Substitusi Tepung Pisang Awak Masak (Musa Paradisiaca Var. Awak) dan Kecambah Kedelai (Glycine Max) pada Pembuatan Biskuit Serta Daya Terima

(1)

SUBSTITUSI TEPUNG PISANG AWAK MASAK (Musa paradisiaca var. awak) DAN KECAMBAH KEDELAI (Glycine max) PADA

PEMBUATAN BISKUIT SERTA DAYA TERIMA

SKRIPSI

Oleh : VINNI ARDWIFA

NIM. 101000268

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh : VINNI ARDWIFA

NIM. 101000268

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

i

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “SUBSTITUSI TEPUNG PISANG AWAK MASAK (Musa paradisiaca var. awak) DAN KECAMBAH KEDELAI (Glycine max) PADA PEMBUATAN BISKUIT

SERTA DAYA TERIMA” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara – cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klain dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Juni 2015

Yang membuat pernyataan


(4)

(5)

iii ABSTRAK

Tepung pisang awak masak (Musa paradisiaca var. awak) dan kecambah kedelai (Glycine max) dapat diolah menjadi biskuit. Biskuit merupakan makanan yang disenangi semua kalangan usia termasuk balita. Biskuit memiliki bentuk yang menarik dan rasa yang manis.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya terima dan kandungan gizi dari biskuit yang disubstitusikan tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan rancangan acak lengkap dengan dua faktor dan tiga perlakuan yaitu penambahan tepung pisang awak masak 40%, tepung kecambah kedelai 40% dan campuran tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai masing-masing 20%. Uji daya terima biskuit substitusi tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai dilakukan terhadap 30 ibu balita dan balita di posyandu Namogajah Kecamatan Medan Tuntungan dan analisis zat gizi dilakukan di Laboratorium Badan Riset dan Standarisasi Industri Medan.

Hasil penelitian uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur, biskuit oeleh 30 ibu balita yang paling disukai adalah biskuit dengan campuran tepung pisang awak masak 20% dan kecambah kedelai 20%. Daya terima pada anak balita menunjukkan semua balita menyukai ketiga perlakuan biskuit. Hasil analisis Kandungan gizi ketiga perlakuan mengandung karbohidrat sebesar 61,95%, 55,47%, 55,46%, protein sebesar 7,69%, 13,7%, 10,3%, lemak sebesar 22,4%, 24,3%, 25,9%.

Disarankan kepada masyarakat agar dapat menjadikan biskuit substitusi tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai sebagai alternatif makanan tambahan untuk balita.


(6)

iv

for all ages including a toddler. Biscuits had interesting shape and sweet taste. This research aims to determine the acceptability test and nutritional content of

biscuits substitution banana ‘awak’ ripe flour and soybean sprouts.

The type of research was an experiment conducted by completely randomized design using two factors and with three treatments. The treatmens are

(1) the addition of banana ‘awak’ ripe flour 40%, (2) soybean sprout flour 40%

and (3) mixture of banana ‘awak’ ripe flour 20% and soybean sprouts 20%. Test

acceptability biscuit substitution banana ‘awak’ ripe and soybean sprout by 30

mothers and toddler in Posyandu Namogajah district of Medan Tuntungan, nutrient analysis was tested in laboratory of industrial research and standarization Agency Medan.

The results organoleptic test based on color, aroma, flavor, and texture biscuit by thirty mothers panelist showed the most preferred are biscuit mixture of

banana ‘awak’ ripe flour 20% and soybean sprouts 20%. Acceptability of toddler showed that three treatments have been preferred by toddlers. The result of nutrional content analysis showed that three treatments has content of carbohydrates 61.95%, 55.47%, 55.46 content of protein 7.69%, 13.7%, 10.3%, 22.4% and fat 24.3%, 25.9%.

It is recommended for people to take substitution of banana ‘awak’ ripe flour and soybean sprouts biscuit as alternatives additional food for toddler.


(7)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Substitusi Tepung Pisang Awak Masak (Musa Paradisiaca Var. Awak) dan Kecambah Kedelai (Glycine Max) pada Pembuatan Biskuit Serta Daya Terima. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta,

Ayahanda Nur Arfian, Ibunda Elvi Rahmi, kakak Vira Irma Sari dan Adik Muhammad Fachmi yang tiada henti memberikan doa, kasih sayang, perhatian dan motivasi serta dukungan kepada penulis dalam menuliskan skripsi

ini.Selanjutnya tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM USU

3. Ibu Drs. Jumirah, Apt., M.Kes selaku dosen pembimbing I dan ketua penguji yang selalu sabar dalam memberikan pengarahan dan motivasi dalam


(8)

vi arahan dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Ernawati Nasution, Skm, M.Kes selaku dosen penguji II yang telah banyak memberikan saran yang membangun dan arahan dalam penulisan

skripsi ini.

6. Ibu Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si selaku dosen penguji III yang telah banyak memberikan saran yang membangun dan arahan dalam penulisan

skripsi ini.

7. Bapak Ir. Gery Silaban, M.Kes, Dr selaku dosen Penasehat Akademik 8. Bapak Marihot Samosir, ST yang telah banyak membantu dalam segala

urusan terkait surat-menyurat di departemen.

9. Bapak Dr. Immanuel S. Sembiring selaku Kepala Puskesmas Medan Tuntungan dan seluruh Kader di Posyandu Namogajah Kecamatan Medan

Tuntungan yang telah meluangkan waktunya serta membantu penulis dalam

penulisan skripsi ini

Selanjutnya, secara khusus penulis juga mengucapkan terima kasih yang

tulus kepada seluruh rekan-rekan mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat


(9)

vii

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.

Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari

semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi kita semua.

Medan, Juni 2015 Penulis


(10)

viii

Nama : Vinni Ardwifa

Tempat Lahir : Medan

Tanggal Lahir : 1 Oktober 1992

Suku Bangsa : Melayu Indonesia

Agama : Islam

Nama Ayah : Nur Arfian

Suku Bangsa Ayah : Melayu

Nama Ibu : Elvi Rahmi

Suku Bangsa Ibu : Batak

PENDIDIKAN FORMAL

1. SD/Tamat Tahun : SD Swasta Nur Hasanah / 2004

2. SLTP/Tamat Tahun : SMP Swasta Harapan Mandiri / 2007

3. SLTA/Tamat Tahun : SMA Swasta Harapan Mandiri /2010


(11)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Biskuit ... 7

2.1.1. Kandungan Gizi Biskuit ... 8

2.1.2. Bahan-Bahan Pembuatan Biskuit ... 10

2.1.3. Proses Pembuatan Biskuit ... 12

2.2. Pisang Awak ... 14

2.2.1. Manfaat Pisang Awak ... 15

2.3. Kecambah Kedelai ... 16

2.3.1. Manfaat Kecambah Kedelai ... 18

2.4. Penilaian Uji Daya Terima ... 19

2.5. Panelis ... 21

2.6. Kerangka Konsep ... 23

BAB III METODE PENELITIAN ... 24

3.1. Jenis Penelitian ... 24

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

3.2.1. Tempat Penelitian ... 25

3.2.2. Waktu Penelitian ... 25

3.3. Objek Penelitian ... 25

3.4. Defenisi Operasional ... 25

3.5. Alat dan Bahan ... 26


(12)

x

3.8. Analisis Proksimat ... 35

3.8.1. Uji Protein ... 35

3.8.2. Uji Lemak ... 36

3.8.3. Uji Kadar Abu ... 37

3.8.4. Uji Kadar Air ... 38

3.8.5. Uji Karbohidrat ... 39

3.9. Pengolahan dan Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 46

4.1. Karakteristik Biskuit Modifikasi Tepung Terigu dengan Tepung Pisang Awak dan Kecambah Kedelai ... 46

4.2. Deskriptif Panelis ... 47

4.3. Analisis Organoleptik Warna Biskuit Substitusi Tepung Terigu dengan Tepung Pisang Awak dan Kecambah Kedelai ... 47

4.4. Analisis Organoleptik Aroma Biskuit Substitusi Tepung Terigu dengan Tepung Pisang Awak dan Kecambah Kedelai ... 49

4.5. Analisis Organoleptik Rasa Biskuit Substitusi Tepung Terigu dengan Tepung Pisang Awak dan Kecambah Kedelai ... 50

4.6. Analisis Organoleptik Tekstur Biskuit Substitusi Tepung Terigu dengan Tepung Pisang Awak dan Kecambah Kedelai ... 51

4.7. Analisis Kandungan Karbohidrat, Protein, Lemak, Abu, dan Air pada Biskuit Substitusi Tepung Terigu dengan Tepung Pisang Awak dan Kecambah Kedelai ... 52

BAB V PEMBAHASAN ... ... 54

5.1. Karakteristik Biskuit ... 54

5.2. Daya Terima Panelis ... 54

5.3. Daya Terima Panelis Terhadap Warna Biskuit ... 55

5.4. Daya Terima Panelis Terhadap Aroma Biskuit ... 56

5.5. Daya Terima Panelis Terhadap Rasa Biskuit ... 57

5.6. Daya Terima Panelis Terhadap Tekstur Biskuit ... 58

5.7. Analisis Kandungan Karbohidrat, Protein, Lemak, Abu dan Air Biskuit Substitusi Tepung Pisang Awak Masak dan Kecambah Kedelai ... 59


(13)

xi

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

6.1. Kesimpulan ... 63

6.2. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64


(14)

xii

Tabel 2.2. Komposisi Zat Gizi Biskuit per 100 Gram... 9

Tabel 2.3. Komposisi Nilai Zat Gizi Pisang Awak dan Beberapa Jenis Pisang (setiap100 gram daging buah) ... 15

Tabel 2.4. Komposisi Zat Gizi dalam Pisang Awak Matang dan Kecambah Kedelai Mentah dalam 100 g Bahan ... 17

Tabel 3.1. Rincian Perlakuan ... 24

Tabel 3.2 Jenis dan Ukuran Bahan Pembuatan Biskuit dengan Tepung Pisang Awak Masak dan Kecambah Kedelai ... 27

Tabel 3.3. Tingkat Penerimaan Panelis Pada Uji Hedonik ... 33

Tabel 3.4. Interval Presentase dan Kriteria Kesukaan... 41

Tabel 3.5. Tabel Penolong Untuk Uji Barlet ... 42

Tabel 3.6. Daftar Analisa Ragam Rancangan Acak Lengkap ... 43

Tabel 4.1. Karakteristik Biskuit Modifikasi Tepung Terigu dengan Tepung Pisang Awak dan Kecambah Kedelai ... 46

Tabel 4.2. Hasil Analisis Organoleptik Warna Biskuit Substitusi Tepung Pisang Awak Masak dan Kecambah Kedelai ... 47

Tabel 4.3. Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Warna Biskuit Substitusi Tepung Pisang Awak Masak dan Kecambah Kedelai ... 48

