Dokumentasi Seni Tato Tradisional Mentawai.

(1)

vi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ...iii

PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN ... v

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 3

1.2.1 Permasalahan ... 3

1.2.2 Ruang Lingkup ... 3

1.3 Tujuan Perancangan ... 3

1.4 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data ... 4

1.5 Skema Perancangan ... 5

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tato Mentawai ... 6

2.2.1 Kehidupan Orang Mentawai... 6

2.2.2 Motif dan Makna Tato Mentawai ... 8

2.2.3 Tahapan dan Teknis Pembuatan Tato Mentawai... 10

2.2.3.1 Tahapan pembuatan tato ... 10

2.2.3.2 Teknis pembuatan tato ... 12


(2)

vii Universitas Kristen Maranatha

2.4 Pengertian Tato ... 14

2.5 Budaya ... 15

2.6 Pendokumentasian ... 15

2.7 Media ... 16

2.7.1 Media Perancangan Buku (Book Design) ... 17

BAB III DATA DAN ANALISIS MASALAH 3.1 Data dan Fakta ... 19

3.1.1. Perusahaan / lembaga terkait ... 19

3.1.1.1 Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia ... 19

3.1.1.2 Penerbit Buku PT Balai Pustaka (Persero) ... 21

3.1.2 Tinjauan terhadap proyek / persoalan sejenis ... 24

3.1.3 Hasil Kuesioner ... 26

3.1.3.1 Kesimpulan hasil kuesioner ... 29

3.1.4 Hasil Wawancara ... 29

3.1.5 Sumber Lainnya yang Berkaitan dengan Permasalahan ... 30

3.1.6 Motif dan Makna Tato Mentawai ... 32

3.1.6.1 Tato sebagai jati diri suku (Tato utama) ... 32

3.1.6.2 Tato sebagai pembeda status sosial atau profesi ... 49

3.1.6.3 Tato sebagai hiasan ... 55

3.2 Analisis terhadap permasalahan berdasarkan data dan fakta ... 59

3.2.1 Analisis SWOT ... 59

3.2.2 Segmentasi, Targeting, Positioning ... 60

BAB IV PEMECAHAN MASALAH 4.1 Konsep Komunikasi... 61

4.1.1 Pembagian Bab / Isi Buku ... 61

4.2 Konsep Kreatif ... 62

4.2.1 Konsep Verbal ... 62


(3)

viii Universitas Kristen Maranatha

4.2.2.1 Warna ... 62

4.2.2.2 Font ... 63

4.3 Konsep Media... 64

4.4 Hasil Karya... 65

1.4.1 Desain Cover Buku... 65

1.4.2 Isi Buku ... 65

1.4.3 Desain Promosi ... 69

1.4.4 Desain Gimmick ... 70

1.4.5 Alternatif Sketsa ... 72

4.5 Budgeting Media ... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 75

5.2 Saran ... 75


(4)

Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tato merupakan seni, dan tubuh merupakan satu dari objek pertama dalam seni, sebuah objek alami dengan tambahan berupa simbol bertransformasi menjadi objek dalam kebudayaan (Ember, 1977:271). Amy Krakov mengungkapkan secara teknis bahwa tato adalah pewarnaan permanen pada tubuh dengan cara diresapkan dengan benda tajam ke dalam kulit (dermis).

Tato berasal dari bahasa Tahiti, yakni tatu atau tatau yang berarti “tanda”. Tato sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu, konon pertama kali ditemukan di Mesir, bukti sejarah bahwa toto mesir yang tertua terdapat pada peninggalan mumi Nubbian yang berumur 2000 SM. Pada tubuh mumi ditemukan tato bermotif pola grafis yang sederhana dengan titik-titik yang saling berhubungan membentuk desain elips yang terletak dibagian bawah perut mumi tersebut. Dan konon dianggap yang menjadikan tato kemudian menyebar ke suku-suku di dunia, termasuk salah satunya suku Indian di berkembang ke seluruh suku-suku dunia, salah satunya suku Mentawai di Indonesia.

