Kajian Model Arrhenius Laju Respirasi Dan Teknik Pengemasan Brokoli (Brassica Oleracea L. Var Italica) Terolah Minimal

KAJIAN MODEL ARRHENIUS LAJU RESPIRASI DAN
TEKNIK PENGEMASAN BROKOLI (Brassica oleracea L. var
Italica) TEROLAH MINIMAL

NURUL IMAMAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

RINGKASAN
NURUL IMAMAH. Kajian Model Arrhenius Laju Respirasi dan Teknik
Pengemasan Brokoli (Brassica oleracea L. var Italica) Terolah Minimal.
Dibimbing oleh ROKHANI HASBULLAH dan LILIK PUJANTORO EN.
Brokoli terolah minimal bersifat mudah rusak (perishable) sehingga perlu
penanganan yang tepat untuk memperpanjang umur simpannya. Pengemasan dan
penyimpanan suhu rendah dapat dijadikan pilihan untuk memperpanjang umur
simpan. Kemasan plastik menyebabkan perubahan kondisi udara lingkungan atau
modifikasi atmosfer. Konsentrasi CO2 akan meningkat dan O2 menurun akibat
interaksi dari respirasi komoditi yang dikemas dan permeabilitas bahan kemasan

terhadap kedua gas tersebut. Suhu rendah dapat mengendalikan pertumbuhan
bakteri dan jamur serta memperlambat metabolisme komoditi yang dikemas.
Tujuan penelitian ini adalah 1) mengkaji pengaruh suhu terhadap laju
respirasi dan menganalisis hubungan laju respirasi dengan suhu penyimpanan
berdasarkan model Arrhenius, 2) menganalisis perubahan parameter mutu produk
selama penyimpanan, 3) menentukan jenis kemasan dan suhu penyimpanan yang
sesuai untuk mengurangi penurunan mutu brokoli terolah minimal.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari – Juli 2015 di Lab. Teknik
Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) dan Lab. Pascapanen dan
Biomassa, IPB. Pengukuran laju respirasi dilakukan pada suhu penyimpanan 0 oC,
5 oC, 10 oC, 15 oC dan 27 oC. Kemasan yang digunakan stretch film, white stretch
film, dan LDPE yang disimpan pada suhu terpilih (5 oC dan 10 oC). Rancangan
percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap satu faktor untuk
menganalisis laju respirasi dan dua faktor untuk pengaruh kemasan dan suhu
penyimpanan. Selanjutnya pengaruh perlakuan dilakukan uji lanjut dengan
menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT).
Laju respirasi pada suhu 0 oC sebesar 21.93 ml/kg.jam dan 22.93 ml/kg.jam
berturut-turut untuk O2 dan CO2. Sementara pada suhu yang lebih tinggi (27 oC),
berkisar antara 190.99 ml/kg.jam untuk O2 serta 198.17 ml/kg.jam untuk CO2. Hal
tersebut membuktikan bahwa laju respirasi dipengaruhi oleh suhu penyimpanan,

dimana suhu rendah secara signifikan dapat menurunkan nilai laju respirasi.
Model Arrhenius dapat menggambarkan hubungan laju respirasi terhadap suhu
dengan nilai R2= 0.9530 untuk O2 dan R2= 0.9467 untuk CO2. Perlakuan suhu
penyimpanan berpengaruh nyata terhadap kadar vitamin C dan susut bobot
brokoli terolah minimal. Suhu 5 oC dapat mempertahankan kadar vitamin C dan
susut bobot terkecil selama penyimpanan dibandingkan suhu 10 oC. Perlakuan
kemasan berpengaruh nyata terhadap susut bobot dan kadar air. Kemasan plastik
memiliki kemampuan mempertahankan kadar air dengan menekan proses
transpirasi dan respirasi sehingga susut bobot dapat ditekan. Suhu dan kemasan
yang sesuai untuk brokoli terolah minimal adalah yang dapat menekan laju
respirasi, mempertahankan kadar air, menghasilkan susut bobot minimal,
mempertahankan kadar vitamin C dan klorofil, serta tidak terjadi pengembunan
pada permukaan plastik. Suhu dan kemasan yang mendekati kemampuan tersebut
adalah kemasan stretch film yang disimpan pada suhu 5 oC.
Kata kunci: brokoli terolah minimal, laju respirasi, kemasan plastik, suhu penyimpanan .

SUMMARY
NURUL IMAMAH. Study of Respiration Rate Arrhenius Model and Packaging
Method on Minimally Processed Broccoli (Brassica oleracea L. var Italica).
Supervised by ROKHANI HASBULLAH and LILIK PUJANTORO EN.

Minimally processed broccoli is perishable product, that need proper
treatment to extend shelf life time. Packaging and low temperature storage can be
used to extend the shelf life. Plastic pack can trigger the atmosphere modification
which change the surrounded air condition. Carbon dioxide (CO2) concentration
increased and oxygen (O2) decreased due to the interaction of packed commodity
respiration and the permeability of packaging materials on both the gas. Low
temperature can control the bacterial and fungus growth and slow down the
metabolism process of packed commodity.
The aim of this research are: 1) to assess the effect of temperature on
respiration rate and to describe its correlation based on model of Arrhenius, (2)
to analyze the changes of quality parameter of minimally processed broccoli
during storage, and (3) to determine the appropriate type of package and storage
temperature to reduce the quality deterioration of minimally processed broccoli
during storage.
This research was conducted in January – July 2015 in Laboratory of
Food and Agricultural Products Processing Engineering (TPPHP), Department
of Mechanical and Biosystem Engineering, IPB. Measurement respiration rate of
minimally processed broccoli conducted at 0 oC, 5 oC, 10 oC, 15 oC, and 27 oC.
The type of packaging that is used in this research (stretch film, white stretch film,
and LDPE) is stored at the selected temperature 5 °C and 10 °C. The

experimental design used was completely randomized design of the factors to
analyze the rate of respiration and the two factors to influence the packaging and
storage temperature. Furthermore, the effect of treatment was tested using
Duncan Multiple Range Test (DMRT).
The results showed that respiration rate was affected by storage
temperature, that the lower the temperature has the lowest rate of respiration.
Models Arrhenius can describe correlation between respiration rate and
temperature with R2= 0.9530 for O2 and R2= 0.9467 for CO2 . Storage
temperature treatment gives significant influence to the vitamin C content and
minimum weight loss of minimally processed broccoli. Storage temperature 5oC
can keep the vitamin C content and produce the minimum weight loss until the end
of storage. Weight loss and water content were significantly affected by the
packaging treatment. Plastic packaging can keep the water content by pressing
the transpiration and respiration process which can minimize the weight loss. The
appropriate temperature and package for minimally processed broccoli is stretch
film packaging which store at 5oC. Because that treatment can minimize the
respiration rate, keep the water, vitamin C, and chlorophyll content, produce the
minimum weight loss, and there was no condensation in the plastic surface.
Keywords: minimally processed broccoli, respiration rate, plastic packaging, storage temperature


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

RINGKASAN

ii

SUMMARY

iii


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
2

TINJAUAN PUSTAKA
Brokoli
Penanganan Pascapanen
Teknologi Pengolahan Minimal (Minimally Processing)
Kemasan Plastik
Pengaruh Suhu

2
2

4
5
6
7

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur Penelitian
Prosedur Analisis Data
Rancangan Percobaan

