PENGARUH MONEY POLITICS TERHADAP PEMILIH PEMULA DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA SIDOMUKTI KECAMATAN MARGOYOSO KABUPATEN PATI TAHUN 2015

(1)

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

(S1) Pada Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh:

Isnaeni Lailatul Izza 20120520097

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

(S1) Pada Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh:

Isnaeni Lailatul Izza 20120520097

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

Nama : Isnaeni Lailatul Izza

NIM : 20120520097

Program Studi : Ilmu Pemerintahan

Judul Skripsi : Pengaruh Money Politics Terhadap Pemilih Pemula Dalam Pemilihan Kepala Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati 2015

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini benar-benar merupakan hasil karya sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dimanapun. Sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat orang lain yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka. Selanjutnya apabila ada di kemudian hari terbukti terdapat duplikat dan ada pihak lain yang merasa dirugikan, maka saya akan bertanggung jawab dan menerima segala konsekuensi yang menyertainya.

Yogyakarta, November 2016 Yang membuat pernyataan


(4)

Indeed, Allah is Forgiving and Merciful.

(Al-Quran Surah An Nahl verse 18)

”Don’t waste your time looking back, you’re not going that away.” (Regnar Lothbrok)

Learn from yesterday, live for today and hope for tomrrow.

(Albert Einstein)

Because you only live once, that happened has happened, make it most beautiful

mistakes that happen only once in your life.


(5)

Junjungan kami, Nabi Besar Nabi Muhammad SAW. Yang telah membawa umatnya dari jaman kegelapan menuju jalan kebenaran.

Almarhum Bapak tercinta, bapak Bisri Arief Mustofa yang sudah tenang di surga. Semoga persembahan kecilku ini bisa membuat Bapak bangga disana.

Kedua orang tua, Bapak Budi dan Bu Een. Terima kasih atas cinta, kasih sayang, doa, dukungan serta kesabaran Bapak dan Ibu dalam hal membimbing dan mendidikku sehingga aku bisa menjadi apa yang Bapak dan Ibu inginkan dan menjadi kebanggaan. You are my guardian angel. I love you more than word can say...


(6)

My second family in Yogyakarta, “GENK TOSCA” (WINDA ARIANDANI, DWI RATNA AGUSTIN, NUR ULUMI, DEWI AGUSTIANI, DEYA RIZKA OKTA UTAMI, MERGIE ZANNA, dan NISA’UL MARDLIYYAH) Terima kasih untuk kebersamaan, canda, tawa, kebahagiaan, cinta dan kasih sayang dalam persahabatan kita selama ini. Love you all my girls...

Pasukan “Pondokan Geemart” season pertama danseason kedua Gendat Sofya Isnainy, Emak Icang, Pipi Temayong, Ucuk I’a, Unyun Nita, Mba Anggi, sinpinter Aqila, Shofa, Desi, Mba Lala, semua Guardian Angel of Geemart. Dan yang paling spesal buat Budhe dan Mbok Sri hahaha... Aku ga yakin bisa betah 4 tahun di kost ini kalo ga ada kalian.. I’ll miss you all, Genkz...

My childhood friends Ncik, Ncuz, Ncit terima kasih sudah memberikan kasih sayang dan kebersamaan selama lebih dari 15 tahun. Long last yaa kita...

Tayu dan Pati Hitz Ulya, Candra, Marike terima kasih atas persahabatan yang telah kalian ukir dari masa putih abu-abu. Kalian luar biasaah...

Untuk Danny Rio Yudistira terima kasih untuk kesabarannya dan terima kasih untuk dukungan dan doamu untuk ku...

Warnet Ilalang yang selalu update film-film terbaru sehingga ketika tidak sempat untuk menonton film di bioskop maka tinggal cari di warnet hahaha

FISIPOL UMY, Lobby Fisipol, PPB, AR Fahrudin B, Tempat bimbinganku Pasca Sarjana, Kantin (sebelum digusur), Soto Bang Jerry, and Toilets as our fav’ destination place as long as we’ve been there.


(7)

Bang Dedi, Nando, Herdin, Fandy, Theo, Aziz, Aar, dan temen-temen yang lain. Yuk yang belom wisuda cepet nyusul, masa iya masuk bareng tapi keluarnya satu-satu?? Hahaha Untuk teman seperjuangan Ilmu Pemerintahan 2012

Untuk almamater Universitas Muhammadiyah Yogyakarta


(8)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

SINOPSIS ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 11

D. Kerangka Dasar Teori ... 12

1. Money Politics ... 12

2. Pemilih Pemula ... 19

3. Pemilihan Kepala Desa ... 22

E. Definisi Konsepsional ... 29

F. Definisi Operasional ... 30


(9)

B. Struktur Organisasidan Tugas Pokok Pejabat Desa Sidomukti ... 43

C. Visi dan Misi Desa Sidomukti ... 51

D. Potensi Desa Sidomukti ... 52

E. Tata Cara Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa ... 53

F. Profil Calon Kepala Desa ... 60

G. Jumlah Pemilih Pada Pemilihan Kepala Desa Sidomukti ... 62

H. Karakteristik Responden ... 63

BAB III PENGARUH MONEY POLITICS TERHADAP PEMILIH PEMULA DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA SIDOMUKTI KECAMATAN MARGOYOSO KABUPATEN PATI TAHUN 2015 A. Proses Pemilihan Kepala Desa ... 66

B. Isu Money Politics Dalam Pemilihan Kepala Desa... 76

C. Pemilih Pemula Dalam Pemilihan Kepala Desa ... 89

D. Pengaruh Money Politics Terhadap Pemilih Pemula ... 92

BAB IV PENUTUP 1) Kesimpulan ... 102

2) Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA ... 104


(10)

Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Menurut Klasifikasi Umur dan Pendidikan ... 42

Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 43

Tabel 2.3 Jumlah Pemilih Tetap dan Pemilih Pemula ... 62

Tabel 2.4 Responden Desa Sidomukti Berdasarkan Jenis Kelamin ... 63

Tabel 2.5 Responden Desa Sidomukti Berdasarkan Usia ... 63

Tabel 2.6 Responden Desa Sidomukti Berdasarkan Pendidikan ... 64

Tabel 2.7 Responden Desa Sidomukti Berdasarkan Pekerjaan ... 64

Tabel 2.8 Responden Desa Sidomukti Berdasarkan Kepercayaan ... 65

Tabel 2.9 Responden Desa Sidomukti BerdasarkanStatus Kependudukan .... 65

Tabel 3.1 Daftar Nama-Nama Panitia Pilkades ... 69

Tabel 3.2 Jawaban Responden Terkait Dengan Politik Uang Marak Dalam Pilkades 2015 ... 79

Tabel 3.3 Jawaban Responden Terkait Dengan Politik Barang Marak Dalam Pilkades 2015 ... 80

Tabel 3.4 Jawaban Responden Terkait Dengan Politik Jasa Marak Dalam Pilkades 2015 ... 80

Tabel 3.5 Jawaban Responden Terkait Dengan Politik Uang Dilakukan Oleh Tim Sukses Atau Kader Dari Calon Kepala Desa ... 81

Tabel 3.6 Jawaban Responden Terkait Dengan Politik Barang Dilakukan Oleh Tim Sukses Atau Kader Dari Calon Kepala Desa ... 82

Tabel 3.7 Jawaban Responden Terkait Dengan Politik Jasa Dilakukan Oleh Tim Sukses Atau Kader Dari Calon Kepala Desa ... 82

Tabel 3.8 Jawaban Responden Terkait Tentang Bantuan Berupa Jasa Kepada Elemen Masyarakat ... 83

Tabel 3.9 Jawaban Responden Terkait Dengan Sering Atau Intens Pengadaan kegiatan Sosial Oleh Calon Kepala Desa ... 84


(11)

Tabel 3.12 Jawaban Responden Terkait Dengan Kegiatan Praktek Politik Uang Berlangsung Tertutup... 86 Tabel 3.13 Jawaban Responden Terkait Dengan Kegiatan Praktek Politik

Barang Berlangsung Tertutup ... 86 Tabel 3.14 Jawaban Responden Terkait Dengan Kegiatan Praktek Politik Jasa

Berlangsung Tertutup ... 87 Tabel 3.15 Jawaban Responden Terkait Dengan Masyarakat Hanya

Mengambil Uang dan Tidak Menjamin Memilih Pembeli Suara... 88 Tabel 3.16 Jawaban Responden Terkait Dengan Masyarakat Tertarik Dengan

Proses Pilkades ... 89 Tabel 3.17 Jawaban Responden Terkait Dengan Masyarakat Berpartisipasi

Dalam Pilkades ... 89 Tabel 3.18 Jawaban Responden Terkait Dengan Jawaban Responden Terkait

Dengan Pemilih Pemula Berusia 17 Tahun Atau Sudah

Berkeluarga ... 90 Tabel 3.19 Jawaban Responden Terkait Dengan Keikutsertaan Pemilih

Pemula Menguatkan Proses Demokrasi ... 91 Tabel 3.20 Jawaban Responden Terkait Dengan Partisipasi Pemilu

Menunjukkan Sebuah Intragitas ... 92 Tabel 3.21 Correlations ... 93 Tabel 3.22 Model Summary ... 94


(12)

(13)

QffiTffi

)Buu)pg Eueplg Suung ; gUY\ 00'ZI .- 00'l

i

:

15'yq 'srge,(s ?uPcue) nul

'rc

IfNJNf,d WII

NVNNSNS

ludural

ININd

9l0Z raqluoseq OI / nlqss

'

1u8Eue17uu11

l Ed

uUp{pAdoA L{eAtpututuul.[nI sE]tsrelIun

)llltod ntull uup IBISoS ntull s?]ln)led uPlluluualued:nul[ uBsrunf

tfi8ua4

uttl

uodap ry uDryqDstp uDp uD1uDqol.tadtp 1DPJ

L60o(,9oztoz

YZZT-INJV'IIV-I INEYNSI : qelo

:

,,9IOZ NNHYI IJVd NEJVdNSV)

OSOAODUVI^I

NVIVhIVJA)

IJ)NINOCIS VSEO

Y'IVdE)

NVHI'III^IEd

I^IVTVCI V.INI^IEd HT'III^IEd dVCYHUII L SSIJITO{ I,qNOW HOUVCNEd,,

:lnpnt uu8ueg

ISdIrrXS

NVHYSgCNgd NYIAIY'IVH

IS'N'lfy

olltusus lruqnf '

I IfNDN!Id Is'ntr''dI'S :ouo$letns,8untunl


(14)

mereka. pelaksanaan pemilu bahkan sampai ketingkat terkecil dalam suatu pemerintahan yaitu ditingkat desa untuk menentukan pemimpin mereka yaitu kepala desa. Dalam pemerintahan desa, masih sering terjadi money politics untuk

“membeli” suara rakyat dan tidak jarang money politics tersebut dirasakan pula oleh para pemilih pemula. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, pertama: bagaimana pengaruh politik uang terhadap para pemilih pemula. Kedua, bagaimana pengaruh politik barang terhadap para pemilih. Dan ketiga, bagaimana pengaruh politik jasa terhadap para pemilih pemula.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitaif dengan jenis penelitian bersifat korelasional yang bertujuan untuk mengetahui ada dan tidaknya pengaruh Money Politics terhadap pemilih pemula dalam pemilihan Kepala Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati 2015. Adapun sampel dalam penelitian ini sebanyak 81 orang yang diambil secara random sampling. Metode pegumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: angket, wawancara, dan dokumentasi. Dalam melakukan analisa data peneliti tidak hanya menggunakan interprestasi terhadap data yang sudah diperoleh, tetapi peneliti juga menggunakan instrumen bantuan berupa aplikasi statistik yakni SPSS. Penggunaan SPSS adalah untuk meminimalisir tingkat kesalahan dalam perhitungan rekapitulasi data primer yang bersifat persentase serta untuk memudahkan peneliti dalam menyajikan hasil olahan data berbentuk tabel dan bar chart.

