KAJIAN FORMULASI TEPUNG PISANG BATU (Musa balbisiana Colla) DAN TEPUNG TERIGU DALAM PEMBUATAN BROWNIES

(1)

THE STUDY OF BALBISIANA BANANA (Musa balbisiana Colla) FLOUR AND WHEAT FLOUR IN MAKING BROWNIES

By

DEWI HILMA YUNINGSIH

Balbisiana banana (Musa balbisaiana Colla) is one of wild banana types growing in Indonesia, has potentials as carbohydrate sources and opportunities to develop as material in making flour and processed product. Looking at the potentials, it needs to define the physicochemical properties of balbisiana banana to be able to develop and use it for the food availability and industrial raw material. One of alternatives in food processing to improve acceptance and banana shelf life is by processing the balbisiana banana in flour that is able to apply in food product making such as brownies. The objective of this research is to analyze the physicochemical properties of balbisiana banana, to obtain balbisiana banana flour and wheat flour formula that is able to produce brownies with best organoleptic properties with minimum properties that equals to commercial brownies and to study the financial aspect of the product. The research uses descriptive method with three repetitions in a single treatment consisting of six levels of mixture between balbisiana banana flour and wheat flour (10:90, 20:80, 30:70, 40:60, 50:50 and 60:40). Obtained data are analyzed descriftively and presented in forms of charts and tables.


(2)

shown in F3 (30:70) treatmen with water content of 25,26%, ash content of 1,55%, fat content of 19,63%, protein content of 6,04%, carbohydrate content (by difference) of 47,52%, total dietary fiber of 23,73%, and Glycemic Index (GI) of 20,53%. The calculation of financial feasibility shows HPP of Rp 12.406,223/package with selling price of Rp 13.500/package, BEP of 38.119,92 packages, PBP of 0,51 year and B/C ratio of 1,2 so that this bussines is considered to be feasible to run.


(3)

KAJIAN FORMULASI TEPUNG PISANG BATU (Musa balbisiana Colla) DAN TEPUNG TERIGU DALAM PEMBUATAN BROWNIES

Oleh

DEWI HILMA YUNINGSIH

Pisang batu (Musa balbisiana Colla) merupakan salah satu jenis pisang liar yang tumbuh di Indonesia yang berpotensi sebagai sumber karbohidrat dan berpeluang untuk dikembangkan terutama sebagai bahan pembuatan tepung dan produk olahannya. Berdasarkan potensi tersebut, maka perlu dilakukan karakterisasi sifat fisikokimianya sehingga dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk ketersediaan pangan dan sebagai bahan baku industri. Salah satu alternatif bentuk pengolahan pangan yang dapat meningkatkan penerimaan dan keawetan pisang adalah dengan mengolahnya menjadi tepung pisang batu yang kemudian dapat diaplikasikan dalam pembuatan produk pangan seperti brownies. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sifat fisikokimia tepung pisang batu, mendapatkan formulasi tepung pisang batu dan tepung terigu yang menghasilkan brownies dengan sifat organoleptik terbaik yang minimal sama dengan brownies komersial dan mengkaji aspek finansial produk. Metode percobaan yang digunakan adalah metode deskriptif (3 kali ulangan) dengan perlakuan tunggal yang terdiri dari enam taraf yaitu proporsi tepung pisang batu dan tepung terigu (10:90), (20:80), (30:70), (40:60), (50:50) dan (60:40). Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif yang ditampilkan dalam bentuk Grafik atau Tabel.


(4)

dengan karakteristik sifat fisikokimia yang meliputi daya serap air sebesar 37,5% dan daya serap minyak sebesar 23,5%. Hasil terbaik ditunjukkan pada perlakuan F3 (30:70) dengan kadar air sebesar 25,26%, kadar abu 1,55%, kadar lemak 19,63%, kadar protein 6,04%, kadar karbohidrat (by difference) 47,52%, total serat pangan 23,73% dan GI 20,53. Hasil perhitungan kelayakan finansial diperoleh HPP sebesar Rp 12.406,223/kemasan dengan harga jual sebesar Rp 13.500/kemasan, BEP sebesar 38.119,92 kemasan, nilai PBP sebesar 0,51 tahun dan B/C ratio 1,2 sehingga usaha ini dinilai layak untuk dijalankan.


(5)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pisang batu (Musa balbisiana Colla) merupakan salah satu jenis pisang liar yang tumbuh di Indonesia. Masyarakat Indonesia mengenalnya secara umum dengan sebutan pisang batu, pisang biji, atau pisang klutuk. Selama ini pemanfaatan pisang batu hanya terbatas sebagai bahan tambahan pembuatan rujak dan belum dimanfaatkan secara optimal. Sulistyaningsih (2009) melaporkan, pisang batu mentah (tua) berpotensi sebagai sumber karbohidrat dan berpeluang untuk dikembangkan terutama sebagai bahan pembuatan tepung dan produk olahannya. Berdasarkan potensi tersebut, maka perlu dilakukan karakterisasi sifat fisikokimianya sehingga dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk ketersediaan pangan dan sebagai bahan baku industri. Salah satu alternatif bentuk pengolahan pangan yang dapat meningkatkan penerimaan dan keawetan pisang adalah dengan mengolahnya menjadi tepung pisang batu yang kemudian dapat diaplikasikan dalam pembuatan produk pangan seperti brownies.

Brownies merupakan produk makanan semi basah yang dibuat dengan cara memanggang atau mengukus adonan yang bahan dasarnya terdiri dari tepung terigu, gula, telur, margarin, dan coklat dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan dan disajikan dalam bentuk berupa batang (balok) atau variasi


(6)

penyajian lain yang lebih menarik seperti tercetak dalam mangkuk kertas (cup). Secara umum brownies memiliki aroma khas coklat, rasanya manis/legit, bertekstur lembut dengan permukaan luar kering (retak-retak) tetapi basah di bagian dalam, sehingga banyak disukai masyarakat Indonesia. Pemanfaatan tepung pisang batu sebagai pensubstitusi tepung terigu untuk bahan baku dalam pembuatan diharapkan dapat mengurangi ketergantungan penggunaan tepung terigu dan juga dapat meningkatkan nilai ekonomis pisang batu. Penambahan bahan yang mengandung serat seperti tepung pisang batu, merupakan suatu inovasi baru dalam pembuatan brownies. Proporsi tepung pisang batu tersebut kemudian diformulasikan dengan tepung terigu dan menghasilkan brownies yang memiliki manfaat lebih serta memiliki karakteristik tetap baik dan disukai konsumen.

1.2Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui sifat fisikokimia tepung pisang batu.

2. Mendapatkan formulasi tepung pisang batu dan tepung terigu yang menghasilkan brownies dengan sifat organoleptik terbaik yang minimal sama dengan brownies komersial yang kemudian dianalisis lebih lanjut kandungan proksimat, kadar serat pangan dan Glikemik Indeksnya. 3. Mengkaji aspek finansial produk.


(7)

1.3 Kerangka Pemikiran

Tepung pisang merupakan produk antara yang cukup prospektif dalam pengembangan sumber pangan lokal. Manfaat pengolahan pisang menjadi tepung antara lain memperpanjang umur simpan, mempermudah proses pengemasan dan pengangkutan, lebih praktis untuk diversifikasi produk olahan, memberikan nilai tambah buah pisang, mampu meningkatkan nilai gizi buah melalui proses fortifikasi selama pengolahan dan dapat menciptakan peluang usaha untuk pengembangan agroindustri pedesaan. Penelitian yang dilakukan oleh Martinez et al.(2008) mengenai penggunaan tepung pisang mentah sebagai bahan baku untuk meningkatkan karbohidrat tidak tercerna (undigestible carbohydrate) dalam pasta, menunjukkan bahwa tepung pisang dapat menjadi salah satu sumber polifenol antioksidan dan pengggunaan tepung pisang sebagai bahan baku pasta (15%, 30%, 45%) mampu meningkatkan jumlah polifenol dan kapasitas antioksidan yang terkandung dalam pasta (spageti).

Musita (2008) melaporkan bahwa kadar pati resisten pisang batu lebih tinggi (39,35 %) dibandingkan dengan jenis pisang lainnya dan menurut Martinez et al. (2008), tepung pisang mentah merupakan produk alami yang mengandung pati resisten tertinggi yaitu 42,5%. Hamid (2000) melaporkan bahwa karakteristik fisikokimia untuk daya serap air tepung pisang owak berkisar antara 28,3 – 33,3% dengan kadar protein 19,39 – 25,73%, kadar lemak 5,09 – 7,96%, serat kasar 0,74 – 2,03%, kadar air 2,40 – 3,91%, kadar abu 1,35 – 1,61% dan kadar karbohidrat sebesar 61,64 – 68,59%. Menurut Triyono (2010), substitusi tepung pisang dalam pembuatan produk pangan berpengaruh terhadap kadar pati dan kadar serat,


(8)

namun tidak berpengaruh terhadap kadar air. Penelitian sejenis belum banyak dilaporkan.

Substitusi tepung terigu dengan tepung pisang batu diduga akan mempengaruhi karakteristik dan sifat organoleptik brownies sehingga diperlukan penelitian untuk mencari formulasi yang tepat agar diperoleh brownies yang bernilai gizi dan memiliki karakteristik yang minimal sama dengan brownies yang terbuat dari 100% tepung terigu.

1.4Hipotesis

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah :

1. Diperoleh informasi sifat fisikokimia tepung pisang batu.

2. Diperoleh formulasi yang tepat antara tepung pisang batu dan tepung terigu yang menghasilkan brownies dengan sifat organoleptik terbaik dan mempunyai tingkat penerimaan yang tidak berbeda nyata dengan brownies komersial, serta diperoleh informasi tentang kandungan proksimat, serat pangan dan GI brownies.


(9)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pisang Batu

Pisang (Musa sp.) merupakan tumbuhan yang berasal dari Asia dan tersebar di Spanyol, Itali, Indonesia, Amerika, dan bagian dunia lainnya. Tanaman ini dikelompokkan menjadi pisang liar dan pisang budidaya. Pisang liar pada umumnya ditemukan tumbuh liar di alam, mempunyai banyak biji, dan bersifat diploid. Sedangkan pisang budidaya pada umumnya tumbuh di pekarangan, bijinya sedikit, dan bersifat triploid atau kadang diploid. Jenis pisang budidaya inilah yang sering kita manfaatkan, sedangkan pisang liar tidak banyak dimanfaatkan secara ekonomi padahal pisang liar mempunyai potensi yang luar biasa dan masih belum banyak digali.

