IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS KARAKTER MELALUI MODEL PROBLEM SOLVING DAN PROBLEM BASED LEARNING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS KARAKTER MELALUI MODEL PROBLEM SOLVING DAN PROBLEM BASED LEARNING
TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA
Aditya Prasetya(1), I Dewa Putu Nyeneng(2), Abdurrahman(3)
(1) Mahasiswa Pendidikan Fisika FKIP Unila adityaprasetya@hotmail.co.id (2) Dosen Pendidikan Fisika FKIP Unila
idewaputunyeneng@yahoo.com (3) Dosen Pendidikan Fisika FKIP Unila
abe@unila.ac.id
ABSTRACT
Character education essentially noble will change the attitude and interest of students towards better. There are many kind learning model s wich able to develop the positive character of students, among them are Problem Solving and Problem BasedLlearning models. This research aims to know the models of learning are more effective for increasing outcomes of the students with an emphasis on the development of students ' character, between Problem Solving or Problem Based Learning. Design experiments on this research, using the form Pre Experimental Design with One-Group Pretest-Posttest of type design. In the testing of hypotheses using a Paired Sample T Test and Independent Sample T Test. Based on total score the student s development character during the learning process which is done by teachers and friend peers students obtainable that the average value of problem solving class is 8.51 with the details of as many as 25 students (83%) categorized the character developments began experiencing positive (developed) and 5 students (17%) have a prominent character (widespread). This is lower than that of the problem based learning is 10.40 with 30 students (100 %) has been having a prominent character (widespread). Based on accumulative values assessment score is N-gain obtained the development attitude of students in the problem solving class is 0.05 (low category), and while in the problem based learning class is -0.15 (low category) that indicates decreasing of the students attitude development. While for the students interest devolepment, N-gain average value score on the problem solving class is -0.04 (low category) that indicates the presence of a decrease in students interest and on the problem based leaning class is 0.23 (low category) but has increasing of the students interest development.
(2)
Keywords: The development of character, Attitude, Interest,Problem Solving,
Problem Based Learning.
PENDAHULUAN
Pendidikan karakter hakikatnya ingin membentuk individu menjadi seorang pribadi bermoral yang dapat menghayati kebebasan dan tanggung jawabnya, dalam berelasi dengan orang lain dan dunianya di dalam komunitas pendidikan. Komunitas pendidikan ini bisa memiliki cakupan lokal, nasional, maupun internasional (antar negara), yang nantinya ber-ujung pada pembentukan manusia yang paripurna disetiap komunitas dimana manusia itu berada. Dalam konteks dunia internasional maupun regional (negara).
Berbicara masalah bangsa Indo-nesia dan pendidikannya pastinya kita bisa melihaat kenyataan yang menun-jukan bahwa perkembangan bangsa Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini mengarah kepada peruba-han yang bersifar regresif mundur terutama dalam bidang etika dan moral (akhlak). Perubahan bangsa baik yang mengarah kepada ke-majuan (progresif) maupun yang mengarah kepada kemunduran (regresif) merupakan masalah yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan penyelengaraan pendidikan, baik formal, maupun informal. Pendidik yang handal, profesional dan berdaya saing tinggi,
serta memiliki karakter yang kuat dan cerdas merupakan modal dasar dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas yang mampu mencetak sumberdaya manusia yang berkarak-ter, cerdas dan bermoral tinggi.
Dengan demikian, pendidikan karakter senantiasa mengarahkan diri pada pembentukan individu ber-moral, cakap mengambil keputusan yang tampil dalam perilakunya, seka-ligus mampu berperan aktif dalam membangun kehidupan bersama. Singkatnya, bagaimana membentuk individu yang menghargai kearifan nilai-nilai lokal sekaligus menjadi warganegara dalam masyarakat glo-bal dengan berbagai macam nilai yang menyertainya.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rang-ka mencerdasrang-kan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya po-tensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3 UU nas). Berdasarkan kutipan UU Sisdik-nas tersebut, 5 dari 8 potensi peserta
(3)
didik yang ingin dikembangkan ternyata lebih dekat dengan karakter.
Namun, tidak bisa dipungkiri untuk menjalankan pendidikan karakter dengan sepenuhnya sesuai dengan tujuannya bukanlah suatu hal yang mudah. Dalam mengimplemen-tasikan pendidikan karakter dalam dunia pendidikan harus ada metode pembelajaran yang sesuai dan efektif untuk menjadi pendekatan penguatan karakter itu sendiri.
Terdapat beberapa model pembelajaran yang mampu mengem-bangkan karakter positif dari siswa diantaranya adalah model Problem Solving (PS) dan Problem Based Learning (PBL). PS dan PBL adalah model pembelajaran yang mengede-pankan masalah sebagai titik poin pembelajarannya. Hal ini dapat memi-cu siswa untuk dapat lebih mengem-bangkan karakter pribadi dengan menggunakan permasalahan yang dia hadapi sebagai proses proses pembe-lajaran yang berujung pada peningka-tan perkembangan karakter personal individu tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari setiap individu pastinya pernah meng-hadapi masalah-masalah. Bahkan da-pat dikatakan orang yang tidak mempunyai masalahlah dalam hidup-nya adalah individu yang bermasalah. Oleh karena itu, dalam pengem-bangan karakter seseorang, permasa-lahan yang dia hadapi dapat menjadi proses kedewasaan berpikir yang berujung pada pengembangan karak-terdirinya sendiri.
Problem solving adalah model pembelajaran yang menemukan masalah dan memecahkanya ber-dasarkan data dan informasi dari pe-ngamatan yang akurat, sehingga da-pat mencapai kesimpulan dan dada-pat diambil solusi atas permasalahan itu dengan tepat. Analisis pemecahan masalah yang komperhensif merupa-kan titik temerupa-kan pendekatan pem-belajaran model ini, yang diawali de-ngan identifikasi masalah, kemudian diteruskan ke tahapan sintesis, dan terjadi penganalisaan yang men-dalam, yang didalamnya ada pemilah-an seluruh masalah sehingga dapat mencapai tindakan aplikatif berupa solusi atas permasalahan yang terjadi. Sedangkan, Problem Based Learning merupakan model pembela-jaran yang menggunakan masalah se-bagai langkah awal dalam mengum-pulkan dan mengintegrasikan penge-tahuan baru. Dengan menggunakan
PBL sebagai model pembelajaran siswa akan dengan sendirinya membi-na kemampuan berpikir secara kritis secara kontinu, yang berkaitan de-ngan ide yang dihasilkan serta yang akan dilakukan sehingga juga ber-ujung pada peningkatan karakter yang semula diharapkan.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa baik pembelajar-an menggunakpembelajar-an model PS maupun
PBL dapat meningkatkan perkem-bangan karakter positif siswa dimana sisi intelektual (ide) maupun kete-rampilan softskill (kognitif), ps ikomo-torik dan afektif (sikap) dapat
(4)
terbangun menjadi lebih baik secara kese-luruhan.
Masing-masing memiliki karak-teristik dan sintaks pembelajaran yang mengarah pada peningkatan perkembangan karakter siswa. Na-mun mengajar fisika menggunakan model PS dan PBL bukanlah suatu perkara yang mudah. Strategi-strategi pembelajaran dalam model-model pembelajaran tersebut bukan meru-pakan suatu proses yang mengandung langkah tetap melainkan memiliki proses yang dinamis.
Selain itu, secara teoritisPS dan
PBL juga memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Pada kenyataannya, guru-guru masih be-lum mampu menerapkan strategi pembelajaran tersebut di kelas untuk meningkatkan pekembangan karakter siswa. Salah satu faktor penyebabnya adalah masih minimnya pengetahuan guru terhadap berbagai macam stra-tegi pembelajaran baru sehingga guru juga belum mengetahui strategi pem-belajaran mana yang lebih efektif untuk meningkatkan perkembangan karakter siswa ke arah yang lebih baik.
Bertitik tolak dari latar bela-kang tersebut, maka penelitian ini pun dilakukan bertujuan untuk me-ngetahui model pembelajaran mana yang lebih efektif untuk mening-katkan hasil belajar siswa dengan juga mengutamakan perkembangan karak-ter siswa pada makarak-teri pelajaran fisika dengan judul Implementasi Pem-belajaran Berbasis Karakter Melalui
Model Problem Solving dan Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa .
Berdasarkan uraian tersebut, penelitian dilakukan untuk menjawab pertanyaan: (1) Apakah terjadi peni-ngkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan model PS berbasis karakter?; (2) Apakah terjadi pening-katan hasil belajar siswa dengan me-nggunakan modelPBLberbasis karak-ter?; (3) Apakah terdapat perbedaan hasil belajar antara modelPS dan PBL
berbasis karakter?
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah un-tuk mengetahui: (1) Peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran fisika dengan model pembelajaran PS
berbasis karakter; (2) Peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran fisika dengan model pembelajaran
PBL berbasis karakter; (3) Model pembelajaran yang lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa diantara model pembelajaran
PSdanPBLberbasis karakter. METODE PENELITIAN
Populasi penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas X SMA Negeri 2 Bandar Lampung dengan sampel 2 kelas, pada semester genap Tahun Pelajaran 2011/2012. Teknik peng-ambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling. Sampel yang digunakan adalah kelas X RSBI 1 sebagai Kelom-pok eksperimen 1 dan kelas X RSBI 2 sebagai kelompok eksperimen 2.
(5)
Desain eksperimen pada peneli-tian ini menggunakan bentuk Pre-Eksperimental Design dengan tipe
One-Group Pretest-Posttest Design. Pada desaign ini, terdapat pretest
sebelum diberi perlakuan dan post-test setelah diberi perlakuan. Dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat, karena dapat membandingkan keadaan sebelum diberi perlakuan dengan sesudah diberi perlakuan. Pada penelitian ini siswa yang menjadi sampel penelitian dianggap memiliki kemampuan yang relatif sama dan siswa mendapatkan materi pelajaran yang sama.
Pada penelitian ini terdapat tiga bentuk variabel yaitu variabel bebas, variable intervening dan variabel terikat. Variabel bebas dalam pene litian ini adalah pembelajaran meng-gunakan model pembelajaran PS
berbasis karakter (X1) danPBL berba-sis karakter (X2), dengan variabel intervening adalah perilaku berka-rakter, sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar siswa aspek afektif pada pembelajaranPS(Y1) dan aspek afektif pada pembelajaran padaPBL(Y2).
