III. MIKROORGANISME INDIKATOR PADA PRODUK PANGAN OLAH
Penggolongan Mikroorganisme Indikator
Mikroorganisme indikator pada produk pangan olah merupakan mikroorganisme yang dapat digunakan sebagai batasan penetapan mutu suatu produk pangan olah.
Mikroorganisme yang digunakan sebagai indikator mutu suatu produk pangan olah dapat dibedakan ke dalam tiga kelompok yaitu :
1. Mikroorganisme indikator keamanan 2. Mikroorganisme indikator sanitasi pengolahan
3. Mikroorganisme indikator kebusukan Mikroorganisme indikator keamanan pangan terdiri dari mikroorganisme patogen
yang sering ditemukan pada produk pangan tertentu. Mikroorganisme patogen tersebut dapat dibedakan atas mikroorganisme penyebab infeksi dan penyebab keracunan
makanan. Contoh Salmonella merupakan bakteri patogen yang sering ditemukan sebagai indikator keamanan produk-produk daging, udang beku dan telur, sedangkan
Staphylococus aureus digunakan sebagai indikator keamanan produk-produk daging olah beragam seperti sosis, daging asap dan ikan.
Mikroorganisme indikator sanitasi pengolahan pangan terdiri dari mikroorganisme yang mungkin mencemari makanan selama pengolahan. Pengujian
terhadap mikroorganisme sanitasi pengolahan dilakukan segera setelah pengolahan, tidak Setelah penyimpanan atau transpor. Mikroorganisme tersebut dapat berasal dari berbagai
sumber misalnya dari alat-alat pengolahan yang digunakan, baik untuk pencucian bahan makanan, maupun yang langsung yang digunakan pada pengolahan, dari pekerja
pengolah makanan, atau dari hewan-hewan yang mencemari tempat pengolahan . Mikroorganisme indikator kebusukan makanan dapat digunakan sebagai
penetapan daya tahan simpan suatu produk pangan olah, sehingga dapat diketahui masa kadaluwarsa produk-produk tersebut. Semakin tinggi jumlah mikroorganisme pembusuk,
semakin rendah daya tahan simpannya. Jenis mikroorganisme indikator, baik indikator keamanan, sanitasi maupun
kebusukan, berbeda-beda untuk setiap jenis produk pangan olah, yaitu tergantung dari 12
jenis dan komposisi produk pangan dan proses pengolahan yang diterapkan. Berikut ini akan dibahas mikroorganisme indikator dikelompokkan berdasarkan kelompok komoditi
pangan olah, yaitu produk sayuran, produk daging dan unggas, produk susu, dan produk hasil perairan seperti ikan, udang dan kerang.
PRODUK SAYURAN
Produk sayuran yang akan dibahas adalah terutama sayuran beku dan sayuran kaleng karena kedua produk tersebut dianggap produk sayuran yang populer. Produk
sayuran kering tidak dibahas karena dianggap sebagai produk yang kurang populer, dan karena bentuknya kering maka relatif aman dan tahan lama disimpan.
Sayuran beku
Sayuran pada umumnya terkontaminasi oleh bakteri yang tergolong koliform, dan bakteri tersebut mungkin masih ada pada setiap tahap pengolahan. Dari survey yang
dilakukan oleh Splittstoesser dan Wettergreen 1981 terhadap sayuran yang dibekukan melaporkan bahwa Enterobacter dan Klebsiella merupakan mikroflora normal yang
terdapat pada sayuran sejak di kebun oleh karena itu keberadaannya di dalam produk sayuran tidak dapat digunakan sebagai indikator sanitasi. Sebaliknya sayuran pada
umumnya jarang terkontaminasi oleh koliform fekal yaitu Escherichia coli, oleh karena itu keberadaannya di dalam sayur-sayuran dapat digunakan sebagai indikator sanitasi.
Mengapa sayuran beku jarang terkontaminasi oleh Escherichia coli ? beberapa kemungkinan yang dapat diterangkan adalah sebagai berikut :
1. Sayuran jarang terkontaminasi oleh kotoran manusia maupun hewan, kecuali jika setelah pemanenan sayuran kemudian dicuci dengan air yang
terkontaminasi oleh kotoran. 2. Sayuran bukan merupakan habitat normal E. coli
13
3. Kemungkinan terjadi kontaminasi kotoran maupun koliform fekal pada sayur- sayuran, tetapi E.coli merupakan bakteri yang sensitif terhadap proses blansir
dan pembekuan sehingga tidak akan terdeteksi pada sayuran beku
Sayuran kaleng
Sayuran kaleng adalah sayuran yang diproses dengan cara sterilisasi komersial di dalam kaleng sehingga diharapkan sayuran tersebut sudah bebas dari mikroorganisme
patogen dan pembusuk yang dapaqt tumbuh selama penyimpanan pada suhu penyimpanan yang normal suhu kamar. Makanan kaleng tidak diharapkan steril jika
disimpan pada suhu yang relatif tinggi, misalnya suhu 50 - 55 C, karena bakteri
termofilik yang mungkin tumbuh pada suhu tersebut dan mengakibatkan kebusukan. Karena sifatnya yang steril komersial, maka mikroorganisme yang digunakan
sebagai indikator terutama adalah mikroorganisme yang bersifat mesofilik, meskipun pengujian terhadap bakteri termofilik juga diperlukan untuk mengetahui mutu
mikrobiologi makanan kalengan tersebut. Jadi sebagai indikator kebusukan dapat ditetapkan jumlah bakteri yang secara anaerobik maupun aerobik dengan suhu inkubasi
32 C untuk bakteri mesofilik dan 55
C untuk bateri termofilik. Beberapa pengujian mikrobiologi yang lebih spesifik juga dapat dilakukan untuk
mengetahui indikator kebusukan suatu sayuran dalam kaleng terdapat jumlah bakteri pembentuk asam tanpa gas misalnya Bacillus stearothermophilus pada sayuran atau
makanan lain berasam rendah, dan B. coagulans B. thermoacidurans pada sayuran atau makanan lain yang bersifat asam. Beberapa bakteri perusak makanan kaleng bersifat
proteolitik dan membentuk hidrogen sulfida sehingga makanan kaleng menjadi busuk dan bewarna hitam karena terjadinya kerusakan reaksi antara sulfida dengan besi. Bakteri
yang menyebabkan kerusakan tersebut misalnya Clostridium nigrificans yang bersifat anaerobik dan B. betanigrificans yang bersifat anaerobik fakultatif, keduanya bersifat
termofilik. Pengujian terhadap mutu keamanan makanan kaleng terutama dilakukan terhadap
adanya spora bakteri Clostridium botulinun. Bakteri ini tergolong bakteri anaerobik
14
berbentuk spora dan bersifat mesofilik, dan merupakan bakteri pembentuk neurotoksin yang dapat mengakibatkan keracunan yang bersifat fatal.
Pengujian terhadap mikroorganisme indikator sanitasi biasanya dilakukan terhadap makanan kaleng , karena pemanasan yang tinggi selama proses sterilisasi akan
membentuk semua sel vegetatif mikroorganisme. Kontaminasi kembali mungkin terjadi selama penyimpanan, misalnya pada kaleng yang bocor.
