ANALISIS PENERIMAAN CUKAI TEMBAKAU DI INDONESIA

(1)

By Agilta Putriana

The purpose of this research was to analyze the tobacco excise revenues in Indonesia. Dependent variable in this research was tobacco excise revenue and independent variables were GDP per capita, exchange rates, and production of tobacco. Data used in this research wastime-series datain research periode of 1985-2014. Data analysis method used in this research was descriptive

quantitative analysis method for short term and long term. Tools analysed used in this research wasError Correction Model(ECM) for short term analysed and liniear regression with methodOrdinary Least Square(OLS) for long term. Result of the research showed in short term, GDP per capita was positive and

significanly impact on tobacco excise revenue in Indonesia, meanwhile the exchange rate variable and tobacco production have positive and not significanly effect on the acceptance of tobacco excise tax in Indonesia. In long term, GDP per capita and exchange rate have positive and significanly impact on tobacco tax revenues in Indonesia. Meanwhile tobacco production have positive and not significant effect on the tobacco excise revenue in Indonesia.

Key words:Tobacco excise revenues, GDP per capita, exchange rates, production of tobacco, Error Correction Model (ECM), Ordinary Least Square (OLS)., exchange rate and BI-Rates,Error Correction Model (ECM),Ordinary Least Square(OLS).


(2)

Oleh Agilta Putriana

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerimaan cukai tembakau di Indonesia. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah penerimaan cukai

tembakau dan variabel bebas yang digunakan adalah PDB per kapita, nilai tukar, dan produksi tembakau. Penelitian ini menggunakan datatime seriesperiode 1985-2014. Analisis yang dilakukan adalah analisis deskripsi kuantitatif pada analisis jangka pendek dan jangka panjang. Alat analisis yang digunakan adalah Error Correction Model(ECM) untuk analisis jangka pendek dan regresi linier berganda dengan metodeOrdinary Least Square(OLS) untuk jangka panjang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam jangka pendek, variabel PDB per kapita berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan cukai tembakau di Indonesia, sedangkan variabel nilai tukar dan produksi tembakau berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap penerimaan cukai tembakau di Indonesia. Dalam jangka panjang, variabel PDB per kapita dan nilai tukar berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan cukai tembakau di Indonesia.

Sedangkan produksi tembakau berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap penerimaan cukai tembakau di Indonesia.

Kata kunci: Penerimaan cukai tembakau, PDB per kapita, nilai tukar, produksi tembakau, Error Correction Model(ECM),Ordinary Least Square(OLS).


(3)

Oleh Agilta Putriana

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(Skripsi)

Oleh Agilta Putriana

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS LAMPUNG 2015


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Perkembangan Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Pajak Dalam Negeri, dan Pendapatan Cukai

(dalam Miliar Rupiah) ... 4

2. Perkembangan Penerimaan Cukai Tembakau (Miliar Rupiah) ... 6

3. Kerangka Pemikiran Analisis Penerimaan Cukai Tembakau di Indonesia ... 17

4. Kebijakan Fiskal Ekspansif dalam Model AD-AS... 27

5. Kebijakan Fiskal Kontraktif dalam Model AD-AS... 28

6. Efek Pajak Tetap terhadap Konsumsi ... 30

7. Efek Pajak Proporsional terhadap Konsumsi ... 31

8. Efek Pajak Tetap terhadap Tabungan ... 32


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Kerangka Pemikiran ... 13

F. Hipotesis ... 17

G. Sistematika Penulisan ... 18

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis ... 19

1. Penerimaan Pemerintah... 19


(7)

2.1. Fungsi Pajak ... 21

2.2.Prinsip Perpajakan... 22

2.3.Pembagian Pajak ... 22

2.4.Subjek dan Objek Pajak ... 23

2.5.Tarif Pajak ... 24

3. Teori Pajak ... 25

4. Cukai ... 33

5. Cukai Hasil Tembakau ... 37

6. PDB per Kapita ... 38

7. Nilai Tukar ... 41

8. Produksi Tembakau... 42

9. Regulasi Cukai Tembakau ... 46

10. Proyeksi Penerimaan Cukai Pembakau... 47

11. Hubungan PDB per Kapita, Nilai Tukar, Produksi Tembakau dan Penerimaan Cukai Tembakau... 48

B. Penelitian Terdahulu ... 51

III. METODELOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data ... 56

B. Batasan Variabel ... 56

C. Metode Analisis ... 57

D. Prosedur Analisis Data ... 58

1. Uji Stasioneritas (Unit Root Test) ... 58


(8)

3. Model Koreksi KesalahanError Correction Model(ECM) ... . 60

4. Ordinary Least Square(OLS)... 62

5. Uji Asumsi Klasik ... 63

5.1.Uji Normalitas ... 63

5.2.Uji Heteroskedastisitas... 64

5.3.Uji Multikoloniaritas... 65

5.4.Uji Autokorelasi ... 65

6. Uji Hipotesis ... 66

6.1.Uji t-statistik (Uji Parsial) ... 67

6.2.Uji F-statistik... 68

E. Analisis Trend ... 68

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian ... 71

1. Uji Stasioneritas (Unit Root Test) ... 71

2. Uji Kointegrasi ... 73

3. Hasil Estimasi Jangka PendekError Correction Model (ECM) ... 74

4. Hasil Uji Regresi Jangka Panjang (OLS) ... 76

5. Uji Asumsi Klasik ... 77

5.1.Uji Normalitas ... 77

5.2.Uji Heteroskedastisitas ... 78

5.3.Uji Multikolinearitas ... 78


(9)

6. Uji Hipotesis ... 80

6.1.Uji t-statistik (Uji Parsial) ... 80

6.2.Uji F-statistik... 82

7. Uji Trend ... 83

B. Pembahasan ... 85

1. Pengaruh PDB per Kapita Terhadap Penerimaan Cukai Tembakau di Indonesia ... 85

2. Pengaruh Nilai Tukar Terhadap Penerimaan Cukai Tembakau di Indonesia... ... ... 87

3. Pengaruh Produksi Tembakau Terhadap Penerimaan Cukai Tembakau di Indonesia... 90

4. Proyeksi Penerimaan Cukai Tembakau di Indonesia... 92

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 94

B. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data Penelitian (Data tahunan penerimaan cukai tembakau, PDB Per

kapita, dan produksi tembakau tahun 1985-2014) ... L.1 2. Hasil Uji Stasioner (Unit Root)Augmented Dickey-Fuller(ADF) Pada

Tingkat Level ... L.2 3. Hasil Uji Stasioner (Unit Root)Augmented Dickey-Fuller(ADF) Pada

TingkatFirst Difference... L.3 4. Hasil Uji Stasioner (Unit Root)Augmented Dickey-Fuller(ADF) Pada

TingkatSecond Difference... L.4 5. Hasil Regresi KointegrasiJohansen... L.5 6. Hasil Estimasi Jangka PendekError Correction Model(ECM) ... L.6 7. Hasil Estimasi Jangka Panjang (OLS) ... L.7 8. Hasil Uji Asumsi Klasik Jangka Panjang (Regresi Kointegrai OLS)... L.8


(11)

Tabel Halaman

1. Ringkasan Penelitian Terdahulu ... 52

2. Hasil Uji Unit Root denganAugmented Dickey-Fuller(ADF) pada Tingkat Level ... 71

3. Hasil Uji Unit Root denganAugmented Dickey-Fuller(ADF) pada Tingkat first Difference ... 72

4. Hasil Uji Unit Root denganAugmented Dickey-Fuller(ADF) pada Tingkat Second Difference... 73

5. Hasil Uji Kointegrasi Johansen ... 73

6. Hasil Estimasi Jangka PendekError Correction Model(ECM) ... 74

7. Hasil Uji Analisis Regresi Jangka Panjang (OLS) ... 76

8. Hasil Uji Heteroskedatisitas Jangka Panjang menggunakan Uji White ... 78

9. Hasil Uji Multikolinearitas Jangka Panjang... . 79

10. Hasil Uji Autokorelasi Jangka Panjang ... 79

11. Hasil Uji t-statistik Jangka Pendek ... 80

12. Hasil Uji t-statistik Jangka Panjang ... 81

13. Hasil Uji F-statistik Jangka Panjang dan Jangka pendek ... 82


(12)

(13)

(14)

"Kemenangan yang seindah-indahnya dan sesukar-sukarnya yang boleh direbut

oleh manusia ialah menundukan diri sendiri."

(Ibu Kartini)

"Orang-orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka melakukan hal

yang harus dikerjakan ketika hal itu memang harus dikerjakan, entah mereka

menyukainya atau tidak."

(Aldus Huxley)

Sesungguhnya bersama kesukaran itu ada keringanan. Karena itu bila kau

sudah selesai (mengerjakan yang lain). Dan berharaplah kepada Tuhanmu.


(15)

Dengan mengucap puji syukur atas kehadirat Allah SWT, Skripsi sederhanaku ini kupersembahkan untuk kedua orang tuaku tercinta Bapak Suwari dan Ibu Harni

yang selalu menyayangiku dan selalu mendo’akan keberhasilanku demi tercapainya cita-citaku.

Kakak-kakakku dan keluargaku yang telah memberikan dukungan selama ini.

Para Dosen yang telah berjasa memberikan bimbingan dan ilmu yang sangat berharga melalui ketulusan dan kesabarannya.

Semua Sahabat yang begitu tulus menyayangiku.

Almamater tercinta Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Lampung.


