Pendugaan Ragam Genetik Dan Seleksi Populasi F2 Sorgum (Sorghum Bicolor (L.) Moench) Di Kebun Percobaan Leuwikopo Darmaga

PENDUGAAN RAGAM GENETIK DAN SELEKSI POPULASI
F2 SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) DI KEBUN
PERCOBAAN LEUWIKOPO DARMAGA

ERY LEONARDO SARAGIH

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Ragam
Genetik dan Seleksi Populasi F2 Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) di
Kebun Percobaan Leuwikopo Darmaga adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2015
Ery Leonardo Saragih
NIM A24134006

ABSTRAK
ERY LEONARDO SARAGIH. Pendugaan Ragam Genetik dan Seleksi Populasi
F2 Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) di Kebun Percobaan Leuwikopo
Darmaga. Dibimbing oleh TRIKOESOEMANINGTYAS dan DESTA WIRNAS.
Pendugaan ragam genetik dan seleksi merupakan kegiatan penting dalam
keberhasilan kegiatan pemuliaan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk
melakukan pendugaan aksi gen, pendugaan keragaman genetik dan melakukan
seleksi pada populasi F2 sorgum berdasarkan karakter hasil. Penelitian ini
dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB pada bulan Februari 2015
hingga Juli 2015. Populasi F2 terdiri dari PI 10-90-A x Numbu, PI 150-20-A x
Numbu, dan PI 150-20-A x Kawali. Seleksi dilakukan dengan intensitas 10%.
Semua karakter kualitatif yan diamati dikendalikan oleh dua pasang atau lebih
pasangan gen, kecuali eksersi malai pada populasi PI 150-20-A x Kawali yang
dikendalikan satu pasang gen. Tipe aksi gen yaitu aditif, dominan penuh, resesif

epistasis, semiepistasis, dan epistasis kompleks. Karakter kuantitatif dikendalikan
oleh banyak gen dan sedikit gen dengan tipe aksi gen yaitu hanya aditif, epistasis
aditif, epistasis duplikat, dan epistasis komplementer. Melalui pendugaan ragam
diperoleh karakter-karakter yang memiliki heritabilitas tinggi. Seleksi yang
dilakukan berhasil memilih 15 tanaman terbaik dari setiap populasi.
Kata kunci: aksi gen, heritabilitas, korelasi, nisbah Mendel, seleksi

ABSTRACT
ERY LEONARDO SARAGIH. Estimation of Genetics Variance and Selection
Population Second Filial Sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench) in Leuwikopo
Experimental Field, Darmaga. Supervised by TRIKOESOEMANINGTYAS and
DESTA WIRNAS.
Estimation of genetics variance and selection is one of the most important
factors in determining the success of plant breeding programs. This research was
aimed to estimated gene action, genetics variance, and to selected sorghum F2
population with good potential yield. This research was conducted at Leuwikopo
Experimental Field start from February to July 2015. This research used three
population from the cross of PI 10-90 x Numbu, PI 150-20-A x Numbu, and PI
150-20-A x Kawali. Selection was fixed at 10% selection intensity. All qualitative
traits observed were controlled by two or more than genes, except panicle

excersion on population PI 150-20-A x Kawali. Type of gene action that is
additive, full dominant, recessive epistasis, semiepistasis and complex epistasis.
Quantitative traits is affected by many genes and gene slightly, type of gene action
is simply additive, additive epistasis, epistasis duplicate and complementary
epistasis. From estimated variance genetics was received characteristic have high
heritability and broad variance. Selection has selected 15 best genotypes of each
population.
Key words: correlation, gene action, heritability, mendelian ratio, selection

PENDUGAAN RAGAM GENETIK DAN SELEKSI POPULASI
F2 SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) DI KEBUN
PERCOBAAN LEUWIKOPO DARMAGA

ERY LEONARDO SARAGIH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura


DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Pendugaan Ragam Genetik dan Seleksi Populasi F2 Sorgum
(Sorghum bicolor (L.) Moench) di Kebun Percobaan Leuwikopo
Darmaga
Nama
: Ery Leonardo Saragih
NIM
: A24134006

Disetujui oleh

Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc
Pembimbing I


Dr Desta Wirnas, SP MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Ketua Departemen

Tanggal lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Topik dalam
penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari 2015 sampai Juli 2015 ialah
pemuliaan tanaman, dengan judul Pendugaan Ragam Genetik dan Seleksi
Populasi F2 Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) di Kebun Percobaan
Leuwikopo Darmaga.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc
dan Ibu Dr Desta Wirnas, SP, MSi sebagai dosen pembimbing. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua dan adik-adik atas doa dan

dukungannya.
Bogor, Oktober 2015
Ery Leonardo Saragih

vii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang ................................................................................................. 1
Tujuan .............................................................................................................. 1
Hipotesis .......................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 2
Morfologi Sorgum ........................................................................................... 2
Syarat Tumbuh Sorgum ................................................................................... 3
Perkembangan Pemuliaan Sorgum di Indonesia .............................................. 3
Keragaman Genetik dan Seleksi ...................................................................... 4
BAHAN DAN METODE ....................................................................................... 4

Waktu dan Tempat ........................................................................................... 4
Bahan dan Alat ................................................................................................. 4
Pelaksanaan Penelitian ..................................................................................... 5
Pengamatan ...................................................................................................... 5
Analisis Data .................................................................................................... 6
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 8
Kondisi Umum ................................................................................................. 8
Nilai Karakter Agronomi ................................................................................. 9
Pendugaan Ukuran dan Tipe Aksi Gen Karakter Kualitatif dan Kuantitatif . 10
Heritabilitas Karakter ..................................................................................... 13
Analisis Korelasi Antar Karakter ................................................................... 15
Seleksi ............................................................................................................ 17
KESIMPULAN ..................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 19
LAMPIRAN .......................................................................................................... 22

DAFTAR TABEL
1 Nisbah fenotipe karakter yang dikendalikan oleh gen mayor pada populasi
bersegregasi F2
6

2 Nilai tengah dan simpangan baku karakter kuantitatif pada tetua dan F2
10
3 Analisis uji-khi kuadrat pada populasi F2 sorgum hasil persilangan
11
4 Nilai skewness, kurtosis, jumlah gen, dan tipe aksi gen pada populasi F2
12
5 Nilai duga komponen ragam, koefisien keragaman genetik dan heritabilitas
arti luas pada karakter kuantitatif populasi F2
14
6 Koefisien korelasi antar karakter pada F2 PI 10-90-A x Numbu
16
7 Koefisien korelasi antar karakter pada F2 PI 150-20-A x Numbu
16
8 Koefisien korelasi antar karakter pada F2 PI 150-20-A x Kawali
17
9 Diferensial seleksi karakter agronomi hasil seleksi pada PI 10-90-A x
Numbu berdasarkan bobot biji malai-1
17
10 Diferensial seleksi karakter agronomi hasil seleksi pada PI 150-20-A x
Numbu berdasarkan bobot biji malai-1

18
11 Diferensial seleksi karakter agronomi hasil seleksi pada PI 150-20-A x
Kawali berdasarkan bobot biji malai-1
18

DAFTAR GAMBAR
1 Kondisi umum tanaman sorgum pada umur 6 minggu (a), 8 minggu (b),
10 minggu (c), dan 12 minggu (d)

