Optimalisasi Penjadwalan Proyek Menggunakan Fuzzy Critical Path Method (Fuzzy CPM) Berdasarkan Metric Distance Rank pada Bilangan Fuzzy

(1)

OPTIMALISASI PENJADWALAN PROYEK MENGGUNAKAN FUZZY CRITICAL PATH METHOD (FUZZY CPM)

BERDASARKAN METRIC DISTANCE RANK PADA BILANGAN FUZZY

SKRIPSI

AULIA RIZKY PUTRI 100803078

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

OPTIMALISASI PENJADWALAN PROYEK MENGGUNAKAN FUZZY CRITICAL PATH METHOD (FUZZY CPM)

BERDASARKAN METRIC DISTANCE RANK PADA BILANGAN FUZZY

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

AULIA RIZKY PUTRI 100803078

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

PERSETUJUAN

Judul : Optimalisasi Penjadwalan Proyek

Menggunakan Fuzzy Critical Path Method (Fuzzy CPM) Berdasarkan Metric Distance Rank pada Bilangan Fuzzy

Kategori : Skripsi

Nama : Aulia Rizky Putri Nomor Induk Mahasiswa : 100803078

Program Studi : Sarjana (S1) Matematika Departemen : Matematika

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Juli 2014 Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Drs. Rosman Siregar, M.Si Dr. Esther S.M.Nababan, M.Sc NIP. 19610107 198601 1 001 NIP. 19610318198711 2 001

Disetujui Oleh

Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,

Prof. Dr. Tulus, M.Si


(4)

PERNYATAAN

OPTIMALISASI PENJADWALAN PROYEK MENGGUNAKAN FUZZY CRITICAL PATH METHOD (FUZZY CPM)

BERDASARKAN METRIC DISTANCE RANK PADA BILANGAN FUZZY

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya

Medan, Juli 2014

AULIA RIZKY PUTRI 100803078


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha Esa, karena dengan limpahan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul Optimalisasi Penjadwalan Proyek Menggunakan Fuzzy Critical Path Method (Fuzzy CPM) Berdasarkan Metric Distance Rank pada Bilangan Fuzzy.

Dalam Kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu

1. Dr. Esther S M Nababan, M.Sc. dan kepada Drs. Rosman Siregar, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan dalam penyempurnaan Tugas Akhir ini

2. Dr. Parapat Gultom, M.SIE. dan Dra. Normalina Napitupulu, M.Sc. selaku komisi penguji atas masukan dan saran yang telah diberikan dalam penyempurnaan Tugas Akhir ini

3. Semua Dosen dan Pegawai Departemen Matematika FMIPA USU

4. Ayahanda Sumpeno dan Ibunda Septimiati yang telah banyak membantu atas doa, dukungan moril dan materi yang diberikan selama ini

5. Saudara Kandung Rizky Amelia

6. Rekan kuliah Nurlita, Fitri, Rara dan teman-teman seperjuangan dijurusan matematika 2010 atas kebersamaan selama ini

7. Serta Semua Pihak yang tidak dapat ditulis satu persatu

Semoga segala kebaikan dalam bentuk bantuan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT.


(6)

OPTIMALISASI PENJADWALAN PROYEK MENGGUNAKAN FUZZY CRITICAL PATH METHOD (FUZZY CPM)

BERDASARKAN METRIC DISTANCE RANK PADA BILANGAN FUZZY

ABSTRAK

Penjadwalan adalah hal yang penting dalam penyelenggaraan suatu proyek konstruksi. Penjadwalan dilakukan untuk memprediksi durasi waktu yang diperlukan dalam penyelesaian proyek. Metode Lintasan Kritis (Critical Path Method) adalah alat yang penting untuk perencanaan dan pengontrolan pada proyek yang kompleks. Keberhasilan dari metode lintasan kritis tersebut terlihat dari terselesaikannya setiap aktivitas dengan durasi waktu yang telah ditentukan. Dalam dunia nyata selalu ada ketidakpastian dalam menentukan durasi waktu setiap aktivitas dalam suatu jaringan proyek, dalam hal ini dihadirkan suatu bilangan fuzzy trapezoidal sebagai durasi waktu aktivitas yang fuzzy. Penelitian kali ini dihadirkan sebuah metode metric distance rank untuk menemukan lintasan kritis dari suatu jaringan proyek dan membandingkannya dengan menggunakan metode centroid. Adapun hasil perhitungan yang diperoleh dengan menggunakan metode yang diusulkan yaitu lebih efektif dalam menentukan aktivitas kritis dan menemukan lintasan kritis dari suatu jaringan proyek fuzzy.

Kata Kunci : Fuzzy Critical Path Method, Trapezoidal Fuzzy Number, De-fuzzifikasi, Metric Distance Rank


(7)

OPTIMIZATION PROJECT SCHEDULING USING FUZZY CRITICAL PATH METHOD (FUZZY CPM) BASED ON

METRIC DISTANCE RANK OF FUZZY NUMBERS

ABSTRACT

One of important things in executing project construction is scheduling, which is required in order to predict the total duration of the project should be accomplished. The Critical Path Method is a vital tool for the planning and control of complex projects. The successful implementation of Critical Path Method requires the availability of a clear determined time duration for each activity. However, in the real world there is always uncertainty about determined time durations of activities in a fuzzy project network. Hence, a trapezoidal fuzzy number is represented as time duration of each activity. In this paper a simple method namely metric distance rank for fuzzy numbers to a critical path method for fuzzy project network and also using centroid method. The comparison reveal that the method proposed in this paper is more effective in determining the activity criticalities and finding the critical path in a fuzzy project network.

Keywords : Fuzzy Critical Path Method, Trapezoidal Fuzzy Number, Defuzzification, Metric Distance Rank


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Bab 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Batasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 4

1.5 Kontribusi Penelitian 4

1.6 Metodologi Penelitian 4

Bab 2. Landasan Teori

2.1 Penjadwalan Proyek 6

2.2 Critical Path Method (CPM) 7

2.2.1 Jaringan Kerja CPM 8

2.2.2 Perhitungan Maju 11

2.2.3 Perhitungan Mundur 12


(9)

2.3 Teori Himpunan Fuzzy 14

2.4 Bilangan Fuzzy 16

2.5 Derajat Keanggotaan untuk Durasi Aktivitas 18

2.6 Peringkat Bilangan Fuzzy 21

2.7 Ukuran Fuzziness Menggunakan Metric Distance 22

2.7.1 Hamming Distance 23

2.7.2 Euclidean Distance 24

2.8 Metric Distance Rank 24

2.9 Formula De-fuzzifikasi dengan Menggunakan Metode

Centroid 26

Bab 3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Fuzzy CPM Berdasarkan Metric Distance Rank pada

Bilangan Fuzzy 28

3.2 Algoritma Optimalisasi Penjadwalan Proyek Menggunakan Fuzzy CPM Berdasarkan Metric Distance Rank pada

Bilangan Fuzzy 30

3.3 Contoh Numerik 31

Bab 4. Kesimpulan Dan Saran

4.1 Kesimpulan 74

4.2 Saran 75


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Tabel Keterangan Waktu Setiap Aktivitas Fuzzy 32 Tabel 3.2 Tabel Metric Distance Rank Total Kelonggaran Waktu

Fuzzy (Fuzzy Float Time) untuk Setiap Lintasan dalam

Jaringan Proyek Fuzzy 72

Tabel 3.3 Tabel Nilai Fuzzifikasi Kelonggaran Waktu (Float time) Proyek Fuzzy Menggunakan Pendekatan Centroid Formula 72


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kegiatan Activity on Arrow 9

Gambar 2.2 Kegiatan Activity on Node 9

Gambar 2.3 Bentuk merge event yang menggabungkan beberapa

aktivitas 11

Gambar 2.4 Bentuk burst event yang mengeluarkan beberapa aktivitas 12 Gambar 2.5 Bilangan Fuzzy Trapezoidal � = ��,�,�,�� 19 Gambar 2.6 Bilangan Fuzzy Triangular � = (�,�,�) 20

Gambar 2.7 Himpunan Fuzzy � 22

Gambar 2.8 Himpunan Fuzzy �′ 23

Gambar 2.9 Himpunan Fuzzy � dan hubungannya pada

Himpunan Crisp 23


(12)

OPTIMALISASI PENJADWALAN PROYEK MENGGUNAKAN FUZZY CRITICAL PATH METHOD (FUZZY CPM)

BERDASARKAN METRIC DISTANCE RANK PADA BILANGAN FUZZY

ABSTRAK

Penjadwalan adalah hal yang penting dalam penyelenggaraan suatu proyek konstruksi. Penjadwalan dilakukan untuk memprediksi durasi waktu yang diperlukan dalam penyelesaian proyek. Metode Lintasan Kritis (Critical Path Method) adalah alat yang penting untuk perencanaan dan pengontrolan pada proyek yang kompleks. Keberhasilan dari metode lintasan kritis tersebut terlihat dari terselesaikannya setiap aktivitas dengan durasi waktu yang telah ditentukan. Dalam dunia nyata selalu ada ketidakpastian dalam menentukan durasi waktu setiap aktivitas dalam suatu jaringan proyek, dalam hal ini dihadirkan suatu bilangan fuzzy trapezoidal sebagai durasi waktu aktivitas yang fuzzy. Penelitian kali ini dihadirkan sebuah metode metric distance rank untuk menemukan lintasan kritis dari suatu jaringan proyek dan membandingkannya dengan menggunakan metode centroid. Adapun hasil perhitungan yang diperoleh dengan menggunakan metode yang diusulkan yaitu lebih efektif dalam menentukan aktivitas kritis dan menemukan lintasan kritis dari suatu jaringan proyek fuzzy.

Kata Kunci : Fuzzy Critical Path Method, Trapezoidal Fuzzy Number, De-fuzzifikasi, Metric Distance Rank


(13)

OPTIMIZATION PROJECT SCHEDULING USING FUZZY CRITICAL PATH METHOD (FUZZY CPM) BASED ON

METRIC DISTANCE RANK OF FUZZY NUMBERS

ABSTRACT

One of important things in executing project construction is scheduling, which is required in order to predict the total duration of the project should be accomplished. The Critical Path Method is a vital tool for the planning and control of complex projects. The successful implementation of Critical Path Method requires the availability of a clear determined time duration for each activity. However, in the real world there is always uncertainty about determined time durations of activities in a fuzzy project network. Hence, a trapezoidal fuzzy number is represented as time duration of each activity. In this paper a simple method namely metric distance rank for fuzzy numbers to a critical path method for fuzzy project network and also using centroid method. The comparison reveal that the method proposed in this paper is more effective in determining the activity criticalities and finding the critical path in a fuzzy project network.

