Dampak Kehadiran Pasar Ritel Modern terhadap Omzet Pedagang di Pasar Tradisional Kota Bandar Lampung

DAMPAK KEHADIRAN PASAR RITEL MODERN TERHADAP
OMZET PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL
KOTA BANDAR LAMPUNG

RATNA MELYASARI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Kehadiran
Pasar Ritel Modern terhadap Omzet Pedagang di Pasar Tradisional Kota Bandar
Lampung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Ratna Melyasari
NIM H14100071

ABSTRAK
RATNA MELYASARI. Dampak Kehadiran Pasar Ritel Modern terhadap Omzet
Pedagang di Pasar Tradisional Kota Bandar Lampung. Dibimbing oleh SAHARA.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persaingan dan kinerja
pedagang di pasar tradisional, menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
omzet, serta menganalisis pengaruh jarak antara pasar ritel modern dan pasar
tradisional terhadap omzet pedagang di pasar tradisional Kota Bandar Lampung.
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah independent sample t test, chi
square test, paired t test, dan ordinal logistic regression. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan kinerja pedagang di pasar tradisional
Kota Bandar Lampung dari tahun 2008 sampai 2013. Menurut responden pesaing
terberat mereka bukan pasar modern melainkan pedagang lain didalam pasar.
Faktor-faktor yang memengaruhi omzet secara signifikan adalah jumlah pembeli,
pendidikan, jarak pasar tradisional dan modern, serta produk segar. Kedekatan
jarak antara pasar ritel modern dan pasar tradisional telah mengurangi peluang

pedagang di pasar tradisional untuk mendapatkan omzet yang lebih tinggi.
Kata kunci: chi square test, independent sample t test, omzet, ordinal logistic
regression, paired t test

ABSTRACT
RATNA MELYASARI. The impact of modern retail market to turnover
merchants in traditional markets (case studies of Bandar Lampung city).
Supervised by SAHARA.
The aims of this study are to analyze competition and performance of the
merchants in traditional market, factors affecting the turnover, and distance
between modern retail market and traditional market to the turnover of traders in
traditional markets in Bandar Lampung. This research used independent sample t
test, chi square test, paired t test, and ordinal logistic regression method. Both of
merchant performance have decreased from 2008 until 2013. Most of respondent
stated that their competitors are not the existence of modern market but the other
merchants in their group markets. Some factors including number of buyer,
education, distance between traditional and modern market, and also fresh product
significantly influence the turnover. Distance between modern market and
traditional markethas reduced oppurtunties market treaders in traditional market to
get higher turnover.

Keyword: chi square test, independent sample t test, ordinal logistic regression,
paired t test, turnover

DAMPAK KEHADIRAN PASAR RITEL MODERN TERHADAP
OMZET PEDAGANG DI PASAR TRADISIONAL
KOTA BANDAR LAMPUNG

RATNA MELYASARI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi : Dampak Kehadiran Pasar Ritel Modern terhadap Omzet Pedagang
di Pasar Tradisional Kota Bandar Lampung
Nama
: Ratna Melyasari
NIM
: H14100071

Disetujui oleh

Sahara, Ph.D
Pembimbing

Diketahui Oleh

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Dampak Kehadiran Pasar Ritel Modern terhadap Omzet Pedagang di Pasar
Tradisional Kota Bandar Lampung”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Kedua orang tua tercinta yaitu Bapak Anhar Syafe‟i dan Ibu Pertiwiati,
kedua adik tersayang Rinaldi Pernanda dan Rahmat Nopandra, serta kedua
among dan ajong tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, doa dan
dukungan kepada penulis.
2.
Sahara, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu,
arahan, bimbingan dan motivasi selama penelitian dan penulisan skripsi ini.
3.
Prof. Dr. Ir. Dominicus Savio Priyarsono dan Deni Lubis, S.Ag, M.A selaku
dosen penguji atas saran dan masukannya dalam skripsi ini.
4.
Kantor Dinas Pengelolaan Pasar, Dinas Perindustrian dan Perdagangan,

Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, APINDO, BPS Kota Bandar Lampung,
para pedagang yang menjadi responden dalam penelitian, pengelola Pasar
Koga, dan pengelola Pasar Tempel Rajabasa yang telah membantu selama
pengumpulan data.
5.
Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi
FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.
6.
Sahabat terdekat penulis (Syari, Chadefi, Egi, Siska, Devi, Ardian, Rizki,
Armedi, Ricko, Citra, Melia, Devi, Intan, Ruri, Gina, Nia, dan Mona) dan
Keluarga Mahasiswa Lampung khususnya KEMALA 47 yang telah
memberikan banyak bantuan, kritik, saran, motivasi, dan do‟a kepada
penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
7.
Teman-teman sebimbingan (Fitria, Elis, Selly, Sasha, Triana, Ezik, dan Fira),
teman-teman ESP 47, sahabat Kost Putri Chika, dan Dewan Resiprokal
terima kasih atas doa dan dukungannya.
8.
Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini
yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Harapannya semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
bagi pemerintah setempat untuk mengambil kebijakan dalam membuat regulasi
mengenai ritel tradisional dan modern.
Bogor, Juli 2014
Ratna Melyasari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

Ruang Lingkup Penelitian


4

Hipotesis Penelitian

4

TINJAUAN PUSTAKA

5

Definisi Pasar

5

Pasar Tradisional

5

Pasar Modern


5

Teori Lokasi

6

Teori Aglomerasi

8

Omzet

8

Penelitian Terdahulu

8

Kerangka Pemikiran Konseptual

METODE

10
11

Tempat dan Waktu Penelitian

11

Jenis dan Sumber Data

11

Metode Pengambilan Contoh

12

Metode Analisis Data

12

Metode Uji t Dua Sampel Independen (Independent Sample t test)

13

Uji t Dua Sampel Berpasangan (paired t test)

13

Metode Uji Chi Square

14

Korelasi Rank Spearman

14

Metode Logit

15

Uji Kebaiksuaian Model

15

Uji Signifikansi Variabel Prediktor Secara Individu

16

Rasio Odd

16

GAMBARAN UMUM

17

Letak Geografis Pasar Ritel Modern di Kota Bandar Lampung

17

Pasar Ritel Modern di Kota Bandar Lampung

17

Pasar Tradisional di Kota Bandar Lampung

18

Deskripsi Pasar Tempel Rajabasa

20

Deskripsi Pasar Koga

21

Pasar Panjang

22

Komoditi Utama yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Bandar Lampung

22

Karakteristik Responden Pedagang di Pasar Tradisional Kota
Bandar Lampung

23

HASIL DAN PEMBAHASAN

25

Sifat Persaingan dan Kinerja Pedagang dalam Pasar Tradisional di
Kota Bandar Lampung

25

Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perubahan Omzet Pedagang di
Pasar Tradisional Kota Bandar Lampung

30

Pengaruh Jarak Pasar Ritel Modern dan Pasar Tradisional di Kota Bandar
Lampung terhadap Omzet

