Pengembangan Sistem Deteksi Kematangan Tandan Buah Segar (Tbs) Sawit Berdasarkan Karakteristik Optik

PENGEMBANGAN SISTEM DETEKSI KEMATANGAN
TANDAN BUAH SEGAR (TBS) SAWIT
BERDASARKAN KARAKTERISTIK OPTIK

DINAH CHERIE

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Pengembangan
Sistem Deteksi Kematangan Tandan Buah Segar (TBS) Sawit Berdasarkan
Karakteristik Optik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Dinah Cherie
NIM F164100091

RINGKASAN
DINAH CHERIE. Pengembangan Sistem Deteksi Kematangan Tandan Buah
Segar (TBS) Sawit Berdasarkan Karakteristik Optik. Dibimbing oleh SAM
HERODIAN, TINEKE MANDANG dan USMAN AHMAD.
Saat ini, penentuan kematangan tandan buah segar (TBS) sawit ditentukan
berdasarkan penampakan TBS dan jumlah buah yang membrondol dari tandan.
Dalam penelitian ini berusaha untuk menentukan kematangan tersebut
berdasarkan penampakan yang terlihat yaitu perubahan warna TBS dari setiap
tahap kematangan yang juga dikorelasikan dengan kandungan minyak yang
terdapat dalam tiap tingkat kematangan yang dimiliki TBS. TBS direkam dengan
menggunakan kamera digital (10 MPiksel) dengan berbagai jarak perekaman (2,
7, 10, dan 15 m) yang merupakan simulasi variasi intensitas cahaya pada proses
perekaman dengan spektrum yang berbeda pencahayaan untuk mengeksplorasi
korelasi ini. Pencahayaan pada proses perekaman menggunakan dua lampu yaitu
pertama lampu halogen yang memancarkan spektrum elektromagnetik dari

rentang cahaya tampak (400-700 nm) hingga rentang inframerah (720-1100 nm),
dengan daya 600 dan 1000 watt. Kedua, lampu ultraungu (UV) digunakan untuk
mengetahui respon optik TBS melalui pantulan cahaya permukaan TBS di bawah
spektrum ultraungu (320-380 nm) yang memiliki output daya 600 watt. Titik
bidang pandang kamera diatur untuk mencakup wilayah persegi 0.125x0.125 m2
daerah frontal TBS setiap perekaman yang dilakukan sehingga setiap citra
memiliki luasan piksel 3888x2952 piksel2.
Gambar TBS terekam diekstrak menggunakan pengolahan citra dan
menghasilkan fitur warna yang kemudian disegmentasi kemudian digunakan
sebagai variabel masukan untuk memodelkan kandungan minyak sampel
menggunakan jaringan syaraf tiruan (JST). Rekayasa perangkat lunak statistik
digunakan untuk membangun model. Model yang dikembangkan menggunakan
metode MLP-JST dari 15 variabel masukan (R,G,B; H,S,I; R,G,B indeks serta
rasio R/G, R/B, G/B, G/R, B/R dan B/G) dengan menggunakan 10 lapisan
tersembunyi dan fungsi aktivasi hyperbolic tangent sehingga menghasilkan
prediksi kandungan minyak. Lima model yang terpilih dan dikembangkan, karena
memiliki korelasi yang tinggi untuk memprediksi kandungan minyak TBS.
Berdasarkan fitur warna gambarnya yang dianalisa, terpilih pada spektrum UV
dari jarak perekaman 10, 7 dan 2 m serta jarak 10 m pada spektrum IR di bawah
pencahayaan intensitas rendah (lampu H600) dan intensitas tinggi (lampu H1000).

Validasi model dinyatakan oleh nilai koefisien untuk masing-masing model
sebesar 0.893, 0.937, 0.984, 0.854, dan 0.998 dengan nilai SEP masing-masing
sebesar 1.330, 0.611, 0.326, 1.664 dan 0.036 dan SEC 2.324.
Kata kunci:

TBS sawit, jarak perekaman, spektrum warna, metode MLP-JST,
kandungan minyak.

SUMMARY
DINAH CHERIE. Development of Ripeness Detection System for Oil Palm Fresh
Fruit Bunches (FFBs) Based on Fruit’s Optical Characteristics. Supervised by SAM
HERODIAN, TINEKE MANDANG and USMAN AHMAD.
In current practice, determination of ripeness of the fresh fruit bunch (FFB)
is based on its appearance, and by the number of detached fruit-lets from the
bunch. This study aimed to develop a technique that can predict the ripeness of
FFB based on its optical response to the visible and non-visible light. FFB in
different ripeness stages responds differently with lights, and this response can be
correlated to its oil content. For this study, FFB was recorded using a digital
camera (10 M pixels) from various distances (2, 7, 10, and 15 m), to simulate its
optical response to differing light intensity. Likewise, different spectrum of lights

was used during imaging with the addition of lighting power variations. This
setup also aimed to explore the strong correlation between FFB ripeness, oil
content and its color features in the recorded images. Three types of lamps were
used during the recording; first, halogen lamps which emit electromagnetic light
spectrum of visible (400-700 nm) and infrared (720-1100 nm) lights with 600 watt
power output. Second, similar lamps with higher power output (1000 watt).
Third, is ultraviolet (UV) lamp (600 watt) which emits a light spectrum of 320380 nm. The camera field of view is set to cover focal sections of FFB with an
area of 0.125 m by 0.125 m, and upon recording, this area was transformed into an
image with 3888 by 2952 pixels.
The color features in the recorded image were extracted using image
processing and used as input variables to model the FFB’s oil content using
artificial neural networks (ANN) method. Engineering statistical software was
used to build the models. The colors, feature’s of the image were transformed
into 15 variables, namely R, G, B; H, S, I; R, G, B index and the ratio of R/G,
R/B, G/B, G/R, B/R and B/G. These variables were incorporated in the ANN
models using 10 hidden layers with hyperbolic tangent activation function,
resulting in high accuracy of predictions for oil content (OC). For this study, five
models are selected since they have the highest correlation for oil content
prediction of the FFB. These models successfully predict the OC of the FFB from
10, 7 and 2 m under UV spectrum; and 10 m under IR spectrum (600 and 1000

watt). The success rate of the models expressed by their coefficient of
correlations (R2) are 0.893, 0.937, 0.984, 0.854, and 0.998. The selected models
obtained SEP of 1.330, 0.611, 0.326, 1.664 and 0.036, respectively and SEC of
2.324.
Keywords: Oil palm FFB, recording distance, color spectrums, MLP-ANN, oil
content.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGEMBANGAN SISTEM DETEKSI KEMATANGAN
TANDAN BUAH SEGAR (TBS) SAWIT
BERDASARKAN KARAKTERISTIK OPTIK


DINAH CHERIE

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji pada Ujian Tertutup:

Prof Dr Ir Kudang Boro Seminar, MSc
(Staf Pengajar di Departemen Teknik Mesin
& Biosistem, Fateta, IPB, Bogor)
Dr Ir Angga Jatmika, MSi

(Staf di PT. Riset Perkebunan Nusantara,
Jl. Salak No. 1A, Bogor)

Penguji pada Sidang Promosi :

