FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT MAHASISWA MAGISTER MANAJEMEN DI YOGYAKARTA DALAM PEMILIHAN KARIR SEBAGAI ENTREPREUNER

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di negara maju, para entrepreneur telah memperkaya pasar dengan produk-produk yang inovatif. Tahun 1980-an di Amerika telah lahir sebanyak 20 juta entrepreneur, mereka menciptakan lapangan kerja baru. Demikian pula di Eropa Timur, entrepreneur ini mulai bermunculan. Bahkan Cina, yang menganut paham komunis, mulai membuka diri terhadap lahirnya entrepreneur. Negara Indonesia pun tidak mau ketinggalan dengan melakukan salah satu upaya untuk meningkatkan jumlah entrepreneur, melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tercipta satu yaitu Program Mahasiswa Wirausaha (PMW). PMW ini bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan sikap atau jiwa wirausaha (entrepreneurship) berbasis iptek pada para mahasiswa agar mengubah pola pikir (mindset) dari pencari kerja (job seeker) menjadi pencipta lapangan pekerjaan (job creator) serta menjadi pengusaha yang tangguh dan sukses


(2)

dalam menghadapi persaingan global (Pedoman Program Mahasiswa Wirausaha, 2013).

Menurut Badan Pusat Statistik, jumlah pengangguran terbuka berdasar tingkat pendidikan sampai dengan bulan Februari 2013 sebanyak 7.170.523 orang, meliputi lulusan sekolah dasar (SD) sebanyak 1.421.653 orang, lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebanyak 1.822.395 orang, lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) umum sebanyak 1.841.545 orang, lulusan SLTA kejuruan sebanyak 847.052 orang, lulusan diploma/Akademi sebanyak 192.762 orang, dan lulusan universitas sebanyak 421.717 orang (www.bps.go.id). Semakin maju suatu negara semakin banyak orang yang terdidik, dan banyak pula orang yang menganggur, maka semakin dirasakan pentingnya dunia entrepreneur.

Pembangunan akan lebih berhasil jika ditunjang oleh para entrepreneur yang dapat membuka lapangan kerja karena kemampuan pemerintah sangat terbatas. Pemerintah tidak akan mampu menggarap semua pembangunan karena sangat banyak membutuhkan anggaran belanja, personalia, dan pengawasan.


(3)

Oleh sebab itu, wirausaha merupakan potensi pembangunan, baik dalam jumlah maupun dalam mutu wirausaha itu sendiri.

Sekarang ini kita menghadapi kenyataan bahwa jumlah entrepreneur Indonesia masih sedikit dan mutunya belum bisa dikatakan hebat, sehingga persoalan pembangunan wirausaha Indonesia merupakan persoalan mendesak bagi suksesnya pembangunan. Jika kita perhatikan manfaat adanya entrepreneur banyak sekali. Lebih rinci manfaatnya antara lain menurut Buchari Alma (2009) yaitu (1) menambah daya tampung tenaga kerja, sehingga dapat mengurangi pengangguran; (2) sebagai generator pembangunan lingkungan, bidang produksi, distribusi, kesejahteraan, dan sebagainya; (3) menjadi contoh bagi anggota masyarakat lain, sebagai pribadi unggul yang patut dicontoh, diteladani, karena seorang entrepreneur itu adalah terpuji, jujur, berani, hidup tidak merugikan orang lain.

Melihat banyaknya manfaat adanya entrepreneur di atas, maka terdapat dua darma bakti para entrepreneur terhadap pembangunan bangsa, yaitu: (1) sebagai entrepreneur, memberikan darma baktinya melancarkan proses produksi,


(4)

distribusi, dan konsumsi. Wirausaha mengatasi kesulitan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat; (2) sebagai pejuang bangsa dalam bidang ekonomi, meningkatkan ketahanan nasional, mengurangi ketergantungan pada bangsa lain.

Demikian besar darma bakti yang dapat disumbangkan oleh para entrepreneur terhadap pembangunan bangsa, namun masih saja orang kurang berminat menekuni profesi tersebut. Penyebab dari kurangnya minat ini mempunyai latar belakang pandangan negatif masyarakat, antara lain sifat agresif, bersaing, egois, tidak jujur, kikir, sumber penghasilan tidak stabil, kurang terhormat, pekerjaan rendah, dan sebagainya. Pandangan semacam ini dianut oleh sebagian besar penduduk, sehingga mereka tidak tertarik dengan dunia wirausaha.

Mereka tidak ingin anak-anaknya menerjuni bidang ini, dan berusaha mengalihkan perhatian anak untuk menjadi pegawai negeri, apalagi bila anaknya sudah bertitel lulus perguruan tinggi.

Mereka mengatakan, “untuk apa sekolah tinggi, jika hanya mau


(5)

lubuk hati sebagian rakyat kita, mulai sejak zaman penjajahan Belanda sampai beberapa dekade masa kemerdekaan. Pandangan seperti ini menyebabkan rakyat Indonesia tidak termotivasi terjun ke dunia bisnis.

Kecenderungan yang terjadi pada mahasiswa-mahasiswa yang duduk di perguruan tinggi saat ini adalah kebanyakan dari mereka lebih menginginkan pekerjaan yang mapan dengan mendapatkan status yang terhormat dan banyak menghasilkan pendapatan setelah menyelesaikan pendidikannya. Kecenderungan bahwa sebagian besar mahasiswa, termasuk mahasiswa tingkat akhir, serta para sarjana dan master yang baru saja lulus tidak memiliki rencana berwirausaha. Umumnya mereka lebih memilih untuk menjadi seorang pekerja pada perusahaan-perusahaan besar maupun instansi pemerintah (menjadi PNS) guna menjamin masa depan mereka.

Oleh karena itu, para magister lulusan perguruan tinggi perlu diarahkan dan didukung untuk tidak hanya berorientasi sebagai pencari kerja (job seeker) namun dapat dan siap menjadi pencipta pekerjaan (job creator) juga. Hal utama yang


(6)

menyebabkan seseorang melakukan kegiatan wirausaha adalah karena adanya keinginan untuk berwirausaha. Kita tertinggal jauh dari negara tetangga, yang seakan-akan memiliki spesialisasi dalam profesi bisnis. Mereka dapat mengembangkan bisnis besar-besaran mulai dari industri hulu sampai ke industri hilir, meliputi usaha jasa, perbankan, perdagangan besar (grosir), perdagangan eceran besar (department store, swalayan), eceran kecil (retail), eksportir, importir, dan berbagai bentuk usaha lainya dalam berbagai jenis komoditi.

Penelitian ini mengacu dan memodifikasi penelitian yang dilakukan oleh Cohen dan Hanno (1993) menggunakan model theory of planned behavior (TPB) dengan ruang lingkup negara Indonesia, khususnya universitas yang ada di Yogyakarta. TPB dipilih sebagai kerangka teori pada penelitian ini karena TPB telah terbukti banyak digunakan untuk memprediksi perilaku seseorang dalam berbagai konteks (Armitage dan Conner, 2001). Dalam konteks penelitian dengan topik pendidikan, TPB telah digunakan untuk memprediksi berbagai niat mahasiswa antara lain niat memilih karir berwirausaha (Gird dan Bagraim, 2008;


(7)

Ariff et al, 2010). Penelitian ini tidak bermaksud membandingkan persepsi antara mahasiswa antar universitas, namun lebih berfokus dalam memprediksi apakah persepsi dan sikap yang dimiliki mahasiswa magister manajemen terhadap karir entrepreneur, sikap, norma subyektif, dan kontrol pada perilaku persepsian dapat mempengaruhi niat mahasiswa magister manajemen untuk berkarier sebagai entrepreneur karena niat kuat yang dimiliki mahasiswa magister kemungkinan besar dapat menimbulkan adanya perilaku aktual yang diwujudkan dengan berkarier pada suatu profesi tertentu. Berdasarkan hal–hal tersebut, maka menarik untuk dilakukan suatu penelitian dengan

judul “Factors Affecting Master Management Student in Yogyakarta to Selection Career as an Entrepreneur”.

1.2 Perumusan Masalah

Sesuai dengan judul penelitian Factors Affecting Master Management Student in Yogyakarta to Selection Career as an Entrepreneur sehingga masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah:


(8)

1. Apakah attitude toward behavior mahasiswa berpengaruh secara positif terhadap intention menjadientrepreneur? 2. Apakah subjective norm mahasiswa berpengaruh secara

positif terhadap intention menjadientrepreneur?

3. Apakah perceived behavior control mahasiswa berpengaruh secara positif terhadap intention menjadientrepreneur?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis attitude toward behavior mahasiswa berpengaruh secara positif terhadap intention menjadi entrepreneur.

2. Untuk menganalisis subjective norm mahasiswa berpengaruh secara positif terhadap intention menjadientrepreneur. 3. Untuk menganalisis perceived behavior control mahasiswa

berpengaruh secara positif terhadap intention menjadi entrepreneur.


(9)

1.4 Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat penelitian secara praktis dapat memberikan tambahan informasi yang bermanfaat bagi universitas atau khususnya dosen untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi mahasiswa magister manajemen dalam pemilihan karir sebagai entrepreneur. Sedangkan bagi penulis untuk dapat lebih memahami ilmu pengetahuan sumber daya manusia, baik secara teori maupun praktek.

2. Manfaat penelitian secara teoritis adalah dapat menjadi referensi atau masukan untuk peneliti selanjutnya. Dan penelitian ini juga memberikan kontribusi literatur tentang model Theory of Planned Behavior (TPB).


(10)

BAB II

LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN TERDAHULU

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Theory of Planned Behavior (TPB)

Teori perilaku rencanaan (theory of planned behavior atau TPB) merupakan pengembangan lebih lanjut dari theory of reasoned action (TRA) (Ajzen, 1991). TRA menjelaskan bahwa perilaku (behavior) dilakukan karena individu memiliki niat atau keinginan untuk melakukannya (behavioral intention). Niat perilaku akan menentukan perilaku seseorang. TRA mengusulkan bahwa niat perilaku adalah suatu fungsi dari sikap (attitude) dan norma subyektif (subjective norm) terhadap perilaku. Ajzen (1988) menjelaskan niat (intention) berubah menurut waktu, selain itu hasil TRA jangka pendek lebih signifikan dibandingkan dengan hasil TRA jangka panjang.

Ajzen mengembangkan teori TPB dengan menambahkan konstruk yang belum ada di TRA yaitu kontrol perilaku persepsian (perceived behavioral control). Teori perilaku rencanaan (TPB) secara eksplisit mengenal kemungkinan bahwa


(11)

banyak perilaku yang tidak semuanya di bawah kontrol penuh individu sehingga konsep dari kontrol perilaku persepsian ditambahkan untuk menangani perilaku-perilaku semacam ini. Teori ini berusaha untuk memprediksi dan menjelaskan perilaku manusia dalam konteks tertentu. Menurut Ajzen dan Fishbein (1991), sikap dan kepribadian seseorang berpengaruh terhadap perilaku tertentu hanya jika secara tidak langsung dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berkaitan erat dengan perilaku, dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Model Theory of Planned Behavior (TPB) oleh Ajzen (1991)

Dalam Ajzen (1991) target perilaku yang diinginkan harus didefinisikan berdasarkan 4 (empat) elemen yaitu; Target, Action, Context dan Time (TACT). Target perilaku yang diinginkan


(12)

memiliki prinsip kesesuaian, kekhususan maupun keadaan umum seperti dijelaskan berikut ini :

1. Compatibility (Kesesuaian)

Walaupun keempat elemen TACT dari perilaku tersebut dapat didefinisikan, namun sangat penting untuk diteliti atau diamati tentang prinsip keserasian/kesesuaian (principle of compatibility) dari seluruh variabel yang membangun teori perilaku terencana ini (sikap, norma subyektif, kontrol terhadap perilaku, dan maksud/tujuan) untuk didefinisikan juga kedalam empat elemen TACT. Selain itu, juga harus dinilai atau diperkirakan maksud dan tujuan dalam menjalankan perilaku tersebut.

