Seni Tradisional Mamanda Banjarmasin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu teater tradisional Kalsel yang masih bisa bertahan hidupnya adalah “ Mamanda

  “. Mengapa demikian ? Sebab cerita dari Mamanda memang mengasyikkan tak kalah dengan cerita sinetron atau film. Walau pun tokoh-tokoh dalam Mamanda “ baku “ namun dapat ditambah tokoh-tokoh lain dengan cerita yang lain, artinya cerita mamanda dapat diciptakan sesuai dengan perkembangan jaman. Apa lagi durasi pertunjukkan mamanda jang semula semalam suntuk sekarang disesuaikan dengan permintaan, maksudnya bisa durasinya 3 jam atau 5 jam. Istemewanyanya Mamanda, bisa dimainkan dengan sebuah naskah yang utuh seperti terater modern atau hanya dengan mengatur cerita seperti garis besar cerita, babakan dan plot, sedangkan dialog dikenal dengan istilah impropisasi. Pemain – pemain Mamanda memang dikenal keahliannya berimpropisasi. Tokoh-tokoh mamanda yang baku itu adalah Raja, Mangkubumi, Wazir, Perdana Menteri,Panglima Perang, Harapan Pertama, Harapan kedua, Khadam, Permaisuri, Anak Raja ( bisa putri atau Pangeran ). Tokoh-tokoh lain sesuai cerita misalnya Raja dari Negeri lain, Anak Muda, Perampok, Jin, Belanda, atau nama dari daerah lain ( Jawa, Cina, Batak, Madura atau lainnya ). Seperti juga di teater modern, sebelum pertunjukkan dimulai akan dibacakan sinopsisnya, di mamanda dipaparkan lewat “ Baladon “. Baladon adalah tutur cerita dengan dibawakan berlagu dan gerak tari. Cerita mamanda bisa berkolaburasi dengan seni tari atau musik. Yakni setelah kerajaan selesai bersidang maka akan ditampilkan pertunjukkan tari dengan maksud menghibur raja dengan segenap aparat kerajaan atau ketika kerajaan menang perang diadakan pertunjukkan hiburan tari atau musik panting.

BAB II PEMBAHASAN Mamanda adalah seni teater atau pementasan tradisional yang berasal dari Kalimantan Selatan. Dibanding dengan seni pementasan yang lain, Mamanda lebih mirip dengan Lenong

  dari segi hubungan yang terjalin antara pemain dengan penonton. Interaksi ini membuat penonton menjadi aktif menyampaikan komentar-komentar lucu yang disinyalir dapat membuat suasana jadi lebih hidup. Bedanya, Kesenian lenong kini lebih mengikuti zaman ketimbang Mamanda yang monoton pada alur cerita kerajaan.

  Sebab pada kesenian Mamanda tokoh-tokoh yang dimainkan adalah tokoh baku seperti Raja, Perdana Menteri, Mangkubumi, Wazir, Panglima Perang, Harapan Pertama, Harapan kedua, Khadam (Badut/ajudan), Permaisuri dan Sandut (Putri).

  Disinyalir istilah Mamanda digunakan karena di dalam lakonnya, para pemain seperti Wazir, Menteri, dan Mangkubumi dipanggil dengan sebutan pamanda atau mamanda oleh Sang Raja. Mamanda secara etimologis terdiri dari kata "mama" (mamarina) yang berarti paman dalam bahasa Banjar dan “nda” yang berarti terhormat.

  Jadi mamanda berarti paman yang terhormat. Yaitu “sapaan” kepada paman yang dihormati dalam sistem kekerabatan atau kekeluargaan. Asal muasal Mamanda adalah kesenian Badamuluk yang dibawa rombongan Abdoel Moeloek dari Malaka tahun 1897. Dulunya di Kalimantan Selatan bernama Komedi Indra Bangsawan. Persinggungan kesenian lokal di Banjar dengan Komedi Indra Bangsawan melahirkan bentuk kesenian baru yang disebut sebagai Ba Abdoel Moeloek atau lebih tenar dengan Badamuluk. Kesenian ini hingga saat ini lebih dikenal dengan sebutan mamanda.

