Penggunaan Daun Pisang Batu (Musa Balbisiana Colla) Sebagai Adsorben Untuk Menyerap Logam Crom (Cr) Dan Nikel (Ni)

(1)

PENGGUNAAN DAUN PISANG BATU (MUSA BALBISIANA

COLLA) SEBAGAI ADSORBEN UNTUK MENYERAP

LOGAM CROM (Cr) DAN NIKEL (Ni)

TESIS

Oleh

ULFA HANIM


(2)

PENGGUNAAN DAUN PISANG BATU (MUSA BALBISIANA

COLLA) SEBAGAI ADSORBEN UNTUK MENYERAP

LOGAM CROM (Cr) DAN NIKEL (Ni)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Ilmu Kimia pada Program Pascasarjana

Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara

Oleh

ULFA HANIM

097006023/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis: : PENGGUNAAN DAUN PISANG BATU

(MUSA BALBISIANA COLLA) SEBAGAI ADSORBEN UNTUK MENYERAP LOGAM CROM (Cr) DAN NIKEL (Ni)

Nama Mahasiswa :

Ulfa Hanim

Nomor Induk Mahasiswa : 097006023 Program Studi : Magister Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Harry Agusnar,MSc Drs.Chairuddin,MSc

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, D e k a n,


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PENGGUNAAN DAUN PISANG BATU (MUSA BALBISIANA

COLLA) SEBAGAI ADSORBEN UNTUK MENYERAP

LOGAM CROM (Cr) DAN NIKEL (Ni)

TESIS

Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, 22 Juni 2011

ULFA HANIM


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan :

Nama : Ulfa Hanim

Nim : 097006023

Program Studi : Magister Kimia Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ( Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul :

PENGGUNAAN DAUN PISANG BATU (MUSA

BALBISIANA COLLA) SEBAGAI ADSORBEN UNTUK MENYERAP LOGAM CROM (Cr) DAN NIKEL (Ni)

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, Juni 2011

ULFA HANIM


(6)

Telah diuji pada

Tanggal : 22 Juni 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.Dr.Harry Agusnar,MSc,M.Phil

Anggota : 1. Drs.Chairuddin,MSc

2. Prof.Basuki Wirjosentono,MS,Ph.D 3. Prof.Dr.Harlem Marpaung

4. Dr.Hamonangan Nainggolan,MSc 5. Prof.Dr.Yunazar Manjang


(7)

RIWAYAT HIDUP

Ulfa Hanim dilahirkan di Mabar. Pada tanggal 05 Februari 1983, merupakan putri dari pasangan Kasno dan Nadiah Hasibuan. Mengawali pendidikan dasarnya di SD Subsidi Tri Bakti I Kecamatan Medan Marelan Kotamadya Medan tahun 1989-1995. Kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 39 Medan pada tahun 1995-1998, SMAK Depkes RI Medan pada tahun 1998-2001 dan pada tahun 2002 penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan. Pada 08 November 2007, penulis berhasil mendapatkan gelar sarjana pendidikan (SPd). Pada tahun 2009 mengambil Program Studi Ilmu Kimia pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan lulus serta memperoleh gelar Magister Sains tahun 2011.


(8)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rakhmad dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTMH&H, M,Sc (CTM), Sp. AK atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk megikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister.

Dekan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, Dr. Sutarman, MSc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Ketua Program Studi Magister Ilmu Kimia, Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D. Sekretaris Program Studi Ilmu Kimia, Dr. Hamonangan Nainggolan, MSc beserta seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Magister Ilmu Kimia Program Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

Terimakasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya saya ucapkan kepada Prof. Dr. Harry Agusnar, MSc, M.Phil selaku Promotor/Pembimbing Utama yang penuh perhatian dan telah memberikan dorongan, bimbingan dan saran sehingga penulis dapat meraih predikat magister, demikian juga kepada Drs. Chairuddin, MSc selaku Co.Promotor/Pembimbing Lapangan yang dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing saya hingga selesainya penelitian ini.


(9)

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Sekolah SMA PAB 5 Klumpang Bapak Drs. Suprapto, dan Kepala Sekolah SMP PAB 19 Manunggal Bapak Drs.Adi Rusdianto, MSi yang telah memberi kesempatan dan bantuan moril kepada penulis untuk mengikuti Program Pascasarjana di Universitas Sumatera Utara.

Kepada Ayah penulis Kasno dan Bunda penulis Nadiah Hasibuan serta adik-adikku Isnaini Maulida, AMK., SKM; Rakhmat Mutthaqin, ST; Harris Nata Kusuma. Terima kasih atas segala pengorbanan kalian baik berupa moril maupun material, budi baik ini tidak dapat dibalas hanya diserahkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.

Hormat Penulis


(10)

PENGGUNAAN DAUN PISANG BATU (MUSA BALBISIANA

COLLA ) SEBAGAI ADSORBEN UNTUK MENYERAP

LOGAM CROM (Cr) DAN NIKEL (Ni)

ABSTRAK

Penelitian berupa penggunaan daun pisang batu (Musa Balbisiana Colla) sebagai adsrorben untuk menyerap logam crom (Cr) dan logam nikel (Ni), telah dilakukan Sampel berupa daun pisang batu kering yang telah dihaluskan dengan ukuran diameter 50 mesh dan dibuburkan dengan NaOH 20%, diaktivasi dengan menggunakan larutan HCl 1N. Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran pH terhadap larutan logam crom (Cr) dan logam nikel (Ni) dengan menggunakan alat pH meter dan pengukuraan kadar logam crom (Cr) dan logam nikel (Ni) yang terdapat dalam sampel daun pisang batu kering sebelum diaktivasi dan setelah diaktivasi menggunakan spektrofotometer serapan atom dengan kondisi alat dioptimasi sesuai dengan prosedur yang berlaku. Hasil pengujian pH larutan logam crom (Cr) dan larutan logam nikel (Ni) bersifat asam yaitu 4,045 untuk pH logam crom dan 4,210 untuk pH logam nikel. Dari hasil pengukuran logam crom (Cr) dan logam nikel (Ni) dalam sampel daun pisang batu kering sebelum diaktivasi memiliki nilai absorbansi lebih tinggi dan daya serap (%) lebih rendah terhadap logam crom dan logam nikel dibandingkan dengan pengukuran logam crom (Cr) dan logam nikel (Ni) dalam sampel daun pisang setelah diaktivasi memiliki nilai absorbansi lebih rendah dan daya serap (%) lebih tinggi terhadap logam crom dan logam nikel.

Katakunci : Daun pisang batu (Musa Balbisiana Colla), aktivasi, pH, kadar crom, kadar nikel.


(11)

THE USING OF BATU BANANA LEAVES (MUSA BALBISIANA

COLLA) AS ADSORBENT OF CHROME (Cr) AND NICKEL (Ni)

ABSTRACT

A research for the using of batu banana leaves (Musa Balbisiana Colla) as adsorbent of chrome (Cr) and nickel (Ni), has been done. The sample of dried batu banana leaves that had be powdered in the size of 50 mesh and mixed with NaOH 20% activated by using HCl 1 N solution. In this research, the pH is measured on the chrome (Cr) and nickel (Ni) using pH meter and the measurement of chrome (Cr) and nickel (Ni) content in the sample of dried batu banana leaves before activation and after activation using spectrophotometer atomic absorption in the tool condition optimized based on the valid procedure. The results of pH measurement of the chrome (Cr) and nickel (Ni) solution indicate the acidic, i.e. 4.045 chrome pH and 4.210 for nickel pH. The measurement of chrome (Cr) and nickel (Ni) content in the sample of dried batu banana leaves before activation has the higher absorbance value and the lower absorbance value and the lower absorbence to the chrome and nickel compared to the measurement of chrome (Cr) and nickel (Ni) in sample of banana leaves after activation in which the absorbance is lower and absorbance (%) is higher to the chrome and nickel.

Keywords : Banana leaves batu (Musa Balbisiana colla), activation, pH, levels Crom, levels nickel.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK iii

ABSRACT iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1.Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 2

1.3. Pembatasan Masalah 2

1.4. Tujuan Penelitian 2

1.5. Manfaat Penelitian 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3

2.1. Logam 3

2.1.1. Logam Crom 4


(13)

2.2. Adsorben 7

2.2.1. Kriteria Adsorben 8

2.2.2. Mekanisme Adsorben 8

2.2.3. Penggolongan Adsorben 8

2.3. Daun Pisang Batu (Musa Balbisiana Colla) 9

2.4. Spektrofotometer Serapan Atom 11

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 17

3.1. Lokasi Penelitian 17

3.2. Sampel dan Cara Pengambilan Sampel 17

3.2.1. Sampel 17

3.2.2. Cara Pengambilan Sampel 17

3.3. Alat yang digunakan 17

3.4. Bahan-bahan yang digunakan 11

3.5. Prosedur Penelitian 18

3.5.1. Pembuatan Bubur Daun pisang Batu 18 3.5.2. Perlakuan dari daun pisang Batu yang tidak diaktivasi 18 3.5.3. Perlakuan dari daun pisang Batu yang diaktivasi 18 3.5.4. Bagan Cara Kerja ion logam penyerap 18

3.6. Bagan Prosedur Penelitian 19

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 23


(14)

