikel : Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia serta sumur
minyak di Kuwait ................................................................................. 15
4 . Daflar waktu pengambilan contoh asap untuk setiap petak contoh
dan fase pembakaran .....................................................................................
25
5. Pengklasifian citra berdasarkan 8 kelas................................................... 29
6. Luasan areal berdasarkan kelas penggunaan lahan di kecamatan
Nangapinoh ..................................................................................
-38
7. Hasil analisis vegetasi pada plot contoh alang-alang...................................... 42
8. Hasil analisis vegetasi pada plot contoh semak ......................................... 42
9. Frekuensi relatif klas (Raun Kaier 1934 dalam Kusmana 1995) ......................46
10. Hasil pengukuran potensi biomassa pada masing-masing tipe lahan.................47
11. Kadar air bahan bakar rata .
rata untuk setiap tipe vegetasi .......................... 48
13. Standar pencemaran udara dengan sumber asap dari kebakaran
hutan dan lahan berdasarkan Keputusan Kepala Bapedal
No Kepl07/kabapedaV 1If1997 ......................................................-76
DAFTAR GAMBAR
No
Teks
Halaman
1 . Kerangka pemikiran model pendugaan potensi dan pola penyebaran
asap dari pembakaran biomass .......................................................................... 8
2. Fase penyalaan api (Jhansen, 1985 dalam DeBano et al. 1998) ......................... 10
3. Penyebaran asap dari kebakaran hutan dan lahan di Indonesia bulan Septemberpertengahan November 1997 (Glover dan Jessup. 1999) .................................... 15
4. Peta Kabupaten Sintang. Kalimantan Barat ........................................................ 21 .
5 . Peta Lokasi Penelitian ................................................................. -21
6. Bagan alir model penduga potensi gas yang dihasilkan dari pembakaran .
Biomassa ..........................................................................................................
-37
7. Hasil pengolahan citra landsat TM-7 dengan menggunakan metode klasifikasi
maximum likelihood ......................................................................................... -40
9. Sebaran titik panas di Sumatra dan Kalimantan berdasarkan hasil pantauan citra
satelit NOAA'14 tanggal 1 1 Mei 200 1 ............................................................... 41
10. Lokasi petak contoh penelitian yang didominasi oleh semak dan alang-alang ....43
1 1 . Lokasi peletakan petak contoh (A) Lokasi petak contoh untuk alang-alang
(B) Lokasi pet& contoh untuk semak ...............................................................
-44
12. Grafik potensi gas rumah kaca dan total gas dari pembakaran biomassa ............50
13. Grafik hubungan luas areal terbakar dan produksi gas N20 pada alang-alang ...56
14. Grafik hubungan luas areal terbakar dan produksi gas C& pada alang-alang ....57
15. Grafik hubungan luas areal terbakar dan produksi gas CO pada alang-alang...... 57
16. Grafik hubungan luas areal terbakar dan produksi gas C02 pada alang-alang ....58
17. Grafik hubungan h a s areal terbakar dan produksi gas N20 pada semak ............59
18. Grafik hubungan luas areal terbakar dan produksi gas C& pada semak ............ 60
19. Grafik hubungan luas areal terbakar dan produksi gas CO pada semak ............ 60
20. Grafik hubungan luas areal terbakar dan produksi gas C02pada semak ..........61
21 . Sebaran konsentrasi asap terbesar pada model hari ke 2 .................................. 63
22. Model dispersi asap pada hari ke 2 jam 00.00 waktu setempat......................... 64
23. Model dispersi asap pada hari ke 2 jam 07.00 waktu setempat ......................... 65
24. Model dispersi asap pada hari ke 2 jam 12.00 waktu setempat............. . A .........65
25. Model dispersi asap pada hari ke 2 jam 18.00 waktu setempat......................... 66
26. Model dispersi asap pada hari ke 3 jam 00.00 waktu setempat......................... 66
Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki luas hutan
hingga mencapai 147 juta h e k (Statistik Kehutanan, 1998).
hutan Indonesia mew*
Keberadaan
kekayaan tidak hanya bagi Indonesia tetapi juga
dunia, sehingga hutan Indonesia sempat menjadi simbol bagi paru-paru dunia.
Rusaknya hutan di Indonesia d i i g a p akan mempercepat terjadinya perusakan
lapisan omn yang sangat b e r W y a bagi kelangsungan hidup umat manusia.
Perkembangan jumlah penduduk Indonesia yang sangat pesat telah
mendorong meningkatnya kebutuhan lahaa Kebutuhan lahan ini diperlukan
untuk pemdm, pertanian, perkebunan ataupun peruntukan lain, Pemenuhan
kebutuhan akan lahan ini sebagian besar dipenuhi dengan pembukaan hutan.
Kegiatan pembukaan lahan dilakukan dengan menggunakan berbagai macam
cara, dan salah satunya adalah dengan menggunakan api. Api merupakan alat
yang paling mudah, murah dan cepat dalam melakukan kegiatan pembukaan
lahan.
Kegiatan pembukaan lahan dengan metode pembakaran biomassa atau
"biomass burning" merupakan kegiatan yang dilakukan pada persiapan awal
untuk laban pertanian atau perkebunan
Tujuan dari kegiatan pembakaran
biomassa ini adalah untuk mendapatkan tPrnah yang lebih baik dengan limpahan
a h serta mtuk menghihgkan hama dan penyakit.
Satu ha1 yang hams
menjadi perhatian dalah Wwa kegiatan pembakaran biomassa yang tidak
disertai dengan pengvasaan teknik pembakaran, akan mengakibatkan terjadinya
penyebaran api pada daerah lain. Pengetahuan mengenai api ini telah dimiliki
oleh msyatakat dan merupakan salah satu bagian dari k e a r h mereka.
