Perbedaan Hasil Belajar Siswa antara Model Pembelajaran Project Based Learning (PJBL), Problem Based Learninng (PBL), dan Problem Solving Pada Materi Animalia

(1)

(Kuasi Eksperimen di SMA Negeri 8 Bekasi) Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Rika Herlianisa Fitri NIM. 1111016100003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016


(2)

(3)

(4)

(5)

v

Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran PJBL, PBL, dan Problem Solving dalam pembelajaran biologi. Metode yang digunakan adalah desain quasi eksperimen jenis pretest posttest control group design. Prosedur yang dilakukan dengan pemberian pretest, pelaksanaan pembelajaran, pemberian posttes, dan penarikan kesimpulan hasil penelitian. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X MIPA1, X MIPA 2, dan X MIPA 3 di SMA Negeri 8 Bekasi, dengan jumlah peserta didik pada kelas X MIPA 1 dan X MIPA 2 sebanyak 41 siswa pada masing-masing kelas, dan kelas X MIPA 4 sebanyak 40 orang. Hasil analisis data ketiga kelas menggunakan Anava pada data Gain, diperoleh Fhitung > Ftabel, yaitu 4.35 > 3.07 pada taraf signifikan 0.05, artinya terdapat perbedaan signifikan nilai N-Gain antara kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Adapun berdasarkan hasil perhitungan uji t-Dunnet dengan nilai N-Gain didapatkan bahwa hasil belajar peserta didik menggunakan model pembelajaran PJBL lebih tinggi, dibandingkan dengan kelompok PBL, dan Problem Solving. Hal ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar peserta didik antara model PJBL, PBL dan Problem Solving pada materi Animalia di SMA Negeri 8 Bekasi.

Kata Kunci: Hasil Belajar, Project Based Learning, Problem Based Learning, Problem Solving


(6)

vi

Concept of Animal”, BA thesis, Biology Education Program, Departement of Science Education, the Faculty of Tarbiya and Teaching Science, Syarif Hidayatullah Islamic State University Jakarta.

The aim of this research is to investigate the difference between the students learning outcomes using the PJBL learning model, PBL and problem solving in the biology leaning. The method which was used in this research is quasi experimental design by pretest-posttest control group design. The procedure which was used was provision pretest, the implementation of learning, the provision posttest and decision of the result of the research. The subject of this research was the students of X MIPA 1, X MIPA 2, and X MIPA 3 in SMAN 8 Bekasi by the number of the students MIPA 1 and 2 in each class was 41 students, and the class X MIPA 4 was 40 students. The result of data analysis Anava on data of N-Gain, obtained score Fhitung > Ftabel, which is 4.35 > 3.07 at the level of significant 0.05 it shown there was significant differences in the average value data of N Gain in the experimental class and control class. Meanwhile the result of the Dunnet test, student with the PJBL learning were higher than the PBL and Problem solving learning. This suggest that were differences of learning outcomes between students using PJBL model, PBL model, and Problem Solving model on the concept of Animal at SMAN 8 Bekasi.

Keyword : Learning outcomes, Project Based Learning, Problem Based Learning, Problem Solving


(7)

vii

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Perbedaan Hasil Belajar Siswa antara Model Pembelajaran Project Based Learning (PJBL),

Problem Based Learning (PBL), dan Problem Solving pada Materi Animalia. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr Ahmad Thaib Raya, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Baiq Hana Susanti, M.Sc., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan sekaligus sebagai dosen pembimbing II yang meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

3. Dr. Yanti Herlanti, M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr. Ahmad Sofyan, M.Pd, dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Dr. Zulfiani, M.Pd, dosen penasehat akademik yang telah memberikan bimbingan selama perkuliahan.

6. Dra. Hj. Sri Mardiati, kepala SMA Negeri 8 Bekasi yang telah memberikan izin untuk dapat melaksanakan penelitian di tempat tersebut.

7. Seluruh dewan guru, terutama ibu Nurbaiti, S.Pd guru bidang studi biologi, staf TU, dan siswa-siswi SMA Negeri 8 Bekasi, khususnya kelas X MIPA 1, MIPA 2, dan MIPA 4 yang telah membantu penulis dan menjadi pendengar dan pemerhati yang baik selama penelitian berlangsung.


(8)

viii

satu persatu. Terimakasih selalu memberiakan semangat dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Sahabat-sahabat Halimah, S.Pd., Novi Fitriani,S.Pd., dan Yordhanyanthi, Si.Kom, yang selalu memberikan dukungan, doa, dan hiburan dalam penyelesaian skripsi ini serta sahabat Amazing nenek, khusunya Andini, Isti, Nurhasanah, Qorina, Tri Dewi, Achla. Im so grateful to have you.

11.Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis tulis satu persatu, penulis akan selalu mengingat kebaikan dan bantuannya.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya, dan penulis khususnya.

Bekasi, Juni 2016

Penulis Rika Herlianisa Fitri


(9)

ix

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PENGUJIAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoretik ... 9

1. Hasil Belajar ... 9

a. Pengertian Belajar ... 9

b. Pengertian Hasil Belajar ... 11

2. Pembelajaran Project Based Learning (PJBL) ... 14

a. Pengertian Project Based Learning (PJBL) ... 15

b. Langkah-langkah Project Based Learning (PJBL) ... 18

c. Kelebihan dan Kekurangan Project Based Learning (PJBL)... 22

3. Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ... 23

a. Pengertian Problem Based Learning (PBL) ... 23

b. Langkah-langkah Problem Based Learning (PBL)... 26

4. Pembelajaran Problem Solving ... 31


(10)

x

D. Hipotesis Penelitian ... 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 43

B. Metode dan Desain Penelitian ... 43

C. Variabel Penelitian ... 44

D. Populasi dan Sampel ... 45

E. Teknik Pengumpulan Data ... 46

F. Instrumen Penelitian... 46

G. Teknik Analisis Data ... 53

H. Hipotesis Statistik ... 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 58

B. Pengujian Persyaratan Analisis dan Pengujian Hipotesis ... 65

C. Pembahasan dan Temuan Penelitian ... 71

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 79


(11)

xi

Tabel 2.2 Tahapan Pembelajaran Project Based Learning Erica Backer ... 20

Tabel 2.3 Tahapan Pembelajaran Problem Based Learning Rusmono ... 27

Tabel 2.4 Kompetensi Inti Animalia ... 37

Tabel 2.5 Kompetensi Dasar Animalia ... 37

Tabel 3.1 Desain Penelitian... 44

Tabel 3.2 Kisi-kisi Penulisan Instrumen Tes Objektif ... 47

Tabel 3.3 Skor Jawaban Angket... 49

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Instrumen ... 50

Tabel 3.5 Hasil Uji Reabilitas Instrumen ... 51

Tabel 3.5 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen ... 52

Tabel 3.6 Uji Anava ... 56

Tabel 4.1 Hasil Pretest-Posttest ... 59

Tabel 4.2 Rekapitulasi Data Pretest ... 60

Tabel 4.3 Rekapitulasi Data Posttest ... 61

Tabel 4.4 Perbedaan Nilai LKS Kelas PBL, PJBL, dan Problem Solving... 62

Tabel 4.5 Rekapitulasi Rata-rata N-Gain berdasarkan Pretest dan Posttest ... 63

Tabel 4.6 Perhitungan Lembar Observasi Aktivitas Guru ... 64

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas dengan Uji Chi kuadrat ... 66

Tabel 4.8 Hasil Uji Homogenitas dengan Uji Bartlett ... 68

Tabel 4.9 Pengujian Hipotesis dengan Anava Pre-test ... 69

Tabel 4.10 Pengujian Hipotesis dengan Anava Posttest ... 69


(12)

(13)

(14)

xiv

Lampiran 2 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 190

Lampiran 3 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian ... 247

Lampiran 4 Instrumen Uji Coba ... 249

Lampiran 5 Anates ... 269

Lampiran 6 Soal-Soal Pretest dan Posttest ... 279

Lampiran 7 Kunci Jawaban Soal Pretest dan Posttest ... 282

Lampiran 8 Hasil Pretest, Posttes, kelas PJBL, PBL, Problem Solving ... 283

Lampiran 9 Data Mentah Ketercapaian Indikator Pretest ... 289

Lampiran 10 Data Mentah Ketercapaian Indikator Posttest ... 288

Lampiran 11 Rekapitulasi Ketercapaian Indikator ... 291

Lampiran 12 Nilai N-Gain Kelas PJBL, PBL, Problem Solving ... 293

Lampiran 13 Uji Normalitas Pretest ... 296

Lampiran 14 Uji Normalitas Posttest ... 295

Lampiran 15 Uji Homogenitas Pretest ... 308

Lampiran 16 Uji Homogenitas Posttest ... 311

Lampiran 17 Pengujian Hipotesis Penelitian Pretest ... 314

Lampiran 18 Pengujian Hipotesis Penelitian Posttest ... 315

Lampiran 19 Pengujian Hipotesis Nilai N-Gain ... 316

Lampiran 20 Uji Lanjutan Dunnet ... 317

Lampiran 21 Uji Lanjutan Dunnet Nilai N-Gain ... 318

Lampiran 22 Angket Siswa ... 319


(15)

xv

Lampiran 27 Uji Referensi ... 348 Lampiran 28 Surat-Surat ... 358 Lampiran 29 Foto Proses Pembelajaran ... 362


(16)

1 A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan bidang yang penting bagi kehidupan manusia, karena dengan adanya pendidikan akan tercipta sumber daya manusia yang lebih berkualitas. Sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 tahun 2003 disebutkan: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.”1

Pendidikan saat ini dihadapkan oleh era pengetahuan yang membutuhkan berbagai modal dan keterampilan, yang dikategorikan dalam kurikulum 2013. Pendidikan dalam kurikulum 2013 menekankan pada pendekatan ilmiah sebagaimana meliputi mengamati, menanya, menalar dan akan membentuk satu kesatuan semua mata pelajaran.2 Selain itu dalam prosesnya disekolah, pendidikan erat kaitannya dengan hasil belajar peserta didik yang sangat dipengaruhi oleh kualitas pembelajaran yang dilaksanakan disekolah.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti dengan guru kelas X MIA SMA Negeri 8 kota Bekasi menyatakan peserta didik sulit untuk memahami mata pelajaran IPA terutama dalam materi animalia atau hewan, karena banyaknya materi dari bab animalia ini, dan sehingga materi yang perlu dipelajari oleh peserta didik cukup luas, serta banyaknya nama-nama latin yang membuat siswa sulit untuk memahami bab ini. Hal ini menyebabkan