Indonesia merupakan salah satu negara pusat asal-usul pisang-pisangan. Jumlah jenis pisang liar di Indonesia sangat melimpah. Sebanyak 12 jenis pisang liar telah ditemukan di Indonesia mulai dari Lembah Alas (Aceh Tenggara) sampai ke daerah Papua bagian utara. Salah satu jenis pisang liar adalah Musa balbisiana Colla. Masyarakat Indonesia mengenalnya secara umum dengan sebutan pisang batu, pisang biji, atau pisang klutuk (Sulistyaningsih, 2009). Jenis pisang ini tumbuh secara liar di Indonesia, tetapi belum banyak dilaporkan secara ilmiah baik pada sektor produksi, kandungan gizi, manfaat dan sifat-sifat lainnya.


(10)

Propinsi Lampung dilaporkan menyumbang lebih dari 25% produksi pisang dari total produksi buah-buahan nasional (BPS, 2010). Sentra produksi pisang di Lampung ada di daerah Kedondong, Kalianda, Gading Rejo, Trimurjo, Metro, dan Semulih Raya. Selain volume produksinya yang besar (5,814,576 ton), Lampung juga mempunyai jenis pisang yang beragam. Potensi pisang liar di Indonesia belum mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Daunnya digunakan sebagai pembungkus makanan. Tangkai daun dan serat upih daun yang kering digunakan sebagai pengikat. Masyarakat Jawa Tengah menggunakan upih daun keriting sebagai pembungkus daun tembakau, sedangkan di Sumatera Utara digunakan sebagai pembungkus gula aren. Selain itu upih batang dapat digunakan sebagai pelindung bibit tanaman. Padahal kalau dikaji lebih jauh lagi, kegunaan pisang liar tidak hanya terbatas pada hal tersebut. Pisang liar mempunyai potensi yang luar biasa, diantaranya sebagai sumber plasma nutfah. M. acuminata Colla dan M. balbisiana Colla merupakan nenek moyang dari pisang-pisang budidaya yang ada di Indonesia (Sulistyaningsih, 2009).

Tanaman pisang batu berbatang semu (tampak di atas tanah) tinggi dapat mencapai ± 30 m. Di atas batang semu tersebut terdapat banyak daun yang menggerombol dengan pelepah daun 1-2 m dan mudah robek. Bunga keluar dari ujung batang, dekat daun berbentuk tandan, warna bunga putih. Buah juga berbentuk tandan setelah masak berwarna kuning. Pisang biji rasanya manis, tetapi banyak sekali bijinya, dalam 1 buah pisang terdapat ± 50 biji, biji kecil, berwarna hitam (seperti biji kapuk randu). Habitat tanaman ini tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian ± 2200 m dpl. Tanaman pisang ini menyukai daerah yang panas, subur atau sedikit berbatu, dekat dengan pembuangan sampah.


(11)

Pisang batu sudah dibudidayakan/ditanam di kebun dengan skala kecil (0,5 hektar) sampai skala sedang (± 2 hektar) di Jawa Timur. Tetapi dijumpai pula tumbuh liar di tepi hutan (Musita, 2008).

2. 2 Tepung Pisang

Pisang banyak diolah menjadi berbagai produk seperti sale, keripik, dan ledre. Tepung pisang merupakan salah satu produk awetan buah pisang yang belum banyak dikembangkan di Indonesia. Tepung ini memiliki rasa yang khas dan kaya akan vitamin. Di beberapa Negara, seperti Equador, Brazilia, dan Perancis, tepung pisang telah dibuat roti tawar, campuran makanan bayi, dan lainnya. Pembuatan tepung pisang sangat sederhana, pada dasarnya semua jenis pisang dapat diolah menjadi tepung, hanya saja untuk memperoleh tepung yang baik diperlukan buah pisang yang cukup tua. Tepung pisang yang terbuat dari pisang kepok sangat baik hasilnya yaitu warna tepung putih menarik (Satuhu, 1990). Disamping memiliki rasa dan aroma yang khas, kandungan gizi tepung pisang cukup baik. Perbandingan komposisi kimia pisang segar, tepung pisang, dan tepung beras dapat dilihat pada Tabel 1.


(12)

Tabel 1. Perbandingan komposisi kimia pisang segar, tepung pisang, dan tepung beras

Komposisi Kimia Pisang Segar Tepung Pisang Tepung Beras

Air (%) 70,0 3,0 12,0

Karbohidrat (%) 27,0 88,6 80,2

Serat kasar (%) 0,5 2,0 0,3

Protein (%) 1,2 4,4 6,7

Lemak (%) 0,3 0,8 0,4

Abu (%) 0,9 3,2 0,5

Kalsium (ppm) 80,0 32,0 24,0

Fosforus (ppm) 290,0 104,0 94,0

Sodium (ppm) - 4,0 5,0

B-karoten (ppm) 2,4 760,0 -

Thiamine (ppm) 0,5 0,18 0,07

Riboflavin (ppm) 0,5 0,24 0,03

Asam askorbat (ppm) 120,0 0,7 -

Kalori (kal/100g) 104,0 340,0 363,0

Catatan : Kadar kalsium, fosforus dan sodium dihitung dalam ppm Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1990

Kandungan karbohidrat (pati) dari berbagai jenis pisang bervariasi juga. Warna tepung pisang dari jenis pisang yang berbeda memberikan warna tepung yang berbeda. Variasi warna tepung dan kandungan karbohidrat dari beberapa jenis pisang dapat dilihat pada Tabel 2, sedangkan Tabel 3 menunjukkan komposisi kimia tepung pisang batu.

Tabel 2. Sifat fisik dan kandungan karbohidrat tepung pisang dari beberapa varietas

Varietas Warna Kadar Karbohidrat (%)

Kepok Putih 74,67

Uli Putih 34,90

Nangka Putih kecoklatan 79,84

Tanduk Putih kekuningan 33,50

Ambon Putih keabuan 78,99

Raja Bulu Putih coklat 76,47

Lampung Putih 70,10

Siem Putih kekuningan 77,13


(13)

Tabel 3. Komposisi kimia tepung pisang batu

No Parameter Satuan Hasil Uji

1

Keadaan

- Bau - Normal

- Rasa - Khas pisang

- Warna - Coklat

- Benda Asing Tidak ada

2 Lolos ayakan 60 mesh % 65,71

3 Kadar air % 6,65 – 7,46

4 SO3 mg/kg 0

5

Cemaran logam

-Pb mg/kg 0,317

-Cu mg/kg 0,032

-Zn mg/kg 0,2

6 Serat kasar % 13,71 – 15,10

7 Karbohidrat % 47,64 – 49,8

8 Kadar abu % 5,3

9 Kadar protein % 4,8

10 Kadar lemak % 0,6

11 Kalori Kal/100g 351

12

Cemaran mikroba

-ALT Kol/g 1,2 x 102

-Bakteri coli APM/g 0

-Kapang dan khamir - 3

Sumber : Musita, et al. (2009)

Ciri-ciri tepung pisang berkualitas baik adalah berwarna putih, rasa, dan aroma khas, tahan disimpan 9 12 bulan, tidak ditumbuhi jamur dan kadar air sekitar 9 -11%. Menurut Satuhu (1990), proses pembuatan tepung pisang adalah buah pisang yang cukup tua, tapi mentah, dikukus 10 menit untuk memperbaiki warna dan mengurangi kandungan getahnya, lalu direndam dalam larutan sodium metabisulfit 2000 ppm selama 5 menit, lalu ditiriskan dan dikeringkan (dengan alat pengering atau dijemur), terakhir chips atau gaplek digiling. Tepung pisang yang dihasilkan diharapkan dapat memenuhi standar SNI 01-3841-1995 (Tabel 4).


(14)

Tabel 4. Syarat mutu tepung pisang (SNI 01-3481-1995)

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

Jenis A Jenis B 1. 1.1 1.2 1.3 Keadaan Bau Rasa Warna - - - Normal Normal Normal Normal Normal Normal

2. Benda asing - Tidak boleh

ada

Tidak boleh ada 3.

Serangga (dalam segala bentuk stadia dan potongan-potongannya)

- Tidak boleh

ada

Tidak boleh ada 4. Jenis pati lain selain

pisang -

Tidak boleh ada

Tidak boleh ada 5. Kehalusan lolos ayakan

60 mesh % b/b Min. 95 Min. 95

6. Air % b/b Maks. 5 Maks. 12

7. Bahan tambahan

makanan -

Sesuai dengan SNI 01-0222-1987*

8. Sulfit (SO2) Mg/kg Negatif Maks. 10

9. 9.1 9.2 9.3 9.4

Cemaran logam : Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Raksa (Hg) Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg

Maks. 1,0 Maks. 10,0 Maks. 40,0 Maks. 0,05

Maks. 1,0 Maks. 10,0 Maks. 40,0 Maks. 0,05

10. Cemaran arsen (AS) Mg/kg Maks. 0,5 Maks. 0,5

11. 11.1 11.2 11.3 11.4 11.5 11.6

Cemaran mikroba : Angka lempeng total Bakteri bentuk coli Ascherichia coli Kapang dan khamir Salmonella/25 gram Staphilococus aureus/g Koloni/g APM/g Koloni.g - - -

Maks. 104 0 0 Maks. 102

Negatif Negatif

Maks. 106 0 Maks. 106 Maks. 104

- -

2.3 Brownies

Brownies adalah sejenis kue coklat yang banyak dijumpai di pasaran. Sebelum tahun 1920, brownies mulai ada walau belum popular seperti sekarang ini. Pada masa itu penggemar brownies masih terbatas. Mereka sering menyebut brownies sebagai kue, dengan atau tanpa kacang-kacangan yang diberi perasa seperti strawberry dan vanilla. Biasanya brownies berwarna kecoklatan sehingga sering


(15)

diklasifikasikan sebagai kue coklat sehingga dikenal dengan sebutan brownies. Proses pembuatan serta bentuk brownies memang mirip cake. Membuat brownies tidaklah sulit dan bahan yang digunakanpun mudah didapat (Damayanti, 2005).

Secara umum brownies memiliki aroma khas coklat, rasanya manis/legit, bertekstur lembut dengan permukaan luar kering (retak-retak) tetapi basah bagian dalam sedangkan bagian dalam tidak begitu penting (Semy, 2004). Rasa yang dihasilkan tergantung dari formulasi bahan yang digunakan. Makanan ini cenderung disukai baik dari rasa, aroma berikut warnanya, biasanya digunakan sebagai cemilan pada selang tiga waktu makan utama. Jenis brownies sangat beragam seperti dasar (tanpa penambahan bahan lain), brownies kacang, brownies buah, brownies keju dan lain sebagainya. Secara garis besar pembuatan brownies meliputi persiapan bahan dan alat, penimbangan bahan, pengocokan gula dan telur, pencairan margarine dan coklat, pencampuran bahan, peloyangan, pemnggangan/pengukusan, pendinginan dan pengemasan.

Brownies merupakan produk bakeri yang termasuk dalam kategori cake (Widarti, 2005). Produk bakeri meliputi roti, cookies dan cake merupakan produk yang banyak dikonsumsi (Bakke and Vickers, 2007). Brownies termasuk ke dalam kategori cake dengan warna coklat kehitaman dan memiliki rasa khas dominan coklat. Produk ini termasuk sebagai intermediate-moisture foods dengan total kadar air lebih rendah 10 – 20% dari roti (Cauvain and Young, 2006).