Instrumen untuk mengukur hasil belajar (afektif) siswa adalah berbentuk angket sikap dan minat siswa. Tes ini digunakan pada saat
pretest dan posttest dengan jumlah sebanyak 10 butir pertanyaan. Sedangkan untuk mengukur perkem-bangan perilaku berkarakter siswa digunakan penilaian guru dengan
bobot penilaian sebesar 70% dan dengan teman sejawat (peer assessment) dengan bobot penilaian 30% yang dilakukan tiap pertemuan.
HASIL PENELITIAN
Penelitian pembelajaran suhu dan kalor dengan sub pokok bahasan asas black ini mulai dilaksanakan pada tanggal 18 Mei 2012 di SMA Negeri 2 Bandar Lampung. Proses pembelajar-an berlpembelajar-angsung selama 3 kali tatap muka dengan alokasi waktu 2x45 menit setiap pertemuan pada setiap kelas eksperimen. Hasil yang diper-oleh dari penelitian ini berupa data kuantitatif (kompetensi afektif dan perilaku berkarakter) yang selanjut-nya diolah dengan menggunakan SPSS versi 16.
A. Hasil Uji Instrument
Sebelum dilakukan pengum-pulan data mengenai perilaku ber-karakter dan kompetensi afektif siswa (sikap dan minat), dilakukan uji coba instrumen angket kompetensi afektif siswa yang meliputi angket sikap dan siswa pada kelas di luar sampel, tetapi masih dalam satu populasi. Adapun jumlah responden uji coba angket adalah 30 siswa. Uji coba ini dilaksa-nakan untuk mengetahui validitas tiap-tiap butir soal dan reliabilitas instrumen tersebut. Adapun hasil dari uji validitas dan reliabilitas tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Angket Sikap Siswa (a) Uji Validitas
Uji validitas soal diolah menggu-nakan program SPSS 16. Dengan N =
(6)
30 dan = 0,05 maka adalah 0,361. Dari hasil uji validitas dapat dilihat bahwa untuk setiap instrumen
pretestmaupunposttestnilaiPearson Correlation le- bih besar dari oleh karena itu semua instrumen valid.
(b) Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas yang dilakukan diambil dari 30 koresponden dengan jumlah soal sebanyak 10 butir. Relia-bilitas soal dilakukan dengan menggu-nakan program SPSS 16.0. Berdasar-kan hasil uji reliabilitas dapat dilihat bahwa nilai Cronbach's Alphasebesar 0,960 untuk angket pretest dan 0,81 untuk posttest . Ini berarti item-item soal bersifat sangat reliabel dan dapat digunakan sebab nilai Cronbach's Alpha> 0,6.
(2) Angket Minat Siswa (a) Uji Validitas
Uji validitas soal diolah menggu-nakan program SPSS 16.0. Dengan N = 30 dan = 0,05 maka adalah 0,361. Dari hasil uji validitas dapat dilihat bahwa untuk setiap instrumen
pretestmaupunposttestnilaiPearson Correlation lebih besar dari
oleh karena itu semua instrumen valid.
(b) Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas yang dilakukan diambil dari 30 koresponden dengan jumlah soal sebanyak 10 butir. Reliabilitas soal dilakukan dengan menggunakan program SPSS 16.
Berdasarkan hasil uji reliabilitas dapat dilihat bahwa nilai Cronbach's Alpha
sebesar 0,819 untuk angket pretest
dan 0,843 untuk posttest . Ini berarti item-item soal bersifat sangat reliabel dan dapat digunakan sebab nilai
Cronbach's Alpha> 0,6. B. Data Kuantitatif
(1) Data Aspek Kompetensi Afektif Data aspek kompetensi ini di ambil dari masing-masing kelas de-ngan jumlah siswa pada kelasProblem Solving (PS) sebanyak 30 siswa dan pada kelas Problem Based Learning (PBL) sebanyak 30 siswa. Data kompetensi afektif diperoleh dengan cara memberikan pretest pada awal pembelajaran danposttestpada akhir pembelajaran yang terdiri dari data sikap dan minat. Data aspek kompetensi afektif diperoleh dari pengisian angket. Untuk angket sikap dan minat terdiri dari 10 item soal. Adapun data perkembangan sikap dan minat setiap kelas dapat dilihat sebagai berikut :
(a) Perkembangan Sikap Siswa Dari hasil angket yang diberikan didapat data skor total angket sikap pada setiap kelas yang ditampilkan dalam Tabel 1 di bawah ini.
(b) Perkembangan Minat Siswa Dari hasil angket yang diberikan didapat data skor total angket sikap pada setiap kelas yang ditampilkan dalam Tabel 2 sebagai berikut.
(7)
Tabel 1. Ringkasan data skor total angket sikap
No Parameter KelasPS KelasPBL
Pretest Post Test Pretest Post Test
1 Jumlah Siswa 30 30 30 30
2 Rata-rata 31,33 32,13 32,90 31,83
3 Nilai Tertinggi 39 40 41 39
4 Nilai Terendah 22 20 18 25
5 Rata-rataGain 0,80 -1,07
6 Rata-rataN Gain 0,05 -0,15
Tabel 2. Ringkasan data skor total angket minat
No Parameter KelasPS KelasPBL
Pretest Post Test Pretest Post Test
1 Jumlah Siswa 30 30 30 30
2 Rata-rata 30,50 30,83 29,53 34,37
3 Nilai Tertinggi 39 40 37 43
4 Nilai Terendah 19 20 18 19
5 Rata-rataGain 0,33 4,83
6 Rata-rataN Gain -0,04 0,23
(2) Data Aspek Perilaku Berkarakter Data aspek perilaku berkarakter diperoleh dari pengamatan perilaku berkarakter siswa selama pembelajar-an berlpembelajar-angsung dalam kelas problem solving dan problem based learning. Penilaian perilaku berkarakter siswa selama proses pembelajaran dilaku-kan dengan menggunadilaku-kan lembar penilaian dengan beberapa sikap yaitu kejujuran, kerjasama (kepedu-lian) dan tanggung jawab. Skala peni-laian yang digunakan adalah: 1 =
be-lum terlihat, 2 = mulai terlihat,3 = mu-lai berkembang dan 4 = membudaya. Selain guru, siswa juga diberi kesempatan untuk menilai teman-temannya (peer assessment). Penen-tuan skor total dilakukan dengan cara mengambil persentase 70% penilaian dari guru dan 30% penilaian dari siswa. Data skor total penilaian perilaku berkarakter dapat dilihat pada kelas problem solving dan
problem based learningdalam Tabel 3 dibawah ini.
Tabel 3. Ringkasan data skor total perkembangan perilaku berkarakter
No Parameter Kelas Eksperimen
PS PBL
1 Jumlah Siswa 30 30
2 Rata-rata 8,51 10,40
3 Nilai Tertinggi 9,60 11,57
(8)
C. Hasil Uji Normalitas Angket Sikap Minat dan Penilaian Perilaku Berkarakter
Hasil uji normalitas pada data angket sikap skor pretest dan
posttest, angket minat skor pretest
dan posttest, dan penilaian perilaku berkarakter ditampilkan pada tabel 4, 5 dan 6 sebagai berikut :
Berdasarkan tabel 4 dan 5 dapat di-ketahui bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) pada data pretest maupun
posttest yang diperoleh lebih dari 0,05. Hal tersebut juga terjadi pada tabel 6 dimana nilai Asymp. Sig.
(2-tailed) pada data kelas PS dan PBL
yang diperoleh lebih dari 0,05. Hal ini berarti data data tersebut berdistri-busi normal.
D. Hasil Uji Paired Sample T Test Pada Perkembangan Sikap dan Minat Siswa
Setelah melakukan uji
norma-litas skor pretest dan posttest dari kedua kelas eksperimen tersebut, selanjutnya dilakukan pengujian dua sampel berhubungan menggunakan
Paired Sample T Test untuk menge-tahui ada tidaknya perbedaan
rata-Tabel 4. Hasil uji normalitas skorpretestdanposttestangket sikap
No Parameter KelasPS KelasPBL
Pretest Posttest Pretest Posttest
1 Jumlah Siswa 30 30 30 30
2 Rata-rata 31,33 32,13 32,90 31,83
3 Nilai Tertinggi 39 40 41 39
4 Nilai Terendah 22 20 18 25
5
Asymp. Sig
(2-tailed) 0,63 0,55 0,44 0,62
Tabel 5. Hasil uji normalitas skorpretestdanposttestangket minat
No Parameter KelasPS KelasPBL
Pretest Posttest Pretest Posttest
1 Jumlah Siswa 30 30 30 30
2 Rata-rata 30,50 30,83 29,53 34,47
3 Nilai Tertinggi 39 40 37 43
4 Nilai Terendah 19 20 18 19
5
Asymp. Sig
(2-tailed) 0,73 0,50 0,81 0,96
Tabel 6. Hasil uji normalitas penilaian perilaku berkarakter
No Parameter Kelas Eksperimen
PS PBL
1 Jumlah Siswa 30 30
2 Rata-rata 8,51 10,40
3 Nilai Tertinggi 9,60 11,57
4 Nilai Terendah 7,23 9,90
5
Asymp. Sig
(9)
Tabel 7. Hasil ujipaired sample t testperkembangan sikap siswa
KelasPS KelasPBL
Mean -0,800 1,067
T -2,017 1,212
Df 29 29
Sig. (2-tailed) 0,053 0,235
rata perkembangan sikap dan minat siswa sebelum dan sesudah dilakukan pembelajaran pada masing-masing kelas eksperimen. Adapun yang diuji adalah nilai pretest dan posttest dari masing-masing kelas eksperimen. Hasil data yang diperoleh disajikan dalam data Tabel 7.
Dari hasil analisis data uji 2 sampel berhubungan pada Tabel 9, dengan menggunakan uji Paired Sample T Test diketahui bahwa pada kelas PS dan PBL nilai sig. (2-tailed)
adalah 0,053 untuk kelas problem solvingdan 0,023 untuk kelasproblem based learning. Dengan menggunakan nilai df sebesar 29 di kedua kelas maka dapat dicari nilai = 5% : 2 = 2,5 % (uji 2 sisi) didapat nilai ttabel sebesar 2,045.
