KEBIJAKAN JEPANG TERHADAP UJI COBA SENJATA OLEH KOREA UTARA

(1)

SKRIPSI

Kebijakan Jepang terhadap Uji Coba Senjata oleh Korea Utara

Japanese Policy on North Korea Weapon Test

Disusun Oleh : Sandyka Kurniawan

20130510058

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

SKRIPSI

Kebijakan Jepang terhadap Uji Coba Senjata oleh Korea Utara

Japanese Policy on North Korea Weapon Test

Disusun Oleh : Sandyka Kurniawan

20130510058

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan judul :

Kebijakan Jepang terhadap Uji Coba Senjata oleh Korea Utara “Japanese Policy on North Korea Weapon Test”

Disusun oleh :

SANDYKA KURNIAWAN 20130510058

Telah dipertahankan dalam upaya ujian pendadaran dan dinyatakan LULUS yang disahkan di depan tim penguji Program Studi Ilmu Hubungan Internasional,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,Pada :

Hari/Tanggal : Selasa/ 20 Desember 2016

Pukul : 08.00 WIB

Ruang : HI.A

TIM PENGUJI Ketua Penguji

Dr. Nur Azizah, M.Si NIK : 163 004

Penguji I Penguji II

Takdir Ali Mukti, S.Sos, M.Si Siti Muslikhati, S.IP., M.Si


(4)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah asli dan pelum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik sarjana baik di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ataupun di Perguruan Tinggi lain.

Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebut nama dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Pernyataan ini Saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai dengan aturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Yogyakarta, Desember 2016


(5)

iv

HALAMAN PENGANTAR

Assalamu’alaikum, Wr.Wb

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah dan selalu memberikan kemudahan dalam bimbingan dan segala rizki dan hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi berjudul “Kebijakan Jepang terhadap Uji Coba Senjata oleh Korea Utara”. Skripsi ini disusun sebagai salah satui syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam Jurusan Ilmu Hubungan Internasional pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa proses penyususnan skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa bimbingan maupun bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Bambang Cipto, M.A selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Ali Muhammad, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Ibu Dr. Nur Azizah selaku Ketua Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

4. Ibu Siti Muslikhati, S.IP., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

5. Ibu Dr. Nur Azizah selaku pembimbing yang senantiasa meluangkan waktu untuk memberikan bantuan, masukan, saran, maupun nasihat dalam proses penyusunan skripsi ini.


(6)

v

6. Bapak Takdir Ali Mukti, S.Sos, M.Si selaku Dosen Penguji 1 yang telah memberikan masukan maupun saran terhadap skripsi ini.

7. Ibu Siti Muslikhati, S.IP., M.Si selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan nasehat terhadap skripsi ini.

8. Bapak Jumari, Bapak Waluyo dan Bapak Ayub yang telah siap siaga membantu memberikan informasi mengenai penulisan skripsi hingga akhirnya skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik.

9. Seluruh pihak Civitas Akademika UMY yang telah banyak membantu dan memperlancar dalam menuntut ilmu di kampus UMY.

Tiada kata yang pantas untuk disampaikan selain permohonan maaf atas kesalahan maupun kekhilafan yang telah penulis perbuat baik yang disengaja ataupun tidak. Penulis berharap skripsi ini mampu bermanfaat dan memberikan inspirasi bagi semua pembacanya. Semoga Allah SWT senantiasa menjadikan skripsi ini sebagai ilmu yang berkah dan berfaedah bagi orang lain.

Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.

Yogyakarta, Desember 2016


(7)

vi

MOTTO

Time : the healer and the killer

- anonim

Ketika mulai lelah, ingatlah mimpimu dan kedua

orangtuamu

-anonim

“It always seems impossible until it’s done”

Nelson

Mandela

“First you Learn then you remove the L” –

9gag

Yang mengikuti mayit sampai ke kubur ada tiga, dua akan

kembali dan satu tetap bersamanya di kubur. Yang

mengikutinya adalah keluarga, harta dan amalnya. Yang

kembali adalah keluarga dan hartanya. Sedangkan yang

tetap bersamanya di kubur adalah amalnya

.”

- HR. Bukhari,

no. 6514; Muslim, no. 2960


(8)

vii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Teruntuk Allah SWT Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyanyang

Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing dari jaman jahiliyah menuju ke jaman yang terang benderang

Kedua orang tuaku, bapak Sumarli dan ibu Sri Purboyani yang telah membesarkanku, mendidikku dari kecil hingga aku bisa seperti saat ini. Tidak ada yang bisa mengantikan kasih dan sayangmu untukku.

Adikku Kartyka Widyaningtyas

Keluarga besar kelas A HI UMY 2013 yang merupakan keluarga kecilku saat berada di kampus dan selama menimba ilmu di kampus tercinta ini.

Keluarga besar tourjepang.co.id, yokosojepang.com, tourkejepang.com dan pengenliburan.com disini tempat mengenal berbagai macam orang dan keluarga baru sekaligus tempat belajar banyak hal bagi saya.

Mas Dion Perdana Putra mahasiswa HI UMY angkatan 2002 yang menjadi senior, kakak, sacho yang tidak sengaja dipertemukan di tempat les bahasa Jepang, sudah membimbing, memotivasi dan mengarahkan saya selama dua tahun ini untuk menjadi lebih dan lebih.

Mas Bomba Mahendra Ali Syahbara, Mas Wiwit Anggun Styawan yang selalu menginspirasi saya secara tidak langsung di dalam pekerjaan dan pendidikan bahwa semua itu harus seimbang hehehe


(9)

viii

Lussy Novarida, Sayaka Yokoyama, Moe Saito, Aiko Sasaki, Rachel Mika James yang merupakan sensei-sensei saya yang telah meluangkan waktunya untuk mengajari saya.

Tim hore Jamaah Continous Program, Ainun, Naya, Putri & Untari yang sering direpoti, special thank’s kepada saudari Pungky Amalia Sudaryono merupakan super ultra hyper ultimate rasan-rasan. 

Pengembangan Wacana KOMAHI UMY Niken, Dila, Galuh, Draw, Arief, Eva kalian membuatku terharu…

Anoman Jogja dan Cah Selo yang ada disaat galau butuh hiburan untuk berkumpul sebagai tempat lari dari kenyataan meskipun sekarang jarang kumpul karena sibuk.


(10)

ix

ABSTRAK

This undergraduated thesis with the topic Japanese policy on North Korea weapon test. This undergraduated thesis is intended to investigate the policy of the Japanese against weapons test by North Korea were considered threats to regional security and the security of Japan. The weapon test threats started from 1998, when the Democratic People Republic of Korea started to launch and test Taepodong-1 which is crossed Japan. When this threat happened, Japan started seriously taken on this threats. Japan itself make changes to Japan's defense policy to improve the status of Justice Defense Agency into a Ministry of Defense, as well as amend the Act so that the Japanese military can operate outside of Japan. Externally, Japan started again to organize its relationships with countries in East Asia such as South Korea and China, as well as doing the realignment of defense cooperation relationship with the United States as well as play an active role in international security cooperation.


(11)

x DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iii

HALAMAN PENGANTAR ... iv

MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Kerangka Teori... 9

D. Hipotesa... 17

E. Tujuan Penelitian ... 17

F. Metode penelitian ... 18

G. Sistematika Penulisan ... 18 BAB II PANDANGAN JEPANG TERHADAP ANCAMAN LUAR NEGERI . 19


(12)

xi

A. Situasi Internasional ... 20

B. Prinsip Kebijakan Luar Negeri Jepang ... 24

Memperkuat aliansi Jepang dan Amerika Serikat ... 24

1. Meningkatkan hubungan dengan negara-negara tetangga ... 25

2. Memperkuat diplomasi ekonomi Jepang ... 28

3. BAB III PERSEPSI JEPANG TERHADAP ANCAMAN UJI COBA SENJATA OLEH KOREA UTARA ... 31

A. Letak Geografis Jepang dan Korea Utara ... 32

1. Letak Geografis Jepang ... 32

2. Letak Geografis Korea Utara ... 34

B. Hubungan antara Jepang dan Korea Utara ... 36

C. Jenis Senjata Korea Utara ... 38

D. Ujicoba Senjata oleh Korea Utara ... 40

BAB IV KEBIJAKAN JEPANG TERHADAP KEBIJAKAN MILITER KOREA UTARA ... 45

A. Kebijakan Jepang dalam bentuk Hard Balancing ... 46

1. Amandemen Pasal 9 Konstitusi Jepang ... 46

2. Perubahan Justice Defense Agency menjadi Ministry of Defense ... 51

3. Ballistic Missile Defence oleh Jepang ... 52


(13)

xii

1. Meningkatkan Kerjasama dengan Amerika Serikat ... 55

2. Penataan Kembali Hubungan dengan Tiongkok dan Korea Selatan ... 61

BAB V ... 63

KESIMPULAN ... 63


(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Figure 1 Peta Asia Timur ... 5

Figure 2 Rudal Korea Utara beserta Jangkauannya ... 7

Figure 3 Lokasi Tempat Uji Coba Nuklir ... 8

Figure 4. Peta Jepang ... 33

Figure 5. Peta Korea Utara ... 35

Figure 6. Alasan Menyetujui Revisi Konstitusi ... 50

Figure 7. Skema BMD Jepang ... 53

Figure 8. Pengembangan BMD Jepang ... 54

Figure 9. Kekuatan Militer di Jepang ... 57


(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Table 1. Tindakan Offensive oleh Korea Utara Pemerintahan Kim Jong-il ... 41 Table 2. Tindakan Offensive oleh Korea Utara Pemerintahan Kim Jong-un ... 42


(16)

ii

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan judul :

Kebijakan Jepang terhadap Uji Coba Senjata oleh Korea Utara

“Japanese Policy on North Korea Weapon Test”

Disusun oleh :

SANDYKA KURNIAWAN 20130510058

Telah dipertahankan dalam upaya ujian pendadaran dan dinyatakan LULUS yang disahkan di depan tim penguji Program Studi Ilmu Hubungan Internasional,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,Pada :

Hari/Tanggal : Selasa/ 20 Desember 2016 Pukul : 08.00 WIB

Ruang : HI.A

TIM PENGUJI Ketua Penguji

Dr. Nur Azizah, M.Si NIK : 163 004

Penguji I Penguji II

Takdir Ali Mukti, S.Sos, M.Si Siti Muslikhati, S.IP., M.Si


(17)

ix

ABSTRAK

This undergraduated thesis with the topic Japanese policy on North Korea weapon test. This undergraduated thesis is intended to investigate the policy of the Japanese against weapons test by North Korea were considered threats to regional security and the security of Japan. The weapon test threats started from 1998, when the Democratic People Republic of Korea started to launch and test Taepodong-1 which is crossed Japan. When this threat happened, Japan started seriously taken on this threats. Japan itself make changes to Japan's defense policy to improve the status of Justice Defense Agency into a Ministry of Defense, as well as amend the Act so that the Japanese military can operate outside of Japan. Externally, Japan started again to organize its relationships with countries in East Asia such as South Korea and China, as well as doing the realignment of defense cooperation relationship with the United States as well as play an active role in international security cooperation.