32

SIMPULAN DAN SARAN

33

Simpulan

33

Saran

33

DAFTAR PUSTAKA

35

LAMPIRAN

37

RIWAYAT HIDUP

67

DAFTAR TABEL
1 PDRB per kapita Kota Bandar Lampung tahun 2008-2012 (juta rupiah)
2 Jumlah ritel modern di Kota Bandar Lampung tahun 2008-2012 (unit)
3 Jumlah pasar tradisional di Kota Bandar Lampung tahun 2009-2013 (unit)
4 Perbedaan karakteristik antara pasar tradisional dan pasar modern
5 Matriks metode analisis data
6 Daftar nama pasar modern di Kota Bandar Lampung dan tahun
7 Nama dan tahun berdiri pasar tradisional milik pemerintah Kota
8 Tarif kebersihan pasar Kota Bandar Lampung
9 Retribusi pelayanan pasar Kota Bandar Lampung
10 Komoditi utama yang dijual dan proporsi pedagang di ketiga pasar
11 Karakteristik responden dengan uji t test
12 Karakteristik responden dengan uji chi square
13 Jumlah pelanggan di pasar tradisional
14 Nilai pembelian dan pelanggan pasar tradisional perlakuan
15 Pemasok barang bagi pedagang di pasar tradisional
16 Metode pembayaran yang dilakukan pedagang di pasar tradisional
17 Sumber modal pedagang di pasar tradisional
18 Pesaing terberat pedagang di pasar tradisional
19 Strategi pedagang di pasar tradisional
20 Penyebab kelesuan usaha pedagang di pasar tradisional
21 Omzet dan keuntungan pedagang sebelum dan setelah keberadaan pasar
22 Faktor-faktor yang memengaruhi perubahan omzet pedagang di pasar

1
2
2
6
13
18
19
19
20
23
24
24
25
25
26
27
27
28
29
29
30
31

DAFTAR GAMBAR
1 Isodapan dan lokasi aglomerasi
2 Kerangka pemikiran konseptual
3 Peta lokasi penelitian

7
11
17

DAFTAR LAMPIRAN
1 Perkembangan pasar modern di Indonesia tahun 1997-2003
2 Perkembangan pasar modern di Indonesia tahun 2004-2008
3 Jarak pasar modern dan pasar tradisional di Kota Bandar Lampung
4 Nama, luas tanah, luas bangunan pasar tradisional milik pemerintah
5 Daftar nama dan lokasi pasar modern di Kota Bandar Lampung tahun
6 Daftar nama dan lokasi pasar tradisional di Kota Bandar Lampun
7 Output uji t untuk karakteristik responden
8 Output uji chi square untuk karakteristik responden
9 Output uji chi square untuk persaingan dan kinerja pedagang
10 Paired t test pasar perlakuan
11 Paired t test pasar kontrol
12 Korelasi antar variabel
13 Output ordinal logistic regression
14 Kuisioner Penelitian
15 Dokumentasi

38
38
39
40
41
42
43
43
45
48
49
53
49
50
63

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebijakan investasi asing langsung dalam sektor usaha ritel tahun 1998
mendorong masuknya ritel asing ke Indonesia di akhir 1990-an (Suryadarma et al
2007). Penelitian (Natawidjaja 2005) menyatakan jumlah unit hypermarket,
supermarket, dan minimarket di Indonesia dari tahun 1998 sampai tahun 2003
terus mengalami peningkatan (Lampiran 1). Hal yang sama terus terjadi dari tahun
2004 sampai tahun 2008. Akhir tahun 2008 jumlah hypermarket di Indonesia
mencapai 130 unit, supermarket 1 447 unit, dan minimarket 10 289 unit (Pandin
M 2009). Data terbaru menunjukkan pertumbuhan rata-rata ritel modern di
Indonesia mencapai 17 persen per tahun. Sementara ritel tradisional hanya
mencapai 10 persen per tahun (Republika 2013). Salah satu penyebab
meningkatnya jumlah dan penjualan pasar modern adalah urbanisasi yang
mendorong percepatan pertumbuhan penduduk di perkotaan serta meningkatnya
pendapatan per kapita (Poesoro 2007).
Pesatnya pembangunan pasar modern tidak hanya terjadi di kota-kota besar,
tetapi hampir diseluruh kota di Indonesia tidak terkecuali Kota Bandar Lampung.
Secara geografis Kota Bandar Lampung berada di Provinsi Lampung yang
merupakan pintu gerbang utama jalur darat antara Pulau Sumatera dan Pulau Jawa
sehingga arus migrasi di kota ini cukup tinggi. Selain itu, sentral perekonomian
dan pusat pemerintahan Provinsi Lampung berada di Kota Bandar Lampung
sehingga aktivitas ekonomi di kota ini lebih besar jika dibandingkan kota dan
kabupaten lainnya. Aktivitas perekonomian yang tinggi di Kota Bandar Lampung
menyebabkan tingkat pendapatan per kapita meningkat (Tabel 1).
Tabel 1 PDRB per kapita Kota Bandar Lampung tahun 2008-2012 (juta rupiah)
Tahun
Pendapatan per kapita
2008
7,05
2009
7,38
2010
7,42
2011
7,82
2012
8,22
Sumber: BPS Kota Bandar Lampung
Perubahan tingkat pendapatan akan menyebabkan perubahan pada daya beli.
Apabila daya beli seorang individu meningkat, secara alami dapat diperkirakan
bahwa jumlah masing-masing barang yang dibeli akan meningkat (Nicholson
1995). Selain itu peningkatan daya beli akan memengaruhi perubahan gaya hidup
dan pola berbelanja ke arah yang lebih modern. Hal ini dibuktikan dengan terus
meningkatnya jumlah pasar modern baik di perkotaan maupun pedesaan, tidak
terkecuali di Kota Bandar Lampung (Tabel 2). Terlihat bahwa jumlah pasar
modern di Kota Bandar Lampung cenderung meningkat sejak tahun 2012. Data
pada Tabel 2 menunjukkan bahwa bisnis ritel modern semakin populer lima tahun
terakhir di Kota Bandar Lampung. Namun, keberadaan pasar tradisional di Kota
Bandar Lampung cenderung stagnan.

