Keberadaan ragam hias dalam kayon beserta maknanya yang dibagi

Fungsi lain kayon adalah sebagai Candra Sengkala atau penanda tahun. Kayon ini tidak dipergunakan dalam pertunjukan wayang tetapi hanya sebagai suatu karya seni rupa dengan menekankan pada penampilan luar estetis, biasanya yang membuat kayon ini adalah Keraton karena sebagai pusat budaya.

2. Keberadaan ragam hias dalam kayon beserta maknanya yang dibagi

dalam tiga tatanan dunia dalam kayon. Konsep gunungan yang terbagi menjadi tiga tata alamjagad, yakni 1 Puncak kayon sampai bagian atas genukan berasal dari kata genuk yang berarti tempat air yang biasa digunakan untuk wudlu bagi orang Islam yang berbentuk seperti kwali, namun penggunaannya pada kayon lebih pada karakter visualnya yang cembung sebagai simbol dari alam atas atau alam niskala, 2 Bagian atas genukan sampai lengkeh bawah sebagai simbol dari alam antaraperantara atau alam niskala-sakala, 3 Di bagian lengkeh sampai palemahan berasal dari kata lemah yang berarti tanah, sedangkan letaknya pada kayon dibagian paling bawah. a Alam Atas atau Niskala Alam Tan Wadag Dalam Serat Sasangka Jati diuraikan dengan jelas tentang filsafat hidup orang Jawa tentang alam atas atau niskala, antara lain: 1 Terjadinya alam semesta, 2 Petunjuk Tuhan, 3 Jalan kesejahteraan, 4 Arah yang dituju R. Soenarto dalam Budiono H.,2008:123. Alam atas atau niskala adalah pusat kehidupan bermula awal terjadinya alam semesta beserta isinya atau proses penciptaan bumi, manusia, binatang dan tumbuhan sebagai isinya. Nur atau cahaya yang sering dikaitkan dengan petunjuk Tuhan dan jalan kesejahteraan hanya terdapat di alam niskala dan tidak semua orang mendapatkannya hanya orang-orang tertentu yang berusaha dan menginginkan ketentraman batin dan menjadi manusia sempurna sesuai yang dicita-citakan manusia Jawa. Niskala atau surga adalah tempat yang sangat indah, penuh ketentraman serta kedamaian dan diimpikan oleh semua manusia. Alam Atas atau alam niskala dalam kayon di simbolkan dari puncak sampai bagian atas genukan terdiri atas: motif utama yang berupa pohom hayat dengan bagian-bagiannya dan motif lainnya yang ada di bagian tersebut dari atas ke bawah, antara lain: burung, ayam jantan, kepala Kala banaspati, sepasang ular, kera, macan dan banteng yang saling berhadapan. 1 Kudup Sari atau Pupus Kudup sari dalam motif kayon terletak paling ujung atau atas. Motif kudup sari pada umumnya kayon berbentuk seperti daun waru. Kudup sama artinya dengan kuncup bunga, dalam bahasa Jawa berarti pupus atau mupus yang artinya pasrah atas kehendak Yang Kuasa A.G. Hartono, 1999:241-242. Kudhup juga dapat di artikan dengan semua hal tentang Tuhan dan pusat kehidupan, awal semua dari kehidupan, puncak KahyanganNirwana. 2 Pohon hayat Agar tidak terjadi pengulangan informasi, pada pembahasan ini tidak lagi di singgung tentang motif pohon yang memiliki sifat-sifat seperti pohon hayat beserta artinya, karena sudah dibahas pada pembahasan sebelumnya dan hanya disinggung jumlah ranting yang biasa pada kayon. Pohon hayat sebagai pusat kehidupan dalam makna filsafat kayon. adalah yang berada tepat ditengah antara sisi kanan dan kiri dalam kayon dan dari genukan bagian atas sampai pada puncak kayon. Penggambaran yang menjulang tinggi sampai puncak yang ditandai dengan hias kudup sari, sebagai simbol perantara antara manusia dengan Sang Pencipta. Pohon hayat dalam kayon memiliki jumlah ranting yang berbeda-beda dan semuanya memiliki dasar yang kuat. Terdapat beberapa perbedaan dalam