4.1.2. Pengukuran Kandungan Crom 23 4.1.2.1. Penentuan Kurva Kalibrasi dengan Analisis Regresi 24

4.1.2.2. Penentuan Kadar Crom 25

4.1.3. Pengukuran Kandungan Nikel 26

4.1.3.1. Penentuan Kurva Kalibrasi dengan Analisis Regresi 26

4.1.3.2. Penentuan Kadar Nikel 27

4.2.Pembahasan 29

4.2.1. Kandungan Crom dalam sampel daun pisang batu 29 4.2.2. Kandungan Nikel dalam sampel daun pisang batu 31

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 35

DAFTAR PUSTAKA 36


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor

Tabel

J U D U L

Halaman

4.1 4.2 4.3 4.4 4.5

Data Hasil Pengukuran pH Larutan logam Crom dan logam Nikel Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standard Crom (Cr) Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standard Nikel (Ni) Konsentrasi crom (Cr) yang terserap didalam daun pisang batu kering Konsentrasi nikel (Ni) yang terserap didalam daun pisang batu kering

30 30 34 37 40


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Gambar

J U D U L

Halaman

4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6

Kurva Kalibrasi Larutan Standard Crom (Cr) Kurva Kalibrasi Larutan Standard Nikel (Ni)

Grafik Konsentrasi larutan crom (Cr) setelah ditambahkan daun pisang batu kering

Grafik konsentrasi crom yang terserap didalam daun pisang batu kering

Grafik Konsentrasi larutan nikel (Ni) setelah ditambahkan daun pisang batu kering

Grafik konsentrasi nikel (Ni) yang terserap didalam daun pisang batu kering

31 34 38 39 41 42


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Lampiran J U D U L Halaman

A

B

C

D

E

Data Hasil Perhitungan Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Crom (Cr)

Data Hasil Perhitungan Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Nikel (Ni)

Data Pengukuran logam Crom dalam sampel daun pisang batu sebelum diaktivasi

Data Pengukuran logam Nikel dalam sampel daun pisang batu sebelum diaktivasi

Data Pengukuran logam Crom dalam sampel daun pisang batu yang diaktivasi

Data Pengukuran logam Nikel dalam sampel daun pisang batu yang diaktivasi

Absorbansi dan hasil perhitungan Konsentrasi crom (Cr) didalam sampel daun pisang batu

Absorbansi dan hasil perhitungan Konsentrasi nikel (Ni) didalam sampel daun pisang batu

Dokumentasi Penelitian

38

39

40

41


(18)

PENGGUNAAN DAUN PISANG BATU (MUSA BALBISIANA

COLLA ) SEBAGAI ADSORBEN UNTUK MENYERAP

LOGAM CROM (Cr) DAN NIKEL (Ni)

ABSTRAK

Penelitian berupa penggunaan daun pisang batu (Musa Balbisiana Colla) sebagai adsrorben untuk menyerap logam crom (Cr) dan logam nikel (Ni), telah dilakukan Sampel berupa daun pisang batu kering yang telah dihaluskan dengan ukuran diameter 50 mesh dan dibuburkan dengan NaOH 20%, diaktivasi dengan menggunakan larutan HCl 1N. Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran pH terhadap larutan logam crom (Cr) dan logam nikel (Ni) dengan menggunakan alat pH meter dan pengukuraan kadar logam crom (Cr) dan logam nikel (Ni) yang terdapat dalam sampel daun pisang batu kering sebelum diaktivasi dan setelah diaktivasi menggunakan spektrofotometer serapan atom dengan kondisi alat dioptimasi sesuai dengan prosedur yang berlaku. Hasil pengujian pH larutan logam crom (Cr) dan larutan logam nikel (Ni) bersifat asam yaitu 4,045 untuk pH logam crom dan 4,210 untuk pH logam nikel. Dari hasil pengukuran logam crom (Cr) dan logam nikel (Ni) dalam sampel daun pisang batu kering sebelum diaktivasi memiliki nilai absorbansi lebih tinggi dan daya serap (%) lebih rendah terhadap logam crom dan logam nikel dibandingkan dengan pengukuran logam crom (Cr) dan logam nikel (Ni) dalam sampel daun pisang setelah diaktivasi memiliki nilai absorbansi lebih rendah dan daya serap (%) lebih tinggi terhadap logam crom dan logam nikel.

Katakunci : Daun pisang batu (Musa Balbisiana Colla), aktivasi, pH, kadar crom, kadar nikel.


(19)

THE USING OF BATU BANANA LEAVES (MUSA BALBISIANA

COLLA) AS ADSORBENT OF CHROME (Cr) AND NICKEL (Ni)

ABSTRACT

A research for the using of batu banana leaves (Musa Balbisiana Colla) as adsorbent of chrome (Cr) and nickel (Ni), has been done. The sample of dried batu banana leaves that had be powdered in the size of 50 mesh and mixed with NaOH 20% activated by using HCl 1 N solution. In this research, the pH is measured on the chrome (Cr) and nickel (Ni) using pH meter and the measurement of chrome (Cr) and nickel (Ni) content in the sample of dried batu banana leaves before activation and after activation using spectrophotometer atomic absorption in the tool condition optimized based on the valid procedure. The results of pH measurement of the chrome (Cr) and nickel (Ni) solution indicate the acidic, i.e. 4.045 chrome pH and 4.210 for nickel pH. The measurement of chrome (Cr) and nickel (Ni) content in the sample of dried batu banana leaves before activation has the higher absorbance value and the lower absorbance value and the lower absorbence to the chrome and nickel compared to the measurement of chrome (Cr) and nickel (Ni) in sample of banana leaves after activation in which the absorbance is lower and absorbance (%) is higher to the chrome and nickel.

Keywords : Banana leaves batu (Musa Balbisiana colla), activation, pH, levels Crom, levels nickel.


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring dengan meningkatnya kemajuan teknologi dan berkembangnya kegiatan industri, selain membawa dampak positif juga membawa dampak negatif. Tumbuh pesatnya industri juga berarti makin banyak limbah yang dikeluarkan dan mengakibatkan permasalahan yang kompleks bagi lingkungan. Limbah yang sangat berbahaya dan memiliki daya racun tinggi umumnya berasal dari buangan industri, terutama industri kimia, termasuk industri logam. Oleh karena itu, proses penanganan limbah menjadi bagian yang sangat penting dalam industri. Logam berat tergolong limbah B3 yang pada kadar tertentu dapat membahayakan lingkungan sekitarnya karena bersifat toksik bagi hewan dan manusia (La Grega, 2001).

Limbah merupakan bahan sisa dan menurut asalnya dapat dibedakan atas 2 macam yaitu limbah domestik dan limbah industri. Limbah dari industri berat yang mengandung ion logam berat dikatakan beracun apabila dapat langsung meracuni manusia dan mahkluk hidup lain. Agar tidak mencemari lingkungan, limbah industri yang akan dibuang harus diolah terlebih dahulu sehingga tidak melewati batas kadar maksimum yang diperbolehkan oleh regulasi pemerintah (Lampiran PerMenLH No.3 tahun 2010).

Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menurunkan kadar logam berat tersebut dalam air dan air limbah industri antara lain menggunakan daun dan biji kelor untuk menurunkan kadar logam Fe pada air sumur bor dan dapat menurunkan hingga 60% (Mahbubin, 2002). Tongkol jagung telah digunakan sebagai adsorben untuk menurunkan kadar logam Fe dengan melakukan aktivasi terlebih dahulu (Utomo,2003). Sisa hasil pertanian juga telah diuji sebagai potensi adsorben yang murah (Nada et al, 2002). Secara umum karakteristik sifat penyerap dan kapasitas


(21)

tukar dari sisa hasil pertanian tersebut berasal dari senyawa turunan polimer, selulosa, lignin, pictin dan hemiselulosa.

Pada penelitian ini digunakan daun pisang batu sebagai adsorben untuk menyerap logam crom dan nikel . Pengaktivasian daun pisang batu dengan asam sebelum digunakan, dimana komponen utama daun pisang yaitu lignin dan selulosa meningkatkan efisiensi terhadap ion logam yang diserap (Nada et al, 2002).

1.2. Permasalahan

Apakah daun pisang batu dapat digunakan sebagai adsorben untuk menyerap logam berat.

1.3. Pembatasan Masalah

Pada penelitian ini permasalahan dibatasi pada logam crom (Cr) dan nikel

(Ni) saja.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Penggunaan daun pisang batu sebagai adsorben untuk menyerap logam crom (Cr) dan nikel (Ni).

2. Mengetahui apakah ada perbedaan penyerapan daun pisang batu sebelum diaktivasi dan setelah diaktivasi terhadap logam crom (Cr) dan nikel (Ni). 1.5. Manfaat Penelitian

Sebagai sumber informasi tentang penggunaan daun pisang batu sebagai adsorben dalam menyerap logam crom (Cr) dan nikel (Ni).