(16)

Penulis bernama Agilta Putriana lahir pada tanggal 22 Juli 1993 di Bangunrejo, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus. Penulis lahir sebagai anak terakhir dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Suwari dan Ibu Harni.

Penulis memulai pendidikannya di SD Negeri 1 Bangunrejo pada tahun 1999 dan selesai pada tahun 2005. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Semaka dan tamat pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis meneruskan pendidikannya di SMA Negeri 1 Pringsewu dan tamat pada tahun 2011.

Pada tahun 2011 penulis diterima di perguruan tinggi Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN tulis pada Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Pada semester enam, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Tegal Gondo, Kecamatan Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur.


(17)

Bismillahirrohmanirrohim. Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “ANALISIS PENERIMAAN CUKAI TEMBAKAU DI INDONESIA, sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan dalam proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati sebagai wujud rasa hormat dan penghargaan serta terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. Satria Bangsawan, S.E, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

2. Bapak Muhammad Husaini, S.E, M.E.P. selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Lampung.

3. Ibu Asih Murwiati, S.E, M.Si. selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan.


(18)

dalam proses penyusunan skripsi ini hingga akhir kepada penulis.

5. Ibu Dr. Marselina Muchtar, S.E, M.P.M. selaku Pembimbing Akademik. 6. Bapak Dr. Toto Gunarto, S.E., M.Si selaku penguji yang telah memberikan

kritik dan saran yang membangun kepada penulis.

7. Dosen-dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah membekali penulis dengan ilmu dan pengetahuan selama masa perkuliahan dan staff dan karyawan di lingkungan Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah banyak membantu kelancaran proses skripsi ini.

8. Bapak, Ibu, Mas Kus, Mas Darno, Mas Ferdy, Mas Ansori, Mbk Susi, Mbk Karni, Mbk Mar, Mbah dan seluruh keluargaku yang selalu mencurahkan doa dan dukungannya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

9. Ariyanto, terima kasih atas semua do’a, dukungan , semangat, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan. 10. Sahabat tercinta yang sering penulis repotkan, Nurul, Winda, Butet, Ari,

Desi, Cici yang selalu memberikan semangat, doa, dan dukungan pada penulis.

11. Sahabat-sahabat kosan yang selalu menemani penulis setiap harinya Indayani, Mas Meru, Mbk Sum, Bude yang selalu memberikan semangat. 12. Teman-teman Ekonomi Pembangunan 2011, Asih, Gita Leviana, Gita Novi,


(19)

13. Teman-teman KKN Desa tegal Gondo, Kecamatan Purbolinggo: Keluarga besar Desa Tegal Gondo, Abudzar, Adi, Ade, Abdian, Agung, Anggia, Amanda, Ambar, Lia yang telah memberikan pengalaman serta kebersamaan yang luar biasa selama masa KKN.

14. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan pengorbanan bapak, ibu, kakak, adik, dan teman-teman. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan akan tetapi penulis berharap semoga karya ini berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, Agustus 2015 Penulis


(20)

(21)

A. Latar Belakang

Sehubungan dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yaitu wujudkan masyarakat adil dan makmur kita perlu melaksanakan pembangunan nasional. Sebagaimana kita ketahui bahwa

pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual yang mencakup di segala bidang yaitu bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya serta pertahanan keamanan yang pelaksanaannya membutuhkan dana atau biaya yang tidak sedikit. Pembiayaan pembangunan nasional ini telah di anggarkan dalam APBN (Salawati, 2008).

Struktur APBN di Indonesia, terdapat penerimaan negara dan pengeluaran negara. Penerimaan negara atau pendapatan negara terdiri atas penerimaan perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan penerimaan hibah. Penerimaan perpajakan meliputi pendapatan pajak dalam negeri dan pendapatan pajak perdagangan internasional yang hingga saat ini merupakan sumber utama kapasitas fiskal pemerintah (Nota Keuangan APBN). Selain itu, kebijakan

perpajakan juga berperan penting dalam pengelolaan ekonomi nasional. Berbagai upaya dan strategi telah dilakukan pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan


(22)

pajak. Dominasi pajak sebagai sumber penerimaan merupakan satu hal yang sangat wajar, sumber penerimaan ini mempunyai umur tidak terbatas, terlebih dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pajak memiliki peran yang sangat besar dan semakin diandalkan untuk kepentingan pembangunan dan pengeluaran pemerintah (Yulianawati, 2011). Pendapatan pajak dalam negeri berupa pendapatan pajak penghasilan (PPh), pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah (PPN dan PPnBM), pendapatan pajak bumi dan bangunan (PBB), pendapatan cukai, dan pendapatan pajak lainnya.

Salah satu pajak dalam negeri yang mempunyai sumbangan yang cukup besar terhadap penerimaan negara adalah cukai. Pendapatan cukai sebagai penyumbang terbesar ketiga dengan kontribusi rata-rata 9,4 persen, tumbuh rata-rata 16,7 persen per tahun.Cukai merupakan salah satu jenis pajak tidak langsung yang memiliki karakteristik berbeda, khusus, yang tidak dimiliki oleh jenis pajak lainnya, bahkan tidak serupa dengan jenis pajak yang sama-sama masuk kategori pajak tidak langsung (Subiyantoro, 2004).

Ketentuan yang mengatur pemungutan cukai adalah UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 39 Tahun 2007. Sebagai salah satu sumber penerimaan negara, cukai mempunyai kontribusi yang sangat penting dalam APBN khususnya dalam kelompok penerimaan dalam negeri. Penerimaan cukai dipungut dari tiga jenis barang yaitu etil alkohol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau (Wibowo, 2003).


(23)

Cukai adalah pungutan oleh negara secara tidak langsung kepada konsumen yang menikmati atau menggunakan objek cukai. Secara sederhana dapat dipahami bahwa harga sebungkus rokok yang dibeli oleh konsumen sudah mencakup besaran cukai didalamnya. Pabrik rokok telah menalangi konsumen dalam membayar cukai kepada pemerintah pada saat membeli pita cukai yang terdapat pada kemasan rokok tersebut. Untuk mengembalikan besaran cukai yang sudah dibayarkan oleh pabrik maka pihak pabrik rokok menambahkan besaran cukai tersebut sebagai salah satu komponen dari harga jual rokok tersebut. Dengan cukai, pemerintah berharap dapat menghalangi penggunaan objek cukai untuk digunakan secara bebas. Hal ini berarti dengan adanya kontrol dan pengawasan terhadap banyaknya objek cukai yang beredar dan dikonsumsi (Suryarini dan Tarmudji, 2012).

Cukai merupakan salah satu komponen pajak yang memiliki ciri khusus dan berbeda dengan pungutan pajak lainnya yang dilakukan oleh negara. Ciri khusus tersebut adalah adanya sifat atau karakteristik tertentu pada obyek yang dikenakan cukai dengan tujuan untuk membatasi peredaran komoditi tertentu dimasyarakat (Surono, 2007). Dari tujuan dan peranannya terhadap penerimaan negara, cukai merupakan salah satu jenis penerimaan negara yang mendapat perhatian dari masyarakat luas. Dalam hal kaitannya dengan penerimaan negara, pemerintah dapat melakukan intervensi atau campur tangan dalam pemungutan cukai. Dalam penerimaan, cukai dapat memberikan sumbangan yang cukup besar karena cukai memiliki keunggulan karakteristik dasar, yaitu adanya administrasi yang relatif mudah namun terdapat beberapa kebijakan atau regulasi untuk membatasi


(24)

penggunaan dari suatu barang yang kena cukai, serta sistem pengawasan yang efektif (Mangkoesoebroto, 2001).

sumber:Nota keuangan RAPBN 2014 dan 2015

Gambar 1. Perkembangan Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Pajak Dalam Negeri, dan Pendapatan Cukai (Dalam Miliar Rupiah)

Berdasasarkan Gambar 1 dapat diketahui bahwa penerimaan perpajakan, penerimaan pajak dalam negeri, dan pendapatan cukai terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dalam periode 2008-2012, realisasi penerimaan perpajakan mengalami peningkatan secara signifikan, dari Rp 658.700 miliar (2008) menjadi Rp 980.500 miliar (2012) dan Rp 1.246.107 miliar (2014) (Nota keuangan APBN). Sejalan dengan makin meningkatnya penerimaan perpajakan, kontribusi penerimaan perpajakan terhadap pendapatan negara juga meningkat, dari 67,3 persen (2008) menjadi 73,6 persen (2012). Penerimaan pajak dalam negeri juga terus mengalami peningkatan yaitu sebesar Rp 622.400 miliar (2008),

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 penerimaan perpajakan 658700 619900 723300 873900 980500 1148400 1246107 penerimaan pajak dalam

negeri 622400 601300 694400 819800 930900 1099900 1189826 pendapatan cukai 51300 56700 66200 77000 95000 104700 117450

0 200000 400000 600000 800000 1000000 1200000 1400000

Perkembangan Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Pajak Dalam Negeri, Dan Pendapatan Cukai (Miliar Rupiah)


(25)

mengalami penurunan pada tahun 2009 yaitu penerimaan pajak dalam negeri sebesar Rp601.300 miliar (2009), Rp694.400 miliar (2010), Rp819.800 miliar (2011), Rp930.900 miliar (2012), Rp1.099.900 miliar (2013), dan Rp1.189.826 miliar (2014).