Produk daging unggas
Pengujian terhadap mikroorganisme indikator pada produk daging dan unggas dilakukan untuk beberapa tujuan tertentu yaitu untuk menjamin keamanannya secara
mikroorgannisme biologis, mengetahui kondisi sanitasi selama pengolahan, dan mengetahui daya tahan simpan produk. Alasan menggunakan mikroorganisme indikator
adalah untuk memantau mutu bahan mentah yang digunakan, kodisi pengolahan, dan mutu produk pada berbagai tahap pengolahan dan distribusi.
Tabel 2. Mikroorganisme indikator untuk produk-produk daging dan unggas
Indikator Mikroorganisme
Kemanan Salmonella
Staphylococcus aureus Clostridium perfringens
Clostridia mesofilik
Sanitasi Koliform
Escherichia coli Enterokoki
Daya tahan simpan Kapang dan Kamir
Bakteri asam laktat Pseudomonas
Indikator keamanan pangan
Produk-produk daging dan unggas sering merupakan sumber keracunan makanan. Bakteri patogen yang sering mencemari produk-produk tersebut terutama adalah
Staphylococcus aureus, Salmonella dan Clostridium perfringens. Staphylococcus aureus 15
sering mencemari produk-produk daging yang diolah dengan kadar garam relatif tinggi, seperti sosis dan ham, sedangkan Salmonella sering ditemukan pada produk-produk dan
unggas yang masih mentah atau telah diolah setengah matang, dan C. perfringens sering ditemukan pada produk-produk daging dan unggas yang dipanggang atau dibakar.
Bakteri patogen lain yang mungkin ditemukan pada produk-produk daging tetapi relatif jarang dibandingkan dengan ketiga bakteri patogen diatas adalah Clostridium botulinum
dan Bacillus cereus. Di Indonesia, kasus keracunan makanan yang disebabkan oleh produk-produk daging dan unggas belum banyak dilaporkan dan dicatat dengan baik,
karena gejalanya pada umumnya bukan merupakan penyakit menular tetapi suatu gejala keracunan.
Berbagai cara dapat dilakukan untuk meningkatkan keamanan produk-produk daging dan unggas antara lain :
1. Penetapan proses terkontrol. Dalam proses terkontrol Analysis. Sistim ini terdiri dari tahap evaluasi proses dalam industri dan identifikasi titik kritis yang harus
dikontrol, kemudian mengembangkan program monitoring untuk memastikan bahwa titik kritis tersebut telah berhasil dikontrol. Dalam proses pengolahan
produk-produk daging terdapat dua titik kontrol kritis yang harus dimonitor untuk meningkatkan keamanan produk yaitu,
a Penggunaan suhu dan waktu yang tepat untuk pemanasan dan pendinginan produk.
b Mencegah kontaminasi silang daging mentah ke daging yang telah masak 2. Formulasi produk. Berbagai bahan mentah dapat ditambahkan ke dalam produk-
produk daging olah untuk mencegah pertumbuhan mikroba patogen, misalnya karbohidrat yang dapat difermentasi menjadi asam , asap kayu, asidulan, garam
dan natrium nitrit. 3. Penggunaan wadah pengemas dan label yang tepat. Sebagai contoh, pengemasan
vakum dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus jika dikombinasikan dengan penambahan garam. Label pada wadah pengemas dapat
digunakan sebagaimedia instruksi kepada konsumen mengenai cara yang tepat untuk penyimpanan dan konsumsi produk.
16
4. Kombinasi dua atau tiga cara di atas.Produk akan aman untuk dikonsumsi jika diproduksi melalui suatu proses pengolahan yang terkontrol dimana mikroba
patogen dapat dimusnahkan, dikombinasi dengan penambahan bahan-bahan yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen yang masih hidup, dan dikemas
sedemikian rupa sehingga pertumbuhan bakteri patogen dapat dihambat dengan label yang memberikan informasi mengenai cara penanganan dan penyimpanan
produk. Berbagai faktor mempengaruhi tingkat keamanan produk-produk daging dan unggas
olahan dapat dilihat pada tabel
Indikator sanitasi
Mutu sanitasi produk-produk daging dan unggas biasanya ditentukan berdasarkan jumlah hitungan cawan aerobik pada suhu 35 – 37
C, jumlah koliform, dan ada tidaknya E. coli. Pengujian terhadap mikroorganisme indikator sanitasi dilakukan segera setelah
pengolahan, dan untuk mengetahui sumber pencemaran pada produk akhir sebaiknya juga dilakukan pengujian terhadap peralatan dan bahan bahan yang digunakan
17
Tabel 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keamanan produk-produk daging dan unggas
Faktor
Penentu
Ekstrinsik
Suhu pengolahan
Kondisi penyimpanan
Mikroba kompetitif
Pengemasan Intrinsik
● pH ● Garam
● Residu nitrit
● Askorbat, iso askorbat ● Besi
● Fosfat ● Bahan lain asap
Suhu dan waktu pemanasan dan pendinginan Suhu dan waktu penyimpanan
Jenis dan jumlah mikroba nonpatogen yang ada setelah pengolahan atau karena kontaminasi setelah
proses Jenis pengemas
Jumlah oksigen setelah penutupan dan selama penyimpanan
Keterangan untuk penangaanpenyimpanan produk
Jenis dan jumlah karbohidrat Pertumbuhan bakteri asam laktat
Penggunaan asidulan atau fosfat Konsentrasi garam
Jumlah nitrit Nilai pH produk
Suhu dan waktu pengolahan dan penyimpanan Kandungan besi
Pertumbuhan mikroba penurun nitrat
Suhu dan waktu pengolahan dan penyimpanan Jenis daging dan bahan tambahan
Jenis dan jumlah yang ditambahkan Jenis dan jumlah yang ditambahkan
. Pengujian hitungan cawan aerobik yang dilakukan pada suhu 35 – 37
C selama dua hari bertujuan untuk mendeteksi bakteri yang berasal dari pekerja pengolah makanan
dan hewan yang diolah, baik dari saluran pencernaan, saluran pernafasan, kulit, maupun sumber lainnya dan mendeteksi bakteri yang berasal dari alat-alat pengolahan yang
tercemar oleh kedua sumber tersebut. Penggunaan suhu dan waktu inkubasi tersebut juga dapat mendeteksi mikroflora normal yang terdapat pada alat-alat pengolahan. Jumlah
hitungan cawan pada suhu 35 – 37 C selama dua hari menunjukkan tingkat sanitasi
makanan. Penggunaan suhu inkubasi yang lebih rendah, yaitu 4.4 – 30 C dapat juga
18
dilaksanakan tetapi lebih tepat digunakan untuk mendeteksi mikroorganisme indikator kebusukan daripada indikator sanitasi, meskipun beberapa koliform dilaporkan dapat
berkembang biak pada suhu rendah. Informasi yang diperoleh dari pengujian mikroorganisme indikator sanitasi
bergantung kepada apakah produk tersebut dalam keadaan mentah atau siap untuk dimakan. Untuk bahan pangan mentah, jumlah koliform dan E. coli menunjukkan tingkat
kontaminasi pada proses penyembelihanpemotongan hewan . Pada daging unggas, pencemaran oleh mikroorganisme indikator dan Salmonella seringkali terjadi ketika
hewan berada dalam peternakan sebelum pemotongan. Selama pemotongan misalnya dapat dilakukan tindakan-tindakan pencegahan untuk untuk menurunkan tingkat
pencemaran yang terjadi. Salah satu contoh misalnya dengan cara membuang isi perut tanpa memotong atau melukai usus.