Tabel 4.4. Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Warna ... 48

Tabel 4.5. Hasil Analisis Organoleptik Aroma Biskuit Substitusi Tepung Pisang Awak Masak dan Kecambah Kedelai ... 49

Tabel 4.6. Hasil Analisis Kruskal Wallis Terhadap Aroma Biskuit Substitusi Tepung Pisang Awak Masak dan Kecambah Kedelai ... 49

Tabel 4.7. Hasil Analisis Organoleptik Rasa Biskuit Substitusi Tepung Pisang Awak Masak dan Kecambah Kedelai ... 50


(15)

xiii

Tabel 4.8. Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Rasa Biskuit Substitusi Tepung Pisang Awak Masak dan Kecambah

Kedelai ... 50

Tabel 4.9. Hasil Analisis Organoleptik Tekstur Biskuit Substitusi

Tepung Pisang Awak Masak dan Kecambah Kedelai ... 51

Tabel 4.10. Hasil Analisis Sidik Ragam Terhadap Tekstur Biskuit Substitusi Tepung Pisang Awak Masak dan Kecambah

Kedelai ... 51

Tabel 4.11. Kandungan Zat Gizi Dalam 100 Gram Biskuit Substitusi


(16)

xiv

Gambar 3.1. Skema Pembuatan Tepung Pisang Awak ... 28

Gambar 3.2. Skema Pembuatan Kecambah Kedelai ... 29

Gambar 3.3. Diagram Proses Pembuatan Biskuit ... 30

Gambar 4.1. Biskuit Modifikasi Tepung Terigu dengan Tepung Pisang Awak Masak dan Kecambah Kedelai ... 46

Gambar 4.2. Kandungan Karbohidrat, Protein, Lemak, Abu dan Air


(17)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Formulir Uji Daya Terima ... 67

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian ... 68

Lampiran 3. Surat Keterangan Selesai Penelitian ... 69

Lampiran 4. Surat Keterangan Balai Riset Dan Standarisasi Industri

Medan ... 70

Lampiran 5. Kandungan Gizi Biskuit ... 71

Lampiran 6. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis Terhadap Warna Biskuit Sibstitusi Tepung

Pisang Awak Masak dan Kecambah Kedelai ... 72

Lampiran 7. Uji Barlett Data Organoleptik Warna Pada Biskuit... 73

Lampiran 8. Analisa Sidik Ragam Skor Hasil Uji Organoleptik Panelis

Terhadap Warna Biskuit ... 74

Lampiran 9. Uji Ganda Duncan Terhadap Hasil Analisis Sidik Ragam Skor Hasil Uji Organoleptik Panelis Terhadap Warna

Biskuit ... 75

Lampiran 10. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis Terhadap Aroma Biskuit Sibstitusi Tepung

Pisang Awak Masak Dan Kecambah Kedelai ... 76

Lampiran 11. Uji Barlet Data Organoleptik Aroma Pada Biskuit ... 77

Lampiran 12. Analisis Kruskal Wallis pada Aroma Biskuit ... 78

Lampiran 13. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis Terhadap Rasa Biskuit Sibstitusi Tepung

Pisang Awak Masak dan Kecambah ... 79

Lampiran 14. Uji Barlett Data Organoleptik Rasa Pada Biskuit ... 80

Lampiran 15. Analisa Sidik Ragam Skor Hasil Uji Organoleptik

Panelis Terhadap Rasa Biskuit ... 81

Lampiran 16. Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis Terhadap Tekstur Biskuit Sibstitusi Tepung


(18)

xvi


(19)

iii ABSTRAK

Tepung pisang awak masak (Musa paradisiaca var. awak) dan kecambah kedelai (Glycine max) dapat diolah menjadi biskuit. Biskuit merupakan makanan yang disenangi semua kalangan usia termasuk balita. Biskuit memiliki bentuk yang menarik dan rasa yang manis.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya terima dan kandungan gizi dari biskuit yang disubstitusikan tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan rancangan acak lengkap dengan dua faktor dan tiga perlakuan yaitu penambahan tepung pisang awak masak 40%, tepung kecambah kedelai 40% dan campuran tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai masing-masing 20%. Uji daya terima biskuit substitusi tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai dilakukan terhadap 30 ibu balita dan balita di posyandu Namogajah Kecamatan Medan Tuntungan dan analisis zat gizi dilakukan di Laboratorium Badan Riset dan Standarisasi Industri Medan.

Hasil penelitian uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur, biskuit oeleh 30 ibu balita yang paling disukai adalah biskuit dengan campuran tepung pisang awak masak 20% dan kecambah kedelai 20%. Daya terima pada anak balita menunjukkan semua balita menyukai ketiga perlakuan biskuit. Hasil analisis Kandungan gizi ketiga perlakuan mengandung karbohidrat sebesar 61,95%, 55,47%, 55,46%, protein sebesar 7,69%, 13,7%, 10,3%, lemak sebesar 22,4%, 24,3%, 25,9%.

Disarankan kepada masyarakat agar dapat menjadikan biskuit substitusi tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai sebagai alternatif makanan tambahan untuk balita.


(20)

iv

for all ages including a toddler. Biscuits had interesting shape and sweet taste. This research aims to determine the acceptability test and nutritional content of

biscuits substitution banana ‘awak’ ripe flour and soybean sprouts.

The type of research was an experiment conducted by completely randomized design using two factors and with three treatments. The treatmens are

(1) the addition of banana ‘awak’ ripe flour 40%, (2) soybean sprout flour 40%

and (3) mixture of banana ‘awak’ ripe flour 20% and soybean sprouts 20%. Test

acceptability biscuit substitution banana ‘awak’ ripe and soybean sprout by 30

mothers and toddler in Posyandu Namogajah district of Medan Tuntungan, nutrient analysis was tested in laboratory of industrial research and standarization Agency Medan.

The results organoleptic test based on color, aroma, flavor, and texture biscuit by thirty mothers panelist showed the most preferred are biscuit mixture of

banana ‘awak’ ripe flour 20% and soybean sprouts 20%. Acceptability of toddler showed that three treatments have been preferred by toddlers. The result of nutrional content analysis showed that three treatments has content of carbohydrates 61.95%, 55.47%, 55.46 content of protein 7.69%, 13.7%, 10.3%, 22.4% and fat 24.3%, 25.9%.

It is recommended for people to take substitution of banana ‘awak’ ripe flour and soybean sprouts biscuit as alternatives additional food for toddler.


(21)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Gizi sangat penting bagi kehidupan. Kekurangan gizi pada balita dapat

menimbulkan beberapa efek negatif seperti lambatnya pertumbuhan badan, rawan

terhadap penyakit, menurunnya kecerdasan dan gangguan mental. Kekurangan

gizi yang serius dapat menyebabkan kematian. Masalah gizi di Indonesia meliputi

anemia, kekurangan vitamin A, gangguan akibat kekurangan yodium, defisiensi

zat besi, dan kekurangan energi protein (KEP). Balita termasuk kelompok rawan

kekurangan zat gizi termasuk KEP. Ini terjadi tidak hanya didahulukan dari

kelaparan atau kekurangan pangan tetapi dapat terjadi dari aspek makanan yang

kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi kurang

gizi di Indonesia menunjukkan peningkatan dari 17,9% pada tahun 2010 menjadi

19,6% pada tahun 2013. Diantara 33 provinsi di Indonesia, Sumatera Utara

menempati urutan ke 16 dari 18 provinsi yang memiliki prevalensi gizi buruk dan

kurang di atas angka prevalensi nasional yaitu berkisar antara 21,2 persen sampai

dengan 33,1 persen. Peningkatan masalah gizi tersebut kemungkinan disebabkan

oleh asupan yang tidak sesuai dengan kebutuhan balita baik zat gizi makro dan

mikro. Semakin meningkat usia balita maka semakin meningkat pula kebutuhan

zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan.

Salah satu upaya untuk memperbaiki asupan zat gizi pada balita melalui

pemberian makanan. Biskuit merupakan makanan yang disenangi balita karena


(22)

biskuit dengan penambahan beberapa jenis bahan makanan yang mengandung zat

gizi yang tinggi sangat tepat dijadikan sebagai tambahan makanan.

Pertimbangannya balita telah dikategorikan mampu mengkonsumsi makanan

padat yang memiliki tekstur renyah dan memiliki varian rasa. Disamping itu

sistem pencernaan yang telah mampu mencerna makanan padat dan gigi yang

mulai tumbuh, membantu proses peralihan makanan dari hanya mengkonsumsi

ASI saja menjadi mengkonsumsi makanan padat.

Hasil penelitian tentang modifikasi biskuit dengan penambahan berbagai

jenis makanan bergizi antara lain telah dilakukan oleh Febrina (2012), yang

menambahkan tepung wortel dalam pembuatan biskuit. Berdasarkan penambahan

tepung wortel 5%, 15%, dan 25% terbukti menambah kadar vitamin A. Selain itu

pembuatan biskuit dengan penambahan tepung ceker ayam yang dilakukan oleh

Ramadhani (2013), menunjukkan semakin banyak tepung ceker ayam yang

ditambahkan dalam pembuatan biskuit maka semakin tinggi kandungan kalsium

pada biskuit. Kadar kalsium biskuit ceker ayam per 100 gram biskuit dengan

perbandingan 15%, 20%, 25% yaitu 201,0 mg 237,9 mg, 313,6 mg.

Penelitian Mervina (2009), tentang formulasi biskuit dengan substitusi

tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dan isolat protein kedelai (Glycine

max) sebagai makanan potensial untuk anak balita gizi kurang. Dengan

memberikan kontribusi protein 25.12% dan 39.20% dari AKG, produk biskuit

dapat dikatakan biskuit tinggi protein karena memberikan kontribusi yang cukup


(23)

3

isolat protein kedelai selain sebagai penambah kandungan protein juga untuk

memperbaiki tekstur biskuit.

Bahan yang diperlukan dalam pembuatan biskuit umumnya adalah tepung

terigu. Biskuit yang berbahan dasar tepung terigu hanya mengandung zat gizi

makro seperti karbohidrat, protein, lemak dan sedikit mengandung zat gizi mikro

seperti fosfor, kalsium dan zat besi. Banyak biskuit yang beredar dipasaran

mengandung terlalu banyak gula. Baik didalam adonan maupun sebagai

pelengkap misalnya selai atau salut coklat. Selain itu sedikit biskuit yang

mengandung karbohidrat kompleks seperti tepung gandum.

Menurut Astawan (2008), adanya penambahan zat gizi tertentu atau biasa

disebut dengan fortifikasi membuat biskuit tidak hanya sekedar makanan yang

merupakan sumber energi tetapi juga dapat ditambah zat gizi lain yang sangat

diperlukan tubuh. Biskuit juga dapat ditambahkan mineral, serat pangan,

prebiotik, dan komponen bioaktif lainnya. Kemajuan Teknologi membuat biskuit

tidak hanya sebagai makanan yang enak tetapi dapat bermanfaat bagi kesehatan,

bergizi dan memiliki bentuk yang menarik.