Keywords : Fuzzy Critical Path Method, Trapezoidal Fuzzy Number, Defuzzification, Metric Distance Rank


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat matematika menjadi sangat penting artinya, bahkan dapat dikatakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut tidak lepas dari peranan matematika. Hampir dapat dipastikan bahwa setiap bagian dari ilmu dan teknologi baik dalam unsur kajian umum ilmu murni maupun terapannya memerlukan peranan matematika sebagai ilmu bantunya.

Analisis jaringan kerja merupakan salah satu bagian dari ilmu matematika terapan yang saat ini sedang marak digunakan dan dikembangkan oleh orang-orang. Analisis jaringan kerja bisa digunakan untuk menggambarkan interrelasi diantara elemen-elemen proyek atau memperlihatkan seluruh aktivitas (kegiatan) yang terdapat di dalam proyek serta logika ketergantungannya satu sama lain (Dimyati dan Dimyati, 1999).

Sehubungan dengan pengelolaan proyek-proyek berskala besar yang berhasil memerlukan suatu perencanaan, penjadwalan, dan pengoordinasian yang hati–hati dari berbagai aktivitas yang saling berkaitan. Tahap perencanaan dan penjadwalan adalah tahap yang paling menentukan berhasil atau tidaknya suatu proyek karena penjadwalan adalah tahap ketergantungan antar aktivitas yang membangun proyek secara keseluruhan. Penjadwalan sendiri harus disusun secara sistematis dengan penggunaan sumber daya secara efektif dan efisien agar tujuan proyek bisa tercapai secara optimal. Pemecahan masalah penjadwalan yang baik dari suatu proyek merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam pelaksanaan proyek untuk selesai tepat pada waktunya yang merupakan tujuan pokok dan utama, baik bagi kontraktor maupun pemiliknya.


(15)

CPM (Critical Path Method) adalah suatu alat atau metode yang penting untuk perencanaan dan penjadwalan proyek-proyek yang kompleks. CPM ini bertujuan untuk mengidentifikasi aktivitas kritis pada lintasan kritis dalam rangka untuk mengurangi waktu panjang proyek.

Dalam prakteknya, CPM ini biasanya terlalu sulit untuk dipenuhi karena banyak aktivitas yang akan dilaksanakan pada waktu pertama kali. Oleh karena itu, selalu ada ketidakpastian tentang durasi waktu aktivitas di dalam perencanaan jaringan kerja (network planning). Adapun masalah ketidakpastian tentang durasi waktu aktivitas tersebut pada perkembangannya dibahas di dalam Fuzzy Critical Path Method (Fuzzy CPM).

Sebuah cara alternatif dengan waktu aktivitas yang fuzzy dapat menggunakan konsep fuzziness (kekaburan) dalam penyelesaiannya dan dapat diwakili dengan bilangan fuzzy. Bilangan fuzzy digunakan untuk menggambarkan durasi aktivitas yang fuzzy (tidak pasti), mencerminkan ketidakjelasan (samar-samar), ketidaktepatan, kesubjektivitasan dalam perhitungannya.

Bilangan fuzzy diekspresikan sebagai sebuah himpunan fuzzy yang ditentukan oleh sebuah interval fuzzy dalam bilangan riil Ʀ, dimana himpunan fuzzy tersebut harus memenuhi beberapa kondisi persyaratan yaitu himpunan fuzzy-nya konveks dan normal, fungsi keanggotaannya merupakan fungsi yang kontinu, dan didefinisikan ke dalam bilangan riil Ʀ.

Adapun untuk ukuran fuzziness (kekaburan) dinyatakan sebagai sebuah indeks kekaburan (index of fuzziness) yang didefinisikan secara terminologi sebagai sebuah metric distance (Hamming distance atau Euclidean distance) A untuk setiap himpunan crisp terdekat (crisp sets) C (Klir dan Folger, 1988).

Pada penelitian ini dihadirkan pendekatan lain untuk menganalisis lintasan kritis di sebuah jaringan proyek dengan waktu aktivitas fuzzy, dimana waktu durasi setiap aktivitas diwakili oleh bilangan fuzzy trapezoidal. Adapun dalam menentukan suatu lintasan kritis dengan menggunakan Fuzzy Critical Path Method diperoleh dengan memeringkatkan total kelonggaran waktu (total float


(16)

time) dari setiap kemungkinan lintasan aktivitas fuzzy berdasarkan metric distance rank dan kemudian membandingkannya dengan pendekatan metode centroid. Perbandingan metode yang diusulkan dalam penelitian ini adalah lebih efektif dalam menemukan lintasan kritis dan kemungkinan terselesaikannya proyek fuzzy dalam waktu yang ditentukan hasilnya lebih akurat.

Dengan mempertimbangkan kelebihan di atas, metode ini diharapkan dapat membantu para kontraktor maupun pemilik dalam mengoptimalkan waktu dan biaya agar tidak menimbulkan kerugian untuk kedua belah pihak. Untuk itulah penulis memilih judul, “Optimalisasi Penjadwalan Proyek Menggunakan Fuzzy Critical Path Method (Fuzzy CPM) Berdasarkan Metric Distance Rank pada Bilangan Fuzzy”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

Bagaimana menemukan semua kemungkinan lintasan aktivitas fuzzy dan memeringkatkan total kelonggaran waktu fuzzy di setiap lintasan aktivitas fuzzy tersebut berdasarkan metric distance rank pada Euclidean distance untuk mencari lintasan kritis dalam suatu jaringan proyek.

1.3 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis hanya membatasi :

1. Durasi waktu aktivitas fuzzy menggunakan jenis bilangan fuzzy trapezoidal. 2. Menemukan lintasan kritis pada aktivitas fuzzy hanya untuk

mengoptimalisasi waktu keseluruhan pengerjaan jaringan proyek, tidak menghitung biaya.


(17)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan suatu lintasan kritis dengan cara memeringkatkan total kelonggaran waktu dari setiap aktivitas berdasarkan metric distance rank menggunakan jenis bilangan fuzzy trapezoidal sebagai durasi waktu aktivitas yang fuzzy. Dengan mengetahui suatu lintasan kritis, diharapkan dapat mengoptimalkan waktu pengerjaan aktivitas-aktivitas kritis yang terdapat dalam lintasan kritis.

1.5 Kontribusi Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Membantu penulis dalam menerapkan ilmu dan pengetahuan yang didapat selama masa perkuliahan ke dalam dunia nyata.

2. Dengan menggunakan “Fuzzy Critical Path Method Berdasarkan Metric Distance Rank pada Bilangan Fuzzy” diharapkan dapat diketahui suatu aktivitas kritis fuzzy pada jaringan proyek dan mengoptimalkan pengerjaan aktivitas kritis fuzzy tersebut agar dapat memperpendek durasi waktu penyelesaian keseluruhan proyek.

3. Membantu para kontraktor maupun pemilik dalam mengoptimalkan waktu agar tidak menimbulkan kerugian untuk kedua belah pihak.

4. Dapat digunakan sebagai tambahan informasi dan referensi bacaan untuk pembaca, terlebih lagi bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian serupa.

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat studi literatur, yaitu dengan melakukan penelitian literatur dan mengumpulkan data-data dari referensi buku dan jurnal-jurnal yang diperoleh dari perpustakaan maupun internet, dan melakukan bimbingan dengan dosen


(18)

pembimbing untuk memperoleh bahan-bahan yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi. Adapun langkah-langkah yang penulis lakukan adalah sebagai berikut :

Langkah 1 : Menunjukkan gambaran dari suatu jaringan proyek dengan menggunakan data numerik.

Langkah 2 : Menghitung ��� dan �� untuk setiap aktivitas fuzzy, dengan node awal ��� = (0 0 0), untuk i = A.

Langkah 3 : Menghitung ��� dan �� untuk setiap aktivitas fuzzy. Langkah 4 : Menghitung �� untuk setiap aktivitas (i, j).

Langkah 5 : Menemukan semua kemungkinan lintasan dan menghitung total kelonggaran waktu fuzzy dari setiap lintasan.

Langkah 6 : Memeringkatkan total kelonggaran waktu fuzzy dari setiap lintasan menggunakan metric distance rank.

Langkah 7 : Menemukan lintasan aktivitas fuzzy yang memiliki peringkat paling minimum. Selanjutnya lintasan yang memiliki peringkat paling minimum tersebut dikatakan sebagai suatu lintasan kritis. Langkah 8 : Menarik kesimpulan.

dimana :

Ẽ�� : waktu paling cepat dimulainya aktivitas fuzzy.

�∶waktu paling cepat diselesaikannya aktivitas fuzzy.

��� waktu paling lama diselesaikannya aktivitas fuzzy.

��� : waktu paling lama dimulainya aktivitas fuzzy. : total kelonggaran waktu fuzzy (fuzzy float time).


(19)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Penjadwalan Proyek

Penjadwalan proyek merupakan salah satu elemen hasil perencanaan. Penjadwalan proyek adalah kegiatan menetapkan jangka waktu kegiatan proyek yang harus diselesaikan, bahan baku, tenaga kerja serta waktu yang dibutuhkan oleh setiap aktivitas. Penjadwalan atau scheduling adalah pengalokasian waktu yang tersedia untuk melaksanakan masing–masing aktivitas dalam rangka menyelesaikan suatu proyek hingga tercapai hasil optimal dengan mempertimbangkan keterbatasan yang ada.

Adapun suatu penjadwalan diperlukan untuk menunjukkan hubungan tiap aktivitas lainnya dan terhadap keseluruhan proyek, mengidentifikasikan hubungan yang harus didahulukan diantara aktivitas, menunjukkan perkiraan biaya dan waktu yang realistis untuk tiap aktivitas, dan membantu penggunaan tenaga kerja, uang dan sumber daya lainnya dengan cara yang optimal pada suatu proyek.

Soeharto (2005) mengemukakan bahwa jaringan kerja merupakan metode yang dianggap mampu menyediakan teknik dasar dalam menentukan urutan dan kurun waktu aktivitas unsur proyek, dan pada giliran selanjutnya dapat dipakai memperkirakan waktu penyelesaian proyek secara keseluruhan. Diantara berbagai versi analisis jaringan kerja yang amat luas pemakaiannya adalah Metode Lintasan Kritis (Critical Path Method – CPM), Teknik Evaluasi dan Review Proyek (Project Evaluation and Review Technique – PERT), dan Metode Diagram Preseden (Preceden Diagram Method - PDM).

