DESKRIPSI PENYELESAIAN KEPAILITAN MELALUI UPAYA PERDAMAIAN BERDASARKAN UU NO. 37 TAHUN 2004

(1)

Suci Fitriany

ABSTRAK

DESKRIPSI PENYELESAIAN KEPAILITAN MELALUI UPAYA PERDAMAIAN BERDASARKAN UU NO. 37 TAHUN 2004

Oleh SUCI FITRIANY

Salah satu aspek yang menentukan bagi berkembangnya suatu usaha adalah adanya ketersediaan modal usaha. Untuk menambah modal demi kelangsungan usaha, debitor melakukan peminjaman modal kepada kreditur. Pemberian pinjaman modal oleh kreditor ini melahirkan konsekuensi pengembalian modal sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan oleh kedua belah pihak. Jika pada jangka waktu yang telah ditentukan debitor tidak dapat mengembalikan seluruh utang, maka kreditor atau debitor dapat melakukan upaya meletakkan debitor pada status pailit. Kepailitan merupakan sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang menyebabkan debitor kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai harta yang termasuk dalam harta pailit. Debitor yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, dapat memilih langkah dalam menyelesaikan utangnya yaitu mengajukan perdamaian. Upaya perdamaian dalam kepailitan diatur dalam Pasal 144 – Pasal 177 UU No. 37 Tahun 2004. Permasalahan dalam penelitian ini adalah proses penyelesaian kepailitan melalui upaya perdamaian dan akibat hukum dari upaya perdamaian bagi debitur pailit.

Jenis penelitian ini adalah normatif dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan yuridis teoritis. Data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum sekunder, primer, dan tersier. Data dikumpulkan dengan metode studi pustaka, lalu diolah melalui tahap pemeriksaan data, klasifikasi data dan penyusunan data. Setelah itu data dianalisis secara kualitatif yang bersifat deduktif.

Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa seluruh proses perdamaian dalam kepailitan dilakukan menurut tahap-tahap yang diatur dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 yaitu pengajuan usul perdamaian, pengumuman usulan perdamaian, pengambilan keputusan perdamaian, pengesahan rencana perdamaian oleh Pengadilan Niaga dalam suatu sidang homologasi, tetapi dalam hal ini pengadilan dapat menolak pengesahan karena alasan tertentu dan untuk itu pihak debitor dapat mengajukan kasasi. Setelah berakhirnya kepailitan, debitor berhak mengajukan permohonan rehabilitasi kepada Pengadilan Niaga untuk pemulihan nama baik debitor.


(2)

Setelah perdamaian dalam kepailitan antara debitor dan kreditor dicapai dan disahkan oleh Pengadilan Niaga akan mempunyai akibat hukum yang sesuai dengan UU No. 37 Tahun 2004 yaitu kepailitan debitor berakhir. Dengan berakhirnya kepailitan, debitor dapat kembali mengelola bisnis (perusahaan) dan aset-asetnya seakan-akan tidak pernah terjadi kepailitan sebelumnya. Namun, debitor harus tetap memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam perjanjian perdamaian. Setelah perdamaian telah disetujui dan disahkan oleh Pengadilan, debitor dapat mengajukan rehabilitasi yang bertujuan untuk pemulihan nama baik debitor.


(3)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Perusahaan adalah badan usaha yang dibentuk untuk menjalankan kegiatan usaha di bidang ekonomi. Sebagai badan yang dibentuk untuk menjalankan usaha maka perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan yang baik akan melahirkan perkembangan usaha, melalui perkembangan usaha perusahaan maka ekonomi suatu negara dapat berkembang. Usaha suatu perusahaan dapat berkembang dengan baik jika didukung oleh berbagai aspek penentu bagi tumbuh berkembangnya usaha tersebut.

Aspek hukum merupakan salah satu aspek penentu awal untuk menciptakan kepastian berusaha bagi perusahaan. Kepastian berusaha akan melahirkan suatu kepastian bagi perusahaan dalam pengembangan usahanya. Aspek lain yang juga sangat menentukan bagi tumbuh dan berkembangnya suatu usaha adalah adanya ketersediaan modal usaha. Keinginan perusahaan untuk terus berkembang menyebabkan meningkatkan kebutuhan akan tambahan modal usaha. Untuk menambah modal demi kelangsungan usaha, pelaku usaha melakukan peminjaman modal kepada kreditor dalam hal ini adalah lembaga keuangan, baik lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan non-bank. Pemberian pinjaman modal usaha oleh kreditor ini melahirkan konsekuensi pengembalian


(4)

modal sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan oleh kedua belah pihak. Kemajuan usaha suatu perusahaan akan menentukan lancarnya pengembalian pinjaman modal. Sedangkan kemunduran suatu usaha melahirkan terhambatnya pengembalian pinjaman modal bahkan tidak dapat melunasi pinjaman tersebut.