2. Specificity dan Generality (Kekhususan dan keadaan umum) Elemen TACT merupakan contoh yang cukup spesifik, tetapi tidak tertutup kemungkinan untuk meningkatkan ke arah kondisi yang lebih umum untuk masing-masing elemen dengan melakukan agregasi atau penyatuan. Melihat perilaku hanya dalam satu peristiwa / kesempatan biasanya terlalu terbatas untuk menjadi nilai praktis yang lebih. Dengan cara yang sama, dalam


(13)

beberapa kasus, konteks yang lebih spesifik mungkin tidak menarik. Elemen konteks yang lebih umum dapat dimuat dengan merekam seberapa sering perilaku tersebut dilakukan pada semua konteks yang relevan.

Argumen serupa juga dapat dilontarkan untuk elemen tindakan (Action).

Namun demikian, harus digambarkan secara eksplisit perilaku yang dimaksud kepada para responden. Elemen TACT mendefinisikan perilaku dalam tingkat yang teoritis, responden mendefinisikan perilaku dalam konsep laten (tidak langsung). Sekali dapat didefinisikan, indikator nyata dari perilaku tersebut diperoleh baik dari observasi langsung maupun melalui laporan pribadi. Sikap, norma subyektif, kontrol terhadap perilaku (perceived behavioral control) dan maksud/tujuan (intention) biasanya ditentukan secara langsung berdasarkan prosedur standar penghitungan (standard scaling procedures). Ketika melakukan penghitungan, indikator ukuran yang digunakan harus sesuai dengan perilaku dalam elemen tindakan, target, tindakan, konteks, dan waktu (TACT).


(14)

Niat (intention) didefinisikan sebagai keinginan untuk melakukan perilaku. Niat tidak selalu statis dan dapat berubah seiring berjalannya waktu (Jogiyanto, 2008). Niat erat kaitannya dengan motivasi, yaitu dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan sesuatu tindakan dengan tujuan tertentu. Niat yang baik akan mendorong timbulnya motivasi untuk berbuat baik. Tindakan yang baik akan memberikan hasil yang baik pula dan jika terus diulang akan terinternalisasi dan persistent dalam diri seseorang sehingga tercipta pribadi dengan perilaku yang baik, begitu pula sebaliknya (Suharto, 2008 dalam Miladia, 2010).

Niat tidak selalu statis dan dapat berubah seiring berjalannya waktu sehingga dapat disimpulkan semakin lebar interval waktu, semakin mungkin terjadi perubahan pada niat (Jogiyanto, 2008). Dalam theory of planned behavior (TPB), perilaku yang ditampilkan oleh individu timbul karena adanya niat untuk berperilaku (behavioral intention) (Jogiyanto, 2008). Lebih lanjut, niat berperilaku ditentukan oleh tiga macam kepercayaan, antara lain:


(15)

1. Kepercayaan perilaku (behavioral belief), yaitu kepercayaan tentang kemungkinan terjadinya perilaku. Kepercayaan perilaku akan menghasilkan suatu sikap menyukai atau tidak menyukai terhadap perilaku.

2. Kepercayaan normatif (normative belief), yaitu kepercayaan tentang ekspektasi normatif dari orang lain dan motivasi untuk menyetujui ekspektasi tersebut. Kepercayaan normatif menghasilkan tekanan sosial atau norma subyektif.

3. Kepercayaan kontrol (control belief), yaitu kepercayaan tentang keberadaan faktor-faktor yang akan memfasilitasi atau merintangi kinerja dari perilaku dan kekuatan persepsian dari faktor-faktor tersebut. Kepercayaan kontrol akan menghasilkan kontrol perilaku persepsian.

Lebih lanjut, bersama-sama, sikap terhadap perilaku (attitude toward behavior), norma-norma subyektif (subjective norms), dan kontrol perilaku persepsian (perceived behavioral control) akan mengakibatkan niat perilaku (behavioral intention) dan yang selanjutnya akan menimbulkan perilaku (behavior) sehingga diharapkan dengan mengidentifikasi sikap mahasiswa


(16)

akuntansi terhadap profesi akuntan publik, norma-norma subyektif, dan kontrol perilaku persepsian akan dapat memprediksi niat mahasiswa magister manajemen untuk menjadi entrepreneur.

Ajzen (1991) menyatakan pengaruh dari sikap, norma subyektif, dan kontrol perilaku persepsian dalam memprediksi niat dapat beragam tergantung dari perilaku dan situasi yang sedang diteliti. Lebih lanjut, dalam beberapa penerapan teori TPB, hasil penelitian menunjukkan hanya sikap yang memiliki pengaruh signifikan terhadap niat, akan tetapi di lain penelitian justru sikap dan kontrol perilaku persepsian yang dapat memprediksi niat. Sebaliknya, pada penelitian yang lain ketiga konstruk secara independen dapat memengaruhi niat.

2.1.2 Sikap Terhadap Perilaku (Attitude Toward Behavior)

Ajzen (2001) mendefinisikan sikap (attitude) sebagai jumlah dari afeksi (perasaan) yang dirasakan seseorang untuk menerima atau menolak suatu objek atau perilaku dan diukur dengan suatu prosedur yang menempatkan individual pada skala evaluatif dua kutub, misalnya baik atau jelek, setuju atau


(17)

menolak, dan lainnya. Menurut Jogiyanto (2008) sikap (attitude) adalah evaluasi kepercayaan (belief) atau perasaan positif atau negatif dari seseorang jika harus melakukan perilaku yang akan ditentukan. Sedangkan, Lubis (2010) menyatakan bahwa sikap adalah suatu hal yang mempelajari mengenai seluruh tendensi tindakan, baik yang menguntungkan maupun yang kurang menguntungkan, tujuan manusia, objek, gagasan, atau situasi.

Fishbein dan Ajzen (1985) membedakan dua macam sikap, yaitu sikap terhadap objek (attitude toward object) dan sikap yang berhubungan dengan perilaku (attitude concerning behavior). Sikap terhadap objek (attitude toward object) merupakan perasaan seseorang terhadap benda-benda atau objek. Sedangkan, sikap yang berhubungan dengan perilaku (attitude concerning behavior) adalah sikap yang lebih mengarah pada perilakunya bukan ke objeknya. Sikap terhadap objek tidak kuat memprediksi perilaku terhadap objek karena spesifik terhadap sasaran dari tindakannya dan tidak menunjukkan tindakan yang harus dilakukan, sedangkan sikap mengenai perilaku lebih dapat menentukan apakah suatu perilaku spesifik dilakukan atau tidak


(18)

karena spesifik baik terhadap tindakan maupun sasaran tindakannya.

Lubis (2010) menyatakan sikap telah dipelajari, dikembangkan dengan baik, dan sulit diubah. Orang-orang memperoleh sikap dari pengalaman pribadi, orang tua, tokoh panutan, dan kelompok sosial. Ketika pertama kali mempelajarinya, sikap menjadi suatu bentuk bagian dari pribadi individu yang dapat membentuk konsistensi perilaku. Jogiyanto (2008) menambahkan bahwa sikap terhadap perilaku ditentukan oleh kepercayaan-kepercayaan yang kuat tentang perilakunya (behavioral beliefs).

Seseorang yang percaya bahwa dengan melakukan suatu perilaku tertentu akan mengarahkan pada hasil yang positif, maka dia akan mempertahankan sikap yang baik terhadap perilaku tersebut. Sikap mahasiswa terhadap suatu profesi terbentuk akibat pengaruh dari pihak-pihak dan hal-hal tersebut yang akan mempengaruhi keputusan mereka dalam memilih karier di masa mendatang sehingga dengan mengetahui sikap mahasiswa magister manajemen terhadap profesi entrepreneur, hal tersebut


(19)

dapat digunakan untuk memprediksi niat mereka menjadi entrepreneur.

2.1.3 Norma Subyektif (Subjective Norm)

Norma subyektif (subjective norm) adalah persepsi atau pandangan seseorang terhadap kepercayaan-kepercayaan orang lain yang akan mempengaruhi niat untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang sedang dipertimbangkan. Ajzen (1991) menyatakan bahwa norma subyektif lebih mengacu pada pengertian tentang persepsi atas tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Dalam beberapa penelitian, norma subyektif dinyatakan sebagai personal atau moral norm, parental influence, human factor, human influences, atau influence of significant people (Ajzen, 1991; Sugahara dan Boland, 2006; dan Law, 2010).

Norma subyektif (subjective norm) yang berupa penentu kedua dari niat, juga diasumsikan sebagai suatu fungsi kepercayaan yaitu kepercayaan seseorang bahwa individu-individu tertentu atau kelompok-kelompok menyetujui atau tidak menyetujui melakukan suatu perilaku. Jika menjadi suatu titik


(20)

referensi untuk mengarahkan perilaku, individu atau kelompok tersebut disebut referents. Referents yang penting termasuk orang tua, pasangan, teman dekat, teman kerja, dan pakar profesional (semacam akuntan) (Jogiyanto, 2008). Manusia yang percaya kepada kebanyakan referent yang memotivasi mereka untuk menaatinya dan berpikir seharusnya melakukan suatu perilaku, dikatakan menerima tekanan sosial untuk melakukan perilaku tersebut.

Sebaliknya, manusia yang percaya bahwa kebanyakan referent yang membuat mereka termotivasi untuk menaatinya tetapi tidak setuju untuk melakukan suatu perilaku akan memiliki suatu norma subyektif yang meletakkan tekanan pada mereka untuk menghindari melakukan perilaku tersebut. Tan dan Laswad (2006) dalam Sugahara dan Boland (2006) melalui studi empiris menemukan bahwa human factor berpengaruh signifikan terhadap niat dan perilaku karier mahasiswa. Indikator norma subyektif yang digunakan Sugahara dan Boland (2006) antara lain orang tua, teman dekat/rekan kerja, dosen di universitas,


(21)

teman dari keluarga, guru SMA atau konseling, dan pakar profesional.

2.1.4 Kontrol Perilaku Persepsian (Perceived Behavioral Control)

Menurut theory of planned behavior (TPB), banyak perilaku tidak semuanya di bawah kontrol penuh individual sehingga perlu ditambahkan konsep kontrol perilaku persepsian (perceived behavioral control) (Jogiyanto, 2008). Kontrol perilaku persepsian (perceived behavioral control) didefinisikan oleh Ajzen (1991) sebagai kemudahan atau kesulitan persepsian untuk melakukan perilaku. Kontrol perilaku persepsian ini merefleksikan pengalaman masa lalu dan mengantisipasi halangan-halangan yang ada sehingga semakin menarik sikap dan norma subyektif terhadap perilaku, semakin besar kontrol perilaku persepsian, semakin kuat pula niat seseorang untuk melakukan perilaku yang sedang dipertimbangkan.