1

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistmen Pendidikan Nasional.( http://sdm.data.kemdikbud.go.id/SNP/dokumen/undang-undang-no-20-tentang-sisdiknas.pdf)

2 Sunarti, dan Selly Rahmawati, Penilaian dalam Kurikulum 2013, (Yogyakarta: Andi Offset,


(17)

penguasaan konsep dan kriteria ketuntasan minimal (KKM) tidak mencapai standar KKM. Hasil ulangan konsep animalia dari total kelas 6 kelas memiliki nilai rata-rata 69.70, yang berbeda jauh dengan nilai KKM untuk mata pelajaran biologi tersebut adalah 76 yang jika dikonversi 2,76.3

Pembelajaran dikatakan efektif apabila hasil belajar dan aktivitas belajar peserta didik yang diajarkan diharapkan dapat memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan sekolah.4 Jika hasil belajar peserta didik dalam ulangan harian atau formatif masih dibawah KKM, maka bisa dikatakan proses pembelajaran yang dilakukan pendidik gagal, dan jika hasil belajar peserta didik diatas KKM, maka bisa dikatakan proses pembelajaran yang dilakukan pendidik berhasil.5

Berdasarkan hasil observasi, juga terlihat kurangnya persiapan peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran, kondisi beberapa peserta didik yang kurang fokus ketika pendidik yang sedang menerangkan pelajaran, serta terdapat beberapa peserta didik yang merasa malu untuk bertanya dan hanya sebagian peserta didik saja yang aktif ketika kegiatan diskusi berlangsung. Berdasarkan keadaan tersebut, maka proses pembelajaran perlu dirancang dalam bentuk model lingkungan pembelajaran yang aktif, kolaborasi, bukan hanya memberikan materi pelajaran atau memaksa agar peserta didik dapat menghafal data dan fakta.

Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan memperjelas konsep yang diberikan kepada peserta didik dengan selalu berfikir dan berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Pemilihan model haruslah sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Tujuan pembelajaran yang jelas akan memperjelas proses belajar mengajar. Selain itu untuk meningkatkan hasil belajar pada prosesnya, harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar, yaitu faktor internal atau faktor yang berasal dari dalam individu

3 Observasi dilakukan di SMA Negeri 8 Bekasi pada bulan Februari 2015 4 Ahmad Susanto,

Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, (Jakarta: Kencana

Prenadamedia Group, 2013), h. 54

5 Kunandar,

Penilaian Auntentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kuruikulum 2013) Suatu Pendekatan Praktis, (Jakarta: Raja Grafindo, 2014), h. 11


(18)

yang sedang belajar, seperti faktor jasmani dan psikologis. Sedangkan faktor eksternal atau faktor yang terdapat diluar individu, seperti keluarga, sekolah dan lingkungan.6 Dengan demikian lingkungan pembelajaran yang tercipta diharapkan dapat memberikan perubahan terhadap hasil belajar siswa.

Beberapa model pembelajaran yang diharapkan efektif untuk dilakukan dalam kegiatan pembelajaran adalah model pembelajaran berbasis masalah yaitu Project Based Learning (PJBL), Problem Based Learning (PBL), dan Problem Solving. Model pembelajaran Project Based Learning (PJBL) menurut Warsono, adalah “suatu pengajaran yang melibatkan siswa dalam penyelidikan, dan mencoba mengkaitkan antara teknologi dan masalah kehidupan sehari-hari yang akrab dengan siswa atau dengan proyek sekolah.7

Problem Based Learning (PBL) menurut Ridwan Abdullah Sani, menyatakan bahwa “PBL merupakan model pembelajaran yang penyampaiannya dilakukan dengan menyajikan suatu permasalahan, mengajukan pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan, dan membuka dialog serta memecahkan masalah, menerapkan beberapa konsep dan prinsip yang secara stimulan dipelajari dan

tercakup dalam kurikulum mata pelajaran”.8 Sedangkan model pembelajaran

Problem Solving menurut Ngalimun, merupakan model pembelajaran yang digunakan untuk menemukan cara penyelesaian (menemukan pola, atau aturan), yang siswa disajikan permasalahan yang memenuhi kriteria, siswa berkelompok atau individu mengidentifikasi, eksplorasi, investigasi, menduga dan akhirnya

menemukan solusi”.9

Ketiga model pembelajaran tersebut diharapkan dapat diterapkan untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik, karena sama-sama berbasis masalah yang permasalahannya berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, dan terkait dengan isu-isu didalam kehidupan yang berhubungan dengan materi animalia

6

Slameto, Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 54-60

7 Warsono, dan Hariyanto,

Pembelajaran Aktif Teori dan Assesmen, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), h 153

8 Ridwan Abdullah Sani,

Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013, (

Jakarta: Bumi Aksara, 2014), h. 127

9 Ngalimun, Muhammad Fauzani, Ahmad Salabi,

Strategi dan Model Pembelajaran. (Yogyakarta: Aswaja Presindo, 2016), h. 232


(19)

seperti terdapatnya cacing hati pada hewan kurban, larva penularan penyakit kaki gajah, dan masalah-masalah lain terkait pemanfaatan hewan invertebrata ataupun vertebrata. Dengan demikian dapat melatih kecakapan dan kesiapan peserta didik apabila dihadapkan pada permasalahan dalam kehidupannya.

Selain itu model pembelajaran berbasis masalah ini menuntut peserta didik untuk memberikan jawaban alternatif dari permasalahan yang diberikan, permasalahan yang harus dipecahkan, membelajarkan mengenal masalah, merumuskan masalah, mencari solusi atau menguji jawaban sementara atas suatu masalah atau pertanyaan dengan melakukan penyelidikan, hingga pada akhirnya dapat menarik kesimpulan dan menyajikan secara lisan maupun tulisan, dan ketiga pembelajaran ini bisa diaplikasikan dalam kegiatan kelompok atau individu. Peranan guru dalam tiga model pembelajaran ini adalah untuk memfasilitasi dan mendukung pembelajaran, membimbing, hingga memonitor proses belajar siswa.

Walaupun memiliki kesamaan, secara spesifik ketiga pembelajaran tersebut memiliki perbedaan dari sumber masalah. PJBL secara khusus dimulai dengan produk akhir mengenai sesuatu yang memerlukan keterampilan atau pengetahuan isi secara khusus, mengajukan satu atau lebih problem yang harus dipecahkan oleh pembelajar.10 Sedangkan PBL menyajikan pembahasan permasalahan sebelum memperlajari konsep,sehingga permasalahan menjadi dasar dalam belajar. Problem solving menyajikan perbahasan konsep terlebih dahulu, diikuti pembahasan permasalahan.11

Dengan demikian melalui ketiga model pembelajaran tersebut diharapkan sumber informasi yang diterima siswa dapat meningkatkan peran serta dan keaktifan siswa dalam mempelajari dan menelaah ilmu. Sehingga model pembelajaran yang dirasa tepat dan baik untuk menyampaikan materi pembelajaran dan dapat meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran IPA, khususnya biologi.

Proses pembelajaran IPA, dapat memberikan pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami secara ilmiah. IPA

10 Ngalimun, Fauzani, Salabi,

op.cit., h. 195-196

11 Ridwan Abdullah Sani,


(20)

merupakan cabang ilmu pengetahuan yang memiliki 4 komponen yaitu sikap, proses, produk dan aplikasi.12 Pertama sebagai sikap yaitu memiliki rasa ingintahu, dan hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah. Sebagai sebuah proses yakni prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah. Sebagai produk IPA terdiri dari sekumpulan pengetahuan yang terdiri dari fakta, konsep, prinsip dan hukum tentang gejala alam. Sedangkan sebagai sebuah aplikasi IPA merupakan penerapan metode ilmiah, dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.13 Dengan demikian dalam prosesnya keempat aspek tersebut diharapkan muncul sehingga peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh.

Peningkatan proses pembelajaran saat ini di sekolah juga menekankan pendekatan saintifik, yakni proses pembelajaran yang dirancang agar peserta didik secara aktif mengolah konsep, dan memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam memperoleh informasi dapat berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung kepada informasi searah dari pendidik. Dengan begitu pembelajaran yang tercipta diharapkan dapat diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu berbagai sumber melalui observasi. Selain itu pola pembelajaran yang berpusat pada guru akan berubah menjadi berpusat pada peserta didik, pembelajaran satu arah menjadi pembelajaran interaktif, pembelajaran pasif menjadi aktif, belajar sendiri menjadi belajar kelompok, dan pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran kritis.14

Dengan demikian berbagai model pembelajaran pemecahan masalah dapat diajarkan pada peserta didik dengan maksud untuk memberikan pengalaman agar peserta didik dapat memanfaatkan pada saat menghadapi berbagai variasi masalah. Pemilihan model pembelajaran berdasarkan masalah ini dirasa cocok karena sesuai dengan karakteristik materi pembelajaran dan juga peserta didik,

12Zulfiani, dkk,

Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN, 2009), h. 47.

