KAJIAN PERILAKU PEMILIH PEMULA DALAM PENDEKATAN SOSIOLOGIS (Studi Pada Pemilihan Kepala Pekon Banyu Urip Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus Tahun 2013)

(1)

ABSTRACT

THE STUDY OF THE BEHAVIOR OF VOTERS BEGINNERS IN SOCIOLOGICAL APPROACH

(Study on the election of the head of the Pekon Banyu Urip Subdistrict Wonosobo of Tanggamus Regency 2013)

By

RANDI SUBANGUN

Novice voters is a voter who had first pick because of their age who has entered the age of voters. The existence of the novice voters always promising in terms of quantity (amount). On the election of the head of the Pekon Banyu Urip Subdistrict Wonosobo of Tanggamus Regency 2013, the number of novice voters reached more than 10% of the total number of voters included in voter lists remained (DPT). In determining the choices, voters aren't necessarily rookies regardless of the existence of the preference given by the social groups around it. This research aims to explain how the behavior of voters through the sociological approach to newbies. Through such an approach then explained how social groups that are formed due to the presence of social grouping in the community gives its political preferences to the novice voters. This research uses descriptive research type with method qualitative. Data obtained in this study sourced from interviews and in-depth study of the documentation. The informant is selected by purposive sampling, which is derived from existing and novice voters domiciled in Pekon Banyu Urip Subdistrict Wonosobo of Tanggamus Regency.

The results of this research to find the data and the fact that the social groups that are formed due to the presence of social grouping in society are not fully formed political behavior and gives preference to the novice voters in determining his political choices in the selection of head Pekon Banyu Urip in 2013. The real social groups forming behavior and provide the political preference for novice voters, namely family and the scope of the friendship. This happens because the spaces are a place where beginners learn political appointee is usually not far from the space considered gives a sense of comfort in themselves.


(2)

candidate heads the main assessment as pekon. The novice voters less likely to understand the policies and direction of development offered by these existing candidates.


(3)

ABSTRAK

KAJIAN PERILAKU PEMILIH PEMULA DALAM PENDEKATAN SOSIOLOGIS

(Studi Pada Pemilihan Kepala Pekon Banyu Urip Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus Tahun 2013)

Oleh

RANDI SUBANGUN

Pemilih pemula merupakan pemilih yang baru pertama kali memilih dikarenakan usia mereka yang baru memasuki usia pemilih. Keberadaan pemilih pemula selalu menjanjikan dari segi kuantitas (jumlah). Pada pemilihan Kepala Pekon Banyu Urip Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus tahun 2013, jumlah pemilih pemula mencapai lebih dari 10% dari keseluruhan jumlah pemilih yang masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT). Dalam menentukan pilihannya, pemilih pemula tentu tidak terlepas dari adanya preferensi yang diberikan oleh kelompok-kelompok sosial di sekitarnya.

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana perilaku pemilih pemula melalui pendekatan sosiologis. Melalui pendekatan tersebut kemudian dijelaskan bagaimana kelompok-kelompok sosial yang terbentuk karena adanya pengelompokkan sosial dalam masyarakat memberikan preferensi politiknya kepada pemilih pemula. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan metode kualitatif. Data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Informan dipilih secara purposive sampling, yakni berasal dari pemilih pemula yang ada dan berdomisili di Pekon Banyu Urip Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus.

Hasil penelitian ini menemukan data dan fakta bahwa kelompok-kelompok sosial yang terbentuk karena adanya pengelompokkan sosial dalam masyarakat tidak sepenuhnya membentuk perilaku dan memberikan preferensi politik bagi pemilih pemula dalam menentukan pilihan politiknya pada pemilihan kepala Pekon Banyu Urip tahun 2013. Kelompok sosial yang nyata membentuk perilaku dan memberikan preferensi politik bagi pemilih pemula yaitu keluarga dan lingkup pertemanan. Hal ini terjadi karena ruang-ruang tempat di mana pemilih pemula


(4)

Apabila diklasifikasikan, perilaku pemilih pemula di Pekon Banyu Urip termasuk ke dalam golongan pemilih Tradisional. Dalam menentukan pilihannya, pemilih pemula di Pekon Banyu Urip lebih menempatkan penilaian mengenai figur dan kepribadian serta sikap yang ditunjukkan masing-masing calon kepala pekon sebagai penilaian yang utama. Pemilih pemula tersebut cenderung kurang memahami arah kebijakan dan pembangunan yang ditawarkan oleh calon yang ada tersebut.


(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banyu Urip Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus tepat pada hari Senin tanggal 24 Juni 1991. Putera pertama dari dua bersaudara buah cinta pasangan Ayahanda Sugeng Hadi Prayitno dan Ibunda Sukarni. Lahir dari keluarga yang penuh kesederhanaan, sosok Ayahanda yang banyak mengajarkan tentang arti kerja keras dan tanggung jawab serta kehadiran ibunda yang banyak memberikan do’a dan motivasinya.

Penulis mengawali pendidikan formal pada tingkat dasar di SD Negeri Banyu Urip dan selesai pada tahun 2003. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Kota Agung dan berhasil menyelesaikannya pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke jenjang menengah atas di SMA Negeri 1 Pringsewu. Selanjutnya, setelah menyelesaikan pendidikan di SMA, penulis diterima sebagai mahasiswa pada Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung pada tahun 2009.


(10)

MOTTO

Kebanyak an dari k i t a t i dak m ensyuk uri apa yang sudah k i t a m i l i k i , t et api k i t a sel al u m enyesal i apa yang bel um k i t a capai .

( Schopenhauer)

" Bek erj al ah bagai k an t ak but uh uang. Menci nt ai l ah bagai k an t ak pernah di sak i t i . Menari l ah bagai k an t ak seorang pun sedang m enont on."

( Mark Tw ain)

Ti ada doa yg l ebi h i ndah sel ai n doa agar sk ri psi i ni cepat sel esai .


(11)

PERSEMBAHAN

Kupersem bahk an sebuah k arya sederhana i ni t erunt uk :

Ayahanda dan I bunda Terci nt a

Yang t el ah m em besark an, m endi di k , sert a m em beri k an k asi h sayang yang t ak beruj ung, t eri m a at as sem ua duk ungan, do’a dan pengorbanannya.

Adi k ku Dew i Sela Wahyuningsi h

Saudara serahi m yang sel al u penuh k asi h dan ceri t a nyat a, al asan k enapa penul i s t erus bert ahan dan berj uang sel am a i ni . Sem oga k el ak k i t a bi sa m enj adi put ra-put ri nya yang m ebanggak an.


(12)

SANWACANA

Bismillahirahmanirrahim.

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi berjudul “Kajian Perilaku Pemilih Pemula Dalam Pendekatan Sosiologis (Studi Pada Pemilihan Kepala Pekon Banyu Urip Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus Tahun 2013)” ini merupakan syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan pada Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis sangat menyadari akan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki. Data yang tersaji dalam karya tulis ilmiah ini juga masih perlu digali dan dikaji lebih dalam serta dikonfirmasi lebih ilmiah melalui teori yang ada. Tanpa bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini mustahil akan terwujud dengan baik. Tidak terlewatkan, ungkapan penuh syukur juga penulis haturkan kepada semua pihak yang turut berperan dalam pembentukan pola pikir, pola sikap dan pola tindak penulis selama menimba ilmu dijenjang pendidikan tinggi di Universitas Lampung.


(13)

1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung;

2. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si., selaku Dekan FISIP Universitas Lampung;

3. Bapak Drs. Denden Kurnia Drajat, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan;

4. Bapak Syafarudin, S.Sos., selaku Dosen Pembimbing Akademik. Terima kasih atas bimbingan, nasihat, dan motivasinya kepada penulis hingga selesai studi; 5. Bapak Dr. Suwondo, M.A., selaku dosen Pembimbing Utama. Terima kasih

sebesar-sebesarnya karena telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian skripsi ini;

6. Bapak Himawan Indrajat, S.IP., M.Si., selaku dosen Pembimbing Kedua. Terima kasih atas saran, bimbingan dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini;

7. Bapak Robi Cahyadi Kurniawan, S.IP., M.A., selaku Dosen Penguji Utama. Terima kasih atas saran dan kritik, serta masukan yang membangun terhadap skripsi ini agar menjadi lebih baik;

8. Bapak dan Ibu Dosen Keluarga Besar di Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Unila. Terima kasih atas keikhlasannya menjadi perantara bagi penulis dalam merengguh ilmu pengetahuan, mohon maaf apabila banyak hal yang kurang berkenan;


(14)

satu per satu, terima kasih atas bantuannya;

10. Bapak Supriyanto, selaku Kepala Pekon serta seluruh aparatur pemerintahan Pekon Banyu Urip Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus. Terimakasih atas izin dan bantuan yang diberikan selama penulis melakukan penelitian;

11. Masyarakat terutama remaja Pekon Banyu Urip Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus. Terimakasih atas bantuan dan kesediaannya memberikan informasi selama penulis melakukan penelitian;

12. Rekan-rekan satu angkatan di Jurusan Ilmu Pemerintahan, teruntuk mereka yang pernah memiliki NPM. 0916021xxx. Tetap jaga silaturahmi dan persaudaraan.

Penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan kalian. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi kelangsungan proses pembelajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat di Universitas Lampung.

