Analisis Perbedaan Pemasaran Pepaya Calina ke Pasar Ritel Moderen dan Pasar Tradisional pada Poktan Tirta Mekar

ANALISIS PERBEDAAN PEMASARAN PEPAYA CALINA KE
PASAR RITEL MODEREN DAN PASAR TRADISIONAL
PADA POKTAN TIRTA MEKAR

NOVITA PERMATASARI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Perbedaan
Pemasaran Pepaya Calina ke Pasar Ritel Moderen dan Pasar Tradisional pada
Poktan Tirta Mekaradalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014

Novita Permatasari
NIM H34100022

ABSTRAK
NOVITA PERMATASARI. Analisis Perbedaan Pemasaran Pepaya Calina ke
Pasar Ritel Moderen dan Pasar Tradisional pada Poktan Tirta Mekar. Dibimbing
oleh AMZUL RIFIN.
Saat ini perkembangan jumlah gerai ritel moderen di Indonesia semakin
pesat. Supermarket dan minimarket dapat dengan mudah dijumpai bahkan hingga
ke desa-desa. Gerai ritel moderen tersebut menjual berbagai kebutuhan hidup
mulai dari makanan, minuman hingga sayur dan buah. Tirta Mekar adalah salah
satu poktan (poktan) yang menjual pepaya calina ke pasar ritel moderen dan pasar
tradisional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan antara
pemasaran pepaya ke ritel moderen dan ritel tradisional. Metode yang digunakan
yaitu analisis pemasaran yang menggunakan analisis margin, farmer’s share dan
rasio keuntungan terhadap biaya. Tirta Mekar menjual pepayanya ke Alfamidi,

Total Buah Segar, Ngesti, Istana Buah Segar dan pedagang pengecer yang biasa
berjualan di pasar tradisional. Tirta Mekar menjual pepaya grade A dan B ke
pasar ritel moderen tersebut dan pepaya grade C dijual ke pedagang pengecer di
pasar tradisional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan pemasaran
pepaya calina ke pasar moderen dan pasar tradisional terletak pada harga jual
pepaya dari poktan, kualitas, fungsi fisik yang dilakukan, biaya pemasaran oleh
poktan, biaya pemasaran oleh pengecer, penanggungan risiko, sistem pembayaran
dan margin pemasaran.
Kata Kunci : pasar ritel moderen, pasar tradisional, pepaya calina, Tirta Mekar.
NOVITA PERMATASARI. The analysis of papaya’s marketing to modern retail
market and traditional market in Tirta Mekar. Supervised by AMZUL RIFIN.
Recently, modern retail market in Indonesia have grown very rapidly.
Supermarket and minimarket can be found easily even in the village. Modern
retail market sell all human needs such as food, beverage even fresh fruit and
vegetable). Tirta mekar is a farmer group that sell it’s papaya to modern retail
market and traditional market. The objectives of this research are to analyse the
marketing differences between modern retail market and traditional market. This
research used marketing analysis method such as marketing margin, farmer’s
share, marketing cost and benefit cost ratio. Tirta mekar sell papaya to Alfamidi,
Total Buah Segar, Ngesti, Istana Buah Segar and vendor or trader in traditional

market. Tirta mekar sell papaya grade A and B to modern retail market and grade
C is sold to traditional market. The result shown that the marketing differences
between modern retail market and traditional market can be seen from papaya’s
price, papaya’s quality, physical function (marketing function), marketing cost,
risk, payment system and marketing margin.
Keyword : calina papaya, modern retail market, Tirta Mekar, traditional market.

ANALISIS PERBEDAAN PEMASARAN PEPAYA CALINA KE
PASAR RITEL MODEREN DAN PASAR TRADISIONAL
PADA POKTAN TIRTA MEKAR

NOVITA PERMATASARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi
Nama
NIM

:Analisis Perbedaan Pemasaran Pepaya Calina ke Pasar Ritel
Moderen dan Pasar Tradisional pada Poktan Tirta Mekar
: Novita Permatasari
: H34100022

Disetujui oleh

Dr. Amzul Rifin SP, MA
Dosen Pembimbing
Diketahui oleh


Dr Ir Dwi Rachmina, M.Si
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah
pemasaran, dengan judul Analisis Perbedaan Pemasaran Pepaya Calina ke Pasar
Ritel Moderen dan Pasar Tradisional pada Poktan Tirta Mekar.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Amzul Rifin SP,MA selaku
pembimbing, Ibu Tintin Sarianti SP,MM selaku dosen penguji utama dan Ibu Eva
Yolynda Aviny SP,MM. selaku dosen penguji departemen. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Kiki selaku ketua poktan Tirta
Mekar, sekretaris poktan Bapak M. Ruslan dan seluruh petani anggota poktan
(Pak Abdul Manaf, Pak Edi, Pak Kurniadi, Pak Musa, Pak Kamal, Pak Didin, Pak
Aning, Pak Samad, Pak Kurnia, Pak Madsai dan Pak Adun), Bapak Muslimin
selaku manajer Toko Istana Buah Segar, Bapak Rafianto selaku staf di DC

Alfamidi, dan para pedagang pepaya calina (Bapak Yusuf, Bapak Samsi dan
Bapak H. Khodari) yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga dan
teman-teman mentoring, Agribisnis 47 (Rahmi Yuniarti Ningsih, Vitalia Putri
Asheri, Suhartini, Novade Nur Arif S, Suryani Nurfadillah, Resti Yanuar Akhir,
Putri Amalia, Siti Nurjanah, Intan Rizkia) , Gemercik 47, An Naba 47, Ilma atas
segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014

Novita Permatasari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah

Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Pengertian pemasaran
Pemasaran buah segar
Fungsi-fungsi dalam pemasaran
Farmer’s share
Efisiensi pemasaran
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis, Sumber dan Metode Pengambilan Data
Metode Analisis
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis saluran dan fungsi pemasaran
Saluran pemasaran pepaya calina grade A

Saluran pemasaran pepaya calina grade B
Saluran pemasaran pepaya calina grade C
Fungsi pemasaran pada pepaya grade A
Fungsi pemasaran pada pepaya grade B
Fungsi pemasaran pada pepaya grade C
Sistem penentuan harga, sistem pembayaran dan kerja sama antar
lembaga pemasaran
Analisis margin dan efisiensi pemasaran
Analisis margin pemasaran pepaya calina grade A
Analisis margin pemasaran pepaya calina grade B
Analisis margin pemasaran pepaya calina grade C
Farmer’s share

x
x
x
1
5
6
6

7
7

11
12
12
13
13
15
17
17
17
18

23
24
26
27
29
30

30
33
33
34
34
34

x

Rasio keuntungan terhadap biaya
Efisiensi pemasaran
Perbedaan pemasaran pepaya calina ke pasar ritel moderen
dan pasar tradisional
Pengaruh perbedaan tujuan pemasaran pepaya calina bagi petani
PENUTUP
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