(18)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pada masa menjelang hingga Perang Dunia II kekuatan militer Jepang telah memperlihatkan kekuatannya dengan dibuktikan menduduki sebagian besar Tiongkok dan Semenanjung Korea, tak hanya itu saja beberapa negara di kawasan Asia terutama Asia Tenggara tak lepas dari kekuatan militer Jepang termasuk Indonesia. Akan tetapi kekalahan Jepang pada Perang Dunia II pada tahun 1945 dengan dijatuhkannya bom atom oleh sekutu di kota Hiroshima dan Nagasaki mengakibatkan Jepang menyerah kepada sekutu.

Kekalahan telak pasca hancur leburnya kota Hiroshima dan Nagasaki akibat bom atom tersebut tentunya membawa dampak bagi Jepang, seperti masuknya musuh ke Jepang yang membawa berbagai macam pegaruh baik sosial serta budaya, dan memunculkan rasa traumatik terhadap perang. Sebagai negara yang kalah dalam Perang Dunia II tentu saja Jepang di awal masa-masa perang mengalami keterpurukan dalam bidang pertahanan dan ekonomi. Melalui Deklarasi Postdam yang merupakan bakal dari kelahiran konstitusi Jepang itu sendiri, pemerintahan Jepang yang dibawah Supreme Commander for the Allied Power (SCAP) mereformasi kembali konstitusi Jepang termasuk didalamnya mengenai pertahanan serta keamanan Jepang (Uera, 2015). Dalam Konstitusi Jepang pasal 9 jelas mengatakan bahwa Jepang tidak akan membangun kekuatan militer kecuali untuk memenuhi kebutuhan pertahanan diri (Self-Defense Force). Akan tetapi Pemerintahan Jepang sekarang ini dibawah Perdana Menteri Jepang


(19)

2

Shinzo Abe secara konsisten berupaya melakukan perubahan terhadap Pasal 9 dalam Konstitusi Jepang tersebut. Isu kedaulatan wilayah serta peningkatan potensi-potensi ancaman lainnya, Jepang sendiri tengah menagalami situasi lingkungan keamanan regional yang semakin memanas yang disebabkan oleh meningkatnya aktifitas-aktifitas militer yang dilakukan oleh negara-negara tetangganya mengakibatkan Jepang merasa harus meningkatkan kemampuan keamanannya. Selain itu tuntutan Amerika Serikat agar Jepang berperan lebih besar dalam kerangka perjanjian pertahanan kedua negara juga sangat mempengaruhi upaya dalam mengamandemen konstitusi Jepang tersebut (Roza, 2014).

Seperti yang kita ketahui, di wilayah Asia Timur Korea Utara memiliki hubungan yang tidak harmonis dengan negara tetangganya salah satunya adalah Jepang, hal ini didasari pada sejarah masalalu, bermula dari kemenangan Jepang dalam perang antara Russia dan Jepang yang berlangsung selama satu tahun pada tahun 1904 sampai 1905 membuat Jepang memiliki pengaruh di semenanjung Korea, dimana sebelumnya Korea berada di bawah pengaruh Tiongkok dan Russia, hal ini dimantapkan lagi dengan penadatangan konveksi Korea-Jepang. Penandatangan tersebut secara tidak langsung memberikan Jepang kontrol administratif penuh atas urusan luar negeri semenanjung Korea, sedangkan pada tahun 1907 pasca lima hari lengsernya Raja Kojong, Jepang mendapat kuasa penuh atas administratif dalam negeri semenanjung Korea dan dimulailah kolonialisme Jepang secara penuh atas semenanjung Korea (Kim K.-y. , 1999). Kolonialisme Jepang atas semenanjung Korea yang dimulai dari tahun 1910


(20)

3

sampai sampai saat terjadinya akhir Perang Dunia Kedua 1945, akan tetapi setelah kekalahan Jepang pada Perang Dunia Kedua tersebut Jepang dianggap meninggalkan kekacauan terhadap wilayah Semenanjung Korea. Semenanjung Korea yang sewaktu kolonialisme Jepang merupakan satu wilayah yang utuh terbagi menjadi dua (John, 2007) berdasarkan garis lintang 38° yang secara tidak langsung menjadi tempat penyebaran dua ideology besar saat itu yaitu Komunisme dengan USSR yang menajdi pihak di belakang layar atas Korea Utara dan wilayah selatan yang saat ini Korea Selatan dengan Amerika Serikat sebagai pemain di belakang layarnya (Pod, 2013).

Pengadopsian kebijakan politik military-fist (Songun) yang merupakan basis dasar dari sosialisme yang mengutamakan kepada militer merupakan hal yang mendasari Korea Utara (Defense M. O., 2016) sekarang ini secara gencar melakukan penggembangan teknologi senjata militernya, tentu saja membuat Jepang gerah atas apa yang dilakukan oleh Korea Utara, dimana letak Jepang secara geografis berada di sebelah timur dari Korea Utara (Hughes, 1996). Sejak awal kepemimpinan rezim Kim Jong Un ketegangan di Semenanjung Korea mulai memanas terkait keputusannya untuk tidak menghormati apa yang telah disetujui untuk moratorium uji coba nuklir dan rudal jarak jauh di tunjukkan dengan peluncuran satelit yang melanggar resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa selain itu pada tahun 2012 Korea Utara berkomitmen untuk melakukan penangguhan nuklir, pengujian rudal jarak jauh dan suspensi pengayaan uranium di Yongbon dibawah pengawasan IAEA (International Atomic Energy Agency) (Djelantik, 2015). Kematian mendadak Kim Jong Il dan


(21)

4

pencapaian kekuasaan dari Kim Jong Un membuat sepak terjang Korea Utara menjadi lebih tak terduga (Kim J. , 2015). Uji coba senjata yang membuat Jepang benar-benar gerah atas tidakan Korea Utara adalah peluncuran roket jarak jauh milik Korea Utara yang dikatakan sebagai tujuan ilmiah sempat melewati bagian selatan dari pulau Okinawa pada tanggal 7 Februari 2016 lalu yang membuat Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, tidak terima atas uji coba senjata yang dilakukan oleh Korea Utara karena dianggap melanggar Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengatakan bahwa Korea Utara dilarang melakukan berbagai uji coba senjata militer bak uji coba nuklir maupun rudal balistik (BBC, Korea Utara luncurkan roket jarak jauh meski dapat peringatan, 2016). Korea Utara bagi Jepang merupakan sebuah negara yang sangat mengkhawatirkan bagi Jepang. Kebijakan-kebijakan yang militeristik dan agresif dalam menyatukan semenanjung Korea yang bahkan sampai memicu terjadinya perang Korea pada tahun 1950-1953. Ditambah lagi pada rezim Kim Jong Un ini uji coba mengenai senjata sering dilakukan untuk menarik perhatian dunia.


(22)

5

Figure 1 Peta Asia Timur

Source : (google picture)

Gambar diatas menjelaskan bahwa secara letak geografis antara Korea Utara dan Jepang memiliki kedekatan. Uji coba senjata yang dilakukan oleh Korea Utara terkait peluncuran roket jarak jauh tidak hanya sekali ini saja, ada beberapa uji coba senjata yang dilakukan Korea Utara yang membuat gerah negara-negara di kawasan Asia Timur dan beberapa negara yang memiliki kepentingan di Asia Timur serta memiliki aliansi dengan negara di Asia Timur seperti Amerika Serikat yang memiliki aliansi dengan Jepang dan Korea Selatan. Uji coba senjata yang dilakukan oleh Korea Utara sendiri telah dilakukan mulai dari tahun 1993 hingga tahun 2016 selama enam kali dengan empat kali merupakan tes uji coba senjata nuklir, yaitu terjadi mulai dari tahun 2006, 2009,


(23)

6

2013 dan terahir 2016 yang terjadi pada tanggal 6 Januari 2016 yang dikalim sebagai bom hydrogen oleh Korea Utara (BBC, Kecaman dunia terhadap uji coba bom hidrogen Korea Utara, 2016).

Dalam uji coba senjata yang dilakukan oleh Korea Utara tersebut, berikut beberapa nama senjata beserta jarak jangkauannya yang di lakukan oleh Korea Utara (BBC, North Korea's missile programme, 2016),

a. KN-1 rudal jarak pendek, jangkauan diperkirakan 160 km b. KN-2 rudal jarak pendek, jangkauan diperkiran 120 km c. Hwasong-5 jangkauan diperkirakan 300-500 km

d. Hwasong-6 jangkauan diperkirakan 300-500 km

e. Nodong-1 jangkauan diperkirakan 1.300-1.600 km dilakukan uji coba pada tahun 2006, 2009 dan 2014.

f. Taepodong-1 jangkauan diperkirakan 2.200 km peluncuran pertama kali pada 1998 sebagai pengirim satelit ke orbit bumi. g. Taepodong-2 gagal di uji coba selama tiga kali 2006, 2009 dan

2012 dengan jangkauan di perkirakan 5.000- 15.000 km


(24)

7

Figure 2 Rudal Korea Utara beserta Jangkauannya

source : http://www.bbc.com/news/world-asia-17399847

Korea Utara sendiri memiliki lima lokasi uji coba senjata dua diantaranya berupa tempat uji coba senjata nuklir yaitu di Youngdoktong dan Punggye-ri

sedangkan tiga lainnya sebagai uji coba senjata rudal balistik berada di Yong-jo Ri, Sangnam Ri dan Musudan Ri.


(25)

8

Figure 3 Lokasi Tempat Uji Coba Nuklir

source : http://www.bbc.com/news/world-asia-17399847

Tentu saja Jepang merasa terancam dengan kepemilikan senjata serta uji coba senjata yang sering dilakukan oleh Korea dikarenakan jarak jangkauan serta daya penghancur yang dimiliki dari senjata yang dimiliki oleh Korea Utara dengan mudah mampu menjangkau Jepang. Selain jarak jangkau dari senjata, Korea Utara juga melakukan pelanggaran atas sanksi yang telah dijatuhkan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yaitu dengan melakukan uji coba


(26)

9

senjata balistik. Perilaku yang ketidaksukaan yang di tunjukkan oleh Jepang atas tindakan pelanggaran Korea Utara terhadap sanksi yang diberikan oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa menurut penulis merupakan sebuah bentuk dari rasa ketakutan atau paranoid yang dialami Jepang yang sudah menjadi-jadi dimana sikap Jepang tersebut menunjukkan ingin menarik simpati dunia terhadap tindakan Korea Utara agar menjadi sosok musuh bersama yang berbahaya dan patut untuk diwaspadai.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang yang telah di tuliskan di atas, maka muncul permasalahan yang dapat dirumuskan dalam satu pertanyaan berikut ini :

“Bagaimana kebijakan pertahanan keamanan Jepang dalam menghadapi ancaman nuklir Korea Utara?”

C. Kerangka Teori

Untuk menjawab pertanyaan yang sudah di tuliskan di rumusan masalah yaitu bagaimana respon Jepang terhadap uji coba senjata oleh Korea Utara yang dianggap dapat mengancam keamanan Jepang, penulis akan menggunakan kerangka pemikiran Balance of Power untuk melihat dinamika yang terjadi antara Korea Utara dengan Jepang.