2.2 CPM (Critical Path Method)

Teknik Evaluasi dan Review proyek (dikenal luas sebagai Program Evaluation and Review Technique – PERT) dan Metode Lintasan Kritis (umumnya disebut Critical Path Method - CPM) dikembangkan di tahun 1950 - an untuk membantu para manajer melakukan penjadwalan, pemantauan, serta pengendalian proyek-proyek besar dan kompleks. CPM muncul terlebih dahulu di tahun 1957 sebagai


(20)

perangkat yang dikembangkan oleh J.E. Kelly dari Remington Rand dan M.R. Walker dari duPont untuk membantu pembangunan dan pemeliharaan pabrik kimia di duPont (Heizer dan Render, 2009).

CPM merupakan metode yang menggunakan satu angka estimasi durasi kegiatan tertentu (deterministik) atau perkiraan waktu (durasi) tunggal untuk setiap aktivitas (Single Duration Estimate). Metode CPM atau dikenal juga dengan metode lintasan kritis, banyak digunakan kalangan industri atau proyek engineering konstruksi. Cara ini digunakan apabila durasi aktivitas dapat diketahui dengan akurat dan tidak terlalu berfluktuasi.

CPM (Critical Path Method) adalah metode penjadwalan proyek yang diaplikasikan dalam bentuk diagram panah dimana dalam diagram ini status aktivitas ditentukan dan digambarkan dalam jaringan kerja (network). Urutan aktivitas yang digambarkan dalam diagram jaringan tersebut menggambarkan ketergantungan suatu aktivitas terhadap aktivitas yang lain, dimana setiap aktivitas memiliki kurun waktu pelaksanaan yang sudah ditentukan (deterministic) (Laksito, 2005).

Pada diagram CPM dapat dilihat secara spesifik bahwa hubungan logika ketergantungan yang dipakai pada semua item pekerjaan yaitu Finish to Start (FS). Begitu juga dengan waktu penyelesaian proyek yang dapat diperkirakan karena dihitung secara matematis. Selain itu pada metode CPM juga dapat dilihat adanya lintasan kritis pada suatu jadwal proyek sehingga apabila terjadi keterlambatan pada pekerjaan proyek, prioritas pekerjaan yang akan dievaluasi menjadi lebih mudah dilakukan. Item-item pekerjaan yang dilalui oleh lintasan kritis tersebut akan diawasi secara ketat agar tidak mengalami keterlambatan karena dapat menyebabkan keterlambatan proyek secara keseluruhan.

Selain kelebihan CPM di atas, ada juga kelemahan pada metode CPM. Hal ini terjadi jika terdapat item aktivitas yang tumpang tindih pada metode CPM suatu proyek dan terdapat item aktivitas yang berulang sehingga penggunaan dummy menjadi berlebihan. Begitu juga bila tedapat hubungan logika ketergantungan Start to Start yang menyebabkan suatu item pekerjaan dibuat dalam beberapa segmen karena dalam metode CPM hanya mengenal hubungan logika ketergantungan Finish to Start (FS) sehingga membuat CPM yang merupakan suatu alat penjadwalan proyek menjadi sulit untuk dimengerti oleh banyak orang.

Pada metode CPM tidak dapat diidentifikasikan tingkat produktifitas aktivitas berulang sehingga tidak dapat mendeteksi inefisiensi penggunaan alokasi sumber daya yang disebabkan oleh berhentinya suatu pekerjaan. Hal ini menyebabkan adanya penambahan sumber daya manusia untuk mengerjakan item


(21)

pekerjaan yang mulai dikerjakan sebelum pekerjaan yang mendahuluinya selesai. Dengan demikian dapat ditunjukkan bahwa CPM tidak dapat mempertahankan kontinuitas tingkat produktifitas aktivitas berulang sehingga terjadi inefisiensi penggunaan alokasi sumber daya akibat terdapatnya penumpukan pekerjaan pada suatu waktu.

2.2.1 Jaringan Kerja CPM (Critical Path Method)

Untuk meningkatkan kualitas perencanaan dan pengendalian dalam menghadapi jumlah aktivitas dan kompleksitas proyek yang cenderung bertambah, salah satu usahanya dengan menggunakan analisis jaringan kerja yang merupakan penyajian perencanaan dan pengendalian khususnya jadwal kegiatan proyek secara analitis dan sistematika. Jaringan kerja ini merupakan jaringan yang terdiri dari serangkaian kegiatan untuk menyelesaikan suatu proyek berdasarkan urutan– urutan dan ketergantungan aktivitas satu dengan aktivitas lainnya.

Untuk menyikapi jaringan proyek secara lengkap, dalam arti siap pakai untuk tugas–tugas perencanaan, menyusun jadwal pekerjaan dan tolak ukur pengendalian, dibutuhkan proses yang panjang dan bertingkat–tingkat. Hal ini diawali dengan teknik membuat jaringan kerja dan diakhiri dengan meningkatkan kualitasnya serta memasukkan faktor–faktor lain. Diantaranya yang terpenting adalah:

1. Model Kegiatan

Kegiatan-kegiatan yang merupakan komponen proyek dan hubungan antara satu dengan yang lainnya disajikan dengan menggunakan tanda-tanda, yaitu:

a. Kegiatan pada anak panah, atau Activity on Arrow (AOA). Kegiatan digambarkan dengan anak panah yang menghubungkan dua lingkaran yang mewakili dua peristiwa. Ekor anak panah adalah awal dan ujungnya adalah akhir kegiatan.

Peristiwa terdahulu Peristiwa berikut nya

Kegiatan Kurun waktu

Gambar 2.1. Kegiatan Activity on Arrow


(22)

b. Kegiatan ditulis dalam kotak atau lingkaran, yang disebut Activity on Node (AON). Anak panah menjelaskan hubungan ketergantungan diantara kegiatan-kegiatan.

Garis Penghubung

Gambar 2.2. Kegiatan Activity on Node 2. Notasi yang digunakan

Untuk memudahkan perhitungan penentuan waktu digunakan notasi–notasi sebagai berikut:

TE = earliest event occurence time, yaitu saat paling cepat terjadinya event. TL = latest event occurence time, yaitu saat paling lama terjadinya event.. ES = earliest activity start time, yaitu saat paling cepat dimulainya aktivitas. EF = earliest activity finish time, yaitu saat paling cepat diselesaikannya aktivitas.

LS = latest activity start time, yaitu saat paling lama dimulainya aktivitas. LF = latest activity finish time, yaitu saat paling lama diselesaikannya aktivitas. t = activity duration time, yaitu waktu yang diperlukan untuk suatu aktivitas (biasa dinyatakan dalam hari).

S = total float / total slack.

3. Asumsi dan cara perhitungan

Dalam melakukan perhitungan penentuan waktu digunakan tiga buah asumsi dasar, yaitu:

a. Proyek hanya memiliki satu initial event dan satu terminal event. b. Saat paling cepat terjadinya initial event adalah hari ke–nol.

c. Saat paling lama terjadinya terminal event adalah TL = TE untuk event ini.

Kegiatan B Kegiatan A


(23)

Adapun cara perhitungan yang harus dilakukan terdiri atas dua cara, yaitu cara perhitungan maju (forward computation) dan perhitungan mundur (backward computation). Pada perhitungan maju, perhitungan bergerak mulai dari initial event menuju ke terminal event. Maksudnya ialah menghitung saat paling cepat terjadinya events dan saat paling cepat dimulainya serta diselesaikannya aktivitas– aktivitas (TE, ES dan EF).

Pada perhitungan mundur, perhitungan bergerak dari terminal event menuju ke initial event. Tujuannya ialah untuk menghitung saat paling lama terjadinya events dan saat paling lama dimulainya dan diselesaikannya aktivitas– aktivitas (TL, LS dan LF). Dengan selesainya kedua perhitungan ini, barulah float dapat dihitung.

2.2.2 Perhitungan Maju

Ada tiga langkah yang dilakukan pada perhitungan maju, yaitu:

1.Saat paling cepat terjadinya initial event ditentukan pada hari ke–nol sehingga untuk initial event berlaku TE = 0. (Asumsi ini tidak benar untuk proyek yang berhubungan dengan proyek–proyek lain.)

2.Jika initial event terjadi pada hari yang ke-nol, maka:

��(,�) = ��() = 0

��(�,�) = ��(�,�) + �(�,�) (2. 1)

��(�,�) = ��(�) + �(�,�) (2. 2)

3. Event yang menggabungkan beberapa aktivitas (merge event).

��(1,�) ��(�2,�) ���(3,�)

Gambar 2.3. Bentuk merge event yang menggabungkan beberapa aktivitas


(24)

Sebuah event hanya dapat terjadi jika aktivitas–aktivitas yang mendahuluinya telah diselesaikan. Maka saat paling cepat terjadinya sebuah event sama dengan nilai terbesar dari saat paling cepat untuk menyelesaikan aktivitas–aktivitas yang berakhir pada event tersebut.

��() = max���(,�),��(,�), … ,��(,�)� (2. 3)

2.2.3 Perhitungan Mundur

Seperti halnya pada perhitungan maju, pada perhitungan mundur juga terdapat tiga langkah yaitu:

1. Pada terminal event berlaku TL = TE.

2. Saat paling lama untuk memulai suatu aktivitas sama dengan saat paling lama untuk menyelesaikan aktivitas itu dikurangi dengan duration aktivitas tersebut.

��= �� − � (2. 4)

��(,�) =����������= �� ; maka

��(�,�) =��( �)− �(�,�) (2. 5)

3. Event yang “mengeluarkan” beberapa aktivitas (burst event).

��(�,�1) ��(�,�2) ��(�,�3)

Gambar 2.4. Bentuk burst event yang mengeluarkan beberapa aktivitas Setiap aktivitas hanya dapat dimulai apabila event yang mendahuluinya telah terjadi. Oleh karena itu, saat paling lama terjadinya sebuah event sama dengan nilai terkecil dari saat–saat paling lama untuk memulai aktivitas–aktivitas yang berpangkal pada event tersebut.


(25)

��( �) = min���(�,�1),��(�,�2), … ,��(�,�)� (2. 6)

2.2.4 Perhitungan Kelonggaran Waktu (F loat atau Slack)

Setelah perhitungan maju dan perhitungan mundur selesai dilakukan, maka berikutnya harus dilakukan perhitungan kelonggaran waktu (float / slack) dari aktivitas (i, j) yang terdiri atas total float dan free float.

