ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN MODUS HIPNOTIS YANG DILAKUKAN WARGA NEGARA ASING (STUDI PUTUSAN PERKARA NOMOR 1014/Pid.B/2010/PN.TK)
ABSTRAK
ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN MODUS HIPNOTIS YANG DILAKUKAN WARGA
NEGARA ASING
(STUDI PUTUSAN PERKARA NOMOR 1014/Pid.B/2010/PN.TK)
DHORA CAROLIN SA
Dewasa ini marak terjadi kejahatan pencurian yang dilakukan dengan modus hipnotis. Pencurian dengan modus hipnotis semakin berkembang di masyarakat Indonesia bahkan dilakukan oleh warga negara asing. Modus ini digunakan untuk memuluskan melakukan kejahatan pencurian, dalam kasus seperti ini Pasal 363 ayat 1 ke-3 dan ke-4 KUHP diterapkan oleh aparat penegak hukum kepada pelaku tindak pidana sebagai bentuk pertanggungjawaban perbuatannya seperti pada kasus kejahatan pencurian dengan modus hipnotis oleh warga negara asing pada perkara Nomor 1014/Pid.B/2010/PN.TK. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menelitinya dalam bentuk skripsi berjudul : “Analisis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Hipnotis Yang Dilakukan Warga Negara Asing (Studi Putusan Perkara Nomor 1014/Pid.B/2010/PN.TK)”, adapun permasalahan yang yang diajukan adalah: 1. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh warga negara asing, dan 2. Apakah dasar pertimbangan hakim dalam putusan Pidana terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh warga negara asing.
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, dan Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan cara memeriksa dan mengoreksi data, setelah data diolah kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif untuk mendapatkan kesimpulan dalam penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa KUHP Indonesia tidak mengatur tentang adanya hipnotis. Berdasarkan asas teritorial dalam pasal 2 KUHP yang isinya: “Aturan pidana dalam Undang-Undang Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan suatu tindak pidana di dalam wilayah Indonesia” yaitu dimaksudkan bahwa warga negara asing yang melakukan tindak pidana di Indonesia tetap mempertanggungjawabkan perbuatannya
(2)
berdasarkan sistem KUHP Indonesia yakni pidana penjara. Sehingga pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pencurian dengan modus hipnotis yang dilakukan oleh warga negara asing dalam perkara nomor 1014/Pid.B/2010/PN.TK dengan terdakwa I Mehmet Sawn Bin Chadir dan terdakwa II Yaman Alper Seed Heidarrir Bin Chafar hanya memenuhi unsur-unsur tindak pidana pencurian saja. Dasar pertimbangan Hakim memutuskan bahwa terdakwa terbukti bersalah dengan melihat unsur-unsur delik dalam melakukan tindak pidana telah terpenuhi sehingga terdakwa memenuhi unsur-unsur pasal 363 ayat (1) ke-3 dan ke-4 KUHP yakni pencurian dalam keadaan yang memberatkan dan keputusan itu diambil dari hasil musyawarah hakim-hakim dalam persidangan yang telah mepertimbangkan alat bukti, saksi dalam fakta persidangan yang akhirnya terwujud satu hasil keputusan yang dijatuhkan kepada para terdakwa kasus tersebut.
Pada akhir penulisan ini disarankan hendaknya dalam KUHP terdapat pasal tersendiri yang mengatur tentang kejahatan dengan modus hipnotis yang dapat digunakan sebagai pedoman aparat penegak hukum kepada pelaku untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, sehingga apabila hipnotis diatur secara tersendiri maka penegakan hukumnya lebih jelas dan kekuatan hukumnya tetap.
(3)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, perilaku manusia di dalam
masyarakat dan bernegara justru semakin kompleks. Pembangunan hukum sebagai upaya untuk
menegakkan keadilan, kebenaran dan ketertiban dalam negara hukum Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang 1945, diarahkan untuk meningkatkan hukum bagi
setiap anggota masyarakat menyadari dan menghayati hak dan kewajiban sebagai warga negara
sehingga akan terbentuk perilaku yang patuh dan taat pada hukum.
Sisi lain dari kemajuan IPTEK, adanya perilaku yang menyimpang dari anggota masyarakat
yang berupa berbagai macam tindak pidana. Manusia dalam hidup perlu memenuhi kebutuhan
hidupnya berbagai cara dilakukan dan ditempuh untuk kelangsungan hidup. Tidak mustahil hal
ini akan timbul perbuatan yang menyimpang atau perbuatan yang bertentangan dengan hukum
dan Undang-Undang sehingga sebagai salah satu bentuk tindak pidana.
Tindak Pidana pencurian merupakan perbuatan yang melanggar hukum yang digolongkan
sebagai kejahatan yang ditujukan terhadap hak milik dan lain-lain yang timbul dari hak milik
tersebut.
Pencurian dengan cara-cara tertentu atau dalam keadaan tertentu sehingga bersifat lebih berat
dan maka dari itu diancam dengan hukuman yang maksimumnya lebih tinggi, yaitu lebih dari
(4)
penjara paling lama tujuh tahun, dan Pasal 365 KUHP diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan tahun dihukum.
Pertanggungjawaban Pidana adalah pertangungjawaban orang terhadap tindak pidana yang
dilakukannya, tegasnya yang dipertanggungjawabkan orang itu adalah tindak pidana yang
dilakukannya (Mahrus Ali, 2001:156).
Bentuk pertanggungjawaban dalam hal ini kasus kejahatan pencurian di dalam KUHP itu termuat
pada Pasal 362 KUHP, Pasal 363 KUHP, Pasal 364 KUHP, Pasal 365 KUHP, Pasal 366 KUHP,
Pasal 367 KUHP. Kemampuan bertanggungjawab seseorang atas perbuatannya berdasarkan
ketentuan Pasal 44 KUHP yaitu :
a. Terganggu karena penyakit
b. Jiwanya cacat dalam tumbuhnya
Akhir-akhir ini berita mengenai pencurian pada waktu malam hari yang diklasifikasikan ke
dalam pencurian baik yang dilakukan perorangan maupun bersama-sama dengan jalan
kekerasan, merusak, dan dengan modus tipu muslihat seperti hipnotis yang dilakukan oleh warga
negara asing kini semakin meningkat dan banyak mendapat perhatian dari masyarakat. Perilaku
menyimpang yang dilakukan oleh warga negara asing sudah mengarah kepada tindakan kriminal,
mendorong kita untuk lebih banyak memberi perhatian akan penanggulangan serta
penangganannya. Perilaku menyimpang yang dilakukan kebanyakan orang untuk memiliki hak
orang lain dilakukan dengan melakukan perbuatan melanggar hukum. Disamping itu jenis
perbuatan melanggar hukum yang dilakukan adalah tindak pidana pencurian, dimana delik
(5)
Berdasarkan Pasal 50 UU No 9 Tahun 1992, orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan
atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud pemberian izin keimigrasian yang
diberikan kepadanya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda
paling banyak Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).
Kejahatan dengan modus hipnotis mulai berkembang di masyarakat Indonesia. Pelaku kejahatan
dalam sekejap dapat membuat korbannya mengikuti semua yang diperintahkan. Untuk
menjalankan aksinya biasanya pelaku kejahatan ini berada di pusat perbelanjaan, dan mini
market. Para pelaku tindak pidana dengan hipnotis biasanya berkelompok dengan tugasnya
masing-masing untuk memudahkan operasinya. Dari sejumlah kasus sebagian besar yang
menjadi korban adalah wanita, karena wanita dianggap memiliki energi yang lemah
dibandingkan pria namun tidak sedikit pria yang telah menjadi korbannya (www.wikipedia.com,
10 Desember 2011, 14.30).
Tindak pidana dengan sarana hipnotis lebih mengandalkan kemampuan supranatural pelaku
kejahatan, dan keahliannya membujuk korbannya. Biasanya para pelaku tindak pidana juga
berlaku sopan dengan berpakaian rapi layaknya pekerja kantoran. Kejahatan ini juga termasuk
sulit untuk diungkap. Selain minimnya barang bukti, banyak korban kejahatan hipnotis memilih
tidak melapor kepada polisi, dengan berbagai alasan, seperti malu, tidak ada saksi, tidak ada
bukti, atau pesimis polisi bisa mengungkap kasusnya. Karena di dalam Undang-Undang tindak
pidana Indonesia, juga tidak mengatur tentang kasus-kasus dengan modus hipnotis
(www.wikipedia.com, 10 Desember 2011, 14.30).
Meningkatnya kasus pencurian yang dilakukan oleh warga negara asing, maka banyak anggota
(6)
tersebut. Sejauh hukuman itu setimpal dengan kesalahan yang mereka lakukan dimana di dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sendiri menetapkan Pidana maksimal 7 tahun bagi pelaku
pencurian dengan pemberatan. Maka diharapkan para pelaku pencurian akan merasa jera untuk
tidak lagi mengulangi perbuatannya.
Sebagai contoh saja pencurian yang dilakukan di malam hari dengan kerugian sebesar Rp 25,00,
pencurian ini dianggap sebagai pencurian ringan seperti yang dimaksud didalam Pasal 362 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana : Mengambil barang seluruhnya atau sebagian milik orang lain
dengan tujuan untuk memilikinya secara melawan hukum, yang diancam Pidana 7 tahun akan
tetapi harus dianggap sebagai pencurian dengan pemberatan seperti bagaimana yang ditetapkan
dalam Pasal 363 ayat (1) ke-3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang ancaman
hukumannya maksimal 7 tahun (KUHP).