jumlah ranting pohon yang terdapat dalam kayon gaya Surakarta antara lain: ada yang berjumlah lima, tujuh dan sembilan. Menurut Dharsono S.K dalam bukunya Budaya Nusantara, beliau menjelaskan adanya keterkaitan dengan bilangan sakral bagi masyarakat Jawa, yaitu 4 5+1 ‘ Keblat papat kelima pancer’ kepercayaan Jawa, yang meliputi unsur kehidupan, arah mata angin, warna dan nafsu manusia. Diantaranya: bumi tanah berwarna hitam dengan arah utara bersifat lauwamah serakah, api berwarna merah dengan arah selatan bersifat amarah, angin berwarna kuning dengan arah barat bersifat supiah kesenangan, air berwarna putih dengan arah timur bersifat mutmainah jujur, pusat bumi berwarna hijau dengan posisi tepat berada ditengah bersifat kama budi yang baik atau tingkah laku yang baik. Ranting pohon berjumlah tujuh memberikan pengertian adanya tujuh tingkatan dalam alam niskala untuk menuju dunia atas atau nirmana alam niskala. Ranting pohon hayat berjumlah sembilan, berkaitan dengan bilangan sakral 9 atau 8+1 dalam ajaran Astagina dan Astabrata. Ajaran Astagina Hindu merupakan ajaran yang dilambangkan dengan warna-warna yaitu hitam, merah, kuning, putih, biru, hijau, ungu, merah muda dan pada bagian tengah dilambangkan tanpa warna, dalam ajaran Jawa tanpa warna kosong sebagai simbol Sang Hyang Tunggal atau kemutlakan Tuhan. Sedangkan ajaran Astabrata budha berisi tentang Dewa-dewa yang meliputi: Dewa Indra langit, Dewa Surya matahari, Dewa AnilaBayu angin, Dewa Kuwera bintang, Dewa Baruna samudra, Dewa AgniBrama api, Dewa Yama bumi, Dewa Candra bulan Dharsono S.K, 2007:32-41. Sebagai pohon pengharapan maknanya juga berarti jalan bagi orang Jawa untuk mencari makna kehidupan yakni bersatunya manusia dengan Tuhannya. Dengan demikian makna pohon hayat atau kayon dalam kehidupan sehari-hari adalah jalan yang harus dijalani manusia ketika hidup di dunia ini agar harapannya untuk sampai kepada hidup sejati tercapai hidup dengan kedamaian jiwa dan raga. 3 Banaspati Kepala Kala atau makara Banaspati dalam kayon di wujudkan dengan sebuah kepala raksasa dengan mata melotot. Pada bagian punggung kayon juga terdapat gambar Banaspati dengan ukuran yang lebih besar dan api yang menyala-nyala. Banaspati juga sebagai simbol api. Nama Banaspati lebih sering digunakan dalam kayon, sedangkan makara pada candi, dan yang membedakan hanyalah pada penyebutan namanya saja untuk bentuk tidak ada perbedaan. Sedangkan kala dalam bahasa Jawa berarti waktu. Menurut Koentjaraningrat, ada dua dewa dalam agami jawi yang memainkan peran penting, yakni Dewi KesuburanDewi Padi yaitu Dewi Sri, yang memainkan peranan penting dalam berbagai upacara pertanian dan Dewa Kala, dewa waktu, kerusakan dan kematian, yang penting dalam upacara ngruwat A.G. Hartono, 1999:250. Banaspati atau makara juga berarti penguasa hutan rimba, penguasa dunia atau Dewa bumi Sudarto, 1994:46. Sehingga banaspati bisa diartikan sebagai Dewa bumi dengan sifat baik dan buruknya. 4 Burung Merak Dalam kayon burung merak adalah lambang saat akhir manusia A.G. Hartono, 1999:251. Burung merak dalam susunan motif kayon berada diatas mendekati kudhup, kudhup adalah simbol dari rahasia Illahi atau Tuhan sebagai pusat kosmos. Burung merak dapat diartikan orang yang sudah hampir mencapai kesempurnaan lahir maupun batin, karena pada dasarnya manusia tidak ada yang sempurna sehingga hanya mendekati sempurna yang manusia dapatkan itupun di lihat dari pandangan manusia karena sesungguhnya yang pasti benar mengetahui akan hal tersebut adalah Sang Penguasa. 