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Logam

Dalam kimia, sebuah logam (bahasa Yunani: Metallon) adalah sebuah unsur kimia yang siap membentuk ion (kation) dan memiliki ikatan logam, dan kadangkala dikatakan bahwa ia mirip dengan kation di awan elektron. Metal adalah salah satu dari tiga kelompok unsur yang dibedakan oleh sifat ionisasi dan ikatan, bersama dengan metaloid dan nonlogam. Dalam tabel periodik, garis diagonal digambar dari boron (B) ke polonium (Po) membedakan logam dari nonlogam. Unsur dalam garis ini adalah metaloid, kadangkala disebut semi-logam; unsur di kiri bawah adalah logam; unsur ke kanan atas adalah nonlogam. Nonlogam lebih banyak terdapat di alam daripada logam, tetapi logam banyak terdapat dalam tabel periodik. Beberapa logam terkenal adalah aluminium, tembaga, emas, besi, timah, perak, titanium, uranium, dan zink. Alotrop logam cenderung mengkilap, lembek, dan konduktor yang baik, sementara nonlogam biasanya rapuh (untuk nonlogam padat), tidak mengkilap, dan insulator. Dalam bidang astronomi, istilah logam seringkali dipakai untuk menyebut semua unsur yang lebih berat daripada helium. Paduan logam merupakan pencampuran dari dua jenis logam atau lebih untuk mendapatkan sifat fisik, mekanik, listrik dan visual yang lebih baik. Contoh paduan logam yang populer adalah baja tahan karat yang merupakan pencampuran dari besi (Fe) dengan crom (Cr). Umumnya, logam bermanfaat bagi manusia, karena penggunaannya di bidang industri, pertanian, dan kedokteran. Contohnya, merkuri yang digunakan dalam proses klor alkali. Proses klor alkali merupakan proses elektrolisis yang berperan penting dalam industri manufaktur dan pemurnian zat kimia.Beberapa zat kimia yang dapat diperoleh dengan proses elektrolisis adalah natrium, kalsium, magnesium, aluminium, tembaga, seng, perak, hidrogen, klor, fluor, natrium hidroksida, kalium dikromat, dan kalium permanganat. Proses elektrolisis larutan natrium klorida


(23)

tersebut merupakan proses klor-alkali. Elektrolisis larutan NaCl menghasilkan natrium hidroksida di katoda (kutub positif) dan gas klor di anoda (kutub negatif). Pada industri angkasa luar dan profesi kedokteran dibutuhkan bahan yang kuat, tahan karat, dan bersifat noniritin, seperti aloi titanium.Sebagian jenis logam merupakan unsur penting karena dibutuhkan dalam berbagai fungsi biokimiawi. Pada zaman dahulu, logam tertentu, seperti tembaga, besi, dan timah digunakan untuk membuat peralatan, perlengkapan mesin, dan senjata (Bondy et al, 1988).

2.1.1. Logam Krom

Limbah cair industri pelapisan logam mengandung asam dan logam berat berbahaya, salah satunya adalah Crom(VI). Pada umumnya, limbah cair ini diolah dengan cara pengendapan menggunakan larutan basa. Namun, Crom (VI) sulit diendapkan dengan basa, sehingga diperlukan proses reduksi menjadi Crom (III). Seiring dengan meningkatnya kemajuan teknologi dan berkembangnya kegiatan industri, selain membawa dampak positif juga membawa dampak negatif. Salah satu contoh adalah industri pelapisan logam. Beberapa komponen logam memerlukan pelapisan logam yang berperan sebagai pelapis dekoratif-protektif dapat melindungi besi atau komponen logam lainnya agar lebih menarik penampilannya atau lebih tahan tehadap korosi dan keausan. Kegiatan pelapisan logam akan menghasilkan limbah yang berbahaya dan dapat menjadi permasalahan yang kompleks bagi lingkungan sekitarnya. Limbah industri pelapisan logam yang tidak dikelola dengan baik dan benar dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan. Air limbah industri pelapisan logam umumnya banyak mengandung logam-logam berat, diantaranya adalah logam cromium (Cr). Limbah cair yang mengandung crom heksavalen


(24)

CrO42-. Limbah industri pelapisan logam yang mengandung Cr(VI) jika langsung dibuang kelingkungan tanpa pengolahan terlebih dahulu akan menimbulkan dampak negatif terhadap komponen-komponen lingkungan, sehingga akan menurunkan kualitas lingkungan. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun disebutkan bahwa limbah krom yang dibuang ke lingkungan tidak boleh melebihi batas ambang yang ditetapkan yaitu 0,5 ppm. Dalam pengolahan limbah, pengendapan merupakan salah satu metode pengolahan limbah yang banyak digunakan untuk memisahkan logam krom dari limbah cair tersebut. Namun, banyak kendala dalam pengolahan limbah tersebut yaitu Cr(VI) ini sulit diendapkan. Oleh karena itu, agar pengendapan dapat mencapai efisiensi yang tinggi Cr(VI) harus direduksi terlebih dahulu menjadi Cr(III). Logam krom yang terdapat dalam limbah pelapisan logam berada dalam bentuk ion CrO4 - sehingga bervalensi 6.

Limbah cair sebagai hasil samping dari aktivitas industri sering menimbulkan permasalahan bagi lingkungan (Anis Kundari, 2009). Limbah cair tersebut mengandung bahan-bahan berbahaya dan beracun yang keberadaannya dalam perairan dapat menghalangi sinar matahari menembus lingkungan akuatik, sehingga mengganggu proses-proses biologi yang terjadi di dalamnya, di samping itu juga mengganggu estetika badan perairan akibat munculnya bau busuk. Pencemaran air oleh logam-logam berat dapat berasal dari proses-proses industri seperti industri metalurgi, industri penyamakan kulit, industri pembuatan fungisida, industri cat dan zat warna tekstil (Anis Kundari, 2009). Zat pencemar berupa logam-logam berat merupakan masalah yang lebih serius dibandingkan dengan polutan organik karena ion-ion logam berat merupakan racun bagi organisme serta sangat sulit diuraikan secara biologi maupun kimia. Logam krom (Cr) adalah salah satu jenis polutan logam berat yang bersifat toksik, dalam tubuh logam krom biasanya berada dalam keadaan sebagai ion Cr3+. Krom dapat menyebabkan kanker paru-paru, kerusakan hati (liver) dan ginjal. Jika kontak dengan kulit menyebabkan iritasi dan jika tertelan dapat


(25)

dilakukan untuk mengurangi kadar pencemar pada perairan biasanya dilakukan melalui kombinasi proses biologi, fisika dan kimia. Pada proses fisika, dilakukan dengan mengalirkan air yang tercemar ke dalam bak penampung yang telah diisi campuran pasir, kerikil serta ijuk. Hal ini lebih ditujukan untuk mengurangi atau menghilangkan kotoran-kotoran kasar dan penyisihan lumpur. Pada proses kimia, dilakukan dengan menambahkan bahan-bahan kimia untuk mengendapkan zat pencemar misalnya persenyawaan karbonat. Di samping itu, pengurangan zat pencemar secara kimia juga sering dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan yang dapat menyerap zat-zat pencemar seperti karbon aktif, biomassa sel, dan lempung. Lempung dapat digunakan sebagai adsorben untuk menyerap senyawa fosfat dari air limbah (Masduqi, 2004). Zeolit alam terimpregnasi 2-merkaptobenzotiazol dapat digunakan untuk menyerap ion Cd (II) dan Cr (III). Beberapa bahan lain yang telah digunakan sebagai penyerap adalah karbon aktif, lempung, dan batu cadas. Namun, bahan-bahan tersebut relatif sulit diperoleh dan karbon aktif mempunyai harga yang cukup mahal. Oleh karena itu, penelusuran terhadap material baru yang lebih murah, mudah didapat serta mempunyai daya adsorpsi besar sangat perlu diupayakan. Bahan-bahan alam organik yang mempunyai gugus hidroksil (-OH) dapat dipakai untuk mengadsorpsi ion-ion logam berat. 2.1.2. Logam Nikel

Nikel adalah unsur kimia metalik dalam tabel periodik yang memiliki simbol Ni dan nomor atom 28. Nikel mempunyai sifat tahan karat. Dalam keadaan murni, nikel bersifat lembek, tetapi jika dipadukan dengan besi, krom, dan logam lainnya dapat membentuk baja tahan karat yang keras. Perpaduan nikel, krom dan besi


(26)

berat dapat berpengaruh langsung hingga terakumulasi pada rantai makanan. Seperti halnya sumber-sumber polusi lingkungan lainnya, logam berat tersebut dapat ditransfer dalam jangkuan yang sangat jauh di lingkungan. Dalam rangka mengatasi permasalahan akibat konsentrasi nikel yang masih tinggi dan endapan yang dihasilkan banyak akibat pemakaian kapur, konsentrasi nikel di bawah baku mutu yang berlaku dan menghasilkan endapan yang sedikit. Nikel dan senyawanya tidak memiliki karakteristik bau atau rasa. Nikel terdapat di udara, menetap di tanah atau dikeluarkan dari udara dalam hujan. Sumber utama nikel adalah asap tembakau, knalpot mobil, pupuk, superfosfat, pengolahan makanan, dihidrogenasi lemak-minyak, limbah industri, peralatan masak stainless steel, pengujian perangkat nuklir, baking powder, pembakaran bahan bakar minyak, perawatan gigi dan jembatan. Efek yang ditimbulkan logam nikel adalah serangan asma, bronkitis kronis, sakit kepala, pusing, sesak napas, muntah, nyeri dada, batuk, sesak napas, kejang, bahkan kematian ( Indri Hapsari P et al, 2010).

2.2. Adsorben

Adsorben atau kebanyakan zat pengadsorpsi adalah bahan-bahan yang sangat berpori, dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding-dinding pori atau pada daerah tertentu di dalam partikel itu. Karena pori-pori adsorben biasanya sangat kecil maka luas permukaan dalamnya menjadi beberapa kali lebih besar dari permukaan luar. Adsorben yang telah jenuh dapat diregenerasi agar dapat digunakan kembali untuk proses adsorpsi. Suatu adsorben dipandang sebagai suatu adsorben yang baik untuk adsorpsi dilihat dari sisi waktu. Lama operasi terbagi menjadi dua, yaitu waktu penyerapan hingga komposisi diinginkan dan waktu regenerasi / pengeringan adsorben. Makin cepat dua varibel tersebut, berarti makin baik unjuk kerja adsorben tersebut ( Jauhar et al, 2007).