(16)

2.4Bahan-Bahan Yang Diperlukan Dalam Pembuatan Brownies 2.4.1 Tepung terigu

Tepung terigu merupakan bahan baku utama dalam pembuatan brownies. Komposisi protein dalam tepung terigu adalah protein gliadain dan protein glutenin yang berbeda pada proporsi 50 : 50. Pada saat pengadukan, kedua protein tersebut akan bercampur lalu membentuk gluten. Gluten adalah protein yang terkandung dalam endosperm gandum. Menurut Bellitz and Grosch (1999) gluten adalah golongan protein yang mempunyai proporsi terbesar pada gandum. Gluten merupakan kelompok protein yang dapat dibedakan atas gluten dengan berat molekul tinggi, sedang, dan rendah. Setelah gluten terbentuk, adonan yang lengket menjadi liat, elastis dan timbul gelembung-gelembung pada permukaan adonan. Gluten jika dicampur dengan air, proteinnya akan menyerap air dan volumenya membesar. Selama pencampuran, partikel protein yang terhidrasi pecah dan menjadi jaringan serabut yang pada proses pencampuran dan pengadukan adonan lebih lanjut, akan menjadi jaringan protein yang menentukan pengembangan adonan. Jaringan protein ini memberikan sifat elastis pada adonan kue (Wade, 1988). Selain mengandung protein, tepung terigu juga mengandung karbohidrat yang terdiri dari pati, dekstrin, gula selulosa dan pentosa.

Dipasaran banyak beredar jenis tepung terigu yang masing-masing memiliki karakteristik dan fungsi berlainan. Berikut ini adalah beberapa jenis tepung terigu:


(17)

a. Hard Wheat (terigu protein tinggi)

Contoh yang banyak dikenal adalah terigu Cakra Kembar. Tepung ni deperoleh dari gandum keras (hard wheat). Kandungan protein gluten 11%-13%. Tingginya protein terkandung menjadikan sifatnya mudah dicampur, difermentasikan, daya serap air tinggi, elastis, dan mudah digiling. Karakteristik ini menjadikan tepung terigu hard wheat sangat cocok untuk bahan baku roti manis, mie dan pasta karena sifatnya elastis dan mudah difermentasikan.

b. Medium Wheat (terigu protein sedang)

Jenis terigu medium wheat kandungan protein gluten 10%-11%. Sebagian orang mengenalnya dengan sebutan all-purpose flour atau tepung serba guna, contoh yang telah ada di pasaran adalah tepung Segitiga Biru. Terbuat dari campuran tepung terigu hard wheat dan soft wheat sehingga karakteristiknya diantara kedua jenis tepung tersebut, tepung ini cocok untuk membuat adonan fermentasi dengan tingkat pengembangan sedang seperti donat, bakpau, bapel, panada atau aneka cake dan muffin.

c. Soft Wheat (terigu protein rendah)

Tepung ini terbuat dari gandum lunak dengan kandungan protein gluten 8%-9%. Sifatnya yaitu memiliki daya serap air yang rendah sehingga akan menghasilkan adonan yang sukar diuleni, tidak elastis, lengket dan daya pengembangnya rendah. Cocok untuk membuat kue kering, biskuit, pastel dan kue-kue yang tidak memerlukan proses fermentasi. Contoh di pasaran adalah tepung Cap Kunci. d. Self Raising Flour

Tepung ini merupakan jenis tepung terigu yang sudah ditambahkan bahan pengembang dan garam. Penambahan ini menjadikan sifat tepung lebih stabil dan


(18)

tidak perlu menambahkan pengembang lagi ke dalam adonan. Jika sukar didapat, tambahkan satu sendok baking powder ke dalam 1/2 kg tepung sebagai gantinya. Self raising flour sangat cocok untuk membuat cake, muffin, dan kue kering. e. Whole Meal Flour

Tepung ini biasanya dibuat dari biji gandum utuh termasuk dedak dan lembaganya sehingga warna teung lebih gelap/cream. Terigu whole meal flour sangat cocok untuk makanan kesehatan dan menu diet karena kandungan serat (fiber) dan proteinnya sangat tinggi (Sutomo, 2008).

2.4.2 Gula pasir

Menurut Gaman et al. (1994), gula merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut pemanis yang berasal dari tanaman tebu, bit atau yang lainnya yang diperoleh dari kondensasi glukosa dan fruktosa yang memiliki sifat-sifat antara lain:

1) kenampakan secara urnum berwarna putih dan berbentuk kristal

2) berasa manis tetapi tingkatan kemanisan beragam dengan pembanding sukrosa dianggap seratus persen

3) mudah terbentuk karamel (penjendalan) akibat panas 4) mudah tereduksi dengan senyawa ion-ion tembaga.

Selain sebagai pemanis, gula juga membuat susunan dan butiran brownies meniadi halus dan lembut, menimbulkan rasa dan aroma yang khas serta sebagai pembentuk warna brownies yang terjadi akibat reaksi browning. Reaksi browning disebabkan reaksi gula yang ditambahkan dan protein yang dipanaskan


(19)

membentuk gumpalan-gumpalan yang berwarna gelap yang sering disebut melanoid (U.S. Wheat Associates, 1983).

Gula merupakan salah satu bahan pemanis yang sangat penting karena hampir setiap produk mempergunakan gula. Fungsi gula, sebagai bahan penambah rasa, sebagai bahan perubah warna dan sebagai bahan untuk memperbaiki susunan dalam jaringan produk. Gula yang digunakan dalam pembuatan brownies adalah gula pasir yang harus memenuhi persyaratan seperti berbentuk kristal, benwarna putih, memiliki partikel yang halus agar mudah larut, bebas dari serangga, jamur dan kontaminan lainnya, mempunyai aroma dan mengandung 99,9% sukrosa (Yossy, 2010).

2.4.3 Telur

Telur terdiri dari protein 13 %, lemak 12 %, serta vitamin, dan mineral. Putih telur jumlahnya sekitar 60% dari seluruh bulatan telur dan sekitar 50% protein serta semua lemak yang terkandung di dalam telur berada di dalam kuning telur (Margono et al., 2000). Beberapa jenis telur digunakan dalam produksi kue , biskuit dan sejenisnya. Ada tiga sifat telur yang paling penting yaitu kemampuan pembuihan, emulsifikasi, dan koagulasi. Albumen (putih telur) berfungsi sebagai agensia pengeras, sedangkan kuning telur sebagai agensia pengempuk. Penambahan telur dalam pembuatan produk-produk biskuit mempunyai fungsi antara lain menyumbangkan warna, menambah cita rasa, sebagai bahan pengempuk dan menambah nilai nutrisi (Yossy, 2010).


(20)

2.4.4 Coklat

Coklat adalah bahan pangan penambah rasa dari olahan tanaman kakao (Theobroma cacao) yang disajikan dalam bentuk bubuk, batangan maupun cairan/pasta. Archolle (2009) melaporkan, terdapat beberapa jenis olahan coklat, diantaranya :

a. Bubuk cocoa/chocolate powder/coklat bubuk

Coklat bubuk natural dibuat dari bubur coklat atau balok coklat pahit, dengan menghilangkan sebagian besar lemaknya hingga 18-23%.

b. Converture

Yaitu coklat terbaik dengan kandungan mentega cocoa. Sangat bagus untuk celupan karena sangat cair ketika meleleh.

c. Coklat premium

Biasanya mengandung sekitar 50-70% coklat padat. Mengandung lebih sedikit gula, minyak nabatidan sedikit kalori dari produk coklat pada umumnya.

d. Cocoa butter/mentega coklat

Bentuknya seperti pasta kental, terbuat dari lemak coklat 50%, ditambah gula, flavor dan bahan pengental. Biasanya digunakan untuk membuat ice cream atau aneka dessert.

e. Coklat masak

Cooking chocolate terdiri dari gula, essens, lesitin dan susu atau sering disebut sebagai chocolate compound.


(21)

f. Dark chocolate

Rasanya lebih pekat, warnanya lebih gelap dan merupakan coklat murni tanpa kandungan susu. Coklat ini mengandung 15% coklat cair, bubuk coklat dan minyak coklat.

Pada pembuatan brownies biasanya rnenggunakan coklat bubuk ataupun coklat masak (cooking chocolate) yang dicampurkan bersama margarin dengan cara dilelehkan.

2.4.5 Ovalet

Ovalet adalah bahan tambahan kue yang diklaim sebagai pengembang kue, sebagaimana klaim yang dibuat pada SP, TBM dan Ovalet. Sebenarnya sesuai dengan komposisi bahan yang digunakan pada ketiga jenis produk BTP tersebut tidak tepat jika diklaim sebagai pengembang, melainkan seharusnya sebagai pelembut. Komposisi ovalet juga mengandung turunan asam lemak dimana bisa berasal dari hewan atau tumbuhan. Karenanya mengetahui sumber dari asam lemak adalah sangat penting dalam masalah kehalalannya (Ndutyke, 2011).

2.5 Pangan Fungsional

Pangan fungsional adalah produk pangan atau bahan pangan yang mengandung komponen aktif yang mampu mencegah, bahkan menyembuhkan suatu penyakit tertentu untuk mencapai kesehatan tubuh yang lebih optimal. Produk tersebut mempuyai fungsi tertentu pada waktu dicerna, memberikan peran dalam proses tubuh tertentu, seperti memperkuat sistem pertahanan tubuh, mencegah penyakit tertentu, membantu tubuh mengembalikan kondisi tubuh setelah diserang penyakit


(22)

tertentu, menjaga kondisi fisik dan mental serta memperlambat proses penuaan (Asfar, 2010).

2.5.1 Serat pangan (dietary fiber)

Salah satu bagian bioaktif dalam bahan pangan fungsional adalah serat pangan (dietary fiber). Serat pangan merupakan bagian dari tanaman yang dapat dimakan dan resisten terhadap pencernaan serta absorbansi pada usus besar. Serat pangan semula dianggap mempunyai fungsi yang tidak penting, tetapi sekarang ini para peneliti sudah membuktikan bahwa serat pangan mempunyai peranan yang sangat potensial untuk menjaga kesehatan. Menurut AACC (2001) serat pangan merupakan bagian yang dapat dimakan dari tanaman yang resisten terhadap pencernaan dan absorpsi pada usus halus dengan fermentasi lengkap atau parsial pada usus besar.