8
8
8
8
8
15
16


HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Suhu Terhadap Laju Respirasi Brokoli Terolah Minimal
Model Arrhenius Laju Respirasi Brokoli Terolah Minimal
Pengaruh Plastik Kemasan dan Suhu Penyimpanan Terhadap Komposisi
Gas dan Mutu Brokoli Terolah Minimal

18
18
21

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

32
32
33

DAFTAR PUSTAKA


33

LAMPIRAN

37

RIWAYAT HIDUP

43

23

DAFTAR TABEL
1 Nilai nutrisi brokoli per 100 gram .................................................................. 3
2 Nilai permeabilitas beberapa film plastik pada suhu 25 oC............................ 6
3 Laju respirasi dan nilai Respiratory Quotient (RQ) pada berbagai suhu
penyimpanan ................................................................................................ 20
4 Nilai ln R1, ln R2, dan 1/T untuk berbagai suhu penyimpanan .................... 21
5 Nilai Eai, Roi, dan R2 untuk O2 dan CO2 ...................................................... 22


DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir tahapan penelitian ..................................................................... 9
2 Diagram alir pengolahan minimal brokoli ................................................... 10
3 Diagram alir tahap 1: Pengukuran laju respirasi brokoli terolah
minimal ........................................................................................................ 11
4 Diagram alir pembuatan model Arrhenius laju respirasi .............................. 12
5 Pengemasan brokoli terolah minimal ........................................................... 14
6 Diagram alir tahap 2: Pengemasan brokoli terolah minimal ........................ 14
7 Pengukuran konsetrasi gas dalam kemasan.................................................. 15
8 Laju respirasi (konsumsi O2) pada berbagai suhu penyimpanan ................. 18
9 Laju respirasi (produksi CO2) pada berbagai suhu penyimpanan ................ 19
10 Hubungan ln R dengan 1/T ....................................................................... 21
11 Perubahan nilai laju respirasi (O2 dan CO2) prediksi dan observasi
terhadap berbagai suhu penyimpana ............................................................ 22
12 Perubahan konsentrasi O2 dan CO2 pada berbagai kemasan selama
penyimpanan suhu 5 oC ............................................................................... 23
13 Perubahan konsentrasi O2 dan CO2 pada berbagai kemasan selama
penyimpanan suhu 10 oC ............................................................................. 24
14 Perubahan kadar klorofil brokoli terolah minimal pada suhu 5oC ............. 25

15 Perubahan kadar klorofil brokoli terolah minimal pada suhu 10oC ........... 25
16 Perubahan susut bobot brokoli terolah minimal (suhu 5 oC dan 10 oC) ..... 27
17 Perubahan kadar air brokoli terolah minimal pada suhu 5 oC .................... 28
18 Perubahan kadar air brokoli terolah minimal pada suhu 10 oC .................. 28
19 Perubahan Vitamin C brokoli terolah minimal pada suhu 5 oC .................. 30
20 Perubahan Vitamin C brokoli terolah minimal pada suhu 10 oC ................ 30
21 Pengemasan brokoli terolah minimal menggunakan plastik: a)WSF,
b)LDPE, dan c) Strech film .......................................................................... 31

DAFTAR LAMPIRAN
1 Rendemen brokoli terolah minimal .............................................................. 37
2 Koefisien permeabilitas film kemasan (ml.mm/m2.hr.atm) ........................ 37
3 Analisis sidik ragam pengaruh suhu penyimpanan pada laju respirasi
brokoli terolah minimal. .............................................................................. 37
4 Laju konsumsi O2 dan uji beda Duncan ....................................................... 38
5 Laju produksi CO2 dan uji beda Duncan ...................................................... 38
6 Nilai Respiratory Quotient (RQ) pada setiap suhu penyimpanan ................ 39

7 Analisis sidik ragam pengaruh plastik kemasan dan suhu penyimpanan
pada mutu brokoli terolah minimal .............................................................. 39
8 Rerata parameter mutu pada berbagai kemasan dan uji beda Duncan ......... 39
9 Proses pengolahan minimal sayuran dalam ISO22000 & HACCP .............. 40
10 Dokumentasi perubahan brokoli terolah minimal selama
penyimpanan (suhu 5 oC) ............................................................................. 41
11 Dokumentasi perubahan brokoli terolah minimal selama
penyimpanan (suhu 10 oC) ........................................................................... 42

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Brokoli (Brassica oleracea L. var Italica) merupakan salah satu jenis
sayuran yang mengandung banyak nutrisi seperti vitamin A, C dan E, kalsium, zat
besi, zat flavanoid sebagai antioksidan, serta zat glucosinolate (Koh et al. 2009).
Bunga brokoli digunakan untuk mempercepat penyembuhan, mencegah dan
menghambat perkembangan sel kanker karena adanya senyawa sulforafan,
karotenoid (β karoten) dan indol (Dalimartha 2000). Sebagai makanan brokoli
biasanya direbus, dikukus atau dapat pula dimakan mentah.
Studi ilmiah menunjukkan bahwa salah satu saran pedoman diet untuk
hidup sehat dan mencegah pertumbuhan kanker, penyakit jantung dan diabetes
adalah meningkatkan konsumsi makanan nabati seperti sayuran yang mewakili
sumber dari phytochemical bioaktif (Rao dan Rao 2007). Namun disisi lain,
peningkatan rutinitas dan aktivitas kerja masyarakat menyebabkan waktu yang
tersisa untuk menyiapkan makanan segar khususnya sayuran semakin sedikit. Hal
tersebut menyebabkan permintaan terhadap sayuran segar yang praktis dan siap
saji (ready to use and ready to consume) semakin meningkat. Untuk memenuhi
kebutuhan sayuran siap saji perlu dilakukan pengolahan minimal (minimally
processed).
Menurut riset pasar yang dilakukan oleh ACNielsen Global Services di 66
Negara yang mewakili 75% konsumen di dunia, permintaan global untuk
makanan siap saji yang diantaranya merupakan sayuran terolah minimal,
meningkat sebesar 4% pada tahun 2005-2006. Selama periode yang sama,
pertumbuhan penjualan dari sayuran siap saji meningkat sebesar 10% (Silva et al.
2012). Melalui minimally processed ini diharapkan menjadi upaya diversifikasi
produk sehingga masih dapat dikonsumsi dalam kondisi segar.
Produk minimally processed, bila dilihat secara biologis maupun fisiologis
masih tetap aktif bahkan semakin aktif dibandingkan produk awalnya. Menurut
Varzakas et al. (2008), kerusakan jaringan tanaman akibat proses pemotongan
menyebabkan gangguan sel, induksi dan akselerasi kerusakan oleh aktivitas enzim,
akumulasi zat fenolik, peningkatan sintesa etilen, peningkatan respirasi dan
peningkatan reaksi biokimia lain yang berdampak pada perubahan warna, rasa dan
kehilangan vitamin C. Perubahan-perubahan fisikokimia tersebut menyebabkan
umur simpan produk terolah minimal lebih singkat dibanding bahan bakunya.
Pemakaian kemasan plastik dan penyimpanan pada suhu rendah, menjadi
solusi yang dapat dipilih untuk mempertahankan mutu produk terolah minimal
(Johansyah et al. 2014; Arianto et al. 2013; Mareta et al. 2011). Kemasan plastik
dapat menyebabkan adanya perubahan kondisi udara lingkungan atau modifikasi
atmosfer. Konsentrasi CO2 akan meningkat dan O2 menurun akibat interaksi dari
respirasi komoditi yang dikemas dan permeabilitas bahan kemasan terhadap kedua
gas tersebut. Penggunaaan film plastik sebagai bahan kemasan sayuran yang mudah
rusak, akan dapat memperpanjang daya simpannya, menghambat penurunan susut
bobot, meningkatkan citra produk, menghindari kerusakan saat pengangkutan, dan
sebagai alat promosi (BPPHP 2002).

