Pendugaan Erosi Tanah Pada di Empat Kecamatan Kabupaten SimalungunBerdasarkan Metode USLE (Universal Soil Loss Equation)

(1)

PENDUGAAN EROSI TANAH DIEMPAT KECAMATAN

KABUPATEN SIMALUNGUN BERDASARKAN

METODE ULSE

SKRIPSI

Oleh:

MARDINA JUWITA OKTAFIA BUTAR BUTAR 080303038

DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012


(2)

PENDUGAAN EROSI TANAHDIEMPAT KECAMATAN

KABUPATEN SIMALUNGUN BERDASARKAN

METODE ULSE

SKRIPSI

Oleh:

MARDINA JUWITA OKTAFIA BUTAR BUTAR 080303038 / ILMU TANAH

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012


(3)

Judul Skripsi : Pendugaan Erosi Tanah Pada di Empat Kecamatan Kabupaten SimalungunBerdasarkan Metode USLE (Universal Soil Loss Equation)

Nama : Mardina Juwita Oktafia Butar Butar

NIM : 080303038

Program Studi : Agroekoteknologi Minat Studi : Ilmu Tanah

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Kemala Sari Lubis, SP, MP.) (Ir. Gantar Sitanggang

Ketua Anggota

)

Mengetahui,

(Ir. T. Sabrina, M. Agr, Sc, Ph.D Ketua Departemen Agroekoteknologi


(4)

ABSTRAK

MARDINA JUWITA OKTAFIA BUTAR BUTAR: Pendugaan Erosi Tanah di Empat Kecamatan Kabupaten Simalungun Berdasarkan Metode USLE, di bimbing oleh Kemala Sari Lubis, SP., MP sebagai ketua komisi pembimbing dan Ir. Gantar Sitanggang sebagai anggota komisi pembimbing.

Kabupaten Simalungun merupakan bagian hulu DAS Padang yang memegang peranan penting dalam menentukan baik buruknya daur hidrologi. Vegetasi yang berkurang karena alih guna lahan serta kemiringan lereng mulai dari landai, curam sampai datar di daerah ini menjadi pemicu masalah erosi tanah. Untuk mengetahui tingkat erosi tanah pada beberapa kemiringan dan vegetasi di empat Kecamatan Kabupaten Simalungun yaitu Raya, Tapian Dolok, Dolok Batu Nanggar dan Bandar Marsilam dilakukan suatu penelitian pada April-September 2012. Penelitian ini menggunakan metode survey dan dilanjutkan perhitungan laju erosi tanah metode USLE (Universal Soil Loss Equation).

Hasil penelitian menunjukkan erosi tertinggi terdapat di Kecamatan Raya yang bervegetasi jeruk dan rumput pada kemiringan lereng 30% yaitu sebesar 305,11 ton/ha/tahun dengan tingkat bahaya erosi kriteria berat. Sebaliknya, nilai erosi tanah terendah terdapat di Kecamatan Dolok Batu Nanggar yang bervegetasi karet ™ tanpa penutup tanah pada kemiringan 3% yaitu sebesar 3,44 ton/ha/tahun dengan tingkat bahaya erosi kriteria sangat ringan.


(5)

ABSTRACT

MARDINA JUWITA OKTAFIA BUTAR BUTAR: Soil Erosion Estimate in Four Sub District of Simalungun According to USLE Method. Under the supervision KEMALA SARI LUBIS and GANTAR SITANGGANG.

Simalungun is a part of the upstream Padang’s watershed that plays an important role in the watershed ecosystem to determine the pros and cons of hydrological cycle. The decrease of vegetation because land use and slope ranging from ramps, steep to flet in this area, tringger soil erosion problems. To determine the level of soil erosion on some of slope and vegetation in four Sub Districts of Simalungun Kingdom, namely Raya, tapian Dolok, Dolok Batu Nanggar and Bandar Marsilam a research conducted in April-September 2012. The research was conducted using survey method and continued with soil erosion calculation by USLE (Universal Soil Loss Equation) method.

The result shows the higest erosion in Raya with orange and weeds vegetation on 30% slope is equal to 305,11 tonnes/ha/year with a heavy level of hazard criteria. Conversely, the lowest value of soil erosion in Dolok Batu nanggar with rubber ™ without ground cover vegetation on 3% slope is 3,44 tonnes/ha/year with a low level of erosion hazard criteria.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 22 Oktober 1990 dari ayah Junner M Butar Butar dan ibu Tiurlena Hasugian. Penulis merupakan anak kedua dari enam bersaudara.

Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 3, Pematang Siantar dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui ujian tertulis Ujian masuk Bersama. Penulis memilih program studi Ilmu Tanah Departemen Agroekoteknologi.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Ilmu Tanah (IMILTA). Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Kebun Sarang Giting PTP. Nusantara III dari Juni sampai Juli 2011.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul penelitian yang diangkat penulis adalah “Pendugaan Erosi Tanah di Empat Kecamatan Kabupaten Simalungun Berdasarkan Metode USLE”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada ayahanda dan ibunda yang selalu menjadi doa, kekuatan dan inspirasi penulis sampai saat ini. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Kemala Sari Lubis, SP., MP., selaku komisi pembimbing, kepada Ir. Gantar Sitanggang selaku anggota komisi pembimbing, serta Jamilah, SP., MP., yang telah mencurahkan waktu, perhatian dan memberikan masukan dan pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

Penulis menyadari skripsi ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sehingga dapat menjadi koreksi di perbaikan hari.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Agustus 2012

Penulis


(8)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 5

Kegunaan Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Erosi ... 6

Faktor Yang Mempengaruhi Erosi ... 8

Faktor Iklim ... 9

Faktor Tanah ... 10

Faktor Kemiringan ... 12

Faktor Vegetasi ... 13

Faktor Aktivitas Manusia ... 14

Daeah Aliran Sungai (DAS) ... 17

Dampak Erosi Tanah ... 17

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

Bahan dan Alat Penelitian ... 23

Metoda Penelitian ... 24

Pelaksanaan Penelitian ... 24

1. Penetapan Lokasi dan Titik Pengambilan Contoh Tanah ... 24

2. Pengambilan Contoh Tanah ... 24

3. Analisis Sifat Fisik dan C-Organik Tanah di Laboratorium ... 24

4. Inventarisasi Data Sekunder di Lapangan ... 24

Paremeter Yang Diukur... 25

Perhitungan (Prediksi) Laju Erosi Metode USLE ... 25

a. Faktor Erosivitas Hujan (R) ... 25

b. Faktor Erodibilitas Tanah (K) ... 25

c. Faktor Topografi (LS) ... 26

d. Faktor Penutup dan Konservasi Tanah (CP) ... 27

Laju Erosi Yang Masih Dapat Ditoleransikan (T) ... 29


(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil ... 32

Faktor Erosivitas (R) ... 32

Erosi Potensial (A) ... 32

Tingkat Bahaya Erosi (TBE) ... 39

Pembahasan ... 46

Gambaran Lokasi Penelitian ... 46

Faktor Erosivitas (R) ... 47

Erosi Potensial (A) ... 48

Tingkat Bahaya Erosi (TBE) ... 50

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 53

Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 66

LAMPIRAN ... 69


(10)

Nomor Halaman

1. Klasifikasi Intensitas Hujan 10

2. Dampak Erosi Tanah 18

3. Letak Geografis, Kemiringan, Vegetasi dan Jenis 21 Tanah Lokasi Penelitian

4. Luas Lahan Pada Wilayah Penelitian 22

5. Kelas Struktur Tanah 26

6. Kelas Permeabilitas Tanah 26

7. Nilai Faktor Penutup Vegetasi (C) Untuk Berbagai 27 Tipe Pengelolaan Tanaman

8. Nilai Faktor P Untuk Berbagai Tindakan Konservasi 28 Tanah

9. Nilai Faktor Kedalaman Tanah Pada Berbagai Jenis 30 Tanah

10. Kriteria Tingkat Bahaya Erosi 31

11. Nilai Erosi Potensial (A) di Kecamatan Raya 33 12. Nilai Erosi Potensial (A) di Kecamatan Tapian Dolok 34 13. Nilai Erosi Potensial (A) di Kecamatan Bandar Marsilam 36 14. Nilai Erosi Potensial (A) di Kecamatan Dolok Batu Nanggar 38 15. Nilai Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di Kecamatan Raya 39 16. Nilai Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di Kecamatan 41

Tapian Dolok

17. Nilai Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di Kecamatan 43 Bandar Marsilam

18. Nilai Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di Kecamatan 45 Dolok Batu Nanggar


(11)

ABSTRAK

MARDINA JUWITA OKTAFIA BUTAR BUTAR: Pendugaan Erosi Tanah di Empat Kecamatan Kabupaten Simalungun Berdasarkan Metode USLE, di bimbing oleh Kemala Sari Lubis, SP., MP sebagai ketua komisi pembimbing dan Ir. Gantar Sitanggang sebagai anggota komisi pembimbing.

Kabupaten Simalungun merupakan bagian hulu DAS Padang yang memegang peranan penting dalam menentukan baik buruknya daur hidrologi. Vegetasi yang berkurang karena alih guna lahan serta kemiringan lereng mulai dari landai, curam sampai datar di daerah ini menjadi pemicu masalah erosi tanah. Untuk mengetahui tingkat erosi tanah pada beberapa kemiringan dan vegetasi di empat Kecamatan Kabupaten Simalungun yaitu Raya, Tapian Dolok, Dolok Batu Nanggar dan Bandar Marsilam dilakukan suatu penelitian pada April-September 2012. Penelitian ini menggunakan metode survey dan dilanjutkan perhitungan laju erosi tanah metode USLE (Universal Soil Loss Equation).

Hasil penelitian menunjukkan erosi tertinggi terdapat di Kecamatan Raya yang bervegetasi jeruk dan rumput pada kemiringan lereng 30% yaitu sebesar 305,11 ton/ha/tahun dengan tingkat bahaya erosi kriteria berat. Sebaliknya, nilai erosi tanah terendah terdapat di Kecamatan Dolok Batu Nanggar yang bervegetasi karet ™ tanpa penutup tanah pada kemiringan 3% yaitu sebesar 3,44 ton/ha/tahun dengan tingkat bahaya erosi kriteria sangat ringan.


(12)

ABSTRACT

MARDINA JUWITA OKTAFIA BUTAR BUTAR: Soil Erosion Estimate in Four Sub District of Simalungun According to USLE Method. Under the supervision KEMALA SARI LUBIS and GANTAR SITANGGANG.

Simalungun is a part of the upstream Padang’s watershed that plays an important role in the watershed ecosystem to determine the pros and cons of hydrological cycle. The decrease of vegetation because land use and slope ranging from ramps, steep to flet in this area, tringger soil erosion problems. To determine the level of soil erosion on some of slope and vegetation in four Sub Districts of Simalungun Kingdom, namely Raya, tapian Dolok, Dolok Batu Nanggar and Bandar Marsilam a research conducted in April-September 2012. The research was conducted using survey method and continued with soil erosion calculation by USLE (Universal Soil Loss Equation) method.

The result shows the higest erosion in Raya with orange and weeds vegetation on 30% slope is equal to 305,11 tonnes/ha/year with a heavy level of hazard criteria. Conversely, the lowest value of soil erosion in Dolok Batu nanggar with rubber ™ without ground cover vegetation on 3% slope is 3,44 tonnes/ha/year with a low level of erosion hazard criteria.


(13)

Latar Belakang

Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari erosi yang diperbolehkan mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pengendali tata air, media pertumbuhan tanaman yang nantinya akan berpengaruh pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan bertambahnya jumlah penduduk maka terjadilah konversi lahan. Hutan yang dulunya sebagai penyangga air di rombak menjadi lahan pertanian. Ironisnya, laju konversi lahan pertanian tidak bisa dikurangi, bahkan terus meningkat dari tahun ke tahun yang menyebabkan kerusakan tanah dan lingkungan.

Penebangan pohon serentak secara legal atau ilegal, akibatnya sama saja yaitu terbukanya permukaan tanah pada saat yang sama. Pada musim kemarau terik sinar matahari mengenai permukaan tanah secara langsung, akibatnya terjadi percepatan proses-proses reaksi kimia dan biologi, salah satunya adalah penguraian bahan organik tanah (dekomposisi). Dan seterusnya, air hujan yang jatuh selama musim penghujan tidak ada yang menghalangi sehingga memukul tanah secara langsung, berakibat pada pecahnya agregat tanah, meningkatnya aliran air di permukaan dan sekaligus mengangkut partikel tanah dan bahan-bahan lain termasuk bahan organik (erosi) (Widianto, dkk., 2002).