Balance of Power, yaitu merupakan konsep yang ada dalam Hubungan Internasional terkait dengan perimbangan kekuatan. Balance of Power muncul akibat dari suatu kondisi negara yang berusaha untuk memperoleh power untuk memenuhi kepentingan nasionalnya, yang dapat mengakibatkan negara lain merasa terancam atas tindakan yang dilakukannya. Negara yang terancam akan


(27)

10

cenderung melakukan Balance of Power atau perimbangan kekuatan untuk membendung maupun melindungi dirinya dari negara lain (Paul, 2004). Balance of Power ini sendiri memiliki 3 bentuk yaitu :

Hard Balancing merupakan strategi yang sering dipamerkan oleh negara-negara yang terlibat sangat intens dalam hal persaingan. Sehingga negara-negara mengadopsi strategi untuk membangun dan memperbaharui kemampuan militer yang dimiliki, hal ini bertujuan untuk memelihara aliansi dan counteralliances yang di gunakan untuk mencocokkan kemampuan dari rivalnya. Hard balancing ini lebis sering digunakan dalam konsepsi pandangan realis secara tradisonal maupun neorealis (Paul, 2004).

Soft Balancing merupakan perimbangan yang dilakukan secara perlahan dalam aliansi. Hal ini terjadi ketika terdapat minimnya pemahaman keamanan antara satu dengan yang lain untuk menyeimbangkan keadaan yang berpotensi mengancam atau meningkatkan ketegangan. Soft Balancing ini biasanya dilakukan oleh kolaborasi-kolaborasi lembaga-lembaga regional maupun internasional dimana kebijakan ini dikonversi untuk membuka strategi hard balancing jika kompetisi masalah keamanan menjadi intens dan mengancam (Paul, 2004).

Asymmetric balancing mengacu kepada upaya dari negara bangsa untuk menyeimbangkan hal yang menagndung ancaman yang tidak langsung ditimbulkan oleh aktor subnasional seperti kelompok teroris yang tidak memiliki kemampuan untuk menentang negara yang mempunyai kapasitas militer. Disis Lain asymmetric balancing digunakan oleh aktor subnasional yang di sponsori


(28)

11

negara untuk menantang dan melemahkan negara yang didirikan dengan menggunakan ancaman seperti terorisme (Paul, 2004).

Dari ketiga bentuk tersebut penulis meyakini bahwa Jepang menggunakan dua bentuk dari Balance of Power, yaitu hard balancing dan soft balancing. Hal tersebut di tunjukkan dalam hard balancing yang dilakukan oleh Jepang dengan membangun dan memperbaharui kemampuan militer yang dimilikinya, amandemen mengenai undang-undang militer merupakan langkah awal Jepang dalam menggunakan hard balancing, dimana sebelumnya Jepang tidak diperkenankan maintenance serta upgrade militer yang dimilikinya serta dibatasinya gerak militer Jepang1 hal tersebut dianggap oleh penulis sebagai awal dari langkah penggunaan hard balancing oleh Jepang. Sedangkan penggunaan

hard balancing oleh Korea Utara tentu saja berupa sering dilakukannya uji coba senjata. Perihal penggunaan soft balancing, Jepang menggunakan lembaga internasional khususnya Perserikatan bangsa-bangsa dimana Jepang yang merupakan negara tetangga dari Korea Utara seolah menjadi pengawas atas sanksi yang di berikan oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Korea Utara, hal itu di tunjukkan oleh perkataan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dan Duta Besar Jepang untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa Motohide Yoshikawa terkait dengan peluncuran senjata rudal balistik yang dijatuhkan di laut Jepang pasca pemberian sanksi oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa. Selain itu penggunaan soft balancing ini juga digunakan untuk membuka hard balancing yang dilakukan oleh Korea Utara yaitu dengan keikutsertaan Jepang

1


(29)

12

dalam anggota Six-party Talks yang dimulai pada tahun 2003 yang beranggotakan Amerika Serikat, Korea Selatan, Jepang, Tiongkok, Russia dan Korea Utara untuk menyelesaikan krisis terutama dalam hal nuklir. Pada pertemuan Six-party Talks tersebut, terdapat enam poin yang di bicarakan yaitu mengenai Security guarantee, The construction of light water reactors, Peaceful use of nuclear energy, normalization of diplomatic relations, Financial restrictions / Trade normalization, Verifiable and Irreversible disarmament2. Akan tetapi, pertemuan

Six-party Talks tersebut mengalami kebuntuan pada tahun 2008 dimana dalam pertemuan Six-party Talks tidak mencapai kesepakatan untuk melakukan langkah-langkah verifikasi terkait produksi plutonium yang dihasilkan oleh Korea Utara di Yongbyon, situasi kembali memanas dikarenakan peluncuran satelit yang dilakukan oleh Korea Utara pada tahun 2012 yang melanggar resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (Djelantik, 2015).

Secara sederhana definisi dari Balance of Power merupakan mekanisme yang bekerja untuk mencegah dominasi dari satu negara manapun dalam system internasional. Balance of Power seringkali dilihat sebagai sebuah fenomena yang benar-benar sedang terjadi, atau situasi yang terjadi secara kebetulan saja. Namun, disaat lain hal tersebut dianggap sebagai sebuah strategi yang sengaja dilakukan oleh negara-negara untuk menjalankan keseimbangan untuk mencegah berbgai ancaman dari negara yang memiliki power dan juga demi kelangsungan negara itu sendiri (Jill Steans, 2009). Realisme memandang Balance of Power dari sudut

2


(30)

13

militer yang memiliki tujuan bukan untuk menjaga perdamaian melainkan untuk melindungi negaranya kalau perlu dengan cara berperang.

Pengembangan senjata yang dilakukan oleh Korea Utara secara massive ini membuat negara-negara di sekitar kawasan Asia Timur khussnya Jepang merasa khawatir. Jepang merasa terancam karena jangkauan rudal uji coba senjata milik Korea Utara dapat menjangkau wilayah Jepang, hal tersebut di buktikan dengan kejadian pada tanggal 7 Februari 2016 lalu sempat melewati bagian selatan pulau Okinawa. Selain uji coba senjata milik Korea Utara, kondisi iklimk keamanan di kawasan Asia Timur yang tidak stabil membuat Jepang juga ingin menunjukkan kekuatan yang dimilikinya (Saju, 2016).

Paradigma realisme mengeluarkan konsep Balance of Power ini, yang kemudian melahirkan konsep aliansi dan bandwagoning. Dalam perkembangannya konsep ini mengalami revisi oleh Stephen M Waltz dengan

Balance of Threat mengemukakan terdapat dua alasan mengapa negara membentuk sebuah aliansi. Pertama untuk menghentikan atau mencegah negara lain berpotensi sebagai negara yang memilki kekuatan hegemoni. Kedua, aliansi sebagai alat untuk mempengaruhi negara lain yang tergabung dalam aliansi terutama negara lemah, karena negara lemah lebih membutuhkan perlindungan dari pada negara kuat, selain itu hal tersebut dapat menambah pengaruh atas negara tersebut. Jika melebihkan aliansi kepada negara yang lebih kuat, hanya akan mendapat sedikit pengaruh atas negara kuat tersebut. Bergabung dengan sisi yang lemah maupun kuat dalam aliansi merupakan sebuah pilihan tersediri (Walt, 1985).


(31)

14

Berdasarkan asumsi yang dikeluarkan Walt tersebut, ketidak adaan distribusi kekuatan yang berimbang dalam sistem internasional yang anarki, negara akan cenderung menggalang aliansi dengan maupun melawan kekuatan yang dianggap mengancam. Aliansi menurut Walt bisa diartikan sebagai respon atas ketidak seimbanagan ancaman yang ada bukan hasil dari ketidakseimbangan kekuatan. Dalam Balance of Threat ini balancing merupakan respon atas negara atau beberapa negara lain yang memiliki power lebih. Power disini dilihat dari sisi kepemilikan terhadap sistem, menurut Walt kepemilikan power berupa senjata nuklir atau rudal balistik akan mengancam keamanan kawasan. Hal tersebut sangat berbeda dari Balance of Power yang melihat pengaruh power terhadap sistem internasional.

Menurut Balance of Threat Jepang melihat sosok Korea Utara sebagai negara yang memiliki ancaman kepada Jepang dan kawasan, dimana Jepang merespon Korea Utara sebagai sosok negara yang memiliki kekuatan lebih di bandingkan dengan Jepang, dikarenakan jangkauan senjata yang dimiliki oleh Korea Utara dapat menjangkau Jepang. Sedangkan menurut Balance of Power,

dalam rangka mengatasi ancaman yang di buat oleh Korea Utara, Jepang melakukan aliansi dengan Korea Selatan dan Amerika Serikat dikarenakan kedua negara tersebut merupaan negara yang berada di dalam satu kawasan Asia Timur dan juga berdekatan dengan Korea Utara.

Selain menggunakan Balance of Power, konsep kepentingan nasional juga digunakan dalam penulisan ini. Konsep kepentingan nasional sendiri merupakan konsep yang populer untuk menganalisa, mendeskripsikan, menjelaskan,


(32)

15

meramalkan maupun menganjurkan perilaku internasional dalam analisa hubungan internasional (Mas'oed, 1990). Kepentingan nasional suatu negara dinilai penting karena cenderung mengacu kepada nilai maupun tujuan yang terdapat di dalam kepentingan nasionalnya. Menurut Hans J Morgentahu kepentingan nasional setiap negara adalah mengejar kekuasaan, yaitu apa saja yang bisa membentuk dan mempertahankan pengendalian suatu negara atas negara lain. Hubungan kekuasan atau pengendalian bisa diciptakan melalui teknik-teknik paksaan maupun melalui kerjasama. Dalam pandangannya, kemampuan minimum negara bangsa dalam kepentingan nasional adalah melindungi identitas fisik, politik dan kulturalnya dari gangguan negara bangsa lain (Mas'oed, 1990). Dalam hal ini Jepang memerlukan sesuatu yang digunakan untuk menjaga eksistensinya serta pihak yang dianggap mampu diajak bekerja sama dalam rangka melindungi atribut yang dimilikinya. Kepentingan nasional Jepang disini terlihat dari merasa terancamnya Jepang atas tindakan yang dilakukan Korea Utara dengan menembakkan rudal ke laut Jepang pasce pemberian sanksi oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa maupun uji coba yang dilakukan sebelum itu. Perilaku yang di tunjukkan oleh Korea Utara tersebut tentu saja jelas menyinggung kedaulatan Jepang.

Dalam penulisan ini juga tak lepas pula dengan aliansi, dalam kamus hubungan internasional alliance merupakan sebuah perjanjian untuk saling mendukung secara militer jika salah satu negara penandatangan perjanjian diserang oleh negaralain; selain itu aliansi ditujukan untuk memajukan kepentingan bersama diantra negara anggota. Aliansi dapat bersifat bilateral atau


(33)

16

multilateral, rahasia atau terbuka, sederhana atau terorganisir, dapat berjangka lama atau pendek, serta dapat dikendalikan untuk mencegah atau memenangkan perang. Meskipun aliansi dapat membantu terciptanya kedamaian serta rasa aman, aliansi juga dapat menjadi sumber ketegangan internasional. Mengingat Jepang memiliki aliansi dengan Amerika Serikat. Sejak diamandemennya undang undang militer Jepang, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe meyakini bahwa dengan amandemen ini diyakini perubahan peran militer Jepang akan menguntungkan kemitraan strategis dengan Amerika Serikat serta dapat meningkatkan aliansi dari kedua negara (Saju, 2016). Selain itu perwujudan dari aliansi yang dilakukan oleh Jepang dengan Amerika Serikat serta Korea Selatan dalam menghadapi Korea Utara adalah melakukan latihan gabungan untuk meningkatkan koordinasi terhadap provokasi yang dilakukan oleh Korea Utara.