2
Metode pengemasan di iklim tropis seperti Indonesia harus dikombinasikan
dengan penyimpanan dingin. Hal ini disebabkan kerusakan akan berlangsung
lebih cepat karena penimbunan panas dan CO2. Suhu rendah mempunyai
pengaruh besar terhadap atmosfer di dalam kemasan. Suhu rendah dapat
mengendalikan pertumbuhan bakteri dan jamur dan memperlambat metabolisme
komoditi yang dikemas. Menurut Kirwan dan Strawbridge (2011), dengan
menyimpan produk pada suhu rendah akan mengurangi laju pertumbuhan
mikrobiologi dan perubahan kimia pada produk.
Berdasarkan latar belakang diatas, untuk mengetahui kondisi optimum yang
diperlukan dalam penyimpanan brokoli terolah minimal sehingga dapat
mempertahankan mutu dan meningkatkan daya simpannya, maka perlu dilakukan
penelitian tentang ‗Kajian Model Arrhenius Laju Respirasi dan Teknik
Pengemasan Brokoli (Brasssica oleracea L. var Italica) Terolah Minimal‘.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis laju respirasi dan
teknik pengemasan pada brokoli terolah minimal, sedangkan tujuan khusus dari
penelitian ini, yaitu: (1) mengkaji pengaruh suhu terhadap laju respirasi dan
menganalisis hubungan laju respirasi dengan suhu penyimpanan berdasarkan
model Arrhenius; (2) menganalisis perubahan parameter mutu produk brokoli
terolah minimal selama penyimpanan; (3) menentukan jenis kemasan dan suhu
penyimpanan yang sesuai untuk mengurangi penurunan mutu brokoli terolah
minimal selama penyimpanan.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan metode
alternatif dalam memprediksi laju respirasi brokoli terolah minimal pada berbagai
suhu penyimpanan yang selanjutnya dapat digunakan untuk merancang sebuah
pengemasan. Manfaat lainnya yaitu dapat memberikan suatu paket teknologi
dalam penanganan pascapanen brokoli terolah minimal untuk mempertahankan
mutu dan kesegarannya selama penyimpanan dengan teknik pengemasan dan suhu
yang tepat.

TINJAUAN PUSTAKA
Brokoli
Brokoli merupakan sayuran subtropik yang termasuk dalam golongan
tanaman kubis-kubisan dan sering dikenal dengan nama kubis bunga hijau.
Sayuran ini mengandung sedikit lemak jenuh dan sangat sedikit kolesterol yaitu
kurang dari 1 gram per kg. Pemanenan brokoli dilakukan pada saat bunga
mencapai ukuran maksimal dan telah padat (kompak), tetapi kuncup bunganya
belum mekar. Umur panen adalah 47-67 hari setelah tanam. Waktu panen yang
paling tepat adalah pagi dan sore hari, dengan cara memotong tangkai bunga
bersama sebagian batang dan daun-daunnya sepanjang 25 cm dengan
menggunakan pisau. Untuk pemasaran jarak jauh sebaiknya disertakan enam helai

daun, sedangkan untuk tujuan pemasaran dekat, hanya disertakan 3-4 helai daun,
dan ujung-ujung daunnya dipotong. Brokoli mempunyai tingkat taksonomi
sebagai berikut:
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Dycotyledonae
Famili
: Cruciferae
Genus
: Brassica
Spesies
: Brassica oleracea L. var Italica
Adapun nutrisi yang terdapat pada brokoli ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Nilai nutrisi brokoli per 100 gram
Komposisi
Nilai Kandungan
Air (g)
90.69
Energi (kcal)
28
Protein (g)
2.98
Lemak (g)
0.35
Karbohidrat (g)
5.24
Kalsium (mg)
48
Fosfor (mg)
66
Besi (mg)
0.88
Sodium (mg)
27
Potasium (mg)
325
Magnesium (mg)
25
Vitamin A (IU)
3000
Thiamin (mg)
0.065
Riboflavin mg)
0.119
Niasin (mg)
0.638
Vitamin C (mg)
93.2
Sumber: Agricultural Research Service No. 11740,
USDA (2014)

Menurut Susila et al. (2006) pengelompokkan (grading) brokoli dilihat dari
ukuran bunganya, yaitu:
- Grade 1 : diameter bunga 30 cm
- Grade 2 : diameter bunga 25-30 cm
- Grade 3 : diameter bunga 20-25 cm
- Grade 4 : diameter bunga 15-20 cm
Brokoli merupakan komoditi yang mudah rusak (perishable) karena
memiliki kandungan air yang tinggi (90%), dan kelas laju respirasi yang sangat
tinggi. Oleh karena itu setelah dipanen brokoli harus segera ditangani dengan baik
dengan melakukan pra pendinginan untuk menurunkan laju respirasi dan
mencegah terjadinya pelayuan dan pembusukan. Pra pendinginan dapat dilakukan
dengan cara hydrocooling atau dengan menggunakan es, jika kondisinya baik dan
sirkulasi udara pada ruang penyimpanan sesuai maka brokoli dapat bertahan 1014 hari pada suhu 0 oC (Hasbullah et al. 1995).
Brokoli memiliki umur simpan yang pendek yaitu 1-2 hari pada kondisi
suhu 20 oC, RH 60–70 %; 2-6 hari pada kondisi suhu 4 oC, RH 80–90 %; 1–2
minggu pada kondisi suhu 0 oC, RH 90–95 % dan dikemas dalam kotak

