Model Alometrik Biomassa Dan Pendugaan Simpanan Karbon Rawa Nipah (Nypa fruticans)

(1)

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA DAN PENDUGAAN

SIMPANAN KARBON RAWA NIPAH (

Nypa fruticans

)

SKRIPSI

OLEH: CICI IRMAYENI

061202012 / BUDIDAYA HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Model Alometrik Biomassa dan Pendugaan Simpanan Karbon Rawa Nipah.

Nama Mahasiswa : Cici Irmayeni

Nim : 061202012

Program Studi : Budidaya Hutan

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Onrizal, S.Hut. M.Si

NIP.19740225 200003 1 001 NIP. 19710416 200112 2 001 Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D

Mengetahui Ketua Departemen

NIP. 19641228 2000 12 1 001 Dr. Ir. Edi Batara Mulya Siregar. MS


(3)

Cici Irmayeni. Model Alometrik Biomassa dan Pendugaan Simpanan Karbon

Rawa Nipah (Nypa fruticans). Dibimbing oleh Onrizal, S.Hut, M.Si dan

Siti latifah,S.Hut, M.Si, P.hD.

ABSTRAK

Produktivitas hutan merupakan gambaran kemampuan hutan dalam mengurangi emisi CO2 di atmosfer melalui fungsi fisiologisnya. Hutan

mengabsorpsi CO2 selama proses fotosintesis dan menyimpannya sebagai materi

organik dalam biomassa tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk membangun model alometrik komunitas nipah dan untuk menduga simpanan karbon komunitas nipah. Model alometrik terpilih yaitu Y = 0,54 Dpel0,63 Ppel0,31 dengan

nilai R2 sebesar 20,90%. Penelitian menghasilkan rata-rata biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 nipah secara berurutan adalah 9,64 ton/ha, 4,82 ton/ha

and 17,69 ton CO2 e/ha.


(4)

Cici Irmayeni. Model allometric of Biomass and to estimate the carbon stock of

nypah community (Nypa fruticans). Dibimbing oleh Onrizal, S.Hut, M.Si dan

Siti latifah,S.Hut, M.Si, P.hD.

ABSTRACT

Forest productivity is the description of forest capabilities orests in reducing emissions of CO2 in the atmosphere through a physiological function.

Forests absorb CO2 during photosynthesis process and store it as organic

materials in plant biomass. The reseach were to create the biomass allometric ot nypah community and to estimate the carbon stock of nypah comunity. Allometric chosen is allometric Y = 0,54 Dpel0,63 Ppel0,31 with valueR2 20,90%. The research

result shown the average of above ground biomass, carbon stock and CO2

equivalent were 9,64 ton/ha, 4,82 ton/ha and 17,69 ton CO2 e/ha.


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Medan, Sumatera Utara pada tanggal 14 Januari 1988 sebagai anak ke sembilan dari sembilan bersaudara dari ayah Syamsuddin Koto dan Ibu Dartina Tanjung. Pada tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 6 Medan dan tahun 2006 penulis lulus seleksi masuk USU melalui jalur SPMB. Penulis memilih program studi Budidaya Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan penulis penah menjadi asisten praktikum Silvikultur pada tahun 2008, asisten Praktik dan Pengenalan Pengelolaan Hutan (P3H) pada tahun 2009 serta menjadi asisten Dendrologi pada tahun 2010. Penulis mengikuti kegiatan organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Sylva USU dan organisasi Sahabat Orang Utan – Orangutan Informasi Centre (SOU-OIC), Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Perhutani Unit III. Jawa Barat dan Banten pada tahun 2010.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Judul penelitian ini adalah “Model Alometrik Biomassa dan Pendugaan Simpanan Karbon Rawa Nipah (Nypa fruticans)”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing, bapak Onrizal, S.Hut. M.Si. selaku ketua dan ibu Siti Latifah S.Hut, M.Si, Ph.D selaku anggota. penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang telah banyak memberi dukungan terhadap penulis baik dalam doa dan materil serta teman-teman yang telah membantu penulis dapat menyelesaikan.

Penulis menyadari dengan segala kerendahan hati atas segala kekurangan dalam penyusunan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi materi maupun teknik penulisan, maupun kalimat yang disampaikan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari penyusunan ini, dan penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi mahasiswa kehutanan.

Medan, November 2010


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Hutan Mangrove ... 4

Luas dan Penyebaran ... 5

Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove ... 7

Tumbuhan Nipah ... 11

Klasifikasi Ilmiah Nipah ... 11

Tempat Tumbuh dan Penyebaran Nipah ... 13

Manfaat Nipah ... 14

Pemanasan Global... 15

Karbon Hutan ... 17

Peran Hutan Sebagai Penyerap Karbon ... 19

Model Alometrik Penduga Karbon Hutan ... 21

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak geografis ... 25

Topografi dan ketinggian tempat ... 25

Iklim ... 26

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 27

Bahan dan Alat ... 27

Metode Penelitian ... 27


(8)

Penentuan Petak Ukur ... 28

Tahapan Pengambilan Data ... 29

Pengukuran Komunitas Nipah ... 29

Pengambilan Contoh Nipah ... 30

Pengukuran Tumbuhan Bawah ... 31

Pengambilan Contoh Tumbuhan Bawah ... 31

Pengambilan Contoh Serasah ... 32

Pengolahan Data ... 32

Model Penduga Biomassa Nipah ... 32

Pemilihan Model Nipah ... 34

Analisis Model Alometrik Nipah ... 35

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tegakan Nypa fruticans ... 41

Karakteristik Fisik Nipah Contoh ... 43

Kadar Air Nipah Contoh ... 43

Penyusunan Persamaan Alometrik Biomassa Nipah ... 44

Persamaan Alometrik Biomassa tangkai Total ... 45

Persamaan Alometrik Biomassa tangkai Tua ... 48

Persamaan Alometrik Biomassa tangkai Muda ... 50

Persamaan Alometrik Biomassa tangkai Kuncup ... 52

Persamaan Alometrik Biomassa Daun Total Nipah ... 55

Persamaan Alometrik Biomassa Daun Tua ... 56

Persamaan Alometrik Biomassa Daun Muda ... 59

Persamaan Alometrik Biomassa Daun Kuncup ... 61

Persamaan Alometrik Biomassa pelepah Total ... 64

Persamaan Alometrik Biomassa Pelepah Tua ... 67

Persamaan Alometrik Biomassa Pelepah Muda ... 69

Persamaan Alometrik Biomassa Pelepah Kuncup ... 72

Persamaan Alometrik Biomassa Total Nipah ... 75

Biomassa Nipah Contoh ... 77

Biomassa Tegakan Nipah ... 78

Biomassa Tumbuhan Bawah dan Serasah ... 80

Biomassa Tumbuhan Bawah ... 80

Biomassa Serasah ... 81

Biomassa Bagian Atas Permukaan Tanah Total Komunitas Nipah .... 81

Jumlah Karbon Tegakan Nipah ... 82

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 83

Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Titik petak ukur pengamatan ... 29

2. Karakteristik Nypa fruticans ... 41

3. Persamaan Alometrik Biomassa tangkai Total Nipah ... 45

4. Persamaan Alometrik Biomassa tangkai Tua Nipah ... 48

5. Persamaan Alometrik Biomassa tangkai Muda Nipah ... 50

6. Persamaan Alometrik Biomassa tangka i Kuncup Nipah ... 52

7. Persamaan Alometrik Biomassa Daun Total Nipah ... 55

8. Persamaan Alometrik Biomassa Daun Tua Nipah ... 57

9. Persamaan Alometrik Biomassa Daun Muda Nipah ... 59

10.Persamaan Alometrik Biomassa Daun Kuncup Nipah ... 62

11.Persamaan Alometrik Biomassa pelepah Total ... 65

12.Persamaan Alometrik Biomassa Pelepah Tua Nipah ... 67

13.Persamaan Alometrik Biomassa Pelepah Muda Nipah ... 69

14.Persamaan Alometrik Biomassa Pelepah Kuncup Nipah ... 73

15.Persamaan Alometrik Biomassa Total Nipah ... 75

16.Biomassa Bagian Atas Permukaan Tanah Total Komunitas Nipah ... 81

17.Potensi Serapan Karbondioksida Tegakan Nipah ... 82


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Plot Pengamatan ... 28

2. Pengukuran Diameter Rumpun Menggunakan Kalifer ... 29

3. Pengukuran Panjang dan Tinggi Pelepah ... 30

4. Diagram Alir Pembuatan Model Biomassa Nipah ... 33

5. Kondisi Tegakan Nipah ... 37

6. Kadar Air Rata-Rata Pada Setiap Bagian Nipah Contoh ... 44

7. Tampilan Plot Uji Kenormalan Sisaan Persamaan Alometrik Terpilih Biomassa Pelepah Nipah Total ... 47

8. Tampilan Plot Uji Kenormalan Sisaan Persamaan Alometrik Terpilih Biomassa Pelepah Tua ... 49

9. Tampilan Plot Uji Kenormalan Sisaan Persamaan Alometrik Terpilih Biomassa Pelepah Muda ... 51

10. Tampilan Plot Uji Kenormalan Sisaan Persamaan Alometrik Terpilih Biomassa Pelepah Kuncup ... 54

11. Tampilan Plot Uji Keaditifan Persamaan Alometrik Terpilih Biomassa Pelepah Kuncup Nipah ... 54

12. Tampilan Plot Uji Kenormalan Sisaan Persamaan Alometrik Terpilih Biomassa Daun Total Nipah ... 56

13. Tampilan Plot Uji Kenormalan Sisaan Persamaan Alometrik Terpilih Biomassa Daun Tua Nipah ... 59

14. Tampilan Plot Uji Kenormalan Sisaan Persamaan Alometrik Terpilih Biomassa Daun Muda Nipah ... 61

15. Tampilan Plot Uji Kenormalan Sisaan Persamaan Alometrik Terpilih Biomassa Daun Pelepah Kuncup Nipah ... 64

16. Tampilan Plot Uji keaditifan Persamaan Alometrik Terpilih Biomassa Daun Pelepah Kuncup Nipah ... 64 17. Tampilan Plot Uji Kenormalan Sisaan Persamaan Alometrik Terpilih


(11)

18. Tampilan Plot Uji Kenormalan Sisaan Persamaan Alometrik Terpilih

Biomassa Pelepah Tua ... 69

19. Tampilan Plot Uji Kenormalan Sisaan Persamaan Alometrik Terpilih Biomassa Pelepah Muda ... 71

20. Tampilan Plot Uji Keaditifan Persamaan Alometrik Terpilih Biomassa Pelepah Muda ... 71

21. Tampilan Plot Uji Kenormalan Sisaan Persamaan Alometrik Terpilih Biomassa Pelepah Kuncup ... 75

22. Tampilan Plot Uji Keaditifan Persamaan Alometrik Terpilih Biomassa Pelepah Kuncup ... 76

23. Tampilan Plot Uji Kenormalan Sisaan Persamaan Alometrik Terpilih Biomassa Total Nipah ... 77

24. Nilai Rata-Rata Biomassa Nipah Contoh Pada Setiap Plot ... 78

25. Rata-Rata Biomassa Total Di Atas Permukaan Tanah Nipah Contoh ... 78


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil Perhitungan Kadar Air Contoh Nipah ... 86

2. Hasil Perhitungan Biomassa Total Nipah Contoh ... 87

3. Hasil Perhitungan Biomassa Tumbuhan Bawah ... 89


(13)

Cici Irmayeni. Model Alometrik Biomassa dan Pendugaan Simpanan Karbon

Rawa Nipah (Nypa fruticans). Dibimbing oleh Onrizal, S.Hut, M.Si dan

Siti latifah,S.Hut, M.Si, P.hD.

ABSTRAK

Produktivitas hutan merupakan gambaran kemampuan hutan dalam mengurangi emisi CO2 di atmosfer melalui fungsi fisiologisnya. Hutan

mengabsorpsi CO2 selama proses fotosintesis dan menyimpannya sebagai materi

organik dalam biomassa tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk membangun model alometrik komunitas nipah dan untuk menduga simpanan karbon komunitas nipah. Model alometrik terpilih yaitu Y = 0,54 Dpel0,63 Ppel0,31 dengan

nilai R2 sebesar 20,90%. Penelitian menghasilkan rata-rata biomassa, simpanan karbon dan serapan CO2 nipah secara berurutan adalah 9,64 ton/ha, 4,82 ton/ha

and 17,69 ton CO2 e/ha.


