Analisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan pembiayaan mudharabah bagi umkm dan efektivitas pembiayaan mudharabah bagi umkm (studi kasus : pada bmt x jakarta)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
PERMINTAAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH BAGI UMKM
DAN EFEKTIFITAS PEMBIAYAAN MUDHARABAH BAGI
UMKM (Studi Kasus : BMT X Jakarta)

MUFIDA AMALIA AZZAHRAH

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-Faktor
yang Memengaruhi Permintaan Pembiayaan Mudharabah dan Efektivitas
Pembiayaan Mudharabah bagi UMKM pada BMT X Jakarta adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014
Mufida Amalia Azzahrah
NIM H54100018

ABSTRAK
MUFIDA AMALIA AZZAHRAH. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Permintaan Pembiayaan Mudharabah bagi UMKM dan Efektivitas Pembiayaan
Mudharabah bagi UMKM (Studi kasus : Pada BMT X Jakarta). Dibimbing oleh
IRFAN SYAUQI BEIK.
Sektor usaha mikro, kecil dan menengah sangat berperan penting dalam
pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Sektor ini mampu menyerap tenaga
kerja sebesar 97.16%, sehingga dapat menjadi penyedia lapangan pekerjaan.
Pertumbuhan dan perkembangan usaha kecil di Indonesia saat ini belum
sepenuhnya diimbangi dengan peningkatan kualitas usaha kecil. Hal ini

dikarenakan masih terdapat kendala dalam melakukan usaha dan perkembangan
usahanya, yaitu keterbatasan modal. Baitul Maal wat Tamwil (BMT) hadir
sebagai penyedia jasa keuangan usaha mikro dengan alternatif penawaran
pembiayaan pada sistem bagi hasil, salah satunya yaitu akad pembiayaan
Mudharabah. Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
permintaan pembiayaan Mudharabah dan efektivitas pembiayaan Mudharabah
bagi UMKM pada BMT X Jakarta dengan menggunakan metode path analysis
dan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor yang
memengaruhi permintaan pembiayaan Mudharabah bagi UMKM adalah
pendapatan sebelum mendapat pembiayaan Mudharabah, margin pembiayaan dan
besaran agunan.Selain itu, hasil path analysis menunjukkan permintaan
pembiayaan Mudharabah berpengaruh positif terhadap pendapatan setelah
mendapat pembiayaan Mudharabah. Efektivitas pembiayaan Mudharabah pada
BMT X Jakarta dinilai secara langsung berdasarkan persepsi nasabah dan didapat
hasil penilaian efektivitas pada BMT X Jakarta yang tergolong cukup efektif.
Kata kunci: efektivitas, faktor, path analysis, pembiayaan mudharabah

ABSTRACT
MUFIDA AMALIA AZZAHRAH. Analysis of Factors Affecting Demand of
Mudharaba Financing for SME and Effectiveness of Mudharaba Financing for

SME (Case study: In BMT X Jakarta). Supervised by IRFAN SYAUQI BEIK.
Micro, small and medium enterprises play significant role in the economic growth
of Indonesia. This sector adsorbs 97.16% of the total labour. The growth and
development of small businesses in Indonesia are not in balance with the quality
increase of small businesses.It is because there are obstacles in doing and
developing businesses, which is capital limitation. Baitul Maal wat Tamwil
(BMT) as microfinance institution provides financial services to micro
enterprises. It offers alternatif profit and loss sharing system, which is
Mudharaba financing agreement. This study analyzes factors that influence
thedemand of Mudharaba financing and effectiveness of Mudharaba financing
for SMEs in BMT X Jakarta Area by using path analysis and descriptive analysis
methods. The results show that the factors affecting demand Mudharaba
financing for SMEs is earnings prior to Mudharaba financing, margin of

financing and the amount of collateral. In addition, the results of path analysis
show that Mudharaba financing demand has a positive effect on earnings prior to
Mudharaba financing. Effectiveness of Mudharaba financing in BMT X Jakarta
Area is assessed based on the customer perception and the resultsof BMT X
Jakarta Area effectiveness is classified as fairlyeffective.
Keywords: effectiveness, factors, mudharaba financing, path analysis


ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
PERMINTAAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH BAGI UMKM
DAN EFEKTIFITAS PEMBIAYAAN MUDHARABAH BAGI
UMKM PADA BMT X JAKARTA

MUFIDA AMALIA AZZAHRAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah
pembiayaan Mudharabah bagi UMKM, dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang
Memengaruhi Permintaan Pembiayaan Mudharabah bagi UMKM dan Efektivitas
Pembiayaan Mudharabah bagi UMKM pada BMT X Jakarta.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Irfan Syauqi Beik selaku
pembimbing, serta penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Hendarsa yang
telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada Ayah Kholil, Ibu Aning dan adikku atas segala doa dan
motivasinya. Selain itu penulis mengucapkan terimakasih kepada Papau, Evan,
Tyas, Bodi, Irin, Putri Eka, Uda Fauzi, Nurin, Miska, Anjani, Anisah, Huna,
Arisya, Ameli dan sahabat terbaik ekonomi syariah angkatan 47 yang senantiasa
membantu dan memberikan doa serta motivasi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Mufida Amalia Azzahrah


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

4

Manfaat Penelitian

4

Ruang Lingkup Penelitian

5

TINJAUAN PUSTAKA

5


Pembiayaan Syariah

5

Pembiayaan Mudharabah

7

Baitul Maal Wat Tamwil

10

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

10

Tinjauan Penelitian Terdahulu

12


Kerangka Pemikiran

13

METODE PENELITIAN

16

Jenis dan Sumber Data

16

Lokasi dan Waktu Penelitian

16

Metode Pengambilan Sampel

16


Metode Analisis Data

16

GAMBARAN UMUM BMT

19

HASIL DAN PEMBAHASAN

21

Karakteristik Umum Responden

21

Hasil Path Analysis

22


Analisis Faktor yang Memengaruhi Permintaan Pembiayaan Mudharabah

22

Analisis Efektivitas Pembiayaan Mudharabah

28

SIMPULAN DAN SARAN

37

Simpulan

37

Saran

37

DAFTAR PUSTAKA

38

LAMPIRAN

40

RIWAYAT HIDUP

49

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Data UMKM dan Usaha Besar Tahun 2011-2012
Komposisi Mudharabah tahunan pada BUS dan UUS
Jumlah pembiayaan Mudharabah BMT X
Kriteria UMKM menurut UU no.20/2008
Perkembangan BMT X tahunan
Karakteristik responden berdasarkan usia
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan
Karakteristik responden berdasarkan lama usaha
Karakteristik responden berdasarkan pendapatan
Hasil kriteria kesesuaian model Path
Ringkasan hasil estimasi parameter model
Pengaruh antar variabel
Efektivitas tahap prosedur awal pembiayaan
Efektivitas tahap prosedur pencairan pembiayaan
Efektivitas tahap penawaran akad pembiayaan
Efektivitas tahap prosedur pengembalian pembiayaan
Efektivitas dampak pembiayaan
Rekapitulasi total skor