Bandar Lampung, 10 September 2014 Penulis,


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kegunaan Penelitian ... 6

E. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Tinjauan Mengenai Pemilih ... 8

1. Definisi Pemilih ... 8

2. Syarat-syarat Pemilih ... 9

B. Tinjauan Mengenai Pemilih Pemula ... 10

C. Tinjauan Mengenai Perilaku Pemilih ... 11

1. Definisi Perilaku Politik... 11

2. Definisi Perilaku Pemilih ... 12

3. Jenis-jenis Perilaku Pemilih ... 14

D. Pendekatan Perilaku Pemilih ... 17

E. Pendekatan Sosiologis Perilaku Pemilih ... 18

F. Tinjauan Mengenai Desa ... 23

G. Kerangka Pikir ... 24

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 27

A. Tipe dan Jenis Penelitian ... 27

B. Fokus Penelitian ... 28

C. Jenis Data ... 31

1. Data primer ... 32

2. Data sekunder ... 32

D. Penentuan Informan ... 32

E. Teknik Pengumpulan Data ... 34

1. Wawancara ... 35


(16)

F. Teknik Analisis Data ... 37

1. Reduksi data ... 37

2. Display data ... 38

3. Pengambilan keputusan dan verifikasi ... 39

G. Teknik Uji Validitas Data Kualitatif ... 40

1. Kreadibilitas ... 40

2. Dependabilitas dan komfirmabilitas ... 41

IV. GAMBARAN UMUM ... 42

A. Gambaran Umum Pekon Banyu Urip ... 42

1. Sejarah singkat ... 42

2. Letak administratif... 43

3. Luas wilayah ... 43

4. Penduduk... 44

5. Sarana dan prasarana ... 47

B. Kehidupan Politik Masyarakat Pekon Banyu Urip ... 50

1. Gambaran umum ... 50

2. Pemilihan kepala Pekon Banyu Urip tahun 2013 ... 51

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54

A. Deskripsi Informan ... 54

B. Hasil Penelitian di Pekon Banyu Urip Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus ... 56

1. Faktor pertimbangan etnis... 58

2. Faktor agama ... 61

3. Faktor pertimbangan organisasi kemasyarakatan ... 64

4. Faktor keluarga ... 66

5. Faktor pertemanan ... 69

C. Analisis Perilaku Pemilih Pemula Pada Pemilihan Kepala Pekon Banyu Urip Tahun 2013 ... 73

VI. SIMPULAN DAN SARAN ... 79

A. Simpulan ... 79

B. Saran ... 80 DAFTAR PUSTAKA


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1. Jumlah Pemilih Pemula ... 5

Tabel 2. Rincian Informan ... 33

Tabel 3. Jumlah penduduk Pekon Banyu Urip ... 44

Tabel 4. Komposisi penduduk menurut agama ... 44

Tabel 5. Komposisi penduduk menurut mata pencaharian ... 45

Tabel 6. Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan ... 46

Tabel 7. Komposisi penduduk menurut umur ... 47

Tabel 8. Sarana dan prasarana pendidikan ... 48

Tabel 9. Sarana dan prasarana kesehatan ... 48

Tabel 10. Sarana dan prasarana ibadah ... 49

Tabel 11. Sarana dan prasarana komunikasi dan informasi ... 49

Tabel 12. Calon kepala Pekon Banyu Urip 2013 ... 52

Tabel 13. Perolehan suara pada pemilihan kepala Pekon Banyu Urip ... 52

Tabel 14. Identitas Informan ... 55

Tabel 15. Keikutsertaan Informan dalam Pemberian Suara ... 55


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir ... 26


(19)

I.PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Desa atau yang disebut dengan nama lain menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 diartikan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Landasan dari terbentuknya pemerintahan Desa adalah keberanekaragamnya masyarakat yang terdapat dalam Desa dan partisipasi aktif masyarakat dalam sistem politik desa dalam mewujudkan otonomi desa dengan memberdayakan masyarakat.

Peranan Pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan desa tertuang dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, demi mewujudkan otonomi Desa yang memberikan kesempatan kepada masyarakat desa untuk dapat mengatur urusan rumah tangganya sendiri baik dalam bidang politik (pemilihan Kepala Desa) dan pemerintahan (pelayanan publik).


(20)

Desa dengan sistem pemilihan kepala desanya merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam proses demokratisasi di tingkat masyarakat lokal. Pemilihan Kepala Desa merupakan salah satu bentuk dari pembangunan demokrasi politik Bangsa Indonesia yang dimulai di tingkat lokal. Pemilihan Kepala Desa, merupakan suatu pemilihan secara langsung oleh masyarakat atau warga desa setempat. Berbeda dengan Lurah yang merupakan Pegawai Negeri Sipil dan merupakan jabatan karir, Kepala Desa merupakan jabatan yang dapat diduduki oleh warga biasa melalui pemilihan.

Masyarakat Desa diberikan kesempatan menggunakan hak politiknya pada pemilihan kepala desa melalui statusnya sebagai pemilih yang mempunyai hak untuk menentukan pilihannya. Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum, pemilih diartikan sebagai warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin. Pemilih dalam setiap pemilihan umum/kepala daerah/kepala desa didaftarkan melalui pendataan yang dilakukan oleh petugas yang ditunjuk oleh penyelenggara pemilihan umum/kepala daerah/kepala desa.

Pemilih pemula merupakan pemilih yang baru pertama kali memilih karena usia mereka baru memasuki usia pemilih, yaitu usia 17 tahun atau yang sudah/pernah menikah. Pemilih pemula dengan rentang usia 17 tahun hingga 21 tahun masih awam dalam dunia politik, karena mereka baru pertama kali menggunakan hak pilihnya dan sebelumnya belum bisa menggunakan hak pilihnya karena ketentuan Undang-Undang. Karakteristik yang dimiliki oleh


(21)

pemilih pemula tentu berbeda dengan pemilih yang sudah terlibat pemilu periode sebelumnya.

Pemilih pemula tentu belum pernah memilih atau melakukan penentuan suara di dalam TPS, belum memiliki pengalaman memilih, memiliki antusias yang tinggi, dan kurang rasional. Kemudian, pemilih pemula masih penuh gejolak dan semangat yang apabila tidak dikendalikan akan memiliki efek terhadap konflik-konflik sosial di dalam pemilu, menjadi sasaran peserta pemilu karena jumlahnya yang cukup besar, serta memiliki rasa ingin tahu, mencoba, dan berpartisipasi dalam pemilu meskipun kadang dengan bebagai latar belakang yang berbeda.

Setidaknya terdapat empat alasan mendasar yang menyebabkan pemilih pemula mempunyai kedudukan dan makna strategis dalam setiap Pemilihan Umum yaitu:

1. Alasan kuantitatif, bahwa pemilih pemula merupakan kelompok pemilih yang mempunyai jumlah secara kuantitatif relatif banyak dari setiap pemilihan umum.

2. Pemilih pemula merupakan satu segmen pemilih yang mempunyai pola perilaku sendiri dan sulit untuk diatur atau diprediksi.

3. Kekhawatiran bahwa pemilih pemula akan lebih condong menjadi golput dikarenakan kebingungan karena banyaknya pilihan partai politik yang muncul yang akhirnya menjadikan mereka tidak memilih sama sekali.


(22)

4. Masing-masing organisasi sosial politik mengklaim sebagai organisasi yang sangat cocok menjadi penyalur aspirasi bagi pemilih pemula yang akhirnya muncul strategi dari setiap partai politik untuk mempengaruhi pemilih pemula.

Pemilih pemula biasanya menentukan pilihan politik mengikuti apa yang menjadi pilihan peergroupnya atau kelompok teman sebaya mereka. Selain faktor tren politik dan pilihan peergroup, pemilih pemula biasanya menggunakan hak pilih juga karena mengikuti pilihan orang tua mereka. Namun bagi sebagian pemilih pemula yang sudah faham dunia politik, memiliki segmentasi tersendiri, sehingga tidak jarang mereka menentukan pilihan yang sesuai dengan jiwa muda mereka.

Pemilihan kepala desa telah ada jauh sebelum era pemilihan kepala daerah (Pilkada) Langsung. Akhir-akhir ini ada kecenderungan dilakukannya Pemilihan Kepala Desa secara serentak dalam satu kabupaten, yang difasilitasi oleh Pemerintah Daerah. Pemilihan Kepala Desa secara serentak juga pernah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Tanggamus pada periode januari-april 2013, dimana terdapat 193 desa atau yang biasa disebut pekon menggelar pemilihan kepala desa atau pemilihan kepala pekon serempak pada periode tersebut. Pekon Banyu Urip merupakan salah satu pekon di wilayah Kabupaten Tanggamus yang telah melaksanakan pemilihan kepala pekon pada periode serentak tersebut, lebih tepatnya pada tanggal 11 maret 2013.


(23)

Pada pemilihan kepala Pekon Banyu Urip Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus tahun 2013, jumlah pemilih pemula mencapai lebih dari 10 % dari keseluruhan jumlah pemilih yang masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT). Adapun rincian jumlah pemilih pemula pada pemilihan kepala Pekon Banyu Urip Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus tahun 2013 yaitu sebagai berikut :

Tabel 1. Jumlah Pemilih Pemula

No Dusun Jumlah

1. I 34 orang

2. II 27 orang

3. III 19 orang

80 orang

Sumber: Panitia Pemilihan Kepala Pekon Banyu Urip Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus Tahun 2013.

Perilaku memilih pemilih pemula pada pemilihan Kepala Pekon Banyu Urip tahun 2013 tentunya tidak terlepas dari adanya kelompok-kelompok sosial di sekitarnya. Kelompok-kelompok sosial tersebut terdiri dari kelompok formal seperti organisasi dan perkumpulan dan kelompok informal yang didalamnya termasuk kelompok primer. Kelompok primer adalah kelompok yang terdiri dari orang-orang terdekat dengan intensitas komunikasi yang rutin seperti anggota keluarga, mulai dari orang tua hingga kerabat dan teman sepermainan (peergroup).

Berdasarkan latar belakang tersebut, kemudian penulis tertarik untuk mengkaji dan melakukan penelitian mengenai perilaku memilih pemilih pemula pada pemilihan Kepala Pekon Banyu Urip Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus tahun 2013 dalam pendekatan sosiologis.


(24)

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

Bagaimanakah perilaku memilih pemilih pemula pada pemilihan Kepala Pekon Banyu Urip Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus tahun 2013 dalam pendekatan sosiologis ?

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana perilaku memilih pemilih pemula pada pemilihan Kepala Pekon Banyu Urip Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus tahun 2013 dalam pendekatan sosiologis.

D.Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara Akademis

Hasil penelitian ini sebagai salah satu kajian berkaitan dengan konsep perilaku pemilih yang memberikan penelaahan secara teoritik mengenai perilaku pemilih khususnya perilaku pemilih pemula pada era demokrasi. 2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi aktor politik, pemerintah, partai politik dan masyarakat luas dalam memahami dan mengkaji serta menggunakan perilaku memilihnya pada proporsi yang seharusnya pada setiap momen politik suksesi di era demokrasi. Penelitian ini juga


(25)

diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam upaya menciptakan pemilihan seorang pemimpin baik di tingkat desa maupun di tingkat yang lebih tinggi yang bermutu baik dari segi kualitas maupun kuantitas dalam memaksimalkan fungsi pendidikan politik bagi semua lapisan masyarakat khususnya para generasi muda.

E.Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai perilaku pemilih pernah dilakukan oleh Gito Ariebowo pada tahun 2011 dengan judul “Perilaku Pemilih Masyarakat Minang Imopuro dalam Pemilihan Walikota dan Wakil Wali Kota Metro 2010”. Penelitian tersebut melihat bagaimana perilaku masyarakat etnis minang di Kelurahan Imopuro Kota Metro dalam pemilihan walikota dan wakil walikota tahun 2010 lalu. Hasil penelitian tersebut menunjukkan tidak adanya pengaruh faktor-faktor etnis yang melatarbelakangi dan membentuk perilaku memilih masyarakat minang dalam pemilihan walikota dan wakil walikota Metro tahun 2010 lalu. Terdapat beberapa teori dan tinjauan pustaka yang diambil dari penelitian tersebut yang kemudian dipakai dalam penelitian ini khususnya teori mengenai pendekatan sosiologis perilaku pemilih. Teori mengenai pendekatan sosiologis tersebut dianggap relevan untuk digunakan dalam penelitian ini.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan Mengenai Pemilih 1. Definisi Pemilih

Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden, pemilih diartikan sebagai Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih. Kemudian, menurut Firmanzah (2007:102) pemilih diartikan sebagai semua pihak yang menjadi tujuan utama para kontestan untuk mereka pengaruhi dan yakinkan agar mendukung dan kemudian memberikan suaranya kepada kontestan yang bersangkutan. Pemilih dalam hal ini dapat berupa konstituen maupun masyarakat pada umumnya. Konstituen adalah kelompok masyarakat yang merasa diwakili oleh suatu ideologi yang dimanifestasikan dalam institusi politik seperti partai politik.