Kemunduran suatu perusahaan akan memberikan dampak terhadap pemasukan keuangan perusahaan dan memberi akibat pada ketidakmampuan debitor untuk melunasi hutangnya pada kreditor. Jika pada jangka waktu yang telah ditentukan debitor tidak dapat melakukan pengembalian seluruh utang, maka kreditor atau debitor dapat melakukan upaya alternatif yaitu meletakkan debitor pada status pailit dengan dan atas permintaan debitor atau kreditor. Langkah pailit dapat dipilih oleh kreditor atau debitor jika alternatif lain telah ditempuh namun debitor masih tetap saja pada kondisi tidak mampu membayar hutangnya.

Kepailitan merupakan suatu keadaan di mana debitor tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang pada kreditornya. Keadaan tidak mampu membayar biasanya disebabkan karena terdapat kesulitan keuangan pada usaha debitor yang mengalami kemunduran. Pernyataan pailit ini dimaksudkan untuk menghindari penyitaan dan eksekusi perseorangan atas harta kekayaan debitor yang tidak mampu melunasi utang-utangnya. Dengan adanya pernyataan pailit, penyitaan dan eksekusi harta kekayaan debitor dilakukan secara umum untuk kepentingan kreditor-kreditornya.

Suatu perusahaan dapat dinyatakan pailit apabila memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, yaitu debitor mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya


(5)

3

satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya. Untuk menyelesaikan masalah kepailitan, dibentuklah Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai pengadilan khusus dalam lingkup peradilan umum.

Tujuan dibentuk dan didirikannya Pengadilan Niaga, agar setiap penyelesaian sengketa niaga, seperti sengketa dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan kepailitan menjadi kewenangan absolut Pengadilan Niaga. Dengan demikian, setiap permohonan untuk menyelesaikan perkara pailit, seperti pembuktian dan verifikasi utang, actio pauliana, hingga pemberesan harta pailit harus diajukan ke Pengadilan Niaga. Permohonan pernyataan pailit yang diajukan ke Pengadilan Niaga selanjutnya akan diputus oleh Majelis Hakim pada Pengadilan Niaga. Apabila permohonan tersebut memenuhi syarat-syarat pailit, maka Majelis Hakim akan memutuskan pailit terhadap debitor. Setelah debitor dinyatakan pailit, Majelis Hakim melalui putusan yang sama mengangkat Kurator untuk mengurus dan membereskan semua harta pailit debitur pailit, serta menunjuk hakim pada Pengadilan Niaga sebagai Hakim Pengawas, untuk mengawasi Kurator dalam mengurus dan membereskan harta pailit.

Permohonan pailit yang diterima dan diputus oleh Pengadilan Niaga adalah putusan pernyataan pailit atas harta kekayaan debitor, yang merupakan sitaan umum atas harta pailit berserta harta yang diperoleh selama kepailitan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 21 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, bahwa kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Adanya


(6)

sitaan umum tersebut, menyebabkan harta pailit dalam status dihentikan dari segala macam transaksi dan perbuatan hukum lainnya sampai harta pailit tersebut diurus oleh kurator.

Debitor yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, dapat memilih langkah dalam menyelesaikan utangnya antara lain mengajukan perdamaian dalam kepailitan. Upaya perdamaian dalam kepailitan diatur dalam Pasal 144 – Pasal 177 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Berdasarkan Pasal 144 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU dinyatakan bahwa debitor pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua kreditor. Pada pokoknya, perdamaian adalah suatu perjanjian antara debitor pailit dengan para kreditor yang memuat kesepakatan tentang cara bagaimana para kreditor dapat memperoleh pembayaran piutang mereka dengan cara yang disetujui para kreditor. Rencana perdamaian dapat diajukan paling lambat sebelum rapat pencocokan piutang, jangka waktu yang diberikan kepada debitor dan kreditor untuk dapat dilihat oleh setiap orang yang berkepentingan. Rencana perdamaian harus dibicarakan untuk segera diambil keputusan setelah pencocokan piutang.

UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU telah mengatur tentang rencana perdamaian, proses dan akibat hukum dari adanya upaya perdamaian bagi debitur pailit. Untuk itu, penelitian ini akan mengkaji secara normatif tentang upaya perdamaian sebagaimana ditentukan dalam undang-undang kepailitan. Penelitian ini dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul: “Deskripsi Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37


(7)

5

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana penyelesaian kepailitan melalui upaya perdamaian berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Untuk itu, yang menjadi pokok bahasan adalah:

a. proses penyelesaian kepailitan melalui upaya perdamaian; b. akibat hukum dari perdamaian dalam kepailitan.

