2. Prinsip ketaatan kepada Allah
Prinsip ini mengandung arti bahwa konsumsi dilakukan dalam rangka taat kepada Allah. Prinsip ini memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan
harta, barang dan jasa melalui cara yang dibenarkan oleh syara‟ dari segi zatnya, cara memperoleh, cara memproduksi dan tujuan dari konsumsi itu sendiri.
Q.S. Al-M ā‟idah5: 87
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang
baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
Firman Allah Swt. Al- A‟`rāf: 157
yaitu orang-orang yang mengikut rasul, nabi yang ummi yang namanya mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang
menyuruh mereka mengerjakan yang maruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan
bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman
kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya Al Qu
‟ran, mereka itulah orang-orang yang beruntung.
Sesungguhnya Allah Hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang ketika disembelih disebut nama selain Allah. tetapi
barangsiapa dalam keadaan terpaksa memakannya sedang dia tidak
menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Q.S. Al-Baqarah2:
173
Prinsip ketaatan kepada Allah menawarkan bahwa konsumsi harus didasari dan mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan Allah melalui al-
Qur‟an dan Hadis. Dalam hal ini prinsip yang diutamakan prinsip
„ alālan ṭayyiban.‟ Ada dua prinsip ketaatan kepada Allah terhadap konsumsi.
Pertama, ketaatan berkaitan dengan kehalalan konsumsi. Konsumsi dalam Islam menjelaskan bahwa konsumsi harus bersifat halal. Konsumsi yang bersifat
haram harus dihindari. Oleh karena itu konsumsi harus dilaksanakan dalam rangka taat kepada Allah dengan memperhatikan perintah dan larangan yang telah
ditetapkan. Dalam prinsip ini, hal yang harus diperhatikan adalah konsumsi halal dan yang harus dihindari adalah konsumsi haram.
Kedua, ketaatan dari segi ṭayyib-nya konsumsi. Hal yang harus diperhatikan
adalah cara, kondisi dan pembatasan kuantitas konsumsi. Dalam mengkonsumsi, Islam sangat menekankan kewajaran dari segi jumlah. Islam tidak mentolerir
pemenuhan kebutuhan yang sekehendak hati tanpa batas. Oleh karena itu konsumsi dalam Islam menghendaki jumlah yang ideal sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
yang tidak membahayakan bagi seseorang. Pada sisi lain Islam juga menekan cara dan pola mengkonsumsi.
Islam juga tidak menghendaki seseorang menahan-nahan harta yang dikaruniakan Allah Swt kepada mereka. Al-
Quran mengungkapkan “dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu
mengulurkannya…”Q.S. Al-Isrā‟17: 29. Pada sisi lain Allah juga tidak menghendaki umatnya membelanjakan harta mereka secara berlebih-lebihan di luar
kewajaran
49
dan tidak terperangkap dalam langkah-langkah setan.
50
Berdasarkan prinsip ini maka seseorang melakukan konsumsi berlandaskan pada ketaatannya kepada Allah. Ia melakukan semua kativitas konsumsinya dalam
rangka beribadah kepada Allah Swt. Ia akan mematuhi apa yang diperintahkan oleh Allah dan meninggalkan apa yang dilarangnya. Dengan kata lain ia akan melakukan
konsumsi pada hal-hal yang dibenarkan Allah yaitu yang halal dan ayyib baik dari segi zat maupun dari cara memperoleh konsumsi tersebut.
3. Prinsip Etika Ethical Principles