Pemerintah dapat meningkatkan penerimaan cukai, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, dengan cara memperluas basis cukai dan menaikkan tarifnya. Pada periode 2008—2012, pendapatan cukai mengalami pertumbuhan rata-rata 16,7 persen per tahun, dari Rp51.300 miliar (2008) menjadi Rp95.000 miliar (2012). Peningkatan pendapatan cukai dalam periode 2008-2012 terutama dipengaruhi oleh peningkatan produksi rokok dan harga jual eceran rokok,

kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau setiap tahun, serta keberhasilan dari upayaextra effortdalam pemberantasan cukai rokok ilegal. Nota keuangan

RAPBN 2014, pendapatan cukai ditargetkan mencapai sebesar Rp114.300 miliar, terdiri atas pendapatan cukai hasil tembakau sebesar Rp108.700 miliar dan pendapatan cukai MMEA dan EA masing-masing sebesar Rp5.400 miliar dan Rp200 miliar. Apabila dibandingkan dengan targetnya dalam APBNP 2013, pendapatan cukai secara keseluruhan mengalami kenaikan sebesar Rp9.600 miliar atau 9,1 persen. Apabila dilihat dari kontribusinya, pendapatan cukai didominasi oleh pendapatan cukai hasil tembakau yang memberikan kontribusi rata-rata 96,2 persen. Sementara itu, kontribusi pendapatan cukai ethil alkohol (EA) mencapai 0,4 persen, dan cukai minuman mengandung ethil alkohol (MMEA) memberikan kontribusi sebesar 3,3 persen.


(26)

Cukai di Indonesia, terdapat beberapa jenis barang kena cukai diantaranya, etil alkohol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau.

Penerimaan pemerintah dari sektor cukai didominasi oleh cukai hasil tembakau. Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di indonesia. Produk tembakau yang diperdagangkan adalah daun tembakau dan rokok. Rokok adalah komoditas perdagangan penting di dunia termasuk Indonesia dan

merupakan produk bernilai tinggi, sehingga bagi beberapa negara termasuk

Indonesia berperan dalam perekonomian nasional, yaitu sebagai salah satu sumber devisa, sumber penerimaan pemerintah dan pajak (cukai), sumber pendapatan petani dan lapangan kerja masyarakat (usaha tani dan pengolahan rokok) (Rachmat, 2010).

Sumber: Nota keuangan APBN tahun 2000-2014

Gambar 2. Perkembangan Penerimaan Cukai Tembakau (Miliar Rupiah).

Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat bahwa penerimaan cukai dari hasil tembakau ini mengalami peningkatan setiap tahunnya. Penerimaan cukai memang

0 20000 40000 60000 80000 100000 120000

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Perkembangan Penerimaan Cukai Tembakau (Miliar

Rupiah)


(27)

didominasi oleh cukai hasil tembakau. Dari penerimaan cukai tersebut, 95% berasal dari cukai hasil tembakau yang diperoleh dari jenis hasil tembakau (JHT) berupa rokok sigaret kretek mesin, rokok sigaret tangan, dan rokok sigaret putih mesin yang dihasilkan oleh industri rokok (Wibowo, 2003). Rokok merupakan barang normal, karena semakin tinggi harga barang tersebut maka jumlah permintaannya akan semakin berkurang, akan tetapi pengaruh kenaikan harga terhadap permintaan rokok diperkirakan kecil karena barang tersebut bersifat adiktif (Anggreani,2013). Masyarakat mengkonsumsi rokok adalah untuk mengikuti perkembangan gaya hidup dan pengaruh lingkungan. Rokok yang dikonsumsi masyarakat cukup bervariasi dari berbagai merek. Dilihat dari proses pembuatannya, rokok memiliki jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT), Sigaret Kretek Mesin (SKM), dan Sigaret Putih Mesin. Sigaret Kretek Tangan adalah rokok yang isinya adalah bahan baku tembakau dan cengkeh tanpa filter. Sigaret Kretek Mesin (SKM) sendiri memiliki 2 kategori yaitu Sigaret Kretek Mesin Full Flavor (SKM FF), yaitu rokok kretek mesin yang dalam proses pembuatannya ditambahkan aroma rasa yang khas dan yang kedua adalah Sigaret Kretek Mesin Low Tar Low Nikotin (SKM LTLN), yaitu rokok kretek mesin yang

menggunakan kandungan tar dan nikotin rendah, serta jarang menggunakan aroma yang khas. SPM (Sigeret Putih Mesin) adalah rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu yang proses pembuatannya menggunakan mesin (Cornelius, 2003).

Peningkatan penerimaan cukai tembakau yang cukup tinggi setiap tahunnya dan memberikan kontribusi yang besar pada penerimaan negara membuat pemerintah


(28)

berupaya untuk terus meningkatkan penerimaan pajak cukai dari sektor tembakau ini. Rokok memiliki keuntungan ekonomi yang sangat besar namun juga memiliki kerugian. Kerugian rokok ada pada faktor kesehatan. Orang yang mengkonsumsi rokok lebih beresiko terkena kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin daripada yang tidak mengkonsumsi. Kerugian itu tidak hanya dialami oleh perokok (perokok aktif) namun juga dialami orang-orang disekitar perokok (perokok pasif). Bahkan dampak negatif perokok pasif lebih besar dari perokok aktif. Rokok juga dapat menimbulkan kecanduan akibat dari kandungan nikotin di dalamnya (Buana,2013). Adanya bahaya ini, pemerintah melakukan pembatasan untuk konsumsi tembakau. Pemerintah melakukan kebijakan atau regulasi untuk membatasi penggunaan dari suatu barang yang kena cukai, serta sistem pengawasan yang efektif. Kebijakan yang dilakukan ini adalah dengan melakukan pembaharuan kebijakan melalui peraturan perundang-undangan untuk membatasi jumlah konsumsi tembakau. Menaikkan tarif cukai dengan merubah Undang-undang, dari Undang-undang No.11 tahun 1995 yang diubah menjadi Undang-undang No.39 tahun 2007. Hal ini dilakukan untuk mengurangi jumlah konsumsi tembakau. Padahal penerimaan negara yang berasal dari cukai hasil tembakau memberikan sumbangan cukup besar pada penerimaan APBN. Hal ini membuat pemerintah harus lebih selektif dalam mengambil kebijakan tentang cukai hasil tembakau. Satu sisi, pemerintah harus berupaya meningkatkan sumber-sumber penerimaan, sedangkan disisi lain pemerintah harus membatasi konsumsi tembakau karena tembakau memiliki dampak yang buruk terhadap kesehatan masyarakat.


(29)

Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi penerimaan cukai tembakau di indonesia. Menurut Isdijoso (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan cukai tembakau di indonesia diantaranya GDP, nilai tukar, konsumsi tembakau dandummy krisis. Hubungan PDB dengan kesejahteraan dapat dijelaskan sebagai berikut, PDB dapat mengukur total pendapatan maupun total pengeluaran

perekonomian untuk barang dan jasa. Jadi, PDB per orang (kapita) menjelaskan pendapatan dan pengeluaran dari rata–rata seseorang dalam perekonomian. Karena kebanyakan orang lebih memilih pendapatan dan pengeluaran yang lebih tinggi, PDB per orang (kapita) merupakan ukuran kesejahteraan rata–rata perorangan yang cukup alamiah (Mankiw,2006). Kemudian menurut Dinan Arya Putra (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor tembakau ke Jerman adalah volume ekspor tembakau, luas lahan tembakau, produksi tembakau, harga tembakau dunia, dan PDB Jerman. Tembakau merupakan salah satu komoditi ekspor pertanian yang ikut serta dalam salah satu penyumbang PDB di sektor pertanian (Putra,2013). Serta Surono (2007) menambahkan pengaruh kebijakan cukai, fasilitas penundaan, tingkat produksi terhadap pungutan cukai pada industri rokok di Sumatera Utara.

Berdasarkan pemaparan penelitian terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan cukai tembakau di Indonesia adalah PDB per kapita, nilai tukar, dan produksi tembakau. Faktor-faktor ini memberikan pengaruh terhadap jumlah penerimaan cukai tembakau di indonesia. PDB per kapita akan mencerminkan pendapatan per kapita masyarakat. Pendapatan per kapita masyarakat akan berpengaruh pada daya beli masyarakat untuk


(30)

mengkonsumsi suatu barang. Pendapatan konsumen akan menentukan besarnya daya beli yang dimilikinya. Sehingga untuk barang normal, peningkatan

pendapatan konsumen akan menaikkan permintaan barang tersebut. Sebaliknya untuk barang inferior, peningkatan pendapatan konsumen justru akan menurunkan konsumsinya (Soeharno, 2007). Adapun faktor yang sangat penting dalam

menentukan corak permintaan terhadap barang atau jasa adalah pendapatan. Tingkat pendapatan masyarakat akan mencerminkan daya beli masyarakat. Jika pendapatan naik, jumlah barang yang diminta mungkin naik ataupun sebaliknya (Samuelson, 2001). Nilai tukar akan berpengaruh terhadap ekspor tembakau Indonesia. Kenaikan nilai tukar akan menyebabkan peningkatan ekspor. Oleh karena itu kegiatan ekspor berhubungan positif dengan nilai tukar (Iswanto,2013).

Jumlah produksi tembakau juga berpengaruh terhadap besarnya penerimaan cukai tembakau di indonesia, karena tembakau merupakan objek dari cukai tembakau. Meningkatnya produksi tembakau akan meningkat meningkatkan produk hasil olahan tembakau. Dengan meningkatnya jumlah produk hasil olahan tembakau maka pemesanan pita cukai juga akan meningkat dan jumlah penerimaan cukai juga akan mengalami peningkatan.