1
2
3
11
20
21
21
21
22
22
25
26
36
28
30
31
33
34
35

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Skema pembiayaan Mudharabah
Skema prosedur pembiayaan Mudharabah BMT X
Kerangka pemikiran
Diagram jalur lengkap berdasarkan koefisien pengaruh
Uji-T diagram jalur lengkap

9
9
15
23
24

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil output path analysis
2 Kuesioner penelitian

44
47

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tantangan terbesar pembangunan Indonesia saat ini dihadapkan pada
masalah kemiskinan, pengangguran dan ketahanan pangan. Salah satu upaya yang
harus dilakukan pemerintah adalah menggerakkan sektor riil dan mendorong
masyarakat melakukan kegiatan ekonomi produktif yang berbasis pada usaha
mikro dan kecil. Sektor usaha mikro, kecil dan menengah sangat berperan penting
dalam pertumbuhan perekonomian di Indonesia.
Tabel 1 Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB)
Tahun 2011-2012
Indikator
1. Unit Usaha (Unit)
a. UMKM
b. Usaha Besar
2. Tenaga Kerja (Orang)
a. UMKM
b. Usaha Besar
3. Konribusi terhadap
PDB (Rp Milyar)
a. UMKM
b. Usaha Besar

Tahun 2011
Jumlah
55 211 396
55 206 444
4 952
104 613 681
101 722 458
2 891 224
2 377 110
1 369 326
1 007 784

Tahun 2012
Pangsa (%)

99.99
0.01
97.24
2.76

57.60
42.40

Jumlah
56 539 560
56 534 592
4 968
10 808 154
107 657 509
3 150 645
2 525 120.4
1 451 460.2
1 073 660.1

Pangsa (%)

99.99
0.01
97.16
2.84

57.48
42.52

Sumber : Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, 2013

Data diatas menunjukan pada tahun 2012 sebesar 99.99% dari pangsa unit
sektor ini mampu menyerap tenaga kerja sebesar 97.16%, sehingga dapat menjadi
penyedia lapangan pekerjaan. Jumlah unit UMKM tahun 2011 dan 2012
mengalami peningkatan yaitu sebesar 55.2 juta unit dan 56.5 juta unit (Tabel 1).
Pertumbuhan dan perkembangan UMKM di Indonesia saat ini belum
sepenuhnya diimbangi dengan peningkatan kualitas UMKM. Hal ini dikarenakan
masih terdapat kendala dalam melakukan usaha dan perkembangan usahanya.
Beberapa kendalanya seperti kurang berkembangnya dalam hal pemasaran
(16.96%), keterbatasan teknik produksi (3.07%), persaingan dengan usaha sejenis
(15.74%), kesulitan pada sumber bahan baku (23.75%) dan mengalami
keterbatasan modal (40.48%) (Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah 2012). Data tersebut menjelaskan permasalahan dengan porsi terbesar
yang menjadi kendala sebagian besar UMKM di Indonesia adalah perihal
keterbatasan permodalan. Keterbatasan modal akan menyebabkan tidak
berkembangnya skala UMKM, keterbatasan investasi dan pengembangan aspek
lainnya. Perolehan legalitas formal juga merupakan persoalan mendasar yang
dihadapi usaha kecil dan mikro di Indonesia karena tingginya biaya dalam hal
kepengurusan perizinan (Tambunan 2009). Umumnya UMKM adalah kurang
bankable karena lemahnya akses terhadap sumber permodalan, yaitu kurang

2
mencukupi jaminan dan aset legal bahkan beberapa UMKM tidak memiliki
kecukupan jaminan.
Pada pengajuan pinjaman Industri Kecil untuk modal di luar bank, sebesar
51.10% dari mereka beralasan bahwa mereka meminjam uang di lembaga
keuangan non bank (LKNB) karena lebih mudah, 27% beralasan tidak memiliki
aspek agunan, 17.12% yang mengatakan sulitnya prosedur peminjaman di bank,
dan sebesar 5.07% pelaku usaha sama sekali tidak mengetahui prosedur dan tata
cara peminjaman di bank (Muftie2011). Lembaga Keuangan Mikro Syariah
(LKMS) merupakan lembaga yang dapat memfasilitasi pelaku usaha mikro dan
kecil dalam mengakses sumber pembiayaan. Solusi LKMS memenuhi kondisi
UMKM dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya adalah Baitul Maal
wat Tamwil (BMT). Prinsip dalam operasional BMT adalah dengan bagi hasil
(syariah) dan menggunakan penawaran pembiayaan syariah serta memberikan
fasilitas pinjaman modal bagi pelaku usaha mikro dan kecil yang jumlahnya
banyak tapi mengalami kesulitan dalam mengakses modal dari lembaga keuangan
formal seperti bank. Peranan BMT dapat menunjang kegiatan pengembangan
usaha produktif dalam peningkatan kualitas usaha mikro dan kecil (Kusmuljono
2009).
Alternatif penawaran pembiayaan dalam BMT untuk pelaku UMKM dengan
sistem bagi hasil, salah satunya yaitu dengan akad pembiayaan Mudharabah.
Statistik perbankan syariah pada Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah pembiayaan
Mudharabah pada BUS dan UUS mengalami peningkatan namun rasio
pembiayaan Mudharabah pada BUS (bank umum syariah) dan UUS (unit usaha
syariah) di Indonesia terhadap jumlah total pembiayaan mengalami penurunan
tiap tahunnya (BI 2013). Padahal pembiayaan dengan sistem akad Mudharabah ini
sangat berpotensi dan memberikan kemudahan kepada UMKM. Hal itu
dikarenakan pada sistem bagi hasil dengan akad Mudharabah, modal sepenuhnya
diberikan dari lembaga keuangan kepada pelaku usaha.
Tabel 2. Komposisi Pembiayaan Mudharabah Tahunan yang diberikan BUS dan
UUS (dalam milyar rupiah)
Tahun
Pemb. Mudharabah
Total Pembiayaan Rasio Mudharabah (%)
2007
5 578
27 944
20
2008
6 205
38 195
16
2009
6 597
46 886
14
2010
8 631
68 181
13
2011
10 229
102 655
10
2012
12 023
147 505
8
2013
13 625
184 122
7
Sumber : Statistik Perbankan Syariah, 2013

Data perkembangan rasio pembiayaan Mudharabah pada statistik perbankan
syariah menurun dikarenakan sistem pembiayaan bagi hasil (Mudharabah) saat ini
masih sangat sulit diterapkan karena bersifat high risk dan lebih besar resikonya
untuk lembaga keuangan. Hal tersebut berbeda dengan data jumlah dan rasio
pembiayaan Mudharabah pada BMT X.

