Identifikasi Spesies Ruminansia Dengan Metode Pcr-Rflp Pada Gen Sitokrom B Mitokondria.

IDENTIFIKASI SPESIES RUMINANSIA DENGAN METODE
PCR-RFLP PADA GEN SITOKROM b MITOKONDRIA

JUITA SIREGAR

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Identifikasi
Spesies Ruminansia dengan Metode PCR-RFLP pada Gen Sitokrom b
Mitokondria adalah karya saya sendiri dengan arahan pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, September 2014
Juita Siregar
B04100005

ABSTRAK
JUITA SIREGAR. Identifikasi Spesies Ruminansia dengan Metode PCR-RFLP
pada Gen Sitokrom b Mitokondria. Dibimbing oleh WAHONO ESTHI
PRASETYANINGTYAS dan KUSDIANTORO MOHAMAD.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan identifikasi spesies
ruminansia dengan metode PCR-RFLP pada gen sitokrom b dari DNA
mitokondria. Sampel jaringan sapi, domba, kambing, dan kerbau diperoleh dari
pasar di sekitar Bogor; sampel rusa, anoa, dan banteng dari koleksi Laboratorium
Embriologi; serta sampel kijang dan kancil dari koleksi Laboratorium Anatomi.
DNA diisolasi dengan menggunakan metode presipitasi amonium asetat. PCRRFLP menggunakan primer universal sitokrom b dengan panjang fragmen 359 bp
dan amplikon dipotong dengan enzim restriksi Hinf I dan Alu I. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa DNA dari sampel sapi, domba, kambing,
kerbau, dan anoa dapat diamplifikasi. DNA dari sampel rusa, kijang, kancil, dan
banteng tidak dapat diamplifikasi. Enzim Hinf I dapat memotong amplikon sapi,
domba, kambing, dan anoa tetapi tidak untuk kerbau. Enzim Alu I dapat

memotong amplikon sapi, kerbau, dan anoa tetapi tidak untuk kambing dan
domba. Penelitian ini dapat membedakan antara sampel anoa dengan sampel
ruminansia domestik lainnya. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai informasi dasar untuk identifikasi spesies ruminansia, terutama untuk
anoa.
Kata kunci: Alu I, DNA, Hinf I, PCR-RFLP, ruminansia, sitokrom b

ABSTRACT
JUITA SIREGAR. Species Identification of Ruminants Using PCR-RFLP
Analysis of Mitochondrial Cytochrome b Gene. Supervised by WAHONO ESTHI
PRASETYANINGTYAS and KUSDIANTORO MOHAMAD.
The aim of this research is to identify the species of ruminants using PCRRFLP analysis of mitochondrial cytochrome b gene. Cattle, sheep, goat, and
buffalo tissues collected from Bogor market; bull, deer, and anoa tissues from
collection of Embryology Laboratorium; kancil and muntjak tissues from
collection of Anatomy Laboratorium. DNA were extracted using ammonium
acetate precipitation. PCR-RFLP were performed using universal primers of
cytochrome b gene with a 359 bp of fragment and then the amplicon were
digested using restriction enzymes of Hinf I and Alu I. The result showed that
DNA from cattle, sheep, goat, buffalo, and anoa could be amplified, and DNA
from deer, kancil, muntjak, and bull couldn’t be amplified. Hinf I were capable to

digest cattle, sheep, goat, and anoa amplicons but not buffalo amplicon. Alu I
were capable to digest cattle, buffalo, and anoa amplicon but not sheep and goat
amplicons. The assay was succesfully discriminated between anoa and the other
domestic ruminants. The results of this study is expected to be used as basic
information for tissue ruminant species identification, especially for anoa.
Keywords: Alu I, cytochrome b, DNA, Hinf I, PCR-RFLP, ruminant

IDENTIFIKASI SPESIES RUMINANSIA DENGAN METODE
PCR-RFLP PADA GEN SITOKROM b MITOKONDRIA

JUITA SIREGAR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus atas segala
kasih karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi hasil penelitian yang
berjudul Identifikasi Spesies Ruminansia dengan Metode PCR-RFLP pada Gen
Sitokrom b Mitokondria.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Drh Wahono Esthi
Prasetyaningtyas, MSi PAVet selaku pembimbing skripsi pertama, bapak Drh
Kusdiantoro Mohamad, MSi PAVet selaku pembimbing skripsi kedua, ibu Dr Drh
Ita Djuwita, Mphil PAVet (K) (alm) untuk teladan dan ilmunya, ibu Dr Drh Ni
Luh Putu Ika Mayasari yang telah memberikan bantuan bahan penelitian, Bapak
Wahyudin, Amd selaku staf Laboratorium Embriologi FKH IPB, staf
Laboratorium Pendidikan dan Layanan Terpadu Fakultas Kedokteran Hewan IPB,
bapak penulis Djaparo Siregar (alm), ibu penulis Romina Simbolon untuk doanya
yang luar biasa, semua saudara-saudara penulis untuk dukungan dan semangatnya,
Dwi Budiono, Putri Ekandini, Fitri Susana, Siti Khadijah, Deny Putra Romadhon,
dan Fatimah sebagai teman sepenelitian, Komisi Kesenian PMK IPB sebagai
wadah untuk bertumbuh, serta semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa

disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih banyak terdapat kekurangan.
Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak. Semoga
karya tulis ini bermanfaat.
Bogor, September 2014
Juita Siregar