Kepulauan Mentawai terletak di sebelah barat pulau Sumatra. Kepulauan yang terdiri atas Pulau Siberut di Utara, Pulau Sipora di bagian tengah, dan Pulau Pageh di bagian Selatan memiliki luas permukaan sekitar 65.255 km2. Dalam Kehidupannya penduduk Mentawai tidak memakai banyak pakaian, melainkan mereka menghiasi tubuhnya dengan tato atau disebut “titi” yang mereka anggap sebagai pengganti baju. Badan dari pria dan wanita ditato dalam bentuk geometris yang simetris. Motif tato Mentawai ini bervariasi tergantung pada suku dan desa mereka. Tato tersebut menandakan kekuatan, kejantanan/kecantikan, karakter, dan juga merepresentasikan pengalaman hidup masing-masing orang.


(5)

Universitas Kristen Maranatha 2 Namun karena adanya larangan memakai tato pada masa pemerintahan orde baru, kebiasaan mentato badan mulai ditinggalkan. Seperti yang diungkapkan oleh Persoon dan Schefold, bahwa semua penduduk asli Pulau Siberut badannya ditato, kecuali generasi mudanya disebabkan oleh dan sebagai reaksi dari peremajaan pemerintah Indonesia (Persoon dan Schefold, 1985:56). Pernyataan tersebut juga diperkuat dari hasil pengecekan tim Kompas di Siberut, Kepulauan Mentawai Sabtu-Kamis (22-27 juli 1995), menunjukkan, generasi muda asli Mentawai tidak lagi berminat mewarisi budaya tato tersebut. Kebiasaan membuat tato sudah mulai hilang karena dilarang pemerintah tahun 1970.

Seiring perkembangan zaman, tato mengalami perluasan makna yang tadinya hanya digunakan sebagai ritual etnik daerah, sekarang lebih sebagai trend budaya pop (popular culture) yang merupakan trend gaya hidup anak muda zaman sekarang untuk menambah keindahan tubuh mereka. Mengguritanya budaya pop ini tentunya tidak lepas dari derasnya berbagai arus informasi, propaganda, leberalisme yang menyulap batas-batas Negara menjadi kabur (Olong, 2006:5). Di lain sisi, stigma tentang tato masih melekat pada masyarakat Indonesia yang mana sebagian masyarakat masih mengaitkan tato dengan sesuatu yang negatif, contohnya orang jahat atau preman, dan juga bertentangan dengan norma agama karena sebagian besar masyarakat Indonesia beragama Islam dimana agama Islam melarang umatnya memiliki tato.

Fenomena ini mengakibatkan lama kelamaan seni tato tradisional ini akan punah karena generasi muda Mentawai banyak yang meninggalkan tradisi tersebut, tetapi di lain sisi tato berkembang menjadi trend anak muda “gaul” di kota-kota besar di Indonesia, yang mana mereka lebih tertarik oleh motif tato budaya luar (modern). Seperti yang diungkapkan Drs Ady Rosa, M.Sn. (pakar dan peneliti tato), tato dalam kebudayaan pop hanya sebatas kesenangan, sebatas hiasan, dan simbol kaum muda untuk jati diri gengnya. Sedangkan tato tradisional, selain unik dan dahsyat, juga syarat simbol dan makna. Cuma sayangnya, tato tradisional ini terancam punah (Olong, 2006:193). Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang pakar seni Dr. Primadi Tabrani, "Banyak sekali data dasar seni rupa tradisi kita yang belum sempat dideskripsikan. Hal ini menunjukkan suatu keadaan yang


(6)

Universitas Kristen Maranatha 3 "berbahaya" sebab 10 - 20 tahun lagi sejumlah seni rupa tradisi kita mungkin sudah punah." (Primadi, 1991:76).

Dilihat dari nilai sejarah dan dari nilai estetika, “titi” merupakan seni merajah bagian tubuh yang juga patut diapresiasi dan dilestarikan. Oleh karena itu, pendokumentasian seni tato Mentawai ini sangat penting, karena bertujuan agar kesenian ini tidak akan hilang atau terlupakan dan tetap dikenal selamanya sebagai kesenian tradisional asli Indonesia, sebagai contoh kasus Negara Malaysia sempat mengklaim beberapa kesenian Indonesia, itu disebabkan karena kurangnya apresiasi masyarakat Indonesia terhadap kesenian tradisional dan kurangnya dukungan dari pemerintah. Salah satu cara untuk menjawab permasalahan akan kepunahan tato Mentawai ini adalah dengan cara pendokumentasian melalui media perancangan buku dengan visual yang menarik.