2
Tabel 2 Jumlah ritel modern di Kota Bandar Lampung tahun 2008-2012 (unit)
Pasar modern
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Minimarket
113 149
148
150 159
(indomaret, alfamart, chandramart)
Supermarket, departement store,
9
9
9
9
11
18
hypermarket
Jumlah
122 158
157 159 170
Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bandar Lampung
Meningkatnya jumlah pasar modern di Kota Bandar Lampung dirasa telah
menggeser peran pasar tradisional dalam industri ritel. Oleh karena itu, judul
Dampak Kehadiran Pasar Ritel Modern terhadap Omzet Pedagang di Pasar
Tradisional Kota Bandar Lampung dipilih untuk mengkaji lebih lanjut mengenai
dampak yang dirasakan pedagang di pasar tradisional terutama setelah semakin
bertambahnya pasar modern di Kota Bandar Lampung dan menganalisa
permasalahan-permasalahan yang dialami oleh pedagang di pasar tradisional.
Pada akhirnya ditelaah juga solusi dari permasalahan yang dihadapi pedagang di
pasar tradisional.
Perumusan Masalah
Keberadaan pasar modern yang terus meningkat sejak tahun 2012 baik
langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada pedagang di pasar
tradisional Kota Bandar Lampung. Diperkirakan jumlah konsumen yang
berbelanja di pasar modern terus meningkat karena pasar modern mampu
menawarkan harga yang sama bahkan lebih murah dari pasar tradisional. Selain
itu, secara fisik pasar modern juga memberikan fasilitas dan keunggulan tersendiri
dalam berbelanja seperti tempat yang lebih nyaman, tidak bau, ber-AC, dan bersih.
Bahkan dalam perkembangannya, pasar modern juga menyediakan tempat hiburan,
arena bermain untuk anak-anak, dan restoran. Sementara kondisi pasar tradisional
masih identik dengan kumuh, becek, semrawut, dan bau (Nurmalasari 2007).
Pasar tradisional selama ini masih banyak dimanfaatkan oleh masyarakat
terutama masyarakat menengah ke bawah baik sebagai tempat berbelanja maupun
untuk berusaha. Jumlah pasar tradisional yang cenderung stagnan sangat
menghawatirkan keberadaan pasar tradisional di Kota Bandar Lampung (Tabel 3).
Pemberian izin usaha terhadap ritel modern untuk terus tumbuh tanpa adanya
batasan dan sedikit sekali melakukan revitalisasi pada pasar tradisional
dikhawatirkan akan menggeser keberadaan pasar tradisional yang sudah lebih
dulu ada.
Tabel 3 Jumlah pasar tradisional di Kota Bandar Lampung tahun 2009-2013
(unit)
Tahun
Jumlah Pasar Tradisional
2009
13
2010
28
2011
28
2012
28
2013
28
Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bandar Lampung

3
Beberapa penelitian terdahulu membuktikan kondisi usaha dan kinerja
pedagang pasar tradisional menunjukkan penurunan setelah beroperasinya
hypermarket. Adapun kinerja pedagang dilihat melalui: aset, omzet, perputaran
barang dagangan, dan marjin harga (Indef dalam Utomo 2007). Penelitian yang
dilakukan oleh Saddewisasi, Ariefiantoro, dan Susanto (2011) menunjukkan
bahwa dampak ritel modern terhadap ritel tradisional menyebabkan penurunan
omzet penjualan. Namun penelitian Suryadharma et al (2007) menyimpulkan
bahwa supermarket bukan saingan dan penyebab utama kelesuan usaha yang
dialami pedagang di pasar tradisional. Penelitian ini mencoba melengkapi
penelitian sebelumnya. Berdasarkan hal diatas, maka permasalahan yang menjadi
perhatian dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimana persaingan dan kinerja pedagang di pasar tradisional Kota
Bandar Lampung?
2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi omzet pedagang di pasar
tradisional Kota Bandar Lampung?
3. Bagaimana pengaruh jarak pasar ritel modern dan pasar tradisional di Kota
Bandar Lampung terhadap omzet?
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan, secara spesifik tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Menganalisis persaingan dan kinerja pedagang di pasar tradisional Kota
Bandar Lampung
2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi omzet pedagang di pasar
tradisional Kota Bandar Lampung
3. Menganalisis pengaruh jarak pasar ritel modern dan pasar tradisional di
Kota Bandar Lampung terhadap omzet
Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
mengenai dampak pasar ritel modern terhadap pedagang di pasar
tradisional Kota Bandar Lampung.
2. Bagi akademisi, penelitian ini dapat menjadi proses pembelajaran dan
pengkajian dengan menggunakan disiplin ilmu yang telah dipelajari serta
sebagai rujukan bagi penelitian terkait selanjutnya.
3. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan bagi pemerintah daerah
Provinsi Lampung khususnya Kota Bandar Lampung untuk mengatasi
pertumbuhan pusat perbelanjaan modern dan pembenahan pasar
tradisional yang lebih baik.
4. Bagi masyarakat umum, penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu
pengetahuan umum yang menarik, dan dapat dipetik manfaatnya terutama
pengetahuan mengenai dampak pasar ritel modern terhadap pedagang di
pasar tradisional Kota Bandar Lampung

4
Ruang Lingkup Penelitian
Pasar yang dibahas dalam penelitian adalah pasar tradisional yang berada di
Kota Bandar Lampung. Pasar tradisional yang menjadi sampel harus menjual
produk segar, produk olahan, dan produk sandang. Responden pada penelitian ini
adalah para pedagang yang sudah berjualan minimal tiga tahun di pasar sampel,
dari masing-masing pasar diambil 30 responden sehingga total keseluruhan
sebanyak 90 responden.
Hipotesis Penelitian
Penelitian ini menggunakan analisis tidak langsung, yaitu dampak dari
pertumbuhan pasar tradisional terhadap omzet para pedagang yang menjual
produk segar, produk olahan, dan produk sandang di pasar tradisional.
Berdasarkan beberapa teori dan penelitian terdahulu maka dapat dirumuskan
beberapa hipotesis dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1.
Terdapat perbedaan rata-rata (keuntungan dan omzet) sebelum dan setelah
adanya pasar ritel modern.
2.
Ukuran kios berpengaruh positif terhadap omzet. Artinya semakin besar
ukuran kios pedagang, maka akan terjadi peningkatan omzet.
3.
Lama berdagang berpengaruh positif terhadap omzet pedagang di pasar
tradisional. Semakin lama pedagang di pasar tradisional berdagang maka
akan terjadi peningkatan omzet.
4.
Jumlah pembeli berpengaruh positif terhadap omzet pedagang di pasar
tradisional. Semakin banyak jumlah pembeli di pasar tradisional maka akan
terjadi peningkatan omzet.
5.
Pendidikan berpengaruh positif terhadap omzet pedagang di pasar
tradisional. Semakin tinggi tingkat pendidikan pedagang di pasar tradisional
maka akan terjadi peningkatan omzet.
6.
Diversifikasi produk berpengaruh positif terhadap omzet. Artinya samakin
bertambah jenis produk yang dijual, maka omzet akan semakin berambah.
7.
Penjualan produk segar berpengaruh positif terhadap omzet. Artinya
samakin bertambah jenis produk segar yang dijual, maka omzet pedagang
akan semakin berambah.
8.
Penjualan produk olahan berpengaruh positif terhadap omzet. Artinya
samakin bertambah jenis produk olahan yang dijual, maka omzet akan
semakin berambah.
9.
Letak kios berpengaruh positif terhadap omzet. Artinya samakin kios berada
di depan pasar, maka omzet akan semakin bertambah.
10. Jarak berpengaruh negatif terhadap omzet pedagang di pasar tradisional.
Semakin dekat jarak antara pasar tradisional dan pasar modern maka akan
terjadi penurunan omzet.