(27)

2.2.1. Kriteria Adsorben

Kriteria adsorben yang baik adalah :

1. Adsorben-adsorben yang digunakan biasanya dalam wujud butir berbentuk bola, belakang dan depan, papan hias tembok, atau monolit-monolit dengan garis tengah yang hidrodiamik antara 5 dan 10 juta.

2. Harus mempunyai hambatan abrasi tinggi. 3. Kemantapan termal tinggi.

4. Diameter pori kecil, yang mengakibatkan luas permukaan yang diunjukkan yang lebih tinggi dan kapasitas permukaan tingggi karenanya untuk adsorbsi. 5. Adsorben-adsorben itu harus pula mempunyai suatu struktur pori yang

terpisah jelas yang memungkinkan dengan cepat pengangkutan dari uap air yang berupa gas.

2.2.2. Mekanisme adsorben

Proses adsorpsi dapat digambarkan sebagai proses dimana molekul meninggalkan larutan dan menempel pada permukaan zat adsorben akibat kimia dan fisika. Proses adsorpsi tergantung pada sifat zat padat yang mengadsorpsi, sifat antar molekul yang diserap, konsentrasi, temperatur dan lain-lain.

2.2.3. Penggolongan Adsorben. Adsorben dapat dibedakan menjadi :

1. Berdasarkan Sifatnya Terhadap Air 2. Berdasarkan Bahannya

1.1. Berdasarkan Sifatnya Terhadap Air.


(28)

1.2. Berdasarkan Bahannya. Klasifikasi adsorben berdasarkan bahannya dibagi menjadi dua,yaitu :

 Adsorben Organik

Adsorben organik adalah adsorben yang berasal dari bahan-bahan yang mengandung pati. Adsorben ini sudah mulai digunakan sejak tahun 1979 untuk mengeringkan berbagai macam senyawa. Beberapa tumbuhan yang biasa digunakan untuk adsorben diantaranya adalah ganyong, singkong, jagung, dan gandum. Kelemahan dari adsorben ini adalah sangat bergantung pada kualitas tumbuhan yang akan dijadikan adsorben. Oleh karena itu, adsorben ini tidak dipilih dalam penelitian yang akan dilakukan.

 Adsorben Anorganik

Adsorben ini mulai dipakai pada awal abad ke-20. Dalam perkembangannya, pemakaian dan jenis dari adsorben ini semakin beragam dan banyak dipakai orang. Penggunaan adsorben ini dipilih karena berasal dari bahan-bahan non pangan, sehingga tidak terpengaruh oleh ketersediaan pangan dan kualitasnya cenderung sama.

2.3. Daun Pisang Batu (Musa balbisiana colla)

Jika ingin menggunakan daun pisang, pilihlah daun pisang batu. Daunnya lentur, tidak mudah pecah, warnanya hijau tua menarik, dan permukaannya mengilap (kompas.com, 2011/06/01).

Pisang (Musa sp.) merupakan tumbuhan yang berasal dari Asia dan tersebar di Spanyol, Itali, Indonesia, Amerika, dan bagian dunia lainnya. Tanaman ini dikelompokkan menjadi pisang liar dan pisang budidaya. Pisang liar pada umumnya ditemukan tumbuh liar di alam, mempunyai banyak biji, dan bersifat diploid. Sedangkan pisang budidaya pada umumnya tumbuh dipekarangan, bijinya sedikit, dan bersifat triploid atau kadang diploid. Jenis pisang budidaya inilah yang sering kita manfaatkan, sedangkan pisang liar tidak banyak dimanfaatkan secara ekonomi padahal pisang liar mempunyai potensi yang luar biasa dan masih belum banyak


(29)

digali. Indonesia merupakan salah satu negara pusat asal-usul pisang-pisangan. Jumlah jenis pisang liar di Indonesia sangat melimpah. Sebanyak 12 jenis pisang liar telah ditemukan di Indonesia mulai dari lembah alas (Aceh Tenggara) sampai ke daerah Papua bagian utara. Salah satu jenis pisang liar adalah Musa balbisiana Colla. Masyarakat Indonesia mengenalnya secara umum dengan sebutan pisang batu, pisang biji, atau pisang klutuk. Jenis ini belum pernah dilaporkan, dan ditemukan tumbuh secara liar di Indonesia. Akan tetapi secara luas telah ditanam di kebun-kebun Indonesia.

Propinsi Lampung menyumbang lebih dari 30% total produksi nasional (BPS, 2007). Sentra produksi pisang di Lampung ada di daerah Kedondong, Kalianda, Gading Rejo, Trimurjo, Metro, dan Semulih Raya. Selain jumlahnya yang besar, Lampung juga mempunyai jenis pisang yang beragam. Hampir semua jenis pisang di Indonesia tumbuh di sini, namun belum seluruhnya dimanfaatkan khususnya pisang batu.

Potensi pisang liar di Indonesia belum mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Selama ini tunas atau bonggol pisang muda diberikan sebagai pakan ternak pengganti rumput. Daunnya digunakan sebagai pembungkus makanan. Tangkai daun dan serat upih daun yang kering digunakan sebagai pengikat. Masyarakat Jawa Tengah menggunakan upih daun kerting sebagai pembungkus daun tembakau, sedangkan di Sumatera Utara digunakan sebagai pembungkus gula aren. Selain itu upih batang dapat digunakan sebagai pelindung bibit tanaman. Padahal kalau dikaji lebih jauh lagi, kegunaan pisang liar tidak hanya terbatas pada hal tersebut. Pisang liar mempunyai potensi yang luar biasa, diantaranya sebagai sumber plasma nutfah. Musa acuminata Colla dan Musa balbisiana Colla merupakan nenek moyang dari


(30)

pisang-berbentuk tandan setelah masak berwarna kuning. Pisang biji rasanya manis, tetapi banyak sekali bijinya, dalam 1 buah pisang terdapat ± 50 biji, biji kecil, berwarna hitam (seperti biji kapuk randu). Habitat tanaman ini tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian ± 2200 m dpl. Tanaman pisang ini menyukai daerah yang panas, subur atau sedikit berbatu, dekat dengan pembuangan sampah. Pisang batu sudah dibudidayakan/ditanam di kebun dengan skala kecil (0,5 hektar) sampai skala sedang (± 2 hektar) di Jawa Timur. Tetapi dijumpai pula tumbuh liar di tepi hutan.

2.4. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

1. Pengertian Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) adalah suatu alat yang digunakan pada metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid yang berdasarkan pada penyerapan adsorbsi radiasi oleh atom bebas.

2. Prinsip Dasar

Spektrofotometer serapan atom (SSA) merupakan teknik analisis kuantitafif dari unsur-unsur yang pemakainnya sangat luas di berbagai bidang karena prosedurnya selektif, spesifik, biaya analisisnya relatif murah, sensitivitasnya tinggi (ppm-ppb), dapat dengan mudah membuat matriks yang sesuai dengan standar, waktu analisis sangat cepat dan mudah dilakukan. SSA pada umumnya digunakan untuk analisa unsur, spektrofotometer adsorpsi atom juga dikenal sistem single beam dan double beam layaknya Spektrofotometer UV-VIS. Sebelumnya dikenal fotometer nyala yang hanya dapat menganalisis unsur yang dapat memancarkan sinar terutama unsur golongan IA dan IIA. Umumnya lampu yang digunakan adalah lampu katoda cekung yang mana penggunaanya hanya untuk analisis satu unsur saja. Metode SSA berprinsip pada adsorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Metode serapan atom hanya tergantung pada perbandingan dan tidak bergantung pada temperatur. Setiap alat SSA terdiri atas tiga komponen yaitu unit teratomisasi, sumber radiasi, sistem pengukur fotometerik. Teknik SSA menjadi alat yang canggih dalam analisis. Ini disebabkan karena sebelum pengukuran tidak selalu memerlukan pemisahan unsur


(31)

yang ditentukan karena kemungkinan penentuan satu unsur dengan kehadiran unsur lain dapat dilakukan, asalkan katoda berongga yang diperlukan tersedia. SSA dapat digunakan untuk mengukur logam sebanyak 61 logam. Sumber cahaya pada SSA adalah sumber cahaya dari lampu katoda yang berasal dari elemen yang sedang diukur kemudian dilewatkan ke dalam nyala api yang berisi sampel yang telah teratomisasi, kemudia radiasi tersebut diteruskan ke detektor melalui monokromator. Chopper digunakan untuk membedakan radiasi yang berasal dari sumber radiasi, dan radiasi yang berasal dari nyala api. Detektor akan menolak arah searah arus (DC) dari emisi nyala dan hanya mengukur arus bolak-balik dari sumber radiasi atau sampel. Atom dari suatu unsur pada keadaan dasar akan dikenai radiasi maka atom tersebut akan menyerap energi dan mengakibatkan elektron pada kulit terluar naik ke tingkat energi yang lebih tinggi atau tereksitasi. Jika suatu atom diberi energi, maka energi tersebut akan mempercepat gerakan elektron sehingga elektron tersebut akan tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi dan dapat kembali ke keadaan semula. Atom-atom dari sampel akan menyerap sebagian sinar yang dipancarkan oleh sumber cahaya. Penyerapan energi oleh atom terjadi pada panjang gelombang tertentu sesuai dengan energi yang dibutuhkan oleh atom tersebut.