1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup 1.2.1 Permasalahan

• Bagaimana cara agar seni tato Mentawai dikenal selamanya sebagai seni asli Indonesia?

• Bagaimana media perancangan buku dapat menjawab permasalahan tentang fenomena tato Mentawai yang lama kelamaan akan punah.

1.2.2 Ruang Lingkup

Karena tato merupakan trend gaya hidup anak muda “gaul” zaman sekarang, penulis mempersempit target audience dalam pengamatan tentang tato yang hanya di dua kota besar di Indonesia yaitu kota Bandung dan Jakarta, perempuan dan laki-laki 18-25 tahun.

1.3 Tujuan Perancangan

• Untuk pendokumentasian agar seni tato Mentawai tetap dikenal sebagai seni asli Indonesia.

• Untuk mendokumetasikan tato Mentawai melalui media perancangan buku dengan visual yang menarik sebagai jawaban permasalahan


(7)

Universitas Kristen Maranatha 4 tentang fenomena tato Mentawai yang lama kelamaan akan punah dan juga sebagai buku referensi motif tato bagi orang hendak ditato.

1.4 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data a. Kuesioner

Kuesioner dibagikan kepada 20 responden di kota Bandung dan Jakarta, baik laki-laki maupun perempuan untuk mengetahui pandangan mereka terhadap tato.

b. Wawancara

Teknik wawancara ini dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh informasi data dan fakta selengkap-lengkapnya dengan melakukan wawancara sesuai dengan permasalahan dan menyajikan dalam bentuk tulisan. Wawancara dilakukan dengan seniman tato tradisional Indonesia dan pemilik Durga Tattoo Studio di Jakarta yaitu Aman Durga, konsumen tato serta narasumber lainnya yang dianggap dapat melengkapi informasi.

c. Literatur

Mencari data melalui buku, koran, majalah, internet dan sumber-sumber lainnya.


(8)

Universitas Kristen Maranatha 5 1.5 Skema Perancangan


(9)

Universitas Kristen Maranatha 75

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari data dan fakta yang diperoleh, dengan melihat nilai historis tato Mentawai, dan keunikannya dengan berbagai jenis motif, makna dan fungsi, tato Mentawai merupakan seni yang bernilai tinggi yang patut di apresiasiasi dan dilestarikan. Untuk itu, perlu adanya pendokumentasian.

Media buku merupakan media yang digunakan untuk pendokumentasian. Dengan desain visual yang menarik dan gaya desain yang modern, bertujuan untuk menarik konsumen yaitu anak muda diperkotaan untuk membeli buku ini, karena anak muda sekarang lebih menyukai sesuatu yang menarik secara visual dan sesuatu yang bergaya modern.

Buku ini juga bertujuan untuk mengenalkan tato tradisional Mentawai dan untuk menumbuhkan rasa apresiasi dan bangga terhadap seni tato tradisional Mentawai yang merupakan seni tradisi warisan asli Indonesia.

5.2 Saran

Berdasarkan topik yang penulis ambil, tentang pendokumentasian kesenian tradional Indonesia ini, dan data-data yang diperoleh dari hasil riset, penulis mencoba untuk memberikan saran yang mungkin nantinya akan berguna bagi yang baca ataupun bagi kampus Univesitas Kristen Maranatha untuk lebih mencintai kesenian tradisional kita, karena ini merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tidak ternilai harganya yang kesenian ini sekarang satu persatu terancam punah, karena kurangnya apresiasi dari masyarakat Indonesia. Untuk itu, generasi muda sekarang hendaknya memelihara seni budaya kita agar bisa tetap ada di generasi berikutnya.


(10)

Universitas Kristen Maranatha 76

DAFTAR PUSTAKA

Gerard Persoon dan Reimar Schefold. 1985. Pulau Siberut. Jakarta, Bhratara Karya Aksara

Reimar Schefold. 1991. Mainan Bagi Roh. Jakarta, Balai Pustaka

Stefano Coronese. 1986. Kebudayaan Suku Mentawai. Jakarta, Grafidian Jaya Hatib Abdul Kadir Olong. 2006. Tato. Yogyakarta, Lkis

Ady Rosa. 1994. “Eksistensi Tato Sebagai Salah Satu Karya Seni Rupa Tradisional Masyarakat Mentawai”. Tesis. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Dokumentasi Durga Tattoo Studio, Jakarta.