35

35
36
38
38
39
40

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
1 Jumlah gerai pasar ritel moderen di Indonesia
2 Produksi pepaya beberapa daerah di Jawa Barat
3 Daftar kecamatan di Kabupaten Bogor yang membudidayakan pepaya
4 Daftar poktan di empat kecamatan tahun 2012
5 Karakteristik petani Poktan Tirta Mekar
6 Luas lahan dan jumlah pohon pepaya anggota Tirta Mekar
7 Fungsi pemasaran pada saluran pemasaran pepaya grade A
8 Fungsi pemasaran pada saluran pemasaran pepaya grade B
9 Fungsi pemasaran pada saluran pemasaran pepaya grade C
10 Perbedaan pemasaran pepaya pasar ritel moderen dan
pasar tradisional

1
4
5
5
19
20
27
29
31
38

DAFTAR GAMBAR
1 Marjin Pemasaran
2 Kerangka Operasional
3 Struktur Organisasi Poktan Tirta Mekar
4 Skema Aliran Pemasaran Pepaya Calina

14
16
18
22

DAFTAR LAMPIRAN
1 Biaya Pemasaran pepaya poktan grade A
2 Biaya Pemasaran pepaya Jasingagrade A
3 Biaya Pemasaran pepaya Pelabuhan Ratu grade A
4 Biaya Pemasaran pepaya poktan grade B
5 Biaya Pemasaran pepaya Jasinga grade B

42
43
44
45
46

xi

6 Biaya Pemasaran pepaya Pelabuhan Ratu grade B
7 Biaya Pemasaran pepaya poktan grade C
8 Farmer’s share
9 Rasio Keuntungan terhadap Biaya
10 Dokumentasi

47
48
49
50
51

1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat ini di Indonesia pasar ritel moderen seperti swalayan, supermarket
dan hipermarket dapat dengan mudah ditemukan, terutama di kota-kota besar
seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan kota lainnya. Awalnya segmentasi dari
pasar tersebut adalah masyarakat kalangan menegah ke atas. Namun, saat ini pasar
ritel moderen tersebut sudah mulai menginginkan masyarakat kalangan menegah
ke bawah juga menjadi konsumennya. Hal tersebut dapat dilihat banyaknya
swalayan seperti Indomart, Alfamart dan Alfamidi yang mudah ditemukan bahkan
di desa-desa yang tidak terletak di kota besar.
Tabel 1. Jumlah gerai pasar ritel moderen di Indonesia
Jenis Pasar
Tahun
Ritel Moderen
2004
2010
Minimarket
5 604 gerai
16 922 gerai
Supermarket
956 gerai
1 077 gerai
Convinience Store
154 gerai
450 gerai
Hipermarket
68 gerai
154 gerai
1
Sumber: AC Nielsen (dalam PT. Bank Mandiri), 2012.
Berdasarkan tabel 1, dapat diketahui bahwa jumlah gerai pasar ritel
moderen terus meningkat mulai dari tahun 2004 hingga tahun 2010. Gerai pasar
ritel moderen yang mengalami peningkatan paling pesat yaitu minimarket.
Website Data Consult (Business Research Studies Report)2 mencatat jumlah gerai
ritel moderen di Indonesia mengalami pertumbuhan hingga 17.57 persen per
tahun dari tahun 2007 hingga tahun 2011. Tahun 2007 hanya terdapat 10 365
gerai ritel moderen dan tahun 2011 jumlahnya meningkat menjadi 18 152 gerai
yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia. Kenaikan jumlah gerai tersebut
disebabkan meningkatnya jumlah minimarket seperti Alfamart dan Indomart.
Peningkatan jumlah dua pemain utama tersebut sangat cepat, baik melalui
pengelolaan sendiri maupun sistem waralaba (franchise).
Jumlah gerai ritel moderen yang sudah ada saat ini, sekitar 78 persen
berada di Pulau Jawa. Namun, peritel juga sudah berencana untuk melakukan
ekspansi ke luar Pulau Jawa yang kaya akan sumber daya alam seperti Pulau
Sumatra. Tahun 2010, pertumbuhan gerai ritel moderen di Sumatra sebesar 55
persen, lebih besar dari Jawa yang hanya sebesar 35 persen. Melihat potensi
perkembangan ritel yang cukup besar di Indonesia, banyak peritel asing yang
melakukan ekspansi seperti Carrefour (Perancis), Giant (Malaysia) , Lotte (Korea
Selatan), 7-Eleven (AS), Circle K (AS), dan Sogo (Jepang).
Asosiasi pedagang ritel Indonesia (Aprindo) memperkirakan nilai
penjualan ritel pada tahun 2012 sebesar Rp 138 triliun, meningkat sebesar 15
persen dari tahun 2011 yang hanya mencapai Rp 120 triliun. Tingginya penjualan
dalam industri ritel masih didominasi oleh penjualan kebutuhan sehari hari (fast
moving consumer goods/ FMCG) seperti makanan dan minuman yang siap
konsumsi atau setengah jadi (PT. Bank Mandiri, 2012).

1)
2)

PT. Bank Mandiri (Persero).2012. Industry Update Volume 17, Agustus 2012
Perkembangan Baru Bisnis Ritel Modern di Indonesia. Indonesianconsume.blogspot.com
Februari 2013.

2

Selain di Indonesia, di negara-negara berkembang lainnya pun sudah
banyak berdiri pasar ritel moderen seperti swalayan, supermarket atau
hipermarket yang menjual buah-buah segar untuk konsumsi rumah tangga. Pasar
ritel moderen lokal di Indonesia mulai ada sejak tahun 1970-an dan masih terpusat
di kota-kota besar, belum merambah ke wilayah pedesaan atau pinggiran kota.
Pasar ritel moderen (terutama supermarket) bermerek asing mulai masuk ke
Indonesia pada akhir tahun 1990-an karena adanya kebijakan investasi asing
langsung (foreign direct investment) yang mulai dibuka pada tahun 1998
(Suryadarma et al. 2008).
Salah satu faktor yang memengaruhi perkembangan pasar ritel moderen di
negara-negara berkembang adalah meningkatnya investasi asing atau foreign
direct investment (Reardon et al. 2005). Selain itu, bisa juga diakibatkan oleh
pendapatan masyarakat yang meningkat, perubahan gaya hidup, urbanisasi,
perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat, globalisasi, dan peran serta
kaum wanita dalam dunia kerja (Daryanto, 2009 dalam Majalah Trobos)3.
Kesuksesan dan perkembangan pasar ritel moderen yang pesat dapat dihubungkan
dengan kemampuan mereka untuk menurunkan harga yang mengantarkan mereka
bersaing dan mengalahkan pasar tradisional. Pasar ritel moderen juga lebih
menekankan pada harga yang kompetitif dengan kualitas produk yang lebih
tinggi. Tiga hal yang menjadi ciri perkembangan supermarket di wilayah Asia
pada umumnya yaitu (1) sektor supermarket semakin banyak dikuasai oleh pihak
asing, (2) supermarket berkembang dengan sangat cepat karena mengikuti tren
yang berjalan di negara maju, (3) saat ini supermarket tidak hanya melayani
konsumen kalangan menengah ke atas, tetapi juga berusaha melayani konsumen
kalangan menengah ke bawah yang berada di wilayah pedesaan atau pinggiran
(Reardon et al. 2005).
Reardon et al. (2005) membagi tingkat penyebaran supermarket ke dalam
tiga gelombang. Gelombang pertama dimulai pada awal hingga pertengahan tahun
1990-an dan telah menyebabkan terbentuknya kekuatan besar pada ritel di akhir
tahun 1990-an di negara Amerika bagian Selatan, Asia Timur, Eropa bagian utara
dan tengah dan Afrika Selatan. Gelombang kedua dilanjutkan oleh negara-negara
di Asia Tenggara, Eropa bagian selatan dan tengah dan Mexico. Gelombang
ketiga atau gelombang terakhir dilalui oleh negara-negara seperti Nicaragua, Peru,
Bolivia, Vietnam, China, India dan Rusia.
Keberadaan pasar ritel moderen menjadi tuntutan dan konsekuensi dari
gaya hidup yang berkembang di masyarakat (Daryanto, 2009 dalam Majalah
Trobos). Ketika pendapatan masyarakat semakin meningkat, maka mereka akan
fokus pada kualitas dan keamanan makanan dan tempat berbelanja mereka. Pasar
ritel moderen tidak hanya berfungsi sebagai tempat berbelanja. Saat ini, banyak
pasar ritel moderen yang dilengkapi dengan food court, arena bermain anak dan
area parkir yang luas, toilet dan mushola. Selain itu, pasar ritel moderen memiliki
tata ruang, tata letak produk yang baik serta terjaga kebersihan tempatnya. Hal
tersebut menyebabkan masyarakat menjadi lebih nyaman berbelanja ke pasar ritel
moderen daripada ke pasar tradisional.
Saat ini, ketika disebutkan nama pasar tradisional, bayangan yang muncul
adalah pasar yang kotor, letak para pedagang tidak teratur dan terdapat
premanisme. Selain itu, masih terdapat beberapa masalah seperti kurangnya area