Theory of planned behavior (TPB) mengasumsikan bahwa kontrol perilaku persepsian memiliki implikasi motivasional terhadap niat (Achmat, 2010). Orang-orang yang percaya bahwa


(22)

mereka tidak memiliki sumber daya yang ada dan kesempatan untuk melakukan perilaku tertentu mungkin tidak akan membentuk niat-niat perilaku yang kuat untuk melakukannya meskipun mereka memiliki sikap yang positif terhadap perilakunya dan percaya bahwa orang lain akan menyetujui seandainya mereka melakukan perilaku tersebut. Kontrol perilaku persepsian yang telah berubah akan mempengaruhi perilaku yang ditampilkan sehingga tidak sama lagi dengan yang diniatkan.

Kontrol perilaku persepsian adalah persepsi mengenai kemudahan atau kesulitan dalam menampilkan perilaku (Ajzen, 1991). Jika seseorang memiliki control beliefs yang kuat mengenai faktor-faktor yang ada yang akan memfasilitasi suatu perilaku, maka seseorang tersebut memiliki persepsi yang kuat untuk mampu mengendalikan suatu perilaku. Sebaliknya, seseorang tersebut akan memiliki persepsi yang rendah dalam mengendalikan suatu perilaku jika seseorang tersebut memiliki control beliefs yang kuat mengenai faktor-faktor yang akan menghambat suatu perilaku. Persepsi ini dapat mencerminkan pengalaman masa lalu, antisipasi terhadap situasi yang akan


(23)

datang, dan sikap terhadap norma-norma yang berpengaruh di sekitar individu (Achmat, 2010).

Kontrol perilaku persepsian mempengaruhi niat seseorang untuk menampilkan perilaku atau untuk tidak menampilkan perilaku yang sedang dipertimbangkan. Sebagai contohnya, apabila mahasiswa memiliki sikap yang positif terhadap profesi entrepeneur dan referents yang ada dalam lingkungan mahasiswa juga mendukung mahasiswa tersebut untuk berkarir sebagai entrepeneur, maka mahasiswa tersebut belum tentu akan memutuskan untuk berkarir sebagai entrepeneur. Hal ini karena mahasiswa juga mempertimbangkan kemampuannya untuk mencapai karir entrepeneur, modal yang harus dikeluarkannya untuk entrepeneur, dan hal-hal lainnya yang merupakan kesulitan atau hal-hal lainnya yang merupakan kemudahan dalam mencapai karir entrepeneur.

Dalam penelitian ini, kontrol perilaku persepsian meliputi kemampuan mahasiswa dan persepsi kemudahan-kesulitan untuk mencapai karir yang diminatinya. Kemampuan mahasiswa dalam akuntansi juga merupakan salah satu faktor penting dalam


(24)

pemilihan karir. Mahasiswa akan memilih karir dimana pada karir tersebut mereka merasa mampu untuk bertahan (Downey dan Roach, 2011). Penelitian juga menunjukkan bahwa mahasiswa cenderung untuk mengejar karir yang cocok dengan kemampuan mereka (Kim et al., 2002; Lowe dan Simons, 1997 dalam Downey dan Roach, 2011).

2.1.5 Minat (Intention)

Seperti dalam TRA, faktor sentral dalam TPB adalah niat seseorang untuk menampilkan suatu perilaku. Niat didefinisikan sebagai suatu faktor motivasional yang yang mempengaruhi perilaku. Niat mengindikasikan seberapa keras seseorang akan mencoba untuk berperilaku, atau seberapa banyak usaha yang diupayakan oleh seseorang, agar dapat menampilkan suatu perilaku. Semakin kuat niat untuk berperilaku, maka semakin besar kemungkinan seseorang untuk menampilkan perilaku (Ajzen, 1991). Semakin lama jarak antara niat dan perilaku, semakin besar kecenderungan terjadinya perubahan niat (Achmat, 2002).


(25)

2.1.6 Minat (Intention)

Seperti dalam TRA, faktor sentral dalam TPB adalah niat seseorang untuk menampilkan suatu perilaku. Niat didefinisikan sebagai suatu faktor motivasional yang yang mempengaruhi perilaku. Niat mengindikasikan seberapa keras seseorang akan mencoba untuk berperilaku, atau seberapa banyak usaha yang diupayakan oleh seseorang, agar dapat menampilkan suatu perilaku. Semakin kuat niat untuk berperilaku, maka semakin besar kemungkinan seseorang untuk menampilkan perilaku (Ajzen, 1991). Semakin lama jarak antara niat dan perilaku, semakin besar kecenderungan terjadinya perubahan niat (Achmat, 2002).

2.1.7 Entrepreneur

Menurut Winarso Drajat Widodo (2005), entrepeneur adalah usaha atau bisnis yang selalu berusaha memindahkan segala sumber daya ekonomi dari wilayah yang kurang produktif


(26)

ke wilayah yang lebih produktif untuk memperoleh penghasilan yang lebih besar, dan semakin besar. Pendapat lain dari Rambat Lupiyoadi Jero Wacik (1998) mendifinisikan bahwa wirausaha adalah kegiatan yang melaksanakan proses penciptaan kekayaan dan nilai tambah melalui peneloran dan penetasan gagasan, memadukan sumber daya dan merealisasikan gagasan tersebut menjadi kenyataan. Wirausaha adalah suatu proses peningkatan kesejahteraan yang dinamis. Kesejahteraan diciptakan oleh yang menghadapi resiko terbesar dari sisi equity (modal), waktu, dan komitmen untuk memberi nilai untuk suatu produk atau jasa (Robert C, 1998). Secara umum tahap-tahap melakukan wirausaha yaitu :

1. Tahap memulai, tahap dimana seseorang yang berniat untuk melakuan usaha mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan, diawali dengan melihat peluang usaha baru yang memungkin untuk membuka usaha baru.

2. Tahap melaksanakan usaha, tahap ini seorang enptrepreneur mengelola berbagai aspek yang terkait dengan usahanya, mencangkup aspek-aspek: pembiayaan, SDM, kepemilikan,


(27)

organisasi, kepemimpinan yang meliputi bagaimana mengambil resiko dan mengambil keputusan, pemasaran, dan melakukan evaluasi.

3. Mempertahankan usaha, tahap dimana entrepreneur berdasarkan hasil yang telah dicapai melakukan analisis perkembangan yang dicapai untuk ditindaklanjuti sesuai dengan kondisi yang dihadapi.

4. Mengembangkan usaha, tahap dimana jika hasil yang diperoleh positif, mengalami perkembangan, dan dapat bertahan maka perluasan usaha menjadi salah satu pilihan yang mungkin diambil.

Menurut Jhosep (1994), wirausaha merupakan kegiatan individu atau kelompok yang membuka usaha baru dengan maksud untuk memperoleh keuntungan, memelihara usaha dan membesarkanya, dalam bidang produksi atau distribusi barang dan jasa. Sedangkan orang yang mendobrak system ekonomi yang ada dengan memperkenalkan barang dan jasa yang baru, dengan menciptakan bentuk organisasi baru atau mengolah bahan baku baru disebut entrepreneur. Menurut Gede Prama (2000) ada


(28)

beberapa sifat dasar dan kemampuan yang dimiliki oleh seorang entrepreneur dalam berwirausaha, diantaranya adalah :

1. Entrepreneur adalah pencipta perubahan (the change creator), disini dituntut tidak hanya mengelola perubahan, tetapi mampu menciptakan perubahan.

2. Entrepreneur selalu melihat perbedaan baik antara orang maupun antar fenomena kehidupan sebagai peluang dibanding sebagai kesulitan.

3. Entrepreneur cenderung mudah jenuh terhadap segala kemampuan hidup untuk kemudian bereksperimen dengan pembaharuan-pembaharuan.

4. Entrepreneur melihat pengetahuan dan pengalaman hanyalah alat untuk memacu kreativitas.

5. Entrepreneur adalah seorang pakar tentang dirinya sendiri. Carol Noore (1996) menyatakan proses wirausaha diawali dengan adanya inovasi.

Inovasi tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari diri pribadi maupun luar pribadi, seperti pendidikan, sosiologi, organisasi, kebudayaan dan lingkungan.


(29)

Faktor-faktor tersebut membentuk control diri, kreativitas, inovasi, implementasi, dan pertumbuhan yang kemudian berkembang menjadi wirausaha yang besar. Secara internal, inovasi dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari individu, seperti toleransi, pendidikan, pengalaman, dan sopan santun. Sedangkan faktor yang dari lingkungan mempengaruhi model peran, aktivitas, dan peluang. Oleh karena itu, inovasi berkembang menjadi sebuah wirausaha melalui proses yang dipengaruhi oleh lingkungan, organisasi, dan keluarga (Suryana, 2001).

Dalam berwirausaha, entrepreneur perlu memiliki kompetensi seperti halnya profesi lain dalam kehidupan, kompetensi ini mendukung kearah kesuksesan. Triton (2007) mengemukakan 10 kompetensi yang harus dimiliki entrepreneur dalam menjalankan usahanya, yaitu :

1.Knowing your business, yaitu mengetahui usaha apa yang akan dilakukan. Dengan kata lain, seorang entrepreneur harus mengetahui segala sesuatu yang ada hubunganya dengan usaha atau bisnis yang akan dilakukan.


(30)

2. Knowing the basic business management, yaitu mengetahui dasar-dasar pengelolaan bisnis, misalnya cara merancang usaha, mengorganisasi dan mengendalikan perusahaan, termasuk dapat memperhitungkan, memprediksi, mengadministrasikan, dan membukukan kegiatan-kegiatan usaha. Mengetahui manajemen bisnis berarti memahami kiat, cara, proses dan pengelolaan semua sumberdaya perusahaan secara efektif dan efisien.

3. Having the proper attitude, yaitu memiliki sikap yang sempurna terhadap usaha yang dilakukannya. Dia harus bersikap seperti pedagang, industriawan, pengusaha, eksekutif yang sungguh-sungguh dan tidak setengah hati.

4. Having adequate capital, yaitu memiliki modal yang cukup. Modal tidak hanya bentuk materi tetapi juga rohani. Kepercayaan dan keteguhan hati merupakan modal utama dalam usaha. Oleh karena itu harus cukup waktu, cukup uang, cukup tenaga, tempat dan mental.

5. Managing finances effectively, yaitu memiliki kemampuan untuk mengelola keuangan secara efektif dan efisien, mencari


(31)

sumber dana dan menggunakanya secara tepat, dan mengendalikanya secara akurat.

6. Managing time efficiently, yaitu mengatur waktu seefisien mungkin. Mengatur, menghitung, dan menepati waktu sesuai kebutuhanya.

7.Managing people, yaitu kemampuan merencanakan, mengatur, mengarahkan atau memotivasi, dan mengendalikan orang-orang dalam menjalankan usahanya.

