Studi Pemakaian Tepung Pisang Ambon (Musa acuminata AAA) sebagai Anti-aging Dalam Sediaan Masker

(1)

STUDI PEMAKAIAN TEPUNG PISANG AMBON

(Musa acuminata AAA) SEBAGAI ANTI-AGING

DALAM SEDIAAN MASKER

SKRIPSI

OLEH:

LISBERIA SINAMBELA

NIM 121524021

iajukan untuk m

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

STUDI PEMAKAIAN TEPUNG PISANG AMBON

(Musa acuminata AAA) SEBAGAI ANTI-AGING

DALAM SEDIAAN MASKER

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

LISBERIA SINAMBELA

NIM 121524021

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

STUDI PEMAKAIAN TEPUNG PISANG AMBON (

Musa

acuminata

AAA) SEBAGAI ANTI-AGING DALAM SEDIAAN

MASKER

OLEH:

LISBERIA SINAMBELA NIM 121524021

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 7 Januari 2016

Disetujui oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. NIP 19511021977102001

Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt. NIP 195404121987012001

Pembimbing II, Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt. NIP 195404121987012001

Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt. Drs. Suryanto, M.Si., Apt.

NIP 1951070319771022001 NIP 196106191991031001

Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. NIP 196005111989022001

Medan , Januari 2016 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pejabat Dekan,


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara dengan judul: “Studi Pemakaian Tepung Pisang

Ambon (Musa acuminata AAA) sebagai Anti-aging Dalam Sediaan Masker”. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Pejabat Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Ibu Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt dan Ibu Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, bimbingan dan nasehat selama penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Kemudian, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., Bapak Drs. Suryanto, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran, arahan, kritik dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Drs. David Sinurat, M.Si., Apt. Selaku penasehat akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis serta Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik penulis selama masa perkuliahan. Serta ucapan terima kasih penulis kepada Ibu kepala Laboratorium Kosmetologi dan Laboratorium Farmasetika Dasar yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama penulis melakukan penelitian.


(5)

Ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda tercinta M. Sinambela dan Ibunda tercinta A. Sitohang dan keluarga yang saya sayangi serta ucapan terima kasih penulis kepada semua teman-teman khususnya Ekstensi Farmasi 2012 yang selalu mendoakan, memberi nasehat, menyayangi dan memotivasi penulis. Terima kasih atas semua doa, kasih sayang, keikhlasan, semangat dan pengorbanan baik moril maupun materil.

Semoga Tuhan memberikan balasan yang berlipat ganda dan pahala yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang Farmasi.

Medan, Januari 2016 Penulis,


(6)

STUDI PEMAKAIAN TEPUNG PISANG AMBON

(

Musa acuminata

AAA) SEBAGAI ANTI-

AGING

DALAM

SEDIAAN MASKER

ABSTRAK

Latar belakang: Masker wajah merupakan kosmetik yang digunakan sebagai tindakan perawatan wajah. Buah pisang ambon mengandung senyawa flavonoid, vitamin, dan melatonin yang terdapat pada tepung pisang berkhasiat sebagai antioksidan dapat menghaluskan kulit, meremajakan kulit, menjaga kelembutan kulit sehingga kulit terlihat lebih muda dan segar.

Tujuan: Penelitian ini adalah untuk memformulasi sediaan masker dengan tepung pisang ambon dan mengetahui efektifitasnya sebagai anti-aging.

Metode: Tepung pisang ambon dibuat dengan cara mengukus pisang ambon selama 15 menit, lalu diiris tipis-tipis, kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari kemudian dibuat menjadi serbuk dengan menggunakan alat penggiling dan diayak dengan ayakan mesh no 100. Tepung pisang ambon diformulasi dalam bentuk masker dengan konsentrasi 10%, 15%, dan 20% dalam formula standar masker. Pemeriksaan pada sediaan masker meliputi uji homogenitas, pengukuran pH, dan uji stabilitas sediaan ( bau, warna ) dan juga uji iritasi terhadap kulit sukarelawan. Pengujian aktivitas anti-aging dilakukan terhadap 12 sukarelawan dengan mengoleskan masing-masing masker dua kali seminggu selama empat minggu pada wajah yang telah dibersihkan kemudian dilakukan pengukuran kadar air, kehalusan kulit, besar pori dan banyak noda menggunakan skin analyzer ( Aramo SG) pada kondisi awal dan selama perawatan empat minggu.

Hasil: Penelitian menunjukkan tepung pisang ambon dapat diformulasi dalam sediaan masker dengan hasil yang homogen, memiliki pH 5,8 - 6,1 dan tidak mengalami perubahan bau maupun warna selama penyimpanan dalam 12 minggu. Sediaan masker yang paling baik pada konsentrasi tepung pisang ambon 20% mampu mengubah kondisi kadar air dari dehidrasi menjadi normal, kulit menjadi lebih halus, ukuran pori menjadi lebih kecil dan jumlah noda menjadi lebih sedikit.

Kesimpulan: Tepung pisang ambon dapat diformulasikan dalam sediaan masker wajah sebagai anti-aging dan konsentrasi tepung pisang ambon 20% memberikan hasil Anti-aging yang lebih baik dari konsentrasi lainnya.


(7)

STUDY OF USING BANANA FLOUR ( Musa acuminata AAA) AS ANTI-AGING MASK

ABSTRACT

Background: Facial mask is cosmetic used as a skin care action, banana contains flavonoids, vitamins, and melatonin contained in banana flour efficacious as an antioxidants and smooth the skin, rejuvenate the skin, keeping the softness of the skin so the skin younger and fresher.

Objective: This study was to formulate anti-aging mask with banana flour and to evaluate its anti-aging effect.

Methods: Banana flour made by steaming banana 15 minutes, then thinly sliced, then dried under the sunlight and then made into powder using a grinder and sieved with a 100 mesh sieve. Banana flour was formulated in the form of a mask with a concentration of 10, 15, and 20% in the standard formula mask. Evalution of anti-aging face mask include homogeneity, test pH measurement, and test the stability of the preparation (odor, color) and also skin irritation example where volunteers. Anti-aging activity test conducted on 12 volunteers by applying each mask 2 times a week for 4 weeks on the face that has been cleaned and then measured levels of water, smooth skin, large pores and numerous stains using a skin analyzer (Aramo SG) at the beginning and during the treatment conditions 4 weeks.

Result: Research shows banana flour was able formulated in a mask with the result homogeneous, has a pH of 5.8 to 6.1 and no odor or color changes during storage in 12 weeks. The best mask preparations at a concentration of 20% banana flour is able to change the condition of the water content of dehydration to becomes normal, the skin becomes smoother, pore size becomes smaller and the amount of stain number becomes less.

Conclusion: Banana flour was able formulate in to face masks as anti-aging and concentration of banana flour 20% provide anti-aging result are better than the other concentrations.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTACT ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesa Penelitian ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Tanaman Buah Pisang Ambon (Musa acuminata AAA) .. 5

2.1.1 Asal usul buah pisang ... 5

2.1.2 Morfologi tanaman pisang ambon ... 5

2.1.3 Varietas buah pisang ambon ... 8

2.1.4 Klasifikasi tanaman pisang ... 9

2.2 Kulit ... 9


(9)

2.2.2 Struktur kulit ... 10

2.2.3 Jenis-jenis kulit ... 12

2.3 Penuaian Dini ... 14

2.3.1 Defenisi ... 14

2.3.2 Tanda-tanda penuaian dini ... 14

2.3.3 Penyebab penuaian dini ... 15

2.4 Anti Penuaan atau Anti-aging ... 16

2.4.1 Fungsi dan manfaat dari produk anti-aging ... 16

2.4.2 Antioksidan sebagai bahan aktif pada produk anti-aging ... 17

2.5 Masker ... 17

2.6 Pasta ... 18

2.7 Skin Analyzer ... 19

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

3.1 Alat ... 20

3.2 Bahan ... 20

3.3 Pengumpulan Dan Pengolahan Sampel ... 20

3.3.1 Pengumpulan sampel ... 20

3.3.2 Identifikasi sampel ... 21

3.3.3 Pengolahan sampel ... 21

3.4 Sukarelawan ... 21

3.5 Prosedur Kerja ... 21

3.5.1 Formulasi sediaan standar masker ... 21


(10)

3.7 Pemeriksaan Mutu Fisik Sediaan ... 23

3.7.1 Pemeriksaan homogenitas ... 27

3.7.2 Pemeriksaan pH ... 27

3.7.3 Pengukuran lama pengeringan masker ... 27

3.7.4 Penentuan stabilitas sediaan ... 27

3.8 Pengukuran Aktivitas Anti – aging ... 25

3.9 Uji Iritasi Terhadap Sukarelawan ... 25

3.10 Analisis Data ... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Sediaan Masker Wajah ... 27

4.2 Hasil Evaluasi Mutu Fisik Sediaan Masker ... 27

4.2.1 Hasil pengujian homogenitas ... 27

4.2.2 Hasil pengamtan stabilitas sediaan ... 28

4.2.3 Hasil pengukuran pH ... 29

4.2.4 Hasil pengukuran lama pengeringan masker ... 30

4.2.5 Hasil uji iritasi terhadap kulit sukarelawan ... 31

4.3 Hasil pengujian Aktivitas Anti-aging ... 32

4.3.1 Kadar air (Moisture) ... 32

4.3.2 Kehalusan (Evenness) ... 33

4.3.3 Besar pori (Pore) ... 36

4.3.4 Noda (Spot) ... 38


(11)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 40

5.2 Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Parameter hasil pengujian skin analyzer ... 19

3.1 Komposisi formula 10%, formula 15% dan formula 20% ... 23

4.1 Hasil pengamatan homogenitas ... 28

4.2 Data pengamatan terhadap kestabilan (perubahan bau dan warna) ... 28

4.3 Hasil pengukuran pH ... 29

4.4 Hasil pengujian lama pengeringan masker ... 30

4.5 Data hasil uji iritasi masker terhadap sukarelawan ... 31

4.6 Hasil pengukuran kadar air (Moisture) ... 33

4.7 Hasil pengukuran kehalusan (Evenness) ... 35

4.8 Hasil pengukuran besar pori (Pore) ... 37


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Akar pisang ... 5

2.2 Batang pisang ... 6

2.3 Daun pisang ... 6

2.4 Bunga pisang ... 7

2.5 Buah pisang ... 7

4.1 Hasil uji homogenitas ... 27

4.2 Grafik hasil pengukuran kadar air (Moisture) ... 34

4.3 Grafik hasil pengukuran kehalusan (Evenness) ... 36

4.4 Grafik hasil pengukuran besar pori (Pore) ... 37


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Sertifikat hasil uji tepung pisang ambon ... 43

2 Gambar sediaan masker ... 44

3 Gambar alat dan bahan ... 45

4 Bagan pembuatan tepung pisang ambon ... 47

5 Gambar daerah pemakaian masker pada wajah sukarelawan ... 48

6 Hasil pengujian menggunakan alat skin analyzer ... 49

7 Data hasil uji statistik ... 54

8 Contoh surat pernyataan sukarelawan ... 69


(15)

STUDI PEMAKAIAN TEPUNG PISANG AMBON

(

Musa acuminata

AAA) SEBAGAI ANTI-

AGING

DALAM

SEDIAAN MASKER

ABSTRAK

Latar belakang: Masker wajah merupakan kosmetik yang digunakan sebagai tindakan perawatan wajah. Buah pisang ambon mengandung senyawa flavonoid, vitamin, dan melatonin yang terdapat pada tepung pisang berkhasiat sebagai antioksidan dapat menghaluskan kulit, meremajakan kulit, menjaga kelembutan kulit sehingga kulit terlihat lebih muda dan segar.