Daerah yang potensi erosinya tinggi dengan kemiringan lahan > 40 % idealnya tertutup oleh vegetasi hutan, sehingga kemungkinan terjadinya erosi yang cukup tinggi dapat dicegah. Hal ini dikarenakan keberadaan vegetasi akan melindungi permukaan tanah dari pukulan butir hujan, menekan aliran permukaan


(14)

yang dapat menggerus tanah, meningkatkan resapan air dan perakaran vegetasi hutan mampu menjadi pengikat agregat batuan dan tanah sehingga tidak mudah longsor.

Rata-rata intensitas curah hujan yang relatif tinggi dan di dukung kondisi topografi yang berbukit-bukit di sebagian besar daerah di Indonesia menjadi salah satu pemicu timbulnya proses erosi. Bahaya erosi ini akan semakin mengkhawatirkan, apabila di dalam mengelola sumberdaya alam tanpa memperhatikan kaidah konservasi sumber daya alam khususnya sumber daya tanah, sehingga secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap kelestarian kemampuan fungsi lingkungan (Nur’saban, 2006).

Tanaman secara tidak langsung dapat melindungi tanah dari kerusakan sifat fisiknya, terutama kerusakan akibat aliran permukaan. Adanya tanaman akan menyebabkan air hujan yang jatuh tidak menghantam permukaan tanah melainkan terlebih dahulu ditangkap oleh tajuk daun tanaman, dan proses ini disebut intersepsi (Utomo, 1989). Besamya intersepsi hujan oleh tajuk daun tanaman juga sangat ditentukan oleh populasi dalam hal ini berhubungan dengan jumlah dan kerapatan tanaman (lebar tajuk).

Hutan dan vegetasinya memiliki peranan dan pemantapan agregat tanah. Vegetasinya berperan sebagai pemantap agregat tanah karena akar akamya dapat mengikat partikel-partikel tanah dan juga mampu menahan daya tumbuk butir-butir air hujan secara langsung ke permukaan tanah sehingga penghancuran tanah dapat dicegah. Selain itu seresah yang berasal dari daun-daunnya dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Hal inilah yang dapat mengakibatkan perbaikan terhadap sifat fisik tanah, yaitu pembentukan struktur


(15)

tanah yang baik maupun peningkatan porositas yang dapat meningkatkan perkolasi, sehingga memperkecil erosi (Kartasapoetra, 1998). Berbeda dengan lahan hutan, lahan tanaman pertanian lebih rentan terhadap kerusakan tanah. Hal ini disebabkan karena tidak adanya vegetasi atau tanaman semak sebagai penahan hujan, rendahnya bahan organik yang berasal dari seresah tanaman, sehingga hujan lebih mudah memecah butiran tanah (Islami dan Utomo, 1995).

Indonesia sendiri menghadapi ancaman erosi, yaitu perubahan bentuk tanah atau batuan yang dapat disebabkan oleh kekuatan air, angin, es, pengaruh gaya berat atau organisme hidup. Proses erosi terutama dapat mengakibatkan penipisan lapisan tanah dan penurunan tingkat kesuburan, karena butiran tanah yang mengandung unsur hara terangkut limpasan permukaan dan diendapkan di tempat lain. Erosi juga merusak daerah-daerah aliran sungai dan menimbulkan pendangkalan palung sungai serta bendungan-bendungan yang ada, dan dengan demikian mempengaruhi fungsi dan usia bendungan. Menurut BNPB (2010) risiko erosi tinggi di Indonesia tersebar di Pulau Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Kepulauan Maluku serta Papua.

Simalungun adalah salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang merupakan penghasil kelapa sawit, karet dan kakao. Kabupaten tersebut merupakan bagian hulu DAS Padang yang memegang peranan penting pada bagian ekosistem DAS. Pengelolaan lahan pada daerah hulu DAS dapat menentukan baik buruknya daur hidrologi. Tutupan hutan di daerah ini semakin berkurang karena alih fungsi lahan menjadi perkebunan, baik yang dikelola oleh swasta maupun masyarakat. Konversi kawasan hutan menjadi lahan pertanian atau


(16)

perkebunan menimbulkan berbagai macam masalah diantaranya penurunan kesuburan tanah, erosi, banjir, kekeringan, kepunahan flora dan fauna.

Berdasarkan data yang dihasilkan LTEMP (Lake Toba Ecosystem Management Plant) pada tahun 2009, Simalungun merupakan wilayah perhatian kawasan yang mempunyai potensi erosi tinggi pada DTA danau toba (dengan kelerengan > 40%) setelah Kabupaten Tobasa di provinsi Sumatera Utara. Badan Pusat Statistik juga menambahkan terdapat alih guna lahan di empat kecamatan yang diteliti. Tapian Dolok yang memiliki komoditas kelapa sawit luas areal yang dimiliki meningkat dari 294,13 Ha (2005) menjadi 333,78 Ha (2009). Dengan komoditas yang sama, Bandar Marsilam juga mengalami peningkatan luas areal dari 2.659,45 Ha (2005) menjadi 2.830,86 Ha (2009), Dolok Batu Nanggar 228,50 Ha (2005) menjadi 232,50 Ha (2009). Berbanding terbalik dengan luas areal komodi kopi di Raya, luas lahan kopi 1.064,45 Ha (2005) mengalami penurunan menjadi 605,11 (2007) dan 578,1 (2008-2009).

Permasalahan utama DAS Padang yang paling mendesak untuk ditangani adalah banjir akibat luapan Sungai Padang yang terjadi secara rutin setiap tahunnya. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut penulis ingin mengkaji erosi tanah pada beberapa kemiringan dan vegetasi di empat Kecamatan Kabupaten Simalungun.


(17)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat erosi tanah pada beberapa kemiringan dan vegetasi di empat Kecamatan Kabupaten Simalungun.

Hipotesis Penelitian

Terdapat perbedaan tingkat erosi tanah pada empat Kecamatan Kabupaten Simalungun.

Kegunaan Penelitian

1. Mengetahui tingkat erosi tanah pada beberapa kemiringan dan vegetasi di empat Kecamatan Kabupaten Simalungun.

2. Sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Erosi

Erosi tanah adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Proses erosi ini dapat menyebabkan merosotnya produktivitas tanah, daya dukung tanah untuk produksi pertanian dan kualitas lingkungan hidup (Suripin, 2002). Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja (2008) menyatakan bahwa erosi merupakan proses pelepasan (detachment) dan pengangkutan (transportation) dari bahan-bahan tanah oleh penyebab erosi.

Pada daerah tropika basah seperti Indonesia, hujan merupakan penyebab utama terjadinya erosi, dengan pukulan air hujan yang langsung jatuh ke permukaan tanah, agregat yang berukuran besar akan hancur menjadi partikel yang lebih kecil dan terlempar bersama percikan air, yang akan terangkut bersama aliran permukaan. Pada tanah yang berlereng, air hujan yang turun akan lebih banyak berupa aliran permukaan, yang seterusnya air akan mengalir dengan cepat dan menghancurkan serta membawa tanah bagian atas (top soil) yang umumnya tanah subur (Goro, 2008).

Untuk memperkecil erosi tanah dapat dilakukan dengan cara memperkecil pengaruh faktor lereng, yaitu dengan membagi-bagi lereng manjadi bagian yang lebih kecil, sehingga kemiringan dan panjang akan berkurang (terassering). Sedangkan untuk memperkecil pengaruh faktor vegetasi penutup tanah dapat dilakukan antara lain, dengan pola tanam yang mengkombinasikan tanaman musiman dan tahunan, pelindung tanah dari percikan air hujan dengan sisa-sisa


(19)

tanaman atau rumput, dan penanaman sejajar garis kontur (Fakhrudin dan Yulianti, 2010).

Secara keseluruhan terdapat lima faktor yang menyebabkan dan mempengaruhi besarnya laju erosi, yaitu iklim, tanah, topografi atau bentuk wilayah, vegetasi penutup tanah dan kegiatan manusia. Faktor iklim yang paling menentukan dalam hal ini adalah hujan yang dinyatakan dalam indeks erosivitas hujan. Besar kecilnya erosi banyak tergantung juga kepada sifat-sifat tanah itu sendiri yang dinyatakan sebagai faktor erodibilitas tanah yaitu kepekaan tanah terhadap erosi atau mudah tidaknya tanah tersebut tererosi (Suripin, 2002).

Menurut Hardjomidjojo dan Sukartaatmadja (2008) Universal Soil Loss Equation (USLE) adalah suatu persamaan untuk memperkirakan kehilangan tanah yang telah dikembangkan oleh Smith dan Wichmeier tahun 1978. Apabila dibandingkan dengan persamaan kehilangan tanah lainnya, USLE mempunyai kelebihan yatu variable-variabel yang berpengaruh terhadap besarnya kehilangan tanah dapat diperhitungkan secara terperinci dan terpisah. Sampai saat ini USLE masih dianggap rumus yang paling mendekati kenyataan, sehingga labih banyak digunakan daripada rumus lainnya. Persamaan kehilangan tanah tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

A=RxKxLxSxCxP

dimana: A= Jumlah kehilangan tanah maksimum (ton/ha/tahun) R= Faktor Erosivitas hujan

K= Faktor erodibilitas tanah L= Faktor panjang lereng S= Faktor kemiringan lereng


(20)

C= Faktor pengelolaan tanaman P= Faktor praktik konservasi tanah Faktor yang Mempengaruhi Erosi

Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi terutama adalah iklim tanah, topografi, vegetasi dan aktivitas manusia. Oleh Baver (1980) dalam Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja (2008), faktor-faktor tersebut diklasifikasikan ke dalam suatu persamaan sebagai berikut:

E= f (C, S, T, V, H) Dimana: E= erosi

C= iklim S= tanah T= topografi V= vegetasi

H= aktivitas manusia (human)

Sifat fisik yang dipengaruhi oleh bahan organik dalam kaitannya dengan erodibilitas tanah adalah struktur, tekstur dan permeabilitas tanah. Pengelolaan tanah yang intensif searah terus menerus tanpa mengistirahatkan tanah dan tanpa penambahan bahan organik berakibat merusak struktur tanah. Selanjutnya berakibat pada permeabilitas tanah. Pada tanah tertentu permeabilitas tanahnya menjadi lambat. Permeabilitas lambat dan laju infiltasi yang rendah mengakibatkan tingginya limpasan permukaan, yang pada akhirnya mempertinggi limpasan permukaan dan berakibat pada meningkatnya kehilangan tanah (erosi) (Arifin, 2010).


(21)

Faktor Iklim

Faktor iklim yang besar pengaruhnya terhadap erosi tanah adalah hujan, temperature dan suhu. Sejauh ini hujan merupakan faktor yang paling penting. Hujan memainkan peranan dalam erosi tanah melalui tenaga pelepasan dari pukulan butir-butir hujan pada permukaan tanah dan sebagian melalui konstribusinya terhadap aliran. Karakteristik hujan yang mempunyai pengaruh terhadap erosi tanah meliputi jumlah atau kedalaman hujan, intensitas dan lamanya hujan. Jumlah hujan yang besar tidak selalu menyebabkan erosi berat jika intensitasnya rendah, dan sebaliknya hujan lebat dalam waktu singkat mungkin juga hanya menyebabkan sedikit erosi karena jumlah hujannya hanya sedikit. Jika jumlah dan intensitas hujan keduanya tinggi, maka erosi tanah yang terjadi cenderung tinggi (Suripin, 2002).

Ketika tetesan hujan menumbuk tanah, partikel-partikel tanah terpercik. Energi kinetik hujan menyebabkan pelepasan antar agregat tanah. Energi kinetik hujan menyebabkan pelepasan antar agregat tanah. Energi kinetik hujan adalah jumlah total tetesan hujan pada intensitas yang terjadi pada distribusi hujan. Makin tinggi intensitas hujan, makin tinggi pula energi kinetik yang memukul agregat-agregat tanah. Sehingga semakin banyak partikel-partikel tanah yang terlepas dari agregatnya (Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja, 2008). Intensitas hujan dapat diklasifikasikan seperti tertera pada Tabel 1.


(22)

Tabel 1. Klasifikasi intensitas hujan Intensitas Hujan

Klasifikasi mm/jam inchi/jam

<6 0,25 Ringan

6 – 12 0,25-0,5 Sedang 12 – 50 0,5-2,0 Lebat

>50 2,0 sangat lebat Sumber: Kohnke (1959)

Faktor Tanah

Sifat-sifat fisik tanah yang penting yang berpengaruh terhadap erosi adalah kepekaan tanah terhadap erosi yang dikenal sebagai erodibilitas tanah. Makin besar nilai erodibilitas suatu tanah makin peka tanah tersebut terhadap erosi. Erodibilitas tanah terkandung pada dua karakteristik tanah yaitu stabilitas agregat tanah dan kapasitas infiltrasi. Stabilitas agregat tanah merupakan daya tahan tanah terhadap daya disperse air hujan. Stabilitas agregat tanah dipengaruhi oleh struktur tanah, yang biasanya ditentukan oleh kandungan bahan organik tanah, persentase lempung, debu dan pasir dan juga persentase kandungan garam, biasanya Na+ atau Ca2+. Tanah-tanah dengan kandungan lempung dan kandungan bahan organik yang tinggi mempunyai agregat yang stabil karena mempunyai ikatan-ikatan yang kuat di antara koloid-koloidnya (Hardjoadmidjojo dan Sukartaatmadja, 2008).

