ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI PADI (Oryza sativa) DI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI PADI (Oryza sativa)

DI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU

Oleh

Made Indra Murdani

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis (1) tingkat pendapatan rumah tangga petani padi (2) tingkat pengeluaran rumah tangga petani padi dan (3) tingkat kesejahteraan rumah tangga petani padi di Kecamatan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Yogyakarta Kecamatan

Gadingrejo Kabupaten Pringsewu dengan metode acak sederhana (simple random

sampling). Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2014. Responden dalam penelitian ini adalah 68 petani padi. Analisis data menggunakan analisis kuantitatif dan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha tani padi memberikan kontribusi terbesar bagi pendapatan rumah tangga petani padi, selanjutnya diikuti oleh pendapatan dari usahatani non-padi dan pendapatan dari luar usahatani. Proporsi pengeluaran rumah tangga petani padi masih didominasi oleh pengeluaran makanan, oleh karena itu kondisi kesejahteraan rumah tangga petani masih relatif rendah, walaupun demikian jika menggunakan kriteria pengeluaran setara beras (Sajogyo, 2007) maka tingkat kesejahteraan rumah tangga petani padidi Desa Yogyakarta Kecamatan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu sudah masuk ke dalam kategori hidup layak.

Kata kunci: Petani Padi, Pendapatan, Kesejahteraan Rumah Tangga, Pringsewu, Indonesia


(2)

ABSTRACT

INCOME AND WELFARE OF PADDY (Oryza sativa) FARMER HOUSEHOLDS IN GADINGREJO SUBDISTRICT

PRINGSEWU REGENCY

By

Made Indra Murdani

The purposes of this research were to analyze income, expenditure, and welfare level of paddy farmer households. This research was conducted in Yogyakarta Village of

Gadingrejo Subdistrict Pringsewu Regency in June – July 2014. Respondents in this

study were 68 paddy farmers chosen randomly. The methods of data analysis used in this study were quantitative and qualitative descriptive analysis. The results showed that the paddy farming was the most contributor of paddy farmer household income in Yogyakarta Village, then followed by income from farming other than paddy and from outside of farming. Expenditure of paddy farmer households in Yogyakarta Village was dominated by expenditure for food, so that their welfare was still in a low category. Basedon the criteria of Sajogyo (2007) paddy farmer households in Yogyakarta Village of Gadingrejo Subdistrict Pringsewu Regency were categorized in a prosperous category.

Keywords: Paddy Farmers, Income, Farmer Households Welfare, Pringsewu, Indonesia


(3)

ANALISIS PENDAPATAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI PADI (Oryza sativa)

DI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU

Oleh

MADE INDRA MURDANI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2014


(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Mei 1988 di Sumber Agung, Kabupaten Lampung Selatan. Merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Wayan Muke dan Ibu Supini.

Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat sekolah dasar di SD Negeri Karyatani, Labuhan Maringgai, Lampung Timur pada tahun 2000, pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri 1 Way Jepara, Lampung Timur pada tahun 2003, pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 3 Bandar Lampung pada tahun 2006, dan pendidikan tinggi Program Diploma 3 (D3) Ekonomi dan Bisnis, Program Studi Agribisnis di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung pada Tahun 2009. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Lampung angkatan 2007 melalui jalur alih program pada Tahun 2011.

Pada tahun 2013 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Kelurahan Keteguhan, Kecamatan Teluk Betung Selatan, Kota Bandar Lampung. Penulis melaksanakan penelitian pada Tahun 2014 di Desa Yogyakarta,


(7)

SANWACANA

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) yang telah memberikan segala kemudahan sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul “Analisis

Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Padi (Oryza sativa) di Kecamatan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu” ini tidak akan terealisasi dengan baik tanpa adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati penulis

menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Kedua orangtuaku tercinta Bapak Wayan Muke dan Mamak Supini,

satu-satunya saudara serahimku Wayan Sastra Wirawan, Mba Wayan, si kecil Dewa, dan Dadong, atas segala bantuan, dukungan, limpahan kasih sayang,

perhatian, do’a, dan semangat yang diberikan selama ini;

2. Dr. Ir. Sudarma Widjaya, M.S., sebagai Dosen Pembimbing Pertama, atas

segala bimbingan, nasihat, saran, dan arahan yang dengan begitu sabar diberikan selama proses penyelesaian skripsi;

3. Novi Rosanti, S.P., M.E.P., sebagai Dosen Pembimbing Kedua yang telah

memberikan bimbingan, saran, masukan, dan arahan selama proses penyelesaian skripsi;


(8)

Skripsi, atas bimbingan, masukan, arahan, dan nasihat yang telah diberikan selama perbaikan penulisan skripsi ini;

5. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Petanian Universitas Lampung;

6. Ir. Begem Viantimala, M.S., selaku Pembimbing Akademik yang telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis dengan penuh kesabaran dari awal hingga akhir penulis menuntut ilmu;

7. Seluruh Dosen dan Karyawan di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian (Mba

Ayi, Mba Iin, Mas Kardi, Mas Bukhari, dan Mas Boim) atas semua bantuan yang telah diberikan;

8. Yuni Hartono, S.P., selaku Ketua BP3K Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten

Pringsewu, atas izin dan bantuan yang diberikan selama proses penelitian ini dilaksanakan;

9. Novi Mirna Astuti, atas pengertian, semangat, do’a, dan segala bantuan yang diberikan selama penulisan skripsi ini;

10. Prajanti Anuka Dewi dan Tri Naftaliasari, atas segala nasihat, kritik, dan

semangat persahabatan kita selama ini;

11. Sahabat-sahabat seperjuanganku: Angga, Putri, Danang, Yasin, Fitri, Aras,

Randy, Arum, Dini, dan Adit, yang senantiasa memberikan bantuan,

pengertian, dorongan, do’a, dan semangat kebersamaan bagi penulis yang


(9)

telah memberikan saran, motivasi, bantuan, dan do’a kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

13. Juga bagi semua pihak yang telah membantu demi terselesaikannya skripsi ini

namun tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan dan senantiasa melimpahkan anugerah kepada kita semua. Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat yang sebaik-baiknya bagi semua pihak yang membutuhkan. Akhir kata, penulis mohon maaf jika terdapat kesalahan dan kepada Tuhan penulis mohon ampun.

Bandarlampung, Desember 2014 Penulis,


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang dan Masalah ... 1

B.Tujuan Penelitian ... 10

C.Kegunaan Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 12

A. Tinjauan Pustaka ... 12

1. Tinjauan agronomis tanaman padi ... 12

2. Teknik budidaya padi ... 14

3. Konsep usahatani ... 16

4. Pendapatan usahatani ... 20

5. Penerimaan usahatani ... 23

6. Pengeluaran usahatani ... 24

7. Rasio imbangan penerimaan dan biaya (R/C Rasio) ... 26

8. Teori kesejahteraan ... 28

9. Kajian penelitian terdahulu ... 31

B. Kerangka Pemikiran ... 35

III. METODE PENELITIAN ... 38

A. Batasan Operasional Variabel ... 38

B. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu Penelitian ... 42

C. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ... 44

D. Metode Analisis Data ... 44

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 48

A. Keadaan Umum Kabupaten Pringsewu ... 48


(11)

2. Keadaan topografi dan iklim ... 49

3. Keadaan penduduk ... 50

B. Keadaan Umum Desa Yogyakarta ... 51

1. Keadaan geografis ... 51

2. Keadaan Penduduk ... 51

3. Sarana dan Prasarana Desa ... 52

4. Potensi pertanian ... 53

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Keadaan Umum Petani Responden ... 55

1. Umur petani responden ... 55

2. Tingkat pendidikan petani responden ... 56

3. Mata pencaharian petani responden ... 58

4. Pengalaman berusahatani ... 59

5. Jumlah tanggungan keluarga ... 61

6. Kepemilikan dan luas lahan yang diusahakan petani ... 62

B. Usahatani Padi di Daerah Penelitian ... 63

C. Penggunaan Sarana Produksi ... 66

1. Penggunaan benih ... 66

2. Penggunaan pupuk ... 67

3. Penggunaan obat-obatan ... 71

4. Penggunaan tenaga kerja ... 72

5. Penggunaan peralatan ... 74

D. Analisis Pendapatan Rumah Tangga Petani ... 75

1. Produksi usahatani padi ... 75

2. Pendapatan usahatani padi ... 77

3. Pendapatan usahatani pekarangan ... 81

4. Pendapatan usahatani tegalan/ladang ... 83

5. Pendapatan diluar usahatani ... 84

6. Total pendapatan rumah tangga ... 86

E. Analisis Kesejahteraan Rumah Tangga Petani ... 87

1. Pengeluaran rumah tangga ... 87

2. Analisis kesejahteraan rumah tangga berdasarkan kriteria Sajogyo (2007)/pendekatan pengeluaran rumah tangga ... 95

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

A. Kesimpulan ... 98

B. Saran ... 98 DAFTAR PUSTAKA


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku

menurut lapangan usaha di Provinsi Lampung Tahun 2012 ... 2

2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku

menurut lapangan usaha pertanian di Provinsi Lampung Tahun 2012 ... 3

3. Luas panen, produksi, dan pertumbuhan produksi padi di Indonesia

(2008 – 2012) ... 5

4. Luas panen, produksi, dan produktivitas padi menurut kecamatan di

Kabupaten Pringsewu Tahun 2012 ... 6

5. Luas panen, produksi, dan produktivitas padi menurut desa di Kecamatan

Gadingrejo Tahun 2012 ... 7

6. Kelompok tani, jumlah anggota kelompok tani, luas panen, dan

produksi padi di Desa Yogyakarta, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten

Pringsewu Tahun 2012 ... 42

7. Sebaran sampel penelitian per kelompok tani di Desa Yogyakarta,

Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu ... 44

8. Sebaran penduduk Kabupaten Pringsewu berdasarkan kelompok umur

Tahun 2012 ... 50

9. Sarana dan Prasarana Desa Yogyakarta, Kecamatan Gadingrejo,

Kabupaten Pringsewu, Tahun 2012 ... 52

10. Sebaran petani padi responden berdasarkan kelompok umur di Desa

Yogyakarta, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu ... 56

11. Sebaran petani responden berdasarkan tingkat pendidikan di Desa

Yogyakarta, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu ... 57

12. Sebaran petani responden berdasarkan mata pencaharian tambahan


(13)