13

Ibid., h.46-47

14 Kunandar,


(21)

serta masalah yang diberikan harus masalah yang pemecahannya terjangkau oleh kemampuan peserta didik.15

Pembelajaran IPA melibatkan berbagai ranah penilaian baik afektif, kognitif maupun psikomotorik, sehingga pada kegiatan belajar mengajar biologi, pendidik hendaknya melatih peserta didik untuk menyatukan konsep-konsep biologi sehingga menjadi satu kesatuan yang bermakna. Pembelajaran biologi bertujuan agar peserta didik lebih memahami konsep biologi dengan cara memperoleh atau memproses fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang dipelajari. Pembelajaran secara efektif dan efisien diperlukan pada pembelajaran biologi yang menekankan pada aspek hasil belajar, kerena pendidik seringkali menemukan hasil belajar peserta didik masih dalam kategori rendah disebabkan beberapa peserta didik kurang memahami pembelajarannya,

Berdasarkan penjelasan di atas maka model pembelajaran Project Based Learning (PJBL), Problem Based Learning (PBL), dan Problem Solving, yang dapat diimplementasikan dalam pembelajaran IPA khususnya dalam bidang biologi untuk peningkatan hasil belajar peserta didik. Karena itu dengan permasalahan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul “Perbedaan Hasil Belajar antara Model Pembelajaran Project Based

Learning (PJBL), Problem Based Learning (PBL), dan Problem Solving pada Materi Animalia”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat diidentifikasi sebuah permasalahan yang dapat dijadikan sebuah penelitian sebagai berikut:

a. Guru menemukan hasil belajar peserta didik masih dalam kategori rendah. b. Hasil Belajar pada materi kingdom animalia atau hewan termasuk dalam

kategori rendah dengan rata-rata 69.70 dan belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) dari total kelas X MIA adalah 6 kelas.

15

Nunung Nurlaila, Suparmi, Widha Sunarno, Pembelajaran Fisika dengan PBL Menggunakan

Problem Solving dan Problem Posing Ditinjau dari Kreativitas dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa, Jurnal Inkuiri Universitas Sebelas Maret, Vol. 2, No. 2, 2013, h. 117


(22)

c. Penggunaan model pembelajaran Project Based Learning (PJBL), Problem Based Learning (PBL), dan Problem Solving, dan diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, maka penelitian ini hanya dibatasi pada: a. Model pembelajaran yang digunakan adalah Project Based Learning (PJBL),

Problem Based Learning (PBL), dan Problem Solving.

b. Hasil belajar peserta didik dibatasi jenjang C1, C2, C3, C4, C5, dan C6 sesuai dengan taksonomi bloom revisi, versi Krathwohl dan Anderson.

c. Konsep Biologi dibatasi pada konsep Animalia, semester genap, tahun 2016.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan diatas maka dapat ditentukan rumusan masalah

“Apakah terdapat perbedaan hasil belajar peserta didik yang diajarkan dengan

model pembelajaran Project Based Learning (PJBL), Problem Based Learning (PBL), dan Problem Solvingpada materi Animalia?”

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar peserta didik menggunakan tiga model pembelajaran, yaitu model pembelajaran Project Based Learning (PJBL), Problem Based Learning (PBL), dan Problem Solving, dan pada materi animaliadi SMA Negeri 8 Kota Bekasi.

2. Kegunaan Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu : a. Bagi peneliti

1) Memperoleh informasi mengenai hasil belajar siswa terutama dalam penguasaan konsep dengan menggunakan model pembelajaran Project Based


(23)

Learning (PJBL), Problem Based Learning (PBL), dan Problem Solving pada materi animalia bagi peserta didik.

2) Pengalaman belajar dengan menerapkan tiga model pembelajaran dalam pembelajaaran IPA Biologi, serta dapat dijadikan bahan referensi untuk dijadikan bahan penelitian lebih lanjut.

b. Bagi peserta didik

Mengasah keaktifan peserta didik agar lebih aktif dalam proses pembelajaran, sehingga dapat merubah anggapan peserta didik bahwa pembelajaran IPA yang membosankan.


(24)

9 A. Deskripsi Teoretik

1. Hasil Belajar a. Pengertian Belajar

Kegiatan pembelajaran merupakan proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuannya. Dalam perkembangannya kemampuan belajar dan mengolah informasi merupakan ciri penting yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Dalam prosesnya kegiatan pembelajaran sebaiknya memberikan perubahan kepada peserta didik yang asalanya tidak tahu menjadi tahu, dan proses ini merupakan hasil dari belajar.

Menurut Cronbach seperti yang dikuti Riyanto, “Belajar merupakan perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman dengan mengalami sesuatu yang berhubungan dengan pancaindra dengan cara mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar, mengikuti arah tertentu”.1 Adapun menurut Ahmad Susanto, “Belajar merupakan suatu aktifitas yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan terjadinya perubahan perilaku yang relatif tetap, baik berpikir, merasa atau bertindak”.2

Selanjutnya menurut Martinis Yamin, “Belajar merupakan kegiatan yang membawa manusia pada perkembangan pribadi seutuhnya meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik serta menekankan pada proses kognitif, karena

1 Yatim Riyanto,

Paradigma Baru Pembelajaran.(Jakarta: Fajar Interpratama Mandiri, 2009),

h. 5

2 Ahmad Susanto,

Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, (Jakarta: Kencana 2013), h. 4


(25)

struktur kognitif dapat mempengaruhi perkembangan afektif maupun penampilan seseorang”.3

Adapun menurut Burton, dikutip dalam Ahmad Susanto, “Belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri inidvidu berkat adanya interaksi antar individu dengan individu lain dan individu dengan lingkungannya sehingga sesorang lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya”.4 Belajar merupakan proses yang berlangsung secara terus menerus selama hidup seseorang yang didasarkan pada kehidupannya yang dihadapkan pada permasalahan atau tujuan yang ingin dicapainya. Sehingga belajar tidak hanya menyangkut pengetahuan, tetapi juga keterampilan untuk hidup bermasyarakat meliputi keterampilan berpikir dan keterampilan sosial yang menyangkut nilai dan sikap, yang diwujudkan dalam tingkah laku yang positif untuk mencari kesempurnaan hidup.5

Belajar pada hakikatnya merupakan perubahan. Perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah melakukan aktivitas tertentu dan diperlihatkan dalam peningakatan kecakapan, pengetaguan, sikap, pemahaman, dan kemampuan lainnya, serta yang terpenting dalam pelaksanaannya adalah prosesnya, artinya belajar diperoleh dengan usaha sendiri, dan orang lain perantara dalam kegiatan belajar agar belajar tersebut berhasil dengan baik.6

Dalam pelaksanaannya, untuk melakukan suatu pembelajaran perlu diperhatikannya beberapa prinsip-prinsip yang terdapat dalam belajar, meliputi:1) Prinsip kesiapan, yaitu tingkat kesiapan seseorang berdasarkan kondisi kesiapan pikiran, atau keadaan fisik yang menunjukan sikap siap untuk belajar. 2) Prinsip asosiasi, yaitu kemampuan seseorang untuk menghubungkan atau menyatukan apa yang sudah dipelajari dengan apa yang sudah ada dalam ingatannya. 3) Prinsip latihan, berkaitan dengan mempelajari sesuatu yang dilakukan

3

Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Gaung Persada, 2003), h. 105

4 Ahmad Susanto

, op.cit., h. 3

5 Kokom Komalasari,

Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi, (Bandung: PT Refika

Aditama, 2013), h. 2

6 Pupuh Fathurrohman, dan M. Sobry Sutikno,

Strategi Belajar Mengajar Melalui Konsep Umum dan Islami, (Bandung : Refika Aditama, 2007), h. 6


(26)

ulang baik mempelajari pengetahuan maupun keterampilan. Semakin diulang, maka semakin baik hasil belajarnya. 4) Prinsip efek, berkaitan dengan perasaan emosional seseorang dalam belajar, dan biasanya situasi ini akan mempengaruhi hasil belajarnya.7

Belajar dan mengajar merupakan suatu kesatuan dimana terjadinya interaksi antara pendidik dan peserta didik, dan peserta didik dengan peserta didik lainnya saat pembelajaran berlangsung. Berdasarkan beberapa pengertian belajar diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar merupakan suatu aktivitas yang dilakukan seseorang yang terjadi karena adanya interaksi untuk memperoleh konsep, pemahaman dan pengetahuan baru sehingga memungkinkan terjadi perubahan prilaku baik dalam berpikir, merasa, mauapun dalam bertindak.

b. Pengertian Hasil Belajar

Setelah melalui proses pembelajaran maka peserta didik hendaknya melakukan suatu evaluasi untuk memastikan apakah proses belajar yang telah dilakukan. Menurut Suharsimi Arikunto dalam Dwi Rusmaryanti “Hasil Belajar merupakan hasil yang dicapai seseorang setelah melaksanakan kegiatan belajar dan melakukan penilaian terhadap peserta didik untuk mengetahui sejauh mana materi yang diajarkan dapat dikuasai oleh peserta didik”.8

Menurut Bloom, yang dikutip oleh Rusmono mengatakan bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang meliputi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotrorik. Ranah kognitif berhubungan dengan pengetahuan dan pengembangan kemampuan intelektual. Ranah afektif meliputi perubahan sikap, minat, nilai-nilai dan pengembangan apresiasi serta penyesuaian. Ranah psikomotorik mencakup perubahan perilaku yang menunjukan bahwa siswa telah mempelajari keterampilan manipulatif fisik tertentu.9

7 Kokom Komalasari

, op.cit., h. 3

8 Dwi Rusmaryanti, Meningkatkan Hasil Belajar Biologi dengan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Share) pada Siswa kelas VIIIA MTs Al Huda 2 Jenawi Karanganyar, Jurnal Pendidikan, Vol. 22, 2013, h. 290.

9 Rusmono,

Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning itu Perlu: untuk Meningkatkan Profesionalisme Guru , (Bogor: Ghalia Indonesia, 2014), Cet. 2, h. 8


(27)

Nawawi dalam Ahmad Susanto, menjelaskan “Hasil belajar adalah tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu”.10 Hasil belajar juga merupakan hasil dari suatu perubahan perilaku akibat adanya interaksi individu antar individu dan individu dengan lingkungannya yang diwujudkan dalam bentuk perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap, tingkah laku, keterampilan, kecakapan, dan kemampuan penerimaan dan aspek lainnya yang ada pada individu.11

Hasil belajar dan tingkat keberhasilan peserta didik dalam mempelajari suatu materi disekolah dapat diukur dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes. Hasil tes ini digunakan untuk menilai proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu. Pemberian tes dilakukan dengan mengacu pada indikator dan keterampilan berpikir tertentu.

Salah satu penilaian hasil belajar yang dipakai adalah penilaian hasil belajar dalam aspek kognitif (penguasaan konsep). Asepek kognitif yang digunakan adalah taksonomi Bloom baru versi Krathwohl yang terdiri dari enam level, yaitu: mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis atau menguraikan (C4), evaluasi atau menilai (C5) dan membuat (C6).12 Revisi Krathwohl sering digunakan dalam merumuskan tujuan belajar yang sering dikenal dengan istilah C1 sampai C6. Jenjang-jenjang dari C1 sampai C6 dapat dilihat sebagai berikut.