4
polystyrene yang diberi es. Kondisi paparan suhu 25 oC dan RH 96 %
menyebabkan kehilangan berat (weight loss) brokoli setelah panen semakin
meningkat sampai mencapai 7 % selama penyimpanan sekitar 3 hari, sementara
kandungan klorofilnya menurun yaitu sampai 30 % (Tan et al. 2007).
Penanganan Pascapanen
Penanganan pascapanen bertujuan untuk mengurangi proses terjadinya
respirasi dan transpirasi. Dengan terhambatnya kedua proses tersebut, maka
proses biologis (reaksi enzimatis/biokimia) yang terjadi didalam produk
hortikultura juga ikut terhambat. Hal tersebut menjadikan hasil panen dapat tahan
disimpan jangka panjang tanpa mengalami kerusakan terlalu banyak dan dapat
dipasarkan dalam kondisi baik. Penanganan pascapanen bahan makanan dan hasil
panen lainnya di Indonesia belum mencapai taraf yang diinginkan. Setiap tahun
masih terlalu banyak bahan makanan hasil panen yang terbuang karena rusak
dalam penyimpanan atau tercecer ketika diangkut. Kementan (2013)
mengungkapkan bahwa di Indonesia, hortikultura yang tidak dapat dimanfaatkan
diistilahkan sebagai ―kehilangan‖ (losses) mencapai 40-60%. Nilai ini sangat
besar bila dibandingkan dengan negara-negara maju.
Sayuran merupakan bahan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak
(perishable). Karakteristik penting produk pascapanen hortikultura adalah bahan
tersebut masih hidup dan masih melanjutkan fungsi metabolisme. Aktivitas
metabolismenya dicirikan dengan adanya proses respirasi dan transpirasi (Hasbullah
2008). Respirasi adalah pemecahan bahan-bahan organik yang dikandung oleh
produk hortikultura (karbohidrat, protein, lemak) menjadi bahan-bahan yang lebih
sederhana dengan melepaskan energi (panas), dimana dalam prosesnya digunakan
O2 dan dilepaskan CO2. Kerusakan produk pascapanen umumnya proporsional
mengikuti laju respirasi. Semakin tinggi laju respirasi, biasanya disertai dengan umur
simpan yang pendek. Laju respirasi produk hortikultura selain dipengaruhi oleh suhu
dan kelembaban juga dipengaruhi oleh komposisi gas terutama O 2 dan CO2 di sekitar
produk (Hasbullah 2008).
Laju respirasi buah dan sayuran dipengaruhi oleh faktor luar dan faktor
dalam. Faktor dalam yang mempengaruhi respirasi adalah tingkat perkembangan
organ tanaman, ukuran produk, lapisan alamiah dan jenis jaringan. Faktor luar
yang mempengaruhi adalah suhu, konsentrasi gas O2 dan CO2 yang tersedia, zatzat pengatur tumbuh dan kerusakan yang ada pada buah dan sayuran.
Transpirasi adalah pengeluaran air dari dalam jaringan produk nabati; laju
transpirasi dipengaruhi oleh faktor internal (morfologis/anatomi, rasio permukaan
terhadap volume, kerusakan fisik, umur panen) dan faktor eksternal (suhu, RH,
pergerakan udara dan tekanan atmosfir). Transpirasi yang berlebihan menyebabkan
produk mengalami pengurangan berat, daya tarik (karena layu), nilai tekstur dan nilai
gizi. Besarnya laju transpirasi brokoli dipengaruhi oleh kelembaban ruang
penyimpanan. Pada tingkat kelembaban 96 %, laju transpirasi dan kesegaran brokoli
dapat ditekan sampai kurun waktu 12 hari yang secara rata-rata penurunan
kesegarannya 0.34% per hari dibandingkan dengan pada kelembaban 88 %, 76 % dan
kontrol yang masing-masing laju transpirasinya 0.48 %, 0.5 % dan 6.04 % per hari
(Hasbullah et al. 1995).

Teknologi Pengolahan Minimal (Minimally Processing)
Teknologi pengolahan minimal merupakan penanganan pada produk
hortikultura dengan membuang bagian yang tidak dapat dikonsumsi dan
memperkecil ukuran produk sehingga menjadi produk yang siap dikonsumsi atau
diolah lebih lanjut. Cantwell (2002) mengemukakan bahwa kegiatan pada
pengolahan minimal meliputi pembersihan, pengupasan, pencucian, pemotongan,
dan pengirisan. Buah dan sayuran segar terolah minimal lebih menawarkan
jaminan mutu dibandingkan dengan sayuran segar dengan kondisi utuh, karena
pada sayuran segar terolah minimal konsumen dapat secara langsung melihat
kondisi bagian dalam. Namun produk terolah miniml ini memiliki resiko
kerusakan lebih besar dengan waktu yang lebih cepat dibanding dengan
komoditas yang tidak diolah.
Produk sayuran dan buah-buahan terolah minimal termasuk dalam kategori
makanan yang berkembang pesat saat ini. Ketersediaan akan produk terolah
minimal menjadi sangat penting bagi industri makanan seperti restoran, jasa
katering, dan rumah tangga modern. Langkah-langkah proses pengolahan minimal
telah dibuat dalam ISO22000 (Arvanitoyannis et al. 2006) untuk sayuran terolah
minimal (Lampiran 9). Karakteristik yang paling penting mengenai produk terolah
minimal adalah (Varzakas et al. 2008):
- Jaringan pada sayuran dan buah-buahan dapat rusak selama pemrosesan
- Jaringan tanaman tetap hidup selama penyimpanan
- Kemasan dapat melindungi produk dari kontaminasi mikroorganisme
pathogen dan memungkinkan untuk memperpanjang umur simpan
- Proses pengolahan minimal harus dibawah sistem manajemen mutu untuk
manjamin kualitasnya
Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam proses pengolahan
minimal adalah sterilisasi bahan. The Food and Drug Administration (FDA 2011)
dibawah pengawasan 21 C.F.R. 173.315, telah menyetujui penggunaan natrium
hipoklorit, klorin, hidrogen peroksida, peracetic acid, dan ozon sebagai bahan
yang digunakan untuk pengolahan sayuran dan buah-buahan segar. Jia et al.
(2009), dalam sterilisasi brokoli terolah minimal telah menggunakan NaOCl 50
ppm selama 1 menit. Penggunaan klorin antara 150-200 mg/l, sudah cukup untuk
mengontrol jamur dan bakteri pada kubis terolah minimal dan sawi. Dalam wortel
terolah minimal, konsentrasi klorin (150-200 µl/l) dianjurkan untuk digunakan
berdasarkan jenis pengolahannya (irisan, kotak, memanjang, dan parutan) (Silva
2012).
Dari ISO22000 dibuat SOP untuk proses pengolahan minimal brokoli pada
penelitian ini dengan sedikit modifikasi. Adapun Standar Operational Procedure
(SOP) untuk minimally processing brokoli untuk meminimalkan kerusakan pada
jaringan tanaman terdiri dari: (1) ruangan kerja dikondisikan pada suhu 15-20 oC
dan RH 65-70%; (2) meja kerja dan semua peralatan yang dipakai disterilkan
dengan alkohol 96%; (3) jas laboratorium, masker, dan sarung tangan dipakai
selama melakukan minimally processing; (4) brokoli disortasi, dipilih yang
seragam, bunga masih berwarna hijau segar, tidak busuk, dan tidak rusak selama
transportasi; (5) proses penyiapan brokoli terolah minimal yaitu dengan
memotong setiap bagian ruas bunga menjadi terpisah; (6) pencucian dengan air
dingin (5±2oC) dengan ditambahkan larutan NaOCl 50 ppm; dan (7) brokoli

6
diletakan di dalam tray plastik untuk mengurangi kandungan air yang terdapat
pada brokoli.
Kemasan Plastik
Kemasan adalah suatu bahan atau benda yang digunakan untuk mewadahi
atau membungkus bahan dengan tujuan untuk melindungi bahan yang dikemas
dari penyebab kerusakan fisik, kimia maupun mikrobiologi (Sandra et al. 2010).
Selain berfungsi sebagai pelindung bahan yang dikemas, kemasan juga dapat
berfungsi sebagai alat promosi. Oleh karena itu, kemasan harus didesain
sedemikian rupa, agar dapat terlihat menarik tetapi tetap dapat melindungi bahan
yang dikemasnya. Kemasan dapat terbuat dari kertas, plastik, kayu, kaleng, kaca,
logam, dan bahan laminate lainnya (Sandra et al. 2010).
Menurut Sulchan et a.l (2007) kemasan plastik sudah mendominasi industri
makanan di Indonesia dan kemasan luwes (fleksibel) menempati porsi 80 %.
Jumlah plastik yang digunakan untuk mengemas, menyimpan dan membungkus
makanan mencapai 53% khusus untuk kemasan luwes, sedangkan kemasan kaku
sudah mulai banyak digunakan untuk minuman. Penggunaan plastik sebagai
bahan pengemas mempunyai keunggulan dibanding bahan pengemas lain karena
sifatnya yang ringan, transparan, kuat, termoplatis dan selektif dalam
permeabilitasnya terhadap uap air, O2, CO2. Sifat permeabilitas plastik terhadap
uap air dan udara menyebabkan plastik mampu berperan memodifikasi ruang
kemas selama penyimpanan.
Nurminah (2002) mengungkapkan bahwa kemasan plastik membawa
dampak pada produk yang dikemasnya terutama sifat fisiknya, kemasan plastik
yang disarankan untuk produk pertanian adalah yang memiliki high density seperti
polietilen dan polivynil. Kemasan memberikan lingkungan yang berbeda pada
komoditas yang disimpan karena laju perembesan O2 ke dalam kemasan dan CO2
keluar kemasan sebagai akibat proses respirasi tergantung dari jenis dan sifat
kemasan yang digunakan. Plastik memberikan perlindungan pula terhadap
kehilangan air pada produk sehingga sampai waktu yang lama produk akan tetap
kelihatan segar.
Karakteristik film kemasan dapat diperolah menggunakan informasi nilai
permeabilitas masing-masing jenis pengemas yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Nilai permeabilitas beberapa film plastik pada suhu 25 oC