3. Bagian-Bagian pada SSA a. Lampu Katoda

Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada SSA. Lampu katoda memiliki masa pakai atau umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu katoda pada setiap unsur yang akan diuji berbeda-beda tergantung unsur yang akan diuji, seperti lampu katoda Cu, hanya bisa digunakan untuk pengukuran unsur Cu. Lampu katoda terbagi menjadi dua macam, yaitu : Lampu Katoda Monologam : Digunakan untuk mengukur


(32)

berfungsi sebagai sumber cahaya untuk memberikan energi sehingga unsur logam yang akan diuji, akan mudah tereksitasi. Selotip ditambahkan, agar tidak ada ruang kosong untuk keluar masuknya gas dari luar dan keluarnya gas dari dalam, karena bila ada gas yang keluar dari dalam dapat menyebabkan keracunan pada lingkungan sekitar. Cara pemeliharaan lampu katoda ialah bila setelah selesai digunakan, maka lampu dilepas dari soket pada main unit SSA, dan lampu diletakkan pada tempat busanya di dalam kotaknya lagi, dan dus penyimpanan ditutup kembali. Sebaiknya setelah selesai penggunaan, lamanya waktu pemakaian dicatat.

b. Tabung Gas

Tabung gas pada SSA yang digunakan merupakan tabung gas yang berisi gas asetilen. Gas asetilen pada SSA memiliki kisaran suhu ± 20000K, dan ada juga tabung gas yang berisi gas N2O yang lebih panas dari gas asetilen, dengan kisaran suhu ± 30000K. regulator pada tabung gas asetilen berfungsi untuk pengaturan banyaknya gas yang akan dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam tabung. Spedometer pada bagian kanan regulator. Merupakan pengatur tekanan yang berada di dalam tabung. Pengujian untuk pendeteksian bocor atau tidaknya tabung gas tersebut, yaitu dengan mendekatkan telinga ke dekat regulator gas dan diberi sedikit air, untuk pengecekkan. Bila terdengar suara atau udara, maka menendakan bahwa tabung gas bocor, dan ada gas yang keluar. Hal lainnya yang bisa dilakukan yaitu dengan memberikan sedikit air sabun pada bagian atas regulator dan dilihat apakah ada gelembung udara yang terbentuk. Bila ada, maka tabung gas tersebut positif bocor. Sebaiknya pengecekkan kebocoran, jangan menggunakan minyak, karena minyak akan dapat menyebabkan saluran gas tersumbat. Gas didalam tabung dapat keluar karena disebabkan di dalam tabung pada bagian dasar tabung berisi aseton yang dapat membuat gas akan mudah keluar, selain gas juga memiliki tekanan.

c. Ducting

Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa


(33)

lingkungan sekitar. Asap yang dihasilkan dari pembakaran pada SSA, diolah sedemikian rupa di dalam ducting, agar polusi yang dihasilkan tidak berbahaya. Cara pemeliharaan ducting, yaitu dengan menutup bagian ducting secara horizontal, agar bagian atas dapat tertutup rapat, sehingga tidak akan ada serangga atau binatang lainnya yang dapat masuk ke dalam ducting. Karena bila ada serangga atau binatang lainnya yang masuk ke dalam ducting , maka dapat menyebabkan ducting tersumbat. Penggunaan ducting yaitu, menekan bagian kecil pada ducting kearah miring, karena bila lurus secara horizontal, menandakan ducting tertutup. Ducting berfungsi untuk menghisap hasil pembakaran yang terjadi pada SSA, dan mengeluarkannya melalui cerobong asap yang terhubung dengan ducting.

d. Kompresor

Kompresor merupakan alat yang terpisah dengan main unit, karena alat ini berfungsi untuk mensuplai kebutuhan udara yang akan digunakan oleh SSA, pada waktu pembakaran atom. Kompresor memiliki 3 tombol pengatur tekanan, dimana pada bagian yang kotak hitam merupakan tombol ON-OFF, spedo pada bagian tengah merupakan besar kecilnya udara yang akan dikeluarkan, atau berfungsi sebagai pengatur tekanan, sedangkan tombol yang kanan merupakan tombol pengaturan untuk mengatur banyak/sedikitnya udara yang akan disemprotkan ke burner. Bagian pada belakang kompresor digunakan sebagai tempat penyimpanan udara setelah usai penggunaan SSA. Alat ini berfungsi untuk menyaring udara dari luar, agar bersih.posisi ke kanan, merupakan posisi terbuka, dan posisi ke kiri merupakan posisi tertutup. Uap air yang dikeluarkan, akan memercik kencang dan dapat mengakibatkan lantai sekitar menjadi basah, oleh karena itu sebaiknya pada saat menekan ke kanan bagian ini, sebaiknya ditampung dengan lap, agar lantai tidak menjadi basah., dan uap


(34)

berada pada burner, merupakan lobang pemantik api, dimana pada lubang inilah awal dari proses pengatomisasian nyala api. Perawatan burner yaitu setelah selesai pengukuran dilakukan, selang aspirator dimasukkan ke dalam botol yang berisi aquabides selama ±15 menit, hal ini merupakan proses pencucian pada aspirator dan

burner setelah selesai pemakaian. Selang aspirator digunakan untuk menghisap atau menyedot larutan sampel dan standar yang akan diuji. Selang aspirator berada pada bagian selang yang berwarna oranye di bagian kanan burner. Sedangkan selang yang kiri merupakan selang untuk mengalirkan gas asetilen. Logam yang akan diuji merupakan logam yang berupa larutan dan harus dilarutkan terlebih dahulu dengan menggunakan larutan asam nitrat pekat. Logam yang berada di dalam larutan, akan mengalami eksitasi dari energi rendah ke energi tinggi. Nilai eksitasi dari setiap logam memiliki nilai yang berbeda-beda. Warna api yang dihasilkan berbeda-beda bergantung pada tingkat konsentrasi logam yang diukur. Bila warna api merah, maka menandakan bahwa terlalu banyaknya gas. Dan warna api paling biru, merupakan warna api yang paling baik, dan paling panas, dengan konsentrasi.

f. Buangan pada SSA

Buangan pada SSA disimpan di dalam drigen dan diletakkan terpisah pada SSA. Buangan dihubungkan dengan selang buangan yang dibuat melingkar sedemikian rupa, agar sisa buangan sebelumnya tidak naik lagi ke atas, karena bila hal ini terjadi dapat mematikan proses pengatomisasian nyala api pada saat pengukuran sampel, sehingga kurva yang dihasilkan akan terlihat buruk. Tempat wadah buangan (drigen) ditempatkan pada papan yang juga dilengkapi dengan lampu indikator. Bila lampu indikator menyala, menandakan bahwa alat SSA atau api pada proses pengatomisasian menyala, dan sedang berlangsungnya proses pengatomisasian nyala api. Selain itu, papan tersebut juga berfungsi agar tempat atau wadah buangan tidak tersenggol kaki. Bila buangan sudah penuh, isi di dalam wadah jangan dibuat kosong, tetapi disisakan sedikit, agar tidak kering.


(35)

5. Keuntungan metode SSA

Keuntungan metode SSA dibandingkan dengan spektrofotometer biasa yaitu spesifik, batas deteksi yang rendah dari larutan yang sama bisa mengukur unsur-unsur yang berlainan, pengukurannya langsung terhadap contoh, output dapat langsung dibaca, cukup ekonomis, dapat diaplikasikan pada banyak jenis unsur, batas kadar penentuan luas (dari ppm sampai %). Sedangkan kelemahannya yaitu pengaruh kimia dimana SSA tidak mampu menguraikan zat menjadi atom misalnya pengaruh fosfat terhadap Ca, pengaruh ionisasi yaitu bila atom tereksitasi (tidak hanya disosiasi) sehingga menimbulkan emisi pada panjang gelombang yang sama, serta pengaruh matriks misalnya pelarut.


(36)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Sumatera Utara (FMIPA USU). 3.2. Populasi dan Sampel

3.2.1. Sampel :

 Daun pisang batu

 Larutan standar logam crom  Larutan standar logam nikel 3.2.1. Cara pengambilan sampel :

Pengambilan sampel daun pisang batu di Desa Selemak Hamparan Perak, sampel daun pisang batu yang diambil adalah daun pisang batu yang telah kering dipohon.

3.3. Alat yang digunakan :

 Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)Shimadzu tipe : AA-6300  Mode lampu : BGC-D2

 Laju alur gas : 15.0 L/min  Gas asetilen

3.4. Bahan-bahan yang digunakan :  NaOH 20%

 HCl 1 N  Metanol  Air suling


(37)

3.5. Prosedur Penelitian

3.5.1. Pembuatan Bubur Daun pisang batu

 Sebanyak 282,7 gram daun pisang batu yang telah dihaluskan dengan ukuran diameter 50 mesh, dibuburkan dengan 2 liter NaOH 20% dan diinkubasi pada suhu 60 ºC selama 2 jam. Bubur dipisahkan dari cairan hitamnya dengan cara dicuci dengan air suling sampai cairan hitamnya hilang, dan dikeringkan. 3.5.2. Perlakuan dari bubur daun pisang batu yang tidak diaktivasi.

 Sampel bubur daun pisang batu yang sudah dikeringkan, direfluks selama 1 jam dan disaring kemudian dicuci dengan air suling sampai netral. Hasil akhir dicuci dengan methanol dan dikeringkan pada suhu kamar.

3.5.3. Perlakuan dari bubur daun pisang batu yang diaktivasi.

 Sampel bubur daun pisang batu yang sudah dikeringkan ditambahkan HCl 1 N, direfluks selama 1 jam dan disaring kemudian dicuci dengan air suling sampai netral. Hasil akhir dicuci dengan methanol dan dikeringkan pada suhu kamar.