9

DAFTAR LAMPIRAN
1 Algoritma eksplorasi kecenderungan persebaran sifat-sifat kuantitatif
kaitannya dengan aksi gen dominansi serta epistasis komplementer dan
duplikat
2 Frekuensi karakter kualitatif pada tiga populasi

23
24


1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sorgum merupakan tanaman pangan yang telah lama dikenal oleh petani di
Indonesia, tetapi pengembangannya tidak terlalu intensif. Masalah utama
pengembangan sorgum di Indonesia adalah nilai keunggulan komparatif dan
kompetitif sorgum yang rendah, penanganan pasca panen yang masih sulit dan
usaha tani sorgum di tingkat petani belum intensif. Perlu dilakukan pengelolaan
sistem produksi sorgum secara menyeluruh untuk mengatasi masalah tersebut
yang mencakup wilayah tanam, nilai ekonomi keunggulan sorgum terhadap
komoditas lain, nilai sosial pemanfaatan sorgum sebagai bagian usahatani oleh
produsen maupun petani, dan nilai industri sorgum untuk dapat bermanfaat
sebagai bahan pangan, baku industri makanan dan pakan. Oleh karena itu sangat
diperlukan penelitian dan pengembangan untuk dapat menghasilkan varietasvarietas sorgum dengan potensi hasil dan kualitas biji yang lebih baik.
Sorgum berpotensi untuk dikembangkan sebagai tanaman pangan, pakan,
dan bahan baku industri, bahkan sorgum dapat menjadi salah satu alternatif
pilihan sumber pangan dan pakan yang telah diprogramkan selama ini. Suarni
(2012) menyebutkan bahwa protein sorgum lebih tinggi dari jagung, beras, dan
jawawut, tetapi masih di bawah gandum. Kadar lemak sorgum lebih tinggi

dibanding beras, gandum, dan jawawut, tetapi lebih rendah dari jagung. Menurut
Firmansyah (2013) sorgum merupakan bahan pangan alternatif dengan kandungan
karbohidrat 83.0%, lemak 3.5% dan protein antara 8.0–12.0%, sehingga
kandungan protein sorgum tidak kalah dengan kandungan protein beras atau
bahan pangan lainnya.
Pendugaan parameter genetik merupakan salah satu proses penting dalam
kegiatan pemuliaan tanaman. Parameter genetik yang digunakan untuk
memperoleh informasi genetik tanaman adalah heritabilitas dan keragaman
genetik. Poehlman (1979) bahkan menyatakan bahwa pemulia tidak akan dapat
melakukan perbaikan karakter jika tidak tersedia keragaman genetik. Keragaman
genetik dapat diperoleh melalui berbagai macam antara lain introduksi, mutasi,
persilangan, dan ploidisasi.
Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB telah berupaya melakukan
perluasan keragaman sorgum melalui persilangan dan introduksi, sehingga
menghasilkan populasi F2 sorgum. Melalui kegiatan seleksi diharapkan dapat
diperoleh genotipe F2 sorgum yang terbaik berdasarkan karakter hasil dan
agronomi.

Tujuan
1.
2.
3.

Melakukan pendugaan jumlah dan aksi gen pada karakter kualitatif dan
kuantitatif.
Melakukan pendugaan keragaman genetik populasi F2.
Melakukan seleksi pada populasi F2 tanaman sorgum berdasarkan karakter
hasil dan karakter agronomi.

2
Hipotesis
1.
2.
3.

Terdapat karakter yang dipengaruhi oleh sedikit gen dan aksi gen aditif
Terdapat keragaman genetik yang tinggi pada populasi F2 tanaman sorgum.
Terdapat populasi F2 yang lebih baik dari tetua berdasarkan karakter hasil
dan agronomi.

TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi Sorgum
Perakaran sorgum terdiri atas akar-akar seminal (primer) pada dasar buku
pertama pangkal batang, akar sekunder dan akar tunjang yang terdiri atas akar
koronal dan akar udara. Sebagai tanaman yang termasuk kelas monokotil sorgum
mempunyai sistem perakaran serabut (Rismunandar 2006). Tanaman sorgum
membentuk perakaran sekunder dua kali lebih banyak dari tanaman jagung
(Rukmana dan Oesman 2001).
Doggett (1970) menyatakan tinggi tanaman sorgum dipengaruhi oleh faktor
genetik yang terdiri dari jumlah buku, panjang ruas batang, panjang tangkai, dan
panjang malai. Menurut Rismunandar (1989) batang tanaman sorgum tegak lurus,
berbentuk silindris, beruas, dan berbuku. Setiap ruas mempunyai alur yang
letaknya berselang-seling. Pada setiap buku akan keluar daun yang letaknya
berhadapan sesuai alur. Ditambahkan oleh Rukmana dan Oesman (2001), pada
batang sorgum terdapat sel-sel parenkim yang diselubungi oleh lapisan keras.
Pada beberapa varietas batang sorgum bercabang dan mempunyai anakan.
Daun tanaman sorgum terdiri dari dua bagian utama yaitu helai daun dan
pelepah daun. Panjang helai daun antara 30–135 cm dan lebar daun antara
13–15 cm. Ukuran daun meningkat sampai pada daun ke tiga atau ke empat dari
atas dan kemudian menurun sampai daun bendera (Martin 1970). Pada daun
sorgum terdapat lapisan sejenis lilin yang agak tebal dan berwarna putih yang
berfungsi untuk menahan atau mengurangi penguapan melalui permukaan daun
sehingga tanaman toleran terhadap kekeringan (Rismunandar 1989).
Sorgum merupakan tanaman menyerbuk sendiri dengan persentase
menyerbuk silang sebesar 6% (Poehlman 1979). Bunga sorgum tersusun dalam
bentuk malai. Malai terdiri atas banyak bunga, umumnya jumlah bunga terdiri
dari 1 500–4 000 bunga tergantung kultivarnya. Bunga sorgum mekar mulai dari
cabang malai paling atas hingga ujung malai paling bawah. Malai sorgum terdapat
dipucuk batang dengan tangkai malai tegak atau melengkung. Bentuk malai
bervariasi diantaranya oval, kerucut, ramping, panjang, atau piramida
(Murty et al. 1994). Waktu yang diperlukan biji sorgum untuk mencapai berat
kering maksimal adalah 25–55 hari setelah antesis dengan kadar air 25–35%
(Doggett 1970). Umur panen sorgum genjah kurang dari 80 hari, sorgum sedang
80–100 hari, dan sorgum dalam lebih dari 100 hari. Tinggi sorgum barvariasi dari
yang pendek kurang dari 80 cm, tinggi sedang 100–150 cm, dan tinggi lebih dari
150 cm. Varietas unggul umumnya berumur genjah, tinggi batang sedang, biji
putih dan rasa enak (Azrai et al. 2013).

3
Komponen hasil biji sorgum dipengaruhi oleh karakter agronomi tanaman
seperti daun dan tinggi tanaman. Korelasi positif yang nyata ditemukan pada
komponen hasil utama dengan umur bunga, tinggi tanaman, dan karakter daun
yang meliputi lebar, panjang, jumlah, dan indeks luas daun (Tesso et al. 2011).