Salah satu alternatif pembuatan biskuit adalah dengan penambahan pisang

awak masak dan kecambah kedelai yang telah dibuat menjadi tepung. Pisang

awak sering dimanfaatkan masyarakat sebagai makanan bayi, keripik, makanan

tradisional seperti godok-godok, pisang sale. Hasil penelitian Puspita (2011),

terdapat 83,3 persen bayi di Desa Paloh Gadeng Kecamatan Dewantara

Kabupaten Aceh Utara diberikan pisang awak dengan cara dilumatkan, dikerok


(24)

Pisang Awak yang telah dibuat menjadi tepung dapat dijadikan bahan

tambahan dalam pembuatan biskuit. Untuk menambah zat gizi dapat ditambahkan

tepung kecambah kedelai pada proses pembuatannya. Proses bahan makanan yang

dijadikan tepung dapat menambah masa ketahanan bahan makanan tersebut.

Sehingga jangka waktu penyimpanannya dapat lebih lama daripada sebelum

dijadikan tepung.

Kedelai dalam bentuk kering yang dikecambah mengalami peningkatan

protein dan dapat melipatgandakan jumlah vitamin A sebanyak 300% dan vitamin

C hingga 500-600% (Cahyadi, 2007), sedangkan menurut hasil penelitian

pengembangan formula MP-ASI tepung pisang awak dengan kecambah kedelai

yang dilakukan oleh Jumirah & Fitri (2013), ternyata mampu meningkatkan

kandungan zat gizi terutama serat (7,5%), karbohidrat (54,43%), energi (400,27

kkal), lemak (10%), dan protein (17,85%). Selain itu campuran tepung pisang

awak dan kecambah kedelai mengandung sejumlah zat prebiotik yaitu Inulin

sebesar 3,53%, Frukto Oligo Sakarida (FOS) sebesar 2,72 dan Galakto Oligo

Sakarida (GOS) sebesar 0,36.

Sejalan dengan fenomena diatas penulis tertarik membuat biskuit dengan

substitusi tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai. Hal ini didasarkan

pada kandungan gizi dari tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai yang

hanya dari zat gizi makro tetapi juga zat gizi mikro. Selain itu jenis bahan

makanan ini belum banyak dimanfaatkan menjadi biskuit, khususnya terkait


(25)

5

1.2.Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kandungan gizi

dan daya terima biskuit substitusi tepung pisang awak masak (Musa paradisiaca

var. awak) dan kecambah kedelai (Glycine max ). 1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui kandungan gizi dan daya terima biskuit dengan substitusi

tepung pisang awak masak (Musa paradisiaca var. awak) dan kecambah kedelai

(Glycine max).

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui karakteristik biskuit dengan substitusi tepung pisang awak masak

(Musa paradisiaca var. awak), tepung kecambah kedelai (Glycine max), serta

tepung pisang awak dan tepung kecambah kedelai.

2. Mengetahui nilai gizi biskuit yaitu karbohidrat, protein, lemak, kadar air, dan

kadar abu dengan substitusi tepung pisang awak masak (Musa paradisiaca

var. awak) dan kecambah kedelai (Glycine max).

3. Mengetahui daya terima biskuit yang di substitusi tepung pisang awak masak

(Musa paradisiaca var. awak) dan kecambah kedelai (Glycine max).

1.4.Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang penganekaragaman suatu

produk tepung pisang awak masak (Musa paradisiaca var. awak) dan


(26)

2. Memberikan informasi nilai gizi dan proses pembuatan biskuit dengan

subtitusi tepung pisang awak (Musa paradisiaca var. awak) dan kecambah

kedelai (Glycine max).

3. Sebagai salah satu usaha penganekaragaman pengolahan pangan agar tahan

lama.

4. Alternatif untuk mengurangi pemakaian tepung terigu sebagai bahan dasar


(27)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit

Biskuit adalah produk makanan kering yang dibuat dengan memanggang

adonan yang mengandung bahan dasar terigu, lemak, dan bahan pengembang

dengan atau tanpa penambahan bahan makanan tambahan lain yang diijinkan

(SNI, 1992). Berdasarkan SNI. 01.2973.1992 biskuit dapat dikelompokkan

menjadi beberapa jenis seperti berikut ini:

1. Biskuit Keras

Biskuit keras adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, berbentuk

pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar

lemak tinggi atau rendah.

2. Biskuit Crackers

Crackers adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalaui proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya mengarah ke

asin dan renyah, serta bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis.

3. Cookies

Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang

padat.

4. Wafer

Wafer adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar,


(28)

Biskuit pada umumnya berwarna coklat keemasan, permukaan agak licin,

bentuk dan ukurannya seragam, crumb berwarna putih kekuningan, kering, renyah

dan ringan serta aroma yang menyenangkan. Bahan pembentuk biskuit dapat

dkelompokkan menjadi dua jenis yaitu bahan pengikat dan bahan perapuh. Bahan

pengikat terdiri dari tepung, air, padatan dari susu dan putih telur. Bahan pengikat

berfungsi untuk membentuk adonan yang kompak.Bahan perapuh terdiri dari gula,

shortening, bahan pengembang, dan kuning telur dikutip oleh (Mervina, 2009)

dalam (Matz, 1978).

Biskuit yang secara umum berlaku di Indonesia memiliki syarat mutu

biskuit menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992) seperti pada

tabel 2.1.

Tabel 2.1. Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992

No Kriteria Uji Klasifikasi

1. Air Maksimum 5%

2. Protein Minimum 6%

3. Lemak Minimum 9,5%

4. Karbohidrat Minimum 70%

5. Abu Maksimum 2%

6. Logam Berbahaya Negatif

7. Serat Kasar Maksimum 0,5%

8. Kalori (kal/100 gr) Minimum 400

9. Jenis Tepung Terigu

10. Bau dan Rasa Normal

11. Warna Normal

Sumber: Standar Nasional Indonesia (1992) 2.1.1. Kandungan Gizi Biskuit

Biskuit dikonsumsi oleh seluruh kalangan usia, baik balita hingga dewasa

namun memiliki jenis yang berbeda. Biskuit yang beredar dipasaran memiliki


(29)

9

karbohidrat dan lemak yang tinggi sedangkan protein yang relatif rendah.

Kandungan gizi biskuit yang di wajibkan Standar Nasional Indonesia adalah

sebagai berikut terdapat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2. Komposisi Zat Gizi Biskuit per 100 Gram

Zat gizi Jumlah

Energy (kkal) 458

Protein (g) 6,9

Karbohidrat (g) 75,1

Lemak (g) 14,4

Vitamin A (IU) 0

Vitamin B1 (mg) 0.09

Vitamin C (mg) 0

Kalsium (mg) 62

Fosfor (mg) 87

Zat besi (mg) 3

Sumber: Standar Nasional Indonesia (1992)

Berbagai penelitian menjelaskan kandungan gizi biskuit, penelitian

Febrina (2012), yang berjudul pengaruh penambahan tepung wortel terhadap daya

terima dan kadar vitamin A pada biskuit. Berdasarkan penambahan tepung wortel

5%, 15%, 25% terlihat peningkatan kandungan vitamin A dibandingkan dengan

pembuatan biskuit dengan Tepung Terigu.

Pembuatan biskuit dengan penambahan tepung ceker ayam yang dilakukan

oleh Ramadhani (2014), menunjukkan semakin banyak tepung ceker ayam yang

ditambahkan dalam pembuatan biskuit maka semakin tinggi kandungan kalsium

pada biskuit. Kadar kalsium biskuit ceker ayam per 100 gram biskuit ceker ayam

15% yaitu 201,0 mg, pada biskuit ceker ayam 20% yaitu 237,9 mg, pada biskuit

ceker ayam 25% yaitu 313,6 mg. Dilihat dari hasil ini kadar kalsium pada biskuit ceker ayam meningkat sesuai dengan semakin tinggi konsentrasi tepung ceker


(30)

2.1.2. Bahan-Bahan Pembuatan Biskuit

Bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit dibedakan menjadi bahan

pengikat (binding material) dan bahan pelembut (tenderizing material). Bahan

pengikat terdiri dari tepung, air, susu bubuk, putih telur, sedangkan bahan

pelembut terdiri dari gula, lemak atau minyak (shortening), bahan pengembang,

dan kuning telur. Bahan-bahan pembuatan biskuit menurut Faridah (2008), yang

dikuitip oleh melisa (2013), antara lain:

1. Tepung terigu

Tepung terigu adalah bahan utama dalam pembuatan biskuit dan

mempengaruhi proses pembuatan adonan, fungsi tepung adalah sebagai struktur

biskuit. Sebaiknya dalam pembuatan biskuit menggunakan tepung terigu protein

rendah (8-9%). Jika menggunakan tepung terigu jenis ini akan menghasilkan kue

yang rapuh dan kering merata.

2. Gula

Gula dapat berfungsi untuk memberikan rasa manis, ada beberapa gula

yang dapat ditambahkan pada produk makanan diantaranya adalah sukrosa.

Sukrosa merupakan senyawa disakarida. Secara komersial, sukrosa diproduksi

dari tebu dan bit. Berat molekul sukrosa: 342,30 titik cairnya 186ºC.

3. Telur

Telur yang dipakai pada pembuatan kue kering bisa kuning telur, putih

telur atau keduanya. Kue yang menggunakan kuning telur saja akan lebih empuk,

sebaliknya bila menggunakan putih telur untuk memberi kelembaban, nilai gizi


(31)

11

4. Lemak

Lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit adalah yang

berasal dari lemak susu (butter) atau dari lemak nabati (margarine). Lemak

merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan biskuit. Di dalam

adonan, lemak memberikan fungsi shortening dan fungsi tesktur sehingga biskuit

menjadi lebih lembut. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai pemberi flavor.

5. Garam

Garam ditambahkan untuk membangkitkan rasa lezat bahan-bahan lain

yang digunakan dalam pembuatan biskuit. Sebenarnya jumlah garam yang

ditambahkan tergantung kepada beberapa faktor, terutama jenis tepung yang

dipakai. Tepung dengan kadar protein yang lebih rendah akan membutuhkan lebih

banyak garam karena garam akan memperkuat protein.

6. Bahan Pengembang

Kelompok leavening agents (pengembang adonan) merupakan kelompok

senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di dalam adonan. Salah satu

yang sering digunakan dalam pengolahan biskuit adalah baking powder. Baking

powder memiliki sifat cepat larut pada suhu kamar dan tahan selama pengolahan.

Fungsi bahan pengembang adalah untuk mengembangkan adonan, sehingga

menjadi ringan dan berpori, menghasilkan biskuit yang renyah dan halus

teksturnya.