Semakin banyak manusia yang melakukan kegiatan pembakaran biomassa
untuk membuka lahan, mengakibatkan penggunaan&k
tersebut tidak lagi
dilakukan Hasilnya adalah api dari pembakaran biomassa tersebut rhenyebar
dan masuk ke &lam kawasan hutan sekunder sehingga sulit untuk dipAsap mempdcm produk terbesar yang dihasilkan oleh kegiatan *
pembakaran biomassa.
Pembakaran b i i m yang dilakukan tanpa
pengeringan bahan bakar mengak~btkanterjadinya peningkatan produksi asap
yang tebal dan sangat merugikan Kandungan gas-gas dan partikel halus yang
terdapat rtaEam asap akan ~llEasukke dalam paru-paru dan bedampak negatif
pa& saluran pemafhsan. Berdararkan data perhitungan yang dilakukan oleh
Glover dan 3essup (1999), total kerugian yang ditimbulkan oleh kebakarari
hutan dan hkm tahun 1997 adalah sebesar US $ 4.085,25 juta. Biaya yang
hams dikehuthn mtuk k e s e b (sebagai akibat dari adanya asap kebakivan
di wilayah Sumatra dan IWmmtan dengan luas area yang terbakar 4,56 juta
ha) adalah sehesar US $924.00 juta atau setara dengan 9.240.000,000.000,-
rupiah
(tieqp kurs 1 US $ = Rp 10.000,-). Angka ini akan semakin besar
apabila kebakaran tersebut terjadi dafam waktu yang lebii lama.
Tabel 1. Kerugiau yang ditirnbulkan dari asap dan kebakaran hutan di
Indonesia pada tahun 1997
Drrmpsk
Nilai Ekonomi
(dalam US % juta)
1. DamPakAsap
Sub tctd dampdr pathi~W-
T d mtai danrpaR
87.89
4,085.25
sumber : Glaver b Ji.%up, 1999
Asap yang dihasilltan pada kebakaran hutan di Indonesia pada tahun
1997/1998 memiliki potensi yang cukup tinggi. Hal ini dikaremkan jumlah
biomassa yang terbakar dalam jwnlah besar dengan kadcteristik tertentu
sehingga asap yang dihasiian cukup besar.
Adanya pengatuh angin dan
*
pedxxkm tekanan udara m e n i m b u h suatu kondisi atmosfer tertentu yang
mengakibatkan asap tersebut dapat terdispersi sampai jauh.
Upaya untuk meminimdisasi asap dari kegiatan pembakaran biomassa
telah dilakukan oleh beberapa pibak. Hal ini sebagai salah s a h cara untuk
meminimdisai & i t dari bahaya asap tersebut. Upaya ini @at pula dilakukan
dengan betik apabila didulmng dengan suatu model penduga yang dapat
digunakan untuk mesqedcirakan potensi asap yang timbul serta arah
penyebaran asap dari kegistsn pembakaran biomassa tersebut. Melalui model '
tersebut m k a akan dapat dipd&hn areal-areal yang terkena dampak asap
beserta konsentminya apabila pembakaran biomassa dilakukan di suatu ternpat,
sehingga dapat diambil tindakan-tindakan untuk meminimalisasi dampak
tersebut.
Pada'penelitian ini model penduga untuk mengetahui potensi asap y a q
d i i i
dari
kegiatan
pembakaran
bio-
d
i dengan
menitikberatkan kegiatan pada pembakarau biomassa di areal yang berupa
padang a h g - a h g dan semak. Pemilihan lokasi dilakukan berdasarkan hasil
pantauan dari citra satelit NOAA yang memberikan gambaran bahwa sebagian
besar dari l o h i pembakaran biomassa dilrrkukan pada lokasi yang sama dari
tahun ke tahun.
Pembakaran secara berkaia ini mengakibatkan terjadinya
perubahan komposisi vegetasi, sehingga yang hidup hanya berupa rumputrump-
(aIang-alang) dan selnak.
Kegiatan pembakaran biomassa yang terjadi di Indonesia merupakan
suatu kegiatan yang tejadi secara turun menunm pada masyarakat tertentu
sebetgai upaya untuk melakukan kegiatan penyiapan lahan permian.
Banyaknya m a s y h t yang melakukan kegiatan pembakaran biomassa
mengakibatkau semakin meningkatnya emisi asap yang dihasilkan. Elnisi asap
yang d k i b dalam jumlah yang melebihi ambang batas, akan sangat
berbahaya bagi kesehatan masyarakat itu sendiri.
Asap yang dihasilkan dari pembakaran biomassa mempunyai potensi
yang cukup tinggi yang dapat mengganggu kesebatan m u s i a .
Adanya
pengaruh dari W o r meteorologi mengakibatkan asap tersebut menyebar
dengan menghti pola tertentu.
Potensi asap yang dihasilkan serta pola
penyekmuya sangat bergantung pada karakteristik biomassa yang terbakar,
kondisi fisik saat pembalrsran dan kondisi meteorologi. Permadahan yang
ingin dijawabpadzt penelitian ini adalah :
1. Bagaimma model penduga untuk memgerkirakan potensi asap yang
dihasilkan dari kegiatan pembakaran biomassa ?
2. Bagahma pola penyebaran asap dari kegiatan pembakaran biomassa,
bedasarkan konsentrasi gas -gas yang ada di dalamnya ?
'
1.3.
Tnjuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah:
1.
Membuat model penduga potensi asap yang dihasilkan dari
kegiatan pembakaran biomassa.