Hasil penelitian ini menunjukkan: pertama, bentuk Money Politics yang ada pada pemilih Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso di kabupaten Pati dalam Pemilihan Kepala Desa 2015 adalah yang menjawab berupa uang sebanyak 64 orang (76%). Kedua, yang menjawab berupa barang sebanyak 46 orang (57%). Dan ketiga, yang menjawab berupa jasa sebanyak 47 orang (58%). Selanjutnya dilakukan uji korelasi yang diperoleh dari 0,276 artinya pengaruh money politics terhadap pemilih pemula dalam pemilihan Kepala Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso di Kabupaten Pati Tahun 2015 sebesar 7,6% dan 92,4% lainnya dipengaruhi oleh faktor lain dan jelas bahwa money poltics tidak berpengaruh banyak terhadap pilihan para pemilih pemula.

Segala bentuk money politics harus dihilangkan dalam berbagai bentuk pemilu. perlu adanya pendidikan politik bagi pemilih pemula akan membangun kesadaran lebih luas mengenai peran penting mereka dalam mereduksi praktek-praktek politik uang. Dan pihak-pihak yang terlibat dalam proses demokratisasi ditingkat desa, seperti BPD dan Pamong Desa lebih giat lagi memberikan pembelajaran politik, sehingga pemilih pemula tidak memiliki perilaku politik pragmatais.


(15)

Sebagai negara yang menganut sistem pemerintahan demokrasi sebagaimana

dituangkan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi: “Kedaulatan berada

di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” (U ndang-Undang Dasar NKRI pasal 1 ayat 2) Indonesia mempunyai kewenangan untuk

mengadakan sistem pemilihan calon pemimpinnya dengan menggunakan sistem

pemilihan umum yang bersifat langsung, umum, bebas,rahasia, jujur dan adil

disetiap pelaksanaannya.

Sistem negara demokrasi merupakan sistem negara yang bersifat rasional

yang dapat dilihat dari adanya struktur dan tatanan masyarakat Indonesia yang

saat ini semakin berkembang. Dalam kitab Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia pasal 22E ayat (2) dikatakan bahwa Pemilihan Umum

diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah. Umumnya pelaksanaan pemilihan umum dilaksanakan setiap 5 tahun

sekali, dan ini bersifat sama untuk pemilihan umum presiden, pemilihan umum

legislatif, pemilihan umum daerah, maupun pemilihan umum untuk kepala desa.

Sebagai sistem negara, demokrasi memerlukan partisipasi masyarakat untuk


(16)

Partisipasi politik masyarakat adalah kegiatan warga negara sebagai

pribadi-pribadi, yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh

pemerintah. Partisipasi bisa bersifat pribadi maupun kolektif, dengan damai

maupun dengan kekerasan, mantap atau sporadis, terorganisir maupun spontan,

efektif maupun tidak efektif.

Bentuk-bentuk partisipasi bisa berupa pemberian suara dalam pemilihan

umum. Di sini masyarakat turut serta memberikan atau ikut serta dalam memberi

dukungan suara kepada calon atau partai politik. Partisipasi lainya adalah dalam

bentuk kontak atau hubungan langsung dengan penjabat pemerintah. Partisipasi

dengan mencalonkan diri dalam pemilihan jabatan publik dan partisipasi dengan

melakukan protes terhadap lembaga masyarakat atau pemerintahan.

Bangsa Indonesia telah menyelenggarakan pemilihan umum sejak zaman

kemerdekaan. Semua pemilihan umum itu tidak diselenggarakan dalam kondisi

yang vacuum, tetapi berlangsung di dalam lingkungan yang turut menentukan

hasil pemilihan umum tersebut.

Pada zaman demokrasi parlementer (1945-1959) pemilu diselenggarakan oleh

kabinet BH-Baharuddin Harahap (tahun 1955). Pada pemilu ini pemungutan

suara dilaksanakan 2 kali yaitu yang pertama untuk memilih anggota DPR pada

bulan September dan yang kedua untuk memilih anggota Konstituante pada

bulan Desember. Sistem yang diterapkan pada pemilu ini adalah sistem pemilu

proporsional.Zaman Demokrasi Terpimpin (1959-1965). Setelah pencabutan


(17)

mendirikan partai politik, Presiden Soekarno mengurangi jumlah partai politik

menjadi 10 parpol. Pada periode Demokrasi Terpimpin tidak diselanggarakan

pemilihan umum.Sedangkan pada zaman demokrasi Pancasila (1965-1998)

setelah turunnya era Demokrasi Terpimpin yang semi-otoriter, rakyat berharap

bisa merasakan sebuah sistem politik yang demokratis & stabil. Upaya yang

ditempuh untuk mencapai keinginan tersebut diantaranya melakukan berbagai

forum diskusi yang membicarakan tentang sistem distrik yang terdengan baru di

telinga bangsa Indonesia. Setelah zaman demokrasi Pancasila. Zaman Reformasi

(1998- Sekarang) terjadilah liberasasi di segala aspek kehidupan berbangsa dan

bernegara. Politik Indonesia merasakan dampak serupa dengan diberikannya

ruang bagi masyarakat untuk merepresentasikan politik mereka dengan memiliki

hak mendirikan partai politik. Banyak sekali parpol yang berdiri di era awal

reformasi. Pada pemilu 1999 partai politik yang lolos verifikasi dan berhak

mengikuti pemilu ada 48 partai. Jumlah ini tentu sangat jauh berbeda dengan era

orba.

Pemilihan umum di Indonesia sendiri terdapat berbagai macam jenisnya, yang

pertama adalah Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang sejak Pemilu Tahun

2004, presiden atau wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat.

Sebelumnya, presiden atau wakil presiden dipilih oleh anggota DPR/MPR.

Pemilu presiden dan wakil presiden adalah pemilu untuk memilih pasangan calon

presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol


(18)

Berdasarkan ketentuan umum pasal 1 UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu

Anggota DPR, DPD, dan DPRD, yang dimaksud dengan Pemilu Anggota DPR,

DPD dan DPRD adalah pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD dan DPRD

provinsi dan DPRD kabupaten/kota dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia

berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Ketiga yaitu Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pemilu untuk memilih

pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang diusulkan oleh

parpol atau gabungan parpol dan perseorangan. Pada rapat paripurna, DPR dan

pemerintah sepakat melaksanakan perintah Perpu Nomor 1 Tahun 2014,

menggelar pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota serentak pertama kali pada

Desember 2015.

Sedangkan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) adalah suatu pemilihan Kepala

desa secara langsung oleh warga desa setempat dan dilantik oleh Bupati /

Walikota. Pilkades sangat membantu masyarakat desa kareana merupakan wadah

demokrasi untuk masyarakat desa dalam hal kebebasan untuk di pilih atau

memilih Pimpinan Desa, untuk memimpin kepemerintahan desa kedepan sesuai

dengan hati nurani masyarakat di desa. Dalam pelaksanannya Pilkades sudah

diatur dalam UU Nomor 6 tahun 2015 dan PP Nomor 43 tahun 2014, segala tata

cara dan keperluan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan Pilkades sudah diatur


(19)

Pilkades dalam kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya

sepanjang masih hidup dan diakui keberadaannya berlaku ketentuan hukum adat

setempat. Kegiatan Calon Kepala Desa dalam rangka meyakinkan para pemilih

dengan menawarkan visi, misi, dan program, selanjutnya dalam pemilihan

Kepala Desa ini ditunjang dengan adanya Tim Pelaksana Kampanye yang

bertanggung jawab atas pelaksanaan teknis penyelenggaraan kampanye,

kemudian ada pengawas pemilihan Kepala Desa, penjaringan yang kegiatannya

dilakukan oleh panitia pemilihan untuk menjaring bakal calon dari warga

masyarakat desa setempat, setelah adanya penjaringan, selanjutnya adanya

penyaringan, dimana penyaringan ini adalah proses seleksi terhadap Bakal Calon

yang dilakukan oleh panitia pemilihan.

Namun dalam prakteknya pilkades yang sudah diatur oleh

perundang-undangan pemerintah untuk saat ini sangat sulit terselenggara dengan lancar dan

berkualitas karena bermainnya faktor-faktor kepentingan politik, kepentingan

untuk ingin berebut kekuasaan ketimbang hakikat yang diingini oleh pilkades

yaitu pemerintahan desa yang legitimate. Disamping itu penyelenggaraan

pilkades juga tersentuh dan tidak terlepas dari pengaruh kebudayaan masyarakat

desa. Sehingga sering kali budaya sangat berperan didalamnya. Seiring dengan

hal ini didalam pelaksanaan pilkades tidak jarang menuai kericuhan dan konflik.

Di dalam penyelenggaraan pesta demokrasi ini terdapat banyak masalah dan


(20)

kekerasan, yang dapat merusak keutuhan dan eksistensi masyarakatnya dan juga

money politic. Situasi yang memprihatinkan ini tidak jarang lagi terjadi di berbagai daerah desa yang terdapat di Tanah Air Indonesia. Seperti misalnya

yang terjadi di Desa SidomuktiKecamatan Margoyoso Kabupaten Pati. Proses

pelaksanaan Pilkades diwarnai dengan persaingan tidak sehat, kericuhan, dan

money politic.

Tanpa mengecilkan arti penting atau signifikansi dari semangat berdemokrasi

masyarakat melalui pilkades, berbagai dampak negatif pun muncul seperti ambisi

yang berlebihan terhadap jabatan sehingga cenderung menghalalkan segala cara,

melalui politik uang (money politic) dan kampanye negatif (negative campaign). Dan saat ini sudah lazim bahwa untuk memenangkan pemilihan kepala desa

seseorang memerlukan dana yang tidak sedikit, baik untuk membiayai kegiatan

yang legal maupun yang ilegal seperti money politic guna mempengaruhi masyarakat pemilih. Adalah suatu hal yang mustahil apabila seorang kepala desa

yang terpilih dengan biaya sedemikian besar akan merelakan begitu saja yang

telah ia keluarkan. Dan hampir dapat dipastikan bahwa kepala desa sepeti itu

akan sekuat tanaga untuk mendapatkan ganti rugi dari biaya yang dimaksud.

Untuk itu potensi terjadinya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam era

kepemimpinan kepala desa tersebut menjadi sangat besar.