3.5.4. Bagan Cara Kerja ion logam penyerap

 Sebanyak 100 mL larutan crom 20 ppm dimasukkan dalam 5 beaker glass ukuran 250 mL yang masing-masing berisi sampel daun pisang yang telah diaktivasi dengan berat 0,2 gram ; 0,4 gram ; 0,6 gram ; 0,8 gram ; dan 1,0 gram. Diaduk dengan waktu kontak selama 30 menit dan disaring. Larutan crom diukur dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom (SSA). Perlakuan yang sama diberlakukan juga untuk logam nikel (Nikel). Cara kerja


(38)

3.6. Bagan Prosedur Penelitian

Bagan Pembuatan Bubur

Daun Pisang

sebanyak 282,7 gram

diinkubasi pada suhu 60°C didiamkan selama 2 jam

dibuburkan Ditambah 2 liter

NaOH 20%

dicuci dengan air sampai netral bubur

dipisahkan dari cairan hitam

Lignin diendapkan

dicuci dengan air suling


(39)

Bagan Perlakuan dari Daun Pisang tidak diaktivasi

ud

Daun pisang

Direfluks 1 jam

disaring

Dicuci dengan air suling

Dicuci dengan metanol

Dikeringkan dengan suhu kamar


(40)

Bagan Perlakuan dari Daun Pisang yang diaktivasi

ud

Daun pisang + HCl 1N

Direfluks 1 jam

disaring

Dicuci dengan air suling

Dicuci dengan metanol

Dikeringkan dengan suhu kamar


(41)

Bagan Cara Kerja Ion Logam Penyerap

Daun pisang kering yang telah diaktivasi

Diaduk dengan waktu kontak selama 30 menit

disaring

0,2 gram 0,4 gram 0,6 gram 0,8 gram 1,0 gram

masing-masing sampel ditambahkan sebanyak 100 mL larutan crom 20 ppm


(42)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Pengukuran pH Larutan Logam Crom dan Larutan Logam Nikel

Keasaman atau standar pH larutan logam nikel dan crom dalam sampel daun pisang batu (ukuran 50 mesh) yang telah diaktivasi menyebabkan pH larutan logam crom dan larutan logam nikel bersifat asam. Hasil pengukuran pH terlihat pada Tabel 4.1 dibawa ini.

Tabel 4.1 Data Hasil Pengukuran pH Larutan logam Crom dan logam Nikel

No. Larutan Logam pH

1. Larutan Logam crom 4,045

2. Larutan Logam nikel 4,210

4.1.2 Pengukuran Kandungan Crom

Pada pengukuran kandungan crom dalam sampel daun pisang batu yang telah diaktivasi dimulai dengan pengukuran absorban larutan standard Crom (Cr) dengan Spektroskopi Serapan Atom (SSA). Data hasil pengukuran absorbansi dari larutan standard Crom (Cr) diplotkan terhadap konsentrasi larutan standard crom (Cr) tertera pada tabel 4.2 berikut :

Tabel 4.2 Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standard Crom (Cr) No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi (A)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 0,0000 0,0328 0,0602 0,0826 0,1049 0,1298


(43)

4.1.2.1 Penentuan Kurva Kalibrasi dengan Analisis Regresi

Dari absorbansi yang diperoleh selanjutnya dengan metode Least-Square

diperoleh data yang tertera pada tabel 1 lampiran 1, kemudian dibuat kurva kalibrasi antara konsentrasi dengan absorban. Berikut ini kurva kalibrasi larutan standard Crom (Cr).

Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Larutan Standard Crom (Cr)

Diperolehnya gambar 4.1 dari formula persamaan garis regresi linier hubungan antara absorban terhadap konsentrasi larutan standard sebagai berikut : y = 0,0105 + 0,0477x, dimana y = nilai absorban dan x = konsentrasi larutan logam crom (Cr) dalam sampel daun pisang batu. Nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,9993, hasil ini menunjukkan bahwa antara kandungan crom (Cr) dalam konsentrasi - absorbansi berkorelasinya erat (r2 = 0,9986), nilai r2 sebesar 0,9986 berarti kurva pada gambar 4.1. tersebut mempunyai keakuratan dalam menentukan konsentrasi sebesar 99,86%. Selanjutnya menentukan kandungan crom (Cr) dalam sampel daun pisang batu


(44)

4.1.2.2 Penentuan Kadar Crom

Sebagai contoh penentuan kadar crom, berikut disajikan perhitungan kadar crom sampel daun pisang diperoleh nilai absorbansi :

A1 = 0,1315 A2 = 0,1258 A3 = 0,1166 A4 = 0,1132 A5 = 0,1086

Dengan mensubstitusikan nilai Y (absorbansi) kepersamaan regresi :

y = 0,0105 + 0,0477x. Maka diperoleh : X1 = 2,54 ppm

X2 = 2,42 ppm X3 = 2,22 ppm X4 = 2,15 ppm X5 = 2,06 ppm

Dengan demikian kadar crom dalam sampel daun pisang batu adalah :

X = ppm

n Xi 28 , 2 5 39 , 11  

(X1- X)2 = (2,54 – 2,28)2 = 0,068 (X2-X)2 = (2,42 – 2,28)2 = 0,020 (X3-X)2 = (2,22 – 2,28)2 = 0,004 (X4-X)2 = (2,15 – 2,28)2 = 0,020

(X5-X)2 = (2,06 – 2,28)2 = 0,049 + 2

) (XiX

= 0,161

Maka S =

0,20

1 5 161 , 0 1 2     

Xni X

Di dapat harga Sx = 0,09 5 20 , 0   n S


(45)

Dari data hasil distribusi t student untuk n = 5, derajat kebebasan (dk) = n-1 = 4.Untuk derajat kepercayaan 95% (p=0,05), nilai t = 4,30. Maka d = t (0,05;n-1) Sx.d = 4,30 x 0,09 = 0,39

Dari data pengukuran crom ( Cr ) dengan menggunakan sampel daun pisang batu sebagai absorben adalah 2,28 ± 0,39 ppm.

4.1.3 Pengukuran Kandungan Nikel

Pada pengukuran kandungan Nikel dalam sampel daun pisang batu yang telah diaktivasi dimulai dengan pengukuran absorban larutan standard Nikel (Ni) dengan Spektroskopi Serapan Atom (SSA). Data hasil pengukuran absorbansi dari larutan standard nikel (Ni) diplotkan terhadap konsentrasi larutan standard Nikel (Ni) tertera pada tabel 4.3 berikut :

Tabel 4.3 Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standard Nikel (Ni) No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi

1. 0,50 0,0727

2. 1,00 0,1419

3. 1,50 0,2109

4. 2,00 0,2676

5. 2,50 0,3259

4.1.3.1 Penentuan Kurva Kalibrasi dengan Analisis Regresi


(46)

Gambar 4.2 Kurva Kalibrasi Larutan Standard Nikel (Ni)

Diperolehnya gambar 4.2 dari formula persamaan garis regresi linier hubungan antara absorban terhadap konsentrasi larutan standard sebagai berikut : y = 0,0142 + 0,1264x , dimana Y = nilai absorban dan X = konsentrasi larutan logam crom (Cr) dalam sampel daun pisang batu. Nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,9988, hasil ini menunjukkan bahwa antara kandungan nikel (Ni) dalam konsentrasi -absorbansi berkorelasinya erat (r2 = 0,9977), nilai r2 sebesar 0,9977 berarti kurva pada gambar 4.2 tersebut mempunyai keakuratan dalam menentukan konsentrasi sebesar 99,77%. Selanjutnya menentukan kandungan nikel (Ni) dalam sampel daun pisang batu dilakukan pengukuran absorban. Data Absorban kandungan nikel dalam sampel daun pisang batu terdapat dalam tabel 6 lampiran 3.

4.1.3.2. Penentuan Kadar Nikel

Kadar Nikel dapat ditentukan dengan menggunakan metode kurva kalibrasi dengan mensubstitusikan nilai Y (absorbansi) yang diperoleh dari hasil pengukuran


(47)

terhadap garis regresi dan kurva kalibrasi y = 0,0142 + 0,1264x, sehingga diperoleh konsentrasi nikel.

Untuk sampel daun pisang diperoleh nilai absorbansi : A1 = 0,2784

A2 = 0,2612 A3 = 0,2220 A4 = 0,1901 A5 = 0,1493

Dengan mensubstitusikan nilai Y (absorbansi) kepersamaan regresi :

y = 0,0142 + 0,1264x. Maka diperoleh : X1 = 2,09 ppm

X2 = 1,95 ppm X3 = 1,64 ppm X4 = 1,39 ppm X5 = 1,07 ppm

Dengan demikian kadar Nikel dalam sampel daun pisang adalah :

X = ppm

n Xi 63 , 1 5 14 , 8  

(X1- X)2 = (2,09 – 1,63)2 = 0,2116 (X2-X)2 = (1,95 – 1,63)2 = 0,1024 (X3-X)2 = (1,64 – 1,63)2 = 0,0001 (X4-X)2 = (1,39 – 1,63)2 = 0,0576

(X5-X)2 = (1,07 –1,63)2 = 0,3136 + 2

) (XiX


(48)

Dari data hasil distribusi t student untuk n = 5, derajat kebebasan (dk) = n-1 = 4.Untuk derajat kepercayaan 95% (p=0,05), nilai t = 4,30. Maka d = t (0,05;n-1) Sx.d = 4,30 x 0,18 = 0,77

Dari data pengukuran nikel ( Ni ) dengan menggunakan sampel daun pisang batu sebagai absorben adalah 1,63 ± 0,77 ppm.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Kandungan Crom dalam Daun Pisang Batu