Jenjang pertama dalam taksonomi tersebut adalah mengingat. Mengingat merupakan kemampuan peserta didik untuk mengingat-ingat kembali apa yang disampaikan oleh guru, dan menyampaikan informasi atau pengetahuan sederhana secara verbal atau tulisan, sifatnya ingatan semata, tanpa ada intepretasi atau

10

Ahmad Susanto, op.cit., h. 5

11 Ni Kt Nik Aris Sandi Dewi, dkk., Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek (

Project- Based Learning) Terhadap Hasil Belajar Ipa Peserta didik Kelas IV SD Negeri 8 Banyuning,

Jurnal Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, 2013., h.. 4

12

Lorin W Anderson, dan David R Kratwohl, Karangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen: Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar , 2010), h.3


(28)

manipulasi dari peserta didik sebab apa yang dingat dan disampaikan adalah data dan fakta belaka.

Jenjang kedua adalah memahami, seperti menjabarkan, atau menegaskan informasi yang masuk seperti menafsirkan dengan bahasa sendiri memberi contoh, menjelaskan idea atau konsep, membuat ringkasan dan melakukan intepretasi sederhana terhadap data atau informasi. Memahami melampui kemampuan menghafal pada jenjang C1.13

Jenjang ketiga adalah menerapkan atau aplikasi, merupakan suatu prosedur dalam keadaan tertentu untuk mengerjakan soal latihan atau menyelesaikan masalah, mengaplikasikan erat kaitannya dengan pengetahuan prosedural.14 Selain itu jenjang ini memerlukan informasi yang dipelajari untuk digunakan dalam mencapai solusi atau menyelesaikan tugas.

Jenjang ke empat adalah menganalisis merujuk pada kemampuan anak didik dalam menguraikan, membandingkan, menjelaskan cara kerja sesuatu, menganalisis hubungan antara bagian-bagian, mengenali motif atau struktur organisasi, dan lainnya.

Jenjang ke lima, adalah evaluasi merujuk pada kemampuan peserta didik memberikan penjelasan terhadap sesuatu yang dievaluasi, hal ini berarti peserta didik dengan sendirinya memiliki berbagai bahan pertimbangan yang diperlukan untuk memberi nilai, selain itu peserta didik mampu menyusun hipotesis, mengkritik, memprediksi, menilai dalam proses pembelajar15

Jenjang kognitif yang terakhir adalah mencipta, yang merujuk pada tujuan pendidikan untuk menciptakan suatu produk, dan untuk mencapai tujuan ini peserta didik mensintesiskan informasi atau materi membuat keseluruhan yang baru dalam kemampuan merancang, mendesain, memproduksi, menyempurnakan, dan lain lain.16

13 Yuli Kwartolo

, Multiple Intelligences dan Implementasinya dalam Taksonomi Bloom,

Jurnal Pendidikan Penabur, No. 18, 2012, h. 71

14

Anderson, dan Kratwohl, op.cit., h. 116

15 Yuli Kwartolo

, op.cit., h. 71

16 Anderson, dan Kratwohl,


(29)

Berdasarkan jenjang kognitif tersebut untuk mengukur keberhasilan pembelajaran hasil belajar, maka perlu dilakukannya adanya penilaian keberhasilan untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar melalui tes prestasi hasil belajar dengan menggunakan tes formatif. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar peserta didik. Tes formatif merupakan penilaian yang digunakan untuk mengukur topic atau bahasan tertentu dengan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap peserta didik terhadap pokok bahasan tertentu, agar guru dan peserta didik memperoleh informasi mengenai kemajuan yang telah dicapai17

Dengan demikian berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat dijelaskan bahwa hasil belajar merupakan suatu penilaian akhir dari proses belajar yang telah dilalui, dan tersimpan dalam jangka waktu tertentu dan membentuk perubahan pada individu untuk mencapai hasil yang lebih baik. Untuk mengukur keberhasilan proses belajar peserta didik digunakan penilaian dengan tes formatif, dengan kriteria tes digunakan jenjang kognitif dari C1 sampai dengan jenjang C6. .

1. Pembelajaran Project Based Learning (PJBL)

Berbagai model pembelajaran saat ini menekankan pada karakteristik pemecahan masalah. Pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah dimaksudkan untuk memberikan pengalaman agar peserta didik dapat dimanfaatkan saat menghadapi berbagai variasi masalah yang didorong untuk mmemecahkan masalah yang berbeda dan diselesaikan dengan tepat hingga memerlukan upaya mencoba berbagai alternative strategi pemecahan. Beberapa model pembelajaran yang berhubungan dengan penyelesaian berbagai permasalahan yaitu model pembelajran Project Based Learning (PJBL), Problem Based Learning (PBL), dan Problem Solving.

17 Syaiful Bahri Djamarah, dan Aswan Zain,

Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Rieneka Cipta, 2013), h. 106


(30)

a. Pengertian Project Based Learning (PJBL)

Salah satu model pembelajaran yang termasuk ke dalam pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran Project Based Learning (PJBL). Menurut Warsono, “PJBL atau model pembelajaran berbasis proyek didefinisikan sebagai suatu pengajaran yang melibatkan siswa dalam penyelidikan, dan mencoba mengkaitkan antara teknologi dan masalah kehidupan sehari-hari yang akrab dengan siswa atau dengan proyek sekolah.18 Pembelajaran ini menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata. Sedangkan Imas Kuniasih merumuskan bahwa

Project Based Learning merupakan model pembelajaran yang menggunakan permsalahan sebagai awal pembelajaran, proyek/kegiatan sebagai media, dan melakukan eksplorasi bersama kelompok maupun secara individual, penilaian interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar, serta memunculkan Inquiry dengan pertanyaan penuntun serta membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai subjek dalam kurikulum.19

Suatu model pembelajaran yang menyangkut pemusatan pertanyaan dan masalah bermakna, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, proses pencarian berbagai sumber, pemberian kesempatan kepada anggota untuk bekerja secara kolaborasi, dan menutup dengan presentasi produk nyata. Dengan adanya produk nyata yang dapat dibuat secara kelompok kolaboratif dapat membuat pengalaman belajar peserta didik lebih menarik dan bermakna dalam prosesnya.20

Munculnya model pembelajaran PJBL berangkat dari pandangan konstruktivisme yang mengacu pada pembelajaran kontekstual yang merupakan proses pembelajaran dimana para peserta didik berperan aktif untuk memecahkan masalah, mengambil keputusan, meneliti, mempresentasikan, dan membuat

18 Warsono, dan Hariyanto,

Pembelajaran Aktif Teori dan Assesmen, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), h 153

19

Imas Kurniasih, dan Berlin Sani., Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013 Mamahami Aspek dalam Kurikulum 2013, (Yogyakarta: Kata Pena, 2014), h. 81.

20 Ni Kt Nik Aris Sandi Dewi, dkk.,


(31)

dokumen, serta dirancang untuk digunakan pada masalah kompleks yang diperlukan peserta didik dalam melakukan investigasi dan memahaminya.21

“The Project-based Learning Model provides a scaffold or structure for students to engage in each of these practices by taking the steps to develop and implement a project.” Artinya, project based learning menyediakan rancangan atau struktur bagi siswa untuk terlibat dalam setiap praktek atau kegiatan dengan menggunakan tahapan untuk mengembangkan dan melaksanakan proyek.22

Kegiatan dalam pembelajaran ini menekankan pada kegiatan belajar yang berdurasi panjang, perpusatan pada perserta didik, serta berhubungan dengan praktik dan isu dunia nyata, serta dapat meningkatkan keyakinan diri pada peserta didik, motivasi untuk belajar, kemampuan kreatif, dan mengagumi diri sendiri, sehingga berdampak pada hasil belajar peserta didik.23

Model pembelajaran ini menempatkan guru sebagai fasilitator, motivator, monitor dan evaluator. Sebagai fasilitator guru harus menjamin tersedianya sarana dan prasarana pembelajaran yang diperlukan siswa, sebagai motivator guru senantiasa memberikan dorongan dan bimbingan kepada siswa agar proyek dapat terlaksana sesuai dengan jadwal yang disepakati.24

Mengacu pada beberapa pengertian mengenai Project Based Learning (PJBL) diatas, dapat dipahami bahwa model pembelajaran PJBL merupakan strategi pembelajaran yang menggunakan proyek atau kegiatan sebagai saran pembelajaran untuk mencapai pengetahuan yang memfasilitasi peserta didik terlibat terlibat aktif dalam berinvestigasi, memecahkan masalah dunia nyata, tugas-tugas bermakna lainya, dan menghasilkan suatu produk nyata dengan tujuan meningkatkan motivasi, kemampuan berpikir tingkat tinggi, memahami materi secara menyeluruh, dan meningkatkan keterampilan proses peserta didik.

21

I Made Wirasana, dkk., Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning) Terhadap Hasil Belajar Biologi Ditinjau dari Gaya Belajar Peserta didik SMA Jagantara, e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha, Vol. 4, 2014., h. 3.