5

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Pasar
Menurut Kementrian Perdagangan (2013) pasar adalah area tempat jual beli
barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat
perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun
lainnya. Pasar dalam arti sempit adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli
untuk malakukan transaksi jual beli barang dan jasa.
Pasar Tradisional
Pasar tradisional merupakan pasar yang dalam pelaksanaannya bersifat
tradisional dimana pembeli dan penjual yang bertemu secara langsung. Harga
yang diberikan untuk suatu barang bukan merupakan harga tetap, sehingga dalam
transaksi jual beli dapat berlangsung tawar menawar antara penjual dan pembeli.
Umumnya, pasar tradisional menyediakan kebutuhan pokok serta keperluan
rumah tangga. Lokasi pasar tradisional dapat berada di tempat terbuka atau
bahkan dipinggir jalan. Biasanya para penjual menjajakan barang atau jasa
dagangannya ditenda-tenda pasar tradisional (Dede 2012). Menurut Kementrian
Perdagangan (2013) pasar tradisional merupakan pasar yang dibangun dan
dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta, Badan Usaha Milik Negara,
dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta. Tempat usaha
berupa toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki atau dikelola oleh pedagang kecil,
menengah, swadaya masyarakat dan dengan proses jual beli barang dagangan
melalui tawar menawar.
Menurut Luci (2013), bangunan di pasar tradisional berbentuk toko dan los.
Toko biasanya digunakan untuk berjualan aneka kue, pakaian, dan barang pecah
belah. Adapun los digunakan untuk berjualan sayuran, buah-buahan, ikan, dan
daging. Nama yang diberikan untuk pasar tradisional cukup unik, ada yang
menurut wilayah pasar tersebut, menurut nama hari, dan ada juga yang diberi
nama menurut barang yang diperdagangkan. Namun ruangan untuk berjualan di
pasar tradisional tidak luas, penerangan secukupnya, dan tanpa pendingin ruangan.
Kebersihan sering kurang terjaga, sampah banyak berserakan sehingga
menimbulkan bau. Akibatnya jika hujan, pasar tradisional terlihat becek dan kotor.
Pasar Modern
Toko modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual
berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk minimarket, supermarket,
departemen store, hypermarket, dan grosir yang berbentuk perkulakan
(Kementrian Perdagangan 2013). Pasar modern hampir sama seperti pasar
tradisional yakni tempat terjadinya transaksi antara penjual dan pembeli, namun
di pasar modern pembeli dapat mengambil sendiri barang yang ia inginkan tanpa
harus menunggu diambilkan oleh penjual. Akan tetapi, ada juga yang
menyediakan layanan pramuniaga dari pasar modern itu sendiri. Keuggulan yang
dimiliki oleh pasar modern diantaranya: tempat yang bersih, barang lengkap dan
terbaru, pelayanan ramah, kebebasan pembeli untuk memilih sendiri produk yang

6
diinginkan. Adapun contoh dari pasar modern adalah hypermarket, supermarket,
convenience store, dan minimarket. Tabel 4 berikut menjelaskan perbedaan
karakteristik antara pasar tradisional dan pasar modern.
Tabel 4 Perbedaan karakteristik antara pasar tradisional dan pasar modern
No
Aspek
Pasar tradisional
Pasar modern
1 Histori
Evolusi panjang
Fenomena baru
2 Fisik
Kurang baik, sebagian
Baik dan mewah
baik
3 Kepemilikan atau Milik masyarakat/desa,
Umumnya
kelembagaan
Pemda, sedikit swasta
perorangan/swasta
4 Modal
Modal
Modal kuat/digerakkan
lemah/subsidi/swadaya
oleh swasta
masyarakat/Inpres
5 Konsumen
Golongan menengah ke
Umumnya golongan
bawah
menengah ke atas
6 Metode
Ciri dilayani, tawar
Ada ciri swalayan, pasti
pembayaran
menawar
7 Status tanah
Tanah negara,sedikit
Tanah swasta/perorangan
sekali swasta
8 Pembiayaan
Kadang-kadang ada
Tidak ada subsidi
subsidi
9 Pembanguanan
Umumnya pembangunan Pembangunan fisik
dilakukan oleh
umumnya oleh swasta
Pemda/desa/masyarakat
10 Pedagang yang
Beragam, masal, dari
Pemilik modal juga
masuk
sektor informal, pedagang pedagangnya (tunggal)
menengah, dan besar
atau beberapa pedagang
formal skala menengah
dan besar
11 Peluang masuk
Bersifat masal (pedagang Terbatas, umumnya
atau partisipasi
kecil dan menengah
pedagang tunggal, dan
bahkan besar)
menengah ke atas
12 Jaringan
Pasar regional, pasar kota, Sistem rantai korporasi
pasar kawasan
nasional atau bahkan
terkait dengan modal luar
negeri (manajemen
tersentralisasi)
Sumber : CESS (1998) dalam Tambunan et al
Teori Lokasi
Alfred Weber menyatakan bahwa pemilihan lokasi industri didasarkan atas
prinsip minimisasi biaya, setiap industri tergantung pada total biaya transportasi
dan tenaga kerja dimana penjumlahan keduanya harus minimum (Priyarsono,
Sahara, dan Firdaus 2007). Total biaya transportasi dan tenaga kerja identik
dengan tingkat keuntungan yang maksimum. Weber memiliki tiga asumsi:

7
1. Unit telaahan adalah suatu wilayah yang terisolasi, iklim homogen,
konsumen terkonsentrasi pada beberapa pusat, dan kondisi pasar adalah
persaingan sempurna.
2. Beberapa sumberdaya alam seperti air, pasir, dan batu bata tersedia di
mana-mana dalam jumlah yang memadai.
3. Material lainnya seperti bahan bakar mineral dan tambang tersedia secara
sporadis dan hanya terjangkau pada beberapa tempat terbatas.
4. Tenaga kerja tidak menyebar secara merata tetapi berkelompok pada
beberapa lokasi dengan mobilitas yang terbatas.
Berdasarkan asumsi tersebut, ada tiga faktor yang memengaruhi lokasi
industri yaitu biaya transportasi, upah tenaga kerja, dan kekuatan aglomerasi atau
deaglomerasi. Biaya transportasi dan upah tenaga kerja merupakan faktor umum
yang secara fundamental menentukan pola lokasi. Kekuatan aglomerasi atau
deaglomerasi merupakan kekuatan lanjutan yang berpengaruh menciptakan
konsentrasi atau pemencaran berbagai kegiatan dalam ruang (Priyarsono, Sahara,
dan Firdaus 2007).
 T2