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2


Ruminansia

2

PCR-RFLP

2

DNA mitokondria

3

METODE PENELITIAN

4

Tempat dan Waktu Penelitian

4


Alat dan Bahan Penelitian

4

Prosedur Penelitian

4

Pengumpulan Sampel

4

Ekstraksi DNA Genom dari Jaringan

5

Amplifikasi DNA Mitokondria dengan PCR

5


Pemotongan Amplikon dengan Enzim Restriksi Hinf I dan Alu I

6

Pembacaan Hasil Menggunakan Elektroforesis

6

Penghitungan Ukuran Fragmen Restriksi

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Isolasi DNA

7


Amplifikasi DNA

7

Restriksi Amplikon

8

SIMPULAN

11

DAFTAR PUSTAKA

11

LAMPIRAN

14


RIWAYAT HIDUP

16

DAFTAR TABEL
1 Taksonomi sembilan jenis ruminansia
2 Ukuran fragmen hasil pemotongan dengan menggunakan enzim
pemotong

2
9

DAFTAR GAMBAR
1 Hasil elekroforesis ekstraksi DNA pada gel agarosa 1%
2 Amplikon hasil amplifikasi DNA dengan menggunakan primer
universal sitokrom b pada gel agarosa 1,5%
3 Visualisasi fragmen pemotongan amplikon sitokrom b menggunakan
enzim Hinf I pada gel agarosa 2%
4 Visualisasi fragmen pemotongan amplikon sitokrom b menggunakan
enzim Alu I pada gel agarosa 2%

7
8
9
10

DAFTAR LAMPIRAN
1 Penghitungan manual fragmen restriksi Hinf I pada sampel anoa
2 Penghitungan manual fragmen restriksi Alu I pada sampel anoa

14
15

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki jenis ruminansia beragam.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2013, jumlah ruminansia domestik
yang diternakkan meningkat dalam sepuluh tahun terakhir. Ruminansia yang telah
didomestikasi biasanya digunakan sebagai sumber protein hewani bagi manusia.
Beberapa jenis ruminansia yang telah didomestikasi di antaranya adalah sapi (Bos
taurus), kerbau (Bubalus bubalis), domba (Ovis aries), dan kambing (Capra
hircus). Selain itu juga terdapat beberapa jenis ruminansia liar di Indonesia yang
sifatnya dilindungi di antaranya kancil (Tragalus javanicus), kijang (Muntiacus
muntjak), rusa (Cervus timorensis), banteng (Bos javanicus), dan anoa (Bubalus
quarlesi).
Beberapa tahun terakhir populasi ruminansia liar di Indonesia semakin
menurun karena adanya penyakit, perburuan, dan perdagangan ilegal. Ancaman
terhadap perdagangan ilegal dari hewan ruminansia liar dari Indonesia harus
ditekan serendah mungkin agar keanekaragaman hayati Indonesia tetap terjaga.
Salah satu cara untuk mempertahankan keanekaragaman hayati adalah dengan
mengetahui data molekuler dari spesies tersebut. Data molekuler hewan berguna
untuk mempelajari ekologi dan manajemen satwa liar (DeYoung dan Honeycutt
2005). Selain itu, data molekuler juga dapat digunakan untuk identifikasi spesies
pada daging atau bagian tubuh hewan yang diperdagangkan secara ilegal.
Salah satu cara untuk mengetahui data molekuler dari spesies hewan adalah
dengan menggunakan metode Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment
Length Polymorphism (PCR-RFLP) menggunakan gen sitokrom b dari DNA
mitokondria. Analisis PCR-RFLP adalah salah satu teknik pertama yang
digunakan untuk mendeteksi variasi pada tingkat sekuens DNA (Fatchiyah dan
Arumingtyas 2011). Metode PCR-RFLP berdasarkan gen sitokrom b dari DNA
mitokondria sudah digunakan secara luas untuk mengetahui data molekuler hewan,
misalnya untuk identifikasi spesies burung (Wibowo 2009), ikan (Saputra 2009),
dan sapi-sapi asli Indonesia (Mohamad et al. 2009).
Metode PCR-RFLP dapat digunakan untuk mengidentifikasi sampel biologi
dan produk asal hewan yang tidak dikenali (Prusak et al. 2005). Keuntungan dari
PCR-RFLP adalah biaya yang digunakan tidak mahal dan membutuhkan waktu
yang lebih singkat jika dibandingkan dengan sekuensing DNA (Pfeiffer et al.
2004). Selain itu, metode PCR-RFLP cocok untuk membuat linkage map yaitu
peta untuk mengidentifikasi lokus gen yang spesifik dan mempunyai kemampuan
yang tinggi untuk mengidentifikasi perbedaan pada tingkat populasi, spesies, atau
individu. PCR-RFLP merupakan teknik yang sederhana tetapi sensitif digunakan
sebagai penanda spesifik untuk menganalisis kesamaan dan variasi gen-gen
(Fatchiyah dan Arumingtyas 2011).

2
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan identifikasi spesies
ruminansia berdasarkan perbedaan fragmen restriksi pada gen sitokrom b dari
DNA mitokondria melalui metode PCR-RFLP.
Manfaat
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi dasar untuk
identifikasi spesies ruminansia dengan memotong amplikon menggunakan enzim
restriksi Hinf I dan Alu I, terutama untuk anoa.