Penerimaan pemerintah dari sektor cukai tembakau ini cukup besar dalam memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara dari sektor cukai. Sehingga perlu diproyeksikan baik jangka pendek maupun jangka panjang tentang


(31)

B. Rumusan Masalah

Peningkatan penerimaan cukai tembakau yang cukup tinggi setiap tahunnya dan memberikan kontribusi yang besar pada penerimaan negara membuat pemerintah berupaya untuk terus meningkatkan penerimaan pajak cukai dari sektor tembakau ini. Namun adanya bahaya kesehatan akibat mengkonsumsi tembakau, maka pemerintah melakukan pembatasan untuk konsumsi tembakau. Pemerintah melakukan kebijakan atau regulasi untuk membatasi penggunaan dari suatu barang yang kena cukai, serta sistem pengawasan yang efektif. Kebijakan yang dilakukan ini adalah dengan melakukan pembaharuan kebijakan melalui peraturan perundang-undangan untuk membatasi jumlah konsumsi tembakau. Hal ini

membuat pemerintah harus lebih selektif dalam mengambil kebijakan tentang cukai hasil tembakau. Satu sisi, pemerintah harus berupaya meningkatkan sumber-sumber penerimaan, sedangkan disisi lain pemerintah harus membatasi konsumsi tembakau karena tembakau memiliki dampak yang buruk terhadap kesehatan masyarakat. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas , maka rumusan masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1. Apakah PDB per kapita berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan cukai tembakau di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang?

2. Apakah nilai tukar berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan cukai tembakau di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang?


(32)

3. Apakah produksi tembakau berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan cukai tembakau di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang?

4. Apakah PDB per kapita, nilai tukar, dan produksi tembakau secara bersama-sama berpengaruh terhadap penerimaan cukai tembakau di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang?

5. Bagaimana proyeksi penerimaan cukai tembakau di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian:

1. Menganalisis pengaruh PDB per kapita terhadap penerimaan cukai tembakau di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang.

2. Menganalisis pengaruh nilai tukar terhadap penerimaan cukai tembakau di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang.

3. Menganalisis pengaruh produksi tembakau terhadap penerimaan cukai tembakau di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang.

4. Menganalisis pengaruh PDB per kapita, nilai tukar, dan produksi tembakau secara bersama-sama terhadap penerimaan cukai tembakau di Indonesia. 5. Memproyeksikan penerimaan cukai tembakau di indonesia dalam beberapa


(33)

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai persyaratan penulis mendapatkan gelar sarjana.

2. Memberikan gambaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan cukai tembakau di indonesia dan bagaimana pengaruhnya terhadap penerimaan cukai tembakau di indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang.

3. Memberikan gambaran tentang proyeksi penerimaan cukai tembakau di Indonesia dalam beberapa tahun ke depan.

4. Sebagai bahan referensi untuk penelitian-penelitian lebih lanjut.

E. Kerangka Pemikiran

Penerimaan negara atau pendapatan negara terdiri atas penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dan penerimaan hibah. Penerimaan perpajakan meliputi pendapatan pajak dalam negeri dan pendapatan pajak perdagangan internasional yang hingga saat ini merupakan sumber utama kapasitas fiskal Pemerintah. Selain itu, kebijakan perpajakan juga berperan penting dalam pengelolaan ekonomi nasional. Dominasi pajak sebagai sumber penerimaan merupakan satu hal yang sangat wajar, sumber penerimaan ini mempunyai umur tidak terbatas, terlebih dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pajak memiliki peran yang sangat besar dan semakin diandalkan untuk kepentingan pembangunan dan pengeluaran pemerintah (Nila Yulianawati, 2011).


(34)

Pendapatan pajak dalam negeri berupa pendapatan pajak penghasilan (PPh), pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan jasa, dan pajak penjualan atas barang mewah (PPN dan PPnBM), pendapatan pajak bumi dan bangunan (PBB), pendapatan cukai, dan pendapatan pajak lainnya. Salah satu pajak dalam negeri yang mempunyai sumbangan yang cukup besar terhadap penerimaan negara adalah cukai. Cukai merupakan salah satu jenis pajak tidak langsung yang memiliki karakteristik berbeda, khusus, yang tidak dimiliki oleh jenis pajak lainnya, bahkan tidak serupa dengan jenis pajak yang sama-sama masuk kategori pajak tidak langsung (Subiyantoro, 2004).

Di Indonesia, terdapat beberapa jenis barang kena cukai diantaranya, etil alkohol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau. Penerimaan

pemerintah dari sektor cukai didominasi oleh cukai hasil tembakau. Tembakau merupakan salah satu komoditas perdagangan penting di Indonesia. Produk tembakau yang diperdagangkan adalah daun tembakau dan rokok. Tembakau dan rokok merupakan produk bernilai tinggi. Rokok merupakan barang normal, karena semakin tinggi harga barang tersebut maka jumlah permintaannya akan semakin berkurang, akan tetapi pengaruh kenaikan harga terhadap permintaan rokok diperkirakan kecil artinya elastisitas permintaan karena harga (price elasticity of demand) kecil, karena barang tersebut bersifat adiktif (Anggreani, 2013).

Pemerintah melakukan kebijakan atau regulasi untuk membatasi penggunaan dari suatu barang yang kena cukai, serta sistem pengawasan yang efektif. Kebijakan


(35)

yang dilakukan ini adalah dengan melakukan pembaharuan kebijakan melalui peraturan perundang-undangan untuk membatasi jumlah konsumsi tembakau. Menaikkan tarif cukai dengan merubah Undang-undang, dari Undang-undang No.11 tahun 1995 yang diubah menjadi Undang-undang No.39 tahun 2007. Hal ini dilakukan untuk mengurangi jumlah konsumsi tembakau. Padahal penerimaan negara yang berasal dari cukai hasil tembakau memberikan sumbangan cukup besar pada penerimaan APBN. Ini membuat pemerintah harus lebih selektif dalam mengambil kebijakan tentang cukai hasil tembakau ini. Disatu sisi, pemerintah harus berupaya meningkatkan sumber-sumber penerimaan, sedangkan disisi lain pemerintah harus membatasi konsumsi tembakau karena tembakau memiliki dampak yang buruk terhadap kesehatan.

Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi penerimaan cukai tembakau di indonesia. Menurut Isdijoso (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan cukai tembakau di indonesia diantaranya GDP, nilai tukar, konsumsi tembakau dandummy krisis. Kemudian menurut Dinan Arya Putra (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor tembakau ke Jerman adalah volume ekspor tembakau, luas lahan tembakau, produksi tembakau, harga tembakau dunia, dan PDB Jerman. Tembakau merupakan salah satu komoditi ekspor pertanian yang ikut serta dalam salah satu penyumbang PDB di sektor pertanian (Putra,2013). Serta Surono (2007) menambahkan pengaruh kebijakan cukai, fasilitas penundaan, tingkat produksi terhadap pungutan cukai pada industri rokok di Sumatera Utara.


(36)

Berdasarkan pemaparan penelitian terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan cukai tembakau di Indonesia adalah PDB per kapita, nilai tukar, dan produksi tembakau. Faktor-faktor ini memberikan pengaruh terhadap jumlah penerimaan cukai tembakau di indonesia. Besarnya PDB per kapita akan mencerminkan pendapatan per kapita masyarakat. pendapatan per kapita yang meningkat akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat untuk mengkonsumsi suatu barang atau jasa. Dengan meningkatnya pendapatan per kapita maka konsumsi masyarakat akan produk tembakau juga akan meningkat, sehingga penerimaan cukai tembakau juga meningkat. Nilai tukar akan berpengaruh terhadap ekspor tembakau. Ketika nilai tukar rupiah terdepresiasi yang artinya nilai tukar rupiah terhadap dollar meningkat maka akan meningkatkan volume ekspor. Ketika ekspor tembakau meningkat maka produksi produk tembakau yang diekspor juga mengalami peningkatan. Produksi produk tembakau yang meningkat akan meningkatkan penerimaan cukai tembakau. Produksi tembakau akan berpengaruh terhadap jumlah produk olahan tembakau. Ketika jumlah produksi tembakau meningkat, maka produk oalahan tembakau juga akan mengalami peningkatan. Produksi olahan tembakau yang meningkat akan meningkatkan pemesanan pita cukai. Sehingga penerimaan cukai tembakau juga meningkat.

Penerimaan pemerintah dari sektor cukai tembakau ini cukup besar dalam memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara dari sektor cukai. Sehingga perlu diproyeksikan baik jangka pendek maupun jangka panjang tentang


(37)

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Analisis Penerimaan Cukai Tembakau di Indonesia

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang, permasalahan yang ada merujuk pada dugaan sementara yaitu:

1. Diduga PDB per kapita berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan cukai tembakau di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang.

2. Diduga nilai tukar berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan cukai tembakau di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang. 3. Diduga produksi tembakau berpengaruh positif dan signifikan terhadap

penerimaan cukai tembakau di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang.

4. Diduga PDB per kapita, nilai tukar, dan produksi tembakau secara bersama-sama berpengaruh terhadap penerimaan cukai tembakau di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang.

PDB per kapita

Nilai tukar

Produksi tembakau

Penerimaan cukai tembakau


(38)

5. Penerimaan cukai tembakau diproyeksikan akan mengalami peningkatan pada beberapa tahun ke depan.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika yang digunakan dalam menyusun penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan

Bab ini merupakan bagian dari pendahuluan yang berisis mengenai latar belakang yang mendasari pemilihan masalah adalah penelitian ini, rumusan masalah, tujuan penelitia, uji hipotesis, dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka

Bab ini berisi tentang teori-teori dan penelitian terdahulu yang melandasi penelitian ini.