Sistem hukum pidana di Indonesia pada dasarnya hanya menganut sistem pertanggungjawaban
berdasarkan kesalahan dan bersifat individual, yang artinya bahwa pertanggungjawaban pidana
itu hanya dapat dikenakan terhadap seseorang yang benar-benar melakukan tindak pidana.
Karena asas utama dari pertanggungjawaban pidana adalah harus ada kesalahan (schuld) pada pelaku. Simons menyatakan bahwa delik adalah suatu tindakan melawan hukum yang telah
dilakukan dengan sengaja oleh seseorang yang tindakannya tersebut dapat
dipertanggungjawabkan dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan yang
dapat dihukum (P.A.F.Lamintang, 1997 : 185).
Pidana itu berkaitan dengan sanksi atau hukuman yang dapat dijatuhkan kepada orang yang
melakukan tindak pidana, yaitu hanya melalui putusan hakim yang telah bersifat tetap dan jenis
(7)
Sanksi pidana sangatlah penting diperlukan, karena kita tidak dapat hidup dan merupakan alat
atau sarana terbaik tersedia yang kita miliki untuk menghadapi kejahatan-kejahatan atau bahaya
besar untuk menghadapi ancaman-ancaman dari bahaya, sekarang maupun di masa yang akan
datang tanpa pidana.
Selanjutnya dalam menjatuhkan putusan (pidana) hakim harus menyadari dan menyatakan apa
makna pemidanaan yang diberikan dan harus pula mengetahui serta menyadari makna yang
hendak dicapainya dengan menetapkan tindak pidana terhadap pelaku tindak pidana. Keputusan
hakim tidak boleh terlepas dari serangkaian kebijakan kriminal yang mempengaruhi tahap
berikutnya (pelaksanaan pidana). Serta perlu dipertimbangkan bahwa berat ringannya hukuman
yang dijatuhkan oleh hakim terhadap para pelaku tindak pidana pada hakekatnya adalah sebagai
upaya perbaikan bagi pelaku tindak pidana setelah kembali ke masyarakat.
Kebebasan hakim sangat berperan dalam menentukan berat ringannya hukuman karena berbagai
pertimbangan harus dilakukan sebelum mengambil keputusan, dan yang terjadi menurut
pengamatan penulis terhadap kasus pencurian tersebut, bahwa keputusan hakim dianggap tidak
sebanding dengan ancaman hukuman seperti yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana dan harapan serta keinginan masyarakat.
Salah satu kasus pencurian dengan pemberatan yang terjadi adalah pada kasus perkara
1014/Pid.B/2010/PN.TK dimana terdakwa bernama Mehmed Sahin Bin Chadir, umur 19 tahun,
kebangsaan Turki dan Yaman Alper alias Saeed Heidarriard Bin Chafar, umur 32 tahun,
kebangsaan Turki yang terbukti melakukan tindak pidana pencurian pada waktu malam hari
yang diklasifikasikan ke dalam pencurian dengan pemberatan di Indomaret Kali Balok R.
(8)
penjara 10 bulan, adapun barang bukti 1 (satu) keeping VCD rekaman CCTV, 1 (satu) lembar
slip penjualan, 4 (empat) lembar foto kegiatan para terdakwa, 1 (satu) buah buku passport an
Mehmet Sahin, 1 (satu) buah celana panjang jeans warna biru merk Lois, 1 (satu) buah passport
an Yaman Alper, 1 (satu) buah kaos oblong bertulis La Jea. Pencurian ini dilakukan pada waktu
malam hari dalam sebuah rumah atau perkarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan
oleh orang yang ada disitu tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak, yang
dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, serta yang untuk masuk ketempat
melakukan kejahatan atau untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan
modus-modus hipnotis. Akibat perbuatan terdakwa, Indomaret Kali Balok R. Sukarno Hatta Kel. Kali
Balau Kencana Kec. Sukabumi Bandar Lampung selaku tempat pencurian menderita kerugian
kurang lebih Rp. 1.632.434.- (satu juta enam ratus tiga puluh dua ribu empat ratus tiga puluh
empat rupiah).
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pencurian dengan pemberatan diatur
dalam pasal 363 KUHP dan Pasal 365, pasal inilah yang digunakan jaksa sebagian dasar dan
pedoman untuk melakukan penuntutan. Tetapi terhadap kasus/perkara di atas dimana bunyi
putusan hakim terhadap terdakwa Mehmed Sahin Bin Chadir dan Yaman Alper alias Saeed
Heidarriard Bin Chafar adalah sebagai berikut:
1. Menyatakan terdakwa Mehmed Sahin Bin Chadir dan Yaman Alper alias Saeed Heidarriard
Bin Chafar terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
“Pencurian Dalam Keadaan Yang Memberatkan”;
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Mehmed Sahin Bin Chadir dan Yaman Alper alias
Saeed Heidarriard Bin Chafar masing-masing dengan pidana penjara selama 10 (sepuluh)
(9)
3. Menetapkan bahwa masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani para terdakwa
dikurangkan seluruhnya terhadap pidana yang dijatuhkan;
4. Memerintahkan para terdakwa tetap dalam tahanan;
5. Menetapkan barang bukti berupa :
- 1 (satu) keping VCD rekaman CCTV
- 1 (satu) lembar slip penjualan
- 4 (empat) lembar foto kegiatan para terdakwa
- 1 (satu) buah buku passport an Mehmet Sahin
- 1 (satu) buah celana panjang jeans warna biru merk Lois
- 1 (satu) buah passport an Yaman Alper
- 1 (satu) buah kaos oblong bertulis La Jea
Dikembalikan pada pemiliknya yang berhak.
6. Membebankan biaya perkara kepada para terdakwa masing-masing sebesar Rp. 2000,-;
Berdasarkan uraian kasus di atas, yang menjadi pertanyaan bagi penulis adalah apakah dalam
praktek pelaksanaannya sudah berjalan sesuai ketentuan dalam Undang-Undang tersebut, baik
dalam proses pelaksanaan peradilannya maupun pelaksanaan pemberian putusan yang dijatuhkan
oleh hakim terhadap pelaku yang melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan.
Dari uraian diatas, maka penulis tertarik mengambil judul skripsi mengenai : “Analisis
Pertanggungjawaban Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian dengan Modus Hipnotis yang dilakukan Warga Negara Asing (Studi Putusan Perkara No 1014/PID.B/2010/PN.TK)”.
(10)
1. Permasalahan
Berdasarkan uraian latas belakang masalah di atas maka yang menjadi pokok permasalahan
dalam penulisan skripsi ini adalah :
a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang
dilakukan dengan modus hipnotis oleh warga negara asing ?
b. Apakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan Pidana terhadap Pelaku
Tindak Pidana Pencurian yang dilakukan oleh Warga Negara Asing ?
2. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup penelitian skripsi ini adalah memberikan batasan hanya tehadap
bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam putusan Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana
Pencurian Yang Dilakukan Oleh Warga Negara Asing dan tanggungjawab pidana terhadap
pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh warga negara asing.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang akan dibahas, maka yang menjadi tujuan penelitian skripsi ini
adalah :
a. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pencurian
dengan modus hipnotis yang dilakukan oleh warga negara asing.
b. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam memberikan putusan perkara tentang tindak
(11)
2. Kegunaan Penelitian
Di dalam melakukan penelitian ini, penulis mengharapkan ada manfaat yang dapat diambil baik
bagi penulis sendiri maupun bagi masyarakat pada umumnya. Manfaat penelitian dibedakan ke
dalam dua bentuk, yaitu :
a. Teoritis
Secara teoritis, penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka
pengembangan ilmu hukum pidana yang menyangkut pemberian Sanksi pidana terhadap pelaku
tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh warga negara asing.
b. Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada Praktisi Hukum dan
masyarakat khususnya mengenai pemberian sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana
pencurian dengan yang dilakukan oleh warga negara asing, dan memberikan gambaran serta
informasi mengenai proses pelaksanaan sanksi pidananya.
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Pertanggungjawaban Pidana adalah pertanggungjawaban orang terhadap tindak pidana yang
dilakukannya, tegasnya yang dipertanggungjawabkan orang itu adalah tindak pidana yang
dilakukannya (Mahrus Ali, 2001:156).
Pertanggungjawaban pidana harus terlebih dahulu memiliki unsur yang sebelumnya harus
(12)
a. Suatu perbuatan yang melawan hukum (unsur melawan hukum).
b. Seorang pembuat atau pelaku yang dianggap mampu bertanggung jawab atas perbuatannya
(unsur kesalahan).
Kesalahan dalam arti seluas-luasnya dapat disamakan dengan pertanggungjawaban dalam hukum
pidana, yaitu terkandung makna dapat dicelanya si pembuat atas perbuatannya. Untuk dapat
dicela atas perbuatannya, seseorang itu harus memenuhi unsur-unsur kesalahan sebagai berikut :
a. Adanya kemampuan bertanggungjawab pada si pembuat. Artinya keadaan jiwa si pembuat
harus normal.
b. Adanya hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatannya, yang berupa kesengajaan
atau kealpaan.
c. Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf.