TINJAUAN PUSTAKA
Ruminansia
Ruminansia merupakan hewan mamalia berkuku genap (ungulata). Kata
ruminan berasal dari bahasa latin yaitu “ruminare” yang artinya mengunyah
kembali atau memamah biak. Hewan ruminansia umumnya herbivora sehingga
sebagian besar makanannya adalah selulose, hemiselulose, dan bahkan lignin yang
semuanya dikategorikan sebagai serat kasar. Ruminansia juga sering disebut
polygastric animal karena lambungnya terdiri dari rumen, retikulum, omasum,
dan abomasum. Sapi, domba, kambing, kerbau, rusa, kancil, kijang, banteng, dan
anoa termasuk ke dalam filum chordata, kelas mamalia, ordo artiodactyla dengan
famili, genus dan spesies dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Taksonomi sembilan jenis ruminansia penelitian
Jenis
Famili
Genus
Spesies
Sapi
Bovidae
Bos
B. taurus
Domba
Bovidae
Ovis
O. aries
Kambing
Bovidae
Capra
C. hircus
Kerbau
Bovidae
Bubalus
B. bubalis
Rusa
Cerevidae
Cervus
C. timorensis
Kancil
Trangulidae
Tragalus
T. javanicus
Kijang
Cerevidae
Muntiacus M. muntjak
Banteng
Bovidae
Bos
B. javanicus
Anoa
Bovidae
Bubalus
B. quarlesi

Sumber
Linnaeus 2014a
Linnaeus 2014b
Linnaeus 2014c
Linnaeus 2014d
Blainville 2014
Osbeck 2014
Zimmermann 2014
D'Alton 2014
Ouwens 2014

PCR-RFLP
Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan suatu teknik untuk
menggandakan jumlah DNA pada ruas-ruas tertentu dan monomer-monomer
nukleotida yang berjalan dengan bantuan primer dan enzim polymerase (Williams
2005). Menurut Muladno (2010), PCR merupakan prosedur efektif untuk sintesa

3
DNA secara in vitro dengan bantuan enzim polymerase dan oligonukleotida
sebagai primer untuk menggandakan jumlah molekul DNA secara spesifik melalui
perubahan suhu. Proses PCR terdiri dari tiga tahapan: 1) Denaturasi, yaitu
perubahan struktur DNA utas ganda menjadi utas tunggal, 2) Annealing, yaitu
penempelan primer pada sekuens DNA komplementer yang akan diperbanyak, 3)
Ekstensi yaitu pemanjangan primer oleh DNA polymerase, yang dilakukan dalam
satu siklus amplifikasi (Sambrook et al. 1989).
Deteksi restriction fragment length polymorphism setelah dilakukan PCR
(PCR-RFLP) dilakukan berdasarkan adanya kemungkinan untuk membandingkan
profil pita-pita yang dihasilkan setelah dilakukan pemotongan oleh enzim restriksi
terhadap DNA target atau individu yang berbeda. Perbedaan panjang fragmen
dapat dilihat setelah dilakukan elektroforesis pada gel, hibridisasi, dan visualisasi.
Aplikasi teknik PCR-RFLP biasa digunakan untuk mendeteksi diversitas genetik,
hubungan kekerabatan, sejarah domestikasi, asal dan evolusi suatu spesies, aliran
genetik (genetic drift) dan seleksi, pemetaan keseluruhan genom, pengamanan
gen-gen target yang akan diekspresikan (tagging gene), mengisolasi gen-gen yang
berguna dari spesies liar serta mengonstruksi pustaka DNA (Fatchiyah et al. 2011).
PCR-RFLP merupakan metode yang mempunyai akurasi tinggi dan mudah
ditransfer antar laboratorium.
Menurut Yuwono (2006), terdapat empat komponen utama pada proses
PCR yaitu: 1) DNA cetakan, yaitu fragmen DNA yang akan dilipatgandakan, 2)
oligonukleotida primer, yaitu sekuen oligonukleotida pendek (15-20 basa
nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesa rantai DNA, 3)
deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP), terdiri atas dATP, dCTP, dGTP, dTTP,
serta 4) enzim DNA polymerase, yaitu enzim yang melakukan katalis reaksi
sintesis terhadap rantai DNA. Komponen lain yang juga penting adalah senyawa
buffer. Teknologi PCR mensyaratkan bagian tertentu dari sekuen DNA yang akan
dilipatgandakan harus diketahui terlebih dahulu sebelum proses pelipatgandaan
tersebut dilakukan. Metode PCR-RFLP memanfaatkan urutan nukleotida yang
dikenali oleh enzim restriksi dan disebut dengan situs restriksi. Jika situs restriksi
mengalami mutasi maka enzim restriksi tidak mampu mengenalinya. Analisis
PCR-RFLP biasa digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya keragaman pada
gen yang berhubungan dengan sifat ekonomis (Sumantri et al. 2007).

DNA Mitokondria
DNA mitokondria merupakan DNA sitoplasmik yang pada umumnya
berbentuk sirkuler, terdiri dari DNA utas berat (heavy strand) dan DNA utas
ringan (light strand) (Sartika et al. 2000). Akhir-akhir ini studi keragaman genetik
menggunakan mtDNA sangat berkembang, karena mtDNA mempunyai jumlah
turunan yang tinggi, ukurannya kecil sehingga dapat dipelajari secara utuh dan
pada daerah control region/displacement-loop (D-loop) mtDNA mempunyai
variasi basa yang berevolusi dengan cepat. Hsieh et al. (2001) menyatakan bahwa
persentase dari keragaman sekuen antar spesies yang berbeda berkisar antara 5,9734.83% dan persentase dari keragaman sekuen dalam spesies yang sama berkisar
antara 0.25-2.74%. DNA mitokondria lebih banyak digunakan karena lebih cepat
dalam mengidentifikasi spesies daripada DNA nuklear, mengandung sekuen yang

4
lebih beragam dan dapat mengidentifikasi spesies yang memiliki kekerabatan
yang dekat (Brown et al. 1996).