Mutu serat makanan dapat dilihat dari komposisi komponen serat makanan, dimana komponen makanan terdiri dari komponen yang larut (soluble dietary fiber) dan komponen yang tidak larut (insoluble dietary fiber). Sekitar sepertiga dari serat makanan total (total dietary fiber) adalah serat makanan yang larut sedangkan kelompok terbesarnya merupakan serat yang tidak larut. Serat pangan larut dapat menyerap air selama melewati saluran pencernaan dan dapat difermentasi oleh bakteri usus besar yang menghasilkan asam lemak rantai pendek. Contoh serat larut yaitu pektin, glukans dan gums. Serat pangan tidak larut memiliki efek kamba dan tidak dapat difermentasi oleh bakteri kolon. Contoh serat tidak larut yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin (AACC, 2001).


(23)

Musita (2008) melaporkan, umumnya serat larut mudah difermentasi oleh bakteri sehingga menyebabkan kenaikan massa bakteri, sedangkan serat tidak larut tahan terhadap degradasi bakteri sehingga menaikkan jumlah feses. Serat makanan yang dapat larut dapat menaikkan viskositas isi usus sehingga akan menunda pengosongan perut, memperpanjang waktu transit dari mulut ke usus dan mengurangi kecepatan absorpsi di dalam usus halus, sedangkan serat tidak larut mempercepat pengosongan usus dan waktu transit sepanjang usus.

2.5.2 Glikemik Indeks (GI)

Glikemik indeks (GI) merupakan indeks atau tingkatan pangan menurut efeknya dalam meningkatkan kadar gula darah. Pangan yang memiliki nilai glikemik indeks tinggi bila dikonsumsi akan meningkatkan kadar gula dalam darah dengan cepat dan tinggi. Sebaliknya seseorang yang mengkonsumsi pangan dengan nilai glikemik indeks rendah maka peningkatan kadar gula dalam darah berlangsung lambat dan kenaikan gula darahnya rendah. Penderita diabetes melitus membutuhkan makanan daya cernanya lambat sehingga memiliki nilai glikemik yang rendah (Widowati, 2007).

Indeks Glikemik (IG) atau juga disebut Glikemik Indeks (GI) adalah sifat pangan yang unik, dipengaruhi oleh berbagai faktor sehingga GI pangan yang satu berbeda dengan pangan lainnya. Pengolahan dapat mengubah struktur dan komposisi kimia pangan yang selanjutnya dapat mengubah daya serap zat gizi. Makin cepat karbohidrat dapat diserap tubuh, GI-nya cenderung tinggi. Faktor lain yang berpengaruh yaitu rasio amilosa dan amilopektin, gula dan daya


(24)

osmotik, kandungan serat pangan, pati resisten, lemak, protein dan zat gizi (Widowati, 2007).

2.6 Analisis Kelayakan Usaha

Analisis kelayakan usaha atau analisis investasi adalah analisis yang digunakan untuk mengkaji aspek finansial suatu produk atau usaha. Analisis ini digunakan untuk mengukur nilai uang atau tingkat pengembalian dari investasi yang ditanamkan dalam suatu usaha pada masa yang akan datang. Hal ini sangat penting untuk dilakukan sebelum implementasi investasi yang sering mempertaruhkan dana yang sangat besar dengan melakukan berbagai macam simulasi tersebut, akan diketahui besarnya faktor-faktor resiko yang akan dihadapi dan yang mempengaruhi layak atau tidaknya suatu rencana usaha. Data kemudian dianalisis secara kualitatif, yang meliputi Payback period, IRR dan B/C (Gittinger, 1986).


(25)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Bandar Lampung dan uji organoleptik dilakukan di Laboratorium Pengawasan Mutu Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli – November 2011.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah pisang batu (Musa balbisiana Colla) tua (tetapi belum matang penuh) sebagai bahan dasar pembuatan tepung pisang batu, tepung terigu protein sedang (merk segitiga biru), gula pasir (merk Gulaku), coklat bubuk, Dark Cooking Chocolate (DCC)/coklat masak merk Chollata, minyak goring (merk Sania), telur, ovalet dan bahan-bahan lain untuk keperluan analisis.

Alat-alat yang dipergunakan adalah pengukus, waring blender, loyang, baskom, mixer, kompor gas, termometer, neraca analitik, desikator, penjepit cawan, tanur, pisau stainless stell, kertas label, ayakan 60 mesh, perangkat gelas untuk analisis dan alat-alat untuk uji organoleptik.


(26)

3.3 Metode Penelitian

Metode percobaan yang digunakan adalah metode deskriptif (3 kali ulangan) dengan perlakuan tunggal yang terdiri dari enam taraf yaitu perbandingan tepung pisang batu dan tepung terigu (10:90), (20:80), (30:70), (40:60), (50:50) dan (60:40). Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif yang ditampilkan dalam bentuk Grafik dan Tabel.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yang meliputi pembuatan tepung pisang batu yang kemudian dianalisis karakteristik sifat fisikokimianya (daya serap air dan daya serap minyak tepung pisang batu) dan pembuatan produk (brownies) yang kemudian dilakukan uji organoleptik dan proksimat untuk perlakuan terbaik.

3.4.1 Pembuatan tepung pisang batu

Pisang dikupas untuk memisahkan buah dari semua kulit dan memisahkannya dari bagian yang rusak. Kemudian pisang ditimbang 1 kg dan dicuci bersih dari semua kotoran. Setelah itu pisang diiris-iris tipis berikut bijinya dan ditata dalam loyang. Irisan pisang yang telah ditata dalam loyang kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 500C selama 24 jam. Pisang yang telah kering kemudian ditimbang kembali untuk mengetahui bobot keringnya. Pisang yang telah dikeringkan dihancurkan menggunakan waring blender kemudian diayak dengan ayakan berukuran 60 mesh sehingga diperoleh tepung pisang yang halus. Diagram alir pembuatan tepung pisang dapat dilihat pada Gambar 1.


(27)

Gambar 1. Diagram alir pembuatan tepung pisang Sumber : Welly (2003) yang dimodifikasi

3.4.2 Pembuatan brownies

Brownies dibuat dengan menggunakan campuran tepung pisang batu dengan tepung terigu pada perbandingan tertentu. Adapun formulasi bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan brownies dapat dilihat pada Tabel 5.

Pisang batu

Penimbangan sebanyak 1 kg

Pengupasan Kulit pisang

Pencucian

Pengirisan pisang dan penataan dalam loyang

Pengeringan dalam oven T= 50 0C selama 24 jam

Pisang batu kering

Penghancuran dengan waring blender dan pengayakan dengan ayakan 60 mesh


(28)

Tabel 5. Formulasi pembuatan brownies

Formulasi F1

(10:90)

F2 (20:80)

F3 (30:70)

F4 (40:60)

F5 (50:50)

F6 (60:40)

Tepung pisang 12,5 g 25 g 37,5 g 50 g 62,5 g 75 g

Tepung terigu 112,5 g 100 g 87,5 g 75 g 62,5 g 50 g

Gula pasir 225 g 225 g 225 g 225 g 225 g 225 g

Telur 6 btr 6 btr 6 btr 6 btr 6 btr 6 btr

Coklat bubuk 50 g 50 g 50 g 50 g 50 g 50 g Coklat masak 100 g 100 g 100 g 100 g 100 g 100 g Minyak goreng 75 ml 75 ml 75 ml 75 ml 75 ml 75 ml Ovalet 1 sdt 1 sdt 1 sdt 1 sdt 1 sdt 1 sdt Sumber : Modifikasi formula Gusbud, 2011

Setelah didapatkan formulasi yang akan digunakan untuk setiap perlakuan, selanjutnya dilakukan pembuatan brownies. Diagram alir pembuatan brownies dapat dilihat pada Gambar 2. Telur dan gula pasir dikocok sampai mengembang, kemudian ditambahkan ovalet dan dikocok kembali sampai adonan berwarna putih dan mengembang. Tambahkan sedikit demi sedikit coklat bubuk dan formulasi tepung pisang batu dan tepung terigu dengan jumlahnya masing-masing, aduk rata. Dicampurkan coklat masak yang telah dilelehkan beserta minyak goreng kemudian diaduk rata menggunakan spatula. Adonan dituang ke dalam loyang dan dikukus selama ± 30 menit.


(29)

Gambar 2. Diagram alir pembuatan brownies Sumber : Modifikasi metode Gusbud, 2011

3.5 Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu sifat fisikokimia tepung pisang batu yang meliputi daya serap air dan minyak, uji organoleptik produk yang meliputi warna, rasa, aroma, tekstur, penerimaan keseluruhan dan potensi komersialisasi. Brownies dengan hasil organoleptik terbaik kemudian akan dibandingkan dengan brownies komersial, dilakukan uji proksimat (kadar air

6 butir telur

Dikocok dengan mixer selama ± 5-10 menit

225 g gula pasir, 1 sdt ovalet

50 g Coklat bubuk

Brownies Pengadukan adonan

Proporsi tepung pisang : tepung terigu

(10:90, 20:80, 30:70, 40:60, 50:50 dan

60:40)

Pengadukan kembali adonan menggunakan spatula

Penuangan adonan ke dalam Loyang diikuti dengan pengukusan adonan selama± 30 menit

100 g coklat masak, 75 ml minyak goreng


(30)

(AOAC, 1990), kadar abu (AOAC, 1990), kadar lemak (AOAC, 1990), kadar protein (AOAC, 1990), kadar karbohidrat (Winarno, 1992), kadar serat pangan (serat larut dan serat tidak larut) dan nilai Glikemik Indeks (Dubois et al., 1956)) dan dikaji aspek finansial produk (Susanto, T dan Saneto, 1994).

3.5.1 Karakteristik sifat fisikokimia tepung pisang batu 3.5.1.1 Daya serap air

Penyerapan air dilakukan dengan metode yang direkomendasikan oleh Rosario and Flores (1981). Sebanyak 1 gram sampel dicampurkan dengan 10 ml air destilat. Campuran tersebut dimasukkan dalam tabung sentrifusi dan diletakkan dalam water bath suhu 300C selama 30 menit, kemudian disentrifusi pada 3.000 rpm selama 20 menit dan setelah itu volume supernatan diukur. Bagian air yang terikat merupakan selisih antara volume air yang ditambahkan dengan supernatan. Kapasitas pengikatan air dinyatakan sebagai air yang terikat per gram sampel.

Air yang terikat (ml) = volume air yang ditambahkan (10 ml) – volume supernatan (ml).


(31)

Air 10 ml

Supernatan (ml)

Sampel (g) Residu

Gambar 3. Daya serap air pada tepung pisang batu

3.5.1.2 Daya serap minyak

Penyerapan minyak dilakukan dengan metode yang direkomendasikan oleh Rosario and Flores (1981). Sebanyak 1 gram sampel dicampurkan dengan 10 ml minyak. Campuran tersebut dimasukkan dalam tabung sentrifusi dan diletakkan dalam water bath 300C selama 30 menit, kemudian disentrifusi pada 3.000 rpm selama 20 menit dan setelah itu volume supernatan diukur. Bagian minyak yang terikat merupakan selisih antara volume minyak yang ditambahkan dengan supernatan. Kapasitas pengikatan minyak dinyatakan sebagai minyak yang terikat per gram sampel.