Sumber: Hasbullah et al. (2000)

Polietilen adalah material yang biasa digunakan pada aplikasi keperluan
rumah tangga, pengemasan makanan, minuman, dan obat-obatan. Keuntungan dari
polimer ini adalah memberikan efek yang lebih baik dalam proses penyegelan
(sealing), terutama dengan menggunakan LDPE (low density polyethylene). Menurut
Gunadnya (1993) LDPE memiliki nilai permeabilitas O2 dan CO2 pada suhu 25 oC
berturut-turut adalah 1002 dan 3600 ml.mil/m (Lampiran 2). Pada penggunaannya
LDPE banyak digunakan, karena lebih fleksibel dan kuat. Stretch film atau plastik
wrapping termasuk pada jenis LDPE yang memiliki nilai ketebalan lebih kecil dan
kekuatan rendah. Stretch film memiliki nilai permeabilitas untuk O2 dan CO2 pada
suhu 25oC berturut-turut adalah 4143 dan 6226 ml.mil/m (Lampiran 2).
PVC film (polyvinyl chloride) memiliki ketebalan antara 8-12 mikron. Plastik
ini memiliki beberapa kelebihan, di antaranya adalah kemampuan tingkat transmisi
uap air yang cukup rendah sehingga memperkecil terjadinya dehidrasi dengan nilai
permeabilitas CO2 yang tinggi (Sudheer dan Indira 2007). Stretch-cling film atau
White stretch film (WSF) yang dikenal masyarakat luas dengan istilah “cling film”
biasa digunakan untuk pengemasan, pengawetan makanan dan juga untuk melindungi
dari kontaminasi serangga dan mikroba. White stretch film memiliki nilai
permeabilitas untuk O2 dan CO2 pada suhu 25 oC berturut-turut adalah 1464 dan 1470
ml.mil/m (Lampiran 2). WSF biasa digunakan untuk pengemasan daging, buah,
sayur, keju dan produk makanan yang lainnya yang kemudian disimpan pada
refrigerator.

Pengaruh Suhu
Pengaturan suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk
memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran sayuran.
Penyimpanan pada suhu rendah dapat menekan aktivitas respirasi dan
metabolisme, menunda proses penuaan, pematangan, pelunakan, perubahan warna
dan tekstur, menekan kehilangan air dan pelayuan, serta mencegah kerusakan
akibat aktivitas mikroba (Hasbullah 2009). Nicola et al. (2009), penyimpanan
dingin (< 7 oC) dapat mempertahankan kualitas produk sayuran dan buah terolah
minimal dengan memperlambat laju respirasi, proses enzimatik dan aktivitas
mikroba.
Laju respirasi brokoli dipengaruhi secara nyata oleh suhu penyimpanan,
yaitu semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju respirasinya semakin besar.
Sebaliknya, laju respirasi semakin menurun dengan semakin rendahnya suhu
penyimpanan. Melalui pengaturan suhu dan kelembaban serta komposisi gas
ruang penyimpanan, mutu produk hortikultura yang disimpan dapat dipertahankan
(Hasbullah et al. 1995). Laju respirasi brokoli yang digambarkan sebagai laju
produksi CO2 (mg/kg jam) pada suhu penyimpanan 5 oC, 10 oC, 15 oC, 20 oC, dan
27 oC adalah berturut-turut (mg/kg jam) 23.3, 47.7, 67.5, 78.7, dan 105.2
(Aminudin 2010).

8

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan
Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknologi Mesin dan Biosistem, Fakultas
Teknologi Pertanian dan Laboratorium Pascapanen dan Biomassa, Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Juli 2015.
Bahan
Bahan baku utama yang digunakan adalah Brokoli (Brassica oleracea L. var.
Italica) segar dengan ukuran seragam yang diperoleh langsung dari kelompok tani
―Agro Segar‖ di daerah Cipanas – Cianjur. Brokoli yang dikemas adalah brokoli
dengan tingkat kematangan 100% secara komersial yaitu 60-67 HST (hari setelah
tanam) dengan diameter bunga 15-20 cm dan disertakan 6 helai daun pada batang.
Bahan lain yang digunakan adalah 3 jenis kemasan plastik yaitu Stretch film, white
Stretch film dan LDPE. NaOCl (50 ppm) untuk proses pencucian bahan, alkohol
96% untuk sterilisasi alat, air destilata, dan bahan pendukung lain untuk
pelaksanaan penelitian seperti bahan untuk pengujian mutu produk yang disimpan
Alat
Peralatan yang digunakan terdiri dari gas (O2, N2, CO2), Continuous Gas
Analyzer IRA-107 Shimadzu untuk mengukur gas CO2, Portable Oxygen Tester
POT-101 Shimadzu untuk mengukur gas O2, timbangan mettler PM-4800 untuk
mengukur bobot bahan, oven Isuzu tipe 2-2120 dan desikator untuk mengukur
kadar air, stoples kaca (volume 3300 ml) sebagai respiration chamber,
refrigerator, dan alat lain yang menunjang terlaksananya penelitian ini seperti alat
yang digunakan dalam minimally processed.
Prosedur Penelitian
Penelitian terdiri dari dua tahap inti yaitu pengukuran laju respirasi dan
pengemasan brokoli terolah minimal yang disimpan pada suhu rendah. Setiap
tahapan didahului dengan proses pengolahan minimal pada brokoli. Tahapan
penelitian akan dijelaskan pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian
Tahap Pengolahan Minimal Brokoli
Brokoli yang telah dipanen ditempatkan dalam kardus dan dilakukan
precooling pada batang yang dipotong ketika panen. Precooling dilakukan selama
±5 menit menggunakan air dingin dengan suhu 5±1 oC lalu ditiriskan. Setelah
batang kering, brokoli diwrapping untuk mengurangi kerusakan selama proses
transportasi.
Pengolahan minimal brokoli (minimally processed broccoli) dimulai dari
sortasi bahan untuk memisahkan bagian yang rusak saat transportasi. Pemotongan
ruas brokoli dilakukan secara hati-hati dengan pisau tajam yang telah disterilisasi.
Brokoli dicelupkan kedalam larutan NaOCl 50 ppm selama ± 1 menit untuk
menginaktifasi mikroba (Jia et al. 2009). Setelah dicuci dilakukan penirisan
selama ± 2 menit. Minimally processed brokoli secara rinci akan dijelaskan pada
Gambar 2.