 T1

A
 T3
Gambar 1 Isodapan dan lokasi aglomerasi
Sumber: (Priyarsono, Sahara, Firdaus 2007)
Gambar 1 menjelaskan terdapat tiga industri yang masing-masing memiliki
lokasi biaya transportasi minimum pada titik T1, T2, dan T3. Masing-masing
industri memiliki isodapan kritis yang saling berpotongan pada lokasi A. Dengan
demikian, aglomerasi akan terjadi pada titik A karena lokasi itu lebih efisien
dibandingkan dengan titik T masing-masing. Akan tetapi, apabila isopadan kritis
dari masing-masing industri tidak berpotongan maka aglomerasi tidak akan terjadi.
Weber juga menyadari bahwa hal ini jarang terjadi karena industri-industri baru
cenderung tidak mau bernegosiasi terlebih dahulu untuk menentukan lokasi
mereka. Umumnya yang terjadi adalah industri baru memilih lokasi yang dekat
dengan industri yang sudah ada atau memilih berlokasi pada titik T (Priyarsono,
Sahara, dan Firdaus 2007).
Apabila Weber melihat persoalan lokasi dari sisi produksi, August Losch
melihat persoalan lokasi dari sisi permintaan (pasar). Losch menyatakan bahwa
lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumen. Semakin jauh dari
tempat penjual, konsumen makin enggan membeli karena biaya transportasi untuk
mendatangi tempat penjual semakin mahal. Produsen harus memilih lokasi yang
menghasilkan penjualan terbesar yang identik dengan penerimaan besar
(Priyarsono, Sahara, dan Firdaus 2007).

8
Berdasarkan teori lokasi di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat kesamaan
teori pemilihan lokasi untuk menentukan lokasi pasar tradisional dan pasar
modern. Keberadaan pasar tradisional dan pasar modern cenderung beraglomerasi
dan mendekati pusat keramaian. Pasar modern umumnya memilih lokasi yang
dekat dengan pasar modern lain dan pasar tradisional. Lokasi yang berdekatan
akan menimbulkan persaingan yang ketat serta mengurangi peluang untuk
mendapatkan omzet yang lebih besar.
Teori Aglomerasi
Aglomerasi ekonomi adalah berkumpulnya aktivitas-aktivitas kegiatan
ekonomi pada satu lokasi. Aktivitas-aktivitas tersebut dapat berupa kegiatan
produksi yang menghasilkan barang atau kegiatan penjualan barang yang berada
pada satu lokasi. Terdapat beberapa keuntungan jika aktivitas mengelompok,
yakni sebagai berikut (Priyarsono, Sahara, dan Firdaus 2007):
1. Bagi aktivitas produksi, dapat menghemat biaya transportasi dalam membeli
input. Hal ini disebabkan karena prusahaan-prusahaan yang menjual input
antara berlokasi di wilayah yang sama dan relatif berdekatan sehingga
waktu dan jarak tempuh juga relatif singkat.
2. Bagi aktivitas penjualan, menghemat biaya iklan. Toko-toko tidak perlu
melakukan promosi produk yang dijual karena masyarakat sudah
mengetahui lokasi penjualan.
Disamping memiliki keuntungan, aglomerasi ekonomi memiliki kerugian
yaitu:
1. Timbul kemacetan disebabkan oleh banyaknya arus kendaraan yang keluar
masuk di wilayah tersebut.
2. Timbul polusi di sekitar aktivitas tersebut. Misalnya polusi udara yang
timbul dari bahan bakar kendaraan yang keluar masuk wilayah tersebut.
3. Angka kriminalitas meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya
jumlah penduduk yang bermigrasi ke wilayah tersebut sehingga
menimbulkan berbagai macam persoalan kriminalitas seperti: pencurian.
Omzet
Omzet ialah jumlah penghasilan yang diperoleh dari hasil menjual barang
(dagangan) tertentu selama suatu masa jual. Omzet yang diperoleh pedagang baik
di pasar modern maupun pasar tradisional terkadang tidak sama. Oleh karena itu,
pada penelitian ini omzet yang dimaksud adalah rata-rata omzet harian yang
diperoleh dari pedagang di sektor produk segar, produk olahan, dan produk
sandang pada pasar tradisional di Kota Bandar Lampung.
Penelitian Terdahulu
Utomo (2011) dalam jurnalnya menggunakan analisis deskriptif. Hasil
penelitian Utomo (2011) menemukan bahwa ritel tradisional berada di posisi yang
lemah dibandingkan dengan ritel modern. Persaingan kedua ritel tersebut
mencakup omzet, perputaran barang dagangan, margin harga, harga, keramahan

9
pelayanan, ukuran yang akurat, lokasi dan suasana outlet (keamanan, kenyamanan,
dan kebersihan). Perbedaan karakteristik yang berbanding terbalik tersebut
semakin memperlemah posisi ritel tradisional. Sehingga menurut Utomo perlu
adanya penguatan kemampuan bersaing ritel tradisional dan perlu banyak peran
serta pemerintah sebagai pemilik kekuasaan regulasi. Strategi yang paling
mungkin dilakukan oleh ritel tradisional ialah bagaimana menjalin sinergi dengan
ritel modern, bukan dengan saling berhadapan untuk menyerang.
Penelitian Agustina (2009) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
peningkatan jumlah pasar modern di Kota dan Kabupaten Bogor dengan
menggunakan analisis panel data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pertumbuhan pasar modern di Kota Bogor tahun 1998 sampai 2003 lebih rendah
dibandingkan dengan pertumbuhan pasar modern di Kabupaten Bogor. Tahun
2003 sampai 2008 yakni ketika era booming pasar modern mulai berlangsung,
pertumbuhan pasar modern di Kota Bogor lebih tinggi dibandingkan dengan di
Kabupaten Bogor. Berdasarkan hasil penelitian ini faktor yang berpengaruh
positif dan signifikan terhadap pertumbuhan pasar modern di Kota dan Kabupaten
Bogor adalah populasi penduduk, jumlah rumah tangga, dan tingkat pendapatan
per kapita. Apabila terjadi kenaikan pada populasi penduduk, jumlah rumah
tangga, dan pendapatan per kapita di Kota dan Kabupaten Bogor akan
menyebabkan jumlah pasar modern di Kota dan Kabupaten semakin meningkat.
Hasil penelitian Hartati (2006) menunjukkan bahwa pergeseran dengan
indikator jumlah pasar diketahui dari jumlah pasar tradisional yang cenderung
mengalami penurunan sedangkan jumlah pasar modern cenderung meningkat.
Selain itu laju pertumbuhan jumlah pasar tradisional juga cenderung bernilai
negatif sedangkan pasar modern cenderung positif. Pergeseran dengan indikator
omzet dilihat dari omzet penjualan kedua pasar yang terus mengalami
peningkatan, namun peningkatan omzet pasar tradisional lebih lambat dan lebih
rendah dibandingkan dengan pasar modern dalam periode 1999-2003. Laju
pertumbuhan omzet juga mencerminkan pergeseran yang dilihat dari pertumbuhan
omzet pasar tradisional pada periode 2001-2002 menurun sementara di pasar
modern seperti hypermarket mengalami peningkatan. Hal ini mengindikasikan
bahwa konsumen lebih tertarik untuk berbelanja di pasar modern daripada di pasar
tradisional.
Berdasarkan hasil penelitian, peraturan seperti Keputusan Bersama Menteri
Perindustrian dan Perdagangan No.145/MPP/Kep/5/97 dan Menteri Dalam Negeri
No. 57 tahun 1997 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan, Surat
Keputusan (SK) Menperindag No.420/MPP/Kep/10/1997 tentang Pedoman
Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan serta SK Menperindag No.
261/MPP/Kep/7/1997 tentang Pembentukan Tim Penataan dan Pembinaan Pasar
dan Pertokoan cukup efektif dalam mengurangi pertumbuhan jumlah pasar
modern pada kurun waktu 2000 dan 2005, tetapi kurang efektif dalam
meningkatkan pertumbuhan jumlah pasar tradisional karena masih terdapat
beberapa kendala seperti batasan mengenai perdagangan eceran dan grosir belum
jelas serta kendala dari pemerintah daerah.
Hasil penelitian Suryadarma et al (2007) menyatakan bahwa para pedagang
di pasar perlakuan maupun pasar kontrol mengalami kelesuan usaha selama tiga
tahun antara 2003 dan 2006. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, para
responden mengungkapkan bahwa penyebab utama kelesuan adalah lemahnya