(14)

Cici Irmayeni. Model allometric of Biomass and to estimate the carbon stock of

nypah community (Nypa fruticans). Dibimbing oleh Onrizal, S.Hut, M.Si dan

Siti latifah,S.Hut, M.Si, P.hD.

ABSTRACT

Forest productivity is the description of forest capabilities orests in reducing emissions of CO2 in the atmosphere through a physiological function.

Forests absorb CO2 during photosynthesis process and store it as organic

materials in plant biomass. The reseach were to create the biomass allometric ot nypah community and to estimate the carbon stock of nypah comunity. Allometric chosen is allometric Y = 0,54 Dpel0,63 Ppel0,31 with valueR2 20,90%. The research

result shown the average of above ground biomass, carbon stock and CO2

equivalent were 9,64 ton/ha, 4,82 ton/ha and 17,69 ton CO2 e/ha.


(15)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Perubahan iklim yang dipicu oleh meningkatnya gas-gas rumah kaca (GRK) telah menjadi perhatian masyarakat dunia dalam beberapa dekade terakhir. Karbon yang merupakan salah satu GRK konsentrasinya meningkat di atmosfer antara lain disebabkan oleh meningkatnya penggunaan bahan bakar fosil untuk alat transportasi atau sebagai bahan bakar industri dan pemakaian bahan-bahan kimia yang menimbulkan efek negatif terhadap atmosfer seperti meningkatnya GRK. Suhu rata-rata permukaan bumi meningkat dan penipisan lapisan ozon. Pantulan sinar matahari dari permukaan bumi tidak menembus awan dan kembali dipantulkan ke atmosfer sehingga suhu permukaan bumi menjadi naik (Hairiah & Rahayu, 2007).

Menurut Wulansari (2009) peningkatan GRK terutama karbondioksida (CO2), di atmosfer dianggap sebagai penyebab utama terjadinya perubahan iklim

global. Pada sisi lain ekosistem hutan itu sendiri berperan dalam mitigasi perubahan iklim karena mampu mereduksi CO2 melalui mekanisme “sekuestrasi”,

penyerapan karbon dari atmosfer dan penyimpanannya dalam beberapa kompartemen seperti tumbuhan, serasah dan materi organik tanah.

Hutan mangrove merupakan formasi hutan yang tumbuh dan berkembang pada daerah landai di muara sungai, dan pesisir pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Oleh karena kawasan hutan mangrove secara rutin digenangi oleh pasang surut air laut, sehingga lingkungan (tanah dan air) hutan mangrove bersifat salin dan tanahnya jenuh air. Vegetasi yang hidup dilingkungan salin, baik


(16)

dilingkungan tersebut kering maupun basah, disebut dengan halopita (halophytic) (Onrizal, 2005).

Kawasan hutan pesisir, khususnya hutan mangrove menurut Yudosudarto & Rachman (2007) mempunyai potensi ganda ditinjau dari aspek potensi ekologi dan ekonomi, dimana potensi ekologi ditekankan kepada kemampuannya dalam mendukung eksistensi lingkungan yaitu sebagai tempat asuhan (nursery ground) bermacam-macam binatang air, penahan air, pelindung pantai dari hamparan gelombang. Potensi ekonomis mangrove ditunjukkan dengan kemampuannya dalam menghasilkan produk yang dapat diukur dengan materi. Salah satunya dari hutan mangrove yang mempunyai aspek ekonomi adalah nipah.

Ekosistem hutan mangrove memiliki fungsi ekologis, ekonomis dan sosial yang penting dalam pembangunan, khususnya di wilayah pesisir. Meskipun demikian, kondisi hutan mangrove di Indonesia terus mengalami kerusakan dan pengurangan luas dengan kecepatan kerusakan mencapai 530.000 ha/tahun. Sementara laju penambahan luas areal rehabilitasi mangrove yang dapat terealisasi masih jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju kerusakannya, yaitu hanya sekitar 1.973 ha/tahun (Anwar & Hendra, 2006).

Komunitas nipah merupakan flora mangrove sejati (flora mangrove mayor) yang telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat seperti untuk atap rumah (tepas), lidi, gula nipah dan tikar (Tomlinson, 1986 dalam LPPM, 2009). Selain itu, komunitas nipah juga berperan penting dalam menyerap dan menyimpan karbon (FPPB, 2009, LPPM, 2009). Namun demikian penelitian pendugaan biomassa dan simpanan karbon pada komunitas nipah belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian pendugaan biomassa dan simpanan karbon komunitas


(17)

nipah khususnya bagian badan nipah, tumbuhan bawah dan serasah penting untuk dilakukan.

Tujuan Penelitian

1. Membangun model alometrik biomassa untuk pendugaan karbon tersimpan dalam komunitas nipah

2. Menduga simpanan karbon komunitas nipah yang mencakup tegakan nipah, tumbuhan bawah dan serasah.

Kegunaan penelitian

1. Memperoleh model alometrik dalam menduga simpanan karbon komunitas nipah

2. Sebagai acuan dalam pengelolaan sumber daya hutan mangrove secara lestari.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA Hutan Mangrove

Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah anaerob. Secara ringkas hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Santono, et al., 2005).

Ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungannya di dalam suatu habitat mangrove. Mangrove merupakan ekosistem hutan yang unik karena merupakan perpaduan antara ekosistem darat dan ekosistem perairan. Hutan mangrove mempunyai peranan yang sangat penting terutama bagi kehidupan masyarakat sekitarnya dengan memanfaatkan produksi yang ada di dalamnya, baik sumberdaya kayunya maupun sumberdaya biota air (udang, kepiting, ikan) yang biasanya hidup dan berkembang biak di hutan mangrove (Santono, et al., 2005).

Hutan mangrove di Indonesia, yang terbagi kedalam 2 (dua) zone wilayah geografi mangrove yakni Asia dan Oseania, kedua zona tersebut memiliki keanekaragaman tumbuhan, satwa dan jasad renik yang lebih besar dibanding negara-negara lainnya. Hal ini terjadi karena keadaan alamnya yang berbeda dari satu pulau ke pulau lainnya, bahkan dari satu tempat ketempat lainnya dalam


(19)

pulau yang sama. Sistem perpaduan antara sumberdaya hutan mangrove dan tempat hidupnya yang khas itu, menumbuhkan berbagai ekosistem yang masing-masing menampilkan kekhususan dalam kehidupan jenis-jenis yang terdapat di dalamnya (Santono, et al., 2005).

Luas dan Penyebaran

Menurut Santono et al., (2005) terdapat variasi yang nyata dari luas total ekosistem mangrove Indonesia, yakni berkisar antara 2,5 juta – 4,25 juta ha. Perbedaan jumlah luasan ini lebih banyak disebabkan oleh perbedaan metodologi pengukuran luas hutan mangrove yang dilakukan oleh berbagai pihak. Walaupun demikian diakui oleh dunia bahwa Indonesia mempunyai luas ekosistem mangrove terluas di dunia (21% luas mangrove dunia). Hutan-hutan mangrove menyebar luas di bagian yang cukup panas di dunia, terutama di sekeliling

Luas hutan mangrove merupakan mangrove yang terluas di dunia melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha). Di Indonesia, hutan-hutan mangrove yang luas terdapat di seputar tempat bermuara sungai-sungai besar, yakni di pantai timur barat serta selatan terkikis oleh kebutuhan penduduknya terhadap lahan. Di bagian timur Indonesia, ditep barat day


(20)

luas 1,3 juta ha, sekitar sepertiga dari luas hutan mangrove Indonesia (Santono, et al., 2005).

Beberapa faktor yang menjadi penyebab berkurangnya ekosistem mangrove antara lain:

1. Konversi hutan mangrove menjadi bentuk lahan penggunaan lain, seperti permukiman, pertanian, tambak, industri, pertambangan, dll.

2. Kegiatan eksploitasi hutan yang tidak terkendali oleh perusahaan HPH serta penebangan liar dan bentuk perambahan hutan lainnya.

3. Polusi di perairan estuaria, pantai, dan lokasi-lokasi perairan lainnya dimana tumbuh mangrove.

4. Terjadinya pembelokan aliran sungai maupun proses sedimentasi dan abrasi yang tidak terkendali.

Penambahan hutan mangrove di beberapa propinsi belum diketahui dan dilaporkan secara pasti, namun ada beberapa faktor yang memungkinkan bertambahnya areal hutan mangrove dibeberapa propinsi tersebut, yaitu:

1. Adanya reboisasi atau penghijauan.

2. Adanya perluasan lahan hutan mangrove secara alami yang berkaitan dengan adanya proses sedimentasi dan atau penaikan permukaan air laut. 3. Presisi metoda penafsiran luas hutan yang lebih baik dari metoda yang

digunakan sebelumnya. (Santono, et al., 2005).


(21)

Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove

Menurut Davis, Claridge & Natarina (1995) dalam FPPB (2009), hutan mangrove memiliki fungsi dan manfaat sebagai berikut :

1. Habitat satwa langka

Hutan mangrove sering menjadi habitat jenis-jenis satwa. Lebih dari 100 jenis burung hidup disini, dan daratan lumpur yang luas berbatasan dengan hutan mangrove merupakan tempat mendaratnya ribuan burug pantai ringan migran, termasuk jenis burung langka Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus)

2. Pelindung terhadap bencana alam

Vegetasi hutan mangrove dapat melindungi bangunan, tanaman pertanian atau vegetasi alami dari kerusakan akibat badai atau angin yang bermuatan garam melalui proses filtrasi.

3. Pengendapan lumpur

Sifat fisik tanaman pada hutan mangrove membantu proses pengendapan lumpur. Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan penghilangan racun dan unsur hara air, karena bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel lumpur. Dengan hutan mangrove, kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi.

4. Penambah unsur hara

Sifat fisik hutan mangrove cenderung memperlambat aliran air dan terjadi pengendapan. Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang berasal dari berbagai sumber, termasuk pencucian dari areal pertanian.


(22)

5. Penambat racun

Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam keadaan terikat pada permukaan lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel tanah air. Beberapa spesies tertentu dalam hutan mangrove bahkan membantu proses penambatan racun secara aktif

6. Sumber alam dalam kawasan (In-Situ) dan luar Kawasan (Ex-Situ)

Hasil alam in-situ mencakup semua fauna dan hasil pertambangan atau mineral yang dapat dimanfaatkan secara langsung di dalam kawasan. Sedangkan sumber alam ex-situ meliputi produk-produk alamiah di hutan mangrove dan terangkut/berpindah ke tempat lain yang kemudian digunakan oleh masyarakat di daerah tersebut, menjadi sumber makanan bagi organisme lain atau menyediakan fungsi lain seperti menambah luas pantai karena pemindahan pasir dan lumpur.

7. Transportasi

Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan cara yang paling efisien dan paling sesuai dengan lingkungan.

8. Sumber plasma nutfah

Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar manfaatnya baik bagi perbaikan jenis-jenis satwa komersial maupun untuk memelihara populasi kehidupan liar itu sendiri.

9. Rekreasi dan pariwisata

Hutan mangrove memiliki nilai estetika, baik dari faktor alamnya maupun dari kehidupan yang ada didalamnya. Hutan mangrove yang telah dikembangkan menjadi obyek wisata alam antara lain di Sinjai (Sulawesi


(23)

Selatan), Muara Angke (DKI), Suwung, Denpasar (Bali), Blanakan dan Cikeong (Jawa Barat), dan Cilacap (Jawa Tengah). Hutan mangrove memberikan obyek wisata yang berbeda dengan obyek wisata alam lainnya. Karakteristik hutannya yang berada di peralihan antara darat dan laut memiliki keunikan dalam beberapa hal. Para wisatawan juga memperoleh pelajaran tentang lingkungan langsung dari alam. Pantai Padang, Sumatera Barat yang memiliki areal mangrove seluas 43,80 ha dalam kawasan hutan, memiliki peluang untuk dijadikan areal wisata mangrove.

