Eksplorasi Potensi Daun, Kulit Batang, dan Kulit Ranting Rhizophora mucronata (Lamarck) sebagai Bahan Antidiare

EKSPLORASI POTENSI DAUN, KULIT BATANG, DAN
KULIT RANTING Rhizophora mucronata (Lamarck) SEBAGAI
BAHAN ANTIDIARE

YULIYANA MUBAROKAH

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Eksplorasi Potensi
Daun, Kulit Batang, dan Kulit Ranting Rhizophora mucronata (Lamarck) sebagai
Bahan Antidiare adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada Perguruan Tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Yuliyana Mubarokah
NIM C54100053

ABSTRAK
YULIYANA MUBAROKAH. Eksplorasi Potensi Daun, Kulit Batang, dan Kulit
Ranting Rhizophora mucronata (Lamarck) sebagai Bahan Antidiare. Dibimbing
oleh NEVIATY PUTRI ZAMANI dan EDY DJAUHARI PURWAKUSUMAH.
Rhizophora mucronata adalah salah satu tumbuhan yang mempunyai
potensi sebagai obat antidiare yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat pesisir.
Penelitian ini bertujuan menentukan aktivitas antibakteri daun warna hijau muda
(DM), daun warna hijau tua (DT), kulit batang (KB), dan kulit ranting (KR)
mangrove jenis Rhizophora mucronata berdasarkan terhadap bakteri penyebab
diare (Entheropathogenic Escheria coli dan Staphylococcus aureus). Sampel
diektraksi dengan metode maserasi dan refluks serta dilakukan uji fitokimia.
Metode difusi digunakan untuk menguji aktivitas antibakteri dan metode FiolinCiocalteu dengan standar asam galat digunakan untuk penentuan kuantitatif total
fenol. Ekstrak kulit ranting memiliki total fenol tertinggi sebesar 44.0204 mgg-1
dan dihasilkan aktivitas antibakteri yang tinggi terhadap bakteri EPEC dan S.

aureus.
Kata kunci: antibakteri, daun, kulit batang, Rhizophora mucronata, kulit ranting.
ABSTRACT
YULIYANA MUBAROKAH. Exploration of the potency of Rhizophora
mucronata (Lamarck) leaf, bark, and skin twigs as antidiarrheal agents.
Supervised by NEVIATY PUTRI ZAMANI and EDY DJAUHARI
PURWAKUSUMAH.
Rhizophora mucronata is one of plants with medicanal potency for
diarrheal, consumed by coastal communities, This research aimed to evaluate the
activity of antibacterial potential from Rhizophora mucronata young green leaf
(DT), dark green leaf (DM), bark (KB) and skin twigs (KR) against bacteria
which causes diarrhea (Entheropathogenic Escheria coli dan Staphylococcus
aureus) and correlation by the quantity of total phenols. Samples were extracted
by maceration method and reflux and phytochemical test. Diffusion methods used
to investigate the activity of antibacteria and Fiolin-Ciocalteu methods with gallic
acid standard used to measure the quantity of total phenols. The extract of skin
twigs has the highest total phenols of 44.0204 mgg-1and has the highest activity of
antibacteria against EPEC and S. aureus bacteria.
Keywords: antibactery, bark, leaf, skin twigs, Rhizophora mucronata.


EKPLORASI POTENSI DAUN, KULIT BATANG, DAN KULIT
RANTING Rhizophora mucronata (Lamarck) SEBAGAI BAHAN
ANTIDIARE

YULIYANA MUBAROKAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Eksplorasi Potensi Daun, Kulit Batang, dan Kulit Ranting
Rhizophora mucronata (Lamarck) sebagai Bahan Antidiare

Nama
: Yuliyana Mubarokah
NIM
: C54100053

Disetujui oleh

Dr Ir Neviaty P Zamani, MSc
Pembimbing I

Drs Edy Djauhari P, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Wayan Nurjaya, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian dan waktu dilaksanakan pada bulan Maret hingga bulan Mei
2014 ini ialah Etno Botani Kelautan, dengan judul Eksplorasi Potensi Daun , Kulit
Batang, dan Kulit Ranting Rhizophora mucronata (Lamarck) sebagai Bahan
Antidiare.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Neviaty P Zamani, M.Sc
dan Bapak Drs Edy Djauhari P, M.Si selaku pembimbing. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir I Wayan Nurjaya, MSc
selaku ketua departemen, Bapak Dr Ir Henry M Manik, ST selaku ketua komisi
pendidikan dan seluruh staf Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada orang tua, seluruh keluarga, serta temanteman, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga usulan skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Yuliyana Mubarokah

v


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Lokasi dan Waktu Penelitian

2


Deskripsi Sampel

3

Alat dan Bahan

3

Tahapan Penelitian

3

Pengambilan Sampel di Lapang

3

Penentuan Kadar Air

3


Proses Ekstraksi

4

Rendemen Ekstrak

4

Kandungan Fitokimia

4

Kuantitatif Total Fenol

5

Kultur dan Pengenceran Bakteri

5


Uji Aktivitas Antibakteri

5

Minimum Inhibitor Consentration

6

Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN

6
7

Kadar Air Simplisia

7

Rendemen Ekstrak


7

Kandungan Fitokimia

8

Total Fenol

9

vi

DAFTAR ISI (lanjutan)
Aktivitas Antibakteri

9

Minimum Inhibitor Consentration (MIC)

13

SIMPULAN DAN SARAN

14

Simpulan

14

Saran

14

DAFTAR PUSTAKA

14

LAMPIRAN

17

RIWAYAT HIDUP

23

vii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Kadar air sampel segar dan simplisia
Persentase rendemen terkoreksi dan tidak terkoreksi
Hasil uji fitokimia
Hasil uji kuantitatif total fenol
Hasil uji MIC

7
8
8
9
13

DAFTAR GAMBAR
1 Rancangan uji zona hambat dan pengukurannya
2 Hasil uji aktivitas antibakteri empat sampel ekstrak
Rhizophora mucronata dengan konsentrasi berbeda terhadap
bakteri S. aureus
3 Hasil uji aktivitas antibakteri empat sampel ekstrak
Rhizophora mucronata dengan konsentrasi berbeda terhadap
bakteri EPEC

6

10

11

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Dokumentasi keempat sampel yang digunakan dalam penelitian
Dokumentasi hasil uji fitokimia
Grafik standar asam galat dalam uji kuantitatif total fenol
Dokumentasi hasil uji aktivitas zona hambat bakteri S.aureus
Dokumentasi hasil uji aktivitas zona hambat bakteri EPEC
Hasil analisis statistika data diameter zona
hambat bakeri S.aureus terhadap empat ekstrak dengan
beberapa konsentrasi
7 Hasil analisis Uji Tukey data diameter zona hambat bakeri
S.aureus terhadap beberapa konsentrasi ekstrak
8 Hasil analisis Uji Tukey data diameter zona hambat bakeri
S.aureus terhadap daunberwarna hijau muda, daun berwarna
hijau tua, kulit batang tua, dan kulit ranting.
9 Hasil analisis statistika data diameter zona hambat bakeri EPEC
terhadap empat ekstrak dengan beberapa konsentrasi