7. Susu Bubuk

Susu yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah susu bubuk. Susu


(32)

protein tepung. Dalam pembuatan biskuit susu bubuk ini hanya digunakan sekitar

10 gram. Susu bubuk berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit

serta menambah nilai gizi produk.

2.1.3. Proses Pembuatan Biskuit

Dalam pembuatan biskuit yang baik menurut Muaris (2007), dalam buku

nya yang berjudul healthy cooking biskuit sehat, ada beberapa hal yang harus

diperhatikan, yaitu:

1. Pilih tepung berprotein rendah dengan jumlah yang tepat. Jumlah tepung yang

terlalu banyak akan membuat biskuit bertekstur keras. Sebaliknya, jika

tepungnya kurang akan menghasilkan biskuit yang tidak renyah.

2. Gula juga memegang peran penting, sebaiknya gula diganti dengan bahan

yang rendah kalori atau dimodifikasi dengan bahan yang mempunyai cita rasa

manis, misalnya gula dari buah-buahan.

3. Bahan lemak yang biasanya menggunakan margarin, mentega atau minyak.

Jumlah yang digunakan sesuai dengan kebutuhan kesehatan tubuh.

4. Telur merupakan bahan pokok dalam pembuatan biskuit, telur dapat

menggunakan bagian putih atau kuningnya saja. Jika kuningnya yang

digunakan, pilih telur yang dalam pembuatan biskuitnya rendah

kolesterolnya.

5. Bahan pemuai terkadang diperlukan dalam pembuatan kue kering. Bahan ini

dapat menjadikan kue bertambah renyah.

6. Bahan tambahan lain dapat dipadukan agar mengahsilkan kue yang


(33)

13

dan lain sebagainya. Sebaiknya pilih susu kedelai yang mempunyai banyak

manfaat sebagai penangkal radikal bebas penyebab kanker, menurunkan

kolesterol dalam darah, menghindari penyakit jantung koroner, mengurangi

tekanan darah tinggi, membantu, mengurangi keluhan pada masa menopause

dan mencegah osteoporosis.

Cara pembuatan biskuit menurut Purwadaria (2014), ditentukan oleh jenis

adonannya. Adonan yang lembek akan dibentuk dengan cara disendokkan atau

disemprit tetapi adonan yang kalis akan dibentuk dengan cara dicetak atau

dibentuk dengan tangan. Adapun resep pembuatan biskuit sebagai berikut:

1. Bahan:

a. 275 gram tepung terigu protein rendah

b. 225 gram margarin

c. 125 gram gula tepung

d. ¼ sendok teh garam

e. 1 kuning telur

f. 50 gram cornflake, dihaluskan

g. 25 gram susu bubuk

h. ½ sendok teh backing powder

2. Cara membuat biskuit, yaitu:

a. Kocok margarin, gula tepung, dan garam selama 2 menit. Masukkan

kuning telur.tambahkan cornflake aduh hingga rata.


(34)

c. Giling tipis adonan. Potong persegi panjang berukuran 3x5 cm. Tusuk

dengan garpu.

d. Letakkan adonan yang telah dicetak di loyang yang dioles tipis margarin.

e. Panggang dengan suhu 140ºC selama 25 menit sampai matang.

2.2.Pisang Awak

Pisang awak tergolong pisang yang dapat dimakan langsung setelah masak

maupun diolah terlebih dahulu. Pisang jenis ini memiliki panjang sekitar 15 cm

dengan diameter 3,7 cm. Dalam satu tandan, jumlah sisir ada 18 yang

masing-masing terdiri 11 buah. Bentuk buah lurus dengan pangkal bulat. Warna daging

buah putih kekuningan dengan kulit yang tebalnya 0,3 cm. Lamanya buah masak

dari saat berbunga adalah 5 bulan menurut Supriyadi dan Suyanti (2008), dikutip

oleh (Puspita, 2011).

Pisang Awak dalam keadaan matang (tua) dimanfaatkan masyarakat untuk

makanan tambahan bayi yang telah berusia 6 bulan dibeberapa daerah di

Indonesia. Seperti menurut hasil penelitian Puspita (2011), terdapat 83,3 persen

bayi di Desa Paloh Gadeng Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara

diberikan pisang awak dengan cara dilumatkan, dikerok dan terkadang dicampur

bersama nasi. Tradisi ini juga dilakukan oleh sebagian masyarakat di daerah

Provinsi Sumatra Utara. Siregar (2011), menemukan sebanyak 69,2 persen bayi di

wilayah kerja Puskesmas Kampung Baru Kecamatan Tanjung Balai Utara pernah

diberikan pisang awak sebagai MP-ASI. Pisang Awak yang belum matang

memiliki 21-25% zat tepung. Jika mengalami pemeraman atau telah matang pada


(35)

15

terdapat pada 100 gram pisang awak dan beberapa jenis pisang lainnya dapat

dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3. Komposisi Nilai Zat Gizi Pisang Awak dan Beberapa Jenis Pisang (setiap 100 gram Daging Buah)

Zat Gizi Jenis Pisang

Awak Ambon Mas Raja Raja Sereh

Protein(g) 1,2 1,2 1,4 1,2 1,2

Lemak(g) 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2

Karbohidrat (g) 22,2 25,8 33,6 31,8 31,1

Kadar air (g) 75,6 72 64,2 65,8 67

Kalsium (mg) 8 8 10 10 7

Besi (mg) 0,8 0,5 0,8 0,8 0,3

Vitamin A (IU) 126 146 79 950 112

Energi (kal) 95 99 127 120 118

Sumber: Munizar, 1998

2.2.1. Manfaat Pisang Awak

Pisang awak (Musa paradisiaca var. awak), merupakan buah yang

memiliki banyak manfaat, salah satunya sering dimanfaatkan sebagai makanan

untuk bayi karena pisang mudah dicerna, sehingga berpotensi untuk dijadikan

bahan dasar makanan pendamping ASI. Kandungan serat yang dapat membuat

perut merakan kenyang lebih lama. Kandungan air yang banyak pada pisang awak

dapat membantu proses metabolisme tubuh.

Didalam pisang terdapat beberapa vitamin seperti vitamin C yang terdapat

10 mg dalam satu buah pisang selain itu juga terdapat vitamin B. Pada dasarnya

vitamin berperan penting dalam tahap metabolisme energi, pertumbuhan dan

pemeliharaan tubuh. Vitamin C berperan dalam penyembuhan luka, patah tulang,

pendarahan dibawah kulit dan pendarahan di gusi (Almatsier, 2009)

Pemanfaatan pisang awak agar tahan lama dapat dilakukan dengan


(36)

Siagian (2011), proses pembuatan tepung pisang awak yang telah matang

dilakukakan dengan menambahkan tepung beras. Ini dilakukan agar

mempermudah proses pengeringan dan menghasilkan tepung yang berkualitas

baik dan buah pisang yang digunakan adalah pisang awak yang benar-benar

masak. Hasil penelitian memberikan kandungan karbohidrat, protein dan lemak

masing masing sebesar 61,7%, 5,65%, 1,02%, sedangkan kandungan air dan abu

pada tepung pisang awak masak adalah sebesar 5,90% dan 1,09%.

2.3.Kecambah Kedelai

Kacang kedelai termasuk bahan makanan yang mempunyai susunan zat

gizi yang lengkap dan mengandung hampir semua zat-zat gizi yang diperlukan

oleh tubuh manusia dalam jumlah yang cukup. Selain itu kedelai dapat juga

digunakan sebagai sumber lemak, vitamin, mineral dan serat menurut Koswara

(1995) dikutip oleh Jumirah (2010).

Taoge merupakan istilah untuk menyebut kecambah dari biji kacang hijau,

kacang tunggak, atau kedelai. Dalam proses perkecambahan, cadangan bahan

makanan diubah menjadi bentuk yang dapat digunakan, baik untuk tumbuhan

maupun manusia. Pada saat perkecambahan, terjadi hidrolisis karbohidrat, protein,

dan lemak menjadi senyawa yang lebih sederhana, sehingga mudah dicerna.

Taoge mengalami peningkatan jumlah protein dan vitamin, sedangkan kadar

lemaknya mengalami penurunan. Peningkatan zat gizi mulai tampak setelah 24-48

jam masa perkecambahan (Astawan, 2009).

Kandungan zat gizi pada kecambah kedelai menurut beberapa penelitian

seperti pada penelitian Nuri Andarwulan et al., yang dikutip oleh Jumirah (2013),

yang membuat kecambah kedelai menjadi tepung mengandung kadar air sebesar


(37)

17

karbohidrat sebesar 26,62%. Kandungan protein yang tinggi terdapat dalam

tepung kecambah kedelai. Pada tabel 2.5 terdapat perbandingan komposisi zat gizi

pisang awak dan kecambah kedelai.

Tabel 2.4. Komposisi Zat Gizi dalam Pisang Awak Masak dan Kecambah Kedelai Mentah dalam 100 g Bahan

Komposisi Gizi Pisang Awak Masak Kecambah Kedelai Mentah

Energi 92 122

Protein 1 13,1

Lemak 0,5 6,7

Karbohidrat 23,4 9,6

Serat 2,4 0,8

Vitamin:

Vit A 8 1

Vit C 9 15

Vit B1 0,05 0,34

Vit B2 0,1 0,12

Niacin 0,5 1,1

Vit B6 0,58 0,18

Folate 19 172

Vit B12 0 0

Pantotenat 0,26 0,93

Mineral:

Kalsium 6 67

Posfor 20 164

Magnesium 29 72

Kalium 396 484

Natrium 1 14

Zat besi (Fe) 0,3 2,1

Seng (Zink) 0,2 1,2

Tembaga (Cu) 0,1 0,43

Mangaan (Mn) 0,15 0,7

Asam Amino Esensial:

Triptofan 12 159

Treonin 34 503

Iso leusin 33 580

Leusin 71 938

Lisin 48 752

Metionin 11 138

Sistein 17 157

Fenil alanin 38 641

Tirosin 24 477

Valin 47 620

Arginin 47 905

Histidin 81 348


(38)

2.3.1. Manfaat Kecambah Kedelai

Bentuk kecambah mempunyai vitamin lebih banyak dibandingkan dengan

bentuk bijinya. Selama pembentukan kecambah, kadar vitamin B meningkat 2,5

sampai 3 kali lipat. Demikian juga dengan vitamin E, mengalami peningkatan dari

24-230 mg per 100 gram biji kering menjadi 117-662 mg per 100 g kecambah.

Vitamin C yang tidak terdapat dalam biji kedelai, mulai terbentuk pada hari

pertama berkecambahan hingga mencapai 12 mg per 100 gram setelah 48 jam

(Gunawan, 2009).