Kegiatan wisata ini di samping memberikan pendapatan langsung bagi pengelola melalui penjualan tiket masuk dan parkir, juga mampu menumbuhkan perekonomian masyarakat di sekitarnya dengan menyediakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, seperti membuka warung makan, menyewakan perahu, dan menjadi pemandu wisata.

10.Sarana pendidikan dan penelitian

Upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan laboratorium lapang yang baik untuk kegiatan penelitian dan pendidikan. 11.Memelihara proses-proses dan sistem alami

Hutan mangrove sangat tinggi peranannya dalam mendukung berlangsungnya proses-proses ekologi, geomorfologi, atau geologi di dalamnya.

12.Penyerapan karbon

Proses fotosintesis mengubah karbon anorganik (C02) menjadi karbon


(24)

bahan ini membusuk dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai C02. Akan tetapi hutan mangrove justru mengandung sejumlah besar

bahan organik yang tidak membusuk. Karena itu, hutan mangrove lebih berfungsi sebagai penyerap karbon dibandingkan dengan sumber karbon. 13.Memelihara iklim mikro

Evapotranspirasi hutan mangrove mampu menjaga kelembaban dan curah hujan kawasan tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga. 14.Mencegah berkembangnya tanah sulfat masam

Keberadaan hutan mangrove dapat mencegah teroksidasinya lapisan pirit dan menghalangi berkembangnya kondisi alam.

Secara garis besar manfaat hutan mangrove dapat dibagi dalam dua bagian 1. Fungsi ekonomis, yang terdiri atas :

a. Hasil berupa kayu (kayu konstruksi, kayu bakar, arang, serpihan kayu untuk bubur kayu, tiang/pancang)

b. Hasil bukan kayu

Hasil hutan ikutan (non kayu)

Lahan (Ecotourisme dan lahan budidaya)

2. Fungsi ekologi, yang terdiri atas berbagai fungsi perlindungan lingkungan ekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagai jenis fauna, diantaranya:

a. Sebagai proteksi dan abrasi/erosi, gelombang atau angin kencang. b. Pengendalian instrusi air laut


(25)

d. Sebagai tempat mencari, memijah dan berkembang biak berbagai jenis ikan dan udang

e. Pembangunan lahan melalui proses sedimentasi f. Pengontrol penyakit malaria

g. Memelihara kualitas air (mereduksi polutan, pencemar air)

Hasil hutan mangrove non kayu ini sampai dengan sekarang belum banyak dikembangkan di Indonesia. Padahal apabila dikaji dengan baik, potensi sumberdaya hutan mangrove non kayu di Indonesia sangat besar dan dapat mendukung pengelolaan hutan mangrove secara berkelanjutan (Junaidi, 2009).

Tumbuhan Nipah

Nipah adalah sejenis palem (palma) yang tumbuh dilingkungan hutan mangrove atau daerah pasang surut dekat tepi laut. Di beberapa negara lain, tumbuhan ini dikenal dengan nama (dalam bahasa Inggris) Attap palm (Singapura), Nipa palm (Filipina), atau umumnya disebut Nypa palm.

Nama ilmiahnya adalah Nypa fruticans Wurmb, dan diketahui sebagai satu-satunya anggota genus Nypa. Juga merupakan satu-satunya jenis palma dari wilayah mangrove. Fosil serbuk sari palma ini diketahui dari sekitar 70 juta tahun yang silam (Ditjenbun, 2006).

Klasifikasi Ilmiah Nipah

Kerajaan

Divisi

Kelas


(26)

Famili

Genus

Spesies : Nypa fruticans Wurmb

(Ditjenbun, 2006).

terendam oleh nipah nampak seolah-olah tak berbatang. Akar serabutnya dapat mencapai panjan maka rumpun-rumpun nipah dapat dihanyutkan oleh air sampai ke laut (Mangrove Information Centre, 2009).

Dari rimpangnya muncu atau hampir tegak, menjulang hingga 9 m di atas tanah. Panjang tangkainya 1-1,5 m; dengan kulit yang mengkilap dan keras, berwarna hijau pada yang muda dan berangsur menjadi cokelat sampai cokelat tua sesuai perkembangan umurnya; bagian dalamnya lunak seperti meruncing di bagian ujung, memiliki tulang daun yang di sebut lidi (seperti pada daun Daun nipah yang sudah tua berwarna hijau, sedangkan daunnya yang masih muda berwarna kuning, menyerupai janur kelapa. Banyaknya anak daun dalam tiap ental mencapai 25-100 helai (Mangrove Information Centre, 2009).

Karanga bunga betina terkumpul di ujung membent dalam Setiap untai mempunyai 4-5 bulir bunga jantan yang panjangnya mencapai 5 cm.


(27)

Bunga nipah jantan dilindungi ole serbuk sari tetap tersembul keluar. Bunga nipah betina berbentuk bulat peluru dan bengkok mengarah ke samping. Panjang tangkai badan bunga mencapai 100-170 cm. Tandan bunga inilah yang dapat disadap untuk diamb lima bulan sejak keluarnya bunga nipah, tandan bunga tersebut dapat disadap. Pada saat ini pengisian biji sedang aktif, maka bila dilakukan penyadapan pasti akan dapat memperoleh jumlah nira yang maksimal (Mangrove Information Centre, 2009).

gepeng dengan 2-3 rusuk, coklat kemerahan, 11 x 13 cm, terkumpul dalam kelompok rapat menyerupai bola berdiameter sekitar 30 cm. Struktur buah mirip buah kelapa, dengan eksokarp halus, mesokarp berupa sabut, dan endokarp keras yang disebut tempurung. Biji terlindung oleh tempurung dengan panjangnya antara 8-13 cm dan berbentuk kerucut. Dalam satu tandan, buahnya dapat mencapai antara 30-50 butir, berdempetan satu dengan yang lainnya membentuk kumpulan buah bundar. Buah yang masak gugur ke air dan mengapung mengikuti arus kali buah telah berkecambah senyampang dihanyutkan arus ke tempat yang baru (Mangrove Information Centre, 2009).

Tempat Tumbuh dan Penyebaran Nipah

Nipah tumbuh di bagian belakang hutan mangrove, terutama di dekat aliran wilayah yang berair agak tawar, sepanjang masih terpengaruh pasang-surut air


(28)

laut yang mengantarkan buah-buahnya yang mengapung. Di tempat-tempat yang sesuai, tegakan nipah membentuk jalur lebar tak terputus di belakang lapisan hutan mangrove, kurang lebih sejajar dengan garis pantai. Nipah mampu bertahan hidup di atas lahan yang agak kering atau yang kering sementara air surut (Mangrove Information Centre, 2009).

Palma ini umum ditemukan di sepanjang garis pesisir hingga Pasifik. Nipah termasuk jenis tumbuhan yang terancam punah di (Mangrove Information Centre, 2009).

Manfaat Nipah

Daun nipah yang telah tua banyak dimanfaatkan secara tradisional untuk membuat atap rumah yang daya tahannya mencapai 3-5 tahun. Daun nipah yang masih muda mirip janur kelapa, dapat dianyam untuk membuat dinding rumah yang disebut kajang. Daun nipah juga dapat dianyam untuk membuat topi dan aneka muda (dinamai pucuk) dijadikan daun melinting dikelantang untuk memutihkannya dan kemudian dipotong-potong sesuai ukuran rokok. Beberapa naskah lama Nusantara juga menggunakan daun nipah sebagai alas tulis, bukannya daun

Tangkai daun dan pelepah nipah dapat digunakan sebagai bahan kayu bakar yang baik. Pelepah daun nipah juga mengandun dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pulp


(29)

digunakan untuk sapu, bahan anyam-anyaman dan niranya, yakni cairan manis yang diperoleh dari tandan bunga yang belum mekar. Nira yang dikeringkan dengan dimasak dipasarkan sebagai gula nipah (palm sugar). Dari hasil oksidasi gula nipah dapat dihasilkan Information Centre, 2009).

Di Filipina dan juga di semacatuba (dalam bahasa Filipina). Fermentasi lebih lanjut dari tuba akan menghasilka bahan ba jauh lebih unggul dibandingkan Information Centre, 2009).

muda, yang disebut tembatuk, mirip dengan diberi nama attap chee ("chee" berarti "biji" menurut dialek China tertentu). Sedangkan buah yang sudah tua bisa ditumbuk untuk dijadikan tepung. Di (Mangrove Information Centre, 2009).

Pemanasan global

Pemanasan global terjadi ketika ada konsentrasi gas-gas tertentu yang dikenal dengan gas rumah kaca, yang terus bertambah di udara. Hal tersebut disebabkan oleh tindakan manusia, kegiatan industri, khususnya CO2 dan


(30)

dihasilkan oleh penggunaan batubara, minyak bumi, gas dan penggundulan hutan serta pembakaran hutan. Asam nitrat dihasilkan oleh kendaraan dan emisi industri, sedangkan emisi metan disebabkan oleh aktivitas industri dan pertanian. Chlorofluorocarbon CFCs merusak lapisan ozon seperti juga GRK menyebabkan pemanasan global, tetapi sekarang dihapus dalam Protokol Montreal. Karbondioksida, chlorofluorocarbon, metan, asam nitrat adalah gas-gas polutif yang terakumulasi di udara dan menyaring banyak panas dari matahari. Sementara lautan dan vegetasi menangkap banyak CO2, kemampuannya untuk menjadi

“atap” sekarang berlebihan akibat emisi. Ini berarti bahwa setiap tahun, jumlah akumulatif dari gas rumah kaca yang berada di udara bertambah dan itu berarti mempercepat pemanasan global (Assisi, 2009).

Sepanjang seratus tahun ini konsumsi energi dunia bertambah secara spektakuler. Sekitar 70% energi dipakai oleh negara-negara maju dan 78% dari energi tersebut berasal dari bahan bakar fosil. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan yang mengakibatkan sejumlah wilayah terkuras habis dan yang lainnya mereguk keuntungan. Sementara itu, jumlah dana untuk pemanfaatan energi yang tak dapat habis (matahari, angin, biogas, air, khususnya hidro mini dan makro), yang dapat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, baik di negara maju maupun miskin tetaplah rendah, dalam perbandingan dengan bantuan keuangan dan investasi yang dialokasikan untuk bahan bakar fosil dan energi nuklir (Assisi, 2009).

Penggundulan hutan yang mengurangi penyerapan karbon oleh pohon, menyebabkan emisi karbon bertambah sebesar 20% dan mengubah iklim mikro lokal dan siklus hidrologis, sehingga mempengaruhi kesuburan tanah.


(31)

Pencegahan perubahan iklim yang merusak membutuhkan tindakan nyata untuk menstabilkan tingkat GRK sekarang di udara sesegera mungkin dengan mengurangi emisi GRK sebesar 50% (Assisi, 2009).

Karbon Hutan

Pada ekosistem daratan, karbon tersimpan terdiri dari 3 komponen pokok menurut Hairiah, et al., 2001 yaitu:

1. Biomassa : massa dari bagian vegetasi yang masih hidup yaitu tajuk pohon, tumbuhan bawah atau gulma dan tanaman semusim.

2. Nekromasa: massa dari bagian pohon yang telah mati baik yang masih tegak di lahan (batang atau tunggul pohon) yang telah tumbang/tergelatak di permukaan tanah, tonggak atau ranting dan daun-daun gugur (serasah) yang belum lapuk.

3. Bahan organik tanah: sisa makhluk hidup (tanaman, hewan dan manusia) yang telah mengalami pelapukan baik sebagian maupun seluruhnya dan telah menjadi bagian dari tanah. Ukuran partikel biasanya lebih kecil dari 2 mm.

Berdasarkan keberadaannya di alam, ketiga komponen C tersebut dapat di bedakan menjadi 2 kelompok yaitu:

A. Karbon di atas permukaan tanah meliputi: Biomasa pohon. Proporsi terbesar penyimpanan C di daratan umumnya terdapat pada komponen pepohonan. Untuk mengurangi tindakan perusakan selama pengukuran, biomasa pohon dapat diestimasi dengan mengunakan persamaan alometrik yang di dasarkan pada pengukuran diameter batang.