8. Statisfying customer by providing hight quality product, yaitu member kepuasan kepada pelanggan dengan cara menyediakan barang dan jasa yang bermutu, bermanfaat dan memuaskan.

9. Knowing method to compete, yaitu mengetahui strategi atau cara bersaing. Wirausaha harus dapat mengungkapkan kekuatan (Strength), kelemahan (weaks), peluang (opportunity), dan ancaman (threat), dirinya dan pesaing.

10. Copying with regulation and paper work, yaitu membuat aturan yang jelas tersurat, bukan tersirat.


(32)

Wirausaha merupakan pilihan yang tepat bagi individu yang tertantang untuk menciptakan kerja, bukan mencari kerja. Memperhatikan kondisi sekarang, pembekalan dan penanaman jiwa entrepreneur pada mahasiswa dapat memotivasi mahasiswa untuk melakukan kegiatan wirausaha. Pengalaman yang diperoleh di bangku kuliah khususnya melalui mata kuliah kewirausahaan diharapkan dapat dilanjutkan setelah lulus, sehingga munculah entrepreneur baru yang berhasil menciptakan kerja, sekaligus menyerap tenaga kerja.

2.2Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Nama Judul Hasil Penelitian Perbedaan

Ahmed et al., (1996)

An Empirical Study of Factors Affecting Accounting Students Career Choice in New Zealand

Mahasiswa akuntansi di New Zealand yang memilih karir

sebagai CA (Chartered

Accountants) lebih mengutamakan aktor finansial dan pasar kerja. Menurut mahasiswa, jika berkarir sebagai chartered accountants, benefit ratio lebih besar daripada cost ratio. Faktor

Penelitian sebelumnya meneliti tantang faktor afektif dalam pemilihan karir sebagai akuntan, sedangkan penelitian ini meneliti tentang minat mahasiswa magister menjadi entrepreneur.


(33)

pengaruh orang tua dan rekan kerja, faktor pengalaman kerja

sebalumnya, faktor

performance in accounting course in university tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pilihan karir mahasiswa.

Sugahara dan Boland (2009)

Perceptions of the Certified Public Accountants by Accounting and Nonaccounting

Tertiary Students in Japan

Mahasiswa yang memilih untuk berkarir sebagai akuntan dan mahasiswa yang memilih untuk berkarir di luar profesi akuntansi memiliki perbedaan persepsi terhadap profesi akuntan publik. Faktor utama

yang dipertimbangkan

mahasiswa yang memilih untuk berkarir sebagai akuntan publik adalah faktor intrinsik, prospek karir dan pasar kerja. Faktor yang paling dipertimbangkan oleh mahasiswa yang memilih untuk berkarir dalam karir selain akuntan publik adalah prospek karir dengan gaji jangka panjang yang besar, lingkungan kerja, dan pasar kerja

Penelitian sebelumnya meneliti tantang persepsi dalam pemilihan karir sebagai akuntan dimana dibandingkan adalah mahasiswa akuntansi dan dan mahasiswa non akuntansi, sedangkan penelitian ini meneliti tentang minat mahasiswa magister manajemen menjadi entrepreneur dan tidak melakukan perbandingan

Autio et al. (2001)

Entrepreneurial intent among students in scandinavia

and in the USA

Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi niat kewirausahaan di kalangan

mahasiswa dengan menggunakan TPB yang melibatkan beberapa negara dengan budaya yang berbeda

Penelitian sebelumya meneliti dengan lima variabel sedangkan penelitian ini menggunakan empat variabel. Alat analisis yang digunakan pada

Nama Judul Hasil Penelitian Perbedaan

yaitu Finlandia (Helsinki University of Technology), Swedia (Linkoping University), USA (Stanford University and University of

Colorado, Colorado Springs), dan Inggris (London Business School). Hasilnya perceived behavioural control muncul

sebagai penentu paling penting dari intensi berwirausaha.

penelitian sebelumnya yaitu SPPS sedangkan pada penelitian ini menggunakan SEM Amos.

Rahayu et al. (2011)

Intensi berwirausaha pada

mahasiswa baru.

Tentang intensi berwirausaha mahasiswa baru dengan menggunakan TPB menunjukkan bahwa intensi

mahasiswa untuk menjadi

Pada penelitian sebelumnya mengambil sampel mahasiswa S1 yang baru masuk sedangkan pada pada


(34)

wirausaha cukup tinggi. Semakin positif sikap pribadi mahasiswa terhadap profesi pengusaha, maka semakin tinggi intensi untuk berwirausaha. Variabel norma subyektif tidak berpengaruh langsung terhadap intensi berwirausaha, tetapi berpengaruh positif melalui sikap pribadi dan perceived behavioral control.

penelitian ini menggunakan sampel mahasiswa magister. Astuti & Martdianty (2012) Students’ entrepreneurial intentions by using theory of planned behavior the case in indonesia.

TPB menunjukkan bahwa Model TPB secara signifikan

memprediksi intensi berwirausaha mahasiswa di Indonesia, khususnya mahasiswa di enam perguruan

tinggi negeri yang dipilih dalam penelitian ini. Mahasiswa dengan sikap kewirausahaan yang lebih tinggi (yaitu ditantang untuk menjadi lebih sukses dan memiliki kesempatan untuk menerapkan impian dan ide mereka), perceived behavioral control (yaitu mereka suka membuat sesuatu yang berbeda dan mereka dianggap memiliki banyak ide-ide inovatif), dan norma subjektif (yaitu memiliki keluarga dan teman-teman yang mendukung mereka untuk menjadi pengusaha) memiliki niat yang lebih besar untuk menjadi wirausaha. Selanjutnya norma subjektif adalah

Penelitian sebelumnya menggunakan enam perguruan tinggi seluruh indonesia sebagai sampel sedangkan pada

penelitian ini menggunakan dua perguruan tinggi sebagai sampel yang ada di Yogyakarta.

Nama Judul Hasil Penelitian Perbedaan

variabel yang paling signifikan

memprediksi intensi berwirausaha.

Miralles & Riverola (2012)

Entrepreneurial intention: an empirical insight to nascent entrepreneurs

Tentang niat berwirausaha dengan menggunakan TPB menunjukkan bahwa niat berwirausaha dipengaruhi oleh sikap pribadi dan perceived behavioural control, sebaliknya norma subjektif

tidak mempengaruhi niat berwirausaha. Pengusaha baru memberikan pandangan yang lebih luas mengenai bagaimana niat terbentuk.

Penelitian sebelumnya meneliti tetang pengusaha yang baru memulai bisnis sedangkan pada penelitian ini membahas tetang pesepsi mahasiswa yang mau menjadi pengusaha.


(35)

2.3 Hipotesis

Hipotesis menyatakan hubungan yang ingin diketahui atau dipelajari. Berikut ini adalah rancangan hipotesis dari penelitian ini.

1. Pengaruh attitude toward behavior terhadap intention

menjadi entrepreneur.

Sikap merupakan hasil dari faktor genetik dan proses belajar serta selalu beruhubungan dengan suatu objek. Sikap biasanya memberikan penilaian (menerima/menolak) terhadap objek yang dihadapi (Dharmmesta dan Handoko, 1997). Semakin positif pemikiran suatu individu maka semakin positif juga sikap individu terhadap suatu objek (Fishbein & Ajzen, 1975). Sedangkan menurut Mowen dan Minor (2002) sikap merupakan afeksi atau perasaan terhadap sebuah rangsangan. Ketika individu dihadapkan pada suatu peluang usaha maka sikap berperilaku berpengaruh dalam


(36)

memutuskan untuk mengambil peluang tersebut dan memulai membuka usaha atau berwirausaha (Tjahjono & Ardi, 2008).

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan sebelumnya, maka diprediksi bahwa semakin tinggi attitude toward behavior akan berpengaruh terhadap makin tingginya tingkat minat mahasiswa menjadi entrepreneur. Logikanya adalah semakin baik sikap belajar mahasiswa tentang entrepreneurmaka tingkat minat mahasiswa menjadi entreprenur akan semakin tinggi, bagitupula sebaliknya. Maka hipotesis yang diusulkan sebagai berikut:

H1. Attitude toward behavior berpengaruh secara positif signifikan terhadap intention.

2. Pengaruh subjective norm terhadap intention menjadi entrepreneur

Seorang wirausahawan mempunyai norma subyektif agar lebih yakin dan semangat untuk memulai membuka


(37)

usaha. Norma subyektif adalah keyakinan individu untuk mematuhi arahan atau anjuran orang disekitarnya. Sedangkan menurut para ahli norma subyektif merupakan produk dan persepsi tentang tekanan sosial dalam melaksanakan perilaku tertentu, fieldman (1995). Norma subyektif mempunyai peran yang penting dalam meningkatkan intensi berwirausaha karena norma subyektif merupakan bentuk dukungan dari lingkungan sekitar dalam konteks ini adalah dukungan untuk berwirausaha. Dukungan tersebut dapat berasal dari keluarga, teman, dosen, pengusaha, dan orang yang dianggap penting. Dapat disimpulkan bahwa ketika seseorang mendapat dukungan yang kuat dari lingkungan atau keluarga, maka akan timbul niat dan keyakinan dalam diri orang tersebut. Norma subyektif mempunyai pengaruh yang kuat dalam menumbuhkan intensi berwirausaha (Astuti and Martdianty, 2012).

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan sebelumnya, maka diprediksi bahwa semakin tinggi subjective norm akan berpengaruh terhadap makin tingginya tingkat minat mahasiswa


(38)

menjadi entrepreneur. Logikanya adalah semakin tinggi pengaruh atau dukungan lingkungan mahasiswa untuk menjadi entrepreneur maka tingkat minat mahasiswa menjadi entreprenur akan semakin tinggi, bagitupula sebaliknya. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

H2. Subjective norm berpengaruh secara positif signifikan terhadap intention.

3. Pengaruh perceived behavior control terhadap intention

menjadi entrepreneur

Kontrol keprilakuan yang dirasakan merupakan kondisi yang menunjukkan mudahnya atau sulitnya melakukan tindakan dan dianggap sebagai cerminan pengalaman masa lalu di samping halangan atau hambatan yang terantisipasi. Persepsi tersebut ditentukan oleh keyakinan seseorang untuk mengendalikan faktor-faktor yang menghambat ataupun yang mendorong perilaku(Ajzen,1991). Barnet dan Persley (2004) menyatakan bahwa variabel yang mempengaruhi niat individu (intention to use) dalam melakukan sesuatu adalah perceived behavior control. Menurut Autio et al. (2001) Hasilnya perceived behavioural


(39)

control muncul sebagai penentu paling penting dari intensi berwirausaha. Begitujuga dengan penelitian Miralles & Riverola (2012) tentang niat berwirausaha dengan menggunakan TPB menunjukkan bahwa niat berwirausaha dipengaruhi oleh sikap pribadi dan perceived behavioural control.