5 Burung merpati Melambangkan suasana damai atau suasana sesudah mati Sudarto, 1994:46. Simbol inipun ternyata ada juga dalam agama Kristen yang juga memiliki makna yang sama yaitu damai. 6 Ayam Jantan Menurut Van Der Hoop di Eropa ayam jantan mempunyai makna yang di hubungkan dengan matahari, karena pada waktu matahari terbit ayam jantan selalu berkokok. Sedangkan menurut Seno Sastroamidjojo ayam jantan adalah lambang kewaspadaan. A.G. Hartono, 1999:252. Dari dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa ayam jantan adalah simbol waktu dan kewaspadaan. Waktu bagi orang Jawa dihubungkan dengan saat berakhirnya hidup. Sebagai orang waskita yaitu selalu waspada atau berhati-hati dalam segala tindakan dan ucapan tujuannya untuk meminimalis kemungkinan- kemungkinan yang tidak diinginkan dan tentunya untuk lebih mendekatkan diri dengan Sumber Hidup Tuhan, karena untuk lebih dekat dengan Tuhan seorang manusia harus tahu diri dalam perilaku dan kedudukannya bahwa manusia adalah bagian yang sangat kecil mikrokosmos dari alam semesta makrokosmos. 7 Ular Dalam pola kayon, ular tidak hanya ditempatkan pada dunia bawah tetapi kadang didunia atas. Penempatan ular pada dunia bawah dikaitkan dengan kepercayaan jawa bahwa ular adalah Dewa Bumi, tetapi ada yang berpendapat dengan merujuk pada sifat hewani ular dan sebagai hewan melata yang hidupnya lebih banyak bersentuhan dengan tanah adapula yang berpendapat bahwa ular melambangkan nafsu supiah. Sedang penempatan ular pada dunia atas, mengacu pada filosofi kehidupan ular yang sangat bersahaja, cerdik dan tahan lapar. Bahkan Ki Hudoyo Doyodipuro berpendapat bahwa ular adalah hewan yang memiliki sifat tenang dan rasa tanggung jawab yang tinggi yaitu dengan mengetahui kewajibannya. Ki Hudoyo Doyodipuro, 1998:577. 8 Kera Kera adalah hewan yang di anugerahi kecerdasan diatas binatang lainnya, selain itu juga banyak akal Ki Hudoyo Doyodipuro,1998:575. Dalam menjaga kelangsungan hidupnya binatang ini banyak menggantungkan hidupnya pada alam. Dengan kecerdasan dan keluwesannya kera mampu menyerap segala kebaikan yang alam berikan kepadanya dengan baik. Filosofi inilah menempatkan kera sebagai binatang yang di gunakan pada kayon. Dapat diambil kesimpulan bahwa manusia dalam menjalani hidupnya di dunia hendaknya lebih bersikap arif dan bijak dengan memperhitungkan segala kemungkinan yang akan terjadi dan tidak hanya menuruti hawa nafsunya saja, ini hanya dapat dilakukan dengan pikiran yang jernih. Meskipun kera memiliki kecerdasan diatas binatang lainnya, tetapi kera tetaplah seperti binatang lainnya sifat kehewanian. Sehingga kera kadang ditempatkan di dunia bawah, biasanya pada blumbangan. 9 Banteng dan Harimau, dan binatang kembar yang disebut dengan Nakula laki-laki dan perempuan Banteng dan harimau merupakan simbolisasi dari bagian masyarakat dunia atasalam niskala yang paling bawah, karena banteng dan harimau adalah binatang yang sama-sama dalam mempertahankan hidupnya selalu menggunakan kekuatan jasmani dari pada pikiran, meskipun semua binatang menggunakan kekuatan jasmani dari pada akal tetapi ada binatang yang diberkelahi dengan kekuatan pikiran yang setingkat lebih tinggi dari binatang lainnya misalnya kera, kancil dan sebagainya, mereka banteng dan hariamu menganggap dengan memiliki badan yang besar, kokoh, tanduk yang kokoh banteng dan taring yang runcing harimau mampu mengalahkan semua binatang yang lainnya A.G. Hartono, 1999:254. Keangkuhan inilah yang menempatkan banteng dan