(32)

Biomasa tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah meliputi semak belukar yang berdiameter < 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau gulma. Estimasi tumbuhan bawah dilakukan dengan mengambil bagian tanaman (melibatkan perusakan).

Nekromasa. Batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah tumbang dan tergeletak di permukaan tanah, yang merupakan komponen penting dari C dan harus di ukur pula agar diperoleh estimasi penyimpanan C yang akurat.

Serasah. Serasah meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa daun dan ranting-ranting yang terletak di permukaan tanah.

B. Karbon di dalam tanah, meliputi: Biomassa akar. Akar mentransfer C dalam jumlah besar langsung ke dalam tanah, dan keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama. Pada tanah hutan biomassa akar lebih didominasi oleh akar-akar besar (diameter > 2 mm), sedangkan pada tanah pertanian lebih didominasi oleh akar-akar halus yang lebih pendek daur hidupnya.

Bahan organik tanah. Sisa tanaman, hewan dan manusia yang ada di permukaan dan di dalam tanah, sebagian dan seluruhnya di rombak oleh organisme tanah sehingga melapuk dan menyatu dengan tanah, dinamakan bahan organik tanah.


(33)

Peran Hutan Sebagai Penyerap Karbon

Peranan hutan sebagai penyerap karbon mulai menjadi sorotan pada saat bumi dihadapkan pada persoalan efek rumah kaca, berupa kecenderungan peningkatan suhu udara atau biasa disebut sebagai pemanasan global. Penyebab terjadinya pemanasan global ini adalah adanya peningkatan konsentrasi GRK di atmosfer dimana peningkatan ini menyebabkan kesetimbangan radiasi berubah

dan suhu bumi menjadi lebih panas (Adinugroho, et al., (2009) dalam Bako, 2009).

Gas Rumah Kaca adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan menyerap radiasi gelombang panjang yang dipancarkan kembali ke atmosfer oleh permukaan bumi. Sifat termal radiasi inilah menyebabkan pemanasan atmosfer secara global (global warming). Di antara GRK penting diperhitungkan dalam pemanasan global adalah karbondioksida (CO2), metana (CH4) dan nitrous oksida

(N2O). Dengan kontribusinya lebih dari 55% terhadap pemanasan global, CO2

yang diemisikan dari aktivitas manusia (antropogenic) mendapat perhatian yang lebih besar. Tanpa adanya GRK, atmosfer bumi akan memiliki suhu 300 C lebih dingin dari kondisi saat ini. Namun demikian seperti yang diuraikan di atas, peningkatan konsentrasi GRK saat ini berada pada laju yang sangat mengkhawatirkan sehingga emisi GRK harus segera dikendalikan. Upaya mengatasi (mitigasi) pemanasan global dapat dilakukan dengan cara mengurangi emisi dari sumbernya atau meningkatkan kemampuan penyerapan (Adinugroho, et al., (2009) dalam Bako, 2009).

Hutan berperan dalam upaya peningkatan penyerapan CO2 dimana dengan


(34)

menyerap CO2 dari atmosfer melalui fotosintesis. Hasil fotosintesis ini antara lain

disimpan dalam bentuk biomassa yang menjadikan vegetasi tumbuh menjadi besar atau makin tinggi. Pertumbuhan ini akan berlangsung terus sampai vegetasi tersebut secara fisiologis berhenti tumbuh atau dipanen. Secara umum hutan dengan “net growth” (terutama dari pohon-pohon yang sedang berada pada fase pertumbuhan) mampu menyerap lebih banyak CO2, sedangkan hutan dewasa

dengan pertumbuhan yang kecil hanya menyimpan stock karbon tetapi tidak dapat menyerap CO2 berlebih/ekstra. Dengan adanya hutan yang lestari maka jumlah

karbon (C) yang disimpan akan semakin banyak dan semakin lama. Oleh karena itu, kegiatan penanaman vegetasi pada lahan yang kosong atau merehabilitasi hutan yang rusak akan membantu menyerap kelebihan CO2 atmosfer

(Adinugroho, et al., (2009) dalam Bako, 2009).

Penurunan emisi karbon dapat dilakukan dengan: (a) mempertahankan cadangan karbon yang telah ada dengan: mengelola hutan lindung, mengendalikan defostasi, menerapkan praktek silvikultur yang baik, mencegah degradasi lahan gambut dan memperbaiki pengelolaan cadangan bahan organik tanah, (b) meningkatkan cadangan karbon melalui penanaman tanaman berkayu dan (c) mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar yang dapat diperbaharui secara langsung maupun tidak langsung (angin, biomassa, aliran air), radiasi matahari, atau aktivitas panas bumi (Lasco et al., (2004) dalam Bako, 2009).

Peningkatan penyerapan cadangan karbon dapat dilakukan dengan: (a) meningkatkan pertumbuhan biomassa hutan secara alami, (b) menambah cadangan kayu pada hutan yang ada dengan penanaman pohon atau mengurangi


(35)

pemanenan kayu, dan (c) mengembangkan hutan dengan jenis pohon yang cepat tumbuh (Sedjo & Salomon (1988) dalam Bako, 2009).

Model Alometrik Penduga Karbon Hutan

Model adalah rangkuman atau penyederhanaan dari suatu sistem (Hall & Day, 1976 dalam Onrizal, 2004), sehingga hanya faktor dominan atau komponen yang relevan saja dari masalah yang dianalisis yang diikutsertakan dalam menunjukkan hubungan langsung dan tidak langsung dalam pengertian sebab akibat (Jorgensen, 1988, Grant et al., 1997 dalam Onrizal 2004). Permodelan adalah pengembangan analisis ilmiah dalam beberapa cara, yang berarti bahwa dalam memodelkan suatu ekosistem akan lebih mudah dibandingkan dengan ekosistem sebenarnya (Hall & Day, 1976 dalam Onrizal, 2004). Sementara itu sistem merupakan suatu kumpulan dari bagian-bagian (komponen) yang berinteraksi menurut proses tertentu (Gasperz, 1992, Odum, 1992 dalam Onrizal, 2004).

Produksi biomassa merupakan model proses yang ditetapkan secara khusus melalui keseimbangan antara karbon yang diambil melalui proses fotosintesis dan proses kehilangan karbon melalui respirasi. Karbon merupakan produk dari produksi biomassa yang dibentuk dikurangi dengan total yang hilang melalui jaringan akar halus, cabang, dan daun, serta karena penyakit, sisanya tergabung dalam struktur dan tersimpan di dalam pohon. Penyerapan air akan berpengaruh terhadap keseimbangan karbon dan pengalokasian karbon (Raymon et al., 1983, Johnsen et al., 2001 dalam Onrizal, 2004).


(36)

disimpan dalam organ tumbuhan. Fungsi dan model biomassa direpresentasikan melalui persamaan dengan tinggi dan diameter (Boer & Ginting, 1996 ; Onrizal, 2004).

Dalam pembuatan model, dibutuhkan peubah-peubah yang mendukung keberadaan model tersebut, yakni adanya korelasi yang tinggi antar peubah-peubah penciri. Berbagai model biomassa tegakan hutan yang telah dibangun didasarkan fungsi dimensi pohon (diameter dan tinggi) dengan analisis regresi alometrik, fungsi taper, atau persamaan polynomial (Pastor et al., 1984 ; Onrizal, 2004).

Johnsen (2001) dalam Onrizal (2004) menyatakan bahwa model penduga karbon dapat diduga melalui persamaan regresi alometrik dari biomassa pohon yang didasarkan pada fungsi dari diameter pohon. Hilmi (2003) dalam Onrizal (2004) telah membangun model penduga karbon untuk kelompok jenis Rhizophora spp dan Bruguiera spp., dimana kandungan karbon pohon merupakan fungsi diameter dan atau tinggi pohon, dan fungsi dari biomassa pohon dengan menggunakan pesamaan regresi alometrik.

Hubungan alometrik merupakan hubungan antara suatu peubah tak bebas yang diduga oleh satu atau lebih peubah bebas, yang dalam hal ini diwakili oleh karakteristik yang berbeda dalam pohon. Contohnya hubungan antara volume pohon atau biomassa pohon dengan diameter dan tinggi total pohon, yang disebut sebagai peubah bebas. Hubungan ini biasanya dinyatakan dalam suatu persamaan alometrik (Hairiah, et al., 2001).

Persamaan alometrik dapat disusun dengan cara pengambilan contoh melakukan penebangan dan perujukan dari berbagai sumber pustaka yang


(37)

mempunyai tipe hutan yang dapat diperbandingkan. Persamaan tersebut biasanya menggunakan diameter pohon yang diukur setinggi dada (Dbh) yang diukur 1,3 m dari permukaan tanah sebagai dasar. Persamaan empirik untuk biomassa total W berdasarkan diameter (D) mempunyai bentuk polynomial : W = a + bD + cD2 + cD3 atau mengikuti fungsi : W = aDb. Dimana W (biomassa total), C (karbon), D (diameter), dan terdiri dari koefisien a dan koefisien b. Setelah persamaan alometrik disusun, hanya diperlukan mengukur Dbh (atau parameter lain yang digunakan sebagai dasar persamaan) untuk menaksir biomassa satu pohon. Penaksiran biomassa total untuk seluruh pohon dalam transek ukur dapat dikonversi menjadi biomassa dalam satuan ton per hektar (Hairiah, et al., 2001).

Peningkatan penyerapan cadangan karbon dapat dilakukan dengan (a) meningkatkan pertumbuhan biomasa hutan secara alami, (b) menambah cadangan kayu pada hutan yang ada dengan penanaman pohon atau mengurangi pemanenan kayu, dan (c) mengembangkan hutan dengan jenis pohon yang cepat tumbuh (Sedjo & Salomon, (1988) dalam Rahayu, et al., (2003). Karbon yang diserap oleh tanaman disimpan dalam bentuk biomasa kayu, sehingga cara yang paling mudah untuk meningkatkan cadangan karbon adalah dengan menanam dan memelihara pohon (Lasco et al., (2004) dalam Rahayu, et al., (2003).

Komponen cadangan karbon daratan terdiri dari cadangan karbon di atas permukaan tanah, cadangan karbon di bawah permukaan tanah dan cadangan karbon lainnya. Cadangan karbon di atas permukaan tanah terdiri dari tanaman hidup (batang, cabang, daun, tanaman menjalar, tanaman epifit dan tumbuhan bawah) dan tanaman mati (pohon mati tumbang, pohon mati berdiri, daun, cabang, ranting, bunga, buah yang gugur, arang sisa pembakaran). Cadangan


(38)

karbon di bawah permukaan tanah meliputi akar tanaman hidup maupun mati, organisme tanah dan bahan organik tanah. Pemanenan hasil kayu (kayu bangunan, pulp, arang atau kayu bakar), resin, buah-buahan, daun untuk makanan ternak menyebabkan berkurangnya cadangan karbon dalam skala Petak ukur, tetapi belum tentu demikian jika kita perhitungkan dalam skala global. Demikian juga halnya dengan hilangnya bahan organik tanah melalui erosi. Beberapa penilaian karbon global memperhitungkan aliran karbon (khususnya yang berkaitan dengan pohon/kayu) dan dekomposisi yang terjadi. Tetapi memperoleh hasil penilaian yang konsisten cukup sulit apabila metode penilaian tidak memperhitungan keseluruhan cadangan karbon yang ada, khususnya di daerah perkotaan. Sebagai contoh, memperhitungkan lama hidup alat-alat rumah tangga yang terbuat dari kayu yang tetap tersimpan dalam bentuk kayu untuk jangka waktu yang lama dan tidak menjadi sumber emisi karbon. Canadell (2002) dalam Rahayu, et al., (2003) mengatakan bahwa untuk memperoleh potensial penyerapan karbon yang maksimum perlu ditekankan pada kegiatan peningkatan biomasa di atas permukaan tanah bukan karbon yang ada dalam tanah, karena jumlah bahan organik tanah yang relatif lebih kecil dan masa keberadaannya singkat.


(39)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis

Secanggang merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara. Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Secanggang secara geografis yaitu:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Pura - Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang - Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Hinai

Secara geografis kawasan ini terbentang antara 98˚30’ B T – 98˚42’ BT dan 3˚42’30’’ LU – 3˚49’45’’ LU.