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini meliputi ruang lingkup bidang ilmu dan ruang lingkup pembahasan. Ruang lingkup bidang ilmu adalah bahwa penelitian ini termasuk dalam bidang Hukum Keperdataan (ekonomi) khususnya Hukum Kepailitan. Sedangkan ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini adalah penyelesaian kepailitan melalui upaya perdamaian berdasarkan UU No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Untuk itu, lingkup kajian adalah mengenai proses penyelesaian kepailitan melalui upaya perdamaian dan akibat hukum yang timbul dari perdamaian dalam kepailitan.


(8)

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan ruang lingkup pembahasan maka tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh deskripsi lengkap, jelas, rinci dan sistematis tentang:

a. proses penyelesaian kepailitan melalui upaya perdamaian; b. akibat hukum perdamaian dalam kepailitan.

2. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna baik secara teoritis maupun secara praktis: a. Secara Teoritis

Hasil dari penelitian ini merupakan pengungkapan Ilmu Hukum tentang proses dan akibat hukum yang timbul dari perdamaian dalam kepailitan.

b. Secara Praktis

(1) Sebagai bacaan dari sumber informasi bagi peneliti agar lebih jelas tentang proses dan akibat hukum yang timbul dari perdamaian dalam kepailitan. (2) Sebagai sarana penambah wawasan mengenai proses dan akibat hukum yang

timbul dari perdamaian dalam kepailitan.

(3) Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan sebagai sumber bacaan, dan sumber pengetahuan, serta sebagai rujukan bagi pengkaji hukum.


(9)

45

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah di uraikan pada bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Seluruh proses perdamaian dalam kepailitan dilakukan menurut tahap-tahap yang diatur dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 yaitu pengajuan usul perdamaian, pengumuman usulan perdamaian, pengambilan keputusan perdamaian, pengesahan rencana perdamaian oleh Pengadilan Niaga dalam suatu sidang homologasi, tetapi dalan hal ini pengadilan dapat menolak pengesahan karena alasan tertentu dan untuk itu pihak debitor dapat mengajukan kasasi. Setelah berakhirnya kepailitan, debitor berhak mengajukan permohonan rehabilitasi kepada Pengadilan Niaga untuk pemulihan nama baik debitor.

2. Setelah perdamaian dalam kepailitan antara debitor dan kreditor dicapai dan disahkan oleh Pengadilan Niaga akan mempunyai akibat hukum yang sesuai dengan UU No. 37 Tahun 2004 yaitu kepailitan debitor berakhir. Dengan berakhirnya kepailitan, debitor dapat kembali mengelola bisnis (perusahaan) dan aset-asetnya seakan-akan tidak pernah terjadi kepailitan sebelumnya. Namun, debitor harus tetap memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam perjanjian perdamaian. Setelah perdamaian telah disetujui dan disahkan oleh


(10)

Pengadilan, debitor dapat mengajukan rehabilitasi yang bertujuan untuk pemulihan nama baik debitor.


(1)

satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya. Untuk menyelesaikan masalah kepailitan, dibentuklah Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai pengadilan khusus dalam lingkup peradilan umum.

Tujuan dibentuk dan didirikannya Pengadilan Niaga, agar setiap penyelesaian sengketa niaga, seperti sengketa dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan kepailitan menjadi kewenangan absolut Pengadilan Niaga. Dengan demikian, setiap permohonan untuk menyelesaikan perkara pailit, seperti pembuktian dan verifikasi utang, actio pauliana, hingga pemberesan harta pailit harus diajukan ke Pengadilan Niaga. Permohonan pernyataan pailit yang diajukan ke Pengadilan Niaga selanjutnya akan diputus oleh Majelis Hakim pada Pengadilan Niaga. Apabila permohonan tersebut memenuhi syarat-syarat pailit, maka Majelis Hakim akan memutuskan pailit terhadap debitor. Setelah debitor dinyatakan pailit, Majelis Hakim melalui putusan yang sama mengangkat Kurator untuk mengurus dan membereskan semua harta pailit debitur pailit, serta menunjuk hakim pada Pengadilan Niaga sebagai Hakim Pengawas, untuk mengawasi Kurator dalam mengurus dan membereskan harta pailit.

Permohonan pailit yang diterima dan diputus oleh Pengadilan Niaga adalah putusan pernyataan pailit atas harta kekayaan debitor, yang merupakan sitaan umum atas harta pailit berserta harta yang diperoleh selama kepailitan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 21 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, bahwa kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Adanya


(2)

sitaan umum tersebut, menyebabkan harta pailit dalam status dihentikan dari segala macam transaksi dan perbuatan hukum lainnya sampai harta pailit tersebut diurus oleh kurator.