13. Sebaran petani responden berdasarkan pengalaman berusahatani di

Desa Yogyakarta, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu ... 60

14. Sebaran petani responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga

di Desa Yogyakarta, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu ... 61

15. Sebaran luas lahan garapan petani padi responden di Desa Yogyakarta,

Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu ... 63

16. Rata-rata penggunaan benih padi per usahatani dan per hektar pada

MT I dan MT II di Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu,

Tahun 2013 ... 66

17. Rata-rata penggunaan pupuk oleh petani padi responden per usaha

tani dan per hektar di Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu,

Tahun 2013 ... 68

18. Sebaran petani padi responden berdasarkan jenis pestisida yang

digunakan di Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu,

Tahun 2013 ... 71

19. Rata-rata penggunaan tenaga kerja petani padi responden per

usahatani dan per hektar di Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten

Pringsewu, Tahun 2013 ... 73

20. Rata-rata nilai penyusutan peralatan untuk usahatani padi

per musim tanam dan per tahun di Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, Tahun 2013 ... 74

21. Rata-rata penerimaan, biaya, dan pendapatan usahatani Padi pada

musim tanam I per usahatani dan per hektar di Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, Tahun 2013 ... 78

22. Rata-rata penerimaan, biaya, dan pendapatan usahatani Padi pada

musim tanam II per usahatani dan per hektar di Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, Tahun 2013 ... 79

23. Rata-rata pendapatan petani padi pada lahan pekarangan per tahun di

Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, Tahun 2013 ... 82

24. Rata-rata pendapatan petani padi pada lahan tegalan/ladang per tahun di

Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, Tahun 2013 ... 83

25. Rata-rata pendapatan di luar usahatani per tahun petani padi di

Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, Tahun 2013 ... 85

26. Rata-rata pendapatan total rumah tangga petani padi di Kecamatan


(14)

27. Rata-rata pengeluaran rumah tangga petani padi per tahun di Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, 2013 ... 88

28. Rata-rata pengeluaran per kapita per tahun dan kriteria kemiskinan

(Sajogyo) rumah tangga petani padi di Kecamatan Gadingrejo,


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Paradigma pemikiran analisis pendapatan usahatani padi

(Oryza sativa) di Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu ... 37


(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam menunjang perekonomian Indonesia. Mengacu pada keadaan itu, maka mutlak diperlukannya pengembangan sektor tersebut demi terjaganya kesinambungan dan stabilitas perekonomian. Pertanian merupakan hal yang substansial dalam

pembangunan, yaitu sebagai pemenuhan kebutuhan pangan, penyedia bahan mentah untuk industri, penyedia lapangan kerja, dan penyumbang devisa bagi negara. Maka adalah hal yang sangat wajar apabila bangsa Indonesia sebagai bangsa yang sedang membangun selalu meletakkan pembangunan sektor pertanian sebagai prioritas utama dalam pembangunan, khususnya dalam pembangunan perekonomian nasional.

Sampai saat ini, prioritas pembangunan di Indonesia diletakkan pada pembangunan bidang ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian.

Pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan produksi pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan dan kebutuhan industri dalam negeri, meningkatkan ekspor, meningkatkan pendapatan petani, memperluas kesempatan kerja dan mendorong pemerataan kesempatan berusaha (Soekartawi, 2003).


(17)

Sektor pertanian juga menjadi sektor andalan terpenting dalam pembangunan perekonomian di Provinsi Lampung. Data Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung (2013) menyebutkan, sektor pertanian merupakan sektor terbesar penyumbang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Lampung dari sisi lapangan usaha, yaitu memasok sekitar 35,92% yang kemudian disusul oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran yaitu 15,86%. Sektor lain yang

menempati urutan ke tiga sampai urutan ke sembilan sebagai kontributor Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Lampung adalah sektor pengolahan sebesar 15,55%, sektor pengangkutan dan telekomunikasi sebesar 11,53%, sektor jasa sebesar 9,10%, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan sebesar 6,15%, sektor bangunan 3,35%, sektor pertambangan dan penggalian sebesar 1,96%, dan yang terakhir adalah sektor usaha listrik, gas, dan air bersih sebesar 0,54%. Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha di Provinsi Lampung Tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha di Provinsi Lampung Tahun 2012

No. Lapangan Usaha Tahun 2012 Persentase

(Juta Rupiah) %

1 Pertanian 51.927.562 35,92

2 Industri Pengolahan 22.481.435 15,55

3 Perdagangan, hotel, dan Restoran 22.930.103 15,86

4 Pengangkutan dan telekomunikasi 16.676.478 11,53

5 Jasa-jasa 13.168.600 9,10

6 Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 8.892.445 6,15

7 Bangunan 4.855.562 3,35

8 Pertambangan dan penggalian 2.840.577 1,96

9 Listrik, gas, dan air bersih 788.597 0,54

Total 144.561.358 100


(18)

Tabel 1 menunjukkan bahwa sektor pertanian adalah sektor yang paling besar menyumbangkan pemasukan bagi pembangunan ekonomi di Provinsi Lampung. Sektor pertanian tersebut kemudian terbagi lagi menjadi lima subsektor penting, yaitu subsektor tanaman bahan pangan dengan kontribusinya terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Lampung sebesar 50,76%, subsektor perikanan sebesar 20,51%, subsektor tanaman perkebunan sebesar 16,43%, subsektor peternakan sebesar 10,96%, dan subsektor kehutanan sebesar 1,30%. Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha pertanian di Provinsi Lampung Tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha pertanian di Provinsi Lampung Tahun 2012

No Lapangan Usaha Pertanian Tahun 2010 Persentase

(Juta Rupiah) (%)

1 Tanaman bahan makanan 26.361.982 50,76

2 Perikanan 10.654.291 20,51

3 Tanaman perkebunan 8.536.112 16,43

4 Peternakan 5.695.564 10,96

5 Kehutanan 679.613 1,30

Total 51.927.562 100

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2013

Salah satu komoditas penting sektor pertanian pada subsektor tanaman bahan makanan adalah padi. Padi adalah salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban manusia, merupakan jenis tanaman pangan yang cukup banyak

dimanfaatkan sebagai sumber bahan pangan di Indonesia, khususnya Lampung. Produksi padi di Provinsi Lampung pada Tahun 2012 menempati urutan kedua dari semua jenis tanaman pangan setelah ubi kayu, yaitu sebesar 3.201.455 ton.


(19)

Ubi kayu menjadi penyumbang produksi pangan terbesar di Provinsi Lampung, yaitu sebesar 8.387.351 ton, yang kemudian disusul oleh jagung sebagai

komoditas tanaman pangan dengan produksi terbesar ketiga yaitu sebesar 1.760.275 ton (Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2013).

Produksi padi di Provinsi Lampung memang menempati urutan kedua setelah ubi kayu, namun pada kenyataannya, padi tetap merupakan sumber bahan pangan pokok bagi sebagian besar masyarakatnya. Menilik perkembangannya secara global, tingkat konsumsi beras penduduk Indonesia pada Tahun 2011 mencapai 139 Kg per kapita per tahun lebih tinggi dibanding dengan Malaysia dan Thailand yang hanya berkisar 65 Kg sampai 70 Kg per kapita per tahun (Gultom, 2011).

Selama selang Tahun 2008 sampai Tahun 2012, produksi padi Indonesia terendah yaitu pada Tahun 2008 sebesar 59,80 juta ton, meningkat sekitar 4,70% dari tahun sebelumnya. Tingkat produksi tertinggi diraih pada Tahun 2012 sebesar 69,05 juta ton, namun tingkat pertumbuhan tertinggi yaitu pada Tahun 2009 sebesar 6,74% dengan produksi sebesar 64,39 juta ton. Tingkat pertumbuhan terendah berada pada Tahun 2011 yang mengalami penurunan hingga 1,06% dari tahun sebelumnya, atau hanya mencapai produksi sekitar 65,75 juta ton yang dari

sebelumnya pada Tahun 2010 mencapai 66,46 juta ton. Hal ini disebabkan karena terjadi penurunan jumlah luasan panen sekitar 0,05 juta ha lahan panen atau sekitar 0,37% dari luasan panen pada tahun sebelumnya. Data luas panen,

produksi, dan tingkat pertumbuhan produksi padi di Indonesia (2009 – 2012)


(20)

Tabel 3. Luas panen, produksi, dan pertumbuhan produksi padi di Indonesia

(2008 – 2012)

No. Tahun Luas Panen

(Juta ha)

Produksi (Juta Ton)

Pertumbuhan Produksi (%)

1 2008 11,97 59,80 4,70

2 2009 12,89 64,39 6,74

3 2010 13,25 66,46 3,19

4 2011 13,20 65,75 -1,06

5 2012 13,44 69,05 5,01

Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia, 2013

Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra pemasok padi di Indonesia. Hampir disemua wilayah kabupatennya memiliki potensi sebagai penghasil padi, dan salah satunya adalah Kabupaten Pringsewu. Sebagian besar penduduknya masih mengandalkan pertanian sebagai mata pencaharian hidup. Selain untuk dikonsumsi sendiri, hasil pertanian khususnya padi, mereka jual sebagai sumber pendapatan. Jumlah luas lahan panen padi pada masing-masing daerah di Kabupaten Pringsewu juga beragam. Kecamatan Gadingrejo, menjadi daerah penghasil padi terluas diantara kecamatan-kecamatan lainnya. Luas panen padi di Kecamatan Gadingrejo mencapai 3.758 ha dengan produksi sebesar 18.936 ton selama Tahun 2012. Daerah penghasil padi terluas kedua setelah Kecamatan Gadingrejo adalah Kecamatan Pardasuka dengan luas panen mencapai 3.350 ha dan jumlah produksi sebesar 16.880 ton yang kemudian disusul Kecamatan Ambarawa dengan luas panen sebesar 3.102 ha dengan produksi mencapai 15.631 ton (Badan Pusat Statistik Kabupaten Pringsewu, 2013).

Sebagian besar daerah tersebut adalah daerah sentra pertanian padi dan merupakan tulang punggung dalam peranannya menjaga ketersediaan bahan pangan bagi Provinsi Lampung pada umumnya, dan Kabupaten Pringsewu pada


(21)

khususnya. Data luas panen, produksi, dan produktivitas padi menurut kecamatan di Kabupaten Pringsewu Tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Luas panen, produksi, dan produktivitas padi menurut kecamatan di Kabupaten Pringsewu Tahun 2012

No. Kecamatan Luas Panen

(ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas (Ton/ha)

1. Pardasuka 3.350 16.880 5,038015

2. Ambarawa 3.102 15.631 5,038007

3. Pagelaran 2.330 11.740 5,038013

4. Pringsewu 2.650 13.353 5,038019

5. Gadingrejo 3.758 18.936 5,038004

6. Sukoharjo 1.981 9.982 5,038021

7. Banyumas 1.104 5.563 5,038040

8. Adiluwih 1.070 5.391 5,038972

Total 21.453 108.101 5,038011

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pringsewu, 2013

Berdasarkan data pada Tabel 4 di atas, Kecamatan Gadingrejo merupakan kecamatan yang memiliki luas lahan dan jumlah produksi padi terbesar diantara kecamatan-kecamatan lainnya yang ada di Kabupaten Pringsewu. Terdapat 15 desa di Kecamatan Gadingrejo, yang masing-masing memiliki potensi sebagai sentra penghasil komoditas padi untuk kecamatan tersebut. Berdasarkan data Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Gadingrejo (2013), Desa Yogyakarta adalah yang memiliki luas panen tebesar yaitu 485,25 ha dengan produksi 2.435,12 ton. Desa Wonodadi menjadi desa kedua terluas dengan luas panen 359,5 dan produksi mencapai 1.811,88 ton, kemudian disusul desa-desa lainnya. Data luas panen, produksi, dan produktivitas padi menurut desa di Kecamatan Gadingrejo (2012) dapat dilihat pada Tabel 5.