Kurva kalibrasi larutan standard crom (Cr) yang diperoleh dengan memvariasikan konsentrasi larutan crom (Cr) dengan absorbansi dengan persamaan

Least-Square sehingga diperoleh persamaan garis linear : y = 0,0105 + 0,0477x. Dengan persamaan garis linear diperoleh kandungan crom (Cr) sebagai berikut :

Tabel 4.4 Konsentrasi crom (Cr) yang terserap didalam daun pisang batu Konsentrasi crom (%)

Perlakuan No. Berat daun pisang batu dalam

larutan logam crom (gram)

SA SD

1. 0,2 85 87

2. 0,4 93 94

3. 0,6 95 96

4. 0,8 96 97

5. 1,0 97 98

Keterangan :

SA : Sebelum aktivasi SD : Sesudah aktivasi


(49)

Berdasarkan pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa nilai absorbansi crom (Cr) terhadap daun pisang batu sebelum aktivasi lebih tinggi dan memiliki daya serap terhadap logam crom lebih rendah dibandingkan dengan daun pisang batu sesudah aktivasi, dengan nilai absorbansi yang lebih rendah tetapi memiliki daya serap terhadap logam crom lebih tinggi, menunjukkan bahwa daun pisang batu yang telah diaktivasi dengan HCl 1 N lebih banyak dapat menyerap logam crom. Dimana daun pisang batu yang berfungsi sebagai adsorben logam dapat benar-benar berfungsi sebagai adsorben dari logam crom. Dalam bentuk grafik data diatas ditunjukkan dalam grafik 4.3 dan 4.4 dibawah ini.

Gambar 4.3 Grafik Konsentrasi larutan crom (Cr) setelah ditambahkan daun pisang batu

Dari gambar 4.3 konsentrasi larutan crom (Cr) setelah ditambahkan daun pisang batu. Dari berat sampel daun pisang batu 0,2 gram; 0,4 gram; 0,6 gram; 0,8 gram sampai 1,0 gram yang tampak pada grafik, semakin banyak berat sampel daun


(50)

Gambar 4.4. Grafik konsentrasi crom yang terserap didalam daun pisang batu

Dari gambar 4.4 Grafik konsentrasi crom (Cr) yang terserap didalam daun pisang batu. Berat sampel daun pisang batu 0,2 gram; 0,4 gram; 0,6 gram; 0,8 gram sampai 1,0 gram yang tampak pada grafik, semakin banyak berat sampel daun pisang yang dicampurkan kedalam larutan logam crom (Cr) semakin terjadi kenaikan daya serap daun pisang batu terhadap logam crom. Menunjukkan sellulosa yang mempunyai gugus OH yang terdapat dalam daun pisang mampu mengikat logam crom ( Nada et al, 2010).

4.2.2 Kandungan Nikel dalam Sampel daun Pisang Batu

Kurva kalibrasi larutan standard nikel (Ni) yang diperoleh dengan memvariasikan konsentrasi larutan Nikel (Ni) dengan absorbansi dengan persamaan

Least-Square sehingga diperoleh persamaan garis linear : y = 0,0142 + 0,1264x. Dengan persamaan garis linear diperoleh kandungan nikel (Ni) sebagai berikut :


(51)

Tabel 4.5 Konsentrasi nikel (Ni) yang terserap didalam daun pisang batu Konsentrasi nikel (%)

Perlakuan No. Berat daun pisang batu dalam larutan l

logam nikel (gram)

SA SD

1. 0,2 88 89

2. 0,4 94 95

3. 0,6 97 97

4. 0,8 98 98

5. 1,0 98 99

Keterangan :

SA : Sebelum diaktivasi SD : Sesudah diaktivasi

* : 100 mL larutan nikel 20 ppm

Berdasarkan pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa nilai absorbansi nikel (Ni) terhadap sampel daun pisang batu sebelum aktivasi lebih tinggi dan memiliki daya serap terhadap logam crom lebih rendah dibandingkan dengan daun pisang batu sesudah aktivasi, dengan nilai absorbansi yang lebih rendah tetapi memiliki daya serap terhadap logam crom lebih tinggi, menunjukkan bahwa daun pisang batu yang telah diaktivasi dengan HCl 1 N lebih banyak dapat menyerap logam nikel. Dimana daun pisang batu yang berfungsi sebagai adsorben logam dapat benar-benar berfungsi sebagai adsorben dari logam crom. Dalam bentuk grafik data diatas ditunjukkan dalam grafik 4.5 dan 4.6 dibawah ini.


(52)

Gambar 4.5. Grafik Konsentrasi larutan nikel (Ni) setelah ditambahkan daun pisang batu

Dari gambar 4.5. konsentrasi larutan nikel (Ni) setelah ditambahkan daun pisang batu. Dari berat sampel daun pisang batu 0,2 gram; 0,4 gram; 0,6 gram; 0,8 gram sampai 1,0 gram yang tampak pada grafik, semakin banyak berat sampel daun pisang yang dicampurkan kedalam larutan logam nikel (Ni) semakin terjadi penurunan konsentrasi nikel (ppm) dalam larutan yang diadsorbsi oleh daun pisang batu. Menunjukkan sellulosa yang mempunyai gugus OH yang terdapat dalam daun pisang mampu mengikat logam nikel ( Nada et al, 2010).(Data dapat dilihat pada lampiran 4).


(53)

Gambar 4.6. Grafik konsentrasi nikel (Ni) yang terserap didalam daun pisang batu

Dari gambar 4.6 Grafik konsentrasi nikel (Ni) yang terserap didalam daun pisang batu. Berat sampel daun pisang batu 0,2 gram; 0,4 gram; 0,6 gram; 0,8 gram sampai 1,0 gram yang tampak pada grafik, semakin banyak berat sampel daun pisang yang dicampurkan kedalam larutan logam nikel (Ni) semakin terjadi kenaikan daya serap daun pisang batu terhadap logam crom. Menunjukkan sellulosa yang mempunyai gugus OH yang terdapat dalam daun pisang mampu mengikat logam nikel ( Nada et al, 2010).


(54)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil analisis penggunaan daun pisang batu yang telah diaktivasi dengan HCl 1N, terjadi penuruan kadar crom (Cr) dan nikel (Ni).

Dari hasil analisis terhadap larutan logam crom dan nikel dalam sampel daun pisang batu yang telah diaktivasi dengan berat sampel yang berbeda-beda, semakin banyak berat sampel daun pisang batu ditambahkan dalam larutan logam crom (Cr) dan nikel (Ni) semakin terjadi penurunan terhadap kadar crom (Cr) dan nikel (Ni). Larutan logam crom (Cr) dan nikel (Ni) yang dicampurkan kedalam sampel daun pisang yang telah diaktivasi dengan waktu kontak 30 menit mempunyai pengukuran pH yang bersifat asam disekitar 4,04 pada crom dan 4,2 pada nikel.

5.2. Saran

Diharapkan kepada peneliti berikutnya untuk menganalisis kadar logam lain seperti : Mg, Mn,Zn dengan sampel daun pisang yang berbeda pula, seperti : daun pisang lilin, daun pisang kepok, daun pisang raja,dsb.

Diharapkan kepada peneliti berikutnya untuk menganalisis kadar logam yang sama, yaitu crom dan nikel tetapi dengan membuat perbandingan adsorben dua sampel daun pisang,seperti daun pisang lilin dengan daun pisang raja.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

A.M.A. Nada,A.A. El-Gendy*S.H.Mohamed. 2010. Banana leaves as adsorbent for removal of metal ions from waste water.journal homepage : www.elsevier.com/locate/carbpol. National Research Centre,Cellulose & Paper Department, El Buhoth St, Cairo, Dokki 12311,Egypt.

Ali Masduqi. 2004. Teknologi Alamiah Untuk Pengolahan Air Limbah Industri. Jurusan Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.

Alwin Parulian. 2009. Monitoring Analisis Kadar Aluminium (Al) dan Besi (Fe) Pada Pengolahan Air Minum PDAM Tirtanadi Sunggal. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Bey Ubay. 2009. Spektrofotometer Serapan Atom. Mozilla firefox.

Djendakita Purba. 1996. Studi Pemakaian Natrium Alginat Untuk Menurunkan Kadar Ion-ion Logam Berat Dalam Air Limbah. Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.

Eke. 2011. Bagian penelitian tepung pisang (http://dududuuuw.blogspot.com/bagian penelitian-eke-dtepung-pisang.html).

Indri Hapsari P,Wiharyanto Oktiawan,Junaidi. 2010. Penurunan Nikel (Ni) Dan Seng (Zn) Dalam Pengolahan Limbah Cair Industri Elektronik Menggunakan Metode Presipitasi Dengan Senyawa Alkali NaOH Dan Na2CO3. Studi Kasus PT. Hartono Istana Teknologi.

Jauhar Maghza Khaeruddin., Edo Catha Putra., Haryo Pandu Winito. 2007. Kerjasama ITB Dengan PT. Rekayasa Industri.


(56)

Lampiran PerMenLH No.3 tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kawasan Industri. Sumber : www.menlh.go.id (Baku Mutu Air Limbah Kawasan Industri).

…………, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Kep-51/MENLH/10/1995.http//www.bapedal.go.id/kepmen.

Marhaeniyanto Eko. 2009. Pemanfaatan Limbah Pisang Sebagai Strategi Pengembangan Ternak Kambing.

Noor Anis Kundari, Nurmaya Arofah, Kartini Megasari. 2009. Seminar Nasional V SDM Teknologi Nuklir : Kinetika Reduksi Krom (VI) Dalam Limbah Cair Industri Pelapisan Logam. Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir- BATAN-Yogyakarta.