Selama pengolahan daging, jumlah mikroorganisme mungkin dapat meningkat pada beberapa tahap pengolahan, misalnya waktu pemisahan tulang dari daging, baik
dengan menggunakan mesin maupun dengan tangan, pada waktu pencucian, penggilingan, dan sebagainya. Perendaman daging di dalam larutan garam dapat
merangsang pertumbuhan bakteri yang tahan garam seperti S. aureus.
Indikator kebusukan
Daya tahan simpan produk-produk daging dan unggas dapat diketahui dari kandungan mikroorganisme pembusuk di dalamnya. Jenis kebusukan yang umum terjadi
dipengaruhi oleh jenis produk, komposisi produk, proses termal yang diterapkan terhadap produk, kontaminasi selama pengolahan dan pengepakan, cara pengepakan, dan suhu
serta waktu penyimpanan. Pemilihan mikrorganisme indikator kebusukan bervariasi tergantung dari jenis
produk. Untuk daging segar yang belum diolah, dimana kebusukan biasanya disebabkan oleh bakteri gram negatif berbentuk batang seperti Pseudomonas, biasanya ditetapkan
jumlah hitungan cawan pada suhu 20 C selama 3 hari menggunakan Plate Count Agar
PCA. Jika produk-produk daging dipak di dalam plastik yang tidak tembus oksigen,
19
misalnya pada sosis yang dipak secara vakum di dalam plastik, kebusukan disebabkan bakteri asam laktat.
Jumlah bakteri asam laktat di dalam produk-produk daging oleh yang dipak secara vakum mempengaruhi kecepatan pembusukan produk yang ditandai antara lain
dengan terjadinya perybahan cita rasa menjadi asam dan perubahan warna cairan daging yang keluray yaitu menjadi keputih-putihan. Jumlah hitungan cawan aerobik pada
produk-produk yang baru diolah menunjukkan jumlah bakteri yang tahan terhadap proses pengolahan dan tingkat kontaminasi dari peralatan dan sumber lainnya. Akan tetapi daya
tahan simpan produk-produk daging yang dipak vakum tidak diketahui dari jumlah hitungan cawan aerobik, karena sebagian besar bakteri yang terhitung dalam uji jumlah
mikroorganisme aerobik tidak dapat tumbuh selama penyimpanan dalam keadaan vakum.
Produk susu
Susu mentah dari sapi sehat pada umumnya mengndung mikrorganisme sebanyak 100 – 10.000 selmil dengan rata-rata 500 – 1.000 selml. Mikroorganisme yang
digunakan sebagai indikator sanitasi pada susu mentah adalah koliform yang tidak boleh melebihi 100 selml. Mikroorganisme yang digunakan sebagai indikator dan sekaligus
juga menunjukkan bahwa susu tersebut berasal dari sapi yang sakit diantaranya adalah streptokoki, stapilokoki, mikrobakteria, dan brucella.
Mikroorganisme indikator pada produk-produk susu olah tidak hanya terdiri dari mikroorganisme yang menunjukkan terjadinya kontaminasi kotoran tetapi juga
mikroorganisme yang menunjukkan cara penanganan sebelumnya termasuk sanitasi selama pemerahan, suhu penyimpanan, sanitasi alat dan proses pengolahan, dan
kemungkinan transfer dari produk-produk lainnya. Mikroorganisme yang biasa diuji pada produk susu oleh terdiri dari koliform, termofil, termodurik, psikotrofik, pembentukan
gas, pembentukan spora aerobik dan anaerobik, enterokoki, kapang dan kamir serta kelompok lainnya termasuk beberapa bakteri patogen tertentu. Pemilihan
mikroorganisme indikator tersebut tergantung kepada jenis produk dan proses yang diterapkan.
20
Pemilihan mikroorganisme indikator pada produk-produk susu olah sangat bervariasi karena sifat-sifat fisik dan kimia berbagai prodik susu bervariasi. Produk
produk susu dapat dibedakan menjadi lima kelompok besar yaitu:
1. Susu cair, baik yang masih mentah, telah mengalami pasteurisasi, maupun susu steril
2. Susu kental dan susu bubuk,termasuk bubul whey dan kasein 3. Mentega
4. Keju dan produk fementasi lainnya 5. Es krim dan produk beku lainnya
Perbedaan sifat-sifat dan mutu mikrobiologi diantar produk-produk susu olah tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu :
1. Cara konsumsi , yaitu mentah, dipanaskan atau disterilkan. 2. Proses pemanasan yang diterapkan , misalnya 65
C selama 30 menit atau 72 C
selama 15 detik untuk susu pasteurisasi , 118 C untuk susu evaporasi atau lebih
tinggi lagi. 3. Kondisi pengolahan misalnya alamiah seperti dadih atau terkontrol seperti pada
keju 4. Cara penyimpanan selama penjualan, misalnya lemari es atau dibekukan
5. Penambahan bahan pengawet atau senyawa antimikroba 6. Keadaan dispersi air dalam produk, misalnya lemak dalam air seperti pada susu,
es krim, keju, atau air dalam lemak seperti pada mentega. 7. Umur simpan produk yang bervariasi mulai dari beberapa hari untuk susu
pasteurisasi, sampai beberapa bulan untuk keju. 8. Perbedaan pH dari mulai 3,5 sampai mendekatai netral
9. Penambahan kultur mikroorganisme dengan kemungkinan produksi antibiotik 10. Perbedaan aktivitas air karena perbedaan dalam penambahan garan, yaitu dari 0,3
sampai 40 dan perbedaan kadar air dari 2 sampai 90
21
Produk Hasil Perairan
Produk hasil perairan seperti ikan , udang , kerang dan sebagainya mempunyai potensi yang besar sebagai penyebab keracunan makanan. Meskipun makanan-makanan
hasil laut segera setelah ditangkap pada umumnya bebas dari pencemaran air yang terpolusi, tetapi kontaminasi oleh bakteri patogen dapat terjadi selama pebgolahan dan
penanganan. Ikan segar yang baru ditangkap pada umumnya mengandung mikroorganisme sebanyak 10
2
– 10
3
sel per cm
2
permukaan kulit atau per gram daging. Jumlah ini mungkin dapat mencapai 10 – 100 kali lebih tinggi, tergantung dari mutu air
tempat ikan tersebut di tangkap. Jumlah bakteri di dalam rongga perut ikan tergantung dari jumlah makanan yang terdapat di dalamnya, bervariasi dari beberapa ratus sampai
10
7
sel per gram isi perut ikan. Bakteri patogen yang mencemari hasil perairan terutama adalah Clostridum
botulinum , Sterptococcus aureus, Sterptococcus pyogenes, Salmonella, Shigella dan Clostridium perfringens. Produk-produk hasil laut juga sering tercemar oleh Vibrio
parahaemolyticus . Kerang merupakan salah satu hasil perairan yang sering menyebabkan keracunan makanan. Hal ini disebabkan oleh sistem penyaringan makanan
yang terdapat pada kerang, mengakibatkan bakteri mudah mengumpul di dalam rumah kerang.