Prof Dr Ir Kudang Boro Seminar, MSc
(Staf Pengajar di Departemen Teknik Mesin
& Biosistem, Fateta, IPB, Bogor)
Prof Dr Ir Santosa, MAgr
(Dekan Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Andalas, Padang)

iii

Judul Disertasi: Pengembangan Sistem Deteksi Kematangan Tandan Buah Segar
(TBS) Sawit Berdasarkan Karakteristik Optik
Nama
: Dinah Cherie
NIM
: F164100091


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Sam Herodian, MS
Ketua

Prof Dr Ir Tineke Mandang, MS
Anggota

Dr Ir Usman Ahmad, MAgr
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Keteknikan Pertanian

Dekan Sekolah Pascasarjana


Dr Ir Wawan Hermawan, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian Tertutup : 14 Agustus 2015
Tanggal Sidang Promosi : 25 Agustus 2015

Tanggal Lulus:

v

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala Ar-rohman dan Arrohim-Nya dan juga kepada junjungan Nabi Muhammad
SAW yang telah menuntun kita ke jalan yang terang untuk mengatasi hambatan
dalam kehidupan ini dengan nikmat iman dan Islam. Dengan nikmat tersebut
penulis telah berusaha dan berdoa sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan
dengan rasa syukur yang tak terhingga. Tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 ini ialah prediksi kematangan TBS, dengan
judul Pengembangan Sistem Deteksi Kematangan Tandan Buah Segar (TBS)

Sawit Berdasarkan Karakteristik Optik.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Sam Herodian, M.S.,
Ibu Prof Dr Ir Tineke Mandang, MS dan Bapak Dr Ir Usman Ahmad, MAgr
selaku pembimbing; serta Bapak Prof Dr Ir Kudang Boro Seminar, MSc dan
Bapak Dr Ir Angga Jatmika, MSi. selaku penguji dari luar komisi pada ujian
tertutup; dan penguji dari luar komisi pada sidang promosi yaitu Bapak Prof Dr Ir
Kudang Boro Seminar, MSc dan Bapak Prof Dr Ir Santosa, MP. Penghargaan
penulis juga sampaikan kepada PT. Sari Lembah Subur (PT. SLS) Riau dan PT.
Nirwana Agro Lestari (PT. NAL) Kalteng yang merupakan anak perusahaan dari
PT. Astra Agro Lestari, Tbk., yang telah membantu selama pengumpulan data
lapangan. Terima kasih juga PT. Astra Agro Lestari, Tbk. dan DIPA IPB
(Program Desentralisasi IPB – DP2M Dikti ) 2012 atas bantuan finansial selama
penelitian berlangsung. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada mama, papa,
suami, ‘malaikat-malaikat kecil’ penulis, serta seluruh keluarga tercinta, atas
segala doa, dorongan dan kasih sayangnya yang hingga saat ini belum bisa penulis
balas.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015
Dinah Cherie


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ii

DAFTAR GAMBAR

ii

DAFTAR LAMPIRAN

iv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerangka Pemikiran
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Manfaat Penelitian
Nilai Kebaruan Penelitian

1
1
6
7
7
8
9
9

2 METODOLOGI
Alat dan Bahan
Metode Penelitian

10
10
11

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Jarak Maksimal Perekaman Citra
Analisa Citra Berdasarkan Segmentasi Kematangan RGB Rata-rata
Prediksi kandungan minyak TBS sawit berdasarkan JST
Komparasi hasil studi dengan penelitian yang sudah dilakukan

19
19
23
30
35

4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

37
37
37

DAFTAR PUSTAKA

38

LAMPIRAN

40

RIWAYAT HIDUP

61

vii

DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3

Tabel 4

Tabel 5

Tabel 6

Tabel 7

Beberapa penelitian yang dilakukan untuk mendeteksi
pendugaan kematangan TBS

5

Spesifikasi lensa kamera yang dipakai berdasarkan
perbedaan setiap jarak perekaman TBS

10

Hasil perekaman citra TBS pada berbagai jarak
perekaman dan berbagai tingkat kematangan TBS pada
spektrum UV: mentah: 13.687%, matang: 22.376% dan
lewat matang: 23.904%

20

Nilai koefisien korelasi R2 kandungan minyak dan nilai
R,G,B rata-rata untuk seluruh perlakuan spektrum tiap
tingkat kematangan TBS

28

Hasil kalibrasi dan validasi model pendugaan
kandungan minyak dengan metode MLP menggunakan
15 fitur warna dari citra TBS

31

Model prediksi kandungan minyak dengan metode MLP
berdasarkan respon citra TBS terekam pada jarak
perekaman 10 m dengan intensitas rendah (H600)
spektrum UV

32

Perbandingan sistem deteksi kematangan
kandungan minyak TBS yang telah dikembangkan

35

dan

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1

Tahapan kerangka penelitian untuk menduga kematangan TBS
berdasarkan karakteristik optik

8

Gambar 2

Diagram logika pelaksanaan penelitian

11

Gambar 3

Proses perekaman citra TBS di lapangan

12

Gambar 4

Struktur JST-MLP untuk membangun model kalibrasi
menggunakan 15 fitur masukan dan fungsi aktivasi hyperbolic
tangent serta menghasilkan keluaran berupa prediksi
kandungan minyak

17

Hubungan linier antara karakteristik optik TBS (kanal warna)
pada berbagai jarak perekaman di bawah spektrum UV pada
kanal warna R (a), G (b), dan B (c)

21

Hubungan linier antara karakteristik optik TBS (kanal warna)
pada berbagai jarak perekaman di bawah spektrum tampak1
pada kanal warna R (a), G (b), dan B (c)

21

Hubungan linier antara karakteristik optik TBS (kanal warna)
pada berbagai jarak perekaman di bawah spektrum IR1 pada
kanal warna R (a), G (b), dan B (c)

22

Gambar 5

Gambar 6

Gambar 7

Gambar 8

Hubungan linier antara karakteristik optik TBS (kanal warna)
pada berbagai jarak perekaman di bawah spektrum tampak2
pada kanal warna R (a), G (b), dan B (c)

22

Hubungan linier antara karakteristik optik TBS (kanal warna)
pada berbagai jarak perekaman di bawah spektrum IR2 pada
kanal warna R (a), G (b), dan B (c)

23

Gambar 10 Grafik segmentasi kandungan minyak berdasarkan korelasi
dengan nilai rata-rata intensitas R,G,B dari citra TBS di bawah
perlakuan lampu UV600 spektrum UV (280-380 nm) pada
berbagai kanal warna: R(a), G (b) dan B (c)

25

Gambar 11 Grafik segmentasi kandungan minyak berdasarkan korelasi
dengan nilai rata-rata intensitas R,G,B dari citra TBS di bawah
perlakuan lampu H600 spektrum tampak (400-700 nm) pada
berbagai kanal warna: R(a), G (b) dan B (c)

26

Gambar 12 Grafik segmentasi kandungan minyak berdasarkan korelasi
dengan nilai rata-rata intensitas R,G,B dari citra TBS di bawah
perlakuan lampu H600 spektrum IR (720-1100 nm) pada
berbagai kanal warna: R(a), G (b) dan B (c)

26

Gambar 13 Grafik segmentasi kandungan minyak berdasarkan korelasi
dengan nilai rata-rata intensitas R,G,B dari citra TBS di bawah
perlakuan lampu H1000 spektrum tampak (400-700 nm) pada
berbagai kanal warna: R(a), G (b) dan B (c)