BAB III : Metode Penelitian

Bab ini menjelaskan mengenaivariabel-variabel yang digunakan dalam penelitian , dan definisi operasional, jenis serta sumber data, metode pengumpulan serta metode analisis yang digunakan dalam penelitian.

BAB IV: Hasil dan Pembahasan

Bab ini berisi mengenai uraian tentang gambaran umum objek penelitian. Bagian pembahasan menerangkan interpretasi dan pembahasan hasil penelitian secara komprehensif.

BAB V : Penutup

Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi mengenai kesimpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan di bab IV.


(39)

A. Tinjauan Teoritis

1. Penerimaan Pemerintah

Penerimaan pemerintah adalah jumlah pendapatan suatu negara yang berasal dari penerimaan negara dari pajak, penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri. Penerimaan pemerintah dapat berbentuk pajak, berbagai macam pungutan, ataupun pinjaman (Musgrave, 1993).

2. Pajak

Pajak adalah iuran atau pungutan wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat (wajib pajak) untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa yang ditunjuk secara langsung. Namun secara logika pajak yang dibayar oleh masyarakat tersebut mempunyai dampak secara langsung terhadap kesejahteraan masyarakat seperti pembangunan jalan, jembatan, dan tempat-tempat umum lainnya (Suprianto, 2011).

Terdapat lima unsur pokok dalam definisi pajak yaitu Suprianto (2011): 1. Iuran atau pungtan


(40)

Pajak merupakan suatu kewajiban pembayaran dari warga negara kepada negaranya sendiri. Hal ini dianggap sebagai suatu rasa tanggung jawab sebagai rakyat.

2. Pajak dipungut berdasarkan Undang-undang

Undang-undang memberikan wewenang kepada fiskus atau petugas pajak untuk memaksa wajib pajak untuk mematuhi dan melaksanakan kewajiban pajaknya. Sebab Undang-undang menurut sanksi-sanksi pidana fiskal (pajak) sanksi administratif yang khususnya diatur oleh Undang-undang termasuk wewenang dari perpajakan untuk mengadakan penyitaan terhadap harta bergerak/tetap wajib pajak.

3. Pajak dapat dipaksakan

Dalam hukum pajak Indonesia dikenal lembaga sandera atau girling yaitu wajib pajak yang pada dasarnya mampu membayar pajak namun selalu menghindari pembayaran pajak dengan berbagai dalih, maka fiskus dapat menyandera wajib pajak dengan memasukkannya ke dalam penjara.

4. Tidak menerima kontra prestasi

Ciri khas pajak dibanding dengan jenis pungutan lainnya adalah wajib pajak tidak menerima jasa timbal yang dapat ditunjukkan secara langsung dari pemerintah namun perlu dipahami bahwa sebenarnya subjek pajak menerima jasa timbal tetapi diterima secara kolektif bersama dengan masyarakat lainnya.


(41)

5. Untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah

Pajak yang dipungut tidak pernah ditujukan untuk khusus, artinya semua

pengeluaran negara ditujukan untuk kepentingan masyarakat banyak atau umum.

2.1. Fungsi Pajak

Fungsi pajak menurut Suprianto (2011) sebagai berikut:

a. Fungsibudgetair; disebut juga fungsi fiskal, yaitu fungsi untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai undang-undang berlaku yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. b. Fungsiregulerend; merupakan fungsi dimana pajak-pajak akan digunakan

sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan. Pajak digunakan sebagai alat kebijaksanaan.

c. Fungsi demokrasi; yaitu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau wujud sistem gotong-royong, termasuk kegiatan pemerintah dan pembangunan demi kemaslahatan manusia. Fungsi ini sering dikaitkan dengan hak seseorang untuk mendapatkan pelayanan dari pemerintah apabila ia telah melakukan kewajibannya membayar pajak, bila pemerintah tidak memberikan pelayanan yang baik, pembayar pajak bisa melakukan protes (complaint).

d. Fungsi distribusi; yaitu fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat.


(42)

2.2. Prinsip Perpajakan

Prinsip perpajakan antara lain (Suprianto,2011):

1. Prinsip Kesamaan (equity), adalah beban pajak harus sesuai dengan kemampuan relatif dari setiap wajib pajak. Perbedaan dalam tingkat penghasilan harus digunakan sebagai dasar didalam distribusi beban pajak. 2. Prinsip Kepastian (certainty) artinya pajak hendaknya tegas, jelas dan pasti

bagi setiap wajib pajak, sehingga mudah dimengerti oleh mereka dan juga akan memudahkan administrasi pemerintah sendiri. Misalnya mengandung jelas berapa besar jumlah yang harus dibayar oleh siapa saja.

3. Prinsip Kecocokan (convinience) artinya pajak jangan sampai menekan siwajib pajak sehingga wajib pajak akan senang hati melakukan pembayaran pajak kepada pemerintah.

4. Prinsip ekonomi (economies) artinya pajak hendaknya menimbulkan kerugian yang minimal dalam artinya jangan sampai biaya pemungutannya lebih besar daripada jumlah penerimaan pajaknya.

2.3. Pembagian Pajak

Pembagian pajak dapat dilakukan berdasarkan golongan, wewenang pemungutan maupun sifatnya (Suprianto,2011).

1. Berdasarkan golongan, pajak dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Pajak langsung, adalah pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak (tidak dapat dialihkan).


(43)

b. Pajak tidak langsung, adalah pajak yang bebannya dapat dialihkan kepada pihak lain.

2. Berdasarkan wewenang pemungut, pajak dibagi menjadi dua : a. Pajak pusat, adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada pada

pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan. b. Pajak daerah, adalah pajak yang pemungutannya ada pada pemerintah daerah

yang pelaksanaannya diserahkan oleh Dinas Pendapatan Daerah.

3. Berdasarkan sifatnya, pajak dibagi menjadi dua :

a. Pajak subyektif, adalah pajak yang memperhatikan kondisi atau keadaan wajib pajak.

b. Pajak obyektif, adalah pajak yang pada awalnya memperhatikan obyek yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar atau dengan kata lain pajak obyektif adalah pengenaan pajak yang hanya memperhatikan kondisi obyeknya.

2.4. Subjek Pajak dan Objek Pajak

Secara garis besar yang dimaksud subjek pajak adalah pihak-pihak (orang atau badan) yang akan dikenakan pajak, atau bisa disebut dengan istilah wajib pajak, sedangkan objek pajak adalah segala sesuatu yang akan dikenakan pajak, seperti penghasilan (Suprianto,2011).


(44)

2.5. Tarif Pajak

Salah satu syarat pemungutan pajak adalah syarat keadilan, baik dalam hal prinsip maupun dalam hal pelaksanaannya. Penentuan tarif pajak adalah salah satu untuk mencapai keadilan itu. Tarif yang dikenal dan diberlakukan selama ini dibedakan menjadi (Suprianto,2011) :

a. Tarif tetap,

b. Tarif proporsional, c. Tarif progresif d. Tarif degresif.

Untuk lebih jelas mengenai tarif akan diuraikan sebagai berikut :

a. Tarif tetap adalah tarif pajak yang jumlah nominalnya tetap meskipun dasar pengenaannya berbeda/berubah, sehingga jumlah pajak yang terutang selalu tetap.

b. Tarif proporsional adalah tarif pajak yang merupakan persentase yang tetap, tetapi jumlah pajak yang terutang akan berubah secara proporsional dengan dasar pengenaan pajaknya.

c. Tarif progresif adalah tarif pajak yang persentasenya semakin besar jika dasar pengenaan pajaknya meningkat. Jumlah pajak yang terutang akan berubah sesuai dengan perubahan tarif dan perubahan dasar pengenaan pajaknya. d. Tarif degresif adalah tarif pajak yang persentasenya semakin kecil jika dasar

pengenaan pajaknya meningkat. Jumlah pajak yang terutang akan berubah sesuai dengan perubahan tarif dan perubahan dasar pengenaan pajaknya.


(45)

Struktur APBN, Pendapatan pajak dalam negeri berupa pendapatan pajak

penghasilan (PPh), pendapatan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah (PPN dan PPnBM), pendapatan pajak bumi dan bangunan (PBB), pendapatan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), pendapatan cukai, dan pendapatan pajak lainnya.

3. Teori Pajak

Dalam setiap perekonomian pemerintah perlu melakukan berbagai jenis perbelanjaan. Pengeluaran-penegluaran untuk membiayai administrasi

pemerintah, membangun, dan memperbaiki infrastruktur , menyediakan fasilitas pendidikan dan kesehatan, dan membiayai anggota polisi dan tentara untuk menjaga keamanan merupakan pengeluaran yang tidak boleh dielakkan pemerintah. Untuk dapat membiayai pengeluaran tersebut pemerintah perlu mencari dana. Dana tersebut terutama diperoleh dari pungutan pajak keatas rumah tangga dan perusahaan (Sukirno, 2004).

Secara garis besar berbagai jenis pajak yang dipungut pemerintah dapat dibedakan kepada dua golongan, yaitu pajak langsung dan pajak tak langsung

(Sukirno,2004).