Dengan diamandemennya undang-undang militer Jepang untuk kembali meningkatkan kemitraan strategis dan aliansi dengan Amerika Serikat dalam konteks militer sebagai respon atas tindakan Korea Utara serta menjadi pencegahan atas kemungkinan adanya serangan yang akan dilakukan oleh Korea Utara apabila terjadi konflik di kawasan Asia Timur. dalam menghadapi Korea Utara, Jepang menggunakan persepsi ancaman, dimana ancaman juga merupakan dasar dari pementukan alliansi dengn negara lain. aliansi yang dilakukan Jepang dengan Amerika Serikat terutama dalam bidang militer dapat memperkuat keamanan kawasan serta Jepang itu sendiri karena jaminan keamanan yang diberikan oleh sistemm aliansi tersebut diamana Jepang telah merasakan ancaman dari Korea Utara.


(34)

17

D. Hipotesa

Kebijakan pertahanan keamanan Jepang dalam menghadapi ancaman nuklir Korea Utara adalah:

1. Hard Balancing, melalui amandemen Undang-undang militer Jepang sehingga militer Jepang dapat beroprasi di luar Jepang serta pembelian peralatan militer untuk alasan perlindungan diri yang secara tidak langsung dapat meningkatkan kekuatan militernya. Serta perubahan atas kebijakan pertahanan Jepang dengan meningkatkan status Justice Defense Agency menjadi Ministry of Defense.

2. Soft Balancing melalui penataan hubungan dengan negara-negara di kawasan Asia Timur seperti Korea Selatan dan Tiongkok, serta melakukan penataan kembali hubungan kerjasama pertahanan dengan Amerika Serikat serta berperan aktif dalam kerjasama keamanan internasional lewat Perserikatan Bangsa-Bangsa.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam proposal ini ditujukan untuk mendeskripsikan kebijakan pertahanan keamanan Jepang dalam menghadapi ancaman nuklir Korea Utara yang dianggap dapat mengancam keamanan Jepang, serta untuk membuktikan hipotesa yang di buat penulis. Selain itu proposal ini di buat untuk mengajukan skripsi.


(35)

18

F. Metode penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan proposal ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan data sekunder dimana menggunakan analisa data-data yang bersifat non angka, data ini dapat berupa laporan, berita dan pernyataan. jika terdapat tabel, skema,gambar dan diagram hal ini di gunakan untuk memperkuat deskripsi analisa yang digunakan dalam penulisan proposal ini saja. Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk penulisan adalah studi kepustakaan seperti buku, jurnal, majalah, koran artikel yang mempunyai relevansi dengan penulisan ini.

G. Sistematika Penulisan

BAB I merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka teori, hipotesa, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II berisi tentang pandangan Jepang terhadap ancaman luar negeri, berdasarkan prinsip kebijakan luar negeri Jepang.

BAB III membahas hubungan antara Jepang dengan Korea Utara, mengenai persepsi Jepang terhadap uji coba senjata yang dilakukan oleh Korea Utara.

BAB IV membahas mengenai kebijakan Jepang terkait dengan aktifitas militer yang dilakukan oleh Korea Utara.


(36)

19

BAB II

PANDANGAN JEPANG TERHADAP ANCAMAN LUAR NEGERI

Dalam lingkungan keamanan global sekarang ini, saling ketergantungan di antara negara-negara telah diperluas dan diperdalam dengan adanya globalisasi serta kemajuan pesat dalam inovasi teknologi. Pada saat yang sama, terdapat risiko yang berkembang bahwa kerusuhan atau masalah keamanan di satu negara atau wilayah tertentu bisa segera berkembang menjadi sebuah tantangan atau faktor ketidakstabilan bagi bagi seluruh masyarakat internasional maupun regional. Bahkan setelah berakhirnya Perang Dingin, konflik antar negarapun tetap terjadi, begitu pula di sekitar Jepang mengakibatkan munculnya grey zone atau zona abu-abu akibat dari sengketa maupun hal yang menyangkut dengan keamanan secara regional (Defense M. O., 2016). Trauma atas diluluh lantakkan kedua kota di Jepang pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 dengan bom atom dari sekutu, membuat Jepang berperan aktif bahwa senjata nuklir sangatlah berbahaya. Tentu saja kegiatan yang dilakukan oleh Korea Utara yaitu uji coba senjata nuklir yang perkembangan nuklir telah dimulai dari tahun 1965 dan terus berkembang sangat pesat hingga saat ini serta seringnya uji coba senjata oleh Korea Utara yang dampaknya terasa hingga ke laut Jepang, tentu saja membuat kekhawatiran yang akan mengancam perdamaian dunia. Sebagai negara yang bersebrangan wilayahnya dengan Korea Utara wajar saja jika sikap Jepang menghadapi respon uji coba senjata oleh Korea Utara merasa khawatir dengan situasi seperti ini. Terhalang oleh Pasal 9 dalam Konstitusi Jepang tahun 1947, dimana militer


(37)

20

Jepang tidak diperkenankan melakukan kegiatan berbau militer di luar wilayah Jepang maka Jepang melalui kebijakan luar negerinya yang bersifat soft power berusaha untuk melindungi dirinya dari ancaman luar negeri khususnya yaang dilakukan oleh Korea Utara. Bab II ini akan menceritakan mengenai Kebijakan Luar Negeri Jepang.

A. Situasi Internasional

Pasca berahirnya Perang Dunia II dan Perang Dingin memunculkan beberapa factor-faktor internasional baru yang lebih kompleks dan dapat memberikan mempengaruh kepada negara-negara yang ada di dunia. Khususnya Jepang memberikan perhatian lebih terhadap factor-faktor internasional yang baru dan kompleks ini. Munculnya factor-faktor internasional yang baru dan kompleks ini tak lepas dari peranan atau munculnya actor-aktor baru dalam dunia internasional yang berupa aktor non-state menjadikan factor-faktor ini lebih kompleks dan luas. Diplomatic Bluebook 2016 merilis, Jepang perlu melihat situasi internasional untuk mencocokkan kondisi sekarang ini dengan cara apa diplomasi yang harus dilakukan oleh Jepang. Menurut Jepang factor-faktor internasional yang baru dan kompleks tersebut yang dianggap dapat mempengaruhi diantaranya :

a. Perubahan Situasi Internasional

Sejak awal abad ke 21, meskipun Amerika Serikat masih menempati posisi terkemuka dalam kancah internasional baik dalam segi militer maupun ekonomi, nilai-nilai serta budaya, disisi lain munculnya negara-negara yang baru merdeka pasca berahirna perang dunia kedua juga membawa dampak terhadap perubahan keseimbangan di dunia, munculnya


(38)

21

actor-aktor baru lain dan mulai meningkatnya perekonomian serta kekuatan militer seperti yang dimiliki serta dilakukan oleh India dan Tiongkok dianggap memiliki kemampuan dalam melakukan perimbangan dalam kekuatan yang telah ditunjukkan dalam peningkatan perekonomian serta kekuatan militer yang besar, munculnya actor non negara seperti organisasi-organisasi internasional yang memiliki pengaruh serta kehadirannya dianggap dapat memainkan peran yang penting terkait dengan isu-isu internasional juga merupakan aspek yang tidak luput sebagai sarana dalam melakukan strategi diplomasi yang dilakukan oleh Jepang.

b. Munculnya Masalah Keamanan di kawasan Asia Timur

Jepang menganggap terdapat dua poin penting terkait dengan masalah keamanan yang ada di kawasan Asia Timur. Poin pertama yaitu terkait dengan peningkatan yang besar dan pesat kekuatan militer yang dimiliki oleh Tiongkok sejak tahun 1989 Tiongkok telah memperkuat kekuatan militernya dengan kurangnya transparansi di mana Tiongkok terus meningkatkan anggaran pertahanannya sejak tahun tersebut, tak berhenti disitu saja Tiongkok menjadi sorotan Jepang dikarenakan penyususpan kapal milik pemerintah Tiongkok di Kepulauan Senkaku pada 2015, kemudian kapal milik Chinese Coast Guard yang semula kapal pencari dan penyelamat dilengkapi juga dengan meriam yang telah berulang kali menerobos territorial perairan Jepang sejak bulan Desember 2015.


(39)

22

Tiongkok juga melakukan pengembangan sumberdaya secara unilateral di Zona Ekonomi Ekslusif milik Jepang.

. Poin kedua terkait dengan pengembangan nuklir yang dimiliki oleh Korea Utara, menganut kebijakan sosialis yang mengutamakan militer atas dasar kebijakannya atau Songun ditambah kebijakan Byungjin yang dilakukan oleh Kim Jong Un membuat Korea Utara semakin aktif dalam mengembangkan, meningkatkan kekuatan serta penelitian dalam bidang militeristik terutama pengembangan senjata rudal dan nuklir. Pengembangan senjata serta uji coba yang sering dilakukan oleh Korea Utara tentu saja ini melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB dan menganggap ini sebagai ancaman langsung dan serius bagi keamanan Jepang.

c. Terorisme Internasional

Munculnya organisasi terorisme internasional yang memiliki ancaman-ancaman nyata dan serius dengan kedok penyalahgunaan ideologi agama serta menggunakan propaganda online. Ancaman terorisme internasional telah di tunjukkan dengan pengeboman-pengeboman yang memakan korban dari kalangan sipil baik dari negara korban maupun warga negara asing yang dapat mengakibatkan ketidakstabilan di negara yang menjadi korban dari tindakan terorisme, penyandraan dan eksekusi dua warga negara jepang oleh ISIS membuat Jepang perlu ikut berperan dalam mencegah terorisme, rencana yang dilakukan pemerintah Jepang sendiri dalam langkah-langkahnya untuk menangani kasus seperti ini dengan


(40)

23

meninjau kembali agar pasukan Jepang dapat beroprasi diluar Jepang. Sedangkan rencananya tahun 2023 nanti dengan melengkapi paspor warga negara Jepang dengan halaman berbahan bermatrial plastik keras yang mengandung informasi identitas pribadi dari pemilik. Selain itu pemerintah Jepang juga akan melakuakan sentralisasi dalam pembuatan paspor (Nandarson, 2016).

d. Munculnya Isu-isu Global yang perlu penanganan dengan cepat

Munculnya permasalahan yang harus cepat dan tanggap untuk ditangani bersama seperti pengungsi yang meningkat secara drastic beberapa tahun terahir terutama diakibatkan oleh konflik, ketidakstabilan politik yang berada di kawasan Timur Tengah dan Afrika yang menjadikan kedua wilayah tersebut menjadi sumber dari pengungsi, penyebaran penyakit menular juga menajdi salah satu isu yang bisa memepengaruhi, penyakit yang berasal dari negara lain yang dianggap dapat menular seperti gigitan nyamuk Zika, Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), Middle East Respiratory Syndrome (MERS). Globalisasi membawa dampak yang sangat besar bagi negara-negara yang ada di dunia tak terkecuali dengan negara maju, akibat dari globalisasi ini juga memunculkan masalah terkait dengan isu perubahan iklim yang tentunya tidak bisa ditangani sendiri dan perlunya kerjasama antar negara untuk bersama-sama mencegah serta mengantisipasi kemungkinan akibat dari perubahan iklim dunia. Ketiga poin diatas seperti pengungsi, wabah penyakit menular, isu terkait perubahan iklim merupakan hal yang tidak luput dari sorotan Jepang


(41)

24

sebagai bagian dari masyarakat internasional yang perlu penanganan dengan cepat dan dilakukan bersama-sama.

e. Resiko dan Peluang terkait Ekonomi Internasional di sekitar Jepang

Tiongkok beserta negara-negara di kawasan Asia – Pasifik merupakan wilayah yang di sekitar Jepang terkait dengan pertumbuhan ekonomi yang relative tinggi dan akan terus tumbuh diiringi juga dengan pembangunan infrastruktur yang kuat, maka dari itu wilayah Asia – Pasifik merupakan ladang investasi baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang bagi Jepang. (Japan M. o., DIPLOMATIC BLUEBOOK 2016, 2016).