Namun, menurut Joko J. Prihatmoko (2005: 46).pemilih yang merupakan bagian dari masyarakat luas bisa saja tidak menjadi konstituen partai politik tertentu. Masyarakat terdiri dari beragam kelompok. Terdapat kelompok masyarakat yang memang non-partisan, di mana ideologi dan tujuan politik mereka tidak dikatakan kepada suatu partai politik tertentu. Mereka menunggu


(27)

sampai ada suatu partai politik yang bisa menawarkan program politik yang bisa menawarkan program kerja yang terbaik menurut mereka, sehingga partai tersebutlah yang akan mereka pilih.

2. Syarat-syarat Pemilih

Pemilih dalam setiap pemilihan umum didaftarkan melalui pendataan yang dilakukan oleh petugas yang ditunjuk oleh penyelenggara pemilihan umum. Pada setiap pemilihan baik itu pemilihan umum presiden, legislatif, kepala daerah ataupun kepala desa setiap warga negara harus memenuhi syarat-syarat yang harus dipenuhi agar dapat menggunakan hak pilihnya. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi tersebut yaitu sebagai berikut:

a. WNI yang berusia 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin. b. Tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya

c. Terdaftar sebagai pemilih. d. Bukan anggota TNI/Polri aktif e. Tidak sedang dicabut hak pilihnya f. Terdaftar di DPT.

g. Khusus untuk Pemilukada calon pemilih harus berdomisili sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan didaerah yang bersangkutan.

Hak setiap warga negara dalam menggunakan hak pilihnya jangan sampai tidak berarti sebagai akibat dari kesalahan-kesalahan yang tidak diharapkan, misalnya seorang warga negara tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena tidak terdaftar atau juga masih banyak kesalahan yang lain.


(28)

B.Tinjauan Mengenai Pemilih Pemula

Menurut Undang-Undang No. 10 tahun 2008 dalam Bab IV pasal 19 ayat 1 dan 2 serta pasal 20 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pemilih pemula adalah warga Indonesia yang pada hari pemilihan atau pemungutan suara adalah Warga Negara Indonesia yang sudah genap berusia 17 tahun dan atau lebih atau sudah/pernah kawin yang mempunyai hak pilih, dan sebelumnya belum termasuk pemilih karena ketentuan Undang-Undang Pemilu.

M. Rusli Karim (1991:32) mengemukakan bahwa kaum muda adalah kaum yang sulit didikte, bahkan ada dugaan generasi muda merupakan salah satu kelompok yang sulit didekati partai politik ataupun kontestan Pemilu. Pada umumnya pemilih pemula belum memiliki literasi politik yang memadai. Pemilih pemula cenderung mengikuti tren di lingkungan tempat tinggalnya. Menurut Suhartono (2009:6), pemilih pemula khususnya remaja mempunyai nilai kebudayaan yang santai, bebas, dan cenderung pada hal-hal yang informal dan mencari kesenangan, oleh karena itu semua hal yang kurang menyenangkan akan dihindari. Disamping mencari kesenangan, kelompok sebaya adalah sesuatu paling penting dalam kehidupan seorang remaja, sehingga bagi seorang remaja perlu mempunyai kelompok teman sendiri dalam pergaulan.

Pemilih pemula memiliki antusiasme yang tinggi sementara keputusan pilihan yang belum bulat, sebenarnya menempatkan pemilih pemula sebagai swing voters yang sesungguhnya. Pilihan politik mereka belum dipengaruhi motivasi ideologis tertentu dan lebih didorong oleh konteks dinamika lingkungan politik


(29)

lokal. Seringkali apa yang mereka pilih tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ketidaktahuan dalam soal politik praktis, terlebih dengan pilihan-pilihan dalam pemilu atau pilkada, membuat pemilih pemula sering tidak berpikir rasional dan lebih memikirkan kepentingan jangka pendek.

Pemilih pemula dalam kategori politik adalah kelompok yang baru pertama kali menggunakan hak pilihnya. Orientasi politik pemilih pemula ini selalu dinamis dan akan berubah-ubah mengikuti kondisi yang ada dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Namun terlepas dari semua itu, keberadaan pemilih pemula tentu menjanjikan dalam setiap ajang pemilihan umum, sebagai jalan untuk mengamankan posisi strategis yang ingin dicapai oleh setiap kandidat yang maju dalam pemilihan. Siapapun itu yang bisa merebut perhatian kalangan ini akan dapat merasakan keuntungannya, sebaliknya ketiadaan dukungan dari kalangan ini akan terasa cukup merugikan bagi target-target suara pemilihan yang ingin dicapai.

C.Tinjauan Mengenai Perilaku Pemilih 1. Definisi Perilaku Politik

Menurut Soedjatmoko (1995:57), perilaku politik dinyatakan sebagai suatu tindakan manusia dalam menghadapi situasi politik tertentu. Interaksi antara pemerintah dan masyarakat, antara lembaga-lembaga dan antar kelompok serta individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan dan penegakan keputusan politik pada dasarnya merupakan perilaku politik. Ramlan Surbakti (2010:167) mengemukakan, bahwa perilaku politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan


(30)

pelaksanaan keputusan politik. Yang melakukan kegiatan adalah pemerintah dan masyarakat, kegiatan yang dilakukan pada dasarnya dibagi dua yaitu fungsi- fungsi pemerintahan yang dipegang oleh pemerintah dan fungsi-fungsi politik yangdipegang oleh masyarakat.

Sementara Sudijono Sastroatmojo (1995:3) menyatakan bahwa perilaku politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Sejalan dengan pengertian politik, perilaku politik berkenaan dengan tujuan suatu masyarakat, kebijakan untuk mencapai suatu tujuan, serta sistem kekuasaan yang memungkinkan adanya suatu otoritas untuk mengatur kehidupan masyarakat kearah pencapaian tujuan tersebut. Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku politik merupakan kegiatan yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan memberikan pengaruh terhadap pengambilan suatu kebijakan untuk tujuan tertentu.

2. Definisi Perilaku Pemilih

Perilaku pemilih dalam pemilu merupakan salah satu bentuk perilaku politik. Samuel P. Hutington (1990:16) berpendapat bahwa perilaku pemilih dan partisipasi politik merupakan dua hal tidak dapat dipisahkan. Partisipasi politik dapat terwujud dalam berbagai bentuk. Salah satu wujud dari partisipasi politik ialah kegiatan pemilihan yang mencakup “suara, sumbangan-sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon atau setiap tindakan yang bertujuan untuk mempengaruhi hasil proses pemilihan.


(31)

Menurut Mahendra (2005:75), perilaku pemilih adalah tindakan seseorang ikut serta dalam memilih orang, partai politik ataupun isu publik tertentu. Kemudian, Kristiadi (1996:76) mendefinisikan perilaku pemilih sebagai keterikatan seseorang untuk memberikan suara dalam proses pemilihan umum berdasarkan faktor psikologis, faktor sosiologis dan faktor rasional pemilih atau disebut teori voting behavioral. Lebih lanjut, Jack C. Plano (1985:280) mendefinisikan perilaku pemilih sebagai suatu studi yang memusatkan diri pada bidang yang menggeluti kebiasaan atau kecenderungan pilihan rakyat dalam pemilihan umum, serta latar belakang mengapa mereka melakukan pemilihan itu.

Sementara perilaku pemilih menurut Ramlan Surbakti dalam Efriza (2012:480) adalah :

“Aktivitas pemberian suara oleh individu yang berkaitan erat dengan kegiatan pengambilan keputusan untuk memilih dan tidak memilih (to vote or not to vote) di dalam suatu pemilu maka voters akan memilih atau mendukung kandidat tertentu.”

Pemberian suara (voting) secara umum dapat diartikan sebagai sebuah proses dimana seorang anggota dalam suatu kelompok menentukan pendapatnya dan ikut dalam menentukan konsensus diantara anggota kelompok terhadap keputusan atau kebijakan yang akan diambil.

Berdasarkan pendapat yang diuraikan di atas, maka perilaku pemilih dapat diartikan sebagai sebuah tindakan seseorang maupun sekelompok orang (masyarakat) yang berkaitan dengan kepentingan atau tujuan dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan.


(32)

3. Jenis-jenis Perilaku Pemilih

Menurut Firmanzah (2007:134), perilaku pemilih diklasifikasikan dalam empat jenis. Adapun empat jenis perilaku pemilih tersebut adalah sebagai berikut:

a. Pemilih Rasional

Dalam konfigurasi pertama terdapat pemilih rasional (rational voter), dimana pemilih memiliki orientasi tinggi pada policy-problemsolving dan berorientasi rendah untuk faktor ideologi. Pemilih dalam hal ini lebih mengutamakan kemampuan partai politik atau calon kontestan dalam program kerjanya. Ciri khas pemilih jenis ini adalah tidak begitu mementingkan ikatan ideologi kepada suatu partai politik atau seorang kontestan. Faktor seperti faham, asal-usul, nilai tradisional, budaya, agama, dan psikografis memang dipertimbangkan juga, tetapi bukan hal yang signifikan.

Hal yang terpenting bagi jenis pemilih adalah apa yang bisa dan yang telah dilakukan oleh sebuah partai atau seorang kontestan dibandingkan faham dan nilai partai dan kontestan. Oleh karena itu, ketika sebuah partai politik atau calon kontestan ingin menarik perhatian pemilih dalam matriks ini, mereka harus mengedepankan solusi logis akan permasalahan ekonomi, pendidikan, kesejahteraan, sosial-budaya, hubungan luar negeri, pemerataan pendapatan, disintegrasi nasional, dan lain-lain. Pemilih tipe ini tidak akan segan-segan beralih dari sebuah partai atau seorang kontestan ke partai


(33)

politik atau kontestan lain ketika mereka dianggap tidak mampu menyelesaikan permasalahan.

b. Pemilih Kritis

Pemilih jenis ini merupakan perpaduan antara tingginya orientasi pada kemampuan partai politik atau seorang kontestan dalam menuntaskan permasalahan bangsa maupun tingginya orientasi mereka akan hal-hal yang bersifat ideologis. Pentingnya ikatan ideologis membuat loyalitas pemilih terhadap sebuah partai atau seorang kontestan cukup tinggi dan tidak semudah rational voter untuk berpaling ke partai lain. Proses untuk menjadi pemilih jenis ini bisa terjadi melalui dua mekanisme. Pertama, jenis pemilih ini menjadikan nilai ideologis sebagai pijakan untuk menentukan kepada partai politik dan kandidat mana mereka akan berpihak dan selanjutnya mereka akan mengkritisi kebijakan yang akan atau yang telah dilakukan. Kedua, bisa juga terjadi sebaliknya, pemilih tertarik dulu dengan program kerja yang ditawarkan sebuah partai atau kontestan baru kemudian mencoba memahami nilai-nilai dan faham yang melatarbelakangi pembuatan sebuah kebijakan.