1. Pajak Langsung

Pajak langsung berarti jenis pungutan pemerintah yang secara langsung dikumpulkan dari pihak yang wajib membayar pajak. Setiap individu yang bekerja dan perusahaan yang menjalankan kegiatan dan memperoleh keuntungan


(46)

wajib membayar pajak. Pajak yang dipungut dan dikenakan keatas pendapatan mereka dinamakan pajak langsung, yaitu pajak yang secara langsung dipungut dari orang yang berkewajiban untuk membayar pajak.

2. Pajak tak Langsung

Pajak tak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dipindah-pindahkan kepada pihak lain. Salah satu jenis pajak tak langsung yang peting adalah pajak impor. Biasanya, pada akhirnya yang akan menanggung beban pajak tersebut adalah para konsumen. Yang mula-mula membayar pajak adalah perusahaan-perusahaan yang mengimpor barang. Akan tetapi, pada waktu menjual barng impor tersebut, pengimpor akan menambahkan pajak impor yang dibayarnya dalam menentukan harga penjualannya. Dengan demikian keuntungannya tidak berkurang. Pada akhirnya, para pembeli yang akan membayar pajak, yaitu dalam bentuk harga yang lebih tinggi. Contoh lain dari pajak tak langsung adalah pajak penjualan. Pajak ini biasanya ditambahkan keharga penjualan yang ditentukan oleh pedagang-pedagang. Oleh sebab itu pajak penjualan berkecenderungan akan mengakibatkan kenaikan harga.

Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah melalui manipulasi instrumen fiskal seperti pengeluaran pemerintah (G) dan/atau pajak (T) (Muana Nanga, 2005). Kebijakan Fiskal Ekspansif adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan fiskal


(47)

ekspansif(expansionary fiscal policy), yaitu melalui peningkatan pengeluaran pemerintah (G). Dengan adanya kenaikan pengeluaran, maka permintaan agregat (AD) akan naik, atau dalam kerangka model AS-AD akan menyebabkan kurva AD bergeser ke kanan. Dengan kurva AS yang tertentu maka bergesernya kurva AD ke kanan, akan menyebabkan baik tingkat harga (P) maupun tingkat

pendapatan (Y) mengalami kenaikan. Adapun mekanisme peningkatan pengeluaran pemerintah terhadap output dapat dilihat pada Gambar 4.

Tingkat harga, P

AS

P

P E

( ) ( )

0

Y Y Output (Y)

Sumber:(Muana Nanga, 2001)

Gambar 4. Kebijakan Fiskal Ekspansif dalam Model AD-AS

Kenaikan pengeluaran pemerintah dari ( ) ke ( ) telah menyebabkan kurva AD bergeser dari ( ) ke ( ), yang selanjutnya menyebabkan baik tingkat output (Y) maupun tingkat harga (P) naik masing-masing dariY keY danP ke P .


(48)

Sebaliknya, kebijakan fiskal kontraktif yaitu pemerintah menurunkan pengeluarannya (G), artinya pemerintah melakukan suatu kebijakan fiskal menurunkan pengeluaran pemerintah dan menaikkan tingkat pajak. Dengan turunnya pengeluaran pemerintah (G), maka dengan asumsi ceteris paribus, hal ini akan menyebabkan permintaan agregat turun (AD), atau kurva permintaan agregat akan bergeser ke kiri. Dengan kurva penawaran agregat (AS) yang tertentu, maka bergesernya kurva AD ke kiri akan mengakibatkan baik tingkat harga (P) maupun tingkat pendapatan (Y) mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5:

Tingkat harga, P

AS

P

P E

( ) ( )

0

Y Y Output (Y)

Sumber:(Muana Nanga, 2001)


(49)

Efek Pajak Ke Atas Konsumsi dan Tabungan

Dalam perekonomian dua sektor, pendapatan nasional adalah sama dengan pendapatan disposible. Sebagai akibat adanya pajak, dalam perekonomian tiga sektor pendapatan disposible telah menjadi lebih kecil dari pendapatan nasional. Dalam perekonomian yang telah mengenakan pajak, hubungan diantara

pendapatan disposibel dan pendapatan nasional dapat dinyatakan secara persamaan berikut (Sukirno,2004):

Yd=Y-T

Yaitu, pendapatan disposibel (Yd) adalah sama dengan pendapatan nasional(Y)

dikurangi oleh pajak (T). Penurunan pendapatan disposebel akan mengurangi konsumsi dan tabungan rumah tangga. Hal ini disebabkan karena pajak yang dibayarkannya mengurangi kemampuannya untuk melakukan penegluaran konsumsi dan tabungan, secara umum dapat dirumuskan:

1. Pajak yang dipungut akan mengurangi pendapatan disposibel sebanyak pajak yang dipungut tersebut. Dalam persamaan: Yd=Y-T.

2. Penurunan pendapatan disposibel menyebabkan pengeluaran konsumsi dan tabungan rumah tangga akan berkurang pada berbagai tingkat pendapatan.


(50)

Efek pajak Terhadap Konsumsi 1. Pajak Tetap

C

Y-C C=a+bY

a MPCxT C1=-bT+a+bY

-bT+a

450

0 Y

Sumber:(Muana Nanga, 2001)

Gambar 6. Efek pajak tetap terhadap konsumsi

Sebelum pajak, fungsi konsumsi adalah C=a+bY. Pajak tetap mengurangi

konsumsi sebanyak∆C=-bT dan menyebabkan fungsi konsumsi bergeser kepada C1=-bT+a+bY, yaitu pengurangan sebanyak -bT= -MPC.T (Sadono Sukirno,


(51)

2. Pajak Proporsional C

Y-C C=a+bY

MPCxT C1=a+(1-t)bY

a

450

0 Y

Sumber:(Muana Nanga, 2001)

Gambar 7. Efek pajak proporsional terhadap konsumsi

Sebelum pajak, fungsi konsumsi adalah C=a+bY. Pajak porposional akan mengurangi konsumsi dari C=a+bY menjadi C1= a+bY-btY atau C1

=a+bY-MPC.T, yaitu mengurangi sebanyak MPC.T. perlu dingat bahwa nilai bT=MPC.T adalah tetap (karena T tetap), akan tetapi nilai btY=MPC.T adalah semakin besar apabila Y meningkat karena T=tY, maka∆C=-btY. Dengan demikian fungsi konsumsi (C1) berubah menjadi : C1=a+b(1-t)Y.


(52)

Efek pajak terhadap tabungan 1. Pajak tetap

S

S S1

0 Y MPSxT

a -a-(1-b)T

(-)

Sumber:(Muana Nanga, 2001)

Gambar 8. Efek pajak tetap terhadap tabungan

Pajak tetap menyebabkan fungsi tabungan asal, yaitu: S=-a+(1-b)Y berubah menjadi S1=-(1-b)T-a+(1-b)Y

2. Pajak Proporsional

Pajak porposional menyebabkan fungsi tabungan berubah dari S=-a+(1-b)Y menjadi S1=-a+(1-b)(1-t)Y.


(53)

S

S S1

0 Y MPSxT

a

(-)

Sumber:(Muana Nanga, 2001)

Gambar 9. Efek proporsional terhadap tabungan

4. Cukai

Cukai merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, selain dari sektor pajak dan laba BUMN. Kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi cukai telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan penerimaan cukai. Jumlah penerimaan dari sektor cukai dari tahun ke tahun selalu di prediksi mengalami kenaikan.Undang-Undang yang mengatur tentang cukai pada saat ini adalah kenaikan.Undang-Undang-kenaikan.Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai. Pengertian cukai berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 adalah sebagai berikut “Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam


(54)

undang-undang ini”.Maksud dari barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik adalah barang yang :

1. Konsumsinya perlu dikendalikan. 2. Peredarannya perlu diawasi.

3. Pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup.

4. Pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan, dikenai cukai berdasarkan undang-undang ini.

Barang kena cukai (objek cukai) yang dipungut cukainya terdiri atas (Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007):

• Etil alkohol atau etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya. Etil alkohol atau etanol adalah barang cair, jernih, dan tidak berwarna, merupakan senyawa organik dengan rumus kimia

C2H5OH, yang diperoleh baik secara peragian dan/atau penyulingan maupun secara sintesa kimiawi.

• Minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapa pun, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses pembuatannya, termasuk konsentrat yang mengandung etil alkohol. Minuman yang mengandung etil alkohol"adalah semua barang cair yang lazim disebut minuman yang

mengandung etil alkohol yang dihasilkan dengan cara peragian, penyulingan, atau cara lainnya, antara lain bir, shandy, anggur, gin, whisky, dan yang sejenis. Konsentrat yang mengandung etil alkohol adalah bahan yang


(55)

mengandung etil alkohol yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan minuman yang mengandung etil alkohol.

• Hasil tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya. Sigaret adalah hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan kertas dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan

pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Sigaret terdiri dari sigaret kretek, sigaret putih, dan sigaret kelembak kemenyan. Sigaret kretek adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya. Sigaret putih adalah sigaret yang dalam pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan. Sigaret kelembak kemenyan adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur dengan kelembak dan/atau kemenyan asli maupun tiruan tanpa memperhatikan

jumlahnya. Cerutu adalah hasil tembakau yang dibuat dari lembaran-lembaran daun tembakau diiris atau tidak, dengan cara digulung demikian rupa dengan daun tembakau, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalampembuatannya. Rokok daun adalah hasil tembakau yang dibuat dengan daun nipah, daun jagung (klobot), atau sejenisnya, dengan cara dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Tembakau iris adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau yang dirajang, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan


(56)

pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Hasil tembakau lainnya adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau selain yang disebut dalam huruf ini, yang dibuat dengan cara lain sesuai dengan perkembangan teknologi dan selera konsumen, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.