2.
Membuat pola penyebaran asap beserta gas-gas yang berasal dari
kegiatan pembakaran biomassa
1.3.2. Manf't Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menghasillcan suatu
model penduga potensi asap yang timbul dari kegiatan pembakrtran
biomassa serta pola penyebaraunya.
Model peduga potensi dan
penyebaran asap dari kegiatan pembakaran biomassa ini selanjutnya
dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam
melakukan tidakan pengendalian kabakaran lahan, sehingga dapat
ditentukm alternatif-alternatif pengendalian yang akan dilakukan.
1.4. Kerangka Pemikiran
Model penduga potensi dan pola dispersi asap dari pembakaran
biomassa merupakan suatu model yang dibangun dengan bedasarkan pada
intenhi antara potensi bahan bakar yang tedmlcar dengan kondisi fisik
lingkungan pada saat terjadinya pembsrkaran Model penduga potensi asap
dibangkitkan dengan melakukan p
e
w emisi asap yang terjadi kemudian
diinteraksikan dengan varbbel vegetasi dan variabel fisik lingkmgan lain yang
mewakili. Kdersediaan data meteorologi akan ma-
untuk rnenentukan
pola dispersi asap yang terjadi. Peta penyebaran asap dibuat bedasarkan pola
dispersi asap serta data konsentrasi terbesar asap yang dibangkitkan dari model
dispersi. Keraqka pemikiran penelitian secara lengkap dapat dilihat pada
Gambar 1
Citra Landsat ETM-7
b
Potensi biomassa per jenis
+
Pernetaan biomassa
4
Pengambilan contoh
asap (emisi)
Model pendngaan potensi asap
I
Data meteorologi
Gambarl.
b
4
Citra NOAA
Keratlgka pemikiran model pndugaan potensi dan poia
penyebaran asap dari pembakarm biomassa.
11. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan didefinisikan sebagai kejadian kebakaran yang tidak
t e m p dan menyebar secara bebas yang mengkonsumsi bahan bakar di hutan,
misal gambut, nunput-rumputan, semak belukar dan pohon (Crutzeq 1998).
Sifat kebakaran hutan yang tidak t e m p dan dapat menyebar dengan bebas
akan sangat berpengaruh d a b penentuan suatu kejadian kebakaran yang
terjadi.
Kejadian kebakaran hutan secara umum &an sangat memungkinkan
terjadinya wildfire ( k e b a k m liar) yang sangat sulit untuk dikendalikan karena
api akan menjalar dan mengkonsumsi bahan bakar dengan kadar air yang
rendah terlebih dahulu.
Menurut DeBano et al., (1998), proses terjadinya kebakaran pada kasus
kebakaran hutan (serta pembsakaran pada umumnya) merupakan suatu rangkaian
dari proses Combustion (pembakaran) yang terdiri dari 4 h e . Fase pertarna
adalah fase pemanasan bahan bakar yang dikenal dengan ignition (pemanasan).
Fase ini merupakan tabap pemanasan bahan bakar hingga mencapai pada titik
penyalaan.
Fernanasan dapat dilakukan melalui proses konduksi yang
mernindabkan panas dari molekul yang satu ke molekul yang lain. Proses
konduksi pada kasus kebakaran hutan ini sangat kecil kemungkinan terjadinya,
karena pohon bukan merupakan suatu konduktor yang baik. Proses pemanasan
yang kedua yaitu konveksi. Proses ini berjalan dengan cara meningkatkan suhu
dari pohon atau bahan bakar melalui pemanasan dari kondisi udara sekitar
bahan bakar tersebut.- Proses yang icetiga yaitu d h s i yang mmpkan
trausmisi p a s dari sinar matahmi sehhgga mmahuap air kreluar dari bahan
b & r d a n ~ s l i r b a h m b r l k a r m e n j a d i k k u r a n g . Faseymgkdwdari
proses combustion ~ ~ a m i (pyalam).
n g
FImning mm@m fase utma
dari co-n
yang m e ~ ~ p i k abna g h paling s p e h h i h dari kebakamn.
Pads h e flaming ini api melalnzlran dua keghatan seMgus, yaitu dmgm
membalEar b a l m bakar dengan k a h air minimum serta melakukan proses
k u d u k s i ~ ~ ~ ~ y a n g a d a d i d e p a n n y a s e ~
mmqai titik pnyalaan. Fase ketiga Ilrlsltah smoldkring (pembmm), dhma
~ ~ i n i ~ i b e r u b a h m e n j ~ h ~ m e r s ~ ~ k e ~ u r
~ b a h m b a % a r y a n g a d a d i ~ PadahesmIderinghiakm
ya
pro&
@@man)
yang berupa asap. Fase keemparC arlalah hse glowing
yaag merupaJEan fase temkhk dari comhtion, dimma q i mdah
t i d d ~ m t m p m y a i k ~ u f a u k ~ ~ ~ y a n g
&pump Pads fase ini api adah tidak memilild tenaga mtuk menyab hgi.