(22)

Tabel 5. Luas panen, produksi, dan produktivitas padi menurut desa di Kecamatan Gadingrejo Tahun 2012

No. Desa Luas Panen

(ha)

Produksi (ton)

Produktivitas (ton/ha)

1. Bulurejo 296,25 1.484,21 5,01

2. Tambahrejo 195 980,85 5,03

3. Gadingrejo 402 2.005,00 5,00

4. Panjerejo 186 930,00 5,00

5. Parerejo 208 1.040,21 5,00

6. Blitarejo 181 906,81 5,01

7. Kediri 60 301,80 5,03

8. Yogyakarta 485,25 2.435,12 5,01

9. Wonodadi 359,5 1.811,88 5,04

10. Wono Sari 150 751,04 5,01

11. Wates 317 1.600,85 5,05

12. Bulukarto 254 1.285,24 5,06

13. Tulung Agung 271 1.365,84 5,04

14. Mataram 199 1.004,95 5,05

15. Tegal Sari 204 1.032,24 5,06

Total 3.758 18.936,04 5,03

Sumber: Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, 2013

Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan taraf hidup petani, perluasan lapangan kerja, bahkan jika

memungkinkan juga bertujuan untuk memperluas pasar produk pertanian, baik di dalam maupun di luar negeri. Kemampuan sektor pertanian untuk memberikan kontribusi secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rumah tangga petani tergantung pada tingkat pendapatan usahatani dan surplus yang dihasilkan oleh sektor itu sendiri. Dengan demikian, tingkat pendapatan usahatani, disamping merupakan penentu utama kesejahteraan rumah tangga petani, juga muncul sebagai salah satu faktor penting yang mengkondisikan pertumbuhan ekonomi (Soekartawi, 2003).


(23)

Petani di Indonesia umumnya menguasai lahan yang relatif sempit, sehingga pendapatan dari usahatani saja sering tidak mencukupi kebutuhan dasar rumah tangga, dimana hal ini merupakan tolok ukur awal guna menilai tingkat

kesejahteraan rumah tangga petani itu sendiri. Penguasaan lahan yang sempit ini biasanya terjadi sebagai akibat adanya budaya pewarisan lahan dari orangtua kepada para ahli warisnya, sehingga lahan menjadi terbagi-bagi berdasarkan jumlah keturunan sebagai ahli waris, dan akan terjadi seterusnya pada generasi berikutnya. Selain itu, sifat pertanian yang musiman dan terbatasnya pendapatan dari sektor pertanian menyebabkan rumah tangga di pedesaan mencari pekerjaan di luar sektor pertanian. Fenomena ini dipandang sebagai suatu transformasi struktural perekonomian rumah tangga di pedesaan (Mubyarto, 1989).

Mayoritas masyarakat di Desa Yogyakarta, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu mengusahakan tanaman padi sebagai tanaman utama, sehingga menjadi faktor utama dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga petani padi. Pendapatan maksimal usahatani padi merupakan tujuan utama petani dalam melakukan kegiatan produksi. Hasil pendapatan sebagian

dipergunakan kembali untuk modal usahatani dan sebagian dipergunakan untuk biaya hidup dalam memenuhi kebutuhan keluarganya.

Upaya peningkatan pendapatan petani secara nyata tidak selalu diikuti dengan

peningkatan kesejahteraan petani, karena kesejahteraan petani juga tergantung

pada faktor-faktor non-finansial seperti faktor sosial budaya. Kesejahteraan adalah sesuatu yang bersifat subyektif, sehingga setiap orang yang memiliki pedoman, tujuan, dan cara hidup yang berbeda akan memberikan nilai yang berbeda tentang faktor-faktor yang menentukan kesejahteraan. Kesejahteraan


(24)

menggambarkan kepuasan seseorang karena mengkonsumsi pendapatan yang diperoleh. Pengukuran kesejahteraan dapat ditentukan berdasarkan kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, dan kebutuhan yang bersifat kebendaan lainnya (Sukirno, 2005).

Keberhasilan upaya peningkatan pendapatan petani tersebut juga tidak terlepas dari peran pemerintah dalam hal pendampingan melalui kegiatan penyuluhan untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan petani, distribusi pupuk

bersubsidi, dan lain sebagainya. Perkembangan kebutuhan hidup manusia yang terdiri dari kebutuhan primer, sekunder, dan tersier dapat ditentukan oleh tingkat pendapatan rumah tangga tersebut. Usahatani padi di Kecamatan Gadingrejo sangat penting dan strategis, sehingga tingkat pendapatan dan pola konsumsi petani padi di Kecamatan Gadingrejo merupakan cerminan tingkat kesejahteraan rumah tangga petani padi tersebut. Kecukupan pendapatan dapat dilihat dari tingkat kebutuhan minimum yang dihitung dari kebutuhan tiap tahun untuk mengkonsumsi makanan, minuman, bahan bakar, perumahan, alat-alat dapur, pakaian, dan kebutuhan lainnya.

Berangkat dari latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan mengenai pendapatan dan tingkat kesejahteraan rumah tangga

petani padi. Maka dari itu, penulis memilih judul “Analisis Pendapatan dan

Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Padi (Oryza sativa) di Kecamatan Gadingrejo Kabupaten Pringsewu”.


(25)

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat pendapatan rumah tangga petani padi di Kecamatan

Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu?

2. Bagaimana tingkat pengeluaran rumah tangga petani padi di Kecamatan

Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu?

3. Bagaimana tingkat kesejahteraan rumah tangga petani padi di Kecamatan

Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu.

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis tingkat pendapatan rumah tangga petani padi di Kecamatan

Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu.

2. Menganalisis tingkat pengeluaran rumah tangga petani padi di Kecamatan

Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu.

3. Menganalisis tingkat kesejahteraan rumah tangga petani padi di Kecamatan

Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu. C. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:

1. Petani, sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan kegiatan usahanya agar


(26)

2. Pemerintah, sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan kebijakan pertanian yang berhubungan dengan masalah

pengentasan kemiskinan dan peningkatan taraf hidup petani.

3. Peneliti lain, sebagai bahan informasi dan perbandingan bagi penelitian


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Agronomis Tanaman Padi a) Sejarah dan klasifikasi tanaman padi

Padi termasuk ke dalam suku padi-padian atau Poaceae (Sinonim Graminae

atau Glumiflorae). Padi tersebar luas diseluruh dunia dan tumbuh di hampir

semua bagian dunia yang mempunyai cukup air dan suhu udara yang cukup hangat. Padi menyukai tanah yang lembab dan becek. Sejumlah ahli menduga, bahwa tanaman padi merupakan hasil evolusi dari tanaman moyang yang hidup di rawa. Pendapat ini diperkuat berdasarkan pada adanya tipe padi yang hidup di rawa-rawa (dapat ditemukan disejumlah tempat di Pulau Kalimantan).

Padi merupakan bagian penting dalam sejarah budaya masyarakat Asia Tenggara dan Asia Timur. Teknik budidayanya pun beragam, mulai dari membutuhkan lahan basah, hingga yang mudah hidup di lahan kering.

Tanaman yang memiliki nama botani Oryza sativa ini memiliki dua tipe

hidup, yaitu tipe padi kering yang tumbuh di dataran tinggi dan padi yang membutuhkan air menggenang selama masa pertumbuhannya.


(28)

Kebutuhan padi yang tinggi terhadap air pada sebagian tahap kehidupannya, dan adanya pembuluh khusus dibagian akar padi yang berfungsi untuk mengalirkan oksigen ke bagian akar. Terdapat dua spesies padi yang

dibudidayakan manusia, yaitu Oryza sativa yang berasal dari daerah hulu

sungai di kaki Pegunungan Himalaya (India dan Tibet/Tiongkok), dan Oryza glaberrima yang berasal dari hulu Sungai Niger, Afrika Barat (Kanisius, 2005).

Padi mempunyai perbedaan karakteristik pada setiap varietas yang dimiliki. Perbedaan-perbedaan yang muncul antara varietas-varietas tersebut

disebabkan oleh perbedaan dalam sifat bawaan varietas. Namun, diantara ribuan varietas tanaman padi itu terdapat beberapa kesamaan sifat yang dimiliki. Berdasarkan kesamaan sifat ini, maka varietas-varietas padi dapat

digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yakni golongan Indica dan

golongan Japonica. Golongan Indica merupakan golongan padi yang

banyak tersebar di negara-negara tropis seperti asia kecuali negara Korea

dan Jepang. Sedangkan golongan Japonica atau Sub-Japonica (

Indo-Japonica) merupakan golongan padi yang tumbuh di negara Jepang , Korea dan Benua Eropa.

Klasifikasi botani tanaman padi adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyita

Sub division : Angiospermae


(29)

Ordo : Poales

Familia : Poaceae

Genus : Oryza

Spesies : Oryza, spp.

b)Syarat tumbuh tanaman padi

Padi dapat hidup baik didaerah yang berhawa panas dan banyak

mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki per tahun sekitar 1500 -2000 mm. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi 23 °C. Tinggi tempat yang cocok untuk tanaman padi

berkisar antara 0 -1500 m dpl. Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi adalah tanah sawah yang kandungan fraksi pasir, debu dan lempung dalam perbandingan tertentu dengan diperlukan air dalam jurnlah yang cukup. Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang ketebalan lapisan

atasnya antara 18 – 22 cm dengan PH antara 4 -7 (Triyono dalam Nuriavita,

2010).