17
17
18
19
20

21
21

21
21

viii

DAFTAR LAMPIRAN (lanjutan)
10 Hasil analisis Uji Tukey data diameter zona hambat bakeri
S.aureus terhadap beberapa konsentrasi ekstrak
11 Hasil analisis Uji Tukey data diameter zona hambat bakeri
EPEC terhadap daun muda berwarna hijau muda, daun berwarna
hijau tua, kulit batang, dan kulit ranting

22

22

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mangrove adalah salah satu tumbuhan yang mempunyai banyak manfaat
yang bersinggungan langsung dengan kehidupan manusia, mulai dari manfaat
ekologi sampai sebagai sumber obat. Mangrove mempunyai potensi yang besar
sebagai obat-obatan alami yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat pesisir.
Mangrove mengandung komponan bioaktif, seperti saponin, flavonoid dan tannin
yang dapat dijadikan sebagai bahan baku obat (Sahoo et al. 2012). Beberapa jenis
mangrove dapat berkhasiat sebagai obat diare, asma, rematik, antiseptik, dan
hepatitis (Rameshkumar dan Ramakritinan 2013)
Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
Indonesia. Sensus penderita penyakit diare yang dilakukan oleh Departemen
Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 kepada 1000 orang penduduk pada setiap
tahunnya mengalami peningkatan (Kementerian Kesehatan RI 2011). Penyakit ini
disebabkan oleh organisme renik seperti virus dan bakteri. Bakteri patogen seperti
Entheropathogenic Escheria coli (EPEC), Bacillus cereus, Vibrio cholerae,
Shigella sp., Salmonela sp., dan Staphylococcus aureus merupakan beberapa
bakteri pemicu penyakit diare (Zein et al. 2004).
Masyarakat di sekitar Teluk Bintuni, Papua telah memanfaatkan mangrove
khususnya jenis Rhizophora mucronata sebagai obat diare yang dikonsumsi
dengan cara meminum air rebusan kulit batang pohon tersebut (Onrizal et al.
2003). Adanya pemanfaatan mangrove sebagai antidiare ini membuat para ilmuan
melakuan penelitian mengenai komponen bioaktif dan uji antibakteri. Puspitasari
et al. (2012) membuktikan bahwa daun Rhizophora mucronata sebagai antidiare
seta memiliki komponen bioaktif, seperti tanin, saponin, dan flavonoid. Nurdiani
et al. (2012) pun melakukan penelitian mengenai komponen bioaktif dan aktivitas
antibakteri dari ekstrak tanaman Rhizophora mucronata, hasil yang didapatkan
bahwa komponen bioaktif terbesar serta zona hambat aktivitas bakteri tertinggi
terdapat pada bagian kulit batang.

Perumusan Masalah
Penelitian ini menentuan kuantitatif komponen bioaktif, yaitu total fenol
dan uji aktivitas antibakteri pada bagian daun, kulit batang, dan ranting mangrove
jenis Rhizophora mucronata. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab beberapa
pertanyaan, antara lain:
1. Apakah ada pengaruh antara jenis sampel mangrove yang memiliki
karakteristik yang berbeda dengan diameter zona hambat yang dibentuk oleh
aktivitas antibakteri?

2

2.

Apakah ada pengaruh antara konsentrasi sampel mangrove yang memiliki
karakteristik yang berbeda dengan diameter zona hambat yang dibentuk oleh
aktivitas antibakteri?
3. Apakah adanya interaksi antara sampel dan konsentrasi sampel mangrove
yang memiliki karakteristik yang berbeda terhadap diameter zona hambat
yang dibentuk oleh aktivitas antibakteri?
Pertanyaan nomor 1, 2, dan 3 akan dijawab melalui uji Analisis of Variance
(ANOVA) two way menggunakan data diameter zona hambat aktivitas antibakteri
Staphylococus aureus dan Entheropathogenic Escheria coli (EPEC), konsentrasi
sampel ( 5 %, 10 %, dan 20), serta jenis sampel yang digunakan dalam pengujian
aktivitas antibakteri (estrak daun berwarna hijau muda, daun berwarna hijau tua,
kulit batang, dan kulit ranting Rhizophora mucronata), kemudian di uji lanjut
mengunakan uji Tukey.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan menentukan diameter zona hambat dari daun
berwarna hijau muda, daun berwarna hijau tua, kulit batang, dan kulit ranting
mangrove jenis Rhizophora mucronata terhadap bakteri EPEC dan S. aureus.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kandungan fitokimia,
seperti tanin, saponin, dan flavonoid, kuantitatif total fenol, serta aktivitas
antibakteri yang tertinggi pada daun muda, daun tua, kulit batang, atau kulit
ranting Rhizophora mucronata. Hasil penelitian dapat menentukan bagian tubuh
Rhizophora mucronata yang lebih efektif dijadikan bahan baku obat diare.

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dililakukan pada bulan 9 Maret hingga bulan 25 Mei 2014.
Pengambilan sampel daun, kulit batang, dan kulit ranting mangrove jenis
Rhizophora mucronata dilakukan di Taman Ekowisata Pantai Indah Kapuk,
Jakarta Utara. Pengujian komponen bioaktif dan aktivitas antibakteri dengan
ekstrak bagian tumbuhan mangrove dilakukan di Pusat Studi Biofarmaka,
Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, dan Laboratorium Basah
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3

Deskripsi Sampel
Penelitian ini menggunakan empat sampel, yaitu daun berwarna hijau muda,
daun berwarna hijau tua, kulit batang, dan kulit ranting. Perbedaan karekteristik
tersebut ditentukan saat pengambilan sampel. Karakteristik daun berwarna hijau
muda adalah berwarna hijau muda, bertekstur lunak, rasanya sedikit pahit,
keberadaannya pada dahan 1-4, dan berukuran 8-15 cm, sedangkan daun berwarna
hijau tua memiliki warna hijau tua, bertekstur kaku, rasanya pahit, keberadaannya
lebih dari dahan kelima, dan berukuran 13-20 cm. Karakteristik kulit batang
adalah berwarna Coklat kehitaman, bertekstur keras, rasanya pahit, dan lingkar
batang 7.5-35 cm, serta kulit ranting memiliki warna coklat muda, bertekstur
lunak, rasanya sedikit pahit, dan lingkar batang 4-10 cm. Gambar keempat sampel
terdapat pada Lampiran 1.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu: GPS, botol sampel, plastik
strep, plastik anti panas, kamera, alat tulis, refraktometer, termometer, newtop,
box sampel, timbangan, cold box, kertas, label, cutter, gunting, pH indikator,
timbangan digital, oven, blender, gelas ukur, perlengkapan ekstrak refluks,
corong, autoklaf, tabung erlenmeyer, jirgen, rotarievaporator, pipet tetes, mikro
pipet, sudip, tabung reaksi, rak tabung reaksi, buncen, pinset, hot plat with
mangnetic stirrer, botol durham, kertas cakram, jarum ose, jangka sorong, kertas
saring, masker, sarung tangan, desikator, spektrofotometer, labu ukur, laptop, dan
cawan petri.
Bahan yang digunakan adalah sampel daun berwarna hijau muda (DM),
daun berwarna hijau tua (DT), kulit batang (KB), dan kulit ranting (KR)
mangrove Rhizophora mucronata, alkohol 70%, spirtus, Nutrient Broth (NB),
Trypticase Soy Agar (TSA), isolat bakteri EPEC dan S. aureus, kloramfenikol,
tissue, silica gel, alumunium foil, Fecl3 1%, serbuk Mg, HCL, etanol, amil
alkohol, akuades, Metanol teknis, Na2CO3, Fiolin-Ciocalteu, serta akuabides.