Protein yang terkandung di dalam kecambah kedelai dapat menjadi salah

satu pembentuk antibodi di dalam tubuh. Tingginya tingkat kematian pada anak

yang menderita gizi kurang atau gizi buruk disebabkan menurunnya daya tahan

tubuh terhadap penyakit. Sementara itu adanya protein yang tinggi didalam tubuh

dapat mengangkut zat-zat gizi dari saluran cerna kedalam darah, dari darah ke

jaringan-jaringan, dan melalui membran sel kedalam sel-sel. (Almatsier, 2009).

Kedelai merupakan kacang-kacangan yang bermanfaat bagi kesehatan.

Kedelai memiliki kadar protein yang tinggi yaitu rata-rata 35% bahkan pada

varietas unggul dapat mencapai 40-44%. Protein kedelai memiliki susunan asam

amino esensial yang lengkap, serta daya cerna yang sangat baik. Asam amino

pada kedelai adalah metionin dan sistein sedangkan lisin dan treonin sangat tinggi.

Kedelai juga mengandung lemak 18-20%, 85% diantaranya merupakan asam

lemak tidak jenuh. Lemak kedelai mengandung asam lemak esensial yaitu asam

linoleat (omega 6) serata asam linolenat (omega 3) sehingga memberi pengaruh


(39)

19

2.4.Penilaian Uji Daya Terima

Penilaian organoleptik yang disebut juga penilaian indera atau penilaian

sensorik. Metode penilaian ini banyak digunakan karena dapat dilaksanakan

dengan cepat dan langsung. Dalam beberapa hal, penilaian dengan indera

memiliki ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan alat ukur yang paling

sensitif menurut Soekarto (1985) yang dikutip oleh Susiwi (2009).

Salah satu cara pengujian organoleptik adalah dengan metode uji

pencicipan. Uji pencicipan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau

kualitas suatu bahan yang disukai. Pada uji pencicipan dapat dilakukan

menggunakan panelis yang belum berpengalaman. Dalam kelompok uji

pencicipan ini termasuk uji kesukaan (hedonik).

1. Warna

Faktor yang mempengaruhi suatu bahan makanan antara lain tekstur,

warna, cita rasa, dan nilai gizinya. Sebelum faktor-faktor yang lain

dipertimbangkan secara visual. Faktor warna lebih berpengaruh dan

kadang-kadang sangat menentukan suatu bahan pangan yang dinilai enak, bergizi dan

teksturnya sangat baik, tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak

indah dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang

seharusnya.

2. Aroma

Aroma dapat didefinisikan sebagai suatu yang dapat diamati dengan indera

pembau untuk data menghasilkan aroma, zat harus dapat menguap, sedikit larut


(40)

pembau dalam hidung bersama-sama dengan udara. penginderaan cara ini

memasyarakatkan bahwa senyawa berbau bersifat atsiri.

3. Tekstur

Tekstur adalah faktor kualitas makanan yang paling penting, sehingga

memberikan kepuasan terhadap kebutuhan kita. Oleh indera itu, kita menghendaki

makanan yang mempunyai rasa dan tekstur yang sesuai dengan yang kita

harapkan, sehingga bila kita membeli makanan, maka pentingnya nilai gizi

biasanya ditempatkan pada mutu setelah harga, tekstur dan rasa.

4. Rasa

Rasa merupakan faktor yang cukup penting dari suatu makanan.

Komponen yang dapat menimbulkan rasa yang diinginkan tergantung senyawa

penyusunnya. Umumnya bahan pangan tidak hanya terdiri dari satu macam rasa

yang terpadu sehingga menimbulkan cita rasa makanan yang utuh. Perbedaan

penilaian penelis terhadap rasa dapat diartikan sebagai penerimaannya terhadap

flavor atau cita rasa yang dihasilkan oleh kombinasi bahan yang digunakan.

Pada uji hedonik, panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang

kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan. Disamping panelis mengemukakan

tanggapan suka, senang atau kebalikannya, mereka juga mengemukaan tingkat

kesukaannya. Tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Skala hedonik dapat

direntangkan atau diciutkan menurut skala rentangan yang dikehendaki. Skala

hedonik dapat juga diubah menjadi skala numerik dengan angka mutu menurut


(41)

21

2.5. Panelis

Menurut Rahayu (1998), yang dikuitip oleh Melisa (2013), dalam

penilaian organoleptik dikenal tujuh macam panel, yaitu panel perseorangan,

panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih, panel tidak terlatih, panel

konsumen dan panel anak-anak. Perbedaan ketujuh panel tersebut didasarkan pada

keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik.

1. Panel Perseorangan

Panel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan

spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang

sangat intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara

pengolahan bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisa

organoleptik dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah

kepekaan tinggi, bisa dapat dihindari, penilaian efisien. Panel perseorangan

biasanya digunakan untuk mendeteksi penyimpangan yang tidak terlalu banyak

dan mengenali penyebabnya.

2. Panel Terbatas

Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi

sehingga bias lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik

faktor-faktor dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan

pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir.

3. Panel Terlatih

Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup


(42)

latihan-latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau

spesifik.

4. Panel Agak Terlatih

Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumya dilatih untuk

mengetahui sifat-sifat tertentu. Panel agak terlatih dapat dipilih dari kalangan

terbatas dengan menguji datanya terlebih dahulu. Sedangkan data yang sangat

menyimpang boleh tidak digunakan dalam keputusannya.

5. Panel Tidak Terlatih

Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih

berdasarkan jenis suku-suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panel tidak

terlatih hanya diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana

seperti sifat kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan. Panel

tidak terlatih biasanya terdiri dari orang dewasa dengan komposisi panelis pria

sama dengan panelis wanita.

6. Panel Konsumen

Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada

target pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan

dapat ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.

7. Panel Anak-anak

Panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia 3-10

tahun. Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis dalam penilaian

produk-produk pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan sebagainya.


(43)

23

atau dengan bermain bersama, kemudian dipanggil untuk diminta responnya

terhadap produk yang dinilai dengan alat bantu gambar seperti boneka snoopy

yang sedang sedih, biasa atau tertawa.

2.6. Kerangka Konsep

Gambar 2.1. Kerangka Konsep

Bagan di atas menunjukkan bagaimana tepung pisang awak dan kecambah

kedelai dimodifikasi menjadi biskuit mempengaruhi daya terima dengan penilaian

berdasarkan indikator warna, aroma, rasa serta tekstur dan kandungan gizi biskuit. Cita rasa biskuit (aroma, rasa, warna dan

tekstur)

Kandungan zat gizi biskuit Biskuit

Tepung kecambah kedelai

Tepung pisang awak


(44)

24 BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

menggunakan rancangan penelitian acak lengkap yang terdiri dari dua faktor yaitu

tepung pisang awak masak dan tepung kecambah kedelai dengan 3 perlakuan

dengan symbol A1, A2, dan A3 yang semuanya diulang sebanyak 2 kali pada saat

proses pembuatan biskuit tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai

dengan maksud untuk memperkecil error atau kesalahan yang mungkin terjadi

pada saat penimbangan bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit.

Tabel 3.1. Rincian Perlakuan

Perlakuan Ulangan (U)

1 2

A1 Y11 Y21

A2 Y12 Y22

A3 Y13 Y23

Keterangan :

A1 : Penambahan tepung terigu 60% dan tepung pisang awak masak 40%

A2 : Penambahan tepung terigu 60% dan kecambah kedelai 40%

A3 : Penambahan tepung terigu dengan tepung pisang awak 20% dan

kecambah kedelai 20%

Y11 : Perlakuan A1 pada ulangan ke-1

Y21 : Perlakuan A1 pada ulangan ke-2

Y12 : Perlakuan A2 pada ulangan ke-1

Y22 : Perlakuan A2 pada ulangan ke-2


(45)

25

Y23 : Perlakuan A3 pada ulangan ke-2

3.2.Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian pembuatan biskuit dilakukan di Laboratoriun FKM USU.

Pengujian zat gizi dilakukan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan.

Pelaksanaan uji daya terima dilakukan di posyandu Namogajah Kecamatan

Medan Tuntungan. Lokasi ini dipilih berdasarkan observasi yang telah dilakukan

sebelumnya menunjukkan terdapat balita yang mengalami kurang gizi dan

terdapat balita yang jarang mengkonsumsi tambahan makanan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Juni 2015.

3.3.Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah biskuit dengan perbandingan tepung terigu

dengan tepung pisang awak 60% : 40%, tepung terigu dengan kecambah kedelai

sebesar 60%:40%, dan tepung terigu dengan tepung pisang awak dan kecambah

kedelai 60% : 20% : 20%.

3.4.Defenisi Operasional

1. Biskuit adalah makanan kering yang dibuat dengan memanggang adonan

yang mengandung bahan dasar tepung terigu dan tepung pisang awak dan

kecambah kedelai, lemak, bahan pengembang, dan penambahan bahan

makanan lain yang diizinkan.

2. Daya terima biskuit adalah tingkat kesukaan panelis terhadap biskuit dengan


(46)

biskuit meliputi indikator warna, tekstur, aroma dan rasa yang dilakukan pada

anak balita dan ibu balita.

3. Warna adalah corak rupa yang dihasilkan oleh biskuit tepung pisang awak

dan kecambah kedelai yang dirasakan secara subyektif oleh indera

penglihatan.

4. Rasa adalah daya terima panelis terhadap biskuit tepung pisang awak dan

kecambah kedelai yang dirasakan secara subyektif oleh indra pengecap.

5. Aroma adalah bau khas yang dihasilkan oleh biskuit tepung pisang awak dan

kecambah kedelai yang dibedakan oleh indra pencium.

6. Tekstur adalah konsistensi atau kerenyahan dari biskuit tepung pisang awak

dan kecambah kedelai yang diukur secara subyektif oleh indra pengecap.

3.5.Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven,

timbangan, pisau, baskom atau wadah, loyang, blender, mixer, sendok, ayakan

tepung, talam, cetakan biskuit. Sedangkan alat yang digunakan dilaboratorium

untuk melihat komposisi energi, protein, lemak, kadar abu dan kadar air

digunakan erlenmeyer 500 ml, pipet volume 50 ml, pendingin tegak, hot place,

corong Buchner, tabung reaksi, kertas saring, pompa, beaker glass, batang

pengaduk, oven desikator, cawan petri.

Bahan yang digunakan untuk melakukan penelitian kadar protein, lemak,

kadar air, kadar abu, dan karbohidrat terdiri dari: aquadest, campuran selenium,

HBO3, NaOH 30 %, H2SO4, H2BO3 2%, NaOH 30%, HBO3 2%, H2BO4 0,2 N,


(47)

27

penggunaan bahan dipilih yang berkualitas baik, tidak rusak, tidak berubah warna

dan tidak kadaluarsa. Jenis dan ukuran bahan yang digunakan dapat dilihat pada

tabel 3.2.