Pada kelas problem solving
dengan nilai sig. (2-tailed) lebih dari 0,05 yaitu sebesar 0,053. Sedangkan berdasarkan Tabel di atas didapat
ni-lai thitung sebesar -2,017 dan nilai ttabel
sebesar 2,045. Hasil uji tersebut baik berdasarkan nilai signifikansi maupun perbandingan thitung menunjukkan bahwa H0 diterima karena nilai -ttabel
< thitung < ttabel(-2,045< -2,017 < 2,045)
dan signifikansi (0,053 >0,05) sehing-ga kesimpulan dari hasil uji tersebut adalah tidak terdapat perbedaan rata-rata perkembangan sikap siswa sebelum dan sesudah pembelajaran fisika dengan problem solving.
Sedangkan, pada kelas problem based learning dengan nilai sig. (2-tailed) lebih dari 0,05 yaitu sebesar 0,235. Sedangkan berdasarkan tabel 9 diatas didapat nilai thitung sebesar 1,212 dan nilai ttabel sebesar 2,045. Hasil uji tersebut baik berdasarkan nilai signifikansi maupun
perbandi-ngan thitung menunjukkan bahwa H0
diterima karena nilai -ttabel< thitung <
tabel
t (-2,045 < -2,017 < 2,045) dan signifikansi (0,235 >0,05) sehingga ke-simpulan dari hasil uji tersebut adalah tidak terdapat perbedaan rata-rata perkembangan sikap siswa sebelum dan sesudah pembelajaran fisika denganproblem based learning.
Adapun untuk melihat apakah ada perkembangan minat sebelum dan sesudah perlakuan dapat memperhatikan Tabel 8, dari hasil
(10)
Tabel 8. Hasil ujipaired sample t testperkembangan minat siswa
Kelas PS Kelas PBL
Mean -0,333 -4,833
T -0,265 -5,009
Df 29 29
Sig. (2-tailed) 0,793 0,043
analisis data uji 2 sampel berhu-bungan pada Tabel 8, dengan meng-gunakan uji Paired Sample T Test
diketahui bahwa pada kelas PS dan
PBL nilai sig. (2-tailed) adalah 0,793 untuk kelasproblem solvingdan 0,043 untuk kelasproblem based learning.
Pada kelasproblem solving nilai
dengan sig. (2-tailed) lebih dari 0,05 yaitu sebesar 0,793. Sedangkan ber-dasarkan tabel 14 di atas didapat nilai
hitung
t sebesar -0,265 dan nilai ttabel
sebesar 2,045. Hasil uji tersebut baik berdasarkan nilai signifikansi maupun perbandingan thitung menunjukkan bahwa H0 diterima karena nilai -ttabel
< thitung < ttabel(-2,045< -0,265 < 2,045)
dan signifikansi (0,793 >0,05) sehing-ga kesimpulan dari hasil uji tersebut adalah tidak terdapat perbedaan rata-rata perkembangan minat siswa sebe-lum dan sesudah pembelajaran fisika dengan problem solving.
Sedangkan, pada kelas problem based learning nilai sig. (2-tailed)
kurang dari 0,05 yaitu sebesar 0,043. Sedangkan berdasarkan tabel 10 di atas didapat nilai thitung sebesar -5,009 dan nilai ttabel sebesar 2,045. Hasil uji
tersebut baik berdasarkan nilai signifikansi maupun perbandingan
hitung
t menunjukkan bahwa H0
ditolak karena nilai - thitung < -ttabel (-5, 045< -2,045) dan signifikansi (0,043 < 0,05) sehingga kesimpulan dari hasil uji tersebut adalah terdapat
per-bedaan rata-rata perkembangan minat siswa sebelum dan sesudah pembelajaran fisika dengan problem based learning.
E. Hasil Uji Independent Sample T Test Pada Perkembangan Sikap, Minat dan Perilaku Berkarakter Siswa
Uji t test (Independent Sample T Test) dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata perkembangan sikap, minat dan ka-rakter siswa antara kelas eksperimen
PS dan PBL. Untuk menguji sikap dan minat yang diuji adalah perbedaan rerata N-gain dari masing-masing ke-las eksperimen. Sedangkan untuk menguji perilaku berkarakter siswa yang diuji adalah perbedaan nilai akumulatif proses pengamatan yang dilakukan oleh guru peneliti dan teman sejawat siswa (peer assesment)
(11)
setiap pertemuan. Adapun hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut :
(1) Perbedaan Perkembangan Sikap Siswa
Hasil uji Independent Sample T Test perkembangan sikap siswa antara kelas PBL dan PS ditampilkan pada Tabel 9.
Berdasarkan Tabel 9, nilai signi-fikansi pada uji F adalah 26,450 lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima dan dapat disimpulkan bahwa varian kelompok kelas PS dan PBL adalah sama. Dengan ini penggunaan uji t menggunakan Equal Variances Assumed. Setelah diketahui bahwa varian kedua kelas sama, kemudian dilakukan uji t. Hasil yang diperoleh dari uji t adalah nilai thitung Equal Variances Assumed seperti yang tertera pada tabel di atas sebesar -2,971 sedangkan nilai ttabel pada = 5% : 2 = 2,5 % (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) sebesar 58 adalah 2,002. Nilai -thitung < -ttabel
(-2,971 < -2,002) dan signifikansi
(0,004 < 0,05) maka dapat disim-pulkan H0 ditolak.
Berdasarkan hasil pengujian tersebut, maka dapat diartikan bahwa ada perbedaan rata-rata N-gain
perkembangan sikap siswa kelas PS
dengan rata-rata N-gain perkem-bangan sikap siswa kelas PBL. Nilai
hitung
t yang bernilai negatif menunjuk-an bahwa rata-rata kelas eksperimen 1 (PBL) lebih rendah daripada rata-rata kelas eksperimen 2 (PS). Hal ini berarti perkembangan siswaPS lebih tinggi dibandingkan siswa PBL. Dengan rata-rata N-Gain perkem-bangan sikap PS sebesar 0,047 diban-dingkan kelasPBLsebesar -0,147.
(2) Perbedaan Perkembangan Minat Siswa
Hasil uji Independent Sample T Testperkembangan minat siswa anta-ra kelasPBLdan PS ditampilkan pada Tabel 10.Berdasarkan tabel 10, nilai signifikansi pada uji F adalah 5,927 lebih besar dari 0,05, maka H0
diterima dan dapat disimpulkan
Tabel 9. Hasil ujiindependent sample t testperkembangan sikap siswa Gain
Equal Variances Assumed
Equal Variances Not Assumed
Levene's Test For F 26,450
Equality Of Variances
Sig 0,000
t-test for equality T -2,971 -2,971
of Means Df 58 34,523
Sig
(12)
bahwa varian kelompok kelas PS dan
PBLadalah sama. Dengan ini penggu-naan uji t menggunakan Equal Variances Assumed.
Setelah diketahui bahwa varian kedua kelas sama, maka dilakukan uji t. Maka didapatkan nilai thitung Equal Variances Assumed pada tabel di atas sebesar 3,333 sedangkan nilai ttabel
pada = 5% : 2 = 2,5 % (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) sebe-sar 58 adalah 2,002. Nilai thitung > ttabel
(3,333 < 2,002) dan signifikansi (0,001 < 0,05) maka disimpulkan bahwa H0
ditolak.
Berdasarkan hasil pengujian ter-sebut, maka dapat diartikan bahwa ada perbedaan rata-rata N-gain
perkembangan minat siswa kelas PS
dengan rata-rata N-gain perkem-bangan minat siswa kelas PBL. Nilai
hitung
t positif, berarti rata-rata kelas eksperimen 1 (PBL) lebih tinggi dari-pada kelas eksperimen 2 (PS). Artinya, perkembangan minat siswa PBL lebih tinggi dibandingkan siswa PS. Dengan
rata-rata N-Gain perkembangan
mi-nat PBL sebesar 0,229 dibandingkan kelasPSsebesar -0,042.
(3) Perbedaan Perkembangan Peri-laku Berkarakter Siswa
Hasil uji Independent Sample T Test perkembangan perilaku berka-rakter siswa antara kelas PBL dan PS
ditampilkan pada Tabel 13. Berdasar-kan Tabel 11, nilai signifiBerdasar-kansi pada uji F adalah 1,351 lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima dan dapat disimpulkan bahwa varian kelompok kelas PS dan PBL adalah sama. Dengan ini penggunaan uji t menggunakan Equal Variances Assumed. Setelah diketahui bahwa varian kedua kelas sama, kemudian dilakukan uji t. Didapatkan Nilai thitung Equal Variances Assumed pada tabel di atas sebesar 15,688 sedangkan nilai
tabel
t pada = 5% : 2 = 2,5 % (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) sebesar 58 adalah 2,002. Nilai thitung >
tabel
t (15,688 > 2,002) dan signifikansi (0,000 < 0,05) maka H0 ditolak.
Tabel 10. Hasil ujiindependent sample t testperkembangan minat siswa Gain
Equal Variances Assumed
Equal Variances Not Assumed
Levene's Test For F 5,927
Equality Of Variances
Sig 0,018
t-test for equality T 3,333 3,333
of Means Df 58 48,606
Sig
(13)
Berdasarkan hasil pengujian tersebut, maka dapat diartikan bahwa ada perbedaan rata-rata perkembang-an perilaku berkarakter siswa kelasPS
dengan rata-rata perkembangan perilaku berkarakter siswa kelas PBL. Nilai thitung positif, berarti rata-rata perkembangan peri- laku berkarakter siswa kelas ekspe- rimen 1 (PBL) lebih tinggi daripada rata-rata perkembangan perilaku ber- karakter siswa kelas eksperimen 2 (PS). Artinya, perkembangan perilaku berkarakter siswa PBL lebih tinggi dibandingkan siswa PS. Dengan rata-rata perkembangan karakter PBL
sebesar 10,40 dibandingkan kelas PS
sebesar 8,51.