harimau pada alam niskala yang paling bawah karena masih terdapat nafsu-nafsu manusia yang dapat menghalangi masuknya manusia pada taraf tingkatan yang lebih tinggi yaitu alam niskala. b Alam Tengah atau Alam Antara atau Niskala-Sakala Alam Awung- Awung Alam tengah atau alam Antara atau Niskala-Sakala adalah alam yang menghubungkan antara dunia bawah Niskala-Sakala dengan dunia atas Niskala. Dunia bawah adalah dunia tempat manusia berpijak atau hidup, di dalam menjalani kehidupannya manusia dihadapkan pada kenyataan-kenyataan yang membuat manusia dalam kondisi yang tidak stabil, sehingga untuk mengatasi itu semua manusia berusaha mendekatkan diri pada Sang Pemilik Segalanya Tuhan. Didalam proses mendekatkan dirinya manusia dengan Tuhan, karena secara fisik Tuhan tidak berwujud tetapi keberadaan Tuhan atau bahwa Tuhan itu ada diwujudkan dengan semua yang ada di alam semesta ini makrokosmosjagad gede maka manusia perlu atau membutuhkan sesuatu yang dapat mendekatkan dirinya dengan Tuhan atau membutuhkan perantara. Perantara itulah yang dalam dunia wayang khususnya kayon disimbolkan dengan dunia tengah Niskala-Sakala. Perwujudan alam tengah dalam kayon berupa gapura rumah, kolam, sayap dan figur penjaga yang berupa Cingkaralaba dan Balaupata. 1 Gapura Dalam kayon, gapura di gambarkan dengan rumah yang pintunya tertutup A.G. Hartono, 1999:257. Dengan kondisi atau suasana pintu rumah yang tertutup ini memberikan atmosfir kepada siapa saja yang melihatnya dengan suatu tempat yang sunyi dan angker atau mistis tetapi membuat setiap orang menjadi penasaran untuk mengetahui isi di dalamnya. Gapura sebagai hias atau motif dalam kayon di tempatkan di bagian tengah lebih ke arah bawah merupakan salah satu dari hias atau motif kayon yang berupa bangunan rumah. Ini melambangkan bahwa batas antara dunia bawah Sakala dengan dunia atas Niskala atau dunia fana dengan dunia akhirat. Secara kodrati bahwa manusia jika ingin menemui Tuhanya maka mati merupakan salah satu jalanya. Dalam filsafat Jawa bahwa mati bukanlah suatu akhir dari sebuah perjalanan hidup tetapi awal dari babak perjalanan baru dengan segala keindahan-keindahan yang diimpikan selama hidupnya di dunia, sehingga untuk menghadapi kehidupan yang baru tersebut manusia jawa selalu berhati-hati dalam perbuatan maupun bertutur kata. Agar ketika manusia dalam kondisi “membuka gerbang“ atau mati dengan baik, maka ketika di dunia atau selama hidupnya di dunia manusia perlu sesuatu atau seseorang yang dapat mengarahkan hidupnya kepada yang diimpikan yaitu hidup damai di surga dengan segala kenikmatannya. Seseorang yang dapat dijadikan simbol dari pembuka pikiran dan hati dan mengarahkan hidupnya kepada tugas dan tanggung jawab manusia di dunia secara nyata, misalnya wali, raja, dukun, pendeta, dalang dan sebagainya. 2 Kolam atau Blumbang Ada beberapa pendapat tentang makna air, baik dalam pewayangan maupun dalam heroskop Jawa. Menurut Dharsono S.K, 2006:65, air dalam hias kayon terdapat kolam berisi air dikaitkan dengan air suci anumerta yang berasal dari dua kata yaitu a berarti: tidak dan merta berarti: mati, menjadi tidak mati atau hidup sehingga dapat diartikan air suci kehidupan atau sumber kehidupan yang sering dikaitkan dengan lambang kewanitaan, yaitu: miyar-miyur tetapi luwes yang artinya dapat menyesuaikan diri dimanapun berada. Menurut Ki Hudoyo Doyodipuro 1998:574, air jika di hubungkan dengan sifat manusia yaitu berkemauan keras, giat bekerja, dan mempunyai banyak teman, tetapi juga mempunyai banyak