Tabel 3.2. Jenis dan Ukuran Bahan Pembuatan Biskuit dengan Tepung Pisang Awak Masak dan Kecambah Kedelai

Jenis Bahan Kelompok Eksperimen

A1 A2 A3

Tepung Terigu 150 gram 150 gram 150 gram

Tepung Pisang Awak 100 gram 0 gram 50 gram

Tepung Kecambah Kedelai 0 gram 100 gram 50 gram

Mentega 100 gram 100 gram 100 gram

Tepung Maizena 25 gram 25 gram 25 gram

Kuning telur 2 butir 2 butir 2 butir

Gula 50 gram 50 gram 50 gram

Susu bubuk 25 gram 25 gram 25 gram

Backing powder 1/2 sdt 1/2sdt 1/2sdt

Keterangan

Berat total dari bahan utama = 250 gram

A1 : tepung terigu 60% tepung pisang awak 40%

A2 : tepung terigu 60% kecambah kedelai 40%

A3 : tepung terigu 60% tepung pisang awak masak 20% dan kecambah kedelai

20%

Pada pembuatan biskuit penulis telah melakukan beberapa perbandingan

perlakuan dimana hasil yang didapat menunjukkan perbedaan dari aroma.

Percobaan pembuatan biskuit yang telah dilakukan sebelumnya adalah dengan

penambahan 60% dan 70% tepung kecambah kedelai. Pada aroma yang dihasilkan

kurang enak, sehingga dilakukan penambahan lebih banyak pada tepung terigu

sebesar 60% dan penambahan tepung pisang awak sebesar 40% sedangkan


(48)

ketiga tepung terigu 60% tepung terigu dan masing masing 20% untuk

penambahan tepung pisang awak dan tepung kecambah kedelai. Tepung terigu

yang digunakan sebanyak 60% merupakan perbandingan yang paling tepat

menurut penulis pada pembuatan biskuit dengan substitusi tepung pisang awak

masak dan kecambah kedelai.

3.6. Tahapan Penelitian

3.6.1. Prosedur Pembuatan Tepung Pisang Awak

Tahapan pembuatan tepung pisang awak dapat dilihat dari gambar 3.1

dibawah ini

Gambar 3.1. Skema Pembuatan Tepung Pisang Awak Pisang Awak Masak

Pengupasan Kulit dan dibuang bijinya

Dihaluskan dengan blender

Penambahan Tepung Beras

Pengeringan

Penggilingan/Penepungan

Pengayakan


(49)

29

Penggunaan pisang dalam proses pembuatan tepung pisang dipilih pisang

awak yang telah matang dan tidak busuk. Pisang awak matang memiliki ciri-ciri

tekstur yang lunak, kulit pisang berwarna kuning dan memiliki bintik-bintik

hitam. Pada proses pembuatan tepung kulit dan bijinya dibuang. Dihaluskan

dengan blender sampai membentuk pasta pisang, setelah itu ditambahkan tepung

beras dengan perbandingan 2:1. Penggunaan tepung beras dipilih agar pisang

awak dapat dibuat menjadi tepung pisang karena pisang awak yang telah matang

tidak dapat dibuat menjadi tepung karena tekstur yang terlalu lunak. Setelah

ditambahkan tepung beras dilakukan pengeringan di Oven dengan suhu 55-60º

Celsius selama 48 jam. Kemudian digiling dan diayak sehingga menjadi tepung.

3.6.2. Prosedur Pembuatan Tepung Kecambah Kedelai

Tahapan pembuatan tepung kecambah kedelai dapat dilihat dari gambar

3.2 dibawah ini.

Gambar 3.2 Skema Pembuatan Tepung Kecambah Kedelai Kacang Kedelai

Perendaman

Pemeraman

Kecambah Kedelai

Pengeringan

Penggilingan/Penepungan

Pengayakan


(50)

Kacang kedelai yang digunakan adalah kacang kedelai yang berkualitas

baik dan tidak busuk. Kacang kedelai dicuci dan direndam didalam wadah selama

1 hari. pada suhu 30ºC kemudian dilakukan pemeraman selama 2 hari. Pada

proses pemeraman digunakan daun pisang sebagai penutup setiap 6 jam sekali

dilakukan penyiraman dengan air. Setelah menjadi kecambah kedelai dikeringkan

di oven dengan suhu 55-60ºC. Agar menjadi tepung digiling dan dilakukan

pengayakan.

3.6.3. Proses Pembuatan Biskuit

Tahapan pembuatan biskuit tepung pisang awak dan kecambah kedelai

dapat dilihat dari gambar 3.1 dibawah ini

Gambar 3.3 Diagram Proses Pembuatan Biskuit Aduk menggunakan mixer

Kuning Telur 2 butir Mentega 100 gr

Gula 50 gr

Tepung terigu 150 gr Tepung pisang awak 100 gr

Susu bubuk 25 gr Tepung maizena 25 gr backing powder 1/2sdt

Tepung terigu 175 Tepung pisang awak 50gr

Tepung kecambah kedelai 50 gr Susu bubuk 25 gr Tepung Maizena 25 gr backing powder 1/2sdt Tepung terigu 150 gr

Tepung Kecambah Kedelai 100 gr Susu bubuk 25 gr Tepung maizena 25gr backing powder 1/2sdt

Pengadukan dilakukan sehingga terbentuk adonan yang rata


(51)

31

Bagan di atas menjelaskan tahapan tahapan pembuatan biskuit dengan

perbandinga 60% : 40% tepung pisang awak, 60% : 40% tepung kecambah

kedelai, dan 60% : 40% tepung pisang awak dan kecambah kedelai dari berat

bahan dasar 250 gram. Prosedur pembuatan biskuit dengan substitusi tepung

pisang awak dan kecambah kedelai dilakukan dengan beberapa tahap yaitu tahap

persiapan, tahap pelaksanaan, tahap penyelesaian.

1. Tahap Persiapan

a. Menyiapkan semua alat, bahan utama dan bahan tambahan yang

diperlukan dalam pembuatan biscuit.

b. Menimbang bahan bahan yang diperlukan dalam pembuatan biskuit.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan pembuatan biskuit meliputi tahap pencampuran,

pembentukan dan pengovenan.

a. Pencampuran

1) Kuning telur, mentega dan gula halus dicampur dengan

menggunakan mixer selama 2 menit setelah itu tambahkan tepung

terigu.

2) Setelah itu tambahkan Tepung pisang awak dan kecambah kedelai,

susu bubuk, tepung maizena dan backing powder

b. Pembentukan atau pencetakan

1) Adonan dicetak dengan cetakan.


(52)

c. Pemanggangan atau pengovenan

Adonan yang telah dibentuk kemudian dimasukkan dalam oven yang

sudah di panaskan dengan suhu 120ºC, oven yang digunakan adalah oven

dengan api bawah kemudian dipanggang selama 20-30 menit

d. Pengangkatan atau pendinginan

Setelah biskuit matang kemudian diangkat dan dikeluarkan dari oven

dalam keadaan masih lembek karena setelah dingin akan menjadi kera /

renyah.

3. Tahap penyelesaian

a. Biskuit dimasukkan dalam kemasan sesuai dengan kelompoknya.

Pengemasan dilakukan setelah biskuit dingin.

b. Dilakukan uji organoleptik biskuit (aroma, warna, rasa, dan tekstur). Uji

organolepti dilakukan dengan menggunakan panelis.

3.7.Penilaian Uji Daya Terima

Penilaian secara subjektif dilakukan dengan uji organoleptik. Uji

organoleptik adalah penilaian yang menggunakan indera. Jenis uji organoleptik

yang digunakan adalah uji kesukaan atau hedonik menyatakan suka atau tidaknya

terhadap suatu produk. Dalam penelitian ini ibu dari balita berperan dalam menilai

daya terima berdasarkan indikator warna, rasa, tekstur dan aroma, karena ibu

balita yang memahami bagaimana kesukaan anaknya sehingga dapat

diberitahukan kepada penulis daya terima dari balita yang dijadikan sebagai


(53)

33

Uji hedonik adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat

daya terima konsumen dengan mempergunakan skala hedonik sembilan titik

sebagai acuan, namun mempermudah penelis dan peneliti skala ini diperkecil

menjadi 3 tingkatan dengan skor yang paling rendah adalah 1 dan skor yang

paling tinggi adalah 3. Berdasarkan tingkatannya, tingkat penerimaan konsumen

dapat diketahui sesuai dengan tabel 3.3 berikut :

Tabel 3.3. Tingkat Penerimaan Panelis Pada Uji Hedonik

Organoleptik Skala Hedonik Skala Numerik

Warna Suka

Kurang Suka Tidak Suka

3 2 1

Aroma Suka

Kurang suka Tidak suka

3 2 1

Rasa Suka

Kurang Suka Tidak Suka

3 2 1

Tekstur Suka

Kurang Suka Tidak Suka

3 2 1

1. Panelis

Untuk penilaian kesukaan atau analisa sifat sensoris suatu komoditi

diperlukan alat instrumen, alat yang digunakan terdiri dari orang atau kelompok

orang yang disebut panel, orang yang bertugas sebagai panel disebut panelis. Jenis

panelis yang digunakan dalam penelitian ini adalah panelis tidak terlatih dan

panelis anak-anak sebanyak 30 orang. Panelis tidak terlatih yaitu ibu dari balita

dimana ibu menilai biskuit berdasarkan indikator rasa, aroma, tekstur, dan warna.

Penilaian uji daya terima pada balita dilihat dari seberapa banyak biskuit


(54)

mengontrol balita yang dijadikan panelis pada saat uji daya terima berlangsung.

Balita yang dijadikan panelis belum dapat menilai berdasarkan indikator yang

telah ditentukan maka pada ibu dari balita diminta untuk menilai dan

mendampingi saat uji daya terima berlangsung. Syarat balita dan ibu yang akan

menjadi panelis adalah sebagai berikut:

a. Balita berumur 3-4 tahun atau yang belum memasuki usia genap 5 tahun.

b. Tidak sedang mengalami sakit baik balita maupun ibunya.

c. Tidak dalam keadaan kenyang ataupun lapar.

2. Pelaksanaan Penilaian a. Waktu dan Tempat

Penilaian uji daya terima terhadap biskuit dengan substitusi tepung pisang

awak dan kecambah dilaksanakan di Posyandu Namogajah Kecamatan Medan

Tuntungan.

b. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah biskuit tepung pisang awak masak,

kecambah kedelai dan campuran tepung pisang awak dan kecambah kedelai.

Sedangkan alat yang digunakan adalah formulir penilaian, alat tulis dan air minum

dalam kemasan.

3. Langkah-langkah Pada Uji Daya Terima

a. Mempersilahkan panelis untuk duduk di ruangan yang telah disediakan.

b. Membagikan sampel sesuai variasi, air minum dalam kemasan, formulir


(55)

35

c. Memberikan penjelasan singkat kepada panelis tentang cara memulai dan

cara pengisian formulir.

d. Memberikan kesempatan kepada panelis untuk memberikan penilaian pada

lembar fomulir penilaian.

e. Mengumpulkan formulir yang telah diisi oleh panelis.

f. Setelah formulir penilaian dikumpulkan kemudian dianalisis dengan

menggunakan analisa deskriptif.