Syarat Tumbuh Sorgum
Menurut Hartmann et al. (1981) tekstur tanah untuk pertumbuhan sorgum
yang paling sesuai adalah tanah lempung berpasir karena tanah tersebut berpori,
gembur dan berdrainase baik. Toleransi sorgum terhadap tanah alkali dan salin
lebih baik dibandingkan dengan tanaman lainnya. Menurut Rismunandar (1989)
tanaman sorgum dapat tumbuh pada lingkungan yang kekurangan air sampai
lingkungan yang cukup air. Kebutuhan pH tanah optimum untuk tanaman sorgum
antara pH 5.5–6.5.
Sorgum sesuai ditanam di daerah bersuhu lebih dari 20 oC dan udaranya
kering. Oleh karena itu, daerah pertumbuhan sorgum adalah dataran rendah,
dengan ketinggian antara 1–500 m dpl. Tanaman sorgum tidak sesuai dengan
daerah yang selalu berkabut dan intensitas radiasi matahari yang rendah. Pada
ketinggian lebih 500 m dpl, umur panen sorgum menjadi lebih panjang. Curah
hujan untuk penanaman sorgum yaitu 50–100 mm bulan-1 pada 2.0–2.5 bulan
sejak tanam, diikuti dengan periode kering. Walaupun demikian, tanaman sorgum
dapat tumbuh dan menghasilkan dengan baik pada daerah yang curah hujannya
tinggi selama fase pertumbuhan hingga panen (Tabri dan Zubachtirodin 2013).

Perkembangan Pemuliaan Sorgum di Indonesia
Penelitian sorgum pada tahun 1980–1990 berhasil melepas 4 varietas
dengan nama Keris, UPCA-S1, Badik, dan Hegari. Variteas-varietas tersebut
berumur genjah, tinggi batang sedang, potensi hasil 4 ton ha-1, warna biji putih,
dan rasa nasik cukup enak (Sudaryono 1998). Pada 1990–an berhasil melepas dua
varietas dengan nama Mandau dan Sangkur. Produktivitas 2 varietas tersebut
mencapai 5 ton ha-1 dan berumur genjah 91 hari. Biji varietas sangkur mudah
dirontokkan dan disosoh, dan daunnya tahan terhadap penyakit karat (Rahardjo
dan Fathan 1991), pada tahun 2001 berhasil dilepas 2 galur dengan nama Numbu
dan Kawali (Aqil et al. 2013). Sejak tahun 1872-2001 pemerintah telah melepas
11 varietas sorgum yaitu UPCA S-2, No. 6C, KD4, Keris, UPCA S-1, Hegari
Genjah, Badik, Sangkur, Mandau, Numbu, dan Kawali (Balitsereal 2013).
Menurut Klingman (1957) untuk memperoleh tanaman baru yang lebih baik
dapat melalui tiga metode yaitu introduksi, seleksi tanaman-tanaman superior, dan
persilangan atau hibridisasi yang disertai dengan seleksi terhadap karakterkarakter yang diinginkan. Menurut Sumarno dan Zuraida (2008) semakin banyak
plasma nutfah yang dikoleksi membuat peluang pemulia untuk mendapatkan
sumber gen unggul yang akan dirakit menjadi varietas baru akan semakin besar.
Talanca dan Andayani (2013) menyatakan manfaat penting mengoleksi plasma
nutfah adalah untuk mendapatkan sumber gen dengan berbagai sifat yaitu toleran
kekeringan, daya hasil tinggi, tahan terhadap hama penyakit, dan umur genjah.

4
Keragaman Genetik dan Seleksi
Keragaman adalah perbedaan keragaan fenotipe antar individu-individu
dalam suatu populasi. Keragaman dalam populasi dapat disebabkan oleh ragam
genetik dan ragam lingkungan. Pendugaan keragaman penting dilakukan untuk
melihat potensi pengaruh ragam genetik dan ragam lingkungan terhadap keragaan
fenotipik suatu karakter. Brewbaker (1964) menyatakan bahwa nilai komponen
ragam lingkungan dapat ditaksir dengan menggunakan populasi yang tidak
mempunyai ragam genetik atau populasi dengan ragam genetik rendah seperti
galur murni. Hayward et al. (1993) menjelaskan bahwa ragam genetik terjadi
akibat adanya segregasi dan interaksi antar gen.
Seleksi dilakukan setelah terbentuk keragaman genetik. Menurut Allard
(1960) menyatakan kenaikan hasil dan perbaikan sifat tanaman diperlukan dalam
kegiatan pemuliaan tanaman. Hal tersebut dapat dilakukan dengan melakukan
seleksi, namun kegiatan seleksi memerlukan informasi tentang genetik dan
pewarisannya sehingga seleksi dapat efektif dan efisien. Menurut Nath (1982)
tanaman yang terseleksi sebaiknya mengandung berbagai karakter, seperti daya
hasil tinggi, kualitas biji baik dan ketahanan terhadap hama dan penyakit.
Heritabilitas sebagai ukuran kemajuan genetik dalam suatu program seleksi.
Pendugaan nilai heritabilitas untuk menentukan suatu ragam pada karakter
tersebut disebabkan oleh faktor genetik atau oleh faktor lingkungan (Allard 1960).
Pendugaan heritabilitas digunakan sebagai langkah awal pada kegiatan seleksi
terhadap populasi yang bersegregasi. Heritabilitas yang tinggi pada suatu populasi
menunjukkan kecilnya pengaruh keragaman lingkungan terhadap keragaman
genetik, sehingga upaya dalam melakukan seleksi dapat dilakukan dengan lebih
mudah dan efisien. Keragaman genetik dapat diartikan sebagai parameter yang
harus diketahui sebelum menetapkan metode seleksi yang akan digunakan dan
waktu pelaksanaan metode seleksi tersebut (Poespodarsono 1988).

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2015 sampai Juli 2015 di
kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Darmaga, Jawa Barat. Lokasi penelitian berada
pada ketinggian 207 m dpl. Curah hujan bulanan mencapai 282.0 mm bulan-1 dan
suhu harian 25.7 oC, dan kelembaban sebesar 85.3%.

Bahan dan Alat
Materi genetik terdiri dari 3 populasi sorgum yaitu PI 10-90-A X Numbu,
PI 150-20-A X Kawali, dan PI 150-20-A X Numbu. Setiap populasi terdiri atas
400 tanaman generasi F2 dan masing-masing tetua 100 tanaman yang ditanam
dengan jarak tanam 70 cm x 20 cm. Bahan lain yang terdiri dari Urea (45% N)
dengan dosis 150 kg ha-1, KCL (50% K2O) dengan dosis 100 kg ha-1, SP36 (36%

5
P2O5) dengan dosis 100 kg ha-1, dan kapur pertanian dengan dosis 1 ton ha-1. Alatalat yang digunakan adalah alat-alat pertanian sederhana, timbangan, meteran,
jangka sorong, dan tali. Pengendalian hama dengan menggunakan insektisida.