2. Teknis Budidaya Tanaman Padi a) Persemaian benih

Budidaya padi sawah dilakukan dengan persemaian dimana tempat persemaian harus berdekatan agar memudahkan penanaman. Persemaian dilakukan 21-25 hari sebelum tanam. Benih yang digunakan tiap hektarnya adalah 25-40 kg tergantung jenis varietasnya. Pengolohan tanah dilakukan terdiri dari beberapa tahap yaitu pembersihan, pencangkulan atau


(30)

pembajakan dan penggaruan. Setelah pengolohan lahan selesai bibit siap ditanam dengan kedalaman 3-4 cm dan tiap lubang terdiri dari 2-3 bibit.

b)Pemupukan

Pemupukan diperlukan untuk menambah unsur hara. Pupuk yang

digunakan oleh petani yaitu pupuk organik dan anorganik. Pupuk anorganik yang digunakan adalah urea, TSP, dan KCL sedangkan pupuk organik yang digunakan terdiri kotoran hewan dan sisa tanaman. Pemberian pupuk dilakukan sebanyak 2-3 kali. Pemberian pupuk pertama dilakukan pada saat padi berumur 2-4 minggu dan selanjutnya pada saat berumur 6-8 minggu.

c) Penyiangan

Penyiangan dilakukan sesuai dengan kebutuhan setelah dilihat terdapat gulma dilahan padi.

d)Pengairan

Pengairan dilakukan secara rutin pada masa pertumbuhan, pembentukan anakkan, pembungaan dan masa pembentukan biji (bunting). Pada saat kritis sebelum bunting pengeringan dilakukan sesaat bertujuan untuk menyeragamkan pemasakan biji dan mempercepat pemasakan biji.

e) Pengendalian hama dan penyakit

Pengendalian hama dan penyakit sesuai dengan penerapan pengendalian hama terpadu yang telah dijalankan oleh petani setempat. Hama yang sering

meyerang lahan padi adalah golongan insects (serangga), dikendalikan


(31)

seperti hama tikus (Rattus spp), dikendalikan dengan menggunakan

rodentisida. Golongan aves/burung (Lonchura spp), dikendalikan dengan

menggunakan avisida. Golongan nematoda/keong, dikendalikan dengan

menggunakan nematisida. Golongan fungi (jamur) yaitu penyakit

kresek/hawar daun (disebarkan oleh bakteri: Xanthomonas sp), dikendalikan

dengan menggunakan fungisida. Golongan virus yang dikendalikan dengan menggunakan virosida, dan golongan gulma/tumbuhan pengganggu

dikendalikan dengan menggunakan herbisida. Masing-masing

penggunaannya disesuaikan dengan teknik budidayanya, baik itu teknik budidaya organik, maupun budidaya secara anorganik.

f) Panen

Panen dilakukan setelah 90-105 hari dengan ciri-ciri bulir padi telah menguning dan merunduk, dan bial bulir ditekan terasa keras dan berisi. Keberhasilan budidaya padi di atas sangat dipengaruhi faktor iklim, ketersediaan air yang cukup, dan kondisi serangan hama dan penyakit.

3. Konsep Usahatani

Soekartawi (2002) berpendapat bahwa usahatani tidak dapat diartikan sebagai

perusahaan, tetapi hanya sebagai cara hidup (way of life) karena pada

kenyataannya kehidupan pertanian tidak dapat dipisahkan dari kehidupan rumah tangga petani. Ilmu usahatani menurut Soekartawi (2002) adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efesien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani


(32)

memperoleh dan memadukan sumberdaya seperti lahan, tenaga kerja, modal, waktu dan pengelolaan yang terbatas untuk mencapai tujuannya.

Usahatani dapat didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengusahakan serta mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya atau diartikan juga sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin. Usahatani juga dapat dikatakan sebagai organisasi alam, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan modal yang ditunjukkan kepada produksi di lapangan pertanian (Hernanto, 2005)

Hernanto (2005) beranggapan bahwa keberhasilan suatu usahatani tidak terlepas

dari faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya, seperti faktor intern dan

ekstern. Faktor intern atau faktor dalam usahatani meliputi petani pengelola, tanah usahatani, tenaga kerja tingkat teknologi, kemampuan petani

mengalokasikan penerimaan keluarga dan dan jumlah keluarga petani; sedangkan

faktor ekstern atau yang sering disebut dengan faktor luar usahatani meliputi

ketersediaan sarana angkutan dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan input usahatani, fasilitas kredit dan penyuluhan bagi petani. Soekartawi (2002) menyatakan bahwa usahatani memiliki empat unsur pokok yang sering disebut dengan faktor-faktor produksi, yaitu:


(33)

a. Lahan pertanian

Lahan pertanian diartikan sebagai tanah yang disiapkan untuk diusahakan dalam usahatani baik sawah, tegal, maupun pekarangan. Tanah pertanian cenderung lebih luas daripada lahan pertanian, karena tanah pertanian adalah total tanah baik sebagai lahan pertanian maupun berupa tanah yang belum tentu diusahakan. Luas lahan memiliki satuan hektar, namun ukuran lahan yang lebih akrab di petani adalah ru, bata, jengkal, patok, bahu, dan sebagainya. Ukuran-ukuran ini perlu diketahui dalam mentransformasikan luas lahan ke dalam ukuran sebenarnya yakni hektar. Status lahan dapat dibagi ke dalam 3 bagian berikut; lahan sendiri, lahan sewa, dan lahan sakap (bagi hasil). Disamping ukuran luas lahan, ukuran nilai tambah juga perlu diperhatikan. Menurut Soekartawi (2002), nilai tambah tanah akan berubah karena beberapa hal, seperti tingkat kesuburan tanah, lokasi, topografi, status lahan, dan faktor lingkungan.

b. Tenaga kerja

Faktor produksi tenaga kerja yang penting diperhatikan adalah ketersediaan, kualitas, dan macam kerja. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan disesuaikan dengan kebutuhan sehingga jumlahnya optimal. Kualitas tenaga kerja berkaitan dengan spesialisasi seorang tenaga kerja dalam suatu pekerjaan. Kualitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, apalagi dala proses produksi pertanian. Tenaga kerja laki-laki memiliki spesialisasi dalam pengolahan tanah, dan tenaga kerja wanita dalam menanam. Tenaga kerja dapat berupa musiman (buruh), ataupun tetap (karyawan). Di samping itu jenis tenaga kerja ada dua macam antara lain: manusia, dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak; bukan manusia, seperti mesin dan ternak. Dalam teknis perhitungan, dapat


(34)

dipakai konversi tenaga kerja dengan cara membandingkan tenaga pria sebagai ukuran baku, yakni: 1 pria= 1 hari kerja pria (HKP), 1 wanita= 0,7 HKP, 1 anak= 0,5 HKP, 1 ternak= 2 HKP. Jumlah tenaga kerja juga sering dikaitkan dengan upah tenaga kerja. Besar kecilnya upah tenaga kerja ditentukan oleh berbagai hal, seperti mekanisme pasar atau bekerjanya sistem pasar, jenis kelamin, kualitas tenaga kerja, lama waktu bekerja, tenaga kerja bukan manusia (mesin dan ternak). Nilai tenaga kerja traktor akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai tenaga kerja manusia (Soekartawi, 2002)

c. Modal

Modal adalah modal ekonomi yang dibutuhkan dalam seluruh aktivitas bisnis yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Sumber modal dapat diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit, hadiah, warisan, kontrak, dan sewa. Modal dapat dibedakan dalam dua macam, yaitu modal tetap dan modal tidak tetap. Modal tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang tidak habis digunakan dalam satu kali produksi, misalnya tanah, bangunan, dan mesin-mesin. Sedangkan modal tidak tetap atau modal variabel adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali proses

produksi, misalnya biaya yang keluar untuk membeli benih, pupuk, obat-obatan, dan membayar tenaga kerja. Menurut Soekartawi (2002) besar kecilnya modal usahatani dipengaruhi oleh skala usaha, macam komoditas, dan tersedianya kredit.

d. Pengelolaan dan manajemen

Hernanto (2005) mendefenisikan pengelolaan usahatani sebagai kemampuan petani dalam menentukan, mengorganisir, mengkoordinasikan faktor-faktor


(35)

produksi yang dikuasai dengan sebaik-baiknya sehingga mampu menghasilkan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Pengelola dapat berhasil jika memahami prinsip teknik dan prinsip ekonomis. Prinsip teknik meliputi; perilaku cabang usaha yang diputuskan, perkembangan teknologi, tingkat teknologi yang dikuasai, daya dukung faktor yang dikuasai, cara budidaya dan alternatif cara lain berdasarkan pengalaman orang lain.

Sedangkan prinsip ekonomis meliputi penentuan perkembangan harga, kombinasi cabang usaha, tataniaga hasil, pembinaan usahatani, penggolongan modal, dan pendapatan, serta ukuran-ukuran yang lazim dipergunakan lainnya. Manajemen diartikan sebagai perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan serta

pengevaluasian suatu proses produksi. Faktor manajemen menurut Soekartawi (2002) banyak dipengaruhi oleh berbagai aspek, seperti tingkat pendidikan, tingkat keterampilan, skala usaha, besar kecilnya kredit, dan macam komoditas.

4. Pendapatan Usahatani

Pendapatan menurut Sumarwan (2004) diartikan sebagai imbalan yang diterima oleh seseorang dari pekerjaan yang dilakukannya. Pendapatan sebagai balas saja dan kerja sama faktor-faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal, dan

pengelolaan. Sedangkan definisi pendapatan menurut Soekartawi (2002) adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Dua tujuan utama analisis pendapatan yaitu menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan usaha, dan


(36)

Menurut Suratiyah (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya pendapatan sangat kompleks, namun demikian faktor tersebut dapat dibagi ke dalam dua golongan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang akan mempengaruhi pendapatan dan juga biaya adalah antara lain umur petani, pendidikan, pengetahuan, pengalaman dan keterampilan, jumlah tenaga kerja, luas lahan, dan modal, sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi adalah ketersediaan dan harga input, permintaan dan harga jual. Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua komponen pokok yaitu penerimaan dan pengeluaran. Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan

pengeluaran. Terdapat beberapa istilah yang digunakan dalam melihat pendapatan usahatani, antara lain sebagai berikut:

a. Pendapatan tunai (farm net cash flow)

Kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai dapat diukur oleh adanya pendapatan tunai usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran usahatani. Perhitungan pendapatan usahatani menggambarkan jumlah uang tunai yang dihasilkan usahatani dan berguna untuk keperluan rumah tangga

(Soekartawi, 2002).

b. Pendapatan kotor (gross farm income)

Pendapatan kotor usahatani atau penerimaan kotor (gross return)

merupakan ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam

usahatani. Pendapatan kotor usahatani juga merupakan nilai produksi (value

of production) total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual. Pendapatan kotor usahatani dibedakan menjadi dua


(37)

yaitu pendapatan kotor tunai dan pendapatan kotor tidak tunai. Pendapatan kotor tunai didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani yang tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda dan yang dikonsumsi. Sedangkan pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen yang dikonsumsi atau pembayaran yang dilakukan dalam bentuk benda (Soekartawi, 2002).

c. Pendapatan bersih (net farm income)

Pendapatan bersih merupakan selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Pendapatan bersih usahatani ini mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi atau pendapatan bersih usahatani ini merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat digunakan untuk menilai dan membandingkan beberapa usahatani lainnya, maka ukuran yang digunakan untuk menilai usahatani ialah dengan penghasilan bersih usahatani yang merupakan pengurangan antara pendapatan bersih usahatani dengan bunga pinjaman, biaya yang diperhitungkan dan penyusutan (Soekartawi, 2002).