Pada jaman dahulu tidak ada money politic dalam pemilihan kepala desa. Penentuan pilihan seseorang banyak dipengaruhi oleh kedekatan kekerabatan dan


(21)

hubungan emosional lainnya.Kecakapan seorang calon kepala desa tidak

ditentukan oleh kemampuan managerial atau akademis tetapi lebih ditentukan

oleh sikap atau tingkah laku, memahami adat istiadat desa dan memiliki

kelebihan dalam hal kesaktian. Pada masa itu belum banyak orang yang

berpendidikan sehingga model-model kampanye visi dan misi belum dikenal.

Biasanya calon yang terpilih adalah orang yang dianggap tetua atau orang yang

berwibawa yang mempunyai kharisma di desanya.

Pada Jaman Reformasi terjadi perubahan besar-besaran dalam proses

pemilihan kepala desa. Masyarakat desa sudah mulai terkontaminasi ulah elit

politik yang sering menggunakan money politic dalam mencapai tujuan. Desa yang kita harapkan sebagai benteng terakir kerusakan pranata negara, ternyata

juga terkontaminasi pragmatisme politik yang tidak kalah parahnya. Sudah

menjadi rahasia umum bahwa untuk dapat terpilih menjadi kepala desa didalam

pilkades harus dengan biaya ratusan juta rupiah bahkan dibeberapa desa bisa

mencapai angka milyaran rupiah. Pada masa ini money politic sudah terjadi secara masiv dan terang-terangan.

Pragmantisme politik juga dapat dilihat dari tingkah laku para politisi yang

pengikuti pemilu. Seperti yang disampaikan Abdul Karim bahwa politisi

pragmatis dapat dikenali saat akan berlangsung pemilu/pilkada. Mereka

menampakkan diri jelang momentum pemilu atau pilkada. Dengan definisi lain,


(22)

pun tak hadir diruang-ruang publik, mereka absen dari ruang sosial. Sebaliknya,

bila pemilu/pilkada segera digelar, satu persatu mereka hadir. Mereka berlomba

hadir diruang-ruang sosial masyarakat. Bahkan, diantara mereka kadangkala rela

menyambangi warga dengan cara door to door. Upaya yang dilakukan politisi

pragmatis itu tampak cukup muatan pendidikan politiknya, bahkan justru bisa

dikatakan sebagai manipulasi. Mereka hanya berusaha mengubah paradigma

bahwa politik itu adalah kursi dan rezeki, tetapi tidak sampai pada politik adalah

proses pengambilan keputusan publik. (Abdul Karim,

makasar.tribunnews.com:2011)

Dalam rangka melanjutkan regenerasi dalam pembangunan bangsa, peran serta

kontribusi remaja atau pemilih pemula dalam kancah politik sangat penting,

namun fakta lain masih menunjukkan kurangnya remaja atau pemilih pemula yang

berniat untuk berpartisipasi dalam ranah politik. Apalagi seminar yang membahas

tentang politik yang ditujukan untuk remaja atau pemilih pemula di sekolah,

maupun di desa karena para siswa masih berorientasi akademik dan

mengesampingkan masalah sosial dan politik.

Hal tersebut dikarenakan kemampuan persepsi terhadap remaja atau pemilih

pemula kurang, sehingga mereka cenderung memberikan persepsi yang negatif.

Padahal remaja atau pemilih pemula merupakan calon pemegang estafet

perpolitikan masa depan. Dapat dibayangkan yang terjadi apabila remaja tabu


(23)

gerenari sebelumnya. Bukan tidak mungkin akan mengalami kegagapan dan dapat

menimbulkan perpecahan, akibat kurangnya pengetahuan yang memadai dalam

mengatasi permasalahan politik.

Aspirasi remaja sebagai pemilih pemula dapat dilakukan denhgan memberikan

pemahaman tentang konsep politik. Hal ini berguna agar pemilih pemula tidak

mudah tenggelam dalam lobi-lobi yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu.

Remaja sebagai pemilih pemula masih sangat awam dalam berpolitik, maka

pemaknaan konsep politik terhadap remaja merupakan bagian dari pendidikan

politik supaya mereka mengetahui yang mana politk etis mana yang tidak etis.

Minimya pendidikan politik inilah yang dimanfaatkan oleh calon–calon kepala desa untuk melancarnya aksi money politic. Para pemilih pemula yang belum tau tentang politik seketika diberikan hadiah atau pemberian berupa uang agar pemilih

pemula tersebut memilih dirinya dalam pelaksanaan pilkades. Biasanya pemberian

money politic diberika secara diam-diam dan tanpa sepengetahuan dari orang tua dari remaja-remaja ini. Karena dikhawatirkan jika orang tua mereka mengetahui

tentang pemberian ini mereka akan diberikan pengarahan untuk tidak menerima

uang yang telah diberikan oleh tim sukses calon kepala desa tersebut.

Dalam pelaksanaan pemilihan kepala desa di Desa Sidomukti tahun 2015

keterlibatan pemilih pemula dalam praktik pelaksanaan money politics agaknya sudah dapat terlihat oleh masyarakat lainnya. Peneliti melihat adanya bentuk


(24)

money politics yang dilakukan oleh para kandidat calon kepala desa Sidomukti. Salah satu calon kepala desa tersebut memberikan bantuan berupa perbaikan

fasilitas olahraga berupa perbaikan lapangan voli yang dulunya terbengkalai dan

tidak terurus menjadi lapangan yang layak untuk digunakan kembali. Calon

tersebut juga memberikan fasilitas kesenian kepada para pemuda. Sedangkan

kandidat lainnya juga memberikan bantuan berupa sumbangan dana untuk para

pemuda yang akan mengadakan hiburan dalam rangka sedekah bumi dan semua

urusan konsumsi panitia sedekah bumi juga ditanggung oleh calon kepala desa

tersebut.

Sebagai warga negara yang baik, masyarakat sepertinya menginginkan

pelaksanaan pilkades yang bersih, tanpa ada kecurangan dan hal-hal yang

berhubungan dengan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), manun sayangnya

dari pihak calon kepala desa sangat berusaha untuk menari simpati dan restu dari

masyarakat maupun pemilih pemula di desanya demi untuk memenangkan

pilkades.

Menarik simpati dengan menggunakan money politics sebenarnya merugikan pihak calon kepala desa dan juga masyarakatnya karena seorang kepala desa

memang harus dituntut untuk memiliki integritas, dedikasi, loyalitas terhadap

warga dan bahkan kapabilitas untuk memimpin sebuah desa bukan hanya sekedar


(25)

Fenomena money politicsyang sudah masuk dan menjadi hal lazim terjadi di desa tentunya menarik untuk diteliti. Terutama mengenai seberapa jauh pengaruh

dari money politicsuntuk pemilih pemula yang masih belum mengetahui tentang dinamika politik. Sebab pemilih pemula adalah mereka para generasi muda yang

akan meneruskan regenerasi kepemimpinan, jika dari awal mereka sudah

diberikan nilai-nilai korupsi, kolusi dan nepotisme maka dikhawatirkan mereka

juga akan melanjutkan hal-hal yang sama yang dilakukan oleh pemimpin mereka

sebelumnya.

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, penulis mempunyai perumusan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana pengaruh Money Politics terhadap para pemilih pemula?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis mempunyai beberapa tujuan yang ingin dicapai

untuk mendapatkan hasil dari penulisan ini.

Adapun tujuannya adalah sebagai berikut:

1. Ingin mengetahui pengaruh politik uang dalam pilkades 2015 terhadap

pemilih pemula di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten


(26)

2. Ingin mengetahui pengaruh politik barang dalam pilkades 2015 terhadap

pemilih pemula di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten

Pati.

3. Ingin mengetahui pengaruh politik jasa dalam pilkades 2015 terhadap

pemilih pemula di Desa Sidomukti Kecamatan Margoyoso Kabupaten

Pati.

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini:

1. Meningkatkan pemahaman dan wacana tentang pengaruh politik uang

terhadap pemilih pemula di Indonesia.

2. Meningkatkan pemahaman dan wacana tentang pengaruh politik

barangterhadap pemilih pemula di Indonesia.

3. Meningkatkan pemahaman dan wacana tentang pengaruh politik jasa

terhadap pemilih pemula di Indonesia.

D. Kerangka Dasar Teori 1. Money Politics

Istilah politik uang money politics merupakan sebuah istilah yang dekat dengan istilah korupsi politik (political corruption). Sebagai bentuk korupsi, politik uang masih menjadi berdebatan karena praktiknya yang

berbeda-beda di lapangan, terutama terkait perbedaan penggunaan antara

uang pribadi dan uang negara. Ketidakjelasan definisi money politics ini menjadikan proses hukum terkadasng sulit menjangkau. Sementara itu


(27)

secara umum istilah korupsi diartikan sebagai senyalahgunaan kekuasaan

atau sumber daya publik untuk kepentingan pribadi, telah tumbuh dan

berkembang sebagai problem sosial yang serius dan akut di indonesia.

(Arnold Herdenheimer 1993 dalam rosyad 2012, hal.4)

Secara umum money politics biasa diartikan sebagai upaya untuk mempengaruhi perilaku orang dengan menggunakan imbalan tertentu.

Ada yang mengartikan money politics sebagai tindakan jual beli suara pada sebuah proses politik dan kekuasaan. Pemahaman tentang money

politics sebagai tindakan membagi-bagi uang (entah berupa uang milik

pribadi maupun partai). Publik memahami money politics sebagai praktik pemberian uang atau barang atau iming-iming sesuatu kepada masa

(voters) secara berkelompok atau individual untuk mendspatkan keuntungan politis (political again). Artinya tindakan money politics itu dilakukan secara sadar oleh pelakunya. Money politics seseorang juga biasa menyebutnya dengan politik uang, karena keduanya merupakan

pemberian uang demi kepentingan pribadi atau kelompok yang

berimplikasi pada kekuasaan.

Adapun pengertian politik uang adalah pertukaran uang dengan

posisi/kebijakan/keputusan politik yang mengatasnamakan kepentingan

rakyat tetapi sesungguhnya demi kepentingan pribadi/kelompok/partai.


(28)

Istilah politik uang telah secara luas digunakan untuk mengembangkan

praktik-praktik, sejak demokrasi di Indonesia bermula pada akhir

1990-an. Kendati istilah ini telah digunakan secara umum, definisi dari istilah

ini masih kabur. Semua pihak menggunakan istilah ini dengan definisi

mereka masing-masing. Di awal Reformasi, sebagai contoh orang

seringkali menggambarkan praktik suap dikalangan lembaga legislatif,

saat itu pemilihan kepala daerah masih diselenggarakan oleh DPRD,

sebagai salah satu praktik politiuk uang. Istilah yang sama juga digunakan

untuk menggambarkanpraktik pembelian suara dalam praktik pembelian

suara dalam konteks kongres partai politik. Bahkan istilah tersebut juga

digunakan untuk praktik korupsi politik yang lebih bersifat umum, seperti

keterlibatan anggota lembaga legislatif dalam penggelapan uang dari

proyek-proyek pemerintahan atau penerimaan suap dari pengusaha.