Sumber dan referensi jenis motif, makna dan fungsi tato Mentawai: Ady Rosa.

1994. “Eksistensi Tato Sebagai Salah Satu Karya Seni Rupa Tradisional Masyarakat Mentawai”. Tesis. Bandung: Institut Teknologi Bandung.


(1)

Universitas Kristen Maranatha 2 Namun karena adanya larangan memakai tato pada masa pemerintahan orde baru, kebiasaan mentato badan mulai ditinggalkan. Seperti yang diungkapkan oleh Persoon dan Schefold, bahwa semua penduduk asli Pulau Siberut badannya ditato, kecuali generasi mudanya disebabkan oleh dan sebagai reaksi dari peremajaan pemerintah Indonesia (Persoon dan Schefold, 1985:56). Pernyataan tersebut juga diperkuat dari hasil pengecekan tim Kompas di Siberut, Kepulauan Mentawai Sabtu-Kamis (22-27 juli 1995), menunjukkan, generasi muda asli Mentawai tidak lagi berminat mewarisi budaya tato tersebut. Kebiasaan membuat tato sudah mulai hilang karena dilarang pemerintah tahun 1970.

Seiring perkembangan zaman, tato mengalami perluasan makna yang tadinya hanya digunakan sebagai ritual etnik daerah, sekarang lebih sebagai trend budaya pop (popular culture) yang merupakan trend gaya hidup anak muda zaman sekarang untuk menambah keindahan tubuh mereka. Mengguritanya budaya pop ini tentunya tidak lepas dari derasnya berbagai arus informasi, propaganda, leberalisme yang menyulap batas-batas Negara menjadi kabur (Olong, 2006:5). Di lain sisi, stigma tentang tato masih melekat pada masyarakat Indonesia yang mana sebagian masyarakat masih mengaitkan tato dengan sesuatu yang negatif, contohnya orang jahat atau preman, dan juga bertentangan dengan norma agama karena sebagian besar masyarakat Indonesia beragama Islam dimana agama Islam melarang umatnya memiliki tato.

Fenomena ini mengakibatkan lama kelamaan seni tato tradisional ini akan punah karena generasi muda Mentawai banyak yang meninggalkan tradisi tersebut, tetapi di lain sisi tato berkembang menjadi trend anak muda “gaul” di kota-kota besar di Indonesia, yang mana mereka lebih tertarik oleh motif tato budaya luar (modern). Seperti yang diungkapkan Drs Ady Rosa, M.Sn. (pakar dan peneliti tato), tato dalam kebudayaan pop hanya sebatas kesenangan, sebatas hiasan, dan simbol kaum muda untuk jati diri gengnya. Sedangkan tato tradisional, selain unik dan dahsyat, juga syarat simbol dan makna. Cuma sayangnya, tato tradisional ini terancam punah (Olong, 2006:193). Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang pakar seni Dr. Primadi Tabrani, "Banyak sekali data dasar seni rupa tradisi kita yang belum sempat dideskripsikan. Hal ini menunjukkan suatu keadaan yang


(2)

Universitas Kristen Maranatha 3 "berbahaya" sebab 10 - 20 tahun lagi sejumlah seni rupa tradisi kita mungkin sudah punah." (Primadi, 1991:76).

Dilihat dari nilai sejarah dan dari nilai estetika, “titi” merupakan seni merajah bagian tubuh yang juga patut diapresiasi dan dilestarikan. Oleh karena itu, pendokumentasian seni tato Mentawai ini sangat penting, karena bertujuan agar kesenian ini tidak akan hilang atau terlupakan dan tetap dikenal selamanya sebagai kesenian tradisional asli Indonesia, sebagai contoh kasus Negara Malaysia sempat mengklaim beberapa kesenian Indonesia, itu disebabkan karena kurangnya apresiasi masyarakat Indonesia terhadap kesenian tradisional dan kurangnya dukungan dari pemerintah. Salah satu cara untuk menjawab permasalahan akan kepunahan tato Mentawai ini adalah dengan cara pendokumentasian melalui media perancangan buku dengan visual yang menarik.

1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup 1.2.1 Permasalahan

• Bagaimana cara agar seni tato Mentawai dikenal selamanya sebagai seni asli Indonesia?

• Bagaimana media perancangan buku dapat menjawab permasalahan tentang fenomena tato Mentawai yang lama kelamaan akan punah.