10

Gambar 2 Diagram alir tahap pengolahan minimal brokoli
Hasil minimally processed brokoli kemudian dihitung nilai rendemennya
untuk mengetahui nilai perbandingan brokoli utuh dan yang sudah terolah
minimal. Perhitungan rendemen disajikan pada Persamaan 1.
Rendemen (%) =

................. (1)

Tahap 1 Pengukuran laju respirasi
Pengukuran laju respirasi dilakukan untuk mengetahui suhu yang tepat pada
penyimpanan brokoli terolah minimal. Nilai RQ (Respiratory Quotient) pada laju
respirasi dihitung untuk mengetahui sifat substrat yang digunakan dalam respirasi,
sejauh mana respirasi telah berlangsung dan sejauh mana proses tersebut bersifat
aerobik dan anaerobik. Data laju respirasi selanjutnya digunakan untuk pendugaan

laju respirasi, metode akselerasi melalui pendekatan model Arrhenius digunakan
untuk melihat konstanta laju respirasi terhadap suhu penyimpanan.
Pengukuran laju respirasi yang digunakan adalah metode closed system
(sistem tertutup) mengikuti Hasbullah (2007). Brokoli yang telah mengalami
proses pengolahan minimal dilakukan penimbangan sebanyak 250±1 gram.
Brokoli selanjutnya dimasukkan kedalam stoples kaca yang berfungsi sebagai
respiration chamber. Stoples yang telah berisi bahan disimpan dalam lemari
pendingin pada suhu 0 oC, 5 oC, 10 oC, 15 oC dan 27 oC. Sebelum dilakukan
pengambilan data pertama (H-1), brokoli disimpan selama ±8 jam untuk
pengkondisian atmosfer penyimpanan. Selanjutnya stoples ditutup rapat dengan
lapisan lilin pada celah antara tutup dan ulir kaca untuk mencegah kebocoran.
Untuk mengukur konsentrasi gas dalam stoples, dibuat dua buah lubang pada
bagian tutup stoples yang dihubungkan dengan selang plastik.
Pengukuran dilakukan secara periodik pada jam ke-3 dan ke-6 setiap hari
selama 7 hari. Setiap selesai pengambilan data brokoli akan dirilis kembali pada
kondisi atmosfer normal tanpa tutup dan disimpan selama satu hari. Pengukuran
dilakukan pada jam yang sama yaitu setiap pukul 09.00 dan 12.00 a.m.
Pengukuran laju respirasi dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Diagram alir Tahap 1: Pengukuran laju respirasi brokoli terolah
minimal

12
Laju respirasi
Data yang diperoleh pada pengukuran laju respirasi berupa perubahan
konsentrasi gas CO2 dan O2. Laju respirasi & RQ dihitung menggunakan
Persamaan 2 dan 3.
Ri

d
dt

.............................................................................................. (2)

laju produksi C
laju konsumsi

............................................................................... (3)

Dimana:
Ri
= laju respirasi (ml/kg jam)
V
= volume bebas stoples (ml)
W
= berat bahan (kg)
dxi
= perbedaan konsentrasi gas (desimal)
dt
= perbedaan waktu pengukuran (jam)
RQ
= Respiratory Quotient
*subskrip i = 1 menyatakan konsumsi O2; i = 2 menyatakan produksi CO2

Model Arrhenius
Nilai laju respirasi merupakan data yang digunakan untuk model Arrhenius.
Tahapan pembuatan model Arrhenius laju respirasi brokoli terolah minimal
ditampilkan pada Gambar 4.
Data laju respirasi O2 dan CO2
Buat plot Arrhenius nilai ln R1,2 masing-masing
suhu terhadap 1/T (1/K)
Output: Nilai Roi dan Eai
E

Masukan kedalam rumus ln Ri = ln Roi – ( �T )
Didapatkan rumus Arrhenius untuk O2 dan CO2

Cari nilai prediksi laju respirasi dari rumus
Arrhenius
Nilai laju respirasi prediksi

Gambar 4 Diagram alir pembuatan model Arrhenius laju respirasi

Hasil dari penyusunan model (nilai prediksi) akan dibandingkan dengan
hasil pengukuran respirasi (nilai observasi). Validitas model ditentukan dari
besarnya nilai koefisien determinasi (R2). Dalam analisis regresi, koefisien
determinasi adalah ukuran dari goodness-of-fit dan mempunyai nilai antara 0 dan
1, apabila nilai mendekati 1 menunjukkan ketepatan yang lebih baik. Adapun
persamaan Arrhenius untuk laju respirasi dijelaskan oleh Persamaan 4.
Ri = Roi

–Ea

.............................................................................................(4)

Dimana:
Ri = laju respirasi (ml/kg.jam)
Roi = faktor preeksponensial (ml/kg.jam)
Eai = energi aktivasi (kJ/mol)
T = suhu mutlak (oC+273)
R = konstanta gas (8.314 J/mol K)
*subskrip i = 1 menyatakan konsumsi O2; i = 2 menyatakan produksi CO2

Laju respirasi adalah peubah tak bebas, sedangkan peubah bebasnya adalah
suhu. Semakin tinggi suhu, maka akan semakin tinggi pula laju reaksi, dengan
kata lain semakin tinggi suhu (T) maka akan semakin tinggi pula nilai laju
respirasi (Ri). Hubungan ini berdasarkan pada teori aktivasi, bahwa suatu reaksi
perubahan akan mulai berlangsung jika diberikan sejumlah energi minimum yang
disebut sebagai energi aktivasi (Ea) (Hariyadi 2004) yang dinyatakan dalam
persamaan Arrhenius. Persamaan 4 kemudian di ln kan menjadi Persamaan 5, agar
dapat dicari hubungannya dengan menggunakan grafik.
ln Ri = ln Roi -

.......................................................................... (5)

Grafik hubungan antara ln Ri vs 1/T dibuat untuk regresi linier. Nilai energi
aktivasi dihitung dari nilai intercept dikalikan dengan nilai konstanta gas (R =
8.314 J/mol K). Nilai ln Roi merupakan anti ln dari nilai slope yang diperoleh.
Tahap 2 Pengemasan brokoli terolah minimal
Tahap kedua adalah proses yang akan menentukan jenis kemasan dan suhu
optimum untuk mempertahankan mutu brokoli terolah minimal. Gambar 5
memperlihatkan contoh pengemasan brokoli terolah minimal dan diagram alir
proses pengemasan brokoli terolah minimal disajikan pada Gambar 6.

14

Gambar 5 Pengemasan brokoli terolah minimal

Gambar 6 Diagram alir tahap 2: Pengemasan brokoli terolah minimal

Prosedur Analisis Data
Pengukuran konsentrasi gas
Pengukuran komposisi gas dilakukan dengan memodifikasi styrofoam
dengan diberi selang untuk disalurkan ke alat pengukur konsentrasi O2 maupun
CO2.