  Bermula dari kedatangan rombongan bangsawan Malaka (1897 M) yang dipimpin oleh Encik Ibrahim dan isterinya Cik Hawa di Tanah Banjar, kesenian ini dipopulerkan dan disambut hangat oleh masyarakat Banjar. Setelah beradaptasi, teater ini melahirkan sebuah teater baru bernama "Mamanda". Seni drama tradisional Mamanda ini sangat populer di kalangan masyarakat

  Warga masyarakat yang kebetulan berada atau melintas di sekitar Taman Air Mancur Mingguraya Banjarbaru (17/10/10), sebagiannya menyempatkan diri mendekat untuk menyaksikan pertunjukkan teater Mamanda yang diselenggarakan atau difasilitasi Dewan Kesenian Daerah Kota Banjarbaru. Pementasan teater Mamanda itu cukup menarik perhatian warga masyarakat, apalagi saat karakter Khadam muncul dengan perilakunya yang khas dan unik, sehingga suasana terasa cair yang membuat penonton tertawa.

  Pada pementasan malam itu, Mamanda dipentaskan dengan tokoh-tokoh yang baku saja, seperti Raja, Mangkubumi, Panglima Perang, Khadam, Harapan Pertama dan Harapan Kedua, Permainsuri, dan Perdana Menteri, dengan alur cerita yang sederhana tentang Kota Banjarbaru yang bersiap untuk meraih Adipura dan kerusakan alam. Dengan peralatan yang sederhana, pementasannya berlangsung dengan lancar dan datar, dengan penampilan tokoh Khadam yang mampu menutupi berbagai kendala yang dihadapi pemain lainnya dan keterbatasan peralatan dan sarana.

  Memperhatikan pementasan teater Mamanda yang sederhana dengan peralatan seadanya di Taman Air Mancur Mingguraya itu yang ternyata cukup menarik perhatian warga masyarakat, terbayang bagaimana seandainya teater Mamanda mendapatkan dukungan yang memadai dan cukup. Terlihat bahwa teater Mamanda hanya membutuhkan dukungan sumber daya untuk menyatakan sebenarnya warga masyarakat masih berminat dan tertarik dengan seni teater tradisional sebagai bentuk hiburan yang layak ditonton dan memang menghibur.

  Dalam pertunjukkan teater Mamanda, peran aktif dan spontan penonton dapat memberikan daya hidup dari pertunjukkan teater Mamanda, yang mampu meningkatkan improvisasi para pemain sehingga terjalin interaksi yang dinamis antara penonton dan pemain. Keberadaan penonton yang berperan aktif dan spontan mengandaikan bahwa penonton merupakan orang yang tahu dan memahami bagaimana teater Mamanda dipentaskan yang memungkinkan keterlibatan penonton dalam menghidupkan pertunjukkan tersebut.

  Pada pementasan teater Mamanda di Taman Air Mancur Mingguraya malam itu, terlihat para penonton masih cenderung pasif meskipun para pemain sudah mencoba mendekat kepada para penonton. Hal ini perlu mendapat perhatian para penggiat teater Mamanda, bagaimana penonton dapat terlibat secara aktif dan terjalin interaksi yang menghidupkan suasana pertunjukkan. Para penggiat teater Mamanda perlu “mendidik” penonton untuk dapat berperan aktif dan spontan dalam menyaksikan pertunjukkan Mamanda, yang dapat dilakukan sekaligus saat pementasan dengan menempatkan orang-orang teater di bagian penonton untuk berperan sebagai penonton yang memahami posisi sebagai penonton teater Mamanda yang aktif terlibat dalam interaksi umpan balik dengan pemain.

  Selain itu, pementasan Mamanda seperti di Taman Air Mancur, sebenarnya dapat melibatkan warga masyarakat yang ada di sekitar menjadi tokoh atau bintang tamu secara spontan untuk menbuat suasana semakin interaktif, provokatif, dan menarik. Misalnya, para anak muda yang biasa nongkrong di Mingguraya dengan gaya dan tampilan mereka masing- masing dapat dilibatkan dalam satu penampilan.

  Pada saat pementasan teater Mamanda malam itu, ada terlihat gank anak-anak muda (punk) yang siap dengan gitar duduk menyaksikan, para penggiat teater Mamanda perlu memperhatikan keberadaan mereka dengan meminta mereka tampil pada babak tertentu, misalnya dengan menyanyi secara spontan. Atau para pedagang yang beroperasi di Mingguraya, seperti pedagang pentol dengan gerobaknya, pedagang bakso, pedagang kerak telor (betawi), dan lainnya. Mereka dapat diminta mengemukakan apa saja, bisa berupa keluhan, saran, atau hanya sekedar menyanyi seperti para pengamen yang biasa mangkal di Mingguraya.