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan sebelumnya, maka diprediksi bahwa semakin tinggi perceived behavior control akan berpengaruh terhadap makin tingginya tingkat minat mahasiswa menjadi entrepreneur. Logikanya adalah semakin yakin mahasiswa bisa mengatasi hambatan yang adasaat menjadi entrepereur maka tingkat minat mahasiswa menjadi entreprenur akan semakin tinggi, bagitupula sebaliknya. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H3. Perceived behavior control berpengaruh secara positif signifikan terhadap intention


(40)

2.4Model Penelitian

Dalam penelitian ini yang akan dilakukan adalah menganalisis minat mahasiswa magister manajemen untuk menjadi entrepreneur, oleh karena itu dalam penelitian ini tidak mengukur sampai dengan mengetahui perilaku mahasiswa yang merupakan tindakan aktual individu yang diakibatkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti perbedaan individu, dan proses psikologis. Penelitian ini juga dilakukan untuk menyederhanakan model sesuai dengan masalah yang akan diteliti yaitu hanya ingin mengetahui minat mahasiswa magister manajemen untuk menjadi seorang entrepreneur.

Berdasarkan hipotesis-hipotesis tersebut dapat dibuat sebuah kerangka penelitian atau model penelitian pada gambar 2.2.


(41)

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Obyek dan Subyek Penelitian

Obyek penelitian ini adalah sesuatu yang menjadi pemusatan pada kegiatan penelitian, atau dengan kata lain segala sesuatu yang menjadi sasaran penelitian (Sugiyono, 2002), sehingga obyek penelitian dalam penelitian ini adalah minat mahasiswa magister manajemen UII dan UMY dalam berkarir sebagai enterpreuner.

Sedangkan subyek penelitian merupakan sesuatu yang sangat penting kedudukannya di dalam penelitian, subyek penelitian harus ditata sebelum peneliti siap untuk mengumpulkan data (Arikunto, 2006). Subyek penelitian dapat berupa benda, hal atau orang. Dengan demikian subyek penelitian pada umumnya manusisa atau apa saja yang menjadi urusan manusia. Oleh sebab itu, subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa magister manajemen di UII dan UMY.


(43)

3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah kumpulan individu atau obyek penelitian yang memiliki kualitas-kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Berdasarkan dan ciri-ciri tersebut, populasi dapat dipahami sebagai kelompok individu atau obyek pengamatan yang minimal memiliki satu persamaan karakteristik (Cooper dan Emory, 1995). Berdasarkan definisi tersebut, populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa magister manajemen.

3.2.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki karakteristik yang sama dengan populasi. Non probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih sampel (Umar, 2005). Dengan menggunakan teknik convenience samplingmaksudnya mengambil sampel yang sesuai dengan ketentuan atau persyaratan sampel dari populasi tertentu yang paling mudah dijangkau atau didapatkan.Untuk memperoleh hasil yang


(44)

representatif, penarikan sampel dilaksanakan melalui dua metode penarikan yaitu:

1. Pertama memilih universitas dengan metode pemilihan sampel yang digunakan yaitu metode non probability sampling. Non probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih sampel (Umar, 2005). Dengan menggunakan teknik convenience sampling maksudnya mengambil sampel yang sesuai dengan ketentuan atau persyaratan sampel dari populasi tertentu yang paling mudah dijangkau atau didapatkan.

2. Kedua, setelah universitas terpilih maka tahap selanjutnya adalah memilih responden mahasiswa magister manajemen dengan teknik purposive sampling. Menurut Arikunto (2006), purposive sampling dilakukan karena ada beberapa pertimbangan atau kriteria tertentu dalam pengambilan sampel yaitu berdasarkan pertimbangan mahasiswa aktif.

Dalam penelitian ini representatif jumlah pengambilan sampel dibulatkan menjadi 150 orang, karena dengan


(45)

pertimbangan untuk mengantisipasi terjadinya outlier. Penelitian ini menggunakan populasi semua mahasiswa magister Yogyakarta yang tidakdiketahui jumlahnya. Untuk menentukan jumlah sampel minimal yang diperlukan penelitian ini menggunakan rumus Lemeshow (1997). Hal ini dikarenakan jumlah populasi tidak diketahui. Berikut rumus Lemeshow(1997) yaitu:

n =�

2 p q

�2 =

�2p(1 p) �2 Keterangan: n = jumlah sampel minimal

Z = tingkat kepercayaan p = maximal estimation

d = limit dari eror atau presisi absolut

Melalui rumus di atas, maka jumlah sampel yang akan diambil adalah ditetapkan d= 0,05 atau Z1- /2= 1,96 atau Z21- /2= (1,962)2 = 3,8416 atau dibulatkan menjadi 4 dan p = 10%, maka rumus untuk besar n yang diketahui diubah menjadi:

n = 4 �2

Penyederhanaan rumus Lemeshow

n = 4. (0.10). (0.90) = 144 orang (dibulatkan 150) (0.05)2


(46)

Responden diperlukan untuk memberikan jawaban, dalam upaya menguji model yang diimplementasikan dalam bentuk kuesioner. Dalam penelitian ini jumlah pengambilan sampel dibulatkan menjadi 150 orang karena dengan pertimbangan untuk mengantisipasi terjadinya outlier. Penelitian ini menggunakan populasi semua mahasiswa magister manajemen yang tidak diketahui jumlahnya.

3.3 Sumber Data

Sumber data untuk bahan penelitian ini adalah data primer. Data primer yang digunakan adalah data kuantitatif yaitu data yang berasal dari jawaban responden terhadap kusioner yang disebarkan, dilakukan analisis SEM terhadap hasil penyebaran kuesioner kepada setiap responden mahasiswa magister manajemen.


(47)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode survei. Metode survei dipilih karena metode ini lazim digunakan dan merupakan metode yang tepat dalam mengukur kualitas pelayanan dan kepuasan publik. Dalam Irawan (2007) disebutkan “metode survei adalah metode penelitian yang menggunakan kuesioner sebagai instrumen utama untuk mengumpulkan data”. Masih menurut Irawan (2007), dalam penelitian survei dengan kuesioner diperlukan responden dalam jumlah yang cukup agar validitas temuan tercapai dengan baik.

Analisis data kuantitafif statistik digunakan untuk meneliti hubungan variabel-variabel penelitian, dengan memberikan kuesioner kepada para karyawan. Jawaban responden terhadap kuesioner yang disebarkan nantinya, digunakan untuk mengukur variabel-variabel yang terdapat di dalam model penelitian. Selanjutnya hasil jawaban responden tersebut disebut sebagai data dan data tersebut akan dianalisis dengan menggunakan software AMOS.


(48)

3.5 Pengukuran Definisi Operasional dan Variabel

Variabel dalam penelitian ini diklarifikasikan ke dalam variabel eksogendan variabel endogen. Variabel eksogen terdiri dari attitude toward behavior, subjectives norm, perceived behavior control dan untuk variabel endogen yaitu intention. Berikut ini adalah definisi operasional variabel :

3.5.1 Attitude toward behavior

Attitude toward behavior adalah bagian dari faktor TPB yang merupakan variabel unobserved sehingga memerlukan variabel manifest dalam pengukurannya.Variabel manifest dalam penelitian ini diadopsi dari lima item pertanyaan yang dikembangkan Ajzen (2006).

3.5.2 Subjective norm

Norma subyektif (subjective norm) adalah pertimbangan seseorang sehubungan dengan apakah orang lain beranggapan bahwa dia perlu melakukan hal tersebut atau tidak. Subjective norm adalah bagian dari faktor TPB yang merupakan variabel unobserved, sehingga memerlukan variabel manifest dalam pengukurannya. Variabel manifest dalam penelitian ini


(49)

diadopsi dari lima item pertanyaan yang dikembangkan Linan dan Chen (2009).

3.5.3 Perceived behavior control

Perceived behavior control adalah suatu kondisi dimana individu percaya bahwa suatu tindakan itu mudah atau sulit dilakukan di bawah kontrol individu. Kontrol perilaku persepsian adalah bagian dari faktor TPB yang merupakan variabel unobserved, sehingga memerlukan variabel manifest dalam pengukurannya. Variabel manifest dalam penelitian ini diadopsi dari tiga item pertanyaan yang dikembangkan Ajzen (2006).

3.5.4 Intention

Intention adalah minat yang dimiliki oleh seseorang untuk cenderung mengadopsi suatu perilaku. Intention adalah bagian dari faktor TPB yang merupakan variabel unobserved sehingga memerlukan variabel manifest dalam pengukurannya. Variabel manifest dalam penelitian ini diadopsi dari lima item pertanyaan yang dikembangkan Linan dan Chen (2009).


(50)

Tabel 3.1

Definisi Operasional dan Variabel

Variabel Definisi Indikator Adobsi dari Attitude

toward behavior

(AT)

Tingkat dimana individu memiliki evaluasi yang positif / negatif terhadap suatu perilaku tertentu. ( Ajzen, 1991)

1. Tertarik dengan peluang usaha 2. Berfikir kreatif dan inovatif 3. Pandangan positif terhadap

kegagalan

4. Memiliki jiwa kepemimpinan & tanggung jawab

5. Suka menghadapi risiko & tantangan

( Ajzen, 2006 )

Subjective Norm

(SN)

Pertimbangan seseorang sehubungan dengan apakah orang lain beranggapan bahwa dia perlu melakukan hal tersebut atau tidak. ( Ajzen, 1991)

1. Dukungan keluarga 2. Dukungan teman 3. Dukungan dosen

4. Dukungan dari pengusaha sukses

5. Dukungan orang yang

dianggap penting

(Linan and Chen, 2009 )

Perceived behavior control

(PB)

suatu kondisi dimana individu percaya bahwa suatu tindakan itu mudah atau sulit dilakukan di bawah kontrol individu (Ajzen, 1991)

1. Menjadi entrepreneur mudah dipraktekan

2. Menjadi entrepreneur bisa dipelajari

3. Menjadi entrepreneur mudah dilakukan

( Ajzen, 2006 )

Intention

(IT)

minat yang dimiliki oleh seseorang untuk cenderung mengadopsi suatu perilaku (Ajzen, 1991)

1. Siap menjadi entrepreneur 2. Menjadi entrepreneur adalah

tujuan karir

3. Siap menghadapi sendiri resiko menjadi entrepreneur 4. Bertekad menjadi entrepreneur

yang sukses

5. Tujuan profesional untuk menjadi pengusaha

(Linan and Chen, 2009)

3.6 Uji Kualitas Instrumen

Pada pengukuran validitas digunakan untuk menilai sah atau valid setidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan kuesioner tersebut mampu mengungkapkan sesuatu yang akan di ukur oleh suatu kuesioner tersebut.Menurut Umar (2005), uji validitas adalah suatu uji yang digunakan untuk menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mampu


(51)

mengukur apa yang ingin diukur. Jadi, pada uji validitas dilakukan untuk meyakinkan bahwa hasil pengukuran sesuai dengan apa yang ingin kita ukur.

Uji validitas dilakukan dengan program AMOS dengan melihat output AMOS yaitu pada estimate dengan cara membandingkan P value dengan alpha 5% jika P value< 0,05 maka dinyatakan valid.