Tahapan Penelitian
Pengambilan Sampel di Lapang
Sampel daun, kulit batang, dan kulit ranting Rhizophora mucronata
yang didapatkan dimasukan kedalam trash bag, kemudian dibersihkan. Sampel
mangrove dirajang dan dikeringkan dengan cara pengeringan dengan oven pada
suhu 50 0C, kemudian dihaluskan dengan blender hingga menjadi serbuk.
Penentuan Kadar Air
Penentuan kadar air menurut AOAC (2005) ditentukan dengan metode
pemanasan menggunakan oven. Sampel ditimbang sebanyak 3 gr didalam cawan

4

porselin dipanaskan menggunakan oven dengan temperetur 105 ºC selama 3 jam
lalu sampel diletakkan didesikator, kemudian sampel ditimbang. Sampel
dipanaskan kembali dengan oven dan didinginkan sampai mencapai berat konstan.
Penentuan kadar air menggunakan rumus sebagai berikut :
Kadar air = (A-B)/A x 100%
Keterangan :
A = Berat sampel sebelum dioven (gr)
B = Berat sampel setelah dioven (gr)
Proses Ekstrak
Ekstraksi sampel dilakukan dengan metode yang dilakukan oleh Trusheva
et al. (2007). Sampel yang sudah halus sebanyak 40 gr di beri pelarut metanol
teknis sebanyak 400 ml dan dimaserasi selama 24 jam. Sampel yang sudah
dimaserasi disaring dan ekstrak kembali menggunakan metode refluks selama 3
jam. Hasil ekstraksi diuapkan hingga menghasilkan padatan dengan
rotarievaporator, masukan ke dalam botol vial yang beratnya sudah diketahui dan
terlebih dahulu hasil yang padat ditimbang danekstrakmpan dalam freezer.
Rendemen Ekstrak
Berat sampel hasil ekstrak yang diperoleh dibagi dengan berat sampel
yang digunakan sebelum ektraksi untuk mengetahui persentase rendemen dari
sampel. Perhitungan :
Persentase rendemen = (A/B) x 100%
Keterangan :
A = Berat sampel hasil ekstrak (gr)
B = Berat sampel sebelum diekstrak (gr)
Rendemen terkoreksi adalah persentase rendemen yang tidak mengandung
kadar air. Berat sampel sebelum diekstrasi dikoreksi dulu dengan nilai kadar air.
Berat terkoreksi = Berat sampel x (100 - kadar air)/100
Presentase rendemen terkoreksi = (berat ekstrak /berat terkoreksi).
Kandungan Fitokimia
Uji fitokimia dilakukan untuk menentukan komponen aktif yang terdapat
pada suatu sampel seperti senyawa flavonoid, saponin, dan tanin sampel daun,
kulit batang, serta kulit ranting Rhizophora mucronata yang mengacu pada
Harborne (1987):
Flavonoid
Sebanyak 0,05 gr sampel dilarutkan dalam 10 ml akuades dan dipanaskan
hingga warna pelarut berubah. Saring sampel dan ambil filtrat, tambahkan serbuk
Mg sebanyak 0.05 mg, setelah itu ditambahkan 0.1 ml HCL, 0.1 ml etanol, dan
0.05 ml amil alkohol. Hasil uji positif bila larutan berwarna merah, kuning atau
jingga pada lapisan amil alkohol.
Saponin
Uji saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Sebanyak
0.05 g sampel diletakan dalam tabung reaksi ditambahkan pelarut akuades,

5

kemudian dipanaskan hingga pelarut berubah warna, saring sampel dan ambil
filtrat serta kocok tabung reaksi secara kuat. Hasil positif uji saponin ditunjukan
dengan adanya busa yang stabil.
Tanin
Sebanyak 0.05 g sampel yang telah dipanas dengan akuades disaring dan
diambil filtratnya. Tambahkan filtrat dengan FeCl3 1% sebanyak 3 tetes. Hasil uji
positif jika larutan bewarna biru tua atau hijau kehitaman.
Kuantitatif Total Fenol
Penentuan kuantitatif total fenol menggunakan metode Fiolin-Ciocalteu
(Negi et al. 2012). Hasil sebanyak 10 mg dilarutkan dalam larutan pada labu
takar 10 ml. Ambil larutan sebanyak 2 ml dan larutkan kembali dalam larutan
pada labu takar 25 ml. Ambil 2 ml larutan dan masukan kedalam tabung reaksi.
Tambahkan 5 ml akuabides, 0.5 ml Fiolin-Ciocalteu, dan diamkan selama 5
menit. Tambahkan larutan Na2CO3 5% dan inkubasi selama 60 menit dalam
ruangan gelap. Absorbansi larutan diukur menggunakan spektrofotometer dengan
panjang gelombang 725 nm. Uji kuantitatif total fenol menggunakan standar asam
galat. Total fenol diukur dengan satuan miligram (mg) asam galat ekuivalen per
gram bobot ektrak kering (GAE mgg-1). Konsentrasi standar yang digunakan
adalah 0.5%, 1%, 5%, 10%, dan 15%.
Kultur dan Pengenceran Bakteri
Kultur adalah memperbanyak bakteri dengan cara mengambil satu ose
bakteri yang telah diremajakan dan diletakan pada media NB, serta di inkubasi
selama 24 jam. Bakteri diencerkan untuk menurunkan konsentrasi bakteri dengan
cara menyiapkan 10 tabung reaksi yang telah diisi 9 ml akuades steril dan diberi
label 10-1 sampai 10-10. Ambil 1 ml bakteri yang berada dimedia NB kemudian
masukan kedalam tabung reaksi yang berlabel 10-1 dan kocok. Ambil 1 ml cairan
yang berada ditabung berlabel 10-1 kedalam tabung reaksi yang berlabel 10-2 dan
begitu seterusnya hingga tabung reaksi berlabel 10-10 (Sunatmo 2009).
Uji Aktivitas Antibakteri
Metode difusi merupakan pengujian aktivitas bakteri dengan menentukan
kerentanan bakteri terhadap suatu zat yang bersifat sebagai antibakteri (Madigan
et al. 2003). Pembuatan media agar dengan TSA sebanyak 20 gram, kemudian
masukan ke dalam botol durham dengan aqudes 500 ml, serta aduk mengunakan
hot plate with magnetic strirrer sampai homogen. Sterilisasi medium agar tersebut
dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 121- 125 oC, setelah itu tuangkan
agar ke cawan petri pada suhu medium 45 oC.
Bakteri uji EPEC dan S.aureus dengan pengenceran 10-10 diambil
menggunakan batang korek kuping, kemudian diinokulasi dengan cara digoreskan
pada medium agar. Meletakan kertas cakram sebagai media penyimpanan .
Teteskan hasilekstrak sebanyak 10 μl pada kertas cakram dengan beberapa
konsentrasi, yaitu 50.000 ppm, 100.000 ppm, dan 200.000 ppm. Inkubasi selama
24 jam untuk mengetahui zona hambatnya. Kontrol positif menggunakan
kloramfenikol dengan konsentrasi 1000 ppm dan kontrol negatif menggunakan