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pendidikan dan Layanan,
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor dalam kurun waktu
Januari–Juni 2014.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat diseksi, timbangan
analitik, mikropipet 0.5–10 μl, mikropipet 10–100 μl, mikropipet 100–1000 μl,
mikrotip, tabung eppendorf 1.5 ml, tabung PCR, tabung erlenmeyer, gelas piala,
vortex mixer, sentrifus, microwave, waterbath, electrophoresis, ultraviolet
transluminator, automatic thermal cycler GeneAMP® PCR System 9700 (Applied
Biosystem), dan lemari pendingin 4 ºC dan -20 ºC.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging sapi,
kerbau, domba, kambing, kancil, kijang, rusa, anoa dan jaringan kulit banteng.
Bahan lain yang digunakan adalah pure water (milli-Q), larutan lysis buffer (TrisHCl 10 mM, EDTA 25 mM, NaCl 100 mM, SDS 0.5% pada pH 8), Proteinase K,
larutan RNAse, larutan ammonium asetat 5 M, isopropanol, etanol 70%, larutan
TAE (Tris Asetat EDTA) 1 X, loading dye 6 X (Bromophenol blue 0.25%, Xylene
cyanol RF 0.25% sucruze dalam H2O 40%), ethidium bromida, Invitrogen® PCR
Reagen Supermix, serta universal oligonukleotida sitokrom b (cyt b) primers,
yaitu cyt b-1 -5’CCA TCC AAC ATC TCA GCA TGA TGA AA-3’ dan cyt b-2 5’CCC CTC AGA ATG ATA TTT GTC CTC TCA-3’, Hinf I (10 U/µl) dan Alu I
(10 U/µl).
Prosedur Penelitian
Pengumpulan sampel
Pengumpulan sampel berupa daging sapi (Bos taurus), kerbau (Bubalus
bubalis), domba (Ovis aries), kambing (Capra hircus) didapatkan dari penjual
daging di sekitar Bogor dan disimpan dalam refrigerator. Sampel berupa kulit
banteng (Bos javanicus), daging rusa (Cervus timorensis) dan daging anoa
(Bubalus quarlesi) diperoleh dari koleksi Laboratorium Embriologi. Kulit banteng
dipreservasi dalam alkohol 70%, daging anoa dipreservasi dalam DMSO 25% dan
daging rusa disimpan dalam refrigerator. Daging kancil dan kijang diperoleh dari
koleksi Laboratorium Anatomi yang dipreservasi dalam formalin 10%.

5
Ekstrasi DNA Genom dari Jaringan
Sampel daging dan kulit diekstraksi dengan menggunakan metode
presipitasi ammonium asetat (Sambrook et al. 1982). Untuk jaringan yang
dipreservasi dalam formalin, jaringan terlebih dahulu dimasukkan ke dalam
larutan alkohol 70% selama 48 jam dengan penggantian alkohol dua kali,
selanjutnya jaringan dimasukkan ke dalam larutan lisis buffer selama 48 jam
dengan penggantian lisis buffer dua kali. Sementara untuk jaringan kulit yang
dipreservasi dalam alkohol 70% dimasukkan ke dalam larutan lisis buffer selama
24 jam tanpa penggantian larutan lisis buffer (Shiozawa et al. 1992).
Sebanyak 100 mg jaringan diambil dan dihancurkan dengan menggunakan
penumbuk hingga halus kemudian dimasukkan ke dalam tabung eppendorf 1.5 ml.
Jaringan tersebut kemudian dilarutkan dalam larutan lisis buffer sebanyak 500 l
dan diinkubasi dengan menggunakan waterbath selama 1 jam pada suhu 55 ºC.
Kemudian ke dalam larutan tersebut ditambahkan 6 µl proteinase K (10 mg/ml)
dan diinkubasi kembali selama 3 jam pada suhu 55 ºC atau satu malam.
Sebanyak 3 µl RNAse solution (20 mg/ml) ditambahkan dan dicampur
merata dengan cara membolak-balikkan larutan sebanyak 25 kali, setelah itu
diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 15-30 menit. Larutan yang ada dalam tabung
disimpan dan didiamkan di dalam pecahan es selama 30 menit, kemudian
disentrifugasi dengan kecepatan 9 000 g selama 30 menit pada suhu 4 ºC.
Setelah dilakukan sentrifugasi, larutan tersebut akan terpisah menjadi
endapan di bagian bawah dan supernatan di bagian atas tabung. Supernatan
tersebut diambil dan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang baru. Larutan
ammonium acetate 5 M sebanyak 500 µl dimasukkan ke dalam tabung eppendorf
yang berisi supernatan, kemudian dihomogenkan dengan menggunakan vortex
pada kecepatan maksimum selama 20 detik dan didiamkan selama 10 menit.
Setelah itu, larutan tersebut disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm, pada suhu 4
ºC selama 15 menit. Supernatan hasil sentrifugasi dipindahkan ke dalam tabung
eppendorf baru yang sebelumnya telah diisi 600 µl isopropanol absolut pada suhu
ruang. Larutan dihomogenkan dengan cara membolak-balik tabung kemudian
didiamkan selama satu malam pada suhu ruangan hingga terbentuk endapan DNA.
Setelah satu malam, larutan disentrifugasi pada kecepatan 3 000 rpm pada
suhu 4 ºC selama 5 menit sehingga DNA akan terlihat sebagai endapan putih kecil.
Supernatan dibuang dan apabila diperlukan endapan dapat dilakukan sentrifugasi
ulang untuk membuang sisa isopropanol. Endapan yang tersisa kemudian
ditambahkan 500 µl alkohol 70% dingin, kemudian dihomogenkan dengan cara
membolak-balikkan tabung beberapa kali untuk membantu pencucian DNA.
Setelah itu larutan tersebut disentrifugasi pada kecepatan 16 000 g selama 1 menit.
Supernatan (sisa alkohol) dibuang secara hati-hati supaya endapan tidak terikut.
Endapan yang tersisa kemudian dikeringkan pada suhu kamar atau pada suhu 75
ºC selama 5 menit. Setelah endapan tersebut kering, ke dalam tabung ditambahkan
3050 µl ddH2O (MQ) dan didiamkan selama semalam atau diinkubasi pada suhu
60 ºC selama 3 menit atau 55 ºC selama 2030 menit untuk melarutkan DNA.
Amplifikasi Fragmen DNA Mitokondria dengan PCR
Proses amplifikasi fragmen DNA mitokondria dilakukan dengan
menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Reaksi PCR