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Perilaku Berka-rakter
Dari hasil rata-rata akumulatif nilai perkembangan karakter siswa didapatkan grafik perbedaan perkem-bangan perilaku berkarakter sebagai-mana terlihat pada Gambar 1. Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa rata-rata perkembangan karakter kelas
problem based learning (PBL) lebih besar dibandingkan dengan perkembangan karakter kelas
problem solving (PS). Dengan perbe-daan sebagai berikut; kelas problem solving dengan rata-rata perkem-bangan karakter siswa sebesar 8,51 (mulai berkembang) dengan perincian sebanyak 25 siswa (83%) berkategori mulai berkembang, dan 5 siswa (17%) dengan kategori telah memiliki karakter yang menonjolkan (membu-daya). Sedangkan, untuk kelas PBL
dengan rata-rata perkembangan ka-rakter siswa sebesar 10,41 berkate-gori telah membudaya, yang 30 siswa (100%) mengalami karakter yang menonjol untuk terus berkembang.
Adapun perbedaan perkemban-gan karakter siswa berdasarkan kategorinya dapat dilihat dalam Gambar 2. Dari Gambar 2 dan hasil uji t test menggunakan ujiindependent t test maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan karakter siswa yang lebih menonjol dialami dengan menggunakan model pembelajaran
PBLdibandingkan modelPS. Gambar 1. Grafik perbedaan perkembangan perilaku berkarakter
Tabel 10. Hasil ujiindependent sample t testperkembanganPerilaku berkarakter siswa Gain
Equal Variances Assumed
Equal Variances Not Assumed
Levene's Test For F 1,351
Equality Of Variances
Sig 0,250
t-test for equality T 15,688 15,688
of Means Df 58 54,155
Sig
(14)
0 2 4 6 8 10 12 Model Pembelajaran 8.51 10.4 S ko r R a ta -R a ta P e rke m b a n g a n P e ri la ku B e rka ra kt e r Problem Solving Problem Based Learning
0 5 10 15 20 25 30
Problem Solving Problem Based Learning 25 5 30 Ju m a la h S is w a Model Pembelajaran Mulai Berkembang Membudaya
Hal ini dapat terjadi dikarenakan pada pembelajaran menggunakan model PBL siswa diminta untuk melibatkan seluruh kemampuan yang ada dalam diri siswa untuk dapat memecahkan masalah secara berke-lompok sehingga setiap aspek kerja yang meli- batkan individu-idividu siswa dapat lebih mengena bagi perkembangan karakter mereka, terlebih dalam 3 aspek ini, yaitu kejujuran, kerjasama (kepedulian) dan tanggung jawab. Hal ini disejalan dengan pendapat Kurniya (2009) yang menyatakan PBL bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan
kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan menguasai keteram-pilan-keterampilan, baik keterampilan intelektual, sosial maupun fisik yang akan berguna nanti dalam kehidupan bermasyarakat.
Hal ini pun diperkuat oleh pendapat Syaodih (2010) yang me-nyatakan kegiatan pembelajaran kelompok memberikan hasil yang le-bih baik dalam pengembangan kete-rampilan sosial karena banyak mem-berikan kesempatan bagi siswa untuk berlatih keterampilan sosial, hingga berujung pada peningkata karakter individu siswa kearah yang lebih baik. Gambar 1. Grafik perbedaan perkembangan perilaku berkarakter
(15)
B. Perkembangan Ranah Afektif (1) Perkembangan Sikap
Berdasarkan hasil analisis pada uji
Paired Sample T Test diketahui bahwa pada kelas problem solving tidak ada perbedaaan yang significant antara sikap siswa sebelum diberikan perlakuan dan sesudah perlakuan. Walaupun terlihat bahwa dari nilai
mean (rata-rata) sikap siswa lebih besar posttest dibandingkan dengan
pretest.
Hal yang sama pun terjadi pada kelas problem based learning dimana tidak terjadinya perbedaaan yang
significantantara sikap siswa sebelum diberikan perlakuan dan sesudah perlakuan. Akan tetapi jika dilihat dari perbedaan mean, terjadi perbedaan. Dimana adanya penurunan nilai mean
yang terjadi antara sebelum dengan
sesudah perlakuan. Dengan nilai
mean sebelum perlakuan adalah sebesar 32,90 dan mean sesudah perlakuan adalah 31,83.
Ketiadaan perubahan perkem-bangan sikap sebelum dan sesudah
yang pada kedua kelas menunjukan bahwa pembelajaran dengan meng-gunakan model problem solving dan
problem based learning tidak ber-pengaruh secara significant terhadap perubahan sikap siswa. Akan tetapi jika melihat dari skor rata-rata perkembangan siswa dapat dilihat bahwa ada sedikit perubahan kearah lebih baik jika menggunakan model pembelajaran problem solving.
Sedangkan pada pembelajaran menggunakan model problem based learning terjadi perubahan kearah negatif atau terjadi penurunan nilai rata-rata (mean) skor total perkembangan sikap siswa. Adapun perbedaan dari perkembangan sikap sebelum dan sesudah perlakuan didua kelas yang berbeda tersebut dapat digambarkan dalam Gambar 3.
Sedangkan, berdasarkan hasil analisis pada uji Independent Sample T Testmaka dapat disimpulkan bahwa rata-rata perkembangan sikap siswa dengan PS lebih tinggi dibandingkan
30.5 31 31.5 32 32.5 33
Problem Solving Problem Based Learning 31.33 32.9 32.13 31.83 R e ra ta N il a i S ko r T o ta l Model Pembelajaran Pre Test Post Test
(16)
rata-rata perkembangan sikap siswa denganPBL.
Perbedaan nilai rata-rata per-kembangan sikap pada masing masing kelas eksperimen terkait fase-fase pembelajaran dari kedua kelas tersebut. Fase-fase Problem Solving
meliputi: (1) Mendefinisikan masalah secara tepat, (2) menentukan sumber dan akar penyebab dari suatu masa-lah, (3) membuat solusi yang efektif, (4) mengambil kesimpulan. Sedang-kan fase-fase pembelajaran Problem Based Learning meliputi: (1) orientasi siswa terhadap masalah, (2) mengor-ganisasikan siswa untuk belajar, (3) membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, (4) mengembang-kan dan menyajimengembang-kan hasil karya, (5) menganalisis dan mengevaluasi pro-ses pemecahan masalah (6) mengam-bil kesimpulan. Perbedaan fase dari kedua pembelajaran tersebut menye-babkan perbedaan nilai rata-rata perkembangan sikap siswa. Faktor utama yang menyebabkan rata-rata perkembangan sikap siswa kelas PS
lebih tinggi daripada kelas PBLkarena fase pembelajaran pada kelasPSlebih mudah dalam menarik kesimpulan disebabkan karena tahapan pembe-lajaran yang singkat dan berujung pada peningkatan perkembangan si-kap siswa terhadap kegiatan pem-belajaran.
Hal lain yang tidak kalah pen-tingnya yang juga menjadi penyebab perbedaan rata-rata perkembangan sikap siswa kedua kelas eksperimen tersebut adalah kurangnya
konsen-trasi siswa-siswa pada kelas PBL saat melakukan sesi review dan post test
pada pertemuan ke-3. Hal ini di-sebabkan kondisi pikiran siswa yang lelah dan sudah tidak fokus pada pembelajaran yang dilakukan pada sa-at itu. Kurangnya konsentrasi tersebut berpengaruh terhadap hasil posttest
yang mengukur perkembangan sikap siswa. Seperti dikatakan oleh Hamalik (2001:33), salah satu faktor belajar adalah faktor fisiologis, kondisi siswa yang belajar sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran. Badan yang lemah, lelah akan menyebabkan perhatian tak mungkin akan mela-kukan kegiatan belajar yang sem-purna.
Lain halnya dengan kelasPSpada saat pengukuran perkembangan sikap, siswa-siswa pada kelas ini sangat bersemangat mengikuti sesi
review dan posttest pada pertemuan ke-3 karena pada jam belajar sebelumnya, siswa hanya belajar biasa tidak melakukan hafalan atau olahraga yang menyebabkan siswa kelelahan. Sehingga hasil posttest
siswa pada kelas PS mengalami kenaikan.
(2) Perkembangan Minat
Berdasarkan hasil analisis pada uji
Paired Sample T Testdiketahui bahwa pada kelas problem solved tidak ada perbedaaan yang significant antara minat siswa sebelum diberikan perla-kuan dan sesudah perlaperla-kuan. Walau-pun terlihat bahwa dari nilai mean
(17)
posttest dibandingkan dengan pre-test. Dimana nilai mean skortotal
posttest sebesar 30,83 dari nilai pre-testadalah 30,50 tetapi hal ini secara umum tidak dapat menyimpulkan bahwa adanya perbedaan signifiant sebelum perlakuan dan sudah diberi-kan perlakuan.
Akan tetapi, hal yang berbeda terjadi pada kelas problem based learning dimana terdapat perbe-daaan rata-rata perkembangan minat antara siswa sebelum diberikan perla-kuan dan sesudah perlaperla-kuan. Dengan nilai mean sebelum perlakuan adalah sebesar 29,53 dan men sesudah perlakuan naik menjadi 34,37. Ada-pun perbedaan dari nilai rata-rata (mean) perkembangan minat siswa sebelum dan sesudah perlakuan didua kelas yang berbeda tersebut dapat digambarkan dalam grafik berikut :
Sedangkan pada kelas PBL, diketahui rerata N-gain sebesar 0,23 (kategori rendah), dengan rincian: 2
siswa (7 %) mengalami penurunan minat, 1 siswa (3 %) tidak mengalami perubahan mibat (tetap) dan 27 siswa (92 %) mengalami kenaikan minat. Dengan kenaikan skor rata-rata minat siswa sebesar 9,67 %.