Pelaksanaan Penelitian
Tahap awal dalam penelitian ini adalah pengolahan tanah. Pengolahan tanah
bertujuan agar tanah dalam kondisi bersih dan gembur. Tanah diberi kapur
pertanian dengan dosis 1 ton ha-1. Pemupukan diaplikasikan pada saat tanam
menggunakan Urea, SP-36, dan KCL dengan dosis masing-masing pupuk
150 kg ha-1, 100 kg ha-1, dan 100 kg ha-1. Pupuk urea diberikan 2 kali yaitu
2/3 bagian diberikan pada saat tanam, sedangkan 1/3 bagian akan diberikan pada
saat tanaman telah berumur 7 minggu setelah tanam (MST). Sorgum ditanam
dengan jarak tanam 70 cm x 20 cm. Lubang tanam dibuat menggunakan tugal
dengan jumlah benih 2 butir lubang-1. Pemeliharaan meliputi penjarangan,
penyiangan, pembumbunan, pengendalian hama, dan penyakit tanaman.
Penjarangan dilakukan pada umur 3 MST, penyiangan dan pembumbunan umur 3,
5, 7, 9, dan 11 MST. Penyiangan dilakukan secara manual dengan menggunakan
cangkul dan kored. Pengendalian hama pada umur 3 dan 8 MST. Pelaksanaan
panen dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemasakan masing-masing
tanaman. Pemanenan dilakukan jika 80% biji telah masak. Biji yang sudah masak
bila ditekan keras dan terdapat kandungan tepungnya.

Pengamatan
Pengamatan berpedoman pada International Union For The Protection of
New Varieties of Plants (UPOV). Karakter kualitatif yang diamati adalah warna
biji, bentuk malai, eksersi malai, dan warna tulang daun. Warna biji terdiri dari
white, light yellow, yellow, light brown, reddish brown, dark brown, dan black.
Bentuk malai terdiri dari reserved pyramid, broader upper part, broader middle
part, broader lower part, dan pyramidal. Eksersi malai terdiri dari tidak keluar,
agak keluar, keluar, keluar dengan baik, dan tangkai malai melengkung. Warna
tulang daun terdiri dari white, yelowish white, light yellow, medium yellow, dark
yellow, dan brownish.
Karakter kuantitatif yang diamati meliputi tinggi tanaman, jumlah daun,
diameter batang, panjang malai, diameter malai, bobot biji malai-1, dan bobot 100
butir. Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang di permukaan tanah hingga
ujung malai pada saat panen. Jumlah daun dihitung mulai ruas kedua pada saat
fase vegetatif maksimum. Diameter batang diukur pada ruas kedua saat fase
vegetatif maksimum. Panjang malai diukur dari pangkal malai sampai ke ujung
malai pada saat panen. Diameter malai diukur pada bagian malai yang paling
besar pada saat panen. Bobot biji malai-1 ditimbang setelah malai dikeringkan
selama 3 hari dan disosoh. Bobot 100 butir ditimbang setelah memilih 100 butir
biji sorgum. Jumlah tanaman yang diamati pada setiap populasi terdiri dari 150
tanaman generasi F2 dan 30 tanaman masing-masing tetua yang dipilih secara
acak.

6
Analisis Data
Karakter kualitatif
Peubah kualitatif diamati pada setiap karakter dan nisbah fenotipe yang
muncul dibandingkan dengan nisbah Mendel. Untuk menguji kesesuaian nilai
pengamatan dan harapan dilakukan uji khi-kuadrat (Crowder 1993). Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut:
. Keterangan: i = 1, 2, 3,
..., n,
= nilai pengamatan populasi ke– , = nilai harapan populasi ke– .
Pendugaan jumlah gen dan aksi gen yang mengendalikan karakter kualitatif
berdasarkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Nisbah fenotipe karakter yang dikendalikan oleh
populasi bersegregasi F2
Jumlah gen dan tipe aksi gen
1. Dikendalikan satu pasang gen:
a. Dominan penuh
b. Resesif
c. Tidak ada dominan
2. Dikendalikan dua pasang gen:
a. Dominan penuh pada kedua lokus A dan B
b. Resesif epistasis, aa epistasis terhadap B dan b
c. Dominan epsitasis, A epistasis terhadap B dan b
d. Dominan dan resesif epistasis, A epistasis terhadap B
dan b, bb epistasis terhadap A dan a
e. Resesif ganda (duplikat resesif epistasis), aa epistasis
ke B dan b; bb epistasis ke A dan a
f. Isoepistasis (duplikat dominan epistasis), A epistasis
ke B dan b; B epistasis ke A dan a
g. Semiepistasis (interaksi duplikat)
h. Interaksi kompleks
4. Dikendalikan tiga pasang gen (epitasis kompleks):
A
B
C
D
Crowder (1993)

gen mayor pada
Ratio
3
1
1

2

-

1
3
1

9
9
12
13

3
3
-

3
3
-

1
4
1
3

9

-

-

7

15

-

-

1

9
10

6
3

-

1
3

37
45
55
27

9

9

27
19
9
19

Pendugaan aksi gen dan ukuran gen
Menurut Ankarali et al. (2009), skewness merupakan statistik yang
digunakan dalam memberikan gambaran distribusi data apakah miring ke kiri, ke
kanan atau simetris, dan dapat digunakan untuk menunjukkan aksi gen yang
mengendalikan suatu karakter. Kurtosis merupakan statistik yang digunakan
dalam memberikan gambaran distribusi data akan cenderung rata atau runcing.

7
Nilai skewness dihitung menggunakan persamaan Joanes dan Gill (1998):
 1 n
3 
  yi  y 
n(n  1)  n i 1
 , uji statistik yang digunakan adalah sebagai
S
3/2

n2
 n
 
  1  yi  y  
  n i 1
 
berikut: Z S  S
dengan nilai kritik Z0.01/2 = 2.58 dan Z0.05/2 = 1.96, dimana
SES
SES adalah galat baku skewness sesuai dengan persamaan (Brown 2012):
6n(n  1)
SEs 
(n  2)(n  1)(n  3)
Nilai kurtosis dihitung menggunakan persamaan Joanes dan Gill (1998):

 1 n

4

  yi  y

n 1
n i 1


 3   , uji statistik yang digunakan
K
 n  1  n
2


(n  2)(n  3)

  1  yi  y 

 n



  i 1

dengan nilai kritik Z0.01/2 = 2.58 dan Z0.05/2 =
adalah sebagai berikut: Z K  K
SEK
1.96, dimana SEK adalah galat baku skewness sesuai dengan persamaan (Brown









n2  1
(n  3)(n  5)
Interpretasi kemungkinan ukuran dan aksi gen berdasarkan
Jayaramachandran (2010) terdapat pada Lampiran 1. Analisis skewness dan
kurtosis menggunakan software statistik SPSS 16 .0.

2012): SEK  2( SEK )

Pendugaan heritabilitas arti luas dan koefisien keragaman genetik
Komponen pendugaan ragam terdiri dari ragam lingkungan, ragam fenotipe,
(∑

)



ragam
dan ragam genetik, ragam dapat dihitung dengan rumus
=
lingkungan diduga dari ragam kedua tetuanya dengan rumus sebagai berikut:
( )=(
)/2, ragam fenotipe ( ) diduga dari ragam populasi F2, dan
ragam genetik ( ) = ( ) – ( ). Ukuran contoh yaitu 150 tanaman generasi F2
dan 30 tanaman pada setiap tetua.
Kriteria heritabilitas arti luas terbagi menjadi tiga yaitu tinggi (
> 50),
sedang (20 <
< 50) dan rendah (
< 20) (Stanfield 1983). Pendugaan
heritabilitas arti luas dihitung menurut metode Singh and Chaudry (1979) sebagai
berikut:

.

Koefisien Keragaman Genetik (KKG) dihitung menggunakan rumus Knight


. Kriteria koefisien ragam genetik
(1979), sebagai berikut:
̅
(KVG) berdasarkan Alnopri (2004), yaitu sempit (0–10%), sedang (12–20%) dan
luas (> 20%).