Debitor yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, dapat memilih langkah dalam menyelesaikan utangnya antara lain mengajukan perdamaian dalam kepailitan. Upaya perdamaian dalam kepailitan diatur dalam Pasal 144 – Pasal 177 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Berdasarkan Pasal 144 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU dinyatakan bahwa debitor pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua kreditor. Pada pokoknya, perdamaian adalah suatu perjanjian antara debitor pailit dengan para kreditor yang memuat kesepakatan tentang cara bagaimana para kreditor dapat memperoleh pembayaran piutang mereka dengan cara yang disetujui para kreditor. Rencana perdamaian dapat diajukan paling lambat sebelum rapat pencocokan piutang, jangka waktu yang diberikan kepada debitor dan kreditor untuk dapat dilihat oleh setiap orang yang berkepentingan. Rencana perdamaian harus dibicarakan untuk segera diambil keputusan setelah pencocokan piutang.

UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU telah mengatur tentang rencana perdamaian, proses dan akibat hukum dari adanya upaya perdamaian bagi debitur pailit. Untuk itu, penelitian ini akan mengkaji secara normatif tentang upaya perdamaian sebagaimana ditentukan dalam undang-undang kepailitan. Penelitian ini dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul: “Deskripsi Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37


(3)

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana penyelesaian kepailitan melalui upaya perdamaian berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Untuk itu, yang menjadi pokok bahasan adalah:

a. proses penyelesaian kepailitan melalui upaya perdamaian; b. akibat hukum dari perdamaian dalam kepailitan.

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini meliputi ruang lingkup bidang ilmu dan ruang lingkup pembahasan. Ruang lingkup bidang ilmu adalah bahwa penelitian ini termasuk dalam bidang Hukum Keperdataan (ekonomi) khususnya Hukum Kepailitan. Sedangkan ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini adalah penyelesaian kepailitan melalui upaya perdamaian berdasarkan UU No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Untuk itu, lingkup kajian adalah mengenai proses penyelesaian kepailitan melalui upaya perdamaian dan akibat hukum yang timbul dari perdamaian dalam kepailitan.


(4)

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan ruang lingkup pembahasan maka tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh deskripsi lengkap, jelas, rinci dan sistematis tentang:

a. proses penyelesaian kepailitan melalui upaya perdamaian; b. akibat hukum perdamaian dalam kepailitan.

2. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna baik secara teoritis maupun secara praktis: a. Secara Teoritis

Hasil dari penelitian ini merupakan pengungkapan Ilmu Hukum tentang proses dan akibat hukum yang timbul dari perdamaian dalam kepailitan.

b. Secara Praktis

(1) Sebagai bacaan dari sumber informasi bagi peneliti agar lebih jelas tentang proses dan akibat hukum yang timbul dari perdamaian dalam kepailitan. (2) Sebagai sarana penambah wawasan mengenai proses dan akibat hukum yang

timbul dari perdamaian dalam kepailitan.

(3) Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan sebagai sumber bacaan, dan sumber pengetahuan, serta sebagai rujukan bagi pengkaji hukum.


(5)

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah di uraikan pada bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Seluruh proses perdamaian dalam kepailitan dilakukan menurut tahap-tahap yang diatur dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 yaitu pengajuan usul perdamaian, pengumuman usulan perdamaian, pengambilan keputusan perdamaian, pengesahan rencana perdamaian oleh Pengadilan Niaga dalam suatu sidang homologasi, tetapi dalan hal ini pengadilan dapat menolak pengesahan karena alasan tertentu dan untuk itu pihak debitor dapat mengajukan kasasi. Setelah berakhirnya kepailitan, debitor berhak mengajukan permohonan rehabilitasi kepada Pengadilan Niaga untuk pemulihan nama baik debitor.

2. Setelah perdamaian dalam kepailitan antara debitor dan kreditor dicapai dan disahkan oleh Pengadilan Niaga akan mempunyai akibat hukum yang sesuai dengan UU No. 37 Tahun 2004 yaitu kepailitan debitor berakhir. Dengan berakhirnya kepailitan, debitor dapat kembali mengelola bisnis (perusahaan) dan aset-asetnya seakan-akan tidak pernah terjadi kepailitan sebelumnya. Namun, debitor harus tetap memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam perjanjian perdamaian. Setelah perdamaian telah disetujui dan disahkan oleh


(6)

Pengadilan, debitor dapat mengajukan rehabilitasi yang bertujuan untuk pemulihan nama baik debitor.