Uji reliabilitas dilakukan untuk menguji penafsiran responden mengenai butir-butir peryataan yang terdapat dalam instrumen penelitian yang ditunjukan dengan kekonsistenan jawaban yang diberikan. Untuk mengetahui apakah data reliabel atau tidak maka bisa dilihat dari cut off value dari contruct reliability dengan ketentuan minimal 0,7 atau dilihat dari cut off valuedari variance extractedminimal 0,5.Uji reliabilitas dapat diukur dengan menghitung nilai Construct Reliability (CR) dan Variance Extracted (VE). Berikut adalah rumus CR dan VE(Wijanto, 2008):

Construct Reliability= (Σstd loading) 2


(52)

ariance Extracted = Σstd loading 2

Σstd loading2+ Σεj Keterangan :

a. standard loading diperoleh dari standardized loading untuk tiap-tiap indikator yang didapat dari hasil perhitungan komputer.

b. ej adalah measurement error dari tiap indikator. Measurement error dapat diperoleh dari 1 – reliabilitas indikator.

Suatu variabel dikatakan mempunyai reliabilitas yang baik apabila nilai CR ≥ 0.70 dan nilai VE ≥ 0.50 (Hair, 1998 dalam Wijanto, 2008).

3.7 Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan untuk membahas permasalahan dalam penelitian ini adalah structural equation model (SEM). Model persamaan struktural atau structural equation model adalah teknik-teknik statistika yang memungkinkan pengujian suatu rangkaian hubungan dengan relatif kompleks secara simultan. Hubungan yang kompleks dapat


(53)

dibangun antara satu atau beberapa variabel dependen dengan satu atau beberapa veriabel independen.

Mungkin juga terdapat suatu variabel yang berperan ganda yaitu sebagai variabel independen pada suatu hubungan, namun menjadi variabel dependen pada hubungan yang lain mengingat adanya hubungan kausalitas yang berjenjang. Masing-masing variabel dependen dan independen dapat berbentuk faktor atau konstruk yang dibangun dari beberapa variabel indikator. Demikian pula diantara variabel-variabel itu dapat berbentuk suatu variabel tunggal yang di observasi atau yang diukur langsung dalam sebuah proses penelitian. Pemodelan dengan menggunakan SEM dalam suatu penelitian merujuk pada Ferdinand (2002), yaitu dengan menggunakan langkah – langkah sebagai berikut :

a. Pengembangan model teoritis

Pengembangan model teoritis, yaitu melakukan serangkaian eksplorasi ilmiah melalui telaah pustaka guna mendapatkan justifikasi atas model teoritis yang akan dikembangkan. SEM digunakan bukan untuk menghasilkan model, tetapi


(54)

digunakan untuk mengkonfirmasi model teoritis melalui data empirik.

b. Pengembangan path diagram atau diagram alur.

Model teoritis yang telah dibangun pada tahap pertama akan digambarkan dalam sebuah path diagram, yang akan mempermudah untuk melihat hubungan-hubungan kausalitas yang ingin diuji. Dalam SEM dikenal istilah faktor (construct) yaitu konsep-konsep dengan dasar teoritis yang kuat untuk menjelaskan berbagai bentuk hubungan, alur sebab akibat dari konstruk yang akan dipakai dan atas dasar itu variabel-variabel untuk mengukur konstruk itu akan dicari (Ferdinand, 2002).

Dalam diagram alur, hubungan antar konstruk ditunjukkan melalui anak panah. Anak panah lurus menunjukkan hubungan kausalitas langsung antara satu konstruk dengan konstruk yang lain. Garis lengkung antar korelasi antar konstruk. Kontruk yang dibangun dalam diagram alur dapat dibedakan dalam dua kelompok yaitu :


(55)

Dikenal sebagai source variabel atau independent variabel yang tidak diprediksi oleh variabel lain dalam model. Secara diagramatis konstruk eksogen adalah konstruk yang dituju oleh garis dengan satu ujung panah.

2. Endogenous construct atau konstruk endogen

Merupakan faktor-faktor yang diprediksi oleh satu atau beberapa konstruk. Konstruk endogen dapat memprediksi satu atau beberapa konstruk endogen lainnya, tetapi konstruk endogen hanya dapat berhubungan kausal dengan konstruk endogen.

c. Evaluasi kriteria Goodness Of Fit

Pada langkah ini kesesuaian model dievaluasi melalui telaah terhadap berbagai kriteria goodness-of-fit, yang meliputi :

1. Evaluasi Asumsi

Evaluasi asumsi yang digunakan dalam SEM harus memenuhi asumsi-asumsi seperti berikut (Ferdinand, 2002) :


(56)

a) Ukuran sampel minimum yang digunakan SEM adalah sebanyak > 100 dan selanjutnya menggunakan perbandingan lima observasi untuk setiap estimated parameter.

b) Sebaran data harus memenuhi asumsi normalitas. Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah data yang digunakan dalam penelitian memiliki distribusi normal baik secara multivariat maupun univariat. Evaluasi normalitas dilakukan dengan menggunakan kriteria critical ratio skweknessvalue sebesar ± 2,58 pada tingkat signifikansi 99%. Data mempunyai distribusi normal jika critical ratio (c.r) skweness di bawahharga mutlak ± 2,58.

c) Multivariate Outliers, merupakan observasi dengan nilai-nilai ekstrim baik secara univariat maupun multivariate yangmuncul karena kombinasi karakteristik unik yang dimilikinya dan terlihat sangat jauh berbeda dari observasi –


(57)

observasi lainnya. Evaluasi multivariate outlier dengan menggunakan jarak Mahalanobis lebih besar dari nilai Chi-Square pada tingkat signifikansi 0,05 maka tidak terjasi multivariate outlier.

2. Uji Kesesuaian dan Uji Absolute Statistic

Indeks kesesuaian dan absolute statistic dipakai untuk menguji apakah model dapat diterima atau tidak (Ferdinand, 2002) adalah :

a) X2 (chi square statistic)

Chi Square Statistic adalah mengembangkan dan menguji apakah sebuah model yang sesuai dengan data. Chi square sangat bersifat sensitif terhadap sample yang terlalu kecil maupun yang terlalu besar. Oleh karena pengujian ini perlu dilengkapi dengan alat uji lainnya. Nilai Probability Chi square > 0.05 menandakan data empiris identik dengan teori/model.


(58)

b) RMSEA (The Root Mean Square Error of Approximation)

RAMSEA merupakan ukuran yang mencoba memperbaiki kecenderungan Statistic Chi Square menolak model dengan jumlah sampel yang besar. Nilai RAMSEA antara 0,05 dan 0,08 mengindikasikan indeks yang lebih baik untuk menerima kesesuaian sebuah model.

c) GFI (Goodness of Fit Index)

GFI adalah indeks yang menggambarkan tingkat kesesuaian model secara keseluruhan yang dihitung dari residual kuadrat dari model yang di prediksi dibandingkan data yang sebenarnya. Nilai GFI > 0.09 mengisyarakatkan model yang diuji memiliki kesesuaian yang baik.

d) AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index)

AGFI merupakan pengembangan dari Goodness Fit Of Index (GFI) yang telah disesuaikan dengan ratio dari degree of freedom (Ghozali dan Fuad,


(59)

2005). Analog dengan R2 pada regresi berganda. Nilai yang direkomendasikan adalah AFGI > 0,90 semakin besar nilai AFGI maka semakin baik kesesuaian yang dimiliki model.

e) CMIN/DF (The Minimum Sample Discrepancy Function )

CMIN/DF tidak lain adalah Statistic Chi-Square X2 dibagi DF nya disebut X2 relatif. Bila X2 relatif kurang dari 2,0 atau 3.0 adalah indikasi dari acceptable fit antara model dan data.

f) TLI (Tucker Lewis Index)

TLI merupakan indeks kesesuain incremental yang membandingkan model yang di uji dengan baseline model. TLI digunakan untuk mengatasi permasalahan yang timbul akibat kompleksitas model. Nilai penerimaan yang direkomendasikan adalah nilai TLI > 0,90 TLI merupakan indeks yang kurang dipengaruhi oleh ukuran sampel. g) CFI(Comparative Fit Index)


(60)

CFI juga merupakan indeks kesesuaian incremental. Besaran indeks ini adalah dalam rentang 0 sampai 1 dan nilai yang mendekati 1 mengidindikasikan model memiliki tingkat kesesuaian yang baik. Indeks ini sangat di ajurkan untuk dipakai karena indeks ini relalatif tidak sensitif terhadap besarnya sampel dan kurang dipengaruhi oleh kerumitan model. Nilai penerimaan yang direkomendasikan adalah CFI > 0,90. Adapun indeks pengujian kelayakan model (Goodness of Fit Indicates) dapat dilihat padaTabel 3.2 berikut ini.

Tabel 3.2

Indeks pengujian kelayakan model (Goodness of Fit Indicates)

Goodness of Fit Index Cut Off Value

X2 (chi square statistic) < df dengan α = 0,005 Significancy Probability ≥ 0,05

RMSEA ≤ 0,08

GFI ≥ 0,90

AGFI ≥ 0,90

CMIN/DF ≤ 2,00

TLI ≥ 0,95

CFI ≥0,95

NFI ≥0,90


(61)

3. Evaluasi Kelayakan Model

Evaluasi kelayakan model dengan menggunakan dua macam teknis analisis

Yaitu Confimatory Factor Analysis (CFA) atau analisa faktor konfimatori pada SEM yang digunakan untuk mengkonfirmasikan faktor-faktor yang paling dominan dalam satu kelompok variabel, dan Regression Weight pada SEM yang digunakan untuk meneliti seberapa besar variabel-variabel penelitian saling mempengaruhi.


(62)

BAB IV ANALISIS DATA

4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian

Pada bab ini disajikan gambaran data penelitian yang diperoleh dari hasil jawaban responden, proses pengolahan data, dan analisis hasil pengolahan data tersebut. Hasil pengolahan data selanjutnya akan digunakan sebagai dasar untuk analisis dan menjawab hipotesis penelitian yang diajukan. Teknik analisis data yang digunakan adalah Structural Equation Modelling (SEM) yang dioperasikan melalui program AMOS 21.

Selain itu juga akan dijelaskan mengenai data-data deskriptif yang diperoleh dari responden penelitian. Data deskriptif penelitian disajikan agar dapat dilihat profil dari responden dan hubungan yang ada antar variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Data deskriptif menggambarkan keadaan atau kondisi responden sebagai informasi tambahan untuk memahami hasil-hasil penelitian. Data diperoleh dari para


(63)

mahasiswa magister manajemen yang kuliah di UII dan UMY yang telah dijelaskan sebelumnya pada bab III.

4.1.1 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta a.Visi Program Studi UMY

Mewujudkan Program Magister Manajemen yang menjadi salah satu pusat pengembangan kajian bisnis dan manajemen di Asia Tenggara yang berlandaskan nilai-nilai Islam pada tahun 2020 (www.umy.ac.id).

1. Misi Program Studi Misi Pendidikan

Menyiapkan manajer dan wirausaha yang memiliki kemampuan inovasi, pengambilan keputusan, kecerdasan intrapersonal dan interpersonal berlandaskan nilai-nilai Islam melalui kurikulum yang dinamis, berwawasan global dan memiliki kearifan lokal.

2. Misi Penelitian

Mengembangkan kajian dan penelitian berbasis kasus-kasus bisnis lokal dan internasional yang berkualitas serta dipublikasikan pada media/kegiatan ilmiah bereputasi nasional/internasional.


(64)

3. Misi Pengabdian Masyarakat

Memberikan pengabdian dengan melakukan kegiatan pengembangan manajemen bagi UKM dan organisasi nirlaba secara profesional.