Tujuan: Penelitian ini adalah untuk memformulasi sediaan masker dengan tepung pisang ambon dan mengetahui efektifitasnya sebagai anti-aging.

Metode: Tepung pisang ambon dibuat dengan cara mengukus pisang ambon selama 15 menit, lalu diiris tipis-tipis, kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari kemudian dibuat menjadi serbuk dengan menggunakan alat penggiling dan diayak dengan ayakan mesh no 100. Tepung pisang ambon diformulasi dalam bentuk masker dengan konsentrasi 10%, 15%, dan 20% dalam formula standar masker. Pemeriksaan pada sediaan masker meliputi uji homogenitas, pengukuran pH, dan uji stabilitas sediaan ( bau, warna ) dan juga uji iritasi terhadap kulit sukarelawan. Pengujian aktivitas anti-aging dilakukan terhadap 12 sukarelawan dengan mengoleskan masing-masing masker dua kali seminggu selama empat minggu pada wajah yang telah dibersihkan kemudian dilakukan pengukuran kadar air, kehalusan kulit, besar pori dan banyak noda menggunakan skin analyzer ( Aramo SG) pada kondisi awal dan selama perawatan empat minggu.

Hasil: Penelitian menunjukkan tepung pisang ambon dapat diformulasi dalam sediaan masker dengan hasil yang homogen, memiliki pH 5,8 - 6,1 dan tidak mengalami perubahan bau maupun warna selama penyimpanan dalam 12 minggu. Sediaan masker yang paling baik pada konsentrasi tepung pisang ambon 20% mampu mengubah kondisi kadar air dari dehidrasi menjadi normal, kulit menjadi lebih halus, ukuran pori menjadi lebih kecil dan jumlah noda menjadi lebih sedikit.

Kesimpulan: Tepung pisang ambon dapat diformulasikan dalam sediaan masker wajah sebagai anti-aging dan konsentrasi tepung pisang ambon 20% memberikan hasil Anti-aging yang lebih baik dari konsentrasi lainnya.


(16)

STUDY OF USING BANANA FLOUR ( Musa acuminata AAA) AS ANTI-AGING MASK

ABSTRACT

Background: Facial mask is cosmetic used as a skin care action, banana contains flavonoids, vitamins, and melatonin contained in banana flour efficacious as an antioxidants and smooth the skin, rejuvenate the skin, keeping the softness of the skin so the skin younger and fresher.

Objective: This study was to formulate anti-aging mask with banana flour and to evaluate its anti-aging effect.

Methods: Banana flour made by steaming banana 15 minutes, then thinly sliced, then dried under the sunlight and then made into powder using a grinder and sieved with a 100 mesh sieve. Banana flour was formulated in the form of a mask with a concentration of 10, 15, and 20% in the standard formula mask. Evalution of anti-aging face mask include homogeneity, test pH measurement, and test the stability of the preparation (odor, color) and also skin irritation example where volunteers. Anti-aging activity test conducted on 12 volunteers by applying each mask 2 times a week for 4 weeks on the face that has been cleaned and then measured levels of water, smooth skin, large pores and numerous stains using a skin analyzer (Aramo SG) at the beginning and during the treatment conditions 4 weeks.

Result: Research shows banana flour was able formulated in a mask with the result homogeneous, has a pH of 5.8 to 6.1 and no odor or color changes during storage in 12 weeks. The best mask preparations at a concentration of 20% banana flour is able to change the condition of the water content of dehydration to becomes normal, the skin becomes smoother, pore size becomes smaller and the amount of stain number becomes less.

Conclusion: Banana flour was able formulate in to face masks as anti-aging and concentration of banana flour 20% provide anti-aging result are better than the other concentrations.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kosmetik menjadi salah satu kebutuhan sehari-hari setiap orang. Seiring perkembangan ilmu pengetahuaan dan industri, ragam kosmetik terus berkembang. Berbagai jenis kosmetik dengan fungsi dan manfaat spesifik bermunculan di masyarakat (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Kulit setiap hari mengalami paparan radikal bebas dari lingkungan yang dapat mengakibatkan penuaian dini. Dengan demikian diharapkan ada sediaan kosmetik yang dapat berfungsi sebagai penangkal radikal bebas (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Penuaan merupakan proses alamiah dalam kehidupan manusia erat kaitannya dengan berbagai proses degeneratif. Proses penuaan ditandai dengan menurunnya produksi kelenjar keringat, lalu diikuti dengan kelembaban kulit yang menurun karena daya elastisitas kulit dan kemampuan kulit untuk menahan air sudah berkurang. Proses pigmentasi kulit semakin meningkat dari wajah biasanya terlihat kerut/keriput, kulit kering dan kasar, bercak hitam,dan kekenyalan kulit menurun (Arhdie, 2011). Semakin bertambahnya usia, regenerasi kulit semakin melambat, akibatnya kulit menjadi keriput. Anti–aging adalah suatu proses rangkaian perawatan untuk membantu kulit terasa lebih kencang untuk tampak lebih muda dan cantik. Terapi anti-aging akan lebih baik apabila dilakukan sedini mungkin, yakni disaat seluruh fungsi sel-sel tubuh masih sehat dan berfungsi dengan baik (Fauzi dan Nurmalina, 2012).


(18)

Wajah merupakan bagian tubuh yang menggambarkan keseluruhan kondisi seseorang. Kulit wajah yang cantik, segar dan mulus berseri merupakan dambaan setiap orang terutama kaum wanita, oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan untuk dapat memperoleh kulit wajah yang cantik dan mulus. Kulit wajah memerlukan pemeliharaan yang khusus karena kulit wajah merupakan organ yang sensitif terhadap perlakuan dan rangsangan. Setiap individu memiliki jenis kulit wajah berbeda, karena dipengaruhi oleh kadar air dan produksi minyak dalam kulit, kecepatan pergantian sel-sel lapisan tanduk, dan faktor lingkungan (Sukmawati, 2013).

Berbagai faktor lingkungan seperti cuaca, rokok, makanan, stress, alkohol, dan kelelahan dapat menjadi penyebab gangguan kesehatan pada kulit wajah (Dwikarya, 2003). Gangguan kesehatan kulit wajah dapat menyebabkan kulit menjadi kering, keriput, dan terlihat kusam. Untuk mengatasi kulit wajah agar tidak mengalami gangguan kesehatan dapat dilakukan dengan cara perawatan. Perawatan wajah dapat dilakukan dengan perawatan dari dalam dan perawatan dari luar. Perawatan dari dalam dapat dilakukan dengan cara mengkonsumsi makanan dan suplemen yang sehat untuk kulit, misalnya pada makanan yang mengandung vitamin C, D, dan E. Perawatan dari luar dapat dilakukan dengan cara menggunakan kosmetik perawatan, seperti milk cleanser, face toner, peeling cream, dan masker wajah (Septiani, 2012).

Buah pisang memiliki kandungan berbagai vitamin yaitu A, C, E dan vitamin B1, B2, B3, B5, dan B6 yang berfungsi sebagai antioksidan yang dapat membantu perawatan pada kulit. Kandungan senyawa flavonoid dan melatonin pada buah pisang dapat membantu menghilangkan jerawat, menghilangkan kerut,


(19)

dan menghambat proses penuaan dini. Buah pisang juga memiliki kandungan serat, kalium, protein, tanin, isoflavon, pektin, pati, serotonin, dopamine, dalam jumlah yang tinggi.

Masker wajah berfungsi untuk menghaluskan kulit, mengangkat sel-sel kulit mati, melembabkan, dan memberikan vitamin dan nutrisi pada kulit. Masker wajah dapat dibuat dari bahan-bahan alami yang berasal dari buah-buahan seperti pisang yang telah diolah menjadi tepung. Kandungan senyawa flavonoid, vitamin, dan melatonin yang terdapat pada tepung pisang berkhasiat sebagai antioksidan dapat menghaluskan kulit, meremajakan kulit, menjaga kelembutan kulit sehingga kulit terlihat lebih muda dan segar (Wibisana, 2013).

Mengingat keunggulan dari buah pisang tersebut, maka peneliti ingin memanfaatkan tepung pisang ambon sebagai bahan dasar pembuatan masker wajah untuk anti-aging.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah:

a. Apakah tepung pisang ambon (Musa acuminata AAA) dapat diformulasikan dalam sediaan masker wajah?

b. Apakah perbedaan konsentrasi tepung pisang ambon (Musa acuminata AAA) dalam masker wajah mempengaruhi efektivitas anti-aging?

c. Apakah penggunaan sediaan masker wajah mengandung tepung pisang dapat meningkatkan kondisi kulit menjadi lebih baik selama empat minggu perawatan?


(20)

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian ini adalah:

a. Tepung pisang ambon (Musa acuminata AAA) dapat diformulasikan dalam sediaan masker wajah.

b. Perbedaan konsentrasi tepung pisang ambon (Musa acuminata AAA) dalam sediaan masker wajah mempengaruhi efektivitas anti-aging.

c. Penggunaan sediaan masker wajah mengandung tepung pisang ambon dapat meningkatkan kondisi kulit menjadi lebih baik selama empat minggu.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui apakah tepung pisang ambon (Musa acuminata AAA) dapat diformulasikan dalam sediaan masker wajah.

b. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi terhadap efektivitas anti-aging.

c. Untuk mengetahui peningkatan kondisi kulit selama empat minggu perawatan menggunakan sediaan masker wajah mengandung tepung pisang.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk memanfaatkan atau menggunakan tepung pisang ambon sebagai bahan alami dalam sediaan kosmetik Anti-aging.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Buah Pisang Ambon (Musa acuminata AAA)

2.1.1 Asal usul buah pisang ambon

Pisang pertama kali ditemukan tumbuh di daerah tropis di negara berkembang seperti Indochina dan Asia Tenggara. Daerah Indonesia, Malaysia, Filipina, dan New Guinea merupakan pusat keanekaragaman pisang, sebab sebagian besar pisang terdapat di Asia Tenggara. Pisang selanjutnya menyebar ke daerah tropik dan sub-tropik di Asia, Amerika, Afrika, dan Australia. Ahli botani mengambil kesimpulan, bahwa asal mula tanaman pisang adalah Asia Tenggara salah satunya indonesia. Indonesia terkenal dengan berbagai spesies tanaman pisang, tetapi tidak semua spesies mempunyai mutu yang sama. Spesies yang terbanyak di suatu daerah belum tentu spesies yang disukai pembeli di luar wilayah daerah tersebut (Satuhu dan Supriyadi, 2007).