6

akuades. Setelah diinkubasi aktivitas antibakteri dapat terlihat dengan adanya
zona hambat (zona bening) di sekitar kertas cakram, kemudian zona hambat
tersebut diukur menggunakan jangka sorong. Rancangan uji zona hambat dan
pengukurannya terdapat pada gambar 2.

S. aureus

EPEC

Kontrol

Keterangan
Konsentrasi 5%
Konsentrasi 20%

Konsentrasi 10%
Kontrol + / -

NB : Pengujian zona hambat berlaku terhadap sampel daun
berwarna hijau muda, daun berwarna hijau tua, kulit
batang, dan kulit ranting.
Gambar 1 Rancangan uji zona hambat dan pengukurannya
Minimum Inhibitor Consentration (MIC)
Metode MIC yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode
spektrofotometer yang mengacu pada Yuli (2007). MIC adalah konsentrasi
minimum hambat dari suatu sampel yang mengandung zat atau senyawa
antimikroorganisme. Pengujian dilakukan dengan memasukan larutan uji dengan
konsentrasi 1%, 4%, 7%, dan 10% pada tabung reaksi yang berbeda dan
tambahkan 1 ml bakteri EPEC. Setiap tabung diinkubasi selama 24 jam pada suhu
27 0C. Pengamatan dilakukan menggunakan spektrofotometri dengan panjang
gelombang 615 nm.

Analisis Data
Rancangan penelitian digunakan adalah Rancangan Acak Faktorial (RAF)
dengan empat sampel, yaitu daun muda, daun tua, kulit batang, dan kulit ranting,
perlakuan perbedaan konsentrasi sampel 5%, 10%, dan 20% serta dilakukan tiga
kali pengulangan . Model rancangannya:
Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan :
Yijk = Respon pengamatan pada konsentrasi dan sampel yang berbeda dengan
tiga kali ulangan.
μ
= Nilai tengah
αi
= Pengaruh sampel ke-i

7

βj
(αβ)ij
εijk
i
j
k

= Pengaruh konsentrasi ke-j
= Pengaruh interaksi antara sampel dengan konsentrasi
= Galat percobaan
= Sampel (Daun berwarna hijau muda, daun berwarna hijau tua, kulit
batang, dan kulit ranting)
= Konsentrasi (5 %, 10 %, dan 20 %)
= Ulangan (1, 2, dan 3)

Rancangan ini digunakan dalam pengaruh nilai konsentrasi terhadap perbedaan
kemampuan aktivitas antibakteri dari empat berbeda. Data yang diperoleh
dianalisis menggunakan Analisis of Variance (ANOVA) two way dengan tingkat
kepercayaan 95% dan taraf α 0.05 serta dilakukan uji lanjut dengan uji Tukey.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air Sampel Simplisia
Penentuan kadar air bertujuan untuk menentukan kandungan zat dalam
sampel tumbuhan atau hewan sebagai persen bahan kering dan kualitas ketahanan
suatu sampel dalam penyimpanan yang cukup lama (Harjadi 1993).
Tabel 1 Kadar air simplisia
Sampela
DM
DT
KR
KB

Kadar air (%)
8.60
13.50
7.65
11.75

a

Jenis sampel; DM: daun berwarna hijau muda, DT: daun berwarna hijau tua, KR: kulit ranting,
KB: kulit batang.

Tabel 1 menunjukan bahwa kadar air simplisia pada sampel kulit ranting
memiliki kadar air terendah sebesar 7.65% dan kadar air tertinggi dimiliki oleh
sampel daun berwarna hijau tua sebesar 13.50%. Kadar air yang baik tidak boleh
lebih dari 10%, hal ini bertujuan mencegah tumbuhnya jamur dan bakteri pada
saat penyimpanan dalam waktu tertentu (Winarno 1988).

Rendemen Ekstrak
Ekstraksi adalah kegiatan pemisahan kandungan kimia yang dapat larut dan
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Penelitian ini
menggunakan dua metode ekstraksi yaitu metode maserasi dan metode refluks.
Metode maserasi merupakan proses ekstraksi simplisia dengan menggunakan
pelarut dan dilakukan pengadukan pada suhu ruangan, sedangkan metode refluks
merupakan ekstraksi simplisia dengan pelarut pada titik didihnya dalam waktu

8

tertentu dengan adanya pendingin balik (Depkes RI 2000). Pelarut yang
digunakan adalah metanol yang bersifat universal dapat melarutkan senyawa yang
bersifat polar dan nonpolar, selain itu metanol dapat menarik komponen bioaktif,
seperti tanin, saponin, dan flavonoid dari tanaman. Metanol memiliki titik didih
64–65 0C (Thompson 1985). Hasil dari proses ekstrak disebut dengan rendemen.
Tabel 2 Persentase rendemen terkoreksi dan tidak terkoreksi
Sampel
DM
DT
KR
KB

a

Rendemen (%)
12.41
7.19
5.64
7.99

Rendemen yang
terkoreksi (%)
13.57
8.32
6.10
9.06

a

Jenis sampel; DM: daun berwarna hijau muda, DT: daun berwarna hijau tua, KR: kulit ranting,
KB: kulit batang.

Hasil ekstrak sampel daun berwarna hijau muda memiliki persentase
rendemen terkoreksi maupun tidak terkoreksi tertinggi, yaitu 12.41% dan 13.57%,
sedangkan persentase rendemen terendah terdapat pada sampel kulit ranting
dengan rendemen terkoreksi sebanyak 5.64% dan rendemen tidak terkoreksi
sebanyak 6.10%. Semakin tinggi persentase rendemen menunjukan, semakin
banyak senyawa organik yang terkandung pada hasil ekstrak (Parhusip 2006).

Kandungan Fitokimia
Uji fitokimia yang dilakukan pada penelitian ini meliputi uji flavonoid,
saponin, dan tanin.
Tabel 3 Hasil uji fitokimia
Sampela
Keterangan
Uji
DM DT KB KR
Flavonoid +
+
+
+ Berwarna jingga
pada lapisan amil
alkohol
Tanin
+
+
+
+ Berwarna hijau
kehitaman
Saponin
+
+
+
+ Buih Stabil
a

Jenis sampel; DM: daun berwarna hijau muda, DT: daun berwarna hijau tua, KR: kulit ranting,
KB: kulit batang.