27

Gambar 14 Grafik segmentasi kandungan minyak berdasarkan korelasi
dengan nilai rata-rata intensitas R,G,B dari citra TBS di bawah
perlakuan lampu H1000 spektrum IR (720-1100 nm) pada
berbagai kanal warna: R(a), G (b) dan B (c)

27

Gambar 15 Hasil kalibrasi model prediksi kandungan minyak saat
perekaman citra TBS pada jarak 10 m di bawah spektrum
cahaya UV

31

Gambar 16 Hasil kalibrasi model prediksi kandungan minyak saat
perekaman citra TBS pada jarak 7 m di bawah spektrum
cahaya UV

33

Gambar 17 Hasil kalibrasi model prediksi kandungan minyak saat
perekaman citra TBS pada jarak 2 m di bawah spektrum
cahaya UV

33

Gambar 18 Hasil kalibrasi model prediksi kandungan minyak saat
perekaman citra TBS pada jarak 10 m di bawah spektrum
cahaya IR dengan daya 600W

34

Gambar 19 Hasil kalibrasi model prediksi kandungan minyak saat
perekaman citra TBS pada jarak 10 m di bawah spektrum
cahaya IR dengan daya 1000W

34

Gambar 9

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1

Tata layout dan konfigurasi pengambilan gambar pada
pengambilan citra TBS di laboratorium fotografimetri

41

Bagan alir metodologi penelitian dari awal hingga proses
perekaman citra TBS

42

Proses perekaman TBS di laboratorium menggunakan teknik
fotografimetri, dikelompokkan berdasarkan jenis lampu
(H1000, H 600 dan UV600), jarak pereka man citra (15, 10, 7
dan 2 m), serta penggunaan filter (tanpa filter dan filter IR),
jumlah perekaman citra yang diambil tiap sampel dengan 3
kali ulangan

43

Lampiran 4

Metode penentuan rendemen minyak TBS (IOPRI 1997)

44

Lampiran 5

Bagan alir metodologi penelitian untuk mempelajari
karakteristik optik dan prediksi kandungan minyak dari TBS

45

Hasil perekaman citra TBS mentah (contoh: kandungan
minyak 13.687%) pada berbagai jarak perekaman dan
rentang spektrum

46

Hasil perekaman citra TBS matang (contoh: kandungan
minyak 22.376%) pada berbagai jarak perekaman dan
rentang spektrum

48

Hasil perekaman citra TBS lewat matang (contoh: kandungan
minyak 23.904%) pada berbagai jarak perekaman dan
rentang spektrum

50

Nilai R,G,B rata-rata tiap citra TBS yang direkam pada
berbagai variasi jarak di bawah pencahayaan intensitas
rendah (600 watt) spektrum UV pada tiap tingkat kematangan
TBS sawit

52

Lampiran 10 Nilai R,G,B rata-rata tiap citra TBS yang direkam pada
berbagai variasi jarak di bawah pencahayaan rendah (600
watt) spektrum tampak pada tiap tingkat kematangan TBS
sawit

53

Lampiran 11 Nilai R,G,B rata-rata tiap citra TBS yang direkam pada
berbagai variasi jarak di bawah pencahayaan rendah (600
watt) spektrum IR pada tiap tingkat kematangan TBS sawit

54

Lampiran 12 Nilai R,G,B rata-rata tiap citra TBS yang direkam pada
berbagai variasi jarak di bawah pencahayaan tinggi (1000
watt) spektrum tampak pada tiap tingkat kematangan TBS
sawit

55

Lampiran 13 Nilai R,G,B rata-rata tiap citra TBS yang direkam pada
berbagai variasi jarak di bawah pencahayaan intensitas tinggi
(1000 watt) spektrum IR pada tiap tingkat kematangan TBS
sawit

56

Lampiran 2
Lampiran 3

Lampiran 6

Lampiran 7

Lampiran 8

Lampiran 9

Lampiran 14 Model prediksi kandungan minyak dengan metode MLP
berdasarkan respon citra TBS terekam jarak perekaman 7 m
dengan intensitas rendah (H600) spektrum UV

57

Lampiran 15 Model prediksi kandungan minyak dengan metode MLP
berdasarkan respon citra TBS terekam pada jarak perekaman
2 m dengan intensitas rendah (H600) spektrum UV

58

Lampiran 16 Model prediksi kandungan minyak dengan metode MLP
berdasarkan respon citra TBS terekam pada jarak perekaman
10 m dengan intensitas rendah (H600) spektrum IR

59

Lampiran 17 Model prediksi kandungan minyak dengan metode MLP
berdasarkan respon citra TBS terekam pada jarak perekaman
10 m dengan intensitas tinggi (H1000) spektrum IR

60

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit adalah salah satu komoditas penyumbang mayoritas
penerimaan negara Indonesia. Setiap tahun, Indonesia mengekspor kelapa sawit
dan olahannya sebesar 77.13% di bidang pertanian pada tahun 2013 (Ditjen PPHP
2014) atau mencapai 19 miliar dollar dari pendapatan ekspor (GAPKI 2014).
Kenaikan harga kelapa sawit dunia menjadikan produk ini sebagai komoditi
pilihan. Pada tahun 2014 dihasilkan 33 juta ton minyak sawit (USDA 2015) dari
hasil pengolahan 150 juta ton lebih TBS panen.
Peningkatan produktivitas kelapa sawit di Indonesia dapat tercapai, antara
lain dengan panen TBS pada tahap kematangan yang benar, dimana minyak pada
TBS mencapai jumlah maksimum. Selain itu, panen TBS pada kematangan
optimal akan menjamin CPO yang diproduksi oleh pabrik memiliki kualitas
prima, yang sejalan dengan harga jual produk ini. Beberapa kenyataan yang
terdapat di lapang, TBS di Indonesia dipanen pada kondisi kurang atau lewat
matang. Hal ini menyebabkan potensi kerugian yang signifikan di industri kelapa
sawit.
Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan teknologi yang
memungkinkan dilakukannya pemanenan TBS secara tepat, berdasarkan ciri-ciri
kematangan yang tampak, seperti misalnya warna TBS.
Pemanenan TBS yang dilakukan saat ini di Indonesia pada umumnya
didasari oleh pengamatan warna TBS dan jumlah brondol buah pada
piringan pohon. Kedua cara ini memiliki kelemahan secara fundamental, dimana
faktor fisik, emosional dan eksternal dapat mempengaruhi penilaian hasil
pengamatan pemanen. Angin, hujan, serangga dan hewan pengerat dapat
membuat buah memberondol lebih banyak dari seharusnya, sehingga seolah
buah tersebut harus dipanen, walaupun secara fisiologis buah masih berada pada
fase kurang matang. Kondisi ini merupakan faktor mayoritas terjadinya kesalahan
panen di lapang. Selain itu, pengamatan warna tidak lepas dari pengaruh
subjektivitas pengamat. Cahaya matahari, bayangan pelepah daun, kondisi
berawan, serta posisi matahari dapat menyebabkan kesalahan pengamatan warna
TBS yang akan dipanen. Pengamatan visual manusia juga dipengaruhi oleh
kondisi kebugaran fisik dan emosional. Namun demikian, pengaruh dari faktorfaktor yang mengakibatkan kesalahan pengamatan warna tersebut, lebih kecil bila
dibandingkan pengaruh faktor eksternal pada pembrondolan buah. Dengan
demikian, pengamatan warna keseluruhan TBS untuk dijadikan acuan penentuan
pemanenan akan lebih sesuai bila dibandingkan dengan pengambilan keputusan
panen berdasarkan pengamatan jumlah buah yang membrondol.
Dalam rangka mendapatkan pemanenan TBS pada kondisi matang ideal,
tenaga perkerja yang melakukan panen harus dapat mengidentifikasi kondisi
kematangan TBS di pohon dengan benar. Hal ini terbukti menjadi tugas yang
sulit dan rumit. Pertama, sebagian besar perkebunan kelapa sawit di Indonesia
mempekerjakan buruh kasar dengan pendidikan minimum, agar dapat membayar
upah yang murah. Kedua, sistem insentif ditambahkan kedalam pengupahan
buruh, berdasarkan tingkat komisi yang dihitung dari jumlah, atau berat total TBS
yang dipanen pekerja setiap bulannya. Oleh karena itu, dalam prakteknya, buruh