10
daya beli pelanggan sebagai akibat lonjakan harga BBM pada 2005 dan
peningkatan persaingan dengan PKL yang berjualan di lahan parkir dan area lain
di sekitar pasar, dan bahkan menutup pintu masuk pasar. Penyebab ketiga yang
terkait kelesuan usaha pedagang di pasar tradisional adalah supermarket. Analisis
dampak kuantitatif mengungkapkan hasil analisis stasitistik untuk berbagai
indikator kinerja pasar tradisional, seperti keuntungan, omzet, dan jumlah pegawai.
Diantara ketiga indikator kinerja tersebut, supermarket secara statistik hanya
berdampak pada jumlah pegawai yang dipekerjakan oleh pedagang pasar
tradisional. Hasilnya menunjukkan bahwa jumlah pegawai yang dipekerjakan oleh
pedagang di pasar tradisional menjadi berkurang bila keberadaan pasar dekat
dengan supermarket, dan demikian sebaliknya.
Sadewisasi (2011) pada penelitiannya menggunakan analisis kualitatif dan
kuantitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik,
posisi, dan potensi usaha ritel tradisional. Selain itu digunakan uji t berpasangan
(paired t test) untuk menganalisis apakah terdapat perbedaan setelah adanya usaha
ritel modern. Hasil penelitian Sadewisasi (2011) mengidentifikasi adanya
penurunan omzet penjualan karena kehadiran ritel modern. Nilai signifikansi
jumlah omzet penjualan usaha ritel tradisional sebelum terdapat usaha ritel
modern dan setelah terdapat ritel modern sebesar 0.000 maka tolak H0 artinya
terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah omzet penjualan usaha ritel
tradisional dan setelah adanya ritel modern.
Kerangka Pemikiran Konseptual
Kebijakan pemerintah mengenai investasi asing langsung dalam sektor
usaha ritel tahun 1998 telah mendorong ritel asing masuk ke Indonesia. Kehadiran
ritel modern telah memperkaya industri ritel di Indonesia. Industri ritel yang
dikenal di Indonesia ada dua yakni ritel modern dan pasar tradisional. Sejak tahun
1998 sampai akhir 2013 terus terjadi peningkatan jumlah ritel modern di hampir
seluruh kota di Indonesia. Kota Bandar Lampung merupakan salah satu kota yang
memiliki pertumbuhan ritel modern yang tinggi dalam lima tahun terakhir.
Peningkatan jumlah ritel modern di Kota Bandar Lampung tidak diiringi dengan
pertumbuhan jumlah pasar tradisional.
Pertumbuhan pasar ritel modern di Kota Bandar Lampung diduga memiliki
dampak negatif terhadap para pedagang karena berpengaruh pada persaingan,
kinerja, dan omzet pedagang di pasar tradisional. Sehingga penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis persaingan dan kinerja pedagang, menganalisis
faktor yang memengaruhi omzet, dan menganalisis pengaruh jarak antara pasar
ritel modern dan pasar tradisional terhadap omzet pedagang. Output dari analisis
diharapkan dapat menjadi solusi yang berupa implikasi kebijakan bagi
kesejahteraan pedagang di pasar tradisional. Gambar 1 menunjukkan kerangka
pemikiran konseptual dari penelitian ini.

11

Kebijakan pemerintah

Perkembangan ritel di Indonesia

Ritel modern

Pasar tradisional

Jumlah ritel modern terus
bertambah

Menurunnya jumlah pasar
tradisional

Persaingan dan
kinerja pedagang di
pasar tradisional
Kota Bandar
Lampung

Faktor yang
memengaruhi omzet
pedagang di pasar
tradisional Kota
Bandar Lampung

Pengaruh jarak pasar
ritel modern dan pasar
tradisional terhadap
omzet pedagang di
pasar tradisional

Rekomendasi kebijakan
Gambar 2 Kerangka pemikiran konseptual

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Bandar Lampung, Provinsi
Lampung pada bulan februari hingga maret 2014. Penelitian ini dilaksanakan di
Pasar Tempel Rajabasa, Pasar Koga, dan Pasar Panjang Kota Bandar Lampung.
Pemilihan lokasi dilakukan melalui tahapan pengambilan sampel.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data sekunder diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik) pusat, Dinas
Pengelolaan Pasar Kota Bandar Lampung, Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Kota Bandar Lampung, APINDO (Asosiasi Pedagang Indonesia) Lampung,
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Bandar Lampung, serta beberapa artikel
dan literatur yang terkait dengan penelitian. Data primer didapatkan melalui