Tekstur tanah turut menentukan tata air dalam tanah, yaitu berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikat air oleh tanah. Terjadi tidaknya aliran permukaan, tergantung kepada dua sifat yang dipunyai oleh tanah tersebut yaitu 1) kapasitas infiltrasi, yaitu kemampuan tanah untuk meresapkan air, diukur dalam setiap satuan waktu, 2) permeabilitas dari lapisan atas tanah yang berlainan yaitu kemampuan tanah untuk meluluskan air atau udara ke lapisan


(23)

bawah profil tanah. Bila mana kapasitas infiltrasi dan permeabilitas besar seperti pada tanah berpasir yang mempunyai kedalaman lapisan kedap yang dalam, walaupun dengan curah hujan yang lebat kemungkinan untuk terjadi aliran permukaan kecil sekali. Sedangkan tanah-tanah bertekstur halus akan menyerap air sangat lambat, sehingga curah hujan yang cukup rendah akan menimbulkan aliran permukaan (Suripin, 2002). Lebih lanjut Baver (1956) menyatakan kepekatan tanah terhadap erosi ditentukan oleh mudah tidaknya butir-butir tanah atau agregat-agregat tanah didispersikan dan disuspensikan oleh air, daya infiltrasi dan ukuran butir-butir tanah yang akan menentukan mudah atau tidaknya air dan daya infiltrasinya kecil serta dengan ukuran butir-butir tanah halus, peka terhadap erosi atau erodibilitasnya besar.

Struktur adalah ikatan butir primer ke dalam butir sekunder atau agregat. Susunan butir-butir primer tersebut menentukan tipe struktur. Tanah-tanah yang berstruktur kersai atau granular lebih terbuka atau lebih sarang dan akan menyerap air lebih cepat dari pada yang berstruktur dengan butir-butir primer lebih raat. Terdapat dua aspek struktur yang penting dalam hubungannya dengan erosi. Yang pertama adalah sifat fisiko-kimia liat yang menyebabkan terjadinya flokuasi, dan aspek yang keduanya adalah adanya bahan pengikat butir-butir primer sehingga terbentuk agregat yang mantap (Arsyad, 1989).

Sairung (2008) menyatakan bahwa permeabilitas adalah kemudahan dimana gas, cairan, atau akar tanaman dapat masuk atau melalui sebongkah tanah atau lapisan tanah. Permeabilitas ini merupakan suatu ukuran kemudahan aliran suatu media porous, yang memiliki rumus:

K = (2,3 x a x L) x Log (h1 A x t h2


(24)

Keterangan :

K = permeabilitas tanah (cm2) a = luas penampang tabung (cm2) A = luas penampang ring (cm2) t = waktu (jam)

h1 = tinggi kesuluruhan air (cm)

h2 = tinggi setelah penurunan air (cm)

Secara langsung bahan organik tanah merupakan sumber senyawa-senyawa organik yang dapat diserap tanaman meskipun dalam jumlah sedikit. Secara fisik biomass (bahan organik) berperan: 1) mempengaruhi warna tanah menjadi coklat-hitam, 2) merangsang granulasi, 3) menurunkan plastisitas dan

kohesi tanah, 4) memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah, dan 5) meningkatkan daya tanah menahan air sehingga drainase tidak berlebihan,

kelembaban dan temperatur tanah menjadi stabil (Hanafiah, 2005). Faktor Kemiringan

Kemiringan lereng dan panjang lereng adalah dua unsur topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran air limpasan dan erosi. Kemiringan lereng cenderung memperbesar kapasitas air limpasan untuk memecah dan mengangkut bahan-bahan tanah. Jika kemiringan lereng suatu permukaan tanah dua kali lebih curam, maka banyaknya erosi dapat menjadi 2 sampai 2,5 kali lebih banyak (Arsyad, 1982 dalam Suharo dan Soekodarmodjo, 1988).

Bahaya erosi banyak terjadi di daerah-daerah lahan kering terutama yang memiliki kemiringan lereng sekitar 15 % atau lebih . Keadaan ini sebagai akibat dari pengelolaan tanah dan air yang keliru, tidak mengikuti kaidah-kaidah


(25)

konservasi tanah dan air dan tanah (Yudhistira, 2008). Makin besar lereng, intensitas erosi air makin tinggi. Hal ini berkaitan dengan energi kinetik aliran limpas yang semakin besar sejalan dengan semakin besar lerang. Di tapak berlereng erosi dapat berlangsung secara kering, memindahkan bahan sepanjang lereng dari daerah atasan ke daerah bawahan dengan menggunakan energi gravitasi langsung (Notohadiprawiro, 1998).

Perpindahan tanah oleh percikan air hujan yang jatuhnya vertikal di atas permukaan tanah datar adalah nol. Apabila tetesan hujan jatuhnya miring karena tiupan angin atau jika tanahnya miring, percikan air hujan menyebabkan jumlah kkehilangan tanah yang lebih besar. Aliran permukaan lama-kelamaan akan berkurang sejalan dengan berkurangnya curah hujan. Oleh karena itu kemampuan pengangkutnya akan menyusut dan pada saat akan habis sama sekali. Pada keadaan demikian ini terjadilah peristiwa-peristiwa pengendapan partikel tanah

yang merupakan fase terakhir dari proses terjadinya erosi (Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja, 2008).

Faktor Vegetasi

Pada dasarnya tanaman mampu mempengaruhi erosi karena adanya 1) intersepsi air hujan oleh tajuk dan adsobsi melalui energi air hujan, sehingga memperkecil erosi, 2) pengaruh terhadap struktur tanah melalui penyebaran akar -akarnya, 3) pengaruh terhadap limpasan permukaan, 4) peningkatan aktifitas mikroorganisme dalamtanah, 5) peningkatan kecepatan kehilangan air karena transpirasi. Vegetasi juga dapat menghambat aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi, selain itu juga penyerapan air ke dalam tanah diperkuat oleh transpirasi (penyerapan air melalui vegetasi) (Nur’saban, 2006).


(26)

Potensi erosi besar pada tanah gundul pada lereng yang panjang dan curam. Akan tetapi, vegetasi penutup dapat menyerap energi kinetik dari titik-titik hujan yang jatuh dan mengurangi potensi erosi hujan. Lebih lanjut, vegetasi itu sendiri menahan sejumlah besar air hujan dan memperlambat aliran air hanyut. Akibat kehadiran atau ketidakhadiran vegetasi penutup yang lengkap pada dasarnya menentukan apakah erosi akan menimbulkan masalah atau apakah erosi akan menjadi nol (Foth, 1994).

Faktor vegetasi penutup tanah (C) berperan sebagai pelindung tanah terhadap gaya-gaya erosi. Tajuk, akar, serasah serta sisa-sisa akar tanaman dapat melindungi tanah terhadap erosi yaitu memperkecil hempasan tetesan air hujan, menghambat laju aliran air limpasan dan memperbaiki strukttur tanah. Juga dapat mengintersepsikan hujan, mengurangi energi kinetik dan transpirasi. Makin besar kemampuan tanaman dalam menutup dan melindungi tanah terhadap erosi tumbukan air hujan, makin kecil koreksi faktor vegetasi (C), sedangkan untuk lahan yamh terus-menerus bero indeks C=1 (Suharto dan Soekodarmodjo, 1988).

Tanah hutan mempunyai laju infiltrasi permukaan yang tinggi dan makroporositas yang relatif banyak, sejalan dengan tingginya aktifitas biologi tanah dan turnover perakaran. Kondisi ini mendukung air hujan yang jatuh dapat mengalir ke dalam lapisan tanah yang lebih dalam dan juga mengalir secara lateral (Susswein dkk., 2001).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Arifin (2010) tanah pada lahan pertanian monokultur memiliki kandungan bahan organik terendah dikarenakan lahan tersebut memperoleh bahan norganik yang sedikit yang berasal dari sisa tanaman sebagai humus, apalagi lahan telah mengalami pengelolaan


(27)

intensif tanpa tambahan bahan organik dan penanaman terus menerus sepanjang musim sehingga mengakibatkan tanah tersebut kehilangan bahan organik yang cepat terutama setelah penanaman dimulai. Sebaliknya, tanah hutan sengon memiliki kandungan bahan organik yang tinggi dikarenakan pada lahan hutan belum terjadi pengelolaan secara intensif. Bahan organik berfungsi sebagai bahan sementasi sehingga berpengaruh positip terhadap sifat fisik tanah. Bahan organik juga bersifat koloidal sehingga mempunyai luas permukaan jenis yang besar yang berfungsi sebagai pengikat air, sehingga kemampuan tanah mengikat air lebih banyak, hal ini akan menurunkan limpasan permukaan apabila terjadi hujan, disamping fungsi lain sebagai penambah nutrisi bagi tanaman.

Suwardjo, Sukmana dan Sofiah dalam Rauf (2011) mendapatkan erosi yang cukup bervariasi pada berbagai tipe penggunaan tanah, namun umumnya lebih kecil pada tanah dengan tipe kombinasi pohon dan rerumputan dibandingkan jenis penggunaan tanah lainnya, terutama pada lahan yang digunakan untuk tanaman semusim dan pertanian monokultur dengan kemiringan lereng yang lebih besar.

Dalam penelitian Widianto, dkk. (2002) menyatakan penebangan hutan (pepohonan) secara serentak atau tebang habis mengakibatkan kerusakan tanah khususnya di lapisan permukaan dengan ditandai antara lain penurunan kadar bahan organik, penurunan laju infiltrasi dan penurunan jumlah ruangan pori makro. Kerusakan menjadi semakin parah setelah beberapa tahun karena minimnya perlindungan terhadap permukaan tanah. Kandungan bahan organik terus menurun karena proses pelapukan semakin cepat, hilang terangkut bersama erosi dan tidak adanya vegetasi yang memberikan seresah sebagai tambahan


(28)

sumber bahan organik tanah. Pada periode ini bisa terjadi peningkatan limpasan permukaan dan erosi dibanding keadaan sebelumnya. Dalam skala lebih luas (kawasan) akumulasi limpasan permukaan yang besar dari petak-petak kecil membentuk luapan aliran permukaan yang sangat besar berupa banjir. Hal seperti ini telah terjadi di berbagai daerah (khususnya di P. Jawa) pada awal tahun 2002 yang lalu yang bias dihubungkan dengan penebangan habis pepohonan dari berbagai lahan hutan maupun perkebunan secara besar-besaran selama tahun 1999-2001.

Faktor Aktivitas Manusia

Peranan manusia merupakan yang utama dalam proses erosi. Peranan tersebut dapat bersifat positif maupun negatif. Berperan positif bilamana tindakan manusia yang dilakukan dapat menekan besarnya kehilangan tanah dan dikatakan berperan negatif apabila tindakan yang dilakukan malah memperbesar kehilangan tanah. Umumnya peranan manusia yang negatif tersebut disebabkan oleh kesalahan dalam pengelolaan tanah akibat kurangnya pengetahuan tentang teknik pengawetan tanah dan air (Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja, 2008).

Kegiatan kegiatan yang berkaitan dengan perubahan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap erosi, misalnya perubahan penutupan tanah akibat penggundulan atau pembabatan hutan untuk pemukiman, lahan pertanian, atau gembalaan. Perubahan topografi secara mikro akibat penerapan terrasering, penggemburan tanah dengan pengolahan, serta pemakaian stabiliter dan pupuk yang berpengaruh pada struktur tanah (Suripin, 2002).


(29)

Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan daerah tangkapan air (DTA atau catchmentarea) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air dan vegetasi) dan sumberdaya manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam (Asdak, 2001).

Secara umum dapat dikatakan bahwa daerah hulu dan tengah DAS merupakan tempat terjadinya erosi tanah, sementara pada hilir merupakan tempat untuk berlangsungnya sedimentasi (pengendapan). Curah hujan yang tinggi, tanah yang porous, kemiringan lereng yang tinggi, vegetasi yang jarang dan aktivitas manusia yang intensif mempunyai peranan penting untuk berlangsungnya proses erosi yang landai hingga datar, menyebabkan kecepatan air sungai menjadi lambat dan selalu terjadi luapan air sungai membentuk genangan dan banjir akan menyebabkan terjadinya sedimentasi di bagian hilir DAS (Rauf, dkk., 2011).