Air yang terikat (ml) = volume minyak yang ditambahkan (10 ml) – volume supernatan (ml).


(32)

Minyak 10 ml

Supernatan (ml)

Sampel (g) Residu

Gambar 4. Daya serap minyak pada tepung pisang batu

3.5.2 Uji organoleptik

Penilaian organoleptik yang dilakukan meliputi warna, rasa, aroma, tekstur, penerimaan keseluruhan dan potensi komersialisasi produk yang dihasilkan. Untuk warna, rasa, aroma dan tekstur akan digunakan uji skoring, sedangkan untuk penerimaan keseluruhan dan potensi komersialisai akan menggunakan uji hedonik. Uji organoleptik dilakukan oleh 20 orang panelis semi terlatih. Skala penilaian dapat dilihat pada Tabel 6.


(33)

Tabel 6. Skala penilaian organoleptik brownies

Parameter mutu Kriteria Skor

Warna Coklat kehitaman 5

Coklat tua 4

Coklat 3

Coklat muda 2

Coklat pudar 1

Rasa Sangat manis 5

Manis 4

Agak manis 3

Tidak manis 2

Sangat tidak manis 1

Aroma Khas brownies 5

Khas coklat 4

Agak langu 3

Langu 2

Sangat langu 1

Tekstur Sangat lembut 5

Lembut 4

Agak lembut 3

Agak keras 2

Keras 1

Penerimaan keseluruhan Sangat suka 5

Suka 4

Agak suka 3

Tidak suka 2

Sangat tidak suka 1

Sangat potensial 5

Potensi komersialisasi Potensial 4

Agak potensial 3

Tidak potensial 2

Sangat tidak potensial 1


(34)

Format kuesioner penilaian panelis dibuat sebagai berikut : 1. Kuesioner Uji Skoring

Gambar 6. Kuesioner uji skoring

Kuesioner Uji Skoring

Nama :

NPM :

Telah disajikan 6 sampel brownies. Anda diminta untuk mencicipi dan memberikan nilai terhadap warna, rasa, aroma dan tekstur produk. Berikan penilaian anda pada tabel penilaian berikut :

Penilaian Kode sampel

738 659 400 466 027 170

Warna

Rasa

Aroma

Tekstur

Keterangan untuk penilaian:

Warna Tekstur

Coklat kehitaman : 5 Sangat lembut : 5

Coklat tua : 4 Lembut : 4

Coklat : 3 Agak lembut : 3

Coklat muda : 2 Agak keras : 2

Coklat pudar : 1 Keras : 1

Rasa Aroma

Sangat manis : 5 Khas brownies : 5 Manis : 4 Khas coklat : 4 Agak manis : 3 Agak langu : 3

Tidak manis : 2 Langu : 2


(35)

2. Kuesioner Uji Hedonik

Gambar 7. Kuesioner uji hedonik

Setelah itu, produk dengan hasil uji organoleptik terbaik akan dibandingkan dengan brownies 100% tepung terigu (brownies komersial). Pengujian dilakukan dengan uji perbandingan pembedaan dou trio dengan parameter uji meliputi warna, rasa, aroma, tekstur dan penerimaan keseluruhan. Kuesioner uji dapat dilihat pada gambar 8.

Kuesioner Uji Hedonik

Nama :

NPM :

Telah disajikan 6 sampel brownies. Anda diminta untuk mencicipi dan memberikan nilai terhadap penerimaan keseluruhan dan potensialisasi produk. Berikan penilaian anda pada tabel penilaian berikut :

Penilaian Kode sampel

738 659 400 466 027 170

Penerimaan Keseluruhan Potensi

Komersialisasi

Keterangan untuk penilaian:

Penerimaan Keseluruhan Potensi Komersialisasi

Sangat suka : 5 Sangat potensial : 5

Suka : 4 Potensial : 4

Agak suka : 3 Agak suka : 3

Tidak suka : 2 Tidak potensial : 2 Sangat tidak suka : 1 Sangat tidak Potensial : 1


(36)

Gambar 8. Kuesioner uji duo trio

3.5.3 Uji proksimat

Uji proksimat yang dilakukan terhadap brownies yang dihasilkan dari perlakuan terbaik dan kontrol, meliputi : kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, kadar serat pangan dan penentuan nilai Glikemik Indeks (GI).

3.5.3.1Kadar air

Kadar air ditentukan dengan cara pemanasan langsung (Metode Oven AOAC, 1990). Cawan porselin yang dikeringkan dalam oven selama 30 menit, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel yang ada dalam bentuk halus ditimbang sebanyak 2 gram, kemudian dimasukkan ke dalam cawan dan dikeringkan dalam oven bersuhu 100 – 1050C selama 5 jam atau beratnya konstan,

Kuesioner Uji Pembedaan Duo Trio

Nama :

NPM :

Telah disajikan 3 sampel berupa brownies yang 1 diantaranya adalah R. Anda diminta untuk membandingkan dua sampel berkode acak dengan R dengan memberi tanda silang pada tabel berikut.

Kode sampel

Penilaian


(37)

lalu dinginkan dalam desikator dan ditimbang, lakukan hingga diperoleh berat konstan. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus:

c – (a - b)

Kadar air (%) = x 100%

c

keterangan : a = berat cawan dan sampel akhir (g) b = berat cawan (g)

c = berat sampel awal (g)

3.5.3.2Kadar abu

Pengujian kadar abu dilakukan dengan menggunakan Metode Oven (AOAC, 1990). Cawan porselen dikeringkan dalam oven bersuhu 400 -6000C, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3 - 5 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan porselen, lalu sampel dipijarkan di atas nyala pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian pijarkan di dalam tanur listrik pada suhu 400 – 6000C selama 4 - 6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Kemudian sampel didinginkan dalam desikator selanjutnya ditimbang, lakukan hingga diperoleh berat konstan. Perhitungan kadar abu dilakukan dengan menggunakan rumus:

W2 – W

Kadar abu (%) = x 100% W1 - W

keterangan : W = berat cawan kosong (g) W1 = berat cawan dan sampel (g) W2 = berat konstan cawan dan abu (g)


(38)

3.5.3.3Kadar lemak

Kadar lemak diuji dengan menggunakan metode soxhlet AOAC (1990). Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu 100-1100C, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel ditimbang sebanyak 5 gram dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet). Pelarut heksan dituangkan ke atas lubang kondensor sampai jatuh ke dalam labu destilasi. Reflux dilakukan selama minimal 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu destilasi berwarna jernih. Pelarut yang bercampur lemak dalam labu didestilasi dan pelarut ditampung kembali. Selanjutnya labu yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 1000C hingga beratnya konstan, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar lemak dilakukan dengan menggunakan rumus:

a - b

Kadar lemak (%) = x 100%

c

keterangan : a = berat labu + residu lemak (g) b = berat labu (g)

c = berat sampel awal (g)

3.5.3.4Kadar protein

Kadar protein diuji dengan metode Mikro Kjeldahl (AOAC,1990). Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 0,2 gram dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, lalu tambahkan 1 gram selenium dan 5 ml H2SO4 pekat. Jika sukar didestruksi maka dapat diambahkan 0,1-0,3 gram CuSO4 lalu dikocok. Panaskan


(39)

pada pemanas listrik atau api bunsen dalam lemari asap dan akhiri pemanasan apabila cairan telah menjadi jernih. Buat pula blanko seperti prosedur tetapi tanpa sampel. Setelah labu kjeldahl dan cairannya dingin tambahkan 200 ml aquades serta larutan NaOH 67% sampai cairan bersifat basis. Labu kjeldahl dipasang pada alat destilasi dan dipanaskan sampai amonia menguap semua. Destilat (amonia) ditampung dalam Erlenmeyer yang berisi 100 ml HCL 0,1 N dan diberi indikator PP 1% beberapa tetes. Destilasi diakhiri setelah volume destilat 150 ml atau setelah distilat yang keluar tak bersifat basis. Selanjutnya titrasi destilat dengan NaOH 0,1 %. Penetapan untuk blanko juga dilakukan. Perhitungan kadar protein dilakukan dengan menggunakan rumus:

3.5.3.5Kadar karbohidrat (by difference)

Penentuan kadar karbohidrat dilakukan dengan cara perhitungan kasar atau yang disebut dengan carbohydrate by difference, yaitu penentuan kadar karbohidrat dengan menggunakan perhitungan bukan analisis. Adapun rumus perhitungan untuk kadar karbohidrat adalah sebagai berikut:

Kadar karbohidrat (%) = 100% - % (air + abu + lemak + protein) Kadar Protein (%) = a x 0,014x 6,25 x N HCl x 100%


(40)

3.5.3.6Kadar serat pangan

Pengujian kadar serat dilakukan dengan metode enzimatis (Asp et al., 1993). Sampel dihaluskan dan ditimbang sebanyak 1 g, kemudian diekstraksi lemaknya dengan menggunakan petroleum eter, selanjutnya dipindahkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 25 ml buffer fosfat 0,1M pH 6, dan diaduk sampai terdispersi merata. Kemudian ditambah 0,1 ml enzim alfa amilase dan erlenmeyer ditutup dengan alumunium foil, kemudian diinkubasikan pada suhu 800C dalam waterbath selama 15 menit sambil diaduk sesekali, selanjutnya diangkat dan didinginkan. Setelah itu ditambah 20 ml air aquades dan pH diatur menjadi 1,5 dengan penambahan larutan HCI kemudian elektroda dibersihkan dengan sedikit aquades. Kemudian ditambahkan 0,1 g enzim pepsin, erlenmeyer ditutup kembali dengan alumunium foil dan diinkubasikan dalam shaker waterbath dengan suhu 400C selama 60 menit. Setelah itu ditambah 20 ml air aquades, dan pH diatur menjadi 6,8 dengan larutan NaOH, kemudian elektroda dibersihkan dengan sedikit aquades. Lalu ditambahkan 0,1 g enzim pankreatin, ditutup dengan alumunium foil dan diinkubasikan dalam shaker waterbath dengan suhu 400C selama 60 menit.

Setelah itu pH diatur dengan larutan HCl menjadi 4,5. Kemudian disaring menggunakan kertas saring yang mengandung 0,5 garam celite kering dan telah diketahui bobot tetapnya (KS1) dengan dibantu pompa vakum. Terakhir dicuci dengan 2x10 ml etanol 90%. Residu yang diperoleh (merupakan serat makanan tidak larut/IDF) dicuci dengan 2x10 ml aseton. Kemudian kertas saring beserta residunya dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C, hingga berat konstan (kira-kira 12 jam) dan ditimbang (KS2). Kemudian dimasukkan dalam cawan


(41)

pengabuan yang telah diketahui bobot tetapnya (CW1) lalu diarangkan, kemudian diabukan dalam tanur suhu 5500C sampai menjadi abu (paling sedikit 5 jam), kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang beratnya (CW2).