2

berusaha untuk memanen TBS sebanyak mungkin tanpa memperhatikan kondisi
kematangannya. Akibatnya, sebagian besar TBS dipanen saat belum mencapai
matang optimal. Hasilnya, tingkat rendemen CPO yang didapatkan dari
pemrosesan TBS di pabrik pengolahan menjadi rendah bila dihitung per hektar
satuan luas tanam. Ini disebabkan karena minyak dalam buah belum mencapai
tingkat optimal. Dengan demikian, diperlukan suatu metode yang dapat
memperkirakan kematangan TBS sebelum panen. Karena posisi TBS pada pohon
berada jauh dari jangkauan tangan pekerja, serta sifat TBS yang mudah
mengalami kerusakan, maka metode tersebut juga harus memiliki kemampuan
untuk melakukan penilaian kualitas TBS dari jarak jauh tanpa bersifat merusak.
Perkembangan teknologi deteksi tanpa merusak (nondestructive evaluation)
telah memungkinkan dilakukannya penilaian kualitas suatu buah utuh di pohon,
serta pembedaan antara buah yang matang dan tidak matang. Pada TBS,
penampakan luar, terutama warna buah, dapat digunakan untuk menentukan
kualitasnya, yang ditentukan berdasarkan nilai kromatisitas warna TBS tersebut.
Walaupun terjadi perubahan warna pada TBS pada saat proses pematangan
berlangsung, namun secara umum, terdapat tiga jenis TBS kelapa sawit
berdasarkan variasi warnanya. TBS tipe pertama, yaitu Nigrescens memiliki
warna keseluruhan yang cenderung merah kehitaman. Perbedaan warna TBS
antara yang matang dan mentah pada tipe ini dapat diamati dari perubahan warna
buah pada daerah pangkal tandan. TBS varitas Virescens memiliki warna tandan
hijau saat mentah dan berubah menjadi merah terang saat matang. TBS tipe
Albecens memiliki warna tandan hitam baik pada saat mentah maupun setelah
mencapai kondisi matang. TBS tipe ini merupakan TBS yang paling sulit
dibedakan antara yang mentah dan yang matang, dan merupakan TBS yang paling
sering dipanen pada kondisi mentah, akibat kesulitan pekerja membedakannya
(Ketaren 1986).
Berdasarkan hasil beberapa penelitian sebelumnya, warna TBS dapat
dijadikan sebagai acuan tingkat kematangan serta kualitas buah. Studi tentang
keunikan warna TBS varietas Tenera telah dilakukan oleh Hazir et al. (2012).
Studi yang dilakukan bertujuan untuk mengukur berat, panjang, lebar dan ukuran
lingkaran TBS. Tujuan yang kedua adalah menggunakan teknik netra mesin
untuk mengidentifikasi warna TBS, dan tujuan ketiga adalah penggunaan sensor
optik portable yang terdiri dari empat panjang gelombang cahaya (570, 670, 750
and 870 nm) untuk menentukan kandungan flavonoid dan anthosianin dari TBS
yang dianalisa. Pengidentifikasian warna TBS sawit dilakukan berdasarkan nilai
R,G,B dari citra buah yang direkam. Sedangkan untuk menentukan sifat kimia
tandan, dilakukan dengan menggunakan sebuah sensor optik aktif yang mampu
mendeteksi panjang gelombang cahaya 570, 670, 750 dan 870 nm. Hasil
penelitian ini menunjukkan tingkat korelasi penentuan kematangan TBS lebih dari
80% pada kondisi terkontrol. Sedangkan saat pengujian lapang, nilai akurasi
menurun hingga lebih kecil dari 50%.
Warna hue pada buah dapat digunakan sebagai acuan kematangan, seperti
yang telah diteliti oleh beberapa peneliti yaitu Ismail et al. (2009). Penggunaan
model poli-fit kuadrat, menghasilkan korelasi antara warna buah (hue) dan
kandungan minyak yang dapat dibentuk dengan koefisien korelasi 95.41%.
Penelitian lain yang dilaporkan oleh Ishak dan Hudzari (2010), menggunakan
warna hue dari citra TBS untuk memprediksi waktu panen. Sebuah metode