Total float adalah jumlah waktu dimana waktu penyelesaian suatu aktivitas dapat diundur tanpa mempengaruhi saat paling cepat dari penyelesaian proyek secara keseluruhan. Karena itu, total float ini dihitung dengan cara mencari selisih antara saat paling lama dimulainya aktivitas dengan saat paling cepat dimulainya aktivitas (LS – ES), atau bisa juga dengan mencari selisih antara saat paling lama diselesaikannya aktivitas dengan saat paling cepat diselesaikannya aktivitas (LF-EF), dalam hal ini cukup dipilih salah satu saja.

Jika akan menggunakan persamaan �=�� − �� , maka total float aktivitas (�,�) adalah :

�(,�) = ��(,�)− ��(,�) (2. 7)

Dari perhitungan mundur diketahui bahwa ��(,) = ��( �)− �(�,�).

Sedangkan dari perhitungan maju ��(,�) = ��( ). Maka:

�(,�) = ��( )− �(,�) − ��( ) (2. 8)

Jika akan menggunakan persamaan �=�� − ��, maka total float aktivitas (�,�) adalah:

�(,�) = ��(,�)− ��(,�) (2. 9)

Dari perhitungan maju diketahui bahwa ��(,) = ��( �)+ �(�,�).

Sedangkan dari perhitungan mundur ��(,�) = ��( ). Maka:

�(�,�) = ��( �)− ��( �)− �(�,�) (2. 10)

Suatu aktivitas yang tidak mempunyai kelonggaran waktu (float) disebut aktivitas kritis, dengan kata lain aktivitas kritis mempunyai S (Float) = 0.


(26)

2.3 Teori Himpunan F uzzy

Pada awal tahun 1965, Lotfi Asker Zadeh, seorang professor di Universitas California di Barkley memberikan sumbangan yang berharga untuk teori pembangunan sistem yaitu teori himpunan fuzzy (samar). Teori ini dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang, antara lain: algoritma kontrol, diagnosa medis, sistem pendukung keputusan, ekonomi, teknik, psikologi, lingkungan, keamanan dan ilmu pengetahuan (Setiadji, 2009).

Klir dan Folger (1988) mengemukakan bahwa himpunan crisp ditegaskan dengan membagi individu ke dalam dua bagian kelompok di dalam semesta pembicaraannya, yaitu: anggota (yang termasuk di dalam himpunan) dan bukan anggota (yang tidak termasuk di dalam himpunan). Kejelasan dan ketidaksamaran yang ada diantara anggota dan bukan anggota dari suatu kelas atau kategori dihadirkan dalam sebuah himpunan crisp.

Lee (2005) mengemukakan bahwa konsep himpunan fuzzy merupakan pengembangan dari sebuah himpunan crisp. Sebuah himpunan semesta � didefinisikan ke dalam suatu semesta pembicaraan dan dimasukkan ke dalam semua kemungkinan elemen–elemen yang berhubungan dengan persoalan yang diberikan. Jika didefinisikan sebuah himpunan � dalam suatu himpunan semesta

�, maka � merupakan himpunan bagian dari �.

� ⊆ �

Dalam kasus ini, dikatakan bahwa himpunan � tersebut termasuk ke dalam himpunan semesta �. Jika �tidak termasuk ke dalam �, hubungan ini dinotasikan sebagai berikut:

� ⊈ �

Definisi (Himpunan Fuzzy) Andaikan adalah himpunan semesta dimana

elemennya dinotasikan sebagai . Maka himpunan fuzzy dinotasikan �̃

dinyatakan sebagai himpunan pasangan terurut.

�̃= {(�,���(�))|� ∈ �} (2. 11)

Derajat keanggotaan dinyatakan dengan suatu bilangan riil dalam selang tertutup [0 , 1]. Dengan perkataan lain derajat keanggotaan dari suatu himpunan fuzzy A� dalam semesta � adalah pemetaan µA� dari � ke selang [0 , 1], yaitu:


(27)

µA�∶ � → [0 , 1]. (2. 12)

Nilai fungsi µA� (�) menyatakan derajat keanggotaan unsur � ∊ � dalam himpunan fuzzy A�. Nilai fungsi sama dengan 1 menyatakan keanggotaan penuh, dan nilai fungsi sama dengan 0 menyatakan sama sekali bukan anggota himpunan fuzzy tersebut (Susilo, 2006).

��(�) =�

1, � ∈ � 0, � ∉ �

(2. 13)

2.4 Bilangan Fuzzy

Definisi (Bilangan Fuzzy) Susilo (2006) Secara formal suatu bilangan fuzzy �̃

didefinisikan sebagai himpunan fuzzy dalam semesta himpunan semua bilangan

riil Ʀ yang memenuhi empat sifat sebagai berikut:

1. �� haruslah himpunan fuzzy yang normal

2. ������������������������������

3. �������������� − ��������ℎ�������������������Ʀ 4. �̃�����ℎ�������

Definisi (Himpunan Fuzzy Normal)

Bector dan Chandra (2005) Andaikan �̃ adalah suatu himpunan fuzzy dalam X.

Tinggi ℎ(�̃) dari suatu himpunan fuzzy �̃ didefinisikan sebagai berikut :

ℎ��̃�= sup∈���(�) (2. 14)

Jika ℎ��̃�= 1,����ℎ�������������̃ dikatakan sebagai himpunan fuzzy

yang normal, akan tetapi dikatakan subnormal apabila 0 <ℎ��̃�< 1, dan

himpunan fuzzy subnormal dapat dijadikan himpunan fuzzy normal dengan cara mendefinisikan ulang fungsi keanggotaan ��(�)/ ℎ��̃� ,� ∈ �.

Definisi (Pendukung Himpunan Fuzzy). Andaikan �̃ adalah sebuah himpunan

fuzzy dalam �. Maka Pendukung �̃, dinotasikan oleh �(�̃), adalah himpunan

crisp yang memuat semua unsur dari semesta yang mempunyai derajat keanggotaan tak nol dalam �̃, yaitu :


(28)

Definisi (� − ���). Andaikan �̃ adalah sebuah himpunan fuzzy dalam dan

� ∈(0,1].

� − �������ℎ�������������̃�����ℎℎ�������������̃������ ∶

�̃� = { � ∈ � ∶ ���(�) ≥ �}. (2. 16)

Definisi (Himpunan Fuzzy Konveks). Suatu himpunan fuzzy

�̃�����Ʀ� dikatakan sebuah himpunan fuzzy yang konveks apabila � − ���

�̃� nya adalah himpunan crisp yang konveks untuk semua �∈(0, 1].

Definisi (Himpunan Fuzzy Terbatas). Suatu himpunan fuzzy �̃�����Ʀ�

dikatakan himpunan fuzzy yang terbatas apabila � − ��� �̃nya adalah

himpunan crisp yang terbatas untuk semua �∈(0, 1].

Bector dan Chandra (2005) mengungkapkan bahwa suatu himpunan fuzzy

�̃ dalam Ʀ� yang konveks dan yang terbatas disebut juga sebagai himpunan fuzzy

konveks dan terbatas. Teorema berikut memberikan sebuah definisi yang ekuivalen dengan himpunan fuzzy konveks.

Teorema 2.1 Suatu himpunan fuzzy �̃�����Ʀ� adalah himpunan fuzzy konveks

jika dan hanya jika untuk semua 1,�2 ∈ Ʀ���� 0≤ � ≤1,

µ��(��1+ (1− �)�2 ) ≥min(µ��(�1),µ��(�2)) (2. 17)

Bukti. Andaikan �̃ adalah himpunan fuzzy konveks berdasarkan definisi.

������ = µ��(�1)≤ µ��(�2). �����1 ∈ �̃ ,�2 ∈ �̃, ��1+ (1− �)�2 ∈ �̃ ���ℎ������������̃�. Oleh karena itu,

µ��(��1+ (1− �)�2 ) ≥ �= min(µ��(�1),µ��(�2)).

Sebaliknya, jika derajat keanggotaan µ�� dari himpunan fuzzy �̃ dipenuhi dalam pertidaksamaan Teorema 1, dengan mengambil � = µ��(�1), �̃ dapat dipandang sebagai himpunan di semua titik �2 yang mana µ��(�2)≥ �=µ��(�1).

Oleh karena untuk semua �1,�2 ∈ �̃ ,

µ��(��1+ (1− �)�2 ) ≥min(µ��(�1),µ��(�2)) = µ��(�1) = �,

yang menyatakan bahwa ��1+ (1− �)�2 ∈ �̃. Oleh karenanya �̃ merupakan himpunan konveks untuk setiap � ∈ (0,1].

Demeulemeester dan Herroelen (2002) mengungkapkan bahwa sebuah bilangan fuzzy �̃ didefinisikan sebagai suatu himpunan fuzzy yang konveks dan


(29)

normal. Derajat keanggotaannya dipetakan dari bilangan riil Ʀ ke interval tertutup

[0,1], yang mana digambarkan sebagai berikut:

(2. 18)

dimana ��� ∶ [�,�] → [0, 1] ������ ∶ [�,�] → [0, 1] .

2.5 Derajat Keanggotaan untuk Durasi Aktivitas (Kegiatan)

Banyak derajat keanggotaan dapat didefinisikan berdasarkan definisi di atas. Dua jenis bilangan fuzzy yang paling populer adalah bilangan fuzzy trapezoidal dan bilangan fuzzy triangular.

Definisi (Bilangan Fuzzy Trapezoidal)

Bector dan Chandra (2005) Suatu bilangan fuzzy dikatakan bilangan fuzzy

trapezoidal jika derajat keanggotaan diberikan sebagai berikut :

(2. 19)

Bilangan fuzzy trapezoidal dinotasikan sebagai quadruplet


(30)

Gambar 2.5. Bilangan Fuzzy Trapezoidal �= ��,�,�,�

Andaikan � = ��,�,�,�� dan �= ��,�,�,�� adalah dua buah bilangan fuzzy trapezoidal, maka operasi aritmetikanya dapat disajikan sebagai berikut :

Operasi Penjumlahan

A (+) B = ( + �, �+ �, � + �, � + ) Operasi Pengurangan

A () B = ( −�, �−�, �−�, �−�)

Demeulemeester dan Herroelen (2002) mengemukakan bahwa bilangan fuzzy triangular merupakan suatu bilangan fuzzy trapezoidal yang khusus (spesial) dengan syarat �= � dan biasanya dinotasikan � = ��,�,�,�� atau � = (�,�,�). Kelebihan dengan menggunakan bilangan fuzzy trapezoidal ataupun bilangan fuzzy triangular, adalah operasi aritmetikanya yang lebih sederhana. Dalam bilangan fuzzy, operator yang digunakan sangat berbeda seperti pada kasus bilangan crisp klasik.