musuh misalnya sering di fitnah dan di jahili orang lain, tetapi selalu dapat mengatasinya sendiri. Pada lakon cerita Dewa-Ruci, sari parwita atau air murni dapat menyatukan Bima dengan Dewanya yaitu Dewa-Ruci Purwadi dan Djoko D.,2006:138. Motif air kolamBlumbang dalam kayon memiliki makna kehidupan bagi manusia, yakni dalam menjalani kehidupan di bumi manusia di perintahkan untuk bekerja keras, mampu bertahan dimanapun dan bagaimanapun tempatnya dan tidak lupa selalu mendekatkan diri dengan Sang Pemilik Jagad. Dalam motif kolam terdapat motif ikan yang berjumlah dua atau tiga, jumlah ini dikaitkan dengan keseimbangan dan siklus hidup manusia. Dua ekor ikan merupakan gambaran dari makna keseimbangan, seperti laki-laki dan perempuan. Tiga ekor ikan mempunyai makna yang dikaitkan dengan siklus hidup manusia yaitu lahir, hidup dan mati. 3 Sayap dan burung garuda Motif sayap dalam kayon ditempatkan disamping kanan dan kiri kolam seperti posisi sayap burung. Untuk gapuran tidak hanya sayap tetapi burung garuda yang digambarkan dengan kepala burung dan sayapnya. Mitologi Hindu burung garuda adalah simbol Dewa Wisnu. Burung garuda dianggap sebagai burung matahari yang menjadi lambang dunia atas. Posisi sayap atau burung garuda dalam kayon adalah mengapit gapura atau air blumbang sebagai sumber hidup atau sumber alam tengahperantara, maka makna sayap atau burung garuda yaitu memelihara dan menjaga alam agar stabil A.G. Hartono, 1999:261. Sehingga sayap merupakan lambang dari sesuatu yang dapat membawa manusia menuju dunia atas. 4 Cingkaralaba dan Balaupata Cingkaralaba dan Balaupata adalah hias atau motif yang terdapat pada kayon gapuran yang letaknya di bagian paling bawah dari ragam hias kayon di samping kiri dan kanan dengan wajah menghadap ke arah gapura, mempunyai makna bahwa konsentrasi hanya ditujukan pada gapura agar sesuatu yang tidak di inginkan masuk meskipun sangat kecil. Secara pemaknaan Cingkaralaba dan Balaupata adalah simbol dari pembunuh hawa nafsu, karena hawa nafsu disini diartikan sebagai sesuatu yang buruk atau jahat yang dapat menghalangi jiwa manusia yang ingin bersatu dengan Tuhannya A.G. Hartono, 1999:265. 5 Tanggga atau Trap Tangga atau trap yang letaknya di bagian depan dari gapura dalam hias atau motif kayon. Konsep antara tangga dalam kayon hampir mirip dengan konsep punden berundak, karena trap tangga tersusun satu demi satu mengarah keatas, maka disini dapat dilihat adanya suatu proses keatas yaitu seseorang tidak akan langsung dapat menempati tempat yang ada di atas sebelum melewati tangga- tangga sebelumnya dan hal itu dilakukan dengan menaikinya satu persatu tangga secara urut. Punden berundak adalah sebuah tiruan gunung yang dibuat dengan sistem tangga berundak, dalam bahasa Jawa undak berarti tangga dengan awalan ber, yang jika digabungkan berarti tangga yang memiliki trap banyak, sedangkan punden dalam istilah bahasa jawa yaitu pundhi dipundhi atau dihormati, pada jaman dahulu orang Jawa sangat menghormati arwah nenek moyang meskipun sudah meninggal arwah tersebut tetap dihormati, sehingga dapat diartikan bahwa trap-trap tersebut adalah jalan yang menghubungkan dengan roh nenek moyang Dharsono S.K, 2006:56. Makna trap atau tangga dalam kayon adalah sebagai jalan ke arah alam tengah yang harus melalui beberapa tahap. Trap atau tangga pada kayon berjumlah lima lapis, mengingat bahwa yang menciptakan kayon adalah Sunan Kalijaga sebagai penyiar agama Islam biasa disebut wali, syeh, sekarang lebih terkenal dengan nama