2.2. Biomass burning
Biomass burning adalah kegiatan pembakaran vegetasi hidup maupun
mati yang terdapat di permukaan bumi, termasuk padang nunput, hutan dan
lahanpert&
(Andrea dan Crutzen, 1990). Kegiatan pembakaran ini biasanya
mengikuti kegiatan pemanenan untuk persiapan pembersiahan lahan (land
clearing) dan penggunaan lahan (W use change). Pembakaran ini ditujukan
agar tidak ada lagi vegetasi lama yang tersisa yang dikawatirkan dapat
menghambat pertumbuhan vegetasi baru yang ditanam dalam pola monoculture
Opada perkebunan dan HTI). Selain itu juga untuk mengurangi tirnbulnya harna
dan penyakit, karena tanaman monoculture ini sangat rentan terhadap hama dan
penyakit (Andrea dan Crutzen, 1990)
hap
Asap merupakan bagian yang menjadi ciri khas dari terjadinya suatu
pembakaran (Whelan, 1995). Komponen asap merupakan hasil dari proses
pembakatan, tenrtama pada fase Smoldering (pembaraan). Terjadinya asap
pada suatu proses pembakaran timbul sebagai akibat dari adanya kadar air yang
cukup tinglTi pada bahan bakar serta kandungan kirnia yang terdapat pada bahan
bakar tersebut. Jenis bahan bakar dengan kandungan kimia yang berbeda akan
menghasiIkan asap yang berbeda Perbedaan asap terletak pada komponen gas-
gas dan partikel yang menyusun asap tersebut (Seiler dan Crutzen, 1980 dalarn
UNEP 1999).
Akibat yang ditimbulkan dari asap hasil dari proses pembakaran ini
sangat beragam.
Akibat terbesar dan terasa langsung adalah bahwa asap
tersebut sangat mengganggu kesehatan manusia Asap dengan kandungan gasgas dan partikel dapat masuk melalui saluran p e r n a . manusia dan
m e n i m b h berbagai macam penyakit.
Asap juga dapat menimbulkan
kerugian yang besar dalam hal material. Semakin pendeknya jarak pandang,
karena tertutup oieh kabut asap, telah mengakibatkan beberapa sarana
transportasi tidak dapat dioperasikaa Hal ini terjadi karena pihak pengelola
transportasi tersebut menghindari terjadinya kecelakaan yang lebih parah.
Dampak dari asap juga dirasakan dalam jangka panjang, dimana gas-gas yang
menyusun asap hasil pembakaran tersebut sebagian besar merupakan gas rumah
kaca. Peningkatan gas rumah kaca ini akan mengakibatkan pemanasan global
yang semakin cepat. (State Ministry fbr Environment of Indonesia dan UNDP,
1998).
Asap yang dihasilkan pada kasus kebakaran hutan tahun 1997 di
Kalhmtan dan Sumatra memberikan sumbangan emisi gas dan partikel, yang
terdapat dalam kandungan asap, yang cukup besar. Hasil perhitungan yang
dilakukan oleh UNEP pada tahun 1999 mengenai emisi yang dihasilkan pada
kebakaran tersebut dapat dilihat pa& Tabel 2.
Emisi gas-gas dan partikel yang dihasilkan dari kebakaran hutan yang
terjadi di wilayah Sumatra dm Kalimantan pada tahun 1997 telah
mengakibatkan terjadinya penyebaran asap hingga ke negara tetangga. Hal
yang patut menclapat perhatian adalah bahwa dari hasil perhitungan yang telah
dilakukan oleh Laursen et al., terhadap ernisi gas-gas dan partikel di surnursumur &yak
di Kuwait (daIam UNEP 1999), ternyata diketahui bahwa ernisi
asap yang dihasilkan dari kebakaran hutan di Indonesia pada bulan Agustus September 1997 lebih besar.
disajikan dalam Tabel 3.
Perbandingan mengenai kedua ha1 tersebut
Tabel 2. Emisi gas clan partikel dari kebakaran hutan hutan di K a h t a n dan
Sumatra pada tahun 1997 (total area yang terbakar = 45.600 h2)
Jenis Emisi
Jumlah Emisi (Juta metrik ton)
c02
NH3
CI4
NOx
0 3
'
TPM
A
9,234
F
T
P
A
F
T
P
A
F
T
P
A
F
T
P
A
F
T
P
0,942
31,067
32,794
0,010
0,012
2,563
2,585
0,030
0,035
1,780
1,845
0,023
0,027
5,848
5,898
0,177
0,2 13
6,710
7,100
A
F
T
P
0,046
0,547
15,561
16,154
Sumber :UNEP 1999
K e t q a n:
o Satam Emisi : Juta metric ton (Milion metric tons / Mt) C untuk CQ, CO dan
Mt N
untuk Ncat dan W; Mt 03 untuk Q; Mt pmikel. 1 juta metric ton = 1012 gram =1
a;
T=%ram, Tg-
o Total @c&e
o
metes matter (TPM) emisi rasio dinyatakan dalam satuan tonflciloton (ton
total partikel/kiioton bimasa atau &ambut yang terbakar).
(A = Emisi dwi kebakaran di lahan pertanian dan atau perkebunan, F = Emisi dari k m a n
hutan,P=Emisidarikebaka?.angambut,T=Emisitotd=A+F+P)
#
drtn partikel : K e h d a m hutan dm lahan di Indonesia
smta rmnrur minyak di Kuwait.
Jenis emisi
Keb&mat~hutan dm tahAn di
Summ minyak di
Tabel 3. Emisi gas-&
~ndormesia~
K&ramgn:
Gambar3.
~uwait'
Satuanemisi: Jutametricton(Mt)ClmtukC02,CO;
partikel; 1Mt = 10* gram = 1 Tagram, Tg.
---
h b di Indonesia
Noveanber 1997 (Glover dan
Benyebmn asap dari kebahm hutan dan
hh
Jessup, 1999)
Mtuntuk
2.4. Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh merupakan suatu istilah yang diperkenalkan pertama
kali di Amerika Serikat pada tabun 1990, yang merupakan istilah untuk kegiatan
pengumpulan data tentang obyek-obyek tanpa kontak secara Iangsung dengan
alat pengumpulnya (Howard, 1991). Penginderaan jauh ini dibedakan menjadi
2, yaitu penginderaan jauh satelit (data yang diperoleh berupa citra satelit) dan
penginderaan jauh sistem photo udara (data yang diperoleh berupa photo udara).