Dampak Erosi Tanah

Faktor eksternal penyebab tanah-tanah pertanian menjdi sakit atau terdegradasi adalah erosi. Erosi pada awalnya akan memindahkan bahan organik dan liat dari dalam tanah (selektifitas erosi) ke badan-badan air (sungai) yang kemudian diendapkan di buffer area sungai atau terbuang ke muara dan ke lautan. Erosi yang terus berlanjut akan mengikis permukaan tanah atau bagian tanah yang lembut (horizon A dan B), sehingga horizon C (bahan induk) dan bahan horizon R (batuan induk) muncul ke permuukaan. Fenomena ini terjadi secara berkelanjutan


(30)

pada hamper semua lahan pertanian kita, terutama pada sistem pertanian lahan kering. Pada tahap ini tanah dikategorikan sangat terdegradasi dan bahkan dapat dikatakan sebagai tanah mati (Rauf, 2011).

Erosi dapat mengakibatkan kehilangan tanah dengan kandungan bahan-bahan organik dan nitrogen yang sangat besar, oleh sebab itu erosi khususnya merusak tanaman biji-bijian yang bukan kacang-kacangan. Berkurangnya kemampuan tanah dalam penyediaan nitrogen dapat dipulihkan dengan menggunakan pupuk nitrogen, tetapi dapat meningkatkan biaya produksi (Foth, 1994). Apabila erosi berjalan terus menerus mengikis lapisan permukaan tanah, maka sendirinya akan terangkut kompleks liat dan humus serta partikel tanah lainnya yang kaya akan unsur hara (Suripin, 2002).

Tabel 2. Dampak Erosi Tanah No Dampak

Dampak di Tempat Kejadian Erosi

Dampak di Luar Tempat Kejadian

1. Langsung

a.Kehilangan lapisan tanah yang baik bagi berjangkarnya akar tanaman

a.Pelumpuran dan pendangkalan waduk, sungai,

saluran dan badan air lainnya b.Kehilangan unsur hara

dan kerusakan struktur tanah

b.Tertimbunnya lahan pertanian, jalan,dan bangunan

lainnya c.Peningkatan penggunaan

energi untuk produksi

c.Menghilangnya mata air dan memburuknya kualitas air d.Kemerosotan produktivitas

tanah atau bahkan menjadi tidak dapat dipergunakan untuk berproduksi

d.Kerusakan ekosistem perairan (tempat bertelurikan,

terumbu karang, dan sebagainya)

e.Kerusakan bangunan konservasi dan bangunan lainnya

e.Kehilangan nyawa dan harta oleh banjir 2. Tidak Langsung a.Berkurangnya alternatif penggunaan tanah

a.Kerugian oleh memendeknya umur waduk

b.Timbulnya dorongan untuk membuka lahan baru

b.Meningkatnya frekuensi dan besarnya banjir

c.Keperluan akan perbaikan lahan dan bangunan rusak Sumber: Arsyad (1989)


(31)

Foth (1994) menyatakan bahwa dalam mempertimbangkan kerusakan yang disebabkan oleh erosi, satu hal yang harus diingat, kenyataanya bahwa lahan terbesar yang kehilangan tanah melalui proses ini adalah tanah permukaan atau tanah bajak. Permukaan tanah inilah yang mengandung persentasi tertinggi, dalam kondisi yang tersedia, berbagai unsur makanan tanaman yang penting. Penelitian di Wisconsin memperlihatkan bahwa dibandingkan dengan tanah asli, bahan yang tererosi mengandung 2,1 kali lebih banyak bahan organik, 2,7 kali lebih banyak bahan nitrogen, 3,4 kali atau lebih fosfor yang tersedia yang dapat digunakan dan 19,3 kali lebih banyak kalium yang dapat dipertukarkan.


(32)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian terletak di Kabupaten Simalungun yaitu pada hulu DAS Padang. Secara geografis Kabupaten Simalungun terletak antara 02036’-03018’ LU dan 98032’-99035’BT.

Wilayah yang digunakan untuk pengambilan sampel tanah penelitian terdapat pada 4 kecamatan di Kabupaten Simalungun yaitu kecamatan Raya, Tapian Dolok, Dolok Batu Nanggar dan Bandar Marsilam. Letak geografis, kemiringan, vegetasi dan jenis tanah lokasi penelitian disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Letak Geografis, Kemiringan, Vegetasi dan Jenis Tanah Lokasi Penelitian

Kecamatan Koordinat

Kemiringan

(%) Vegetasi Jenis Tanah

Raya

3°07'15" LU

98°48'9"BT 30 Jeruk + Rumput Latosol Coklat 3°07'15" LU

98°48'12"BT 15.4 Kopi tanpa penutup tanah

Tapian Dolok

3°07'7.3" LU

99°02'1"BT 10

Kelapa Sawit ™ + Teras

Bangku Regosol

3°03'6" LU

99°2'7"BT 14.6

Kelapa Sawit ™ hanya sebagian tanaman penutup

Bandar Marsilam

3°12'08,7" LU

99°17'37,7"BT 15

Kelapa Sawit ™ sebagian penutup tanah Podsolik Merah Kuning 3°12'07,7" LU 99°17'37,7"BT 10

Kelapa Sawit ™ sebagian penutup tanah

3°12'09,2" LU 99°17'37,8"BT 3°12'09" LU -

99°17'34,9"BT 5

Kelapa Sawit ™ tanpa penutup tanah

3°12'34,9" LU

99°17'37,7"BT 4

Kelapa Sawit ™ tanpa penutup tanah

3°12'08,5" LU

99°17'37,7"BT 3

Kelapa Sawit ™ tanpa penutup tanah

Dolok Batu Nangar

3°07'18.8" LU 08°17'9,3"BT

15 Karet ™ tanpa penutup tanah Regosol 4 Karet ™ tanpa penutup tanah


(33)

Tabel 4. Luas Lahan Pada Wilayah Penelitian

Kecamatan Komoditi

Luas Lahan (Ha)

2005 2007 2008 2009 Raya Kopi 1064,45 605,11 578,11 578,11 Tapian

Dolok Kelapa Sawit 294,13 333,78 333,78 333,78 Bandar

Marsilam Kelapa Sawit 2659,45 2725,86 2830,86 2830,86 Dolok Batu

Nanggar Karet 228,50 232,50 232,50 232,50 Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan tanah

serta di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai bulan April sampai

dengan Agustus 2012. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah dari setiap kecamatan, peta penggunaan lahan, peta jenis tanah, peta kelas lereng, data curah hujan, data luas lahan, label nama untuk menandai tiap contoh tanah, plastik wadah sampel tanah dan bahan-bahan kimia yang dibutuhkan di untuk analisis di Laboratorium.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS untuk menentukan letak lokasi penelitian, meteran sebagai alat untuk mengukur panjang lereng, klinometer untuk melihat kemiringan lereng, ring sampel untuk mengambil sampel tanah tidak terganggu, bor tanah untuk mengambil sampel tanah, dan alat-alat lain yang diperlukan untuk keperluan analisis di Laboratorium.


(34)

Metoda Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survey bebas, lokasi penelitian ditetapkan pada beberapa kemiringan dan vegetasi dan dilakukan perhitungan erosi menggunakan persamaan Universal Soil Loss Equation (USLE) di 4 Kecamatan Kabupaten Simalungun, dengan rumus:

A = RxKxLxSxCxP

dimana: A= Jumlah kehilangan tanah maksimum (ton/ha/tahun) R= Faktor Erosivitas hujan

K= Faktor erodibilitas tanah L= Faktor panjang lereng S= Faktor kemiringan lereng C= Faktor vegetasi

P= Faktor praktik konservasi tanah Pelaksanaan Penelitian

1. Penetapan Lokasi dan Titik Pengambilan Contoh Tanah

Penetapan lokasi dan titik pengambilan contoh tanah di lakukan dengan menggunakan GPS sehingga dapat diketahui data koordinat tempat dimana pengambilan contoh tanahnya.

2. Pengambilan Contoh Tanah

Pengambilan contoh tanah dilakukan pada beberapa kemiringan dan vegetasi di 4 kecamatan kabupaten Simalungun. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan menggunakan ring sampel pada kedalaman 20 cm untuk mengetahui permeabilitasnya. Setelah itu diambil tanah pada titik yang ditentukan


(35)

dengan menggunakan cangkul. Sampel tanah yang diambil sebanyak 10 buah sampel tanah setiap kecamatan. Untuk menentukan struktur tanahnya, tanah diambil dengan ukuran 30x30 cm lalu ditentukan strukturnya.

3. Analisis Sifat Fisik dan C-Organik Tanah di Laboratorium

Analisis dilakukan di Laboratorium Fisika Tanah untuk mengetahui permeabilitas tanah, tekstur dan analisis C-organik tanah dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah. Erosi dihitung dengan menggunakan metode USLE.

4. Inventarisasi Data Sekunder di Lapangan

Pengambilan data sekunder di lapangan sangat diperlukan untuk melengkapi penelitian ini diantaranya jenis vegetasi umum yang ada di lapangan, tindakan konservasi yang pernah dilakukan, dan data penggunaan lahannya.

Parameter yang Diukur

Perhitungan erosi menggunakan persamaan USLE, parameter yang akan diamati diantaranya :

1. Permeabilitas tanah

2. Kadar C-Organik tanah (Metode Walkey and Black) 3. Tekstur tanah (Metode Hydrometer)

4. Struktur tanah (Metode By Feeling) 5. Kemiringan lereng (Klinometer)

Perhitungan (Prediksi) Laju Erosi Metode USLE

Prediksi erosi pada sebidang tanah dapat dilakukan menggunakan model


(36)

Arsyad, 2006) yang diberi nama Universal Soil Loss Equation (USLE) dengan persamaan sebagai berikut:

A = R x K x LS x C x P……….. (1) dimana :

A = banyaknya tanah yang tereosi (ton/ha/thn) R = faktor curah hujan dan aliran permukaan

K = faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan (R) untuk suatu tanah yang di dapat dari petak percobaan standar

LS= faktor panjang lereng yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan suatu panjang lereng ditentukan terhadap erosi dari tanah dengan panjang lereng 72,6 kaki (22,1 meter) dibawah keadaan yang identik. Faktor kecuraman lereng yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari suatu tanah dengan kecuraman lereng tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah dengan lereng 9% dibawah keadaan yang identik.

C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengolahan tanaman yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu tanah dengan vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap erosi dari tanah yang identik tanpa tanah.

P = faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah (pengolahan dan penanaman menurut kontur,penanaman dalam strip, guludan, teras menurut kontur), yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah diberi perlakuan tindakan konservasi khusus tersebut terhadap erosi dari tanah yang di olah searah lereng, dalam kedaan yang identik.


(37)

a. Faktor Erosivitas Hujan (R)

Erosivitas hujan diperoleh dari data curah hujan dari stasiun pengamatan hujan lokasi penelitian, selama 10 tahun terakhir. Rumus yang dipergunakan adalah :

EI30 = -8,79 + (7,01 x R) dimana: EI30 = erosivitas hujan

R = hujan rata-rata bulanan (cm) (Utomo, 1989 dalam Herawati, 2010). b. Faktor Erodibilitas Tanah (K)

Faktor erodibilitas tanah (K) atau faktor kepekaan erosi tanah dihitung dengan persamaan Wischmeier dan Smith (1978) :

(2,713M1,14(10-4)(12-a)+3,25(b-2)+2,5(c-3)) K=

100 Dimana :

K = Faktor erodibilitas tanah

M = Parameter ukuran partikel yaitu (% debu + % pasir sangat halus) (100 - % liat) jika data tekstur yang tersedia hanya data % debu, % pasir, dan %liat, maka %liat sangat halus dapat diperoleh dengan sepertiga dari persentase pasir (Hammer, 1978 dalam Hardoamidjojo dan Sukartaatmadja, 2008)

a = bahan organik tanah (% C x 1,724) b = kelas struktur tanah (Tabel 6)


(38)

Tabel 5. Kelas Struktur Tanah

Struktur Tanah (Ukuran diameter) Kelas Granular sangat halus

Granular halus

Granular sedang sampai kasar Gumpal, lempeng, pejal

1 2 3 4 Sumber: Arsyad (1989)

Tabel 6. Kelas Permeabilitas Tanah

Kecepatan Permeabilitas Tanah Kelas Sangat lambat (<0,5 cm/jam)

Lambat (0,5-2,0 cm/jam)

Lambat sampai sedang (2,0-6,3 cm/jam) Sedang (6,3-12,7 cm/jam)

Sedang sampai cepat (12,7-25,4 cm/jam) Cepat (>25,4 cm/jam)

6 5 4 3 2 1 Sumber: Arsyad (1989)

c. Faktor Topografi (LS)

Faktor ini merupakan gabungan antara pengaruh panjang dan kemiringan lereng. Faktor S adalah rasio kehilangan tanah per satuan luas di lapangan terhadap kehilangan tanah pada lereng eksperimental sepanjang 22,1 m (72,6 ft) dengan kemiringan lereng 9%. Persamaan yang diusulkan oleh Wischmeier dan Smith (1978) dapat digunakan untuk menghitung LS :

LS= L1/2(0,00138S2+0,00965S+0.0318)……….(3) Dengan : S = Kemiringan lereng (%)

L = Panjang lereng (m)


(39)

Faktor pengelolaan tanaman merupakan rasio tanah yang tererosi pada suatu jenis pengelolaan tanaman terhadap tanah yang tererosi pada kondisi permukaan lahan yang sama, tetapi tanpa pengelolaan tanaman. Untuk jenis tanaman dengan rotasi tanaman tertentu atau dengan cara pengelolaan pertanian dapat menggunakan Tabel 10 karena faktor pengelolaan tanah dan tanaman penutup tanah (C) serta faktor teknik konservasi tanah (P) diprediksi berdasarkan hasil pengamatan lapangan dengan mengacu pustaka hasil penelitian tentang nilai C dan nilai P pada kondisi yang identik.