Perhitungan Insoluble Dietary Fiber (IDF):

Keterangan :

KS1 = kertas saring kosong (g) KS2 = kertas saring + residu serat (g) CW1 = cawan pengabuan kosong (g) CW2 = cawan pengabuan + abu (g) B = blanko bebas serat (g)

Sementara filtrat yang diperoleh (berupa serat makanan larut/SDF) diatur volumenya dengan air aquades hingga 100 ml. Tambahkan 400 ml etanol 95% hangat (600C) dan didiamkan semalam, kemudian disaring menggunakan kertas saring yang mengandung 0,5 garam celite kering dan telah diketahui bobot tetapnya (KS3) dengan dibantu pompa vakum. Terakhir dicuci dengan 2xl0 ml etanol 90%, dan 2x10 ml aseton. Kemudian kertas saring beserta residunya dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C hingga beratnya konstan dan ditimbang (KS4). Kemudian dimasukkan dalam cawan pengabuan yang telah diketahui bobot tetapnya (CW3) lalu diarangkan, kemudian diabukan dalam tanur suhu 5500C sampai menjadi abu, kemudian didinginkan dalam eksikator lalu ditimbang beratnya (CW4). Untuk blanko diperoleh dengan cara yang sama tapi tanpa

IDF (% berat sampel kering) = (KS2-KS1)-(CW2-CWr) - B x 100 Berat sampel (g)


(42)

menggunakan sampel dan nilai blanko sesekali perlu diperiksa ulang terutama jika menggunakan enzim dari kemasan yang baru.

Perhitungan Soluble Dietary Fiber (SDF)

Keterangan :

KS 3 = kertas saring kosong (g) KS4 = kertas saring + residu serat (g) CS3 = cawan pengabuan kosong (g) CS4 = cawan pengabuan + abu (g) B = blanko bebas serat (g)

Perhitungan Total Dietary Fiber (TDF)

3.5.3.7Penentuan nilai Glikemik Indeks (GI)

Penentuan tingkat konversi sampel brownies menjadi glukosa menggunakan metode hidrolisis enzim alfa-amilase, kemudian gula hasil hidrolisis dikuantitatifkan dengan metode fenol-asam sulfat (Dubois et al., 1956). Sampel diliquifikasi dengan pemberian enzim alfa-amilase 1ml/kg sampel pada suhu 1050C dan diletakkan pada shaker water bath selama 0, 30, 60, 90, 120, 150 dan 180 menit. Penentuan sampel glukosa dengan menggunakan metode fenol asam sulfat (Dubois et al., 1956) dengan memasukkan 1 ml larutan sampel ke tabung reaksi kemudian ditambahkan 1 ml fenol 5% dan asam sulfat pekat 5 ml. Panaskan dengan penangas air pada suhu 300C selama 20 menit. Kemudian

TDF = IDF + SDF

SDF (% berat sampel kering) = ((KS4-KS3) – (CW4 – CW3)) – B X 100 Berat sampel (g)


(43)

inaktivasi enzim dengan mencelupkan sampel ke dalam air mendidih selama 5 menit. Sebelum penentuan glukosa sampel, terlebih dahulu dibuat kurva standar dengan membuat larutan glukosa standar (10 ml glukosa anhidrat/100 ml aquadest).

Hidrolosis glikemik indeks dihitung sebagai persentasi dari total glukosa yang dibebaskan dari sampel dengan menggunakan kurva hidrolisis (0-180 menit). Nilai glikemik indeks dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tinggi jika nilai GI (70-100), menengah (55-69), dan rendah ( < 55) (Miller, 1996). Roti tawar manis dan glukosa dijadikan acuan untuk mengukur nilai gikemik indeks. Roti tawar manis digunakan sebagai kontrol dalam pengukuran nilai glikemik indeks karena roti tawar manis memiliki kandungan glukosa di dalamnya. Jika roti tawar manis digunakan sebagai acuan pengukuran indeks glukosa, konversi ke nilai glikemik (contohnya nilai glycemik indeks glucose = 100) dicapai dengan membagi nilai glikemik indeks roti tawar manis dengan 1,4, karena roti tawar manis memberikan tanggapan niai glikemik indeks 29% kurang dari glukosa. Adapun rumus Hidrolisis Indek adalah :

Kemudian nilai glikemik indeks dihitung dengan cara : HI = Total glukosa sampel Total glukosa roti tawar manis


(44)

3.5.4 Kajian finansial produk

Aspek finansial dikaji dengan memperhatikan kriteria investasi yaitu Harga Pokok Produksi, B/C Ratio. Payback Periode, Internal Of Return dan Break Event Point (Susanto, T dan Saneto, 1994).


(45)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :

1. Tepung pisang batu memiliki karakteristik sifat fisikokimia yang meliputi daya serap air sebesar 37,5% dan daya serap minyak sebesar 23,5%.

2. Hasil terbaik ditunjukkan pada perlakuan F3 (30% tepung pisang batu : 70% tepung terigu) dengan kadar air sebesar 25,26%, kadar abu 1,55%, kadar lemak 19,63%, kadar protein 6,04%, kadar karbohidrat (by difference) 47,52%, total serat pangan 23,73% dan GI 20,53.

3. Kapasitas produksi brownies pisang batu yang direncanakan adalah sebesar 46.080 kemasan/tahun dengan penjualan maksimal 90% dari produksi awal yaitu sebesar 41.472 kemasan/tahun. Hasil perhitungan kelayakan finansial diperoleh HPP sebesar Rp 12.406,223/kemasan dengan harga jual sebesar Rp 13.500/kemasan, BEP sebesar 38.119,92 kemasan, nilai PBP sebesar 0,51 tahun dan B/C ratio 1,2 sehingga usaha ini dinilai layak untuk dijalankan.

5.2 Saran

Disarankan agar dilakukan penelitian lanjutan dengan meningkatkan proporsi tepung pisang batu dan lebih memperhatikan proses penggilingan serta pengayakan pada pembuatan tepung pisang batu sehingga penggunaan tepung


(46)

pisang batu dapat lebih maksimal dan menghasilkan kualitas brownies yang lebih baik namun tetap disukai oleh konsumen.


(47)

balbisiana

Colla) DAN TEPUNG TERIGU DALAM

PEMBUATAN BROWNIES

Oleh

DEWI HILMA YUNINGSIH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2012


(48)

KAJIAN FORMULASI TEPUNG PISANG BATU (

Musa

balbisiana

Colla) DAN TEPUNG TERIGU DALAM

PEMBUATAN BROWNIES

(Skripsi)

Oleh

DEWI HILMA YUNINGSIH

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2012


(49)

(50)

DAFTAR PUSTAKA

AACC. 2001. The Definition of Dietary Fiber. Dalam : Nanti Musita. 2008. Kajian Kandungan dan Karakteristik Pati Resisten dari Berbagai Varietas Pisang. Tesis. Unila. Lampung.

Alsuhendra dan Ridawati. 2011. Pengaruh Modifikasi Secara Pregelatinisasi, Asam, dan Enzimatis Terhadap Sifat Fungsional Tepung Umbi Gembili (Dioscorea esculenta). PS Tata Boga Jurusan IKK. UNJ. Jakarta. AOAC. 1990. Official Methods of Analysis of The Association of Analytical

Chemist. AOAC Inc. Washington D.C. 1141 pp.

Archolle. 2009. Jenis Coklat Olahan. http://archolle.blogspot.com. Diinput pada 13 Februari 2012.

Asfar, M. 2010. Pangan Fungsional. http://muhhammadasfar.blogspot.com. Diinput pada 4 Juni 2011.

Asp, N.G., C.G. Johanson, H. Halimer, and M. Siljestron. 1993. Rapid Enzimatic Assay of Insoluble and Soluble Dietary Fiber. Dalam : Dayu Ika

Damayanti. 2005. Pengaruh Jenis dan Proporsi Serat Cincau dalam Tepung Terhadap Karakteristik Brownies. Skripsi. Unila. Lampung. 85 hlm.

Badan Pusat Statistik. 2010. Indonesia dalam Angka. BPS Jakarta.

Bakke, A and Z. Vickers. 2007. Costumer liking of Refined and Whole Wheat Bread. Dalam : Rd. Rina Nur Apriani, M. Arpah dan Setyadjit. 2011. Formulasi Tepung Komposit Campuran Tepung Talas, Kacang Hijau dan Pisang dalam Pembuatan Brownies Panggang. Jurnal Ilmiah dan Penelitian Ilmu Pangan No. 3 Vol. 1. 18 hlm.

Bellitz, H.D. and W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Dalam : Dayu Ika Damayanti. 2005. Pengaruh Jenis dan Proporsi Serat Cincau dalam Tepung Terhadap Karakteristik Brownies. Skripsi. Unila. Lampung. 85 hlm.


(51)

Technology and Practice. Dalam : Rd. Rina Nur Apriani, M. Arpah dan Setyadjit. 2011. Formulasi Tepung Komposit Campuran Tepung Talas, Kacang Hijau dan Pisang dalam Pembuatan Brownies Panggang. Jurnal Ilmiah dan Penelitian Ilmu Pangan No. 3 Vol. 1. 18 hlm.

Chizzatul. 2011. Hasil Praktikum IBM ” Serealia”. http://ch1za.wordpress.com/ 2011/04/29/hasil-praktikum-ibm-serealia/. Diinput 6 November 2011. Damayanthi, E., S. Madanijah dan I.R.Sofia. 2001. Sifat Fisikokimia dan Daya

Terima Tepung Bekatul Padi Awet Sebagai Sumber Serat Makanan. Dalam : Dayu Ika Damayanti. 2005. Pengaruh Jenis dan Proporsi Serat Cincau dalam Tepung Terhadap Karakteristik Brownies. Skripsi. Unila. Lampung. 85 hlm.

Damayanti, D.I. 2005. Pengaruh Jenis dan Proporsi Serat Cincau dalam Tepung Terhadap Karakteristik Brownies. Skripsi. Unila. Lampung. 85 hlm. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan. 1990. Daftar Komposisi Bahan

Makanan. Departemen Kesehatan R.I. Bhatara Karya Aksara. Jakarta. 25 hlm.

Dubois, M., K.A. Gilles, J. K. Hamilton, P.A. Rebers, and F. Smith. 1956. Colorimetric Method For Determination of Sugar and Related Substantec. Division Of Biochemistry, University Of Mine Sota. St. Paul. Minn. 28 (3) : 350-356.

Espino, Jamaluddin, Silayoi, Bechamas, Nasution. 2005. Edible Fruits and Nuts. Dalam : Nanti Musita, Siti Nurdjanah, A.G Lestari dan Refniati. 2009. Pengembangan Produk Minuman Prebiotik dengan Memanfaatkan Fruktooligosakarida Pisang Batu. Laporan Penelitian. Balai riset dan Standardisasi Bandar Lampung. Lampung.