Memang pada dasarnya baik dikelas PS maupun PBL perkembang-an minat siswa cenderung naik, na-mun kenaikan yang cukup siginificant lebih dialami oleh pembelajaran menggunakan model PBL. Hal ini terjadi dikarenakan pada model PBL
dalam sintaks pembelajarannya ditun-tut untuk menonjokan hasil karya nyata yang berhubungan dengan pemecahan atas masalah yang dihadapi. Metode ini dapat kembali membangkitkan motivasi siswa untuk semakin tertarik terhadap pembela-jaran fisika. Hal ini senada dengan Arikunto (2010:133) bahwa ada
be-berapa macam cara yang dapat guru lakukan untuk membangkitkan minat siswa yaitu menghubungkan bahan
27 28 29 30 31 32 33 34 35
Problem Solving Problem Based Learning 30.5 29.53 30.83 34.37 R e ra ta N il a i S ko r T o ta l Model Pembelajaran Pre Test Post Test
(18)
pelajaran yang diberikan dengan per-soalan pengalaman yang dimiliki sis-wa, sehingga siswa mudah menerima bahan pelajaran dan memberikan ke-sempatan kepada siswa untuk men-dapatkan hasil belajar yang baik dengan cara menyediakan lingkungan belajar yang kreatif dan kondusif. Kedua hal ini terdapat dalam sintaks pembelajaran modelPBL.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: (1) Rata-rata perilaku berka-rakter siswa kelas X SMAN 2 Bandar Lampung pada pembelajaran fisika menggunakan pembelajaran Problem Based Learning dengan rata (10,40), 100% siswa telah mengalami peruba-han karakter yang membudaya, lebih tinggi dibandingkan dengan pembela-jaran Problem Solving (8,51) dengan 95 % siwa mengalami perubahan karakter membudaya; (2) Tidak terda-pat perbedaan perkembangan rata-rata yang significant pada sikap siswa sebelum dilakukan pembelajaran dan sesudah dilakukan pembelajaran ke-las X SMAN 2 Bandar Lampung pada pembelajaran fisika dengan Problem Solving dan Problem Based Learning; (3) Perolehan skor N-gain rata-rata perkembangan sikap pada kelas
Problem Solving sebesar 0,05 (kate-gori rendah) dan kelasProblem Based Learning sebesar -0,15 (kategori rendah) mengindikasikan bahwa
Problem Solving lebih efektif diguna-kan sebagai upaya untuk
meningkat-kan perkembangan sikap siswa dalam pembelajaran; (4) Terdapat perbe-daan perkembangan rata-rata yang significant pada minat siswa sebelum dilakukan pembelajaran dan sesudah dilakukan pembelajaran kelas X SMAN 2 Bandar Lampung pada pembelajar-an fisika hpembelajar-anya pada pembelajarpembelajar-an kelas Problem Based Learning; (5) Perolehan skor N-gain rata-rata perkembangan minat siswa pada ke-las Problem Solving sebesar -0,04 (kategori rendah) dan kelas Problem Based Learningsebesar 0,23 (kategori rendah) mengindikasikan bahwa
Problem Based Learning lebih efektif digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan minat siswa dalam pembelajaran.
Berdasarkan kesimpulan di atas disarankan sebagai berikut: (1) Pem-belajaran berbasis masalah dapat dijadikan salah satu alternatif bagi guru-guru di sekolah sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan peri-laku karakter siswa dan hasil belajar afektif siswa khususnya minat siswa; (2) Guru hendaknya benar-benar mengarahkan siswa untuk aktif pada pelaksanaan fase menganalisis dan mengevaluasi pemecahan masalah dalam PBL: (3) Kultur dan budaya se-kolah harus mampu memberikan daya dukung yang lebih positif terha-dap perkembangan perilaku ber-karakter siswa yang nantinya akan berujung pada peningkatan sikap dan minat (afektif) siswa pada proses pembelajaran.
(19)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara Efendy.2010.Pendidikan Karakter
Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo Hamalik, Oemar. 2001.Proses Belajar
Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara
Ismail. 2000.Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction). Makalah. Jakarta: Depdiknas
Koesoema, Doni. 2010.Pendidikan Karakter. Jakarta: Gramedia Sanjaya, Wina. 2006.Strategi
Pembelajaran berorientasi Standar Proses Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Sugiyono. 2010.Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta
(20)
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam proses pendidikan, pembelajar harus melibatkan keseluruhan dari dirinya untuk mengetahui ataupun mendalami hal-hal yan tidak diketahuinya. Dengan tujuan agar pengetahuan baru dapat ia ambil untuk dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Termasuk didalamnya adalah pengetahuan intelektual, emosional dan spiritual. Hingga berujung pendidikan yang membentuk insan yang paripurna. Hal inilah yang dikatakan oleh pedagog jerman F.W. Foerster yang dinamakan dengan pendidikan karakter.
Pendidikan karakter hakikatnya ingin membentuk individu menjadi seorang pribadi bermoral yang dapat menghayati kebebasan dan tanggung jawabnya, dalam berelasi dengan orang lain dan dunianya di dalam komunitas pendidikan. Komunitas pendidikan ini bisa memiliki cakupan lokal, nasional, maupun internasional (antar negara), yang nantinya berujung pada pembentukan manusia yang paripurna disetiap komunitas dimana manusia itu berada. Dalam konteks dunia intenasional maupun regional (negara).
Berbicara masalah bangsa Indonesia dan pendidikannya pastinya kita bisa melihat kenyataan yang menunjukan bahwa perkembangan bangsa Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini mengarah kepada perubahan yang
(21)
2
Perubahan bangsa baik yang mengarah kepada kemajuan (progresif) maupun yang mengarah kepada kemunduran (regresif) merupakan masalah yang terkait
langsung maupun tidak langsung dengan penyelengaraan pendidikan, baik formal, maupun informal. Pendidik yang handal, profesional dan berdaya saing tinggi, serta memiliki karakter yang kuat dan cerdas merupakan modal dasar dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas yang mampu mencetak sumberdaya manusia yang berkarakter, cerdas dan bermoral tinggi.
Dengan demikian, pendidikan karakter senantiasa mengarahkan diri pada
pembentukan individu bermoral, cakap mengambil keputusan yang tampil dalam perilakunya, sekaligus mampu berperan aktif dalam membangun kehidupan bersama. Singkatnya, bagaimana membentuk individu yang menghargai kearifan nilai-nilai lokal sekaligus menjadi warganegara dalam masyarakat global dengan berbagai macam nilai yang menyertainya.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3 UU Sisdiknas).
Berdasarkan kutipan UU Sisdiknas tersebut, 5 dari 8 potensi peserta didik yang ingin dikembangkan ternyata lebih dekat dengan karakter. Namun, tidak bisa dipungkiri untuk menjalankan pendidikan karakter dengan sepenuhnya sesuai dengan tujuannya bukanlah suatu hal yang mudah. Dalam mengimplementasikan pendidikan kerakter dalam dunia pendidikan harus ada metode pembelajaran
(22)
3
yang sesuai dan efektif untuk menjadi pendekatan penguatan karakter itu sendiri.
Terdapat beberapa model pembelajaran yang mampu mengembangkan karakter
positif dari siswa diantaranya adalah modelProblem Solving (PS)danProblem
Based Learning (PBL).
PSdanPBLadalah model pembelajaran yang mengedepankan masalah sebagai
titik poin pembelajarannya. Hal ini dapat memicu siswa untuk dapat lebih mengembangkan karakter pribadi dengan menggunakan permasalahan yang dia hadapi sebagai proses proses pembelajaran yang berujung pada peningkatan perkembangan karakter personal individu tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari setiap individu pastinya pernah menghadapi masalah-masalah. Bahkan dapat dikatakan orang yang tidak mempunyai masalahlah dalam hidupnya adalah individu yang bermasalah. Oleh karena itu, dalam pengembangan karakter seseorang, permasalahan yang dia hadapi dapat menjadi proses kedewasaan berpikir yang berujung pada pengembangan karakter dirinya sendiri.
Problem Solvingadalah model pembelajaran yang menemukan masalah dan memecahkanya berdasarkan data dan informasi dari pengamatan yang akurat, sehingga dapat mencapai kesimpulan dan dapat diambil solusi atas permasalahan itu dengan tepat. Analisis pemecahan masalah yang komperhensif merupakan titik tekan pendekatan pembelajaran model ini, yang diawali dengan identifikasi masalah, kemudian diteruskan ke tahapan sintesis, dan terjadi penganalisaan yang mendalam, yang didalamnya ada pemilahan seluruh masalah sehingga dapat mencapai tindakan aplikatif berupa solusi atas permasalahan yang terjadi.
(23)
4
Sedangkan,Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang
menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan
mengintegrasikan pengetahuan baru. Dengan menggunakanPBLsebagai model
pembelajaran siswa akan dengan sendirinya membina kemampuan berpikir secara kritis secara kontinu, yang berkaitan dengan ide yang dihasilkan serta yang akan dilakukan sehingga juga berujung pada peningkatan karakter yang semula diharapkan.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa baik pembelajaran
menggunakan modelPSmaupunPBLdapat meningkatkan perkembangan
karakter positif siswa dimana sisi intelektual (ide) maupun keterampilan softskill
(kognitif ),PSikomotorik dan afektif (sikap) dapat terbangun menjadi lebih baik
secara keseluruhan.
Masing-masing memiliki karakteristik dan sintaks pembelajaran yang mengarah pada peningkatan perkembangan karakter siswa. Namun, mengajar fisika
menggunakan modelPSdanPBLbukanlah suatu perkara yang mudah.
Strategi-strategi pembelajaran dalam model-model pembelajaran tersebut bukan merupakan suatu proses yang mengandung langkah tetap melainkan memiliki proses yang dinamis.
Selain itu, secara teoritisPSdanPBLjuga memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing. Pada kenyataannya, guru-guru masih belum mampu menerapkan strategi pembelajaran tersebut di kelas untuk meningkatkan pekembangan
karakter siswa. Salah satu faktor penyebabnya adalah masih minimnya
(24)
5 guru juga belum mengetahui strategi pembelajaran mana yang lebih efektif untuk meningkatkan perkembangan karakter siswa ke arah yang lebih baik.
Bertitik tolak dari latar belakang tersebut, maka penelitian ini pun dilakukan bertujuan untuk mengetahui model pembelajaran mana yang lebih efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan juga mengutamakan perkembangan
karak Implementasi
Pembelajaran Berbasis Karakter Melalui Model Problem Solving dan Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Apakah terjadi peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan model
Problem Solvingberbasis karakter pada pembelajaran fisika kelas X SMAN 2 Bandar Lampung?
2. Apakah terjadi peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan model
Problem Based Learningberbasis karakter pada pembelajaran fisika kelas X SMAN 2 Bandar Lampung?
3. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar antara modelProblem Solvingdan
Problem Based Learningberbasis karakter?