3

triangulasi digunakan untuk memprediksi perkiraan waktu panen TBS, dengan
membandingkan data hue dengan data dasar kalibrasi. Metode ini dikembangkan
dan dapat memprediksi waktu panen TBS dengan korelasi 92.9%. Metode yang
sama divalidasi oleh Razali et al. (2011), dengan korelasi 92.39%. Berdasarkan
penelitian tersebut, maka pemilihan analisis statistik untuk mengembangkan
model memainkan pengaruh yang signifikan terhadap akurasi model.
Studi tentang penggunaan machine vision berdasarkan perekaman citra
warna TBS untuk menentukan kematangan TBS juga telah dilakukan oleh Makky
et al. (2004) yang menggunakan analisa stereo dari citra TBS yang dihasilkan.
Pada penelitian tersebut, identifikasi TBS matang, analisa tingkat kematangan
TBS, jarak TBS dari kamera, titik pusat TBS, kemiringan, dimensi dan koordinat
titik potong TBS dapat ditentukan dalam waktu singkat berdasarkan citra TBS
yang direkam dalam konfigurasi stereo menggunakan persamaan trigonometri.
Makky et al. (2004); serta Makky & Soni (2013), (2014) juga telah melakukan
penelitian terhadap TBS sawit yang diletakkan dalam sebuah ruangan terkontrol
yang diberikan pencahayaan konstan, menerangi seluruh sisi TBS tanpa
mengakibatkan pantulan cahaya yang berlebihan dari permukaan TBS. Ruangan
terkontrol tersebut berbentuk sebuah peti tertutup, dan sawit yang akan dianalisa
diletakkan di bagiandasarnya. Sebuah machine vision diletakkan pada bagian atas
kotak menghadap ke TBS. Perekaman dilakukan dengan pencahayaan lampu
LED. Selanjutnya citra TBS yang direkam diolah menggunakan suatu program
pengolahan citra digital untuk memperoleh nilai R,G,B. Nilai R,G,B kemudian di
normalisasi menjadi r,g,b. Nilai R,G,B kemudian ditransformasikan menjadi
H,S,I dan nilai indeks. Seluruh parameter pengukuran yang dihasilkan dari proses
pengolahan citra ini selanjutnya digunakan sebagai variabel masukan untuk
memodelkan kematangan TBS menggunakan program pengolahan statistik
(SPSS). Korelasi dicari dengan membandingkan variabel tersebut dengan hasil
observasi kematangan TBS secara visual oleh beberapa orang panelis. Beberapa
teknik analisa matematika yang digunakan antara lain adalah analisa diskriminan,
Multiple Linear Regression, analisa klustering menggunakan nearest neighbour,
analisa jarak Euclidean, algoritma jaringan syaraf tiruan, serta kurva poli-fit ordo
tiga. Penentuan kematangan TBS menggunakan kamera digital pada penelitian ini
menggunakan analisa diskriminasi bertahap menggunakan deskriminan kanonikal
dengan fungsi jarak Mahalanobis untuk mengklasifikasikan kelompok, dan
menunjuk pusat kluster untuk setiap fraksi serta korelasi 93.53% dalam
mengklasifikasi kelompok dan 88.70% dalam mengklasifikasi fraksi berdasarkan
standar IOPRI (Makky & Soni 2013); menggunakan analisis regresi multiple
forward stepwise dan analisa JST MLP dengan korelasi prediksi kematangan,
kandungan minyak dan ALB masing-masing sebesar 93.5, 96.41, and 89.32%
(Makky et al. 2014).
Penentuan kualitas TBS secara non-destruktif menggunakan spektoskopi
juga telah dilakukan oleh Makky et al. (2012) dan menghasilkan korelasi hingga
85.07% dengan menggunakan analisa spektroskopi berdasarkan nilai pantulan dan
penyerapan terpilih pada panjang gelombang tampak. Spektroskopi berdasarkan
nilai pantulan dan penyerapan panjang gelombang tampak dan inframerah juga
telah dilakukan oleh Makky & Soni (2014). Pengukuran dilakukan menggunakan
VIS-NIR dan UV-VIS spektrometri. Data Hasil pengukuran spektrometri diolah
dengan teknik pengolahan data digital, seperti smoothing dan means of value,

4

sehingga dihasilkan data spektral dengan nilai noise yang rendah. Data ini
selanjutnya diolah menggunakan program statistik engineering menggunakan
analisa statistik Multiple Linear Modelling, PCA, JST, serta Annova dan F test
untuk menguji data tersebut dan membandingkannya dengan hasil observasi
kematangan TBS serta hasil pengukuran analisa laboratorium TBS (kandungan
minyak dan ALB). Hasil korelasi ini digunakan untuk memodelkan ketiga
parameter kulitas TBS yang dipanen tersebut; yaitu kematangan, kandungan
minyak dan ALB. Hasil Penelitian menunjukkan R2 untuk menentukan
kematangan TBS, kandungan minyak dan ALB masing masing sebesar 0.9688,
0.9684, dan 0.9909.
Perubahan warna pada TBS terjadi seiring dengan perkembangan fisiologis
buah dari kondisi mentah menjadi matang. Hal ini terjadi karena pigmen klorofil
pada kulit buah TBS bertransformasi menjadi pigmen karotin (Makky dan Soni
2014; Tan et al. 1997; Ikemufuna dan Adamson 1984; Sambanthamurthi et al.
2000). Tranformasi klorofil menjadi karoten serta akumulasi karoten pada kulit
buah TBS menjadikan perubahan warna TBS berlangsung secara gradual dan
menyebar tidak merata. Secara umum, perubahan warna TBS berlangsung dari
bagian puncak menuju tangkai tandan (Makky dan Soni 2014; Abdullah et al.
2002). Proses pematangan buah secara fisiologi ditandai dengan perubahan warna
buah dan TBS, berkorelasi dengan akumulasi kandungan minyak pada kernel dan
mesokarp buah di TBS (Makky dan Soni 2014). Dengan demikian, maka
kandungan minyak pada TBS dapat dikaitkan dengan tampilan warnanya. Seiring
dengan daur fisiologis, maka proses pematangan buah akan mencapai titik
optimum saat kandungan minyak pada mesokarp dan kernel mendekati
maksimum, dan dimulainya proses degradasi TBS. Proses penuaan buah dimulai
saat kematangan buah dan TBS optimum, dimana pertambahan kandungan
minyak buah melambat, sedangkan proses degradasi buah teraselerasi. Proses
penuaan TBS secara jelas dilihat dari perubahan warna buah dan TBS, serta dari
pertambahan jumlah buah membrondol. Semakin tua TBS, maka jumlah buah
yang membrondol akan meningkat secara eksponensial. Untuk itu, TBS
sebaiknya dipanen saat mencapai kematangan optimum.
Kamera digital telah lama digunakan untuk menganalisa produk pertanian,
terutama warna, karena memiliki konsistensi hasil pengamatan, dan tidak
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang disebutkan di atas. Hasil gambar produk
pertanian yang direkam oleh kamera dapat diolah lebih lanjut menggunakan suatu
program pengolahan citra. Informasi yang terdapat pada gambar yang direkam
dapat digunakan oleh program pengolahan citra untuk mengambil keputusan,
terutama terkait dengan kualitas dari produk yang diamati. Oleh karena itu,
kamera dapat digunakan untuk merekam warna TBS secara lebih akurat
dibandingkan pengamatan visual manusia. Lebih lanjut, agar akurasi hasil
perekaman warna TBS oleh kamera menjadi lebih baik, maka gambar yang
direkam perlu diolah lebih lanjut menggunakan program pengolahan citra digital.
Hasil perekaman gambar oleh kamera digital dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor, diantaranya adalah intensitas cahaya, jarak, serta spektrum cahaya
(panjang gelombang) yang digunakan (Junkwon et al. 2011 dan Saeed et al.
2012). Perubahan yang terjadi dari tiap faktor tersebut atau gabungan dari faktorfaktor tersebut akan mengakibatkan perubahan kualitas gambar yang dihasilkan,
yang dapat dilihat dari nilai R,G,B citra yang dihasilkan. Nilai R,G,B data gambar

5

dapat dilihat dengan mengamati nilai histogram gambar (Roseleena et al. 2011),
dan menunjukkan sifat optik dari objek yang diamati. Perbandingan penelitianpenelitian yang telah dilakukan untuk menduga tingkat kematangan ini dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1

Beberapa penelitian yang dilakukan untuk mendeteksi pendugaan
kematangan TBS

Peneliti

Spektrum

Makky et Tampak
al. (2004)

Koefisien
Metode
Jarak
korelasi (%)
1
3D Stereo Machine vision dalam
0.3 - 4.5 m
mengidentifikasi objek, menganalisa
tingkat kematangan, jarak dari kamera
ke objek, titik pusat, kemiringan,
dimensi dan koordinat titik potong dari
TBS berdasarkan citra yang direkam
menggunakan nilai kromatisitas warna
dalam konfigurasi stereo menggunakan
persamaan trigonometri

Junkwon Tampak
et al.
dan IR
(2009)

0.9792
(kematangan)
, 0.997
(kandungan
minyak) dan
0.995 (ALB)

Citra direkam menggunakan kamera
±1m
hiperspektral di laboratorium
menggunakan pencahayaan halogen
dengan daya 150 W untuk menduga
kematangan, kandungan minyak dan
ALB. Hasil divalidasi menggunakan 4
TBS tiap tingkat kematangan. Hasil
juga menyimpulkan bahwa yang
mempengaruhi perbedaan kematangan
adalah pada spektrum IR (700-800 nm)

Ismail et Tampak
al. (2009)

0.9541

Korelasi citra TBS (warna hue) dengan 2-3 m
kandungan minyak menggunakan
kamera digital secara langsung di lapang
dan diolah dengan menggunakan
analisis regresi polinomial ordo 2.