  Pementasan teater Mamanda dapat juga mengundang tokoh masyarakat untuk tampil dengan dengan peran khusus, seperti tentang sampah bisa meminta kepala dinas pertamanan, tata kota, dan kebersihan untuk membicarakan hal tersebut dengan gaya Mamanda dalam tema persidangan mengenai pengelolaan sampah. Begitu juga para politisi (anggota dewan), LSM, organisasi kemasyarakatan lainnya perlu diundang untuk tampil sesuai tema pementasan, karena teater Mamanda memberikan suasana yang cair dan spontan sehingga dapat menjadi saluran aspirasi yang membuka ruang kritik dengan positif. Pada penampilan tokoh masyarakat, politisi, LSM, dan lainnya harus dipikirkan bagaimana ditunjang dengan kemajuan teknologi saat ini seperti layar lebar dengan menggunakan proyektor untuk menampilkan bahan tema bahasan yang dibawa para tokoh tamu. Misalnya, masalah sampah dengan tampilan layar sampah atau berita tentang sampah, sehingga lebih menarik perhatian sebagai hiburan dan sekaligus sebagai sarana pendidikan.

  Teater Mamanda sebagaimana pementasan di Taman Air Mancur memperlihatkan adanya antusias warga masyarakat untuk menyaksikannya dan merasakan keterhiburan meskipun masih dipentaskan dengan sederhana dan seadanya. Para penonton yang cenderung pasif perlu mendapatkan perhatian para penggiat teater Mamanda, karena peran aktif dan spontan para penonton merupakan bagian penting dalam setiap pementasan Mamanda yang menjadikannya lebih hidup. Sedangkan penggunaan teknologi perlu dipikirkan untuk menjadi penunjang yang penting untuk menghidupkan suasana persidangan dan alur cerita.

  Semuanya itu, dukungan sumber daya dari semua pemangku kepentingan sangat penting artinya untuk menjadikan teater Mamanda sebagai tontotan yang menghibur dan sekaligus tuntutan yang mendidik.

  Dengan dukungan sumber daya yang mencukupi, teater Mamanda dapat didorong untuk tampil sebulan sekali, sehingga panggung pertunjukkan Negeri Mamanda dapat terus menyapa warga masyarakat sambil menyemai benih-benih budaya kritik yang lapang dan terbuka.

BAB III PENUTUP Mamanda adalah seni teater atau pementasan tradisional yang berasal dari Kalimantan Selatan. Dibanding dengan seni pementasan yang lain, Mamanda lebih mirip dengan Lenong

  dari segi hubungan yang terjalin antara pemain dengan penonton. Interaksi ini membuat penonton menjadi aktif menyampaikan komentar-komentar lucu yang disinyalir dapat membuat suasana jadi lebih hidup. Bedanya, Kesenian lenong kini lebih mengikuti zaman ketimbang Mamanda yang monoton pada alur cerita kerajaan.

  Sebab pada kesenian Mamanda tokoh-tokoh yang dimainkan adalah tokoh baku seperti Raja, Perdana Menteri, Mangkubumi, Wazir, Panglima Perang, Harapan Pertama, Harapan kedua, Khadam (Badut/ajudan), Permaisuri dan Sandut (Putri).

  Disinyalir istilah Mamanda digunakan karena di dalam lakonnya, para pemain seperti Wazir, Menteri, dan Mangkubumi dipanggil dengan sebutan pamanda atau mamanda oleh Sang Raja. Mamanda secara etimologis terdiri dari kata "mama" (mamarina) yang berarti paman dalam bahasa Banjar dan “nda” yang berarti terhormat.

  Jadi mamanda berarti paman yang terhormat. Yaitu “sapaan” kepada paman yang dihormati dalam sistem kekerabatan atau kekeluargaan. Asal muasal Mamanda adalah kesenian Badamuluk yang dibawa rombongan Abdoel Moeloek dari Malaka tahun 1897. Dulunya di Kalimantan Selatan bernama Komedi Indra Bangsawan. Persinggungan kesenian lokal di Banjar dengan Komedi Indra Bangsawan melahirkan bentuk kesenian baru yang disebut sebagai Ba Abdoel Moeloek atau lebih tenar dengan Badamuluk. Kesenian ini hingga saat ini lebih dikenal dengan sebutan mamanda.

  Bermula dari kedatangan rombongan bangsawan Malaka (1897 M) yang dipimpin oleh Encik Ibrahim dan isterinya Cik Hawa di Tanah Banjar, kesenian ini dipopulerkan dan disambut hangat oleh masyarakat Banjar. Setelah beradaptasi, teater ini melahirkan sebuah teater baru bernama "Mamanda". Seni drama tradisional Mamanda ini sangat populer di kalangan masyarakat