Tabel 7. Nilai Faktor Penutup Vegetasi (C) Untuk Berbagai Tipe Pengelolaan Tanaman

No .

Jenis Tanaman/Penggunaan Lahan Nilai Faktor C 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Ubi kayu Kentang Kacang tanah Kacang Hijau Kopi rakyat Kopi perkebunan

Kopi dengan penutup tanah Kelapa sawit

Kelapa sawit rakyat Kelapa sawit perkebunan Karet

Kebun campuran - Kerapatan tingi - Kerapatan sedang - Kerapatan rendah Pohon tanpa semak

Lahan kritis, tanpa vegetasi Semak belukar 0,65 0,45 0,452 0,35 0,60 0,60 0,2 0,5 0,55 0,55 0,85 0,1 0,3 0,5 0,32 0,95 0,3 Sumber : Arsyad (1989)

Tabel 8. Nilai Faktor P Untuk Berbagai Tindakan Konservasi Tanah No. Tindakan Khusus Konservasi Tanah Nilai P


(40)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 12. 13. 14. 15. 16.

Tanpa tindakan pengendalian erosi Teras bangku

Konstruksi baik Konstruksi sedang Konstruksi kurang baik Teras tradisional Strip tanaman Rumput bahia Clotararia Dengan kontur Teras tradisional

Pengolahan tanah dan penanaman menurut garis kontur

Kemiringan 0-8 % Kemiringan 8-20 % Kemiringan > 20 % Penggunaan sistem kontur

Penggunaan sistem strip(2-4 m lebar) Penggunaan mulsa jerami

1 ton/ha 3 ton/ha 6 ton/ha

Penggunaan pemantap tanah(60 gr/1/m2 (CURASOL)

Padang rumput (sementara)

Strip cropping dengan clotataria(lebar 1 m, jarak antar strip 4,5 m)

Penggunaan sistem strip(lebar 2 m-4 m) Penggunaan mulsa jerami(4-6 ton/ha)

Penggunaan mulsa kadang-kadang(4-6 ton/ha)

1,00 0,04 0,15 0,35 0,40 0,40 0,64 0,20 0.40 0,50 0,75 0,90 0,10-0,020 0,10-0,30 0,8 0,5 0,3 0,20-0,50 0,10-0,50 0,64 0,20 0,06-0,20 0,20-0,40 Sumber : Suripin (2002)


(41)

Untuk menghitung nilai laju erosi yang masih dapat ditoleransikan dipergunakan rumus Hammer (1981), sebagai berikut:

EqD

T = x Bd x 10 RL

Dimana :

T = Laju erosi dapat ditoleransi (ton/ha.thn)

EqD = faktor jenis tanah x kedalaman efektif tanah (cm) RL = Resource life (300 dan 400 tahun) (tahun) Bd = Bulk density (kerapatan massa) (gr/cm3)

Kedalaman efektif tanah adalah kedalaman tanah sampai sejauh mana tanah dapatdi tumbuhi akar dan menyimpan cukup air. Nilai faktor kedalaman tanah dipengaruhi oleh jenis tanah seperti disajikan pada Tabel 9.


(42)

No USDA Sub Order dan Kode Faktor Kedalaman Tanah

1 Aqualfs (AQ) 0.9

2 Udalfs (AD) 0.9

3 Ustalfs (AU) 0.9

4 Aquents (EQ) 0.9

5 Arents (ER) 1

6 Fluvents (EV) 1

7 Orthents (EO) 1

8 Psamments (ES) 1

9 Andepts (IN) 1

10 Aquepts (IQ) 0.95

11 Tropepts (IT) 1

12 Alballs (MW) 0.75

13 Aqualls (MQ) 0.9

14 Rendolls (MR) 0.9

15 Udolls (MD) 1

16 Ustolls (MU) 1

17 Aquox (OQ) 0.9

18 Humox (OH) 1

19 Orthox (OO) 0.9

20 Ustox (OU) 0.9

21 Aquods (SQ) 0.9

22 Ferrods (SI) 0.95

23 Hummods (SH) 1

24 Arthods (SO) 0.95

25 Aquults (UQ) 0.8

26 Humults (UH) 1

27 Udults (UD) 0.8

28 Ustults (UU) 0.8

29 Uderts (VD) 1

30 Ustearts (VU) 1

Sumber : Hummer (1981)


(43)

Tingkat Bahaya Erosi (TBE) ditentukan dengan membandingkan erosi aktual (A) dengan erosi yang masih dapat ditoleransikan (T) di daerah itu dengan rumus (Hammer, 1981):

TBE = A/T………(4) Tabel 10. Kriteria Tingkat Bahaya Erosi

Kelas Tingkat Bahaya Erosi Kehilangan Tanah Kriteria

I <15 Sangat ringan

II 15 – 60 Ringan

III 60– 180 Sedang

IV 180-480 Berat

V >480 Sangat Berat

Finney and Morgan (1984) dalam Dewi, dkk (2012)


(44)

Hasil

Kajian erosi tanah diperoleh dari perhitungan masing-masing faktor yang mempengaruhi erosi yaitu faktor iklim, faktor tanah, faktor kemiringan atau topografi, faktor vegetasi serta faktor aktifitas manusia. Kelima faktor ini dihitung berdasarkan metode USLE.

Faktor Erosivitas (R)

Nilai erosivitas (R) diperoleh dari data curah hujan 10 tahun terakhir. Besarnya erosivitas dihitung dengan menggunakan persamaan Bols (1978) dalam Arsyad (1989).

Dari Lampiran 5. besarnya nilai erosivitas pada lokasi penelitian dalam kurun waktu 10 tahun adalah sebesar 19607,03 mm/tahun. Faktor iklim yang mempengaruhi erosi adalah hujan. Besarnya curah hujan intensitas, intensitas, dan distribusi hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan dan kerusakan erosi.

Erosi Potensial (A)

Nilai erosi dapat dihitung berdasarkan hasil perhitungan dan pengamatan terhadap faktor erosivitas (R), erodibilitas (K), topografi (LS), vegetasi (C) serta teknik konservasi (P). Nilai erosi potensial pada lokasi penelitian tertera pada Tabel 11.

Tabel 11. Nilai Erosi Potensial (A) di Kecamatan Raya

Sampel

Kemiringan

Lereng (%) R K LS C P

A (ton/ha/tahun)


(45)

A1 30 1960.734 0.20 7.73 0.30 0.04 36.50 A2 30 1960.734 0.22 7.73 0.30 0.04 39.30 A3 30 1960.734 0.21 7.73 0.30 0.04 38.92 A4 30 1960.734 0.22 7.73 0.30 0.04 39.23 A5 30 1960.734 0.23 7.73 0.30 0.04 41.05 A6 30 1960.734 0.20 7.73 0.30 0.04 35.61 A7 30 1960.734 0.23 7.73 0.30 0.04 41.92 A8 30 1960.734 0.20 7.73 0.30 0.04 36.47 A9 30 1960.734 0.22 7.73 0.30 0.04 39.88 A10 30 1960.734 0.24 7.73 0.30 0.04 43.79 B1 15.4 1960.734 0.30 2.45 0.60 1.00 87.25 B2 15.4 1960.734 0.10 2.45 0.60 1.00 27.70 B3 15.4 1960.734 0.28 2.45 0.60 1.00 81.28 B4 15.4 1960.734 0.19 2.45 0.60 1.00 54.21 B5 15.4 1960.734 0.17 2.45 0.60 1.00 49.61 B6 15.4 1960.734 0.19 2.45 0.60 1.00 53.83 B7 15.4 1960.734 0.15 2.45 0.60 1.00 44.08 B8 15.4 1960.734 0.18 2.45 0.60 1.00 51.50 B9 15.4 1960.734 0.18 2.45 0.60 1.00 52.81 B10 15.4 1960.734 0.20 2.45 0.60 1.00 57.98

Dari hasil perhitungan tekstur, struktur, permeabilitas dan bahan organik (Lampiran 1.), diperoleh nilai erodibilitas tertinggi pada kemiringan 30% vegetasi jeruk dan rumput sebesar 0,24, sedangkan terendah 0,20. Pada pada kemiringan 15,4% vegetasi kopi tanpa penutup tanah, erodibilitas tertinggi yaitu sebesar 0,30 dan terendah yaitu sebesar 0,10.

Nilai topografi (LS) di Kecamatan Raya dengan kemiringan 30% sebesar 7,73 sedangkan kemiringan 15,4 % sebesar 2,45. Hasil penelitian menunjukkan nilai faktor vegetasi (C) pada vegetasi jeruk sebesar 0,30 dan pada vegetasi kopi sebesar 0,5. Faktor teknik konservasi (P) yang memiliki penutup tanah rumput sebesar 0,04 dan teknik konservasi penutup tanah 1.

Dari Tabel 11. diperoleh nilai erosi tanah pada kemiringan 30% vegetasi jeruk dan rumput yang tertinggi sebesar 45,79 ton/ha/tahun dan terendah sebesar


(46)

235,61 ton/ha/tahun. Pada kemiringan 15,4% vegetasi kopi tanpa tanaman penutup tanah, nilai erosi tertinggi sebesar 87,25 ton/ha/tahun dan terendah sebesar 27,70 ton/ha/tahun.

Tabel 12. Nilai Erosi Potensial (A) di Kecamatan Tapian Dolok

Sampel

Kemiringan

Lereng (%) R K LS C P

A (ton/ha/tahun) C1 10 1960.734 0.28 1.24 0.55 0.40 15.14 C2 10 1960.734 0.22 1.24 0.55 0.40 11.65 C3 10 1960.734 0.21 1.24 0.55 0.40 11.43 C4 10 1960.734 0.19 1.24 0.55 0.40 10.33 C5 10 1960.734 0.21 1.24 0.55 0.40 11.37 C6 10 1960.734 0.22 1.24 0.55 0.40 11.58 C7 10 1960.734 0.23 1.24 0.55 0.40 12.31 C8 10 1960.734 0.08 1.24 0.55 0.40 4.16 C9 10 1960.734 0.21 1.24 0.55 0.40 11.09 C10 10 1960.734 0.21 1.24 0.55 0.40 11.40 D1 14.6 1960.734 0.20 2.24 0.55 0.50 23.64 D2 14.6 1960.734 0.18 2.24 0.55 0.50 21.22 D3 14.6 1960.734 0.20 2.24 0.55 0.50 24.65 D4 14.6 1960.734 0.20 2.24 0.55 0.50 23.61 D5 14.6 1960.734 0.12 2.24 0.55 0.50 14.43 D6 14.6 1960.734 0.11 2.24 0.55 0.50 13.20 D7 14.6 1960.734 0.12 2.24 0.55 0.50 14.89 D8 14.6 1960.734 0.14 2.24 0.55 0.50 16.46 D9 14.6 1960.734 0.18 2.24 0.55 0.50 22.22 D10 14.6 1960.734 0.14 2.24 0.55 0.50 17.21

Hasil perhitungan bahan organik dan sifat fisik tanah yaitu struktur, tekstur, dan permeabilitas tanah (Lampiran 2.) di Kecamatan Tapian Dolok, diperoleh erodibilitas tertinggi pada kemiringan 14,6% vegetasi kelapa sawit ™ dengan hanya sebagian tanaman penutup tanah tertinggi sebesar 0,20 sedangkan terendah 0,13. Pada kemiringan 10% dengan vegetasi kelapa sawit menggunakan teras bangku, erodibilitas tertinggi sebesar 0,26 dan terendah 0,05.