Ishak &
Hudzari
(2010)

Tampak

0.9290

Citra TBS dari pohon yang berumur 5, 2-3 m
16 dan 20 tahun direkam menggunakan
metode triangulasi dan menghasilkan
nilai hue dari ekstraksi nilai R,G,B dan
diolah menggunakan analisis trendline
polinomial ordo 2.

Razali et Tampak
al. (2011)

0.9239

Validasi dari penelitian Ishak & Hudzari 2-3 m
(2010) dengan jumlah sampel 50 untuk
seluruh tingkat kematangan

Roseleena Tampak
et al.
(2011)

0.90

Pengklasifikasian tingkat kematangan
dan mengamati histogram citra hasil
ekstraksi dari nilai R,G,B hasil
perekaman citra dalam suatu sistem
grading

±1m

6

Peneliti

Spektrum

Makky et Tampak
al.(2014)

Koefisien
korelasi (%)
93.53
(kematangan)
96.41
(kandungan
minyak) dan
89.32 (ALB)

Metode

Jarak

Sistem deteksi otomatis pada sistem
sortasi menggunakan Machine Vision
untuk penentuan kematangan TBS,
kandungan minyak, dan kadar ALB.

95 cm

Makky
& Soni
(2013)

Tampak

93.53

Sistem deteksi otomatis pada sistem
sortasi menggunakan Machine Vision
untuk penentuan kematangan TBS

95 cm

Makky
& Soni
(2014)

UV,
tampak
dan IR

96.64

Portable spektroskopi untuk
menentukan kematangan, kandungan
minyak dan kadar ALB pada TBS

1 cm dari
permukaan
TBS

Namun demikian, semua studi yang dijabarkan sebelumnya memiliki
keterbatasan jarak pengamatan, penentuan kematangan juga masih berdasarkan
fraksi (jumlah brondol), belum dilakukannya pemilahan segmen spektrum cahaya
yang digunakan saat pengamatan, serta belum adanya pemanfaatan filter fotoselektif-transitif untuk menangkap respons cahaya dari pantulan permukaan TBS
terhadap jenis spektrum yang dipancarkan oleh sumber cahaya.
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini berusaha untuk membentuk teknik
penilaian non-destruktif untuk menentukan kandungan minyak TBS utuh di
pohon, berdasarkan pandangan kamera dan perangkat tambahan optik. Fotoselektif-transitif filter digunakan dalam penelitian ini untuk memilih karakteristik
optik terbaik TBS (yaitu warna buah) untuk dimodelkan dengan kandungan
minyaknya. Teknik ini akan menggantikan pengamatan yang dilakukan oleh
buruh pemanen, dengan tujuan mendapatkan hasil penilaian dengan akurasi yang
lebih tinggi dan konsisten. Selain itu, dengan menggunakan perangkat tambahan
optik, teknik ini memiliki kemampuan untuk mengamati TBS di bawah
pertimbangan jarak yang lebih jauh dibandingkan dengan studi sebelumnya.

Kerangka Pemikiran
Penentuan kematangan TBS di Indonesia pada saat ini umumnya ditentukan
berdasarkan pendekatan pengamatan jumlah brondolan yang jatuh di piringan
pohon (fraksi kematangan). Hal ini menyebabkan terjadinya banyak kesalahan
panen, dimana TBS yang belum memiliki kandungan minyak optimum, namun
telah menunjukkan ciri-ciri matang akan dipanen dan diproses menjadi CPO,
sehingga rendemen minyak yang didapatkan secara keseluruhan masih belum
optimal. Oleh sebab itu diperlukan suatu pendekatan lain yang dapat digunakan
untuk mengambil keputusan panen TBS, sehingga buah dapat dipanen saat
kandungan minyak telah mencapai kondisi optimum. Dengan demikian, maka
rendemen ataupun hasil minyak CPO yang diperoleh akan meningkat. Salah satu
cara yang dapat dilakukan adalah mengamati sifat optik dari TBS, dimana fitur
yang ditampakkan oleh TBS sangat dipengaruhi oleh perkembangan fisiologis
dalam buah.
Sifat optik tersebut dapat diamati secara lebih baik bila
menggunakan perangkat optik seperti kamera. Selain itu, karena penilaian harus

7

dilakukan sebelum TBS dipanen, maka kamera tersebut harus dapat melihat
dengan jelas TBS yang berada di pohon. Pohon sawit dewasa memiliki
ketinggian 7-10 m, sehingga kamera yang digunakan harus mampu melihat
dengan jelas TBS pada jarak tersebut. Dengan demikian, diperlukan tambahan
perangkat optik pada kamera, yaitu lensa penguat optik. Pengamatan juga harus
dilakukan tanpa merusak TBS yang diamati, agar kualitas minyak di dalam TBS
tidak menurun akibat meningkatnya kadar ALB karena cedera yang dialami buah.
Berdasarkan kerangka ini, metode yang digunakan untuk mendeteksi
kematangan berdasarkan warna TBS yang direkam adalah dengan menggunakan
teknik fotografimetri untuk menilai kualitas TBS pada pohon secara tidak
merusak (non-destruktif). Pada teknik ini, gambar objek yang diamati direkam
menggunakan kamera. Selanjutnya, paramater yang diperoleh dari dalam gambar
dibobotkan menggunakan suatu model matematik, sehingga dapat dikorelasikan
dengan kualitas objek. Untuk memperoleh parameter tersebut, gambar TBS dapat
diolah menggunakan suatu program pengolah citra digital. Sedangkan untuk
membangun model, dapat digunakan perangkat lunak statistik. Agar diketahui
kualitas TBS yang dijadikan objek, maka kandungan minyak buah dianalisa
menggunakan prosedur baku. Selanjutnya, agar dapat diketahui korelasi antara
kulitas TBS yang diamati (kandungan minyak) dengan sifat optik TBS yang
terekam oleh kamera (komponen warna), diperlukan suatu model yang dapat
menjelaskan hubungan kompleks dari berbagai komponen warna TBS tersebut,
dan mengkorelasikannya dengan kandungan minyak TBS. Salah satu analisis
yang dapat digunakan untuk membangun korelasi ini adalah metode jaringan
syaraf tiruan (JST).
Perumusan Masalah
Berbekalkan latar belakang dan kerangka pikir, masalah yang diteliti dapat
dirumuskan sebagai berikut: TBS sawit pada berbagai kematangan memiliki sifat
optik yang berbeda yang dapat di informasikan dari piksel-piksel warna yang
ditangkap kamera, sehingga informasi tersebut dapat menentukan rentang panjang
gelombang berbeda yang dapat dideteksi menggunakan bantuan alat optik
elektronik. Informasi ini selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan
kandungan minyak pada TBS tersebut, serta memutuskan apakah objek yang
diamati sudah dapat dipanen atau belum.
Tujuan Penelitian
Tujuan secara umum dari penelitian adalah memprediksi secara cepat,
otomatis dan objektif pada tingkat kematangan TBS berdasarkan karakteristik
optiknya. Adapun secara khususnya, penelitian ini bertujuan:
1. Mempelajari karakteristik optik dari TBS yang berhubungan dengan tingkat
kematangan
2. Membangun sistem deteksi kematangan TBS secara optik menggunakan
pengolahan citra.