(25)
6 Berdasarkan latar belakang dari rumusan masalah maka tujuan penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui peningkatan hasil belajar siswa kelas X SMAN 2 Bandar
Lampung pada pembelajaran fisika dengan model pembelajaranProblem
Solvingberbasis karakter.
2. Mengetahui peningkatan hasil belajar siswa kelas X SMAN 2 Bandar
Lampung pada pembelajaran fisika dengan model pembelajaranProblem
Based Learningberbasis karakter.
3. Mengetahui model pembelajaran yang lebih efektif dalam meningkatkan hasil
belajar siswa diantara model pembelajaranProblem SolvingdanProblem
Based Learningberbasis karakter.
D. Manfaat Penelitian
Adapun Manfaat penelitian ini adalah: a. Untuk Guru dan Sekolah
1. Dapat menjadi alternatif baru bagi guru dalam menyajikan materi pembelajaran yang dapat diterapkan di kelas untuk meningkatkan perkembangan karakter siswa.
2. Dapat mengetahui model dan juga strategi pembelajaran yang lebih efektif untuk membentuk karakter positif siswa.
b. Bagi Peneliti
1. Dapat mengetahui perkembangan karakter siswa terhadap suatu materi belajar
(26)
7 2. Dapat mengetahui perkembangan karakter siswa terhadap suatu materi belajar
dalam proses pembelajaran denganProbelem Based Learning.
3. Dapat menjadi bahan referensi untuk menambah khasanah pengetahuan tentang model pembelajaran yang lebih menekankan pada perkembangan karakter siswa.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah:
1. Model pembelajaranProblem Solvingadalah suatu cara pembelajaran yang
menekankan pada penemuan dan pemecahan masalah secara berkelanjutan . Langkah-langkah pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) mendefinisikan masalah secara tepat , (2) menentukan sumber dan akar penyebab dari suatu masalah, (3) membuat solusi yang efektif, (4)
mengambil kesimpulan.
2. ModelProblem Based Learningadalah model pembelajaran yang
menggunakan masalah nyata sebagai suatu konteks sehingga peserta didik dapat belajar kritis dalam melakukan pemecahan masalah yang ditunjukkan untuk memperoleh pengetahuan atau konsep yang esensial dari bahan pelajaran. Sintaks pembelajaran berbasis masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) orientasi siswa terhadap masalah, (2)
mengorganisasikan siswa untuk belajar, (3) membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, (6) mengambil kesimpulan.
(27)
8 3. Pembelajaran berbasis karakter merupakan suatu proses pembelajaran untuk
memperoleh pengetahuan yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan
mengevaluasi.
4. Aspek yang diamati dalam penelitian ini adalah perbandingan perkembangan hasil belajar pada ranah afektif (minat dan sikap) dan perkembangan perilaku berkarakter yang diamati melalui proses pembelajaran berbasis karakter.
5. Materi pokok dalam penelitian ini adalah Suhu dan Kalor dengan Sub materi pokok Asas Black.
6. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas X RSBI 1 dan X RSBI 2 SMAN 2 Bandar Lampung semester genap tahun pelajaran 2011/2012.
(28)
9
II. KERANGKA TEORITIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Pembelajaran Berbasis Karakter
Wynne & Walberg dalam Juniarso (2011 : 68) mengungkapkan banyak ahli yang berpendapat secara berbeda-beda mengenai karakter. Beberapa definisi tentang karakter adalah sebagai berikut :
engaging in morally relevant conduct or words, or refraining from certain conduct or words" (Wynne & Walberg, 1984); a complex set of relatively persistent qualities of the individual person, and generally has a positive connotation when used in discussions of moral education.
Dalam kajian pendidikan dikenal sejumlah ranah pendidikan, seperti pendidikan intelek, pendidikan keterampilan, pendidikan sikap, dan pendidikan karakter (watak). Pendidikan karakter berkenaan dengan psikis individu, diantaranya segi keinginan (nafsu), motif, dan dorongan berbuat.
Koesoema (2010 : 192) menyatakan bahwa
pendidikan karakter adalah pemberian pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup, seperti kejujuran, kecerdasan, kepedulian, tanggung jawab, ke-benaran, keindahan, kebaikan, dan keimanan.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang
(29)
10 Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua
komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen
pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan
sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatankokurikuler, pemberdayaan sarana
prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Menurut Foerster dalam Efendy (2010 :105) ada empat ciri dasar dalam
pendidikan karakter yaitu (1) keteraturan interior dimana setiap tindakan diukur berdasar hirarki nilai. Nilai menjadi pedoman normatif setiap tindakan. (2)
koherensi yang memberi keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada situasi baru atau takut resiko. Koherensi
merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi meruntuhkan kredibilitas seseorang. (3) Otonomi. Disitu seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat lewat penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh atau desakan serta tekanan dari pihak lain. (4) Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna mengingini apa yang dipandang baik, dan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.
Berdasarkan penjelasan di atas, terdapat empat ciri dasar dalam pendidikan karakter yaitu pertama seseorang harus mempunyai nilai yang menjadi pedoman dalam setiap tindakan yang dilakukannya, kedua seseorang harus memiliki koherensi yang menjadi dasar dalam membangun keberanian, percaya diri, teguh pada prinsip sehingga tidak terombang ambing pada situasi yang baru, ketiga
(30)
11 seseorang harus mampu memberikan keputusan tanpa dipengaruhi oleh orang lain, dan yang keempat seseorang harus memiliki rasa keteguhan dan kesetiaan.
Dalam Efendy (2010 : 56) juga telah menyusun karakter mulia yang selayaknya diajarkan kepada anak, yang kemudian disebut sebagai 9 pilar, yaitu: (1) cinta
Tuhan dan kebenaran (love Allah, trust, reverence, loyalty), (2) tanggungjawab,
kedisiplinan, dan kemandirian (responsibility, excellence, self reliance, discipline,
orderliness), (3) amanah (trustworthiness, reliability, honesty), (4) hormat dan
santun (respect, courtessy, obedience) (5) kasih sayang, kepedulian, dan
kerjasama (love, compassion, caring, empathy, generousity, moderation,
cooperation), (6) percaya diri, kreatif, dan pantang menyerah (confidence, assertiveness, creativity, resourcefulness, courage, determination and enthusiasm), (7) keadilan dan kepemimpinan (justice, fairness, mercy,
leadership), (8) baik dan rendah hati (kindness, friendliness, humility, modesty), (9) toleransi dan cinta damai (tolerance, flexibility, peacefulness, unity).
Adapaun untuk metodelodi pendidikan karakter menurut Koesoema (2010 : 113), yaitu ;
MengajarkanPendidikan karakter mengandaikan pengetahuan teoritis tentang konsep nilai tertentu yaitu ; (a) Keteladanan. Anak lebih banyak belajar dari apa yang mereka lihat. Kata kata itu memang dapat
menggerakkan orang, namun keteladanan itulah yang menarik hati. (b) Menentukan prioritas. Pendidikan karakter menghimpun banyak kumpulan nilai yang dianggap penting bagi pelaksanaan dan realisasi atas visi lembaga pendidikan. (c) Praksis Prioritas. Bukti dari penentuan prioritas.
Ridwan (2010) dalam Artikel yang dikutip http://nurulfikri.sch., untuk
mengidentifikasi sejumlah nilai untuk pendidikan karakter sebagai berikut ini:
(31)
12
Nilai Deskripsi
Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan
pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
Tanggung jawab Sikap dan perilaku seserang untuk melaksanakan tugas
dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Pendidikan berbasis karakter dapat mengintegrasikan informasi yang diperolehnya selama dalam pendidikan untuk dijadikan pandangan hidup yang berguna bagi upaya penanggulangan persoalan hidupnya. Seperti yang diungkapkan Koesoema (2010 : 178) bahwa pendidikan berbasis karakter akan menunjukkan jati dirinya sebagai manusia yang sadar diri sebagai makhluk, manusia, warga negara, dan pria atau wanita.
Kesadaran itu dijadikan ukuran martabat diri sehingga siswa berpikir obyektif, ter-buka, dan kritis, serta memiliki harga diri yang tidak mudah diperjualbelikan. Sosok dirinya tampak memiliki integritas, kejujuran, kreativitas, dan perbuatannya menunjukkan produktivitas. Inilah alasan perlunya pendidikan berbasis karakter untuk menjadikan bangsa yang berkarakter.
Selain itu, pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan,
dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran
nilai-nilai karakter tidak hanya pada tatarankognitif, tetapi menyentuh pada
internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
(32)
13 Hal ini sesuai dengan pendapat dari Buchori (2007) yang tercantum dalam situs onlinenya, menyatakan bahwa pendidikan karakter seharusnya membawa peserta
didik ke pengenalan nilai secarakognitif, penghayatan nilai secaraafektif, dan
akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata.
Selain itu, dalamScience and Character Educationmenyebut beberapa nilai dari
pembelajaran sains yang terkait dengan karakter, yaitu :objectivity, accuracy,
precision, pursuit of truth, problem solving, regard for human significance, protect human life (safety and risks), intellectual honesty, academic honesty, courage, humility, decision-making, willingness to suspend judgment, scientific inquiry (being fair and just), questioning of all things, demand for verification, respect for logic, integrity, diligence, persistence, curiosity, open-mindedness, critical evaluation of alternatives, danimagination.
Dengan demikian jelas sekali bahwa pembelajaran sains memiliki nilai-nilai yang sangat dekat pembentukan karakter siswa. Apabila pembelajaran sains (fisika) dengan nilai-nilai seperti disebut di atas dapat dilaksanakan maka mutu
pendidikansainsakan makin baik dan secara utuh dapat membentuk lulusan yang
baik pula.
2. Problem Solving
Menurut Aadesanjaya (2011) dalam blognya menyatakan bahwaProblem
Solvingadalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah dan memecahkan berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat
diambil kesimpulan yang tepat dan cermat.Problem solvingyaitu suatu
(33)
14 dianalisis yaitu pemilahan seluruh masalah sehingga mencapai tahap aplikasi selanjutnya komperhensif untuk mendapatkan solusi dalam penyelesaian masalah tersebut.