Tujuan Pengenaan Cukai (Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007):

a. Mengurangi konsumsi barang-barang kena cukai misalnya rokok dan minuman alkohol.

b. Mengurangi terjadinya tindak kejahatan terhadap barang–barang kena cukai seperti pemalsuan dan penyelundupan.

c. Mengurangi peredaran barang kena cukai karena dianggap membahayakan kesehatan dan lingkungan.

d. Sebagai penerimaan negara.

Tarif cukai berdasarkan Undang-undang No.11 tahun 1995:

Barang kena cukai berupa hasil tembakau dikenai cukai berdasarkan tarif paling tinggi:

a. Untuk yang dibuat diindonesia:

1. 250% (dua ratus lima puluh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual pabrik; atau

2. 55% (lima puluh lima persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.


(57)

1. 250% (dua ratus lima puluh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah nilai pabean ditambah bea masuk; atau

2. 55% (lima puluh lima persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.

Tarif cukai tembakau berdasarkan Undang-undang No.39 tahun 2007:

Barang kena cukai berupa hasil tembakau dikenai cukai berdasarkan tarif paling tinggi:

a. Untuk yang dibuat di Indonesia:

1. 275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual pabrik; atau

2. 57% (lima puluh tujuh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.

b. Untuk yang diimpor:

1. 275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah nilai pabean ditambah bea masuk; atau

2. 57% (lima puluh tujuh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.

5. Cukai Hasil Tembakau

Cukai hasil tembakau adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang hasil tembakau yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya. Kebijakan cukai hasil tembakau di Indonesia dimulai sejak tahun 1932 di mana pemerintah masih menggunakan


(58)

kebijaksanaan induk warisan pemerintah Hindia Belanda sebagai landasan hukum pungutan yaitu Ordonansi Cukai Tembakau 1932 ( Tambunan, 2007).

Tarif cukai tembakau menurut Badan Kebijakan fiskal Pusat Kebijakan

Pendapatan Negara barang kena cukai hasil tembakau dikenai cukai berdasarkan tarif yang paling tinggi:

a. Untuk yang dibuat di indonesia:

1. 275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual pabrik.

2. 57%(lima puluh tujuh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.

b. Untuk yang di impor:

1. 275%(dua ratus tujuh puluh lima persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah nilai pabean ditambah bea masuk.

2. 57%(lima puluh tujuh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.

6. Produk Domestik Bruto (PDB) per Kapita

Menurut Samuelson (2002), PDB adalah jumlahoutputtotal yang dihasilkan dalam batas wilayah suatu negara dalam satu tahun. PDB mengukur nilai barang dan jasa yang di produksi di wilayah suatu negara tanpa membedakan

kewarganegaraan pada suatu periode waktu tertentu. Dengan demikian warga negara yang bekerja di negara lain, pendapatannya tidak dimasukan ke dalam PDB. PDB dapat dihitung melalui dua pendekatan yaitu pendekatan pengeluaran


(59)

dan pendekatan pendapatan. PDB pada sisi pengeluaran merupakan suatu jenis perhitungan PDB yang dilakukan dengan menjumlahkan pengeluaran total setiap komponen utama keluaran final. Pengeluaran total pada keluaran final merupakan jumlah dari empat kategori pengeluaran yaitu konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan ekspor netto. PDB dari sisi pendapatan adalah jumlah berbagai pendapatan faktor yang dihasilkan pada proses memproduksi keluaran akhir ditambah pajak tidak langsung netto subsidi ditambah dengan penyusutan (Lipsey, 1995).

PDB nominal dan PDB riil (Muana Nanga: 2005):

a. PDB nominal adalah PDB yang dihitung berdasarkan harga pasar yang berlaku dan belum disesuaikan dengan perubahan yang terjadi dalam tingkat harga atau tingkat inflasi dan karenanya sering pula dinamakan sebagai PDB yang belum disesuaikan. PDB nominal mengukur nilai output dalam suatu periode dengan menggunakan harga yang berlaku pada periode tersebut.

b. PDB riil adalah PDB yang dihitung berdasarkan harga konstan atau harga tahun dasar. Dengan kata lain PDB yang telah disesuaikan dengan perubahan yang terjadi dalam tingkat harga atau tingkat inflasi.

PDB per kapita yang merupakan besarnya PDB apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk di suatu negara merupakan alat yang lebih baik yang dapat memberitahukan kita apa yang terjadi pada rata–rata penduduk, standar hidup dari warga negaranya (Mankiw,2006). Hubungan PDB dengan kesejahteraan dapat dijelaskan sebagai berikut. PDB dapat mengukur total pendapatan maupun


(60)

total pengeluaran perekonomian untuk barang dan jasa. Jadi, PDB per kapita menjelaskan pendapatan dan pengeluaran dari rata–rata seseorang dalam perekonomian. Karena kebanyakan orang lebih memilih pendapatan dan

pengeluaran yang lebih tinggi, PDB per kapita merupakan ukuran kesejahteraan rata–rata perorangan yang cukup alamiah (Mankiw,2006).

PDB per kapita juga mencerminkan pendapatan per kapita masyarakat. Pendapatan per kapita merupakan salah satu ukuran bagi kemakmuran suatu masyarakat, pendapatan per kapita yang tinggi cenderung mendorong naiknya tingkat konsumsi per kapita yang selanjutnya menimbulkan insentif bagi

diubahnya struktur produksi (Todaro,2000). Adapun faktor yang sangat penting dalam menentukan corak permintaan terhadap barang atau jasa adalah

pendapatan. Tingkat pendapatan masyarakat akan mencerminkan daya beli masyarakat. Jika pendapatan naik, jumlah barang yang diminta mungkin naik ataupun sebaliknya (Samuelson, 2001). Sebagian besar pendapatan yang diterima rumah tangga akan digunakan untuk konsumsi, yaitu membeli barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan oleh sektor perusahaan. Kenaikan dari pendapata akan menaikkan pengeluaran konsumsi akan suatu barang atau jasa (Sukirno, 2004).

Kelompok masyarakat berpendapatan tinggi (high-income) mengkonsumsi lebih banyak rokok dibandingkan dengan kelompok masyarakat berpendapatan rendah (low-income), meskipun fakta bahwa kelompok berpendapatan tinggi memiliki pendidikan yang lebih baik. Dinegara maju, orang berpendidikan cenderung memiliki informasi lebih banyak dan dengan demikian memperoleh pemahaman yang lebih akan bahaya merokok terhadap kesehatan (health hazards). Dinegara


(61)

berkembang seperti Indonesia, informasi tentang bahaya kesehatan dari merokok belum disebarluaskan secara efektif. Pendapatan yang tinggi mencerminkan daya beli tinggi, dan berhubungan dengan konsumsi rokok yang lebih besar

(Adioetomo, 2005).

Maka dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara tingginya pendapatan dan besarnya permintaan akan rokok . Jika pendapatan meningkat maka garis pendapatan akan bergeser ke kanan sehingga jumlah rokok yang diminta meningkat (Cornelius, 2003).

7. Nilai Tukar

Nilai tukar merupakan jumlah mata uang dalam negeri yang harus dibayarkan untuk memperoleh satu unit mata uang asing (Richard G. Lipsey :1995). Nilai tukar adalah harga suatu mata uang dalam mata uang lainnya (Mankiw, 2003). Nilai tukar atau kurs dapat dibedakan menjadi dua yaitu, kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara, sedangkan yang dimaksud dengan kurs riil adalah harga relatif dari barang-barang kedua negara (Mankiw, 2000). Sistem pokok nilai valuta asing dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sistem nilai tukar tetap dan sistem nilai tukar mengambang. Pembedaan ini berdasarkan besar cadangan devisa dan intervensi bank sentral yang diperlukan untuk mempertahankan kurs pada sistem tersebut. Depresiasi adalah mata uang asing menjadi lebih mahal, ini berarti nilai relatif mata uang dalam negeri merosot. Apresiasi adalah mata uang asing menjadi lebih murah, ini berarti nilai relatif mata uang dalam negeri meningkat ( Richard G. Lipsey : 1995).


(62)

8. Produksi Tembakau

Teori dan fungsi produksi

Pengertian fungsi produksi adalah berkaitan antara faktor-faktor produksi dan capaian tingkat produksi yang dihasilkan, dimana faktor produksi sering disebut dengan istilah input dan jumlah produksi disebut dengan output (Sukirno: 2000). Fungsi produksi secara matematis dapat digambarkan sebagai berikut :

Q = f ( K, L, R, T )

Dimana :

K = Jumlah stok modal atau persediaan modal

L = Jumlah tenaga kerja ( yang meliputi jenis tenaga kerja ) T = Tingkat teknologi yang digunakan

R = Biaya sewa lahan

Q = Jumlah produksi yang dihasilkan (Sukirno, 2005).

Dari persamaan di atas dijelaskan bahwa jumlah output tergantung dari kombinasi penggunaan modal, tenaga kerja, dan bahan mentah. Semakin tepat kombinasi input, semakin besar kemungkinan output dapat diproduksi secara maksimal.