Topografi dan Ketinggian Tempat

Kecamatan Secanggang adalah merupakan lokasi penelitian yang berada pada ketinggian ± 1 meter dari permukaan laut dengan topografi landai. Kondisi geologi Kecamatan ini di Kawasan Suaka Margasatwa Langkat Timur Laut Sumatera Utara Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat adalah sebagai berikut:

a. Kondisi tanah berlumpur, sedikit berpasir dan dipengaruhi pasang surut air laut;

b. Tekstur tanah halus;

c. Memiliki tipe tanah Gley humus rendah;

d. Memiliki tipe lahan rawa pasut dan bentuk lahan dataran lumpur antar pasang surut di bawah bakau; Memiliki jenis batuan Aluvium, campuran estuarin dan marin yang masih muda


(40)

(Pemda Kabupaten Langkat, 2009).

Iklim

Kecamatan Secanggang merupakan kawasan pesisisr timur Sumatera Utara. Menurut masyarakat setempat, sampai era 1970-an pesisisr Kecamatan Secanggang di tumbuhi hutan mangrove yang lebat dengan lebar 400 m dari tepi pantai namun kini mengalami kerusakan akibat konversi mangrove menjadi tambak dan pemukiman. Salah satu wilayah Kabupaten Langkat yang mengalami kerusakan mangrove adalah Kecamatan Secanggang dengan luas 5.065,2 ha. Tersebar pada desa Sungai Ular dengan luas hutan 607 ha, yang rusak 303,5 ha; desa Secanggang luas hutan 956 ha, rusak 949,4 ha; desa Karang Gading luas hutan 775,2 ha, rusak 542,6 ha; desa Kuala Besar 1659 ha, rusak 995,4 ha; dan desa Jaring Alus luas hutan 1.068 ha, rusak 640,8 ha (Pemda Kabupaten Langkat, 2000). Kondisi ini merupakan bukti nyata pemanfaatan sumberdaya mangrove secara berlebihan, tanpa memperhatikan aspek pelestariannya.

Kondisi iklim di pengaruhi oleh sistem angin muson yang berubah arah sesuai dengan kedudukan matahari terhadap bumi. Curah hujan rata-rata yang jatuh di lokasi ini adalah 3.268 mm/tahun. Suhu rata-rata berada pada kisaran 280C. Musim kemarau yang dibawa oleh Angin Muson Timur jatuh pada bulan Februari – Agustus sedangkan musim penghujan yang bersamaan dengan datangnya Angin Muson Barat jatuh pada bulan September – Januari (Pemda Kabupaten Langkat, 2009 ).


(41)

METODE PENELITIAN Tempat dan waktu

Penelitian dilaksanakan di kawasan komunitas nipah desa Dusun Tengah Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat. Survei pendahuluan dilakukan pada bulan Desember 2009 untuk mengetahui dan memastikan keberadaan komunitas nipah di kawasan tersebut. Pelaksanaan penelitian lapangan dilakukan pada bulan Februari sampai April 2010, yang kemudian dilanjutkan pengukuran berat kering nipah dilakukan di laboratorium biologi tanah.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kantong plastik ukuran 10 kg, tali plastik, blanko, label, tally sheet.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu global position system (GPS), galah, phiband, parang, spidol warna, kompas, timbangan, oven, alat tulis, kalkulator, kamera digital.

Metode Penelitian Pengumpulan Data

Jenis data

Data-data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data-data yang diambil langsung dari lapangan yaitu data diameter rumpun dan pelepah, tinggi total nipah, tumbuhan bawah, serasah dan tanah. Data sekunder adalah letak geografis lokasi penelitian dan tipe iklim.


(42)

Penentuan Petak Ukur

Penentuan petak ukur (PU) dengan menggunakan GPS yaitu untuk mengetahui titik lokasi dan ketinggian petak ukur. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan secara sistematik. Berdasarkan peta penetapan kawasan hutan mangrove Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, dibuat perencanaan pengambilan contoh vegetasi dari setiap petak ukur pengamatan. Blok pengamatan ditentukan berdasarkan survei pendahuluan kemudian ditentukan blok pengamatan yang mewakili kondisi lapangan.

Sesuai dengan prosedur JICA (Heriyanto et al., 2002) petak ukur dibuat persegi dengan masing-masing lebar 20 m x 30 m, sebanyak 10 petak ukur dengan jarak antar petak ukur yaitu 10 m, pada pengamatan tanah dibuat dengan lebar 10 m x 10 m sebanyak empat petak ukur dengan sub petak ukur 2m x 2 m sebanyak 40 petak ukur.

Keterangan :

Komunitas nipah (PU 1 – PU 10; 20 m x 30 m)

Sub petak ukur tumbuhan bawah, serasah dan tanah (PU 1 – PU 10; 2 m x 2 m )

Gambar 1. Petak ukur pengamatan (Sumber : Heriyanto, et al., 2002). Lokasi petak ukur pengamatan dapat dilihat dari Tabel berdasarkan koordinat GPS.


(43)

Tabel 1. Titik koordinat petak ukur pengamatan

Plot Lintang utara Lintang selatan

1 04048’82”4 04026’75”8

2 04048’85”1 04026’77”1

3 04048’84”3 04026’72”2

4 04049’25”1 04026’75”4

5 04049’23”9 04026’78”4

6 04048’81”4 04026’74”3

7 04049’01”5 04034’48”2

8 04048’25”0 04035’19”8

9 04048’88”0 04026’68”5

10 04048’88”9 04026’69”1

Tahapan Pengambilan Data 1. Pengukuran komunitas nipah

Pada setiap petak ukur diberi label kemudian label dibuat seperti tiket (untuk serasah dan tanah), dibagi menjadi 4 sub petak ukur (5 m x 5 m) dan di buat nama petak ukur A, B, C, dan D. Label terbuat dari bahan aluminium yang digunakan sebagai tanda.

Pada setiap PU, pengukuran diameter pada komunitas nipah yaitu diameter rumpun dan pelepah. Diameter pelepah terdiri dari tiga bagian yaitu pelepah tua, muda dan kuncup kemudian pengukuran dilakukan dengan menggunakan phiband atau kaliper jika diameter kecil dengan pengukuran diameter sebanyak 2 x dengan arah yang berbeda.

Penggunaan kaliper dengan rumus : DBH = (D1+D2)/2

D1

Diameter rumpun D2


(44)

Pengukuran panjang dan tinggi nipah yang kurang dari 12 m menggunakan galah agar lebih akurat dan jika tinggi nipah lebih dari 12 maka menggunakan haga hypsometer. Selanjutnya dilakukan pengambilan data dan dimasukkan ke dalam tally sheet.

Pada komunitas nipah ditemukan pelepah nipah yang tidak lurus (bengkok) dan lurus maka dapat dilihat pada Gambar dibawah.

Panjang

Tinggi

Gambar 3. Pengukuran panjang dan tinggi pelepah

2. Pengambilan contoh nipah

Penyeleksian contoh nipah dilakukan setelah semua nipah di inventarisasi kemudian dimasukkan kedalam data. Luas dan kecil diameter harus mencakup di dalam contoh. Penyebaran dan lokasi contoh nipah harus menyebar secara merata jika memungkinkan.

Pengukuran tinggi dan diameter nipah dilakukan setelah penebangan contoh nipah. Diameter tangkai nipah dibagi menjadi 0m, 0.3m, 1.3m, 3.3m, 5,3m, 7,3m dan 9,3m (setiap 2 m), Diukur diameter pada dasar tangkai dan dimasukkan kedalam tally sheet.

Pengukuran berat basah nipah dilakukan dengan memisahkan daun dari tangkai dan tangkai dipotong-potong seperti log jika pada pohon. Tiap tangkai diberi nomor dan diukur beratnya menggunakan timbangan dan dipisahkan menjadi tangkai dan daun nipah.


(45)

Setelah dipisahkan diletakkan kedalam karung yang besar. Berat dari setiap contoh diukur menggunakan timbangan kemudian data dimasukkan kedalam tally sheet. Seleksi dan penimbangan berat kering contoh dan kandungan karbon dari setiap contoh yaitu;

a. Tangkai nipah: 0-0.3 m, 0.3-1.3m, 1.3-3.3m, 5.3-7.3m, 7.3-9.3m b. Daun

Setelah ditimbang dan data dimasukkan kedalam tally sheet kemudian diletakkan ke dalam blanko. Blanko diberi kode dan dibuat tempat pengambilan contoh.

3. Pengukuran tumbuhan bawah

Setiap PU dibuat dengan ukuran 2 m x 2 m (sub petak ukur) menggunakan 4 buah tiang setiap 2 meter kemudian diukur dan dicatat di dalam data sebagai berikut:

UC (Undergrowth Coverage) : luasan (%) = luasan area tanaman yang hidup / total area (2 m x 2 m)

UH (Height Undergrowth) max : tinggi tumbuhan bawah di atas tinggi poin (m)

4. Pengambilan contoh tumbuhan bawah

Setiap PU dipilih 40 sub petak ukur untuk dijadikan contoh tumbuhan bawah dengan cara destructive (pengrusakan). Jika tempat survei mencukupi, dipilih 40 sub petak ukur di dalam petak ukur nipah yang telah di inventarisasi. Pengambilan contoh hanya di dalam lokasi. Diantara 40 sub petak ukur, sub petak ukur harus mencakup luasan yang besar dan kecil. Luasan dan tinggi dari tumbuhan bawah dimasukkan ke dalam data.


(46)

Keseluruhan biomassa di atas permukaan tanah dipotong termasuk tangkai nipah dan daun nipah. Setelah disortir, diukur total berat basah dari tiap komponen (tangkai nipah dan daun nipah). Setelah diukur total berat basah, contoh untuk pengukuran berat kering dan kandungan karbon diperoleh dari tiap komponen tersebut kemudian contoh diletakkan ditas kertas (blanko) dan di atas blanko diberi kode untuk membedakan contoh.

5. Pengambilan contoh serasah

Setiap PU dipilih 40 sub petak ukur untuk dijadikan contoh serasah dengan cara destructive (pengrusakan) dan petak ukur tetap berada di dalam petak ukur nipah yang telah di inventarisasi. Pengambilan contoh hanya di dalam lokasi dan sub petak ukur serasah sama seperti tumbuhan bawah kemudian dimasukkan ke dalam data.

Keseluruhan biomassa di atas permukaan tanah diambil termasuk serasah pelepah nipah, serasah daun nipah dan tumbuhan bawah. Setelah disortir, diukur total berat basah dari tiap komponen (serasah pelepah nipah, serasah daun nipah dan serasah tumbuhan bawah). Setelah diukur total berat basah, contoh untuk pengukuran berat kering dan kandungan karbon diperoleh dari tiap komponen tersebut. Contoh diletakkan ditas kertas (blanko) dan di atas blanko diberi kode untuk membedakan contoh.

Pengolahan Data

Model penduga biomassa nipah

Pembuatan model penduga biomassa nipah di hutan mangrove dilakukan dengan tahapan seperti pada Gambar 4. Model hubungan antara biomassa nipah


(47)

dengan dimensi nipah (diameter, tinggi dan panjang) dibuat dengan metode hubungan alometrik yang menggambarkan sebagai fungsi dari diameter, tinggi atau panjang pelepah nipah.

tidak

ya

Gambar 4. Diagram alir pembuatan model biomassa nipah

Beberapa bentuk umum persamaan regresi alometrik dan fungsi taper yang digunakan untuk menduga biomassa nipah (Y) dengan x1 sebagai diameter dan x2

sebagai tinggi nipah. Persamaan yang diujikan adalah sebagai berikut: Persamaan dengan satu peubah bebas

1. Y = a / (1 + bx1)

2. Y = 1 / (a + bx1)

3. Y = ax1 + b

mulai

Berat pelepah dan daun nipah

Biomassa berdasarkan bagian nipah

Permodelan biomassa Biomassa = f (dimensi nipah)

Biomassa = f (diameter, tinggi, panjang)

Pilih persamaan terbaik dengan R2, Ra2, dan S2

Model biomassa terpilih


(48)

4. Y = a xb

Persamaan dengan dua peubah 1. Y = a + bx1 + cx2

2. Y = a x1b x2c

3. Y = a + bx1 + c/x2

Keterangan : a, b dan c koefisien persamaan, x1 dan x2 peubah bebas dalam

persamaan.