Namun demikian kurang dari satu dekade setelahnya, istilah politik uang

mulai digunakan dalam konteks yang lebih sempit. Saat ini, orang

menggunakan istilah politik uang untuk menggambarkan praktik yang

merujuk pada distribusi uang (uang tunai dan terkadang dalam bentuk

barang) dari kandidat kepala pemilih di saat pemilu. (Aspinall, 2015:2)

Karena itulah dari diskursus yang tergelar, belum ada kesimpulan

tegas mengenai money politics. Tidak ada batas-batas jelas antara praktik jual beli suara dan pengeluaran uang dari partai untuk keperluan yang


(29)

political financing atau pembiayaan kegiatan politik masih sangat kabur (Ismawan, 1999:4). Meskipun demikian bukan berarti tidak ada yang

mencoba mendefinisikan istilah money politic. Salah satunya, money politics biasa diartikan sebagai upaya mempengaruhi perilaku orang dengan menggunakan imbalan tertentu. Ada pula yang mengartikan

money politics sebagai tindakan jual beli suara pada sebuah proses politik dan kekuasaan. Tindakan itu dapat terjadi dalam jangkauan (range) yang lebar, dari pemilihan kepala desa sampai pemilihan umum di suatu

negara. (Ismawan, 1999:5).

a. BentukMoney Politic Dalam Pemilihan Kepala Desa

Uang yang dimaknai sebagai faktor penentu dalam membentuk

berbagai aspek yang mampu menciptakan kekausaan, atau dengan kata

lain sebagai sumber daya politik. Dalam proses pemilu menjelma dengan

berbagai bentuk yang tidak hanya dapat dilihat sebatas pemberian fresh money kepada para pemilih. Hal ini tidak terlepas dari konsep money politics itu sendiri, menurut Schffer & Schedler (2007, dalam Sumarto 2014: 31) money politics melibatkan “pasar dukungan politik” (electoral market) dengan “pembeli suara” (vote buyers) memberikan uang baik dalam bentuk utuh berdasarkan besaran nominalnya ataupun dalam

bentuk barang dan jasa sesuai dengan apa yang diinginkan oleh “penjual suara” (vote sellers), dan penjual suara menyerahkan suaranya sebagai wujud imbalan atas uang atau barang dan jasa yang telah di terimanya.


(30)

Sebagai strategi pemenang elektoral melalui pemberian materi, Susan.

C Stokes (2011) memulai penjelasannya dengan membedakan material

sumber daya yang didistribusikan sebagai strategi pemenangan bersifat

publik menyeluruh atau tidak. Jika sumber daya yang didistribusikan

bersifat publik dapat dikategorisasikan sebagai strategi pemenangan

programatik, sedangkan jika tidak bersifat publik atau barang publik yang

di “personalisasi” termasuk dalam strategi pemenangan non-programatik. Pada wilayah non-programatik inilah kemudian pemberian uang dengan

maksud untuk meraih dukungan suara pemilih dalam pemilu sebagai

praktek money politics hadir dalam dua bentuk yakni vote buying dan pork barrel.

Menurut Schaffer dan Schadler (dalam Schaffer (ed.) 2007: 18) tidak

semua transaksi komersial dapat diartikan sebagai praktek pembelian

suara, akan tetapi terdapat dua logika transaksi yang dapat dikatakan

sebagai praktek pembelian suara yakni: (1) para aktor yang terlibat

(penjual dan pembeli) terlibat dalam pertukaran yang efektif antara uang

dengan suara, jika pembeli tidak membayar penjual tidak akan

memberikan suaranya; (2) pembeli dan penjual mengerti apa yang sedang

mereka lakukan, bahwa mereka memasuki hubungan timbal balik dari

pertukaran antara uang dengan suara. Dalam hal ini pembelian suara


(31)

kepada pemilih memiliki harapan untuk memperoleh imbalan berupa

suara dari pemilih kepada kandidat yang telah memberikanya uang.

Menurut pengetahuan, pengamatan dan keterangan dari pada Kader

atau Botoh para Calon Kepala Desa dalam menjelang atau pada waktu

kampanye para Cakades menggunakan Money Politics dengan memberikan jasa baik yang berupa tenaga ataupun pikiran.Jenis jasa yang

berupa tenaga. Biasanya para calon pemimpin yang memeluk agama

Islam memberikan jasa dengan memberikan bantuan berupa kendaraan

baik kendaraan sendiri dan menyewa kendaraan untuk mengangkut

orang-orang yang akan mendatangi upacara-upacara agama Islam seperti

Isra’ Mikraj, Maulud Nabi, Nuzulul Qur’an yang jauh atau agak jauh dari

tempat tinggal mereka.

Edy Suandi Hamid (2009) melihat dari kacamata ekonomi, menilai

money politics mencul karena adanya hubungan mutualisme antara pelaku (partai, politisi, atau perantaranya) dan korban (rakyat). Keduanya saling

mendapatkan keuntungan dengan mekanisme money politics. Bagi politisi, money politics merupakan media instan yang dengan cara itu suara konstituen dapat dibeli. Sebaliknya, bagi rakyat money politics ibarat bonus rutin di masa pemilu yang lebih riil dibandingkan dengan

program yang dijanjikan. Filosofi manusia modern hidup berdasarkan


(32)

kebendaan. Diantara materi bebendaan yang dipandang memiliki nilai

tertinggi adalah uang. (sudjito 2009)

Cara bekerjanya money politics dalam kampanye sesalu melibatkan intermediary agent dengan tujuan untuk menghindari jeratan hukum yang ada secara diam-diam. Bagi Wang dan Kurzman (dalam Schaffer (ed.)

2007: 64) dalam prosesnya pelibatan agen penghubung sangat penting

dalam setiap pemilihan umum untuk menjaring suara pemilih pada level

lokal. Ketika seorang kandidat memutuskan untuk menggunakan money politics terdapat perbedaan keterampilan yang perlu dimiliki oleh seorang agen perhubungan salah satunya ialah pemahaman mengenai daerah

setempat. Dari situlah kemudia Wang dan Kurzman (dalam Scaffer (ed.)

2007: 64) menjelaskan dalam proses pembelian suara seorang kandidat

perlu menyewa politikus lokal atau agen penghubung lokal yang memiliki

pengetahuan lokal secara terperinci dengan kriteria: seseorang

mengetahui kepada siapaun ia akan memberikan uang, seseorang yang

dapat dipercaya, dan bagaimana hubungan ini dapat digunakan untuk

mempengaruhi pemilih.

Pemahaman mengenai daerah setempat inilah yang kemudian akan

memastikan ada atau tidaknya resiko yang akan ditimbulkan dari praktik

pembelian suara yang dilakukan. Hal ini karena jika dalam proses

perekrutan agen penghubung tidak mampu memilih yang tepat maka


(33)

65). Sehungga pemanfaatan jaringan pribadi kandidat yang memiliki

kedekatan sosial dipercayai oleh kandidat seperti teman satu sekolah,

tetangga dalam satu tempat tinggal, kepala desa, jaringan veteran dan

petani sering kali dimanfaatkan sebagai agen penghubung. (Wang dan

Kurzman dalam Schaffer (ed.) 2007: 69).

Pemanfaatan hubungan sosial pribadi yang dilakukan leh kandidat

sebagai agen penghubung bertujuan untuk mempermudah proses

pendistribusian uang ke lokasi perumahan, yang sangat beresiko

dilakukan oleh kandidat itu sendiri. Untuk itu menurut Wang dan

Kurzman (dalam Schaffer 2007: 71) dalam proses perekrutan agen

penghubung berlandasakan pada tiga kategori hubungan sosial:

1. Keluarga dengan memanfaatkan salah satu pemilih yang berasal dari

satu keluarga dengan kandidat bisa kponakan m\ataupun sepupu untuk

menjadi penghubung dalam proses pendistribuan uang kepada

keluarganya sendiri ataupun tetangga pemilih.

2. Teman yakni memanfaatkan hubungan pertemanan antara kandidat

dengan pemilih untuk mendistribusikan uang kepada saudara-saudara

pemilih.

3. Tetangga yakni memanfaatkan tetangga dimana ia tinggal untuk


(34)

2. Pemilih Pemula

Pemilihan umum merupakan salah satu ciri yang melekat pada negara

yang menganut paham demokrasi. Dengan demikian berarti pemilu

merupakan sarana yang penting untuk melibatkan rakyat dalam kehidupan

berdemokrasi di negaranya yaitu dengan memilih wakil-wakilnya dalam

kurun periode tertentu untuk menjalankan dan mengendalikan roda

pemerintahan. (Haryanto, 1984:81). Menurut pasal 1 ayat 22 UU Nomor 10

tahun 2008, pemilih adalah warga negara Indonesia yang telah genap berumur

17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin. Dalam peraturan Konstitusi

Pemilihan Umum No. 19 tahun 2008 tentang pedoman pelaksanaan kampanye

pemilihan umumn anggota dewan anggota dewan perwakilan rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat daerah menyebutkan:

“Pemilih adalah warga negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara

telah genap berusia 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin

dan tidak sedang dicambuk hak pilihnya.” (Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2008, pasal 1 ayat 12)

Pemilih pemula menurut Ganewati Wuryandari disebut pemilih muda

yaitu “seseorang yang baru pertama kali mengikuti pemilu”.

(GanewatiWuryandari, 1991:59). Penulis lebih cenderung memilih sebutan

pemilih pemula, karena dengan cara membahas definisi tiap kata jauh

diperoleh kebenaran defisi. Pemilih pemula terdiri dari kata “pemilih” dan “pemula”. Menurut kamus besar bahasa Indonesia pemilih adalah “orang yang


(35)

memilih”, sedangkan kata pemula memiliki arti “orang yang mulai atau m

ula-mula melakukan sesuatu”. Jadi pemilih peula-mula menurut dari kamus besar

bahasa Indonesia adalah semua orang yang untuk pertamakalinya memberi

hak pilihnya dalam Pemilihan Umum.

Pemilih di Indonesia dibagi menjadi tiga kategori. Yang pertama pemilih

rasional, yakni pemilih yang benar-benar memilih partai berdasarkan

penilitian dan analisis mendalam, kedua, pemilih kritis emosional, yakni

pemilih yang masih idealis dan tidak kenal kompromi. Ketiga adalah pemilih

pemula, yakni pemilih yang baru pertama kali memilih karena usia mereka

baru memasuki usia pemilih.

Peran pemilih dalam suatu pemilihan umum merupaka peran yang sangat

penting untuk menentukan arah demokrasi di sebuah Negara. Menurut Eep

Saefullah, untuk menjadikan pemilih sebagai penentu yang sebenarnya,

diperlukan setidaknya dua syarat, yaitu:

a. Pemilih memiliki pengetahuan minimal serta menggunakan akal sehat

dari pikiran dan hati nuraninya.

b. Pemilu yang demokratis, sebab semakin pemilu tersebut tidak

demokratismaka para pemilihnya semakin tidak menentukan.

Terdapat dua pilihan untuk para pemilih, pilihan pertama menggunakan


(36)

hubungan pertanggungjawaban, seperti kontrak dengan orang-orang yang

mereka pilih sendiri.