Hasil fitokimia menunjukan bahwa semua sampel mengandung komponen
bioaktif tanin, flavonoid, dan saponin. Penelitian yang telah dilakukan oleh
Nurdiani et al. (2012) pun menunjukan bahwa daun dan kulit batang Rhizophora
mucronata memiliki kandungan bioaktif tanin, saponin, dan flavonoid . Tanin
memiliki aktivitas antibakteri dengan cara mengkerutkan dinding sel atau
membran sel, sehingga mengganggu permeabilitas sel yang dapat mengakibat
terganggunya aktivitas hidup sehingga pertumbuhannya terhambat dan mati

9

(Ajizah 2004). Mekanisme kerja flavonoid sebagai antibakteri dengan cara
mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sel tanpa dapat
diperbaiki lagi (Juliantina et al. 2009). Mekanisme kerja saponin sebagai
antibakteri adalah mengganggu stabilitas memnbran sel bakteri yang
mengakibatkan kerusakan membran sel dan menyebabkan keluarnya komponen
penting dalam sel bakteri yaitu protein dan asam nukleat (Darsana et al. 2012).
Hasil uji fitokimia terdapat pada Lampiran 2.

Total Fenol
Fenol merupakan salah satu kompen bioaktif yang dapat menghambat
aktivitas antibakteri. Tanin, saponin, dan flavonoid merupakan komponen bioaktif
yang mengandung senyawa fenol.
Tabel 4 Hasil uji kuantitatif total fenol
Sampela
DM
DT
KB
KR

Total fenol
(GAE ppm)
2.84
1.75
3.52
3.33

Total fenol
(GAE mgg-1)
35.50
21.88
44.02
41.63

a

Jenis sampel; DM: daun berwarna hijau muda, DT: daun berwarna hijau tua, KR: kulit ranting,
KB: kulit batang.

Tabel 4 memperlihatkan bahwa kandungan total fenol tertinggi dengan
satuan GAE ppm dimiliki oleh sampel kulit ranting sebesar 3.52 ppm, sedangkan
nilai terendah dimiliki oleh daun berwarna hijau tua 1.75 ppm. Kandungan total
fenol tertinggi dengan satuan GAE mgg-1 dimiliki oleh kulit ranting sebesar 44.02
mg GAE mgg-1, sedangkan nilai terendah dimiliki oleh daun berwarna hijau tua
21.88 GAE mgg-1. Total fenol dalam suatu berpengaruh dalam menghambat
aktivitas antibakteri, karena dapat mendenaturasi protein dan merusak membran
sel bakteri (Pelczar dan Chan 2008). Menurut Banerjee et al. (2008) daun dan
kulit batang Rhizophora mucronata memiliki kuantiatif total fenol sebesar 23.81
GAE mgg-1 dan 40. 47 GAE mgg-1. Grafik asam galat yang digunakan sebagai
standar
penentuan
total
fenol
terdapat
pada
Lampiran
3.

10

Aktivitas Antibakteri
Pengujian aktivitas antibakteri sampel menggunakan metode kertas
cakram (difusi) dengan dua bakteri penyebab diare, yaitu EPEC dan S. aureus.
Setiap sampel diletakan pada kertas cakram dengan konsentrasi berbeda. Kontrol
positif yang digunakan adalah kloramfenikol dan kontrol negatif menggunakan
air.

a

Jenis sampel; DM: daun berwarna hijau muda, DT: daun berwarna hijau tua, KR: kulit ranting,
KB: kulit batang.

Gambar 2 Hasil uji aktivitas antibakteri empat sampel Rhizophora mucronata
dengan konsentrasi berbeda terhadap bakteri S. aureus
Gambar 2 menujukan bahwa kulit ranting memiliki aktivitas antibakteri
tertinggipada setiap konsentrasi terhadap bakteri S. aureus. Aktivitas antibakteri
terendah pada setiap konsentrasi dimiliki oleh daun berwarna hijau tua.
Konsentrasi 5% yang dimiliki oleh daun berwarna hijau tua tidak dapat
menunjukan aktivitas antibakteri, karena tidak adanya zona bening.
Diameter zona hambat yang terbentuk dari kloramfenikol selaku kontrol
positif dengan konsentrasi 0.1% berkisar antara 49,39-55 mm lebih besar
dibandingkan dengan sampel yang memiliki konsentrasi 5%, 10%, dan 20%,
sedangkan kontrol negatif tidak memiliki diameter zona hambat. Kloramfenikol
merupakan salah satu antibiotik yang aktif terhadap bakteri gram positif dan
negatif, serta tidak bersifat racun bagi mamalia. Kloramfenikol bekerja sebagai
antibakteri dengan cara bergabung bersama subunit-subunit ribosom sehingga
menganggu dalam prosesekstrakntesis protein (Pelczar dan Chan 2008). Gambar
diameter zona hambat sampel terhadap bakteri S. aureus terdapat di Lampiran 4.
Aktivitas antibakteri ditunjukan dengan adanya zona hambat disekeliling
kertas cakram yang berisi sampel. Zona bening tersebut dapat diukur diameternya
dalam satuan milimeter (mm). Diameter zona hambat yang memiliki kekuatan
menghambat aktivitas bakteri terdiri dari empat kriteria, yaitu sangat kuat, kuat,
sedang, dan lemah. Kriteria sangat kuat memiliki zona hambat 20 mm atau lebih,
kuat 10-20 mm, sedang 5-10 mm, dan lemah 5 mm (Davis dan Stout 1971).

11

Hasil uji statistika menunjukan bahwa daun berwarna hijau muda, daun
berwarna hijau tua, kulit ranting, dan kulit batang serta konsentrasi sampel 5%,
10%, dan 20% mempengaruhi diameter zona hambat bakteri S. aureus pada
tingkat signifikasi 5%. Tidak ada keterkaitan antara sampel dan konsentrasi
sampel terhadap diameter zona hambat bakteri S. aureus dan hasil uji ini terdapat
pada Lampiran 6. Hasil uji Tukey terhadap konsentrasi menunjukan bahwa
terdapat perbedaan diameter zona hambat pada sentiap konsentrasi. Hasil uji
Tukey terhadap ektrak sampel menunjukan bahwa kulit batang tidak memiliki
perbedaan diameter zona hambat bakteri S. aureus yang signifikan pada daun
berwarna hijau tua, daun berwarna hijau muda, dan kulit ranting, sedangkan
kulit ranting menunjukan adanya perbedaan yang ekstrak signifikan terhadap
diameter zona hambat bakteri S. aureus dengan daun berwarna hijau muda dan
daun berwarna hijau tua. Hasil uji Tukey terdapat pada Lampiran 7 dan 8.
Bakteri uji S. aureus merupakan bakteri gram positif yang bersifat patogen
bagi manusia. Bakteri ini tumbuh pada makan tercemar yang dapat menimbulkan
keracunan makanan. Gejala keracunan makanan tersebut ditandai dengan adanya
penyakit diare. Bakteri S. aureus ini masuk kedalam tubuh manusia melalui
makanan dan menetap pada bagian tubuh manusia, seperti mulut, hidung, dan
tenggorokan (Pelczar dan Chan 2008).

a

Jenis sampel; DM: daun berwarna hijau muda, DT: daun berwarna hijau tua, KR: kulit ranting,
KB: kulit batang.