Pemilihan model

Adapun model yang terpilih didasarkan pada beberapa kriteria, yaitu: a. Kesesuaian terhadap fenomena

b. Sifat keterhandalan model (data reability), yang didasarkan pada:

• Koefisien determinasi (R2)

Koefisien determinasi adalah perbandingan antara jumlah kuadrat regresi (JKR) dengan jumlah kuadrat total (JKT), yang dihitung dengan persamaan berikut:

R2 = (JKR / JKT)*100%

Adapun kriteria keterandalan model berdasarkan nilai R2 adalah jika nilai R2 mendekati 100%, maka model makin terandalkan, dan jika R2 mendekati 0%, maka model makin tidak terandalkan dalam menjelaskan hubungan antara biomassa dengan dimensi nipah.

• Ragam contoh (S2)

Ragam contoh diukur berdasarkan tingkat keragaman data dengan rumus sebagai berikut:


(49)

Model yang dipilih adalah model yang memiliki nilai ragam terkecil dibandingkan model-model yang lain.

• Koefisien determinasi terkoreksi (Ra2)

Koefisien determinasi yang terkoreksi adalah koefisien determinasi yang sudah dikoreksi dengan derajad bebas dari jumlah kuadrat sisa (JKS) dan jumlah kuadrat total (JKT), dengan rumus sebagai berikut:

Dimana p adalah banyaknya peubah dalam rekresi (termasuk β0), dan n

adalah banyaknya objek (kasus) yang dianalisis. Kriteria uji Ra2 adalah sama dengan kriteria untuk R2.

Analisis model alometrik nipah

Setiap contoh daun, tumbuhan bawah, serasah dan tangkai nipah di bawah 10 cm dimasukkan kedalam oven dengan suhu oven 850C selama 48 jam dan tangkai nipah di atas 10 cm dimasukkan ke dalam oven dengan suhu oven 850C selama 96 jam selanjutnya ditimbang berat kering dari setiap contoh tersebut. Total berat kering dihitung sebagai berikut (Heriyanto, et al., 2002);

Dw = Ds x Fw Fs

Dimana: Dw : Total berat kering (gr) Ds : Berat kering contoh (gr) Fs : Berat basah contoh (gr)


(50)

Fw : Total berat basah (gr)

Rumus alometrik menggunakan data berat kering. Rumus alometrik total berat kering pelepah di tiap petak ukur yaitu menggunakan hitungan dari tinggi dan DBH pelepah di dalam petak ukur dari semua nipah yang telah didata.

Serasah, daun dan tumbuhan bawah dari setiap sub petak ukur di jumlahkan untuk total berat kering kecuali tangkai nipah. Setelah diperoleh data dari tiap petak ukur, total berat kering serasah dan tumbuhan tiap petak ukur dapat dihitung sebagai berikut (Heriyanto, et al., 2002);

Wu = Wus1 + Wus 2 + ….. Wusn x Apa*

N 4

Dimana; Wu : Total berat kering (gr) N : Jumlah contoh

Apa* : Total luas area Petak ukur (ha) 4 : Ketetapan sub Petak ukur

Wus : Berat kering (serasah, daun dan tumbuhan bawah per petak ukur) (gr)

Volume pelepah = (G0 + G0.3) x 0.3/2 + (G0.3 + G1.3) x ½ + (G1.3 + G3.3) + ・・・・ + (Gn‐2 + Gn‐1) + vn

Vn = (hn x Gn)/3 Gn = π (Dn/2)2

Dimana; vn : Volume contoh di atas titik poin (m) Gn : Diameter pelepah (cm)

hn : Tinggi contoh (m) Dn : Keliling pelepah (cm)


(51)

5 (a) 5 (b)

5 (c) 5 (d)


(52)

5 (g) 5 (h)

5 (i) 5 (j)


(53)

5 (m) 5 (n)


(54)

5 (s) 5 (t)

Gambar 5. Kondisi tegakan nipah di lokasi penelitian (a) dan (b) tegakan nipah, (c) pelepah tua dan kuncup, (d) pelepah muda, (e) bunga nipah, (f) buah nipah, (g) rumpun nipah, (h) pengukuran diameter rumpun, (i) pengukuran diameter pelepah, (j) dan (k) penebangan nipah, (l) dan (m) pemisahan daun dan tangkai, (n), (o) dan (p) penandaan sampel nipah contoh, (q) dan (r) tumbuhan bawah, (s) serasah nipah, (t) penimbangan sampel daun.


(55)

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tegakan Nypa fruticans

Karakteristik pertumbuhan nipah berdasarkan diameter rumpun dan tinggi total nipah setiap petak ukur dapat dilihat pada Tabel 2. Rata-rata diameter rumpun nipah terkecil berada pada petak ukur 10 yaitu 12,71 cm dan yang terbesar berada pada petak ukur 1 yaitu 52,51 cm. Nipah memiliki tinggi total dimana rata-rata tinggi total nipah terkecil berada pada petak ukur 10 yaitu 7,29 m dan yang tertinggi berada pada petak ukur 5 yaitu 8,45 m.

Tabel 2. Karakteristik tegakan Nypa fruticans

Petak ukur Kerapatan

(nipah/ha)

Diameter rumpun

(cm) Tinggi total (m)

1 250,00 52,51 8,29

2 218,33 37,87 8,23

3 285,00 24,29 8,14

4 223,33 14,52 7,40

5 180,00 16,02 8,45

6 210,00 28,25 8,22

7 201,67 16,50 8,17

8 170,00 18,74 8,19

9 140,00 27,32 8,13

10 141,67 12,71 7,29

Rata-rata 202,00 24,87 8,05

Hasil inventarisasi di lapangan pada petak ukur 1 dan 3 diperoleh kerapatan sebesar 250,00 dan 285,00 rumpun/ha. Areal ini merupakan areal nipah yang memiliki kerapatan yang tertinggi dan areal ini tidak dimanfaatkan (dipanen)


(56)

dan tidak dilakukan perawatan oleh masyarakat sehingga nipah tumbuh dengan rapat dan secara alami.

Pada petak ukur 2 dengan hasil inventarisasi diperoleh kerapatan sebesar 218,33 rumpun/ha. Pada petak ukur ini terlihat adanya penurunan individu nipah hal ini dikarenakan areal nipah mendekati areal persawahan masyarakat dan memiliki jarak tanam yang kurang baik akibatnya kerapatan nipah cukup renggang dan dalam penentuan nipah yang masuk dalam petak ukur cukup mengalami kesulitan.

Pada petak ukur 4 dan 5 hasil inventarisasi yang diperoleh dengan kerapatan nipah sebesar 223,33 rumpun/ha dan 180,00 rumpun/ha, areal ini merupakan areal yang digenangi oleh air (rawa-rawa) dan merupakan areal pemanenan atau areal yang dimanfaatkan dan dikelola oleh masyarakat untuk pengambilan daun nipah sehingga produksi nipah tumbuh dengan baik. Hal ini sama pada petak ukur 6 sampai 8 dimana hasil inventarisasi diperoleh kerapatan sebesar 210,00 rumpun/ha, 201,67 rumpun/ha dan 170,00 rumpun/ha. Nipah tumbuh di areal tanah liat padat dan merupakan areal pemanenan daun nipah sehingga areal nipah dilakukan perawatan oleh masyarakat.

Pada petak ukur 9 dan 10 hasil inventarisasi diperoleh kerapatan terendah sebesar 140,00 rumpun/ha dan 141,67 rumpun/ha. Hal ini terlihat adanya penurunan individu nipah, dikarenakan areal ini merupakan areal pemanenan nipah dan bekas konversi lahan perladangan sehingga nipah tidak dapat tumbuh dengan baik.


(57)

Karakteristik Fisik Nipah Contoh

Nipah contoh diambil sebanyak 30 individu dari seluruh komunitas nipah. Nipah contoh tersebut diambil mewakili setiap petak ukur, dimana masing-masing petak ukur nipah contoh diambil sebanyak 3 individu.

Kadar air nipah contoh

Air merupakan unsur alami dari semua bagian suatu nipah yang hidup. Sejumlah air akan tetap tinggal di dalam struktur dinding-dinding sel. Jumlah air akan mempengaruhi sifat fisik dan mekaniknya ketahanan terhadap penghancuran biologis, dan kestabilan dimensi produk.

Hasil inventarisasi dikumpulkan di lapangan merupakan data berat basah sehingga diperlukan data berat kering untuk memperoleh besar kadar air. Hasil analisis menunjukan terdapat variasi kadar air, baik berdasarkan kelas diameter, maupun berdasarkan bagian anatomi nipah. Hasil analisis ini dapat disajikan pada Lampiran 1. Dimana secara umum pada semua kelas diameter, tangkai nipah merupakan bagian nipah yang paling tinggi kadar airnya, yakni dengan nilai rata-rata 375,90% dan pada daun memiliki kadar air dengan nilai rata-rata-rata-rata 213,50%. dengan nilai rata-rata total kadar air (%) sebesar 589,40%. Sedangkan bagian nipah yang mengandung kadar air terendah yaitu berada pada bagian batang, tetapi pada bagian batang ini tidak dapat diteliti dikarenakan bagian batang nipah berada di dalam tanah. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian terdahulu seperti Onrizal (2004).


(58)

pada nipah dimana dalam setiap spesies terdapat variasi besar tergantung tempat, umur dan volume nipah. Di dalam pelepah nipah umumnya kadar air berkurang pada saat berumur tua. Hasil pola sebaran kadar air pada berbagai bagian anatomi nipah dan kelas diameter pelepah dan daun nipah dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Kadar air rata-rata pada setiap bagian nipah contoh

Hasil analisis menunjukan bahwa sebagian besar dari biomassa pohon atau nipah merupakan karbon. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hairiah et al., (2001) menyatakan bahwa besar karbon yang tersimpan merupakan setengah dari total biomassa. Berdasarkan analisis bagian anatomi nipah yang diukur yaitu berdasarkan kelas diameter, tinggi dan panjang nipah di komunitas nipah Secanggang, Langkat.

Penyusunan persamaan alometrik biomassa nipah

Persamaan alometrik biomassa dibangun untuk melakukan penaksiran besar biomassa bagian atas permukaan tanah total. Persamaan tersebut


(59)

menyatakan hubungan antara biomassa dengan dimensi nipah seperti diameter rumpun, diameter pelepah, panjang pelepah, tinggi pelepah dan tinggi total.

Biomassa nipah dikelompokkan menjadi biomassa tangkai total, biomassa tangkai tua, biomassa tangkai muda, biomassa tangkai kuncup, biomassa daun total, biomassa daun tua, biomassa daun muda, biomassa daun kuncup, biomassa pelepah total, biomassa pelepah tua, biomassa pelepah muda, biomassa pelepah kuncup, dan biomassa total. Masing-masing bagian tersebut memiliki persamaan alometrik tersendiri.

Persamaan alometrik biomassa pelepah a. Alometrik biomassa tangkai total

Model alometrik penduga biomassa tangkai total nipah digunakan untuk menduga biomassa tangkai total melalui peubah diameter atau tinggi nipah. Berdasarkan hasil inventarisasi diperoleh biomassa tangkai total yaitu sebanyak 45 tangkai. Berdasarkan hasil inventarisasi tersebut maka diperoleh hasil uji alometrik dapat disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Persamaan alometrik biomassa tangkai total nipah

No Persamaan S2 R2 Ra2 F.

hitung

Kriteria

performansi Jumlah

S2 R2

1 Y = 2,17/(1+0,008Dr) 0,69 3,57 0,06 1,01 3 4 7

2 Y = 1 / (0,46 + 0,003 Dr) 0,89 3,57 0,06 1,01 5 4 9

3 Y = 0,12 H + 0,81 1,13 3,14 0,00 0,91 6 5 11 4 Y = 0,63 H0.49 0,83 3,12 0,00 0,90 4 6 10 5 Y = 1,26 – 0,01 Dr + 0,11H 0,27 7,06 0,18 1,02 1 2 3

6 Y = 0,98 * Dr-0,11 * H0,45 0,59 5,05 0,00 0,71 2 3 5


(60)

Pemilihan persamaan alometrik terbaik dapat dilakukan dengan menguji beberapa persamaan. Persamaan tersebut dibagi menjadi persamaan yang menggunakan satu peubah bebas, yaitu diameter, tinggi dan persamaan yang menggunakan dua peubah bebas yaitu diameter dan tinggi (tinggi total pelepah nipah). Persamaan alometrik yang memenuhi syarat statistik adalah persamaan yang mempunyai nilai ragam contoh (S2) terkecil dan memiliki nilai koefisien determinasi yang disesuaikan R2 dan Ra2 terbesar.