Dari pengertian-pengertian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa

pemilih pemula adalah Warga Negara Indonesia (WNI) yang pada hari

penghitungan suara sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun dan sudah/pernah

kawin serta yang sedang tidak dicabut hak pilihnya dan merupakan mereka

yang baru pertama kalinya memberikan suara mereka dalam pemilihan umum.

Pada Pemilu 2004, ada 50.054.460 juta pemilih pemula dari jumlah

147.219 juta jiwa pemilih dalam pemilu. Jumlah itu mencapai 34 persen dari

keseluruhan pemilih dalam pemilu. Jumlah tersebut lebih besar dari pada

jumlah perolehan suara partai politik terbesar pada waktu itu, yaitu Partai

Golkar yang memperoleh suara 24.461.104 (21,62 persen) dari suara sah.

Sementara pada Pemilu 2009 lalu, potensi suara pemilih pemula juga sangat

luar biasa. Pada Pemilu 2009 kita tahu Partai Demokrat menjadi pemenang

Pemilu dengan memperoleh 21 juta suara. Angka itu masih lebih kecil dari

jumlah jumlah pemilih pemula yang ada di kisaran 30 jutaan. (Mahfud MD,

Kompasiana.com:2015)

3. Pemilihan Kepala Desa

Pilkades merupakan sebuah lembaga demokrasi lokal (desa) yang mana


(37)

rekrutmen pemimpin desa. Rekrutmen pemimpin desa (kepala desa) akan diisi

oleh satu elite pada akhirnya. Lebih jauh lagi, rekrutmen semacam ini dapat

diartikan sebagai proses ke arah pengisian (staffing) peran-peran politik yang mana di satu sisi menyangkut transformasi peran nonpolitik menjadi layak

memainkan peran politik dan sisi lainnya adalah seleksi untuk menduduki

posisi politik yang tersedia namun demikian, maksud dari rekrutmen ini

adalah proses yang memiliki penekanan pada kelayakan dan seleksi. Lay

dalam Dewi, 2009, hal. 22)

Rekrutmen yang berdasarkan pada kelayakan dan seleksi seperti di atas

menjadi penting perannya karena akan dilihat nilai-nilai dan distribusi

pengaruh politik baik dari diri pemimpin itu maupun mereka yang

dipimpinnya di dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu, pola rekrutmen

semacam ini dapat mengungkapkan derajat tipe keterwakilan politik, struktur

dan perubahan peran politik, serta basis stratifikasi sosial dalam masyarakat.

Dengan harapan bahwa rekrutmen yang dilakukan jangan sampai muncul

oligarki atau kekuasaan yang hanya dpegang oleh elit. (Lay dalam Dewi,

2009, hal. 22)

Selain menjadi sarana rekrutmen pemimpim, pilkades juga sekaligus bisa

dipahami sebagai ajang kontes politik para kandidat yang akan menjadi kepala

desa. Konsistensi politik ini dapat diikuti siapapun yang memenuhi syarat

secara yuridis. Masyarakat desa tidak hanya memilih atau menjadi pemilih


(38)

Pemilihan kepala desa dianggap sebagai arena demokrasi dan sekaligus

sebagai arena perolakan politik seru di desa, karena melibatkan kompetisi

aktor-aktor politik dan mobilisasi massa besar-besaran secara langsung.

Pilkades merupakan sebuah opera demokrasi yang diiringi berbagai intrik

pertarungan, perang status dan tentunya spekulasi besar-besaran.

Dalam hal pengisian Kepala Desa berdasarkan UU No 5 Tahun 1979, desa

belum memiliki kewenangan secara luas untuk melaksanakan pilkades, karena

segalanya masih diatur oleh pemerintah provinsi. Sedangkan UU No. 22 tahun

1999, kewenangan secara luas untuk melaksanakan pemilihan Kepala Desa

ada pada desa itu sendiri. Sedangkan pemerintah diatasnya bersifat

memfasilitasi penyelenggaraan pemilihan kepala desa. Menurut UU No 6

tahun 2015 kewenangan yang dimiliki secara otonom untuk melaksanakan

pemilihan Kepala Desa adalah mulai dari pengumuman kekosongan Kepala

Desa, pembentukan panitia, penjaringan bakal calon kepala desa sampai pada

tahap pelaksanaannya, pengesahan kepala desa terpilih kewenangan masih ada

pada Bupati/Walikota.

Sementara, seiring diundangkannya Perda Kabupaten Pati No. 11 tahun

2014 tentang Kepala Desa, membawa sejumlah perubahan. Diantaranya,

ketentuan berkait pengisian penjabat kades. Jika mengacu pada peraturan

sebelumnya, penjabat kades yang telah menjabat enam bulan tetapi belum

juga terlaksana pilkades bisa diangkat kembali (diperpanjang) untuk enam


(39)

kades yang telah menjabat selama enam bulan dan belum juga terlaksana

pilkades, maka tidak masa jabatannya tidak bisa diperpanjang lagi melainkan

diisi oleh PNS. Ketentuan tersebut disebut mengacu pada UU No 6 tahun

2014 tentang Desa dan PP 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Mengingat, ketentuan

tentang masa jabatan PNS yang menjabat Pj kades sampai dengan terpilihnya

kades definitif. Tugas, wewenang, dan haknya juga sama dengan kades

definitif. (diakses dari

http://www.patikab.go.id/2014/10/04/pilkades-serentak-digelar-awal-2015 tanggal 4 November pukul 15:15)

Seorang kandidat politik yang telah menyatakan dirinya terjun dalam

persaingan untuk memperebutkan jabatan politis tentunya tidak lepas dari

tujuan yang hendak dicapai. Secara kasat mata jelas bahwa jika mencalonkan

diri sebagai kepala desa itulah yang menjadi targetnya. Namun di balik itu

kemungkinan ada motiv lain yang sebenarnya menjadi tujuan seseorang.

Dapat kita pahami bahwa esensi politik adalah kekuasaan . hal ini karena

politik adalah mencari, mempertahankan, dan memanfaatkan kekuasaan

(Moch Nurhasim, 2003). Sedangkan esensi kekuasaan adalah kepentingan.

Hal ini dikarenakan dalam kehidupan, kepentingan merupakan elemen

dasarnya. Dengan kata lain semua orang memiliki kepentinhan baik yang

bersifat manifest (nampak) maupun yang bersifat latent (tersembunyi).

Nico L. Kana dari hasil penelitiannya mengidentifikasi beberapa


(40)

kepala desa. Motivasi untuk menjadi kepala desa didasarkan atas beberapa

hal, antara lain: (1) adanya peluang untuk memenagkan pilkades, ini

disebabkan oleh tidak adanya tokoh yang lebih kuat mencalonkan diri dan

popularitas yang luas termasuk besarnya kekerabatan. (2) motivasi untuk

melanjutkan kepemimpinan yang didasarkan keturunan (trah), atau

mengembalikan kepemimpinan yang telah berpindah ketangan kelompok

(trah) lain (3) mendapat “restu” dukungan dari lapisan tokoh masyarakat di

desa, seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, penyandang dana, sesepuh,

bahkan dukun atau guru spiritual (Nico L. Kana, 2001)

Secara khusus motivasi untuk mencalonkan diri menjadi kepala desa juga

didasarkan bukan atas dasar kalkulasi politik melainkan yang tidak berkaitan

dengan orientasi jabatan hanya sekedar untuk menunjukkan independensi

sebagai tokoh meskipun tidak akan berhasil memenangkan persaingan. Tetapi

motivasi ini tentunya menjadi tidak signifikan dalam percaturan kekuatan

politik lokal dipedesaan. Beberapa pertimbangan di atas dapat dikatakan

sebagai corak yang bersifat tradisional.

Dalam corak yang lain, perimbangan untuk menjadi kepala desa dapat

juga didasarkan atas pertimbangan yang bercorak modern. Corak modern ini

antara lain: dengan mempertimbangkan pendidikan; atau dengan melakukan

observasi awal sebagai tradisi jumlah dukungan atau semacam jajak pendapat.

Selain itu juga perimbangan-pertimbangan lain yng diacu oleh calon kepala


(41)

berorganisasi (seperti: karang taruna, organisasi politik, dan lain-lain);

keinginan atau janji-janji demi keinginan publik (seperti memajukan desa,

meniungkatkan kesejahteraan, menjadikan desa telatdan, dan lain-lain); serta

pertimbangan praktis, seperti: mendapat pekerjaan atau menutup peluang

peluang kerja, meningkatkan status ekonomi; dan untuk memperoleh

kepuasan yang akan dinikmati karena sebagai pemimpin berpengaruh di desa

(sebagai elit) (Nico L. Kana, 2001)

Kekuatan (power) keberadaannya adalah terbatas. Hal ini digambarkan oleh Mac Iver bahwa kekuasaan dalam masyarakat berbentuk piramida

(Miriam Budiarjo,1992:36). Bagi pemegang kekuasaan biasanya mempunyai

kecendrungan monopolis dan berusaha melanggengkan kekuasannya. Masalah

ini identik dengan hukum besi oligharkhi sebagaimana dikemukakan Robert

Michels, yang menyatakan bahwa ada kecendrungan umum bagi kekuasaan

untuk menjadi terkonsentrasi pada suatu tangan elite yang keputusan dan

tindakannya secara bertahap diarahkan untuk mempertahankan kekuasaan

daripada meningkatkan kepentingan rakyat (Doyle Paul Jonson, 1994:80).

Sementara itu bagi pihak-pihak yang tidak memiliki kekuasaan, tentu akan

menggunakan segala cara untuk merebut kekuasaan. Antara yang akan

mempertahankan kekuasaan dan yang ingin merebut atau memperbesar

kekuasaan akhirnya terjadi persaingan (kontestasi).

Sebagaimana digambarkan oleh Ritzer bahwa kekuasaan selalu


(42)

akan berusaha mempertahankan status quo sedang yang dikuasai berusaha untuk mengadakan perubahan (George Ritzer, 1992: 31). Lebih jauh lagi

seorang ahli sejarahnInggris, Lord Acton telah memperingatkan masalah

kekuatan ini jika tidak terkontrol dengan baik maka dapat menimbulkan

tindakan yang korup dan tidak terpuji. Acton secara tegas menyatakan power tends to corrupt, but absolute power currupts absolutely (Miriam Budiarjo,1992: 52)

Di sisi lain bahwa untuk mempertahankan dan merebut kekuasaan

diperlukan sumber daya atau modal. Bagi yang memiliki akses terhadap

model, baik modal meteriil tentu akan memiliki peluang yang lebih daripada

yang tidak memiliki akses terhadap modal. Akses terhadap model biasanya

dikuasai oleh para elit-elit. Oleh karenanya elit-elit inilah dimanapun selalu

memiliki peluang besar untuk berkonsestasi termasuk dalam perebutan

kekuasaaan. Sementar itu, bagi pihak yang tidak memiliki modal, walaupun

kesempatannya salam, tetapi dapat dipastikan akan selalu kalah dalam

persaingan.