4. Misi Etika Moral

Menghasilkan lulusan yang berakhlak mulia dan mampu mengabdikan ilmunya untuk kemaslahatan umat. Program MM UMY mempunyai tujuan menghasilkan lulusan yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1. Mewujudkan lulusan yang memiliki kompetensi teoritik dan teknis di bidang bisnis dan manajemen berstandar nasional dan internasional yang memiliki integritas moral dan kepekaan sosial.

2. Mewujudkan karya-karya ilmiah civitas akademika dalam publikasi nasional dan internasional yang kontributif dalam pengembangan kajian bisnis dan manajemen.

3. Mewujudkan model-model studi dan implementasi manajemen terapan melalui kegiatan pengabdian masyarakat pada sektor UKM dan organisasi nirlaba.


(65)

4. Mewujudkan lulusan dan civitas akademika yang memiliki integritas dan berperilaku sesuai dengan pandangan hidup Muhammadiyah.

5.Tujuan Pendidikan

Program MM UMY mempunyai tujuan menghasilkan lulusan yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1. Mewujudkan lulusan yang memiliki kompetensi teoritik dan teknis di bidang bisnis dan manajemen berstandar nasional dan internasional yang memiliki integritas moral dan kepekaan sosial.

2. Mewujudkan karya-karya ilmiah civitas akademika dalam publikasi nasional dan internasional yang kontributif dalam pengembangan kajian bisnis dan manajemen.

3. Mewujudkan model-model studi dan implementasi manajemen terapan melalui kegiatan pengabdian masyarakat pada sektor UKM dan organisasi nirlaba.


(66)

4. Mewujudkan lulusan dan civitas akademika yang memiliki integritas dan berperilaku sesuai dengan pandangan hidup Muhammadiyah.

6.Fasilitas Pendidikan

Fasilitas Pendidikan MM UMY:

1. Para Pengajar yang kompeten dari kalangan akademisi dan praktisi bisnis, bergelar Doktor dan Master

2. Ruang Kuliah yang nyaman dengan dilengkapi fasilitas hot Spot

3. Laboratorium komputer yang dilengkapi dengan sistem jaringan Wide Area Network, Wireless LAN dan Internet 4. Perpustakaan dengan koleksi buku memadai, dengan

didukung oleh database ekonomi dan bisnis serta jurnal elektronik (Proquest) yang dapat diaksses dari berbagai tempat dilingkungan kampus

Wisma UMY (University Residence) dengan atmosfer modern yang mendukung penghuninya untuk melakukan proses transfer of knowledge, interaksi sosial dan akulturasi budaya.


(67)

4.1.2 Universitas Islam Indonesia

1. Profil Universitas Islam Indonesia

Dinamika perkembangan bisnis di indonesia saat ini berjalan demikian cepat. Selain itu, tantangan dan perubahan dalam dunia bisnis, mustahil dapat dihindari. Organisasi yang dapat bertahan dalam lingkungan seperti ini adalah organisasi yang mampu menyenyuaikan diri dan justru menemukan peluang – peluang bisnis baru yang muncul justru dari situasi tersebut. Pada kondisi seperti ini, organisasi memerlukan orang orang yang kreatif dan inovatif, berani melalukan perubahan, dan mampu mengelolah perubahan dengan cerdas dengan tetap menjunjung nilai – nilai tinggi etika. Sebagai tokoh sentral dalam suatu organisasi, eksekutif maupun manager merupakan orang pertama yang dituntut untuk mampu mencermati dan mengantisipasi perubahan yang akan terjadi dengan cermat, tajam, dan jernih (www.uii.ac.id).

Program Magister Manajemen UII ( MM UII ), sebagai pioner pendidikan magister manajemen untuk Perguruan Tinggi Swasta di Jawa Tengah dan di Provinsi DIY (berdiri tahun 1993


(68)

), hadir untuk mengasah para manajer dan profesional sehingga dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk menjadi leader of The future. Sebrkiprah agai maguster manajemen termuka, sampai saat ini sudah lebih dari 1.650 alumni MM UII yang berkiprah dan berperan besar di perusahaan swasta, BUMN, BUMD, dan lembaga pemerintah. Hal itu membuktikan bahwa pasar telah mengakui kualitas keseluruhan Program MM UII. Sementara itu, pemerintah melalui Badan Akreditasi Nasional (BAN) Depdiknas RI juga memberikan pengakuan dengan memberi predikat UNGGUL pada tahun 2000, predikat A pada tahun 2006, dan masih dipertahankan dengan predikat A pada dan dipertahankan dengan predikat A pada akreditasi tahun 2011.

Sasaran manajer dan profesional, bagi para manajer dan profesional, waktu adalah sesuatu hal yang sangat berharga. Namun, program ini dapat diikuti oleh mereka yang berminat untuk mengembangkan diri tanpa meninggalkan pekerjaannya. Bahkan, dengan mengikuti program di MM UII, para manajer dan profesional dapat menjandikannya sebagai bagian dari program pengembangan perusahaan, yang dapat dilaksanakan


(69)

dengan tetap menjaga kesinambungan kontribusi mereka kepada perusahaan selama mereka mengikuti program.

Proses akademik pendidikan di MM UII, tidak semata – mata berupa transfer ilmu dari dosen ke mahasiswa. Akan tetapi, lebih sebagai proses besama agar mampu menempa dan membentuk mahasiswa menjadi seorang pemimpin masa depan ( leader for the future ). Untuk mendapatkan kemampuan sebagai seorang pemimpin masa depan, Program MM UII memberikan materi dengan 4 (empat) elemen dasar, yaitu kemampuan konseptual, kompetensi, wawasan, dan etika bisnis yang memadai. Perkuliahan program MM UII diselenggarakan dengan berbagai kombinasi metode mengajar yang dapat mengasah membentuk potensi manajerial mahasiswa. Program ini dikemas dalam bentuk kuliah klasikal, pembahasan kasus, diskusi kelompok, simulasi bisnis melalui business game, dan penulisan tesis bagi mereka yang berorientasi menapaki kehidupan akademi dan tugas akhir berupa rancangan bangun bisnis bagi mereka yang ingin menjadi praktisi. Jumlah dosen pengajar di MM UII berjumlah 35.


(70)

2. Visi UII

adalah terwujudnya Universitas Islam Indonesia sebagai rahmatan lil'alamin, memiliki komitmen pada kesempurnaan (keunggulan), risalah Islamiyah, di bidang pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat dan dakwah, setingkat universitas yang berkualitas di negara-negara maju.

3. Misi UII

adalah menegakkan Wahyu Illahi dan Sunnah Nabi sebagai sumber kebenaran abadi yang membawa rahmat bagi alam semesta melalui pengembangan dan penyebaran ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, sastra dan seni yang berjiwa Islam, dalam rangka membentuk cendekiawan muslim dan pemimpin bangsa yang bertakwa, berakhlak mulia, berilmu amaliah dan beramal ilmiah, yang memiliki keunggulan dalam keislaman, keilmuan, kepemimpinan, keahlian, kemandirian dan profesionalisme.

4. Tujuan

4.1 Membentuk cendekiawan muslim dan pemimpin bangsa yang berkualitas, bermanfaat bagi masyarakat,


(71)

menguasai ilmu keislaman dan mampu menerapkan nilai-nilai Islami serta berdaya saing tinggi.

4.2 Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, sastra, dan seni yang berjiwa Islam.

4.3 Turut serta membangun masyarakat dan negara Republik Indonesia yang adil dan makmur serta mendapat ridla Allah Swt.

4.4 Mendalami, mengembangkan, dan menyebarluaskan pemahaman ajaran agama Islam untuk dipahami, dihayati, dan diamalkan oleh warga Universitas dan masyarakat.

4.2 Gambaran Umum Subyek Penelitian 4.2.1 Subyek Penelitian

Kuesioner yang disebar secara langsung 150 kuesioner, kuesioner dibagi 75 kuesioner di UMY dan 75 Kuesioner di UII. Dari kuesioner 150 yang telah dibagi dan yang kembali sebanyak 150 sehingga response rate sebesar 100%. Dari total 150


(72)

kuesioner. Kuesioner yang tidak layak sebanyak 4 kuesioner karena datanya tidak lengkap, sehingga kuesioner yang layak untuk dianalisis sebanyak 146 kuesioner sehingga tingkat pengembalian kuesioner yang digunakan adalah 97,33%. Rincian ringkasan pengiriman dan pengembalian kuesioner dalam penelitian ini di tunjukkan dalam Tabel 4.1.

Tabel 4.1

Rincian Pengiriman dan Pengembalian Kuesioner

Kuesioner yang diantar langsung 150

Kuesioner yang tidak kembali -

Kuesioner yang kembali 150

Kuesioner yang tidak bisa diolah 4

Kusioner yang digunakan 146

Tingkat pengengembalian (response rate) 150/150 X 100%=100% Tingkat pengembalian yang digunakan 146/150 X 100%=97,33%

Sumber : Data diolah, 2016

4.2.2 Profil Responden

Deskripsi data ini menggambarkan beberapa kondisi responden yang ditampilkan secara statistik. Data deskriptif responden ini memberikan beberapa informasi secara sederhana


(73)

tentang keadaan responden yang dijadikan subjek penelitian. Responden pada penelitian ini digambarkan melalui status, jenis kelamin, usia, pendidikan, dan lama bekerja. Profil responden dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Profil Responden

Keterangan Jumlah Prosentase

Perguruan Tinggi 1. UMY 2. UII 66 80 45,3 54,7 Jurusan 1. Marketing 2. SDM 3. Keuangan 48 64 34 33,3 43,5 23,1 Semester 1. Martikulasi 2. Pertama 3. Kedua 4. Ketiga 5. Keempat 6. Lanjut 21 21 38 44 3 20 14,3 14,3 25,9 29,9 2,0 13,6 Jenis Kelamin 1. Laki-Laki 2. Perempuan 64 82 44,2 55,8 Usia

1. 20– 25 Tahun 2. 26 – 30 Tahun 3. 31 – 35Tahun 4. ≥ 36 Tahun

64 62 11 4 43,53 42,18 7,48 2,72 Sumber : Data diolah 2016, lampiran 2


(74)

Dari Tabel 4.2 terlihat responden dari perguruan tinggi UMY sebanyak 66 orang dengan presentasi 45,3% dan responden dari UII dengan presentase sebesar 54,7%. Jurusan yang paling mendominasi adalah SDM dan dengan presentase 43,5%, sedangkan mahasiswa semester 4 hanya 2%. Berdasarkan jenis kelamin 44,2% responden berjenis kelamin laki-laki dan sisanya 55,8 % perempuan. Mayoritas responden berusia 20-25 tahun yaitu 43,53 %, minoritas responden berusia diatas 36 tahun dengan presentase 2,27%.