22 Erica Backer,

Project-Based Learning Model: Relevant Learning for the 21st Century,

(Washington: Pacific Education Institute, 2011), h. 2

23

Ngalimun, Muhammad Fauzani, Ahmad Salabi, Strategi dan Model Pembelajaran. (Yogyakarta: Aswaja Presindo, 2016), h. 189

24 I Dw A. Trisna Handayani, dkk, Komparasi Peningkatan Pemahaman Konsep dan Sikap

Ilmiah Siswa SMA yang Dibelajarkan dengan Model Pembelajaran Problem Based Learning dan


(32)

Pembelajaran PJBL berbeda dengan teknik pembelajaran yang lainnya, dimana dapat meningkatkan kebiasaan belajar peserta didik yang khas serta praktik belajar yang baru, hingga mengharuskan siswa untuk berpikir secara orisinil sampai akhirnya siswa dapat memecahkan masalah dalam kehidupan nyata.25

Beberapa Karakteristik PJBL, menurut Made Wena diantaranya: 1) menggunakan berbagai gaya belajar, 2) berorientasi pada proses belajar dunia nyata, 3) menyajikan lingkungan belajar yang dapat memberikan umpan balik yang positif, 4) mendorong peserta didik untuk berpikir dalam tingkat tinggi, 5) masalah atau pembelajaran yang diberikan mampu menghasilkan proses belajar yang bermakna, 6) proyek yang dihasilkan memiliki nilai bernakna bagi peserta didik dan 7) mendorong peserta didik melakukan penilaian mandiri terhadap kegiatan pembelajarannnya.26

Sedangkan menurut M.Hosnan, selain memiliki karakteristik tertentu, PJBL juga memiliki beberapa prinsip-prinsip yaitu: 1) Keterpusatan (centrality); adalah proyek dalam PJBL adalah pusat atau inti kurikulum, bukan pelengkap kurikulum, proyek adalah strtegi pembelajaran, dan peserta didik mengalami dan belajar mengenai konsep inti suatu disiplin ilmu melalui proyek. 2) Berfokus pada pertanyaan atau masalah; yang mendorong pelajar menjalani konsep dan prinsip inti atau pokok disiplin. 3) Investigasi konstrukstif atau desain investigasi dapat berupa proses desain, pengambilan keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah, diskoveri atau proses pembangunan model. 4) Otonomi, aktivitas peserta didik merupakan aktivitas yang sangat penting. Peserta didik memiliki peran sebagai pemberi keputusan dan pencari solusi (problem solver). 5) Realisme; meliputi topik, tugas, peranan yang dimainkan perserta didik dalam konteks dimana kerja proyek dilakukan, kolaborator yang bekerja dengan pelajar dalam

25

Warsono, dan Hariyanto, op.cit., h 154

26 Made Wena,

Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 153


(33)

proyek, produk dihasilkan, audien bagi produk proyek atau kriteria dimana produk atau unjuk kerja dinilai.27

Berdasarkan penjelasan yang telah dijabarkan sebelumnya, bahwa pembelajaran dengan menggunakan model project based learning (PJBL) memiliki karakteristik dan prinsip-prinsip yang dapat digunakan untuk merangsang atau memberikan keaktifan kepada peserta didik dengan pemberian berbagai permasalahan dan proyek yang disajikan sehingga dihasilkan suatu hasil belajar yang nyata dalam bentuk proyek atau produk, serta memiliki niali berbekas dan dapat disimpan dalam pikiran peserta didik dalam jangka yang panjang.

b. Langkah-langkah Project Based Learning (PJBL)

Project Based Learning (PJBL) merupakan salah satu model pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagi sumber utama untuk mempelajari kajian materi, dan dapat dilaksanakan dengan apabila pengajar siap dengan segala perangkat yang diperlukan sehingga proses pembelajaran dapat berjalan. Tahapan-tahapan PJBL secara berurutan menurut Imas Kurniasihdiantaranya:28

Tabel 2.1 Tahapan Pembelajaran PJBL menurut Imas Kurniasih

Tahapan Pembelajaran Aktivitas Pembelajaran

Penentuan proyek Peserta didik menentukan tema atau topik proyek berdasarkan tugas proyek yang diberikan oleh guru, diberi kesempatan untuk memilih atau menetukan proyek yang dikerjakan secara kelompok atau mandiri dengan tidak menyimpang dari tugas yang diberikan guru.

Perancangan langkah-langkah penyelesaian

kelompok

Peserta didik merancang tahapan kegiatan penyelsaian proyek dari awal sampai akhir beserta pengelolaannya.

27

M. Hosanan, Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21, (Bogor: Ghalia Indonesia , 2014), h. 323

28 Imas Kurniasih, dan Berlin Sani.,


(34)

Tahapan Pembelajaran Aktivitas Pembelajaran

Penyusuanan jadwal Perencanaan dan waktu proyek dilakukan dibawah pendampingan. Pendidik melakukan penjadwalan semua kegiatan yang telah dirancangnya, berapa lama proyek itu harus diselesaikan tahap demi tahap.

Penyelesaian proyek dengan fasilitas dan

monitoring guru

Pengimplementasikan rancangan proyek yang telah dibuat. aktivitas yang dapat dilakukan dalam kegiatan proyek adalah: a). membaca, b) meneliti, c) observasi, d) interview, e) merekam, f) berkarya seni, d) mengunjungi objek proyek, atau h) akses internet.

Menyusun laporan dan presentasi atau publikasi

Menyusun hasil proyek dalam bentuk produk, baik itu berupa karya tulis, karya seni, atau karya teknologi atau prakarya yang dipublikasikan.

Evaluasi proses dan hasil proyek

Evaluasi proses dan hasil proyek dengan melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil tugas proyek.

Secara umum, langkah-langkah pembelajaran berbasis proyek dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Penentuan proyek

2. Perancangan langkah-langkah penyelesaian proyek Penentuan proyek

3. Penyusunan jadwal pelaksanaan proyek

5. Penyusunan laporan dan presentasi atau publikasi hasil

proyek

4. Penyelesaian proyek dengan fasilitasi dan

monitoring guru 6. Evaluasi

proses dan hasil proyek


(35)

Tahapan proses pembelajaran Project Based Learning (PJBL) lainnya menurut Erica Backer, memiliki delapan tahap pembelajaran, yaitu:29

Tabel 2.2 Tahapan Pembelajaran PJBL menurut Erica Backer

Tahapan Pembelajaran

Aktivitas Pembelajaran

Mendeskripsikan materi

Guru meminta peserta didik untuk menggambarkan materi yang telah dipelajari.

Menentukan masalah.

Guru mengarahkan peserta didik untuk mengidentifikasi sebuah permasalahan kecil dengan melihat deskripsi materi yang sedang dipelajari

Mengkaji permasalahan

Melakukan pemikiran yang mendalam untuk menyelesaikan masalah untuk mencari solusi yang aktif dalam penyelesaian masalah tersebut.

Memahami pihak yang terlibat

Mengidentifikasi pandangan, ide, dalam kelompok atau individu yang akan memberikan gagasan mengenai solusi yang dibuat.

Menentukan solusi permasalahan.

Menentukan solusi pemecahan masalah yang diambil dan didiskusikan berdasarkan keputusan bersama, dan memperhitungkan aspek keterbatasan dan kemudahan.

Merencanakan proyek

Bekerja secara kelompok kolaboratif untuk memecahkan permasalahan, identifikasi sumber dan tahapan-tahapan yang perlu diterapkan, untuk memberikan solusi, serta perencanaan penyelesaian proyek dengan memperhatikan waktu, deadline, alat bahan dan langkah-langkah penyelesaiannya.

Evaluasi, menyimpulkan,

dan refleksi.

Melakukan evaluasi, refleksi dan mengkomunikasikan hasil yang telah dilaksanakan selama pembelajaran berlangsung untuk memberikan masukan kepada kelompok untuk memperbaiki hasil yang telah dikerjakan agar lebih baik, dan akhirnya dapat ditemukan cara yang efektif dalam membentuk suatu proyek yang dikerjakan.

29 Erica Backer,


(36)

Berdasarkan tahapan-tahapan yang telah dijelaskan dan dipaparkan diatas, peneliti menggunakan tahapan pembelajaran menurut Imas Kurniasih, karena sintaks pembelajarannya lebih sedikit,dan didalam sintaks pembelajaran tersebut, walapun sintaks pembelajaran lebih singkat, namun didalamnya telah dijabarkan tahapan lebih kompleks dan mudah dimengerti untuk mencapai hasil belajar yang digunakan, walaupun secara keseluruhan tahapan menurut Imas ataupun Erica, memiliki kesamaan, hanya saja dalam versi Erica dijabarkan lebih mendetai sehingga sintaks pembelajarnya lebih terlihat panjang.

“In the case of project based learning, the problem is simply a challenge that can be solved through the design process, a series of steps used to design and solve a problem, in the other words, the problem is the purpose or reason for a project”.30 Artinya, dalam pembelajaran berbasis proyek, masalah merupakan tantangan yang harus dapat diselesaikan melalui proses desain atau penggambaran, serangkaian langkah yang digunakan untuk merancang dan memecahkan masalah, serta masalahnya merupakan tujuan atau alasan untuk sebuah proyek.

Kerja proyek dalam PJBL memuat tugas yang kompleks berdasarkan pertanyaan atau masalah yang menanatang dan menuntut peserta didik untuk merancang, memecahkan masalah, membuat keputusan, investigasi, serta memberikan kesempatan belajar mandiri.31

Produk yang dibuat selama proyek memberikan hasil yang secara otentik dapat diukur oleh guru atau instruktur di dalam pembelajarannya, oleh karena itu didalam pembelajaran berbasis proyek, guru atau instruktur tidak lebih aktif dan melatih secara langsung, akan tetapi instruktur menjadi pendamping atau fasilisator dan memahami pikiran pembelajaran.32

30

Ibid., h. 15

31 Made Wena,

op.cit., h. 144

32 Ngalimun, Fauzani, Salabi,


(37)

c. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Project Based Learning (PJBL)

Model pembelajaran Project Based Learning merupakan model pembelajaran yang dirancang untuk menumbuhkan keaktifan peserta didik. Untuk itu dalam penerapaannya didalam kelas, model pembelajaran ini memiliki berbagai kelebihan dan kekurangan.

Kelebihan model pembelajaran Project Based Learning (PJBL) menurut Ridwan Abdullah Sani adalah sebagai berikut:33 1) Meningkatkan motivasi belajar peserta didik dalam membuat laporan tertulis mengenai proyek. 2) Mendorong kemampuan peserta didik untuk melakukan pekerjaan penting, dan perlu dihargai. 3) Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan masalah yang kompleks. 4) Mendorong peserta didik untuk mengembangkan serta mempraktikan keterampilan berkomunikasi. 5) Memberikan pengalaman dan praktik dalam mengorganisasikan proyek dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk penyelesaian tugas, dan membuat suasana belajar menjadi menyenangkan.