Gambar 3

Hasil uji aktivitas antibakteri empat sampel Rhizophoramucronata
dengan konsentrasi berbeda terhadap bakteri EPEC.

Gambar 3 menujukan bahwa kulit ranting memiliki aktivitas antibakteri
tertinggi pada setiap konsentrasi terhadap bakteri EPEC. Aktivitas antibakteri
terendah pada konsentrasi 20% dimiliki oleh daun berwarna hijau muda dengan
diameter zona hambat 7.72 mm, sedangkan diameter zona hambat terkecil pada
konsentrasi 10% dan 5% di miliki oleh daun berwarna hijau tua. Diameter zona
hambat yang terbentuk dari kloramfenikol dengan konsentrasi 0.1% berkisar
antara 54,62-63.25 mm, sedangkan kontrol negatif tidak memiliki diameter zona
hambat. Gambar diameter zona hambat sampel terhadap bakteri EPEC terdapat
pada Lampiran 5.
Hasil uji statistika menunjukan bahwa daun berwarna hijau muda, daun
berwarna hijau tua, kulit ranting, dan kulit batang mempengaruhi diameter zona

12

hambat bakteri EPEC pada tingkat signifikasi 5%, sedangkan konsentrasi sampel
5%, 10%, dan 20% tidak mempengaruhi diameter zona hambat bakteri EPEC
pada tingkat signifikasi 5%. Tidak ada keterkaitan antara sampel dan konsentrasi
sampel terhadap diameter zona hambat bakteri EPEC dan hasil uji ini terdapat
pada lampiran 9. Hasil uji Tukey terhadap konsentrasi konsentrasi 10% tidak
terdapat perbedaan diameter zona hambat bakteri EPEC yang signifikan pada
konsentrasi 5% dan 20%, sedangkan konsentrasi 5% menunjukan adanya
perbedaan yang signifikan terhadap diameter zona hambat bakteri EPEC dengan
konsentrasi 20%. Hasil uji Tukey terhadap ektrak sampel menunjukan bahwa
kulit batang tidak memiliki perbedaan diameter zona hambat bakteri EPEC yang
ekstrak signifikan pada daun berwarna hijau berwarna hijau tua, daun berwarna
hijau muda, dan kulit batang, sedangkan kulit ranting menunjukan adanya
perbedaan yang signifikan terhadap diameter zona hambat bakteri S. aureus
dengan daun berwarna hijau muda dan daun berwarna hijau tua. Hasil uji Tukey
terdapat pada Lampiran 10 dan 11.
Bakteri uji EPEC merupakan salah satu kelompok bakteri Escherichia coli
yang dapat menyebabkan diare. Bakteri ini menginfeksi jejunum dan ileum,
sehingga menyebabkan penyakit diare pada manusia. Bakteri EPEC adalah
bakteri gram negatif yang menginfeksi manusia melalui makanan, minuman, dan
kegiatan masuknya tangan kemulut (Pelczar dan Chan 2008).
Hasil uji aktivitas antibakteri menggunakan bakteri penyebab diare, yaitu
EPEC dan S. aureus terhadap daun berwarna hijau muda, daun berwarna hijau
tua, kulit ranting, dan kulit batang tua Rhizophora mucronata, dapat terlihat
bahwa diameter zona hambat bakteri S. aureus lebih tinggi dibandingkan bakteri
EPEC. Hal ini dikarenakan bakteri S. aureus merupakan kelompok bakteri gram
positif yang cenderung lebih sensitif terhadap senyawa antibakteri, karena struktur
dinding sel gram positif berlapis tunggal dan kandungan lipid yang rendah (14%), sehingga menyebabkan antibakteri mudah masuk kedalam sel bakteri
tersebut. Bakteri EPEC merupakan kelompok gram negatif yang memiliki struktur
dinding sel yang berlapis tiga dan kandungan lipid yang tinggi (11-22%),
sehingga kelompok bakteri ini lebih kebal terhadap antibakteri (Pelczar dan Chan
2007).
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kulit ranting Rhizophora
mucronata dapat dijadikan bahan baku obat antidiare. Hal ini disebabkan karena
sampel kulit ranting memiliki diameter zona hambat tertinggi terhadap bakteri
penyebab diare S. auresus dan EPEC serta memiliki nilai total fenol tertinggi yang
merupakan salah satu komponen bioaktif antibakteri dibandingkan sampel daun
berwarna hijau muda, daun berwarna hijau tua, dan kulit batang .

13

Minimum Inhibitor Consentration (MIC)
MIC bertujuan menentukan konsentrasi minimum pada sampel yang
dapat menghambat aktivitas antibakteri, khusus bakteri penyebab diare.
Tabel 5 Hasil uji MIC
Bakteri
S. Aureus

EPEC

a

Konsentrasi Absorbansi Absorbansi Nilai
Sampel (%)
standar
sampel
DO
DM
1
0.29
0.28
0.01
4
0.22
0.45
-0.23
7
0.54
0.58
-0.05
10
0.49
0.61
-0.12
DT
1
1.09
1.27
-0.17
4
1.24
1.97
-0.73
7
1.94
1.75
0.19
10
2.00
2.00
0.00
KR
1
0.96
0.55
0.42
4
1.47
0.72
0.75
7
1.32
1.14
0.18
10
2.00
1.60
0.40
KB
1
1.32
0.59
0.73
4
1.67
0.41
1.26
7
2.00
0.51
1.49
10
2.00
0.48
1.52
Kontrol
0.05
0.07
DM
1
0.29
0.07
0.22
4
0.22
0.45
-0.23
7
0.54
0.36
0.18
10
0.49
0.10
0.39
DT
1
1.09
1.02
0.08
4
1.24
1.47
-0.23
7
1.94
1.41
0.53
10
2.00
1.93
0.07
KR
1
0.96
0.10
0.86
4
1.47
0.17
1.31
7
1.32
0.75
0.57
10
2.00
1.34
0.66
KB
1
1.32
0.53
0.80
4
1.67
0.42
1.25
7
2.00
1.08
0.92
10
2.00
1.17
0.83
Kontrol
0.05
0.07
a

Jenis sampel; DM: daun berwarna hijau muda, DT: daun berwarna hijau tua, KR: kulit ranting,
KB: kulit batang.