Perbuatan pidana berkaitan dengan dasar untuk menjatuhkan pidana. Sedangkan pidana
merupakan sanksi yang dijatuhkan kepada orang yang melakukan perbuatan pidana dengan
syarat orang tersebut dapat dipertanggungjawabkan atau mampu bertanggung jawab.
Sebagaimana dimaksud dengan bunyi Pasal 44 KUHP yaitu:
“ Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dipertanggungjawabankan padanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tubuhnya atau terganggu karena penyakit, tidak
dipidana”.
Lebih lanjut untuk menentukan pertanggungjawaban terhadap terdakwa dibutuhkan dasar
pertimbangan hakim dalam mengadili perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa, hal ini
(13)
Pasal 183 KUHAP mengatur tentang sistem pembuktian dalam perkara pidana, dimana dalam
pasal tersebut diuraikan sebagai berikut :
“Hakim tidak boleh menjatuhkan Pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya ada dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana telah terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.
Pasal 183 KUHAP di atas mengisyaratkan bahwa untuk menentukan salah atau tidaknya seorang
terdakwa menurut sistem pembuktian undang-undang secara negatif, terdapat dua komponen :
1. Pembuktian harus dilakukan menurut cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut
undang-undang,
2. Dan keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas cara yang sah menurut undang-undang.
Sedangkan yang dimaksud dengan alat-alat bukti yang sah adalah sebagaimana yang diterangkan
di dalam Pasal 184 KUHAP sebagai berikut :
1. Keterangan saksi;
2. Keterangan ahli;
3. Surat;
4. Petunjuk;
5. Keterangan terdakwa.
Berbicara permasalahan di dalam skripsi ini, penulis juga menggunakan kewenangan hakim
sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 14 ayat (1) Undang– undang No.48 Tahun 2009 tentang kekuasaan Kehakiman, juga harus ditafsirkan secara sistematis dengan Pasal 28 ayat (1) dan (2)
(14)
(1) Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang
hidup di dalam masyarakat.
(2) Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat
baik dan sifat jahat dari terdakwa.
Menurut Mackenzei sebagaimana dikutip Ahmad Rifai, ada beberapa teori atau pendekatan yang
dapat dipergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu
perkara (Ahmad Rifai, 2010:106), yaitu:
1. Teori keseimbangan
Yang dimaksud dengan keseimbangan adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan
oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang tesangkut atau berakitan dengan perkara,
yaitu anatara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat, kepentingan
terdakwa dan kepentingan korban.
2. Teori pendekatan seni dan intuisi
Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari hakim. Sebagai
diskresi, dalam penjatuhan putusan hakim menyesuaikan dengan keadaan dan pidana yang wajar
bagi setiap pelaku tindak pidana, hakim akan melihat keadaan pihak terdakwa atau penuntut
umum dalam perkara pidana. Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan suatu
putusan, lebih ditentukan oleh intuisi dari pada pengetahuan dari hakim.
3. Teori pendekatan keilmuan
Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakukan
secara sistematik dan penuh kehati-hatian khususnya dalam kaitannya dengan putusan-putusan
(15)
merupakan semacam peringatan bahwa dalam memutus suatu perkara, hakim tidak boleh
semata-mata atas dasar intuisi semata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum
dan juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus diputuskannya.
4. Teori Pendekatan Pengalaman
Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi
perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari, dengan pengalaman yang dimilikinya, seorang
hakim dapat mengetahui bagaimana dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara
pidana yang berkaitan dengan pelaku, korban maupun masyarakat.
5. TeoriRatio Decidendi
Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala
aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan, kemudian mencari peraturan
perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar
hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi
yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara.
Artinya, dalam proses penjatuhan putusan, hakim harus memperhatikan hal-hal yang memenuhi
rasa keadilan, dan untuk menentukan pidana yang akan dijatuhkan, hakim harus meneliti dan
menelaah juga mempertimbangkan hal yang baik dan hal yang buruk dari diri terdakwa.
(16)
Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan konsep-konsep khusus yang merupakan
kumpulan dari arti yang berkaitan dengan istilah-istilah yang ingin atau diteliti (Soerjono
Soekanto, 1986 : 132). Adapun pengertian dasar dari istilah-istilah yang dipergunakan dalam
penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut yaitu :
a. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa untuk mengetahui keadaan yang
sebenarnya (KBBI. Depdiknas, 2001 : 58).
b. Pertanggungjawaban Pidana adalah pertangungjawaban orang terhadap tindak pidana yang
dilakukannya, tegasnya yang dipertanggungjawabkan orang itu adalah tindak pidana yang
dilakukannya (Mahrus Ali, 2001:156).
c. Orang asing adalah orang yang bukan Warga Negara Republik Indonesia. (Pasal 1 angka 6
UUK).
d. Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana
(Tri Andrisman, 2009 : 74).
e. Pelaku Tindak Pidana adalah orang atau beberapa orang yang melakukan tindak pidana
(Marwan dan Jimmy, 2009 : 493).
f. Pencurian dengan pemberatan adalah suatu aturan hukum yang terdapat dalam Pasal 363 ayat
(1) KUHP yang berbunyi : diancam dengan Pidana penjara paling lama tujuh tahun pencurian
di waktu malam hari dalam sebuah rumah atau perkarangan tertutup yang ada rumahnya, yang
dilakukan oleh orang yang ada si situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak
(Pasal 363 KUHP dan KUHAP, 2008 : 140-141).
g. Hipnotisme adalah suatu fenomena yang menyebabkan tidur secara buatan, yang
(17)
didominasi oleh ide-ide dan saran-saran dari yang menghipnotis ketika di sugesti atau
sesudahnya dengan tanpa perlawanan (http://mediaanakindonesia.wordpress.com/diakses 16
November 2011)
E. Sistematika Penulisan
Sistematika yang akan disajikan agar mempermudah dalam penulisan secara keseluruhan
diuraikan sebagai berikut :
I. PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan yang memuat latar belakang penelitian dari uraian latar
belakang tersebut, kemudian peneliti menarik permasalahan serta membatasi ruang lingkup
penelitian dan selain itu juga pada bab ini dimuat beberapa tujuan dan kegunaan penulisan,
kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini memuat telaah keperpustakaan yang berupa pengertian orang asing, tindak pidana
pencurian, pelaku tindak pidana, dasar pertimbangan hakim, dan bentuk pertanggungjawaban.
III.METODELOGI PENELITIAN
Pada bab ini menguraikan langkah-langkah yang digunakan dalam penulisan skripsi yaitu
pendekatan masalah, sumber data, metode pengumpulan data, serta penulisan data.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini memuat penjabaran hasil penelitian dan pembasan yang memuat tentang
(18)
V. PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir sebagai penutup dari penelitian proposal yang berisikan
kesimpulan secara ringkas mengenai hasil pembahasan dari penelitian dan beberapa saran dari
penulis sehubungan dengan pemecahan terhadap permasalahan yang akan dibahas dan saran dari
(19)
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana
1. Pertanggungjawaban Pidana
Permasalahan dalam hukum pidana adalah mengenai perbuatan pidana, pertanggungjawaban
pidana, dan pemidanaan. Pertanggungjawaban Pidana adalah pertangungjawaban orang terhadap
tindak pidana yang dilakukannya, tegasnya yang dipertanggungjawabkan orang itu adalah tindak
pidana yang dilakukannya (Mahrus Ali, 2001:156).
Pertanggungjawaban pidana, dalam bahasa asing disebut sebagaitorekenbaarheid(Belanda) atau criminal responbility atau criminal lialibility (Inggris). Pertanggungjawaban pidana dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang tersangka atau terdakwa dapat dimintakan
pertanggungjawaban atau tidak. Pertanggungjawaban pidana menjurus kepada orang yang
melakukan perbuatan pidana. Seseorang tidak akan dipidana jika tidak ada kesalahan. Hal ini
sesuai dengan asas dalam hukum pidana yang berbunyi geen staf zonder schuld (tidak dipidana jika tidak ada kesalahan). Asas ini tidak terdapat dalam hukum tertulis Indonesia, akan tetapi
dalam hukum tidak tertulis Indonesia saat ini berlaku.
KUHP tidak memberikan rumusan tentang pertanggungjawaban pidana, maka masalah ini
banyak ditelaah dari sudut pengetahuan. Adapun beberapa pendapat sarjana mengenai
pertanggungjawaban pidana yang dirangkum oleh (Tri Andrisman, 2009 : 97) sebagai berikut :
a. Van Hamel
Kemampuan bertanggungjawab adalah suatu keadaan normalitas psychis dan kematangan (kecerdasan) yang membawa tiga kemampuan, yaitu :
a) Mampu untuk mengerti nilai dari akibat-akibat perbuatannya sendiri.
b) Mampu untuk menyadari bahwa perbuatannya itu menurut pandangan masyarakat tidak diperbolehkan.
(20)
b. Simons
Kemampuan bertanggungjawab dapat diartikan sebagai suatu keadaan psychish sedemikian, yang membenarkan adanya penerapan sesuatu upaya pemidanaan, baik
dilihat dalam sudut umum maupun dari orangnya. Seorang dapat
dipertanggungjawabkan apabila :
a) Ia mampu untuk mengetahui atau menyadari bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum.
b) Ia dapat menentukan kehendaknya sesuai dengan kesadaran tersebut.