3.8.Analisis Proksimat

Pada analisis proksimat dilakukan uji laboratorium yang dilaksanakan di

Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan. Biskuit yang telah dibuat dengan 3

perlakuan di uji kadar Protein, lemak, kadar abu, kadar air dan karbohidrat.

Ukuran biskuit yang digunakan sebanyak 2 gram dengan dua kali percobaan

setiap satu formula biskuit. Ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kesalahan.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pengujian adalah

sebagai berikut:

3.8.1. Uji Protein Cara kerja:

1. Timbang seksama 0,51 g sampel, masukkan ke dalam labu Kjeldhal 100 ml.

2. Tambahkan 2 gr campuran selen dan 25 ml H2SO4 pekat.

3. Panaskan di atas pemanas listrik atau api pembakar sampai mendidih dan

larutan menjadi jernih kehijau-hijauan (sekitar 2 jam).

4. Biarkan dingin, kemudian encerkan dan masukkan ke dalam labu ukur 100


(56)

5. Pipet 5 ml larutan dan masukkan ke dalam alat penyuling, tambahkan 5 ml

NaOH 30%.

6. Sulingkan selama lebih kurang 10 menit, sebagai penampung gunakan 10 ml

larutan asam borat 2 % yang telah dicampur indikator.

7. Bilasi ujung pendingin dengan air suling.

8. Titar dengan larutan HCl 0,01 N.

9. Kerjakan penetapan blanko.

Perhitungan :

Keterangan:

w : bobot contoh

: volume HCl 0,01 N yang digunakan penitrasi contoh

: volume hcl yang digunakan penitrasi blanko

N : normalitas HCl

fk : faktor konversi untuk protein dari makanan secara umum 6,25 susu & hasil

olahannya: 6,38 mentega kacang: 5,46

fp : faktor pengenceran

3.8.2. Uji Lemak Cara kerja:

1. Timbang dengan teliti 1-2 gr sampel, lalau dimasukkan kedalam tabung

reaksi berskala 10 ml, ditambahkan kloroform mendekati skala.

2. Kemudian ditutup rapat, dikocok dan dibiarkan semalam, himpitkan dengan


(57)

37

lalu dikocok hingga hommogen kemudian disaring dengan kertas saring

kedalam tabung reaksi.

3. Dipipet 5cc kedalam cawan yang telah ketahui beratnya (a gram) lalu

diovenkan suhu 1000C selama 3 jam.

4. Dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang (b

gram).

5. Dihitung kadar lemak kasar dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

w : bobot contoh dalam gram

: bobot lemak sebelum ekstraksi dalam gram

: bobot labu lemak sesudah ekstraksi

3.8.3. Uji Kadar Abu Cara kerja:

1. Cawan pengabuan dibakar dalam tanur kemudian didinginkan selama 3-5

menit lalu ditimbang.

2. Ditimbang dengan cepat kurang lebih 2 gr sampel yang sudah dihomogenkan

dalam cawan.

3. Dimasukkan dalam cawan petri pengabuan kemudian dimasukkan kedalam

tanur dan dibakar sampar didapat abu-abu atau sampai beratnya tetap.

4. Bahan didinginkan kemudian ditimbang.


(58)

Keterangan:

w : bobot contoh sebelum diabukan

: bobot contoh + cawan sesudah diabukan

: bobot cawan kosong

3.8.4. Uji Kadar Air Cara kerja:

1. Cawan kosong yang tutupnya dikeringkan dalam oven selam 15 menit.

2. Ditimbang dengan cepat kurang lebih 2 gr sampel yang sudah dihomogenkan

dalam cawan.

3. Dimasukkan dalam cawan kemudian dimasukkan ke oven selam 3 jam.

4. Cawan didinginkan selama 3-5 menit. Setelah dingin bahan ditimbang

kembali.

5. Bahan dikeringkan kembali didalam oven 30 menit sampai diperoleh berat

yang tetap.

6. Bahan didinginkan kemudian ditimbang sampai diperoleh berat yang tetap.

7. Dihitung kadar dengan rumus:

Keterangan:

w : bobot cuplikan sebelum dikeringkan


(59)

39

3.8.5. Uji Karbohidrat

Kandungan karbohidrat dihitung secara perbedaan antara jumlah

kandungan air, protein, lemak dan abu dengan 100.

Rumus % karbohidrat (g/100g) = 100% – (% protein + lemak + abu + air) 3.9.Pengolahan dan Analisis Data

Data yang sudah dikumpulkan, diolah secara manual kemudian dianalisis

dengan menggunakan analisis deskriptif. Analisis deskriptif persentase ini

digunakan untuk mengkaji reaksi panelis terhadap suatu bahan yang diujikan.

Untuk mengetahui tingkat kesukaan dari panelis dilakukan analisis deskriptif

kualitatif persentase yaitu kualitatif yang diperoleh dari panelis harus dianalisis

dahulu untuk dijadikan data kuantitatif. Skor nilai untuk mendapatkan persentase

dirumuskan sebagai berikut (Ali, 1992):

% = n/N x 100

Keterangan :

% = skor presentase

n = jumlah skor yang diperoleh

N = skor ideal (skor tertinggi x jumlah panelis)

Untuk mengubah data skor persentase menjadi nilai kesukaan konsumen,

analisinya sama dengan analisis kualitatif dengan nilai yang berbeda, yaitu

sebagai berikut:

Nilai tertinggi = 3 (suka)

Nilai terendah = 1 (tidak suka)


(60)

Jumlah panelis = 30 orang

a. Skor maximum = jumlah panelis x nilai tertinggi

= 30 x 3

= 90

b. Skor minimum = jumlah panelis x nilai terendah

= 30 x 1

= 30

c. Persentase maksimum = skor maksimum/skor maksimum x 100%

= 100%

d. Persentase Minimum = Skor minimum/skor Maksimum x 100%

= 33,3%

e. Rentangan = Persentase maximum – Persentase minimum = 100% - 33,3%

= 66,7%

f. Interval presentase = Rentangan : Jumlah kriteria

= 66,7% : 3

= 22,23%

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka dapat dibuat interval


(61)

41

Tabel 3.4. Interval Persentase dan Kriteria Kesukaan

Persentase % Kriteria Kesukaan

74 – 100 Suka

48 – 73 Kurang suka

33 – 47 Tidak suka

Setelah mengetahui bagaimana penerimaan panelis terhadap biskuit tepung

pisang awak dan kecambah kedelai, langkah selanjutnya adalah mengetahui ada

atau tidaknya perbedaan pada organoleptik biskuit dengan berbagai konsentrasi

tepung pisang awak dan kecambah kedelai, maka dapat dilakukan beberapa

tahapan uji, yaitu:

1. Uji Barletts, dilakukan untuk menguji kesamaan varians populasi.

2. Uji Anova, dilakukan apabila varians populasi dimana sampel ditarik adalah

sama (homogen).

3. Uji Kruskal Wallis, dilakukan apabila varians populasi dimana sampel ditarik

adalah tidak sama (heterogen).

Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan pada uji barletts adalah :

1. Siapkan tabel penolong sedemikian rupa, dan tabel penolong ini juga akan


(62)

Tabel 3.5. Tabel Penolong Untuk Uji Barlett

Subjek Pengamatan Kelompok Perlakuan

1 2 ... K

1 x11 x12 ... x1k

2 x21 x22 ... x2k

... .... ... ... ...

N xn1 xn2 ... xnk

Jumlah pengamatan n2 n2 ... nk b

i 1 nj

Jumlah data b

i 1 1 o x b i 1 2 o x ... b i 1 ok x b i 1 k j xij 1 Jumlah kuadarat data b

i 1 2 1 o x b i 1 2 2 o x ... b i 1 2 ok x b i 1 k j ij x 1 2

Varians (Ragam) 2

1

S S22 ...

2 k S k j j S 1 2 Rata-rata 1

x x2 ... xk

2. Pasangan hipotesis :

Ho : data populasi homogen

Ha : sekurang-kurangnya ada dua varians populasi yang tidak sama (data

populasi tidak homogen

3. Sebaran Barlett (bh) :

2 1

S S22

2 k

S njk

1 k j j S 1 2

4. Koefisien sebaran Barlett (bc) :

k

j j n 1

5. Daerah kritis : tolak Ho, jika bh < bc


(63)

43

a. Jika hasil analisis statistik menunjukkan Ho diterima, artinya varians data

populasi darimana data sampel ditarik seragam (homogen).

b. Jika hasil analisis statistik menunjukkan Ho ditolak, artinya data populasi

dari mana data sampel ditarik tidak seragam (tidak homogen). Apabila

kesimpulan menunjukkan Ho diterima maka dapat dilanjutkan ke analisa

sidik ragam.

Tabel 3.6. Daftar Analisa Ragam Rancangan Acak Lengkap Sumber

Keragaman Db JK KT F. Hitung F. Tabel

Perlakuan

Galat

(P-1)

P(U-1)

JKP (perlakuan)

JKG

F Tabel

Total (PU-1) JKT

Keterangan :

db : derajat bebas

JK : Jumlah kuadrat

KT : Kuadrat Total

F : Uji-F

P : Jumlah perlakuan

U : Jumlah unit percobaan

G : Galat


(64)

1. derajat bebas (db)

a. db perlakuan jumlah perlakuan - 1

b. db galat jumlah perlakuan x (jumlah unit percobaan – 1) c. db jumlah = (jumlah perlakuan x jumlah unit percobaan) – 1 2. Faktor Koreksi (FK)

3. Jumah kuadrat (JK)

a. Jumlah kuadrat total ΣYij2– FK

b.

c. Jumlah kuadrat galat = jumlah kuadrat total – jumlah kuadrat perlakuan 4. Kuadrat total (KT)

a.

b.

5. F-Hitung

Bandingkan F-hitung dengan F-tabel

Lihat tabel Anova, dimana :

Pembilang = db perlakuan

Penyebut = db galat

Bila F-hit > F-tabel = Ho ditolak, Ha diterima


(65)

45

Dengan menggunakan derajat bebas α 5 %

Bila F-hitung > F-tabel berarti Ho ditolak artinya ada perbedaan antara

perlakuan-perlakuan tersebut. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan tiap-tiap perlakuan-perlakuan

maka di lanjutkan dengan Uji Ganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test). Dengan Uji Ganda Duncan maka dapat diketahui perlakuan mana yang paling

berbeda dengan perlakuan lainnya dan perlakuan mana yang hanya sedikit

berbeda dengan perlakuan lainnya.