Penerapan sistem penginderaan jauh dalam pengelolaan sumberdaya
alam, khususnya untuk sumberdaya lahan dan hutan, telah banyak dilakukan.
Khusus untuk b u s kebakaran hutan dan lahan, teknik penginderaan jauh
banyak dimanfiiatkan untuk kegiatan monitoring.
Hal ini dikarenakan
kemudahan untukmendapatkan informasi tentang kondisi areal yang
bersangkutan sehingga kegiatan monitoring dapat dilakukan dengan lebih
mudah (Chuvieco, 2001). Produk citra satelit yang banyak digunakan dalam
kegiatan monitoring kebakaran hutan dan lahan di Indonesia diantaranya adalah
NOAA-AVRR, ETM, dan SPOT.
Masing-rnasing citra satelit tersebut
memberikan i n f o m i yang berbeda dan s a l i i melengkapi satu sama lain
2.5. Model Pendugaan Potensi Asap
Pendugaan potensi asap yang dihasilkan dari kebakaran hutan dan lahan
dilakukan dengan menggunakan hubungan matematika.
Perhitungan ini
mendcup hubungan secara matematik antara total biomasa yang terbakar clan
gas-gas serta partikel yang dihasilkan, sehingga dapat memberikan informasi
mengenai luas area yang terbakar, biomasa yang terbakar, biomasa yang hilang,
efisiensi pembakaran dan rasio emisi per jenis.
Menurut Seiler dan Crutzen
(1980) dakm UNEP (1999) fbrmula yang digunakan untuk perhhmgan emisi
gas dari hutan tropis dan gambut adalah :
M =. Total masa hutan atau gambut yang dikonsurnsi pada saat
pembakaran
A
= Area yang terbakar (km2)
B
=
Berat biomasa (tonfkm2)
E = Efisiensi pembakaran
2.6.
Model Dispersi Langrangim
(ikqptzngian fhwspk@-nk Dispersion
Model)
Pendekatan yang dilakukan dengan menggunakan model Lagrangian
untuk menentukan pola dispersi gas dari kegiatan pembakaran biomassa
dilakukan dengan menggunakan beberapa hitungan. Pada model Lagrangian ini
konsentrasi polutan yang diamati dihitung dengan mengikuti contoh yang
dianggap cukup,
yang
diambil pada
mernpertimbangkan sumber.
aliran gas tersebut,
dengan
Karena ukuran grid dari model tidak secara
langsung berpengaruh pada 'tracer trajectories', maka estimasi terhadap
konsentrasi polutan tidak terhlu bergantung pada ukuran sel. (Giirer dan
Georgopoulos, 2000).
LADM merupakan model yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu
medan angin mesoscale yang memprediksi variasi diurnal dari pola aliran
angin dm juga turbulensi pada banyak titik grid di atmosfkr dan sebuah model
dispersi partikel Lagrangian yang menggunakan angin dan turbulensi untuk
memprediksi lintasan partikel yang sebelumnya telah diemisikan dari
beberapa bkasi atau sumber. Deskripsi empat feature (cirri khas) utama dari
sistem per-
polusi udara ini adalah :
1.
Pergemkin polutan-polutan oleh angin.
2.
DifUsi turbulen (pelarutan) dari polutan-pow di udara.
Menurut Lamb (1980) dua buah definisi yang satu sama lain menjadi
basis dari persamaan-persmam difusi Lagrangian adalah :
o C(r,t)
E
m(r,t)N
Dimana m adalah jumlah partikel di dalam V pada waktu t
0P(ri,r2,r3,t
I r i a r ~ 3 0to),
=
lirn l/nC ~ n l ( 6 v ) ~
=
kerapatan peluang gabungan dari partikel-partikel untuk berada
pada titik-titik rl,rz,r3 pada waktu t dimana sebelumnya, pada
waktu to, partikel-partikel tersebut berada pada titik-titik
rl%r20,r30.
3.
Reaksi-reaksi kimiawi dari polutan.
4.
Prediksi untuk konsentrasi polutan di permukaan
Prediksi konsentrasi ini dilakukan dengan menggunakan prinsip asurnsi
rnarkov, konsistensi dengan teori sirnilkitas Kolmogorov, konsistensi
E u l h clan penerapan kondisi convective boundary layer yang telah
seluruhnya diterapkan dalam model hi.
III. METODE PENELITIAN
3. 1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kawasan hutan sekunder yang telah berubah
menjadi ladang penduduk di Kecamatan Nanga Pinoh, Kabupaten Sintang,
Propinsi Kalimantan Barat. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada pengamatan
terhadap citra NOAA 14 dan 16 pada bulan Januari 2001 sampai dengan
Agustus tahun 2001, yang menunjukkan bahwa salah satu areal yang sering
terbakar adalah di Kecamatan Nanga Pinoh, Kabupaten Sintang, Kalimantan
Barat. Lokasi penelitian terletak pada 111,84' BT dan 0,379' LS. Peta lokasi
penelitian secara lebih detail dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.
Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan (Juli - September 2001) untuk
analisis citra dan pengambilan contoh asap. Pengukuran terhadap kadar air
bahan bakar dilakukan di Laboratorium Tanah, Universitas Tanjungpura,
Pontianak. Analisis terhadap kandungan asap dilakukan selama 6 bulan
(September 2001- Maret 2002) di Laboratorium Green House Gas, NIAES,
Tsukuba, Jepang.