2.1.2 Morfologi tanaman pisang ambon

Secara morfologi, bagian atau organ-organ penting tanaman pisang ambon adalah sebagai berikut :

a. Akar

Tanaman pisang berakar serabut dan tidak memiliki akar tunggang. Akar serabut tersebut tumbuh pada umbi batang, terutama pada bagian bawah. Akar-akar yang tumbuh dibagian bawah akan tumbuh lurus menuju pusat bumi hingga kedalaman 75-150 cm, sementara perakaran yang tumbuh di bagian atas tumbuh menyebar kearah samping.


(22)

Gambar 2.1 Akar pisang (Satuhu dan supriyadi, 2007) b. Batang

Gambar 2.2 Batang pisang (Satuhu dan Supriyadi, 2007)

Tanaman pisang berbatang sejati. Batang sejati tanaman pisang tersebut berupa umbi batang yang berada didalam tanah. Batang sejati tanaman pisang bersifat keras dan memiliki titik tumbuh (mata tunas) yang akan menghasilkan daun dan bunga pisang.

c. Daun


(23)

Daun tanaman pisang berbentuk lanset panjang, memiliki tangkai panjang berkisar antara 30-40 cm. Tangkai daun ini bersifat agak keras dan kuat serta mengandung banyak air.

d. Bunga

Gambar 2.4 Bunga pisang ( Satuhu dan Supriyadi, 2007)

Bunga tanaman pisang berbentuk bulat lonjong dengan bagian ujung runcing. Bunga tanaman pisang yang baru muncul, biasa disebut jantung pisang. Bunga tanaman pisang terdiri dari tangkai bunga, daun pelindung bunga dan mahkota bunga.

e. Buah

Gambar 2.5 Buah pisang ( Satuhu dan Supriyadi, 2007)

Buah pisang memiliki bentuk ukuran, warna kulit, warna daging buah, rasa dan aroma yang beragam, tergantung pada varietasnya. Bentuk buah pisang


(24)

ambon bulat panjang, bulat pendek, bulat agak persegi dan sebagainya (Tjitrosoepomo, 2000).

2.1.3 Varietas buah pisang ambon a. Ciri-ciri pisang ambon kuning

1. Ukuran buah lebih besar dibanding jenis pisang ambon lainnya. 2. Kulit buah yang sudah matang berwarna kuning

3. Daging buah berasa manis dan beraroma harum.

4. Dalam satu tandan umumya terdapat 7- 9 sisir dengan rata-rata persisir 10-12 buah pisang.

5. Buah cocok dimakan sebagai buah segar. b. Ciri-ciri pisang ambon lumut

1. Ukuran buah lebih kecil dibandingkan pisang ambon kuning.

2. Kulit buah berwarna hijau walaupun sudah matang, tetapi pada kondisi sangat matang berwarna hijau kekuningan dengan bercak cokelat kehitaman dan kulit lebih tebal dari pada pisang ambon kuning.

3. Daging buah memiliki warna hampir sama dengan ambon kuning, hanya sedikit lebih putih.

4. Daging buah berasa lebih manis dan beraroma lebih harum.

5. Dalam satu tandan terdapat 7-12 sisir pisang dengan rata-rata persisir 10-12 buah pisang.

6. Buah cocok dimakan sebagai buah segar. c. Ciri-ciri pisang ambon putih

1. Ukuran buah lebih besar dibandingkan pisang ambon lumut. 2. Kulit buah yang sudah matang berwarna kuning keputihan.


(25)

3. Daging buah berwarna putih kekuningan.

4. Daging buah berasa manis sedikit masam dan beraroma harum.

5. Dalam satu tandan terdapat 10-14 sisir dengan rata-rata persisir 10-12 buah pisang.

6. Buah cocok dimakan sebagai buah segar (Tjitrosoepomo, 2000). 2.1.4 Klasifikasi tanaman pisang

Kedudukan tanaman pisang dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan adalah sebagai berikut (Tjitrosoepomo, 2000)

Divisi : Spermatophyta Sub Devisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Famili : Musaceae

Genus : Musa

Spesies : Musa acuminata AAA

2.2 Kulit

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan lokasi tubuh (Wasitaatmadja, 1997). Ketebalan kulit berbeda-beda untuk tiap individu, tergantung usia, jenis kelamin dan lingkungan hidup. Pada umumnya pria mempunyai kulit yang lebih tebal dan kadar air yang lebih tinggi dibandingkan wanita (Sulistyowati, 2009).


(26)

2.2.1 Fungsi kulit

Kulit melindungi bagian dalam tubuh manusia terhadap gangguan fisik serta mekanik, gangguan sinar radiasi atau sinar ultraviolet, gangguan kimiawi, gangguan kuman, jamur, bakteri atau virus, gangguan panas atau dingin. Gangguan fisik serta mekanik dicegah oleh adanya bantalan lemak subkutis, tebalnya lapisan kulit dan serabut penunjang yang berfungsi sebagai pelindung bagian luar tubuh. Gangguan kimiawi ditanggulangi dengan adanya lemak permukaan kulit atau mantel asam kulit dengan pH 4,5 - 6,5 (Tranggono dan Latifah, 2007). Gangguan sinar ultraviolet diatasi oleh sel melanin yang menyerap sekitar 5 - 10% dari sinar tersebut (Wasitaatmadja, 1997).

Fungsi kulit lainnya adalah menjaga keseimbangan temperatur tubuh, organ sekresi, menerima rangsangan, absorpsi dan status emosional (Muliyawan dan Suriana, 2013). Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, kelembaban udara, metabolisme dan jenis zat yang menempel di kulit (Wasitaatmadja, 1997).

2.2.2 Struktur kulit

Kulit terdiri atas tiga lapisan, yaitu: lapisan epidermis, dermis, dan hipodermis. Epidermis merupakan lapisan luar tipis kulit. Epidermis terdiri atas lima lapisan, yaitu:

1. Stratum germinativum atau stratum basale

Lapisan ini terdiri dari satu lapis sel, yang terletak paling dekat dengan dermis di bawahnya. Stratum basale berisi beberapa jenis sel, yaitu:

a. Sel-sel punca: yang membelah dan memperbaharui populasi sel punca serta menghasilkan sel anak (keratinosit).


(27)

b. Keratinosit: sel paling banyak pada lapisan ini. Sel ini membelah 3 – 6 kali sebelum bergerak ke atas menuju stratum spinosum.

c. Melanosit: sel-sel penghasil pigmen (melanin). Terdapat 1 melanosit untuk setiap 4 – 10 keratinosit basal. Jumlah melanosit sama pada setiap orang, namun aktivitasnya jauh lebih tinggi pada orang berkulit gelap.

d. Sel-sel Merkel: sel-sel neuroendokrin yang jarang ada, yang berperan sebagai mekano reseptor yang beradaptasi lambat. Sel-sel ini paling banyak di bibir dan lidah, namun sulit diidentifikasi karena memiliki tampilan serupa dengan melanosit.

2. Stratum spinosum

Lapisan ini terdiri dari beberapa lapis keratinosit, dan beberapa sel Langerhans.

a. Keratinosit: mengubah ekspresi keratin saat berdiferensiasi. Filamen-filamen keratin di dalam sel untuk memperkuat hubungan sel-sel dan membuat hubungan erat antar sel.

b. Sel-sel Langerhans: merupakan sel penyaji antigen khusus (sel dendritik) yang menyusun sekitar 3 – 6% sel pada lapisan stratum spinosum. Saat sel ini terpapar oleh benda asing/ antigen, sel-sel ini bermigrasi keluar epitel dan menuju kelenjar getah bening regional untuk menginisiasi respons imun.

3. Stratum granulosum


(28)

menjadi sel bergranul. Sel-sel ini menekan lipid khusus pada granula intraselular menuju celah antar sel-sel mati (skuama) pada lapisan di atasnya. Saat bergerak ke atas, sel-sel ini mulai kehilangan nukleus dan organel sitoplasmanya, kemudian mati. Sel-sel mati menjadi „skuama‟ berkeratin dari lapisan teratas.

4. Stratum lusidum

Lapisan ini merupakan lapisan kelima yang kadang-kadang ditemukan pada kulit tebal di antara lapisan stratum granulosum dan stratum korneum. Lapisan ini tipis dan transparan serta sulit teridentifikasi pada potongan histologis rutin.

5. Stratum korneum

Lapisan ini merupakan lapisan teratas dan terluar, dan terdiri dari sel-sel mati, yang menjadi datar dan tampak seperti pengelupasan kulit (atau skuama). Sel-sel ini berisi lapisan keratin yang kuat yang berikatan silang, pada bagian dalam terikat pada lipid khusus, dan pada bagian luar membentuk sawar anti-air yang kuat. Skuama akhirnya mengelupas (Peckham, 2014).

2.2.3 Jenis-jenis kulit

Secara umum, berdasarkan pada kandungan air dan minyak, kulit terbagi menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Kulit kering

Kulit kering adalah kulit yang memiliki kadar air kurang atau rendah. Ciri-ciri fisik yang tampak pada kulit kering adalah:


(29)

b. Mulai tampak kerut-kerutan.

c. Pori-pori sangat kecil, sehingga tidak kelihatan. 2. Kulit normal

Kulit normal adalah kulit yang memiliki kadar air tinggi dan kadar minyak rendah sampai normal. Ciri-ciri fisik yang tampak pada kulit normal adalah:

a. Penampilan kulit tampak segar dan cerah. b. Bertekstur halus dan tegang.

c. Pori-pori kelihatan, namun tidak terlalu besar.

d. Terkadang pada dahi, hidung, dan dagu terlihat berminyak. 3. Kulit berminyak

Kulit berminyak adalah kulit yang memiliki kadar air dan minyak yang tinggi. Ciri-ciri fisik yang tampak pada kulit berminyak adalah:

a. Kulit bertekstur kasar dan berminyak. b. Ukuran pori-pori besar dan kelihatan.

c. Mudah kotor dan sangat rentan berjerawat (Muliyawan dan Suriana, 2013).