8

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan dalam dua tahap yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Bagian pertama dilakukan untuk mendapatkan korelasi antara sifat optik TBS
dengan kandungan kimianya yang berhubungan dengan penentuan kematangan
TBS (dalam hal ini adalah kandungan minyak) dengan berbagai perlakuan jarak
perekaman dan spektrum yang digunakan (UV, tampak dan IR).

TBS direkam di lab. fotografimetri
dalam berbagai jarak perekaman

Mulai

TAHAP I

Analisa kandungan
minyak di lab. kimia

Informasi citra dari
gambar diekstrak

Korelasi antara karakteristik dari
citra terhadap kandungan
minyaknya

Model matematika menggunakan
JST (jaringan syaraf tiruan)

TAHAP II

Uji model dengan 70% sampel

TIDAK

R2 > 0.9

YA
Validasi model
Selesai

Gambar 1

YA

R2 > 0.8

Tahapan kerangka penelitian untuk menduga kematangan TBS
berdasarkan karakteristik optik

Bagian kedua adalah menghasilkan suatu model yang dapat menduga
kematangan TBS dengan bantuan jaringan syaraf tiruan (JST) menggunakan 70%
dari sampel data pengamatan. Model yang dihasilkan selanjutnya divalidasi
menggunakan 30% sampel sisanya sehingga menghasilkan nilai R2 > 0.8. Model
yang dihasilkan hanya berlaku untuk TBS sawit varitas Tenera klon Marihat yang
merupakan persilangan antara varitas Dura Deli Marihat (keturunan 434B x 34C;
425B x 435B; 34C x 43C) dan Pisifera Marihat (berasal dari Kamerun) dari
tanaman sawit berumur rata-rata 8 tahun.

9

Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini dapat diterapkan oleh perusahaan perkebunan sawit
untuk menurunkan kejadian kesalahan panen TBS pada areal kebun yang mereka
miliki. Dengan menerapkan metode fotogrammetri pada proses pemanenan sawit
menggunakan teknik serta model prediksi yang dikembangkan, maka perkebunan
sawit di Indonesia berpotensi untuk meningkatkan tingkat produktifitas CPO per
satuan luas tanamnya. Produktivitas yang tinggi, secara tidak langsung akan
memberikan korelasi terhadap perolehan pendapatan dari perusahaan tersebut,
sehingga dapat mendorong pertumbuhan laju perekonomian daerah setempat,
yang diiringi oleh peningkatan pendapatan pajak dari pemerintah. Dari faktor
kelestarian lingkungan, penerapan teknik ini dapat mengurangi tekanan terhadap
konversi lahan hutan menjadi perkebunan sawit, karena untuk meningkatkan
pendapatan, perusahaan tidak selalu harus memperluas areal lahan tanam, tetapi
juga dapat dilakukan melalui input teknologi untuk perbaikan panen.
Nilai Kebaruan Penelitian
Kebaruan ide dari penelitian ini adalah pertama kalinya menghasilkan
metode yang dapat mengelompokkan kematangan TBS sawit berdasarkan
kandungan minyak, bukan lagi berdasarkan jumlah buah yang membrondol di
piringan pohon (fraksi kematangan). Pada penelitian ini juga ditemukan batasan
segmen tingkat kematangan TBS yaitu: kelompok TBS mentah memiliki
kandungan minyak < 21.6%, kelompok TBS matang memiliki kandungan minyak
21.6% hingga 23.9%, dan kelompok TBS lewat matang dengan kandungan
minyak > 23.9%. Sehingga batas untuk TBS panen adalah pada kondisi matang
yaitu kandungan minyak 21.6%. Penelitian ini juga telah berusaha untuk
menduga kematangan TBS sawit dengan jarak perekaman gambar TBS yang
direkam dari jarak 2, 7 dan 10 m dengan menggunakan rentang spektrum dari UV,
tampak hingga IR. Pada akhirnya, desain dan metode perekaman citra pada
ruangan terkontrol dalam penelitian ini dapat dijadikan standar dan cara baru
lainnya untuk penentuan kualitas produk pertanian menggunakan fotografimetri
(kromasitas warna) tanpa merusak TBS.

10

2 METODOLOGI
Alat dan Bahan
Sampel penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah 10 tandan buah
segar (TBS) sawit dari varitas tenera klon Marihat merupakan persilangan antara
varitas Dura Deli Marihat (keturunan 434B x 34C; 425B x 435B; 34C x 43C) dan
Pisifera Marihat (berasal dari Kamerun) dari tanaman sawit berumur rata-rata 8
tahun yang terdapat di perkebunan PT Nirwana Agro Lestari yang merupakan
anak perusahaan dari PT Astra Agro Lestari, Tbk., yang berlokasi di Kelurahan
Bulik, Kecamatan Nanga Bulik, Kota Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah
Indonesia (2°05' LS dan 111°15' BT). Kegiatan dilakukan pada bulan Mei 2013.
Kondisi geografis lahan terletak pada 20-50 m dpl, berupa dataran yang
relatif bergelombang dengan transisi antara 0-25%, curah hujan berkisar antara
2000–2500 mm/tahun, suhu udara 23-32 °C dan memiliki kelembaban udara
berkisar 81-92%.
Proses perekaman citra menggunakan kamera digital Canon EOS 60D dan
perangkat optik pendukungnya. Beberapa perlakuan lensa digunakan untuk
menghasilkan bidang TBS yang terlihat pada kamera adalah tetap (0.125x0.125
m2 untuk semua citra yang direkam pada jarak perekaman 2, 7, 10 dan 15 m)
seperti yang tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2

Spesifikasi lensa kamera yang dipakai berdasarkan perbedaan setiap
jarak perekaman TBS

Jarak kamera ke
TBS
2 meter
7 meter
10 meter
15 meter

Lensa yang digunakan

Optik tambahan

Canon EF 75-300 mm
Samyang 650 –1300 mm
Samyang 650 –1300 mm
Samyang 650 –1300 mm