B. Prinsip Kebijakan Luar Negeri Jepang

Pembukaan Konstistusi Jepang 1946 dengan jelas menyebutkan Jepang merupakan negara yang cinta akan perdamaian serta mengakui bahwa semua bangsa yang ada di dunia memiliki kehidupan yang bebas, damai dan berusaha untuk mewujudkan perdamaian, menghapus tirani, perbudakan serta penindasan. Jepang menyikapi munculnya factor-faktor internasional yang baru tersebut sebagai strategis sarana diplomasi dalam menghadapi situasi internasional.Melihat pada factor- factor yang berasal dari sisi internasional tersebut, menurut Kementrian Luar Negeri Jepang, untuk melindungi, mempromosikan serta memenuhi kepentingan nasionalnya Jepang memiliki tiga pilar yang menjadi dasar dari kebijakan luar negeri Jepang yang akan terus dipertahankan, yaitu (Japan M. o., International Situation and Japan Diplomacy in 2015, 2015) :


(42)

25

Memperkuat aliansi Jepang dan Amerika Serikat

Kebijakan aliansi anatar Jepang dengan Amerika Serikat merupakan hal terpenting dalam diplomasi Jepang. Dalam kerjasama antara Jepang dengan Amerika Serikat ini bertujuan untuk stabilitas serta kemakmuran Jepang tetapi juga untuk menyeimbangkan stabilitas, kemakmuran serta kebijakan yang ada di kawasan Asia Pasifik, dengan cara Jepang terus memperkuat aliansi antara Jepang dengan Amerika Serikat di semua bidang yang memiliki pedoman konsisten dalam hukum internasional,serta kegiatan yang dilakukan sesuai dengan konstitusi dari masing-masing negara (Japan M. o., The Guidelines for Japan-U.S. Defense Cooperation, 2015).

Kunjungan Perdana Menteri Shinzo Abe ke Amerika Serikat pada bulan april 2015 untuk menegaskan kembali bahwa Jepang dan Amerika Serikat akan terus memenuhi peran utama dalam memastikan perdamaian dan stabilitas kawasan di seluruh dunia. "Menuju Aliansi Harapan" merupakan pidato Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe yang disampaikan dalam Rapat Gabungan Kongres Amerika Serikat pada pertemuan APEC mengemukakan disepakatinya untuk membangun serta mewujudkan kawasan perdamaian serta kemakmuran di kawasan Asia Pasifik dengan aliansi antara Jepang dengan Amerika Serikat sebagai dasar mewujudkan perdamaian kawasan di Asia Pasifik (Abe, 2015). Bentuk dari Aliansi antara Jepang dengan Amerika Serikat yang baru telah diwujudkan dalam relokasi pangkalan udara militer Amerika Serikat di Futenma menjadi ke Henoko (BBC, BBC Indonesia, 2016).


(43)

26

Meningkatkan hubungan dengan negara-negara tetangga

Dalam menciptakan lingkungan sekitar yang stabil, meningkatkan hubungan dengan negara-negara tetangganya merupakan hal dasar yang penting. Jepang-Tiongkok- Korea Selatan mengadakan Trilateral Summit pada bulan November di Korea Selatan untuk pertama kalinya dalam hampir tiga setengah tahun. Ketiga pemimpin menegaskan kembali bahwa kerjasama trilateral telah benar-benar dipulihkan dan menegaskan kembali bahwa KTT Trilateral adalah untuk diadakan secara teratur.

Perlu diketahui bahwasannya hubungan Jepang dengan Tiongkok merupakan salah satu hubungan bilateral Jepang yang paling penting (Japan M. o., Ministry of Foreign Affairs Japan, 2016). Kedua negara berbagi tanggung jawab untuk perdamaian dan stabilitas kawasan dan masyarakat internasional. Setelah serangkaian pertemuan KTT dan pertemuan menteri luar negeri yang diadakan pada tahun sebelumnya, hubungan Jepang-Tiongkok membaik secara keseluruhan. Jepang akan terus terlibat dalam dialog dan kerjasama di berbagai bidang dan berusaha untuk lebih mempromosikan hubungan yang saling menguntungkan berdasarkan kepentingan umum strategis.

Korea Selatan adalah tetangga Jepang yang paling penting yang berbagi kepentingan strategis. Pada kesempatan dari Jepang-Tiongkok- Korea Selatan Trilateral Summit pada bulan November, pertemuan puncak Jepang- Korea Selatan diadakan untuk pertama kalinya sejak pelantikan pemerintahan Shinzo Abe dan President Park menegaskan bahwa mereka akan mengambil tanggung jawab sebagai pemimpin untuk melaksanakan perjanjian ini, dan menangani


(44)

27

berbagai masalah berdasarkan semangat perjanjian ini. Dalam terang perjanjian ini, Pemerintah Jepang akan bergerak ke arah pengembangan era baru hubungan Jepang- Korea Selatan berorientasi masa depan (Japan M. o., Japan-U.S.-ROK Trilateral Foreign Ministers' Meeting, 2015).

Tak hanya untuk memperdalam hubungan kerjasama dengan mitra berbagi nilai-nilai seperti kebebasan dan demokrasi di kawasan Asia-Pasifik. Jepang dan Australia, berbagi nilai-nilai umum dan kepentingan strategis, Jepang terus memperluas dan memperdalam kerjasama dengan Australia,. Berkenaan dengan India, Jepang melakukan pengembangan hubungan bilateral yang merupakan awal dari sebuah era baru dalam hubungan Jepang-India, hal tersebut terbukti dengan pertemuan antara Perdana Menteri Abe dan Perdana Menteri Modi selama kunjungan Perdana Menteri Abe ke India pada bulan Desember (Japan M. o., Prime Minister Abe Visits India, 2015).

Hubungan kerjasama antara Jepang dan negara-negara anggota ASEAN sedang lebih ditingkatkan di bidang yang luas melalui kunjungan timbal balik VIP termasuk oleh para pemimpin dan pertemuan puncak antara Jepang dan ASEAN (Japan M. o., Japan-ASEAN Relations, 2016).

Hubungan Jepang dengan Rusia, dengan Jepang mengadakan Summit Pertemuan dengan Rusia dua kali pada tahun 2015. Selanjutnya, sehubungan dengan Isu Wilayah Utara, yang merupakan keprihatinan terbesar antara Jepang dan Rusia, kunjungan Menteri Luar Negeri Kishida ke Rusia pada bulan September menandai dimulainya kembali negosiasi untuk kesimpulan dari perjanjian damai. Perjanjian dengan Rusia melalui resolusi isu atribusi dari empat


(45)

28

Kepulauan Mariana, Jepang akan melipat gandakan upaya negosiasi dan secara proaktif terlibat dalam dialog politik dengan Rusia melalui berbagai kesempatan (Japan M. o., Japan-Russia Relations, 2016).

Mengenai hubungan dengan Korea Utara, Jepang sangat mengutuk uji coba nuklir pada bulan Januari 2016 yang dilakukan oleh Korea Utara dan serentetan peluncuran rudal balistik oleh Korea Utara. Sesuai dengan Deklarasi Jepang-DPRK Pyongyang, Jepang akan terus bekerja menuju resolusi komprehensif mengenai isu yang beredar seperti penculikan warga negara asing dan permasalahan nuklir dan rudal. Sebagai isu kritis mengenai kedaulatan Jepang dan kehidupan dan keselamatan warga Jepang, penculikan oleh Korea Utara merupakan masalah universal di antara masyarakat internasional sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Mengenai hal tersebut Jepang akan membuat isu penculikan sebagai salah satu isu kebijakan luar negeri paling penting dalam kerjasama dengan masyarakat internasional (Japan M. o., Japan-North Korea Relations, 2016).

Memperkuat diplomasi ekonomi Jepang

Dimulainya perang dingin membawa babak baru bagi wajah diplomasi, diplomasi yang bersifat militeristik mulai ditinggalkan dan beralih ke diplomasi yang lebih lembut. Jepang yang secara tidak langsung dilucuti persenjataan atau kemampuan militernya yang tertuang pada Pasal 9 Konstitsui 1947 Jepang sebelum amandemen membuat Jepang harus memikirkan bagaimana cara membangun kembali hubungan yang baik dengan negara-negara di sekitarnya serta menunjukkan kepada dunia bahwasannya Jepang sekarang ini bukanlah


(46)

29

Jepang yang memiliki sifat agresive dan militeristik. Selain itu pasca kekalahan Jepang pada Perang Dunia Kedua, Jepang lebih condong membangun ekonominya dari pada membangun keamanannya, hal tersebut dibuktikan dengan pengimplementasian Yoshida Doctrine, doktrin tersebut di buat oleh Yoshida Shigeru yang merupakan perdana menteri Jepang pasca Perang Dunia Kedua. Dalam Yoshida Doctrine dikatakan bahwa Jepang akan berfokus kepada pemulihan dan perumbuhan ekonomi Jepang pasca Perang Dunia Kedua, perlindungan keamanan serta pertahanan Jepang oleh Amerika Serikat, jelas dalam hal tersebut bahwa Jepang pada awal masa kekalahan memfokuskan pada ekonominya, menjadikan hal tersebut sebagai alat dalam diplomasi Jepang dikemudian hari. Dewasa ini ekonomi merupakan cara diplomasi yang paling sering dilakukan oleh Jepang. Diplomasi melalui jalur ekonomi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Jepang adalah salah satu kebijakan prioritas Jepang. Untuk Jepang, negara maritim dengan sumber daya yang langka, itu sangat penting untuk mempertahankan dan mengembangkan tatanan ekonomi internasional yang terbuka dan stabil berdasarkan aturan. Untuk mendapatkan kembali Jepang yang kuat dan merevitalisasi ekonomi, Jepang mengambil keuntungan dari berbagai kerangka internasional mengenai ekonomi, seperti G7, Kelompok Dua Puluh (G20), dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dan APEC, untuk berkontribusi membentuk tatanan ekonomi internasional.