14

Nilai MIC ditentukan dari nilai terendah Optical Density (OD). Pada
penelitian ini terdapat nilai OD yang bernilai negatif dan positif. Nilai OD negatif
yang menunjukan adanya penurunan nilai absorbansi yang berarti terjadi
penurunan jumlah sel, karena cahaya yang diabsorbansi sebanding dengan
banyaknya sel bakteri (Purwoko 2007). Nilai OD positif menunjukan masih
adanya peningkatan nilai absorbansi yang berarti masih terdapat pertumbuhan
bakteri. Absorbansi merupakan besarnya cahaya yang diserap oleh sel bakteri.
Menurut Ardiansyah (2005) semakin tinggi konsentrasi, maka semakin
besar aktivitas bakteri yang dihambat. Hasil MIC pada penelitian ini tidak
menunjukan seperti itu. Hal ini dapat disebabkan karena tidak semua cahaya
diserap oleh sel bakteri, melainkan diserap juga oleh ekstra. Ekstrak yang
digunakan dalam penelitian ini berwarna pekat yang cenderung menyerap cahaya,
selain itu sel bakteri yang mati pun ikut menyerap cahaya. Menurut Purwoko
(2007) metode perhitungan bakteri secara langsung seperti metode MIC
mempunyai kelemahan dalam membedakan sel bakteri yang hidup dan mati.
Metode lain yang dapat digunakan dalam menentukan MIC adalah cawan
piringan kertas (paper disk plate) (Pelczar dan Chan 2008).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Sampel kulit ranting yang memiliki aktivitas antibakteri sangat kuat
terhadap bakteri S. aureus dan EPEC yang ditunjukan dengan diameter zona
hambat yang besar dibandingkan dengan ketiga sampel lain, sehingga kulit ranting
merupakan sampel yang efektif dijadikan sebagai bahan baku obat diare.
Saran
Perlu dilakukan pengujian MIC dengan metode lain untuk mengetahui
konsentrasi minimum hambat bakteri seperti cawan piring kertas.

DAFTAR PUSTAKA
Ajizah A. 2004. Sensitivitas Salmonella typhymurium terhadap daun jambu biji
(Psidium guajava L.). Bioscientiae. 1(1): 8-31.
[AOAC].Association of Official Analytical Communities. 2005. Official Methods
Of Analysis Of AOAC Internasional. Galthersburg, Marylan (USA) :
AOAC Internasional.
Ardiansyah. 2005. Daun beluntas sebagai antibakteri dan antioksidan. Artikel
PTEK dibidang biologi, pangan, dan kesehatan [Internet]. Diunduh pada 11
Juni 2014. www.beritaiptek.com.

15

Banerjee D, Chakrabarti S, Hazra AK, banerjee S, Ray J, dan Mukherjee B. 2008.
Antioxidant activity and total phenolic of some angroves in Sundarbans.
African Joural of BiotechnologiI. 7(6) : 807
Darsana IGO, Besung INK, Mahatmi. 2012. Potensi daun binahong (Anredera
cordifolia) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli in
vitro. Indonesia Medicus Veterinus. 1(3) : 337-351.
Davis WW, Stout TR. 1971. Disc plate method of microbiological antibiotic
assay. Applied Microbiology. 22 (4): 659-665.
[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter
Standar Umum Tumbuhan Obat. Jakarta (ID): Depkes RI.
Harborne. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. K. Padmawinata dan I. Sudiro, penerjemah; Bandung (ID):
Institut Teknologi Bandung. hlm: 4-234.
Harjadi. 1993. Ilmu Kimia Amalitik Dasar. Jakarta (ID):Gramedia
Juliantina F, Citra DA, Nirwani B, Nurmasitoh T dan Bowo ET. 2009. Manfaat
ekstrak sirih merah (Piper crocatum) sebagai agen anti bacterial terhadap
bakteri gram positip dan gram negatif. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
Indonesi. Jakarta. 1 : 1-10.
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Situasi Diare di Indonesia. Jakarta(ID).
Kenkes.
Madigan MTJ, Martinko M, Parker AJ. 2003. Brock biology of microorganisme,
10th ed., Prentice Hall, New Jersey.
Negi A, Sharma N, Pant R, Singh MF. 2012. Determination of total phenolic
content of the stem bark of Bauhinia variegata linn.; an approach to
standaridizatioan. The Pharma Research. 7(2) : 16-22.
Nurdiani R, Firdaus M, Prihanto AA. 2012. Phytochemical screening and
antibacterial activity of methanol extract of mangrove plant (Rhizophora
mucronata) from Porong River Estuary. Journal Basic Science and
Technology. 1(2) : 27-29
Onrizal, Kusmana C, Sudarmadji. 2003. Jenis-jenis pohon mangrove di Teluk
Bintuni, Papua. Bogor (ID). PT. Bintuni Utama Murni Wood Industri.
Parhusip AJN. 2006. Kajian mekanisme antibakteri ekstrak andaliman
(Zanthoxylum acanthopodium, DC) terhadap bakteri patogen pangan
[disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Pelczar MJ, Chan ECS. 2007. Dasar-Dasar Mikrobiologi 1. Hadioetomo et al.,
penerjemah. Jakarta (ID): UI-Press. Terjemahan dari: Elements of
Microbiology. hlm: 157-184.
Pelczar MJ, Chan ECS. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. Hadioetomo et al.,
penerjemah. Jakarta (ID): UI-Press. Terjemahan dari: Elements of
Microbiology. hlm: 535-730.
Purwoko T. 2007. Fisiologi Mikroba. Jakarta (ID): Bumi Aksara
Puspitasari YE, Hartiati AM, Suprayitno E. 2012. The potency of Rhizophora
mucronata leaf extract as antidiarrhea. Journal of Applied Sciences
Research. 8(2) : 1180-1185.
Rameshkumar S, Ramakritinan CM. 2013. Floristic survey of traditional herbal
medicinal plants for treatments of various diseases from coastal diversity in
Pudhukkottai District, Tamilnadu, India. Journal of Coastal Life Medicine.
1(3): 225-232.

16

Sahoo G, Mulla NSS, Ansari ZA, Mohandas C. 2012. Antibacterial activity of
mangrove leaf extracts against human pathogent. Indian J. Pharm. Sci.
74(4) : 349
Sunatmo TI. 2009. Eksperimen Mikrobiologi Dalam Laboratorium. Jakarta (ID):
Ardy Agency.hlm 61-62
Thompson EB. 1985. Drug Bioscreening. America: Graceway Publishing
Company, Inc. p 40-118.
Trusheva B, Trunkova D, Bankova V. 2007. Different extraction methods of
biologically active components from propolis: a preliminary study.
Chemistry Central J. 7: 1-13.
Winarno F.G. 1988. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Yuli S. 2007. Daya Antibakteri Daun sirih (Piper betle Linn) Terhadap Bakteri
Vibrio harveyi secara in vitro. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas
Airlangga. Surabaya. hlm 80.
Zein U, Sagala KH, Ginting J. 2004. Diare Akut Penyebab Diare. E- USU
Repository. Fakultas Kedokteran Divisi Penyakit tropik dan Infeksi.
Universitas sumatra Utara.