Beberapa bakteri tertentu yang digunakan sebagai indikator pencemaran kotoran pada hasil perairan, antara lain koliform, koliform fekal termasuk Escherichia coli,
Sterptokoki fekal , Clostridum perfringens, dan Clostridia lainnya, Bakteri-bakteri tersebut dapat digunakan sebagai indikator karena biasanya ditemukan di dalam air yang
tercemar oleh bakteri patogen yang berasal dari kotoran. Daya tahan simpan produk perairan di tentukan oleh jumlah mikroba pembusuk
yang terdapat di dalamnya. Pengujian terhadap indikator pada produk-produk pangan hasil perairan, baik untuk bahan yang masih segar maupun yang telah di olah pada
prinsipnya sama dengan pengujian indikator kebusukan terhadap produk-produk daging dan unggas. Untuk produk-produk yang dibekukan dilakukan perhititungan jumlah
hitungan cawan menggunakan Plate Count Agar PCA pada suhu 20 C selama tiga hari
22
untuk menghitung jumlah mikroba pembusuk baik yang bersifat psikrofilik ataupu mesofilik.
23
IV. DEKOMPOSISI MAKANAN OLEH MIKROORGANISME
Dalam pertumbuhannya mikroorganisme membutuhkan zat-zat nutrisi untuk sintesis komponen sel dan menghasilkan energi. Sebagai sumber energai
untuk menghasilkan ATP terutama, diperoleh dari karbohidrat dan protein. Selain
itu mikroorganisme juga membutuhkan beberapa faktor pertumbuhan seperti asam amino sebagai bahan dari protein, purin dan pirimidin sebagai bagian dari asam nukleat, mineral
dan vitamin sebagai bagian dari prostetik enzim di dalam sel. Komposisi kimia sel mikroorganisme menunjukkan bahwa unsur-unsur C, H, O, N, P dan S menyusun 96
dari berat kering sel dan unsur-unsur mikro seperti K, Ca, Mg, Cl, Fe,Mn, Co, Cu, dan Mo diperlukan oleh hampir semua mikroorganisme.
Mikroorganisme mempunyai berbagai macam enzim yang dapat memecah komponen-komponen makanan menjadi senyawa yang –senyawa yang lebih
sederhana yang mengakibatkan perubahan-perubahan dalam sifat makanan seperti warna , rasa, bau, dan tekstur. Tidak semua mikroorganisme dapt memecah berbagai
karbohidrat, misalnya pati susah dipecah oleh kebanyakan mikroorganisme kecuali oleh beberapa yang bersifat amilolitik. Monosakarida dan disakarida mudah dipecah oleh
berbagai mikroorganisme. Kebanyakan buah-buahan mengandung monosakarida dalam jumlah yang tinggi, oleh karena itu sering mengalami fermentasi secara spontan dengan
menghasilkan asam dan gas. Susu mengandung disakarida yaitu laktosa, sehingga fermentasi asam laktat mudah terjadi pada susu. Produksi asam laktat oleh
mikroorganisme pembentuk asam umum terjadi pada makanan yang kaya akan karbohidrat, tetapi pada umumnya kapang dan kamir tidak aktif dalam memproduksi
asam pada makanan. Makanan yang kaya akan protein juga mengalami perubahan biokimia tetapi
molekul protein lebih kompleks dibandingkan dengan karbohidrat. Bakteri dan kapang tertentu yang memecah protein disebut mikroorganisme proteolitik.. Mikroorganisme
semacam ini mempunyai semacam enzim yang kompleks sehingga dapat memecah protein menjadi asam asam amino yang dapat digunakan sebagai sumber energi oleh sel.
Disamping itu selama pemecahan protein akan terbentuk berbagai asam, gas, dan produk- produk lainnya yang beberapa di antaranya mungkin tidak diinginkan karena
24
menimbulkan bau busuk, tetapi beberapa produk pemecah protein mungkin diinginkan seperti dalam proses pematangan keju.
Kebanyakan makanan mengandung lemak dengan komposisi yang bervariasi tergantung dari jenis makanannnya. Lemak yang mengandung gliserol dan asam-asam
lemak, dan minyak nabati umumnya mengandung asam lemak berantai panjang seperti asam sitrat dan sebagainya. Asam lemak berantai panjang lebih sukar dipecah dibanding
asam lemak berantai pendek yang banyak ditemukan di dalam lemak hewani. Sebagai contoh mentega sangat mudah menjadi tengik karena terbentuknya asam butirat yang
merupakan asam lemak berantai pendek. Pada umumnya lemak tidak mudah dipecah oleh mikroorganisme dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Pemecahan lemak di
samping merugikan karena dapat menimbulkan bau tengik pada makanan, juga merupakan salah satu proses yang diinginkan dala pematangan keju.
Karbohidrat
Karbohidrat merupakan komponen makanan yang tersusun dari atom-atom karbon, hidrogen, dan oksigen. Gula yang terdapat secara alamiah di dalam bahan pangan
umumnya tidak cukup pekat untuk mempengaruhi aktifitas mikroorganisme, Gula kadang kadang ditambahkan ke dalam produk makanan yang untuk merangsang pertumbuhan
mikroba yang diharapkan tumbuh dan berperan dalam proses fermentasi, misalnya penambahan sukrosa atau laktosa ke dalam potongan sayur dan kubis dalam pembuatan
pikel dapat membantu pembentukan asam asam lemak laktat dan asam asetat selama fermentasi. Kedua asam ini dapat mempengaruhi pembentukan cita rasa produk akhir.
Penambahan gula sebanyak 1 satu persen sampai 10 sepuluh persen ke dalam makanan pada kondisi tertentu akan merangsang pertumbuhan mikroorganisme.
Konsentrasi gula sebanyak 50 lima puluh persen untuk menghambat pertumbuhannya. Beberapa bakteri, kapang dan kamir mungkin tahan terhadap
konsentrasi gula yang lebih tinggi, dan organisme semacam ini disebut organisme osmofilik. Organisme semacam ini biasanya dapat memecah gula menjadi senyawa-
25
senyawa yang lebih sederhana atau sebagai sumber energi, sehingga disebut organisme sakarolitik.