Kesepakatan prinsip tercapai pada bulan Oktober 2015 Perjanjian Trans-Pacific Partnership (TPP), yang menciptakan zona ekonomi tunggal yang


(47)

30

melibatkan penduduk sekitar 800 juta dan hampir 40% dari PDB dunia. Ditandatangani pada bulan Februari 2016. Perjanjian TPP, yang menetapkan aturan abad ke-21 di berbagai bidang, termasuk tidak hanya bea cukai atas barang, tetapi juga jasa, investasi, kekayaan intelektual dan BUMN, diharapkan untuk memberikan standar baru untuk aturan perdagangan dan investasi dunia. Perjanjian bilateral Kemitraan Ekonomi (EPA) pada tahun 2015, seperti berlakunya Jepang-Australia EPA dan penandatanganan Jepang-Mongolia EPA. Dengan cara ini, dasar dari menggabungkan vitalitas pasar luar negeri yang mengarah ke pertumbuhan ekonomi Jepang telah sedang terus dibangun. Dalam rangka untuk memasuki pertumbuhan negara-negara lain, termasuk negara-negara berkembang, melalui kegiatan di luar negeri perusahaan Jepang, sektor publik dan swasta harus bekerja sama. Jadi Perdana Menteri Abe dan Menteri Luar Negeri Kishida telah mengambil inisiatif untuk secara proaktif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Divisi Promosi Public-Private Partnership didirikan pada MOFA pada bulan September untuk komprehensif mempromosikan operasi bisnis koperasi publik-swasta. Jepang akan terus mempromosikan ekspor sistem infrastruktur di bawah kerjasama sektor publik dan swasta. Secara khusus, investasi infrastruktur adalah untuk dipromosikan terutama di wilayah Asia

melalui “The Partnership for Quality Infrastructure” yang bertujuan untuk mengembangkan infrastruktur yang mudah digunakan dan tahan lama serta ramah lingkungan dan tahan terhadap bencana (Japan M. o., International Situation and Japan Diplomacy in 2015, 2015).


(48)

31 BAB III

PERSEPSI JEPANG TERHADAP ANCAMAN UJI COBA SENJATA OLEH KOREA UTARA

Sejak akhir Perang Dunia II Jepang memiliki komitmen dalam mewujudkan perdamaian di dunia. Sebagai negara cinta damai yang konsisten, Jepang telah secara aktif memberikan kontribusi untuk perdamaian dan kemakmuran dunia (Kohno, 2012). Luluh lantaknya Hiroshima dan Nagasaki menjadi pukulan keras bagi Jepang bahwa perang adalah hal yang menyengsarakan menjadikan Jepang paham benar bahaya dari penggunaan senjata nuklir. Korea Utara telah membangun kemampuan militer sesuai dengan Four Military Guidelines yaitu : pelatihan ekstensif untuk semua prajurit, modernisasi semua kekuatan militer, mempersenjatai seluruh penduduk, dan memperkuat segala sektor di seluruh negeri (Defense M. o., 2016). Pasukan militer Korea Utara diyakini telah mempertahankan dan meningkatkan kemampuan mereka dan kesiapan operasional, sebagian besar peralatan yang sudah usang. Sementara itu, Korea Utara memiliki pasukan seperti pasukan operasi khusus skala besar yang dapat melakukan berbagai operasi mulai dari pengumpulan intelijen dan sabotase, untuk perang gerilya. Selain itu, Korea Utara tampaknya memiliki banyak instalasi militer terkait bawah tanah di seluruh wilayahnya (Defense M. o., 2016).

Korea Utara, menganut kebijakan sosialis yang mengutamakan militer atas dasar kebijakannya atau Songun ditambah kebijakan Byungjin yang dilakukan oleh Kim Jong Un membuat Korea Utara semakin aktif dalam mengembangkan,


(49)

32

meningkatkan kekuatan serta penelitian dalam bidang militeristik terutama pengembangan senjata rudal dan nuklir.

Jepang telah menganggap uji coba senjata yang dilakukan oleh Korea Utara benar-benar sebagai sebuah ancaman ketika misil Korea Utara bernama Taepodong pada tahun 1998 melewati salah satu pulau milik Jepang (Togo, Japan-North Korea relations during the 1990’s, 2005). Pada bulan Maret, Juni, dan Juli 2014 dan Maret 2015, Korea Utara kembali meluncurkan kembali rudal balistik jarak pendek dan jarak menengah yang diyakini sebagai rudal jenis Nodong dan Scud, dan pada Februari 2016 terulang kemabli sebuah misil Jepang yang melewati bagian selatan dari Pulau Okinawa, peluncuran yang dilakukan oleh Korea Utara tersebut telah berulang kali disamarkan sebagai satelit. Terdapat banyak rincian mengenai rudal balistik Korea Utara yang tidak diketahui, dikarenakan Korea Utara merupakan negara yang memiliki rezim yang tertutup. Jelas sekali bahwa uji coba senjata yang dilakukan oleh Korea Utara, membuktikan bahwa Korea Utara memberikan prioritas lebih untuk pengembangan rudal balistik dari pertimbangan tindakan politik dan diplomatik, di samping untuk meningkatkan kemampuan militernya. Tentu saja tindakan Korea Utara yang sering meluncurkan rudal balistik tersebut tentunya untuk melakukan provokasi militer terhadap negara lain di sekitar kawasan Asia Timur termasuk Jepang.


(50)

33

A. Letak Geografis Jepang dan Korea Utara

1. Letak Geografis Jepang

Jepang merupakan sebuah negara yang memiliki luas sekitar 377,835 km, terletak di wilayah Asia Timur pada koordinat 36°LU 138°BT dan memiliki 4 pulau utama yaitu Hokkaido, Honshu, Shikoku dan Kyushu yang dipisahkan oleh selat-selat yang sempit1. Letak Negara Jepang yang tidak tergabung dengan daratan utama dari Asia dan terpisah oleh Laut Jepang atau Laut Timur menjadikan Jepang sebagai lonely country.

Figure 1. Peta Jepang

source : https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/a/ab/Japan_- _Location_Map_%282013%29_-_JPN_-_UNOCHA.svg/1024px-Japan_-_Location_Map_%282013%29_-_JPN_-_UNOCHA.svg.png

1


(51)

34

Kekalahan Jepang pada Perang Dunia kedua tak membuat Jepang terpuruk begitu saja, dibawah pendudukan oleh pasukan Sekutu Jepang kembali lagi membangun industri serta ekonominya yang telah berlangsung sejak Resorasi Meiji meskipun telah terjadi perubahan Konstitsui dari Konstitusi Meiji ke Konstitusi 1947 hal tersebut hanya membawa pengaruh terhadap pertahanan keamanan Jepang terkait militer Jepang yang tidak dapat melakukan tindakan berbau militer keluar Jepang, dengan meneruskan industrialisasi yang telah berlangsung sejak Restorasi Meiji hingga dalam waktu yang relatif singkat Jepang telah berhasil menjadi sosok negara dengan ekonomi yang kuat, hal tersebut dibuktikan pada awal tahun 1970-an Jepang telah mampu menjadi partner dalam perdagangan nomor dua terbesar di dunia (Suherman, 2004). Tentunya dengan Ekonomi yang kuat tersebut Jepang juga memiliki militer yang memadai dengan sistem pertahanan modern.

2. Letak Geografis Korea Utara

Korea Utara merupakan negara di wilayah Asia Timur yang terletak di Semenanjung Korea bagian Utara dengan luas 120,410 km, memiliki perbatasan dengan Republik Rakyat Tiongkok dan Rusia di utara, dan dengan Korea Selatan di sepanjang Zona Demiliterisasi Korea. Batas barat Korea Utara adalah Sungai Kuning dan Teluk Korea, sementara di timur terdapat Jepang di seberang Laut Jepang2.

2

Marine Corps Intellegence Activity, North Korea Country Handbook, Department of Defense United States of America, Quantico, 1997, hlm. 10 - 18


(52)

35 Figure 2. Peta Korea Utara

source :

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/f/f4/North_Korea_- _Location_Map_%282013%29_-_PRK_-_UNOCHA.svg/1024px-North_Korea_-_Location_Map_%282013%29_-_PRK_-_UNOCHA.svg.png

Memiliki nama resmi yaitu Democratic People's Republic of Korea atau lebih sering dikenal dengan DPRK dengan ibukota berada di Pyongyang. Korea Utara atau DPRK ini terbagi menjadi Sembilan wilayah provinsi utama yaitu Chagang-do, Hamgyong-namChagang-do, Hamg-yong-pukto, HwanghaenamChagang-do, Hwanghae-pukto, Kangwon-do, Pyongan-pukto, Pyongannamdo, Yanggang-do; dan tiga kota penting lainnya berupa; Kaesong-si, Nampo-si, and Pyongyang-si. Pemgadopsian ideologi sosialis yang salah satu bentuk untuk memerikan kejayaan dari mengutamakan militer (Songun) merupakan alasan mendasar mengapa Korea


(53)

36

Utara memiliki sifat agresif dengan mengembangkan persenjataan dan militernya (Defense M. O., 2016).

B. Hubungan antara Jepang dan Korea Utara

Pendudukan Jepang atas semenanjung Korea antara tahun 1910 hingga 1945 membawa dampak terhadap hubungan antara Jepang dengan Korea yang telah terbagi dua dikemudian harinya, dimana sebelum penjajahan Jepang, semenanjung Korea merupakan suatu kesatuan yang utuh, akan tetapi saat kekalahan Jepang pada Perang Dunia II membawa dampak yaitu terbaginya semenanjung Korea menjadi dua bagian, yaitu Korea Utara dan Korea Selatan. menjadikan secara tidak langsung Jepang sebagai sumber permasalahan yang ada di semenanjung Korea (Pod, 2013).

Berahirnya Perang Dingin pada awal 1990an memberikan sebuah lembaran baru bagi hubungan antara Jepang dengan Korea Utara, diawali oleh kunjungan perwakilan dari Liberal Democratic Party dan Japan Socialist Party yang diwakili oleh Shin Kanemaru pada saat itu mengunjungi Pyongyang untuk membahas hubungan diplomatik serta pembangunan pasca perang yang menghasilkan negosiasi selama delapan kali dari tahun 1991 hingga tahun 1992 yang membahas mengenai isu yuridiksi, ekonomi, pengembangan nuklir dan terkait masalah hak asasi manusia (Togo, Japan-North Korea relations (until 2001), 2005). Agenda yang telah berlangsung selama dua tahun tersebut berahir dengan hasil yang nihil membuat hubungan antara kedua negara cenderung memiliki tensi yang meninggi, dibuktikan dengan peluncuran misil Taeopodong milik Korea Utara ke wilayah


(54)

37

Jepang pada tahun 1998 yang membuat tindakan Korea Utara sebagai sebuah ancaman (Togo, Japan-North Korea relations during the 1990’s, 2005).