Pemilih jenis ini akan selalu menganalisis kaitan antara sistem nilai partai (ideologi) dengan kebijakan yang dibuat. Tiga kemungkinan akan muncul ketika terdapat perbedaan antara nilai ideologi dengan platform partai yaitu memberikan kritik internal, frustasi, dan membuat partai baru yang memiliki kemiripan karakteristik ideologi dengan partai lama. Kritik internal merupakan manifestasi ketidaksetujuan akan sebuah kebijakan partai politik


(34)

atau seorang kontestan. Ketika pemilih merasa kritikannya tidak difasilitasi oleh mekanisme internal partai politik, mereka cenderung menyuarakannya melalui mekanisme eksternal partai, umpamanya melalui media massa seperti televisi, radio, dan sebagainya. Frustasi merupakan posisi yang sulit bagi pemilih jenis ini. Di satu sisi, mereka merasa bahwa ideologi suatu partai atau seorang kontestan adalah yang paling sesuai dengan karakter mereka, tapi di sisi lain mereka merasakan adanya ketidaksesuaian dengan kebijakan yang akan dilakukan partai atau kandidat tersebut.

Biasanya pemilih ini akan melihat-lihat dahulu (wait and see) sebelum munculnya ide kemungkinan yang ketiga, yaitu membentuk partai baru. Pembuatan partai biasanya harus dipelopori oleh tokoh-tokoh yang tidak puas atas kebijakan suatu partai. Mereka memiliki kemampuan untuk menggalang massa, ide, konsep, dan reputasi untuk membuat partai tandingan dengan nilai ideologi yang biasanya tidak berbeda jauh dengan partai sebelumnya.

c. Pemilih Tradisional

Pemilih dalam jenis ini memiliki orientasi yang sangat tinggi dan tidak terlalu melihat kebijakan partai politik atau seorang kontestan sebagai sesuatu yang penting dalam pengambulan keputusan. Pemilih tradisional sangat mengutamakan kedekatan sosial-budayanya, nilai, asal-usul, faham, dan agama sebagai ukuran untuk memilih suatu partai politik. Kebijakan semisal ekonomi, kesejahteraan, pemerataan pendapatan dan pendidikan, serta pembangunan dianggap sebagai parameter kedua. Biasanya pemilih


(35)

jenis ini lebih mengutamakan figur dan kepribadian pemimpin, mitos dan nilai historis sebuah partai politik atau seorang kontestan. Salah satu karakteristik mendasar jenis pemilih ini adalah tingkat pendidikan yang rendah dan sangat konservatif dalam memegang nilai serta faham yang dianut.

d. Pemilih Skeptis

Pemilih jenis ini tidak memiliki orientasi ideologi cukup tinggi dengan sebuah partai politik atau seorang kontestan, juga tidak menjadikan kebijakan sebagai sesuatu yang penting. Keinginan untuk terlibat dalam sebuah partai politik pada pemilih jenis ini sangat kurang, karena ikatan ideologis mereka memang rendah sekali. Kalaupun berpartisipasi dalam pemungutan suara, biasanya mereka melakukannya secara acak atau random. Mereka berkeyakinan bahwa siapapun dan partai apapun yang memenangkan pemilu tidak akan bisa membawa bangsa ke arah perbaikan yang mereka harapkan. Selain itu, mereka tidak memiliki ikatan emosional dengan sebuah partai politik atau seorang kontestan.

D.Pendekatan Perilaku Pemilih

Perilaku pemilih dapat ditinjau dalam berbagai pendekatan, Dieter Roth yang dikutip dalam Efriza (2012:482) menyebutkan bahwa :

“Apabila kita membicarakan teori perilaku pemilih, maka tidak ada satu teori yang benar, karena juga tidak hanya ada satu teori mengenai perilaku manusia pada umumnya.”

Dalam menganalisis perilaku pemilih dan untuk menjelaskan pertimbangan-pertimbangan yang digunakan sebagai alasan oleh para pemilih dalam


(36)

menjatuhkan pilihannya, dikenal dua macam pendekatan yaitu Mahzab Columbia yang menggunakan pendekatan sosiologis dan Mahzab Michigan yang dikenal dengan pendekatan Psikologis. Selain itu terdapat juga pendekatan pilihan rasional yang melihat perilaku seseorang melalui kalkulasi untung rugi yang didapat oleh individu tersebut.

Selain itu, ilmuwan Dennis Kavanagh yang dikutip dalam Efriza (2012:482) mengungkapkan bahwa ada lima pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisis perilaku pemilih dalam suatu Pemilu. kelima pendekatan itu meliputi: (1) pendekatan struktural, (2) pendekatan sosiologis, (3) pendekatan ekologis, (4) pendekatan psikologis sosial, dan (5) pendekatan rasional.

Namun dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan salah satu pendekatan perilaku pemilih yaitu pendekatan sosiologis. Penggunaan pendekatan sosiologis ini didasarkan atas penelitian yang memfokuskan pada bagaimana karakteristik sosial dan pengelompokkan sosial memberikan pengaruh dan literasi politik terhadap pemilih pemula dalam menentukan pilihannya.

E.Pendekatan Sosiologis Perilaku Pemilih

Pendekatan sosiologis merupakan pendekatan perilaku memilih yang berasal dari Eropa, kemudian dikembangkan oleh ilmuwan sosial yang berlatar belakang pendidikan Eropa. Oleh karena itu kemudian Scott C. Flanagan yang dikutip dalam Muhammad Asfar (2006:137) menyebutnya sebagai model sosiologi politik Eropa. Pendekatan ini disebut juga dengan Mahzab Columbia. Pendekatan sosiologis melihat perilaku pemilih dipengaruhi oleh segala kegiatan yang berkonteks sosial.


(37)

Pendekatan ini lebih menekankan kepada faktor-faktor sosiologis yang kemudian membentuk perilaku memilih seseorang. Pendekatan ini pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokkan-pengelompokkan sosial mempunyai pengaruh yang cukup signifikan dalam menentukan perilaku memilih seseorang. Perilaku pemilih tentu dapat dijelaskan akibat pengaruh identifikasi seseorang terhadap suatu kelompok sosial dan norma-norma yang dianut oleh kelompok atau organisasinya.

Pada dasarnya semua kelompok masyarakat mempunyai kepentingan, manajemen, aktivitas rutin dan komunikasi internalnya masing-masing. Sejalan dengan pendapat di atas, Muhammad asfar yang dikutip dalam Adman Nursal (2004: 55) mengungkapkan bahwa :

“Pendekatan sosiologis pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokkan sosial seperti usia, jenis kelamin, agama, pekerjaan, latar belakang keluarga, kegiatan-kegiatan kelompok formal maupun informal dan lainnya mempunyai pengaruh yang signifikan dalam pembentukan perilaku pemilih.”

Kemudian, menurut Khoirudin (2004:96) pendekatan sosiologis melihat masyarakat sebagai suatu kelompok yang bersifat vertikal dari tingkat terbawah hingga teratas dimana menurut paham ini tingkatan-tingkatan atau kelompok yang berbeda inilah yang membentuk persepsi, sikap, keyakinan dan sikap politik dari masing-masing individu. Hal ini mengindikasikan bahwa subkultur dalam masyarakat memiliki kognisi sosial tertentu yang akhirnya bermuara pada perilaku tertentu.


(38)

Menurut Paul F. Lazarsfeld dalam Efriza (2012:493) pemberian suara dalam pemilu pada dasarnya adalah suatu pengalaman kelompok. Perubahan perilaku memilih seseorang cenderung mengikuti arah predisposisi politis lingkungan sosial individu tersebut. Pengaruh terbesar berasal dari keluarga dan lingkungan rekan atau sahabat erat individu terkait. Pendapat ini kemudian didukung oleh Dieter Roth dalam Efriza (2012:493) yang berpendapat bahwa perilaku memilih seseorang dalam pemilu cenderung mengikuti arah predisposisi politik lingkungan sosial dimana ia berada.

Kemudian Gerald Pomper dalam Efriza (2012:494) berpendapat bahwa predisposisi sosial-ekonomi pemilih dan keluarga pemilih mempunyai pengaruh yang signifikan dengan perilaku memilih seseorang. Preferensi-preferensi politik keluarga baik itu Preferensi-preferensi politik ayah ataupun Preferensi-preferensi politik ibu akan berpengaruh pada preferensi politik anak.

Selain itu, David Apter dalam Efriza (2012:495) menguraikan tentang pengaruh dari keluarga terhadap anak dalam memilih yaitu adanya kesamaan pilihan seorang anak dengan pilihan orang tuanya. Kesamaan pilihan seorang anak dengan orang tuanya merupakan suatu hal yang wajar karena pada lembaga keluarga itulah seseorang pertama kali mempunyai akses pembentukan identitas diri, mempelajari nilai-nilai lingkungan dan sosialnya termasuk peran politiknya. Pada proses paling dini, pembentukan sikap termasuk sikap politik seseorang dilakukan dalam lingkungan keluarga.


(39)

Pengelompokan sosial baik secara formal seperti keanggotaan seseorang dalam organisasi keagamaan, organisasi profesi, maupun kelompok-kelompok okupasi serta pengelompokkan secara informal seperti keluarga, pertemanan ataupun kelompok-kelompok kecil lainnya merupakan sesuatu yang penting dalam memahami perilaku memilih seseorang.

Mengenai pengkategorian karakteristik sosial dan pengelompokkan sosial, Bone dan ranney dalam Adman Nursal (2004:56) membagi menjadi tiga tipe yakni kelompok kategorial yang terdiri atas orang-orang yang memiliki karakteristik politik yang berbeda-beda dan tidak menyadari tujuan dari kelompoknya. Perbedaan ini terjadi karena masing-masing anggota kelompok memberi reaksi yang berbeda-beda terhadap suatu peristiwa politik, pengalaman politik yang dimiliki serta peran peran sosial yang diemban. Pengelompokkan sosial terbentuk atas dasar faktor-faktor berikut :

a. Perbedaan jenis kelamin. b. Perbedaan usia.

c. Perbedaan pendidikan.