3
Tabel 3. Komposisi Pemb. Mudharabah Tahunan yang diberikan BMT X
Tahun

Pemb. Mudharabah

Total pembiayaan

Rasio Mudharabah (%)

2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013

18423099000
33477244500
54 758 743 500
81 417 482250
106 550 053 500
179 804 292 750
178 952 190 000

23 532 000 000
41 559 000 000
62 412 750 000
94 984 500 000
115 245 000 000
192 767 250 000
203692500000

78
81
88
86
92
93
88

Sumber: BMT X, 2014

Total dan Rasio pembiayaan Mudharabah pada BMT X hampir mengalami
tren yang meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2012 dan 2013 jumlah
pembiayaan Mudharabah mencapai 179 804 292 750 dan 178 952 190 000,
bahkan rasio pembiayaan Mudharabah pada tahun 2012 dan 2013 mencapai 93%
dan 88% (Tabel 3). Hal ini mengindikasikan bahwa sistem pembiayaan
Mudharabah merupakan akad pembiayaan bagi hasil yang banyak ditawarkan
oleh BMT X kepada anggotanya, yaitu UMKM.
Oleh sebab itu, perlu mengetahui faktor permintaan pembiayaan Mudharabah
bagi UMKM pada BMT X untuk mengetahui kinerja dari suatu BMT yang
akhirnya akan berpengaruh pada keuntungan dari lembaga tersebut. Selain itu,
dapat dijadikan evaluasi sistem pembiayaan Mudharabah dan sebagai referensi
pengambil kebijakan pada BMT X. Sedangkan tingkat efektivitas dari
pembiayaan Mudharabah yang disalurkan BMT X juga merupakan persoalan
utama karena pencapaian efektivitas pembiayaan Mudharabah yang diterima oleh
UMKM harus sesuai dengan syariah dan tepat sasaran. Purnamasari (2011)
menyatakan penilaian efektivitas pembiayaan akan berdampak positif terhadap
perkembangan dan tingkat pendapatan usaha bagi nasabah dan BMT.
Pengetahuan efektivitas pembiayaan Mudharabah pada BMT diperlukan untuk
lebih mengevaluasi sistem pembiayaan bagi hasil (Mudharabah) yang dilakukan
BMT X serta meningkatkan potensi sistem pembiayaan Mudharabah pada BMT
X maupun BMT lainnya agar terus mendukung perkembangan dan kemajuan
pembiayaan Mudharabah bagi UMKM. Ketidakefektifan pembiayaan
Mudharabah pada BMT akan memengaruhi pencapaian pembiayaan pembiayaan
terhadap perkembangan usaha.
Perumusan Masalah
Permasalahan keterbatasan modal yang dihadapi para pelaku UMKM dapat
diatasi dengan peningkatan peran Baitul Maal wat Tamwil (BMT) sebagai jasa
keuangan syariah non bank. BMT adalah lembaga keuangan yang fokus pada
pemenuhan keterbatasan pendanaan yang dibutuhkan oleh kegiatan UMKM serta
dapat lebih menjangkau masyarakat yang sulit dinjangkau oleh lembaga keuangan
formal seperti perbankan. BMT mampu mengatasi kendala pendanaan
(pembiayaan) untuk usaha mikro dan kecil yang banyak namun kesulitan
mengakses pembiayaan pada lembaga formal seperti bank.

4
Prinsip bagi hasil (profit and loss sharing) merupakan landasan dasar bagi
sistem perekonomian syariah. Penawaran produk pembiayaan dengan sistem bagi
hasil (Mudharabah) pada BMT merupakan salah satu solusi UMKM dalam hal
pengembangan usahanya. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang
bersifat produktif karena pembiayaan ini disalurkan untuk kebubutahan modal
kerja sehingga pergerakan ekonomi pada sektor riil akan semakin meningkat yang
kemudian akan mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan rakyat
(Beik 2006). Akad pembiayaan Mudharabah merupakan salah satu metode yang
berpotensi untuk membantu jalannya dan perkembangan skala usaha mikro dan
kecil. Namun demikian, data perkembangan pembiayaan Mudharabah pada
statistik perbankan syariah menunjukkan penurunan rasio dikarenakan sistem
pembiayaan bagi hasil (Mudharabah) saat ini masih sangat sulit diterapkan karena
bersifat high risk dan lebih besar resikonya untuk lembaga keuangan. Hal tersebut
berbeda dengan data jumlah dan rasio pembiayaan Mudharabah pada BMT X.
Penelitian ini mengambil studi kasus pada BMT X Jakarta. Terlepas dari
kelebihan akad pembiayaan Mudharabah, diperlukan pengetahuan mengenai
faktor-faktor yang memengaruhi permintaan pembiayaan Mudharabah yang
diberikan BMT X Jakarta, penilaian kinerja BMT, serta efektivitas pembiayaan
Mudharabah yang diberikan oleh BMT tersebut untuk menunjang proses
ketepatan penyaluran pembiayaan Mudharabah pada UMKM.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka permasalahan yang akan dijawab
dalam penelitian ini adalah:
1. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi permintaan pembiayaan
Mudharabah bagi UMKM pada BMT X Jakarta?
2. Bagaimana tingkat efektivitas pemberian pembiayaan Mudharabah bagi
UMKM pada BMT X Jakarta?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka
tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan pembiayaan
Mudharabah bagi UMKM pada BMT X Jakarta.
2. Menganalisis tingkat efektivitas pembiayaan Mudharabah bagi UMKM
pada BMT X Jakarta.
Manfaat Penelitian
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis
maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan. Adapun manfaat penulisan ini
antara lain adalah:
1. Bagi peneliti
Sebagai sarana untuk mengaplikasikan teori-teori ekonomi Islam yang penulis
dapatkan dalam perkuliahan khususnya perihal pembiayaan syariah dengan sistim
Mudharabah.

5
2. Bagi Institusi atau LKMS, khususnya BMT X
Sebagai evaluasi dan perbaikan, sehingga dapat meningkatkan kinerja BMT X,
serta tetap sejalan dengan konsep ekonomi Islam untuk pelayanan yang lebih baik
bagi para anggotanya.
3. Bagi pemerintah
Sebagai referensi dalam kebijakan yang tepat bagi lembaga keuangan mikro
syariah (LKMS), khususnya BMT dalam pengembangan sektor usaha yang lebih
produktif namun tetap berada pada teori dan tuntunan syariah Islam.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini hanya terbatas pada analisis faktor yang memengaruhi
permintaan pembiayaan Mudharabah bagi UMKM serta efektivitasnya pada BMT
X Jakarta. Melalui analisis ini, diharapkan dapat menggambarkan seberapa baik
kinerja pembiayaan Mudharabah yang dilakukan pada BMT X Jakarta serta
mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi pengambilan pembiayaan Mudharabah
bagi UMKM yang didasarkan pada efektivitas penyaluran pembiayaan
Mudharabah melalui presepsi nasabah. Pengambilan responden UMKM diperoleh
dari anggota yang mendapatkan pembiayaan Mudharabah pada BMT X Jakarta.
Metode analisis yang digunakan yaitu analisis kuantitafif.