(47)

Nilai faktor topografi (LS) di Kecamatan Tapian Dolok dengan kemiringan 14,6% sebesar 2,24 dan dengan kemiringan 10% sebesar 1,24. Nilai faktor vegetasi (C) pada vegetasi kelapa sawit ™ sebesar 0,04. Faktor teknik konservasi (P) yang terdapat pada kemiringan 10% adalah teras bangku sehingga nilai faktor P sebesar 0,55. Pada kemiringan 15,4% teknik konservasi yang sipakai adalah dengan sebagian penutup tanah yang bernilai 0,50.

Nilai erosi potensial di Kecamatan Tapian Dolok pada kemiringan 14,6% vegetasi kelapa sawit ™ dengan teknik konservasi teras bangku tertinggi sebesar 23,64 ton/ha/tahun dan terendah sebesar 13,20 ton/ha/tahun. Nilai erosi potensial pada kemiringan 10% vegetasi kelapa sawit ™ hanya sebagian tanaman penutup tanah tertinggi sebesar 15,14 ton/ha/tahun dan terendah sebesar 4,16 ton/ha/tahun.

Tabel 13. Nilai Erosi Potensial (A) di Kecamatan Bandar Marsilam

Sampel

Kemiringan

Lereng (%) R K LS C P

A (ton/ha/tahun)


(48)

E1 10 1960.73 0.28 1.24 0.55 0.10 3.69 E2 10 1960.73 0.26 1.24 0.55 0.10 3.45 E3 10 1960.73 0.26 1.24 0.55 0.10 3.47 E4 15 1960.73 0.29 2.35 0.55 0.10 7.21 E5 15 1960.73 0.28 2.35 0.55 0.10 7.17 E6 15 1960.73 0.29 2.35 0.55 0.10 7.27 E7 15 1960.73 0.26 2.35 0.55 0.10 6.63 E8 10 1960.73 0.29 1.24 0.55 0.10 3.86 E9 10 1960.73 0.28 1.24 0.55 0.10 3.75 E10 10 1960.73 0.29 1.24 0.55 0.10 3.95 F1 4 1960.73 0.26 0.37 0.55 1.00 10.24 F2 4 1960.73 0.26 0.37 0.55 1.00 10.36 F3 4 1960.73 0.27 0.37 0.55 1.00 10.87 F4 3 1960.73 0.24 0.28 0.55 1.00 7.08 F5 3 1960.73 0.32 0.28 0.55 1.00 9.63 F6 4 1960.73 0.27 0.37 0.55 1.00 10.71 F7 4 1960.73 0.25 0.37 0.55 1.00 10.05 F8 5 1960.73 0.27 0.48 0.55 1.00 14.13 F9 5 1960.73 0.27 0.48 0.55 1.00 13.90 F10 5 1960.73 0.26 0.48 0.55 1.00 13.75

Nilai erodibilitas tanah atau kepekaan erosi tanah diperoleh dari unsur-unsur dalam Lampiran 3. Pendugaan nilai erosibilitas tanah di Kecamatan Bandar Marsilam pada kemiringan 15% vegetasi kelapa sawit ™ dengan hanya sebagain tanaman penutup tanah diperoleh terbesar adalah 0,287, sedangkan terendah adalah 0,262. Nilai K pada kemiringan 10% vegetasi kelapa sawit ™ hanya sebagaian tanaman penutup tanah tertinggi sebesar 0,294 dan terendah sebesar 0,257. Pada kemiringan 5% vegetasi kelapa sawit ™ tanpa penutup tanah, nilai K tertinggi sebesar 0,271 dan terendah sebesar 0,264. Pada kemiringan 4% vegetasi kelapa saawit ™ tanpa penutup tanah tertinggi sebesar 0,270 dan terendah sebesar 0,250. Pada kemiringan 3% bervegetasi kelapa sawit ™ tanpa penutup tanah tertinggi sebesar 0,323 dan terendah 0,237. Tekstur tanah mempengaruhi


(49)

terjadinya erodibilitas tanah. Semakin besar nilai M maka erodibilitas tanah yang dihasilkanpun akan semakin tinggi.

Nilai faktor LS pada Kecamatan Bandar Marsilam menunjukkan pada , pada kemiringan 15% sebesar nilai faktor LS 2,35, pada kemiringan 10% sebesar 1,24, pada kemiringan 5% sebesar 0,48, pada kemiringan 4% sebesar 0,37 dan pada kemiringan 3% sebesar 0,28. Vegetasi yang berada di Kecamatan ini adalah vegetasi kelapa sawit ™ sehingga diperoleh nilai faktor C sebesar 0,55. Teknik konservasi yang digunakan pada kemiringan 14% dan 10% adaalh teknik konservasi dengan penutup tanah yang bernilai 0,1, sedangkan pada kemiringan 5%, 4%, dan 3% tanpa teknik konservasi yang bernilai 1.

Tabel 13. menunjukkan nilai erosi potensial (A) tertinggi pada kemiringan 15% vegetasi kelapa sawit ™ dengan tanaman penutup tanah berada pada 7,27 ton/ha/tahun dan terendah 7,17 ton/ha/tahun. Nilai A pada kemiringan 10% vegetasi kelapa sawit ™ dengan tanaman penutup tanah tertinggi berada pada 3,95 ton/ha/tahun dan terendah 3,45 ton/ha/tahun. Nilai A pada kemiringan 5% vegetasi kelapa sawit ™ tanpa tanaman penutup tanah tertinggi berada pada 14,3 ton/ha/tahun dan terendah berada pada 13,75 ton/ha/tahun. Dengan vegetasi yang sama pada kemiringan 4%, nilai A tertinggi berada pada 10,87 ton/ha/tahun dan terendah 10,05 ton/ha/tahun. Pada kemiringan 3% masing-masing nilai A berada pada 7,08 ton/ha/tahun dan 9,63 ton/ha/tahun.


(50)

Sampel

Kemiringan

Lereng (%) R K LS C P

A (ton/ha/tahun) G1 15 1960.73 0.21 2.35 0.85 1.00 83.15 G2 15 1960.73 0.22 2.35 0.85 1.00 85.71 G3 4 1960.73 0.23 0.37 0.85 1.00 14.03 G4 3 1960.73 0.21 0.28 0.85 1.00 9.46 G5 4 1960.73 0.23 0.37 0.85 1.00 14.09 G6 3 1960.73 0.31 0.28 0.85 1.00 14.14 G7 3 1960.73 0.20 0.28 0.85 1.00 9.04

Dari perhitungan nilai erodibilias tanah (Lampiran 4.), erodibilitas di Kecamatan Dolok Batu Nanggar pada kemiringan 15% vegetasi karet ™ tanpa penutup tanah masing-masing sebesar 0,212 dan 0,219. Nilai erodibilitas tanah pada kemiringan 4% vegetasi karet ™ tanpa penutup tanah masing-masing sebesar 0,226 dan 0,203, sedangkan dengan vegetasi yang sama di kemiringan 3% dihasilkan erodibilitas tertinggi sebesar 0,307 dan terendah sebesar 0,916. Kemiringan lereng pada lokasi ini mempengaruhi ketersediaan bahan organik tanah. Kemiringan lereng cenderung memperbesar kapasitas air limpasan untuk

memecah dan mengangkut bahan-bahan tanah (Suharto dan Soekodarmodjo, 1988).

Pengambilan sampel tanah diambil dari 3 kemiringan yaitu kemiringan 15% yang memiliki nilai LS sebesar 2,35, kemiringan 4% yang memiliki nilai sebesar 0,37 dan kemiringan 3% yang memiliki nilai sebesar 0,28. Vegetasi yang berada di dalamnya adalah vegetasi karet untuk semua kemiringan sehingga nilai faktor C yang diperoleh sebesar 0,85. Lokasi ini tidak memiliki teknik konservasi tanah sehingga diperoleh nilai faktor P sebesar 1.

Besarnya erosi potensial (A) di Kecamatan Dolok Batu Nanggar yang memiliki vegetasi yang sama yaitu karet ™ tanpa penutup tanah pada kemiringan 15% adalah 83,15 ton/ha/tahun dan 85,71 ton/ha/tahun. Pada kemiringan 4%


(51)

masing-masing dihasilkan besar A adalah 14,03 ton/ha/tahun dan 14,09 ton/ha/tahun. Pada kemiringan 3 %, besar A tertinggi sebesar 14,14 ton/ha/tahun dan terendah 9,04 ton/ha/tahun.

Tingkat Bahaya Erosi (TBE)

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi erosi pada beberapa kemiringan dan vegetasi maka diperoleh nilai pendugaan erosi tanah. Tingkat bahaya erosi diperoleh dari perbandingan antara nilai erosi aktual (A) dengan erosi yang mesih diperbolehkan (T/Edp). Besarnya nilai tingkat erosi tanah serta kriterinya tertera pada Tabel 15.

Tabel 15. Nilai Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di Kecamatan Raya

Sampel Kemiringan Lereng (%) A T / Edp TBE Kriteria A1 30 3041.78 12.70 239.55 Berat A2 30 3274.99 12.70 257.92 Berat A3 30 3243.34 12.74 254.57 Berat A4 30 3268.86 12.79 255.54 Berat A5 30 3420.52 12.15 281.60 Berat A6 30 2967.67 12.17 243.89 Berat A7 30 3492.95 12.15 287.56 Berat A8 30 3039.22 12.17 249.77 Berat A9 30 3323.69 11.92 278.74 Berat A10 30 3649.15 11.96 305.11 Berat B1 15.4 1454.16 12.90 112.70 Sedang B2 15.4 461.66 12.90 35.79 Ringan B3 15.4 1354.73 11.95 113.32 Sedang B4 15.4 903.43 12.00 75.29 Sedang B5 15.4 826.88 11.84 69.82 Sedang B6 15.4 897.09 11.80 76.02 Sedang B7 15.4 734.67 11.05 66.50 Sedang B8 15.4 858.39 11.00 78.04 Sedang B9 15.4 880.19 12.49 70.44 Sedang B10 15.4 966.33 12.50 77.31 Sedang


(52)

Besar nilai erosi aktual yang diperoleh pada Tabel di atas menunjukkan besar erosi aktual pada kemiringan 30% yang tertinggi adalah 3649,15 ton/ha/tahun dan yang terendah adalah 2967,67 ton/ha/tahun. Pada kemiringan 15,4% besar erosi aktual yang tertinggi sebesar 1454,16 ton/ha/tahun dan terendah 461,66 ton/ha/tahun.

Berdasarkan perhitungan nilai erosi yang diperbolehkan (T), diperoleh nilai laju erosi yang diperbolehkan tertinggi di Kecamatan Raya pada kemiringan 30% vegetasi jeruk dan rumput sebesar 12,79 ton/ha/tahun, sedangkan terendah 11,92 ton/ha/tahun. Nilai laju erosi yang diperbolehkan tertinggi pada kemiringan 15,4% vegetasi kopi tanpa penutup tanah sebesar 12,90 ton/ha/tahun dan terendah 11,00 ton/ha/tahun. Nilai laju erosi yang diperbolehkan dipengaruhi oleh jenis tanah kedalam serta bulk density tanah.

Hasil perhitungan tingkat bahaya erosi menunjukkan di Kecamatan Raya tingkat bahaya erosi tertinggi pada kemiringan 30% bervegetasi jeruk dan rumput sebesar 305,11 ton/ha/tahun dan terendah sebesar 239,55 ton/ha/tahun dengan kriteria keduanya berat. Pada kemiringan 15,4% vegetasi kopi tanpa tanaman penutup tanah, tingkat bahaya erosi yang diperoleh tertinggi sebesar 112,70 ton/ha/tahun dengan kriteria sedang dan terendah sebesar 35,79 ton/ha/tahun dengan kriteria ringan.

Tingkat bahaya erosi di Kecamatan Raya pada kemiringan 30% vegetasi jeruk dan rumput berada pada kriteria berat. Pada kemiringan 15,4% vegetasi jeruk tanpa tanaman penutup tanah berada pada kriteria sedang dan ringan.