Selain memiliki kelebihan, pembelajaran PJBL juga memiliki beberapa kelemahan diantaranya:34 1) Membutuhkan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah dan menghasilkan produk. 2) Membutuhkan biaya yang cukup. 3) Membutuhkan pendidik yang mau belajar dengan sungguh-sungguh. 4) Membutuhkan fasilitas dan bahan yang memadai. 5) Tidak sesuai untuk peserta didik yang mudah menyerah dan tidak memiliki pengetahuan serta keterampilan yang dibutuhkan. 6) Kesulitan melibatkan semua peserta didik dalam kerja kelompok.

Berdasarkan hal tersebut pembelajaran Project Based Learning (PJBL) memililiki kelebihan dan kekurangan dalam prosesnya, salah satu kelemahannya adalah dalam pelaksanaannya memerlukan waktu yang cukup panjang dalam pelaksanaannya, sehingga perlu adanya pengelolaan waktu yang baik. Selain itu pembelajaran PJBL ini memiliki kelebihan, yakni peserta didik dapat membantu siswa belajar melakukan tugas-tugas dan dapat mengunakan sumber yang terbatas

33

Ridwan Abdullah Sani, Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2014), h. 177

34


(38)

secara efektif dan bekerja dengan orang lain, sehingga memiliki nilai yang tinggi dalam peningkatan kualitas belajar.

2. Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

a. Pengertian Problem Based Learning (PBL)

Pembelajaran berbasis masalah dan pemecahan masalah merupakan upaya untuk mendapatkan suatu penyelesaian dari tugas atau situasi yang nyata yang memfokuskan pada masalah kehidupan yang bermakna bagi siswa.35 Menurut Bern & Erickson, menegaskan bahwa “Pembelajaran berbasis masalah merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan peserta didik dalam memecahkan masalah dengan menghubungkan berbagai konsep, keterampilan, dari berbagai disiplin ilmu”.36

Dilihat dari aspek psikologi strategi pembelajaran berbasis masalah didasarkan pada aspek psikologi kognitif bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku karena adanya pengalaman, bukan menghafal fakta, tetapi proses interaksi secara sadar antara individu dengan lingkungannya, sehingga melalui proses ini maka peserta didik akan berkembang secara utuh.37

Startegi pembelajaran berbasis masalah ini didalamnya terdapat model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yaitu model pembelajaran yang tidak berpusat pada guru, namun berpusat pada suatu masalah, yang merupakan masalah nyata yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Model pembelajaran ini menjadikan peserta didik lebih bertanggung jawab dan mandiri.38

Menurut Nurhadi dikutip Ika Indiranawati, menjelaskan bahwa “PBL merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan

35

Agus N. Cahyo, Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar Teraktual dan Terpopuler, (Yogyakarta: Diva, 2013), h. 283.

36 Kokom Komalasari,

op.cit., h. 59.

37

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 213.

38 Ika Indrianawati, dkk., Studi komparasi Hasil Belajar Peserta Didik Menggunakan Model

PBL dan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD, Jurnal Universitas Negeri Surabaya ,2013. h. 3


(39)

keterampilan memecahkan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari mata pelajaran”39

Ridwan Abdullah Sani, menyatakan bahwa “PBL merupakan model pembelajaran yang penyampaiannya dilakukan dengan menyajikan suatu permasalahan, mengajukan pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan, dan membuka dialog serta memecahkan masalah, menerapkan beberapa konsep dan prinsip yang secara stimulan dipelajari dan tercakup dalam kurikulum mata pelajaran”.40 Sedangkan menurut Dutch dikutip oleh Taufik Amir menyatakan bahwa:

Problem based learning merupakan metode instruksional yang menantang siswa agar “belajar untuk belajar”, bekerjasama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata. Masalah ini digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta kemampuan analisis dan inisiatif atas materi pelajaran. Problem based learning mempersiapkan siswa untuk berpikir kritis dan analitis, dan untuk mencari serta menggunakan sumber pelajaran yang sesuai.”41

Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran dapat diselesaikan peserta didik dengan melalui kerja kelompok, sehingga dapat memberi pengalaman belajar yang beragam, disamping pembelajaran yang berhubungan dengan pemecahan masalah, seperti membuat hipotesis, merancang percobaan, melakukan penyelidikan hingga berdiskusi dan membuat laporan.42

Masalah yang dipaparkan dalam PBL menurut Ngalimun, memiliki beberapa kriteria:43 1) Situasi harus autentik, masalah dikaitkan dengan pengalaman riil bukan dengan prinsip akademis tertentu. 2) Masalah tidak sederhana, artinya menciptakan misteri atau teka-teki, sehingga masalah yang tidak jelas tidak dapat diselesaikan dengan jawaban sederhana dan memiliki solusi-solusi alternatif. 3) Masalah harus bermakna bagi peserta didik sesuai

39

Median Agus Priadi dkk, Pembelajaran Biologi Menggunakan Model Problem Based Learning melalui Metode Eksperimen Laboratorium dan Lapangan Ditinjau dari Keberagaman Kemampuan Berpikir Analitis dan Sikap Peduli Lingkungan, Jurnal Inkuiri, Vol. 1. No. 3, 2012, h. 219

40

Ridwan Abdul Sani, op.cit., h. 127

41 M. Taufik Amir,

Inovasi Pendidikan melalui Problem Based Learning: Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), Cet. 3, h. 21

42

Ngalimun, Fauzani, Salabi, op.cit., h. 118

43 Sugiyanto,

Model-model Pembelajaran Inovatif, (Surakarta: Yuma Pustaka, 2009), h. 157-158


(40)

dengan tingkat perkembangan intelektual. 4) Masalah memiliki cangkupan yang luas dan memberikan kesempatan pada guru untuk memenuhi tujuan intruksionalnya, tetapi dalam batasan dari segi waktu, ruang, dan keterbatasan sumber daya., dan 5) Masalah harus mendapatkan manfaat dari usaha kelompok.

Kerja kelompok dalam PBL juga memiliki beberapa fungsi, yaitu kelompok sebagai komunitas dalam pembelajaran dimana beberapa siswa merasa nyaman dalam memberikan ide atau gagasan dalam pembelajaran, dalam kelompok akan melatih kemampuan komunikasi, kelompok juga dapat memberikan motivasi dan keingininan bagi peserta didik karena peserta didik akan menjadi lebih aktif terlibat dalam pekerjaan dan bertanggung jawab atas apa yang dikerjakan dalam kelompok, dan dalam beberapa alasan kelompok dapat menambah prestasi belajar.44

Penggunaan PBL melatih peserta didik untuk berpikir kritis, keterampilan pemecahan masalah, memperoleh pengetahuan dan konsep yang sesuai dari mata pelajaran. Strategi pembelajaran dengan PBL memberikan kebebasan pada peserta didik dalam proses pembelajaran yang diharapkan untuk terlibat dalam penelitian untuk memecahkan permasalahan.45

The problem based learning is an active learning which enables the student to becom aware of and determine his/her Problem Solving ability and learning needs, to learn to learn, to be able to make knowledge operative and to perform group works “in the face of real life problems”.46 Artinya

Problem based learning adalah pembelajaran aktif dimana yang memungkinkan siswa untuk menyadari dan menentukan kemampuan pemecahan masalah dan kebutuhan belajar, belajar untuk belajar, untuk dapat membuat pengetahuan dan untuk melakukan kerja kelompok "dalam menghadapi masalah kehidupan nyata”

Tujuan utama dari PBL bukan penyampaian sejumlah besar pengetahuan, melainkan pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah dan aktif membangun pengetahuan sendiri agar dapat membantu

44 Hal White, Speaking of Teaching

Problem Based Learning, Journal Winter, Vol 11, 2001, h. 2

45 Rusmono,

op.cit., h. 74.

46Orhan Akınoğlu, Ruhan Özkardeş

The Effects of Problem-Based Active Learning in Science Education on Students‟ Academic Achievement, Attitude and Concept Learning,Jurnal Universitas Istanbul, 2007 , h. 72


(41)

memperoleh berbagai pengalaman dan mengubah tingkah laku.47 Beberapa karateristik yang terdapat dalam proses PBL yang dijabarkan Imas Kurniasih, dan Berlin Sani adalah: 1) masalah digunakan sebagai awal pembelajaran, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara mengembang, 2) masalah membuat peserta didik tertantang untuk mendapatkan pembelajaran diranah pembelajaran yang baru, 3) sangat mengutamakan belajar mandiri, dan 4) memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak dari satu sumber saja, pencarian, evaluasi serta penggunaan pengetahuan menjadi kunci utama. 48

PBL tidak banyak berfokus pada apa yang sedang dikerjakan siswa, tetapi pada apa yang dipikirkan siswa selama mengerjakannya, dan peran pendidik lebih memfungsikan diri sebagai pembimbing dan fasilisator sehingga siswa dapat belajar berpikir dan menyelesaikan masalah sendiri.49

Berdasarkan beberapa penjelasan yang telah dipaparkan mengenai model pembelajaran Problem Based Learning (PBL), dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran ini didasarkan pada permasalahan-permasalahan yang melibatkan aktifitas berpikir dalam proses pembelajaranya untuk memecahkan masalah, dan melakukan hubungan akan pengetahuan yang sudah dimiliki sehingga menghadirkan pengetahuan yang berbekas, dan merupakan pembelajaran yang menantang peserta didik untuk belajar bagaimana belajar, bekerja secara kelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata, serta masalah yang diberikan digunakan untuk membuat peserta didik memiliki rasa ingintahu pada pembelajaran yang dimaksud.

a. Langkah-Langkah Problem Based Learning (PBL)

Proses pembelajaran problem based learning (PBL) dapat dijalankan bila pengajar siap dengan segala perangkat yang diperlukan, dan peserta didik harus memahami prosesnya dengan membentuk kelompok-kelompok kecil. Proses pembelajaran model PBL diawali dengan aktivitas peserta didik untuk

47

Imas Kurniasih, dan Berlin Sani, op.cit., h. 75.