Kategori kedua adalah kelompok sekunder yakni kelompok yang menyadari identifikasi dan tujuan kelompoknya dan terdapat ikatan psikologis anggota terhadap kelompoknya. Kelompok ini diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Pekerjaan.

b. Kelas sosial dan status sosial ekonomi.

c. Kelompok-kelompok etnis seperti ras, agama, dan daerah asal.

Tipe kelompok yang terakhir adalah kelompok primer yang terdiri atas orang-orang yang melakukan kontak dan interaksi langsung secara teratus dan sering.


(40)

Kelompok ini memiliki pengaruh yang paling kuat dan langsung terhadap perilaku politik seseorang. Mereka yang tergolong dalam kelompok ini yaitu :

a. Orang tua.

b. Teman sepermainan (peergroup).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa model pendekatan sosiologis mengasumsikan perilaku pemilih ditentukan oleh karakteristik sosial, pengelompokkan sosial pemilih, dan karakteristik sosial tokoh atau partai yang dipilih. Pemilih memiliki orientasi tertentu terkait karakteristik dan pengelompokkan sosialnya dengan pilihan atas partai atau calon tertentu.

Berdasarkan uraian beberapa pendapat ahli sebelumnya maka kajian dalam penelitian ini akan difokuskan pada pendekatan sosiologis melalui analisis bagaimana kelompok-kelompok yang terbentuk karena adanya pengkategorian karakteristik sosial dan pengelompokkan sosial baik yang bersifat formal dan informal dapat memberikan preferensi politik dan membentuk perilaku pemilih pemula dalam menentukan pilihannya pada pemilihan kepala Pekon Banyu Urip tahun 2013. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Muhammad Arsal dalam Adman Nursal (2004: 55), bahwa karakteristik sosial dan pengelompokkan-pengelompokkan sosial mempunyai pengaruh yang signifikan dalam menentukan perilaku memilih seseorang. Pengelompokkan sosial tersebut tersebut terdiri dari etnisitas, maupun agama. Pengelompokkan sosial tersebut dapat bersifat formal seperti organisasi dan perkumpulan ataupun bersifat informal seperti keluarga, pertemanan, dan kelompok-kelompok kecil lainnya.


(41)

F. Tinjauan Mengenai Desa

Menurut Widjaja (2012:4), secara historis desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan di Indonesia jauh sebelum negara bangsa ini terbentuk. Desa merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat istiadat dan hukumnya sendiri serta relatif mandiri. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sejak diberlakukannya otonomi daerah istilah desa dapat disebut dengan nama lain, misalnya di Sumatera Barat disebut dengan istilah nagari, di Aceh dengan istilah gampong, di beberapa kabupaten di Lampung disebut dengan Pekon. Begitu pula segala istilah dan institusi di desa dapat disebut dengan nama lain sesuai dengan karakteristik adat istiadat desa tersebut. Hal ini merupakan salah satu pengakuan dan penghormatan Pemerintah terhadap asal usul dan adat istiadat setempat.

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai desa yang telah disampaikan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya desa diartikan sebagai kesatuan masyarakat yang menempati suatu wilayah dengan kewenangan-kewenangan mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Pada kesempatan ini, penulis melakukan penelitian di Pekon (desa) Banyu Urip


(42)

Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus yang telah melaksanakan pemilihan kepala pekon pada bulan maret 2013.

G.Kerangka Pikir

Desa dengan sistem pemilihan kepala desanya merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam proses demokratisasi di tingkat masyarakat lokal. Pemilihan Kepala Desa merupakan salah satu bentuk dari pembangunan demokrasi politik Bangsa Indonesia yang dimulai di tingkat bawah. Dalam sistem pemerintahan Desa telah dikenal sistem pemilihan langsung yang ada sebelum bangsa indonesia melakukan pemilihan umum secara langsung pada proses pemilihan umum yang rutin digelar seperti sekarang ini.

Dalam setiap pemilihan umum baik itu pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan Kepala Daerah ataupun pemilihan Kepala Desa, keberadaan pemilih pemula selalu menjadi daya tarik tersendiri. Pemilih pemula dapat dikategorikan sebagai pemuda/pemudi dalam usia yang masih remaja dan sarat dengan idealisme, mereka dianggap belum terkontaminasi dengan kepentingan-kepentingan birokrasi dan kekuasaan. Pilihan politik mereka belum dipengaruhi motivasi ideologis tertentu dan lebih didorong oleh konteks dinamika lingkungan politik lokal. Seringkali apa yang mereka pilih tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ketidaktahuan dalam soal politik praktis, terlebih dengan pilihan-pilihan dalam pemilu atau pilkada, membuat pemilih pemula sering tidak berpikir rasional dan lebih memikirkan kepentingan jangka pendek. Namun, terlepas dari itu keberadaan pemilih pemula dalam setiap pemilihan umum selalu menjanjikan dari segi kuantitas. Pihak manapun baik


(43)

partai ataupun kandidat yang dapat menarik simpati dari kalangan ini tentu dapat menarik keuntungan guna mengamankan posisinya dalam momen pemilihan umum yang diikuti.

Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis perilaku pemilih pemula dalam penelitian ini yaitu pendekatan sosiologis. Alasan penulis menggunakan pendekatan tersebut karena dianggap relevan atau sesuai dengan konteks perilaku pemilih pemula. Bahwa kelompok-kelompok yang terbentuk karena adanya pengkategorian karakteristik sosial dan pengelompokkan sosial baik yang bersifat formal dan informal dapat memberikan preferensi politik dan membentuk perilaku pemilih pemula dalam menentukan pilihannya.. Pengelompokkan sosial tersebut terdiri dari etnisitas, agama, organisasi masyarakat, keluarga dan pertemanan.

Untuk mempermudah penulis dalam mengetahui dan memahami perilaku memilih pemilih pemula berdasarkan pendekatan sosiologis pada pemilihan kepala Pekon Banyu Urip Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus Tahun 2013,


(44)

Berikut adalah bagan kerangka pikir dari penelitian ini :

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir Pendekatan Sosiologis

 Etnisitas

 Agama

 Organisasi kemasyarakatan

 Keluarga

 Teman sepermainan (peergroup)

Perilaku Memilih Pemilih Pemula Pada Pemilihan Kepala Pekon Banyu Urip Kecamatan Wonosobo


(45)

III. METODE PENELITIAN

A.Tipe dan Jenis Penelitian

Tipe penelitian ini adalah Deskriptif dengan metode Kualitatif. Tujuannya agar dapat menggambarkan, menjelaskan dan menjawab permasalahan di lapangan dengan teori dan konsep dari data penelitian yang didapat. Menurut Husaini Usman dan Purnomo Setiady (1997:130), penelitian deskriptif kualitatif diuraikan dengan kata-kata menurut pendapat responden, apa adanya dan sesuai dengan pertanyaan penelitiannya. Minimal ada tiga hal yang digambarkan dalam penelitian kualitatif yaitu karakteristik pelaku, kegiatan atau kejadian-kejadian yang terjadi selama penelitian, dan keadaan lingkungan atau karakteristik tempat penelitian berlangsung.

Kemudian menurut Hotomo dalam Bungin (2003: 56) deskriptif kualitatif artinya mencatat dengan teliti berbagai fenomena yang dilihat dan didengar serta dibaca via wawancara atau catatan lapangan, foto, video tape, dokumentasi pribadi, catatan serta memo dan lain-lain. Peneliti harus membanding-bandingkan, mengkombinasikan, mengabstraksikan dan menarik kesimpulan. Dalam penelitian deskriptif kualitatif jenis data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Hal ini dikarenakan berbagai data yang terkumpul kemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang


(46)

akan atau sudah diteliti. Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dijelaskan dalam bentuk uraian atau kalimat-kalimat singkat dan jelas, guna mempermudah pembaca dalam memahaminya. Untuk memperoleh data yang valid serta dapat dipertanggungjawabkan, di lapangan proses pendekatan kepada informan dilakukan dengan cara memahami sikap, pandangan, perasaan dan perilaku baik individu maupun sekelompok orang dalam situasi yang berbeda-beda.

Dengan demikian penelitian ini dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti. Penelitian ini ingin mengetahui perilaku memilih pemilih pemula pada pemilihan kepala Pekon Banyu Urip Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus tahun 2013 dalam pendekatan sosiologis. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif yang dimaksudkan sebagai pengukuran cermat terhadap fenomena sosial-politik tersebut.

B.Fokus Penelitian

Fokus penelitian bertujuan untuk membatasi studi yang dapat memandu dan mengarahkan jalannya penelitian. Miles dan Haberman (1992: 36) menyatakan bahwa fokus penelitian dilakukan agar tidak terjadi penelitian yang samar-samar. Dalam proses mengumpulkan data, kerangka penelitian harus bersifat fleksibel sehingga dapat mengubah arahan dengan baik dan memfokuskan kembali data yang terkumpul guna pelaksanaan penelitian berikutnya.


(47)

Perumusan masalah dan fokus penelitian yang saling terkait karena permasalahan penelitian dijadikan acuan bagi fokus penelitian. Meskipun fokus dapat berubah dan berkurang berdasarkan data yang ditemukan di lapangan. Penentuan fokus memiliki dua tujuan yaitu :

1. Penetapan fokus untuk membatasi studi, bahwa dengan adanya fokus penelitian tempat penelitian menjadi layak.

2. Penentuan fokus secara efektif menetapkan kriteria sumber informasi untuk menjaring informasi yang mengalir masuk.

Fokus pada penelitian ini merujuk pada salah satu teori yang dikemukakan oleh Muhammad Arsal yang dikutip dalam Adman Nursal (2004: 55) bahwa karakteristik sosial dan pengelompokkan-pengelompokkan sosial mempunyai pengaruh yang signifikan dalam menentukan perilaku memilih seseorang. Pengelompokkan sosial tersebut dapat bersifat formal ataupun bersifat informal.

Untuk menjelaskan bagaimana perilaku memilih pemilih pemula pada pemilihan kepala Pekon Banyu Urip Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus tahun 2013 dalam pendekatan sosiologis, maka yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah bagaimana kelompok-kelompok yang terbentuk karena adanya pengkategorian karakteristik sosial dan pengelompokkan sosial baik yang bersifat formal dan informal dapat memberikan preferensi politiknya dan membentuk perilaku pemilih pemula dalam menentukan pilihannya.


(48)

Adapun kelompok-kelompok sosial tersebut yang termasuk dalam fokus penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Etnisitas

Bagaimana latar belakang etnis kemudian membentuk perilaku pemilih pemula dalam menentukan pilihannya.

2. Agama

Latar belakang agama dan kegiatan keagamaan yang diikuti dapat memberikan preferensi politik dan kemudian membentuk perilaku pemilih pemula dalam menentukan pilihannya.

3. Organisasi kemasyarakatan

Bagaimana organisasi kemasyarakatan yang diikuti oleh pemilih pemula memberikan preferensi politiknya dan membentuk perilaku pemilih pemula tersebut.