Mikroorganisme yang kaya akan karbohidrat mudah diserang oleh mikroorganisme tertentu karena karbohidrat lebih mudah dipecah dan digunakan
mikroorganisme ketimbang protein dan lemak. Produk utama pemecahan karbohiodrat adalah asam dan gas, meskipun produk – produk intermediate lainnya mungkin terbentuk
dalam jumlah tertentu. Contohnya Staphylococcus aureus akan memecah glukosa, laktosa dan sukrosa menjadi asam. Enterobacter aerogenes memecah gula – gula tersebut
menjadi asam dan gas, sedangkan Alkaligenes faecalis tidak membentuk asam ataupun gas.
Beberapa bakteri tertentu dapat menggunakan pati sebagai sumber energi, dan
membentuk komponen yang menyerupai gum. Keadaan ini merupakan salah satu cara
untuk melindungi sel, terhadap terbentuknya asam yang berlebihan, salah satu contoh misalnya pada kerusakan roti yang disebut roti berlendir. Sebagian pati di dalam roti
tersebut akan dihidrolisa oleh bekteri yaitu Bacillus mesentricus menjadi gum, yang membentuk struktur kapsul pada bakteri tersebut. Dalam hal ini gula tidak dihidrolisa
menjadi asam sehingga tidak dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk roti. Protein maupun pati pada roti akan dipecah oleh mikroorganisme
menghasilkan bau dan penampakan yang berbeda dari roti yang masih baik mutunya. Asam laktat merupakan asam utama yang terbentuk dalam berbagai produk
fermentasi makanan, misalnya dalam fermentasi susu dan sayur asinan. Jumlah asam yang terbentuk mungkin sedemikian tingginya, sehingga menghambat mikroorganisme
yang memproduksinya. Konsentrasi asam yang tinggi pada produk-produk fermentasi tersebut bahkan mungkin dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang tahan asam.
Produksi asam selama fermentasi dipengaruhi oleh jenis mikroorganismne yang berperan, jenis makananan dan kandungan gulanya. Pembentukan asam sampai mencapai pH 3.0 –
4.3 pada umumnya dapat menhambat pertumbuhan bakteri. Produk-produk hasil pemecahan gula oleh mikroorganisme bervariasi tergentung
dari jenis mikroorganismenya. Disakarida, trisakarida dan polimer-polimer yang tinggi mula-mula dipecah menjadi monosakarida oleh enzim-enzim yang terdapat di dalam sel
mikroorganisme sebagai berikut; 26
maltase
Maltosa _______________ 2 glukosa
Β-galaktosidase Laktosa ________________ galaktosa + glukosa
invertase Sukrosa _________________ glukosa + fruktosa
Pati yang merupakan salah satu karbohidrat kompleks, juga dapat dipecah oleh mikroorganisme tertentu. Akan tetapi pembentukan asam dari pati lebih lambat, sehingga
pati harus dipecah dulu menjadi gula yaitu glukosa, oleh enzim amylase yang hanya diproduksi oleh beberapa mikroorganisme tertentu. Jumlah gula dan asam yang
terbentuk dari pati tergantung dari aktifitas enzim amylase.
Protein
Protein tersusun dari asam-asam amino, dan rata-rata mengandung 50 persen karbon, 25 persen oksigen, 16 persen Nitrogen dan 7 persen Hidrogen. Protein dapat
dibedakan atas beberapa kelompok yaitu;1. Protein sederhana seperti albumin, globulin, glutelin, prolamin dan albuminoid, 2. Protein terkonjugasi, misalnya kromoprotein,
glikoprotein, fosfoprotein dan nukleoprotein, 3. Protein turunan, misalnya protein terkoagulasi, metaprotein, proteosa, pepton, dan peptida.
Makanan-makanan yang kaya akan protein, diantaranya telur, daging , susu, ikan kacang-kacangan dan serealia mempunyai kandungan protein berkisar 10 sampai 35
persen. Berbagai jenis serealia mempunyai kandungan protein yang bervariasi antara 5 sampai 15 persen. Buah-buahan dan sayuran segar rendah dalam kandungan proteinnya,
dan bervariasi antara satu sampai lima persen. 27
Dekomposisi protein oleh mikroorganisme lebih kompleks daripada pemecahan karbohidrat, dan produk akhir yang terbentuk juga lebih bervariasi. Hal ini disebabkan
struktur protein yang lebih kompleks, seperti terlihat pada struktur salah satu protein yaitu gelatin dengan rumus C
49
H
42
N
105
. Mikroorganisme melalui suatu sistem enzimatik yang kompleks, memecah protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana
dengan pola sebagai berikut :
Protein -- proteosa-- pepton--polipeptida -- peptida -- asam amino--- NH
3
dan elemen N.
Senyawa-senyawa intermediet dan dan produk akhir hasil pemecahan asam amino sangat bervariasi. Selain itu juga di bebaskan alkohol dan berbagai gas seperti karbon
dioksida, metana, hidrogen dan amonia. Amonia dilepaskan dalam jumlah tinggi pada pemecahan protein lebih lanjut. Pemecahan protein juga melepaskan senyawa-senyawa
berbau busuk seperti merkaptan, hidrogen sulfida, indol, skatol, putresi dan kadaverin.
Protein susu
Protein susu diambil sebagai salah satu contoh reaksi yang terjadi jika protein hewan tanaman dipecah oleh mikroorganisme pada kondisi tertentu. Protein utama susu
adalah kasein, dan susu mengandung fraksi-fraksi protein sebagai berikut, kasein 3 persen, laktalbumin 0.5 pesen, dan laktoglobulin 0.05 persen. Protein dalam susu
mempunyai komposisi kimia yang sangat kompleks dengan rumusC
162
H
258
N
41
SPO
52
.
Protein akan dipecah oleh mikroorganisme, dan kemudian digunakan oleh sel untuk metabolismenya dan membentuk struktur sel.
Kasein merupakan protein ampoterik yang mempunyai sifat asam maupun basa, tetapi biasanya mempunyai sifat asam. Molekul kasein akan dipecah menjadi 18
macam atau lebih asam amino yang ditemukan dalam susu. Salah satu asam amino yang
ditemukan dalam susu adalah triptofan yang terdapat dalam laktalbumin dalam jumlah 2 sampai 8 persen. Triptofan yang merupakan asam amino esensial untuk tubuh
manusia, juga dibutuhkan oleh bakteri tertentu. Escherichia coli dan beberapa bakteri
28
lainnya dapat memecah triptopan menjadi menghasilkan indol. Dengan adanya air, enzim triptofanase akan memecah triptofan menjadi indol, asam piruvat dan
amonia. Reaksi ini disebut juga dengan uji indol, dapat digunakan untuk mengindentifikasi beberapa spesies bakteri tertentu terutama yang tergolong
koliform. Dalam uji tersebut bakteri ditumbuhkan di dalam tryptofan broth selama
beberapa hari, kemudian ditetesi dengan asam nitrit 0.1 persen. Jika terbentuk indol di dalam medium maka warna medium akan berubah menjadi merah karena ternbentuknya
senyawa nitrosa indol. Tryptofan juga berperan dalam menimbulkan bau yang menyengat pada makanan-makanan busuk, terutama karena terbentuknya indol dan metil
indol sebagai pemecahan triptofan oleh mikroorganisme yang memproduksi enzim triptofanase.