LAMPIRAN
Lampiran 1

Dokumentasi keempat sampel yang digunakan dalam penelitian

(a)

(b)

(c)
Keterangan :
(a) Daun berwarna hijau tua Rhizophora mucronata.
(b) Daun berwarna hijau muda Rhizophora mucronata.
(c) Kulit ranting dan kulit batang Rhizophora mucronata.
Lampiran 2 Dokumentasi hasil uji fitokimia

Saponin

Flavonoid

Tanin

18

Lampiran 3

Grafik standar asam galat dalam uji kuantitatif total fenol

Rumus perhitungan :
Total fenol (ppm) (x) = (y – 0.104) / 0.131
Total fenol (mg/g) = x (v/m)
Keterangan :
y = Absorbansi sampel
x = Total fenol (ppm)
v = Volume sampel yang digunakan (ml)
m = Berat ektrak (gr)

19

Lampiran 4

Dokumentasi hasil uji aktivitas zona hambat bakteri S. aureus.

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)
Keterangan :
(a) Kulit ranting (KR) Rhizophora mucronata.
(b) Kulit batang (KB) Rhizophora mucronata.
(c) Daun berwarna hijau tua (DT) Rhizophora mucronata.
(d) Daun berwarna hijau muda (DM) Rhizophora mucronata.
(e) Kloramfenikol (kontrol positif)

20

Lampiran 5

Dokumentasi hasil uji aktivitas zona hambat bakteri EPEC

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)
Keterangan :
(a) Kulit ranting (KR) Rhizophora mucronata.
(b) Kulit batang (KB) Rhizophora mucronata.
(c) Daun berwarna hijau tua (DT) Rhizophora mucronata.
(d) Daun berwarna hijau muda (DM) Rhizophora mucronata.
(e) Kloramfenikol (kontrol positif)

21

Lampiran 6

Hasil analisis statistika data diameter zona hambat bakeri
S.aureus terhadap empat ekstrak dengan beberapa
konsentrasi.
Sumber

Jenis sampel
Konsentrasi sampel
Jenis sampel * Konsentrasi sampel
Lampiran 7

Hasil analisis uji Tukey data diameter zona hambat bakeri
S.aureus terhadap beberapa konsentrasi ekstrak.
Konsentrasi
sampel
1
5,00
22,783
10,00
20,00
Signifikasi
1,000

Lamipran 8

Signifikasi
,011
,000
,452

Bagian
2

3

88,206
173,739
1,000
1,000

Hasil analisis uji Tukey data diameter zona hambat bakeri
S.aureus terhadap ekstrak daun berwarna hijau muda, daun
berwarna hijau tua, kulit batang, dan kulit ranting.
Sampela

Bagian

1
2
DT
60,600
DM
78,148
KB
85,641 85,641
KR
155,248
Signifikasi
,796
,078
a

Jenis sampel; DM: daun berwarna hijau muda, DT: daun berwarna hijau tua, KR: kulit
ranting, KB: kulit batang.

Lampiran 9

Hasil analisis statistika data diameter zona hambat bakeri
EPEC terhadap empat ekstrak dengan beberapa konsentrasi.

Sumber
Jenis sampel
Konsentrasi sampel
Jenis sampel * Konsentrasi sampel

Signifikasi
,014
,057
,906

22

Lampiran 10 Hasil analisis uji tukey data diameter zona hambat bakeri
EPEC terhadap beberapa konsentrasi ekstrak.
Konsentrasi
Sampel
5,00
10,00
20,00
Signifikasi

Bagian
1
50,697
85,092

2

85,092
138,586
,591
,292

Lampiran 11 Hasil analisis uji tukey data diameter zona hambat bakeri
EPEC terhadap daun berwarna hijau muda, daun berwarna
hijau tua, kulit batang, dan kulit ranting.
Sampela
DT
DM
KB
KR
Signifikasi
a

Bagian
1
48,359
67,711
70,804

2

70,804
178,959
,943
,058

Jenis sampel; DM: daun berwarna hijau muda, DT: daun berwarna hijau tua, KR: kulit
ranting, KB: kulit batang.

23

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 10 Januari 1992 sebagai putri
kelima dari pasangan H. Suradin (Alm) dan Hj. Karumi. Penulis merupakan
lulusan dari Sekolah Menengah Atas Kornita IPB Bogor pada tahun 2010,
Pendidikan Sarjana ditempuh di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Semasa kuliah penulis aktif sebagai asisten mata kuliah Ikhtiologi pada
tahun 2011-2012, asisiten mata kuliah Biologi Laut pada tahun 2012-2013, asisten
mata kuliah Oseanografi Kimia pada tahun 2013-2014, dan aktif dalam organisasi
Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan pada divisi keilmuan dan
keprofesian.
Prestasi yang telah didapatkan oleh penulis semasa kuliah, yaitu
mendapatkan beasiswa Lotte Foundation pada tahun 2013 dan Pemenang Pekan
Kreatifitas Mahasiswa di bidang Artikel Ilmiah (PKM-AI) pada tahun 2013.

Dokumen yang terkait

Pemanfaatan Zat Ekstraktif Kulit Mindi (Melia azedarach Linn.) sebagai Bahan Pengawet Alami Untuk Mengendalikan Serangan Fungi Schizophyllum commune pada Kayu Karet (Hevea brasiliensis)

2 47 49

Uji Daya Hambat Ekstrak Kulit Batang Rhizophora MUCRONATA Terhadap Pertumbuhan Bakteri Aeromonas HYDROPHILA, Streptococcus AGALACTIAE Dan Jamur Saprolegnia SP. Secara In Vitro

9 60 98

Pemanfaatan Kulit Nanas Sebagai Bahan Pembuatan Bioetanol

31 148 72

Laju Dekomposisi Serasah Daun Rhizophora mucronata Setelah Aplikasi Fungi Penicillium sp., Aspergillus sp., dan Curvularia sp. Pada Berbagai Tingkat Salinitas

2 53 61

Jenis-Jenis Fungi Yang Terdapat Pada Serasah Daun Rhizophora Mucronata Yang Mengalami Dekomposisi Pada Berbagai Tingkat Salinitas

0 27 70

Kapang Endofit dari Mangrove Rhizophora mucronata dan Potensinya Sebagai Antidiare

0 11 41

Efektivitas Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata Sebagai Antibakteri untuk Mencegah Perkembangan Bakteri Edwardsiella tardapada Ikan Mas (Cyprinuscarpio L.)

2 14 79

Efektivitas Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata Sebagai Antibakteri untuk Mencegah Perkembangan Bakteri Edwardsiella tardapada Ikan Mas (Cyprinuscarpio L.)

0 0 15

Efektivitas Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata Sebagai Antibakteri untuk Mencegah Perkembangan Bakteri Edwardsiella tardapada Ikan Mas (Cyprinuscarpio L.)

0 0 2

Efektivitas Ekstrak Kulit Batang Rhizophora mucronata Sebagai Antibakteri untuk Mencegah Perkembangan Bakteri Edwardsiella tardapada Ikan Mas (Cyprinuscarpio L.)

0 0 5