Akan tetapi saat rezim Kim Jong Un berkuasa saat ini hubungan antara Jepang dengan Korea Utara cenderung meninggi. Diawali dengan peluncuran misil yang disebut satelit oleh pihak Korea Utara pada April 2012 tindakan oleh Korea Utara tersebut mendapat kecaman dari Korea Selatan, Perancis, Rusia, Amerika Serikat, Italia, Malaysia dan Inggris dan wajar saja mulai membuat gerah kembali negara-negara di kawasan Asia Timur khususnya Jepang yang sangat mengecam tindakan tersebut (Djelantik, 2015), semenjak saat itu pula hubungan antara Jepang dengan Korea terus mengalami tensi yang tinggi dikarenakan uji coba senjata yang dilakukan oleh Korea Utara secara terus menerus, terlebih sangat dianggap membahayakan oleh Jepang dikarenakan dalam uji coba senjata tersebut senjata yang diujikan mampu membawa bahan kimia yang membahayakan (Tempo, 2015), keraguan keakuratan akan kordinat peluncuran senjata dikarenakan masih belum majunya teknologi militer Korea Utara juga menjadi pertimbangan oleh Jepang. Tak sampai disitu saja hal yang membuat semakin tegang hubungan antara kedua negara ini, pada awal tahun 2016 uji coba senjata yang dilakukan oleh Korea Utara yang melewati bagian selatan dari Pulau Okinawa (BBC, Korea Utara luncurkan roket jarak jauh meski dapat peringatan, 2016) tindakan yang melanggar kedaulatan negara tersebut membuat Jepang semakin gerah dengan tindakan Korea Utara, terhitung dari Februari tahun 2016 hingga September 2016 Korea Utara, kira-kira telah melakukan Uji Coba senjata sebanyak 17 kali yang jatuh di sekitar Laut Jepang.


(55)

38 C. Jenis Senjata Korea Utara

Rezim Korea Utara yang tertutup membuktikan dengan tindakan profokatif yang dilakukan oleh Korea Utara dengan cara uji coba senjata jenis misil maupun rudal jelas menunjukkan tindakan nyata bahwa Korea Utara memang sedang gencar melakukan pengembangan terkait dengan senjata jenis misil atau rudal, tentunya dalam pengembangannya memiliki jenis yang beragam. Menurut Japan Ministry of Defense, Korea Utara memiliki setidaknya delapan jenis senjata berupa misil yang memiliki kemampuan serta jangkauan yang beragam, diantaranya (Defense M. o., 2016) :

a. Toksa

Korea Utara diduga mengembangkan jarak pendek rudal balistik "Toksa" dengan jangkauan diperkirakan sekitar 120 km. Hal ini dianggap bahwa Toksa adalah rudal balistik pertama yang dimiliki atau dikembangkan oleh Korea Utara.

b. Scud

Sejak pertengahan tahun 1980-an, Korea Utara telah memproduksi dan disebarkan Scud B dan Scud C, varian Scud B dan telah diekspor rudal balistik tersebut ke Timur Tengah dan negara-negara lain. Saat ini, Korea Utara dianggap menyebarkan Scud ER (Extended Range). Scud ER diperkirakan mampu mencapai jangkauan 1.000 km.

c. Nodong


(56)

39

Nodong pada tahun 1990an. Nodong memiliki jangkauan sekitar 1.300 km, dan dapat mencapai hampir seluruh Jepang.

d. Taepodong-1

Taepodong-1 diasumsikan memiliki jangkauan kisaran minimal sekitar 1.500 km. Rudal balistik ini merupakan jenis rudal yang diluncurkan pada tahun 1998 dan sempat melewati salah satu pulau milik Jepang.

e. Musudan

Korea Utara saat ini sedang mengembangkan tipe baru jenis intermediate-range ballistic missile (IRBM) dengan nama "Musudan." Musudan memiliki jangkauan antara 2.500 dan 4.000 km, telah menyarankan bahwa semua bagian dari Jepang dan Guam mungkin jatuh dalam jangkauan tembak oleh jenis ini.

f. Taepodong-2

Taepodong-2 merupakan rudal yang memiliki hulu ledak tak lebih dari satu ton, Taepodong-2 memiliki beberapa jenis jangkauan mulai dari 6000km hingga 10.000km, rudal jenis Taepodong ini dikembangkan berdasarkan teknologi dari Nodong.

g. KN08

Rudal baru jenis KN08 diyakini sebagai rudal jenis intercontinental ballistic missile, rudal jenis ini baru dipamerkan oleh Korea Utara pada tahun 2015 lalu dalam acara parade militer.

h. Submarine-Launched Ballistic Missile (SLBM)

Korea Utara telah mengemukakan bahwa sedang mengembangkan SLBM dan kapal selam baru yang dirancang untuk membawa SLBM tersebut. Pada bulan


(57)

40

Mei 2015, Korea Utara mengumumkan melalui media bahwa berhasil melakukan uji coba Submarine-Launched Ballistic Missile.

D. Ujicoba Senjata oleh Korea Utara

Sejak awal kepemimpinan Kim Jong il tepatnya pada tahun 1998 Korea Utara telah melakukan tindakan profokatif berupa pengujian senjata militer jenis rudal yang diyakini memuat hulu ledak nuklir dan tak hanya memiliki hulu ledak nuklir tetapi juga memiliki hulu ledak senjata biokimia, yang terus menerus dikembangkan hingga kepemimpinan Kim Jong Un sekarang ini. Dunia internasional meminta Korea Utara untuk menghentikan uji coba nuklirnya karena sangat dianggap mengganggu serta mengancam keamanan internasional. Lewat International Atomic Energy (IAEA) serta Non-Proliferation of Nuclear Weapon (NPT) meminnta secara transparan agar Korea Utara secara terbuka memberikan hasil dari perkembangan kegiatan nuklir yang dilakukannya, akan tetapi Korea Utara menolak hal tersebut di karenakan Korea Utara telah keluar dari keanggotaan NPT pada tahun 2003 (Despuriansyah, 2015). Korea Utara mengatakan jika pengembangan nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara hanya sebatas untuk pengembangan enerji saja, akan tetapi seiring berjalannnya waktu hal tersebut berubah.

Pada halaman selanjutnya terlampir tabel dari Uji coba senjata yang dilakukan oleh Korea Utara dari pemerintahan Kim Jong-il hingga Oktober 2016


(58)

41

Table 1. Tindakan Offensive oleh Korea Utara Pemerintahan Kim Jong-il

No Waktu Keterangan

1 1998 Uji Coba Taepodong-1 yang merupakan jenis rudal jarak jauh yang melewati Jepang

2 Juli 2006 Uji Coba Taepodong-2 yang merupakan jenis rudal jarak jauh, tak hanya itu saja, Korea Utara juga melakukan uji coba terkait rudal kendali. (Project, 2012)

3 Mei 2007 Uji Coba rudal jarak pendek yang jatuh di perairan Laut Jepang

4 Juni 2007 Uji Coba rudal kendali jarak pendek yang jatuh di perairan Laut Jepang

5 Maret 2008 Uji Coba penembakan rudal kendali jarak pendek

6 Oktober 2008 Korea Utara melakukan persiapan peluncuran rudal jarak pendek yang membuat Korea Selatan menyiagakan pasukan militernya

7 April 2009 Peluncuran roket dari Musudan-ri di bagian timur laut dari korea Utara, merupakan salah satu tempat peluncuran roket di Korea Utara pada bulan ini juga dilakukan peluncuran Rudal dengan nama Unha-2 yang melewati Jepang

8 Mei 2009 Penembakan rudal oleh Korea Utara pasca dikecam oleh Dewan Keamanan PBB diberitakan oleh media Korea Selatan

9 Juli 2009 Uji Coba peluncuran rudal jarak jauh jenis scud

10 Agustus 2009 Peluncuran perdana roket luar angkasa Korea Utara tetapi gagal memasuki orbit

11 Januari 2010 Baku tembak antara Korea Utara dan Korea Selatan 12 Juli 2010 Pengecaman Korea Utara atas reaksi latihan militer

bersama Amerika Serikat dengan Korea Utara

13 November 2010 Penembakan peluru artileri Korea Utara ke Yeonpyeong milik Korea Selatan, yang mengakibatkan jatuh korban di pihak Korea Selatan.3

Tabel diolah dari berbagai sumber

3

Kelsey Davenport, Chronology of U.S.-North Korean Nuclear and Missile Diplomacy, Arms Control Association, Agustus 2016, hal 1-34


(59)

42

Table 2. Tindakan Offensive oleh Korea Utara Pemerintahan Kim Jong-un

14 April 2012 Uji Coba Kwangyongsong-3 sekaligus uji coba peluncuran Unha-3 akan tetapi gagal (Project, 2012) 15 Desember 2012 Berhasil melakukan peluncuran roket Unha-34 16 Februari 2013 Uji Coba Nuklir bawah tanah oleh Korea Utara

17 Juli 2014 Menjelang kunjungan Presdien Xi Jinping ke Seoul, Korea Utara melakukan serangkaian uji coba rudal

18 Mei 2015 Korea Utara mengklaim telah menguji rudal yang bisa diluncurkan lewat kapal selam, serta melakukan pengembangan pada hulu ledak nuklir

19 September 2015 Ancaman serangan nuklir terhadap Amerika Serikat 20 Januari 2016 Korea Utara mengklaim sukses melakukan tes bom

hidrogen

21 Februari 2016 Peluncuran roket oleh Korea Utara yang melewati bagian selatan Pulau Okinawa, Jepang. Dalam peluncuran kali ini Korea Utara berhasil menempatkan satelit ke Orbit. 22 April 2016 Korea Utara pada bulan ini melakukan peluncuran rudal

balistik Musudan serta melakukan uji coba peluncuran rudsl balistik melalui kapal selam. Pada bulan ini juga uji coba kedua Musudan gagal.

23 Mei 2016 Uji Coba rudal jarak menengah jenis Musudan

24 Juni 2016 Berhasil melakukan tes rudal balistik jenis Musudan diperkirakan memiliki jarak jangkau 400km

25 Agustus 2016 Korea Utara melakukan uji coba penembakan rudal jenis Nodong yang merupakan jarak menengah rudal balistik yang jatuh di zona eksklusif ekonomi jepang sekitar 200km lepas pantai Jepang, selain itu juga melakukan uji coba peluncuran rudal dari kapal selam dengan jenis rudal KN-11

26 September 2016 Melakukan uji coba rudal balistik jarak menengah secara bersamaan dengan jarak jangkau 1000km , pada bulan ini juga Korea Utara sekaligus melakukan uji coba nuklir. 27 Oktober 2016 Uji Coba peluncuran rudal jenis Musudan tetapi gagal Tabel diolah dari berbagai sumber

4


(60)

43

Dapat dilihat melalui timeline yang berupa tabel yang telah ditulis pada halaman sebelumnya begitu banyak terjadi tindakan yang bersifat offensive yang dilakukan oleh Korea Utara mulai dari tahun 1998 hingga Oktober 2016 ini, tentunya tindakan offensive yang dilakukan oleh Korea Utara tersebut meningkatkan situasi ketidakstabilan atau meningkatkan tensi hubungan antar negara yang cenderung memanas khususnya dengan Jepang, terlebih Korea Utara telah meluncurkan roket dan rudal yang diklaim telah melewati serta jatuh di laut Jepang, tentunya hal yang dilakukan oleh Korea Utara tersebut membuat Jepang merasa harus menyikapi tindakan Korea Utara dengan tanggap dan bijak yang tentunya berlandaskan prinsip-prinsip dari kebijakan luar negeri Jepang.