Pengolahan data digital dan pembangkitan model dispersi
asap dilakukan di laboratorium TISDA terpadu di BPPT Jakarta dan
laboratorium pemodelan iklim LAPAN Bandung.
3.2. Variabel yang Diamati
Pada penelitian ini variabel yang diamati berupa variabel fisik dan biologi
serta variabel sosial yang berpengaruh terhadap produksi asap hasil kegiatan
pembakaran biomassa serta penyebarannya.
Varibel-variabel tersebut
kemudian digunakan sebagai dasar untuk pembangkitan model penduga potensi
asap serta model dispersi asap hasil dari kegiatan pembakaran biomassa yang
dilakukan.
3.2.1. Variabel fisik lingkungan yang diamati adalah :
-
Suhu permukaan selama pengeringan bahan bakar dan pada saat
melakukan pembakaran.
-
Arah dan kecepatan angin yang bertiup melintasi lokasi penelitian
selama pengeringan bahan bakar dan pada saat pembakaran.
-
Kelembaban bahan bakar
-
Kadar air bahan bakar
3.2.2. Variabel biologi lingkungan yang diamati adalah :
3.2.3.
-
Potensi vegetasi pada plot contoh
-
Komposisi vegetasi pada plot contoh
Variabel sosial yang diamati adalah :
-
Pola tataguna lahan
-
Kebiasaan masyarakat dalam penyiapan lahan untuk pertanian
3.3. Bahan dan Alat
3.3.1. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
-
Vegetasi yang berada di lokasi kebun milik masyarakat yang
didorninansi oleh komunitas semak dan alang-alang.
-
Citra satelit Landsat ETM-7 tanggal 14 Mei 2001 untuk kawasan
kecamatan Nanga Pinoh, Belimbing dan sekitarnya.
-
Citra Satelit NOAA mengenai penyebaran titik panas dari bulan
Januari sampai Agustus 2001
-
Komponen vertikal meteorologi pada hari pembakaran yang
diperoleh dari BMG Nangapinoh dan satelit NCEP.
3.3.2. Alat -alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
-
Alat untuk mengolah citra digital yang meliputi seperangkat
komputer dengan software ermapper 5.5 dan Arc-View 3.1.
-
Alat pengukur potensi vegetasi yang berupa timbangan, dengan
menggunakan alat bantu parang untuk menebas vegetasi.
-
Alat pengukur kadar air vegetasi yang berupa timbangan serta
oven.
-
Alat pengambil contoh asap serta data fisik lingkungan yang
meliputi selang plastik, kabel tahan panas, data logger, pipa baja,
rotor penghisap, plastik contoh, alat injeksi, botol contoh,
barometer dan thermometer.
-
Model penduga potensi asap dilakukan dengan menggunakan
program Minitab 13 dan Excel dengan bantuan Cristal Ball.
-
Alat untuk pembangkit model dispersi asap yang meliputi satu
high performance computer dengan menggunakan program
LADM yang bekerja dalam Unix.
3.4.
Alat tulis dan alat hitung lainnya.
Metode Pengambilan Contoh
Pengambilan contoh dilakukan pada vegetasi dan asap hasil pembakaran
biomassa.
Contoh vegetasi yang diambil digunakan untuk mengetahui
keragaman jenis vegetasi pada setiap petak contoh penelitian, serta pengukuran
kadar air. Contoh asap digunakan untuk mengetahui kandungan gas rumah
kaca, beserta potensinya, yang terdapat dalam asap hasil pembakaran biomassa.
3.4.1.
Metode Pengambilan Contoh Vegetasi
Metode pengambilan contoh vegetasi diawali dengan peletakan
petak contoh yang dilakukan secara sdratiJied random sampling (acak
bertingkat), dengan membagi areal menjadi 2 kelas yaitu alang-alang
dan semak.
Pada masing-masing kelas diletakkan 3 petak contoh
dengan ukuran per petak adalah 5m x 5m untuk semak dan 3m x 3m
untuk alang-alang.
Pengambilan contoh vegetasi dilakukan untuk mengetahui nama
daerah dan nama latin untuk setiap jenis vegetasi pada setiap petak
contoh penelitian. Perhitungan ini akan digunakan dalam penentuan
nilai INP (Indeks Nilai Penting) tiap jenis. Pengarnbilan contoh untuk
penentuan kadar air dilakukan sesaat sebelum dilakukan pembakaran,
sehiigga diperoleh data kadar air sesaat sebelum pembakaran.
3.4.2. Metode Pengambilan Contoh Asap
Contoh asap diambil dengan membuat simulasi kebakaran pada
petak contoh yang telah dibuat sebelumnya. Pengambilan contoh asap
dilakukan pada setiap fase dari proses combustion, yaitu pada fase
flaming, smoldering dan glowing.
Pada tiap-tiap fase tersebut
dilakukan 3 kali pengambilan contoh asap pada waktu yang berbeda.
Contoh asap ini diambil dengan menggunakan rotor penghisap yang
dihubungkan dengan pipa baja kecil dan plastik sebagai tempat contoh
asap. Contoh asap dari plastik contoh ini kemudian diambil sebanyak
15 ml untuk setiap pengambilan dan dimasukkan ke dalam botol contoh
untuk kemudian dianalisis. Hasil analisis asap mengenai kandungan
dan potensinya akan membantu dalam pengolahan data selanjutnya.
Tabel 4.
Semak 3
Keterangan :
DaRar waktu pengambilan contoh asap untuk setiap petak
contoh dan fase pembakaran.