6
menggunakan primer universal sitokrom b dengan urutan basa cyt b-1 -5’CCA
TCC AAC ATC TCA GCA TGA TGA AA-3’ dan cyt b-2 -5’CCC CTC AGA
ATG ATA TTT GTC CTC TCA-3’ (359 bp). Larutan reaksi terdiri dari 3 μl
templat DNA, primer sitokrom b1 (10 μM) dan primer sitokrom b2 (10 μM)
masing-masing 1 μl, dan Invitrogen® PCR Reagen Supermix 45 μl, sehingga total
volume dalam 1× reaksi PCR adalah 50 μl.
Tabung PCR yang sudah berisi larutan tersebut dimasukan ke dalam mesin
PCR GeneAMP® PCR System 9700 yang sudah diprogram. Siklus yang digunakan
dimulai dengan 1 siklus denaturasi awal pada suhu 95 °C selama 5 menit,
dilanjutkan dengan 35 siklus yang terdiri dari (i) denaturasi pada suhu 95 °C
selama 45 detik, (ii) annealing primer pada suhu 55 °C selama 45 detik, (iii)
extention pada suhu 72 °C selama 1 menit, kemudian diakhiri dengan 1 siklus
extention akhir pada suhu 72 °C selama 3 menit.
Pemotongan Amplikon dengan Enzim Restriksi Hinf I dan Alu I
Proses pemotongan DNA hasil amplifikasi (amplikon) dilakukan dengan
menggunakan enzim Hinf I dan Alu I. Reagen yang digunakan dalam pemotongan
DNA hasil PCR dengan Hinf I dan Alu I secara berurutan adalah ddH2O sebanyak
12 µl, kemudian larutan buffer sebanyak 2.5 µl, setelah itu dicampurkan enzim
Hinf I atau Alu I (10 U/µl) sebanyak 0.5 µl (5 unit), serta DNA hasil PCR
sebanyak 10 µl sehingga diperoleh volume total 25 µl. DNA hasil PCR yang
dipotong selanjutnya diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 2 jam untuk pemotongan
dengan Hinf I dan selama 1 jam pada suhu 37 ºC untuk pemotongan dengan Alu I.
Pembacaan Hasil Menggunakan Elektroforesis
Hasil ekstraksi dibaca secara kualitatif dengan menggunakan elektroforesis
gel agarosa 1% dalam 1× TAE buffer. Hasil PCR dibaca dengan menggunakan
elektroforesis gel agarosa 1.5% dan hasil pemotongan amplikon dengan enzim
Hinf I dan Alu I menggunakan elektroforesis gel agarosa 2%. Ultraviolet
transluminator digunakan untuk melihat pendar pita setelah elektroforesis.
Penghitungan Ukuran Fragmen Restriksi
Sampel DNA pada foto hasil elektroforesis diukur besarnya dengan
menggunakan kertas Semi-Log (One Cycle Semi-Log). Langkah pertama dalam
pengukuran sampel DNA adalah menentukan sumbu y untuk berat molekul
(pasangan basa atau bp untuk berat molekul DNA) serta sumbu x untuk jarak
migrasi DNA (dalam cm). Setelah itu, migrasi DNA ladder pada foto diukur dan
diplot pada kertas Semi-Log sehingga terbentuk garis lurus/miring. Langkah
berikutnya adalah pengukuran migrasi DNA setiap sampel atau fragmen restriksi
kemudian diplot pada kertas Semi-Log sehingga dapat diketahui berat molekul
(bp) DNA setiap sampel atau fragmen restriksi (Sambrook et al. 1982).

7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi DNA
Hasil elektroforesis DNA pada agarosa 1% menunjukkan DNA dari sapi,
domba, kambing, kerbau, dan banteng terlihat jelas, sedangkan DNA dari rusa dan
anoa terlihat sangat tipis. Hasil ini menunjukkan bahwa konsentrasi DNA sampel
mencukupi untuk dilihat dengan elektroforesis. DNA dari sampel kancil dan
kijang tidak terlihat pada hasil elektroforesis. Hal ini menunjukkan bahwa
konsentrasi DNA tidak ada atau belum mencukupi untuk dilihat dengan
elektroforesis.