Disamping perhitungan pendapatan usahatani, diperlukan juga perhitungan terhadap pendapatan rumah tangga khususnya pendapatan tunai. Pendapatan

tunai rumah tangga (household net cash income) adalah kelebihan uang tunai

usahatani ditambah dengan penerimaan tunai rumah tangga seperti upah kerja yang diperoleh dari luar usahatani atau sebagai uang tunai yang tersedia bagi keluarga petani untuk pembayaran-pembayaran yang tidak ada kaitannya dengan usahatani dan dapat diartikan juga sebagai ukuran kesejahteraan petani. Uang


(38)

tunai diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga petani seperti

makanan, pakaian, perumahan, kesehatan, dan pendidikan. Sehingga, kemiskinan dalam suatu rumah tangga dapat digambarkan oleh pendapatan tunai rumah tangga yang rendah. Secara sistematis analisis pendapatan atau keuntungan dirumuskan sebagai berikut.

π = Ypy - ∑ Xi Pxi - BTT

Keterangan : π = Keuntungan

Y = Produksi

Py = Harga Produksi

Xi = Faktor Produksi, i = 1, 2, 3, 4...,n

Pxi = Harga Faktor Produksi

BTT = Biaya Tetap Total

5. Penerimaan Usahatani

Penerimaan usahatani menurut Hernanto (2005) adalah nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total dengan harga satuan dari hasil produksi tersebut.

Soekartawi(2002) berpendapat bahwa penerimaan dinilai berdasarkan perkalian

antara total produksi dengan harga pasar yang berlaku; yang mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk benih, digunakan untuk pembayaran, dan yang disimpan.

Beberapa istilah yang sering digunakan dalam melihat penerimaan usahatani

adalah (1) penerimaan tunai usahatani (farm receipt), yang didefinisikan sebagai

nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani (Soekartawi, 2002). Penerimaan tunai tidak mencakup yang berupa benda. Sehingga, nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai usahatani.


(39)

Penerimaan tunai usahatani yang tidak berasal dari penjualan produk usahatani seperti pinjaman tunai, harus ditambahkan. (2) penerimaan tunai luar usahatani, yang berarti penerimaaan yang diperoleh dari luar aktivitas usahatani seperti upah

yang diperoleh dari luar usahatani, dan (3) penerimaan kotor usahatani (gross

return), yang didefenisikan sebagai penerimaan dalam jangka waktu (biasanya satu tahun atau satu musim), baik yang dijual (tunai) maupun yang tidak dijual (tidak tunai seperti konsumsi keluarga, bibit, pakan, dan ternak). Penerimaan kotor juga sama dengan pendapatan kotor atau nilai produksi.

6. Pengeluaran Usahatani

Pengeluaran usahatani meliputi, pengeluaran tunai (farm payment), pengeluaran

tidak tunai biaya tetap (fixed cost), dan biaya variabel (variabel cost). Pengeluaran

tunai atau biaya tunai usahatani merupakan sejumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani baik secara tunai ataupun kredit,

sedangkan pengeluaran tidak tunai atau biaya diperhitungkan ialah pengeluaran berupa nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan

benda, seperti halnya jika usahatani menggunakan mesin–mesin maka nilai

penyusutan dari mesin tersebut harus dimasukan kedalam biaya pengeluaran tidak tunai dan digunakan untuk menghitung pendapatan kerja petani jika bunga modal dan nilai tenaga kerja keluarga diperhitungkan.

Pengeluaran tidak tetap (variable cost) dapat didefinisikan sebagai biaya yang

selalu berubah dan besar kecilnya biaya dipengaruhi oleh jumlah produksi,

sedangkan pengeluaran tetap (fixed cost) didefinisikan sebagai biaya yang relatif


(40)

diproduksi seperti; pajak, penyusutan alat produksi, bunga pinjaman, sewa lahan, iuran irigasi, bangunan pertanian, pemeliharaan ternak, pemeliharaan pompa air, traktor dan lain sebagainya.

Tenaga kerja keluarga dapat digolongkan pada biaya tetap bila tidak ada biaya imbangan alam penggunannya, atau tidak ada penawaran untuk itu terutama untuk usahatani maupun di luar uasahatani. Biaya-biaya yang tergolong pada biaya variabel adalah biaya untuk pupuk, bibit, obat pembasmi hama dan penyakit, buruh atau tenaga kerja upahan, biaya panen, biaya pengolahan tanah baik yang berup kontrak maupun upah harian dan sewa tanah (Hernanto, 2005).

Biaya tunai usahatani tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok, dan tidak pula mencakup yang berbentuk benda. Menurut Hernanto (2005) biaya tunai dari biaya tetap dapat berupa air, dan pajak tanah, biaya tunai untuk biaya variabel dapat berupa biaya untuk pemakaian bibit, pupuk, obat-obatan, dan tenaga luar keluarga, biaya tidak tunai dari biaya tetap meliputi biaya untuk tenaga keluarga, dan biaya tidak tunai dari biaya variabel adalah biaya panen, pengolahan tanah dari keluarga, dan pupuk kandang yang dipakai. Penjumlahan antara biaya tetap dan biaya vaiabel menghasilkan biaya total atau

pengeluaran total (total farm expenses). Pengeluaran total usahatani adalah nilai

semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani.


(41)

7. Rasio Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)

Analisis efisiensi pendapatan usahatani dapat diukur dengan menggunakan

análisis penerimaan dan biaya yang didasarkan pada perhitungan secara finansial. Pendapatan usahatani yang besar tidak menggambarkan bahwa usahatani tersebut efisien. Suatu usahatani dapat dikatakan layak apabila memiliki tingkat efisiensi penerimaan yang diperoleh atas biaya yang dikeluarkan hingga mencapai

perbandingan tertentu. Kriteria kelayakan usahatani dapat diukur dengan

menggunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Rasio) yang didasari pada perhitungan secara finansial.

Analisis R/C rasio menunjukan berapa rupiah penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani tersebut. Semakin besar nilai R/C Rasio maka semakin besar pula penerimaan usahatani yang akan diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang

dikeluarkan. Kegiatan usahatani dikatakan efisien jika R/C rasio > 1, yang artinya setiap tambahan biaya yang akan dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya atau disebut

menguntungkan. Sebaliknya dikatakan tidak efisien jika R/C rasio lebih kecil dari satu atau dengan kata lain setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan

menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya atau kegiatan usaha disebut merugikan, dan kegiatan usahatani yang memiliki R/C = 1, berarti kegiatan usahatani berada pada keuntungan normal. Nilai perbandingan antara penerimaan dengan biaya dirumuskan sebagai berikut.


(42)

Keterangan: R/C = Nisbah antar penerimaan dengan biaya NPT = Nilai produk total

BT = Biaya total yang dikeluarkan

8. Teori Kesejahteraan

Unsur penting yang berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan petani adalah tingkat pendapatan petani. Upaya peningkatan pendapatan petani secara otomatis tidak selalu diikuti peningkatan kesejahteraan petani, karena kesejahteraan petani juga tergantung pada faktor-faktor non-finansial seperti faktor sosial budaya. Kesejahteraan adalah sesuatu yang bersifat subyektif, sehingga setiap orang yang memiliki pedoman, tujuan, dan cara hidup yang berbeda akan memberikan nilai yang berbeda tentang faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan. Kesejahteraan menggambarkan kepuasan seseorang karena mengkonsumsi pendapatan yang diperoleh. Pengukuran kesejahteraan dapat dilakukan terhadap kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, dan kebutuhan yang bersifat kebendaan lainnya (Sukirno, 2005).

Peningkatan kesejahteraan petani tidak saja dipengaruhi faktor-faktor terkait dengan pertanian tetapi juga faktor-faktor non-pertanian. Peningkatan kesejahteraan petani memiliki beberapa dimensi baik dari sisi produktivitas usahatani maupun dari sisi kerjasama lintas sektoral dan daerah. Berdasarkan capaian dan permasalahan yang telah dihadapi serta arah pembangunan yang akan datang, revitalisasi pertanian dan peningkatan kesejahteraan petani menghadapi beberapa tantangan yang fundamental mulai dari optimalisasi lahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, ketersediaan infrastruktur, pupuk dan bibit sebagai input pertanian, penanganan dan antisipasi perubahan iklim dan bencana, akses


(43)

permodalan hingga tataniaga pertanian yang lebih baik serta berpihak pada pertanian dan petani ( BAPPENAS, 2010).

Indikator Keluarga Sejahterapada dasarnya berawal dari pokok pikiran yang

terkandung di dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 disertai asumsi bahwa kesejahteraan merupakan variabel gabungan yang terdiri dari berbagai indikator. Karena indikator yang dipilih akan digunakan oleh kader di desa, yang pada umumnya tingkat pendidikannya relatif rendah, untuk mengukur derajat

kesejahteraan para anggotanya dan sekaligus sebagai pegangan untuk melakukan intervensi, maka indikator tersebut selain harus memiliki validitas yang tinggi, juga dirancang sedemikian rupa, sehingga cukup sederhana dan secara operasional dapat dipahami dan dilakukan oleh masyarakat di desa. Menurut BKKBN (1996), konsep kesejahteraan yang mengacu pada UU No. 10 pasal 1 ayat 11 Tahun 1992, menyebutkan bahwa keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk

berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spirituil dan materiil yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota dan antara keluarga dengan masyarakat serta lingkungan.

Menurut BKKBN ada beberapa tahapan keluarga sejahtera, yaitu :

a. Keluarga Pra Sejahtera (PS)

Yaitu keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan

dasarnya (basic needs) secara minimal, seperti kebutuhan akan pangan,


(44)

b. Keluarga Sejahtera I

Yaitu keluarga-keluarga yang baru dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial

psikologisnya (socio psychological needs), seperti kebutuhan akan agama

atau ibadah, kualitas makanan, pakaian, papan, penghasilan, pendidikan, kesehatan dan keluarga berencana.

c. Keluarga Sejahtera II

Yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar dan kebutuhan sosial psikologisnya, akan tetapi belum dapat

memenuhi keseluruhan kebutuhan perkembangannya (developmental

needs), seperti kebutuhan untuk peningkatan pengetahuan agama, interaksi dengan anggota keluarga dan lingkungannya, serta akses kebutuhan

memperoleh informasi.

d. Keluarga Sejahtera III

Yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologis dan kebutuhan pengembangannya, namun belum dapat memenuhi kebutuhan aktualisasi diri, seperti memberikan sumbangan (kontribusi) secara teratur kepada masyarakat, dalam bentuk material dan keuangan untuk kepentingan sosial kemasyarakatan, serta berperan serta secara aktif, seperti menjadi pengurus lembaga

kemasyarakatan atau yayasan-yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olahraga, pendidikan dan sebagainya.