(53)

Tabel 16. Nilai Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di Kecamatan Tapian Dolok Sampel Kemiringan Lereng (%) A T / Edp TBE Kriteria

C1 10 688.19 23.91 28.79 Ringan

C2 10 529.45 23.81 22.23 Ringan

C3 10 519.65 20.83 24.95 Ringan

C4 10 469.67 20.81 22.57 Ringan

C5 10 516.72 20.77 24.88 Ringan

C6 10 526.35 20.81 25.29 Ringan

C7 10 559.73 24.04 23.28 Ringan

C8 10 188.92 24.00 7.87 Sangat Ringan

C9 10 503.89 16.74 30.10 Ringan

C10 10 518.32 16.69 31.06 Ringan

D1 14.6 859.78 21.21 40.54 Ringan

D2 14.6 771.66 21.19 36.42 Ringan

D3 14.6 896.31 25.08 35.74 Ringan

D4 14.6 858.47 25.13 34.17 Ringan

D5 14.6 524.70 26.30 19.95 Ringan

D6 14.6 480.03 26.25 18.29 Ringan

D7 14.6 541.30 24.15 22.42 Ringan

D8 14.6 598.57 24.19 24.75 Ringan

D9 14.6 808.00 24.91 32.43 Ringan

D10 14.6 625.75 24.94 25.09 Ringan Besar nilai erosi aktual menunjukkan pada kemiringan 14,6% yang tertinggi adalah 896,31 ton/ha/tahun dan terendah 480,03 ton/ha/tahun. Pada kemiringan 10% nilai erosi aktual tertinggi adalah 688,19 ton/ha/tahun dan terendah adalah 188,92 ton/ha/tahun.

Nilai erosi yang diperbolehkan di lokasi penelitian pada kemiringan 14,6% dengan vegetasi kelapa sawit ™ sebagian penutup tanah yaitu sebesar 26,30 ton/ha/tahun dan terendah yaitu sebesar 21,19 ton/ha/tahun. Nilai erosi yang diperbolehkan tertinggi pada kemiringan 10% vegetasi kelapa sawit ™ dengan tindak konservasi teras bangku yaitu sebesar 24,04 ton/ha/tahun dan terendah sebesar 16,69 ton/ha/tahun.


(54)

Dari Tabel 16. di atas diperoleh nilai tingkat bahaya erosi di Kecamatan Tapian Dolok pada kemiringan 14,6% vegetasi kelapa sawit ™ berteras bangku tertinggi sebesar 40,54 ton/ha/tahun dan terendah sebesar 18,29 ton/ha/tahun masing-masing berada pada kriteria ringan. Tingkat bahaya erosi pada kemiringan 10% vegetasi kelapa sawit ™ hanya sebagian tanaman penutup tanah tertinggi sebesar 31,06 ton/ha/tahun pada kriteria rinagn dan terendah sebesar 7,81 ton/ha/tahun berada pada kriteria sangat ringan.

Kriteria tingkat bahaya erosi di lokasi penelitian ini pada kemiringan 10% vegetasi kelapa sawit ™ dan menggunakan teknik konservasi teras bangku adalah kriteria ringan dan sangat ringan. Sebaliknya, pada kemiringan 14,6% vegetasi kelapa sawit ™ yang memiliki hanya sebagian tanaman penutup tanah berada pada kriteria ringan.


(55)

Tabel 17. Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di Kecamatan Bandar Marsilam

Sampel Kemiringan Lereng (%) A T / Edp TBE Kriteria

E1 10 671.70 24.38 27.55 Ringan

E2 10 627.01 29.12 21.53 Ringan

E3 10 631.22 24.38 25.89 Ringan

E4 15 1310.99 23.89 54.89 Ringan

E5 15 1302.98 23.85 54.64 Ringan

E6 15 1321.45 21.44 61.64 Sedang

E7 15 1204.85 21.44 56.20 Ringan

E8 10 701.56 24.63 28.48 Ringan

E9 10 681.92 23.81 28.64 Ringan

E10 10 717.70 18.33 39.16 Ringan

F1 4 186.26 27.25 6.84 Sangat Ringan

F2 4 188.39 26.56 7.09 Sangat Ringan

F3 4 197.71 26.83 7.37 Sangat Ringan

F4 3 128.67 26.77 4.81 Sangat Ringan

F5 3 175.11 28.11 6.23 Sangat Ringan

F6 4 194.78 26.43 7.37 Sangat Ringan

F7 4 182.64 27.19 6.72 Sangat Ringan

F8 5 256.87 26.79 9.59 Sangat Ringan

F9 5 252.77 27.46 9.21 Sangat Ringan

F10 5 249.99 27.78 9.00 Sangat Ringan

Tabel 17. menunjukkan besar erosi aktual yang terdapat di lokasi penelitian pada kemiringan 15% yang tertinggi sebesar 1321,45 ton/ha/tahun dan terendah 1204,85 ton/ha/tahun. Pada kemiringan 10% besar erosi aktual yang tertinggi sebesar 717,70 ton/ha/tahun dan terendah 627,01 ton/ha/tahun. Pada kemiringan 5% besar erosi aktual tertinggi sebesar 256,87 ton/ha/tahun dan terendah 249,99 ton/ha/tahun. Pada kemiringan 4% besar erosi aktual tertinggi sebesar 197,71 ton/ha/tahun dan terendah 186,26 ton/ha/tahun. Pada kemiringan 3% besar erosi aktual masing-masing sebesar 175,11 ton/ha/tahun dan 128,67 ton/ha/tahun.

Berdasarkan hasil perhitungan nilai laju erosi yang diperbolehkan di Kecamatan Bandar Marsilam pada kemiringan 15% vegetasi kelapa sawit ™


(56)

dengan tanaman penutup tanah, hasil tertinggi yaitu sebesar 23,89 ton/ha/tahun, sedangkan terendah 21,43 ton/ha/tahun. Pada kemiringan 10 % bervegetasi kelapa sawit ™ dengan tanaman penutup tanah laju erosi yang diperbolehkan yang tertinggi yaitu sebesar 29,12 ton/ha/tahun dan terendah yaitu sebesar 18,33 ton/ha/tahun. Nilai laju erosi diperbolehkan pada kemiringan 5% vegetasi kelapa sawit ™ tanpa tanaman penutup tanah tertinggi yaitu sebesar 27,78 ton/ha/tahun dan terendah yaitu sebesar 26,79 ton/ha/tahun. Dengan vegetasi yang sama pada kemiringan 4%, nilai laju erosi yang diperbolehkan tertinggi yaitu sebesar 27,25 ton/ha/tahun dan terendah yaitu sebesar 26,43 ton/ha/tahun, sedangkan pada kemiringan 3% masing-masing sebesar 28,11 ton/ha/tahun dan 26,77 ton/ha/tahun.

Hasil perhitungan tingkat bahaya erosi di Kecamatan Bandar Marsilam pada kemiringan 15% vegetasi kelapa sawit dengan tanaman penutup tanah tertinggi sebesar 61,64 ton/ha/tahun kriteria sedang, sedangkan terendah sebesar 54,87 ton/ha/tahun masing-masing kriteria ringan. Tingkat bahaya erosi pada kemiringan 10% vegetasi kelapa sawit ™ dengan tanaman penutup tanah sebesar 39,16 ton/ha/tahun, sedangkan terendah sebesar 21,53 ton/ha/tahun masing-masing kriteria ringan. Tingkat bahaya erosi pada kemiringan 5% vegetasi kelapa sawit ™ tanpa tanaman penutup tanah tertinggi sebesar 9,59 ton/ha//tahun, sedangkan terendah sebesar 9,00 ton/ha/tahun kriteria sangat ringan. Tingkat bahaya erosi pada kemiringan 4% vegetasi kelapa sawit ™ tanpa tanaman penutup tanah tertinggi sebesar 7,37 ton/ha/tahun, sedangkan terendah sebesar 6,72 ton/ha/tahun masing-masing kriteria sangat ringan. Tingkat bahaya erosi pada


(57)

kemiringgan 3% vegetasi kelapa sawit ™ tanpa tanaman penutup tanah sebesar 4,81 ton /ha/tahun dan 6,23 ton/ha/tahun masing-masing kriteria sangat ringan.

Kriteria tingkat bahaya erosi di Kecamatan Bandar Marsilam pada kemiringan 15 % dengan vegetasi kelapa sawit ™ dengan teknik konservasi penutup tanah adalah kriteria sedang. Tingkat bahaya erosi pada setiap kemiringan 10%, 5%, 4% dan 3% dan vegetasi berada pada kriteria rendah.

Tabel 18. Nilai Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di Kecamatan Dolok Batu Nanggar Sampel Kemiringan Lereng (%) A T / Edp TBE Kriteria

G1 15 978.26 35.43 27.61 Ringan

G2 15 1008.32 34.78 28.99 Ringan

G3 4 165.04 36.26 4.55 Sangat Ringan

G4 3 111.31 32.33 3.44 Sangat Ringan

G5 4 165.75 35.42 4.68 Sangat Ringan

G6 3 166.32 32.68 5.09 Sangat Ringan

G7 3 106.30 22.84 4.65 Sangat Ringan

Besar erosi aktual yang diperoleh di vegetasi yang sama yaitu vegetasi karet ™ tanpa penutup tanah pada kemiringan 15% masing-masing sebesar 1008,32 ton/ha/tahun dan 978,26 ton/ha/tahun. Pada kemiringan 4% besar erosi aktual sebesar 165,04 ton/ha/tahun, 165,75 ton/ha/tahun. Sedangkan pada kemiringan 3% masing-masing adalah 166,32 ton/ha/tahun, 111,31 ton/ha/tahun dan 106,30 ton/ha/tahun.

Dari Tabel 18. dapat dilihat bahwa laju erosi yang diperbolehkan tertinggi pada kemiringan 15% vegetasi karet ™ tanpa penutup tanah masing-masing sebesar 35,43 ton/ha/tahun dan 34,78 ton/ha/tahun. Dengan vegetasi yang sama, pada kemiringan 3% diperoleh laju erosi yang diperbolehkan tertinggi sebesar 32,83 ton/ha/tahun dan terendah sebesar 22,84 ton/ha/tahun, sedangkan pada


(58)

kemiringan 4% masing-masing sebesar 36,26 ton/ha/tahun dan 35,42 ton/ha/tahun.

Nilai tingkat bahaya erosi yang tertera pada Tabel 18. menunjukkan tingkat bahaya erosi di Kecamatan Dolok Batu Nanggar pada kemiringan 15% vegetasi karet ™ tanpa tanaman penutup tanah sebesar 27,61 ton/ha/tahun dan 28,99 ton/ha/tahun masing-masing berada pada kriteria ringan. Pada kemiringan 4% vegetasi tanaman karet tanpa penutup tanah tingkat bahaya erosi yang dihasilkan sebesar 4,55 ton/ha/tahun dan 4,68 ton/ha/tahun kriteria sangat ringan. Pada kemiringan 3% vegetasi tanaman karet ™ tanpa penutup tanah tingkat bahaya erosi yang dihasilkan tertinggi sebesar 5,09 ton/ha/tahun dan terendah sebesar 5,09 ton/ha/tahun masing-masing pada kriteria sangat ringan.

Tingkat bahaya erosi di Kecamatan ini pada kemiringan 15% memiliki kriteria ringan dan pada kemiringan 4% dan 3% pada vegetasi yang sama yaitu karet ™ tanpa penutup tanah yang sama berada pada kriteria sangat ringan.

Pembahasan

Gambaran Lokasi Penelitian

Pada umumnya kondisi masing-masing lokasi penelitian yaitu Kecamatan Raya, Tapian Dolok, Bandar Marsilam dan Dolok Batu Nanggar hampir sama. Ini dapat dilihat dari kemiringan lereng serta vegetasi yang di dalamnya.

Kecamatan Raya merupakan salah satu bagian dari hulu DAS Padang. Kondisi wilayah pada daerah ini bervariasi mulai dari datar, bergelombang, berbukit sampai bergunung. Pada penelitian ini, titik pengambilan sampel tanah diambil pada 2 kemiringan yaitu kemiringan 30 % dan 15,4%. Jenis tanah yang


(59)

terdapat pada lokasi penelitian adalah Latosol Coklat. Vegetasi yang terdapat di dalamnya meliputi jeruk serta kopi.

Sebagai salah satu bagian dari hulu DAS Padang, kondisi wilayah Tapian Dolok sangat mempengaruhi tingkat erosi di daerah hilir. Wilayah ini berada pada kemiringan datar sampai agak bergelombang. Pada lokasi ini, titik pengambilan sampel tanah diambil pada 2 kemiringan yaitu kemiringan 15,4% vegetasi kelapa sawit ™ dan teknik konservasi tanah teras bangku serta kemiringan 10% vegetasi kelapa sawit ™ dengan hanya sebagian tanaman penutup tanah. Jenis tanah yang terdapat adalah Regosol.

Selain Raya dan Tapian Dolok, Dolok Batu Nanggar juga merupakan bagian hulu DAS Padang. Topografi wilayah ini berada pada datar, berombak dan bergelombang. Berdasarkan topografi wilayahnya, maka penulis melakukan titik pengambilan sampel tanah 3 kemiringan yaitu kemiringan 15%, 4% serta 3%. Keseluruhan kemiringan ini memiliki vegetasi yang sama yaitu karet ™ tanpa adanya tanaman penutup tanah. Jenis tanah yang dimiliki wilayah penelitian ini sama seperti Tapian Dolok yaitu Regosol.