Dalam konteks Pilkades, hal ini dapat dilihat ketika yang tampil sebagai

kontestan adalah calon-calon yang memiliki akses sumber daya yang besar:

bisa sumber ekonomi, politik, budaya tentunya akan memiliki peluang besar

untuk memenangkan persaingan. Calon-calon kepala desa biasanya


(43)

politik, atau tokoh masyarakat lainnya yang memiliki dukungan meterial atau

massa tertentu.

Sebaliknya, walaupun seluruh warga punya hak untuk mencalonkan diri,

tetapi bagi apabila ia tidak memiliki akses sumber daya besar, sampai

kapanpun tidak akan pernah bisa menang. Seorang buruh misalnya, yang

hari-harinya hanya bekerja pada orang lain, tentu akan sulit untuk mendapatkan

dukungansuara jika ia mencalonkan diri sebagai kepala desa. Selain karena

tidak memiliki modal material, modal non material atau ketokohan juga tidak

dimilikinya.

Oleh karenanya untuk memenangkan persaingan diperlukan akses sumber

daya tertentudan itu hanya dimiliki oleh orang-orang yang tergolong sebagai

elit. Dapat dipahami bahwa elit-elitlah yang memiliki peluang untuk

memperoleh kekuasaan dalam setiap kontestasi, khususnya yang

membutuhkan dukungan sumber daya.

E. Definisi Konsepsional

Definisi konsepsipnal adalah suatu metode untuk menjelaskan mengenahi

pembatasan pengertian antara konsep yang satu dengan konsep yang lainnya,

sedangkan konsep merupakan abstraksi mengenahi satu fenomena yang

dirumuskan atas dasar generalisasi dan sejumlah karakteristik kejadian, hal ini

digunakan agar dalam penulisan tidak terjadi kesalahpahaman. Adapun definisi


(44)

1. Money Politics

Money Politics sebagai tindakan jual beli suara pada sebuah proses politik dan kekuasaan. Tindakan itu dapat terjadi dalam jangkauan (range) yang lebar, dari pemilihan kepala desa sampai pemilihan umum di suatu negara.

2. Pemilih Pemula

Pemilih pemula adalah Warga Negara Indonesia (WNI) yang pada hari

penghitungan suara sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun dan sudah/pernah

kawin serta yang sedang tidak dicabut hak pilihnya dan merupakan mereka

yang baru pertama kalinya memberikan suara mereka dalam pemilihan umum.

3. Pemilihan Kepala Desa

Pemilihan Kepala Desa adalah ajang demokrasi yang dilaksanakan di

tingkat desa untuk menentukan kepala desa yang baru yang berlangsung

secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

F. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan unsur penelitian yang memberitahukan

bagaimana cara mengukur suatu variable. (Masri Singarimbundan Sofyan

Effendi, 1989: 23) Dengan kata lain definisi operasional ini akan memberikan

gambaran mengenai variable apasaja yang dapat digunakan untuk membatu

sebuah penelitian.Untuk memahami definisi operasional dalam penelitian ini,

peneliti menyusun indikator-indikator yang berangkat dari variabel-variabel


(45)

1. Money Politics

Money politic lebih fokus kepada hal-hal yang dilakukan oleh calon pemimpin agar dapat mendapatkan simpati dari warga pemilih yang sudah

didaftar oleh tim sukses mereka masing-masing. Adapun jenis-jenis praktik

pembelian suara yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Uang

Uang adalah cara yang paling banyak dilakukan oleh calon pemimpin

untuk membeli suara warga sebelum proses pencoblosan. Biasanya

pemberian uang ini dilakukan ketika waktu fajar tepat dihari pemilihan,

warga biasa menyebut ini dengan “serangan fajar” b. Barang

Barang yang dimaksud oleh penulis adalah suatu bentuk politik uang

yang bukan berupa uang melainkan lebih mengarah ke barang yang bisa

dimanfaatkan langsung oleh warga, misalnya saja sembako, alat-alat

kesenian, fasilitas olahraga, maupun penambahan fasilitas untuk masjid

atau mushola.

c. Tenaga

Tenaga biasanya digunakan bagi mereka yang akan mengadakan

hiburan untuk warga, misalnya pengajian, pertunjukan tradisional


(46)

kampanye untuk memilih calon pemimpin yang mengadakan acara

tersebut.

2. Kriteria Pemilih Pemula

Kriteria pemilih pemula dalam pemilihan kepala desa Sidomukti

Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati 2015 dapat dilihat dari indikator

sebagai berikut:

a. Usia

Bagi warga negara Indonesia yang sudah berusia 17 dan baru pertama

kalinya ikut berpartisipasi dalam pesta demokrasi baik itu pilkades, pileg,

maupun pemilu.

b. Status Perkawinan

Bagi warga negara Indonesia yang sudah menikah atau pernah

menikah walaupun mereka belum belum berusia 17 tahun dan setelah

pernikahannya dia baru pertama kalinya mengikuti pemilu dan baru

pertama kalinya terdaftar sebagai DPT.

c. Pendidikan

Yang penulis maksud dengan tingkat pendidikan adalah status orang

dalam pengalamannya mengikuti pendidikan pada masa lalunya seperti

SD, SMP, SMA, atau perguruan tinggi yang sedang dilaksanakan.

Untuk menyimpulkan konsep dari definisi konsepsional dan definisi


(47)

1 Politik Uang Uang, Barang dan Jasa

1. Politikuang marak terjadi dalam Pilkades 2015 2. Politik barang marak terjadi dalam Pilkades 2015 3. Politik jasa marak terjadi dalam Pilkades 2015

4. Politik uang dilakukan oleh tim sukses atau kader dari calon kepala desa 5. Bantuan berupa uang kepada elemen masyarakat

6. Bantuan berupa barang kepada elemen masyarakat 7. Bantuan berupa jasa kepada elemen masyarakat

8. Sering atau intens pengadaan kegitan sosial oleh calon kades 9. Politik uang mempengaruhi pilihan masyarakat

10.Masyarakat menyetujui praktek money politics 11.Kegiatan praktek politik uang berlangsung tertutup 12.Kegiatan praktek politik jasa berlangsung tertutup 13.Kegiatan praktek politik barang berlangsung tertutup

14.Masyarakat hanya mengambil uang dan tidak menjamin memilih pembeli suara

2 Pemilih Pemula

Usia, Status Perkawinan, Pendidikan

1. Masyarakat tertarik dalam proses pilkades 2. Masyarakat berpartisipasi dalam pilkades

3. Pemilih pemula sudah berusia 17 tahun atau sudah berkeluarga 4. Keikutsertaan pemilih pemula menguatkan proses demokrasi 5. Partisipasi pemilu menunjukkan sebuah integritas


(48)

deskriptif kuantitatif. Penelitian deskriptif bermaksud membuat pemeriaan

(penyandaraan) secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan

sifat populasi tertentu. (Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, 2008:4)

Sedangkan penelitian kuantitatif adalah penelitian yang dilakukan untuk

menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antar variabel.

Variabel-variabel ini diukur (biasanya dengan instrumen penelitian) sehingga

data yang terdiri dari angka-angka dapat dianalisis berdasarkan prosedur

statistik.(Juliansyah Noor, 2011: 38)

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sidomukti, Kecamatan Margoyoso,

Kabupeten Pati, Provinsi Jawa Tengah. Dengan alasan ingin mengetahui

apakah money politic mempunyai dampak untuk para pemilih pemula pada pemilihan Kepala Desa tahun 2015. Penulis memilih Desa Sidomukti untuk

penelitian karena penulis menyadari bahwa saat ini kurang sekali penelitian

tentang politik di tingkat desa, terlebih lagi penelitian tentang money politic yang jarang diteliti.


(49)

3. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling a. Populasi

Populasi adalah seluruh elemen/anggota dari suatu wilayah yang menjadi

sasaran penelitian atau merupakan keseluruhan (universum) dari objek penelitian.(Juliansyah Noor, 2011: 147).Dalam penelitin ini yang menjadi

populasi adalah seluruh pemilih pemula warga di Desa Sidomukti, Kecamatan

Margoyoso, Kabupaten Pati yang terdaftar sebagai daftar pemilih tetap (DPT)

pada Pemilihan Kepala Desa 2015. Pemilih pemula yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah warga yang berusia 17 hingga 22 tahun yang baru

mempunyai hak suara pada pemilihan kepala desa 2015.

Berdasarkan hasil pra-survei, peneliti tidak mendapatkan jumlah pasti

berapa banyak warga dalam DPT yang terdaftar sebagai pemilih pemula,

peneliti hanya menjumpai dokumen tertulis terkait jumlah warga total DPT

saja. Menyikapi hal tersebut, peneliti menetapkan sendiri kriteria pemilih

pemnula, yaitu warga yang berusia 17 hingga 18 tahun yang baru

berpartisipasi dalam pemilihan umum, tepatnya dalam Pemilihan Kepala

Desa. Berdasarkan hasil pencarian data dalam DPT, prakiraan jumlah pemilih

pemula yang termasuk ke dalam DPT adalah sejumlah 371orang. Adapun

rinciannya adalah sebagai berikut:

 Jumlah pemilih pemula wilyah pemilihan I berjumlah 120 orang


(50)

 Jumlah pemilih pemula wilayah pemilihan III berjumlah 134 orang b. Sampel dan Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampling yang digunakan dalam penelitian ini

adalah proportionate stratified random sampling. Proportionate stratified random sampling adalah teknik pengambilan sampling dengan memperhatikan strata (tingkatan) yang ada dalam populasi.(Juliansyah

Noor, 2011: 152) Untuk menentukan besarnya sampel penelitian, peneliti

menggunakan rumus slovin. Cara menentukan jumlah sampel

menggunakan rumus slovin adalah sebagai berikut:(Juliansyah Noor,

2011: 158)

� = + N x eN 2

� = Jumlah elemen/anggota sampel. N = Jumlah elemen/anggota populasi.

e = Error level (tingkat kesalahan) (catatan: umumnya digunakan 1% atau 0,01; 5% atau 0,05; 10% atau 0,1)

Penelitian ini menggunakan error level 10%, maka dapat dihitung jumlah sampel sebagai berikut:

� = + × , 2


(51)

Setelah diketahui jumlah sampel dari populasi, selanjutnya jumlah

sampel tersebut dibagi secara proporsional ke dalam tiap kelompok

sampel. Pembagian kelompok sampel dalam penelitian ini berdasarkan

pada jumlah wilayah pemilihan yang ada di Desa Sidomukti yakni

sejumlah tiga wilayah. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai

berikut:

�� =NiN × �

i = Jumlah sampel setiap kelompok

� = Jumlah elemen/anggota sampel yang mewakili populasi. Ni= Jumlah elemen/anggota populasi stiap kelompok.

N = Jumlah elemen/anggota populasi.

Berdasarkan rumus di atas maka dapat ditentukan jumlah sampel di

setiap wilayah pemilihan sebagai berikut:

 Jumlah sampel wilayah pemilihan I :

× = , ≈

 Jumlah sampel ranting wilayah pemilihan II :

× = , ≈

 Jumlah sampel wilayah pemilihan III :


(52)

4. Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner/angket, wawancara dan dokumentasi.

a. Kuesioner/angket

Kuesioner/angket merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan

memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden

dengan harapan memberikan respons atas daftar pertanyaan

tersebut.Adapun jennis daftar pertanyaan yang digunakan adalah daftar

pertanyaan tertutup.

b. Wawancara

Selain menggunakan kuesioner/angket, penelitian ini juga

menggunakan wawancara sebagai salah satu teknik pengumpulan data.