(45)

e. Keluarga Sejahtera III Plus

Yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya, yaitu kebutuhan dasar, sosial psikologis, pengembangan serta aktualisasi diri, terutama dalam memberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat.

Dalam mengukur tingkat kesejahteraan keluarga, Sajogyo (1997) menggunakan kriteria batas garis kemiskinan berdasarkan satuan kilogram beras ekuivalen. Garis kemiskinan dihitung dengan cara mengalikan jumlah konsumsi beras

(Kg/kapita) dengan harga beras pada saat yang bersangkutan dan rata-rata anggota tiap keluarga adalah 2 orang. Pengukuran tingkat kesejahteraan rumah tangga petani dilakukan dengan cara menghitung kebutuhan harian, mingguan, dan bulanan. Total pengeluaran rumah tangga dapat diformulasikan sebagai berikut :

Ct = Ca + Cb + Cn

Keterangan : Ct = Total pengeluran rumah tangga

Ca = Pengeluaran untuk pangan

Cb = Pengeluaran untuk non pangan

Cb = C1 + C2 + C3 + C4 + C5 + C6 + C7 + …. + Cn

Dimana: C1 = Pengeluaran untuk bahan bakar

C2 = Pengeluaran untuk aneka barang/jasa

C3 = Pengeluaran untuk pendidikan

C4 = Pengeluaran untuk kesehatan

C5 = Pengeluaran untuk listrik

C6 = pengeluaran untuk renovasi rumah

C7 = Pengeluaran untuk telepon

Cn = Pengeluaran lainnya

Pengeluaran rumah tangga per kapita per tahun adalah total pengeluaran rumah tangga petani baik pengeluaran untuk pangan maupun non pangan dalam setahun


(46)

dibagi jumlah tanggungan rumah tangga. Pengeluaran rumah tangga/kapita per tahun ini kemudian dikonversikan ke dalam ukuran setara beras per kilogram untuk mengukur tingakt kemiskinan rumah tangga petani (Sajogyo, 1997). Secara matematis tingkat pengeluaran per kapita per tahun pada rumah tangga petani dan tingkat pengeluaran per kapita per tahun setara beras dapat dirumuskan :

Pendapatan/Kapita Keluarga/th (Rp) = Pengeluaran RT/tahun (Rp)

Jumlah tanggungan keluarga

Pengeluaran RT/Kapita/Setara beras (Kg) = Pengeluaran/kapita RT/tahun (Rp) Harga beras (Rp/Kg)

Sajogyo menyusun garis kemiskinan lebih dari satu agar kian tajam mengukur kemajuan golongan bawah. Dirumuskannya garis paling miskin, miskin sekali, miskin, nyaris miskin, cukup, dan rumah tangga hidup layak. Berdasarkan nilai tukar beras, dibedakan pula garis kemiskinan yaitu sebagai berikut:

1) Rumah tangga paling miskin: < 180 Kg setara beras per kapita per tahun

2) Rumah tangga miskin sekali: 181 – 240 Kg setara beras per kapita per tahun,

3) Rumah tangga miskin: 241 - 320 Kg setara beras per kapita per tahun,

4) Rumah tangga nyaris miskin: 321 - 480 Kg setara beras per kapita per tahun,

5) Rumah tangga cukup: 481 – 960 Kg setara beras per kapita per tahun,

6) Rumah tangga hidup layak: > 960 Kg setara beras per kapita per tahun

9. Kajian Penelitian Terdahulu

Lumintang (2013) melakukan penelitian mengenai Analisis pendapatan petani padi di Desa Teep Kecamatan Langowan Timur. Hasil penelitiannya


(47)

menunjukkan bahwa besar kecilnya pendapatan usahatani padi sawah yang

diterima oleh penduduk di desa di pengaruhi oleh penerimaan dan biaya produksi. Jika produksi dan harga jual padi sawah semakin tinggi maka akan meningkatkan penerimaan. Apabila biaya produksi lebih tinggi dari penerimaan maka akan menyebabkan kerugian usaha para petani.

Supartana (2013) melakukan penelitian mengenai Analisis pendapatan dan kelayakan usahatani padi sawah di Subak Baturiti Desa Balinggi Kecamatan Balinggi Kecamatan Parigi Moutong. Hasil penelitiannya adalah bahwa (a) Pendapatan rata-rata yang diperoleh responden petani padi sawah di Subak Baturiti Desa Balinggi Kecamatan Balinggi Kabupaten Parigi Moutong sebesar Rp 5.324.469,83 per unit usahatani (1,3 ha)/MT atau Rp 4.209.067,06 /ha/MT. (b) Usahatani padi sawah di Subak Baturiti Desa Balinggi Kecamatan Balinggi

Kabupaten Parigi Moutong layak diusahakan dengan nilai R/C = 1,42

menujukkan bahwa R/C >1, usahatani menguntungkan. (c) Subak Baturiti merupakan organisasi petani pemakai air. Perkembangan Subak Baturiti di Desa Balinggi Kecamatan Balinggi Kabupaten Parigi Moutong berjalan dengan baik dan harmonis dalam kegiatan usahatani.

Laila (2012) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani padi (Oryza sativa L.) benih varietas ciherang yang bersertifikat dan tidak bersertifikat di Kecamatan Labuan Amas Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

Penelitiannya menunjukkan Bahwa biaya total eksplisit rata-rata petani yang menggunakan benih padi bersertifikat adalah Rp 5.046.252, biaya total rata-rata implisit responden Rp 1.750.055 sehingga didapat total biaya rata-rata responden


(48)

(biaya eksplisit + biaya implsit) adalah Rp. 6.796.307/ha per satu kali musim tanam, sedangkan petani yang menggunakan benih padi tidak bersertifikat biaya total eksplisit rata-rata petani responden Rp 4.926.835 biaya total rata-rata implisit responden Rp 1.590.113 sehingga didapat total biaya rata-rata responden (biaya eksplisit + biaya implsit) adalah Rp 6.516.947/ha per satu kali musim tanam. Petani yang menggunakan benih padi bersertifikat pendapatan total rata-rata yang diperoleh petani responden Rp 5.842.648/ha per satu kali musim tanam dan petani yang menggunakan benih padi tidak bersertifikat pendapatan total rata-rata yang diperoleh responden Rp 2.768.545/ha per satu kali musim tanam. Hal ini

menunjukkan bahwa petani dengan penggunaan benih padi bersertifikat memiliki pendapatan yang lebih besar dibanding petani yang menggunakan benih padi tidak bersertifikat.

Wibowo (2012) melakukan penelitian mengenai analisis efisiensi alokatif

faktor-faktor produksi dan pendapatan usahatani padi (Oryza sativa L.) di Desa

Sambirejo, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun. Penelitian ini menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh nyata pada usahatani padi di Desa Sambirejo, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun adalah variabel benih dan tenaga kerja. Penggunaan benih dan tenaga kerja belum efisien secara alokatif. Rata-rata total penerimaan petani padi di daerah penelitian sebesar Rp 28.779.232 dan rata-rata total biaya sebesar Rp 9.545.414. Sehingga diperoleh nilai R/C rasio atas biaya total sebesar 3,01 yang berarti bahwa setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan petani akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 3,01. Hal ini menunjukkan bahwa


(49)

Arianti (2010) melakukan penelitian mengenai analisis produksi dan pendapatan usahatani padi pada daerah sentra dan non-sentra di kabupaten lebong. Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor- faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi usahatani padi pada daerah sentra yaitu jumlah penggunaan tenaga kerja luar keluarga, sedangkan pada daerah non-sentra adalah jumlah penggunaan tenaga kerja dalam keluarga dan jumlah penggunaan tenaga kerja luar keluarga, dan rata-rata pendapatan usahatani padi pada daerah sentra di Kabupaten Lebong adalah sebesar Rp 6.951.169,83/Ut/Mt dan rata-rata pendapatan usahatani padi pada daerah non-sentra di Kabupaten Lebong adalah sebesar Rp

1.657.611,41/Ut/Mt.

Laksmi (2012) melakukan penelitian mengenai analisis efisiensi usahatani padi sawah (studi kasus di subak guama, kecamatan marga, kabupaten tabanan). Penelitiannya menunjukkan bahwa hasil analisis efisiensi penggunaan input usahatani padi sawah di Subak Guama, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan pada satu musim tanam dari bulan Maret-Juni 2011 menunjukkan bahwa input pupuk Urea, pupuk NPK (Phosnka dan Pelangi), pupuk organik dan tenaga kerja sudah efisien, sedangkan secara ekonomis penggunaan pestisida tidak efisien, maka perlu mengurangi jumlah penggunaan secara tepat jenis, dosis, waktu dan cara pemberian sehingga menghasilkan produksi padi yang optimal dan petani memperoleh keuntungan yang maksimum. Keuntungan yang diproleh petani Subak Guama pada satu musim tanam (Maret-Juni 2011) sebesar Rp


(50)

B. Kerangka Pemikiran

Sektor pertanian merupakan aspek fundamental dalam pembangunan

perekonomian di Indonesia. Terlebih lagi pada subsektor pertanian tanaman pangan, mengingat komoditas yang dihasilkannya merupakan sumber pokok bagi terpenuhinya bahan pangan bagi masyarakat luas. Bahan pangan yang dihasilkan, tentu tidak hanya diprioritaskan pada bagaimana mencapai kuantitas maksimal, tetapi juga harus memprioritaskan pada segi perolehan pendapatan bagi petani untuk pemenuhan kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan keluarganya.

Produksi merupakan suatu proses pengeluaran usahatani (padi) secara keseluruhan atau proses pengeluaran hasil. Indikator yang penting untuk mengukur tingkat hidup rumah tangga adalah pendapatan rumah tangga. Umumnya pendapatan rumah tangga di pedesaan tidak berasal dari satu sumber saja, tetapi berasal dari dua atau lebih sumber pendapatan, yaitu dari sektor usahatani padi, usahatani non-padi dan non usahatani. Pendapatan yang diterima oleh rumah tangga petani bergantung pada produksi usahataninya. Dalam melakukan usahatani padi, petani juga memperhitungkan biaya yang dikeluarkan atau biaya produksi selama satu musim tanam, seperti biaya benih, biaya pupuk, biaya pestisida, biaya irigasi, dan biaya tenaga kerja.