TINJAUAN PUSTAKA
Pembiayaan Syariah
Definisi dan Kriteria Pembiayaan Syariah
Menurut undang-undang nomor 21 tahun 2008, Pembiayaan syariah
adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa
transaksi bagi hasil, transaksi sewa-menyewa, transaksi jual beli, atau transaksi
pinjam meminjam dalam bentuk piutang berdasarkan kesepakatan antara pihak
lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk
mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan
ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
Produk Pembiayaan Syariah pada BMT
Terdapat beberapa jenis produk pembiayaan syariah pada Baitul Mal wat
Tamwil, yaitu (Hakim 2011):
Prinsip Pembiayaan Syariah Sewa
1. Al Ijarah
Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna manfaat atas barang atau jasa
tanpa adanya perpindahan hak milik melalui pembayaran upah sewa.

6
Prinsip Pembiayaan Syariah Jasa
1. Al-Kafalah
Al-Kafalah merupakan akad jaminan oleh penanggung (kafil) kepada pihak
ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua (yang ditanggung). Lembaga
keuangan syariah dapat memperoleh imbalan jasa berupa ujroh atau fee dalam
bentuk nominal yang disepakati di awal (Ifham 2010).
2. Al-Hawalah
Al-Hawalah adalah akad pengalihan beban utang dari orang yang berhutang
(muhil) menjadi tanggungjawab muhal„alaih (yang berkewajiban membayar
utang).
3. Al-Qardh
Al-Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat meminjamkan
tanpa mengharapkan imbalan. Nasabah mengembalikan pokok pinjaman pada
waktu yang telah disepakati (Ifham 2010).
4. Wakalah
Wakalah adalah pelimpahan wewenang dari seseorang kepada pihak lain
untuk mengelola harta pada masa hidupnya.
Prinsip Pembiayaan Syariah Jual Beli
1. Bai Al-Murabahah
Al-Murabahah adalah akad jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan sesuai yang telah disepakati. Pada akad ini, penjual harus transparan
mengenai harga produk yang dibeli dan menentukan keuntungan sebagai
tambahannya.
2. Salam
Salam adalah transaksi jual beli dengan barang yang diperjualbelikan belum
ada dan pembayaran diserahkan secara tunai dengan kuantitas, kualitas, harga, dan
waktu penyerahan barang ditentukan secara pasti.
3. Istishna
Istishna adalah akad jual beli dengan melakukan pembayaran tunai, cicilan
atau ditangguhkan selama jangka waktu tertentu.
Prinsip Pembiayaan Syariah Bagi Hasil
Jenis pembiayaan terpenting yang membedakan sistem lembaga keuangan
syariah dengan lembaga keuangan konvensional adalah Equity Financing
(pembiayaan berbasis ekuitas) dengan skema bagi hasil. Pada umumnya jenis
pembiayaan dengan menggunakan sistem bagi hasil untuk pembiayaan usaha,
yakni untuk investasi atau modal usaha (Tarsidin 2010). Beberapa produk
pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil:
1. Al-Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerja sama dalam menjalankan suatu usaha, dimana
terdapat pihak Sahibul Mal sebagai penyedia seluruh dana (modal) usaha dan
pihak Mudharib sebagai pihak pegelola modal.
2. Musyarakah
Musyarakahadalah akad kerja sama dalam menjalankan suatu kemitraan,
dimana kontribusi modal berasal dari pihak pihak lembaga keuangan dan nasabah
dengan nisbah bagi hasil sesuai kesepakatan dan kerugian ditanggung sesuai
dengan porsi kontribusi modal yang diberikan.

7
Pembiayaan Mudharabah
Definisi Pembiayaan Mudharabah
Mudharabah merupakan jenis transaksi dimana terdapat pihak yang
bersyirkah sebagai pemilik dana (Shahibul Mal) dan pihak yang mengelola
dana/modal (Mudharib). Lembaga keuangan mikro syariah menjadi pihak
Shahibul Mal menyediakan sepenuhnya pembiayaan untuk sebuah usaha yang
produktif, kemudian usaha tersebut dikelola sepenuhnya oleh nasabah yang
mendapat pembiayaan Mudharabah. Menurut Hakim (2011), Mudharabah
menurut ketetapan fatwa DSN MUI adalah akad kerjasama antara kedua pihak
dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal dan pihak kedua sebagai
pengelolaan dana, sedangkan untuk keuntungan usaha dibagi sesuai kesepakatan
yang dituangkan didalam kontrak.
Pengertian Mudharabah dalam penghimpunan dana adalah lembaga
keuangan bertindak sebagai pihak kedua selaku Mudharib atau pengelola dana
sedangkan nasabah bertindak sebagai pemilik dana. Sedangkan pengertian
Mudharabah dalam penyaluran dana atau pembiayaan berbeda dengan pengertian
Mudharabah dalam penghimpunan dana, yaitu akad kerjasama suatu usaha antara
pihak Sahibul Maal yaitu pihak lembaga keuangan yang menyediakan seluruh
mdal dengan pihak Mudharib yaitu nasabah yang menjalani usaha dengan
membagi nisbah keuntungan usahanya sesuai dengan kesepakatan bersama pada
awal kontrak, sedangkan kerugian dalam usaha ditanggung sepenuhnya oleh
lembaga keuangan kecuali jika pihak kedua lalai atau melakukan kesalahan yang
disengaja dalam usahanya serta menyalahi perjanjian (Hakim 2011).
Mudharib adalah sebagai orang kepercayaan yang harus bertindak hati-hati
dan bertanggung jawab untuk setiap kerugian yang terjadi akibat kelalaiannya
(Naja 2011). Resiko kerugian usaha dari pembiayaan Mudharabah ditanggung
sepenuhnya oleh penyedia dana, kecuali jika terdapat kesalahan pada pengelola
dana yang menyebabkan kerugian, maka kerugian tersebut ditanggung oleh
pengelola dana/modal. Sedangkan keuntungan usaha dibagi bersama sesuai nisbah
bagi hasil yang ditentukan di awal sesuai kesepakatan bersama. Nisbah bagi hasil
secara proporsional digunakan dalam distribusi keuntungan pada akad
pembiayaan Mudharabah.
Pada fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI)
No.07/DSN-MUI/IV/2000, dijelaskan ketentuan dalam akad pembiayaan
Mudharabah adalah:
1. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS
kepada pihak lain untuk usaha yang produktif.
2. LKS sebagai pihak Sahibul Maal dengan membiayai 100% kebutuhan usaha,
sedangkan pengusaha bertindak sebagai Mudharib atau pengelola dana.
3. Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan
ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
4. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati
bersama sesuai syariah dan LKS tidak ikutserta dalam manajemen usaha,
namun mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
5. Jumlah pembiayaan harus dinyatakan dalam bentuk tunai, bukan piutang.