8
Analis korelasi antar karakter
Analisis korelasi menggunakan rumus Walpole (1982) dan dapat dengan
mengunakan software Minitab 16 dan SPSS 16.0.
n
 n
 n

n xi yi    xi    yi 
i 1
 i 1   i 1 
r
2
2
 n 2  n
  n 2  n
 


n
x
x
n
y
y
  i  i     i  i  
 i 1    i 1
 i 1  
 i 1
Seleksi
Seleksi dilakukan dengan menyeleksi sebesar 10% dari populasi F2
sehingga akan terpilih 15 tanaman F2 terbaik dari setiap populasi berdasarkan
karakter bobot biji malai-1, kemudian dilakukan penghitungan diferensial seleksi
pada semua karakter agronomi lainnya. Diferensial seleksi merupakan selisih
antara nilai tengah galur-galur terseleksi dengan nilai tengah populasi awal.
Deferensial seleksi dapat dirumuskan secara kuantitatif sebagai berikut:
S  XFn  XFn1 .

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Menurut data BMKG (2015) kondisi iklim bulanan di wilayah Darmaga
pada bulan Februari – Juli 2015 adalah sebagai berikut: suhu rata-rata sebesar
25.7 oC, curah hujan bulan-1 282.0 mm, dan kelembaban sebesar 85.3%. Kondisi
suhu pada penelitian sesuai dengan persyaratan tumbuh tetapi curah hujan dan
kelembaban berbeda dari persyaratan tumbuh. Menurut Litbangtan (2011),
kondisi optimum untuk pertumbuhan sorgum adalah sebagai berikut; suhu ratarata 23–30 oC, kelembaban 20–40%, dan curah hujan bulan-1 375–424 mm.
Pada penelitian ini benih sorgum berkecambah mulai 3 hari setelah tanam
(HST). Daya tumbuh pada dua persilangan yaitu PI 150-20-A x Numbu dan PI
150-20 x Kawali lebih dari 85%, sedangkan pada PI 150-21-A x Numbu memiliki
daya tumbuh kurang dari 5% sehingga pada 3 minggu setelah tanam (MST)
diganti menjadi PI 10-90-A x Numbu. Aliran air disaluran drainase yang tidak
lancar menyebabkan terdapat genangan air hujan sehingga saluran dibuat lebih
dalam. Pada 9 MST tanaman rebah sehingga dilakukan pemasangan ajir bambu
pada setiap barisa agar tanaman dapat tegak. Gambar 1 menunjukkan kondisi
umum pertumbuhan sorgum selama pelaksanaan penelitian. Terdapat serangan
organisme penggangu tanaman selama pertumbuhan tanaman seperti hama,
penyakit, dan gulma. Faktor cuaca dan kelembaban tinggi menyebabkan
timbulnya gejala serangan ringan penyakit hawar daun (Xanthomonas
campestris). Serangan hawar daun dengan gejala bercak-bercak coklat atau ungu
kemerahan yang memanjang. Serangan penyakit tidak menimbulkan kerusakan
yang besar sehingga tidak dilakukan pengendalian. Gangguan gulma pada saat
penelitian yang teridentifikasi terdiri dari gulma rumput, daun lebar, dan teki.

9
Keberadaan gulma secara umum tidak menggangu pertumbuhan tanaman.
Pengendalian gulma dilakukan secara manual pada 3–9 MST.

a

b

c

d

Gambar 1 Kondisi umum tanaman sorgum pada umur 6 minggu (a), 8 minggu (b),
10 minggu (c), dan 12 minggu (d)
Serangan hama yang ditemui selama penelitian adalah semut, ulat tanah
(Agrotis ipsilon), ulat pucuk (Helionthis sp), belalang (Valanga nigricornis),
walang sangit (Leptocorisa acuta), dan burung (Lonchurra spp). Pengendalian
hama dilakukan dengan aplikasi insektisida kontak berbahan deltametrin dan
sestemik berbahan karbofuran. Semut menyebabkan benih yang di dalam tanah
rusak sehingga tidak dapat tumbuh. Ulat penggerek batang menyerang pada 3–4
MST yang menyebabkan tanaman patah di pangkal batang. Ulat pucuk
menimbulkan kerusakan pada pucuk daun dan titik tumbuh sehingga malai tidak
terbentuk. Serangan belalang menyebabkan daun berlubang-lubang. Walang
sangit menyerang ketika memasuki fase pengisian biji dengan menghisap cairan
biji sehingga biji rontok atau tidak terbentuk. Serangan burung terjadi pada fase
generatif maksimum dengan mengambil biji dari malai, hama burung
dikendalikan dengan menyungkup malai sorgum.

Nilai Karakter Agronomi
Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai tengah generasi F2 pada tiga populasi
yang di uji tidak menunjukkan nilai tengah yang lebih tinggi dari dua tetuanya,
tetapi dapat ditemukan nilai tengah generasi F2 yang lebih tinggi dengan salah

10
satu tetuanya. Nilai tengah generasi F2 yang demikian disebabkan munculnya
segregasi pada generasi F2 sehingga nilai setiap karakter sangat beragam. Pada
nilai simpangan baku generasi F2 diketahui selalu lebih tinggi dari dua tetuanya
sehingga pemilihan karakter untuk seleksi dapat menggunakan simpangan baku.
Nilai simpangan baku yang lebih tinggi dari tetuanya menunjukkan bahwa
generasi F2 berpeluang untuk lebih baik dari kedua tetuanya. Menurut
Jambormias (2014), tingginya simpangan baku mengindikasikan adanya
keragaman genetik pada populasi generasi F2. Nilai simpangan baku secara
umum mengindikasikan adanya peluang untuk memperbaiki keragaan hasil
persilangan melalui seleksi.
Tabel 2 Nilai tengah dan simpangan baku karakter kuantitatif pada tetua dan F2
Nilai tengah dan simpangan bakua
Karakter
P1
P2
F2
PI 10-90-A x Numbu
Tinggi tanaman (cm)
328.08 ± 12.22 240.28 ± 13.39 274.91 ± 46.11
Jumlah daun (helai)
12.27 ± 0.64
12.27 ± 0.78
10.67 ± 1.55
Diameter batang (cm)
1.82 ± 0.20
1.62 ± 0.22
1.69 ± 0.34
Panjang malai (cm)
22.56 ± 1.18
20.32 ± 2.11
22.24 ± 2.66
Diameter malai (cm)
4.17 ± 0.44
2.72 ± 0.46
3.81 ± 1.05
-1
Bobot biji malai (g)
55.50 ± 12.99
49.98 ± 22.86
35.64 ± 29.04
Bobot 100 butir (g)
2.21 ± 0.32
3.19 ± 0.50
2.35 ± 1.25
PI 150-20-A x Numbu
Tinggi tanaman (cm)
133.12 ± 10.32 240.29 ± 13.83 169.62 ± 22.24
Jumlah daun (helai)
11.03 ± 1.27
11.30 ± 0.79
10.55 ± 1.72
Diameter batang (cm)
1.85 ± 0.32
1.73 ± 0.31
1.80 ± 0.42
Panjang malai (cm)
22.80 ± 2.28
20.44 ± 1.31
22.45 ± 2.88
Diameter malai (cm)
4.37 ± 0.70
3.99 ± 0.56
3.95 ± 1.23
Bobot biji malai-1 (g)
48.60 ± 19.92
43.46 ± 23.67
43.40 ± 33.20
Bobot 100 butir (g)
2.90 ± 0.39
3.16 ± 0.43
3.01 ± 1.00
PI 150-20-A x Kawali
Tinggi tanaman (cm)
131.26 ± 8.88 171.71 ± 18.47 161.65 ± 34.26
Jumlah daun (helai)
9.67 ± 1.09 14.10 ± 1.03
10.76 ± 1.73
Diameter batang (cm)
1.78 ± 0.38
1.88 ± 0.39
1.59 ± 0.39
Panjang malai (cm)
22.45 ± 3.37 25.81 ± 1.67
23.66 ± 3.39
Diameter malai (cm)
4.40 ± 1.02
4.09 ± 0.66
4.15 ± 1.08
-1
Bobot biji malai (g)
53.25 ± 21.43 52.94 ± 23.12
47.16 ± 33.20
Bobot 100 butir (g)
2.58 ± 0.36
2.64 ± 0.39
2.73 ± 0.60
a