Secara umum, Korea utara berpedoman kepada pedoman Empat militer dari hasil pertemuan Korean Workers Party pada tahun 1962 dimana pembangunan militer Korea Utara difokuskan kepada pelatihan ekstensif untuk semua prajurit, modernisasi semua kekuatan militer, mempeersenjatai seluruh penduduk dan memperkuat seluruh negeri. Pasukan Korea Utara yang kebanyakan terdiri dari pasukan yang berbasis di darat yang telah memiliki kesiapan operasional meskipun di dukung dengan sebagian peralatan yang sudah lawas. Hilangnya bantuan militer dari Uni Soviet yang runtuh akibat dari Perang Dingin, serta keterbatasan pada belanja pertahanan nasional Korea Utara karena stagnasi ekonomi, dan modernisasi yang cepat dari kemampuan pertahanan negara-negara tetangganya. Hal demikian membuat spekulasi bahwa tujuan Korea Utara memfokuskan upaya pada pengembangan Weapon Mass Destruction dalam bentuk rudal senjata nuklir dan misil sebagai bentuk untuk menutupi kekurangan


(61)

44

yang dimiliki Korea Utara (Defense M. o., 2016). Korea Utara terus memiliki alasan tersendiri untuk melakukan pengembangan terkait dengan senjata nuklir dan rudalnya, dimana alasan pertama, pasca berahirnya Perang Korea 1953 belum ada perjanjian damai yang resmi diantara kedua belah pihak, kedua dikarenakan factor ekonomi. Penggunaan peluncuran senjata nuklir digunakan Korea Utara untuk memeras negara-negara yang ada disekitarnya. Terahir Korea Utara ingin menggunakan senjata nuklir sebagai alat untuk meningkatkan citra Korea Utara dikawasan Asia Timur (Despuriansyah, 2015).


(62)

45

BAB IV

KEBIJAKAN JEPANG TERHADAP KEBIJAKAN MILITER KOREA UTARA

Menyadari bahwa keamanan suatu negara tergantung pertama dan terutama pada upaya independen, Jepang akan melakukan upaya penuh atas inisiatif sendiri untuk mencegah berbagai situasi yang dapat menganggangu stabilitas Jepang itu sendiri. “Proactive Contribution to Peace” merupakan prinsip dasar dari diplomasi yang dilakukan oleh Jepang dengan nilai-nilai kerjasama internasional yang terkandung didalamnya. Dalam prinsip dasar ini digunakan Jepang untuk melindungi dirinya dari berbagai situasi dengan meningkatkan kerjasama dengan negara-negara lain untuk menghadapi masalah yang ada. Mengingat situasi lingkungan keamanan di sekitar Asia – Pasifik terutama sekitar Jepang saat ini

khususnya dengan Korea Utara, Pemerintah Jepang mengeluarkan “National

Defense Program Guidelines for FY 2014 and beyond” sebagai pedoman baru

untuk pertahanan nasional Jepang yang didasari oleh “Defense Capability Build

-up in FY2013” dan “National Security Strategy”. Korea Utara yang meningkatkan kekuatan militernya khusunya dalam pengembangan rudal balistik, senjata pemusnah masal serta telah berulangkali melakukan berbagai tindakan profokatif yang dilakukan oleh Korea Utara tentunya menjadi factor destabilisasi lingkungan khususnya diwilayah Asia Timur, menimbulkan ancaman serius bagi Jepang dimana Jepang harus benar-benar serius dalam menyikapi perilaku dari Korea Utara. Tindakan yang dilakuakn oleh Korea Utara tersebut tentunya membuat Jepang segera untuk membangun atau meningkatkan kembali keamanan untuk


(1)

Halloran, R. (2007, Januari 8). Japan's Defense Agency changes name and reality. Retrieved November 17, 2016, from Taipei Times:

http://www.taipeitimes.com/News/editorials/archives/2007/01/08/2003343 908/1

Hendrajit. (2015, Mei 11). The Global Review. Retrieved November 17, 2016, from Amerika Serikat Dukung Bangkitnya Kembali Kekuatan Militer Jepang:

http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=17566&type=101#.WFwMh1 wSVzQ

Herman, A. (2016, April 27). Why America Needs Japan. Retrieved November 17, 2016, from Hudson Institute: http://www.hudson.org/research/12449-why-america-needs-japan

Hughes, C. W. (1996). Burival. In C. W. Hughes, The North Korean Nuclear Crisis and Japanese Secrity (pp. 79-103).

Japan, M. o. (2010, May 15-16). MOFA. Retrieved November 17, 2016, from Ministry of Foreign Affairs of Japan: http://www.mofa.go.jp/region/asia-paci/jck/fm1005_joint.html

Japan, M. o. (2015, Desember 13). Prime Minister Abe Visits India. Retrieved November 17, 2016, from Ministry of Foreign Affairs of Japan: http://www.mofa.go.jp/s_sa/sw/in/page3e_000430.html


(2)

Japan, M. o. (2015, November 2). The Sixth Japan-China- ROK Trilateral Summit. Retrieved November 17, 2016, from MOFA:

http://www.mofa.go.jp/a_o/rp/page3e_000409.html

Japan, M. o. (2015). International Situation and Japan Diplomacy in 2015. In M. o. Japan, Diplomatic Bluebook 2016 (pp. 2-19). Ministry of Foreign Affairs Japan.

Japan, M. o. (2015, Oktober 1). Japan-U.S.-ROK Trilateral Foreign Ministers' Meeting. Retrieved November 17, 2016, from Ministry of Foreign Affairs of Japan: http://www.mofa.go.jp/a_o/rp/page3e_000396.html

Japan, M. o. (2015). The Guidelines for Japan-U.S. Defense Cooperation. Tokyo: Ministry of Foreign Affairs of Japan.

Japan, M. o. (2016). DIPLOMATIC BLUEBOOK 2016. In M. o. Japan,

International Situation and Japan’s Diplomacy in 2015 (pp. 1-19). Tokyo: Ministry of Foreign Affairs of Japan.

Japan, M. o. (2016, Januari 28). Japan-ASEAN Relations. Retrieved November 17, 2016, from Ministry of Foreign Affairs of Japan:

http://www.mofa.go.jp/region/asia-paci/asean/index.html

Japan, M. o. (2016, September 13). Japan-North Korea Relations. Retrieved November 17, 2016, from Ministry of Foreign Affairs of Japan: http://www.mofa.go.jp/region/asia-paci/n_korea/index.html


(3)

Japan, M. o. (2016, September 21). Japan-Russia Relations. Retrieved November 17, 2016, from Ministry of Foreign Affairs of Japan:

http://www.mofa.go.jp/region/europe/russia/index.html

Japan, M. o. (2016, September 5). Ministry of Foreign Affairs Japan. Retrieved November 17, 2016, from Ministry of Foreign Affairs Japan:

http://www.mofa.go.jp/a_o/c_m1/cn/page3e_000558.html

Jill Steans, L. P. (2009). Hubungan Internasional : Perspektif dan Tema. Jakarta: Pustaka Pelajar.

John, L. (2007). North Korea : The Nuclear Issue and Prospect for Change.

Ju-min Park, J. K. (2016, Agustus 24). North Korea fires submarine-launched ballistic missile towards Japan. Retrieved November 17, 2016, from Reuters: http://www.reuters.com/article/us-northkorea-missiles-idUSKCN10Y2B0

Kim, J. (2015). Source and Objective of North Korea Foreign Policy Identity, Values and Negotiating Behavior. Source and Objective of North Korea Foreign Policy Identity, Values and Negotiating Behavior.

Kim, K.-y. (1999). Japan and Korea : A Turbulent History.

Kohno, M. (2012). Japan Remains Committed to the World Peace and Prosperity. Malta: Ambassador of Japan to the Republic of Malta.


(4)

Ministry of Defense, J. (2003). Japan's BMD. Recent History of BMD Initiatives in Japan, 1-30.

Ministry of Defense, J. (2016). Japan’s Security and Defense Policy and the Japan-U.S. Alliance. Digest Part II, 1-6.

Nandarson, M. (2016, Oktober 4). Tribun Batam. Retrieved November 17, 2016, from Antisipasi Tindak Kejahatan dan Terorisme. Jepang Perbaiki

Material Dokumen Paspor: Antisipasi Tindak Kejahatan dan Terorisme. Jepang Perbaiki Material Dokumen Paspor

Paul, T. J. (2004). Balance of Power : Theory and Practice in the 21 Century. In T. J. Paul, Balance of Power : Theory and Practice in the 21 Century (p. 3). California: Stanford University.

Pod, A. (2013, April 7). Kompasiana. Retrieved April 27, 2016, from

Kompasiana: http://www.kompasiana.com/anthropod/korea-terbagi-dua-siapa-biang-keroknya_5528434d6ea834e71d8b461d

Project, A. S. (2012). Fact Sheet. North Korea's Nuclear Program, 1-7.

Roza, R. (2014). Kajian Singkat terhadap Isu-Isu Terkini. Buku Putih Pertahana Jepang dan Pengaruhnya terhadap Sengketa Laut China Timur.

Saju, P. S. (2016, March 30). Militer Jepang Keluar dari Pasifisme Menuju Ekspansi ke Luar Negeri. Retrieved April 27, 2016, from Kompas Internasional:


(5)

http://internasional.kompas.com/read/2016/03/30/08361941/Militer.Jepan g.Keluar.dari.Pasifisme.Menuju.Ekspansi.ke.Luar.Negeri

Suherman, E. (2004). Humaniora. Dinamika Masyarakat Jepang dari Masa Edo hingga Pasca Perang Dunia II, 201-210.

Tempo. (2015, Juli 14). TERUNGKAP: Korut Uji Coba Senjata Biokimia terhadap Manusia . Retrieved November 17, 2016, from Tempo:

https://m.tempo.co/read/news/2015/07/04/118681043/terungkap-korut-uji-coba-senjata-biokimia-terhadap-manusia

Teo, S. (2015). China-Japan-Korea Trilateral Summit: What does it mean for East Asia? Singapore: RSIS COMMENTARY.

Times, T. N. (2014, Mei 8). The New York Times. Retrieved November 17, 2016, from Japan's Pacifist Constitution:

https://www.nytimes.com/2014/05/09/opinion/japans-pacifist-constitution.html?_r=0

Togo, K. (2005). Japan-North Korea relations (until 2001). In K. Togo, Japan's Foreign Policy, 1945-2003_ the Quest for a Proactive Policy (2005) (pp. 184-185). Boston: Brill Leiden.

Togo, K. (2005). Japan-North Korea relations during the 1990’s. In K. Togo, Japan's Foreign Policy, 1945-2003_ the Quest for a Proactive Policy (2005) (pp. 186-187). Boston: Brill Leiden.


(6)

Uera, H. (2015). The 1947 Constitution of Japan. The Process of Democracy in Japanese Society.

Walt, S. M. (1985). Alliance Formation and the Balance of Power. Alliance Formation and the Balance of Power, 3-43.