Gaman, P.M. dan K.B. Sherrington. 1994. Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi (terjemahan). Dalam : Dayu Ika Damayanti. 2005. Pengaruh Jenis dan Proporsi Serat Cincau dalam Tepung Terhadap Karakteristik Brownies. Skripsi. Unila. Lampung. 85 hlm.

Gittinger, J.P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek pertanian. Dalam : Tjutju Nurhayati dan Yelin Adalina. 2009. Analisis dan Teknis Finansial Produksi Arang dan Cuka Kayu Dari Limbah Industri Penggergajian dan Pemanfaatannya. Laporan Penelitian. Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil hutan. Peneliti Pusat dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. 21 hlm.

Gunasoraya. 2011. Kadar Amilosa Serealia. http://gunasoraya.blogspot.com/ 2011/01/kadar-amilosa-serealia.html. Diinput 28 November 2011. Gusbud. 2011. Resep Brownies Kukus Ala Amanda Terbaru.


(52)

http://www.gusbud. web.id. Diinput pada 23 April 2011.

Hamid, Y.H. 2000. Pemanfaatan Tepung Pisang Owak (Musa paradisiaca, L) Untuk Bahan Makanan Campuran (BMC) sebagai Bahan Makanan Tambahan Bayi. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kumalasari, R dan R. Luthfiyanti. 2008. Karakteristik Tepung Pisang Masak (Ripe Banana Powder)Varietas Nangka (Musa paradisiaca sp) Setelah Perendaman Dalam Larutan Asam. http://ttg.lipi.go.id/berita-156-pengiris -emponempon.html. Diinput pada 28 Desember 2011.

Margono, T., D. Suryadi dan S. Hartinah. 2000. Pengolahan Pangan : Telur Asin. Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI. Jakarta.

Ovando Martinez, M., S.S. Ayerdi, E. A. Acependo, I. Goni, and L. A. B. Perez. 2009. Unripe Banana Flour As an Ingredient to Increase The Undigestible Carbohydrate of Pasta. Food Chemistry. 113:121-126.

Meilgaard, MC., GV. Civille and BT.Carr. 2007. Sensory evaluation Techniques, 4th Edition. Dalam : Rd. Nur Apriani, M. Arpah dan

Setyadjit. 2011. Formulasi Tepung Komposit Campuran Tepung Talas, Kacang Hijau dan Pisang dalam Pembuatan Brownies Panggang. Jurnal Ilmiah dan Penelitian Ilmu Pangan No. 3 Vol. 1. 18 hlm.

Miller, J.B., K. Foster-Powel and S. Colagiuri. 1996. The GI Factor :L The GI Solution. Hodder and Stougton. Hodder Headline ‘Australia Pty

Limitted. Dalam : Annisa Seprina. 2010. Kajian Substitusi Tepung Terigu dan Residu Ekstraksi Pati Jagung (Zea mayz L.) dalam Pembuatan Biskuit Berserat. Skripsi. Unila. Lampung.

Musita, N. 2008. Kajian Kandungan dan Karakteristik Pati Resisten Dari Berbagai Varietas Pisang. Tesis. Unila, Lampung.

Musita, N., S. Nurdjanah, A.G Lestari dan Refniati 2009. Pengembangan Produk Minuman Prebiotik dengan Memanfaatkan Fruktooligosakarida Pisang Batu. Laporan Penelitian. Balai riset dan Standardisasi Bandar Lampung. Lampung.

Ndutyke. 2011. Jenis Bahan Kue dan Kehalalannya Bag. 2. http://herkitchen. wordpress.com/2009/03/18/copas-jenis-bahan-kue-dan-kehalalannya-bag-2/. Diinput pada 6 Januari 2012.

Nittaaa. 2011. Karateristik Granula Pati dari Berbagai Macam Sumber Pati « Around The WorLd. http://blog.ub.ac.id/nittaaa/2011/04/10/karateristik- granula-pati-dari-berbagai-macam-sumber-pati/. Diinput pada 6 Oktober 2011.


(53)

Pengembangan Pascapanen. http://www.pustaka-deptan.go.id. Diinput pada 13 Februari 2012.

Richana, N dan T.C. Sunarti. 2004. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Umbi dan Tepung Pati dari Umbi Ganyong, Suweg, Ubikelapa dan Gembili. J. Pascapanen I (I) : 29 – 37.

Rosario, R. Del., and Flores D.M. 1981. Functional Properties of Four Mung Been Flours. J. Sci. Food. Agri. (32):8105-10.

Satuhu, S, dan A. Supiyadi. 1990. Pisang Budidaya Pengelolahan dan Prospek Pasar. Dalam : Nanti Musita, Siti Nurdjanah, A.G Lestari dan Refniati. 2009. Pengembangan Produk Minuman Prebiotik dengan Memanfaatkan Fruktooligosakarida Pisang Batu. Laporan Penelitian. Balai riset dan Standardisasi Bandar Lampung. Lampung.

Semy. 2004. Brownies Sekarang Tak Hanya Berwarna Coklat. Dalam : Dayu Ika Damayanti. 2005. Pengaruh Jenis dan Proporsi Serat Cincau dalam Tepung Terhadap Karakteristik Brownies. Skripsi. Unila. Lampung. 85 hlm.

Seprina, A. 2010. Kajian Substitusi Tepung Terigu dan Residu Ekstraksi Pati Jagung (Zea mayz L.) dalam Pembuatan Biskuit Berserat. Skripsi. Unila. Lampung.

Setser, CS. 1995. Sensory Evaluatiuon. Dalam : Rd. Rina Nur Apriani, M. Arpah dan Setyadjit. 2011. Formulasi Tepung Komposit Campuran Tepung Talas, Kacang Hijau dan Pisang dalam Pembuatan Brownies Panggang. Jurnal Ilmiah dan Penelitian Ilmu Pangan No. 3 Vol. 1. 18 hlm.

Soekanto, S.T. 1981. Penilaian Organoleptik, Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Dalam : Fibra Nurainy dan Otik Nawansih. 2006. Buku Ajar Uji Sensori. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Southgate. 1982. Definition and Terminology of Dietary Fiber. Dalam : Rocio Rodriguez, Ana Jimenez, J. Fernandez-Bolanos, Rafael Guillen and Antonia Heredia. 2010. Dietary Fibre from Vegetable Products as Source of Functional Ingridients. http://www.aseanfood.info/Articles/11015629. pdf. Diinput pada 13 Februari 2012.

Suarni dan Patong. 1999. Kandungan Nutrisi Tepung Terigu. Dalam : Gunasoraya. 2011. Kadar Amilosa Serealia. http://gunasoraya.blogspot. com/2011/01/kadar-amilosa-serealia.html. Diinput 28 November 2011. Sulistyaningsih, D.L. 2009. Pisang-Pisang Liar Sang Sumber Plasma Nutfah.


(54)

Sunardi. 2007. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi, L.) Terhadap 1,1-Diphenyl-2-Picrylhidrazyl (Dpph). Jurnal Seminar Nasional Teknologi. Teknologi Farmasi Fakultas Teknik Universitas Setia Budi, Yogyakarta.

Susanto, T dan Saneto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Dalam : Aldila Y.P., Wignyanto dan S. Kumalaningsih. 2009. Perencanaan Unit

Pengolahan “Brownies” Pisang (Musa paradisiaca L.) Skala Industri Kecil. Laporan Penelitian. Teknologi Industri Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

Sutomo, B. 2008. Memilih Tepung Terigu Yang Benar Untuk Membuat Roti, Cake dan Kue Kering. Artikel Jakarta. Dalam : Pengaruh Proporsi Tepung Sukun (Artocarpus communis) Terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Organoleptik Biskuit. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Triyono, A. 2010. Pengaruh Maltodekstrin Dan Substitusi Tepung Pisang (Musa

paradisiaca) Terhadap Karakteristik Flakes. http://repository.upnyk. ac.id/548/1/13.pdf. Diinput pada 28 Desemnber 2011.

Universitas Gunadarma. 2010. Pedoman Penyusunan Rencana Bisnis. Analisa Kelayakan Usaha. Lampiran 4. Universitas Gunadarma.

U.S. Wheat Associates. 1983. Pedoman Pembuatan Roti dan Kue. Dalam : Dayu Ika Damayanti. 2005. Pengaruh Jenis dan Proporsi Serat Cincau dalam Tepung Terhadap Karakteristik Brownies. Skripsi. Unila. Lampung. 85 hlm.

Wade, P. 1988. Biscuit, Cookies and Crackers. Dalam : Dayu

Ika Damayanti. 2005. Pengaruh Jenis dan Proporsi Serat Cincau Dalam Tepung Terhadap Karakteristik Brownies. Skripsi. Unila. Lampung. 85 hlm.

Welly, E. 2003. Pengaruh Proporsi Tepung Sukun ( Artocarpus communis) Terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Organoleptik Biskuit. Skripsi. Unila. Lampung.

Widarti, A. 2005. Studi Eksperimen Pembuatan Brownies dengan Substitusi Tepung Pisang. Dalam : Rd. Nur Apriani, M. Arpah dan

Setyadjit. 2011. Formulasi Tepung Komposit Campuran Tepung Talas, Kacang Hijau dan Pisang dalam Pembuatan Brownies Panggang. Jurnal Ilmiah dan Penelitian Ilmu Pangan No. 3 Vol. 1. 18 hlm.

Widowati, S. 2007. Sehat dengan Pangan Indeks Glikemik Rendah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29. No. 3. Bogor.


(55)

Dpph, dan Frap Serta Korelasinya Dengan Fenol Dan Flavonoid Pada Enam Tanaman. Skripsi. IPB, Bogor.

Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 253 hal.

Yossy, D. 2010. Komposisi dan proses Pembuatan Biskuit. http://lordbroken. wordpress.htm. Diinput pada 19 Maret 2011.


(56)

DALAM PEMBUATAN BROWNIES

Nama Mahasiswa :

Dewi Hilma Yuningsih

NPM : 0714051042

Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Siti Nurdjanah, M.Sc. Ir. Nanti Musita, M.T.A. NIP. 19620720 198603 2 001 NIP. 090021194

2. Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Dr. (Eng). Ir. Udin Hasanudin, M.T. NIP. 19640106 198803 1 002


(57)

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Ir. Siti Nurdjanah, M.Sc. Sekretaris : Ir. Nanti Musita, M.T.A. Penguji

Bukan Pembimbing : Ir. Fibra Nurainy, M.T.A.

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M. S. NIP 19610826 198702 1 001


(58)

Alhamdulillahirobbil’alamin,...

Kupersembahkan goresan

sederhana ini untuk

Papa, Mama, Kakak, Adik dan

Adinku tersayang serta


(59)

Bismillaahirrahmanirrahim

“..Karena keberhasilan tidak

terletak di awal perjalanan.