: angka di depan dan di belakang tanda ± adalah nilai tengah dan simpangan baku, P1: tetua
betina, P2: tetua jantan, F2: generasi kedua

Pendugaan Ukuran dan Tipe Aksi Gen Karakter Kualitatif dan Kuantitatif
Pengamatan karakter kualitatif bertujuan untuk mengetahui keragaan
karakter generasi F2 terhadap tetuanya. Poespodarsono (1988) menyatakan bahwa
karakter kualitatif merupakan sifat yang mudah dikelompokkan dan dapat
dibedakan secara nyata. Menurut Crowder (1993), pendugaan tipe aksi gen mayor

11
yang mengendalikan karakter kualitatif dilakukan menggunakan pendekatan
analisis genetika Mendel, yaitu dengan membandingkan nisbah frekuensi
fenotipik karakter F2 hasil pengamatan dengan nisbah fenotipik harapan atau
nisbah hipotetik dengan uji khi-kuadrat.
Tabel 3 Analisis uji-khi kuadrat pada populasi F2 sorgum hasil persilangan
Karakter

tn

Nisbah
segregasi

Warna biji
Eksersi malai
Bentuk malai
Warna tulang daun

9:3:3:1
9:6:1
9:3:3:1
9:6:1

Warna biji
Eksersi malai
Bentuk malai
Warna tulang daun

27:9:9:19
9:3:3:1
9:3:4
9:6:1

Warna biji
Eksersi malai
Bentuk malai
Warna tulang daun

9:3:4
1:2:1
9:3:4
9:3:3:1

Jumlah gen dan tipe aksi gen
hitung

PI 10-90-A x Numbu
0.78tn
dua pasang, dominan penuh
tn
1.50
dua pasang, semiepistasis
0.52tn
dua pasang, dominan penuh
tn
0.52
dua pasang, semiepistasis
PI 150-20-A x Numbu
0.10tn
tiga pasang, epistasis kompleks
tn
2.18
dua pasang, dominan penuh
1.15tn
dua pasang, resesif epistasis
tn
0.79
dua pasang, semiepistasis
PI 150-20-A x Kawali
0.19tn
dua pasang, resesif epistasis
0.12tn
satu pasang, aditif
tn
0.91
dua pasang, resesif epistasis
1.16tn
dua pasang, dominan penuh

: tidak berbeda nyata pada taraf 5%

Tabel 3 menunjukkan bahwa hasil uji nilai hitung tidak berbeda nyata pada
taraf 5% sehingga nisbah fenotipe generasi F2 yang diperoleh mengikuti nisbah
Mendel. Nisbah tersebut dapat digunakan untuk menduga ukuran dan aksi gen
yang berpengaruh pada setiap karakter. Menurut Crowder (1993), dengan nisbah
9:3:3:1 maka fenotipe dikendalikan oleh dua pasang gen secara dominan penuh,
nisbah 9:6:1 menunjukkan fenotipe dikendalikan oleh dua pasang gen dengan tipe
aksi gen semiepistasis, nisbah 9:3:4 menunjukkan fenotipe dikendalikan oleh dua
pasang gen dengan tipe aksi resesif epistasis, dan nisbah 1:2:1 menunjukkan
fenotipe dikendalikan oleh satu pasang gen dengan aksi gen aditif, dan nisbah
27:9:9:19 menunjukkan fenotipe tersebut dikendalikan oleh tiga pasang gen
dengan tipe aksi gen epistasis kompleks. Nisbah segregasi yang diperoleh
berdasarkan frekuensi setiap karakter pada F2. Frekuensi setiap karakter
ditunjukkan pada Lampiran 2. Menurut Kisman (2008), pewarisan karakter aksi
gen epistasis tidak banyak bermanfat bagi program pemuliaan karena sulit bagi
kemajuan genetik untuk perbaikan. Informasi mengenai gen pengendali pada
karakter agronomi sangat berguna dalam upaya meningkatkan frekuensi gen-gen
yang diinginkan dalam kegiatan seleksi.
Statistik deskriptif yang dapat digunakan untuk menduga jumlah gen dan
aksi gen yang mengendalikan suatu karakter kuantitatif dalam populasi
bersegregasi adalah kemenjuluran (skewness) dan keruncingan (kurtosis).
Menurut Samak et al. (2011) skewness memberikan informasi mengenai aksi gen
sedangkan kurtosis memberikan informasi mengenai jumlah gen yang
mengendalikan suatu karakter.

12
Tabel 4 Nilai skewness, kurtosis, jumlah gen, dan tipe aksi gen pada populasi F2
Jumlah gen
dan tipe aksi
Karakter
S
SES
ZS
K
SEK
ZK
gen
TT
JD
DB
PM
DM
BBM
B100

-0.47
0.33
0.83
-0.01
-0.02
0.70
-0.83

0.20
0.20
0.20
0.20
0.20
0.20
0.20

PI 10-90-A x Numbu
-2.37
0.82 0.39 2.08*
1.67tn
-0.16 0.39 -0.40tn
**
4.20
2.43 0.39 6.16**
-0.04tn
1.41 0.39 3.58**
tn
-0.08
-0.37 0.39 -0.95tn
3.51**
0.65 0.39 1.65tn
**
-4.19
-0.68 0.39 -1.73tn
*

Sedikit, ED
Banyak, Ad
Sedikit, EK
Sedikit, EA
Banyak, Ad
Sedikit, EK
Banyak, Ad

PI 150-20-A x Numbu
TT
JD
DB
PM
DM
BBM
B100

0.07
-0.79
0.47
-0.11
-0.09
0.40
-1.44

0.20
0.20
0.20
0.20
0.20
0.20
0.20

0.35tn
-3.96tn
2.37*
-0.57tn
-0.44tn
2.02*
-7.29**

-0.28
3.19
-0.61
-0.61
-0.16
0.58
2.38

0.39
0.39
0.39
0.39
0.39
0.39
0.39

-0.72tn
8.10**
-1.54tn
-1.55tn
-0.41tn
1.47tn
6.05**

Banyak, Ad
Sedikit, ED
Banyak, EK
Banyak, Ad
Banyak, Ad
Sedikit, EK
Sedikit, ED

PI 150-20-A x Kawali
TT
JD
DB
PM
DM
BBM
B100

0.13
0.55
1.37
-0.22
-0.07
0.84
-0.12

0.20 0.68tn
0.20 2.78**
0.20 6.89**
0.20 -1.12tn
0.20 -0.34tn
0.20 4.26**
0.20 -0.63tn