4. Keluarga

Bagaimana dan seperti apa keluarga mengarahkan dan memberikan preferensi politik terhadap pemilih pemula dalam menentukan pilihannya. 5. Teman sepermainan (peergroup)

Bagaimana komunikasi yang terjadi dalam lingkup hubungan pertemanan dapat memberikan preferensi politik terhadap pemilih pemula dalam menentukan pilihannya.


(49)

C.Jenis Data

Data merupakan bahan penting yang digunakan oleh peneliti untuk menjawab pertanyaan atau menguji hipotesis dan mencapai tujuan penelitian. Oleh karena itu kualitas data menjadi pokok penting dalam penelitian karena menentukan kualitas hasil penelitian. Pengelompokan data dalam penelitian ini berdasarkan karakteristiknya yang terdiri atas :

1. Data primer

Data primer merupakan suatu objek atau dokumentasi original, material bahan mentah yang diperoleh dari sumber asli yang memuat informasi atau data tersebut. Data primer didapat atau dikumpulkan dari tangan pertama dan diolah organisasi atau perorangan. Bentuk dari data primer berupa dokumen sejarah dan legal formal, pernyataan sikap, pandangan individu, hasil dari suatu eksperimen, data statistik, lembaran tulisan, artikel, karangan ilmiah yang disampaikan dalam konferensi dan sebagainya. Data primer dapat diperoleh melalui informasi berasal dari unit analisis yang telah ditentukan. Menurut Ulber silalahi (2009:250), unit analisis merupakan unit atau elemen yang dianalisis atau yang dipelajari yang darinya ingin diketahui satu atau sejumlah hal terakhir masalah penelitian.

Subjek penelitian atau unit analisis yang paling umum dipelajari dalam penelitian sosial ialah individu, keluarga, kelompok, organisasi dan struktur sosial baik formal maupun informal (Ulber, 2009:250). Oleh sebab itu sumber data dapat diperoleh dengan penggalian informasi dari narasumber sebagai sumber data berjenis orang (person) atau organisasi. Sebagai sumber data


(50)

manusia memiliki kedudukan dan peran yang beragam. Sumber data lain yang dijadikan data primer dalam penelitian ini yakni buku-buku publikasi resmi dan dokumen legal formal organisasi yang menjadi landasan hukum dalam melakukan tindakan dan sikap terhadap beberapa permasalahan.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari sumber yang bukan asli memuat informasi atau data tersebut (second hand information) atau sumber-sumber lain yang telah tersedia sebelum penelitian dilakukan. Bentuk data sekunder meliputi interpretasi atau pembahasan tentang materi original. Bahan-bahan literatur lain seperti artikel dalam surat kabar atau majalah populer, laporan dan publikasi organisasi, database penelitian terdahulu, publikasi pemerintah dan catatan publik yang mengevaluasi dan mengkritisi suatu penelitian tentang masalah original.

D.Penentuan Informan

Dalam menentukan informan sebagai sumber data pada penelitian ini penulis menggunakan teknik purposive sampling. Penentuan teknik ini agar didapati informasi dengan tingkat validitas dan reabilitas yang tinggi. Informan haruslah orang yang merepresentasikan fokus penelitian (perilaku pemilih pemula) yang hendak diteliti. Tentang teknik purposive sampling, Ulber Silalahi (2009:272) menjelaskan pemilihan sampel purposive (bertujuan) atau lazim disebut judgement sampling merupakan pemilihan siapa subjek yang ada dalam posisi terbaik untuk memberikan informasi yang dibutuhkan. Karena itu menentukan subjek atau orang-orang terpilih harus sesuai dengan ciri-ciri dan kriteria


(51)

khusus yang dimiliki oleh sampel tersebut atas pemahaman yang kuat terhadap objek yang akan diteliti. Kemudian, menurut Spreadley dan Faisal (1990: 67) agar memperoleh informasi lebih terbukti terdapat beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan antara lain :

1. Subyek yang lama dan intensif dengan suatu kegiatan atau aktivitas yang menjadi sasaran atau perhatian.

2. Subyek yang masih terkait secara penuh dan aktif pada lingkungan atau kegiatan yangmenjadi sasaran atau perhatian.

3. Subyek yang mempunyai cukup banyak informasi, banyak waktu dan kesempatan untuk dimintai keterangan

4. Subyek yang berada atau tinggal pada sasaran yang mendapat perlakuan yang mengetahui kejadian tersebut.

Adapun rincian informan yang dipilih dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :

Table 2. Rincian Informan

No. Nama Umur Jenis Kelamin

(L/P)

Alamat

1. Mas Agus Edi P. 18 Tahun L Dusun I

2. Yoga Priatama 18 Tahun L Dusun I

3. Hendi Setiawan 18 Tahun L Dusun I

4. Heri Setiyadi 19 Tahun L Dusun I

5. Sri Nursari 18 Tahun P Dusun II

6. Ristrianto 19 Tahun L Dusun II

7. Bayu Agung 19 Tahun L Dusun II

8. Kristinawati 19 Tahun P Dusun III

9. Atang Sutisna 19 Tahun L Dusun III

Pemilihan informan pada penelitian ini dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan yang telah ditentukan yaitu sebagai berikut :

1. Informan termasuk dalam pemilih pemula yaitu pemilih dengan rentang usia 17-21 tahun.


(52)

2. Informan terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap dan menggunakan hak pilih dalam pemilihan kepala pekon Banyu Urip tahun 2013.

3. Informan berdomisili di Pekon Banyu Urip.

4. Informan cukup mengerti mengenai pemilihan kepala pekon Banyu Urip tahun 2013.

5. Informan tidak buta huruf dan mempunyai cukup waktu untuk dimintai informasi melalui wawancara.

Dengan dasar beberapa pertimbangan tersebut maka diharapkan dapat diperoleh informasi yang mencukupi berkaitan dengan penelitian mengenai perilaku pemilih pemula pada pemilihan kepala Pekon Banyu Urip tahun 2013 dalam pendekatan sosiologis.

E.Teknik Pengumpulan Data

Terkait untuk menjawab masalah penelitian tentu membutuhkan data yang relevan. Data yang dibutuhkan harus didapati melalui teknik dan instrumen pengumpulan data yang sesuai dengan jenis dan tipe penelitian. Kecermatan dalam memilih dan menyusun teknik dan alat pengumpulan data ini sangat berpengaruh pada objektivitas hasil penelitian. Dengan kata lain teknik dan alat pengumpul data yang tepat dalam suatu penelitian akan memungkinkan dicapainya pemecahan masalah secara valid dan reliabel.

Ulber Silalahi (2009:280) mendefinisikan pengumpulan data sebagai suatu proses mendapatkan data empiris melalui responden dengan menggunakan metode tertentu. Sebelum mengumpulkan terlebih dahulu ditentukan teknik pengumpulan data yang tepat untuk menyusun instrumen yang baik dalam


(53)

pengumpulan data. Instrumen berfungsi sebagai alat bantu bagi peneliti untuk mengumpulkan data yang akan dianalisis dan diinterpretasikan. Lebih rinci pada penelitian ini digunakan dua teknik pengumpulan data yakni sebagai berikut :

1. Wawancara

Wawancara adalah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Pewawancara disebut interviewer, sedangkan orang yang diwawancarai disebut sebagai interviewee. Metode ini masuk dalam tekhnik pengumpulan data pada metode penelitian survey. Menurut Ulber Silalahi (2009:312), wawancara merupakan metode yang digunakan untuk mengumpulkan data atau keterangan lisan dari seseorang yang disebut koresponden melalui suatu percakapan yang sistematis dan terorganisir. Maka wawancara merupakan percakapan yang berlangsung sistematis yang dilakukan peneliti sebagai pewawancara (interviewer) dengan sejumlah orang sebagai responden atau yang diwawancarai (interviewee) untuk mendapatkan sejumlah informasi yang berhubungan dengan masalah penelitian. Pada penelitian ini wawancara dengan informan dilakukan secara mendalam (depth interviewe).

Metode wawancara digunakan untuk menghimpun data sosial terutama untuk mengetahui tanggapan, pendapat, pandangan, sikap, keyakinan, perasaan, motivasi dan cita-cita seseorang. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan memperoleh informasi mengenai bagaimana kelompok-kelompok yang terbentuk karena adanya pengkategorian karakteristik sosial dan


(54)

pengelompokkan sosial baik yang bersifat formal dan informal dapat memberikan preferensi politik dan membentuk perilaku pemilih pemula dalam menentukan pilihannya pada pemilihan kepala Pekon tahun 2013.

2. Studi Dokumentasi

Metode ini merupakan suatu cara pengumpulan data yang menghasilkan catatan penting yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Data yang diperoleh haruslah lengkap, sah dan bukan berdasarkan perkiraan. Dokumentasi yaitu terjun langsung kelapangan dan mencari data mengenai objek-objek penelitian tersebut yang berasal dari pihak lain berupa undang-undang, buku, surat kabar, dan berbagai sumber lainnya yang berhubungan dengan lokasi penelitian dan masalah penelitian. Peneliti juga mendokumentasikan beberapa data dalam bentuk gambar foto pada lampiran guna mendukung validitas dan kebenaran data yang diteliti.

Pada penelitian sosial fungsi data yang berasal dari dokumentasi lebih banyak digunakan sebagai data pelengkap dan pendukung bagi data primer yang diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam. Beberapa contoh sumber data dari studi dokumentasi dapat berupa buku-buku tentang pendapat pribadi maupun organisasi, teori, hukum-hukum/dalil dan lainnya yang berhubungan dengan masalah penelitian. Budi Koestoro dan Basrowi (2006:143) membagi jenis sumber data dari studi dokumentasi terdiri atas :

a. Catatan resmi (official of formal record), yaitu berupa landasan hukum, data base, keputusan organisasi, dan sebagainya.

b. Dokumen-dokumen ekpresif (expressive document), yaitu berupa biografi, autobiografi, surat pribadi, dan buku harian.

c. Laporan media massa (mass media report), yaitu berupa buletin, majalah, koran, dan selebaran.


(55)

Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berbagai literatur (buku) mengenai konsep perilaku pemilih, dan peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Peneliti memperoleh data dengan cara konvensional yaitu dengan membaca, mencatat, mengutip dan selanjutnya dilakukan klasifikasi berdasarkan fokus bahasan masing-masing.

F. Teknik Analisis Data

Setelah selesai dalam pengumpulan data seperti di jelaskan di atas, maka selanjutnya diteruskan dengan analisis data. Analisis data ini sangat penting bagi pengolahan data, selain akan menghasilkan data yang bermutu juga akan menjadikan data yang ada lebih baik dan berkualitas. Menurut Miles dan Haberman (1992:36), analisis data adalah proses pencarian dan penyusunan data yang sistematis melalui transkrip wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi yang secara akumulasi menambah pengetahuan peneliti terhadap apa yang ditemukan selama penelitian.