Konverter
Konverter + adaptor
Konverter + adaptor

Focal
lenght
300 mm
1250 mm
800 mm
1300 mm

Perlakuan jarak perekaman yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
perekaman dengan jarak 2, 7, 10 dan 15 m. Jarak perekaman tersebut merupakan
jarak yang terukur antara lensa kamera ke TBS sawit. Hal ini juga telah
diperhitungkan dengan perekaman citra di lapang yang mempertimbangkan jarak
tanam antar satu TBS ke TBS lain di lapang dan juga umur tanaman sawit yang
rata-rata berumur 8 tahun yang dapat mencapai ketinggian 10 m.
Dua jenis lampu digunakan saat perekaman citra, yaitu ultraungu (UV) dan
halogen (H) dengan dua perlakuan daya yaitu 600 dan 1000 watt. Kedua lampu
digunakan untuk mengetahui respon pantulan sinar dari TBS dalam spektrum UV,
cahaya tampak dan IR. Sebuah filter cahaya khusus digunakan pada lensa kamera,
sehingga perekaman TBS pada spektrum IR dapat dilakukan.
Dalam penelitian ini, perangkat lunak pengolahan citra digital
dikembangkan dengan menggunakan pemrograman Visual Basic dengan
memanfaatkan fitur aplikasi program interface di Microsoft Windows
(Win32APIs). Fitur ini merupakan inti Microsoft set pada pemrograman aplikasi
yang tersedia di dalam sistem pengoperasian Microsoft Windows. Alat yang

11

diperlukan untuk membangun perangkat lunak ini didukung oleh Software
Development Kit (SDK).
Perangkat lunak yang digunakan dalam memprediksi kandungan minyak
berdasarkan dari informasi citra yang terekam dianalisis dengan menggunakan
software engineering statistik (SPSS 20.0, IBM, USA), dengan menggunakan
analisis jaringan syaraf tiruan “multi linear perceptron (JST-MLP)”. Metode
JST-MLP dipilih berdasarkan kemampuan untuk memprediksi korelasi antara data
yang kompleks dan beragam di mana variabel yang memiliki hubungan yang
abstrak. Selain itu, analisis JST memiliki kemampuan yang sangat baik dan
fleksibilitas untuk pengolahan data, dan fitur yang mudah untuk dipelajari (IBM,
2011).
Jumlah keseluruhan sampel data citra TBS yang digunakan dalam
penelitian ini berjumlah 30 citra. Data yang digunakan untuk membangun model
(kalibrasi) menggunakan 20 sampel data citra TBS dan data untuk validasi
berjumlah 10 sampel (30% dari data sampel) citra TBS.
Metode Penelitian

Mulai

Pemanen
Kamera
TBS sawit

Tidak
Panen

Selesai

Gambar 2

Perekaman Citra

Sebelum dipanen, kematangan TBS ditentukan dahulu oleh tiga orang
panelis ahli dari perkebunan. Kematangan ditentukan berdasarkan jumlah buah
yang membrondol di piringan pohon (fraksi kematangan). TBS kemudian
dipanen, dibersihkan dan dibawa ke ruang fotografimetri. Ruang fotografimetri
berupa sebuah ruang gelap berukuran 17x2 m. Seluruh ruangan diberi latar hitam.
Suhu ruangan dipertahankan pada 18 oC untuk memperlambat proses degradasi
minyak pada TBS. Prosedur yang dapat berupa diagram logika dan cara
perekaman citra di laboratorium dapat dilihat pada Gambar 2, 3 dan Lampiran 1.

Pengolahan Citra

JST

> Kandungan
minyak
threshold

Penentuan
Mentah/
Matang/
Lewat
Matang

Kandungan
Minyak

Panen

Diagram logika pelaksanaan penelitian

12

Luasan TBS
yang direkam
(0.125x0.125 m)

Lampu UV600, H600 atau H1000 yang
diposisikan pada jarak 1 m dari TBS
serta membentuk sudut 450 kiri dan
kanan terhadap garis tengah ruangan

Kamera
digital dan
optiknya

15 m
10 m
7m

2m
1m
1m

Gambar 3

Garis tengah ruangan

Proses perekaman citra TBS di laboratorium fotografimetri

Perekam citra TBS menggunakan dua jenis lampu yaitu pertama sebuah
lampu ultraviolet (UV) dimana spektrum cahaya UV dipancarkan pada rentang
gelombang 320-380 nm dengan daya lampu 600 watt, dan kedua lampu halogen
yang memancarkan spektrum elektromagnetik pada daerah cahaya tampak (400700 nm) dan IR (720-1100 nm) dengan daya output yaitu 600 dan 1000 watt.
Sinar UV digunakan untuk menentukan respon optik TBS melalui pantulan cahaya
permukaan TBS di bawah spektrum UV. Sedangkan lampu halogen digunakan
untuk mengamati respon optik TBS di bawah spektrum cahaya tampak dan IR.
Warna buah pada TBS dipengaruhi oleh komposisi klorofil dan pigmen karoten
pada kulitnya. Kedua pigmen memiliki respon yang berbeda ketika diterangi di
bawah cahaya UV, tampak dan IR yang ditandai dengan informasi warna yang
terekam dari pantulan TBS. Informasi mengenai tata layout dan konfigurasi
pengambilan gambar pada pengambilan citra TBS dapat dilihat pada Lampiran 1.
Perekaman Citra pada Pencahayaan UV (UV600)
TBS yang telah dipanen, diletakkan di atas bidang datar pada sumbu tengah
ruangan dengan seluruh latar berwarna hitam lalu diterangi menggunakan lampu
UV (spektrum 320-360 nm) dengan daya 600 watt (UV600) yang diposisikan
pada jarak 1 m dari TBS serta membentuk sudut 450 kiri dan kanan terhadap garis
tengah ruangan (Lampiran 1). Kamera Canon EOS 60D diposisikan menghadap
TBS dengan posisi lensa mendatar searah sumbu tengah TBS. Lensa kamera yang
digunakan adalah 75-300 mm, diafrahma: 2.8, dan sensor kamera memiliki
resolusi 10 MP. Kecepatan kamera diatur menjadi 0.8 detik, sensitifitas sensor
cahaya (ISO) diatur menjadi 1600. Auto white balance kamera dikonfigurasi
untuk digunakan pada pencahayaan UV yaitu white florescence light; dan focal
length kamera diatur sehingga bidang TBS pada bagian tengah tandan yang
terlihat kamera adalah 0.125x0.125 m2. TBS selanjutnya direkam dari jarak 2 m.
Posisi kamera dimundurkan sehingga jarak kamera dari TBS menjadi 7 m saat
perekaman. Focal length kamera kembali diatur sehingga bidang TBS yang

13

terlihat kamera adalah tetap 0.125x0.125 m2 dengan cara mengganti lensa kamera
menjadi 650-1300 mm (untuk jarak di atas 2 m). Cara yang sama dilakukan pada
pengambil gambar TBS dari jarak 10 m dan 15 m seperti pada Lampiran 3.
Proses pemilihan sawit hingga perekaman citra dari TBS dapat dilihat pada
Lampiran 2. Setiap proses perekaman direplikasi tiga kali dan informasi dari
ketiga citra ini dimasukkan pada perangkat lunak pengolahan citra untuk diekstrak
menjadi nilai rata-rata intensitas R,G,B.
Perekaman Citra pada Pencahayaan Halogen (tampak dan IR)
Perekaman citra pada pencahayaan ini menggunakan metode dan peralatan
yang sama dengan pencahayaan UV600. Sampel TBS sawit direkam kembali
dengan merubah lampu pencahayaan dari UV menjadi halogen dengan dua
perlakuan daya 600 watt (H600) dan 1000 watt (H1000). Perlakuan H600 dan
H1000 untuk mendapatkan respon pantulan cahaya tampak masing-masing
dengan intensitas renda