Ptomain
Ptomain adalah senyawa hasil pemecahan protein tertentu oleh mikroorganisme. Sebagai contoh misalnya dekarboksilasi lysin oleh mikroorganisme membentuk ptomain.
Bakteri memecah protein dengan menghasilkan energi dalam jumlah kecil, tetapi Nitrogen dari hasil pemecahan tersebut digunakan untuk membangun protoplasma di
dalam sel, sedangkan energi yang dibutuhkan untuk sintesis tersebut terutama diperoleh dari hasil pemecahan karbohidrat.
Pemecahan protein oleh karbohidrat sering disebut dengan putrefaksi, dimana terjadi dekomposisi asam amino, enzim-enzim intraseluler akan memecah protein di
dalam sel menghasilkan senyawa-senyawa yang lebih sederhana yang menimbulkan bau busuk. Sebagai contoh bakteri pembentuk spora yang bersifat anaerobik yaitu
Clostridium akan memecah protein secara anaerobik menghasilkan senyawa-senyawa sulfur yang berbau busuk seperti merkaptan dan hidrogen sulfida, disamping itu juga
terbentuk indol, hidrogen, amonia, fenol, dan karbondioksida. Protein yang mengandung sulfur misalnya sistin, dan metionin dapat dipecah oleh mikroorganisme aerobik tanpa
menghasilkan bau busuk karena produk-produk akhir yang terbentuk telah dioksidasi dan distabilisasi secara sempurna. Dalam hal pemecahan secara anaerobik, produk akhir yang
terbentuk dalam keadaan tidak stabil sehingga menimbulkan bau busuk yang menyengat. 29
Tetapi meskipun menimbulkan bau busuk tetapi pada beberapa pengolahan pemecahan protein oleh mikroorganisme merupakan tahap yang penting dan diinginkan,
misalnya pengolahan keju dan pengembangan daging. Dalam proses tersebut protein akan mengalami denaturasi dan hidrolisis yang merupakan tahap penting dala
pengumpulan protein susu atau pengempukan protein daging.
Lemak
Lemak merupakan bagian penting dari bahan pangan yang banyak ditemukan dalam daging hewan dan tanaman. Lemak merupakan ester gliserol dan asam lemak.
Sifat-sifat lemak ditentukan oleh komponen asam lemak yang menyusunnnya. Asam-asam lemak berantai pendek yang terdapat di dalam lemak susu yaitu asam
butirat, mempunyai bau yang menyengat setelah dihidrolisis. Minyak-minyak nabati yang mengandung asam lemak berantai panjang misalnya asam oleat dan palmitat, tidak
mempunyai bau yang menyengat setelah hidrolisis. Asam lemak berantai pendek dan tidak jenuh mempunyai titik cair yang lebih rendah dibandingkan dengan asam lemak
jenuh berantai panjang. Bahan pangan yang mengandung lemak dalam jumlah bervariasi sebagai contoh
minyak nabati dan lard mengandung hampir 100 persen lemak, sedangkan sayuran dan dan buah-buahan segar hanya mengandung kurang 1 persen lemak, kecuali beberapa
buah-buahan yang mengandung lemak yang tinggi misalnya apokat dengan kadar lemak sekitar 19 persen. Biji-bijian pada umumnya mengandung lemak dala jumlah tinggi,
misalnya kacang-kacangan, kelapa dan sebagainya. Kandungan lemak di dalam daging bervariasi tergantung dari jenis hewannya dan bagiannya di dalam tubuh.
Fosfolipid dan sterol merupakan bagian dari lemak, dimana sebagain dari asam lemak diganti dengan asam pospat dan Nitrogen. Salah satu contoh dari pospolipid adalah
lesitin yang ditemukan dalam kuning telur, lemak susu, kedelai dan hampir semua sayur- sayuran. Komponen nitrogen dalam lesitin adalah kolin yang merupakan bagian dari
vitamin B kompleks dan mempunyai peranan dalam metabolisme lemak . Lesitin dari kuning telur dan kedelai sering digunakan sebagai emulsifier dalam pembuatan
mayonaise, cokelat dan oleomargarine. Salah satu contoh komponen sterol adalah cholestrerol yang terdapat dalam susu.
30
Hidrolisis lemak
Lemak lebih sukar dipecah oleh mikroorganisme dibandingkan dengan protein dan karbohidrat, meskipun beberapa mikroorganisme ada yang memproduksi emzim
lipase yang dapat menghidrolisa lemak menjadi gliserol dan asam-asam lemak bebas. Glierol kemudian dipecah oleh mikroorganisme seperti halnya pemecahan karbohidrat.
Kapang pada umumnya memproduksi lipase dalam jumlah tinggi dan menyerang makanan- makanan dengan kandungan lemak tinggi sehingga menimbulkan bau tengik.
Sifat kapang semacam ini sering digunakan dalam pemeraman beberapa jenis keju.
Oksidasi Lemak
Perubahan yang terjadi pada makanan yang berlemak seperti mentega , ikan , daging, mungkin juga disebabkan oleh reaksi oksidasi akibat aktivitas mikroorganisme
yang mempunyai enzim-enzim oksidase. Oksidasi asam asam lemak tidak jenuh oleh enzim-enzim tersebut akan menghasilkan seyawa-senyawa dengan berat molekul lebih
kecil seperti asam, aldehida, keton, peroksidase. Suatu mikroorganisme seperti bakteri mungkin mempunyai enzim-enzim yang
dapat menghidrolisa lemak maupun mengoksidasi lemak. Bakteri yang mempunyai enzim oksidase kuat pada umumnya adalah bakteri gram negatif, sedangkan bakteri gram
positip biasanya mempunyai aktifitas oksidase yang sangant lemah. Beberapa bakteri yang mempunyai sifat oksidase kuat antara lain adalah, Pseudomonas, Achromobacter,
dan Alcaligenes, sedangkan yang bersifat oksidase lemah misalnya, Enterobacter, Escherichia, dan Proteus. Pseudomonas dan Achromobacter dapat tumbuh pada suhu
pendinginan yang menimbulkan ketengikan pada produk-produk yang disimpan pada suhu rendah seperti mentega, loard, daging dan makanan berlemak lainnya. Bakteri yang
bersifat oksidase positip banyak ditemukan di dalam susu dan produk-produk susu, molase dan silase jagung.
31
Pernan enzim dalam dekomposisi makanan
Enzim dalam sel hidup dapat dibedakan atas dua macam berdasarkan tempat aktivitasnya, yaitu enzim ekstraseluler dan enzim intraseluler. Enzim intraseluler bekerja
di dalam sel dan memegang peranan penting dalam memecahkan makanan yang diabsorbsi ke dalam sel untuk metabolisme . Enzim ini biasanya melakukan reaksi
oksidasi-reduksi dan membebaskan energi dalam jumlah tinggi yang langsung dapat digunakan oleh sel. Enzim ekstraseluler diproduksi oleh sel, dan dikeluarkan oleh dinding
sel ke medium sekelilingnya dan bekerja di luar sel, yaitu memecah komponen2 di dalam medium seperti protrein, pati dan lemak. Hasil-hasil pemecahan komponen-komponen
tersebut kemudian dapat diabsorsi melalui dinding sel dan membran semipermiabel ke dalam sel dan digunakan oleh sel.