Pemilihan persamaan alometrik biomassa nipah total yang terbaik berdasarkan nilai statistik ditunjukkan pada Tabel 3, pengurutan performansi dilakukan untuk setiap persamaan mulai persamaan yang mempunyai S2 terkecil dan nilai R2 terbesar. Berdasarkan kriteria statistik dari Tabel tersebut, dapat diamati bahwa persamaan Y = 1,26 – 0,01 Dr + 0,11H memiliki nilai performansi

yang baik dan ini menandakan persamaan tersebut memiliki kebaikan dalam menduga biomassa tangkai total nipah.

Pengukuran diameter rumpun (Dr) nipah kurang efektif, dikarenakan antar tangkai nipah dalam satu rumpun sangat renggang. Sedangkan peubah bebas diameter dan tinggi pada persamaan Y = 1,26 – 0,01 Dr + 0,11H dalam

pengukuran mengharuskan adanya data tinggi total dan diameter rumpun yang diukur terlebih dahulu. Hal ini untuk melihat keefektifan dalam pengumpulan data peubah model pendugaan biomassa nipah.

Berdasarkan pertimbangan di atas maka persamaan alometrik biomassa tangkai total nipah yang dipilih adalah persamaan Y = 1,26 – 0,01 Dr + 0,11H

yang menggunakan dua peubah bebas. Dari Tabel 3 dapat diamati bahwa persamaan Y = 1,26 – 0,01 Dr + 0,11H mempunyai R2 sebesar 7,06 % dan nilai S2


(61)

sebesar 0,27. Berdasarkan uji T diperoleh hasil bahwa adanya peubah diameter rumpun dan tinggi total dalam persamaan memberikan pengaruh nyata terhadap pendugaan biomassa tangkai total nipah. Hal ini ditunjukkan oleh nilai P<0,01 pada tingkat kepercayaan 99%.

Syarat model yang baik adalah bila memenuhi kenormalan sisaan. Suatu model dikatakan memenuhi syarat kenormalan sisaan apabila tampilan petak ukur menunjukkan penyebaran data yang membentuk pola garis lurus. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 7 menunjukkan tampilan petak ukur yang menyebar dan membentuk pola garis lurus sehingga syarat kenormalan sisaan terpenuhi.

Normal probability petak ukur of the residuals

Gambar 7. Tampilan petak ukur uji kenormalan sisaan persamaan alometrik terpilih biomassa pelepah nipah total.

Berdasarkan kriteria statistik di atas, dalam pemilihan model yang akan digunakan harus memenuhi syarat apabila nilai ragam contoh (S2) kecil, nilai koefisien determinasi (R2) dan nilai koefisien determinasi terkoreksi (Ra2) terbesar harus mendekati 100%. Syarat statistik merupakan syarat utama dalam pemilihan model. Berdasarkan kriteria pemilihan model tersebut maka nilai persamaan alometrik yang telah diuji pada biomassa tangkai total tidak memenuhi kriteria pemilihan model, hal ini berarti persamaan di atas tidak dapat dijadikan sebagai model yang akan digunakan.


(62)

b. Alometrik biomassa tangkai tua

Beberapa model alometrik penduga biomassa tangkai tua nipah diujikan untuk dapat memperoleh satu model penduga biomassa tangkai tua nipah yang terbaik. Berdasarkan hasil inventarisasi nipah diperoleh biomassa yaitu sebanyak 24 tangkai tua. Hasil uji alometrik pendugaan biomassa pelepah tua dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Persamaan alometrik biomassa tangkai tua nipah

No Persamaan S2 R2 Ra2 F.

hitung

kriteria

performansi Jumlah

S2 R2

1 Y = 1,27 / (1-0,05Dt) 1,72 1,97 0,00 0,44 3 6 9

2 Y = 1 / (0,78 – 0,04 Dt) 1,76 1,97 0,00 0,44 4 6 10

3 Y = 0,12H + 1,12 2,92 7,31 3,10 1,73 6 3 9 4 Y = 1,76 * Pt0,17 3,36 2,32 0,00 0,52 7 5 12

5 Y = -0,02 + 0,17 Dt + 0,12H 0,46 9,20 0,56 1,06 2 2 4

6 Y = 0,62 * Dt0,56 * Pt0,16 0,26 4,49 0,00 0,49 1 4 5

7 Y = 1,52 + 0,12H – 0,67/Pt 2,50 9,30 0,66 1,07 5 1 6

Berdasarkan Tabel di atas, persamaan alometrik biomassa tangkai tua nipah terbaik dipilih berdasarkan nilai statistik. Dimana persamaan alometrik dilakukan pengurutan performansi untuk setiap persamaan baik berdasarkan nilai S2 terkecil dan R2 terbesar (mendekati 100%) serta nilai Ra2 terbesar (mendekati 100%).

Berdasarkan dari Tabel 4, kriteria statistik dapat diamati bahwa persamaan Y = -0,02 + 0,17 Dt + 0,12Hmempunyai nilai performansi yang paling baik. Dari

Tabel di atas dapat diamati bahwa persamaan tersebut mempunyai nilai S2 sebesar 0,46 dan nilai R2 yaitu sebesar 9,20%.

Persamaan Y = -0,02 + 0,17 Dt + 0,12H merupakan persamaan yang


(63)

tinggi tangkai dari kedua persamaan tersebut dalam persamaan memberikan pengaruh nyata terhadap pendugaan biomassa tangkai tua. Hal ini ditunjukkan oleh nilai P<0,01 pada tingkat kepercayaan 99%.

Berdasarkan kriteria statistik di atas, persamaan yang terbaik adalah persamaan Y = -0,02 + 0,17 Dt + 0,12H. Onrizal (2004) menyatakan dalam

pemilihan persamaan alometrik, syarat statistik merupakan syarat utama dan selain kriteria statistik persamaan alometrik biomassa juga harus mempertimbangkan faktor keefisienan, kepraktisan dan kemudahan dalam pengumpulan data dilapangan (data peubah model).

Kriteria pertimbangan model di atas, model yang terbaik juga harus memenuhi syarat kenormalan penyebaran sisaan harus terpenuhi sehingga dapat digunakan sebagai salah satu asumsi model regresi. Oleh sebab itu perlu dilihat apakah nilai sisaan tersebut menyebar secara normal atau tidak. Tampilan petak ukur uji kenormalan sisaan dapat dilihat pada Gambar 8.

Normal probability petak ukur of the residuals

Gambar 8. Tampilan petak ukur uji kenormalan sisaan persamaan alometrik terpilih biomassa pelepah tua

Berdasarkan Gambar 8, dapat diamati bahwa pola penyebaran data yang dihasilkan membentuk garis lurus sehingga syarat data sisaan yang menyebar secara normal terpenuhi. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Basuki, 2007), nilai


(64)

sisaan dikatakan menyebar secara normal apabila antara nilai sisaan dengan probability normalnya membentuk pola garis linier melalui pusat sumbu.

Berdasarkan kriteria pemilihan model di atas maka nilai persamaan alometrik yang telah diuji pada biomassa tangkai tua tidak memenuhi kriteria dalam pemilihan model, hal ini berarti persamaan di atas tidak dapat dijadikan sebagai model yang akan digunakan. Hal ini dikarenakan dalam pemilihan model yang akan digunakan harus memenuhi syarat apabila nilai ragam contoh (S2) kecil, nilai koefisien determinasi (R2) dan nilai koefisien determinasi terkoreksi (Ra2) terbesar harus mendekati 100%.

c. Alometrik biomassa tangkai muda

Berdasarkan hasil inventarisasi nipah contoh diketahui bahwa nipah contoh diperoleh 18 tangkai muda. Hasil uji model penduga biomassa tangkai muda dapat disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Persamaan alometrik biomassa tangkai muda

No Persamaan S2 R2 Ra2 F.

hitung

kriteria

performansi Jumlah

S2 R2

1 Y = 0,73 / (1 – 0,006 Dt) 0,54 6,43 0,58 1,10 5 5 10

2 Y = 1 / (1,36 – 0,08 Dt) 0,63 6,43 0,58 1,10 6 5 11

3 Y = 0,11H + 0,36 0,39 9,95 4,33 1,76 4 3 7 4 Y = 1,21 * Pt0,09 1,41 1,19 0,00 0,19 7 6 13

5 Y = -0,11 + 0,09 Dt + 0,09H 0,05 13,24 1,67 1,14 1 1 2

6 Y = 0,40 * Dt0,59 * Pt0,1 0,20 7,29 0,00 0,59 2 4 6

7 Y = 0,18 + 0,12H + 0,12/ Pt 0,38 11,11 0,00 0,93 3 2 5

Berdasarkan kriteria statistik, dari Tabel 5 dapat diamati bahwa persamaan Y = -0,11 + 0,09 Dt + 0,09H mempunyai nilai performansi yang paling baik. Dari


(65)

yaitu sebesar 0,12 dan nilai R2 terbesar yaitu sebesar 13,24%. Dari persamaan tersebut dapat diamati bahwa persamaan menggunakan dua peubah bebas, yaitu diameter tangkai dan tinggi tangkai. Berdasarkan hasil uji T diperoleh adanya peubah bebas diameter dan tinggi tangkai memberikan pengaruh nyata terhadap penduga biomassa tangkai muda. Hal ini ditunjukkan oleh nilai P<0,01 pada tingkat kepercayaan 99%.

Berdasarkan kriteria pemilihan model di atas maka nilai persamaan alometrik yang telah diuji pada biomassa tangkai muda tidak memenuhi kriteria dalam pemilihan model, hal ini berarti persamaan di atas tidak dapat dijadikan sebagai model yang akan digunakan. Hal ini dikarenakan dalam pemilihan model yang akan digunakan harus memenuhi syarat apabila nilai ragam contoh (S2) kecil, nilai koefisien determinasi (R2) dan nilai koefisien determinasi terkoreksi (Ra2) terbesar harus mendekati 100%.

Selain kriteria di atas, syarat model yang baik adalah bila memenuhi kenormalan sisaan dan keaditifan harus terpenuhi. Model dapat dikatakan memenuhi syarat kenormalan sisaan apabila tampilan petak ukur uji kenormalan sisaan membentuk garis linier atau garis lurus. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 9. Sedangkan syarat keaditifan model terpenuhi apabila tampilan petak ukur menyebar secara acak. Hal ini dilihat pada Gambar 9.

Normal probability petak ukur of the residuals


(66)

d. Alometrik biomassa tangkai kuncup

Berdasarkan hasil inventarisasi nipah contoh diperoleh hasil tangkai kuncup yaitu sebanyak 3 tangkai. Hasil uji model alometrik penduga biomassa tangkai kuncup dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Persamaan alometrik biomassa tangkai kuncup

No Persamaan S2 R2 Ra2 F.

hitung

kriteria

performansi Jumlah

S2 R2

1 Y = 0,13 / (1 – 0,16 Dt) 0,03 45,00 0,00 0,81 2 2 4

2 Y = 1 / (7,45 – 1,2 Dt) 0,03 45,00 0,00 0,81 2 2 4

3 Y = -0,04H + 1,2 0,97 2,19 0.00 0,02 4 4 8 4 Y = 1,36 * H-0,24 0,83 3,53 0,00 0,03 3 3 6 5 Y = 0,09 / (1 – 1,86 Pt) 0,01 65,39 30,78 1,89 1 1 2

6 Y = 1 / (10,59 – 19,72 Pt) 0,01 65,39 30,78 1,88 1 1 2

7 Y = 10 Pt – 3,63 12,96 65,39 30,78 1,88 5 1 6

Menurut Sembiring, (1995) dalam Adinugroho et al., (2006) Pendugaan biomassa menggunakan teknik regresi dengan model persamaan yang baik adalah sangat disarankan, karena relatif sederhana, dan memungkinkan mengetahui adanya kesalahan yang terlihat dalam uji statistik. Persamaan alometrik biomassa terpilih adalah persamaan yang memiliki nilai R2 yang besar (mendekati 100%) dan nilai S2 yang kecil.