Gambar 7 Pengukuran konsetrasi gas dalam kemasan
Kadar Klorofil Total
Kadar klorofil ditentukan melalui metode Sims, DA dan Gamon JA (2002).
Klorofil total diukur dengan menggunakan metode spektrofotometri. Bunga
brokoli digerus dengan mortar, kemudian diukur sebanyak 1 g. Sampel yang
sudah digerus (slurry) kemudian diekstraksi dengan 100 ml aseton 80%,
disentrifuge selama ±10 detik hingga klorofil larut. Ekstrak tersebut disaring
dengan kertas saring. Filtrat yang didapat ditempatkan dalam cuvet untuk
selanjutnya diukur kadar klorofil total dengan alat spektrofotometer pada panjang
gelombang 645 nm untuk klorofil a dan 663 nm untuk klorofil b. Setelah didapat
nilai absorbansi, kadar klorofil dapat dihitung dengan Persamaan 9.
Klorofil total (mg/g) = (8.02 x A663) + (20.2 x A645) x 10-1 ............. (9)
Dimana :
A645 = absorbansi pada panjang gelombang 645 nm
A663 = absorbansi pada panjang gelombang 663 nm
Susut bobot
Susut bobot ditentukan berdasarkan persentase penurunan bobot bahan sejak
awal sampai akhir penyimpanan dan dihitung dengan mengunakan Persamaan 6.
PB =

- a

x 100% .............................................................................. (6)

16
Dimana
PB
= susut bobot (%)
W
= bobot bahan awal penyimpanan (g)
Wa
= bobot bahan pada hari ke-t penyimpanan (g)
(AOAC 1990)
Kadar air
Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode oven. Cawan yang akan
digunakan dikeringkan terlebih dahulu selama 15 menit di dalam oven pada suhu
100-105 oC dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit kemudian
ditimbang (A). Contoh sebanyak ±5 g dimasukkan kedalam cawan dan ditimbang
(B). Cawan yang berisi bahan kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 100105 oC sampai beratnya konstan, kemudian bahan didinginkan dalam desikator
dan ditimbang (C) (AOAC 2000).
Kadar air (%bb) =

-C
-A

............................................................... (7)

Dimana
Ka = kadar air (%)
A = berat cawan (g)
B = berat cawan dan bahan sebelum dikeringkan (g)
C = berat cawan dan bahan setelah dikeringkan (g)
Vitamin C
Kandungan vitamin C atau asam askorbat ditentukan melalui titrasi
menggunakan larutan iod 0.01 N. Sampel brokoli ditimbang sebanyak 10 gram
kemudian dihaluskan. Sampel dimasukkan ke dalam labu ukur dan ditambahkan
air suling sampai tanda tera kemudian labu ukur diputar agar campuran menjadi
homogen. Setelah campuran teraduk kemudian disaring menggunakan kertas
saring. Filtrat sebanyak 25 ml dimasukkan ke dalam Erlenmeyer kemudian diberi
larutan indikator kanji sebanyak 1 ml. Selanjutnya filtrat dititrasi dengan
menggunakan larutan iod 0.01 N hingga terjadi perubahan warna yang stabil
(muncul warna biru keunguan). Kandungan vitamin C (asam askorbat) dihitung
dengan menggunakan Persamaan 8.
Vit C (mg/100 g bahan) =

............................ (8)

Dimana:
P = faktor pengenceran
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada tahap 1 adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 2 kali ulangan. Faktor yang digunakan yaitu suhu

penyimpanan dengan 5 taraf perlakuan. Model linear dari rancangan acak lengkap
dapat dilihat pada Persamaan 10.
Yij

µ + αi + εij .................................................................................... (10)
i = 1,2,3,4,5 ; j = 1,2

Dimana
Yij : parameter pengamatan pada suhu penyimpanan taraf ke-i ulangan ke-j
µ : rataan umum
αi : pengaruh suhu penyimpanan taraf ke-i
εij : pengaruh acak (galat) pada suhu penyimpanan taraf ke-i ulangan ke-j
Pengaruh jenis pengemasan dan suhu diuji dengan menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor dan 2 ulangan. Faktor pertama
yaitu 4 jenis pengemasan yang berbeda dan faktor kedua yaitu 2 suhu
penyimpanan. Model linear dari rancangan acak lengkap 2 faktor yang digunakan
dalam penelitian disajikan pada Persamaan 11.
Yijk

µ + αi + βj + (αβ)ijk + εijk ............................................................ (11)
i = 1,2,3,4; j = 1,2; k = 1,2

Dimana
Yij : parameter pengamatan pada kombinasi jenis kemasan taraf ke-i, suhu
penyimpanan taraf ke-j dan ulangan ke-k
αi
pengaruh
jenis kemasan taraf ke-i
:
βj
: pengaruh suhu penyimpanan taraf ke-j
(αβ)ijk : pengaruh interaksi antara jenis plastik taraf ke-i dan suhu
penyimpanan taraf ke-j
εijk : pengaruh acak (galat) pada kombinasi jenis kemasan taraf ke-i, suhu
penyimpanan taraf ke-j dan ulangan ke-k
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sidik ragam pada tingkat
kepercayaan 95%. Jika terdapat pengaruh perlakuan, maka akan dilakukan
pengujian lanjut dengan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT).

18

HASIL DAN PEMBAHASAN
Minimally processed brokoli merupakan serangkaian perlakuan terhadap
sayuran brokoli segar untuk menghilangkan bagian-bagian yang tidak dimakan
serta melakukan pengecilan ukuran (pemotongan/pengirisan) sehingga
mempercepat penyajian. Rendemen dari bagian sayuran yang dapat dimakan
dihitung agar diketahui nilai perbandingannya.
Rendemen brokoli dihitung dari berat brokoli utuh dan brokoli yang sudah
terolah minimal. Hasil rerata rendemen dari brokoli terolah minimal adalah 63.5%
atau hanya 635 g/kg (Lampiran 1). Nilai rendemen tersebut cukup kecil karena
hampir setengah bagian dari brokoli utuh tidak dapat dimanfaatkan. Oleh karena
itu, penanganan pascapanen tahap selanjutnya sangat penting untuk
meminimalkan susut bobot selama penyimpanan. Kemasan yang sesuai dan suhu
penyimpanan yang optimum diduga dapat mempertahankan umur simpan brokoli
terolah minimal.
Faktor penting yang perlu dilakukan sebelum pengemasan brokoli adalah
menghitung nilai laju respirasi brokoli terolah minimal untuk mengetahui suhu
penyimpanan yang sesuai agar metabolisme berjalan tetap normal namun dapat
memperpanjang umur simpannya. Dalam perhitungan laju respirasi brokoli
terolah minimal, dibuat pula model untuk memprediksi laju respirasi brokoli
terhadap fungsi suhu.
Pengaruh Suhu Terhadap Laju Respirasi Brokoli Terolah Minimal
Pengukuran laju respirasi dilakukan pada lima tingkatan suhu yang berbeda
yaitu 0 oC, 5 oC, 10 oC, 15 oC, dan 27 oC (suhu ruang). Pengukuran dilakukan
selama tujuh hari, namun khusus untuk suhu 27 oC dan 15 oC berturut-turut hanya
dapat bertahan tiga dan enam hari. Hasil pengukuran perubahan laju respirasi
dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9.