8
6. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian kecuali jika
pengelola usaha melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi
perjanjian.
7. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan Mudharabah tidak ada jaminan, namun
agar Mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.
Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila Mudharib terbukti melakukan
pelanggaran terhadap hal yang telah disepakati dalam akad.
8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian
keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN
9. Biaya operasional dibebankan pada Mudharib.
10. Penyedia dana tidak melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan
Penggunaan akadMudharabah telah dilakukan oleh bangsa Arab sebelum
turunya Islam.Selain itu, saat Nabi Muhammad Saw berprofesi sebagai pedagang,
beliau melakukan akad Mudharabah dengan Khodijah yaitu bertindak sebagai
Mudharib dengan memperjualkan barang milik Khodijah (Karim 2009). Akad
pembiayaan Mudharabah diperbolehkan dalam syariah Islam seperti yang
dijelaskan dalam Alquran: “Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian
yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah
ia bertaqwa kepada Tuhannya.” (QS 2:283) serta dari Shalih bin Shuhaib r.a.
bahwa Rasulullah SAW bersabda, Tiga hal yang didalamnya terdapat
keberkatan: jual beli secara tangguh, Qiradh (mudharabah), dan mencampur
gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual (HR. Ibnu
Majah).
Nisbah keuntungan pada pembiayaan Mudharabah adalah sebagai imbalan
untuk kedua pihak, yaitu pemberi modal dan pelaku usaha. Pelaku usaha
mendapatkan imbalan atas kerja kerasnya, sedangkan pemberi modal
mendapatkan imbalan atas penyertaan modal dalam usaha (Karim 2009). Pada
akad pembiayaan Mudharabah dalam perspektif hukum Islam, lembaga keuangan
wajib menjelaskan karakteristik produk pembiayaan, hak dan kewajiban nasabah.
Selain itu, kesepakatan yang dilakukan harus dalam bentuk perjanjian tertulis
yang bersinergi berdasarkan rukun Mudharabah, yaitu ijab qobul.
Prosedur Pembiayaan Mudharabah
Nasabah yang mengajukan pembiayaan Mudharabah harus mengisi
formulir keterangan permohonan pembiayaan yang dilengkapi dengan data
lengkap nasabah. Selain itu, persyaratan dan ketentuan dari pemberian
pembiayaan Mudharabah harus dipenuhi oleh nasabah.

9
1. Negosiasi
2. Akad Mudharabah
Anggota/Calon
Anggota

Modal

Skill/Usaha

LKMS

Usaha

Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan

MODAL
Gambar 1 Skema Mudharabah

Seluruh data yang telah diberikan oleh calon Mudharib (pengelola modal)
akan di periksa dan di analisis oleh pihak Shaibul Maal (lembaga keuangan).
Pemeriksaan dilakukan untuk memutuskan layak tidaknya calon Mudharib
menerima pembiayaan tersebut. Pihak lembaga keuangan akan mengeluarkan
surat keputusan pembiayaan Mudharabah disertai dengan angsuran pengembalian
dan jumlah pembiayaan. Pada tahap terakhir, pihak lembaga keuangan melakukan
pencairan dana kepada nasabah (Mudharib) untuk digunakan secara produktif.
Besarnya porsi yang dibayarkan pemberi modal kepada pengelola usaha dapat
ditentukan oleh kinerja yang diukur dari tinggi rendahnya profit yang dihasilkan
serta besaran pendapatan atau penjualan (Tarsidin 2010).
Pada Gambar 2, dijelaskan prosedur akad pembiayaan Mudharabah yang
dilakukan pada BMT X.

Anggota

Mengisi
Formulir
danKelengkap
an

Survei

Analisa

Administrasi

Realisasi

Akad

Persetujuan

Gambar 2 Skema pembiayaan Mudharabah BMT X

Penyaluran pembiayaan Mudharabah pada BMT X diawali dengan
pendaftaran menjadi anggota BMT X dan pengisian formulir administrasi
pengajuan pembiayaan Mudharabah. Setelah itu, BMT X melakukan survei pada
pelaku usaha dan melakukan analisa usaha. Tahap selanjutnya adalah BMT X
memutuskan layak tidaknya pelaku usaha dalam mendapatkan pembiayaan
Mudharabah.
Menurut Wiroso (2005), asas kepercayaan sangat diperlukan dalam akad
kerja sama Mudharabah. Hal itu dikarenakan Sahibul Maal sebagai pihak yang

10
memberikan suatu amanah pengelolaan usaha kepada pihak Mudharib sebagai
penerima amanah yang hendaknya meneladani sifat rasul yaitu siddiq, amanah,
dan fathanah. Tanpa dilandasi hal tersebut, keadilan dalam akad kerja sama antara
pihak pemilik dana dengan pengelola dana tidak akan terjadi.
Baitul Maal wat Tamwil (BMT)
Definisi dan Peranan Baitul Mal wat Tamwil (BMT)
Baitul Mal wat Tamwil adalah lembaga keuangan mikro syariah berbasis
koperasi yang menyediakan permodalan bagi masyarakat yang memiliki usaha
mikro kecil dan membutuhkan permodalan. Pengertian BMT dapat dilihat dari
kata “Baitul Tamwil” dan “Baitul Maal”. Baitul tamwil adalah pengembangan
usaha produktif dalam pertumbuhan sektor riil. Sedangkan baitul maal adalah
kegiatan sosial dalam pendistribusian dana sesuai ketentuan syariah. BMT sebagai
lembaga keuangan mikro syariah berperan dalam pengembangan usaha dan
kualitas usaha mikro dan kecil. Hal itu dikarenakan BMT dapat lebih menjangkau
permodalan yang dibutuhkan masyarakat pelosok dengan usaha-usaha yang telah
mereka jalani.
Menurut Heykal dan Huda (2010), BMT memiliki fungsi dan peranan :
1. Pengatur perputaran dan penghimpunan dana. Adanya pihak kekurangan dana
(unit defisit) dan pihak yang memiliki dana berlebih (unit surplus).
2. BMT dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai risiko
keuntungan dan peluang keuntungan.
3. BMT menjadi lembaga keuangan mikro syariah yang merupakan pemberi
pembiayaan bagi UMKM dan koperasi dengan tidak meminta jaminan/
agunan.
4. BMT merupakan sumber pendapatan, yaitu salah satu sarana penciptaan
lapangan kerja.
5. Sebagai pemberi likuiditas yang mampu memberikan kemampuan untuk
memenuhi kewajiban seseorang/ lembaga.
6. Pada masyarakat sekitar, BMT sangat aktif melakukan sosialisasi berupa
pelatihan mengenai pentingnya sistem ekonomi Islam.
7. Sebagai lembaga keuangan mikro, BMT selalu aktif melakukan pendanaan,
pembinaan, penyuluhan dan pengawasan pada usaha mikro dan kecil.
8. BMT menjadi sarana pendistribusian merata pada ekonomi masyarakat.
Langkah dan evaluasi pada BMT merupakan hal terpenting yang harus
diperhatikan agar BMT melakukan pembiayaan yang tepat sasaran.
9. Menjadi solusi ekonomi masyarakat yang bergantung pada rentenir. Oleh
sebab itu, BMT harus memberikan pelayanan yang baik terhadap masyarakat.
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
Definisi UMKM
Usaha mikro, kecil dan Menengah (UMKM) dijelaskan dalam beberapa
definisi. Pengertian UMKM sangat bervariasi antara negara satu dengan lainnya.
Konsep mengenai UMKM di Indonesia diatur dan dijelaskan dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Menurut
Bab1 mengenai ketentuan umum dalam Undang-Undang Republik Indonesia