3)

Daryanto, A. Revitalisasi Pasar Tradisional. Majalah Trobos, Agustus 2009.

3

parkir, buruknya pengelolaan tempat pembuangan sampah, sirkulasi udara yang
buruk dan banyaknya pedagang kaki lima yang merugikan para pedagang yang
menyewa kios (SMERU 2007). Hal tersebutlah yang menyebabkan kalangan
masyarakat tertentu enggan berbelanja ke pasar tradisional. Meskipun memiliki
beberapa kelemahan, pasar tradisional tetap memiliki beberapa ciri khas yang
membedakannya dengan pasar ritel moderen. Menurut Daryanto (2009), pasar
tradisional memiliki tiga ciri khas yang membedakannya dari pasar ritel moderen
yaitu (1) adanya proses tawar menawar antara pedagang dan pembeli dalam
menentukan harga yang dapat menjalin kedekatan personal dan emosional
sehingga dapat menciptakan trust (kepercayaan) diantara mereka, (2) para
pedagang di pasar sudah mengetahui dengan persis keinginan (produk yang ingin
dibeli) dari pelanggan mereka, (3) pasar tradisional mampu menawarkan produk
dengan harga yang menarik pada barang atau produk khusus yang tidak
didapatkan di supermarket.
Menurut AC Nielsen, pasar ritel moderen di Indonesia tumbuh sebesar
31.4 persen per tahun sedangkan pasar tradisional bukan mengalami pertumbuhan
tetapi jumlahnya menyusut 8 persen per tahun (SMERU 2007). Hal tersebut tidak
bisa dibiarkan terus menerus karena akan ada banyak masyarakat yang kehilangan
pekerjaaannya sebagai pedagang di pasar tradisional. Oleh karena itu, Daryanto
(2009) menawarkan solusi revitalisasi pasar tradisional. Revitalisasi pasar
tradisional bisa dilakukan dengan membenahi tata ruang dan tata letak para
pedagang di pasar tradisional dan memperbaiki seluruh kelemahan yang
menurunkan daya saing pasar tradisional. Selain itu, dukungan pemerintah pun
diperlukan (terutama dalam membuat kebijakan) dan kerjasama antar pelaku
usaha terkait.
Keberadaan pasar ritel moderen menjadi tantangan tersendiri bagi petani
untuk memasarkan produknya. Para petani harus siap menjaga kualitas dan
kuantitas produk mereka jika ingin memasarkan produknya ke pasar ritel
moderen. Hal tersebut disebabkan karena mereka tidak mau menerima produk
yang kualitasnya buruk. Spesifikasi produk harus sesuai dengan standar ritel
moderen.
Awalnya, pasar moderen tersebut lebih banyak menjual makanan dan
minuman siap konsumsi dan makanan setengah jadi yang siap diolah. Namun,
beberapa waktu terakhir ini, pasar moderen tersebut juga banyak menjual buah
dan sayuran segar seperti di pasar tradisional, tetapi dengan kualitas dan harga
yang berbeda. Buah dan sayur yang dijual di swalayan atau supermarket biasanya
memiliki kualitas yang bagus dan memiliki harga yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan buah dan sayur yang dijual di pasar tradisional. Selain itu,
buah dan sayur yang dijual di pasar moderen dikemas sedemikian rupa sehingga
menarik konsumen untuk membeli.
Salah satu buah yang dijual di pasar moderen yaitu pepaya california atau
yang lebih sering disebut pepaya calina (california indonesia). Pepaya calina lebih
sering dipasarkan ke ritel moderen karena bentuk buahnya yang kecil dan rasanya
yang manis disukai oleh konsumen dan pepaya calina tidak mudah busuk. Selain
itu, pepaya bukan merupakan buah musiman sehingga selalu tersedia sepanjang
tahun. Pepaya calina merupakan pepaya hasil riset IPB. Pepaya calina ini
dikembangkan oleh Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS di Pusat Kajian Buah

4

Tropika IPB (PKBT-IPB). Tanaman pepaya calina dapat dipanen pada usia
delapan bulan dan tingginya baru mencapai satu meter. Jika dibandingkan dengan
jenis pepaya lain, pepaya calina ini lebih sering dijual di swalayan, supermarket
atau toko buah moderen daripada dijual ke pasar tradisional. Hal tersebut
diakibatkan karena pepaya calina memenuhi standar untuk masuk ke swalayan
atau supermarket.
Tanaman pepaya di Indonesia dapat tumbuh dengan baik di daerah dataran
rendah sampai dataran tinggi dengan batas ketinggian 1000 meter diatas
permukaan laut. Menurut Kementan (2014), saat ini luas daerah yang ditanami
pepaya (untuk orientasi bisnis) mencapai 52 250 hektare meliputi tanah
pekarangan dan tanah tegalan dengan produksi 402 306 ton per tahun. Buah
pepaya belum dapat diandalkan sebagai komoditi ekspor karena pepaya yang ada
saat ini masih terbatas untuk mencukupi kebutuhan domestik.
Bogor merupakan salah satu daerah penghasil pepaya yang ada di Jawa
Barat. Selain Bogor, terdapat beberapa daerah lain di Jawa Barat yang
membudidayakan tanaman pepaya seperti Sukabumi, Bandung, Cianjur,
Tasikmalaya dan Ciamis (Tabel 2). Daerah penghasil pepaya paling banyak di
Jawa Barat yaitu ada di Sukabumi dan Bogor. Selama tahun 2010 hingga 2011
peningkatan produksi pepaya di Kabupaten Bogor sebesar 69 persen, lebih tinggi
dibandingkan dengan Sukabumi yang hanya 16 persen. Selain itu, produksi
pepaya di Kabupaten Bogor lebih tinggi dibandingkan dengan produksi pepaya di
Kota Bogor.
Tabel 2 Produksi pepaya beberapa daerah di Jawa Barat tahun 2011 (kuintal)
No
1
2
3
4
5
6