Karena kemudahan terletak di balik kesulitan.

Karena keajaiban adalah hadiah bagi yang berani.

Karena kesejahteraan adalah hak bagi yang bertahan.

Karena kedamaian adalah anugerah bagi yang bersabar.

Dan karena kemuliaan adalah rahmat bagi yang ikhlas.

Maka bersabarlah,

dan tetaplah setia kepada kebaikan yang Anda yakini.

Selalu ingatlah,

Dengan kesabaran dan kegigihan, apa pun mungkin..”

(Mario Teguh)


(60)

"...Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib

suatu kaum kecuali mereka sendiri mengubah

keadaan jiwanya..."

( Q.S. Ar Ra'd 13:11 )

“Bahwa tiada yang orang dapatkan, kecuali yang

ia usahakan..”

( Q.S. Surat An Najm 53: 39)

“Allah mengangkat orang

-orang beriman di antara

kamu dan juga orang-orang yang dikaruniai ilmu

pengetahuan hingga beberapa derajat..”


(61)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL.... ix

DAFTAR GAMBAR... x

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Kerangka Pemikiran ... 3

1.4 Hipotesis ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Pisang Batu ... 5

2.2 Tepung Pisang ... 7

2.3 Brownies ... 10

2.4 Bahan-banhan Yang Diperlukan Dalam Pembuatan Brownies ... 12

2.4.1 Tepung Terigu ... 12

2.4.2 Gula Pasir ... 14

2.4.3 Telur ... 15

2.4.4 Coklat ... 16

2.4.5 Ovalet ... 17

2.5 Pangan Fungsional ... ... 17

2.5.1 Serat Pangan (dietary fiber) ... ... 18

2.5.2 Glikemik Indeks (GI) ... 19

2.6 Analisis Kelayakan Usaha ... 20


(62)

3.1Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

3.2Bahan dan Alat ... 21

3.3Metode Penelitian ... 22

3.4Pelaksanaan Penelitian ... 22

3.4.1 Pembuatan Tepung Pisang Batu ... . 22

3.4.2 Pembuatan Brownies ... . 23

3.5Pengamatan ... 25

3.5.1 Karakteristik Sifat Fisikokimia Tepung Pisang Batu ... 26

3.5.1.1Daya Serap Air ... 26

3.5.1.2Daya Serap Minyak ... 27

3.5.2 Uji Organoleptik ... 28

3.5.3 Uji Proksimat ... 32

3.5.3.1Kadar Air ... 32

3.5.3.2Kadar Abu ... 33

3.5.3.3Kadar Lemak ... 34

3.5.3.4Kadar Protein ... 34

3.5.3.5Kadar Karbohidrat (by difference) ... 35

3.5.3.6Kadar Serat Pangan ... 36

3.5.3.7 Penentuan Nilai Glikemik Indeks (GI) ... 38

3.5.4 Kajian Finansial Produk ... 40

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Sifat Fisikokimia Tepung Pisang Batu ... 41

4.1.1 Daya Serap Air ... 41

4.1.2 Daya Serap Minyak ... 42

4.2 Uji Organoleptik ... 43

4.2.1 Warna ... 43

4.2.2 Rasa ... 45

4.2.3 Aroma ... 46

4.2.4 Tekstur ... 47

4.2.5 Penerimaan Keseluruhan ... 49

4.2.6 Potensi Komersialisasi ... 50

4.3 Penentuan Perlakuan Terbaik ... 52

4.4 Analisis Proksimat ... 54

4.4.1 Kadar Air ... 55


(63)

4.4.3 Kadar Lemak ... 56

4.4.4 Kadar Protein ... . 57

4.4.5 Kadar Karbohidrat (by difference) ... 57

4.4.6 Kadar Serat Pangan ... . 58

4.4.7 Kadar GI ... 59

4.5 Kajian Aspek Finansial ... ... 60

4.5.1 Analisis Pembuatan Brownies Pisang Batu ... 61

4.5.2 Harga Pokok Penjulan (HPP) ... 63

4.5.3 Analisis Pendapatan dan Keuangan ... ... 63

4.5.4 Analisis Titik Impas (Break Even Point) ... 63

4.5.5 B/C ratio ... 64

4.5.6 Keuntungan ... 64

4.5.7 Return Of Invesment (ROI) ... 65

4.5.8 Jangka Waktu Pengembalian Modal (Payback Period/PBP) ... 65

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 67

5.1Simpulan ... 67

5.2Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

LAMPIRAN ... 75

Tabel 12 ... 76 Gambar 14-22 ...76-81


(64)

RIWAYAT PENULIS

Penulis dilahirkan di Kotabumi pada tanggal 28 Juni 1989, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Herman dan Ibu Darna Sriana. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Gapura (SD Teladan), Kotabumi pada tahun 2001, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 7 Kotabumi pada tahun 2004 dan Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Kotabumi pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama kuliah penulis pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Teknologi Industri Hasil Tanaman Hortikultura periode 2010/2011 dan mata kuliah English Profesi periode 2010/2011. Pada tahun 2010 penulis melaksanakan Praktik Umum di Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, Bandung Selatan, Jawa Barat dengan judul “Mempelajari di Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, Bandung, Jawa Barat”. Penulis juga aktif di lembaga kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) THP FP Unila sebagai anggota Bidang 1 Pendidikan dan Penalaran pada periode 2008/2009 dan Ketua Bidang 4 Dana dan Usaha HMJ THP periode 2010/2011.


(1)

Bismillaahirrahmanirrahim

“..Karena keberhasilan tidak

terletak di awal perjalanan.

Karena kemudahan terletak di balik kesulitan.

Karena keajaiban adalah hadiah bagi yang berani.

Karena kesejahteraan adalah hak bagi yang bertahan.

Karena kedamaian adalah anugerah bagi yang bersabar.

Dan karena kemuliaan adalah rahmat bagi yang ikhlas.

Maka bersabarlah,

dan tetaplah setia kepada kebaikan yang Anda yakini.

Selalu ingatlah,

Dengan kesabaran dan kegigihan, apa pun mungkin..”

(Mario Teguh)


(2)

"...Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib

suatu kaum kecuali mereka sendiri mengubah

keadaan jiwanya..."

( Q.S. Ar Ra'd 13:11 )

“Bahwa tiada yang orang dapatkan, kecuali yang

ia usahakan..”

( Q.S. Surat An Najm 53: 39)

“Allah mengangkat orang-orang beriman di antara

kamu dan juga orang-orang yang dikaruniai ilmu

pengetahuan hingga beberapa derajat..”

(Q.S. Al-Mujadalah : 11 )


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL.... ix

DAFTAR GAMBAR... x

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Kerangka Pemikiran ... 3

1.4 Hipotesis ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Pisang Batu ... 5

2.2 Tepung Pisang ... 7

2.3 Brownies ... 10

2.4 Bahan-banhan Yang Diperlukan Dalam Pembuatan Brownies ... 12

2.4.1 Tepung Terigu ... 12

2.4.2 Gula Pasir ... 14

2.4.3 Telur ... 15

2.4.4 Coklat ... 16

2.4.5 Ovalet ... 17

2.5 Pangan Fungsional ... ... 17

2.5.1 Serat Pangan (dietary fiber) ... ... 18

2.5.2 Glikemik Indeks (GI) ... 19

2.6 Analisis Kelayakan Usaha ... 20


(4)

3.1Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

3.2Bahan dan Alat ... 21

3.3Metode Penelitian ... 22

3.4Pelaksanaan Penelitian ... 22

3.4.1 Pembuatan Tepung Pisang Batu ... . 22

3.4.2 Pembuatan Brownies ... . 23

3.5Pengamatan ... 25

3.5.1 Karakteristik Sifat Fisikokimia Tepung Pisang Batu ... 26

3.5.1.1Daya Serap Air ... 26

3.5.1.2Daya Serap Minyak ... 27

3.5.2 Uji Organoleptik ... 28

3.5.3 Uji Proksimat ... 32

3.5.3.1Kadar Air ... 32

3.5.3.2Kadar Abu ... 33

3.5.3.3Kadar Lemak ... 34

3.5.3.4Kadar Protein ... 34

3.5.3.5Kadar Karbohidrat (by difference) ... 35

3.5.3.6Kadar Serat Pangan ... 36

3.5.3.7 Penentuan Nilai Glikemik Indeks (GI) ... 38

3.5.4 Kajian Finansial Produk ... 40

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Sifat Fisikokimia Tepung Pisang Batu ... 41

4.1.1 Daya Serap Air ... 41

4.1.2 Daya Serap Minyak ... 42

4.2 Uji Organoleptik ... 43

4.2.1 Warna ... 43

4.2.2 Rasa ... 45

4.2.3 Aroma ... 46

4.2.4 Tekstur ... 47

4.2.5 Penerimaan Keseluruhan ... 49

4.2.6 Potensi Komersialisasi ... 50

4.3 Penentuan Perlakuan Terbaik ... 52

4.4 Analisis Proksimat ... 54

4.4.1 Kadar Air ... 55


(5)

4.4.3 Kadar Lemak ... 56

4.4.4 Kadar Protein ... . 57

4.4.5 Kadar Karbohidrat (by difference) ... 57

4.4.6 Kadar Serat Pangan ... . 58

4.4.7 Kadar GI ... 59

4.5 Kajian Aspek Finansial ... ... 60

4.5.1 Analisis Pembuatan Brownies Pisang Batu ... 61

4.5.2 Harga Pokok Penjulan (HPP) ... 63

4.5.3 Analisis Pendapatan dan Keuangan ... ... 63

4.5.4 Analisis Titik Impas (Break Even Point) ... 63

4.5.5 B/C ratio ... 64

4.5.6 Keuntungan ... 64

4.5.7 Return Of Invesment (ROI) ... 65

4.5.8 Jangka Waktu Pengembalian Modal (Payback Period/PBP) ... 65

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 67

5.1Simpulan ... 67

5.2Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

LAMPIRAN ... 75

Tabel 12 ... 76 Gambar 14-22 ...76-81


(6)

RIWAYAT PENULIS

Penulis dilahirkan di Kotabumi pada tanggal 28 Juni 1989, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Herman dan Ibu Darna Sriana. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Gapura (SD Teladan), Kotabumi pada tahun 2001, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 7 Kotabumi pada tahun 2004 dan Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Kotabumi pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama kuliah penulis pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Teknologi Industri Hasil Tanaman Hortikultura periode 2010/2011 dan mata kuliah English Profesi periode 2010/2011. Pada tahun 2010 penulis melaksanakan Praktik Umum di Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, Bandung Selatan, Jawa Barat dengan judul “Mempelajari di Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, Bandung, Jawa Barat”. Penulis juga aktif di lembaga kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) THP FP Unila sebagai anggota Bidang 1 Pendidikan dan Penalaran pada periode 2008/2009 dan Ketua Bidang 4 Dana dan Usaha HMJ THP periode 2010/2011.