12
kuisioner yang diberikan kepada para pedagang di sektor produk olahan, produk
segar, dan produk sandang pada pasar tradisional di Kota Bandar Lampung. Total
responden dalam penelitian ini berjumlah 90 pedagang yang terbagi ke dalam tiga
pasar.
Metode Pengambilan Contoh
Data primer dikumpulkan dari 90 pedagang di pasar tradisional yang
mewakili seluruh pedagang di pasar tradisional Kota Bandar Lampung. Adapun
tahapan dalam menentukan sampel pedagang di pasar tradisional sebagai berikut:
1. Menentukan pasar modern (supermarket, hypermarket, dan departement
store) yang beroperasi minimal tahun 2008. Terdapat 18 pasar modern
yang sudah ada sejak tahun 1998 sampai 2013 (Lampiran 5).
2. Melakukan pengukuran jarak antara pasar modern dan pasar tradisional,
pasar yang berjarak kurang dari lima kilometer dijadikan pasar perlakuan
dan yang berjarak paling jauh dijadikan pasar kontrol. Terdapat enam
pasar tradisional yang berjarak kurang dari lima kilometer dari pasar
modern dan terdapat dua pasar tradisional yang berjarak paling jauh dari
pasar modern yakni 10 kilometer dan 12 kilometer (Lampiran 3).
3. Pasar perlakuan dan pasar kontrol harus memenuhi syarat berikut: pasar
tradisional harus menjual produk yang sama dengan pasar modern (produk
segar, produk olahan, dan produk sandang), pasar tradisional beroperasi
setiap hari, dan pedagang yang boleh diwawancarai minimal sudah tiga
tahun berdagang di pasar tersebut.
4. Berdasarkan tahapan yang telah dilakukan diperoleh tiga pasar tradisional
sampel yakni: Pasar Tempel Rajabasa dan Pasar Koga sebagai pasar
perlakuan, sedangkan Pasar Panjang sebagai pasar kontrol. Masing-masing
pasar sampel berada pada kecamatan yang berbeda. Dilakukan wawancara
kepada 30 pedagang di masing-masing pasar sampel. Setiap pasar
mewakili ketiga kategori produk sehingga satu pasar terdiri dari 10
pedagang produk segar, 10 pedagang produk olahan, dan 10 pedagang
produk sandang.
Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini mencakup analisis
kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis kuantitatif digunakan independent t test,
chi square, dan paired t test untuk melihat persaingan dan kinerja pedagang, dan
ordinal logistic regression untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi omzet ,
sedangkan analisis kualitatif dilakukan dengan metode deskriptif untuk melihat
karakteristik responden. Kedua analisis tersebut dilakukan dengan menggunakan
program MS Excel 2007 dan SPSS 20. Tabel 6 menggambarkan keterkaitan antara
sumber data, metode analisis data, dan tujuan dalam penelitian ini.

13
Tabel 5 Matriks metode analisis data
No
Tujuan Penelitian
Sumber Data
Metode AnalisisData
1 Menganalisis karakteristik
Data primer
Independent t test, chi
pedagang
square test, dan
metode
deskriptif
2 Menganalisis persaingan
Data primer
Independent t test, chi
dan kinerja pedagang
square test, dan paired t test
3 Menganalisis faktor-faktor Data primer
Ordinal logistic regression
yang memengaruhi omzet
pedagang
Metode Uji t Dua Sampel Independen (Independent Sample t test)
Menurut Santoso (2012), independent sample t test adalah salah satu metode
pengujian hipotesis dengan tujuan membandingkan rata-rata dari dua grup yang
tidak berhubungan satu dengan yang lain. Sehingga dapat diketahui apakah kedua
grup tersebut mempunyai rata-rata yang sama atau jelas berbeda. Uji independent
sample t test pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui karakteristik
responden dengan melihat adanya perbedaan rata-rata umur, lama berdagang,
ukuran kios, jumlah kios, dan jumlah pembeli antara pedagang di pasar perlakuan
dengan pedagang di pasar kontrol. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
H0 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata (umur, lama berdagang, ukuran kios,
jumlah kios, dan jumlah pembeli) antara pedagang di pasar perlakuan
dengan pedagang di pasar kontrol.
H1 : Terdapat perbedaan rata-rata (umur, lama berdagang, ukuran kios, jumlah
kios, dan jumlah pembeli) antara pedagang di pasar perlakuan dengan
pedagang di pasar kontrol.
Pengambilan keputusan terhadap uji hipotesis dapat dilakukan dengan cara
membandingkan t hitung dengan t tabel atau melihat nilai probabilitas dengan
hasil kesimpulan yang sama. Jika statistik hitung (output t) > statistik tabel (tabel
t) maka tolak H0 dan jika statistik hitung (output t) < statistik tabel (tabel t) maka
terima H0. Sedangkan pengambilan keputusan berdasarkan nilai probabilitas jika
probabilitas > α maka terima H0 dan jika probabilitas < α maka tolak H0.
Uji t Dua Sampel Berpasangan (paired t test)
Santoso (2012) mengatakan, uji t dua sampel berpasangan (paired t test)
adalah sebuah sampel dengan subjek yang sama, namun mengalami dua perlakuan
atau pengukuran yang berbeda. Tujuan metode ini adalah untuk menguji dua
sampel yang berpasangan, apakah keduanya mempunyai rata-rata yang secara
nyata berbeda ataukah tidak. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
H0 : Tidak terdapat perbedaan rata-rata (keuntungan dan omzet) sebelum dan
setelah adanya pasar modern
H1 : Terdapat perbedaan rata-rata (keuntungan dan omzet) sebelum dan setelah
adanya pasar modern

14
Pengambilan keputusan terhadap uji hipotesis dapat dilakukan dengan cara
membandingkan t hitung dengan t tabel atau melihat nilai probabilitas dengan
hasil kesimpulan yang sama. Jika statistik hitung (output t) > statistik tabel (tabel
t) maka tolak H0 dan jika statistik hitung (output t) < statistik tabel (tabel t) maka
terima H0. Sedangkan pengambilan keputusan berdasarkan nilai probabilitas jika
probabilitas > α maka terima H0 dan jika probabilitas < α maka tolak H0.
Metode Uji Chi Square
Analisis chi square termasuk kedalam statistik non parametrik, karena data
untuk analisis chi square berupa data nominal (kategorikal). Berbeda dengan
analisis regresi, analisis chi square hanya membahas apakah ada hubungan di
antara variabel tertentu ataukah tidak ada hubungan (untuk uji independensi) dan
tidak membahas seberapa jauh hubungan tersebut (Santoso 2012).
2 = [(� −� )2� ]
Keterangan:
� : frekuensi pengamatan baris ke-i, kolom ke-j
� : frekuensi harapan baris ke-i, kolom ke-j
H0

H1

: Tidak terdapat hubungan antara karakteristik (jenis kelamin, pendidikan,
status tempat usaha, produk, segmen pembeli terbanyak, pemasok, metode
pembayaran, omzet, dan keuntungan) pedagang di pasar perlakuan dengan
pedagang di pasar kontrol.
: Terdapat hubungan antara karakteristik (jenis kelamin, pendidikan, status
tempat usaha, produk, segmen pembeli terbanyak, pemasok, metode
pembayaran, omzet, dan keuntungan) pedagang di pasar perlakuan dengan
pedagang di pasar kontrol.