Kabupaten/Kota
Sukabumi
Bogor
Tasikmalaya
Ciamis
Garut
Kota Bogor

2007
310 424
210 687
47 058
37 397
25 993
22 037

2008
380 378
122 376
41 279
73 675
26 573
30 842

Tahun
2009
490 183
84 819
45 272
34 066
29 154
13 962

2010
239 979
57 645
53 557
20 821
41 632
3 868

2011
284 865
188 613
68 221
19 812
33 055
4 849

Sumber : Dinas Pertanian Jawa Barat (2011)4
Salah satu daerah penghasil pepaya di Kabupaten Bogor terletak di
Kecamatan Jasinga, Kecamatan Rancabungur, Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan
Cibinong. Data potensi pepaya di Kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor pada
tahun 2012 dapat dilihat pada tabel 3.

4)

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat [Internet].[diunduh Juni
2014].diperta-jabarprov.go.id

5

Tabel 3 Daftar kecamatan di Kabupaten Bogor yang membudidayakan pepaya
No
1
2
3
4

Kecamatan
Cijeruk
Rancabungur
Jasinga
Cibinong

Jumlah pohon
6 000
5 655
6 435
5 367

Produksi (Kuintal)
2 449
2 804
2 779
2 449

Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Bogor (2012).
Jika dilihat dari jumlah pohon pepaya , Kecamatan yang paling banyak
pohon pepayanya adalah Kecamatan Jasinga kemudian Cijeruk, Rancabungur dan
peringkat terakhir yaitu Cibinong. Kecamatan Jasinga memiliki tiga poktan yang
tersebar di tiga desa yaitu Desa Cikopomayak, Desa Pangaur dan Desa
Bangunjaya. Namun, jika dilihat dari produksi pepaya yang dihasilkan,
Kecamatan Rancabungur memiliki produksi pepaya paling tinggi dan produksi
pepaya paling rendah dimiliki oleh Kecamatan Cijeruk dan Cibinong. Selain
Kecamatan Jasinga, tiga kecamatan lainnya pun memiliki poktan. Daftar poktan
yang membudidayakan pepaya di empat kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor
dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 4 Daftar poktan di empat kecamatan tahun 2012
No
Kecamatan
1 Cijeruk
2 Rancabungur
3 Jasinga

4 Cibinong

Desa
Cipicung
Cipelang
Mekarsari
Cikopomayak
Pangaur
Bangunjaya
Sukahati

Poktan
Medal Jaya
Barokah Tani
Tirta Mekar
Bahagia
Mekarwangi
Darmabakti
Sampora

Jenis Pepaya
Bangkok
Bangkok
Calina
Calina
Calina
Calina
Lokal

Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Bogor (2014).
Kecamatan Cijeruk memiliki dua poktan yang berada di dua desa yang
membudidayakan pepaya bangkok. Kecamatan Cibinong memiliki satu poktan
yang membudidayakan pepaya lokal. Dari keempat kecamatan tersebut hanya dua
kecamatan yang membudidayakan pepaya calina yaitu Kecamatan Jasinga dan
Rancabungur. Kecamatan Rancabungur memiliki sebuah desa yaitu Desa
Mekarsari yang penduduknya membudidayakan pepaya terutama pepaya calina
(california atau IPB-9). Desa Mekarsari memiliki satu poktan yang
membudidayakan pepaya calina yaitu poktan Tirta Mekar yang dipimpin oleh Pak
Kiki Wijarnako.
Perumusan Masalah
Poktan Tirta Mekar telah memasarkan pepaya calina ke gerai ritel
moderen dan pasar tradisional. Poktan membagi saluran pemasaran pepaya calina

6
berdasarkan grade pepaya. Pepaya calina grade A dan B dipasarkan ke gerai ritel
moderen sedangkan pepaya calina grade C dipasarkan ke pasar tradisional.
Pemasaran pepaya calina berbeda dengan pepaya-pepaya jenis lainnya. Pepaya
calina ini lebih sering dijual ke pasar moderen dibandingkan pasar tradisional.
Pepaya calina lebih sering dipasarkan ke ritel moderen karena memiliki beberapa
keunggulan diantaranya bentuknya yang kecil dan rasanya yang manis disukai
oleh konsumen dan pepaya calina tidak mudah busuk dibandingkan dengan
pepaya jenis lainnya.
Tujuan pasar yang berbeda tersebut tentunya akan memiliki perbedaan
dalam hal saluran, margin dan efisiensi pemasaran. Pemasaran buah yang
ditujukan ke pasar ritel moderen biasanya memerlukan proses seleksi yang ketat,
tidak semudah di pasar tradisional. Buah harus diberi grading dan standarisasi
untuk bisa masuk ke pasar ritel moderen. Hal tersebut disebabkan pasar moderen
tidak mau menerima buah dengan kualitas rendah atau buruk, karena segmentasi
dari pasar moderen itu sendiri adalah masyarakat kalangan menengah ke atas yang
sangat fokus dengan mutu dan kualitas buah, sehingga hanya buah-buah pilihan
yang bisa masuk ke pasar moderen.
Dari penelitian yang dilakukan oleh World Bank (2007), pemasaran ke
supermarket akan lebih menguntungkan bagi petani dan akan memberikan nilai
tambah yang besar bagi produk tersebut. Sehingga sebelum penelitian ini
dilakukan, peneliti membuat hipotesis bahwa pemasaran pepaya calina ke pasar
ritel moderen akan lebih menguntungkan bagi petani dibandingkan ke pasar
tradisional.
Perrumusan masalah dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut;
1. Bagaimana perbedaan antara pemasaran pepaya calina ke pasar ritel
moderen (swalayan/supermarket/hipermarket) dengan pemasaran pepaya
calina ke pasar tradisional?
2. Bagaimana pengaruh perbedaan tujuan pemasaran pepaya (ke pasar ritel
moderen dan pasar tradisional) bagi poktan Tirta Mekar?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan
sebelumnya, tujuan dari penelitian ini;
1. Mengidentifikasi dan menganalisis perbedaan pemasaran pepaya calina ke
pasar ritel moderen dan ke pasar tradisional.
2. Menganalisis pengaruh perbedaan tujuan pemasaran pepaya bagi poktan
Tirta Mekar.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
berkepentingan seperti;
1. Para petani, dapat mengetahui pengaruh perbedaan tujuan pemasaran
pepaya yang selama ini telah dilakukan dan juga dapat mengetahui pepaya
lebih baik dipasarkan ke pasar ritel moderen atau pasar tradisional,