Wawancara terhadap beberapa responden diperlukan untuk memperdalam

informasi terkait beberapa indikator yang memang masih perlu dikaji

lebih dalam.

c. Dokumen

Dokumen yang digunakan sebagai penunjang dalam penelitian ini

adalah buku, peraturan perundang-undangan dan data dari internet yang


(53)

5. Teknik Analisa Data

Dalam melakukan analisa data peneliti tidak hanya menggunakan

intepretasi terhadap data yang sudah diperoleh, tetapi peneliti juga

menggunakan instrumen bantuan berupa aplikasi statistik yakni SPSS.

Penggunaan SPSS dimaksudkan untuk meminimalisir tingkat kesalahan dalam

penghitungan rekapitulasi data primer yang bersifat persentase serta untuk

memudahkan peneliti dalam menyajikan hasil olahan data berbentuk tabel dan

bar chart.

Adapun tahapan analisa data yang dilakukan melalui dua tahap utama.

Tahap pertama dilakukan dengan mengolah data primer berupa

kuesioner/angket yang telah diisi oleh sampel dengan menggunakan aplikasi

SPSS yang akan menghasilkan informasi dalam bentuk tabel dan bar chart yang berisi persentase.

Tabel dan bar chart yang dihasilkan merupakan hasil analisa terhadap setiap variabel dan pertanyaan-pertanyaan yang tertulis dalam

kuesioner/angket. Tahap kedua adalah intepretasi peneliti terhadap informasi

yang dihasilkan oleh aplikasi SPSS. Intepretasi peneliti dituangkan dalam


(54)

A. Profil Desa Sidomukti

Gambar 1.1 Peta Desa Sidomukti

Sumber: Google Map 1. Kondisi Geografis

a. Letak Wilayah

Desa Sidomukti merupakan salah satu dari total 406 desa yang

terdapat di Kabupaten Pati bagian utara. Jarak Desa Sidomukti dari

pusat ibukota kabupaten adalah 16km di bagian utara. Secara

administratif Desa Sidomukti memiliki luas wilayah mencapai

371.511 Ha ini terdiri dari 4 Dusun, 4 RW dan 19 RT.Dari segi

letaknya, Desa Sidomukti merupakan daerah yang tepat untuk


(55)

nelayan karena jarak desa dari bibir pantai masih berkisar antara

kurang lebih 10km.Desa Sidomukti memiliki industri potensi

perindustrian dan perkebunan yang sangat berpengaruh untuk

perkembangan perekonomian desa. Desa ini memiliki banyak lahan

perkebunan dan sawah, ini yang juga dapat menjadikan penduduk

desa sidomukti bermata pencaharian sebagai petani daripada sebagai

nelayan yang bekerja di laut maupun di tambak.

b. Batas Wilayah

Meskipun tidak berada di pusat kota, Desa Sidomukti menjadi

salah satu dari daerah industri, Desa ini menjadi salah satu penyokong

pendapatan daerah Kabupaten Pati. Adapun batas administrasi Desa

Sidomukti adalah sebagai berikut:

1. Utara : Desa Ngemplak Kidul

2. Barat : Desa Tunjungrejo dan Desa Sonean

3. Selatan : Desa Mojoagung

4. Timur : Desa Pohijo

Desa Sidomukti juga terbagi menjadi 4 dusun, berikut adalah


(56)

4. Dusun Kampung Anyar

2. Kependudukan

Desa Sidomukti termasuk dalam salah satu desa industri yang

terdapat di Kabupaten Pati. Selain bermatapencaharian sebagai petani,

sebagianpenduduk dari desa ini bekerja sebagai buruh di industri

pembuatan tepung tapioka. Desa Sidomukti terdiri dari 1371 kepala

keluarga. Adapun rincian data kependudukan Desa Sidomukti adalah

sebagai berikut :

Tabel 2.1

Jumlah Penduduk Menurut Klasifikasi Umur atau Pendidikan No Kelompok

Umur

Laki-Laki Perempuan Jumlah

1 0-3 tahun 310 314 576

2 4-6 tahun 143 144 239

3 7-12 tahun 119 131 202

4 13-15 tahun 157 160 269

5 16-18 tahun 216 220 388

6 19 tahun ke

atas

1658 1740 3553

Jumlah 2603 2709 5312


(57)

Masyarakat Petani 581

Masyarakat Buruh/Tani 986

Masyarakat Tidak Bekerja 330

Masyarakat Pedagang 156

Home Industri 75

PNS 29

Pensiun 7

Lain-lain 2808


(58)

Struktur Organisasi Desa Sidomukti

Sumber: Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (LPPD) 2015

2. Tugas Pokok dan Fungsi Pemerintah dan Pejabat Desa

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa

menjelaskan secara tegas susunan organisasi pemerintahan desa,

yakni: Pemerintahan Desa terdiri atas: Pemerintah Desa dan Badan

Permusyawaratan Desa (BPD). Selanjutnya, Pemerintah Desa

meliputi: Kepala Desa dan Perangkat Desa. Berikut adalah tugas


(59)

Bupati

b. Fungsi :

1. Pelasksanaan kegiatan pemerintahan desa;

2. Pelaksanaan kegaitan ekonomi dan pembangunan;

3. Pelaksanaan kegaitan perberdayaan masyarakata dan

kesejahteraan rakyat;

4. Penyelnggaraan ketentraman dan ketertiban umum;

5. Pelaksanaan kegiatan ketatausahaan

Sekretaris Desa berkedudukan sebagai unsur staf pembantu Kepala

Desa dan memimpin Sekretariat Desa. Sekretaris Desa mempunyai

tugas mengkoordinir dan menjalankan administrasi pemerintahan,

pembangunan, kemasyarakatan dan keuangan desa serta memberikan

pelayanan administrasi bagi pemerintah desa dan masyarakat. Berikut

adalah tugas pokok dan fungsi Sekretaris Desa:

a. Tugas Pokok

Membantu kepala desa melaksanakan tugas-tugas

ketatausahaan yang meliputi administrasi, kepegawaian,

keuangan, umum, perlengkapan, perencanaan, evaluasi dan

pelaporan.


(60)

3. Pelaksanaan pengurusan surat menyurat dan kearsipan;

4. Pelaksaanaan pengurusan administrasi kepegawaian;

5. Pengelolaan administrasi keuangan;

6. Pelaksanaan urusan perlengkapan dan kerumahtanggan desa;

7. Penyelenggaraan rapat-rapat dinas, upacara, penerimaan tamu

dan acara kedinasan lainnya di luar kegiatan yang telah

tercakup dalam seksi lain

Kepala Urusan Pemerintahan berkedudukan sebagai unsur

sekretariat, yang bertannggungjawab kepada kepala desa melalui

sekretaris desa.Berikut adalah tugas pokok dan fungsi Kaur

Pemerintahan:

a. Tugas Pokok

Membantu kepala desa melaksanakan pembinaan pemrintahan

desa dan pembinaan rukun warga.

b. Fungsi

1. Penyusunan program dan kegiatan pemerintahan desa

2. Pelaksanaan program dan kegiatan pemerintahan desa

3. Pemberian pelayanan kepada masyarakat di bidang


(61)

perberhentian Kepala Lingkungan, Ketua RW dan Ketua

RT

6. Pelaksanaan administrasi pertanahan

7. Pelaksanaan fasilitsi kegiatan dalam rangka pemilihan

Kepala Daerah dan Pemilihan Umum

8. Pelaksanaan evaluasi dan pengendalian penyenggaraan

pemerintahan desa

9. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai

tugas dan fungsinya

Kepala Urusan Umum berkedudukan sebagai unsur sekretariat

yang bertanggungjawab kepada kepala desa melalui sekretaris desa.

Berikut adalah tugas pokok dan fungsi Kaur Umum:

a. Tugas Pokok

Membantu Sekretaris Desa dalam melaksanakan administrasi

umum, tata usaha dan kearsipan, pengelolaan inventaris

kekayaan desa, serta mempersiapkan bahan rapat dan laporan.

b. Fungsi:

1. Pelaksanaan, pengendalian dan pengelolaan surat masuk

dan surat keluar serta pengendalian tata kearsipan


(62)

kantor

5. Pengelolaan administrasi perangkat DesaPersiapan

bahan-bahan laporan; dan

6. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris Desa.

Kepala Urusan Kesejahteraan Masyarakat ( Kaur Kesra ) di

pemerintahan desa juga mempunyai tugas dan fungsi yang tidak bisa

dikatakan mudah. Karena perangkat desa yang membidangi Kesra ini

langsung berhubungan dengan kondisi dan situasi di masyarakat desa.

Terutama untuk urusan pemberdayaan, sosial budaya dan keagamaan.

Berikut adalah tugas dan fungsi kaur kesra:

a. Tugas Pokok

Membantu kepala desa dalam menyiapkan bahan penyusunan

program dan melaksanakan pembinaan sosial dan kesejahteraan

masyarakat

b. Fungsi :

1. Penyusunan Program Pemberdayaan masyarakat dan

kesejahteraan rakyat

2. Pemberian pelayanan kepada masyarakat di bidang


(63)

kesejahteraan rakyat

5. Pelaksanaan fasilitasi kegiatan pemberdayaan masyarakat

dan kesejahteraan rakyat

6. Pelaksanaan pemberian pelayanan terhadap

kegiatan-kegiatan Pemberdayaan Masyatakat dan Kesejahteraan

Rakyat.

Kepala Urusan Keuangan(Kaur Keuangan) Desa Sidomukti

memiliki Tugas Pokok dan Fungsi sebagai berikut:

a. Tugas Pokok

Membantu Sekretaris Desa dalam melaksanakan pengelolaan

sumber pendapatan Desa, pengelolaan administrasi keuangan

Desa dan mempersiapkan bahan penyusunan APB Desa.

b. Fungsi

1. Pelaksanaan pengelolaan administrasi keuangan Desa

2. Persiapan bahan penyusunan APB Desa; dan

3. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris Desa

Kepala dusun berkedudukan sebagai perangkat pembantu kepala

desa dan unsur pelaksana penyelenggara pemerintah desa di wilayah


(64)

Membantu kepala desa dalam menyelenggarakan pemerintahan,

pembangunan, dan kemasyarakatan di wilayah kerjanya sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Fungsi

1. Melaksanakan kegiatan pemerintahan, pembangunan,

kemasyarakatan, ketentraman dan ketertiban diwilayah

kerjanya;

2. Membantu kepala desa dalam kegiatan penyuluhan,

pembinaan dan kerukunan warga diwilayah kerjanya;

3. Melaksanakan keputusan dari kebijaksanaan kepala desa

diwilayah kerjanya;

4. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh kepala

desa.

BPD sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Desa

BPD dibentuk berdasarkan usulan masyarakat Desa yang

bersangkutan.

BPD befungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa,

menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.