4.3 Analisis Deskriptif Variabel Penelitian

Analisis deskriptif variabel merupakan gambaran variabel yang diperoleh berdasarkan jawaban responden mengenai pertanyaan-pertanyaan yang didasarkan pada indikator yang akan diteliti. Dalam hal ini akan dilihat kecenderungan jawaban responden untuk semua variabel penelitian. Untuk menentukan kategori masing-masing variabel, terlebih dahulu ditentukan interval kelas. Interval kelas ditentukan dengan rumus :


(75)

Range dan kategori berdasarkan perhitungan interval kelas tersebut, dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Kategori Interpretasi

Range Kategori

1,00 - 1,80 Sangat Rendah

1,81 - 2,60 Rendah

2,61 - 3,40 Cukup

3,41 - 4,20 Tinggi

4,21 - 5,00 Sangat Tinggi

Berdasarkan kategori pada Tabel 4.3, variabel dalam penelitian ini akan ditentukan dengan cara menghitung mean untuk setiap variabel.

4.3.1 Jawaban Responden atas Variabel Attitide Toward Behavior

Variabel attitude toward behavior dalam penelitian ini diukur melalui lima item pertanyaan. Hasil tanggapan terhadap variabel attitude toward behavior dapat dijelaskan pada Tabel 4.4 sebagai berikut:


(76)

Tabel 4.4

Jawaban Responden atas Variabel Attitude Toward Behavior

Indikator STS TS N S SS Total

Rata-Rata

AT1

Frekuensi 1 3 12 78 52 146

4,21 Persentase 0,7 2,1 8,2 53,4 35,6 100

AT2 Frekuensi 0 4 18 76 48 146 4,15

Persentase 0 2,7 12,3 52,1 32,9 100 AT3

Frekuensi 0 7 6 59 74 146

4,37 Persentase 0 4,8 4,1 40,4 50,7 100

AT4

Frekuensi 0 1 10 66 69 146

4,39 Persentase 0 0,7 6,8 45,2 47,3 100

AT5 Frekuensi 0 2 2 61 81 146 4,51

Persentase 0 1,4 1,4 41,8 55,5 146 Total

Frekuensi 1 17 48 340 324 730

4,33

Persentase 0,14 2,3 6,57 46,57 44,38 100

Rata-Rata Skor Variabel Attitude Toward Behavior Sumber : Data diolah, 2016 (lampiran 2)

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 4.4, diketahui bahwa hasil penilaian responden mahasiswa magister manajemen terhadap attitude toward behavior mayoritas responden menjawab setuju 46,57% dan minoritas menjawab sangat tidak setuju 0,14%, sedangkan responden lainnya menjawab sangat setuju 44,38%, netral 6,57% dan tidak setuju 2,3%.


(77)

Dari data diatas dapat digambarkan bahwa responden penelitian mahasiswa magister manajemen sudah merasakan adanya attitude toward behavior dalam dirinya yaitu dengan nilai rata-rata skor mean sebesar 4,33 yang masuk dalam kategori attitude toward behavior dengan nilai sangat tinggi.

4.3.2 Jawaban Responden atas Variabel Subjective Norm Tabel 4.5

Jawaban Responden atas Variabel Subjective Norm

Indikator STS TS N S SS Total

Rata-Rata

SN1

Frekuensi 0 4 27 80 35 146

4,00 Persentase 0 2,7 18,5 54,8 24,0 100

SN2

Frekuensi 0 2 34 65 45 146

4,05 Persentase 0 1,4 23,3 44,5 30,8 100

SN3

Frekuensi 0 7 35 79 25 146

3,84 Persentase 0 4,8 24,0 54,1 17,1 100

SN4

Frekuensi 1 9 41 60 35 146

3,82 Persentase 0,7 6,2 28,1 41,1 24,0 100

SN5

Frekuensi 0 10 44 61 31 146

3,77 Persentase 0 6,8 30,1 41,8 21,2 100

Total

Frekuensi 1 32 181 345 171 730

3,90

Persentase 0,13 4,38 24,79 47,26 23,42 100

Rata-Rata Skor Variabel Subjective Norm


(78)

Variabel Subjective Norm dalam penelitian ini diukur melalui 5 Item pertanyaan. Hasil tanggapan terhadap variabel Subjective Norm dapat dilihat pada tabel 4.5.

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 4.5, diketahui bahwa hasil penilaian responden mahasiswa magister manajemen terhadap Subjective Norm mayoritas responden menjawab setuju 47,26% dan minoritas menjawab sangat tidak setuju 0,13%, sedangkan responden lainnya menjawab netral 24,79%, tidak setuju 4,38% dan sangat setuju 23,42%.

Dari data tabel 4.5 dapat digambarkan bahwa responden penelitian mahasiswa magister manajemen merasakan adanya Subjective Norm yaitu dengan nilai rata-rata skor mean sebesar 3,90 yang masuk dalam kategori tinggi.

4.3.3 Jawaban Responden atas Variabel Perceived Behavior Control

Variabel Perceived Behavior Control dalam penelitian ini diukur melalui empat item pertanyaan. Hasil tanggapan terhadap variabel Perceived Behavior Control dapat dijelaskan pada tabel 4.6.


(79)

Berdasarkan hasil analisis pada tabel 4.6, diketahui bahwa hasil penilaian responden mahasiswa magister manajemen terhadap terjadinya Perceived Behavior Control mayoritas responden menjawab setuju 51,83% dan minoritas menjawab sangat tidak setuju 0,91%, sedangkan responden lainnya menjawab tidak setuju 4,57%, netral 2,92% dan sangat setuju 20,76%.

Tabel 4.6

Jawaban Responden atas Variabel Perceived Behavior Control

Indikator STS TS N S SS Total Rata

-rata

PB1 Frekuensi 4 6 26 83 27 146 3,84

Persentase 2,7 4,1 17,8 56,8 18,5 100

PB2 Frekuensi 0 6 29 77 34 146 3,95

Persentase 0 4,1 19,9 52,7 23,3 100

PB3 Frekuensi 0 8 41 67 30 146 3,82

Persentase 0 5,5 28,1 45,9 20,5 100

Total Frekuensi 4 20 96 227 91 438 3,87

Persentase 0,91 4,57 21,92 51,83 20,78 100

Rata-Rata Skor Variabel Perceived Behavior Control

Sumber : Data diolah, 2016 (lampiran 2)

Dari data di atas dapat digambarkan bahwa responden penelitian mahasiswa magister manajemen cukup merasakan terjadinya Perceived Behavior Control yaitu dengan nilai rata-rata skor mean sebesar 3,87 yang masuk dalam kategori dengan nilai tinggi.


(1)

NCP

Model NCP LO 90 HI 90

Default model 229.965 176.502 291.107 Saturated model .000 .000 .000 Independence model 1120.881 1010.306 1238.907 FMIN

Model FMIN F0 LO 90 HI 90

Default model 2.575 1.575 1.209 1.994 Saturated model .000 .000 .000 .000 Independence model 8.848 7.677 6.920 8.486 RMSEA

Model RMSEA LO 90 HI 90 PCLOSE

Default model .104 .091 .117 .000 Independence model .212 .201 .223 .000 AIC

Model AIC BCC BIC CAIC

Default model 501.965 521.965 Saturated model 418.000 484.349 Independence model 1367.881 1379.944 ECVI

Model ECVI LO 90 HI 90 MECVI

Default model 3.438 3.072 3.857 3.575 Saturated model 2.863 2.863 2.863 3.317 Independence model 9.369 8.612 10.177 9.452 HOELTER

Model HOELTER

.05

HOELTER .01

Default model 69 74

Independence model 23 25

Lampiran 11

Goodness of Fit Indexsetelah di Modifikasi Model Fit Summary

Result (Default model)

Minimum was achieved Chi-square = 240,378 Degrees of freedom = 124 Probability level = ,000


(2)

Model Fit Summary CMIN

Model NPAR CMIN DF P CMIN/DF

Default model 47 240,378 124 ,000 1,939 Saturated model 171 ,000 0

Independence model 18 1086,809 153 ,000 7,103

RMR, GFI

Model RMR GFI AGFI PGFI

Default model ,044 ,844 ,785 ,612 Saturated model ,000 1,000

Independence model ,160 ,406 ,336 ,364

Baseline Comparisons

Model NFI

Delta1 RFI rho1 IFI Delta2 TLI

rho2 CFI Default model ,779 ,727 ,879 ,846 ,875

Saturated model 1,000 1,000 1,000

Independence model ,000 ,000 ,000 ,000 ,000

Parsimony-Adjusted Measures

Model PRATIO PNFI PCFI

Default model ,810 ,631 ,709 Saturated model ,000 ,000 ,000 Independence model 1,000 ,000 ,000

NCP

Model NCP LO 90 HI 90

Default model 116,378 76,291 164,265 Saturated model ,000 ,000 ,000 Independence model 933,809 832,941 1042,145


(3)

FMIN

Model FMIN F0 LO 90 HI 90

Default model 1,658 ,803 ,526 1,133 Saturated model ,000 ,000 ,000 ,000 Independence model 7,495 6,440 5,744 7,187

RMSEA

Model RMSEA LO 90 HI 90 PCLOSE

Default model ,080 ,065 ,096 ,001

Independence model ,205 ,194 ,217 ,000

AIC

Model AIC BCC BIC CAIC

Default model 334,378 348,552 474,607 521,607 Saturated model 342,000 393,571 852,197 1023,197 Independence model 1122,809 1128,238 1176,514 1194,514

ECVI

Model ECVI LO 90 HI 90 MECVI

Default model 2,306 2,030 2,636 2,404 Saturated model 2,359 2,359 2,359 2,714 Independence model 7,744 7,048 8,491 7,781

HOELTER

Model HOELTER

.05

HOELTER .01

Default model 92 99


(4)

Lampiran 12

Full Model SEM

Lampiran 13 Hasil Uji Hipotesis

Regression Weights: (Group number 1 - Default model)

Estimate S.E. C.R. P Label SN3 <--- SN 1,000

SN1 <--- SN ,760 ,494 1,538 ,124 par_5 SN2 <--- SN 1,049 ,445 2,359 ,018 par_6 SN1 <--- SN3 ,529 ,098 5,393 *** par_22 PB3 <--- PB 1,057 ,130 8,142 *** par_10 IT <--- AT ,956 ,214 4,477 *** par_18 IT <--- SN -,181 ,289 -,627 ,530 par_19 IT <--- PB ,098 ,103 ,955 ,340 par_20 AT2 <--- AT 1,000

AT3 <--- AT 1,126 ,264 4,265 *** par_1 AT4 <--- AT 1,214 ,245 4,963 *** par_2


(5)

Estimate S.E. C.R. P Label AT5 <--- AT 1,052 ,220 4,785 *** par_3 AT1 <--- AT 1,565 ,298 5,253 *** par_4 SN4 <--- SN 3,632 1,199 3,028 ,002 par_7 SN5 <--- SN 3,515 1,161 3,028 ,002 par_8 PB1 <--- PB 1,004 ,134 7,490 *** par_9 PB2 <--- PB 1,000

IT1 <--- IT ,996 ,193 5,169 *** par_11 IT2 <--- IT 1,109 ,176 6,310 *** par_12 IT3 <--- IT 1,000

IT4 <--- IT 1,320 ,211 6,249 *** par_13 IT5 <--- IT 1,217 ,194 6,283 *** par_14 AT2 <--- PB3 ,241 ,063 3,859 *** par_24 AT2 <--- SN3 ,215 ,063 3,393 *** par_25 SN2 <--- SN1 ,630 ,139 4,527 *** par_21 SN1 <--- SN2 -,151 ,205 -,737 ,461 par_23


(6)