7

2. Penulis, dapat meningkatkan kemampuan mengidentifikasi dan
menganalisis masalah serta memberikan solusi atas permasalahan yang
terjadi,
3. Pihak lain, dapat menambah wawasan dan informasi sekaligus dapat
menjadi referensi bagi akademisi yang akan melakukan penelitian
selanjutnya
Ruang Lingkup Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya, penelitian
ini terbatas pada; (1) pepaya calina segar, (2) penelitian analisis perbedaan
pemasaran pepaya calina ke pasar ritel moderen dan pasar tradisional pada poktan
Tirta Mekar fokus hanya pada poktan tersebut yang menjadi objek penelitian.
Analisis melibatkan petani produsen dan supermarket atau swalayan yang menjadi
tempat pemasaran pepaya calina. (3) penelitian ini menggunakan analisis
tataniaga atau pemasaran yang mengkaji saluran, fungsi dan efisiensi pemasaran
pepaya calina.
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Departemen Pertanian5, terdapat beberapa jenis pepaya yang
sering dibudidayakan oleh petani sebelum pepaya calina diteliti. Jenis pepaya
tersebut antara lain yaitu pepaya jingga, pepaya semangka, pepaya mexico dan
pepaya bangkok.
Pepaya jingga memiliki karakteristik kulit buah berwarna kuning, daging
buah berwana merah, banyak mengandung air, dan cukup manis, berat per buah
sekitar 1.50 kg dan cukup tahan terhadap kerusakan selama pengangkutan. Pepaya
semangka memiliki karakteristik kulit buah berwarna kuning menarik, daging
buah berwarna merah semangka, banyak mengandung air, dan berasa manis, buah
berbentuk bulat seperti semangka, berat per buah sekitar 1 kg dan agak tahan
terhadap kerusakan selama pengangkutan.Pepaya meksiko sering disebut juga
pepaya solo atau pepaya tunggal karena memiliki ukuran buah yang kecil dan
hanya cukup untuk satu orang. Jenis pepaya ini memiliki karakteristik buah
berbentuk seperti avokad, bulat berleher, daging buah berwarna kuning dengan
rasa manis, berat per buah sekitar 0.5 kg dan tahan terhadap kerusakan selama
pengangkutan.Pepaya bangkok memiliki karakteristik buah berbentuk seperti
pepaya cibinong, namun lebih bulat dan lebih besar, kulit buah kasar dan tidak
rata atau berbenjol-benjol, daging buah berwarna jingga kemerahan, keras, dan
memiliki rasa manis dan berat per buah sekitar 3.5 kg.
Hal yang membedakan pepaya calina dengan pepaya lainnya yaitu pepaya
calina lebih sedikit mengandung air dibandingkan pepaya lainnya. Tekstur daging
buah agak keras, tidak terlalu lembek. Hal tersebut yang menyebabkan pepaya
calina bisa dijual ke supermarket. Dengan kandungan air yang sedikit
menyebabkan pepaya calina tidak mudah busuk.
Varietas pepaya calina merupakan varietas pepaya yang dapat tumbuh
dengan baik di dataran rendah sampai menengah dengan ketinggian 100-500
meter di atas permukaan laut. Varietas pepaya calina telah diresmikan oleh
Menteri Pertanian RI pada tanggal 26 Mei 20106. Buah pepaya calina mempunyai
5)

Budidaya Pepaya [Internet].[diunduh Maret 2014].cybex.deptan.go.id
Bibit Pepaya IPB [Internet]. [diunduh Maret 2014]. Tersedia
http://bibitpepayaipb.indonetwork.co.id/3786822
6)

pada

8

bobot sekitar 1 kilogram per buah, berbentuk silindris, berukuran besar dengan
panjang sekitar 23-24 cm dan diameter buah sekitar 9 cm. Karakteristik buah
pepaya calina yang lainnya adalah daging buahnya berwarna jingga dengan rasa
manis dan kulit buah berwarna hijau lumut. Produktivitas varietas pepaya calina
ini adalah 69 – 79 ton per hektar per 4 bulan. Pepaya calina IPB-9 memiliki ciri
khusus pada permukaan kulit buahnya yang sangat bagus dan berwarna hijau. Bila
dibelah daging buahnya berwarna Jingga kemerahan yang lezat. Daging buahnya
tebal dan lembut. Bobotnya 1.5 kg.
Deskripsi lain mengenai karakteristik dari tanaman pepaya calina ini
7

yaitu ;
 Benihnya butiran berbentuk lonjong lebih kecil dibanding benih pepaya
bangkok. Jika di semai daunnya pun ada perbedaannya warnanya.
 Kehijauan muda dan umur di bawah tujuh bulan ujung daun sebagian ada
kuncirnya yang menjulang pendek di atas daun.
 Batang beruas pendek dan berpelepah seperti daun pepaya lainnya.
 Setelah usia sekitar tiga bulan mulai bermunculan bunga.
Setiap
tangkai banyak bermunculan dua jenis bunga yaitu bunga tidak bisa
berbuah (kembang paes) dan bunga bisa berbuah.
 Kemampuan berbuah lebat. Jika di biarkan semua berbuah perpohon bisa
sampai 30 hingga 50 buah. Maka harus dilakukan sortasi
atau penjarangan, supaya berbuah yang seperti kita harapkan.
 Warna kulit luar hijau cerah jika buah menjelang masak warna kekuningan
mulai muncul di sekitar tangkai.
 Warna daging dalamnya merah cerah .
 Rasa buahnya manis. Pengolahan tanpa tambahan pupuk pemanis bisa
mencapai brik berkisat 10, jika di olah dengan pupuk pemanis bisa
mencapai brik 14 manis lezat dan kesat.
 Daya tahan buah jika di simpan tanpa di bantu pengawet bisa bertahan
hingga lima hari.
Selain itu, pepaya adalah buah yang tersedia sepanjang tahun (berbuah
tidak mengenal musim. Hal tersebut menyebabkan pasar ritel moderen mau
menjual buah pepaya calina di tokonya. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh
pepaya calina disukai oleh konsumen kalangan menengah atas yang berbelanja di
ritel moderen dan konsumen kalangan menengah bawah yang berbelanja di pasar
tradisional. Hal tersebut menyebabkan pepaya calina dipasarkan ke pasar ritel
moderen dan pasar tradisional.
Selain pepaya calina, tentunya terdapat buah dan sayur yang dipasarkan ke
dua pasar tersebut yaitu pasar ritel moderen dan pasar tradisional. Buah dan sayur
tersebut antara lain mangga, jeruk, manggis, jambu kristal dan tomat. Umumnya,
untuk kasus setiap komoditi, petani individu tidak bisa menjual langsung hasil
panennya ke supermarket atau pasar induk. Hal tersebut dikarenakan petani sering
terkendala masalah transportasi dan kuantitas panen yang dihasilkan. Sehingga
oetani membutuhkan lembaga pemasaran seperti kelompok tani atau pedagang
pengumpul. Setiap komoditi juga memiliki perbedaan tersendiri dalam sistem
pemasarannya
ke
ritel
moderen
dan
pasar
tradisional.