Definisi (Bilangan Fuzzy Triangular)

Bector dan Chandra (2005) Suatu bilangan fuzzy dikatakan bilangan fuzzy


(31)

(2. 20)

Bilangan Fuzzy Triangular yang dinotasikan oleh triplet �= (�,�,�)

memiliki bentuk segitiga seperti berikut :

Gambar 2.6. Bilangan Fuzzy Triangular � = (�,�,�)

Andaikan �= (�,�,�) ����= (�,�,�) adalah dua buah bilangan fuzzy triangular, maka operasi aritmetika disajikan sebagai berikut:

Operasi Penjumlahan

A (+) B = (+ �, a + b, �+ �)

Operasi Pengurangan


(32)

2.6 Peringkat Bilangan Fuzzy

Dalam banyak aplikasi, peringkat bilangan fuzzy adalah komponen penting dari proses pembuatan keputusan. Dalam prakteknya, banyak permasalahan dunia nyata yang membutuhkan penanganan dan pengevaluasian data yang fuzzy untuk membuat suatu keputusan. Untuk mengevaluasi dan membandingkan pilihan alternatif–alternatif yang berbeda, maka perlu memeringkatkan bilangan fuzzy. Dalam penambahannya, konsep optimal atau pilihan terbaik secara lengkap diselesaikan berdasarkan pada pemeringkatan atau perbandingan.

Susilo (2006) mengungkapkan bahwa dalam banyak kejadian, hasil pengukuran terhadap data yang dianalisis seringkali disajikan dalam bentuk bilangan–bilangan fuzzy. Kalau hasil pengukuran tersebut terdiri dari beberapa alternatif yang harus dipilih untuk mengambil suatu keputusan, maka diperlukan cara untuk membandingkan alternatif-alternatif itu. Salah satu cara yang dapat dipakai adalah dengan menyusun peringkat bilangan–bilangan fuzzy yang dibandingkan itu dengan aturan tertentu.

Bilangan–bilangan fuzzy diketahui hanya dapat diurutkan secara parsial sehingga bilangan fuzzy tersebut tidak dapat dibandingkan. Jadi untuk membandingkan bilangan–bilangan fuzzy, terlebih dahulu harus ditransformasikan menjadi bilangan riil yang tegas. Oleh karenanya proses penyusunan peringkat bilangan fuzzy biasanya diawali dengan proses penegasan (defuzzification) yang mengubah bilangan fuzzy menjadi bilangan tegas yang kemudian diurutkan dengan aturan tertentu. Karena ada berbagai metode penegasan yang dapat dipakai, maka pemeringkatan bilangan fuzzy juga sangat bervariasi. Metode penegasan yang berbeda akan menghasilkan pemeringkatan yang berbeda pula untuk bilangan–bilangan fuzzy yang sama.

Dalam literatur terdapat banyak cara yang diusulkan untuk membandingkan bilangan–bilangan fuzzy, masing – masing dengan kelebihan dan kekurangannya. Terdapat 3 cara yang umum digunakan yaitu dengan potongan- �, dengan jarak Hamming dan dengan nilai integral (Susilo, 2006).

2.7 Ukuran Fuzziness Menggunakan Metric Distance

Salah satu ukuran fuzziness dalam suatu bilangan fuzzy adalah berdasarkan konsep metric distance. Adapun untuk ukuran fuzziness (kekaburan) dinyatakan sebagai sebuah indeks kekaburan (index of fuzziness) yang didefinisikan secara terminologi sebagai sebuah metric distance (Hamming distance atau Euclidean


(33)

distance) A untuk setiap himpunan crisp terdekat (crisp sets) C (Klir dan Folger, 1988).

��(�) = 0 ������(�)≤ 12 (2. 21)

��(�) = 1 ������(�) > 12 (2. 22)

Gambar 2.7. Himpunan Fuzzy

Gambar 2.8. Himpunan Fuzzy �′


(34)

Gambar 2.9. Himpunan Fuzzy dan hubungannya pada Himpunan Crisp C Lee (2005) mengemukakan bahwa jika himpunan crisp � didefinisikan dengan selayaknya, maka suatu ukuran fuzziness adalah sebuah distance (jarak) antara himpunan fuzzy dan himpunan crisp �. Untuk ukuran distance, bisa

menggunakan Hamming distance atau Euclidean distance.

2.7.1 Hamming Distance

Andaikan �̃����� merupakan dua buah bilangan fuzzy, maka dengan menggunakan Hammming distance yang disimbolkan dengan � (�̃,��), dapat didefinisikan sebagai berikut:

����, ��� =

�=1,

|

µ

��

(

)

µ

��

(

)|

� ∈� (2. 23)

Hamming distance secara matematis memuat sebagai berikut: 1. � (�,�) ≥0.

2. � (�,�) = � (�,�)(komutatif)

3. � (�,�) ≤ � (�,�) + � (�,�) (transitif)

4. � (�,�) = 0.

Definisi (Hamming distance) Lee (2005) Ukuran fuzziness f(A) dinyatakan sebagai berikut :

(

) =

∈�

|

µ

(

)

µ

(

)|

(2. 24)

2.7.2 Euclidean Distance

Definisi (Euclidean distance) Lee (2005) Jika himpunan crisp C didefinisikan

sedemikian hingga, maka ukuran fuzziness adalah distance (jarak) diantara

himpunan fuzzy A dan himpunan crisp C. Ukuran fuzziness �(�) adalah


(35)

2.8 Metric Distance Rank

Chen dan Cheng (2005) mengusulkan sebuah metode metric distance untuk memeringkatkan bilangan fuzzy.

Andaikan �� dan �� merupakan dua buah bilangan fuzzy yang didefinisikan sebagai berikut:

(2. 26 )

dimana ��� dan ��� adalah nilai mean dari �̃ dan ��. Metric distance diantara �̃ dan �� dapat dihitung sebagai berikut:

(2. 27 )

dimana ����, ����, ����, dan ���� adalah fungsi invers dari ����, ����, ����, dan �� secara berturut-turut.

Jika bilangan fuzzy ��= 0, maka metric distance diantara �̃ dan 0 dihitung sebagai berikut:

(2. 28 )

Nilai yang lebih besar dari ���̃, 0� merupakan peringkat yang lebih baik dari �̃. Menurut Chen dan Cheng (2005) menyatakan bahwa suatu bilangan fuzzy trapezoidal �̃ = (�1,�2,�3,�4) dapat diperkirakan sebagai sebuah bilangan fuzzy simetri � [µ,�], dimana µ dinotasikan sebagai mean dari �̃, dan σ dinotasikan sebagai standar deviasi dari �̃, serta derajat keanggotaan (fungsi keanggotaan) �̃ didefinisikan sebagai berikut:


(36)

(2. 29 )

dimana µ dan � dihitung sebagai berikut:

=

2 (�4−�1)+�3−�2

4 (2. 30 )

µ

=

�1+�2+�3+�4

4 (2. 31)

Jika �2 = �3, maka �̃ menjadi bilangan fuzzy triangular, dimana �̃ = (�1,�2,�4)

dan µ dan σ dapat dihitung sebagai berikut:

=

�4−�1

2 (2. 32 )

µ

=

�1+2�2+�4

4 (2. 33 )

Fungsi invers ���� ������� �������� ������� secara berturut-turut, ditunjukkan sebagai berikut:

���(�) = (µ − �) +� ×� (2. 34 )

���(�) =(µ+ �)− � ×� (2. 35 )

2.9 Formula De-fuzzifikasi dengan Menggunakan Metode Centroid Definisi (Derajat Keanggotaan Bilangan Fuzzy Triangular)


(37)

disebut sebagai sebuah bilangan fuzzy triangular �̃= (�,�,�).

Teorema 2.2 Andaikan �̃= (�,�,�) merupakan bilangan fuzzy triangular, maka:

Centroid����=�+�+�

(2. 36 )

Definisi (Derajat Keanggotaan Bilangan Fuzzy Trapezoidal)

Suatu bilangan fuzzy dengan derajat keanggotaan berbentuk:

disebut sebagai sebuah bilangan fuzzy trapezoidal �̃= (�,�,�,�).

Teorema 2.3 Andaikan �̃= (�,�,�,�) adalah sebuah bilangan fuzzy trapezoidal, maka:

Centroid����= ��

++���−��++���


(38)

BAB 3

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Fuzzy CPM Berdasarkan Metric Distance Rank pada Bilangan Fuzzy

Operasi waktu untuk setiap aktivitas dalam jaringan proyek fuzzy dihadirkan dengan bilangan fuzzy trapezoidal positif. Fuzzy CPM pada dasarnya sama dengan CPM biasa dalam hal Activity On Arrow (AOA) diagram dan dalam perhitungannya, yang membedakannya adalah karakteristik durasi waktu dari setiap aktivitas. Durasi dari aktivitas i ke aktivitas j dinyatakan dalam tiga jenis nilai karakteristik yang berbeda, yaitu: nilai batas bawah, nilai yang paling mungkin, dan nilai batas atas. Adapun nilai batas bawah menyatakan nilai durasi waktu tercepat yang tidak mungkin untuk dapat dilakukan dalam penyelesaian suatu aktivitas, nilai paling mungkin adalah suatu nilai durasi waktu penyelesaian proyek yang paling mungkin terjadi, sedangkan nilai batas atas adalah suatu nilai durasi waktu terlama yang tidak mungkin untuk ditempuh dalam penyelesaian suatu aktivitas. Dalam Fuzzy CPM mengasumsikan bahwa durasi waktu untuk setiap aktivitasnya dinyatakan dalam bilangan fuzzy trapezoidal.