Tabel 4. Beberapa contoh enzim hidrolitik ekstraselluler pada mikroorganisme
Enzim Substrat
Produk
Esterase Lipase
Pektinase
Karbohidrase Invertase
Maltase Selobiase
β Galaktosidase α Amilase
β Amilase Amiloglukosidase
Gliserida lemak Pektin
Sukrose Maltosa
Selobiosa Laktosa
Pati Pati
Pati Gleserol dan asam lemak
Metanol+asam poligalakturonat, Kholin + H
3
PO
4
+ Lemak
Glukosa + fruktosa Glukosa
Glukosa Galaktosa + glukosa
Dekstrin + maltosa Maltosa
Glukosa
Karena sifat pemecahannya terhadap komponen makanan sangat spesifik, maka enzim banyak digunakan dalam industri pangan untuk berbagai tujuan.
32
Tabel 5. Enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme, sumber dan aplikasinya Amilase
Sellulase
Dekstransukrase
Glukosa oksidae
Invertase
Laktase
Lipase
Pektinase
Protaseproteinase
Rennin mikrobial Aspergillus niger
Aspergillus oryzae Bacillus subtilis
Rhizopus sp Mucor rouxii
Aspergillus niger Trichoderma viride
Leuconostoc mesentroides
Aspergillus niger
Saccharomyces cerevisiae
Streptococcus fragilis
Aspergillus niger Mucor sp
Rhizopus sp
Aspergillus niger Penicillium sp
Rhizopus sp
Aspergillus oryzae
Bacillus subtilis Mucor sp
Rhizopus sp
Mucor miehei Mucor pusilus
Industri roti, bir, sirup, dan makanan2 lainnya
Industri konsentrat roti
Berbagai kegunaan dekstran dalam industry pangan
Penghilangan glukosa dari telur dalam industry telur bubuk
Madu tiruan,
mencegah pengkristalan pada permen
Hidrolisis laktosa dalam industry susu
Pembentukan cita rasa pada keju
Penjernihan pada anggur dan sari buah
Mencegah pengendapan protein pada industry bir
Industri roti, pengempukan daging
Penggumpalan susu dalam industry keju
33
V. PERANAN KULTUR MIKROORGANISME DALAM
PENGOLAHAN PANGAN
Penggunaan kultur mikroorganisme dalam pengolahan pangan misalnya dalam pembuatan makananan fermentasi, terutama ditujukanan untuk mengubah bahan pangan
asalnya menjadi produk baru yang mempunyai karakteristik yang berbeda dari bahan asalnya. Selain tujuan utama tersebut, penggunaan kultur mikroorganisme ternyata
mempunyai keuntungan lain diantaranya: 1. Penggunaan kultur mikroorganisme dapat mengawetkan dan meningkatkan
keamanan makanan karena beberapa diantaranya dapat memecah substrat menjadi asam dan menurunkan pH makananan sehingga mikroorganisme pembusuk dan
patogen tidak dapat tumbuh . Selain itu beberapa mikroorganisme yang digunakan sebagai kultur dalam pengolahan makanan dapat membentuk senyawa
antimikroba lainnya. 2. Penggunaan kultur mikrorganisme dapat meningkatkan nilai gizi makanan karena
mikroorganisme dapat memecah komponen makanan menjadi senyawa lain yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna atau diabsorsi oleh tubuh.
3. Kultur mikroorganisme yang digunakan dalam pengolahan pangan dapat memecah substrat menjadi senyawa senyawa yang berpengaruh pada cita rasa
produk.
Produk susu
Kultur mikroorganisme yang digunakan dalam pengolahan produk-produk susu terutama terdiri dari bakteri asam laktat yang dapat meproduksi asam laktat menjadi
bagian utama dari produk akhir. Selain itu bakteri asam laktat juga dapat memproduksi asam asetat dalam jumlah kecil, tetapi meskipun jumlahnya kecil , asam asetat bersifat
toksik terhadap mikroorganisme. Penurunanan pH karena pembentukan asam asetat tersebut menyebabkan terhambatnya pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan,
terutama tipe putrefaktif Pseudomonas dan patogen Salmonella, dan Stapilokoko . Keberhasilan kultur bakteri asam laktat dalam pengolahan pangan dipengaruhi oleh
34
kecepatan pembentukan asam untuk menjamin bahwa mikroorganisme yang tidak diinginkan tidak sempat tumbuh.
Selain pemecahan karbohidrat perubahan lain yang terjadi sebagai akibat bakteri asam laktat adalah perubahan protein. Kultur laktat akan menghidrolisa protein untuk
memperoleh nitrogen yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya di dalam susu. Pemecahan protein terutama kasein menyebabkan pembentukan kurd yang diinginkan dan
mengakibatkan protein menjadi lebih mudah dicerna. Hasil pemecahan proteinbersama- sama dengan hasil pemecahan laktosa dan lipid menyebabkan pembentukan cita rasa
spesifik pada produk.
Senyawa antimikroba pada Kultur Laktat
Berbagai kultur bakteri asam laktat dapat memproduksi hidrogen peroksida H
2
O
2
sebagai salah satu metabolit. Walaupun Hidrogen peroksida konsentrasinya dalam susu sangat rendah, tetapi keberadaannya dalam susu dapat membantu menghambat
pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan. Hidrogen peroksida yang diproduksi dapat menghambat pertumbuhan beberapa bakteri gram negatif Pseudomionas, Salmonella
dan gram positip Staphylococcus. Sterptokoki laktat tertentu dapat memproduksi nisin dan diplokokin. Produksi
nisin oleh beberapa kultur laktat tertentu telah digunakan untuk mengawetkan keju swiss terhadap kebusukan oleh clostridia. Lactobacillus plantarum memproduksi laktolin
sedangkan laktobasilin kemudian diindentifikasi sebagai Hidrogen peroksida. Lactobacillus brevis memproduksi laktobrevin, Lactobacillus bulgaricus memproduksi
senyawa penghambat yang disebut dengan bulgarikan, sedangkan Lactobacillus asidofilus membentuk senyawa penghambat yaitu asidofilin. Berbagai senyawa
antimikroba yang diproduksi bakteri asam laktat tersebut dapat meningkatkan keamanan dan mengawetkan produk susu.
Ketidakmampuan Mencerna Laktosa Laktosa Intoleran
Penderita lactose intolerance adalah orang yang tidak dapat mengkonsumsi susu karena tidak mempunyai enzim pemecah laktosa di dala sisitem pencenaannya. Akan
tetapi pengamatan menunjukkan bahwa penderita lactase intoleran dapat mengkonsumsi 35
susu yang difermentasi tanpa mengalami rasa sakit. Hal ini disebabkan kultur laktat yang digunakan dalam fermentasi susu yang mempunyai sistem enzim pemecah laktosa,
menjadi gula sederhana yaitu glukosa dan galaktosa. Kultur tersebut mempunyai enzim pemecah laktosa yaitu beta-galaktosidase, untuk memperoleh energi untuk pertumbuhan
di dalam susu.