Berbeda dengan ketiga Kecamatan yang diteliti lainnya, Bandar Marsilam bukan merupakan bagian dari hulu DAS Padang, namun daerah ini terletak di Kabupaten Simalungun. Melihat topografi daerah ini. datar, berombak dan bergelombang, penulis mengamati 4 kemiringan di wilayah ini yaitu pada kemiringan 15%, 10%, 5%, 4% dan 3%. Jenis tanah yang terdapat pada lokasi penelitian adalah Podsolik Merah Kuning.


(60)

Faktor Erosivitas (R)

Faktor erosivitas dihitung dari besarnya energi kinetik yang ditimbulkan oleh intensitas hujan. Untuk menghitung besar energi kinetik tersebut diperlukan data curah hujan 10 tahun terakhir. Energi kinetik hujan adalah jumlah total tetesan hujan pada intensitas yang terjadi pada distribusi hujan.

Hasil perhitungan erosivitas menunjukkan besar erosivitas hujan di lokasi penelitian sebesar 3.734,09 mm/tahun. Menurut Suripin (2002) hujan memainkan peranan dalam erosi tanah melalui tenaga pelepasan dari butir-butir hujan pada permukaan tanah dan sebagian melalui kontribusinya terhadap aliran. Rata-rata intensitas hujan yang cukup tinggi dan didukung kondisi topografi yang berbukit-bukit menjadi salah satu pemicu timbulnya proses erosi. Bahaya erosi akan semakin menghawatirkan apabila dalam mengelola seumber daya alam tanpa memperhatikan kaidah konservasi sumber daya alam khususnya sumber daya tanah (Nur’saban, 2006).

Erosi Potensial (A)

Laju erosi yang menyatakan banyaknya lapisan tanah yang hilang dari suatu tempat karena proses erosi, merupakan salah satu indikator kecepatan proses perusakan. Perhitungan laju erosi potensial didasarkan oleh faktor-faktor erodibilitas, erosivitas, topografi, vegetasi serta teknik konservasi tanah.

Menurut Rauf, dkk., (2011) curah hujan yang tinggi, tanah yang porous, kemiringan lereng yang tinggi, vegetasi yang jarang dan aktivitas manusia yang intensif mempunyai peranan yang penting untuk berlangsungnya proses erosi yang landai hingga datar.


(61)

Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah kepekaan tanah atau erodibilitas tanah. Nilai erosi akan semakin besar dengan semakin besarnya nilai erodibilitas suatu tanah.

Nilai erodibilitas tanah diperoleh dari perhitungan faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu tekstur, bahan organik, struktur serta permeabilitas. Tekstur tanah mempengaruhi besar kecilnya erosi melalui tata air di dalam tanah. Menurut Suripin (2002) tanah berpasir yang mempunyai kedalaman lapisan kedap yang dalam, walaupun curah hujan yang lebat kemungkinan untuk terjjadi aliran permukaan kecil sekali. Sedangkan tanah-tanah bertekstur halus akan menyerap air sangat lambat sehingga curah hujan yang cukup rendah akan menimbulkan aliran permukaan.

Seperti tekstur, struktur juga mempengaruhi erosi melalui daya serap air. Tanah yang berstruktur granular lebih terbuka atau lebih sarang akan menyerap air lebih cepat daripada yang berstruktur dengan butir-butir primer lebih rapat (Arsyad, 1999). Pada tanah tertentupermeabilitas tanahnya menjadi lambat.Permeabilitas lambat dan laju infiltasi yang rendahmengakibatkan tingginya limpasan permukaan,yang pada akhirnya mempertinggi limpasan permukaan dan berakibat pada meningkatnyakehilangan tanah (erosi).

Bahan organik tanah mempengaruhi terjadinya erosi melalui pemantapan agregat tanah. Bahan organik mampu mengikat butir-butir tanah sehingga kemantapan agregat tanh menjadi porous. Selain itu, keberadaan bahan organik di dalam tanah mampu menyerap dan menahan air yang tinggi sehingga aliran permukaan semakin kecil yang dapat memperkecil terjadinya erosi.


(62)

Unsur topografi yang mempengaruhi erosi adalah kemiringan dan panjang lereng. Topografi pada lokasi penelitian bervariasi mulai dari datar sampai curam. Keadaan lokasi yang demikian mempengaruhi besar erosi yang dipengaruhi pula oleh faktor-faktor erosi yang lain. Notohadiprawiro (1998) mengungkapkan bahwa makin besar lereng intensitas erosi makin tinggi. Hal ini berkaitan dengan energi kinetik aliran limpas yang semakin besar. Yudistira (2008) juga menambahkan bahaya erosi terjadi pada daerah yang memiliki kemiringan lereng sekitar 15% atau lebih sebagai akibat dari pengelolaan tanah dan air yang keliru, tidak mengikuti kaidah-kaidah konservasi tanah dan air.

Dari jenis vegetasi yang terdapat pada setiap lokasi adalah tanaman perkebunan yaitu jeruk, kopi, kelapa sawit, dan karet. Vegetasi yang tumbuh secara tidak langsung mampu melindungi kerusakan tanah akibat terjadinya aliran permukaan. Penanaman tanaman penutup serta melakukan tindak konservasi yang lain dapat memperkecil nilai erosi yang diperoleh.

Suatu vegetasi penutup tanah yang baik seperti rumput yang tebal atau hutan yang lebat akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi (Rauf, dkk, 2011). Vegetasi yang tumbuh melalui tajuk, akar maupun serasah mampu melindungi tanah dari tumbukan air hujan secara langsung sehingga laju aliran air limpasan terhambat dan memperbaiki struktur tanah. Bahan organik yang terdapat pada tanah yang bervegetasi dan disertai penutup maupun tindak konservasi berpengaruh positif terhadap sifat fisik tanah. Semakin tinggi bahan organik tanah kemampuan mengikat air lebih banyak.


(1)

Hallsworth, E. G., 1987. Anatomy, Physiology and Psychology of Erosion. John Wiley & Sons Ltd, New York.

Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Hal: 179.

Hammer, W. I., 1981. Soil Conservation Consultant Report Centre for Soil Research. LPT Bogor. Indonesia.

Hardjoamidjojo, S dan S. Sukartaatmadja. 2008. Teknik Pengawetan tanah dan Air. Graha Ilmu, Bogor.

Herawati, T. 2010. Analisis Spasial Tingkat Bahaya Erosi di Wilayah DAS Cisadane Kabupaten Bogor. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Vol VII. No.4 : 413 - 424. Diakses tanggal 29 November 2012.

Islarni danUtomo,WH. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP. Semarang Press. Semarang. 297 hal.

Kartasapoetra, G.dkk. 1998. TeknologiKonservasi Tanah dan Air. Penerbit BinaAksara. Jakarta 196 hal.

Kohnke, H. 1959. Soil Conservation. McGraw Hill Book Company Inc. New York.

LTEMP. 2010. Fokus Area (Area Focus) Dan Wilayah Perhatian (Area Of Concern). Lake Toba Ecosystem Management Plan, Sumut.

Notohadiprawiro, T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Nur’saban, M. 2006. Pengendalian Erosi Tanah Sebagai Upaya Melestarikan

Kemampuan Fungsi Lingkungan. Geomedia. Volume 4, Nomor 2. Yogyakarta.

Rauf, A. 2011. Sistem Agroforestry. Upaya Pemberdayaan Lahan Secara Berkelanjutan. USU Press, Medan. Hal:48.

Rauf, A., K. S. Lubis, Jamilah. 2011. Dasar-Dasar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Hal:15. USU Press, Medan.

Sairung, M. 2008. Korelasi Permeabilitas Terhadap Kuat Geser Untuk Tanah Berbutir Halus. ALJIBRA, Makasar.

Suharto dan Soekodarmodjo, S. 1988. Kebolehan Kemiringan Lereng Terhadap Erosi Tanah Andosol Perkebunan Teh Pagiran Kabupaten Batang Jawa Tengah. BPPS-UGM, Yogyakarta.


(2)

Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Andi, Yogyakarta. Hal: 11.

Susswein, P. M; V. Noordwijk, dan B. Verbist. 2001. Forest Watershed Function and Tropical Land Use Change. Dalam V. Noordwijk, S. Williams, dan B. Verbist (Eds). Towards Integrated Natural Resource Management in Forest Margin of Humid Tropic: Local Action and Global Concerns. International Centre for Research in Agroforestry. Bogor. 28pp.

Utomo, W.H. 1989. Konservasi Tanah Di Indonesia. RajawaliPress. Jakarta. 176 hal.

Widianto, D. Suprayogo, H. Noveras, R. H Widodo, P. Purnomosidhi dan M. V. Noordwijk. 2002. Alih Guna Lahan Hutan Menjadi Lahan Pertanian: Apakah Fungsi Hidrologis Hutan Dapat Digantikan Sistem Kopi Monokultur. UNIBRAW, Malang.

Wischmeier. W.H., dan D.D. Smith. 1978. Predicting rainfall erosion losses: Aguide to conservation planning. USDA Handbook No. 537. Washington DC.

Yudhistira. 2008. Kajian Dampak Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan Penambangan Pasir Di Daerah Kawasan Gunung Merapi (Studi Kasus Di Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah ). Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang.


(3)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Hasil Analisis di Kecamatan Raya

Sampel % L % D % P

% Bahan

Organik Struktur Permeabilitas

A1 22 24 54 2.73 2 3

A2 22 26 52 2.37 2 3

A3 26 26 48 2.73 2 4

A4 22 18 60 2.13 2 4

A5 22 24 54 2.73 2 4

A6 26 20 54 2.61 2 4

A7 20 22 58 2.61 2 4

A8 24 26 50 3.80 2 4

A9 20 24 56 3.44 2 4

A10 20 24 56 2.49 2 4

B1 12 32 56 2.98 2 4

B2 42 2 56 1.67 2 4

B3 14 28 58 2.73 2 4

B4 20 20 60 4.27 2 4

B5 26 26 48 3.56 2 3

B6 26 22 52 2.13 2 3

B7 24 18 58 3.68 2 3

B8 22 22 56 3.44 2 3

B9 30 22 48 2.73 2 4


(4)

Lampiran 2. Data Hasil Analisis di Kecamatan Tapian Dolok

Sampel % L % D % P % Bahan Organik Struktur Permeabilitas

C1 16 30 54 2.61 2 4

C2 26 20 54 1.43 2 4

C3 22 26 52 2.49 2 3

C4 20 20 60 2.86 2 3

C5 20 30 50 3.56 2 3

C6 24 28 48 2.25 2 3

C7 20 24 56 2.98 2 4

C8 42 6 52 5.35 2 4

C9 24 20 56 2.49 2 4

C10 30 24 46 1.43 2 4

D1 26 18 56 2.25 2 4

D2 30 16 54 2.01 2 4

D3 28 20 52 1.67 2 4

D4 30 18 52 1.19 2 4

D5 36 14 50 2.13 2 3

D6 38 12 50 1.89 2 3

D7 38 12 50 0.60 2 3

D8 28 24 48 4.73 2 3

D9 18 12 70 2.25 2 3


(5)

Lampiran 3. Data Nilai Tekstur Tanah di Kecamatan Bandar Marsilam

Sampel % L % D % P % Bahan Organik Struktur Permeabilitas

E1 12 18 70 2.03 3 3

E2 16 18 66 1.91 3 3

E3 14 16 70 1.91 3 3

E4 10 18 72 2.10 3 3

E5 14 18 68 1.26 3 3

E6 14 18 68 1.08 3 3

E7 14 16 70 1.79 3 3

E8 14 14 72 1.32 3 4

E9 12 18 70 1.86 3 3

E10 12 18 70 1.26 3 3

F1 16 14 70 1.20 3 3

F2 14 14 72 1.57 3 3

F3 18 24 58 1.98 3 3

F4 16 12 72 1.62 3 3

F5 6 16 78 1.14 3 3

F6 16 16 68 1.08 3 3

F7 16 14 70 1.44 3 3

F8 10 14 76 1.91 3 3

F9 14 16 70 1.57 3 3


(6)

Lampiran 4. Data Nilai Tekstur Tanah di Kecamatan Dolok Batu Nanggar

Sampel % L % D % P % Bahan Organik Struktur Permeabilitas

G1 30 22 48 1.01 2 4

G2 28 24 48 1.62 2 4

G3 28 24 48 1.26 2 4

G4 32 22 46 0.84 2 4

G5 28 24 48 1.20 2 4

G6 16 28 56 1.38 2 4

G7 28 24 48 1.50 2 3