Data yang telah didapatkan dari hasil wawancara dianalisa melalui penajaman informasi kemudian dijelaskan dan dideskripsikan secara rinci dan mendalam dengan menggunakan kata-kata. Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu didasarkan atas model interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan Haberman, secara garis besar adalah sebagai berikut :

1. Reduksi data

Data yang diperoleh di lapangan langsung diketik atau ditulis dengan rapi, terperinci, serta sistematis setiap selesai mengumpulkan data. Data-data yang


(56)

terkumpul akan semakin bertambah jumlahnya mulai dari puluhan hingga ratusan lembar. Oleh karena itu, data tersebut harus dianalisis sejak dimulainya proses penelitian. Data-data tersebut direduksi yaitu dengan memilah hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian.

Reduksi data dilaksanakan melalui proses pemilihan, pemusatan perhatiaan pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari hasil wawancara dan catatan tertulis di lapangan.data yang diperoleh dilapangan dianalisis melalui tahapan penajaman informasi, penggolongan berdasarkan kelompok, pengarahan atau diarahkan arti dari data tersebut. Langkah selanjutnya adalah membuang hal yang di luar konteks dalam bahasan fokus penelitian dan kemudian mengorganisasikan data dengan cara yang sedemikian rupa sehingga kesimpulan dapat dirumuskan dan diverifikasi. Data-data yang telah direduksi memberikan gambaran yang jelas dan tajam mengenai hasil pengamatan serta mempermudah pencarian jika sewaktu-waktu dibutuhkan.

2. Display data

Tahapan ini dilakukan dengan cara mendeskripsikan data atau memaparkan temuan hasil wawancara terhadap informan. Data yang terkumpul semakin banyak dan kurang dapat memberikan gambaran secara menyeluruh. Data yang telah didapat kemudian diklasifikasikan menjadi bagian-bagian data yang disusun secara sistematis sesuai dengan apa yang dikaji dalam penelitian tersebut. Oleh karena itu kemudian diperlukan display data. Display data adalah menyajikan data dalam bentuk matriks, network, chart, grafik, dan


(57)

sebagainya. Dengan cara demikian maka peneliti tidak akan terbenam dalam data yang begitu banyak.

3. Pengambilan Keputusan dan Verifikasi

Sejak awal peneliti berusaha mencari makna dari data yang diperoleh. Peneliti mencari pola, model, tema, hubungan persamaan, hal-hal yang sering muncul, hipotesis, dan sebagainya. Jadi, dari data yang didapatnya peneliti mencoba mengambil kesimpulan. Tahap ini akan dilakukan uji kebenaran dari setiap makna yang muncul pada data penelitian. Penarikan kesimpulan disesuaikan peneliti dengan kategori dan klasifikasi data yang telah ditentukan sebelumnya. Setiap data yang menunjang komponen uraian diklasifikasikan kembali, baik dengan informan di lapangan maupun melalui diskusi-diskusi dan tukar fikiran dengan teman sejawat. Sehingga hasil dari penarikan kesimpulan tersebut dapat menjawab pertanyaan penelitian. Apabila hasil klarifikasi memperkuat simpulan atas data maka pengumpulan data untuk komponen tersebut siap dihentikan. Kesimpulan dari penelitian ini diarahkan untuk menggambarkan secara jelas mengenai bagaimana kelompok-kelompok yang terbentuk karena adanya pengkategorian karakteristik sosial dan pengelompokkan sosial baik yang bersifat formal dan informal dapat memberikan preferensi politiknya dan membentuk perilaku pemilih pemula dalam menentukan pilihannya.


(58)

G.Teknik Uji Validitas Data Kualitatif

Laporan penelitian kualitatif dikatakan ilmiah jika persyaratan validitas, reabilitas dan objektivitasnya sudah terpenuhi. Beberapa usaha agar persyaratan tersebut terpenuhi, Usman (2011: 88) mengungkapkan bahwa langkah-langkah yang harus dipenuhi antara lain sebagai berikut :

1. Kreadibilitas

Kreadibilitas merupakan kesesuaian antara konsep penelitian dengan konsep informan. Kreadibilitas diperlukan untuk mengantisipasi terjadinya bias. Tujuannya adalah membuktikan bahwa apa yang diamati oleh peneliti sesuai dengan apa yang ada dalam kenyataan dan sesuai dengan yang sebenarnya terjadi (ada). Kreadibilitas juga digunakan untuk memenuhi kriteria bahwa data dan informasi yang dikumpulkan peneliti harus mengandung nilai kebenaran, baik bagi pembaca yang kritis maupun subyek yang diteliti.

Teknik pencapaian kredibilitas data dalam penelitian ini merujuk pada rekomendasi Lincoln dan Guba (1985:117), yang menyatakan ada beberapa teknik pencapaian kredibilitas data dan peneliti hanya mengambil 4 teknik yaitu:

a. Persistent observation, yaitu mengadakan observasi secara tekun/cermat dan terus menerus, dengan maksud untuk mengamati dan lebih memahami fenomena dan peristiwa yang terjadi pada latar penelitian secara mendalam sehingga ditemukan hal-hal yang relevan untuk kepentingan penelitian.

b. Triangulasi, merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menjamin keterpercayaan data yang diperoleh dalam penelitian, sehingga perlu dilakukan kontrol terhadap kesahihannya. Untuk menguji kesahihan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara: a). Triangulasi sumber, yaitu pengecekan data dengan membandingkan dan mengecek ulang data yang diperoleh dari informan dengan informan lainnya; (b). triangulasi


(59)

metode/teknik, yaitu mengecek kebenaran data yang diperoleh dari informan yang menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda. c. Member check, yaitu pengecekan anggota dengan meminta informan

kunci untuk memeriksa kembali (konfirmasi) data yang telah diperoleh dalam transkrip wawancara dan catatan lapangan kepada informan untuk mendapat tanggapan, komentar, sanggahan dan informasi tambahan atas kebenarannya.

d. Reviewing, dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mendiskusikan data yang diperoleh dalam penelitian dengan pihak-pihak yang memiliki pengetahuan dan keahlian yang relevan dengan tema penelitian dan memahami pendekatan metode penelitian kualitatif.

2. Dependabilitas dan Komfirmabilitas

Dependabilitas adalah apabila hasil penelitian kita memberikan hasil yang sama dengan penelitian yang diulang pihak lain karena desain yang emergent lahir selama penelitian berlangsung. Untuk membuat penelitian kualitatif dependabilitas maka perlu disatukan dengan komfirmabilitas. Hal ini dikerjakan dengan cara audit trail yang dilakukan oleh pembimbing.


(60)

IV. GAMBARAN UMUM

A.Gambaran Umum Pekon Banyu Urip 1. Sejarah Singkat

Sejarah Pekon Banyu Urip selama ini belum pernah dibukukan secara pasti, akan tetapi penulis coba mendapatkannya melalui pengamatan di lokasi dan data-data yang didapat dari kepala Pekon Banyu Urip. Pekon Banyu Urip diperkirakan berdiri sejak 37 tahun lalu atau lebih tepatnya sekitar tahun 1972. Pekon Banyu Urip pada awalnya masuk dalam wilayah Pekon Wonosobo yang kemudian melakukan pemekaran. Sejak awal berdirinya, Pekon Banyu Urip telah mengalami beberapa kali pergantian kepala pekon yaitu:

a. Bapak Suparjo (sebagai perintis sekaligus kepala pekon pertama) b. Bapak Munidjo (PJS)

c. Bapak Jumaedi d. Bapak Nimidjo e. Bapak Sulistyo f. Bapak Supriyanto


(61)

Pada tanggal 11 maret tahun 2013, Pekon Banyu Urip melakukan pemilihan Kepala Pekon secara langsung. Hasil dari pemilihan tersebut, Bapak Supriyanto terpilih kembali sebagai Kepala Pekon.

2. Letak Administratif

Pekon Banyu Urip merupakan sebuah perkampungan yang berada dipinggiran Kabupaten Tanggamus dan masuk dalam wilayah Kecamatan Wonosobo. Secara administratif, pemerintahan pekon Banyu Urip terbagi atas tiga dusun yaitu Banyu Urip I, Banyu Urip II, dan Banyu Urip III yang berbatasan dengan beberapa wilayah antara lain :

a. Sebelah utara berbatasan dengan Pekon Wonosobo Kecamatan Wonosobo. b. Sebelah selatan berbatasan dengan Pekon Dadirejo Kecamatan Wonosobo. c. Sebelah timur berbatasan dengan Pekon Dadirejo Kecamatan Wonosobo. d. Sebelah barat berbatasan dengan Pekon Dadisari dan Pekon Lakaran

Kecamatan Wonosobo. 3. Luas Wilayah

Luas wilayah Pekon Banyu Urip Kecamatan Wonosobo Tanggamus diperkirakan sekitar 144 hektar yang wilayahnya terbagi atas beberapa kawasan menurut penggunaannya yaitu lahan persawahan dan irigasi 86 hektar. Lahan perkebunan dan ladang sekitar 26 hektar, serta perumahan dan sarana prasarana umum lainnya seluas 32 hektar. Pekon Banyu Urip, berjarak sekitar 4 kilometer dari pusat Kecamatan Wonosobo sedangkan jarak ke Kabupaten Tanggamus kurang lebih 20 kilometer serta jarak ke ibukota Provinsi Lampung kurang lebih 135 kilometer.


(62)

4. Penduduk

a. Jumlah penduduk

Pekon Banyu Urip Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus memiliki jumlah penduduk sebanyak 945 jiwa yang terdiri dari pria dan wanita. Hal ini dapat dilihat dari tabel di bawah ini:

Tabel 3. Jumlah penduduk Pekon Banyu Urip

Jenis kelamin Jumlah

Laki-laki 485 jiwa

Perempuan 460 jiwa

Kepala keluarga 247 KK

Sumber: Profil Pekon Banyu Urip 2012

Berdasarkan tabel di atas maka terlihat jelas bahwa perbandingan penduduk Pekon Banyu Urip antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan lebih didominasi oleh jenis kelamin laki-laki.

b. Komposisi penduduk menurut agama

Penduduk Pekon Banyu Urip sebagian besar beragama islam. Hal ini dapat dilihat dalam rincian sebagai berikut:

Tabel 4. Komposisi penduduk menurut agama

Agama Jumlah

Islam 945 orang

Kristen -

Katolik -

hindu -

Budha -

Jumlah Keseluruhan 945 orang


(63)

Berdasarkan tabel 4 mengenai komposisi penduduk menurut agama maka dapat diketahui bahwa penduduk Pekon Banyu Urip jika dilihat dari segi agama bersifat homogen dikarenakan semuanya beragama islam.

c. Komposisi penduduk menurut mata pencaharian

Mata pencaharian sebagian besar penduduk Pekon Banyu Urip Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus adalah petani, kemudian sisanya buruh, pedagang, pengrajin dan pedagang swasta. Adapun rincian komposisi penduduk menurut mata pencaharian adalah sebagai berikut:

Tabel 5. Komposisi penduduk menurut mata pencaharian

Pekerjaan Jumlah

Petani 475 orang

Buruh Swasta 125 orang

Pengrajin 25 orang

Pedagang 30 orang

Pegawai Negeri 5 orang

Sumber: Profil Pekon Banyu Urip 2012

Berdasarkan tabel di atas maka dapat disimpulkan bahwa penduduk Pekon Banyu Urip sudah memiliki heterogenitas dalam bidang pekerjaan sekalipun sedikit. Hal ini menunjukkan adanya perubahan pola pikir masyarakatnya, dari dahulu yang mayoritas petani kemudian ada yang beralih menjadi pedagang, pengrajin, swasta, dll.