10-1' 11-3' 13-5'1 0-1' 11-3' 13-5' 10-1' 11-3' 13-5'
Alang-alang 1 = petak contoh alang-alang dengan pengeringan 1 hari
Alang-alang 2 = petak contoh alang-alang dengan pengeringan 2 hari
Alang-alang 3 = petak contoh alang-alang dengan pengeringan 3 hari
Semak 1
= petak contoh Semak dengan pengeringan 1 hari
= petak contoh Semak dengan pengeringan 2 hari
Semak 2
Semak 3
= petak contoh Semak dengan pengeringan 3 hari
1
Pada proses combustion ini juga dilakukan penghitungan terhadap
waktu terjadinya tiap-tiap fase dan waktu total dari proses combustion
tersebut.
3.5.
Metode Pengambilan Data
3.5.1. Metode Pengambilan Data Vegetasi
Data Vegetasi yang diambil meliputi jenis vegetasi serta nilai
INP tiap jenis, potensi vegetasi dan kadar air vegetasi sesaat sebelum
dilakukannya pembakaran.
-
Pengambilan
data
jenis
menggunakan metode pet&.
vegetasi
dilakukan
dengan
Pada setiap petak contoh
penelitian dilakukan pengamatan jenis dan dihitung jumlah
individu untuk masing-masing jenis. Pencatatan jenis vegetasi
ini dilakukan untuk menentukan Nilai Indeks Penting untuk
setiap jenis vegetasi yang ada pada petak contoh penelitian.
-
Pengambilan
data
potensi
vegetasi
dilakukan
dengan
menimbang semua vegetasi dalam petak contoh yang telah
ditebas. Penimbangan dilakukan untuk semua vegetasi yang
terdapat pada petak contoh, sehingga didapatkan data potensi
vegetasi dalam satuan kglpetak contoh kemudian dikonversi
menjadi torha.
-
Pengambilan data kadar air bahan bakar dilakukan dengan
mengambil vegetasi (bahan bakar) sesaat sebelum dilakukan
kegiatan pembakaran. Vegetasi tersebut diambil sebanyak 25
gram kemudian diukur kadar airnya dengan dipanaskan pada
suhu 105 OC selama 24 jam (Singh, 1991). Setelah 24 jam,
contoh vegetasi tersebut ditimbang dan dihitung kadar airnya
dengan menggunakan formula :
Kadar air =
berat basah-berat kering
x 100 %
Berat basah
3.5.2. Metode Pengambilan Data Fisik Lingkungan
Data
fisik lingkungan yang diambil pada penelitian ini
meliputi suhu permukaan, arah dan kecepatan angin, serta
kelembaban.
Pengukuran kondisi fisik lingkungan ini dilakukan
dengan menggunakan alat yaitu thermometer, anemometer mini, serta
barometer. Pada kondisi fisik lingkungan dengan ketinggian diatas
permukaan, data diperoleh dari BMG dan satelit.
.
3.5.3. Metode Pengambilan Data Sekunder
Data Sekunder yang diperlukan pada penelitian ini meliputi
citra Landsat ETM-7 untuk kecamatan Nangapinoh dan kecamatan
Belimbing, komponen vertikal meteorologi, serta citra satelit NOAA.
Citra Landsat ETM-7 diperoleh dengan membeli citra tersebut dari
TRAFFIC untuk kemudian dilakukan pengolahan lebih lanjut.
Pengolahan citra Landsat ETM-7 ini dilakukan untuk mendapat data
luas areal berdasarkan komposisi vegetasi, sehingga dapat dihasilkan
peta bahan bakar.
Data mengenai komponen vertikal meteorologi diperoleh dari
BMG stasiun Nanga Pinoh dipadukan dengan data dari satelit. Citra
satelit NOAA diperoleh dari hasil olahan JICA untuk mengetahui
lokasi penyebaran titik panas (hot spot).
3.6.
Analisis Data
3.6.1. Citra satelit Landsat ETM-7
Proses analisis digital citra satelit Landsat ETM-7 secara
umum dilakukan dengan menggunakan software er-mapper 5.5.
Proses Analisis citra ini secara umum dibedakan menjadi 3 tahap,
yaitu
pengolahan
awal
(pre-processing), pengolahan
citra
(processing) dan evaluasi akhir.
a. Pengolahan Awal (pre-processing)
Pengolahan awal citra dilakukan dengan melakukan
koreksi distorsi, yaitu dengan melakukan koreksi geometric
(rektifikasi), sehingga data citra akan memiliki proyeksi yang
sama dengan proyeksi peta.
Tahapan yang dilakukan dalam
melakukan koreksi geometri ini adalah dengan pernilihan titiktitik control di lapangan (ground control point). Fasilitas dalam
software er-mapper, memungkinkan untuk mengambil 4 titik
kontrol pada ujung-ujung citra kemudian secara langsung
menghitung RMSE (Root Mean Square Error), sehingga
langsung diketahui jarak pergeseran yang terjadi.
Koreksi
geometrik dilakukan dengan menggunakan system koordinat
Universal Transverse Mercator (UTM), datum Worlds Global
System (WGS) 84 dan zone 49 (South).
b. Pengolahan Citra (processing)
Pengolahan citra dilakukan untuk mendapatkan informasi
maksimal yang diinginkan dari citra tersebut. Pengolahan citra
Landsat
ETM-7 diawali dengan pernilihan areal contoh
berdasarkan peta digital dan data vektor yang tersedia untuk
kecamatan Nanga Pinoh dan kecamatan Belimbing. Berdasarkan
luasan areal tersebut kemudian dilakukan pemotongan citra sesuai
dengan wilayah penelitian, dalam ha1 ini adalah kecamatan Nanga
Pinoh dan kecarnatan Belimbing.