ustadz, maka segala pemanfaatan motif yang digunakan pada kayon diarahkan dengan mendasarkan makna pada ajaran Islam. Trap atau tangga pada kayon berjumlah lima lapis, jumlah lima dikaitkan dengan jumlah rukun Islam yang berjumlah lima yang diawali dengan kalimat syahadat. Dalam dunia pewayangan kalimat syahadat di kenal dengan jimat Kalimasada yang dimiliki oleh Pandawa, artinya barang siapa akan menuju ke alam tengah alam antara harus mampu mengucapkan kalimat syahadat A.G. Hartono, 1999:265. c Alam Bawah atau Alam Wadag Sakala Alam bawah atau alam wadag dalam kayon terletak di bawah lengkeh sela-sela dari genukan. Pada bagian ini terdapat ragam hias yang biasanya ada pada kayon gaya Surakarta, antara lain: babi hutan, harimau, kijang, ular, kera, gundukan tanah, dan tumbuhan. Alam bawah atau alam wadag adalah alam manusia dengan segala hiruk pikuknya, hidup manusia tidak ada yang sempurna, dimana manusia dikondisikan sebagai makhluk yang sangat kecil mikrokosmos jika dibandingkan dengan jagad raya makrokosmos ini sehingga manusia dalam menjalani kehidupannya membutuhkan semangat, dorongan dan perlindungan dari Tuhan agar hidupnya aman, damai, tentram dan sejahtera. 1 Berbagai jenis binatang di atas Palemahan Kondisi atau situasi pada alam wadag atau alam bawah adalah sebuah kondisi manusia yang masih diliputi dengan nafsu-nafsu duniawi yang jika dihitung tidak akan pernah habis, hal semacam ini dalam pewayangan khususnya dalam kayon digambarkan dengan binatang yang ramai, ribut, tiada henti saling berjejal dan berebutan, dalam mengumbar atau menuruti segala hawa nafsunya. Binatang-binatang yang ada di palemahan ini adalah babi hutan, kijang, ular, harimau, dsb A.G. Hartono, 1999:268. Dalam serat wulangreh karya Susuhunan Paku Buwana IV, beliau menjelaskan untuk menjadi manusia yang terhormat dan untuk meminimalis hal- hal yang tidak diinginkan, janganlah memiliki sifat adigang, adigung dan adiguna. Adigang adalah sifat sombong karena mengandalkan kepintarannya kemampuannya, disimbolkan dengan binatang kijang rusa yang mengandalkan kemampuan larinya dan kelincahannya. Kijang memiliki keyakinan yang berlebihan akan kemampuannya, sehingga kehilangan kewaspadaanya dan tidak melihat datangnya harimau atau bahaya yang mengancam menanti kelengahannya. Adigung adalah sifat sombang karena mengandalkan kekuatan fisik, adigung disimbolkan dengan binatang gajah. Gajah yang memiliki tubuh raksasa yang selalu mengandalkan kekuatan fisiknya menganggap bahwa tidak ada binatang lain yang lebih besar, hebat dan kuat darinya. Ia lupa bahwa seekor bintang kecil seperti semut mampu mengalahkanya. Adiguna adalah sifat sombang mengandalkan kemampuan berbicaraberdebat, disimbolkan dengan binatang ular. Ular yang selalu membanggakan kemampuan bisaracun di mulutnya, tanpa mengingat bahwa bisa ada juga penawarnya Budiono H, 2008:146-147. 2 Palemahan Palemahan berasal dari kata lemah yang dalam bahasa jawa berarti tanah. Lemah atau tanah mampunyai konotasi bumi sebagai tempat manusia berpijak atau hidup. Bumi, alam raya, jagat gede, alam bawah makrokosmos atau Sakala merupakan suatu tempat nafsu-nafsu duniawi mendominasi seluruh aspek kehidupan dunia. Huru-hara atau keributan dari nafsu-nafsu duniawi yang tak terkendali secara langsung maupun tidak langsung mengakibatkan alam atau bumi makrokosmos marah atau murka, situasi seperti ini dipertegas dengan menempatkan berbagai macam binatang dan gundukan tanah perwujudan dari batu karang A.G. Hartono, 1999:271.

2. Ornamen