2. Unsur-Unsur Pertanggungjawaban Pidana
Berbicara mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap seseorang dalam hal ini berhubungan
dengan kesalahan karena pertanggungjawaban pidana merupakan pertanggungjawaban orang
terhadap tindak pidana yang dilakukannya, tegasnya yang dipertanggungjawabkan orang itu
adalah tindak pidana yang dilakukannya (Mahrus Ali, 2001:156). Antara kesalahan dan
pertanggungjawaban pidana erat sekali kaitannya. Hal ini dikarenakan adanya asas tidak
dipidana jika tidak ada kesalahan (geen straf zonder schuld).
Pertanggungjawaban pidana harus terlebih dahulu memiliki unsur yang sebelumnya harus
dipenuhi :
1. Suatu perbuatan yang melawan hukum (unsur melawan hukum).
2. Seorang pembuat atau pelaku yang dianggap mampu bertanggung jawab atas perbuatannya
(unsur kesalahan).
Seseorang yang melakukan perbuatan pidana akan dapat dipidana, apabila memiliki kesalahan.
Seseorang yang memiliki kesalahan akan dapat dipidana, apabila pada waktu melakukan
perbuatan pidana perbuatannya tersebut dapat dicela. Menurut Mezger sebagaimana dikutip oleh
Tri Andrisman bahwa “Kesalahan adalah keseluruhan syarat yang memberi dasar untuk adanya percelaan pribadi terhadap si pembuat tindak pidana”. Kesalahan dalam arti bentuk kesalahan
(21)
(schuldvorrn) yang berupa kesengajaan (dolus, opzet, atauintention) ( Tri Andrisman, 2009 : 94-95). Jadi hal yang harus diperhatikan yakni :
1. Keadaan batin orang yang melakukan perbuatan tersebut.
2. Hubungan antara keadaan batin itu dengan perbuatan yang dilakukan sedemikian rupa,
sehingga orang itu dapat dicela karena perbuatannya tadi.
Kesalahan dalam arti seluas-luasnya dapat disamakan dengan pertanggungjawaban dalam hukum
pidana, yaitu terkandung makna dapat dicelanya si pembuat atas perbuatannya. Untuk dapat
dicela atas perbuatannya, seseorang itu harus memenuhi unsur-unsur kesalahan sebagai berikut :
1. Adanya kemampuan bertanggungjawab pada si pembuat. Artinya keadaan jiwa si pembuat
harus normal.
2. Adanya hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatannya, yang berupa kesengajaan
atau kealpaan.
3. Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf.
Tidak hanya Mezger yang memberikan definisi mengenai kesalahan, Pompe juga mendefisikan
kesalahan, yakni pada pelanggaran norma yang dilakukan karena kesalahannya, biasanya sifat
melawan hukum itu merupakan segi luarnya, yang bersifat melawan hukum itu adalah
perbuatannya, segi dalamnya yang bertalian dengan kehendak si pembuat adalah kesalahan.
3. Kemampuan Bertanggung Jawab dan Ketidak Mampuan Bertanggung Jawab
Pertanggungjawaban pidana lebih menekankan kepada orang yang melakukan perbuatan pidana.
Jika seseorang telah melakukan perbuatan pidana dan telah memenuhi unsur-unsur perbuatan
pidana yang telah ditentukan dalam Undang-Undang maka pelaku wajib mempertanggung
(22)
yang dapat dipertanggungjawabkan pidana. Dalam hal ini menurut Simons sebagaimana dikutip
Tri Andrisman bahwa :
“Kemampuan bertanggungjawab dapat diartikan sebagai suatu keadaan psychish sedemikian, yang membenarkan adanya penerapan sesuatu upaya pemidanaan, baik
dilihat dalam sudut umum maupun dari orangnya. Seorang dapat
dipertanggungjawabkan apabila Ia mampu untuk mengetahui atau menyadari bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum dan Ia dapat menentukan kehendaknya sesuai dengan kesadaran tersebut.” (Tri Andrisman, 2009 : 97)
Kemampuan bertanggung jawab didasarkan kepada keadaan dan kemampuan jiwa (geestelijke
vergomens), dan bukan kepada keadaaan dan kemampuan berfikir (vanstanselijke vergoments). KUHP tidak memberikan rumusan yang jelas tentang pertangung jawaban pidana, namun ada
satu pasal yang menunjukkan kearah pertanggungjawaban pidana. Pasal tersebut adalah Pasal 44
ayat (1) KUHP yang berbunyi : barang siapa yang melakukan perbuatan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepadanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya
(gebrekkige ontwikkeling) atau terganggu karena penyakit (ziekelijke storing), tidak dipidana.”
Berdasarkan ketentuan Pasal 44 KUHP tersebut dapat ditarik makna bahwa seseorang tidak
dapat dihukum apabila seseorang pelaku dihinggapi :
1. Jiwanya cacat dalam tumbuhnya
Jiwa cacat dalam tumbuhnya menunjukkan pada keadaan bahwa keadaan bahwa jiwanya
dalam pertumbuhannya terhambat atau terlambat. Hal ini terdapat misalnya pada orang yang
sudah dewasa, akan tetapi pertumbuhan jiwanya masih seperti anak-anak.
2. Terganggu karena penyakit
Terganggu karena penyakit dapt dikatakan bahwa pada mulanya keadaan jiwanya sehat, akan
(23)
Menurut Adami Chazawi dalam KUHP tidak ada rumusan yang tegas tentang kemampuan
bertanggungjawab pidana. Pasal 44 ayat (1) KUHP justru merumuskan tentang keadaan
mengenai kapan seseorang tidak mampu bertanggungjawab agar tidak dipidana, artinya
merumuskan perihal kebalikan (secara negatif) dari kemampuan bertanggungjawab. Sementara
itu, kapan seseorang dianggap mampu bertanggungjawab, dapat diartikan kebalikannya, yaitu
apabila tidak terdapat tentang dua keadaan jiwa sebagaimana yang diterangkan dalam pasal 44
tersebut (Adami Chazawi, 2007 : 146).
Untuk menentukan seseorang dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya dapat
mempergunakan secara diskriptif normatif. Dalam hal ini psikiater melukiskan dan menganalisis
keadaan jiwa seorang pelaku, penyakitnya serta akibat penyakitnya, sedangkan tugas hakim
memberi penilaian keadaan jiwa seorang pelak tersebut kemudian menghubungkan hakikat yang
terdapat di dalam undang-undang. Hakim tidak terkait dengan pendapat psikiater karena
hakimlah yang melaksanakan ketentuan : undang-undang, sehingga keputusan terakhir berada
pada hakim.
Keadaan penyakit jiwa seseorang haruslah dibuktikan bahwa tingkat penyakit jiwanya tersebut
memang mempengaruhi perbuatan tersebut. Penyakit jiwa sendiri mempunyai
tingkatan-tingkatan, ada yang ringan, sedang maupun betul-betul dihinggapi penyakit jiwa yang berat.
Keadaan jiwa yang dikategorikan tidak mampu bertanggungjawab yaitu :
a. Keadaan jiwa yang cacat pertumbuhannya, misalnya : gila (idiot), imbisil. Jadi merupakan
cacat biologis. Dalam hal ini termasuk juga orang gagu, tuli, dan buta, apabila hal itu
(24)
b. Keadaan jiwa yang terganggu karena penyakit ada pada mereka yang disebut psychose, yaitu orang normal yang mempunyai penyakit jiwa yang sewaktu-waktu bisa timbul, hingga
membuat dia tidak menyadari apa yang dilakukannya.
B. Pengertian Pelaku Tindak Pidana
Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan
suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Istilah tindak
pidana dipakai sebagai penggantiStrafbaar feit. Perbuatan yang dianggap sebagai tindak Pidana telah diatur dalam pasal 55 KUHP, dimana di dalamnya telah digambarkan siapa yang dianggap
sebagai pelaku tindak pidana, dalam hukum positif Indonesia sudah ada aturan berupa KUHP
tentang yaitu dipidana sebagai pelaku pidana yaitu :
Pasal 55 ayat (1) KUHP yang menjelaskan bahwa :
(1) Mereka yang melakukan, menyuruh melakukan dan yang turut melakukan serta melakukan
perbuatan.
(2) Mereka yang memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau
martabat, dengan kekerasan ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan,
sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan ayat (2) terhadap penganjur,
hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sejalan yang diperhitungkan, beserta
akibat-akibatnya.
Tindakan kejahatan merupakan bentuk tingkah laku yang melanggar undang-undang pidana.
Oleh sebab itu setiap perbuatan yang dilarang oleh undang-undang harus dihindari, dan barang
siapa yang melanggarnya maka akan dikenakan pidana. Dalam pengertian yuridis membatasi
(25)
pidananya dan diancam dengan suatu sanksi. Sementara penjahat merupakan pelaku pelanggar
hukum pidana tersebut dan telah diputus oleh pengadilan atas perbuatannya tersebut (Topo
Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2009 : 14).