Gambar 1 Hasil elekroforesis ekstraksi DNA sampel pada gel agarosa 1%.
(a) sapi (b) domba (c) kambing (d) kerbau (e) rusa (f) kancil (g)
kijang (h) banteng (i) anoa
Secara umum masalah yang sering dialami ketika melakukan ekstraksi DNA
adalah ukuran DNA pendek, DNA patah-patah selama proses isolasi, dan adanya
metabolit sekunder yang ikut terisolasi (Fatchiyah et al. 2011). Kondisi
penyimpanan sampel dan metode ektraksi DNA dapat mempengaruhi kualitas dan
jumlah DNA sampel yang diperoleh. Hasil ekstraksi DNA menggunakan kit lebih
baik dibandingkan dengan ekstraksi secara konvensional (Shrivastava et al. 2012).
Selain itu, jenis preservasi sampel juga berpengaruh terhadap hasil ekstraksi DNA.
Sampel yang dipreservasi dalam formalin lebih sulit diekstraksi daripada sampel
yang dipreservasi pada DMSO 25% atau alkohol 70%. Kandungan formalin yang
terdapat pada sampel dapat mengganggu proses presipitasi DNA sehingga
dibutuhkan perlakuan khusus untuk mengurangi kandungan formalin dalam
sampel (Shiozawa et al. 1992).
Amplifikasi DNA
Amplifikasi DNA dengan menggunakan primer sitokrom b menghasilkan
amplikon dengan panjang fragmen 359 bp. Ukuran panjang fragmen yang
dihasilkan sesuai dengan primer yang digunakan. Hasil elektroforesis
menunjukkan bahwa DNA yang diekstrak dari sampel sapi, domba, kambing,

8
kerbau, dan anoa memiliki DNA yang cukup dan berhasil diamplifikasi dengan
PCR. Sedangkan DNA dari sampel rusa dan banteng tidak ada atau belum
mencukupi sehingga tidak berhasil diamplifikasi dengan PCR.

Gambar 2 Amplikon hasil amplifikasi DNA dengan menggunakan primer
universal sitokrom b pada gel agarosa 1.5%. (a) sapi (b) domba
(c) kambing (d) kerbau (e) rusa (h) banteng (i) anoa
Kegagalan dalam amplifikasi pada sampel rusa dan banteng dapat
disebabkan beberapa faktor seperti konsentrasi ekstraksi DNA yang sedikit dan
kontaminan di dalam DNA sehingga mengganggu proses PCR. Kontaminan yang
umum ditemukan di antaranya polisakarida yang dapat menghambat aktivitas Taq
polimerase atau polifenol teroksidasi yang akan mengikat DNA secara kovalen
(Fatchiyah et al. 2011). Selain itu, lama preservasi dan jenis preservasi sampel
juga mempengaruhi kualitas dan jumlah DNA yang diperoleh (Shrivastava et al.
2012).
Amplifikasi DNA dengan metode PCR pada penelitian ini menggunakan
gen sitokrom b (cyt b). Sitokrom b adalah bagian dari sitokrom pada transpor
elektron yang terletak di rantai respirasi mitokondria dan dikodekan oleh DNA
mitokondria. DNA mitokondria lebih banyak digunakan karena lebih cepat dalam
mengidentifikasi spesies daripada DNA nuklear, selain itu juga mengandung
sekuen yang lebih beragam jika dibandingkan dengan DNA nuklear dan juga
dapat mengidentifikasi spesies yang memiliki kekerabatan yang dekat (Brown et
al. 1996).
Restriksi Amplikon
Amplikon hasil PCR yang dipotong dengan menggunakan enzim Hinf I dan
Alu I menunjukkan fragmen pemotongan yang sesuai menurut Meyer et al.
(1995) untuk sampel sapi, domba, kambing, dan kerbau (Tabel 2). Sedangkan
untuk anoa belum ada yang melaporkan dan dilakukan penghitungan secara
manual (Lampiran 1 dan 2).
Hasil pemotongan dengan enzim Hinf I menunjukkan amplikon sapi dapat
dipotong menjadi tiga fragmen yaitu 198 bp, 117 bp, dan 44 bp, amplikon domba
dan kambing menjadi dua fragmen yaitu 198 bp dan 161 bp, amplikon anoa

9
menjadi dua fragmen yaitu 200 bp dan 159 bp, dan amplikon kerbau tidak
terpotong (Tabel 2, Gambar 3). Fragmen amplikon anoa yang terpotong berbeda
dengan fragmen ruminansia domestik lainnya.
Tabel 2 Ukuran fragmen hasil pemotongan dengan menggunakan enzim restriksi
Fragmen DNA (bp) setelah
pemotongan dengan enzim
Spesies
Sumber
restriksi
Hinf I
Alu I
Sapi (Bos taurus)
198, 117, 44
190, 169
Domba (Ovis aries)
198, 161
Meyer et al.
Kambing (Capra hircus)
198, 161
1995
Kerbau (Bubalus bubalis)
190, 169
Anoa (Bubalus quarlesi)
200, 159
180, 179
Penelitian*
*Penghitungan manual

Gambar 3 Visualisasi fragmen pemotongan amplikon sitokrom b pada gel agarosa
2% menggunakan enzim Hinf I. (a) sapi (b) domba (c) kambing (d)
kerbau (i) anoa
Hasil pemotongan dengan enzim Alu I menunjukkan amplikon sapi dan
kerbau dapat dipotong menjadi dua fragmen yaitu 190 bp dan 169 bp, amplikon
anoa menjadi dua fragmen yaitu 180 bp dan 179 bp. Sedangkan amplikon domba
dan kambing tidak dapat dipotong karena tidak memiliki titik restriksi (Tabel 2,
Gambar 4).