4. Kulit kombinasi

Kulit kombinasi memiliki ciri-ciri, seperti daerah bagian tengah atau dikenal juga dengan istilah daerah T (dahi, hidung, dan dagu) terkadang berminyak atau normal. Sementara bagian kulit lain, cenderung lebih normal bahkan kering. Kulit jenis ini bisa dimiliki oleh semua umur. Akan tetapi, sering ditemukan pada usia 35 tahun ke atas (Muliyawan dan Suriana, 2013).


(30)

5. Kulit sensitif

Adalah kulit yang memberikan respon secara berlebihan terhadap kondisi tertentu, misalnya suhu, cuaca, bahan kosmetik atau bahan kimia lainnya yang menyebabkan timbulnya gangguan kulit mudah menjadi iritasi, kulit menjadi lebih tipis dan sangat sensitif (Noormindhawati, 2013).

2.3 Penuaan Dini 2.3.1 Definisi

Penuaan dini adalah proses penuaan kulit yang lebih cepat dari waktunya, dapat terjadi saat umur memasuki usia 20 – 30 tahun. Pada usia muda, regenerasi kulit terjadi setiap 28 – 30 hari dan regenerasi semakin melambat seiring dengan bertambahnya usia. Memasuki usia 50 tahun, regenerasi kulit terjadi setiap 37 hari. Organ tubuh yang bertanggung jawab terhadap elastisitas dan kehalusan kulit adalah lapisan dermis. Semakin bertambahnya usia, regenerasi kulit semakin melambat. Akibatnya kulit menjadi keriput (Noormindhawati, 2013).

2.3.2 Tanda – tanda penuaan dini

Penuaan dini yang dialami oleh kulit memiliki tanda – tanda fisik sebagai berikut:

1. Keriput dan mengendur

Seiring bertambahnya usia, jumlah kolagen dan elastin kulit semakin berkurang. Akibatnya kulit kehilangan elastisitasnya sehingga tampak keriput dan mengendur.


(31)

2. Muncul age spot (noda hitam)

Muncul di area yang sering terpapar sinar matahari seperti pada daerahwajah, lengan, dan tangan.

3. Kulit kasar

Rusaknya kolagen dan elastin akibat paparan sinar matahari membuat kulit menjadi kering dan kasar.

4. Pori-pori membesar

Akibat penumpakan sel kulit mati, pori-pori kulit menjadi membesar (Noormindhawati, 2013).

2.3.3 Penyebab penuaan dini

Faktor-faktor penyebab terjadinya penuaan dini dibedakan menjadi 2, yaitu :

1. Faktor internal meliputi; genetik, sakit yang berkepanjangan, dan kurangnya asupan gizi.

2. Faktor eksternal meliputi; a. Polusi

Polusi memicu terbentuknya radikal bebas, radikal bebas akan merusak kolagen dan elastin.

b. Stres

Stres akan memicu produksi hormon kortison, hormon ini dapat merusak kolagen dan elastin sehingga menyebabkan terjadinya penuaan dini.


(32)

Proses regenerasi kulit terjadi pada saat tidur. Oleh karena itu, kurang tidur akan mengganggu proses regenerasi kulit.

d. Perawatan yang tidak tepat

Penggunaan produk kosmetik yang tidak tepat berkontribusi menyebabkan penuaan dini.

e. Sinar matahari

Sinar matahari mempercepat proses penuaan yang normal dan menyebabkan kerutan yang lebih dalam. Sinar matahari mempunyai efek yang mengakibatkan kerukan pada tingkat sel (Hynes, 1994).

2.4 Anti Penuaan Atau Anti-Aging

Anti-aging atau anti penuaan adalah segala bentuk sediaan atau produk yang dapat memperlambat atau mencegah proses penuaan dini (Prianto, 2014). Proses penuaan gejalanya terlihat jelas pada kulit seperti timbulnya keriput, kelembutan kulit berkurang, menurunnya elastisitas kulit, tekstur kulit menjadi kasar, hiperpigmentasi, serta kulit berwarna gelap (Jaelani, 2009).

Penggunaan produk anti-aging dimaksudkan tidak hanya untuk memperlambat proses penuaan, membersihkan, melembapkan, dan memperindah penampilan tetapi juga dapat memperbaiki struktur dasar kulit yang rusak, melindungi, serta mempertahankan integritas kulit (Prianto, 2014).

2.4.1 Fungsi dan manfaat dari produk anti-aging

Fungsi dari produk anti-aging, yaitu: 1. Mensuplai antioksidan bagi jaringan kulit. 2. Menstimulasi proses regenerasi sel-sel kulit.


(33)

3. Menjaga kelembapan dan elastisitas kulit.

4. Merangsang produksi kolagen dan glikosaminoglikan.

5. Melindungi kulit dari radiasi ultraviolet (Muliyawan dan Suriana, 2013). Manfaat dari produk anti-aging, yaitu:

1. Mencegah kulit dari kerusakan degeneratif yang menyebabkan kulit terlihat kusam dan keriput.

2. Kulit tampak lebih sehat, cerah, dan awet muda.

3. Kulit tampak kenyal, elastis, dan jauh dari tanda-tanda penuaan dini (Muliyawan dan Suriana, 2013).

2.4.2 Antioksidan sebagai bahan aktif pada produk anti-aging

Antioksidan adalah senyawa penting yang sangat bermanfaat bagi kesehatan kulit. Zat ini berfungsi untuk menangkal radikal bebas yang dapat merusak jaringan kulit. Radikal bebas juga sebagai penyebab penuaan dini pada kulit, karena serangan radikal bebas pada jaringan dapat merusak asam lemak dan menghilangkan elastisitas, sehingga kulit menjadi kering dan keriput. Antioksidan berperan aktif menetralkan radikal bebas. Oleh karena itu, produk -produk perawatan kulit selalu mengandung senyawa antioksidan sebagai salah satu bahan aktif. Termasuk produk-produk anti-aging, yang juga mengandalkan antioksidan untuk melindungi kulit dari pengaruh radikal bebas yang menjadi salah satu faktor penyebab penuaan dini (Muliyawan dan Suriana, 2013).

Vitamin E merupakan salah satu antioksidan yang dapat membantu tubuh melawan radikal bebas. Vitamin E memiliki banyak manfaat untuk kulit antara lain, melindungi tubuh dan kulit dari berbagai kerusakan yang disebabkan oleh


(34)

mengurangi munculnya keriput (Achroni, 2012). Vitamin E juga disebut dengan vitamin pelindung dan digunakan dalam industri kosmetika sebagai antioksidan untuk kulit ataupun formulasi. Vitamin E juga dapat membantu menghaluskan kulit dan mengurangi kondisi kulit yang kering (Salvador dan Chisvert, 2007).

2.5 Masker

Masker merupakan kosmetik yang digunakan pada tahapan terakhir dalam tindakan perawatan wajah. Fungsi masker adalah sebagai berikut:

a. Memperbaiki dan merangsang aktivitas sel-sel kulit yang masih aktif. b. Mengangkat kotoran-kotoran dan sel-sel tanduk yang masih terdapat

pada kulit secara mendalam.

c. Memperbaiki dan mengencangkan kulit.

d. Memberi nutrisi, menghaluskan, melembutkan, menjaga kelembapan kulit, mencegah kerusakan kulit seperti gejala keriput dan hiperpigmentasi

e. Memperlancar aliran darah dan getah bening pada jaringan kulit (Muliyawan dan Suriana, 2013).

2.6 Pasta

Pasta adalah sediaan semi padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang ditujukan untuk pemakaian luar. Biasanya dibuat dengan mencampurkan bahan obat yang berbentuk tepung dalam jumlah besar dengan vaseline atau paraffin cair atau dengan bahan dasar tidak berlemak yang dibuat dengan giserol, atau sabun. Pasta mengandung lebih dari 50% zat padat (tepung)karena itu pasta merupakan salep padat, kaku, keras, dan tidak meleleh


(35)

pada suhu badan maka digunakan sebagai penutup atau pelindung (Ditjen, POM., 1995).

2.7 Skin Analyzer

Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk mendiagnosa keadaan pada kulit. Skin analyzer dapat mendukung diagnosa dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas namun mampu memperlihatkan sisi lebih dalam dari lapisan kulit, dengan menggunakan mode pengukuran normal dan polarisasi, dilengkapi dengan rangkaian sensor kamera pada skin analyzer menyebabkan alat ini dapat menampilkan hasil lebih cepat dan akurat (Aramo, 2012).

Menurut Aramo (2012), pengukuran yang dapat dilakukan menggunakan skin analyzer , yaitu: moisture (kadar air), evenness (kehalusan), pore (pori), spot (noda), wrinkle (keriput), dan kedalaman keriput juga terdeteksi dengan alat ini. Tabel 2.1 menunjukkan parameter hasil pengukuran dengan menggunakan skin analyzer.

Tabel 2.1 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer

Pengukuran Parameter

Moisture (kadar air)

Dehidrasi Normal Hidrasi

0 – 29 30 – 50 51- 100 Evennesss

(Kehalusan)

Halus Normal Kasar

0 – 31 32 – 51 52 – 100 Pore

(Pori)

Kecil Besar Sangat besar

0 – 19 20 – 39 40 – 100 Spot

(Noda)

Sedikit Beberapa noda Banyak noda 0 – 19 20 – 39 40 – 100 Wrinkle

(Keriput)

Tidak berkeriput Berkeriput Banyak keriput 0 – 19 20 – 52 53 – 100


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini adalah eksperimental. Penelitian meliputi pembuatan sediaan masker wajah, evaluasi terhadap mutu fisik sediaan seperti uji homogenitas sediaan, uji pH, dan uji efektivitas anti-aging sediaan masker wajah.

3.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah skin analyzer (Aramo-SG), spatula, sudip, tisu, alat – alat gelas yang diperlukan, alat pengayak, pH meter (Hanna Instrument), neraca analitik (Boeco Germany), blender.

3.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: tepung pisang ambon, bentonite, xanthan gum, kaolin, gliserin, sodium lauril sulfat, titanium dioksida, nipagin, natrium metabisulfit, akuadest, larutan dapar pH asam (4,01), larutan dapar pH netral (7,01).

3.3 Pengumpulan Dan Pengolahan Sampel 3.3.1 Pengumpulan sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif, yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan adalah buah pisang ambon yang sudah tua yang belum menguning, yang diperoleh dari pasar patumbak Amplas di Jl. Pertahanan, kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.