Penyelesaian masalah masalah menurut Syaodih (2010) yang diunduh dalam
jurnalonline, merupakan proses dari menerima tantangan dan usaha usaha untuk
menyelesaikannya sampai memperoleh penyelesaian. Sedangkan pengajaran penyelesaian masalah merupaka tindakan guru dalam mendorong siswa agar menerima tantangan dari pertanyaan bersifat menantang dan mengarahkan siswa agar dapat menyelesaikan pertanyaan tersebut.
Lebih lanjut Slameto dalam Sulatra(2005 : 24)juga menyatakan bahwa berpikir
memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu yang baru adalah kegiatan yang kompleks dan berhubungan erat satu dengan yang lain. Suatu masalah umumnya tidak dapat dipecahkan tanpa berpikir, dan banyak masalah memerlukan
pemecahan yang baru bagi orang-orang atau kelompok. Sebaliknya, menghasilkan sesuatu (benda-benda, gagasan-gagasan) yang baru bagi seseorang, menciptakan
sesuatu, itu mencakupproblem solving. Ini berarti informasi fakta dan
konsep-konsep itu tidak penting. Seperti telah kita ketahui, penguasaan informasi itu perlu untuk memperoleh konsep; keduanya itu harus diingat dan dipertimbangkan
dalamproblem solvingdan perbuatan kreatif. Begitu pula perkembangan
intelektual sangat penting dalamproblem solving.
Wina Sanjaya (2006 : 59) juga mengungkapkan bahwa
model pembelajaranproblem solvingtidak mengharapakan siswa hanya
sekedar mendengarkan,mencatat,kemudian menghafal materi pelajaran akan
tetapi melalui model pembelajaranproblem solvingsiswa dapat aktif
berpikir,berkomunikasi,mencari dan mengolah data dan akhirnya menyimpulkan.
(34)
15
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian secara ilmiah adalah pembelajaran
problem solving.
Problem solvingdapat menjadikan rendahnya aktifitas belajar siswa dapat teratasi.
Model pembelajaranproblem solvingdapat diterapkan; (a) manakala guru
menginginkan agar siswa tidak hanya sekedar memngingat materi pelajaran, akan tetapi menguasai dan memahaminya secara penuh; (b) apabila guru bermaksud untuk mengembangkan keterampilan berpikir rasional siswa, yaitu kemampuan menganalisis situasi, menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi baru, mengenal adanya perbedaan antara fakta dan pendapat, serta
mengembangkan kemampuan dalam membuatjudgementsecara objektif; (c)
manakala guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah serta membuat tantangan intelektual siswa; (d) jika guru ingin mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab; (e) jika guru ingin agar siswa memahami hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya.
Menurut Zuhairni dalam Suchaini (2008) dalamblognyamengungkapkan bahwa
metode pemecahan masalah atauproblem solving merupakan suatu metode
dalam pendidikan dan pengajaran yang sejalan, untuk melatih siswa
menghadapi masalah dari yang paling sederhana sampai yang paling rumit .
Adapun tujuan utama penggunaan model pembelajaranproblem solvingdalam
kegiatan belajar mengajar yaitu: (a) mengembangkan kemampuan berfikir, terutama dalam mencari sebab akibat dan tujuan suatu permasalahan; (b) memberikan pengetahuan dan kecakapan praktis yang bernilai atau bermanfaat
(35)
16 bagi keperluan kehidupan sehari-hari; (c) belajar bertindak dalam situasi baru dan; (d) belajar bekerja sistematis dalam memecahkan masalah.
Model pembelajaranproblem solvingdapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas
pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian masalah yang dihadapi
secara ilmiah, terdapat 3 ciri utama dari model pembelajaranproblem solving,
yaitu ; (a) Model pembelajaranproblem solvingmerupakan rangkaian aktivitas
pembelajaran, artinya dalam implementasi problem solving ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa; (b) aktivitas pembelajaran diarahkan untuk
menyelesaikan masalah. Model pembelajaran ini menempatkan masalah sebagai kunci dari proses pembelajaran; (c) pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah.
Hal yang diutamakan dalam metodeproblem solvingadalah kesenjangan antara
situasi nyata dan kondisi yang diharapkan. Oleh karena itu maka materi pelajaran atau topik tidak terbatas pada materi pelajaran yang bersumber dari buku saja, akan tetapi juga dapat bersumber dari peristiwa tertentu sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Hal ini akan semakin menunjang adanya sikap kemandirian pada siswa yang akan berujung pada peningkatan karakter pada siswa.
3. Problem Based Learning (PBL)
Padiya (2008) mengungkapkan pengertianproblem based learning merupakan
model pembelalajaran yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat
tinggi.Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah
(36)
17 sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan
pengetahuan dasar maupun kompleks.
PBLmerupakan salah satu inovasi pendidikan. Berdasarkan definisi dari
Wikipedia,
Problem Based Learningis a student-centered instructional strategy in wich students collaboratively solve problems and refrect on their experiences.
Dari pengertian diatas dijelaskan bahwaPBLadalah suatu strategi pembelajaran
yang berpusat pada siswa, strategi ini mengkaloborasikan antara pemecahan masalah dan refleksi terhadap suatu pengalaman.
Pendapat lain mengatakan bahwa
PBLis an instructional method that challenges
working coorperatively in groups to seek solution to real world problems
Lebih lanjut seperti dijelaskan oleh Stepien dikutip oleh Suchaini (2008) bahwa
PBLjuga dapat mengubah pola proses belajar-mengajar tradisional di mana
sebuah proses yang memberikan topik demi topik kepada siswa sehingga mereka terjadi proses asimilasi dan akomodasi bagian demi bagian
pengetahuan untuk membantu siswa sampai ia menjadi profesional dalam bidang tertentu.
Menurut Trianto (2009 : 51)
Belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberikan masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari pemecahannya dengan baik .
DalamPBL, fokus pembelajaran ada pada masalah yang dipilih sehingga
(37)
18 masalah tetapi juga metode ilmiah untuk memecahkan masalah tersebut. Oleh sebab itu, pembelajar tidak saja harus memahami konsep yang relevan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian tetapi juga memperoleh pengalaman belajar yang berhubungan dengan ketrampilan menerapkan metode ilmiah dalam
pemecahan masalah dan menumbuhkan pola berpikir kritis, yang berujung pada berkembangnya aspek-aspek yang bersentuhan langsung terhadap peningkatan karakter siswa.
Ismail (2000 : 57 - 59) mengungkapkan ciri utamaPBLmeliputi pengajuan
pertanyaan atau masalah, memusatkan pada keterkaitan antar disiplin,
penyelidikan autentik, kerjasama dan menghasilkan karya atau hasil peragaan.
Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru
memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berbasis masalah antara lain bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan
keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah.
Ada beberapa cara menerapkanPBLdalam pembelajaran. Secara umum
penerapannya dimulai dengan adanya masalah yang harus dipecahkan oleh peserta didik. Masalah tersebut dapat berasal dari peserta didik atau pendidik. Peserta didik akan memusatkan pembelajaran di sekitar masalah tersebut, dengan arti lain, peserta didik belajar teori dan metode ilmiah agar dapat memecahkan masalah
yang menjadi pusat perhatiannya. Pemecahan masalah dalamPBLharus sesuai
dengan langkah-langkah metode ilmiah. Dengan demikian peserta didik belajar memecahkan masalah secara sistematis dan terencana.
(38)
19 Menurut Arikunto (2010 : 25-31), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila
dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut
terwujud pada jenis-jenis ranahkognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari
sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.
Selain hal di atas Oemar Hamalik dalam Ismawati (2007 : 30) mengatakan bahwa hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Ranah penilaian berdasarkan teori Taksonomi Bloom dalam Zaif (2009) dibagi dalam tiga kategori ranah antara lainkognitif,afektif,psikomotor. Perinciannya
adalah sebagai berikut: (1) ranahkognitif. Berkenaan dengan hasil belajar
intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan,
analisis, sintesis dan penilaian. (2) Ranahafektif. Berkenaan dengan sikap dan
nilai. Ranahafektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab
atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks
nilai. (3) Ranahpsikomotor, meliputi keterampilan motorik, manipulasi
benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).
Sementara itu, untuk ranahafektifPopham dalam Sudrajat (2008)
mengungkapkan bahwa ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan,
minat, sikap, emosi, atau nilai. Ranahafektifmenentukan keberhasilan belajar
seseorang. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai kerhasilan studi secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal.
(39)
20 Sudrajat (2008) dalam bolgnya pun mengatakan bahwa:
Kemampuanafektifberhubungan dengan minat dan sikap yang dapat
berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri. Semua kemampuan ini harus menjadi bagian dari tujuan pembelajaran di sekolah, yang akan dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang tepat.
Berdasarkan kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuanafektifadalah
kemampuan yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Kemampuanafektifmencakup
watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Ciri-ciri hasil
belajarafektifakan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku.
Seperti, perhatiannnya terhadap mata pelajaran, kedisiplinannya dalam mengikuti mata pelajaran disekolah, motivasinya yang tinggi untuk tahu lebih banyak mengenai pelajaran yang diterimanya, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru dan sebagainya.
Ranahafektiftidak dapat diukur seperti halnya ranahkognitif, karena dalam ranah
afektifkemampuan yang diukur adalah menerima (memperhatikan), merespon, menghargai, mengorganisasi, dan karakteristik suatu nilai. Hal ini diperkuat oleh pendapat Krathwohl dalam Zaif (2009) yang menyatakan bahwa ada lima
tingkatan ranahafektif, yaitu : (1)Receivingatauattending(menerima atau
memperhatikan); (2)responding(menanggapi); (3)valuing(menilai atau
menghargai); (4)organization(mengatur atau mengorganisasikan); (5)
characterization(karakterisasi).
Untuk mengukur ranahafektifbiasanya digunakan skala tertentu, skala yang
digunakan diantaranya skala sikap. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni
mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Skala sikap dinyatakan dalam bentuk
(40)
21 pernyataan untuk dinilai oleh responden, apakah pernyataan itu didukung atau ditolaknya, melalui rentangan nilai tertentu. Oleh sebab itu, pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam dua kategori, yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif.