Penduduk di daerah pedesaan pada umumnya lebih banyak hidup dan berusaha di sektor pertanian, namun pada penduduk tidak hanya mengandalkan pendapatan dari hasil pertanian yaitu usahatani sawah (padi) saja, namun ada juga pendapatan dari usahatani pada lahan pekarangan seperti hewan ternak, tanaman buah-buahan, dan lain-lain. Selain itu juga terdapat usahatani pada lahan tegalan/ladang,


(51)

usahatani kolam, dan menjadi buruh tani. Tambahan penghasilan lainnya di luar pertanian seperti PNS, tukang, berdagang, dan lain-lain sehingga sumber

pendapatan rumah tangga petani padi lebih beragam. Meningkatnya pendapatan dalam suatu rumah tangga, maka sebuah rumah tangga dapat memenuhi

kebutuhan makanan dan non-makanan. Konsumsi merupakan salah satu kegiatan ekonomi rumah tangga dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan barang dan jasa. Konsumsi seringkali dijadikan salah satu indikator kesejahteraan keluarga. Makin besar pengeluaran untuk konsumsi barang dan jasa, maka makin tinggi tahap kesejahteraan keluarga tersebut.

Hidup dengan sejahtera adalah suatu hal yang sangat didambakan oleh setiap keluarga, oleh karena itu setiap keluarga selalu berusaha agar kesejahteraannya meningkat dari waktu ke waktu. Kesejahteraan memberi rasa aman dan tenang, sehingga seseorang mampu bekerja lebih produktif. Pencapaian tingkat sejahtera akan selalu berbeda dan bervariasi bagi setiap rumah tangga, tergantung pada potensi ekonomi masing-masing rumah tangga. Tingkat pengeluaran rumah tangga berbeda satu sama lain didasarkan pada golongan tingkat pendapatan, jumlah anggota keluarga, status sosial dan prinsip pangan. Tingkat pengeluaran rumah tangga merupakan dasar untuk mengukur tingkat kesejahteraan rumah tangga petani padi berdasarkan kriteria kemiskinan Sajogyo. Petani padi dalam melakukan usahataninya, tentunya mengharapkan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan akan menghasilkan pendapatan yang tinggi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan rumah tangganya dan mengharapkan peningkatan kesejahteraan. Untuk memperjelas kerangka pemikiran ini, dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.


(52)

Gambar 1. Paradigma pemikiran analisis pendapatan dan tingkat kesejahteraaan

rumah tangga petani padi (Oryza sativa) di Kecamatan Gadingrejo

Kabupaten Pringsewu

Petani Padi

Usahatani utama: Tanaman Padi

Usahatani non-padi: - Ustan pekarangan - Ustan ladang - Ustan kolam

Usaha di luar usahatani: - PNS - Buruh - Dagang - dll Input produksi: - Benih dan pupuk - Pestisida

- Peralatan - Tenaga kerja

Output produksi: Gabah Biaya Harga Penerimaan

Pendapatan rumah tangga petani padi

Pengeluaran rumah tangga (makanan dan non-makanan)

Tingkat kesejahteraan rumah tangga petani padi

(Sajogyo, 1997) Pendapatan


(53)

III. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey. Metode survey adalah metode yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan dengan pengamatan langsung terhadap suatu gejala dalam populasi besar atau kecil dengan menggunakan kuesioner yang berisi daftar pertanyaan sebagai instrumen utama untuk mengumpulkan data.

Sebelum melakukan penelitian, perlu diketahui beberapa hal diantaranya yaitu: batasan operasional variabel penelitian, lokasi dan waktu pengumpulan data penelitian, penentuan sampel dan jumlah sampel penelitian, serta metode yang digunakan untuk menganalisis data. Hal-hal tersebut dijelaskan sebagai berikut.

A. Batasan Operasional Variabel

Batasan operasional variabel merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel-variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis data yang berhubungan dengan tujuan penelitian. Adapun batasan operasional dari variabel-variabel dan aspek-aspek yang berkaitan dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:


(54)

Petani adalah individu atau sekelompok orang yang melakukan usaha guna memenuhi kebutuhan sebagian atau secara keseluruhan hidupnya dalam bidang pertanian.

Sawah adalah suatu bentuk pertanian yang dilakukan di lahan basah dan memerlukan banyak air baik sawah irigasi, sawah lebak, sawah tadah hujan maupun sawah pasang surut, diukur dalam satuan hektar (ha).

Rumah tangga adalah sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik dan umumnya tinggal bersama serta kepengurusan kebutuhan sehari-hari dikelola secara bersama-sama.

Usahatani adalah suatu proses atau aktivitas produksi Pertanian dengan

mengkombinasikan berbagai faktor sumberdaya alam, tenaga kerja, dan modal sesuai dengan kondisi lingkungan untuk mencapai pendapatan maksimal.

Penerimaan adalah nilai hasil yang diterima petani yang dihitung dengan mengalikan jumlah produksi padi dengan harga produksi di tingkat petani produsen yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Pendapatan usahatani adalah penerimaan yang diperoleh petani setelah dikurangi biaya yang dikeluarkan selama proses produksi, dalam hal ini biaya pembelian pupuk, bibit, upah, tenaga kerja, sewa lahan, pajak lahan, dan biaya penyusutan alat-alat pertanian per musim tanam diukur dalam satuan rupiah per tahun (Rp/th).

Usaha non pertanian adalah usaha di luar bidang pertanian yang dilakukan oleh anggota keluarga untuk menambah pendapatan keluarga, biasanya dilakukan oleh anggota keluarga yang berusia kerja, misalnya, berdagang, buruh dan lain-lain.


(55)

Pendapatan usaha non pertanian adalah seluruh pendapatan keluarga petani yang berasal dari usaha non pertanian setelah dikurangi dengan pengeluaran tunai yang diukur dalam satuan rupiah per tahun (Rp/th).

Pendapatan rumah tangga adalah hasil penjumlahan antara pendapatan usahatani dan pendapatan non usaha tani diukur dalam satuan rupiah per tahun (Rp/th).

Pengeluaran adalah seluruh biaya pengeluaran yang dikeluarkan oleh seluruh anggota rumah tangga petani, yang meliputi pengeluaran pangan dan non pangan, yang diukur dengan satuan rupiah (Rp/th).

Pengeluaran pangan adalah besarnya uang yang dikeluarkan dan barang yang dinilai dengan uang untuk konsumsi semua anggota keluarga, yang diukur dalam satuan rupiah per tahun (Rp/th).

Pengeluaran non pangan adalah besarnya uang yang dikeluarkan dan barang yang dinilai dengan uang untuk konsumsi semua anggota keluarga, yang diukur dalam satuan rupiah per tahun (Rp/th).

Pengeluaran rumah tangga adalah jumlah uang yang dikeluarkan oleh rumah tangga petani untuk keperluan-keperluan konsumsi, yaitu pangan dan non pangan, yang diukur dalam satuan rupiah per tahun (Rp/th).

Biaya total adalah jumlah uang yang harus dikeluarkan oleh petani untuk

melakukan usahatani meliputi biaya tunai dan biaya diperhitungkan dalam satuan rupiah per tahun (Rp/th).

Luas lahan adalah areal/tempat yang digunakan untuk melakukan usahatani diatas sebidang tanah, yang diukur dalam satuan hektar (ha).


(56)

Jumlah nilai saprotan adalah banyaknya nilai uang saprotan yang digunakan petani dalam berusahatani, yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Cara menghitungnya adalah setiap setiap jenis saprotan yang digunakan oleh petani dikalikan harganya, kemudian dijumlah.

Jumlah tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi selama musim tanam. Penggunaan tenaga kerja diukur dalam satuan hari orang kerja (HOK).

Harga panen adalah harga yang diterima oleh petani atas penjualan hasil panen berdasarkan umur tanaman, diukur dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

Benih tanaman yang selanjutnya disebut benih adalah bahan tanam yang digunakan untuk memperbanyak dan atau mengembangbiakkan tanaman yang dapat berupa biji tanaman atau bagiannya.

Produksi adalah jumlah hasil tanaman yang dihasilkan dalam satu musim tanam (satu kali proses produksi) yang diukur dalam satuan kilogram (kg).

Lama berusahatani adalah lamanya petani mengusahakan tanaman sampai dilakukan penelitian, yang diukur dalam satuan tahun (th).

Kesejahteraan adalah sesuatu dimana setiap orang mempunyai pedoman, tujuan, dan cara hidup yang berbeda-beda pula terhadap faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan. Tingkat kesejahteraan ini diukur dengan pendekatan pengeluaran setara beras (Sajogyo, 2007) yang diukur dalam satuan kilogram per tahun (kg/th) dan dibagi ke dalam enam kategori yang berbeda yaitu: paling miskin, miskin sekali, miskin, nyaris miskin, cukup, dan hidup layak.


(57)

B. Lokasi Penelitian, Responden, dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu.

Selanjutnya Desa Yogyakarta dipilih sebagai lokasi penelitian. Lokasi penelitian

tersebut dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa mayoritas

masyarakatnya merupakan petani padi dan merupakan daerah sentra penghasil padi dengan produksi terbesar di Kecamatan Gadingrejo yaitu sebesar 2.435,12 ton pada Tahun 2012.

Terdapat 773 petani padi di Desa Yogyakarta, Kecamatan Gadingrejo yang terbagi ke dalam delapan kelompok tani yang berbeda. Data kelompok tani dan jumlah petani padi di Desa Yogyakarta, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kelompok tani, jumlah anggota kelompok tani, luas panen, dan produksi padi di Desa Yogyakarta, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu Tahun 2012

No. Kelompok Tani Jml Anggota

(Org)

Luas Panen (ha)

Produksi (Ton)

1. Bina Tani 115 67 308,87

2. Utama Karya 99 57,25 288,54

3. Sumber Rejeki 85 52,5 263.55

4. Nurul Karim 176 101,5 510,54

5. Belajar Mandiro 65 45,25 227.60

6. Sido Muncul 58 39,25 235,5

7. Tunas Harapan 84 57 313,5

8. Al Barokah 91 56,5 287,02

Total 773 485,25 2435,12

Sumber: Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, 2012


(58)

Berdasarkan jumlah populasi petani padi yang ada di desa tersebut, maka ditentukan jumlah sampel dengan menggunakan rumus yang merujuk pada teori Sugiarto (2003) yaitu:

n =

Keterangan: n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi

S2 = Variasi sampel (5% = 0,05)

Z = Tingkat kepercayaan (95 % = 1,96)

d = Derajat penyimpangan (5 % = 0,05)

Sehingga diperoleh:

n =

n = = 68,31 ≈ 68 orang

Berdasarkan perhitungan di atas, maka diperoleh jumlah responden sebagai sampel sebanyak 68 petani. Selanjutnya dari jumlah sampel tersebut dapat ditentukan alokasi proporsi sampel tiap kelompok tani dengan rumus:

na =

Keterangan : na = Jumlah sampel kelompok tani A

nab = Jumlah sampel keseluruhan

Na = Jumlah populasi kelompok tani A

Nab = Jumlah populasi keseluruhan

Berdasarkan rumus perhitungan di atas, maka pengambilan jumlah sampel petani responden pada masing-masing kelompok tani dapat dilihat pada Tabel 7.