7)

Ciri khas tanaman pepaya california IPB-9 berbuah lebat [Internet].[diunduh Maret
2014]. Tersedia pada http://agrobuah.com/ciri-khas-tanaman-pepaya-california-ipb9berbuah-lebat/.HTML

9

Perbedaan pemasaran buah mangga ke pasar moderen dan tradisional
dapat dilihat dari sisi kualitas, kuantitas, harga, sistem pembayaran, sortasi dan
pengemasan. Hal tersebut telah diteiliti oleh Supriatna (2005) di daerah Jawa
Barat yang menjadi sentra mangga yaitu Kabupaten Majalengka dan pada tahun
2006 di Kabupaten Cirebon. Semua petani mangga menjual mangganya ke
pedagang pengumpul terlebih dahulu. Para petani tidak bisa menjual mangganya
langsung ke pasar induk karena terkendala beberapa hal seperti volume mangga
dan kontinuitas pengiriman. Para petani mangga tidak tergabung dalam poktan.
Supermarket hanya mau menerima mangga yang memiliki grade A atau
B. Agar mangga bisa masuk ke supermarket, agen atau pedagang pengumpul
harus menjual mangga ke perusahaan yang terdaftar sebagai supplier di
supermarket tersebut. Mangga yang dibeli dari supplier, kemudian disortasi lagi
oleh supermarket. Umumnya, supermarket menerima 95 persen mangga dan
sisanya sebesar 5 persen dikembalikan kepada supplier. Mangga grade C dijual ke
pasar tradisional yang berada Majalengka, Sumedang, Cirebon dan Indramayu.
Mangga grade C berkualitas rendah, cepat busuk dan banyak cacat pada buah
sehingga harus langsung sampai ke tangan konsumen. Oleh karena itu, rantai
pemasaran mangga grade C lebih pendek jika dibandingkan dengan mangga
grade A dan B. Sistem pembayaran yang dilakukan oleh pasar tradisional yaitu
pembayaran pengambilan pertama dibayar pada pengambilan kedua. Jadi, supplier
para pedagang tradisional harus kontinu memasok mangga jika ingin dibayar.
Supermarket menggunakan sistem pembayaran nota. Pasar tradisional hanya
melakukan sortasi tetapi tidak melakukan pengemasaan sedangkan supermarket
melakukan sortasi dan pengemasan.
Nurasa dan Hidayat (2008) meneliti pemasaran jeruk di Kabupaten Karo,
Sumatera Utara. Jeruk dari Karo tersebut dipasarkan hingga ke luar pulau
Sumatra. Para petani terkadang memanen sendiri jeruk mereka atau pembeli
(pedagang pengumpul) yang memanen jeruknya sendiri. jeruk medan tersebut
biasa diklasifikasikan menjadi kelas A, AB, B, C dan D atau unyil dan kelas guli
(anak jeruk). Perbedaan pemasaran jeruk ke pasar moderen dan pasar tradisional
terlihat pada kualitas jeruk. Pasar moderen menginginkan jeruk yang berkualitas
grade A. Namun, karena jeruk grade A yang dihasilkan semakin sedikit, tidak
jarang jeruk grade AB diklasifikasikan menjadi jeruk grade A. Pasar moderen
yang lebih banyak dituju ialah pasar moderen yang berada di Jakarta atau Pulau
Jawa. Agar jeruk dapat sampai ke supermarket, jeruk biasanya disalurkan ke pasar
induk yang ada di daerah Jabodetabek. Dari pasar induk tersebutlah kemudian
supplier supermarket membeli jeruk. Jeruk yang biasa dijual oleh para pedagang
di pasar tradisional yaitu sebagian kecil grade B dan sebagian besar grade C.
Firdaus dan Wagiono (2006) menganalisis pemasaran buah manggis di
Desa Karacak (Bogor), Desa Babakan (Purwakarta) dan Kecamatan Guguk,
Sumatera Barat. Dari hasil penelitiannya, perbedaan pemasaran buah manggis ke
supermarket dan pasar tradisional dapat dilihat pada kuantitas buah manggis dan
rasio kenutungan terhadap biaya. Pedagang pengecer membeli manggis dari
pemasok sebanyak 45 persen sedangkan supermarket hanya membeli sebanyak 15
persen manggis dari pemasok. Sisanya sebanyak 40 persen dibeli oleh eksportir.
Saluran pemasaran manggis dari petani ke pemasok lalu ke supermarket memiliki

10

rasio keuntungan terhadap biaya yang paling besar daripada saluran ke pasar
tradisional (untuk Desa Babakan dan Desa Karacak) yaitu sebesar 3.21 dan 5.99.
World Bank (2007) meneliti rantai pemasaran tomat dari Jawa Barat
(Cikajang, Lembang, Cisurupan, Pengalengan, Cigedug, Pasir Wangi, Ciwidey
dan Pasir Jambu) ke pasar ritel moderen maupun pasar tradisional yang ada di
Jakarta. Tim peneliti World Bank mengambil responden sebanyak 586 petani
tomat. Perbedaan pemasaran tomat ke pasar ritel moderen dan pasar tradisional
yaitu terletak pada kualitas tomat, harga tomat, fungsi pemasaran yang dilakukan
dan biaya pemasaran. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, terdapat lima saluran
pemasaran tomat dari Jawa Barat ke Jakarta. Dua saluran pemasaran ke
supermarket dan tiga saluran pemasaran ke pasar tradisional. Tomat yang
dipasarkan ke supermarket selalu disortir terlebih dahulu oleh petani. Supermarket
hanya mau membeli tomat grade A dan B. Tomat yang dipasarkan ke pasar
tradisional tidak disortir terlebih dahulu. Pedagang pengumpul membeli secara
borongan.
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, rantai pemasaran ke supermarket
menciptakan nilai tambah yang besar yaitu Rp 3.2-3.8 juta per ton sedangkan nilai
tambah yang diciptakan akibat memasarkan tomat ke pasar tradisional sebesar Rp
1.6-1.9 juta per ton. Dari kelima saluran, saluran pertama yang memiliki nilai
tambah terbesar yaitu sebesar Rp 3.7-3.8 juta per ton. Hal tersebut menunjukkan
bahwa petani lebih baik memasarkan tomatnya ke supermarket daripada ke pasar
tradisional karena akan menciptakan nilai tambah yang besar.
Purba (2008) meneliti pendapatan usahatani dan saluran pemasaran pepaya
calina di Desa Cimande dan Desa Lemahduhur, Kecamatan Caringin Kabupaten
Bogor. Hasil dari penelitiannya menunjukkan bahwa di kedua desa tersebut
terdapat dua saluran pemasaran pepaya calina yaitu (1) petani-supplier atau
pedagang pengumpul-pedagang pengecer-konsumen akhir, (2) petani-pabrik.
Jumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah sepuluh orang
petani pepaya calina. Para petani yang ada di kedua desa tersebut tidak tergabung
dalam kelompok tani sehingga mereka memasarkan pepaya secara individu.
Farmer’s share yang diperoleh petani pada saluran pertama sebesar 25.33
persen sedangkan untuk saluran kedua farmer’s share-nya sebesar 100 persen
karena petani langsung menjual pepayanya ke pabrik. Margin pemasaran pada
saluran satu sebesar Rp 5 600 dan margin saluran kedua sebesar Rp 1 743.70.
Rasio keuntungan terhadap biaya untuk saluran satu sebesar 4.39 dan rasio untuk
saluran kedua sebesar 8.73. Berdasarkan kriteria efisiensi pemasaran, saluran yang
paling efisien adalah saluran kedua karena mempunyai farmer’s share dan rasio
yang terbesar dibandingkan dengan saluran satu. Perbedaan antara pemasaran
pepaya pada saluran satu dan saluran dua yaitu terletak pada, harga, fungsi dan
biaya pemasaran. Saluran pertama, petani menjual pepaya dengan harga Rp 1 900
per kilogram sedangkan pada saluran kedua petani menjual pepayanya ke pabrik
dengan harga Rp 2 200 per kilogram. Fungsi-fungsi pemasaran lebih banyak
dilakukan oleh pedagang pengumpul atau supplier yang menyuplai pepaya ke
supermarket. Pepaya dibersihkan, diberi label dan dibungkus dengan kertas koran
agar tidak rusak sedangkan pepaya yang dijual ke pabrik tidak diberi
label,dibersihkan atau dibungkus dengan koran. Perbedaan fungsi pemasaran
tersebut akan menimbulkan perbedaan biaya.