Berdasarkan perbandingan chi square hitung dan chi square tabel apabila
chi square hitung > chi square tabel maka tolak H0, dan jika chi square hitung <
chi square tabel maka terima H0. Namun berdasarkan probabilitas, jika nilai
probabilitas > α maka terima H0 dan jika nilai probabilitas < α maka tolak H0.
Korelasi Rank Spearman
Koefisien korelasi Rank Spearman (rs) merupakan salah satu ukuran
deskriptif untuk mengukur tingkat korelasi dua variabel, dengan syarat kedua
variabel minimal mencapai pengukuran ordinal Firdaus, Harmini, dan Afendi
(2011).
−∑

Keterangan:
tx : Banyaknya observasi sama pada variabel X untuk rank tertentu
ty : Banyaknya observasi sama pada variabel Y untuk rank tertentu
di : Perbedaan rank X dan rank Y pada observasi ke-i
i
: Observasi ke-i, untuk i = 1,2, . . ., n
ε : Jumlah untuk seluruh kasus angka sama

15
Nilai rs bisa bertanda positif dan bisa bertanda negatif, nilai mutlaknya
maksimal 1 dan minimal 0. Bila nilai rs= 0 berarti kedua variabel tidak berkorelasi
dan bila nilai rs= 1 berarti kedua variabel berkorelasi sempurna. Tanda positif
pada koefisien korelasi menunjukkan bahwa kedua variabel berkorelasi searah.
Metode Logit
Menurut Firdaus, Harmini, dan Afendi (2011) peubah respon dalam analisis
regresi yang berupa peubah kategorik maka analisis regresi yang dapat digunakan
adalah analisis logistik. Berdasarkan tipe peubah kategorik peubah responnya,
analisis regresi logistik dapat dibagi menjadi tiga diantara lain:
1. Biner
: regresi logistik biner
2. Nominal
: regresi logistik nomial
3. Ordinal
: regresi logistik ordinal
Dalam menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi omzet penulis
menggunakan metode ordinal logit. Model persamaan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:

Dimana:
Logit �

= Peluang tingkat omzet pedagang di pasar tradisional
akibat pendirian pasar ritel modern (nilai “1” jika omzet
kurang dari Rp 1 juta, nilai “2” jika omzet Rp 1 juta
sampai Rp 5 juta, dan nilai “3 jika omzet lebih dari Rp 5
juta)
= Intersep
= Koefisien regresi
Ukuran_Kios
= Ukuran kios (m2)
Lama_Berdagang
= Lama berdagang (tahun)
Jumlah_Pembeli
= Jumlah pembeli (orang)
Pendidikan
= Pendidikan (tahun)
Jarak
= Jarak (nilai “0” jika jauh dari pasar ritel modern dan nilai
“1” jika dekat dari pasar ritel modern)
Diversifikasi_Produk = Diversifikasi produk (nilai “0” jika menjual satu jenis
dan nilai “1” jika menjual lebih dari satu jenis)
Produk_Segar
= Menjual produk segar (nilai “0” jika menjual lainnya dan
nilai “1” jika menjual produk segar)
Produk_Olahan
= Menjual produk olahan (nilai “0” jika menjual lainnya
dan nilai “1” jika menjual produk olahan)
Letak_Kios
= Letak kios (nilai “0” jika letak kios di belakang dan nilai
“1” jika letak kios di belakang)
Uji Kebaiksuaian Model
Uji kebaiksuaian model (goodness of fit) menunjukkan uji kesesuaian model
dengan data dengan memperhatikan nilai pearson dan deviance diperoleh nilai
signifikansi chi square (Yamin dan Kurniawan 2009).

16
Hipotesis:
H0 = Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai observasi dengan nilai
prediksi oleh model
H1 = Terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai observasi dengan nilai
prediksi oleh model
Jika p-value dari ketiga statistik tersebut lebih besar dari taraf nyata ( = 0.1)
maka keputusannya adalah menerima H0 yang artinya model tersebut cukup layak
untuk digunakan dalam prediksi.
Uji Signifikansi Variabel Prediktor Secara Individu
Juanda (2009) mengatakan pengujian yang dilakukan untuk menguji faktor
mana yang berpengaruh nyata terhadap pilihan. Dalam hal ini dapat menguji
signifikansi dari parameter koefisien secara parsial dengan uji Wald (Wj).
̂
̂


Keterangan:
̂
= Penduga
̂

= Penduga standard error dari
k = Koefisien variabel prediktor ke-k

Hipotesis:
H0 = k = 0
(peubah Xk tidak berpengaruh nyata)
H1 = k ≠0, k=1,2,...,k
(peubah Xk berpengaruh nyata)
Statistik Wj mengikuti sebaran normal (Z), jika nilai Wj > Z /2 two-tailed
p-value dari statistik Wj lebih kecil dari taraf nyata ( = 0.1) maka keputusannya
adalah menolak H0 artinya variabel prediktor ke-k tersebut berpengaruh secara
nyata atau signifikan terhadap variabel respon.
Rasio Odd
Odd diartikan sebagai rasio peluang kejadian sukses dengan kejadian tidak
sukses dari peubah respon. Sehingga rasio odd mengindikasikan seberapa lebih
mungkin, dalam kaitannya dengan nilai odd, munculnya kejadian sukses pada
suatu kelompok dibandingkan dengan kelompok lainnya (Firdaus, Harmini, dan
Afendi 2011). Rasio Odd merupakan rasio peluang terjadi pilihan-1 terhadap
peluang terjadi pilihan-0 Juanda (2009). Koefisien bertanda positif menunjukkan
nilai rasio odd yang lebih besar dari satu, hal tersebut mengindikasikan bahwa
peluang kejadian sukses lebih besar dari peluang kejadian tidak sukses. Koefisien
yang bertanda negatif mengindikasikan bahwa peluang kejadian tidak sukses lebih
besar dari peluang kejadian sukses.

17

GAMBARAN UMUM
Letak Geografis Pasar Ritel Modern di Kota Bandar Lampung
Lokasi pasar ritel modern di Kota Bandar Lampung rata-rata berada pada
pusat keramaian. Pertumbuhan pasar ritel modern relatif pesat dan lokasinya satu
sama lain berdekatan. Kecamatan Tanjung Karang Pusat dan Kecamatan Rajabasa
memiliki pasar ritel modern (supermarket, departement store, dan hypermarket)
yang lebih banyak dari kecamatan lainnya di Kota Bandar Lampung (Gambar 3).

Gambar 3 Peta lokasi penelitian
Sumber: Bandar Lampung dalam angka 2013
Pasar Ritel Modern di Kota Bandar Lampung
Kota Bandar Lampung memiliki letak yang strategis yakni sebagai
penghubung antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera yang menjadikan kota ini
memiliki daya tarik bagi para investor asing maupun domestik. Selain itu, jumlah
penduduk yang terus bertambah dan pertumbuhan ekonomi daerah yang

18
mendekati pertumbuhan ekonomi nasional memiliki nilai tambah untuk
menjadikan Kota Bandar Lampung sebagai kota metropolitan di Provinsi
Lampung. Peningkatan daya beli masyarakat telah mendorong meningkatnya
tingkat konsumsi dan perubahan gaya hidup yang lebih modern. Terbukti dari
meningkatnya jumlah pasar modern secara keseluruhan di Kota Bandar Lampung.
Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa sejak ta