Pencegahan pembentukan Nitrosamin
Beberapa tahun yang lalu ramai dibicarakan mengenai nitrat dan nitrit dalam makanan dan pembentukan nitrosamin pada berbagai bahan pangan dan pembentukan
nitrosamin oleh mikroorganisme usus. Akan tetapi Goodhead et al 1976 melaporkan bahwa nitrat yang ditambahkan dalam susu untuk diolah menjadi produk yang disebut
keju Gouda dan Edam tidak menghasilkan nitrosamin pada produk akhir. Beberapa mikroorganisme saluran usus misalnya laktobasilli dapat melakukan
degradasi nitosamin. Produksi dan ekskresi amin lebih rendah terjadi pada hewan yang diberi makan diet susu yang mengandung Lactobacillus acidophilus, sedangkan hewan
yang diberi diet susu tanpa bakteri tersebut melakukan ekskresi amin dalam jumlah yang lebih tinggi dan hewan tersebut mengalami diare terus menerus.
Penurunan kadar kolesterol
Laktobasilli saluran usus dilaporkan berperan dalam metabolisme garam bile. Asam bile yang tidak terkonjugasi lebih bersifat menghambat terhadap mikroorganisme
dibandingkan dengan asam bile yang terkonyugasi. Diduga bahwa dekonyugasi asam bile oleh laktobasilli saluran usus dapat mengontrol flora mikroorganisme di dalam usus.
Menurut penelitian Mann dan Spoery 1974 bahwa kolesterol dalam serum akan menurun selama konsumsi susu fermentasi dalam jumlah tinggi meskipun konsumsi
kalori cukup besar sehingga menyebabkan pertambahan berat badan. Di suga youghurt mengandung suatu faktor yang dapat menghambat sintesis kholesterol dari asetat
mengakibatkan kholesteremia menurun meskipun mengkonsumsi sejumlah besar kholesterol. Pemberian diet formula susu diberi suplemen L. acidophilus kepada bayi
akan lebih banyak menurunkan kandungan khlolesterol darah dibandingkan dengan pemberian formula susu tanpa bakteri tersebut.
36
Mengurangi resiko kanker
Goldin dan Gorbach 1980, meneliti kemungkinan hubungan antara laktobasilli dengan kanker kolon usus, dan melaporkan bahwa pemberian L. acidophilus kepada
tikus secara nyata menurunkan aktivitas enzim-enzim bakteri fekal yaitu glukuronidase, nitroreduktase dan azoreduktase jika hewan tersebut diberi makan diet daging.
Masyarakat di negara-negara barat yang banyak mengkonsumsi daging mengandung enzim-enzim tersebut dalam jumlah tinggi dibandingkan dengan masyarakat pemakan
sayur, dan enzim ini di duga berperan dalam mengubah prokarsinogen menjadi karsinogen proksimal. Pengaruh L. acidophilus terhadap enzim-enzim tersebut juga
terjadi pada manusia.
PRODUK DAGING
Daging dan produk olahan daging lainnya merupakan medium yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Pemotongan dan pemisahan tenunan-tenunan
daging akan menghilangkan mekanisme ketahanan tenunan terhadap serangan mikroorganisme. Penanganan dan pengolahan selanjutnya dapat menambah kontaminasi
oleh mikroorganisme pembusuk dan patogen. Oleh karena itu daya daya simpan produk- produk daging sangat dipengaruhi oleh cara penenganan dan pengawetan yang dilakukan.
Dari sejak dulu orang sudah melakukan pengawetan daging dengan cara tradisional, yaitu dengan menambahkan garam dan gula ke dalam daging , dan
mendiamkannya selama beberapa waktu tertentu sampai garam dan gula tersebut meresap ke dalam tenunan daging. Setelah itu daging diolah lebih lanjut dengan cara
mengeringkan, mengasap, atau cara pengolahan lainnya. Pada saat ini telah dikembangkan berbagai produk olahan daging yang masing-masing mungkin berbeda
dalam konsentrasi garam, gula, bumbu-bumbu, formulasinya dan cara pengolahannya. Kan tetapi stabilitas produk-produk tersebut maupun konsistensinya sebenarnya sangat
dipengaruhi oleh aktivitas bakteri asam laktat yang menubah gula manjadi asam laktat. Bakteri asam laktat merupakan mikroflora normal dalam daging. Selain itu
bakteri asam laktat mungkin juga masuk ke` dalam daging selama proses pengolahan. Penambahan garam gula dan nitrit, dan asap serta penyimpanan dan pemeraman produk
37
pada suhu rendah dengan potensi oksidasi reduksi yang menurun misalnya dalam wadah pembungkus merangsang pertumbuhan bakteri ini mengalahkan pertumbuhan
mikroorganisme lainnya yang tidak diinginkan. Selain pertumbuhan, bakteri asam laktat juga memecah gula terutama menjadi asam laktat, sehingga menurunkan pH daging.
Akibatnya bakteri patogen dan pembuasuk terhambat pertumbuhannya.
Kultur starter untuk Produk Daging
Kultur starter untuk produk-produk daging yang pertama kali diproduksi secara komersial adalah Pediococcus cerevisiae. Karena bakteri ini tahan terhadap proses
liofilisasi yang dilakukan yang dilakukan untuk mengawetkan kultur. Penggunaan laktobasilli sebagai kultur starter untuk produk-produk daging pernah di coba
sebelumnya, tetapi mengalami kesulitan dalam produk secara komersial karena bakteri ini tidak tahan terhadap proses liofilisasi.
Pada saat ini telah banyak digunakan kultur starter untuk produk-produk daging seperti Pediococcus, Micrococcus, dan Lactobacillus. Penggunaan laktobocilli sebagai
starter adalah dalam bentuk konsentrat beku atau dengan mengeringkan beku dengan menggunakan teknik liofilisasi modern yang tidak banyak merusak sel laktobasilli.
Mikrokoki di tambahkan ke dalam daging karena sifatnya yang dapat mereduksi nitrat dan mempunyai aktifitas katalase, tetapi beberapa galur bakteri ini ternyata sekarang
telah diindentifikasi sebagai stapilokoki koagulase negatif . Di Eropa telah digunakan kultur starter untuk daging yang terdiri dari campuran kapang, khamir untuk membentuk
cita rasa yang unik dan memperpanjang masa simpan produk. Pada saat ini sebagai kultur starter unutuk berbagai produk olahan daging telah dijual dalam bentik konsentrat beku
atau kering beku. Kultur mikroorganisme ditambahkan ke dalam produk-produk daging dengan
tujuan yaitu : 1. Mendapatkan produk dengan mutu , konsistensi dan masa simpan yang
diharapkan 2. Meningkatkan keamanan produk
3. Mempersingkat waktu fermentasi
38
VI. MEKANISME KETAHANAN MIKROORGANISME TERHADAP