0.09
0.25
0.86
-0.54
-0.39
0.74
-0.48

0.39 0.22tn
0.39 0.63tn
0.39 2.18*
0.39 -1.36tn
0.39 -0.99tn
0.39 1.89tn
0.39 -1.23tn

Sedikit, Ad
Sedikit, EK
Sedikit, EK
Banyak, Ad
Banyak, Ad
Sedikit, EK
Banyak, Ad

TT: tinggi tanaman (cm), JD: jumlah daun (helai), DB: diameter batang (cm), PM: panjang malai
(cm), DM: diameter malai (cm), BBM: bobot biji malai-1 (g), B100: bobot 100 butir (g), S
(skewness), SES: standard error skewness, ZS: statistik uji skewness, K: kurtosis, SEK: standard
error kurtosis, ZK: statistik uji kurtosis, **: statistik uji sangat nyata pada taraf nyata 0.01, *:
statistik uji nyata pada taraf nyata 0.05)\, tn: statistik uji tidak nyata, EK: epistasis komplementer,
ED: epistasis duplikat, EA: epistatsis aditif, Ad: hanya aditif.

Analisis kurtosis populasi PI 10-90-A x Numbu pada Tabel 4 menunjukkan
bahwa karakter tinggi tanaman, diameter batang, dan panjang malai menyebar
leptokurtik, sedangkan pada karakter jumlah daun, diameter malai, dan bobot 100
butir yang menyebar platikurtik. Pada karakter bobot biji malai-1 dapat diangap
melibatkan sedikit gen, karena walaupun memiliki kurtosis positif tetapi tidak
nyata sehingga cenderung leptokurtik. Analisis skewness memperlihatkan
sebagian besar karakter menjulur ke kiri dan lainnya menjulur ke kanan. Karakter
yang melibatkan gen aditif adalah jumlah daun, diameter malai, dan bobot 100
butir, sedangkan karakter yang melibatkan gen non aditif adalah tinggi tanaman,
diameter batang, panjang malai, dan bobot biji malai-1. Aksi gen non aditif yang
berperan adalah epistasis duplikat, epistasis komplementer, dan epistasis aditif.

13
Analisis kurtosis pada populasi PI 150-20-A x Numbu yang disajikan pada
Tabel 4 menunjukkan bahwa karakter jumlah daun, bobot biji malai-1, dan bobot
100 butir menyebar leptokurtik, sedangkan pada karakter tinggi tanaman,
diameter batang, panjang malai, dan diameter malai menyebar platikurtik. Khusus
untuk karakter dengan kurtosis tidak nyata misalnya tinggi tanaman, karena
memiliki kurtosis negatif sehingga cenderung platikurtik. Analisis skewness
memperlihatkan sebagian besar karakter menjulur ke kiri dan lainnya menjulur ke
kanan. Karakter yang melibatkan gen aditif adalah tinggi tanaman, panjang malai,
dan diameter malai sedangkan karakter yang melibatkan gen non aditif adalah
jumlah daun, diameter batang, bobot biji malai-1, dan bobot 100 butir. Aksi gen
non aditif yang berpengaruh adalah epistasis komplementer, epistasis duplikat,
dan epistasis aditif.
Analisis kurtosis pada populasi PI 150-20-A x Kawali yang disajikan pada
Tabel 4 menunjukkan bahwa karakter tinggi tanaman, jumlah daun, diameter
batang, dan bobot biji malai-1 menyebar leptokurtik, sedangkan pada karakter
panjang malai, diameter malai, dan bobot 100 butir menyebar platikurtik.
Karakter dengan kurtosis tidak nyata misalnya panjang malai dengan kurtosis
bertanda negatif sehingga cenderung platikurtik. Analisis skewness
memperlihatkan sebagian besar karakter menjulur ke kanan dan lainnya menjulur
ke kiri. Karakter yang melibatkan gen aditif adalah tinggi tanaman, panjang malai,
diameter malai, dan bobot 100 butir sedangkan karakter yang melibatkan gen non
aditif adalah jumlah daun, diameter batang, dan bobot biji malai-1. Aksi gen non
aditif yang berperan hanya epistasis komplementer.

Heritabilitas Karakter
Pada penelitian ini ragam tetua sebagai ragam lingkungan karena masingmasing individu tanaman pada tetua memiliki kesamaan secara genetik sehingga
variasi fenotipe yang muncul bukan disebabkan oleh variasi genetik melainkan
dipengaruhi oleh lingkungan. Ragam genetik terjadi akibat adanya segregasi dan
interaksi antar gen. Menurut Brewbaker (1964), menyatakan bahwa komponen
ragam lingkungan dapat dihitung nilainya dengan menggunakan populasi yang
tidak mempunyai ragam genetik atau populasi dengan ragam genetik rendah
seperti galur murni. Nasir (2001) menjelaskan bahwa heritabilitas adalah proporsi
besaran ragam genetik terhadap besaran ragam fenotipe untuk suatu karakter
tertentu.
Tabel 5 menunjukkan bahwa heritabilitas diketahui bervariasi dari rendah,
sedang, dan tinggi. Nilai heritabilitas arti luas populasi PI 10-90-A x Numbu
menunjukkan seluruh karakter memiliki nilai heritabilitas arti luas yang tinggi.
Nilai heritabilitas arti luas populasi PI 150-20-A x Numbu menunjukkan hampir
seluruh karakter memiliki nilai heritabilitas arti luas yang tinggi kecuali pada
karakter diameter batang dengan heritabilitas sedang. Nilai heritabilitas arti luas
populasi PI 150-20-A x Kawali menunjukkan nilai heritabilitas arti luas tinggi
pada karakter tinggi tanaman, jumlah daun, bobot biji malai-1, dan bobot 100
butir. Heritabilitas arti luas sedang pada karakter panjang malai dan diameter
malai, serta heritabilitas arti luas rendah pada karakter diameter batang. Karakter
yang memiliki nilai heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa ragam genotipe lebih