Kemudian dilanjutkan dengan menghitung range tingkat nyata 5% dengan melihat

derajat bebas galat dimana di peroleh


(66)

46 BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1.Karakteristik Biskuit Modifikasi Tepung Terigu dengan Tepung Pisang Awak dan Kecambah Kedelai

Dari ketiga perlakuan yang berbeda terhadap biskuit maka dihasilkan

biskuit yang berbeda. Perbedaan ketiga biskuit yang dihasilkan dapat dilihat pada

gambar berikut ini:

Gambar 4.1. Biskuit Modifikasi Tepung Terigu dengan Tepung Pisang Awak dan Kecambah Kedelai

Tabel 4.1. Karakteristik Biskuit Modifikasi Tepung Terigu dengan Tepung Pisang Awak dan Kecambah Kedelai

Karakteristik Biskuit

A1 A2 A3

Warna Coklat Putih

kekuningan Kuning kecoklatan

Aroma Aroma biskuit

pisang

Aroma biskuit kedelai

Aroma pisang dengan sedikt kedelai Rasa Khas pisang Khas kedelai Khas pisang dan sedikit

kedelai, gurih

Tekstur Sedikit keras Renyah Renyah

Keterangan:

A1 : Penambahan tepung terigu 60% dan tepung pisang awak masak 40%.

A2 : Penambahan tepung terigu 60% dan kecambah kedelai 40%.


(67)

47

A3 : Penambahan tepung terigu dengan tepung pisang awak 20% dan kecambah

kedelai 20%.

4.2.Deskriptif Panelis

Jenis panelis yang digunakan dalam penelitian ini adalah panelis tidak

terlatih dan panelis anak-anak berumur 3-4 tahun atau yang belum memasuki usia

genap 5 tahun sebanyak 30 orang. Panelis tidak terlatih yaitu ibu dari balita

dimana ibu menilai biskuit berdasarkan indikator aroma, rasa, warna, dan tekstur.

Ibu balita berumur 20 sampai dengan 35 tahun. Pada balita penilaian uji daya

terima dilihat dari seberapa banyak biskuit yang dihabiskan diukur dari berapa

gram sisa biskuit. Keadaan panelis pada saat diminta tanggapan/penilaiannya

adalah tidak sedang mengalami sakit baik balita maupun ibunya, dan tidak dalam

keadaan kenyang ataupun lapar.

4.3.Analisis Organoleptik Warna Biskuit Substitusi Tepung Pisang Awak Masak dan Kecambah Kedelai

Hasil analisis organoleptik warna biskuit dapat dilihat pada Tabel 4.2

berikut ini:

Tabel 4.2. Hasil Analisis Organoleptik Warna Biskuit Substitusi Tepung Pisang Awak Masak dan Kecambah Kedelai

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat total skor biskuit pada perlakuan A2

memiliki skor tertinggi 81 (90,0%). Berdasarkan uji Barlett maka dapat diketahui Kriteria

Warna

A1 A2 A3

Panelis Skor (%) Panelis Skor (%) Panelis Skor (%)

Suka 13 39 43,3 22 66 73,3 20 60 66,7

Kurang

Suka 13 26 28,9 7 14 15,6 10 20 22,2

Tidak

Suka 4 4 4,4 1 1 1,1 0 0 0


(1)

Lampiran 15.

Analisa Sidik Ragam Skor Hasil Uji Organoleptik Panelis Terhadap Rasa Biskuit

1. Derajat bebas (db)

a. db perlakuan = 3-1 = 2 b. db galat = 3 x (30-1)= 87 c. db jumlah = (3x30)-1 = 89 2. Faktor koreksi (FK)

Faktor koreksi = 661,51 90

2 ) 244 (

3. Jumlah kuadrat (JK)

a. jumlah kuadrat total = 684 – 661,51 = 22,49

b. jumlah kuadrat perlakuan = 661,51 1,489 30

7225 5776

6889

c. jumlah kuadrat galat = 22,49 – 1,489 = 21 4. Kuadrat total (KT)

a. KT perlakuan = 0,74 2

489 , 1

b. KT galat = 0,24 87

21

5. F.Hitung

F Hitung = 3,08 24 , 0

74 , 0

Sumber

Keragaman Db JK KT

F. Hitung

F. Tabel

Keterangan 0,05

Perlakuan Galat

2 87

1,489 21

0,74 0,24

3,08 3,15 Tidak ada perbedaan

Total 89 22,489

Dari tabel analisa sidik ragam di atas, dapat dilihat bahwa hitung < F-tabel sehingga dapat disimpulkan tidak ada perbedaan rasa pada setiap perlakuan.


(2)

Rekapitulasi Data Skor Hasil Penilaian Organoleptik Panelis Terhadap Tekstur Biskuit Sibstitusi Tepung Pisang Awak Masak Dan Kecambah

No Jenis Umur Perlakuan Total Panelis

Kelamin A1 A2 A3 Yi Σy²ij (Yi)²

1 P 33 3 3 3 9 27 81

2 P 27 3 2 3 8 22 64

3 P 25 2 3 2 7 17 49

4 P 20 3 3 3 9 27 81

5 P 27 3 2 2 7 17 49

6 P 23 2 3 2 7 17 49

7 P 25 2 3 2 7 17 49

8 P 25 3 3 3 9 27 81

9 P 30 3 2 2 7 17 49

10 P 25 2 3 2 7 17 49

11 P 23 3 3 3 9 27 81

12 P 25 3 3 3 9 27 81

13 P 23 3 3 2 8 22 64

14 P 25 3 3 3 9 27 81

15 P 26 3 3 3 9 27 81

16 P 30 3 2 3 8 22 64

17 P 28 2 3 3 8 22 64

18 P 22 1 3 2 6 14 36

19 P 27 3 3 3 9 27 81

20 P 22 3 3 3 9 27 81

21 P 25 3 2 3 8 22 64

22 P 22 2 3 3 8 22 64

23 P 23 3 3 3 9 27 81

24 P 25 3 1 3 7 19 49

25 P 26 3 3 3 9 27 81

26 P 21 3 3 3 9 27 81

27 P 27 3 2 3 8 22 64

28 P 32 3 2 3 8 22 64

29 P 28 3 3 3 9 27 81

30 P 26 3 2 2 7 17 49

Yi 82 80 81 243 59049

ΣY2²i 232 222 225 679

(Yi)² 6724 6400 6561 19685


(3)

Lampiran 17.

Uji Barlett Data Organoleptik Tekstur Pada Biskuit

1 1 1 2 1 1 2 1 1 2 1 n n x x n S b i o o b i = 29 30 82 232 30 2 = 870 6724 6960 = 0,27 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 n n x x n S b i o o b i = 29 30 80 222 30 2 = 870 6400 6660 = 0,30 1 3 3 2 3 3 2 3 3 2 3 n n x x n S b i o o b i = 29 30 81 225 30 2 = 870 6561 6750 = 0,22

Varians total =

6 2 6 2 5 2 4 2 3 2 2 2

1 S S S S S

S

= 0,263

bH =

263 , 0 22 , 0 . 30 , 0 . 27 , 0 87 1 29 29 29 = 0,993 bc =

90 30 ; 05 , 0 3 30 3 b = 0,934

Kesimpulan : bH (0,993) > bc (0,934), maka Ho dterima.


(4)

Analisa Sidik Ragam Skor Hasil Uji Organoleptik Panelis Terhadap Tekstur Biskuit

1. Derajat bebas (db)

a. db perlakuan = 3-1 = 2 b. db galat = 3 x (30-1)= 87 c. db jumlah = (3x30)-1 = 89 2. Faktor koreksi (FK)

Faktor koreksi = 656,1 90

2 ) 243 (

3. Jumlah kuadrat (JK)

a. jumlah kuadrat total = 679 – 656,1 = 22,9

b. jumlah kuadrat perlakuan = 656,1 0,067 30

6561 6400

6724

c. jumlah kuadrat galat = 22,9 – 0,067 = 22,83 4. Kuadrat total (KT)

a. KT perlakuan = 0,033 2

067 , 0

b. KT galat = 0,262 87

83 , 22

5. F.Hitung

F Hitung = 0,127 262

, 0

033 , 0

Sumber

Keragaman Db JK KT

F. Hitung

F. Tabel

Keterangan 0,05

Perlakuan Galat

2 87

0,067 22,83

0,033 0,262

0,127 3,10 Tidak ada perbedaan

Total 89 22,897

Dari tabel analisa sidik ragam di atas, dapat dilihat bahwa hitung < F-tabel sehingga dapat disimpulkan tidak ada perbedaan tekstur pada setiap perlakuan.


(5)

Lampiran 19.

DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 1.Tepung pisang awak masak Gambar 2.Tepung kecambah kedelai

Gambar 3. Proses pengadonan, pencetakan dan penimbangan biskuit


(6)

Dokumen yang terkait

Pemanfaatan Kulit Pisang Raja (Musa textilia )Menjadi Selai Sebagai Isian Roti Serta Daya Terima dan Kandungan Zat Gizinya

14 146 98

Subtitusi Tepung Pisang Awak (Musa Paradisiaca Var Awak) dan Ikan Lele Dumbo (Clarias Garipinus) Dalam Pembuatan Biskuit Serta Uji Daya Terimanya

2 87 105

Analisis Kualitas Protein Secara Biologi Pada Tepung Campuran Beras-Pisang Awak Masak (Musa paradisiaca var. Awak) yang Divariasikan dengan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) dan Tepung Kecambah Kedelai (Glycine max L. Merrill)

5 76 98

Pengaruh Penambahan Tepung Kulit Pisang Raja (Musa paradisiaca) Terhadap Daya Terima Kue Donat

29 178 110

Studi Pemakaian Tepung Pisang Ambon (Musa acuminata AAA) sebagai Anti-aging Dalam Sediaan Masker

6 108 86

Subtitusi Tepung Pisang Awak (Musa Paradisiaca Var Awak) dan Ikan Lele Dumbo (Clarias Garipinus) Dalam Pembuatan Biskuit Serta Uji Daya Terimanya

0 1 2

Subtitusi Tepung Pisang Awak (Musa Paradisiaca Var Awak) dan Ikan Lele Dumbo (Clarias Garipinus) Dalam Pembuatan Biskuit Serta Uji Daya Terimanya

0 0 20

Substitusi Tepung Pisang Awak Masak (Musa Paradisiaca Var. Awak) dan Kecambah Kedelai (Glycine Max) pada Pembuatan Biskuit Serta Daya Terima

0 0 20

Substitusi Tepung Pisang Awak Masak (Musa Paradisiaca Var. Awak) dan Kecambah Kedelai (Glycine Max) pada Pembuatan Biskuit Serta Daya Terima

0 0 17

Substitusi Tepung Pisang Awak Masak (Musa Paradisiaca Var. Awak) dan Kecambah Kedelai (Glycine Max) pada Pembuatan Biskuit Serta Daya Terima

0 2 18