Menurut Simon sebagaimana dikutip oleh Lamintang bahwa :
“Pelaku suatu tindak pidana adalah orang yang melakukan tindak pidana yang bersangkutan, dalam arti orang yang dengan suatu kesengajaan atau suatu ketidaksengajaan seperti yang diisyaratkan oleh undang-undang telah menimbulkan suatu akibat yang tidak dikehendaki oleh undang-undang, baik itu merupakan unsur-unsur subjektif maupun unsur-unsur-unsur-unsur objektif, tanpa memandang apakah keputusan untuk melakukan tindak pidana tersebut timbul dari dirinya sendiri atau timbul karena digerakkan oleh pihak ketiga.” (Lamintang, 1997- 594).
Pelaku Tindak Pidana adalah orang atau beberapa orang yang melakukan tindak pidana (Marwan
dan Jimmy, 2009 : 493). Melihat batasan dan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa orang yang
dapat dinyatakan sebagai pelaku tindak pidana dapat dikelompokkan kedalam beberapa macam
yaitu :
1. Orang yang melakukan (dader plegen)
Orang ini bertindak sendiri untuk mewujudkan segala maksud analir tindak pidana.
2. Orang yang menyuruh melakukan (doen plegen)
Dalam tindak pidana ini pelaku paling sedikit dua orang, yakni orang yang menyuruh
melakukan dan yang disuruh melakukan, jadi bukan pelaku utama yang melakukan tindak
pidana, tetapi dengan bantuan orang lain yang hanya merupakan alat saja.
3. Orang yang turut melakukan (mede plegen)
Turut melakukan artinya disini ialah yang melakukan bersama-sama. Dalam tindak pidana ini
pelakunya paling sedikit harus ada dua orang yaitu yang melakukan (dader plegen) dan orang
(26)
4. Orang yang dengan pemberian upah, perjanjian, penyalahgunaan kekuasaan atau martabat,
memakai paksaan atau orang dengan sengaja membujuk orang melakukan perbuatan
(uitloker). Orang dimaksud harus dengan sengaja menghasut orang lain, sedang hasutannya
memakai cara-cara dengan memberikan upah, perjanjian, pemyalahgunaan kekuasaan atau
martabat dan lain sebagainya.
C. Tindak Pidana Pencurian
Menurut Simons sebagaimana dikutip oleh Lamintang bahwa :
“Tindak pidana (strafbaar feit) sebagai suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat
dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah
dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.”(Lamintang, 1997 : 185)
Dalam KUHP tindak pidana dibagi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu : golongan kejahatan yang
masuk dalam buku ke II (Pasal 104 sampai 488) dan pelanggaran yang masuk dalam buku ke III
(termuat dalam buku III, Pasal 489 sampai 569).
Pada KUHP tindak pidana pencurian dimuat dalam Pasal 362 KUHP, sedang penggolongannya
diatur dalam Pasal 363 (pencurian dengan pemberatan), Pasal 364 (pencurian ringan), Pasal 365
(pencurian yang disertai dengan kekerasan/ancaman kekerasan, Pasal 367 (pencurian di
lingkungan keluarga). Tindak pidana pencurian terdapat di dalam KUHP Pasal 362 yang mana
pencurian masuk dalam title XXII dan dirumuskan sebagai berikut :
“Mengambil barang, seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan tujuan untuk memilikinya secara melawan hukum.” (Wirjono Prodjodikoro, 2008 : 14)
(27)
Berdasarkan pengertian tersebut diatas dapat diketahui bahwa unsur-unsur melakukan pencurian
adalah sebagai berikut :
a. Unsur mengambil barang
Unsur pertama dari tindak pidana pencurian adalah perbuatan mengambil barang. Kata
mengambil (wegnemen) dalam arti sempit terbatas pada mengerahkan tangan jari-jari,
memegang barangnya dan mengalihkan ketempat lain. Sudah lazim masuk istilah pencurian
apabila orang mencuri barang cair seperti bir, dengan membuka keran untuk mengalirkan ke
dalam botol yang di tempatkan ke bawah keran itu. Perbuatan mengambil barang tidak ada
apabilanya barang oleh yang berhak diserahkan kepada pelaku. Apabila penyerahan ini
disebabkan karena pembujukan dengan tipu muslihat, maka ada tindak pidana penipuan.
(Wirjono Prodjodikoro, 2008 : 15)
b. Unsur barang yang diambil
Sifat tindak pidana pencurian adalah merugikan kekayaan si korban, maka barang yang
diambil harus berharga. Harga ini tidak selalu bersifat ekonomis, misalnya barang yang akan
diambil itu tidak mungkin akan terjual kepada orang lain, tetapi bagi si korban sangat
berharga suatu kenang-kenangan. Van Bammelen, memberikan contoh berupa beberapa helai
rambut dari seseorang yang wafat yang dicintai atau beberapa halaman yang disobek dari
suatu buku catatan atau surat biasa. (Wirjono Prodjodikoro, 2008 : 16).
Barang yang diambil, dapat sebagian dimiliki oleh si pencuri, yaitu apabila merupakan
sesuatu barang warisan yang belum dibagi-bagi, dan si pencuri adalah seorang ahli waris yang
turut berhak atas barang itu. Hanya jika barang tersebut yang diambil, tidak dimiliki oleh
siapapun (res nillius), misalnya sudah dibuang oleh si pemilik, maka tidak ada tindak pidana
(28)
c. Unsur tujuan memiliki barang dengan melanggar hukum
Unsur memiliki barang dengan melanggar hukum ini juga terdapat dalam tindak pidana
penggelapan barang dari Pasal 372 KUHP, bahkan itu tidak hanya harus ada tujuan (oogmerk)
untuk itu, tetapi perbuatan si pelaku harus masuk rumusan memiliki barang dengan melanggar
hukum (Wirjono Prodjodikoro, 2008 : 16-17).
Menurut Wirjono Prodjodikoro perbuatan memiliki barang atau tindak pidana pencurian ini
dapat berwujud macam-macam seperti menjual, menyerahkan, meminjamkan, memakai sendiri,
menggadaikan, dan sering bahkan bersifat negatif, yaitu tidak berbuat apa-apa dengan barang itu,
tetapi juga tidak mepersilakan orang lain berbuat sesuatu dengan barang itu tanpa persetujuannya
(Wirjono Prodjodikoro, 2008 : 18).
Pencurian dengan cara-cara tertentu atau dalam keadaan tertentu sehingga bersifat lebih berat
dan maka dari itu diancam dengan hukuman yang maksimumnya lebih tinggi, yaitu lebih dari
hukuman penjara lima tahun dari pasal 362 KUHP. Hal ini diatur dalam pasal 363 dan pasal 365
KUHP (Wirjono Prodjodikoro, 2008 : 20).
Pasal 363 KUHP :
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun : 1. Pencurian ternak;
2. Pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru hara, pemberontakan atau bahaya perang;
3. Pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dikehendaki oleh yang berhak;
4. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu;
5. Pencurian yang unutk masuk ketempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan merudak, memotong atau memanjat, atau dengam memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.
(2) Jika pencurian yang diterapkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu hal dalam butir 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun (Wirjono Prodjodikoro, 2008 : 20).
(29)
Pasal 365 KUHP :
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun dihukum pencurian yang didahului, disertai, atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.
(2) Hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun dijatuhkan :
1. Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam sebuah rumah kediaman atau di pekarangan tertutup dimana ada rumah kediaman, atau di jalan umum atau di dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan;
2. Jika perbuatan itu dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama;
3. Jika yang bersalah telah masuk ke tempat melakukan kejahatan itu dengan jalan membongkar atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu;
4. Jika perbuatan itu berakibat luka berat.
(3) Dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun jika perbuatan itu berakibat matinya orang.
(4) Hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya dua puluh tahun dijatuhkan jika perbuatan itu berakibat ada orang luka berat atau mati, dan lagi perbuatan iu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih, dan lagi pula disertai salah satu dari hal-hal yang disebutkan dalam no 1 dan no 2 (Wirjono Prodjodikoro, 2008 : 21).
D. Warga Negara Asing
Orang asing atau warga negara asing adalah orang yang bukan Warga Negara Republik
Indonesia. (Pasal 1 angka 6 UUK).
Warga negara asing yang melakukan tindak pidana di wilayah Republik Indonesia maka secara
hukum Indonesia akan di proses dengan hukum pidana Indonesia. Karena berdasarkan Asas
Perlindungan (asas nasional pasif), memperluas berlakunya ketentuan-ketentuan hukum pidana
Indonesia di luar wilayah Indonesia, berdasar atas kerugian nasional amat besar yang diakibatkan
oleh beberapa kejahatan sehingga siapa saja, termasuk orang asing, yang melakukannya dimana
(30)
Asas Perlindungan (asas nasional pasif ini) termuat dalam Pasal 4 KUHP secara singkat : Bahwa
hukum pidana Indonesia berlaku bagi siapa saja, yang menyerang kepentingan umum
(Indonesia), baik yang dilakukan oleh WNI, maupun WNA, di luar negeri. Artinya, dikatakan
melindungi kepentingan nasional karena pasal 4 KUHP ini memberlakukan perundang-undangan
pidana Indonesia bagi setiap orang yang di luar wilayah Negara Indonesia melakukan perbuatan
yang merugikan kepentingan nasional.