Sama halnya dengan perhitungan CPM biasa, perhitungan maju fuzzy earliest-start times (saat paling cepat dimulainya aktivitas fuzzy) dan fuzzy earliest-finish times (saat paling cepat diselesaikannya aktivitas fuzzy) dapat dihitung sebagai berikut:

��= max

�∈� (�) { ��� ⊕ �̃�} = ���(�) (3. 1)

��(�,�)

= ��

(��,�)⊕ �̃(�,�) (3. 2)

= ���() ⊕ �̃(,) (3. 3)

dimana �� adalah fuzzy earliest-start time (saat paling cepat dimulainya aktivitas fuzzy) dengan ��� = (0, 0, 0, 0) pada node awal �= �, �� adalah fuzzy


(39)

earliest-finish times (saat paling cepat diselesaikannya aktivitas fuzzy) dengan ��� sama dengan waktu terselesaikannya keseluruhan proyek fuzzy yang dapat juga disimbolkan dengan �� pada node akhir �= �,�(�) adalah himpunan predecessors untuk aktivitas i, dan �̃ adalah waktu operasi untuk aktivitas i (Int. Journal of Math. Analysis, 2010).

Perhitungan mundur dilakukan untuk menghitung fuzzy latest - start times (saat paling lama dimulainya aktivitas fuzzy) dan fuzzy latest - finish times (saat paling lama diselesaikannya aktivitas fuzzy).

��� = min∈� (�) {�����̃�} = ������������= ���. (3. 4)

��� = �� � ��̃

� (3. 5)

���(,�) = ���()��̃(,�) (3. 6)

dimana ��� adalah fuzzy latest–finish time (saat paling lama diselesaikannya aktivitas fuzzy) dengan ��� = �� pada node akhir �= �,�� adalah fuzzy latest - start

times (saat paling lama dimulainya aktivitas fuzzy) dan �(�) adalah himpunan

successors untuk aktivitas I (Int. Journal of Math. Analysis, 2010).

Untuk setiap ���,���,���,������ ditentukan untuk aktivitas ke–�, maka fuzzy float time (kelonggaran waktu fuzzy) dapat dihitung sebagai berikut:

��� = ���� ����� (3. 7)

atau

= �� � ���

�� (3. 8)

Menurut Int. Journal of Math. Analysis (2010) perhitungan mundur diketahui bahwa ��(,) = ���(�)��̃(�,�). Sedangkan dari perhitungan maju ��� =

���(�), maka:


(40)

Total kelonggaran waktu aktivitas fuzzy dari semua kemungkinan lintasan adalah:

��(

�) = ∑1≤�<�≤� �(��,�) �,� ∈ ��

(3. 10)

dengan � merupakan banyaknya lintasan ke node k (Information and Management Sciences, 2004).

Dalam Crisp CPM (CPM biasa), aktivitas �dikatakan suatu aktivitas kritis jika float time–nya sama dengan nol. Pada tulisan ini, dijelaskan bahwa naiknya aktivitas kritis berbanding lurus dengan menurunnya fuzzy float time ( kelonggaran waktu fuzzy).

3.2 Algoritma Optimalisasi Penjadwalan Proyek Menggunakan Fuzzy Critical Path Method (Fuzzy CPM) Berdasarkan Metric Distance Rank pada Bilangan Fuzzy

Berdasarkan uraian pada Sub-bab 3.1 maka dapat disimpulkan algoritma penyelesaian Fuzzy Critical Path Method (Fuzzy CPM) berdasarkan Metric Distance Rank pada bilangan fuzzy adalah sebagai berikut:

1. Menunjukkan gambaran dari suatu jaringan proyek dengan durasi waktu aktivitasnya yang fuzzy menggunakan jenis bilangan fuzzy trapezoidal. 2. Menghitung ��� dan �� untuk setiap aktivitas fuzzy, dengan node awal

���� = (0 0 0 0), untuk i = A.

3. Menghitung ��� dan �� untuk setiap aktivitas fuzzy. 4. Menghitung �� untuk setiap aktivitas (i, j).

5. Menemukan semua kemungkinan lintasan dan menghitung total kelonggaran waktu fuzzy dari setiap lintasan.

6. Memeringkatkan total kelonggaran waktu fuzzy dari setiap lintasan menggunakan metric distance rank.


(41)

7. Menemukan lintasan aktivitas fuzzy yang memiliki peringkat paling minimum. Selanjutnya lintasan yang memiliki peringkat paling minimum tersebut dikatakan sebagai suatu lintasan kritis.

8. Menarik kesimpulan.

3.3 Contoh Numerik

Berikut disajikan sebuah contoh numerik yang diambil dari Int. J. Contemp. Math. Sciences, Vol. 5, 2010, no. 20, 953 – 962.

Langkah 1 : Sebuah jaringan proyek dengan durasi waktu aktivitas

menggunakan jenis bilangan fuzzy trapezoidal dihadirkan sebagai berikut:

D A E

B F I

C G H

J

Gambar 3.1. Gambaran dari Suatu Jaringan Proyek Fuzzy

1

3

5

6 4


(42)

Waktu aktivitas fuzzy yang disajikan dalam bentuk bilangan fuzzy trapezoidal dengan satuan waktu yang digunakan adalah bulan, dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 3.1. Keterangan Waktu Setiap Aktivitas Fuzzy

Kode ��������� ����� ���������

����� (�����)

Grafik Derajat Keanggotaan

B 1−2 ( 2, 2, 3, 4)

A 1−3 ( 2, 3, 3, 6)

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

0 1 2 3 4 5

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2


(43)

C 1−5 ( 2, 3, 4, 5)

F 2−4 ( 2, 2, 4, 5)

G 2−5 ( 2, 4, 5, 8)

E 3−4 ( 1, 1, 2, 2)

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

0 1 2 3 4 5 6

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

0 1 2 3 4 5 6

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

0 2 4 6 8 10

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2


(44)

D 3−6 ( 7, 8, 11, 15)

H 4−5 ( 2, 3, 3, 5)

I 4−6 ( 3, 3, 4, 6)

J 5−6 ( 1, 1, 1, 2)

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

0 5 10 15 20

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

0 2 4 6

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2

0 2 4 6 8

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2


(45)

Langkah 2 : Menghitung ��� dan �� untuk setiap aktivitas fuzzy, dengan node awal ��� = (0 0 0 0), untuk i = A. Dengan rumusan sebagai berikut :

��= max

�∈� (�) { ���

�̃

�} = ���(�) ��(�,�)

= ��

(��,�)⊕ �̃(,�)

= ���() ⊕ �̃(,)

Rumusan di atas untuk menghitung saat tercepat dimulainya aktivitas (���) dan saat paling cepat diselesaikannya aktivitas (���) dengan menggunakan perhitungan maju (forward computation).

1. PERHITUNGAN MAJU Untuk aktivitas � − �

Waktu pelaksanaan aktivitas fuzzy 1−2 adalah (2, 2, 3, 4) ℎ���, sehingga saat paling cepat diselesaikannya aktivitas 1−2 adalah (2,2, 3, 4) ℎ��� atau ��(1−2) =

(2,2, 3, 4). Karena aktivitas 1 adalah satu–satunya aktivitas yang memasuki node

2, maka saat paling cepat terjadinya event node 2 juga (2,2, 3, 4) atau ���(2) = (2,2, 3, 4).

���� = max∈� () { ���� ⊕ �̃�} = ���() ��1 = max

�∈� (�) { ��2

�̃ 2}

��1� = max∈� () { (0, 0, 0, 0) ⊕ (2,2, 3, 4)}

��1� = max∈� () { (2,2, 3, 4)}


(46)

Sedangkan saat paling cepat diselesaikannya aktivitas (���) untuk aktivitas 1 – 2 dihadirkan sebagai berikut:

��(�,�)

= ��

(��,�)⊕ �̃(�,�)

= ���() ⊕ �̃(,)

��(1−2)

= ��

(�1−2) ⊕ �̃(1−2) =���(1) ⊕ �̃(1−2)

= (0, 0, 0, 0) ⊕ (2,2, 3, 4) = (2,2, 3, 4).

Untuk aktivitas � − �

Sama halnya seperti aktivitas 1−2, waktu pelaksanaan aktivitas fuzzy 1−3

adalah (2, 3,3, 6) ℎ���, sehingga saat paling cepat diselesaikannya aktivitas 1−3

adalah (2, 3,3, 6) ℎ��� atau ��(1−3) = (2,3, 3, 6). Karena aktivitas 1 adalah satu – satunya aktivitas yang memasuki node 3, maka saat paling cepat terjadinya event node 3 juga (2,3, 3, 6) atau ���(3) = (2, 3, 3, 6).

��= max

�∈� (�) { ���

�̃

�} = ���(�) ��1� = max∈� () { ��3� ⊕ �̃3}

��1� = max∈� () { (0, 0, 0, 0) ⊕ (2, 3, 3, 6)}

��1� = max∈� () { (2, 3, 3, 6)}


(47)

Sedangkan saat paling cepat diselesaikannya aktivitas (���) untuk aktivitas 1 – 3 dihadirkan sebagai berikut:

��(�,�)

= ��

(��,�)⊕ �̃(�,�)

= ���() ⊕ �̃(,)

��(1−3)

= ��

(�1−3) ⊕ �̃(1−3) =���(1) ⊕ �̃(1−3)

= (0, 0, 0, 0) ⊕ (2, 3, 3, 6)

= (2, 3, 3, 6).

Untuk aktivitas � − �

Untuk mengisi node 5 harus berhati – hati karena node 5 merupakan suatu merge event.

��= max

�∈� (�) { ���

�̃

�} = ���(�) ��1� = max∈� () { ��5� ⊕ �̃5}

��1� = max∈� ()����1−2� ⊕ �̃2−5�; ���1−5� ⊕ �̃1−5�; ���3−4� ⊕ �̃4−5��

��1� = max∈� ()��(2, 2, 3, 4) ⊕ (2, 4, 5, 8)�; �(0, 0, 0, 0)

⊕ (2, 3, 4, 5)�; �(4, 4, 7, 9) ⊕ (2, 3, 3, 5)�� ��1� = max∈� () { (4, 6, 8, 12); (2, 3, 4, 5); (6, 7, 10, 14)}

��1 = max


(48)

��1� = max∈� (){(4, 6, 8, 12); (6, 7, 10, 14)}

���(5) = (6, 7, 10, 14).

Sedangkan saat paling cepat diselesaikannya aktivitas (���) untuk aktivitas 1 – 5 dihadirkan sebagai berikut:

��(�,�)

= ��

(��,�)⊕ �̃(�,�)

= ���() ⊕ �̃(,)

��(1−5)

= ��

(�1−5) ⊕ �̃(1−5) =���(1) ⊕ �̃(1−5)

= (0, 0, 0, 0) ⊕ (2, 3, 4, 5)

= (2, 3, 4, 5).