10

Gambar 4 Visualisasi fragmen pemotongan amplikon sitokrom b pada gel agarosa
2% menggunakan enzim Alu I. (a) sapi (b) domba (c) kambing (d)
kerbau (i) anoa
Pemotongan amplikon dengan menggunakan enzim Hinf I menunjukkan
bahwa enzim tersebut dapat memotong amplikon sapi, domba, kambing, dan
anoa. Domba dan kambing memiliki ukuran fragmen amplikon yang sama jika
dipotong dengan enzim Hinf I sehingga enzim Hinf I tidak bisa digunakan untuk
membedakan sampel kambing dan domba. Enzim Hinf I juga tidak dapat
digunakan untuk mendeteksi sampel kerbau karena tidak dapat memotong
amplikon. Pemotongan amplikon dengan menggunakan enzim Hinf I dapat
digunakan untuk membedakan sampel sapi, kerbau, dan anoa dengan sampel
domba atau kambing. Sampel anoa dapat dibedakan dari semua jenis sampel
ruminansia domestik dengan enzim Hinf I.
Enzim Alu I tidak dapat digunakan untuk membedakan sampel kerbau dan
sapi karena amplikon yang terpotong memiliki ukuran fragmen yang sama. Enzim
Alu I juga tidak dapat digunakan untuk mendeteksi sampel kambing dan domba
karena tidak dapat memotong amplikon. Tetapi enzim ini sangat efektif untuk
membedakan sampel anoa dengan sampel yang lain.
Identifikasi spesies dengan metode PCR-RFLP pada sitokrom b DNA
mitokondria telah banyak dilakukan untuk keperluan forensik (Bravi et al. 2004).
Teknik ini dapat digunakan untuk mengetahui campuran dari daging yang
diperjualbelikan di pasar. Daging kerbau dan anoa sangat mungkin dipalsukan
karena masih dalam satu genus. Sebelumnya telah terdapat penelitian mengenai
analisis diversitas kerbau domestik dengan anoa berdasarkan sekuensing sitokrom
b DNA mitokondria (Kikkawa et al. 1999). Identifikasi sampel anoa dan kerbau
dapat dilakukan dengan metode PCR-RFLP karena lebih mudah dan
membutuhkan waktu yang singkat dibandingkan dengan sekuensing. Sejauh ini,
PCR-RFLP dengan enzim Hinf I dan Alu I menjadi pertama kali dilaporkan dapat
secara efektif membedakan sampel anoa dengan kerbau dan juga dengan
ruminansia domestik lainnya seperti sapi, domba, dan kambing.

11

SIMPULAN
Enzim Hinf I dapat digunakan untuk mengidentifikasi DNA sapi, domba,
kambing, dan anoa karena dapat memotong amplikon dengan ukuran fragmen
yang berbeda tetapi tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerbau. Enzim
Alu I dapat digunakan untuk mengidentifikasi sapi, kerbau, dan anoa karena dapat
memotong amplikon. Enzim Alu I tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kambing dan domba. Enzim Hinf I dan Alu I dapat digunakan untuk membedakan
anoa dengan ruminansia lainnya seperti sapi, domba, kambing, dan kerbau.

DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Populasi ternak di Indonesia. [Internet].
[diunduh 17 April 2014]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/tab_
sub/view.php.
Blainville. 2014. Cervus timorensis. [Internet]. [diunduh 9 September 2014].
Tersedia pada: http://www.iucnredlist.org/details/41789/0.
Bravi CM, Liron JP, Mirol PM, Ripoli MV, Garcia PP, Giovambattista G. 2004.
A simple method for domestic animal identification in Argentina using
PCR-RFLP analysis of cytochrome b gene. Leg Med. 6:246251.
Brown JR, Beckenbach K, Beckenbach AT, Smith MJ. 1996. Length variation,
heteroplasmy and sequence divergence in the mitochondrial DNA of four
species of sturgeon (Acipenser). Genetics. 142:525-535.
D'Alton. 2014. Bos javanicus. [Internet]. [diunduh 9 September 2014]. Tersedia
pada: http://www.iucnredlist.org/details/2888/0.
DeYoung RW, Honeycutt RL. 2005. The molecular toolbox: genetic techniques in
wildlife ecology and management. J Wildlife Manage. 69(4):1362-1384.
Fatchiyah, Arumingtyas EL. 2011. Restriction Fragment Length Polymorphism
(RFLP). Di dalam: Fatchiyah, Arumingtyas EL, Widyarti S, Rahayu S.
Biologi Molekular-Prinsip Dasar Analisis. Jakarta (ID): Erlangga. hlm 42–
46.
Fatchiyah, Rahayu S, Arumingtyas EL. 2011. Isolasi DNA. Di dalam : Fatchiyah,
Arumingtyas EL, Widyarti S, Rahayu S. Biologi Molekular-Prinsip Dasar
Analisis. Jakarta (ID): Erlangga. hlm 21–32.
Hsieh HM, Chiang HL, Tsai LC, Lai SY, Huang NE, Linnere A, Lee LCI. 2001.
Cytochrome b gene for species identification of the conservation animals.
Foren Sci Int. 122:7-18.
Kikkawa Y, Yonekawa H, Suzuki H, Amano T. 1999. Analysis of genetic
diversity of domestic water buffaloes and anoas based on variations in the
mitochondrial gene for cytochrome b. Anim Genet. 28:195201.
Linnaeus. 2014a. Bos taurus. [Internet]. [diunduh 9 September 2014]. Tersedia
pada: http://arctos.database.museum/name/Bos%20taurus#NCBI.
Linnaeus. 2014b. Ovis aries. [Internet]. [diunduh 9 September 2014]. Tersedia
pada: http://arctos.database.museum/name/Ovis%20aries#NCBI.