11
tentang UMKM, usaha mikro adalah usaha produktif yang dimiliki perorangan
dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro
sebagaimana yag diatur dalam Undang-Undang tersebut. Usaha kecil adalah usaha
ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh perorangan atau
badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian langsung maupun tidak
langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha
kecil sebagaimana dimaksud didalam Undang-Undang tersebut. Sedangkan
definisi dari usaha menengah yaitu usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan
jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang tersebut.
Kriteria UMKM
Mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 Tahun 2008
yang terdapat pada pasal 6, bahwa kriteria usaha kecil dapat dilihat dari segi
keuangan dan modal yang dimilikinya, yaitu kriteria usaha mikro adalah memiliki
kekayaan bersih maksimal 50 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan maksimal 300 juta. Kriteria untuk
usaha kecil adalah memiliki kekayaan bersih lebih dari 50 juta sampai maksimal
500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha serta memiliki hasil
penjualan tahunan melebihi 300 juta sampai 2.5 milyar. Sedangkan kriteria usaha
menengah adalah memiliki kekayaan bersih lebih dari 500 juta sampai 10 milyar
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha serta memiliki hasil penjualan
tahunan melebihi 2.5 milyar sampai maksimal sebesar 50 milyar (Tabel 4).
Tabel 4 Kriteria UMKM menurut UU No.20/2008
Jenis Usaha
Usaha Mikro
Usaha Kecil
Usaha Menengah

Aset
< 50 juta
50 - 500 juta

Omset
< 300 juta
300 juta – 2.5 milyar

500 juta - 10 milyar

2.5 milyar – 50 milyar

Selain itu, definisi UMKM menurut BPS berdasarkan tenaga kerja. Usaha
mikro adalah unit usaha dengan jumlah pekerja tetap maksimal 4 orang, usaha
kecil dari 5 sampai 9 orang pekerja dan usaha menengah dari 20 sampai 99 orang
pekerja. Sedangkan Bank Indonesia (BI) mendefinisikan UMKM dengan dua
kriteria. Kriteria yang pertama berdasarkan aset, omset, dan badan hukum.
Kriteria yang kedua berdasarkan kredit yang diterima oleh pengusaha. Usaha
mikro adalah usaha yang dapat menerima kredit hingga Rp 50 juta. Sedangkan
usaha kecil adalah usaha yang dapat menerima kredit mulai dari Rp 50 juta hingga
Rp 500 juta. Lalu usaha menengah adalah usaha yang dapat menerima kredit dari
Rp 500 juta sampai Rp 5 miliar.
Permasalahan UMKM
UMKM memiliki peranan penting terhadap pertumbuhan perekonomian
Indonesia. Namun demikian, saat ini UMKM masih mengalami beberapa

12
hambatan dalam proses melakukan usaha serta perkembangan skala usahanya
sehingga hasilnya belum memuaskan.
Seiring dengan berjalannya waktu, UMKM telah menjadi pusat perhatian
karena pengetahuan yang kurang dalam menjakankan usahanya, padahal
pengaruhnya sangat besar bagi Indonesia. UMKM menghadapi kendala-kendala
antara lain kurang pengetahuan pengelolaan dan pengembangan usahanya,
lemahnya pada bidang pemasaran dan masalah yang sering dihadapi usaha mikro
dan kecil adalah kurangnya pada sisi permodalan. Kondisi pasar yang dihadapi
pada UMKM adalah persaingan monopolistik yang merupakan fakta yang harus
diperhatikan.Maka untuk mengatasinya, UMKM harus merencanakan strategi
bisnisnya yang tepat (Sartika dan Rachman 2002).
Penelitian Terdahulu
Aryati (2006), mengenai analisis permintaan dan efektivitas pembiayaan
usaha kecil pada KBMT Khidmatul Ummah Bogor dengan metode analisis regresi
linier berganda untuk mengetahui faktor pengaruh permintaan serta analisis
deskriptif untuk melihat efektivitas pembiayaan yang diberikan. Hasil penelitian
menyatakan bahwa pembiayaan dipengaruhi secara nyata oleh faktor ekonomi
(skala usaha), faktor non ekonomi (lama menjadi nasabah dan jenis usaha
nasabah). Efektivitas pembiayaan dikatagorikan cukup efektif. Beberapa tolak
ukur masih dinilai kurang memuaskan, antara lain kesesuaian pengajuan dengan
realisasi pembiayaan. Pencapaian tujuan pembiayaan mikro belum berdampak
positif terhadap peningkatan keuntungan usaha dan pendapatan usaha sehingga
tujuan pembiayaan belum sepenuhnya tercapai.
Penelitian Hasma (2005) mengenai faktor yang memengaruhi keputusan
nasabah dalam mengambil pembiayaan pada Bank BNI Syariah. Peneltian ini
menggunakan analisis deskriptif dengan responden sebanyak 100 yang diteliti.
Hasilnya adalah 35% menyatakan alasan mereka mengambil pembiayaan pada
bank syariah dipengaruhi oleh faktor pelayanan pegawai, kepuasan terhadap
sarana dan prasarana yang memadai serta manajemen dan nama baik bank yang
sudah dikenal dikalangan masyarakat. Faktor lokasi bank tidak berpengaruh
signifikan terhadap keputusan nasabah.
Penelitian Eriyati (2008) mengenai fakto-faktor yang memengaruhi
permintaan pembiayaan (kredit) pada PT Bank BRI Syariah Pekan Baru dengan
metode analisis deskriptif. Hasil kesimpulan penelitian terhadap 41 responden,
faktor-faktor pembiayaan yang memengaruhi permintaan pembiayaan (kredit)
adalah faktor pelayanan yang mencakup aspek kecepatan proses (7.32%),
pelayanan pegawai (19.51%), selera konsumen berupa persyaratan yang mudah
(17.07%) serta faktor keyakinan/ menjalankan syariat Islam (56.10%). Sedangkan
faktor yang paling dominan memengaruhi permintaan pembiayaan (kredit) pada
PT Bank BRI Syariah Pekanbaru adalah faktor keyakinan/ menjalankan Syariat
Islam (50.10%).
Pada penelitian Purnamasari (2011) mengenai analisis efektivitas dan
faktor-faktor yang memengaruhi pembiayaan UMKM pada lembaga Kospin Jasa
Syariah Pekalongan, metode yang digunakan adalah metode analisis path untuk
menganalisis pola hubungan antar variabel yang berpengaruh langsung maupun
tidak langsung. Hasil kesimpulannya adalah faktor-faktor yang memengaruhi