Berdasarkan kriteria statistik, untuk memilih persamaan alometrik penduga biomassa tangkai kuncup yang terbaik dapat dilihat pada Tabel 6. Dari Tabel 6 dapat diamati bahwa untuk setiap persamaan dilakukan pengurutan performansi mulai dari persamaan yang mempunyai nilai S2 terkecil dan nilai R2 terbesar.

Berdasarkan kriteria statistik, dari Tabel 5 dapat diamati bahwa persamaan Y = 0,09 / (1 – 1,86 Pt) dan persamaan Y = 1 / (10,59 – 19,72 Pt) mempunyai nilai


(67)

performansi yang baik. Berdasarkan persamaan alometrik biomassa tangkai kuncup, persamaan Y = 0,09 / (1 – 1,86 Pt) dan persamaan Y = 1 / (10,59 – 19,72

Pt) memiliki nilai S2 terkecil yaitu sebesar 0,01 dan nilai R2 terbesar yaitu sebesar

65,39%. Berdasarkan hasil uji T diperoleh hasil bahwa dengan adanya peubah panjang tangkai dalam persamaan tersebut. Hal ini berarti persamaan memberikan pengaruh nyata terhadap penduga biomassa tangkai kuncup.

Berdasarkan kriteria statistik, persamaan Y = 1 / (10,59 – 19,72 Pt)

merupakan persamaan alometrik yang baik dibandingkan dengan persamaan Y = 1 / (7,45 – 1,2 Dt) yang menggunakan peubah bebas diameter. Dalam hal ini

persamaan Y = 1 / (7,45 – 1,2 Dt)harus meningkatkan nilai R2 sebesar 15,39%.

Berdasarkan persamaan Y = 1 / (7,45 – 1,2 Dt)menghasilkan R2 sebesar 45,00%.

Jika persamaan ini digunakan hal ini berarti hanya 45,00% dari nilai keragaman biomassa tangkai kuncup yang dapat dijelaskan oleh peubah diameter. Sedangkan pada persamaan Y = 1 / (10,59 – 19,72 Pt) yang memasukkan peubah panjang

tangkai, memiliki nilai R2 sebesar 65,39%. Hal ini berarti peubah panjang tangkai dapat menjelaskan 65,39% dari keragaman biomassa tangkai kuncup. Oleh sebab itu, persamaan yang dipilih adalah persamaan Y = 1 / (10,59 – 19,72 Pt) menjadi

persamaan biomassa tangkai kuncup. Berdasarkan hasil uji T diperoleh hasil bahwa persamaan Y = 1 / (10,59 – 19,72 Pt) yang menggunakan satu peubah

bebas panjang tangkai memberikan pengaruh nyata terhadap penduga biomassa tangkai kuncup. Berdasarkan pertimbangan dalam pemilihan model, syarat statistik merupakan syarat utama walaupun kepraktisan dan kemudahan dalam pengumpulan data peubah bebas juga harus diperhitungkan.


(1)

Biomassa serasah

Serasah merupakan bagian tanaman yang telah gugur berupa daun dan ranting-ranting yang terletak di permukaan tanah serta tumbuhan yang telah mati. Berdasarkan hasil identifikasi di lapangan dengan luas 160 m2 atau 0,016 ha diperoleh jenis serasah yang meliputi daun nipah, pelepah nipah dan tumbuhan dengan total biomassa yaitu 4,3 kg/ha. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 4.

Biomassa bagian atas permukaan tanah total komunitas nipah

Biomassa bagian atas permukaan tanah total komunitas nipah (total aboveground biomass) adalah penjumlahan dari biomassa nipah, biomassa tumbuhan bawah dan biomassa serasah. Biomassa nipah ditaksir dengan memasukkan inventarisasi nipah yang dilakukan pada tiap-tiap rumpun nipah pada alometrik penduga biomassa yang telah dibangun. Hasil perhitungan biomassa bagian atas permukaan tanah total menurut petak ukur pengamatan dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Biomassa bagian atas permukaan tanah total komunitas nipah Petak

ukur Rata-rata biomassa (ton/ha) Total Nipah Tumbuhan bawah Serasah

1 19,9842 0,0032 0,0043 19,9917

2 12,1575 0,0007 0,0057 12,1638

3 14,1365 0,0038 0,0055 14,1458

4 7,8170 0,0002 0,0067 7,8238

5 6,9357 0,0022 0,0022 6,9400

6 7,9915 0,0038 0,0020 7,9973

7 7,8775 0,0048 0,0067 7,8890

8 7,4438 0,0057 0,0050 7,4545

9 7,6010 0,0000 0,0035 7,6045


(2)

Berdasarkan Tabel 16 dapat diamati bahwa jumlah kesulurahan biomassa bagian atas pemukaan tanah sebesar 9,64 ton/ha. Hal ini menunjukkan bahwa biomassa komunitas nipah secara regional berperan sangat besar dalam menyerap dan menyimpan karbon.

Jumlah karbon tersimpan pada tegakan nipah

Biomassa dapat menyatakan kandungan karbon yang terdapat pada suatu tegakan nipah. Menurut Brown (1997) biomassa hutan dapat memberikan dugaan sumber karbon di vegetasi hutan sebab 50% dari biomassa adalah karbon.

Tabel 17. Potensi serapan karbondioksida tegakan nipah

Petak ukur

Potensi karbon Serapan CO2

1 9,9958 36,6847

2 6,0819 22,3206

3 7,0729 25,9576

4 3,9119 14,3567

5 3,4700 12,7349

6 3,9987 14,6751

7 3,9445 14,4763

8 3,7273 13,6790

9 3,8023 13,9543

10 2,1997 8,0728

Keterangan:

1. Asumsi 1 ton biomassa = 0,5 ton karbon

2. Serapan CO2 menggunakan rumus CO2 = C x 3,67 (Mirbach, 2000)

Onrizal (2004) menyatakan bahwa jumlah karbon dalam pohon meningkat secara linier dengan meningkatnya biomassa pohon. Berdasarkan Tabel 17 dapat diamati bahwa jumlah biomassa tegakan nipah berbanding lurus dengan potensi dan serapan karbon nipah.


(3)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Persamaan terpilih yang dapat digunakan sebagai model yang handal dalam pendugaan biomassa nipah dengan tingkat akurasi yang tinggi adalah persamaan alometrik Y = 0,54 Dpel0,63 Ppel0,31dengan R2 sebesar 20,90%.

Berdasarkan model alometrik terpilih dapat diketahui rata-rata biomassa nipah berkisar antara 4,3980 ton/ha sampai 19,9842 ton/ha. Total biomassa tumbuhan bawah berkisar antara 0,0007 ton/ha sampai 0,0057 ton/ha dan total biomassa serasah berkisar antara 0,0013 ton/ha sampai 0,0067 ton/ha. Oleh karena itu, potensi karbon komunitas nipah di kawasan penelitian diduga berkisar 2,1997 ton C/ha sampai 9,9958 ton C/ha.

Saran

Tanpa mengurangi tingkat akurasi hasil dugaan dan kepraktisan serta keefisienan, maka biomassa nipah cukup diduga hanya dengan menggunakan peubah diameter dan panjang pelepah nipah. Dengan demikian, pengukuran tinggi pohon tidak harus dilakukan. Selain kriteria statistik, dalam menentukan persamaan alometrik terbaik sebaiknya dilakukan uji validasi persamaan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adinugroho, W.C., Syahbani, I., Rengku, MT., Arifin, Z., Mukhaidil. 2006. Teknik Estimasi Kandungan Karbon Hutan Sekunder Bekas Kebakaran 1997/1998. PT. Inhutani I. Batu Ampar. Kalimantan Timur.

Anwar. C & Hendra, G. 2006. Peranan Ekologis dan Social Ekonomis Hutan Mangrove dalam Mendukung Pembangunan Wilayah Pesisir.

Assisi, F. 2009. Pemanasan Global dan Perubahan Iklim.

Bako, I. 2009. Komposisi Pohon dan Pendugaan Karbon Tersimpan Pada Pohon di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Bharat. [Thesis]. Sekolah Pasca Sarjana. Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Basuki, R.B. 2007. Pendugaan Biomassa Hutan Tanaman Eucalyptus grandis W. Hill ex Maiden di IUPHHK PT. Toba Pulp Lestari Tbk. Sumatera Utara. [Skripsi]. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

Brown, S. 1997. Estimating Biomass And Biomass Change Of Tropikal Forest, a Primer. FAO Forestry paper 134, FAO. Rome.

Ditjenbun. 2006. Daftar Komoditi Binaan. Direktorat Jenderal perkebunan.

[FPPB] Fakultas Pertanian Perikanan dan Biologi. 2009. Fungsi dan Peranan Hutan Bakau (Mangrove) dalam Ekosistem, Jaga Kelestarian Ekosistem Hutan Bakau Bangka Belitung. Universitas Negeri Bangka Belitung. Hairiah, K., Sitompul, SM., Noorwijk M Van., dan Palm, C. 2001. Methods For

Sampling Carbon Stoks Above And Below Ground. ICRAF South Asian Regional Reseach Program. Bogor.

Hairiah K & Rahayu, S. 2007. Pengukuran Karbon Tersimpan di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. World Agroforestry Centre, ICRAF Southeast Asia. Bogor.

Haygreen, SJ., Bowyer, JL. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.

Heriyanto, N.M, I. Heriansyah dan C.A. Siregar. 2002. Measurement of Biomass in Forest, Demonstration Study on Carbon Fixing Forest Management in Indonesia. Forest and Forest Product Research. Japan.

Junaidi, W. 2009. Fungsi Hutan Mangrove. http://wawan-junaidi. com/2009/11/fungsi-hutan-mangrove.html. [ 5 Desember 2009].


(5)

[LPPM] Lembaga Pengembangan dan Pengkajian Mangrove. 2008. Fungsi Hutan Mangrove.

2009].

Mangrove Information Centre. 2009. Nipah. Denpasar. Bali baru.jpg,mm_menu.js.buah_nipah_jpg. [4 Desember 2009].

Onrizal. 2004. Model Alometrik Biomassa dan Karbon Tegakan Hutan Kerangas di Hutan Taman Nasional Danau Sentarum, Kalimantan Barat. [Thesis]. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Onrizal. 2005. Adaptasi Tumbuhan Mangrove Pada Lingkungan Salin dan Jenuh Air. Jurusan Kehutanan. Fakultas Pertanian. Univesitas Sumatera Utara.

Medan.

Desember 2009].

Onrizal & Kusmana, C. 2005. Ekologi Hutan. [Diktat]. Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

Rahayu, S., Betha, L & Meine, V. N. 2009. Pendugaan Cadangan Karbon di Atas Permukaan Tanah Pada Berbagai Sistem Penggunaan Lahan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur.

Santono, N., Bayu, C. N., Ahmad, F. S, & Ida, F. 2005. Resep Makanan Berbahan Baku Mangrove dan Pemanfaatan Nipah. Lembaga Pengembangan dan Pengkajian Mangrove.

Wulansari, M. 2009. Perbandingan Stok Karbon Pada Hutan Mangrove dan Non Mangrove di Pulau Dua, Banten. [Abstrak] Program Studi Sarjana Biologi SITH.

[5

Desember 2009].

Yudosudarto & A. K. Rachman. 2007. Nipah penghuni hutan mangrove.http://yudosudarto.blogspot.com [15 Desember 2009].


(6)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan kadar air contoh nipah Plot Rata-rata kadar air pelepah

(%) Rata-rata kadar air daun (%)

1 683.9 209.06

2 1861.07 354.39

3 710.13 398.84

4 220.83 144.34

5 236.93 205.83

6 728.4 719.27

7 571.03 201.38

8 303.8 190.7

9 514.07 228.56

10 351.37 284.56

total 6181.53 2936.93