(37)

3.3.2 Identifikasi sampel

Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium bogoriense, bidang botani pusat penelitian biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI, Bogor. 3.3.3 Pengolahan sampel

Buah yang digunakan pada penelitian ini adalah buah pisang ambon yang sudah tua dan belum menguning. Buah dibersihkan dari kotoran-kotaran kemudian dikukus 15 menit untuk mempermudah pengupasan dan memisahkan getah, kemudian buah pisang ambon dipisahkan dari kulit dan diiris tipis-tipis. Lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, buah pisang yang sudah kering kemudian dibuat jadi tepung dengan menggunakan alat penggiling dan diayak dengan ayakan mesh no 100.

3.4 Sukarelawan

Sukarelawan yang dijadikan panelis pada penelitian ini berjumlah 12 orang dengan kriteria sebagai berikut (Ditjen POM., 1985).

1. Wanita berbadan sehat 2. Usia antara 20-30 tahun 3. Tidak ada penyakit alergi 4. Bersedia menjadi sukarelawan.

3.5 Prosedur Kerja

3.5.1 Formulasi sediaan standar masker

Sediaan basis masker dibuat berdasarkan formula standar yang kemudian dimodifikasi.


(38)

Formula standar yang digunakan (Rieger, 2000)

R/ Bentonite 1 to 8%

Xanthan gum 0,1 to 1,0%

Kaolin 5 to 40%

Gliserin 2 to 10%

Sodium Lauril Sulfat 2 to 20% Titanium dioksida <1%

Nipagin <1%

Aquadest ad <100% 3.5.2 Formula sediaan masker yang modifikasi

R/ Bentonite 1%

Xanthan gum 0,8%

Kaolin 30,5%

Gliserin 2%

Tepung pisang X%

Sodium Lauril Sulfat 2% Titanium dioksida 0,5%

Nipagin 0,1%

Natrium metabisulfit 0,2%

Akuadest ad 100%

Keterangan:

X : konsentrasi tepung pisang (10%, 15%, 20%)

3.6 Prosedur Pembuatan Sediaan Masker

Untuk formula basis masker, akuadest dimasukkan kedalam lumpang dan ditambahkan bentonite. Bentonite dibiarkan terbasahi lalu ditambahkan xanthan gum dan digerus cepat sampai seluruh gum melarut. Kaolin ditambahkan sedikit demi sedikit dalam lumpang sambil digerus dan ditambahkan TiO2 dan gliserin


(39)

panas (Larutan A). Larutan A dituangkan dalam lumpang dan dimasukkan sodium lauril sulfat yang telah dilarutkan dalam air, lalu digerus pelan dan ditambahkan parfum jika diperlukan dan digerus homogen.

3.6.1 Formula masker mengandung tepung pisang ambon

Konsentrasi tepung pisang ambon yang digunakan adalah 10%, 15% dan 20%. Formula dasar masker digunakan sebagai blanko. Rancangan Formulasi dijelaskan pada Tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1 Formula sediaan masker wajah dengan berbagai konsentrasi tepung pisang

Bahan Konsentrasi (gram)

F1 F2 F3 F4

Bahan dasar 100 90 85 80

Tepung pisang ambon

- 10 15 20

Keterangan:

F1 : Formula Masker untuk blanko

F2 : Formula Masker dari tepung pisang konsentrasi 10% F3 : Formula Masker dari tepung pisang konsentrasi 15% F4 : Formula Masker dari tepung pisang konsentrasi 20%

Cara pembuatan untuk formula yang mengandung tepung pisang ambon adalah basis masker yang telah dibuat lalu dimasukkan tepung pisang ambon sesuai berat yang ditentukan.

3.7 Pemeriksaan Mutu Fisik Sediaan

Pemeriksaan mutu fisik dilakukan terhadap masing-masing sediaan masker wajah. Pemeriksaan mutu fisik meliputi: pemeriksaan homogenitas, pemeriksaan pH dan stabilitas sediaan yang mencakup pengamatan terhadap perubahan warna, aroma, dari sediaan masker wajah.


(40)

3.7.1 Pemeriksaan homogenitas

Masing-masing sediaan masker diperiksa homogenitasnya dengan cara menaruh sejumlah tertentu sediaan pada kaca transparan, lalu diamati. Sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen, POM., 1979).

3.7.2 Pemeriksaan pH

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Cara kerja: Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan dapar standar netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling,lalu dikeringkan dengan tisu. Sampel dibuat dengan konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 g sediaan dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml. Kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Alat dibiarkan sampai menunjukkan harga pH konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2000).

3.7.3 Pengukuran lama pengeringan masker

Pengukuran lama pengeringan dilakukan pada suhu kamar ±25oC dengan mengambil 2 g sediaan masker dan dioleskan pada daerah wajah lalu diukur waktu yang diperlukan sediaan untuk mengering.

3.7.4 Pemeriksaan stabilitas sediaan

Masing-masing formula dimasukkan ke dalam pot plastik, disimpan pada suhu kamar dan diukur parameter-parameter kestabilan seperti bau, warna, dan terpisahnya basis (konsistensi) di evaluasi selama penyimpanan 12 minggu dengan pengamatan setiap 2 minggu. (Vishwakarma, 2011).


(41)

3.8 Pengukuran Aktivitas Anti-Aging

Wajah sukarelawan dicuci dengan sabun cuci muka dan dibiarkan sampai kering (sekitar 5-10 menit). Diukur kondisi awal kulit yang meliputi kadar air, kehalusan kulit, besar pori dan banyak noda dari sukarelawan dengan menggunakan skin analyzer (Aroma-SG).

Pengujian efektivitas anti-aging terhadap sukarelawan dibagi menjadi 4 kelompok,yaitu:

a. kelompok I : 3 orang sukarelawan formula blanko b. kelompok II : 3 orang sukarelawan formula 10% c. kelompok III : 3 orang sukarelawan formula 15% d. kelompok IV : 3 orang sukarelawan formula 20%

Sediaan masker wajah dioleskan pada daerah pipi sukarelawan dan dibiarkan mengering (7-9 menit). Setelah itu masker dibersihkan dari wajah sampai bersih. Kemudian dilakukan kembali pengecekan kondisi kulit.

Pengukuran kondisi kulit wajah dilakukan setiap minggu selama empat minggu dengan pemberiaan masker dua kali dalam satu minggu secara rutin. Dilakukan pengecekan kondisi kulit awal sebelum menggunakan masker dan setelah pemakaian masker.

3.9 Uji Iritasi Terhadap Sukarelawan

Uji iritasi dilakukan terhadap sediaan dengan tujuan untuk mengetahui sifat iritasi pada sediaan. Teknik yang digunakan pada uji iritasi ini adalah uji pakai (usage test). Percobaan ini dilakukan pada 12 orang sukarelawan yaitu 3 orang sukarelawan untuk tiap formula, dioleskan sediaan masker sebanyak 0,5


(42)

gram hingga merata di bagian depan lengan bawah sukarelawan, kemudian dibiarkan 24 jam. Setelah 24 jam dihitung dari pengolesan pertama, diamati reaksi yang terjadi. Reaksi iritasi positif ditandai oleh adanya kemerahan, gatal-gatal, atau pengkasaran pada kulit di bagian depan lengan bawah yang diberi perlakuan. Adanya kemerahan diberi tanda (+), gatal-gatal (++), bengkak (+++) dan yang tidak menunjukkan reaksi apa-apa diberi tanda (-) (Wasitaatmadja, 1997).

3.10 Analisis Data

Data hasil percobaan dianalisa dengan menggunakan program SPSS (statistical product and service smirnov). Pertama data dianalisis menggunakan metode kolmogorov-smirnov untuk menentukan homogenitas dan normalitasnya. Kemudian dilanjutkan analisis menggunakan Metode One Way Anova untuk menentukan perbedaan rata-rata diantara kelompok. Jika terdapat perbedaan, dilanjutkan dengan menggunakan uji post Hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata antara perlakuan.


(43)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Sediaan Masker Wajah

Sediaan masker wajah anti-aging dibuat dengan menggunakan formula standar clay face mask neutral pH (Reiger, 2000). Formula standar ini dimodifikasi dengan penambahan tepung pisang ambon sebagai bahan aktif. Konsentrasi tepung pisang yang digunakan adalah 10%, 15%, dan 20%. Warna sediaan masker adalah krem.

4.2 Evaluasi Mutu Fisik Sediaan Masker 4.2.1 Pengujian homogenitas

Uji homogenitas dengan mengoleskan sediaan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain, lalu diratakan. Jika tidak ada butir-butiran maka sediaan dapat dikatakan homogen (Ditjen, POM., 1979). Hasil uji homogenitas memberikan hasil masker yang homogen tidak ada butiran kasar, seperti yang terlihat pada Gambar 4.1

Gambar 4.1 Hasil uji homogenitas masker blanko, masker tepung pisang 10%, 15%, 20%.

Keterangan:

F1 : Formula Masker untuk blanko


(44)

Tabel 4.1 Hasil pengamatan homogenitas

Blanko Formulasi 10% Formulasi 15% Formulasi 20%

Homogen Homogen Homogen Homogen

4.2.2 Pengamatan stabilitas sediaan

Evaluasi stabilitas, sediaan dilakukan selama penyimpanan 12 minggu dengan pengamatan setiap 2 minggu, sediaan masker disimpan pada suhu kamar dan diamati perubahan bau, warna dan terpisahnya basis (konsistensinya). Hasil menunjukkan bahwa sediaan masker tetap stabil pada penyimpanan suhu kamar selama 12 minggu, dimana tidak terjadi perubahan bau, warna dan konsitensinya.

Suatu sediaan menjadi tidak stabil akibat penggumpalan dari globul-globul dari fase terdispersi. Rusak atau tidaknya suatu sediaan dapat diamati dengan adanya perubahan bau dan perubahan warna. Untuk mengatasi kerusakan yang ditimbulkan oleh jamur atau mikroba dapat ditambahkan pengawet. Hasil pengamatan stabilitas masing-masing formula. Hasil evaluasi dan stabilitas dari tiap parameter dapat dilihat dalam Tabel 4.2 dan Tabel 4.3.

Berdasarkan data pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa sediaan masker Blanko, masker dengan tepung pisang ambon 10%, 15%, dan 20%, stabil dalam penyimpanan hingga 12 minggu dengan penambahan zat antioksidan. Pada penyimpanannya, semua sediaan masker tidak mengalami perubahan warna dan bau. Berdasarkan hasil pengamatan stabilitas dapat disimpulkan bahwa penambahan natrium metabisulfit 0,2% dan nipagin 0,1% cukup untuk menstabilkan sediaan dan tidak terjadi oksidasi.