Pada citra yang telah dipotong kemudian dilakukan
pengklasifkasian
dengan
menggunakan
likelihood dengan menggunakan 8 kelas.
metode
maximum
Metode maximum
likelihood ini akan mengelompokkan pixel yang belum diketahui
identitasnya berdasarkan vektor rerata dan matrik ragam-peragam
dari setiap pola spektral kelas informasi.
Tabel 5. Pengklasifian citra berdasarkan 8 kelas
c. Evaluasi Hasil
Evaluasi hasil dilakukan untuk melihat kesesuaian antara
hasil pengolahan citra yang telah dilakukan dengan hasil
pengecekan lapangan. Berdasarkan hasil pengecekan lapangan
(ground truth), tanah terbuka yang ada berupa kampung dan areal
yang bekas terbakar. Kebun yang terdapat di wilayah kecamatan
Nangapinoh dan Belimbing merupakan gabungan antara ladang
penduduk dan perkebunan swasta. Pada ladang penduduk tersebut
sebagian besar mempunyai tipe vegetasi alang-alang dan semak.
Hasil pengecekan lapangan ini digunakan sebagai dasar untuk
melakukan revisi pengolahan citra.
Berdasarkan hasil pengecekan lapangan ini kemudian
dilakukan pembuatan peta kelas penggunaan lahan. Pembuatan
peta kelas penggunaan lahan dilakukan dengan mengirimkan hasil
pengolahan citra ke software Arc-view 3.1 untuk pembuatan peta
penggunaan lahan serta perhitungan luas untuk masing-masing
kelas penggunaan lahan yang dibuat.
3.6.2.
Keragaman Jenis Vegetasi
Analisis keragaman jenis
vegetasi dilakukan
dengan
menghitung nilai INP untuk masing-masing jenis vegetasi yang ada di
petak contoh. Perhitungan INP pada petak contoh dilakukan dengan
menjumlahkan nilai FR dan KR. Hal ini karena komunitas vegetasi
yang terdapat pada petak contoh adalah tumbuhan bawah dan semai,
sehingga tidak dilakukan perhitungan nilai DR. Perhitungan nilai INP
dilakukan dengan menggunakan formula sebagai berikut (Kusmana,
1995) :
INP = Frekuensi Relatif (RF) + Kerapatan Relatif (RF)
Frekuensi Relatif (FR) dihitung dengan formula :
Frekuensi suatu spesies
FR = Frekuensi seluruh spesies X 100 %
Frekuensi suatu spesies dihitung dengan formula :
F=
E Sub petak ditemukan spesies
C. Seluruh sub petak
Kerapatan Relatif (KF) dihitung dengan formula :
I
I
KR =
Kerapatan suatu spesies
Kerapatan seluruh spesies X 100 %
Kerapatan suatu spesies dihitung dengan formula :
/
1
I
K=
C individu suatu spesies
Luas petak contoh
Hasil perhitungan nilai INP ini akan memberikan gambaran mengenai
keanekaragaman jenis vegetasi yang terdapat di dalam petak contoh.
3.6.2.
Potensi Asap
Analisis potensi gas rumah kaca yang dihasilkan dari kegiatan
pembakaran biomassa dilakukan berdasarkan hasil analisis kandungan
asap. Hasil analisis asap tersebut akan memberikan hasil berupa
besaran emisi untuk setiap gas rumah kaca yang dianalisis (CO, C02,
N 2 0 d m CH4) yang dihasilkan oleh masing-masing petak contoh
penelitian. Hasil perhitungan potensi asap ini akan digunakan sebagai
input untuk pembangkitan model penduga potensi asap serta model
dispersi asap tersebut.
Analisis statistik yang digunakan untuk melihat tingkat beda
nyata antara potensi asap yang dihasilkan pada masing-masing petak
contoh penelitian dengan tingkat pengeringan dan tipe vegetasi yang
berbeda dilakukan dengan menggunakan uji t. Uji t dilakukan untuk
masing-masing komponen gas ruang kaca dan total produksi asap
(Steel dan Torrie 1993 , Walpole 1995).
3.6.3.
Model Penduga Potensi Asap
Model
penduga
potensi
menginteraksikan variabel-variabel
asap
dibangkitkan
lingkungan yang
dengan
dianggap
berpengaruh terhadap produksi asap pada kegiatan pembakaran
biomassa. Variabel-variabel lingkungan tersebut meliputi faktor fisik
dan biologi serta sosial. Variabel - variabel yang digunakan dalam
pembangkitan model penduga potensi asap ini adalah jenis bahan
bakar, potensi bahan bakar, kadar air bahan bakar, suhu dan
kelembaban permukaan serta arah dan kecepatan angin yang bertiup
saat dilakukan pembakaran. Variabel sosial yang meliputi luasan
areal yang dibakar oleh penduduk dalam 1 hari serta kebiasaan
penduduk
dalam
melakukan
penyiapan
lahan,
juga
akan
diinteraksikan dalam model. Bagan alir model pendugaan potensi gas
yang dihasilkan dari pembakaran biomassa disajikan pada Gambar 6.
Model
penduga
potensi
asap
dibangun
dengan
menggabungkan metode perhitungan Seiler dan Crutzen dengan hasil
perhitungan Emisi Rasio lapangan. Formula yang digunakan dalam
perhitungan Emisi Rasio adalah (Levine, 1999):
Dimana
AX
= X*
- X dan A C 0 2 = CO* - C02
Keterangan : X*
= konsentrasi gas yang diemisikan dari pembakaran
X
= konsentrasi gas ambient
C02* = konsentrasi COz yang di