13
pengambilan pembiayaan UMKM pada Kospin Jasa Syariah Pekalongan secara
signifikan dipengaruhi oleh biaya administrasi dan tingkat pendidikan. Pada
model pendapatan setelah pembiayaan, faktor yang memengaruhi pendapatan
UMKM setelah pembiayaan pada Kospin Jasa Syariah Pekalongan secara
signifikan dipengaruhi pengambilan pembiayaan yang diajukan, keuntungan
usaha dan pengeluaran rumah tangga perbulan. Efektivitas pembiayaan pada
Kospin Jasa Syariah Pekalongan dikatagorikan efektif dan pencapaian tujuan
pembiayaan sudah tercapai.
Penelitian yang dilakukan oleh Sylviana (2012) yang berjudul analisis
efektivitas pembiayaan syariah di sektor perdagangan dan analisis faktor
permintaan pembiayaan pada BMT Ibadurrahman Bogor. Metode analisis data
yang digunakan adalah dengan metode analisis jalur (path analysis). Hasil
kesimpulan menunjukkan faktor yang memengaruhi permintaan pembiayaan
sektor perdagangan secara signifikan secara langsung dipengaruhi oleh biaya
administrasi, margin pembiayaan, pendapatan usaha, keuntungan usaha sebelum
pembiayaan, lama anggota, tingkat pendidikan dan agunan. Berdasarkan variabel
tersebut, yang paling besar memengaruhi besarnya pembiayaan adalah biaya
administrasi sebesar 0.61%. Sedangkan Variabel berpengaruh signifikan terhadap
pendapatan setelah pembiayaan adalah permintaan pembiayaan yang diajukan
pelaku usaha sebesar 0.75%. Efektivitas pembiayaan yang dilihat melalui analisis
deskriptif pada BMT Ibadurrahman berdasarkan penilaian responden di lapangan
tergolong efektif.
Penelitian Sarah (2013) yang berjudul analisis efektivitas pembiayaan bagi
sektor pertanian pada BMT Ibadurrahman Bogor menjelaskan bahwa efektivitas
pembiayaan syariah pada sektor pertanian dinilai secara langsung berdasarkan
presepsi nasabah. Analisis data yang digunakan adalah menggunakan analisis
deskriptif. Data yang terkumpul diolah menggunakan skala likert. Peneliti
menggunakan 30 orang sebagai sampel untuk mewakili keragaman populasi
nasabah sektor pertanian pada BMT Ibadurrahman dan 20 orang sebagi sampel
non nasabah petani. Hasil penelitiannya adalah BMT Ibadurrahman secara umum
efektif berperan dalam membantu menyediakan permodalan usaha, meningkatkan
motivasi berusaha dan kesejahteraan nasabah.
Kerangka Pemikiran
Pembiayaan bagi hasil berdasarkan syariah bertujuan untuk membantu
usaha kecil, menciptakan ekonomi, membuka peluang usaha terutama pada
golongan menengah kebawah yang diarahkan pada usaha produktif menuju
kemandirian usaha dan sebagai salah satu cara dalam penanggulangan
kemiskinan. Penyelesaian masalah dalam permodalan UMKM dapat di bantu
dengan mitra bersama lembaga keuangan yang sangat diperlukan untuk mengatasi
persoalan dan risiko dalam menjalani usahanya. Solusi UMKM dalam mengatasi
persoalan usaha adalah mengandalkan lembaga keuangan mikro non formal
berbasis syariah, yaitu BMT. BMT adalah sebagai lembaga keuangan mikro
berprinsip syariah berbasis koperasi yang menyediakan permodalan bagi
masyarakat yang memiliki usaha mikro kecil dan membutuhkan permodalan
untuk pengembangan usaha dan kualitas usahanya.

14
Sistem pembiayaan yang sangat potensial untuk keberlangsungan
perkembangan UMKM adalah menggunakan pembiayaan Mudharabah.
Monitoring UMKM oleh BMT dengan pembiayaan Mudharabah juga sangat
diperlukan untuk pengawasan kegiatan usaha yang dilakukan. Pentingnya
mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi permintaan pembiayaan
Mudharabah dapat meningkatkan kinerja suatu BMT yang sesuai dengan konsep
syariah (ekonomi Islam) yang nantinya akan berdampak positif terhadap
perkembangan dan tingkat pendapatan usaha bagi anggota dan BMT.
Data yang diperoleh melalui alat bantu kuesioner dianalisis secara deskriptif
untuk melihat efektivitas penggunaan pembiayaan Mudharabah pada BMT bagi
UMKM. Selanjutnya untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
permintaan pembiayaan Mudharabah digunakan alat analisis Jalur (Path
Analysis). Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

15
Potensi UMKM terhadap
perekonomian

Keterbatasan UMKM terhadap
permodalan : BMT sebagai alternatif
LKMS untuk menjangkau UMKM

Faktor yang
memengaruhi permintaan
pembiayaanMudharaba:
- Pendapatan usaha
- Margin pembiayaan
- Besaran agunan
- Lama anggota
- Jangka waktu
- Tingkat pendidikan

Peranan BMTuntuk
membantu modal
usaha produktif :
Potensi pembiayaan
dengan sistem bagi
hasil (Mudharabah)
bagi UMKM

Analisis efektivitas pembiayaan
Mudharabah pada BMT X
- Prosedur pembiayaan
- Pendapatan dan keuntungan
UMKM setelah pembiayaan
Mudharabah

Saran dan rekomendasi dalam
pengambilan kebijakan terkait
pembiayaan Mudharabah pada
BMT X
Gambar 3 Kerangka Pikir

Faktor yang memengaruhi
Pendapatan UMKM setelah
pembiayaan Mudharabah :
- Permintaan Pembiayaan
Mudharabah yang diajukan
pada BMT
- Margin pembiayaan
Mudharabah