(45)

Tabel 4.2 Data pengamatan terhadap stabilitas sediaan Minggu ke- Formula Parameter Dasar masker (Blanko) Formula I (tepung pisang 10%) Formula II (tepungpisang 15%) Formula III (tepung pisang 20%)

B W K B W K B W K B W K

0 - - - -

2 - - - -

4 - - - -

6 - - - -

8 - - - -

10 - - - -

12 - - - -

Keterangan : - : Tidak terjadi perubahan warna + : Terjadi perubahan warna B : Perubahan bau

W : Perubahan warna

K : Terpisahnya basis (konsistensi) 4.2.3 Pengukuran pH sediaan

Pengukuran pH sediaan diukur dengan pH meter dengan pengulangan sebanyak tiga kali dan diukur setiap 2 minggu selama 12 minggu. Persyaratan pH yang diizinkan adalah 5-8 (Rieger, 2000). Hasil pengukuran pH dapat dilihat pada Tabel 4.3 dibawah ini:

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran pH

Minggu ke-

Hasil Pengukuran pH rata-rata Masker

(Blanko) Masker 10% Masker 15%

Masker 20%

0 6,2 6,2 6,0 6,0

2 6,2 6,2 6,0 6,0

4 6,2 6,2 6,0 6,0

6 6,2 6,2 6,0 6,0

8 6,2 6,1 6,0 5,9

10 6,1 6,1 5,9 5,9

12 6,1 6,1 5,9 5,8


(46)

suatu proses solvolisis dimana molekul (obat) berinteraksi dengan molekul-molekul air menghasilkan produk pecahan dari konstitusi kimia yang berbeda (Ansel,1989). Penurunan pH ini masih dalam pH fisiologis kulit yaitu 4,5-6,5 dan masih aman untuk digunakan (Tranggono dan Latifah,2007).

Hasil pengukuran pH dari sediaan masker wajah menunjukkan bahwa pH sediaan Blanko pada minggu ke-12 adalah 6,1. Sedangkan pH masker wajah yang mengandung tepung pisang adalah 6,0 – 6,2. Setelah penyimpanan selama 12 minggu, terjadi perubahan pH yaitu 5,8-6,1 tapi masih batas range pH kulit (4,5-6,5). Kestabilan pH merupakan salah satu parameter penting yang menentukan stabil atau tidaknya suatu sediaan. Derajat keasaman (pH) merupakan pengukuran aktivitas hidrogen dalam lingkungan air. Nilai pH tidak boleh terlalu asam karena dapat menyebabkan iritasi pada kulit sedangkan jika terlalu basa dapat menyebabkan kulit bersisik.

4.2.4 Pengukuran lama pengeringan masker

Pengukuran lama pengeringan dilakukan pada suhu kamar ±25oC dengan mengambil 2 g sediaan masker dan dioleskan pada daerah wajah lalu diukur waktu yang diperlukan sediaan untuk mengering. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan dengan sukarelawan yang berbeda-beda. Hasil pengukuran lama pengeringan dapat dilihat pada Tabel 4.4

Berdasarkan hasil pengukuran lama pengeringan pada Tabel 4.4 diperoleh hasil berkisar 4,2–6,4 menit. Semakin tinggi jumlah tepung pisang yang ditambahkan pada formula menyebabkan peningkatan lama pengeringan masker.


(47)

Tabel 4.4 Hasil pengukuran lama pengeringan masker pengukuran Blanko

(Menit) Formula 10% (Menit) Formula 15% ( Menit) Formula 20% ( Menit)

1 4,2 5,0 5,7 6,3

2 4,2 5,4 5,6 6,5

3 4,2 5,4 5,8 6,5

Rata-rata 4,2 5,2 5,7 6,4

4.2.5 Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan

Hasil dari uji iritasi terhadap kulit sukarelawan, dapat di lihat pada Tabel 4.5 berikut, yaitu:

Tabel 4.5 Data hasil uji iritasi masker terhadap sukarelawan Formula Sukarelawan Kemerahan

pada kulit Gatal pada kulit Pengkasaran pada kulit A

I - - -

II - - -

III - - -

B

I - - -

II - - -

III - - -

C

I - - -

II - - -

III - - -

D

I - - -

II - - -

III - - -

E

I - - -

II - - -

III - -

Keterangan :

+ : Kemerahan pada kulit ++ : Gatal pada kulit

+++ : Pengkasaran pada kulit - : Tidak terjadi reaksi

Salah satu cara untuk menghindari terjadinya efek samping pada penggunaan kosmetik adalah dengan melakukan uji pakai. Percobaan ini


(48)

formula, dioleskan sediaan krim sebanyak 0,5 gram hingga merata di bagian depan lengan bawah sukarelawan, kemudian dibiarkan 24 jam. Setelah 24 jam dihitung dari pengolesan pertama, diamati reaksi yang terjadi. Reaksi iritasi positif ditandai oleh adanya kemerahan, gatal-gatal, atau pengkasaran pada kulit bagian depan lengan bawah yang diberi perlakuan (Wasitaatmadja, 1997).

Berdasarkan hasil uji iritasi terhadap sukarelawan, tidak terlihat adanya reaksi seperti kemerahan, gatal-gatal maupun pengkasaran pada kulit dari setiap formula, hal ini menunjukkan bahwa keseluruhan sediaan aman untuk digunakan.

4.3 Pengujian Efektifitas Anti-Aging

Diukur kondisi awal kulit yang meliputi kadar air, kehalusan kulit, besar pori, banyak noda, dari sukarelawan dengan mengguakan skin analyzer (Aroma-SG). Lalu dioleskan sejumlah sediaan masker pada pipi sukarelawan dan dibiarkan mengering. Setelah mengering, sediaan masker dicuci dari pipi sukarelawan sampai bersih. Dilakukan pengecekan kembali setelah pipi sukarelawan bersih dan kering.

4.3.1 Kadar air (Mouisture)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan alat mouisture checker (Aroma-SG) yang terdapat dalam perangkat skin analyzer (Aroma- SG). Hasil pengukuran kadar air sukarelawan dilihat pada Tabel 3.5 menunjukkan kondisi awal kadar air kulit semua kelompok sukarelawan terjadi dehidrasi pada kulit,perawatan minggu pertama yang dilakukan dirumah kondisi kadar air kulit tidak terjadi perubahan yang signifikan, tetapi Kulit yang dirawat dengan masker tepung pisang 15% dan 20% selama empat minggu kelembapan kulit lebih meningkat dibandingkan dengan kulit yang dirawat dengan masker tepung pisang


(49)

ambon 10%. Masker blanko dapat melembabkan kulit setelah perawatan selama empat minggu. Pemulihan kulit yang paling baik pada masker tepung pisangambon 20% karena mampu meningkatkan kadar air lebih baik dibandingkan dengan masker lain. Hasil pengujian menggunakan alat skin analyzer (Aroma-SG) dapat dilihat pada lampiran 6.

Data pada Tabel 4.6 menunjukkan selama 4 minggu perawatan, kadar air pada kulit sukarelawan yang meningkat terutama dari formula 20%. Data statistik parameter kelembapan kulit P>0,05 tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan pada perawatan minggu pertama dan kedua. Pada minggu ke tiga dan minggu keempat diperoleh nila p< 0,05 dimana ada perbedaan yang signifikan antara formula. Semakin tinggi konsentrasi tepung pisang ambon yang ditambahkan maka kemampuan menahan penguapan air dari kulit semakin meningkat. Data hasil uji statistik dapat dilihat pada lampiran 8.

Tabel 4.6 Hasil pengukuran kadar air (mouisture) Formula Sukarela

wan Sebelum

Perawatan (minggu)

I II III IV

Blanko

1 25 26 27 28 29

2 28 29 30 30 31

3 29 30 31 31 30

27,3±2,0 28,3±2,0 29,3±2,0 29,6±1,5 30,0±1 Tepung

pisang ambon 10%

1 28 30 30 31 31

2 27 29 30 30 30

3 27 29 30 31 32

27,3±0,5 29,3±0,5 30±00 30,6±1,0 31,00±1 Tepung

pisang ambon 15%

1 26 29 30 31 32

2 27 30 31 32 33

3 28 30 31 32 33

27±1 29,6±0,5 30,6±0,5 31,6±0,5 32,6±0,5 Tepung

pisang ambon 20%

1 25 29 31 32 34

2 28 31 33 34 36

3 27 30 31 33 35


(50)

Gambar 4.2 Grafik hasil pengukuran kadar air (moisture) pada wajah sukarelawan kelompok blanko, masker tepung pisang 10%, 15%, 20% selama 4 minggu

Perawatan kulit dilakukan dalam satu minggu sebanyak dua kali selama empat minggu. Cara pemakaiaan ini disesuaikan dengan produk masker dipasaran. 4.3.2 Kehalusan (Evenness)

Pengukuran kehalusan kulit (evenness) dengan menggunakan perangkat skin analyzer lensa perbesaran 60x dan mode pembacaan normal dengan warna lampu sensor biru. Hasil pengukuran kehalusan kulit seperti yang terlihat dalam Tabel 4.6 dan menunjukkan kondisi awal kehalusan kulit menjadi lebih halus dibandingkan dengan kondisi awal dengan ditunjukkan pada hasil pengukuran kehalusan kulit nilai yang diperoleh menjadi lebih kecil dibandingkan kondisi awal. Masker dengan konsentrasi tepung pisang ambon 10%, 15%, dan 20% menunjukkan tingkat pemulihan yang baik. Pemulihan kulit yang paling baik pada masker 20% karena mampu menurunkan nilai kehalusan kulit lebih baik dibandingkan dengan masker lain, dengan penambahan tepung pisang ambon

0 5 10 15 20 25 30 35 40

0 1 2 3 4

P er sent a se k a da r a ir Waktu (Minggu)

Kadar Air (Moisture)

Blanko Tp 10% Tp 15% Tp 20% De h id ra si No rm al


(51)

sudah dapat memberikan efek yang baik terhadap kulit. Hasil pengujian menggunakan alat skin analyzer dapat dilihat pada lampiran 6.

Data statistik parameter kehalusan kulit nilai p>0,05 pada kondisi kulit sebelum pemakaian hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan kehalusan kulit yang signifikan. Minggu pertama setelah perawatan nilai p<0,05 menunjukkan ada perbedaan yang signifikan yaitu antara ketiga formula dengan masker blanko. Pada pemulihan minggu kedua, minggu ketiga dan minggu keempat diperoleh nilai p<0,05 dimana ada perbedaan yang signifikan antara formula. Semakin tinggi konsentrasi tepung pisang ambon yang ditambahkan maka kemampuan untuk menghaluskan kulit semakin baik. Data hasil uji statistik dapat dilihat pada lampiran 6.