NZ2S2 Nd2 + Z2S2

773 x (1,96)2 x (0,05)

(773x (0,05)2) + ((1,96)2 x 0,05)

146,87 2,15

Na

Nab


(59)

Tabel 7. Sebaran sampel penelitian per kelompok tani di Desa Yogyakarta, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu

No. Kelompok Tani Jumlah Populasi

(org)

Jumlah Sampel ((Na/Nab) x nab)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Bina Tani Utama Karya Sumber Rejeki Nurul karim Belajar Mandiro Sido Muncul Tunas Harapan Al Barokah 115 99 85 176 65 58 84 91 10 9 8 15 6 5 7 8

Total 773 68

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan pada bulan Juni s/d Juli2014.

C. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan metode survey dan pengamatan langsung di lapang. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari petani padi sebagai responden melalui teknik wawancara dengan menggunakan kuesioner (daftar pertanyaan) yang telah dipersiapkan. Data sekunder diperoleh dari lembaga-lembaga/instansi terkait, seperti Badan Pusat Statistik Indonesia, Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung, Badan Pusat Statistik Kabupaten Pringsewu, Balai Penyuluhan Pertanian,

Perikanan, dah Kehutanan (BP3K) Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, Laporan Statistik Penyuluh Pertanian Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten

Pringsewu, dan lain-lain.

D. Metode Analisis Data

Data yang telah diperoleh akan dianalisis dengan cara mendeskripsikan dan menginterprestasikan data yang ada untuk menggali fenomena yang terjadi.


(60)

Metode pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode tabulasi dan komputerisasi. Data yang diperoleh disederhanakan dalam bentuk tabulasi yang

selanjutnya akan diolah secara komputerisasi (Ms. Excel).

Untuk menghitung pendapatan usahatani padi yaitu dengan menggunakan persamaan yang dapat dirumuskan sebagai berikut.

π = Ypy - ∑ Xi Pxi - BTT

Keterangan : π = Keuntungan

Y = Produksi

Py = Harga Produksi

Xi = Faktor Produksi, i = 1, 2, 3, 4...,n

Pxi = Harga Faktor Produksi BTT = Biaya Tetap Total

Besarnya manfaat atas korbanan yang dikeluarkan petani padi dihitung dengan analisis rasio penerimaan dan biaya (R/C rasio). Secara matematis nilai

perbandingan antara penerimaan dengan biaya dirumuskan sebagai berikut.

R/C = NPT / BT

Keterangan: R/C = Nisbah antar penerimaan dengan biaya

NPT = Nilai produk total

BT = Biaya total yang dikeluarkan

Kriteria penilaiannya adalah:

a. Jika R/C > 1, maka usahatani tersebut menguntungkan karena, penerimaan

lebih besar daripada biaya total yang dikeluarkan.

b. Jika R/C = 1, maka usahatani tersebut berada pada titik impas (break even

poin), yaitu keadaan dimana penerimaan sama dengan biaya total yang


(1)

Tabel 9 menunjukkan jumlah sarana beribadah sebanyak 9 unit yaitu masjid sebanyak 5 unit dan mushola sebanyak 4 unit, hal tersebut menggambarkan bahwasannya sebagian besar penduduk Desa Yogyakarta menganut agama islam. Sarana pendidikan yaitu SDN ada 3 unit, PAUD 1 unit, sarana olahraga ada 7 unit yaitu lapangan sepakbola 1 unit, lapangan voli 2 unit, dan meja pingpong 4 unit. TPU, pasar, dan balai desa masing-masing 1 unit, TPA 3 unit, dan sarana kesehatan yaitu puskesmas pembantu sebanyak 1 unit.

4. Potensi Pertanian

Berdasarkan data monografi Desa Yogyakarta Tahun 2012, penggunaan lahan di Kabupaten Pringsewu secara garis besar dibagi menjadi dua kawasan, yaitu kawasan budidaya dan kawasan non budidaya. Pertanian dalam arti luas sebagai sektor yang mendominasi struktur ekonomi Kabupaten Pringsewu. Luas lahan yang ada di Desa Yogyakarta yaitu 1.036 ha. Luasan areal yang potensial untuk pengembangan komoditas pertanian yang ada di Desa Yogyakarta pada tahun 2012 yaitu perkebunan seluas 232 ha, 145 ha untuk ladang/tegal/kolam, 205 ha untuk pemukiman, sementara 14 ha untuk perkantoran/pertokoan disusul 3 ha untuk industri sedangkan sisanya untuk lahan sawah seluas 485 ha.

Komoditas hortikultura terdiri dari komoditas sayuran dan buah-buahan semusim, buah-buahan dan sayuran tahunan, tanaman obat dan tanaman hias. Komoditas buahan yang ada di Desa Yogyakarta anatara lain jenis tanaman buah-buahan tahunan seperti mangga, jambu, pepaya, pisang dan rambutan. Menurut data monografi Desa Yogyakarta Tahun 2012, Desa Yogyakarta merupakan salah satu daerah yang berpotensi untuk peternakan, berbagai jenis


(2)

rumput tumbuh subur di desa ini. Ternak-ternak yang ada antara laian ternak besar, ternak kecil dan unggas. Potensi ternak yang ada di Desa Yogyakarta yaitu kerbau, kambing, sapi, ayam, dan bebek. Ternak unggas merupakan ternak yang paling banyak diusahakan. Data tahun 2012 mencatat sebanyak 750 ekor

kambing, 56 ekor kerbau, 140 ekor sapi, 2000 ekor ayam, dan 400 ekor bebek (Monografi Desa Yogyakarta, 2012).


(3)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Usahatani padi memberikan kontribusi terbesar bagi pendapatan rumah tangga petani padi, selanjutnya diikuti oleh pendapatan dari usahatani non-padi, dan pendapatan dari luar usahatani.

2. Proporsi pengeluaran rumah tangga petani padi masih didominasi oleh pengeluaran makanan, oleh karena itu kondisi kesejahteraan rumah tangga petani masih relatif rendah. Walaupun demikian, jika menggunakan kriteria pengeluaran setara beras, maka tingkat

kesejahteraan rumah tangga petani padi sudah masuk ke dalam kategori hidup layak.

B. Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka saran yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Upaya peningkatan pendapatan rumah tangga, dapat dilakukan petani dengan mengoptimalkan penggunaan lahan yang ada seperti pekarangan


(4)

dan tegalan yaitu dengan mengusahakan berbagai tanaman yang dapat mendatangkan penghasilan dan dengan melakukan usaha sampingan selain menjadi petani padi.

2. Upaya untuk menunjang kegiatan usahatani dapat dilakukan pemerintah dengan memperkenalkan teknologi pemanenan yang lebih modern, sehingga petani tidak lagi menggunakan cara manual dalam melakukan kegiatan pemanenan.

3. Penelitian lanjutan mengenai hal-hal yang belum dibahas, misalnya faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan dan kesejahteraan petani padi dapat menjadi pertimbangan bagi peneliti lain yang tertarik dengan penelitian yang sama.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Aksi Agri Kanisius. 2005. Budidaya Tanaman Padi. Kanisius. Yogyakarta. Anonim. 2012. Monografi Kecamatan. Kecamatan Gadingrejo.

Arianti, N. 2010. Analisis produksi dan pendapatan usahatani padi pada daerah sentra dan non-sentra di Kabupaten Lebong. Jurnal Agribis. Volume 2. No. 2.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). 2010. Kajian Evaluasi Revitalisasi Pertanian Dalam Rangka Peningkatan

Kesejahteraan Petani. Kementrian PPN/BAPPENAS. Jakarta. 92 hlm. Badan Pusat Statistik Indonesia. 2013. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas

Padi di Indonesia Tahun 2012. Jakarta. www.bps.go.id. Diakses Tanggal 28 November 2013.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Pringsewu. 2013. Pringsewu Dalam Angka 2013. Badan Pusat Statistik Kabupaten Pringsewu. Pringsewu.

Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2013. Lampung Dalam Angka 2013. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Gadingrejo. 2013. Data Kelompok Tani Menurut Desa di Kecamatan Gadingrejo. Pemerintah Kabupaten Pringsewu. Gadingrejo.

BKKBN. 1996. Panduan Pembangunan Keluarga Sejahtera Dalam Rangka Penanggulangan Kemiskinan Kantor Menteri Negara Kependudukan/ BKKBN. Jakarta.

Gultom, L. 2011. Analisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani padi sehat (Studi Kasus: Gapoktan Silih Asih di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 89 hlm.


(6)

Laila, N. 2012. Analisis pendapatan usahatani padi (Oryza sativa L.) benih varietas ciherang yang bersertifikat dan tidak bersertifikat di Kecamatan Labuan Amas Selatan Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Jurnal Media Sains. Volume 4 No. 1.

Laksmi, N. 2012. Analisis efisiensi usahatani padi sawah (studi kasus di Subak Guama, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan). Jurnal Agribisnis dan Agrowisata. Volume 1 No. 1.

Lumintang. F. 2013. Analisis pendapatan petani padi di Desa Teep Kecamatan Langowan Timur. Jurnal EMBA. Volume 1 No. 3.

Mantra, I.B. 2004. Demografi Umum. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Mubyarto, 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta. 305 hlm. Nuriavita. 2010. Analisis pendapatan dan risiko usahatani benih padi (Oryza sativa) di Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 86 hlm. Sajogyo. 1997. Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan.

LPSB-IPB. Bogor. 299 hlm

Setiawan, J. 2001. Kajian Terhadap Beberapa Metode Penyusutan dan Pengaruhnya Terhadap Perhitungan Beban Pokok Penjualan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Volume 3 No. 2.

Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. UI-Press. Jakarta. 110 Hlm.

_________. 2003. Teori Ekonomi Produksi. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sugiarto. 2003. Teknik Sampling. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sukirno. 2005. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. PT Raja Grafindo Persada.

Jakarta

Sumarwan. 2004. Ilmu Usahatani. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Supartana, M. 2013. Analisis pendapatan dan kelayakan usahatani padi sawah di Subak Baturiti Desa Balinggi Kecamatan Balinggi Kecamatan Parigi Moutong. Jurnal Agrotekbis. Volume 1 No. 2.

Suratiyah, K. 2009. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta. 124 hlm. Wibowo, L. 2012. Analisis Efisiensi Alokatif Faktor-Faktor Produksi dan

Pendapatan Usahatani Padi (Oryza sativa, L.) (Studi Kasus di Desa Sambirejo Kecamatan Saradan Kabupaten Madiun). Jurnal Agrivita. Volume 1 No. 2.