12
Linnaeus. 2014c. Capra hircus. [Internet]. [diunduh 9 September 2014]. Tersedia
pada: http://arctos.database.museum/name/Capra%20hircus#NCBI.
Linnaeus. 2014d. Bubalus bubalis. [Internet]. [diunduh 9 September 2014].
Tersedia pada: http://arctos.database.museum/name/Bubalus%20bubalis#NCBI.
Meyer R, Hofelein C, Luthy J, Candrian U. 1995. Polymerase chain reactionrestriction fragment length polymorphism analysis: a simple method for
species identification in food. J AOAC Int. 78(6):1542–1551.
Mohamad K, Ollson M, van Tol HTA, Mikko S, Vlamings BH, Andersson A,
Martinez HR, Purwantaro B, Paling RW, Colenbrander B, et al. 2009. On
the origin of Indonesia cattle. Plos One. 4(5):16.
Muladno. 2010. Teknologi Rekayasa Genetika. Edisi Kedua. Bogor (ID): IPB Pr.
Osbeck. 2014. Tragalus javanicus. [Internet]. [diunduh 9 september 2014].
Tersedia pada: http://www.iucnredlist.org/details/41780/0
Ouwens. 2014. Bubalus quarlesi. [Internet]. [diunduh 9 september 2014]. Tersedia
pada: http://www.iucnredlist.org/details/3128/0
Pfeiffer I, Burger J, Brenig B. 2004. Diagnostic polymorphism in the
mitochondrial cytochrome b gene allow discrimination between cattle,
sheep, goat, roe buck, and deer by PCR-RFLP. BMC Genetics. 5:30-34.
Prusak B, Grzybowski T, Bednarek J. 2005. Cytochrome b gene (cytb) in analysis
of anonymous biological traces and its application in veterinary diagnostics
and animal conservation. Anim Sci Pap Rep. 23(4):229–236.
Sambrook J, Maniatis T, Fritsch FF. 1982. Molecular Clonning: A Laboratory
Manual. New York (US): Cold Spring Harbour Lab Pr.
Sambrook J, Fritsch EF, Manuatis T. 1989. Molecular Cloning, A Laboratory
Manual. 3rd Ed. New York (US): Cold Spring Harbour Lab Pr.
Saputra D. 2009. Gambaran restriction fragment length polymorphism (RFLP)
gen sitokrom b DNA mitokondria dari sembilan spesies ikan air tawar
konsumsi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sartika T, Duryadi D, Mansjoer SS, Gunawan B. 2000. Genetic diversity of
native chicken based on analysis of D-Loop mtDNA marker. JITV.
5(2):100-106.
Shiozawa DK, Kudo J, Evans RP, Woodward SR, Williams RN. 1992. DNA
extraction from preserved trout tissues. Great Basin Nat. 52(1):29-34.
Shrivastava K, Thakur MS, Tomar MPS, Shrivastav AB, Parmar SNS. 2012.
Extraction of genomic DNA from formaline fixed tissues of different wild
avian species. Ann Biol Res. 3(7):3174-3177.
Sumantri C, Anggraeni A, Farajallah A, Perwitasari D. 2007. Keragaman
mikrosatelit DNA sapi perah FH di balai pembibitan ternak unggul
Baturaden. JITV. 12: 124-133.
Wibowo DA. 2009. Restriction fragment length polymorphism (rflp) gen sitokrom
b DNA mitokondria dari delapan spesies burung [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Williams JL. 2005. The use of marker-assisted selection in animal breeding and
biotechnology. Rev Sci Tech of Int Epiz. 24:379-391.
Yuwono T. 2006. Teori Dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction. Yogyakarta
(ID): CV Andi Offset.

13
Zimmermann. 2014. Muntiacus muntjak. [Internet]. [diunduh 9 September 2014].
Tersedia pada: http://www.iucnredlist.org/details/42190/0.

14

Berat molekul (bp)

Lampiran 1 Penghitungan manual fragmen restriksi Hinf I pada sampel anoa

Jarak migrasi DNA (cm)
Keterangan :
DNA ladder 100 bp
200 bp
300 bp
Fragmen restriksi anoa 1
Fragmen restriksi anoa 2

: 2 cm
: 1.5 cm
: 1.3 cm
: 1.5 cm (200 bp)
: 1.7 cm (159 bp)

15

Berat molekul (bp)

Lampiran 2 Penghitungan manual fragmen restriksi Alu I pada anoa

Jarak migrasi DNA (cm)
Keterangan :
DNA ladder 100 bp
200 bp
300 bp
Fragmen restriksi anoa 1
Fragmen restriksi anoa 2

: 2 cm
: 1.5 cm
: 1.3 cm
: 1.6 cm (180 bp)
: 1.62 cm (179 bp)

16
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumatera Utara pada 13 Desember 1992 dari ayah
Djaparo Siregar (alm) dan ibu Romina Simbolon. Penulis adalah anak kesepuluh
dari sepuluh bersaudara. Penulis menghabiskan masa sekolah SD sampai SMA di
Muara. Lulus dari SD 175795 Lobutangga tahun 2004 kemudian melanjutkan
pendidikan di SMP Negeri 1 Muara lulus pada tahun 2007. Tahun 2010 lulus dari
SMA Negeri 1 Muara dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di
Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten pada mata kuliah
Embriologi dan Genetika Perkembangan dan mata kuliah Penghayatan Profesi
Kedokteran Hewan pada tahun ajar 2012/2013. Selain itu penulis mengikuti
Pekan Kreativitas Mahasiwa Penelitian dengan judul Pemanfaatan Ekstrak Biji
Sirsak (Annona muricata) sebagai Obat Anti Kanker Akibat Infeksi Virus Marek
Pada Ayam Petelur dan berhasil didanai Dikti pada tahun 2011. Penulis juga
tercatat sebagai anggota Himpro Ruminansia FKH IPB, dan aktif dalam Komisi
Kesenian PMK IPB.