Tabel 4.7 Hasil pengukuran kehalusan (Evenness) Formula

Sukarelawan Sebelum Perawatan (minggu)

I II III IV

Blanko

1 40 38 37 36 34

2 43 38 37 35 32

3 38 37 37 36 32

40,3±2,5 37,6±0,5 37±0 35,6±0,5 32,6±1,1 Tepung

pisang ambon 10%

1 38 33 31 29 25

2 38 34 31 30 26

3 41 37 32 30 27

39±1,7 34,6±2,0 31,3±0 29,6±0,5 26±1 Tepung

pisang ambon 15%

1 40 34 30 29 26

2 38 31 32 29 24

3 36 31 29 28 24

38±2 32±1,7 30,3±1 28,6±0,5 24,6±1,1 Tepung

pisang ambon 20%

1 41 33 30 25 22

2 37 32 31 28 23

3 36 32 30 28 24

38±2,6 32,3±0,5 30,3±0 27±1,7 23±1 Keterangan :


(52)

Gambar 4.3 Grafik hasil pengukuran kehalusan (Evenness) pada wajah sukarelawan kelompok blanko, masker tepung pisang 10%, 15%, 20%selama 4 minggu

Perawatan kulit dilakukan dalam satu minggu sebanyak dua kali selama empat minggu. Cara pemakaiaan ini disesuaikan dengan produk masker dipasaran. 4.3.3 Besar pori (pore)

Analisis besar pori menggunakan perangkat skin analyzer yang sama dengan pengukuran kehalusan yaitu lensa perbesaran 60x dan mode pembacaan normal dengan warna lampu sensor biru, pada waktu melakukan analisis kehalusan kulit, secara otomatis analisis besar pori ikut terbaca (Aramo, 2012). Berdasarkan data yang diperoleh pada Tabel 4.4 dan besar pori kulit semua sukarelawan pada kondisi awal adalah beberapa besar, setelah perawatan selama satu minggu nilai hasil besar pengukuran pori yang diperoleh menjadi lebih kecil dibandingkan kondisi awal. Masker dengan konsentrasi 20% menunjukkan tingkat pemulihan yang lebih baik dibanding masker lainnya. Hasil pengujian menggunakan alat skin analyzer dapat dilihat pada lampiran 6. Data dapat dilihat pada Tabel 4.8 dibawah ini :

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

0 1 2 3 4

K eha lus a n Waktu (Minggu)

Kehalusan (Evenness)

Blanko Tp 10% Tp 15% Tp 20% Ha lu s No rm al


(53)

Tabel 4.8 Hasil pengukuran besar pori (pore)

Formula Sukarelaw

an Sebelum

Perawatan (minggu)

I II III IV

Blanko

1 37 37 35 35

2 35 35 31 31 31

3 39 39 33 33 31

37±2 37±2 33±2 33±2 32,3±2,0 Tepung

pisang ambon 10%

1 35 31 27 22 16

2 33 27 25 22 18

3 27 24 22 20 16

31,6±4,1 27,3±3,5 24,6±2,5 21,3±1,1 16,6±1,1 Tepung

pisang ambon 15%

1 37 33 27 25 22

2 37 31 27 22 18

3 31 25 22 20 12

35±3,46 29,6±4,1 25,3±2,8 22,3±2,8 17,3±5,0 Tepung

pisang ambon 20%

1 31 25 22 16 5

2 37 31 25 18 8

3 31 25 22 18 12

33±3,46 27±3,46 23±1,73 17,3±1,1 8,33±3,5 Keterangan:

Kecil 0-19; Beberapa besar 20-39; Sangat besar 40-100 (Aramo, 2012)

Gambar 4.4 Grafik hasil pengukuran pori (pore) pada wajah sukarelawan 0 5 10 15 20 25 30 35 40

0 1 2 3 4

P

o

ri

Waktu (Minggu) Pori (Pore)

Blanko Tp 10% Tp 15% 10% Ke cil Be sa r


(54)

Data statistik parameter pengukuran besar pori yang diperoleh dengan Anova menunjukkan kondisi kulit pada kondisi awal, pada perawatan minggu pertama dan minggu kedua tidak ada perbedaan yang signifikan antar formula karena diperoleh nilai p > 0,05. Pada pemulihan minggu ketiga dan minggu keempat setelah perawatan diperoleh nilai p < 0,05 dimana ada perbedaan yang signifikan antar formula. Data hasil uji statistik dapat dilihat pada lampiran 6. Perawatan kulit dilakukan dalam satu minggu sebanyak dua kali selama empat minggu. Cara pemakaiaan ini disesuaikan dengan produk masker dipasaran. 4.3.4 Noda (spot)

Pengukuran banyaknya noda dengan menggunakan perangkat skin analyzer lensa perbesaran 60x dan mode pembacaan normal dengan warna lampu sensor jingga. Hasil pengukuran banyaknya noda terlihat dalam Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Hasil pengukuran banyak noda (Spot) Formula Sukarel

awan Sebelum

Perawatan (minggu)

I II III IV

Blanko

1 35 34 34 33 29

2 34 33 33 33 30

3 29 28 28 28 28

32,6±3 31,6±3,2 31,6±3,2 31,3±2,8 29±1 Tepung

pisang 10%

1 28 26 24 22 19

2 29 27 25 22 19

3 34 31 29 26 23

30,3±3 28±2,84 26±2,6 23,3±2,3 20,3±2,30 Tepung

pisang 15%

1 38 34 29 25 22

2 37 34 29 26 22

3 39 26 24 21 18

38±1 31,3±4,6 27,3±2,8 24±2,64 20,6±2,30 Tepung

pisang 20%

1 31 26 23 18 13

2 33 28 24 20 14

3 35 29 25 20 12

33±2 27,6±1,5 24±1 19,3±1,1 13±1 Keterangan:


(55)

Setelah perawatan selama satu minggu nilai hasil pengukuran banyaknya noda yang diperoleh menjadi lebih kecil dibandingkan kondisi awal. Masker dengan konsentrasi tepung pisang ambon 10%, 15%, dan 20% menunjukkan tingkat pemulihan yang baik.

Gambar 4.5 Grafik hasil pengukuran banyak noda (spot) pada Wajah sukarelawan kelompok blanko, masker tepung pisang 10%, 15%, 20% selama 4 minggu.

Pemulihan kulit yang paling baik pada masker 20% karena mampu menurunkan nilai banyaknya noda lebih baik dibandingkan dengan masker lain. Gambar pengukur hasil pengujian menggunakan alat skin analyzer dapat dilihat pada lampiran 6. Data statistik parameter pengukuran banyaknya noda yang diperoleh dengan Anova menunjukkan kondisi kulit awal, pemulihan minggu pertama, minggu kedua setelah perawatan tidak ada perbedaan signifikan antara formula karena diperoleh nilai p > 0,05. Pada pemulihan minggu ketiga dan minggu keempat setelah perawatan diperoleh nilai p < 0,05 dimana ada perbedaan yang signifikan antara formula.

0 5 10 15 20 25 30 35 40

0 1 2 3 4

S

p

o

t

Banyak Noda (Spot)

Blanko Tp 10% Tp 15% Tp 20% Ke cil Be sa r


(56)

Perawatan kulit dilakukan dalam satu minggu sebanyak dua kali selama empat minggu, Perawatan kulit dilakukan dalam satu minggu sebanyak dua kali selama empat minggu. Cara pemakaiaan ini disesuaikan dengan produk masker dipasaran.

4.3.5 Keriput (Wrinkle)

Pengukuran keriput dengan menggunakan perangkat skin analyzer lensa perbesaran 10x dan mode pembacaan normal dengan warna lampu sensor biru. Dalam penelitian ini tidak ditemukannya adanya keriput pada sukarelawan karena keriput dapat terjadi karena kurangnya kelembapan (Mouisture), kehalusan kulit (Eveness), besar pori (Pore) dan adanya noda (Spot). Dan apabila keempat parameter tersebut teratasi maka keriput tidak akan muncul.


(57)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: a. Tepung pisang ambon dapat diformulasikan dalam sediaan masker wajah. b. Perbedaan konsentrasi tepung pisang ambon yang diformulasikan dalam

formula masker memberikan efektifitas anti-aging yang berbeda. Konsentrasi masker tepung pisang ambon 20% memberikan hasil anti-aging yang lebih baik dari masker blanko, masker tepung pisang 10% dan masker tepung pisang ambon 15% karena mampu menjaga kondisi kadar air dari dehidrasi menjadi normal, kulit menjadi lebih halus, ukuran pori menjadi lebih kecil dan jumlah noda menjadi lebih sedikit.

c. Penggunaan sediaan masker wajah yang mengandung tepung pisang ambon selama 4 minggu menunjukkan peningkatan kondisi kulit yang lebih baik.

5.2 Saran

Diharapkan pada peneliti selanjutnya untuk membuat sediaan kosmetik Anti-aging yang menggunakan bahan tepung pisang yang lain misalnya dari pisang raja dan membandingkan efektivitas anti-aging nya.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C. (2008). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta: Universitas Indonesia. Hal 158-159, 162, 389.

Aramo, (2012). Skin and Hair Diagnostic System. Sugnam: Aram Huvis Korea Ltd. Hal 1 – 10.

Ardhie, A.M. (2011). Radikal Bebas dan Peran Antioksidan dalam mencegah penuaan.Anti Aging Medicinus. 24(1): 6-7.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi keempat. Jakarta: Departemen kesehatan RI. Hal 378.

Ditjen POM. (1985). Farmakope Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Departemen kesehatan RI. Hal 83, 85, 86, 103-105, 195-197.

Dewi, M dan Neti, S (2013). A-Z Tentang Kosmetik. Jakarta: PT Gramedia. Hal 172-173

Dwikarya, M. (2003). Merawat Kulit dan Wajah. Tangerang: PT. Kawan Pustaka. Hal 83-85.

Fauzi, A.R., dan Nurmalina, R. (2012). Merawat kulit dan wajah. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Hal 60. 171-173.

Rieger, M.M. (2000). Harry’s cosmetology. Edisi Delapan. New York: Chemical Publishing Co.,Inc. Hal 471-483.

Histifarina Adetiya, R dan Rahadian, S. (2012). Teknologi Pengolahan Tepung dari Berbagai Jenis Pisang Menggunakan Cara Pengeringan Matahari dan Mesin Pengering.Jawa Barat: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Hynes, A. (1994). Dibalik Wajah Cantik: Fakta Tentang Manfaat dan Resiko

Kosmetik. Jakarta: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia. Hal 37.