48 M. Taufiq Amir,

op.cit., h. 22

49 Sugiyanto,


(42)

menyelesaikan masalah nyata yang proses akan membentuk keterampilan peserta didik sehingga terbentuknya pengetahuan baru. Proses tersebut menurut Rusmono dijabarkan dalam tahapan pada Tabel 2.1 berikut:50

Tabel 2.3 Tahapan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) menurut Rusmono

Tahapan Pembelajaran Aktivitas Pembelajaran

Tahap 1

Mengorganisasikan peserta didik terhadap masalah

Guru menginformasikan tujuan pembelajaran, medeskripsikan kebutuhan-kebutuhan logistik penting, dan memotivasi peserta didik agar terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah yang mereka pilih sendiri

Tahap 2

Mengorganisasi peserta didik untuk belajar

Guru membantu peserta didik untuk menentukan dan mengatur tugas-tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

Tahap 3

Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok

Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, mencari penjelasan, dan mencari solusi.

Tahap 4: Mengembangkan, dan menyajikan hasil karya serta

pameran

Guru membantu peserta didik merencanakan dan menyiapkan hasil karya yang sesuai seperti laporan, rekaman video, dan model, serta membantu mereka berbagi karya mereka.

Tahap 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses

pemecahan masalah

Guru membantu peserta didik melakukan refleksi atas penyelidikan dan proses-proses yang digunakan

50 Rusmono,


(43)

Tahapan dalam sintaks PBL menurut Rusmono memiliki lima tahapan dalam setiap pertemuannya. Sedangkan tahapan lain dalam PBL menurut M. Taufik Amir terdiri atas:51

Langkah 1, mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas, yaitu memastikan setiap anggota memahami istilah dan konsep yang ada dalam masalah, dan membuat setiap peserta didik untuk memandang istilah, konsep yang sama dalam masalah.

Langkah 2, merumuskan masalah, yaitu menuntut penjelasan hubungan apa yang terjadi dalam fenomena yang sedang dibahas

Langkah 3, menganalisis masalah, yaitu setiap anggota kelompok mengeluarkan pengetahuannya, terjadi diskusi untuk membahas yang tercantum pada masalah, dan memberikan kesempatan untuk anggota melatih menjelaskan, melihat alternative atau hipotesis yang tekait dalam masalah.

Langkah 4, menata gagasan dan secara sistematis menganalisis daengan dalam, yaitu bagian yang sudah dilihat keterkaitannya satu sama lain, dikelompokan manan yang meunjang, mana yang bertentangan. Analisis dilakukan dengan upaya memilih sesuatu menjadi bagian yang membentuknya

Langkah 5, memformulasikan tujuan pembelajaran yaitu mengakitkan tujuan pembelajaran dengan analisis masalah yang dibuat, dan hal ini yang menjadi dasar untuk membuat laporan.

Langkah 6, mencari informasi tambahan dari sumber yang lain (di luar diskusi kelompok), yaitu memilih, meringkas, agar mendapatkan informasi relevan, serta keaktifan setiap anggota terbukti dengan laporan yang dilaporkan oleh setiap kelompok.

Langkah 7 mensintesis dan menguji informasi baru dan membuat laporan untuk dosen atau kelas, yaitu menyampaikan presentasi di hadapan kelompok lain, dan kelompok lain mengkritisi mengenai laporan yang disajikan.

Tahapan pembelajaran berbasis masalah secara sistematis dihubungkan dengan aktivitas pendekatan saintifik sesuai dengan karekteristik kurikulum 2013 yang berhubungan dengan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi atau

51 M. Taufiq Amir,


(44)

eksperimen, mengasosiasikan atau mengolah informasi serta mengkomunikasikan. Tahapan-tahapan penting yang harus diperhatikan adalah pertanyaan yang berdasarkan pertanyaan “kenapa”, bukan sekedar “bagaimana”. Oleh karena itu dalam pembelajaran PBL mampu menjelaskan permasalahan dan bagaimana permasalahan tersebut dapat terjadi, dan yang harus dicapai pada akhir pembelajaran adalah kemapuan untuk memahami permasalahan dan alasan timbulnya permasalahan tersebut dalam tatanan sistem yang sangat luas.

Penerapan PBL dimulai dengan adanya masalah yang harus dipecahkan atau dicari pemecahannya oleh peserta didik. Peserta didik akan memusatkan perhatiannya pada masalah tersebut, dengan belajar teori, dan metode ilmiah agar dapat memecahkan masalah yang menjadi pusat perhatiannya. PBL merupakan bentuk peralihan dari paradigma pengajaran menuju paradigma pembelajaran. Pembelajaran berdasarkan masalah penggunaannya di dalam tingkat berpikir lebih tinggi, dalam situasi berorientasi pada masalah termasuk bagaimana belajar.52

Pembelajaran dengan PBL dapat diterapkan bila didukung oleh lingkungan yang mendukung. Beberapa kelebihan dari pembelajaran PBL menurut Elhert adalah: 1) menyediakan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan penelitian, 2) membangun keterampilan berpikir kritis, 3) mengenal content materi subyek dan membangun tujuan sesuai konsep, 4) memberdayakan peserta didik menjadi seseorang ahli dalam bidang tertentu, 5) memungkinkan peserta didik menghasilkan lebih dari satu bentuk solusi, (6) menyatakan ketidaktentuan dan kebutuhan untuk mengembangkan asumsi; dan 7) memotivasi peserta didik belajar.53

Sementara itu kelemahan dari penerapan model pembelajaran PBL menurut Warsono adalah: tidak banyak pendidik yang mampu mengantarkan siswa kepada pemecahan masalah, seringkali memerlukan biaya mahak dan waktu

52

L. Kurniani, I. Indiati, dan Sudargo, Efektivitas Problem Based Learning dan Group Investigation Berbantu Kartu Masalah Terhadap Hasil Belajar Siswa SMP, Prosiding Mathematics and sciences forum 2014, h. 631

53 Ni L. Sudewi, I W. Subagia, dan I N. Tika, Studi Komparasi Penggunaan Model Pembe

lajaran Problem Based Learning (PBL) dan Kooperatif Tipe Group Investigation (Gi) Terhadap Hasil Belajar Berdasarkan Taksonomi Bloom, e-Journal Universitas Pendidikan Ganesha, Vol. 4, 2014, h. 3.


(45)

yang panjang, serta aktivitas siswa yang dilaksanakan diluar sekolah sulit dipantau pendidik.54

Menjalankan model pembelajaran dalam PBL dengan baik diperlukan adanya kelompok-kelompok kecil dalam pembelajarannya. Kelompok ini diperlukan agar para anggota kelomok dalam proses pembelajaran dapat berbagi pengetahuan dan gagasan yang dimilikinya. Kinerja dari masing-masing kelompok dapat menentukan sukses atau tidaknya proses PBL. Proses pembelajaran dalam PBL saat di kelompok diharapkan juga mendapatkan lebih banyak kecakapan, mulai dari kecakapan memecahkan masalah (Problem Solvingskills), kecakapan berpikir kritis, kecakapan bekerja dalam kelompok

Berdasarkan penjelasan dari model pembelajaran project based learning (PJBL), dan model pembelajaran problem based learning (PBL) memiliki perbedaan. PJBL secara khusus dimulai dengan produk akhir didalam pikiran, produksi mengenai sesuatu yang memerlukan keterampilan atau pengetahuan isi tertentu yang secara khusus mengajukan satu atau lebih problem yang harus dipecahkan oleh pembelajar. Sedangkan PBL dimulai degan pemecahan masalah merupakan salah satu bagian dari proses bukan fokus dalam manajemen masalah.55

Persamaan dari model pembelajaran PJBL dan PBL adalah kedua pembelajaran ini dimkasudkan untuk melibatkan pembelajaran di dalam tugas otentik dan dunia nyata agar dapat memperluas belajar. Pembelajar diberikan tugas proyek atau problem yang open ended dengan lebih dari satu pendekatan atau jawaban, yang menggambarkan situasi professional. Selain itu kedua pembelajaran ini merupakan student centered, dan menempatkan peranan guru sebagai fasilisator, dan dilakukan dengan kelompok yang kolaboratif, dan didorong mencari berbagai sumber informasi yang berhubungan dengan proyek atau problem yang dikerjakan, serta menekanakan pengukuran hasi belajar otentik dan dengan basis unjuk kerja (performance based assessment).56

54

Warsono, dan Hariyanto, op.cit., h. 152

55 Ngalimun, Fauzani, Salabi,

op.cit., h.196

56


(46)

3. Pembelajaran Problem Solving (Pemecahan Masalah) a. Pengertian Problem Solving

Selain model pembelajaran Project Based Learning (PJBL), dan Problem Based Learning (PBL), terdapat model pembelajaran lainnya yang didasarkan pada pembelajaran berbasis masalah, yaitu Problem solving. Menurut Wina Sanjaya, “Problem Solving dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah yang dilakukan dengan tahapan tertentu dan didasarkan pada data dan fakta yang jelas”.57

Sedangkan menurut Ngalimun,“Problem Solving merupakan model pembelajaran yang digunakan untuk menemukan cara penyelesaian (menemukan pola, aturan atau alogritma), yang siswa disajikan permasalahan yang memenuhi kriteria di atas, siswa berkelompok atau individu mengidentifikasi, eksplorasi, investigasi, menduga dan akhirnya menemukan solusi”.58

“Solving problems is effectively models requires students to identify, define, and solve problem using logic, as well and creative thingking. In the process, students arrive at deep understanding of the topic area and contruct new knowledge and understanding on which they are able to make decisions”.59

Problem Solving adalah model pembelajaran efektif dan mengharuskan peserta didik untuk identifikasi, menjelaskan, dan memecahkan masalah menggunakan logika dan berfikir kreatif. Dalam prosesnya, siswa sampai pada pemikiran yang mendalam mengenai suatu topik dan membangun pengetahuan baru serta mengerti sampai untuk membuat keputusan.

Problem Solving merupakan metode mengajar dimana siswa diberi soal kemudian dimintai pemecahannya dengan tujuan menanamkan kepada peserta didik bagaimana cara berpikir sistematis dan logis dalam mengatasi suatu masalah yang dihadapi sehingga akan timbul pola pembelajaran yang interaktif yang lebih

57 Wina Sanjaya,

op.cit., h. 214-215

58

Ngalimun, Fauzani, Salabi, op.cit., h. 232

59 Crebert, G Patrick, dkk, Critical Evaluation Skills Toolkit 2 and Edition,

Jurnal Griffith University, 2011, h.1.