16
METODE PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder yang bersifat
kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner
dan wawancara langsung kepada pelaku UMKM/Anggota yang mendapat
pembiayaan Mudharabah dari BMT X Jakarta. Data sekunder diperlukan untuk
melengkapi data primer dalam penelitian ini, yaitu diperoleh melalui dokumen
dan laporan dari Baitul Maal wat Tamwil X. Selain itu, data sekunder diperoleh
dari Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Bank Indonesia, Biro
Pusat Statistik, buku, jurnal, thesis, skripsi yang terkait serta sumber lainnya yang
dapat membantu ketersedian data.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada BMT X Jakarta, yaitu BMT X . Penentuan
lokasi dilakukan secara purposive (sengaja) dengan mempertimbangkan BMT X
sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) yang telah lama berdiri
sehingga memiliki banyak anggota dan memiliki aset yang cukup besar. Selain
itu, BMT X Jakarta sebagai salah satu LKMS yang bergerak dibidang pembiayaan
dan memberikan penawaran pembiayaan sistem bagi hasil kepada nasabahnya.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga Mei 2014.
Metode Pengambilan Sampel
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode studi kasus
(case study) kepada para anggota/ pelaku UMKM yang menjadi responden
melalui kuesioner dan wawancara serta studi literatur terkait. Sampel penentuan
responden yang dipilih menggunakan teknik pengambilan sampel purposive
sampling. Purposive sampling yaitu suatu metode pengambilan sampel dengan
mengambil responden tertentu menjadi sampel penelitian yang didasarkan pada
kriteria yang ditentukan oleh peneliti. Sampel yang dipilih dalam penelitian ini
berjumlah 117 Anggota BMT X Jakarta (pelaku UMKM) yang mendapatkan
pembiayaan Mudharabah dari BMT X Jakarta selama periode 2013-2104.
Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif dan analisis jalur (Path Anlaysis) dengan menggunakan software Lisrel
8.3 dan menggunakan Microsoft Excel 2013 untuk tabulasi data.
Analisis Deskriptif
Tujuan analisis deskriptif untuk membuat gambaran secara sitematis data
yang akurat mengenai fakta-fakta serta hubungan antar fenomena yang diselidiki
atau diteliti (Riduwan 2009). Analisis deskriptif juga digunakan untuk
menjelaskan hasil kuesioner. Analisis data deskriptif menggunakan pengumpulan
data melalui fakta-fakta yang ada di lapangan dari hasil wawancara dengan pelaku

17
UMKM. Data kualitatif yang didapat melalui kuesioner penelitian ini akan diukur
berdasarkan skala Likert. Hal ini dikarenakan skala Likert dapat mengukur sikap,
pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok sosial.
Skala Likert
Data dari kuesioner akan disajikan dalam bentuk yang dikelompokkan
berdasarkan jawaban yang sama. Penentukan skoring terhadap data agar dapat
dikelompokkan kedalam beberapa kategori jawaban. Cara penentuan skor setiap
kategori adalah :
Rentang Skala digunakan untuk memberikan intrepretasi terhadap penilaian
konsumen. Adapun rumus rentang skala (Mega 2013) :
RS =
Keterangan: m = skor maksimum
n = skor minimum
b = banyaknya kelas yang terbentuk
Besarnya interval (range) untuk tingkat efektifitas tiap kategori adalah :
RS =
=
=

= 78

Dengan demikian, rentang skala berdasarkan tingkat efektivitas tiap
variabel yaitu :
117 - 195 = Tidak efektif
196 - 274 = Cukup efektif
275 - 353 = Efektif
Adapun nilai skor maksimum total untuk variabel yang diteliti adalah
sebagai berikut :
m = nilai tertinggi x jumlah responden x jumlah variabel tiap aspek
m = 3 x 117 x 4 = 1404
Sedangkan skor minimum total untuk variabel yang diteliti adalah:
n = nilai terendah x jumlah responden x jumlah variabel tiap aspek
n = 1 x 117 x 4 = 468
Maka, didapatkan besarnya interval untuk total tingkat efektivitas adalah:
RS =

=
= 312
Setelah interval diketahui maka dapat ditentukan rentang skala
berdasarkan tingkat efektivitas untuk efektivitas secara keseluruhan responden
dan variabel, yaitu:
468 – 780 = Tidak efektif
781 – 1249 = Cukup efektif
1250 – 1718 = Efektif

18
Setelah data diolah dan didapat skor untuk penilaian tersebut, maka data
dapat di intrepretasikan dengan penilaian tidak efektif, cukup efektif dan efektif.
Dari penilaian tersebut akan diberikan solusi dan alternatif untuk BMT tersebut.
Path Analysis
Metode Path Analysis disebut juga metode analisis jalur digunakan untuk
menguji hubungan sebab akibat antar variabel yang terdapat variabel independen
(eksogen) dan variabel dependen (endogen). Melalui analisis jalur ini, dapat
diketahui seberapa besar pengaruh kausal langsung, kausal tidak langsung, kausal
total maupun simultan seperangkat variabel eksogen terhadap variabel endogen
(Sugiyono 2011). Penelitian dengan metode path analysis berfungsi untuk
mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung variabel penyebab terhadap
variabel akibat yang dapat di observasi secara langsung (Kusnendi 2008).
Menurut Setyo (2008), beberapa penelitian terutama penelitian bidang ekonomi
banyak ditemui semua variabel penelitian yang teramati dan tidak terdapat
variabel laten, maka model ini disebut Path analysis. Menurut Byrne (2001),
rekomendasi jumlah sampel yang harus dipenuhi pada metode analisis jalur
adalah 100.
Penggunaan model path analysis dalam penelitian ini adalah untuk
mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi permintaan pembiayaan Mudharabah
bagi UMKM pada BMT :
a. Faktor-faktor yang memengaruhi permintaan pembiayaan Mudharabah
PP = ρy1 PU + ρy2 LA + ρy3 JA + ρy4 MP + ρy5TP + ρy6 AA + Ɛi
Keterangan :
PP
= permintaan pembiayaan Mudharabah yang diajukan anggota (rupiah)
PU
= pendapatan usaha anggota perhari sebelum pembiayaan (rupiah)
LA
= Lama menjadi anggota BMT (hari)
JA
= Jangka waktu angsuran (hari)
MP
= Tambahan/ Margin pembiayaan (rupiah)
TP
= dummy tingkat pendidikan anggota
Bernilai 1 jika tingkat pendidikan tergolong tinggi ( ≥ SMA) dan
Bernilai 0 jika tingkat pendidikan tergolong rendah (< SMA)
AA
= Besaran agunan (rupiah)
Pik
= koefisien jalur path (path coefficient) untuk setiap variabel eksogen k
Ɛi
= error ke-i
b. Pengaruh pembiayaan Mudharabah terhadap tingkat pendapatan UMKM
Anggota BMT
PS = ρy1 PP + ρy2 MP + Ɛi
Keterangan :
PS
= besar pendapatan umkm anggota perhari setelah pembiayaan (rupiah)
PP
= permintaan pembiayaan Mudharabah yang diajukan anggota (rupiah)
MP
= Tambahan/ Margin pembiayaan (rupiah)
Pik
= koefisien jalur path untuk setiap variabel eksogen k
Ɛi
= eror ke-i

19
Uji Kelayakan Model (Goodness of Fit)
Uji kecocokan pada model ini digunakan untuk mengevaluasi secara
umum derajat kecocokan atau Goodness Of Fit (GOF) antara data dengan model.
Pada uji kecocokan, ukuran kecocokan yang mengaitkan GOF diperlukan untuk
mencapai kecocokan suatu model.Jika goodness of fit yang dihasilkan suatu model
itu baik (good fit), maka model tersebut dapat diterima dan sebaliknya (Latan
2012). Jika goodness of fit yang dihasilkan pada model ini buruk (close fit), maka
model ditolak dan tidak cocok dengan data.
Ukuran ini ditujukan untuk mendiagnosa apakah kecocokan model telah
dicapai melalui “over fitting” data