(64)

d. Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan

Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan yaitu sebagai berikut: Tabel 6. Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan

Pendidikan Jumlah

Belum sekolah 190 orang

Tidak pernah sekolah 152 orang

Tidak lulus SD 182 orang

SD/Sederajat 120 orang

SMP/Sederajat 201 orang

SMA/Sederajat 95 orang

S1 5 orang

S2 -

Sumber: Profil Pekon Banyu Urip 2012

Tabel diatas menunjukkan bahwa penduduk Pekon Banyu Urip termasuk dalam golongan penduduk yang berpendidikan menengah ke bawah. Kondisi ini kemudian menujukkan bahwa tingkat pengetahuan warga masyarakat masih rendah. Pada dasarnya bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi dan semakin banyak pengetahuan dan informasi yang didapatkan, begitu pun sebaliknya. Pada dasarnya, dengan pengetahuan dan informasi yang didapatkan maka akan membantu seseorang dalam menentukan pilihannya yang ditandai dengan kemampuannya dalam menilai pasangan calon ataupun menilai visi dan misi serta pembangunan yang diajukan calon.


(65)

Hal ini membuat calon yang ada dalam pemilihan baik itu pemilihan presiden, kepala daerah maupun pemilihan kepala desa harus cerdas dalam merebut suara di Pekon Banyu Urip, dikarenakan penduduk yang berpendidikan menengah kebawah cenderung menjadi tipe pemilih yang emosional. Oleh karena itu para kandidat harus melakukan pendekatan sosiologis yang mendalam untuk menggaet suara berbagai kelompok dan segmen sosial.

e. Komposisi penduduk menurut umur

Komposisi penduduk menurut umur yaitu sebagai berikut: Tabel 7. Komposisi penduduk menurut umur

Umur Jumlah

0-10 Tahun 285 Orang

11-20 Tahun 223 Orang

21-30 Tahun 176 Orang

31-40 Tahun 105 Orang

41-50 Tahun 80 Orang

51-58 Tahun 46 Orang

59 Tahun keatas 30 Orang

Jumlah Keseluruhan 945 Orang

Sumber: Profil Pekon Banyu Urip 2012

Berdasarkan tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk Pekon Banyu Urip berasal dari usia muda dan usia produktif.

5. Sarana dan Prasarana

Sarana dan Prasarana merupakan hal yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk dapat mendukung semua kegiatan yang dilakukan. Dengan terpenuhinya semua


(1)

53

Berdasarkan tabel yang disampaikan sebelumnya, maka dapat dilihat bahwa pemilihan kepala Pekon Banyu Urip yang dilakukan pada tanggal 11 Maret 2013 dimenangkan oleh calon dengan nomer urut 02 yaitu Supriyanto yang merupakan calon incumbent dari periode sebelumnya.


(2)

79

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa tidak semua pengelompokkan sosial yang terdapat di dalam masyarakat memberi preferensi politik dan membentuk perilaku pemilih pemula dalam menentukan pilihan politiknya pada pemilihan kepala Pekon Banyu Urip tahun 2013. Keluarga merupakan salah satu kelompok sosial yang memiliki andil terbesar dalam memberikan preferensi politik dan membentuk perilaku pemilih pemula di Pekon Banyu Urip. Hal ini terjadi karena adanya kedekatan emosional dan pertalian darah serta intensitas komunikasi yang rutin antara pemilih pemula itu sendiri dengan keluarganya terutama orang tua.

Selain keluarga, kelompok sosial lain yang juga ikut memberi preferensi politik dan membentuk perilaku pemilih pemula dalam menentukan pilihan politiknya yaitu teman sebaya. Dalam lingkup pertemanan terdapat komunikasi yang terjalin secara erat antara pemilih pemula dengan teman-teman sebayanya. Melalui komunikasi ini kemudian terdapat proses saling bertukar informasi dan pengetahuan khususnya mengenai pemilihan kepala Pekon Banyu Urip tahun 2013.


(3)

80

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Pekon Banyu Urip mengenai perilaku pemilih pemula dalam pendekatan sosiologis, maka penulis memberikan saran sebagai rekomendasi yang diharapkan dapat menjadi referensi pemikiran khususnya mengenai perilaku pemilih pemula.

1. Kedepannya, pada setiap momen pemilihan umum secara langsung hendaknya keluarga sebagai kelompok sosial yang terdekat dengan pemilih pemula dapat mengedukasi pemilih pemula tersebut agar kemudian dapat menentukan pilihannya secara bijak sesuai hati nurani dan akal sehat tanpa adanya paksaan.

2. Mengajak semua pihak dalam hal ini lembaga-lembaga baik yang berasal dari pemerintah maupun non-pemerintah yang berkaitan dengan proses pemilihan umum untuk bisa lebih mendidik dan mencerdaskan masyarakat, khususnya pemilih pemula dalam partisipasi politiknya sebagai usaha untuk memaksimalkan fungsi pendidikan politik. Semua harus didukung oleh maksimalnya sosialisasi serta pendekatan yang massif ke semua lapisan masyarakat.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Asfar, Muhammad. 2006. Pemilu dan Perilaku Memilih. Pustaka Eureka. Surabaya.

Budi Koestoro, Basrowi. 2006. Strategi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Yayasan Kampusiana. Surabaya.

Bungin, Burhan. 1995. Metode Penelitian Kualitatif. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Efriza. 2012. Political Explore. Alfabeta. Bandung.

Firmanzah. 2007. Marketing Politik. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Gaffar, Afan. 1992. Javanese voters (a case study of election under a hegemonic party system). Gajah Mada University Press.Yogyakarta.

Husaini Usman, Purnomo Setiady Akbar. 1997. Metodologi Penelitian Sosial, Bumi Aksara. Jakarta.

J. Prihatmoko, Joko. 2005. Pilkada Secara Langsung. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Jack C. Plano, Robert E. Ringgs, Helenan S. Robin. 1985. Kamus Analisa Politik. Rajawali Press. Jakarta.

Kristiadi, J.1996. Pemilihan Umum dan Perilaku Pemilih di Indonesia. LP3ES. Jakarta.

Mathew B. Miles, A. Michael Haberman. 1992. Analisa Data Kualitatif. UI Press. Jakarta.

Nursal, Adman. 2004. Political Marketing (Strategi Memenangkan Pemilu Sebuah Pendekatan Baru Kampanye Pemilihan DPR, DPD, dan Presiden). Gramedia. Jakarta.


(5)

Rusli, M. Karim. 1991. Pemilu Demokratis Kompetitif. Tiara Wacana. Yogyakarta.

Samuel P. Hutington, Joan Nelson. 1990. Partisipasi Politik di Negara Berkembang. Rineka Cipta. Jakarta.

Sastroatmodjo, Sudijono.1995. Perilaku Politik. IKIP Semarang Press. Semarang. Sparadley, Faisal. 1990. Format-Format Penelitian Sosial. Rajawali Pers. Jakarta. Soedjatmoko. 1995. Dimensi Manusia dalam Pembangunan. Pustaka LP3ES.

Jakarta.

Suhartono. 2009. Tingkat kesadaran Politik Pemilih Pemula dalam Pilkada; suatu Refleksi School-Based democracy Education (Studi Kasus Pilkada Provinsi Banten Jawa Barat). UPI. Bandung.

Surbakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu Politik. Gramedia Widya Sarana. Jakarta.

Ulber Silalahi, Dr. 2009. Metode Penelitian Sosial. Refika Aditama. Jakarta. Widjaja, HAW., Prof. Drs. 2012. Otonomi Desa: Merupakan Otonomi yang Asli,

Bulat dan Utuh. Raja Grafindo Perkasa. Jakarta.

Skripsi:

Ariebowo, Gito. 2011. Perilaku Pemilih Masyarakat Minang Imopuro dalam Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Metro Tahun 2010. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Nazmi, Nicko Rifan. 2010. Perilaku Pemilih Pemula Pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2009. Universitas Lampung. Bandar Lampung.


(6)

Perundang-Udangan:

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

Internet:

http://lampung.tribunnews.com/2012/12/26/pemkab-tanggamus-memutuskan-pilkakon-serempak dimulai-januari.


Dokumen yang terkait

Perilaku Politik Pemilih Pemula Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 (Studi Kasus Di Kecamatan Tigabinanga Kabupaten Karo)

2 70 105

Perilaku Pemilih Pemula Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013

1 64 93

Perilaku Pemilih Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Sumatera Utara Tahun 2013 Di Kecamatan Medan Helvetia

0 54 79

PERILAKU PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN PERATIN PEKON RAWAS KECAMATAN PESISIR TENGAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT TAHUN 2012

0 15 109

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI DEMOKRASI PADA PEMILIH PEMULA (Studi Kasus Pada Pemilih Pemula di Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Kebak Implementasi Nilai-Nilai Demokrasi Pada Pemilih Pemula (Studi Kasus Pada Pemilih Pemula di Pemilihan Kepala Desa (Pilkades)

0 3 17

PENDAHULUAN Implementasi Nilai-Nilai Demokrasi Pada Pemilih Pemula (Studi Kasus Pada Pemilih Pemula di Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Kebak Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Karanganyar Tahun 2013).

1 2 7

IMPLEMENTASI NILAI-NILAI DEMOKRASI PADA PEMILIH PEMULA (Studi Kasus Pada Pemilih Pemula di Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Kebak Implementasi Nilai-Nilai Demokrasi Pada Pemilih Pemula (Studi Kasus Pada Pemilih Pemula di Pemilihan Kepala Desa (Pilkades)

0 1 10

Perilaku Politik Pemilih Pemula Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 (Studi Kasus Di Kecamatan Tigabinanga Kabupaten Karo)

0 8 45

Perilaku Politik Pemilih Pemula Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 (Studi Kasus Di Kecamatan Tigabinanga Kabupaten Karo)

0 0 10

Perilaku Politik Pemilih Pemula Pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 (Studi Kasus di Kecamatan Tigabinanga Kabupaten Karo)

0 3 11