Menurut Andersons dalam blog Sudrajat ( 2008 ) Penilaian Ranah
Afektif mengungkapkan beberapa macam hasil belajarafektifyang relevan
dalam setting sekolah terdiri dari ; (1) sikap; (2)interest(minat); (3)motivation
(motivasi); (4)value(nilai); (5)preference(pilihan); (6)academic self concept
(konsep diri); (9)locus of control.
Berdasarkan uraian di atas, ranahafektiftidak dapat diukur seperti halnya ranah
kognitif, karena dalam ranahafektifkemampuan yang diukur adalah menerima (memperhatikan), merespon, menghargai, mengorganisasi, dan karakteristik suatu
nilai. Untuk mengukur ranahafektifbiasanya digunakan skala tertentu, skala yang
digunakan diantaranya skala sikap. Hasilnya berupa kategori sikap, yakni
mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden, apakah pernyataan itu didukung atau ditolaknya, melalui rentangan nilai tertentu. Oleh sebab itu, pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam dua kategori, yakni pernyataan positif dan pernyataan negative.
Adapun untuk penguraian yang lebih jelas tentang penilaian pada ranahafektif,
Andersen dalam Zaif (2009) dalam blognya mengemukakan bahwa ada lima tipe
karakteristikafektifyang penting, yaitu: (1) Sikap. Sikap merupakan suatu
(41)
22 Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi
pembelajaran, pendidik, dan sebagainya. (2) Minat. Minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk
memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang
tinggi terhadap sesuatu. Secara umum minat termasuk karakteristikafektifyang
memiliki intensitas tinggi. (3) Konsep diri. Konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target,
arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranahafektifyang lain.
Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti sekolah. Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi. (4) Nilai. Nilai
merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan. (5) Moral. Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri.
(42)
23
Model pembelajaranproblem sovlingadalah proses pembelajaran dalam
menemukan masalah dan memecahkan masalah berdasarkan data dan informasi
yang tepat.Problem solvingmerupakan taraf yang harus dipecahkan dengan cara
memahami sejumlah pengetahuan dan keterampilan kerja dan merupakan hasil yang dicapai individu setelah individu yang bersangkutan mengalami suatu proses pembelajaran melewati langkah-langkah pengetahuan tertentu.
Langkah-langkah pembelajaran menggunakan modelproblem solvingyang
digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi masalah secara tepat. Pada fase ini siswa akan mengalami fase berpikir ilmiah yang akan membentuk pola pikir siswa ke arah lebih rasional untuk mengidentifikasi permasalahan yang terjadi. (2) Menentukan sumber dan akar penyebab dari masalah. Pada fase ini diharapkan akan tumbuh dan berkembangnya minat siswa terhadap penyelesaian masalah yang terjadi dan akan menumbuhkan sikap tanggungjawab atas
penentuan sumber masalah yang ditunjuk oleh siswa. (3) Melaksanakan kerja penyelesaian terhadap masalah. Pada fase ini diharapkan dalam diri siswa akan tumbuh sikap jujur dan kepedulian social (kerja sama) dalam menyelesaikan permasalahan. (4) Mengambil kesimpulan. Pada fase ini diharapkan akan tumbuh karakter tanggung jawab dalam diri siswa.
SedangkanPBLadalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk
memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah. Masalah dapat berupa masalah dunia nyata atau simulasi.
(43)
24
Adapun langkah langkah pembelajaran menggunakan modelPBLyaitu : (1)
Orientasi siswa terhadap masalah. Pada fase ini siswa diharapkan akan
mengarahkan siswa terhadap sikap ilmiah dalam berpikir dan akan menambah minat siswa dalam menyelesaikan masalah yang diberikan. (2) Mengorga-nisasikan siswa untuk belajar. Pada fase ini siswa akan lebih mengenal masalah yang diamatinya dan terjadi kerjasama (kepedulian social) dalam kelompok belajar siswa, yang akan menjadikan diri siswa akan lebih menghayati artinya berkerjasama dalam kerja kelompok. (3) Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok. Pada fase ini diharapkan siswa dapat menumbuhkan sikap jujur dan tanggung jawab. (4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Pada fase ini diharapkan akan lebih menambah minat siswa terhadap pembelajaran, dikarenakan pada fase ini akan ada kerja nyata siswa untuk menyelesaikan
masalah berupa penyaijian hasil karya. (5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Dalam fase ini siswa akan menambah kembali pengetahuan siswa dalam berpikir ilmiah.
Kegiatan yang dilakukan dalam tahapPSdanPBLdapat meningkatkan hasil
beajar ranahafektifsiswa dan perkembangan perilaku berkarakter siswa.
Perkembangan hasil belajar siswa ranahafektifdiketahui dengan mengukur nilai
N-gainkedua kelas, sementara untuk melihat perkembangan perilaku berkarakter siswa dilakukan pengamatan (observasi) yang dilakukan oleh guru dan teman
sejawat (peer assesment).
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaranPS(X1) dan pembelajaran dengan menggunakan model
(44)
25
berkarakter, dengan variabel terikatnya adalah hasil belajar siswa aspekafektif
pada pembelajaranPSberbasis karakter (Y1) dan hasil belajar siswa aspekafektif
pada pembelajaran padaPBLberbasis karakter (Y2). Kemudian, dilakukan uji
hipotesis untuk mengetahui mana yang lebih tinggi rata-rata perkembangan
karakter siswa dengan pembelajaran menggunakan metodePSatauPBL. Rata-rata
perkembangan karakter siswa diperoleh dari skorN-Gainkedua kelas eksperimen
tersebut yaitu kelasPSdan kelasPBL.
C. Anggapan Dasar dan Hipotesis
a. Anggapan Dasar
Anggapan dasar penelitian berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pikir adalah:
1. Kedua kelas sampel memiliki kemampuan awal yang berbeda - beda.
2. Kedua kelas memiliki pengalaman belajar yang sama.
b. Hipotesis
1. Hipotesis Pertama
H0: Tidak ada perbedaan hasil belajar siswa sebelum dan sesudah
pembelajaran fisika denganProblem Solving.
H1: Ada perbedaan hasil belajar siswa sebelum dan sesudah pembelajaran
fisika denganProblem Solving.
2. Hipotesis Kedua
H0: Tidak ada perbedaan hasil belajar siswa sebelum dan sesudah
(45)
26
H1: Ada perbedaan hasil belajar siswa sebelum dan sesudah pembelajaran
fisika denganProblem Based Learning.
3. Hipotesis Ketiga
H0: Tidak ada perbedaan hasil belajar siswa pada pembelajaran fisika dengan
Problem SolvingdanProblem Based Learning.
H1: Rata-rata hasil belajar siswa denganProblem Based Learninglebih tinggi
(1)
35 2
s : simpangan baku datapretest 2
1
s : varian dataposttest 2
2
s : varian datapretest 1
n : jumlah sampel dataposttest 2
n : jumlah sampel datapretest
Kemudian t tabel dicari pada tabel distribusi t dengan = 5% : 2 = 2,5% (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df) n-2. Setelah diperoleh besar thitung dan ttabel maka dilakukan pengujian dengan ketentuan pengujian sebagai berikut :
a. Kriteria pengujian
1. H0 diterima jika - ttabel thitung ttabel
2. H0 ditolak jika - thitung <- ttabelatau thitung >ttabel
b. Berdasarkan nilai signifikansi atau nilai probabilitas:
1. Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka HO diterima.
2. Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka HO ditolak .
(2)
66
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil data dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Rata-rata perilaku berkarakter siswa kelas X SMAN 2 Bandar Lampung pada pembelajaran fisika menggunakan pembelajaranProblem Based Learning dengan rata (10,40), 100% siswa telah mengalami perubahan karakter yang membudaya, lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaranProblem Solving (8,51) dengan 95 % siwa mengalami perubahan karakter membudaya.
2. Tidak terdapat perbedaan perkembangan rata-rata yang signifikan pada sikap siswa sebelum dilakukan pembelajaran dan sesudah dilakukan pembelajaran kelas X SMAN 2 Bandar Lampung pada pembelajaran fisika denganProblem SolvingdanProblem Based Learning.
3. Perolehan skorN-gainrata-rata perkembangan sikap pada kelasProblem Solvingsebesar 0,05 (kategori rendah) dan kelasProblem Based Learning se-besar -0,15 (kategori rendah) mengindikasikan bahwaProblem Solving lebih efektif digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan perkembangan sikap siswa dalam pembelajaran.
4. Terdapat perbedaan perkembangan rata-rata yang signifikan pada minat siswa sebelum dilakukan pembelajaran dan sesudah dilakukan pembelajaran kelas X
(3)
Solvingsebesar -0,04 (kategori rendah) dan kelasProblem Based Learning sebesar 0,23 (kategori rendah) mengindikasikan bahwaProblem Based Learninglebih efektif digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan minat siswa dalam pembelajaran.
B. Saran
Berdasarkan hasil pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung dan juga analisis terhadap perkembangan karakter siswa, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Pembelajaran berbasis masalah dapat dijadikan salah satu alternatif bagi guru-guru di sekolah sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan perilaku
karakter siswa dan hasil belajar afektif siswa khususnya minat siswa. 2. Guru hendaknya benar-benar mengarahkan siswa untuk aktif pada
pelaksa-naan fase menganalisis dan mengevaluasi pemecahan masalah dalamPBL karena jika fase ini berjalan dengan baik, maka perilaku berkarakter siswa akan berubah kearaha yang lebih baik dan pada akhirnya akan berpengaruh pada peningkatan aspek sikap dan minat (afektif) siswa terhadap
pembelajaran fisika.
3. Kultur dan budaya sekolah harus mampu memberikan daya dukung yang lebih positif terhadap perkembangan perilaku berkarakter siswa yang
(4)
68 nantinya akan berujung pada peningkatan sikap dan minat (afektif) siswa pada proses pembelajaran.
(5)
Pembimbing 2 :Dr. Abdurrahman, M.Si.
Pembahas :Dr. Undang Rosidin, M.Pd.
Editor Jurnal :Drs. Eko Suyanto, M.Pd.
(6)
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN BERBASIS KARAKTER MELALUI MODEL PROBLEM SOLVING DAN PROBLEM BASED LEARNING
TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA (Artikel Skripsi)
Oleh
ADITYA PRASETYA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2012