Untuk aktivitas � − �

��= max

�∈� (�) { ���

�̃

�} = ���(�) ��2� = max∈� () { ��4� ⊕ �̃4}

��2� = max∈� ()����1−2� ⊕ �̃2−4�; ���1−3� ⊕ �̃3−4��

��2� = max∈� ()��(2, 2, 3, 4) ⊕ (2, 2, 4, 5)�; �(2, 3, 3, 6) ⊕ (1, 1, 2, 2)��

��2� = max∈� () { (4, 4, 7, 9); (3, 4, 5, 8)}


(49)

Sedangkan saat paling cepat diselesaikannya aktivitas (���) untuk aktivitas 2 – 4 dihadirkan sebagai berikut:

��(�,�)

= ��

(��,�)⊕ �̃(�,�)

= ���() ⊕ �̃(,)

��(2−4)

= ��

(�2−4) ⊕ �̃(2−4) =���(2) ⊕ �̃(2−4)

= (2, 2, 3, 4) ⊕ (2, 2, 4, 5)

= (4, 4, 7, 9).

Untuk aktivitas � − �

��= max

�∈� (�) { ���

�̃

�} = ���(�) ��2� = max∈� () { ��5� ⊕ �̃5}

��2� = max∈� ()����1−2� ⊕ �̃2−5�; ���1−5� ⊕ �̃1−5�; ���3−4� ⊕ �̃4−5��

��2� = max∈� ()��(2, 2, 3, 4) ⊕ (2, 4, 5, 8)�; �(0, 0, 0, 0)

⊕ (2, 3, 4, 5)�; �(4, 4, 7, 9) ⊕ (2, 3, 3, 5)�� ��2� = max∈� () { (4, 6, 8, 12); (2, 3, 4, 5); (6, 7, 10, 14)}

��2� = max∈� () { �(4, 6, 8, 12); (2, 3, 4, 5)�; (6, 7, 10, 14)}

��2� = max∈� (){(4, 6, 8, 12); (6, 7, 10, 14)}


(50)

Sedangkan saat paling cepat diselesaikannya aktivitas (���) untuk aktivitas 2 – 5 dihadirkan sebagai berikut:

��(�,�)

= ��

(��,�)⊕ �̃(�,�)

= ���() ⊕ �̃(,)

��(2−5)

= ��

(�2−5) ⊕ �̃(2−5) =���(2) ⊕ �̃(2−5)

= (2, 2, 3, 4) ⊕ (2, 4, 5, 8)

= (4, 6, 8, 12).

Untuk aktivitas � − �

���� = max∈� () { ���� ⊕ �̃�} = ���(�) ��3� = max∈� () { ��4� ⊕ �̃4}

��3� = max∈� ()����1−2� ⊕ �̃2−4�; ���1−3� ⊕ �̃3−4��

��3� = max∈� ()��(2, 2, 3, 4) ⊕ (2, 2, 4, 5)�; �(2, 3, 3, 6) ⊕ (1, 1, 2, 2)��

��3� = max∈� () { (4, 4, 7, 9); (3, 4, 5, 8)}

���(4) = (4, 4, 7, 9).

Sedangkan saat paling cepat diselesaikannya aktivitas (���) untuk aktivitas 3 – 4 dihadirkan sebagai berikut:

��(,�)

= ��


(51)

= ���() ⊕ �̃(,�) ��(3−4)

= ��

(�3−4) ⊕ �̃(3−4) =���(3) ⊕ �̃(3−4)

= (2, 3, 3, 6) ⊕ (1, 1, 2, 2)

= (3, 4, 5, 8).

Untuk aktivitas � − �

��= max

�∈� (�) { ���

�̃

�} = ���(�) ��3� = max∈� () { ��6� ⊕ �̃6}

��3� = max∈� ()����1−3� ⊕ �̃3−6�; ���1−5� ⊕ �̃5−6�; ���2−4� ⊕ �̃4−6��

��3� = max∈� ()��(2, 3, 3, 6) ⊕ (7, 8, 11, 15)�; �(6, 7, 10, 14)

⊕ (1, 1, 1, 2)�; �(4, 4, 7, 9) ⊕ (3, 3, 4, 6)�� ��3 = max

�∈� (�) { (9, 11, 14, 21); (7, 8, 11, 16); (7, 7, 11, 15)}

��3� = max∈� () { �(9, 11, 14, 21); (7, 8, 11, 16)�; (7, 7, 11, 15)}

��3� = max∈� (){(9, 11, 14, 21); (7, 7, 11, 15)}

���(6) = (9, 11, 14, 21).

Sedangkan saat paling cepat diselesaikannya aktivitas (���) untuk aktivitas 3 – 6 dihadirkan sebagai berikut :


(52)

��(,�)

= ��

(��,�)⊕ �̃(�,�)

= ���() ⊕ �̃(,)

��(3−6)

= ��

(�3−6) ⊕ �̃(3−6) =���(3) ⊕ �̃(3−6)

= (2, 3, 3, 6) ⊕ (7, 8, 11, 15)

= (9, 11, 14, 21).

Untuk aktivitas � − �

��= max

�∈� (�) { ���

�̃

�} = ���(�) ��4� = max∈� () { ��5� ⊕ �̃5}

��4� = max∈� ()����1−2� ⊕ �̃2−5�; ���1−5� ⊕ �̃1−5�; ���3−4� ⊕ �̃4−5��

��4� = max∈� ()��(2, 2, 3, 4) ⊕ (2, 4, 5, 8)�; �(0, 0, 0, 0)

⊕ (2, 3, 4, 5)�; �(4, 4, 7, 9) ⊕ (2, 3, 3, 5)�� ��4� = max�∈� (�) { (4, 6, 8, 12); (2, 3, 4, 5); (6, 7, 10, 14)} ��4� = max∈� () { �(4, 6, 8, 12); (2, 3, 4, 5)�; (6, 7, 10, 14)}

��4� = max∈� (){(4, 6, 8, 12); (6, 7, 10, 14)}

���(4) = (6, 7, 10, 14).

Sedangkan saat paling cepat diselesaikannya aktivitas (���) untuk aktivitas 4 – 5 dihadirkan sebagai berikut:


(53)

��(,�)

= ��

(��,�)⊕ �̃(�,�)

= ���() ⊕ �̃(,)

��(4−5)

= ��

(�4−5) ⊕ �̃(4−5) =���(4) ⊕ �̃(4−5)

= (4, 4, 7, 9) ⊕ (2, 3, 3, 5)

= (6, 7, 10, 14).

Untuk aktivitas � − �

��= max

�∈� (�) { ���

�̃

�} = ���(�) ��4� = max∈� () { ��6� ⊕ �̃6}

��4� = max∈� ()����1−3� ⊕ �̃3−6�; ���1−5� ⊕ �̃5−6�; ���2−4� ⊕ �̃4−6��

��4� = max∈� ()��(2, 3, 3, 6) ⊕ (7, 8, 11, 15)�; �(6, 7, 10, 14)

⊕ (1, 1, 1, 2)�; �(4, 4, 7, 9) ⊕ (3, 3, 4, 6)�� ��4� = max∈� () { (9, 11, 14, 21); (7, 8, 11, 16); (7, 7, 11, 15)}

��4� = max∈� () { �(9, 11, 14, 21); (7, 8, 11, 16)�; (7, 7, 11, 15)}

��4� = max∈� (){(9, 11, 14, 21); (7, 7, 11, 15)}

���(6) = (9, 11, 14, 21).

Sedangkan saat paling cepat diselesaikannya aktivitas (���) untuk aktivitas 4 – 6 dihadirkan sebagai berikut:


(54)

��(,�)

= ��

(��,�)⊕ �̃(�,�)

= ���() ⊕ �̃(,)

��(4−6)

= ��

(�4−6) ⊕ �̃(4−6) =���(4) ⊕ �̃(4−6)

= (4, 4, 7, 9) ⊕ (3, 3, 4, 6)

= (7, 7, 11, 15).

Untuk aktivitas � − �

��= max

�∈� (�) { ���

�̃

�} = ���(�) ��5� = max∈� () { ��6� ⊕ �̃6}

��5� = max∈� ()����1−3� ⊕ �̃3−6�; ���1−5� ⊕ �̃5−6�; ���2−4� ⊕ �̃4−6��

��5� = max∈� ()��(2, 3, 3, 6) ⊕ (7, 8, 11, 15)�; �(6, 7, 10, 14)

⊕ (1, 1, 1, 2)�; �(4, 4, 7, 9) ⊕ (3, 3, 4, 6)�� ��5� = max∈� () { (9, 11, 14, 21); (7, 8, 11, 16); (7, 7, 11, 15)}

��5� = max∈� () { �(9, 11, 14, 21); (7, 8, 11, 16)�; (7, 7, 11, 15)}

��5� = max∈� (){(9, 11, 14, 21); (7, 7, 11, 15)}

���(6) = (9, 11, 14, 21).

Sedangkan saat paling cepat diselesaikannya aktivitas (���) untuk aktivitas 5 – 6 dihadirkan sebagai berikut:


(55)

��(,�)

= ��

(��,�)⊕ �̃(�,�)

= ���() ⊕ �̃(,)

��(5−6)

= ��

(�5−6) ⊕ �̃(5−6) =���(5) ⊕ �̃(5−6)

= (6, 7, 10, 14) ⊕ (1, 1, 1, 2)

= (7, 8 11, 16).

Langkah 3 : Menghitung ��� dan ��� untuk setiap aktivitas fuzzy, dengan rumusan sebagai berikut:

��� = min∈� (�) {��� ��̃�} = ������������= ���. ��� = ��

� ��̃

���(,�) = ���()��̃(,�)

Rumusan di atas untuk menghitung saat paling lama diselesaikannya aktivitas

fuzzy (��) dan saat paling lama dimulainya aktivitas fuzzy (��� ) dengan

menggunakan perhitungan mundur (backward computation).

2. PERHITUNGAN MUNDUR Untuk aktivitas � − �

Dari hasil perhitungan maju diperoleh ���(6) = (9, 11, 14, 21), sehingga dengan sendirinya ���(6) = (9, 11, 14, 21).

��� = min

�∈� (�){ ���

�̃


(56)

���5 = min

�∈� (�) { ��6

�̃ 6}

���5 = min

�∈� (�) { (9, 11, 14, 21)� (1, 1, 1, 2)} ���5 = min

�∈� (�) { (7, 10, 13, 20)}

���5 = (7, 10, 13, 20).