Berdasarkan Asas Teritorial :
a. Dasar Ketentuan: Pasal 2 KUHP “ aturan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan suatu tindak pidana di dalam wilayah Indonesia”. (Tri Andrisman, 2009 : 52)
b. Setiap Orang :
1) Warga Negara Indonesia (WNI)
2) Warga Negara Asing (WNA)
c. Wilayah Indonesia yang terdiri dari : Darat, Laut, Udara, Kapal Laut Indonesia, Kapal Udara
Indonesia (http://yusriantokadir.wordpress.com/hukum-pidana-lanjutan/diakses 10 Desember
2011 pukul 13.08).
Asas teritorialitas mengajarkan bahwa hukum pidana suatu negara berlaku di wilayah negara itu
sendiri. Asas ini merupakan asas pokok dan dianggap asas yang paling tua karena dilandaskan
pada kedaulatan negara. Ketentuan asas territorialitas di Indonesia termaktub dalam KUHP Pasal
2, yang berbunyi:
“Aturan pidana dalam perundang-undangan, berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan pidana di dalam Indonesia”.
(31)
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka Hukum Pidana Indonesia berlaku bagi siapa saja, baik itu
Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara Asing yang melakukan tindak pidana di
wilayah Indonesia (http://cak-umam.blogspot.com.html/diakses10 Desember 2011 pukul 13.14).
E. Hipnotis
1. Pengertian Hipnotis
Hipnotisme adalah suatu fenomena yang menyebabkan tidur secara buatan, yang mengakibatkan
sang korban (subjek hipnotis) secara tidak normal dapat terbuka untuk didominasi oleh ide-ide
dan saran-saran dari yang menghipnotis ketika di sugesti atau sesudahnya dengan tanpa
perlawanan. Hipnotisme dipisahkan dalam dua pengertian yaitu hipnosis dan hipnotis.
Hipnoterapi adalah terapi yang dilakukan pada subjek dalam kondisi Hipnosis.
Kata “Hipnotis” adalah kependekan dari istilah James Braid’s (1843) “neuro-hypnotism”, yang berarti “tidurnya sistem syaraf”. Orang yang terhipnotis menunjukan karakteristik tertentu yang berbeda dengan yang tidak, yang paling jelas adalah mudah disugesti. Hipnotherapi sering
digunakan untuk memodifikasi perilaku subjek, isi perasaan, sikap, juga keadaan seperti
kebiasaan disfungsional, kecemasan, sakit sehubungan stress, manajemen rasa sakit, dan
perkembangan pribadi (http://mediaanakindonesia.wordpress.com/diakses16 November 2011).
Hipnotis didefinisikan sebagai suatu kondisi pikiran dimana fungsi analitis logis pikiran
direduksi sehingga memungkinkan individu masuk ke dalam kondisi bawah sadar
(sub-conscious/unconcious), di mana tersimpan beragam potensi internal yang dapat dimanfaatkan
untuk lebih meningkatkan kualitas hidup. Individu yang berada pada kondisi “hypnotic trance” lebih terbuka terhadap sugesti dan dapat dinetralkan dari berbagai rasa takut berlebih (phobia),
(32)
trauma ataupun rasa sakit. Individu yang mengalami hipnosis masih dapat menyadari apa yang
terjadi di sekitarnya berikut dengan berbagai stimulus yang diberikan oleh terapis
(http://mediaanakindonesia.wordpress.com/diakses 16 November 2011).
2. Kajian Umum Kejahatan Hipnotis dalam Hukum Pidana
Kejahatan hipnotis dalam hukum pidana khususnya dalam hal penegakan hukumnya merupakan
keharusan disamping sudah merupakan tugas kepolisian yang tersirat dalam wewenang umum
polisi sebagai pelindung, pengayom dan pelayanan masyarakat walaupun tidak diatur dalam
undang-undang atas kejahatan hipnotis.
Pengkajian terhadap kejahatan hipnotis ini dimasukkan ke dalam hukum pidana adalah :
a. Mempertimbangkan frekuensi terjadinya kejahatan hipnotis
Kejahatan hipnotis sudah sering terjadi di seluruh wilayah Indonesia dan terjadi kepada semua
masyarakat hany frekuensi kejahatan ini dialami oleh wanita peluangnya lebih besar.
b. Manfaat dijatuhkannya sanksi
Sanksi pidana yang diberikan terhadap pelaku kejahatan hipnotis dimaksudkan untuk
memberikan efek jera kepada pelaku serta meberikan jaminankepastian hukum.
c. Pembuktian
Kejahatan hipnotis dilakukan oleh seseorang pelaku terhadap korban yang dengan maksud
untuk menguasai sesuatu barang yang dimiliki oleh korban. Adapun reaksi masyarakat
terhadap perbuatan pelaku ini adalah bermunculan di media masa dan internet tentang
(33)
(34)
I. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
Dalam membahas permasalahan yang terdapat dalam skripsi ini, penulis melakukan pendekatan
yuridis normatif guna memperoleh suatu hasil penelitian yang benar dan objektif.
Pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan
masalah yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif digunakan agar dapat
mengungkapkan dan mendapatkan makna yang mendalam dan rinci terhadap objek penelitian
dan narasumber, sedangkan yang dimaksud dengan Pendekatan yuridis empiris yaitu dengan
mengadakan penelitian lapangan, yaitu dengan melihat fakta-fakta yang ada dalam praktik dan
pelaksanaannya.
B. Sumber dan Jenis Data
Sumber data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini berupa data primer dan data
sekunder.
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari lapangan terutama dari
orang-orang yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti dalam penulisan skripsi. Data primer ini
akan diambil dari Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang, Dosen Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung.
(35)
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelusuran studi kepustakaan dengan
mempelajari berbagai literatur, dokumen resmi dan peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan objek penulisan. Baik itu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan
bahan hukum tersier.
a. Bahan Hukum Primer terdiri dari:
1) Kitab Undang-Undang HukumPidana (KUHP).
2) Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP).
3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
b. Bahan Hukum Sekunder terdiri dari:
1) Buku-buku literatur
2) Hasil karya ilmiah sarjana-sarjana hukum di Universitas Lampung.
3) Kasus nyata yang pernah terjadi dan telah diputus di Pengadilan yang berkaitan dengan
Tindak Pidana Pencurian.(Studi Putusan Perkara No 1014/PID.B/2010/PN.TK)
c. Bahan hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum
primer dan sekunder seperti:
1) kamus
2) pendapat para sarjana,
3) Internet, dll.
C. Penentuan Populasi dan Sampel
Populasi yaitu jumlah keseluruhan dari unit analisa yang dapat diduga-duga. Populasi adalah
(36)
Soekanto, 1986 : 72). Populasi dalam penelitian ini yaitu aparat penegak hukum dan pihak-pihak
yang berkaitan dengan penerapan penjatuhan pidana dalam hal ini Hakim Pengadilan Negeri
Tanjung Karang, Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Sampel merupakan sejumlah objek yang jumlahnya kurang dari populasi. Dalam penentuan
sampel dari populasi yang akan diteliti menggunakan metode pengambilan sampel Porposive Samplingatau tidak acak yaitu yang berarti dalam menetukan sampel disesuaikan dengan tujuan yang telah dicapai atau dianggap telah mewakili populasi terhadap masalah yang hendak dicapai.
Berdasarkan metode pengambilan sampel maka sampel yang dijadikan responden adalah:
1. Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung : 2 Orang
2. Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang : 2 Orang
________ +
Jumlah : 4 Orang
D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data, penulis menggunakan langkah–langkah sebagai berikut:
a. Studi Lapangan
Studi lapangan merupakan usaha untuk mendapatkan data-data primer dan dalam hal penelitian
ini dilakukan dengan cara wawancara secara langsung, yaitu dengan cara mengajukan
pertanyaan–pertanyaan yang berkaitan dengan judul dan permasalahan yang ada dalam skripsi. Pertanyaan telah disiapkan dan diajukan kepada pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud
(37)
untuk memperoleh data, tanggapan dan jawaban dari responden dan untuk melengkapi skripsi ini
penulis juga melakukan observasi untuk mendapatkan data-data dan fakta-fakta yang berkaitan
dengan permasalahan yang ada dalam penulisan skripsi ini.
b. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dimaksud untuk memperoleh data sekunder. Dalam hal ini penulis melakukan
serangkaian kegiatan studi dengan membaca, mencatat, mengutip buku atau referensi dan
menelaah peraturan perundang-undangan, dokumen dan informasi lain yang berhubungan
dengan permasalahan yang ada dalam skripsi ini.
2. Pengolahan dan Penyajian Data
Dalam pengolahan data penulis melakukan kegiatan :
Terhadap data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan dan dievaluasi untuk kemudian
dideskripsikan dalam bentuk uraian-uraian, sedangkan data primer yang diperoleh dari
wawancara dan daftar pertanyaan dilakukan sebagai berikut :
a. Editing
Data yang diperoleh diperiksa dan diteliti kembali mengenai kelengkapannya, kejelasan, dan
kebenarannya sehingga terhindar dari kekurangan dan kesalahan.
b. Evaluating
Data yang masuk dan telah melalui proses editing, coding, dan tabulating, dievaluasi sehingga
(38)
c. Sistematisasi data yaitu dengan menyusun dan menempatkan data pada setiap pokok bahasan
secara sistematis sesuai dengan tujuan penulisan.
E. Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian akan dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif dan
kuantitatif. Analasis kualitatif yaitu melukiskan kenyataan–kenyataan yang ada berdasarkan hasil penelitian dan didukung pula dengan analisis kuantitatif yaitu dengan menyajikan data dalam
bentuk angka-angka dalam table dengan menggunakan distribusi frekuensi. Dari analisis data
tersebut dilanjutkan dengan menarik kesimpulan induktif, yaitu suatu cara berfikir yang
(39)
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahsan yang telah dilakukan penulis maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa :
1. Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh
warga negara asing dengan modus hipnotis dalam perkara Nomor 1014/Pid.B/2010/PN.TK
pada dasarnya warga negara asing tetap mempertanggungjawabkan perbuatannya berdasarkan
pedoman KUHP Indonesia yaitu pada pasal 363 ayat (1) ke 3 dan ke 4 KUHP. Dalam kasus
ini terdakwa sudah memenuhi semua unsur-unsur pertanggungjawaban pidana dan dianggap
mampu bertanggungjawab atas apa yang diperbuat. Berdasarkan Unsur-unsur
pertanggungjawaban pidana dilihat dari keadaan jiwa pelaku yang tidak terganggu jiwanya,
dan melihat dari fisik pelaku tidak cacat. Melihat kemampuan jiwa pelaku dapat menginsyafi
dan membenarkan atas perbuatannya, serta dapat menentukan kehendaknya atas tindakan
yang telah diperbuat. Melihat semuanya pelaku mempertanggungjawabkan perbuatannya
dengan melihat unsur-unsur pencurian.
2. Dasar pertimbangan hakim terhadap putusan dalam perkara Nomor 1014/Pid.B/2010/PN.TK yang dilakukan oleh warga negara asing dengan modus hipnotis adalah hakim mengambil
suatu keputusan dengan melihat unsur-unsur dalam tindak pidananya yaitu pencurian dan
keputusan itu diambil dari hasil musyawarah hakim-hakim dalam persidangan yang telah
mepertimbangkan alat bukti, saksi dalam fakta persidangan yang akhirnya terwujud satu hasil
keputusan yang dijatuhkan kepada para terdakwa kasus tersebut. Bahwa tindak pidana
pencurian yang dilakukan oleh warga negara asing dengan modus hipnotis dalam penegakan
(40)
suatu keputusan terhadap kasus seperti ini, karena hipnotis tidaklah diatur secara khusus
dalam KUHP dan sebagai pelakunya yakni warga negara asing hakim tetap menggunakan
KUHP Indonesia untuk memidananya.
B. Saran
Setelah penulis melakukan penelitian dan mengetahui hasil penelitian maka penulis mengajukan
saran-saran sebagai berikut :
1. Saat ini telah terjadi perubahan sifat, dimana telah terjadi pergeseran jenis kejahatan yaitu dari
jenis kejahatan menggunakan keterampilan khusus dalam mencapai tujuan dalam hal ini
pencurian dengan modus-modus seperti hipnotis. Hal ini menjadi tugas berat bagi para
penegak hukum yang terkait, bahkan menjadikan itu sebagai suatu yang harus diantisipasi
dalam penegakan hukum dan dicari pemecahan masalahnya supaya tidak terjadi lagi
kasus-kasus yang seperti ini.
2. Hendaknya di dalam KUHP terdapat pasal tersendiri yang mengatur tentang kejahatan dengan
modus hipnotis ini sehingga penegakan hukumnya jelas dan dapat digunakan oleh para aparat
penegak hukum untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk menjatuhkan pidana
khususnya hakim untuk menjatuhkan putusannya secara adil.
DAFTAR PUSTAKA Buku :
(41)
Andrisman, Tri. 2009. Hukum Pidana, Asas-Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia. Penerbit Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Chazawi, Adami. 2007.Pelajaran Hukum Pidana. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Departeman Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hamzah, Andi. 2008. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Rineka Cipta. Jakarta.
Lamintang, P.A.F.. 1997.Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia.Citra Aditya Bakti. Bandung. M.Marwan dan Jimmy P. 2009. Kamus Hukum Dictionary of Law Complete Edition. Reality
Publisher. Jakarta.
Prodjodikoro, Wirjono. 1989.Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia.PT Eresco. Bandung.
Prodjodikoro, Wirjono. 2008. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Refika Aditama. Bandung.
Rifai, Ahmad. 2010. Penemuan Hukum oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum Progresif. Sinar Grafika. Jakarta.
Sudarto. 1986.Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni. Bandung.
Suharto, R.M. 1996. Hukum Pidana Materiil (Unsur-Unsur Objektif Sebagai Dasar Dakwaan). Sinar Grafika. Jakarta.
Soekanto, Soerjono. 1986.Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia. Jakarta. Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa. 2009.Kriminologi.Raja Grafindo Persada. Jakarta. Universitas Lampung. 2008.Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung.
(42)
ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN MODUS HIPNOTIS YANG DILAKUKAN WARGA
NEGARA ASING
(Studi Putusan Perkara Nomor 1014/Pid.B/2010/PN.TK)
(Skripsi)
Oleh
DHORA CAROLIN SA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2012
(43)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 9
D. Kerangka Teoretis dan Konseptual ... 10
E. Sistematika Penulisan ... 16
[ II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana ... 18
1. Pertanggungjawaban Pidana ... 18
2. Unsur-unsur Pertanggungjawaban Pidana ... 19
3. Kemampuan Bertanggung Jawab dan Ketidak Mampuan Bertanggung Jawab 21 B. Pengertian Pelaku Tindak Pidana ... 23
C. Tindak Pidana Pencurian ... 26
D. Warga Negara Asing ... 29
(44)
1. Pengertian Hipnotis ... 31
2. Kajian Umum Kejahatan Hipnotis dalam Hukum Pidana ... 32
III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 34
B. Sumber dan Jenis Data ... 34
C. Penentuan Populasi dan Sampel ... 36
D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 36
E. Analisis Data ... 38
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ... 39
B. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Hipnotis Yang Dilakukan Warga Negara Asing ... 40
C. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian Yang Dilakukan Warga Negara Asing ... 48
V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 59
B. Saran ... 60
(45)
MOTTO
Setiap Kesulitan Pasti Ada Sebuah Kesempatan.
Yakinlah Pada Hal Yang Membuat Berhasil Daripada Yakin Pada Hal
Yang Menjatuhkan.
Pengetahuan Adalah Cahaya, Memperkaya Hangatnya Kehidupan,
Dan Semua Dapat Mengambil Bagian Mereka Yang Mencarinya
(46)
TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN MODUS HIPNOTIS YANG DILAKUKAN
WARGA NEGARA ASING
(Studi Putusan Perkara Nomor 1014/Pid.B/2010/PN.TK)
oleh
DHORA CAROLIN SA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
2012
Judul Skripsi : Analisis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencurian Dengan Modus Hipnotis Yang Dilakukan Warga Negara Asing
(47)
2010/PN.TK)
Nama Mahasiswa : Dhora Carolin SA
No. Pokok Mahasiswa : 0852011072
Program Studi : Hukum Pidana
Fakultas : Hukum
MENYETUJUI
1. Komisi PembimbingProf. Dr. Sunarto DM, S.H., M.H. Tri Andrisman, S.H., M.H.
NIP. 19541112198603 1 003 NIP. 19611231198903 1 023
2. Ketua Bagian Hukum Pidana
Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H.
(48)
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua :Prof. Dr. Sunarto DM, S.H., M.H. ………
Sekretaris/ Anggota :Tri Andrisman, S.H., M.H. ………
Penguji Utama :Gunawan Jatmiko, S.H., M.H ………
2. Pj. Dekan Fakultas Hukum
Dr. Heryandi, SH., MS. NIP. 196211091987031003
(49)
PERSEMBAHAN
Puji syukur kupersembahkan kehadirat Allah SWT, zat yang tiada bandingnya yang telah menjadikan segala sesuatu yang sulit ini menjadi mudah, atas rahmat dan hidayah-NYA
membuat banyak kesempatan untuk menjadi lebih baik.
Dengan ketulusan dan kerendahan hati serta setiap perjuangan dan kesempatan, aku persembahkan sebuah karya kecilku ini kepada :
Keluarga kecilku yang berbahagia,
Ayah dan Ibu yang begitu kuhormati, kusayangi, dan kubanggakan. Terimakasih untuk setiap pengorbanan, kesabaran, keikhlasan, dan kasih sayangnya selalu mendoakanku untuk semua
langkah hidupku selama ini, untuk sebuah kata yaitu keberhasilan dalam kebahagianku.
Kedua Adikku tercinta
Onky Jun Commando SA dan Dhollinca Cornikova SA yang senantiasa menemaniku dengan keceriaan dan kasih sayangnya mendukungku sehingga membuatku harus menjadi pribadi
yang dewasa dan bijaksana.
Sahabat-sahabatku terbaik yang telah hadir mengisi hari-hariku membagi suka dan duka bersama.
(50)
RIWAYAT HIDUP
Penulis yang beragama Islam ini dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 9 Mei
1990. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan
Bapak Drs. Syamyus dengan Ibu Linda Utama.
Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-kanak Xaverius Way
Halim Bandar Lampung pada tahun 1996, dan dilanjutkan Sekolah Dasar
Xaverius Way Halim yang diselesaikan pada tahun 2002, penulis melanjutkan studinya di
Sekolah Menengah Pertama Fransiskus 1 Tanjung Karang diselesaikan pada tahun 2005, Sekolah
Menengah Atas Fransiskus Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2008. Pada tahun
2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung, dan untuk
lebih mematangkan ilmu hukum yang diperoleh, penulis mengkonsentrasikan diri pada bagian
Hukum Pidana. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tahun 2011 yang
dilaksanakan di Kampung Setia Bumi, Kecamatan Gunung Terang, Kabupaten Tulang Bawang
(51)
SANWACANA
Puji Syukur kehadirat Allah,SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan
petunjuk dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini izinkan penulis mengucapkan
penghargaan dan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada:
1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.
2. Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H selaku Ketua Jurusan Hukum Pidana
3. Ibu Dewi Septiana, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang dengan ikhlas
memberikan bimbingan dan bantuannya selama penulis menempuh masa studi.
4. Bapak Prof. Dr. Sunarto DM, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing I yang telah berkenan
menuangkan waktu dan pikiran untuk membaca, mengoreksi, mengarahkan, dan mendukung
penulis selama penulisan skripsi dengan penuh perhatian dan kesabaran dalam penyelesaian
skripsi ini.
5. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak
menuangkan waktu dan pikiran untuk membaca, mengoreksi, mengarahkan, membimbing,
dan mendukung penulis dengan penuh kesabaran sehingga proses penyelesaian skripsi ini
berjalan dengan baik.
6. Bapak Gunawan Jatmiko, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas I atas waktu, saran, masukan,
(52)
7. Bapak Budi Rizki Husin, S.H.,M.H. selaku Dosen Pembahas II yang telah memberikan
kritikan, koreksi dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah banyak memberikan
ilmu, khususnya ilmu hukum kepada penulis.
9. Terima kasih kepada kedua orang tuaku, Drs. Syamyus dan Linda Utama kupersembahkan
karya kecil ini sebagai tanda baktiku, terimakasih yang tiada terkira atas doa, dukungan baik
moril dan materil sebagai sebagian bentuk limpahan kasih sayang yang tak terkira telah
diberikan kepadaku sampai saat ini juga semua motivasi yang tiada bosan-bosan diberikan
untuk mengembalikan semua semangat-semangatku.
10. Kedua adikku, Onky Jun Comando SA dan Dhollinca Cornikova SA, yang dengan selalu
berusaha membuatku dewasa dalam menjalani semua rintangan dan hambatan hidup
sehingga menjadikanku lebih sabar serta doa yang tak pernah pudar.
11. Special thanks Bayu Kamandaka, orang terbaik yang hadir dan membuat hidupku lebih baik,
terimakasih atas doa dan dukungan yang membantu untukku jadi orang yang berhasil.
12. Sahabat-sahabat terbaikku : Beki Antika SH, Inna Windhatria SH, Vera Febriana SH, Tria
Anasya Achba SH, Cut Arista, Harina Hayati Harfa SH, Suci Kurnia Rosyada SH, Ferawati,
Sari Ustiani. Terima kasih atas persahabatan yang tidak terlupakan dan telah mengisi
hari-hariku melewati suka dan duka bersama.
13. Teman-teman selama menjalankan KKN terima kasih atas kebersamaannya selama 40 hari
di Kampung Setia Bumi, Tulang Bawang Barat, semua suka cita dan pengalaman yang tak
terlupakan.
14. Koresponden dari Pengadilan Negeri Bandar Lampung, dan Dosen Fakultas Hukum
(53)
15. Almamaterku tercinta yang sudah memberi banyak wawasan dan pengalaman berharga.
Hanya kepada Allah SWT penulis memanjatkan doa, semoga semua amal kebaikan dan bantuan
yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan yang lebih besar dari Allah SWT.
Akhir kata penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin..
Bandar Lampung, Mei 2012
Penulis
(1)
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua :Prof. Dr. Sunarto DM, S.H., M.H. ………
Sekretaris/ Anggota :Tri Andrisman, S.H., M.H. ………
Penguji Utama :Gunawan Jatmiko, S.H., M.H ………
2. Pj. Dekan Fakultas Hukum
Dr. Heryandi, SH., MS. NIP. 196211091987031003
(2)
PERSEMBAHAN
Puji syukur kupersembahkan kehadirat Allah SWT, zat yang tiada bandingnya yang telah menjadikan segala sesuatu yang sulit ini menjadi mudah, atas rahmat dan hidayah-NYA
membuat banyak kesempatan untuk menjadi lebih baik.
Dengan ketulusan dan kerendahan hati serta setiap perjuangan dan kesempatan, aku persembahkan sebuah karya kecilku ini kepada :
Keluarga kecilku yang berbahagia,
Ayah dan Ibu yang begitu kuhormati, kusayangi, dan kubanggakan. Terimakasih untuk setiap pengorbanan, kesabaran, keikhlasan, dan kasih sayangnya selalu mendoakanku untuk semua
langkah hidupku selama ini, untuk sebuah kata yaitu keberhasilan dalam kebahagianku.
Kedua Adikku tercinta
Onky Jun Commando SA dan Dhollinca Cornikova SA yang senantiasa menemaniku dengan keceriaan dan kasih sayangnya mendukungku sehingga membuatku harus menjadi pribadi
yang dewasa dan bijaksana.
Sahabat-sahabatku terbaik yang telah hadir mengisi hari-hariku membagi suka dan duka bersama.
(3)
RIWAYAT HIDUP
Penulis yang beragama Islam ini dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 9 Mei 1990. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Drs. Syamyus dengan Ibu Linda Utama.
Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-kanak Xaverius Way Halim Bandar Lampung pada tahun 1996, dan dilanjutkan Sekolah Dasar Xaverius Way Halim yang diselesaikan pada tahun 2002, penulis melanjutkan studinya di Sekolah Menengah Pertama Fransiskus 1 Tanjung Karang diselesaikan pada tahun 2005, Sekolah Menengah Atas Fransiskus Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung, dan untuk lebih mematangkan ilmu hukum yang diperoleh, penulis mengkonsentrasikan diri pada bagian Hukum Pidana. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tahun 2011 yang dilaksanakan di Kampung Setia Bumi, Kecamatan Gunung Terang, Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung.
(4)
SANWACANA
Puji Syukur kehadirat Allah,SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan petunjuk dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini izinkan penulis mengucapkan penghargaan dan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada:
1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung. 2. Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H selaku Ketua Jurusan Hukum Pidana
3. Ibu Dewi Septiana, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang dengan ikhlas memberikan bimbingan dan bantuannya selama penulis menempuh masa studi.
4. Bapak Prof. Dr. Sunarto DM, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing I yang telah berkenan menuangkan waktu dan pikiran untuk membaca, mengoreksi, mengarahkan, dan mendukung penulis selama penulisan skripsi dengan penuh perhatian dan kesabaran dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak menuangkan waktu dan pikiran untuk membaca, mengoreksi, mengarahkan, membimbing, dan mendukung penulis dengan penuh kesabaran sehingga proses penyelesaian skripsi ini berjalan dengan baik.
6. Bapak Gunawan Jatmiko, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas I atas waktu, saran, masukan, dan kritik yang membangun dalam penyempurnaan skripsi ini.
(5)
7. Bapak Budi Rizki Husin, S.H.,M.H. selaku Dosen Pembahas II yang telah memberikan kritikan, koreksi dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah banyak memberikan ilmu, khususnya ilmu hukum kepada penulis.
9. Terima kasih kepada kedua orang tuaku, Drs. Syamyus dan Linda Utama kupersembahkan karya kecil ini sebagai tanda baktiku, terimakasih yang tiada terkira atas doa, dukungan baik moril dan materil sebagai sebagian bentuk limpahan kasih sayang yang tak terkira telah diberikan kepadaku sampai saat ini juga semua motivasi yang tiada bosan-bosan diberikan untuk mengembalikan semua semangat-semangatku.
10. Kedua adikku, Onky Jun Comando SA dan Dhollinca Cornikova SA, yang dengan selalu berusaha membuatku dewasa dalam menjalani semua rintangan dan hambatan hidup sehingga menjadikanku lebih sabar serta doa yang tak pernah pudar.
11. Special thanks Bayu Kamandaka, orang terbaik yang hadir dan membuat hidupku lebih baik, terimakasih atas doa dan dukungan yang membantu untukku jadi orang yang berhasil.
12. Sahabat-sahabat terbaikku : Beki Antika SH, Inna Windhatria SH, Vera Febriana SH, Tria Anasya Achba SH, Cut Arista, Harina Hayati Harfa SH, Suci Kurnia Rosyada SH, Ferawati, Sari Ustiani. Terima kasih atas persahabatan yang tidak terlupakan dan telah mengisi hari-hariku melewati suka dan duka bersama.
13. Teman-teman selama menjalankan KKN terima kasih atas kebersamaannya selama 40 hari di Kampung Setia Bumi, Tulang Bawang Barat, semua suka cita dan pengalaman yang tak terlupakan.
14. Koresponden dari Pengadilan Negeri Bandar Lampung, dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
(6)
15. Almamaterku tercinta yang sudah memberi banyak wawasan dan pengalaman berharga.
Hanya kepada Allah SWT penulis memanjatkan doa, semoga semua amal kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan yang lebih besar dari Allah SWT. Akhir kata penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin..
Bandar Lampung, Mei 2012
Penulis