Jaelani. (2009). Ensiklopedi Kosmetika Nabati. Jakarta: Pustaka Populer Obor. Hal 153-155.

Muliyawan D., dan Suriana, N. (2013). A-Z Tentang kosmetik. Jakarta: PT Elex Media komputindo. Hal 134, 157-158.

Noormindhawati, L. (2013). Melawan Penuaan Dini. Cetakan Pertama. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Hal 2, 5, 6, 74-75.


(59)

Prianto. J. (2014). Panduan Lengkap Merawat Kulit Wajah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal 60, 118-145.

Rawlins, E.A. (2003). Bentley’s Textbook of pharmaceutics. Edisi kedelapan belas. London: baillierre Tindall. Hal 353.

Santoso A, (1987). Teknologi Pembuatan Tepung Pisang. Yogyakarta. Hal 15 Satuhu S, Supriyadi A. (2007). Budidaya Pisang dan Pengolahan. Jakarta:

Penebar Swadaya. Hal 1 – 41, 116 – 124.

Salvador, A., dan Chiesvert, A. (2007). Analysis of cosmetic products. Edisi Pertama. Italy: Elsevier B.V. Hal 367-368.

Sulistyowati, D. (2009). Rahasia Sehat dan Cantik Sampai Usila. Yogyakarta: Andy Offset. Hal 41.

Septiani, S. (2012). Formulasi Sediaan Masker Gel Antioksidan dari Ekstrak Etanol Biji Melinjo. Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran, Bandung. Hal 25-26

Sukmawati, A. (2013). Pengaruh Konsentrasi PVA, HPMC, dan Gliserin Terhadap Sifat Fisik Masker Wajah Gel Peel Off Ekstrak Etanol 96% Kulit Buah Manggis. Skripsi. Jurusan Farmasi Universitas Udayana, Bali. Hal 36-37

Tjitrosoepomo, G. (2000). Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta. Gajah Mada, University Press. Edisi ke XIV. Hal 266

Tranggono, RI., dan Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hal 78.

Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta; UI Press. Hal 58, 62.

Wibisana, R. (2013). Meraup Uang dari Bisnis Olahan Pisang. Yogyakarta: Sakti. Hal 45


(60)

(61)

Lampiran 2 Gambar sediaan masker

Keterangan:

A : Formula Masker untuk Blanko

B : Formula Masker dari tepung pisang konsentrasi 10% C : Formula Masker dari tepung pisang konsentrasi 15% D : Formula Masker dari tepung pisang konsentrasi 20%

A

B

C

D


(62)

Lampiran 3 Gambar alat dan sampel

A B


(63)

Lampiran 3 (Lanjutan)

E

F Keterangan:

A: Skin analyzer B: Mouisture checker C: Neraca analitik D: pH meter E: Pisang ambon


(64)

Lampiran 4 Bagan pembuatan tepung pisang ambon

Pengukusan selama 15 menit,supaya getah terpisah dan mempermudah

pengupasan Buah pisang di bersihkan

Buah pisang diiris tipis-tipis

Setelah kering, digiling dengan alat penggiling Pengupasan kulit pisang

Kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari

Lalu di ayak dengan ayakan no 100 mesh


(65)

Lampiran 5 Gambar daerah pemakaian masker pada wajah sukarelawan

A

B Keterangan:

A: Wajah tampak dari depan B: Wajah tampak dari samping


(66)

Lampiran 6 Hasil Pengujian Menggunakan Alat Skin Analyzer  Kadar Air ( moisture )


(67)

Lampiran 6 (Lanjutan)


(68)

(69)

Lampiran 6 (Lanjutan)


(70)

(71)

Lampiran 7 Data hasil uji statistik  Kelembapan (moisture)

ANOVA

Sum of Squares

df Mean

Square

F Sig.

Sebelum Between

Groups

.917 3 .306 .153 .925

Within Groups

16.000 8 2.000

Total 16.917 11

Minggu1 Between

Groups

4.667 3 1.556 1.037 .427

Within Groups

12.000 8 1.500

Total 16.667 11

Minggu2 Between

Groups

8.917 3 2.972 1.981 .195

Within Groups

12.000 8 1.500

Total 20.917 11

Minggu3 Between

Groups

18.250 3 6.083 6.083 .004

Within Groups

8.000 8 1.000

Total 26.250 11

Minggu4 Between

Groups

43.000 3 14.333 17.200 .002

Within Groups

6.667 8 .833


(72)

Lampiran 7 (Lanjutan) Sebelum

formula N Subset for alpha = 0.05

1

Tp20% 3 26.67

Tp15% 3 27.00

Blanko 3 27.33

Tp10% 3 27.33

Sig. .936

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

minggu1 Tukey HSDa

formula N Subset for alpha = 0.05 1

Blanko 3 28.33

Tp10% 3 29.33

Tp15% 3 29.67

Tp20% 3 30.00

Sig. .398

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. minggu2

Tukey HSDa

formula N Subset for alpha = 0.05 1

Blanko 3 29.33

Tp10% 3 30.00

Tp15% 3 30.67

Tp20% 3 31.67

Sig. .169

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


(73)

Lampiran 7 (Lanjutan)

minggu4 Tukey HSDa

formula N Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Blanko 3 30.00

Tp10% 3 31.00 31.00

Tp15% 3 32.67 32.67

Tp20% 3 35.00

Sig. .565 .193 .055

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. minggu3

Tukey HSDa

formula N Subset for alpha = 0.05

1 2

Blanko 3 29.67

Tp10% 3 30.67 30.67

Tp15% 3 31.67 31.67

Tp20% 3 33.00

Sig. .144 .081

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


(74)

Lampiran 7 (Lanjutan)  Kehalusan ( Evenness)

ANOVA Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Sebelum Between

Groups

11.000 3 3.667 .721 .567

Within Groups

40.667 8 5.083

Total 51.667 11

Minggu1 Between Groups

61.667 3 20.556 10.278 .004

Within Groups

16.000 8 2.000

Total 77.667 11

Minggu2 Between Groups

92.250 3 30.750 41.000 .000

Within Groups

6.000 8 .750

Total 98.250 11

Minggu3 Between Groups

128.250 3 42.750 42.750 .000

Within Groups

8.000 8 1.000

Total 136.250 11

Minggu4 Between Groups

186.917 3 62.306 53.405 .000

Within Groups

9.333 8 1.167


(75)

Lampiran 7 (Lanjutan)

Sebelum Tukey HSDa

formula N Subset for alpha = 0.05 1

Tp15% 3 38.00

Tp20% 3 38.00

Tp10% 3 39.00

Blanko 3 40.33

Sig. .606

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

minggu1 Tukey HSDa

formula N Subset for alpha = 0.05

1 2

Tp15% 3 32.00 Tp20% 3 32.33

Tp10% 3 34.67 34.67

Blanko 3 37.67

Sig. .175 .117

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


(76)

Lampiran 7 (Lanjutan)

minggu2 Tukey HSDa

formula N

Subset for alpha = 0.05

1 2

Tp15% 3 30.33 Tp20% 3 30.33 Tp10% 3 31.33

Blanko 3 37.00

Sig. .525 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

minggu3 Tukey HSDa

formula N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Tp20% 3 27.00

Tp15% 3 28.67 28.67

Tp10% 3 29.67

Blanko 3 35.67

Sig. .250 .630 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


(77)

Lampiran 7 (Lanjutan)

minggu4 Tukey HSDa

formula N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Tp20% 3 23.00

Tp15% 3 24.67 24.67

Tp10% 3 26.00

Blanko 3 33.33

Sig. .304 .474 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


(1)

Lampiran 7

minggu4

Tukey HSDa

formula N Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Tp20% 3 8.33

Tp10% 3 16.67 16.67

Tp15% 3 17.33

Blanko 3 32.67

Sig. .058 .994 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


(2)

 Banyak noda (Spot)

ANOVA

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. sebelum Between

Groups

28.667 3 9.556 .780 .537

Within Groups

98.000 8 12.250

Total 126.667 11 Minggu1 Between

Groups

40.667 3 13.556 1.322 .333 Within

Groups

82.000 8 10.250

Total 122.667 11 Minggu2 Between

Groups

94.917 3 31.639 4.746 .035 Within

Groups

53.333 8 6.667

Total 148.250 11 Minggu3 Between

Groups

225.000 3 75.000 13.636 .002 Within

Groups

44.000 8 5.500

Total 269.000 11 Minggu4 Between

Groups

384.917 3 128.306 40.518 .000 Within

Groups

25.333 8 3.167


(3)

Lampiran 7

Sebelum

Tukey HSDa

Formula N

Subset for alpha = 0.05

1

Tp10% 3 30.33

Blanko 3 32.67

Tp20% 3 33.00

Tp15% 3 34.67

Sig. .472

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

minggu1

Tukey HSDa

Formula N

Subset for alpha = 0.05 1

Tp20% 3 27.67

Tp10% 3 28.00

Tp15% 3 31.33


(4)

minggu2

Tukey HSDa

Formula N

Subset for alpha = 0.05

1 2

Tp20% 3 24.00

Tp10% 3 26.00 26.00

Tp15% 3 27.33 27.33

Blanko 3 31.67

Sig. .439 .103

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.

minggu3

Tukey HSDa

Formula N Subset for alpha = 0.05

1 2

Tp20% 3 19.33

Tp10% 3 23.33

Tp15% 3 24.00

Blanko 3 31.33

Sig. .147 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


(5)

Lampiran 7

minggu4

Tukey HSDa

Formula N Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Tp20% 3 13.00

Tp10% 3 20.33

Tp15% 3 20.67

Blanko 3 29.00

Sig. 1.000 .995 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


(6)

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN IKUT SERTA DALAM PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama :

Umur : Alamat :

Telah mendapat penjelasan secukupnya bahwa sukarelawan bersedia melakukan uji masker tepung pisang ambon terhadap kulit sebagai anti-aging. Setelah mendapat penjelasan secukupnya tentang manfaat penelitian ini dan efek sampingnya, maka saya menyatakan SETUJU untuk ikut serta dalam penelitian dari Lisberia Sinambela dengan judul “ STUDI PEMAKAIAN TEPUNG PISANG AMBON (Musa acuminata AAA) SEBAGAI ANTI-AGING DALAM SEDIAAN MASKER”. Sebagai usaha untuk mengetahui apakah sediaan masker anti-aging dari tepung pisang ambon yang dihasilkan mampu atau tidak dalam memulihkan kulit yang telah mengalami penuaan. Saya menyatakan sukarela dan bersedia untuk mengikuti prosedur penelitian yang telah ditetapkan.

Persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak manapun. Demikian surat pernyataan ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Medan , Mei 2015

Peneliti Sukarelawan,