Sedangkan saat paling lama dimulainya aktivitas fuzzy (���) untuk aktivitas

5−6 dihadirkan sebagai berikut:

���(�,�) = ���()��̃(,�) ���(5−6) = ���(6)��̃(5−6)

���(5−6) = (9, 11, 14, 21)� (1, 1, 1, 2) ���(5−6) = (7, 10, 13, 20).

Untuk aktivitas � − �

��� = min

�∈� (�){ ���

�̃ �}

���4 = min

�∈� (�) { ��6

�̃ 6}

���4 = min

�∈� (�)����4−6

��̃

4−6�; ���5−6� ��̃4−5��

���4 = min

�∈� (�)��(19, 11, 14, 21) � (3, 3, 4, 6)�; �(7, 10, 13, 20) � (2, 3, 3, 5)�� ���4 = min

�∈� (�) { (13, 7, 11, 18) ; (2, 7, 10, 18)}


(57)

Sedangkan saat paling lama dimulainya aktivitas fuzzy (���) untuk aktivitas

4−6 dihadirkan sebagai berikut:

���(�,�) = ���(�)��̃(�,�) ���(4−6) = ���(6)��̃(4−6)

���(4−6) = (9, 11, 14, 21)� (3, 3, 4, 6) ���(4−6) = (3, 7, 11, 18).

Untuk aktivitas � − �

��� = min

�∈� (�) {���

�̃ �}

���3 = min

�∈� (�) { ��6

�̃ 6}

���3 = min

�∈� (�)����3−6

��̃

3−6�; ���4−6� ��̃3−4��

���3 = min

�∈� (�)��(9, 11, 14, 21) � (7, 8, 11, 15)�; �(2, 7, 10, 18) � (1, 1, 2, 2)�� ���3 = min

�∈� (�) { (−6, 0, 6, 14) ; (0, 5, 9, 17)} ��3� = (−6, 0, 6, 14).

Sedangkan saat paling lama dimulainya aktivitas fuzzy (���) untuk aktivitas

3−6 dihadirkan sebagai berikut:

���(�,�) = ���(�)��̃(�,�) ���(3−6) = ���(6)��̃(3−6)


(1)

0, � ≤9

�−9

11−9

=

�−9

2 9 <� ≤11

µ�� (�) = 1, 11≤ � ≤14

21−� 21−14

=

21−�

7 14 <� ≤21

0, � ≥21

dimana batasan waktu 9 <� ≤11 menyatakan waktu penyelesaian proyek yang berkisar antara 9 sampai 11 bulan merupakan nilai batasan bawah durasi waktu tercepat yang tidak mungkin untuk dapat dilakukan dalam penyelesaian aktivitas-aktivitas proyek, begitu juga dengan batasan waktu 14 <� ≤ 21 menyatakan waktu penyelesaian proyek yang berkisar antara 14 sampai 21 bulan merupakan nilai batasan atas durasi waktu terlama yang tidak mungkin untuk ditempuh dalam penyelesaian aktivitas proyek.

Maka waktu yang paling mungkin digunakan untuk menyelesaikan keseluruhan aktivitas proyek jika dilihat dalam grafik derajat keanggotaannya adalah nilai batasan waktu antara 11≤ � ≤14 yang memiliki derajat keanggotaan sama dengan 1 (derajat keanggotaan penuh) yaitu waktu yang berkisar antara 11 sampai 14 bulan.

Distribusi Posibilitas (Distribusi Nilai Kemungkinan)

Himpunan Fuzzy �̃ didefinisikan dalam sebuah semesta pembicaraan � dan setiap elemennya berada di dalam himpunan semesta yang memiliki derajat keanggotaan dalam interval tertutup [0, 1] pada himpunan �.

���(�) > 0 ������ ∈ � dan 0 ������������.

Derajat keanggotaan ��� dapat didefinisikan sebagai sebuah fungsi distribusi posibilitas pada himpunan � dalam semesta pembicaraan �. Nilai posibilitas elemen � dinotasikan dengan ���(�) dan nilai posibilitasnya didefinisikan dalam himpunan fuzzy .


(2)

Diketahui bahwa distribusi probabilitas � didefinisikan dalam suatu semesta pembicaraan � dan penjumlahan dari probabilitasnya harus sama dengan 1. Sementara itu, distribusi posibilitas juga didefinisikan dalam suatu semesta pembicaraan �, tetapi tidak ada batasan dalam penjumlahannya.

Derajat keanggotaan dinyatakan dengan suatu bilangan riil dalam interval tertutup [0, 1]. Dengan perkataan lain, derajat keanggotaan dari suatu himpunan fuzzy �̃ dalam semesta � adalah pemetaan ���(�) dari � ke interval tertutup [0, 1]. Sehingga dari persoalan di atas, nilai posibilitas yang diperoleh adalah:

�̃= �(9; 0 ), (10; 0,5 ), (11; 1 ), (12; 1 ), (13; 1 ), (14; 1 ), (15; 0,9 ), (16; 0,7 ), (17; 0,6 ), (18; 0,4 ), (19; 0,3 ), (20; 0,1 ), (21; 0 )�

Disimpulkan dari hasil perolehan tersebut derajat keanggotaan sama dengan 1 merupakan suatu derajat keanggotaan penuh atau memiliki nilai posibilitas (nilai kemungkinan) yang tinggi, artinya kemungkinan waktu terselesaikannya keseluruhan aktivitas proyek tersebut terdapat pada nilai � yang memiliki dejat keanggotaan sama dengan 1. Derajat keanggotaan yang memiliki nilai semakin jauh dari 1, maka nilai posibilitasnya rendah artinya nilai tersebut tidak mungkin diambil sebagai waktu penyelesaian keseluruhan aktivitas proyek.


(3)

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN

Dari studi literatur ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Penerapan Fuzzy Critical Path Method dalam penjadwalan suatu proyek dengan durasi waktu aktivitas yang fuzzy pada dasarnya mirip dengan Critical Path Method (CPM) biasa atau sering disebut juga dengan Crisp CPM dalam hal menggunakan diagram Activity On Arrow (AOA) dan juga pada perhitungannya, yang membedakannya adalah karakteristik dari durasi waktu aktivitasnya. Durasi waktu terdiri dari nilai batas bawah, nilai paling mungkin, dan nilai batas atas yang didefinisikan sebagai bilangan fuzzy.

2. Lintasan kritis diperoleh dari hasil pemeringkatan total kelonggaran waktu dari setiap kemungkinan lintasan aktivitas dengan menggunakan metric distance rank pada Euclidean distance.

3. Pemeringkatan total kelonggaran waktu aktivitas fuzzy untuk mendapatkan lintasan kritis dalam suatu jaringan proyek dengan menggunakan Fuzzy Critical Path Method Berdasarkan Metric Distance Rank diperoleh hasil perhitungan yang lebih mudah dipahami, lebih efektif dalam menentukan aktivitas kritis dan menemukan lintasan kritis.

4. Perbandingan dalam menemukan suatu lintasan kritis dengan menggunakan Fuzzy Critical Path Method Berdasarkan Metric Distance Rank dan dengan menggunakan pendekatan Centroid Formula adalah jika dalam pemeringkatan Metric Distance Rank lintasan kritis merupakan lintasan yang memiliki nilai peringkat paling minimum, maka di dalam pendekatan Centroid Formula lintasan kritis adalah suatu lintasan yang


(4)

memiliki aktivitas-aktivitas dengan total kelonggaran waktunya sama dengan nol (merupakan suatu aktivitas kritis).

5. Jika terdapat overlap (lag dan lead) dalam hubungan antar aktivitasnya, maka metode ini tidak efektif digunakan.

4.2 SARAN

1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut bagi pembaca yang berminat untuk menggunakan metode penjadwalan lainnya jika hubungan antar aktivitasnya terdapat overlap (lag dan lead).

2. Penelitian yang dilakukan sebatas untuk aktivitas yang tidak memiliki aktivitas/ kegiatan dummy di dalamnya, dapat dikembangkan penelitian jika terdapat aktivitas dummy di dalam suatu jaringan proyek dengan menggunakan jenis bilangan fuzzy sebagai durasi waktu aktivitasnya. 3. Penelitian yang dilakukan sebatas pemeringkatan bilangan fuzzy

berdasarkan metric distance rank, untuk selanjutnya dapat dikembangkan dengan menggunakan metode pemeringkatan bilangan fuzzy lainnya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Bector dan Chandra. 2005. Fuzzy Mathematical Programming and Fuzzy Matrix Games. Springer. Germany.

Chen, L. S., Cheng, C. H. 2005. Selecting IS Personnel Using Ranking Fuzzy Number by Metric Distance Method, European Journal of Operational Research. 160 (3): 803-820.

Demeulemeester, E. L., Herroelen, W. S. 2002. Project Scheduling A Research Handbook. Kluwer Academic Publishers. United States of America.

Dimyati, T. dan Dimyati, A. 1999. Operation Research Model-Model Pengambilan Keputusan. Sinar Baru Algesindo. Bandung.

Heizer, J., Render, B. 2009. Operations Management Manajemen Operasi. Salemba Empat. Jakarta.

Klir, G. J., Folger, T. A. 1988. Fuzzy Sets, Uncertainty, and Information. Prentice-Hall. United States of America.

Laksito, B. 2005. Studi Komparatif Penjadwalan Proyek Konstruksi Repetitif Menggunakan Metode Penjadwalan Berulang (RSM) dan Metode Diagram Preseden (PDM). Media Teknik Sipil. Surakarta.

Lee, K. H. 2005. First Course on Fuzzy Theory and Applications. Springer. Berlin.

Setiadji. 2009. Himpunan & Logika Samar - Serta Aplikasinya. Cetakan Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta.


(6)

Shankar, N. R., Sireesha, V., Rao, K. S. and Vani, N. 2010. Fuzzy Critical Path Method Based on Metric Distance Ranking of Fuzzy Numbers, International Journal of Math. 4: 995-1006.

Shankar, N. R., Sireesha, V., and Rao, P. B. 2010. An Analytical Method for Finding Critical Path in a Fuzzy Project Network, International J. Contemp. Math. Sciences. 5: 953-962.

Sireesha, V., Rao, K. S., Shankar, N. R. and Babu, S. S. 2012. Critical path analysis in the network with fuzzy interval numbers as activity times, International Journal of Engineering Science and Technology (IJEST). 4: 823-832.

Soeharto, I. 1997. Manajemen Proyek dari Konseptual sampai Operasional. Erlangga. Jakarta.

Susilo, F. 2006. Himpunan dan Logika Kabur serta Aplikasinya. Graha Ilmu. Yogyakarta.