1.2.2 Ruang Lingkup

Karena tato merupakan trend gaya hidup anak muda “gaul” zaman sekarang, penulis mempersempit target audience dalam pengamatan tentang tato yang hanya di dua kota besar di Indonesia yaitu kota Bandung dan Jakarta, perempuan dan laki-laki 18-25 tahun.

1.3 Tujuan Perancangan

• Untuk pendokumentasian agar seni tato Mentawai tetap dikenal sebagai seni asli Indonesia.

• Untuk mendokumetasikan tato Mentawai melalui media perancangan buku dengan visual yang menarik sebagai jawaban permasalahan


(3)

Universitas Kristen Maranatha 4 tentang fenomena tato Mentawai yang lama kelamaan akan punah dan juga sebagai buku referensi motif tato bagi orang hendak ditato.

1.4 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data a. Kuesioner

Kuesioner dibagikan kepada 20 responden di kota Bandung dan Jakarta, baik laki-laki maupun perempuan untuk mengetahui pandangan mereka terhadap tato.

b. Wawancara

Teknik wawancara ini dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh informasi data dan fakta selengkap-lengkapnya dengan melakukan wawancara sesuai dengan permasalahan dan menyajikan dalam bentuk tulisan. Wawancara dilakukan dengan seniman tato tradisional Indonesia dan pemilik Durga Tattoo Studio di Jakarta yaitu Aman Durga, konsumen tato serta narasumber lainnya yang dianggap dapat melengkapi informasi.

c. Literatur

Mencari data melalui buku, koran, majalah, internet dan sumber-sumber lainnya.


(4)

Universitas Kristen Maranatha 5


(5)

Universitas Kristen Maranatha 75

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari data dan fakta yang diperoleh, dengan melihat nilai historis tato Mentawai, dan keunikannya dengan berbagai jenis motif, makna dan fungsi, tato Mentawai merupakan seni yang bernilai tinggi yang patut di apresiasiasi dan dilestarikan. Untuk itu, perlu adanya pendokumentasian.

Media buku merupakan media yang digunakan untuk pendokumentasian. Dengan desain visual yang menarik dan gaya desain yang modern, bertujuan untuk menarik konsumen yaitu anak muda diperkotaan untuk membeli buku ini, karena anak muda sekarang lebih menyukai sesuatu yang menarik secara visual dan sesuatu yang bergaya modern.

Buku ini juga bertujuan untuk mengenalkan tato tradisional Mentawai dan untuk menumbuhkan rasa apresiasi dan bangga terhadap seni tato tradisional Mentawai yang merupakan seni tradisi warisan asli Indonesia.

5.2 Saran

Berdasarkan topik yang penulis ambil, tentang pendokumentasian kesenian tradional Indonesia ini, dan data-data yang diperoleh dari hasil riset, penulis mencoba untuk memberikan saran yang mungkin nantinya akan berguna bagi yang baca ataupun bagi kampus Univesitas Kristen Maranatha untuk lebih mencintai kesenian tradisional kita, karena ini merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tidak ternilai harganya yang kesenian ini sekarang satu persatu terancam punah, karena kurangnya apresiasi dari masyarakat Indonesia. Untuk itu, generasi muda sekarang hendaknya memelihara seni budaya kita agar bisa tetap ada di generasi berikutnya.


(6)

Universitas Kristen Maranatha 76

DAFTAR PUSTAKA

Gerard Persoon dan Reimar Schefold. 1985. Pulau Siberut. Jakarta, Bhratara Karya Aksara

Reimar Schefold. 1991. Mainan Bagi Roh. Jakarta, Balai Pustaka

Stefano Coronese. 1986. Kebudayaan Suku Mentawai. Jakarta, Grafidian Jaya Hatib Abdul Kadir Olong. 2006. Tato. Yogyakarta, Lkis

Ady Rosa. 1994. “Eksistensi Tato Sebagai Salah Satu Karya Seni Rupa Tradisional Masyarakat Mentawai”. Tesis. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Dokumentasi Durga Tattoo Studio, Jakarta.

Sumber dan referensi jenis motif, makna dan fungsi tato Mentawai: Ady Rosa.

1994. “Eksistensi Tato Sebagai Salah Satu Karya Seni Rupa Tradisional Masyarakat Mentawai”. Tesis. Bandung: Institut Teknologi Bandung.