(65)

Desa dan Peraturan Kepala Desa;

3. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala

Desa;

4. Membentuk Panitia Pemilihan Kepala Desa;

5. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan

menyalurkan aspirasi masyarakat;

6. Memberi persetujuan pemberhentian/ pemberhentian

sementara Perangkat Desa;

7. Menyusun tata tertib BPD

C. Visi dan Misi Desa Sidomukti 1. Visi Desa Sidomukti

Membangun desa dengan tata kelola pemerintahan yang baik dan jujur

guna mewujudkan masyarakat desa yang aman, damai, makmur, dan

sejahtera.

2. Misi Desa Sidomukti

a. Melakukan reformasi sistem kinerja aparatur pemerintahan desa

guna meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

b. Menyelenggarakan pemerintahan yang bersih, terbebas dari


(66)

berupa penyuluhan khusus kepada UKM, wiraswasta dan petani.

e. Meningkatkan mutu kesejahteraan masyarakat untuk mencapai

taraf kehidupan yang lebih baik dan layak sehingga menjadi desa

yang maju dan mandiri.

3. Strategi Desa Sidomukti

a. Pengalokasian anggaran berdasarkan skala prioritas agar program

pemerintahan desa dapat berjalan secara cepat, tepat dan akurat

yang ditunjang dengan peningkatan kesejahteraan aparatur dan

lembaga yang ada dengan mengedepankan manajemen

pemerintahan dan pelayanan publik.

b. Penataan administrasi pemerintahan desa.

c. Memberdayakan lembaga yang ada dan mengoptimalkan kegiatan

pemuda dan olahraga guna menekan tingkat kenakalan remaja.

d. Peningkatan sumber daya masyarakat agar masyarakat menjadi

lebih produktif dan mampu berdaya saing menghadapi

perkembangan lingkungan.

e. Meningkatkan pengembangan kegiatan keagamaan

f. Peningkatan pengelolaan jalan desa, jalan lingkungan, gang, sarana

air bersih, saluran air pertanian, sarana keagamaan dan pendidikan


(67)

yang ada di Desa Sidomukti adalah di sektor Pertanian, perindustrian, dan

UMKM. Salah satunya, dalam hal ini terbukti dengan adanya UMKM atau

Home Industri dihampir setiap dusun. Sehingga mayoritas penduduk di Desa

Sidomukti bekerja pada sektor pertanian, industri dan perdagangan. UMKM

yang berkembang di Desa Sidomukti yaitu ceriping singkong,kerupuk

bawang, kacang kulit, nata de casava, dll. Sedangkan, untuk Pertanian

mayoritas adalah padi, ketela, tebu.

E. Tata Cara Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa

Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 11 Tahun 2014 tentang Kepala Desa

pasal 8 menyebutkan bahwa Pemilihan Kepala Desa dipilih langsung oleh penduduk desa

dan pemilihan Kepala Desa bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,

dan adil yang dilaksanakan melalui tahap persiapan, pencalonan, pemungutan

suara, dan penetapan.

Untuk pelaksanaan persiapan pemilihan Kepala Desa, Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) membentuk panitia pemilihan yang terdiri dari unsur

perangkat desa, pengurus lembaga kemasyarakatan, dan tokoh masyarakat.

Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 11 Tahun 2014 tentang Kepala


(1)

105 Rifai A. 2003. Politik Uang Dalam Pemilihan Kepala Daerah. Jakarta: Gahalia

Indonesia

Suhartono, et al. 2001. Politik Lokal. Yogyakarta: Penerbit Laper

Schaffer, F. dan Schandler, A. What is Vote Buying, dalam Schaffer (ed.) 2007. “Election For Sale The Causes and Consequenses of Vote Buying”. London: Lynne Reinner Publisher

Stoke, S. 2009. Pork by Any Other Name Building Conceptual Scheme of Distributive Politics, dalam Kolaborasi buku yang di editori oleh Valeria Brusco, Thad Dunning & Marcelo Nazareno.

Sugiyono. 2013. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta

Sumarto, M. 2014. Perlindungan Sosial dan Klientelisme Makna Politik Bantuan Tunai Dalam Pemilihan Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Wang, S. & Kurzman, C. The LogisticsHow To Buy Vote, dalam Schaffer (ed.)

2007, “Election For Sale The Causes and Consequences of Vote Buying” London: Lynne Reinner Publisher

PRODUK HUKUM

Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia pasal 1 ayat 2

Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 11 tahun 2014 tentang Kepala Desa Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 19 Tahun 2008, Pasal 1 ayat 12.

INTERNET

http://www.patikab.go.id/2014/10/04/pilkades-serentak-digelar-awal-2015 diakses pada tanggal 4 November 2015 pukul 15:15

http://makasar.tribunnews.com/2011/10/19/pemilih-pragmatis-vs-politisi-pragmatis diakses pada tanggal 16 November 2016 pukul 11:20


(2)

106

http://www.kompasiana.com/mahfudmd_info/pentingnya-para-pemilih-pemula-dalam-pemilu_552b2e2bfl7e61cf7ad623bf diakses pada tanggal 16 November 2015 pukul 14:05

Ijsrh.files.wordpress.com/2008/06/politik-uang-dalampilkada.pdf diunduh tanggal 24 Maret 2016 pukul 09.54

JURNAL

Dwipayana, A. 2009.Demokrasi Biaya Tinggi Dimensi Ekonomi Dalam Proses Demokrasi Elektoral di Indonesia Pasca Orde Baru. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 12, No. 2

Kana, Nico L. 2000. Strategi Pengelolaan Persaingan Politik ElitDesa di Wilayah Kecamatan Suruh: Kasus Pemilihan Kepala Desa. Makalah Seminar Internasional Dinamika Politik Lokal Indonesia: Perubahan, Tantangan, dan Harapan, 3-7 Juli 2000. Yogyakarta: Percik-ford Fundation Ganewati Wuryandari. 1992. Partai Demokrasi dan Pemilihan Umum 1991.

Nomor 9 dalam Jurnal Ilmu Politik..

Irine H, Gayatri. Demokrasi Lokal di Desa. Bandung 16 April 2007

SKRIPSI

Dewi, Jinggarani Rosmala. 2009. Kekenyalan Nilai dan Jaringan Politik Tradisional dalam Modernisasi Proses Elektoral di Desa. Kasus Sejarah Pemilihan Kepala Desa Candiwulan Kebumen. Skripsi. Yogyakarta: Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol UGM.


(3)

(4)

KUESIONER

Pengaruh Money Politics Terhadap Pemilih Pemula Nomor ID:

I. Petunjuk Pengisian

1. Berikan tanda X (silang) pada jawaban yang anda pilih. 2. Terdapat 5 pilihan jawaban dari setiap pernyataan, yaitu:

SS = Sangat Setuju S = Setuju

KS = Kurang Setuju TS = Tida Setuju II. Identitas Responden

Nama : Alamat :

Jenis Kelamin : 1. Laki-Laki 2. Perempuan

Usia : 1. 17-18 th 2. 18-19 th 3. 19-20 th 4. 20-21 th Pendidikan : 1. SD 2. SMP 3. SMA 4. Diploma 5. Sarjana Pekerjaan : 1. Pelajar/Mahasiswa 2. Wiraswasta

Agama : 1. Islam 2. Protestan 3. Katolik 4. Budha 5. Hindu 6. Lainnya


(5)

III. Politik Uang

No. Pertanyaan Jawaban

SS S KS TS

1. Politik uang marak terjadi dalam Pilkades 2015 2. Politik barang marak terjadi dalam Pilkades 2015 3. Politik jasa marak terjadi dalam Pilkades 2015

4. Politik uang dilakukan olehtim sukses atau kader dari calon kepala desa 5. Bantuan berupa uang kepada elemen masyarakat

6. Bantuan berupa barang kepada elemen masyarakat 7. Bantuan berupa jasa kepada elemen masyarakat

8. Sering atau intens pengadaan kegiatan sosial oleh calon kades 9. Politik uang mempengaruhi pilihan masyarakat

10. Masyarakat menyetujui praktek money politics 11. Kegiatan praktek politik uang berlangsung tertutup 12. Kegiatan praktek politik barang berlangsung tertutup 13. Kegiatan praktek politik jasa berlangsung tertutup

14. Masyarakat hanya mengambil uang dan tidak menjamin memilih pembeli suara IV. Perilaku Pemilih Pemula

No. Pertanyaan Jawaban

SS S KS TS

1. Masyarakat tertarik dalam proses pilkades 2. Masyarakat berpartisipasi dalam pilkades

3. Pemilih pemula sudah berusia 17 tahun atau sudah berkeluarga 4. Keikutsertaan pemilih pemula menguatkan proses demokrasi 5. Partisipasi pemilu menunjukkan sebuah integritas


(6)

Dokumen yang terkait

Relasi Kekuasaan Kepala Daerah Dengan Kepala Desa (Melihat Good Governance Kepala Desa Nagori Dolok Huluan, Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun)

4 83 107

KAJIAN PERILAKU PEMILIH PEMULA DALAM PENDEKATAN SOSIOLOGIS (Studi Pada Pemilihan Kepala Pekon Banyu Urip Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus Tahun 2013)

5 46 76

PENGARUH MONEY POLITICS TERHADAP PEMILIH PEMULA DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA SIDOMUKTI KECAMATAN MARGOYOSO KABUPATEN PATI TAHUN 2015

0 5 13

STRATEGI KPU KABUPATEN BANTUL UNTUK MENINGKATKAN PARTISIPASI PEMILIH PEMULA DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2015

5 14 149

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI DEMOKRASI PADA PEMILIH PEMULA (Studi Kasus Pada Pemilih Pemula di Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Kebak Implementasi Nilai-Nilai Demokrasi Pada Pemilih Pemula (Studi Kasus Pada Pemilih Pemula di Pemilihan Kepala Desa (Pilkades)

0 3 17

PENDAHULUAN Implementasi Nilai-Nilai Demokrasi Pada Pemilih Pemula (Studi Kasus Pada Pemilih Pemula di Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Kebak Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar Tahun 2013).

1 2 7

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI DEMOKRASI PADA PEMILIH PEMULA (Studi Kasus Pada Pemilih Pemula di Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Kebak Implementasi Nilai-Nilai Demokrasi Pada Pemilih Pemula (Studi Kasus Pada Pemilih Pemula di Pemilihan Kepala Desa (Pilkades)

0 1 10

Pengaruh Kesadaran Politik terhadap Partisipasi Politik dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Tahun 2015 (Studi terhadap perilaku pemilih di Desa Kepoh, Kecamatan Sambi, Kabupaten Boyolali).

0 0 17

PENGARUH MONEY POLITIC TERHADAP PERILAKU PEMILIH PEMULA MASYARAKAT KECAMATAN CANDI DI KABUPATEN SIDOARJO DALAM PEMILIHAN PRESIDEN 2014.

1 3 152

BAB IV PARTISIPASI POLITIK CALON PEMILIH PEMULA TERHADAP PELAKSANAAN PEMILIHAN KEPALA DESA, DESA MANUNGGAL KECAMATAN LABUHAN DELI KABUPATEN DELI SERDANG A. Partisipasi Politik Calon Pemilih Pemula Terhadap Pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa, Desa Manunggal

0 0 6