(47)

menekankan komunikasi banyak arah dan menempatkan siswa sebagai variabel.60 Problem Solving bukanlah sekedar model pembelajaran, tetapi sebuah metode berpikir, sebab dalam Problem Solving dapat menggunakan model pembelajaran lain dimulai dari mencari data sampai menarik kesimpulan.61

Pembelajaran dalam Problem Solving mendorong peserta didik untuk berfikir secara sistematis dengan menghadapkan pada masalah-masalah, sehingga diharapkan dapat menggunakannya dalam situasi-situasi problematis dalam kehidupannya. Selain itu sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah, dan harus dihadapi secara ilmiah, maka Problem Solving memiliki ciri: 1) Rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya memiliki kegiatan yang harus dilakukan peserta didik, tidak hanya mendengarkan, tetapi aktif berpikir, berkomunikasi, mencari, mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan. 2) Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah, menempatkan masalah sebagai kata kunci, dan tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran. 3) Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah, dilakukan secara secara sistematis dan empiris. 4) Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.62

Problem Solving memberikan struktur untuk mendukung peserta didik bekerja secara logis dan kaku menuju ke arah sebuah solusi atau cara penyelesaian masalah. Ciri-ciri permasalahan yang baik sesuai dengan tujuan dari pembelajaran model pembelajaran Problem Solving yaitu: 1) Permasalahan hendaknya nyata dan dapat melatih mental peserta didik untuk memecahkannya. 2) Permasalahan hendaknya bermakna sehingga dapat dipelajari dengan sungguh-sungguh. 3). Permasalahan hendaknya sama dengan tujuan pendidikan dan sesuai dengan

60

Ali Muhson, Penerapan Metode Problem Solving dalam Pembelajaran Satatistika Lanjutan, 2005, h.2. (http://staff.uny.ac.id/system/files/penelitianAli20Muhson,MuhsoProblemSolving.pdf).

61 Nana Sudjana.

Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2014), h 85.

62

Kokom Komariah, Penerapan Metode Pembelajaran Problem Solving Model Polya Untuk Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah Bagi Peserta didik Kelas IX di SMP Negeri 3 Cimahi, Prosiding Universitas Negeri Yogyakarta, 2011, h. 2


(48)

lingkungan belajar, serta 4) Permasalahan hendaknya sesuai dengan kemampuan siswa-siswa yang memungkinkan mereka dapat melaksanakannya.63

Menurut Garofalo dalam Jamie, “Pembelajaran Problem Solving mewakili aktivitas mental yang kompleks yang terdiri dari berbagai keterampilan kognitif dan tindakan, dan termasuk keterampilan berpikir tingkat tinggi seperti visualisasi, asosiasi, abstraksi, pemahaman, manipulasi, penalaran, analisis, sintesis, generalisasi”.64

Kegiatan yang dapat dilakukan antara peserta didik dan pendidik selama proses pembelajaran dapat dilihat pada tahapan yang dijabarkan oleh Syaiful Bahri berikut: 1) Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan dan tumbuh dari peserta didik sesuai dengan kemampuannya. 2) Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah. 3) Menetapkan jawaban sementara dan didasarkan kepada data yang telah diperoleh. 4) Menguji kebenaran jawaban sementara. 5) Menarik kesimpulan tentang jawaban dari permasalahan yang telah dipaparkan. 65

Pendapat lain mengenai tahapan Problem Solving dalam kelompok menurut Wina dikuti dalam David Johnson dan Johnson, adalah: 1) Mendefinisiakn masalah, yaitu merumuskan masalah dari peristiwa tertentu, dan dapat meminta pendapat, penjelasan peserta didik mengenai isu-isu hangat yang menarik untuk dipecahkan. 2) Mendiagnosis masalah, menentukan sebab yang terjadi, menganalisis berbagai faktor yang menghambat maupun mendukung permasalahan. Kegiatan ini dapat dilakukan dalam kelompok kecil.3) Merumuskan alternatif strategi, yaitu menguji setiap tindakan yang dirumuskan melalui diskusi kelas, dan peserta didik diminta untuk mengemukakan alasan atas tindakan yang akan dilakukan. 4) Menentukan dan menerapkan strategi pilihan,

63 Widia Ratna Sari, dkk, Penerapan Model Pembelajaran

Problem Solvingdalam Kelompok Kecil untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis dan Hasil Belajar, Jurnal Online Universitas Negeri Malang, 2012, h. 2(http://jurnalonline.um.ac.id/data/artikel/.pdf)

64

Jamie Kirkley, Principle For Teaching Problem Solving, Junal Indiana University, h.3 (http://citeseerx.ist.psu.eduf)

65 Djamarah, dan Zain,


(49)

yaitu pengambilan keputusan menegai tindakan yang akan diambil, dan 5) Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil.66

Berdasarkan beberapa pengertian mengenai Problem Solving diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Problem Solving merupakan suatu model pembelajaran yang menuntut peserta didik untuk menciptakan solusi untuk suatu masalah, mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang dapat dilakukan secara berkelompok atau individu untuk dapat memahami konsep yang dipelajari.

b. Kelebihan dan Kelemahan Problem Solving

Model pembelajaran Problem Solving sama seperti halnya pembelajaran lain, memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan model pembelajaran Problem Solving adalah menurut Wina Sanjaya adalah:67 1) Model pembelajaran yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran. 2) Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan peserta didik serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi peserta didik. 3) Meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik. 4) Membantu peserta didik dalam mentransfer pengetahuan untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata. 5) Membantu peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang dilakukan. 6) Memperlihatkan kepada peserta didik bahwa setaip mata pelajaran merupakan cara berpikir dan sesuatu yang harus dimengerti oleh peserta didik.

Kelebihan lain model pembelajaran Problem Solving menurut Retno Dwi Suyanti adalah Pembelajaran dengan Problem Solving dianggap lebih menyenangkan dan disukai peserta didik, dan dapat mengembangkan minat peserta didik untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.68 Selain itu, dengan pembelajaran Problem Solving dapat membuat peserta didik menjadi lebih menghayati kehidupan sehari-hari, melatih dan membiasakan para peserta didik untuk menghadapi dan

66

Wina Sanjaya, op.cit., h. 217-218

67

Ibid., h. 220-221

68 Retno Dwi Suyanti,


(50)

memecahkan masalah secara terampil, dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara kreatif, dan peserta didik sudah mulai dilatih untuk memecahkan masalahnya.69

Disamping kelebihannya pembelajaran Problem Solving memiliki kelemahan, seperti yang dijabarkan Syaiful Bahri, diantaranya: 70 1) Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir peserta didik, sangat memerlukan keterampilan pendidik. 2) Banyak yang beranggapan bahwa Problem Solving hanya cocok untuk sekolah SMP, dan SMA saja, padahal untuk peserta didik SD juga bisa dilakukan dengan tingkat kesulitan permasalahan yang sesuai dengan taraf kemampuan berpikir anak. 3) Mengubah kebiasaan belajar peserta didik dengan mendengarkan dan banyak menerima informasi dari pendidik menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan masalah sendiri atau kelompok, yang terkadang memerlukan berbagai sumber belajar, yang merupakan sesulitan tersendiri bagi peserta didik.

Kelemahan lain model pembelajaran Problem Solving adalah 1) Pada saat peserta didik tidak memiliki minat, dan kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka peserta didik akan merasa enggan untuk mencoba. 2) Tanpa pemahaman mengapa peserta didik berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka peserta didik tidak akan belajar apa yang ingin dipelajari.71 Selain itu, pada prosesnya tidak semua materi pelajaran mengandung masalah, beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misalnya terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan peserta didik untuk melihat dan mengamati, sehingga akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep yang dipelajari. 72

69

Muhammad Amin Said, dkk, "Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Melalui Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) pada Peserta Didik Kelas VIII-A SMP Negeri 3 Sungguminasa”, Prosiding Universitas Muhhamadiyah Makassar, h. 302

70 Djamarah, dan Zain,

op.cit., h.93

71

Retno Dwi Suyanti, loc.cit.

72 Imas Riyani, “Model Pembelajaran Problem Solving”,

Kompasnia, Sorong, 24 Juni 2015, (http://www.kompasiana.com/riyaniimas/model-pembelajaran-problem-solving).


(51)

Pembelajaran Problem Solving dibedakan secara jelas dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Dalam PBL menyajikan pembahasan permasalahan sebelum mempelajari konsep yang dibutuhkan untuk penyelesaiannya, sehingga permasalahan menjadi dasar dalam belajar. Sementara Problem Solving menyajikan pembahasan konsep terlebih dahulu, diikuti dengan pembahasan permasalahan.73 Jika permasalahan dibahas setelah mempelajari konsep, aktivitas yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah adalah melakukan sintesis pengetahuan yang telah diperoleh.

Permasalahan dalam Problem Solving lebih sederhana dan dapat diselesaikan dalam satu kali pertemuan dan tidak harus permasalahan dalam dunia nyata. Pendidik dapat memberikan penjelasan tentang konsep yang dikuasai untuk menyelesaikan pearmasalahan. Secara sederhana perbedaan antara model pembelajaran Problem Solving dan PBL adalah: PBL merupakan proses memperoleh pengetahuan berdasarkan identifikasi mengenai apa yang perlu dipelajari. Problem Solving merupakan proses pengambilan keputusan berdasarkan pengetahuan awal dan menalar.74

5. Tinjauan Konsep Animalia (Hewan)

Materi pembelajaran yang dipelajari pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Madrasah Aliyah (MA) memiliki acuan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI), dan Kompetensi Dasar (KD). Berikut ini merupakan KI dan KD pada materi atau konsep yang digunaka, yaitu Kingdom Animalia (Dunia Hewan):75

73 Ridwan Abdullah Sani,

op.cit., h. 130.

74

Ibid., h. 130.

75 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan2013,

Kompetensi Dasar Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA), (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/drs-sudarmji-mpd/03-kompetensi-dasar-sma-2013.pdf diunduh pada tanggal 21 maret 2016.


(1)

(2)

(3)

(4)

362

LAMPIRAN 29

KELAS X MIPA 4 KELAS PJBL


(5)

363

KELAS X MIPA 2 KELAS PBL


(6)

364

X MIPA 1 KELAS

PROBLEM SOLVING