14
berperan dari ragam lingkungan. Nilai heritabilitas yang rendah menggambarkan
faktor lingkungan lebih banyak mempengaruhi karakter tersebut. Menurut
Jambormias et al. (2004), nilai heritabilitas karakter kuantitatif yang tergolong
tinggi mengindikasikan keragaman fenotipe pada generasi tersebut merupakan
keragaman yang dapat diwariskan pada turunannya. Sugandi et al. (2012)
menambahkan keragaan karakter yang memiliki heritabilitas rendah dipengaruhi
oleh faktor lingkungan, sedangkan karakter dengan heritabilitas tinggi maka
keragaan dari karakter tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik.
Tabel 5 Nilai duga komponen ragam, koefisien keragaman genetik dan
heritabilitas arti luas pada karakter kuantitatif populasi F2
KKG
2
2
2
Karakter
h2 bs (%)

e
g
(%)
PI 10-90-A x Numbu
Tinggi tanaman (cm)
2 125.75 164.36 1 961.38
92.27
15.96
Jumlah daun (helai)
2.40
0.51
1.89
78.62
12.34
Diameter batang (cm)
0.11
0.04
00.07
61.06
15.45
Panjang malai (cm)
7.10
2.93
4.16
58.65
9.27
Diameter malai (cm)
1.09
0.20
0.89
81.79
25.51
Bobot biji malai-1 (g)
843.28 345.55
497.73
59.02
55.05
Bobot 100 butir (g)
1.57
0.18
1.40
88.70
48.28
PI 150-20-A x Numbu
Tinggi tanaman (cm)
494.58 148.90
345.69
69.89
10.65
Jumlah daun (helai)
2.96
1.13
1.84
62.00
12.63
Diameter batang (cm)
0.18
0.10
0.08
44.86
15.69
Panjang malai (cm)
8.27
3.47
4.81
58.11
9.87
Diameter malai (cm)
1.52
0.67
0.85
55.95
22.99
Bobot biji malai-1 (g)
1 102.30 478.56
623.74
56.59
56.56
Bobot 100 butir (g)
1.00
0.17
0.83
83.08
30.00
PI 150-20-A x Kawali
Tinggi tanaman (cm)
1 173.42 210.01
963.40
82.10
19.55
Jumlah daun (helai)
2.99
1.13
1.86
62.29
12.31
Diameter batang (cm)
0.15
0.15
0.00
1.89
3.24
Panjang malai (cm)
11.47
7.08
4.38
38.25
8.80
Diameter malai (cm)
1.18
0.73
0.44
37.56
15.92
Bobot biji malai-1 (g)
1 102.20 496.84
605.36
54.92
50.36
Bobot 100 butir (g)
0.36
0.14
0.22
60.76
17.24
�: ragam fenotipe, 2 e: ragam lingkungan,
KKG: koefisien keragaman genetik
2

2

g: ragam genetik, h2 bs: heritabilitas arti luas,

Koefisien Keragaman Genetik (KKG) digunakan untuk mengukur besarnya
keragaman genetik suatu karakter dan untuk membandingkan keragaman genetik
berbagai karakter pada suatu tanaman. Surya (2007) menyebutkan KKG
merupakan suatu nisbah antara nilai standar deviasi dari ragam genetik dengan
nilai rata-rata karakter yang bersangkutan. Tiara (2010) menyebutkan adanya
kriteria luas pada nilai KKG dapat menunjukkan tingkat keragaman genetik yang
luas sehingga proses seleksi dapat dilakukan lebih mudah dan efisien.

15
Tabel 5 menunjukkan bahwa koefisien keragaman genetik setiap karakter
bervariasi dari sempit, sedang, dan luas. Pada populasi PI 10-90-A x Numbu
diketahui karakter tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang tergolong
dalam keragaman sedang, karakter panjang malai tergolong dalam keragaman
sempit, sedangkan diameter malai, bobot biji malai-1 dan bobot 100 butir
tergolong dalam keragaman luas. Pada populasi PI 150-20-A x Numbu diketahui
karakter tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang tergolong dalam
keragaman sedang, dan panjang malai tergolong dalam keragaman sempit, serta
diameter malai, bobot biji malai-1, dan bobot 100 butir tergolong dalam
keragaman luas. Pada populasi PI 150-20-A x Kawali diketahui karakter tinggi
tanaman, jumlah daun, diameter malai, dan bobot 100 butir tergolong dalam
keragaman sedang, dan karakter diameter batang dan panjang malai tergolong
dalam keragaman sempit, sedangkan bobot biji malai-1 tergolong dalam
keragaman luas.
Karakter yang akan digunakan untuk seleksi adalah yang memiliki
heritabilitas arti luas tinggi dan koefisien keragaman genetik luas. Pada populasi
PI 10-90-A x Numbu karakter yang dapat digunakan adalah diameter malai, bobot
biji malai-1, dan bobot 100 butir. Pada populasi PI 150-20-A x Numbu karakter
yang dapat digunakan adalah diameter malai, bobot biji malai-1, dan bobot 100
butir. Pada populasi PI 150-20-A x Kawali karakter yang dapat digunakan sebagai
seleksi adalah bobot biji malai-1.

Analisis Korelasi Antar Karakter
Analisis korelasi ditujukan untuk menduga pola hubungan antara karakter
agronomi dengan hasil yang selalu menjadi tujuan perbaikan dalam setiap
program pemuliaan tanaman. Menurut Falconer (1964), nilai koefisien korelasi
yang bernilai positif menunjukkan karakter tersebut memiliki hubungan searah
dengan karakter lain dan nilai negatif menunjukkan hubungan yang berlawanan
antara karakter dengan hasil. Menurut Nasir (2001), korelasi antar karakter
menunjukkan hubungan saling terkait di antara karakter yang diamati, dan
karakter yang satu saling menentukan dengan karakter yang lain. Sehingga
korelasi memiliki arti yang sangat penting dalam kegiatan seleksi. Seleksi akan
efektif bila terdapat hubungan erat antara karakter penduga dengan karakter yang
dituju dalam suatu program seleksi.
Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah daun, diameter batang, diameter malai,
dan bobot 100 butir berkorelasi positif dan nyata dengan bobot biji malai-1.
Kondisi ini menunjukkan semakin besar diameter batang dan diameter malai akan
meningkatkan bobot biji malai-1. Semakin banyak jumlah daun maka akan
meningkatkan pula jumlah fotosintat yang dihasilkan sehingga semakin banyak
fotosintat yang dapat disimpan di malai. Menurut Sitompul dan Guritno (1995),
daun merupakan organ penting bagi tanaman, karena fotosintat sebagai bahan
pembentuk biomasa tanaman dihasilkan dari proses fotosintesis yang terjadi
didaun. Pada populasi ini diketahui tinggi tanaman berkorelasi positif dengan
bobot biji per malai tetapi pengaruhnya tidak nyata sehinga pengaruhnya tidak
besar. Tinggi tanaman yang terlalu tinggi memudahkan tanaman rebah sehingga
kerebahan dapat mengganggu translokasi fotosintat dan menyebabkan penurunan

16
hasil. Korelasi negatif dan tidak nyata terhadap bobot biji malai-1 ditunjukkan oleh
panjang malai sehingga pada populasi ini panjang malai dapat mengurangi bobot
biji malai-1 walaupun berpengaruh tidak nyata.
Tabel 6 Koefisien korelasi antar karakter pada F2 PI 10-90-A x Numbu
JD
DB
PM
DM
BBPM
100 BTR

TT
0.21**
0.28**
0.40**
0.07tn
0.09tn
-0.08tn

JD

DB

PM

DM

BBPM

0.38**
0.09tn
0.36**
0.35**
0.05tn

0.37**
0.32**
0.21**
-0.03tn

0.09tn
-0.01tn
-0.05 tn

0.71**
0.56**

0.66**

angka yang diikuti oleh simbol *: berkorelasi nyata pada taraf 5%, **: berkorelasi sangat nyata pada
taraf 1%, tn: tidak nyata, TT: tinggi tanaman, JD: jumlah daun, DB: diameter batang, PM: panjang
malai, DM: diameter malai, BBPM: bobot biji malai-1, 100 BTR: bobot 100 butir

Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah daun, diameter batang, panjang malai,
diameter malai, dan bobot 100 butir berkorelasi positif dan nyata terhadap bobot
biji per malai. Kondisi ini menunjukkan semakin tinggi diameter bata