11

Saleh (2013) meneliti saluran pemasaran jambu kristal di Cikarawang.
Para petani jambu kristal di Desa Cikarawang ada yang menjual jambunya ke
ICDF dan ada yang menjual ke pedagang pengumpul. Perbedaan pemasaran
jambu kristal ke supermarket dan pasar tradisional yaitu terletak pada lembaga
pemasaran, kualitas, harga, sistem pembayaran, fungsi dan biaya pemasaran.
Petani tidak bisa menjual langsung jambunya ke supermarket. Oleh karena itu,
petani bekerja sama dengan ICDF. ICDF memasarkan jambu kristal ke
supermarket di Kota Bogor.
ICDF membeli jambu kristal berdasarkan grade. Jambu kristal grade A
dibeli dengan harga Rp 15 000 per kilogram, grade B dibeli dengan harga Rp 7
000 per kilogram dan grade C dijual dengan harga Rp 5 000 per kilogram. ICDF
kemudian menjual jambu kristal ke pasar moderen dengan harga Rp 20 000 per
kilogram. Jambu kristal yang dijual kepada pedagang di pasar tradisional tanpa
grade. Petani menjual jambunya dengan harga Rp 8 000 per kilogram. Pedagang
pengecer tersebut menjual jambunya pada konsumen akhir dengan harga Rp 15
000 per kilogram. Sistem pembayaran yang dilakukan oleh pasar moderen yaitu
sistem pembayaran tempo sedangkan pedagang pengecer di pasar tradisional
menggunakan sistem pembayaran secara tunai.
Perbedaan penelitian analisis perbedaan pemasaran pepaya calina ke pasar
ritel moderen dan pasar tradisional pada poktan Tirta Mekar ini dengan penelitian
sebelumnya adalah penelitian ini menganalisis perbedaan tujuan pemasaran
pepaya calina ke pasar ritel moderen dan pasar tradisional. Perbedaan tersebut
dianalisis menggunakan saluran, fungsi, margin, farmer’s share dan rasio
kenutungan terhadap biaya. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis pengaruh
perbedaan tujuan pemasaran tersebut bagi petani pepaya calina.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Pengertian Pemasaran
Sistem agribisnis terdiri dari subsistem hulu, on farm, hilir (pengolahan
dan pemasaran) serta dibantu oleh subsistem penunjang. Jika ditinjau dari aspek
bisnis, maka yang perlu menjadi landasan petani atau pebisnis dalam usahanya
adalah pasar. Para petani harus cerdas dalam melihat keadaan pasar konsumennya.
Langkah pertama adalah memperhatikan peluang yang ada di pasar, kemudian
baru memproduksi barang atau jasa yang dibutuhkan oleh konsumen. Pemasaran
agribisnis dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan bisnis yang ditujukan
untuk memberikan kepuasan dari barang atau jasa yang dipertukarkan dari
produsen ke konsumen akhir (Said dan Intan 2001).
Saat ini, hanya sedikit produsen yang memilih untuk memasarkan produk
mereka langsung kepada konsumen akhir. Biasanya, mereka menggunakan
perantara dalam memasarkan produk mereka atau mereka membentuk saluran
pemasaran (Kotler dan Armstrong, 2008). Saluran pemasaran atau saluran
distribusi merupakan sekelompok organisasi yang bertugas untuk menyalurkan
produk dari produsen hingga sampai ke tangan konsumen akhir. Pemasaran
produk-produk agribisnis menganalisis semua aktivitas bisnis dalam menyalurkan

12

produk dari petani produsen primer hingga sampai ke tangan konsumen akhir
untuk dikonsumsi (Purcell (1979) dalam Asmarantaka (2012)).
Asmarantaka (2012) meninjau pengertian pemasaran dari dua aspek, yaitu
aspek ilmu ekonomi dan aspek ilmu manajemen. Jika ditinjau dari aspek ilmu
ekonomi, pemasaran merupakan suatu sistem yang terdiri dari sub-sub sistem
fungsi-fungsi pemasaran yaitu fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi-fungsi
tersebut merupakan aktivitas bisnis atau kegiatan produktif dalam mengalirnya
produk pertanian dari petani produsen ke konsumen akhir. Jika ditinjau dari aspek
ilmu manajemen, pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang
didalamnya terdapat individu atau kelompok untuk mendapatkan hal yang mereka
butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan
produk yang bernilai dengan pihak lain.
Pemasaran buah segar
Pemasaran buah segar lebih kompleks dan berisiko tinggi, mengingat
buah merupakan produk pertanian yang memiliki karakteristik mudah rusak,
volume banyak dan produksinya yang musiman (Gandhi dan Nambodhiri, 2004).
Sebenarnya dalam praktek, buah dan sayuran segar dipasarkan secara berbeda jika
dibandingkan dengan produk olahan. Hal tersebut disebabkan karakteristik buah
segar yang akan mudah rusak jika tidak ditangani dengan baik. Perbedaan antara
saluran tataniaga buah yang akan dikonsumsi oleh konsumen akhir dengan
saluran tataniaga buah yang akan diolah di pabrik menjadi produk turunan yaitu
terletak pada panjangnya saluran dan storage atau penyimpanan. Buah yang akan
diolah lebih lanjut biasanya memiliki saluran tataniaga yang pendek yaitu para
petani langsung menjual ke pabrik pengolahan (Kohls dan Uhls,2002) sedangkan
buah yang akan dikonsumsi segar memiliki saluran tataniaga yang panjang dan
kompleks.
Fungsi-fungsi dalam pemasaran
Pendekatan fungsi mengkaji aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh
lembaga pemasaran guna menciptakan nilai tambah pada produk yang akan
disalurkannya ke konsumen akhir (Asmarantaka, 2012). Terdapat tiga fungsi yang
biasanya dilakukan oleh lembaga pemasaran yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik
dan fungsi fasilitas. Pendekatan fungsi ini akan membantu pemahaman mengenai
perbedaan biaya pemasaran pada komoditi pertanian yang beragam (Kohls dan
Uhl,2002). Misalnya, produk yang mudah rusak akan membutuhkan biaya yang
lebih mahal dibandingkan produk yang tidak mudah rusak.
Fungsi pertukaran (exchange function) yaitu aktivitas dalam perpindahan
hak milik. Misalnya perpindahan produk dari petani ke pedagang pengumpul
besar. Aktivitas yang termasuk ke dalam fungsi pertukaran yaitu pembelian,
penjualan dan pengumpulan.
Fungsi fisik (physical function) adalah aktivitas yang mengubah produk
primer menjadi produk turunannya. Misalnya jambu, oleh pabrik jus, jambu dari
petani diolah menjadi jus jambu kemasan siap minum, sehingga jeruk mempunyai
nilai tambah. Fungsi fisik ini terdiri dari aktivitas penyimpanan, pengangkutan
dan pengolahan, pabrikan dan pengemasan (Kohls dan Uhl,2002). Aktivitas