Laju konsumsi O2 (ml/kg.jam)

250

Suhu 0 °C
Suhu 10 °C
Suhu 27 °C

200

Suhu 5 °C
Suhu 15 °C

150
100
50
0
0

1

2

3
4
5
Waktu pengamatan (hari)

6

7

Gambar 8 Laju respirasi (konsumsi O2) pada berbagai suhu penyimpanan

8

Laju produksi CO2 (ml/kg.jam)

250

Suhu 0 °C
Suhu 10 °C
Suhu 27 °C

200

Suhu 5 °C
Suhu 15 °C

150
100
50
0
0

1

2

3
4
5
Waktu pengamatan (hari)

6

7

8

Gambar 9 Laju respirasi (produksi CO2) pada berbagai suhu penyimpanan
Berdasarkan Gambar 8 dan 9, laju respirasi brokoli terolah minimal secara
signifikan dipengaruhi oleh suhu penyimpanan. Konsumsi O2 dan produksi CO2
yang lebih kecil terjadi pada penyimpanan suhu rendah dibandingkan dengan suhu
yang lebih tinggi. Adapun hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa suhu
penyimpanan berpengaruh nyata terhadap laju respirasi brokoli terolah minimal.
Pada suhu 0 oC kisaran laju respirasi yang diukur pada konsumsi O2 rata-rata
adalah 21.93 ml/kg.jam dan produksi CO2 adalah 22.93 ml/kg.jam pada hari
pertama. Hal sebaliknya terjadi pada suhu yang lebih tinggi (27 oC), brokoli yang
disimpan memiliki laju respirasi paling tinggi, berkisar antara 190.99 ml/kg.jam
untuk O2 serta 198.17 ml/kg.jam untuk CO2 pada hari pertama penyimpanan.
Perubahan konsentrasi gas didalam stoples selama penyimpanan diakibatkan
oleh aktivitas brokoli yang dipengaruhi oleh suhu. Rata-rata laju konsumsi O2 dan
produksi CO2 selama penyimpanan secara umum terlihat menurun. Hal ini diduga
karena penurunan suhu akan mengakibatkan aktivitas enzim menurun hingga
reaksi kimia berlangsung lebih lambat. Tan et al. (2007) menyatakan bahwa pada
reaksi biokimia yang banyak melibatkan kerja enzim, kecepatan reaksi
dipengaruhi oleh suhu. Jika suhu ditingkatkan (dalam batas tertentu) maka
kecepatan reaksi meningkat, sementara jika suhu diturunkan maka reaksi yang
berlangsung akan berjalan semakin lambat.
Suhu 15 oC dan 27 oC menunjukkan peningkatan konsumsi O2 dan produksi
CO2 berturut-turut pada hari kedua dan ketiga. Hal tersebut menunjukkan bahwa
brokoli termasuk pada golongan sayuran klimakterik karena adanya peningkatan
respirasi yang mencolok. Makhlouf et al. (1989) mengemukakan bahwa brokoli
dapat diklasifikasikan sebagai sayuran klimakterik sejak bunga berubah menjadi
kuning sebagai hasil dari peningkatan laju respirasi dan produksi etilen. Proses
klimakterik ini terjadi saat brokoli mengalami fase pelayuan (senescene) yang
diikuti fase pembusukan (deterioration). Tingginya nilai laju respirasi pada suhu
15 oC dan 27 oC inilah yang mengakibatkan umur simpannya lebih pendek
dibanding pada penyimpanan suhu lain.
Pola respirasi pada penyimpanan suhu 0, 5, dan 10 oC menunjukkan laju
respirasi yang semakin konstan selama penyimpanan. Kecenderungan konstan ini

20
dapat memberi petunjuk bahwa brokoli yang disimpan pada ketiga suhu tersebut
menunjukkan laju respirasi yang seimbang antara konsumsi O2 dan produksi CO2.
Dengan pola respirasi yang konstan pada nilai laju respirasi yang rendah, suhu 0,
5 dan 10 oC dapat dijadikan rekomendasi suhu optimum untuk penyimpanan
brokoli terolah minimal untuk memperpanjang masa simpan produk.
Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran laju jalannya metabolisme.
Oleh karena itu, laju respirasi dapat dijadikan petunjuk yang baik untuk
mengetahui daya simpan produk hortikultura setelah dipanen. Komoditas dengan
laju respirasi tinggi akan memiliki umur simpan lebih pendek dibanding yang
memiliki laju respirasi rendah (Saltveit 1996). Semakin tinggi laju respirasi maka
semakin cepat pula perombakan substrat menjadi energi yang mengarah pada
kemunduran dari produk tersebut. Brokoli merupakan jenis sayuran yang
memiliki tingkat laju respirasi yang sangat tinggi. Pada penelitian ini digunakan
produk brokoli terolah minimal yang tentunya memiliki laju respirasi yang jauh
lebih tinggi dari produk utuh.
Tabel 3 menunjukkan laju respirasi pada hari kesatu dan ketiga serta nilai
Respiratory Quotient (RQ) yang merupakan perbandingan antara konsumsi O2
dan produksi CO2. Nilai RQ dapat digunakan untuk mendeduksi sifat substrat
yang digunakan dalam proses respirasi, sejauh mana respirasi telah berlangsung
dan sejauh mana proses tersebut bersifat aerobik dan anaerobik. Nilai RQ brokoli
terolah minimal yang diamati hampir seluruhnya bernilai satu, hal ini
menunjukkan bahwa proses metabolisme berlangsung secara normal
menggunakan substrat karbohidrat, protein atau lemak dengan ketersediaan
oksigen yang cukup. Kader et al. (1987) mengemukakan bahwa batas untuk
proses respirasi normal ditunjukkan dengan nilai RQ antara 0.7 - 1.3. Namun suhu
0 oC pada hari ketiga memiliki nilai RQ rata-rata sebesar 1.5 yang memungkinkan
telah terjadi kondisi respirasi anaerobik. Sehingga dalam penelitian ini, suhu 5 oC
dan 10 oC merupakan suhu terbaik yang akan digunakan untuk

Dokumen yang terkait

Pengaruh Ekstrak Bunga Brokoli (Brassica Oleracea L. Var. Italica Plenck) Terhadap Penghambatan Penuaan Kulit Dini (Photoaging): Kajian Pada Ekspresi Matriks Metalloproteinase-1 Dan Prokolagen Tipe 1 Secara In Vitro Pada Fibroblas Kulit Manusia

4 51 241

Mempelajari Penyimpanan Brokoli (Brassica oleracea L. var. Italica) dan Kembang Kol (Brasica oleracea L. var. botrytis) dengan "Modified Atmosphere"

0 6 316

Pengaruh Waktu Pemasakan dan Konsentrasi Terhadap Aktivitas Antioksidan dan Kadar Fenolik Total Brokoli (Brassica oleracea L. var. italica)

0 11 68

Model Pendugaan Laju Respirasi Brokoli (Brassica oleracea L. var. italic) pada Berbagai Suhu Penyimpanan

5 19 124

Efek Sari Kukusan Brokoli (Brassica oleracea L. var italica) terhadap Penurunan Berat Badan pada Mencit Model Kanker Kolorektal.

0 2 20

Efek Sari Kukusan Brokoli (Brassica oleracea L. var italica) Terhadap Derajat Diare Mencit Model Colitis0Associated Colorectal Cancer.

0 2 22

Pengaruh Sari Kukusan Brokoli (Brassica oleracea L. var italica) terhadap Kadar interleukin-8 Serum pada Mencit Model Kolitis.

0 2 19

Pengaruh Kombinasi Mulsa dan Pupuk Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Brokoli (Brassica oleracea var. Italica).

0 2 8

FORMULASI EFFERVESCENT BROKOLI (Brassica oleracea var.Italica) DENGAN INKORPORASI BAKTERI PROBIOTIK TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN MIKROBIOLOGI EFFERVESCENT BROKOLI FORMULATION (Brassica oleracea var.Italica) WITH PROBIOTIC BACTERIA INCORPORATION ON PHYSI

0 0 12

KUALITAS ES KRIM HASIL SUBSTITUSI EKSTRAK BROKOLI (Brassica oleracea L. var italica) DAN PENAMBAHAN TEPUNG KENTANG (Solanum tuberosum L.) QUALITY OF ICE CREAM MADE FROM BROCCOLI (Brassica oleracea L. var italica) EXTRACT SUBSTITUTION

0 0 12