Nona Faziera Sari. 2010. Monitoring Kadar Mangan (Mn), Zinkum (Zn) Dan Magnesium (Mg) Dalam Air Gambut Setelah Dijernihkan Dengan Metode Elektrokoagulasi. Magister Ilmu Kimia Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.Medan.

Nurul Kasyfita. 2007. Efektifitas Penggunaan Adsorben Kulit Pisang Kepok (Musa Normalis) dalam meningkatkan Kualitas Minyak Goreng Bekas. Jurusan Pendidikan Kimia FKIP Universitas Mulawarman. Jalan Muara Pahu Kamus Gn. Kelua Samarinda 75123.

Palar, H. 1994. Pencemaran Dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta. ^ a b c d e f g h (en) Bondy, S.C., and Prasad, K.N. 1988. Metal Neurotixcity. Boca


(57)

Lampiran A. Hasil Perhitungan Penurunan Persamaan Garis Regresi

Tabel. 1 Data Hasil Perhitungan Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Crom (Cr) No. Xi(ppm) Yi(A) (Xi - X) (Yi-Y) (Xi-X)2 (Yi-Y)2 (Xi-X)(Yi-Y)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 0,0000 0,5000 1,0000 1,5000 2,0000 2,5000 0,0000 0,0328 0,0602 0,0826 0,1049 0,1298 -1,25 -0,75 -0,25 0,25 0,75 1,25 -0,0683 -0,0355 -0,0081 0,0143 0,0366 0,0615 1,5625 0,5625 0,0625 0,0625 0,5625 1,5625 0,0046 0,0012 0,0006 0,0002 0,0013 0,0037 0,0853 0,0266 0,0020 0,0035 0,0274 0,0768

∑ 7,5000 0,4103 0 0,0005 4,3750 0,01106 0,2216 Keterangan : Xi = Konsentrasi


(58)

Tabel. 2 Data Hasil Perhitungan Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Nikel (Ni) No. Xi(ppm) Yi(A) (Xi - X) (Yi-Y) (Xi-X)2 (Yi-Y)2 (Xi-X)(Yi-Y)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 0,0000 0,5000 1,0000 1,5000 2,0000 2,5000 0,0000 0,0727 0,1419 0,2109 0,2676 0,3259 -1,25 -0,75 -0,25 0,25 0,75 1,25 -0,1698 -0,0971 -0,0279 0,0411 0,0978 0,1561 1,5625 0,5625 0,0625 0,0625 0,5625 1,5625 0,0288 0,0094 0,0007 0,0016 0,0095 0,0243 0,2122 0,0728 0,0069 0,0102 0,0733 0,1951

∑ 7,5000 1,0190 0 0,0002 4,3750 0,0743 0,5705 Keterangan : Xi = Konsentrasi


(59)

Lampiran B. Hasil Pengukuran Absorbansi Logam Crom dan Nikel Sebelum diaktivasi

Tabel. 3 Data Pengukuran logam Crom dalam sampel daun pisang batu sebelum diaktivasi

No. Sampel daun pisang batu (gram) Absorbansi 1. 2. 3. 4. 5. 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 0,1505 0,1460 0,1356 0,1320 0,1270

Tabel.4 Data Pengukuran logam Nikel dalam sampel daun pisang batu sebelum diaktivasi

No. Sampel daun pisang batu (gram) Absorbansi 1. 2. 3. 0,2 0,4 0,6 0,2980 0,2810 0,2410


(60)

Lampiran C. Hasil Pengukuran Absorbansi Logam Crom dan Nikel Setelah diaktivasi

Tabel. 5 Data Pengukuran logam Crom dalam sampel daun pisang batu yang diaktivasi

No. Sampel daun pisang batu (gram) Absorbansi 1. 2. 3. 4. 5. 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 2,5356 0,1258 0,1166 0,1132 0,1086

Tabel. 6 Data Pengukuran logam Nikel dalam sampel daun pisang batu yang diaktivasi

No. Sampel daun pisang batu (gram) Absorbansi

1. 2. 3. 4. 5. 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 0,2784 0,2612 0,2220 0,1901 0,1493  


(61)

Lampiran D. Absorbansi dan hasil perhitungan konsentrasi logam didalam sample daun pisang batu

Tabel. 7 Absorbansi dan hasil perhitungan konsentrasi crom (Cr) didalam sampel daun pisang batu

Nilai Absorbansi Konsentrasi (ppm)

Perlakuan Perlakuan No. Berat sampel daun

pisang dalam larutan

logam crom (gram) SA SD SA SD

1. 0,2 gram 0,1505 0,1315 2,94 2,54

2. 0,4 gram 0,1460 0,1258 2,84 2,41

3. 0,6 gram 0,1356 0,1166 2,62 2,22

4. 0,8 gram 0,1320 0,1132 2,55 2,15

5. 1,0 gram 0,1270 0,1086 2,44 2,06

Keterangan :

SA : Sebelum diaktivasi SD : Sesudah diaktivasi

* : Konsentrasi awal larutan crom 20 ppm

Tabel. 8 Absorbansi dan hasil perhitungan konsentrasi nikel (Ni) didalam sampel daun pisang batu

Nilai Absorbansi Konsentrasi (ppm)

Perlakuan Perlakuan No. Berat sampel daun

pisang dalam larutan logam logam nikel (gram)

SA SD SA SD

1. 0,2 gram 0,2980 0,2784 2,24 2,09

2. 0,4 gram 0,2810 0,2612 2,11 1,95

3. 0,6 gram 0,2410 0,2220 1,79 1,64


(62)

Lampiran E. Gambar Dokumentasi Penelitian

Gambar 1 Serbuk daun pisang batu


(63)

 


(64)

 

Gambar 5 Pencucian bubur daun pisang dalam larutan NaOH 20% Dengan menggunakan air suling

 


(65)

Gambar 7 Pengaktivasian Bubur daun pisang yang telah dikeringkan dengan menggunakan HCl 1 N


(66)

Gambar 9 Pembuatan larutan standard logam crom (Cr) dan nikel (Ni)

 


(67)

 

Gambar 11 Lampu katoda untuk pengukuran larutan standard logam crom (Cr) dan logam nikel (Ni) serta pengukuran sampel daun pisang batu dalam

larutan logam crom dan nikel


(1)

Lampiran E. Gambar Dokumentasi Penelitian

Gambar 1 Serbuk daun pisang batu


(2)

  Gambar 3 Bubur daun pisang batu diinkubasi selama 2 jam


(3)

  Gambar 5 Pencucian bubur daun pisang dalam larutan NaOH 20%

Dengan menggunakan air suling

  Gambar 6 Bubur daun pisang yang telah dikeringkan


(4)

Gambar 7 Pengaktivasian Bubur daun pisang yang telah dikeringkan dengan menggunakan HCl 1 N

dan dipanaskan selama 2 jam

  Gambar 8 Serbuk daun pisang batu pengaktivasian dengan HCl 1 N


(5)

Gambar 9 Pembuatan larutan standard logam crom (Cr) dan nikel (Ni)

  Gambar 10 Larutan standard logam crom (Cr) dan nikel (Ni)


(6)

  Gambar 11 Lampu katoda untuk pengukuran larutan standard logam crom

(Cr) dan logam nikel (Ni) serta pengukuran sampel daun pisang batu dalam larutan logam crom dan nikel

Gambar 12 Pengukuran larutan standard logam crom (Cr) dan logam nikel (Ni) serta pengukuran sampel daun pisang batu dalam larutan logam crom dan


Dokumen yang terkait

Studi Pemakaian Tepung Pisang Ambon (Musa acuminata AAA) sebagai Anti-aging Dalam Sediaan Masker

6 108 86

Analisis Kandungan Inulin pada Pisang Barangan (Musa acuminata Colla), Pisang Awak (Musa paradisiaca var Awak) dan pisang kepok (Musa acuminata balbisiana Colla)

11 69 78

KAJIAN FORMULASI TEPUNG PISANG BATU (Musa balbisiana Colla) DAN TEPUNG TERIGU DALAM PEMBUATAN BROWNIES

16 151 64

PENGGUNAAN ARANG KULIT PISANG KEPOK (MUSA NORMALIS L.) TERAKTIVASI OLEH NAOH SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM CROM (VI).

5 21 22

Analisis Kandungan Inulin pada Pisang Barangan (Musa acuminata Colla), Pisang Awak (Musa paradisiaca var Awak) dan pisang kepok (Musa acuminata balbisiana Colla)

0 0 11

Analisis Kandungan Inulin pada Pisang Barangan (Musa acuminata Colla), Pisang Awak (Musa paradisiaca var Awak) dan pisang kepok (Musa acuminata balbisiana Colla)

0 0 2

Analisis Kandungan Inulin pada Pisang Barangan (Musa acuminata Colla), Pisang Awak (Musa paradisiaca var Awak) dan pisang kepok (Musa acuminata balbisiana Colla)

0 0 7

Analisis Kandungan Inulin pada Pisang Barangan (Musa acuminata Colla), Pisang Awak (Musa paradisiaca var Awak) dan pisang kepok (Musa acuminata balbisiana Colla)

1 4 20

Analisis Kandungan Inulin pada Pisang Barangan (Musa acuminata Colla), Pisang Awak (Musa paradisiaca var Awak) dan pisang kepok (Musa acuminata balbisiana Colla)

0 0 4

Analisis Kandungan Inulin pada Pisang Barangan (Musa acuminata Colla), Pisang Awak (Musa paradisiaca var Awak) dan pisang kepok (Musa acuminata balbisiana Colla)

0 0 14