13

penyimpanan fokus pada cara membuat produk pertanian tersedia sepanjang
waktu atau aktivitas menyimpan produk hingga produk tersebut siap untuk diolah.
Aktivitas pengankutan fokus pada cara membuat produk pertanian tersedia di
berbagai tempat, tempat konsumen berada. Hal yang harus diperhatikan dalam hal
ini adalah rute transportasi dan biaya transportasi.
Fungsi fasilitas (facilitating function) adalah fungsi yang akan
memperlancar fungsi pertukaran dan fungsi fisik yang akan dijalankan oleh
lembaga pemasaran. Fungsi fasilitas ini terdiri dari aktivitas standarisasi,
pembiayaan, penanggungan risiko dan intelijen pemasaran (Kohls dan Uhl,2002).
Aktivitas standarisasi adalah aktivitas yang mengelompokkan produk berdasarkan
kualitas dan kuantitas yang diinginkan oleh konsumen berdasarkan standar yang
berlaku. Aktivitas pembiayaan adalah cara mengalokasikan dana atau uang yang
ada untuk membiayai aspek-aspek dalam pemasaran. Aktivitas penanggungan
risiko adalah cara pelaku tataniaga menghadai risiko kehilangan yang mungkin
akan terjadi. Risiko dalam hal ini biasanya diklasifikasikan menjadi dua yaitu
risiko fisik dan risiko pasar. Risiko fisik biasanya terjadi karena kerusakan produk
yang diakibatkan kebakaran, kecelakaan, badai, atau gempa bumi. Risiko pasar
terjadi karena terjadi perubahan nilai pada produk yang telah kita pasarkan.
Intelijen pemasaran bertugas untuk mengumpulkan dan mengiterpretasi semua
data mengenai pasar yang akan memperlancar proses pemasaran.
Farmer’share
Farmer’share merupakan presentase harga yang ditermia petani
dibandingkan dengan harga yang diterima oleh konsumen akhir di tingkat ritel
atau porsi dari nilai yang dibayar konsumen akhir yang diterima oleh petani
(Asmarantaka, 2012). Umumnya, besaran farmer’s share dan marjin pemasaran
berbeda-beda antar komoditi pertanian tergantung pada biaya yang dikeluarkan
akibat melakukan fungsi-fungsi tataniaga untuk memberikan nilai tambah pada
komoditi tertentu.
Efisiensi dan margin pemasaran
Secara teori, efisiensi pemasaran terjadi pada pasar yang mempunyai
struktur pasar persaingan sempurna (PPS) yang pembeli dan penjual sama-sama
memiliki alternatif dalam membeli produk maupun memasarkan produknya.
Namun, dalam kenyataan, tentunya tidak ada pasar yang benar memiliki struktur
persaingan sempurna. Menurut Asmarantaka (2012), ukuran efisiensi pemasaran
adalah adanya kepuasan dari konsumen, produsen dan lembaga pemasaran yang
terlibat dalam menyalurkan produk dari produsen hingga ke konsumen akhir.
Efisiensi pemasaran dapat diukur dengan menghitung margin pemasaran
dan rasio profit dengan biaya. Margin pemasaran adalah selisih harga produk di
tingkat petani dengan harga di tingkat konsumen akhir (Asmarantaka, 2012).
Pengertian dari marjin yang lebih kompleks adalah, marjin merupakan cerminan
dari fungsi-fungsi (pertukaran, fisik dan fasilitas) yang telah dilakukan oleh
lembaga pemasaran. Artinya, marjin merupakan kumpulan balas jasa akibat
dilakukannya kegiatan produktif dalam mengalirnya produk-produk agribisnisdari
tingkat petani produsen hingga sampai ke tangan konsumen akhir.

14

Analisis margin pemasaran ini sering digunakan untuk menganalissi
sistem pemasaran dari perspektif makro, yaitu menganalisis pemasaran produk
(terutama produk pertanian) mulai dari petani produsen hingga sampai ke tangan
konsumen akhir (Asmarantaka, 2012). Biasanya margin setiap saluran tataniaga
berbeda-beda. Hal tersebut disebabkan adanya perbedaan perlakuan atau
penanganan produk sehingga terdapat perbedaaan biaya. Marjin pemasaran
(dilihat dari perspektif makro atau sistem pemasaran) menggambarkan kondisi
pasar ditingkat lembaga-lembaga yang berbeda, minimal terdapat dua tingkat
pasar, yaitu pasar di tingkat petani dan pasar di tingkat konsumen akhir. Namun,
terdapat asumsi yang berlaku, yaitu struktur pasar di setiap tingkat adalah pasar
yang kompetitif atau pasar persaingan sempurna, sehingga kurva supply dan
demand di setiap pasar mempunyai slope yang sama dan jumlah transaksi (di
setiap tingkat pasar) juga sama. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 1.

Price

Farm Supply

A

Retail
price

x
Farm
price

C
B

y

Q0

Retail Supply

Quantity

Gambar 1 Marjin Pemasaran
Sumber: Kohls dan Uhl (2002)
Menurut Kohls dan Uhl (2002), terdapat dua hal penting dalam
memperbaiki efisiensi pemasaran yaitu transportasi dan pencegahan kehilangan
(preventing loss). Transportasi memiliki peranan yang penting dalam
menyalurkan buah segar ke tangan konsumen. Biasanya transportasi yang sering
digunakan dalam menyalurkan buah segar adalah truk dan kereta api. Pencegahan
kehilangan (preventing loss) sering terjadi karena kesalahan penanganan buah
pasca panen. Hal tersebut biasanya terjadi karena temperatur yang tidak sesuai,
waktu tunggu dan pengiriman yang lambat, buruknya cara pengepakan
(packaging), dan buruknya koordinasi dengan pasar.

15
Kerangka Pemikiran Operasional
Analisis perbedaan pemasaran pepaya calina ke pasar ritel moderen dan
pasar tradisional pada Poktan Tirta Mekar ini dilakukan dengan menggunakan
analisis pemasaran atau analisis tataniaga yaitu dengan cara snowball. Pepaya
calina yang dimiliki oleh petani poktan diikuti alur pemasarannya hingga ke pasar
ritel moderen (swalayan atau supermarket). Tentunya, terdapat beberapa saluran
pemasaran pepaya calina di Poktan Tirta Mekar. Tentunya, terdapat perbedaan
dalam pemasaran pepaya calina ke pasar ritel moderen dan pasar tradisional.
Perbedaan tersebut dapat dianalisis menggunakan analisis tataniaga atau analisis
pemasaran yang mengidentifikasi saluran, fungsi, margin, farmer’s share dan
rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran Untuk menghitung efisiensi
pemasaran yang telah dilakukan oleh