Fungsi produksi untuk setiap komoditi adalah suatu persamaan, tabel, atau grafik yang menunjukkan jumlah(maksimum) komoditiyang dapat diproduksi per unit waktu bagi setiap kombinasi input alternatif, bila menggunakan teknik produksi terbaik yang tersedia. Suatu fungsi produksi pertanian yang sederhana diperoleh dengan menggunakan berbagai alternatif jumlah tenaga kerja per unit waktu untuk


(63)

menggarap sebidang tanah yang tetap dan mencatat alternatif output yang dihasilkannya per unit waktu (Salvatore,2006).

Perkembangan atau pertambahan produksi dalam kegiatan ekonomi tidak lepas dari peranan faktor-faktor produksi atau input. Untuk menaikkan jumlah output yang diproduksi dalam perekonomian dengan faktor-faktor produksi, para ahli teori pertumbuhan neoklasik menggunakan konsep produksi (Dornbusch dan Fischer,1997).

Faktor yang mempengaruhi produksi pertanian menurut Pertiwi (2012) adalah: 1. Pupuk

Pupuk adalah bahan atau zat makanan yang diberikan atau ditambahkan pada tanaman dengan maksud agar tanaman tersebut tumbuh. Pupuk dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Pupuk alam, adalah Pupuk alam merupakan pupuk yang langsung didapat dari alam, misalnya phosfat alam dan pupuk organik.

b. Pupuk buatan, merupakan pupuk yang dibuat di dalam pabrik. Pupuk ini tidak diperoleh di alam tetapi hasil ramuan pabrik.

2. Pestisida

Pestisida adalah substansi kimia yang digunakan untuk membunuh berbagai hama. Pemakaian pestisida bagi pertanian dimaksudkan untuk mengoptimalkan hasil produksi.


(64)

3. Tenaga kerja

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang memegang peran penting di dalam kegiatan usaha tani. Tenaga kerja dapat juga berupa sebagai pemilik maupun sebagai buruh biasa. Kebutuhan akan tenaga kerja padapertanian dibedakan menjadi tenaga kerja pada pertanian rakyat dan tenaga kerja pada pertanian dengan skala besar seperti perkebunan, kehutanan, dan perternakan.

Gambaran umum pertembakauan menurut Pertiwi (2012):

Tembakau merupakan tanaman yang sangat peka terhadap lingkungan fisik, penanganan pada saat penanaman maupun pemeliharaan, kondisi cuaca dan pengolahan hasil hingga menjadi tembakau rajangan kering yang siap dipasarkan. Keberhasilan pemasaran tembakau, selain dipengaruhi faktor-faktor di atas juga tergantung kondisi pasar yang dihadapi. Tahap budidaya tanaman tembakau: 1. Pembibitan

2. Pengolahan tanah 3. Penanaman 4. Pemupukan 5. Penyiangan

6. Pengendalian hama penyakit 7. Pangkas dan rempel

8. Panen 9. Pemeraman 10. Merajang 11. Pengeringan


(65)

Penanaman dan penggunaan tembakau di Indonesia sudah dikenal sejak lama. Komoditi tembakau mempunyai arti yang cukup penting, tidak hanya sebagai sumber pendapatan bagi para petani, tetapi juga bagi negara. Tanaman Tembakau merupakan tanaman semusim, tetapi di dunia pertanian termasuk dalam golongan tanaman perkebunan dan tidak termasuk golongan tanaman pangan.

Fungsi produksi untuk setiap komoditi adalah suatu persamaan, tabel, atau grafik yang menunjukkan jumlah(maksimum) komoditi yang dapat diproduksi per unit waktu bagi setiap kombinasi input alternatif, bila menggunakan teknik produksi terbaik yang tersedia. Suatu fungsi produksi pertanian yang sederhana diperoleh dengan menggunakan berbagai alternatif jumlah tenaga kerja per unit waktu untuk menggarap sebidang tanah yang tetap dan mencatat alternatif output yang

dihasilkannya per unit waktu (Salvatore, 2006).

Konsep produksi adalah proses perubahan bentuk berbagai input atau sumber daya menjadi output berupa barang dan jasa. Proses yang dimaksud adalah mencakup kepada seluruh aktivitasyang terlibat dalam memproduksi barng dan jasa, mulai dari membangun fasilitas produksi, merekrut tenaga kerja, membeli bahan mentah, menjalankan pengendalian mutu, akuntansi biaya san kegiatan lainnya (Salvatore, 2005).

Meningkatnya produksi hasil perkebunan tembakau akan berpengaruh terhadap jumlah penerimaan cukai tembakau. Dengan meningkatnya produksi hasil


(66)

perkebunan tembakau maka jumlah penerimaan cukai tembakau juga akan mengalami peningkatan.

9. Regulasi Cukai Tembakau

Adanya bahaya atau dampak kesehatan yang ditimbulkan dari konsumsi tembakau membuat pemerintah melakukan perubahan tentang undang-undang yang

mengatur tentang cukai di indonesia. Salah satu tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah konsumsi tembakau di indonesia. Undang-undang yang mengatur tentang cukai di indonesia yang berubah dari UU No.11 tahun 1995 berubah menjadi UU No.39 tahun 2007. Dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.Oll/2009 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.Oll/2010. Perubahan tarif cukai hasil tembakau ini diharapkan dapat mengurangi jumlah konsumsi tembakau. Karena dari segi kesehatan, konsumsi tembakau akan berdampak buruk terhadap kesehatan seperti menimbulkan berbagai macam penyakit. Tarif cukai berdasarkan Undang-undang No.11 tahun 1995:

Barang kena cukai berupa hasil tembakau dikenai cukai berdasarkan tarif paling tinggi:

Untuk yang dibuat di Indonesia:

1. 250% (dua ratus lima puluh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual pabrik; atau

2. 55% (lima puluh lima persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.


(67)

1. 250% (dua ratus lima puluh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah nilai pabean ditambah bea masuk; atau

2. 55% (lima puluh lima persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.

Tarif cukai tembakau berdasarkan Undang-undang No.39 tahun 2007:

Barang kena cukai berupa hasil tembakau dikenai cukai berdasarkan tarif paling tinggi:

Untuk yang dibuat di Indonesia:

1. 275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual pabrik; atau

2. 57% (lima puluh tujuh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.

Untuk yang diimpor:

1. 275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah nilai pabean ditambah bea masuk; atau

2. 57% (lima puluh tujuh persen) dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.

10. Proyeksi Penerimaan Cukai Tembakau

Proyeksi adalah untuk mengetahui perkembangan di masa yang akan datang berdasarkan data yang telah ada. Proyeksi pada dasarnya merupakan suatu perkiraan atau taksiran mengenai terjadinya suatu kejadian (nilai suatu variabel) untuk waktu yang akan datang. Proyeksi penerimaan cukai tembakau adalah suatu


(68)

perkiraan atau taksiran mengenai penerimaan cukai tembakau untuk waktu yang akan datang, mengenai perkiraan jumlah penerimaan yang diterima dari cukai tembakau di beberapa tahun ke depan atau di masa yang akan datang.

11. Hubungan PDB per kapita, Nilai Tukar, Produksi Tembakau, dan Penerimaan Cukai Tembakau

1. Pengaruh PDB per kapita terhadap penerimaan cukai tembakau

PDB per kapita yang merupakan besarnya PDB apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk di suatu negara merupakan alat yang lebih baik yang dapat memberitahukan kita apa yang terjadi pada rata–rata penduduk, standar hidup dari warga negaranya(Mankiw,2006). Hubungan PDB dengan kesejahteraan dapat dijelaskan sebagai berikut. PDB dapat mengukur total pendapatan maupun total pengeluaran perekonomian untuk barang dan jasa. Jadi, PDB per kapita

menjelaskan pendapatan dan pengeluaran dari rata–rata seseorang dalam perekonomian. Karena kebanyakan orang lebih memilih pendapatan dan

pengeluaran yang lebih tinggi, PDB per kapita merupakan ukuran kesejahteraan rata–rata perorangan yang cukup alamiah (Mankiw,2006) PDB per kapita sebagai ukuran kesejahteraan yang mencerminkan pendapatan per kapita masyarakat. Pendapatan per kapita merupakan salah satu ukuran bagi

kemakmuran suatu masyarakat, pendapatan per kapita yang tinggi cenderung mendorong naiknya tingkat konsumsi per kapita yang selanjutnya menimbulkan insentif bagi diubahnya struktur produksi (Todaro,2006).


(69)

Adapun faktor yang sangat penting dalam menentukan corak permintaan terhadap barang atau jasa adalah pendapatan. Tingkat pendapatan masyarakat akan

mencerminkan daya beli masyarakat. Jika pendapatan naik, jumlah barang yang diminta mungkin naik ataupun sebaliknya (Samuelson, 2001). Sebagian besar pendapatan yang diterima rumah tangga akan digunakan untuk konsumsi, yaitu membeli barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan oleh sektor perusahaan. Kenaikan dari pendapatan akan menaikkan pengeluaran konsumsi akan suatu barang atau jasa (Sukirno, 2004). Keynes menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi terutama tergantung dari pendapatan, makin tinggi pendapatan makin tinggi konsumsi (Nopirin, 2000). Pendapatan per kapita masyarakat yang meningkat, maka daya beli masyarakat untuk mengkonsumai suatu barang atau jasa juga akan meningkat. Dalam hal ini pada saat pendapat per kapita masyarakat meningkat maka produk olahan tembakau yang dikonsumsi masyarakat juga akan meningkat. Sehingga penerimaan cukai tembakau mengalami peningkatan.

2. Pengaruh nilai tukar terhadap penerimaan cukai tembakau

Di dalam Model Mundell Fleming (Froyen, 2003) menjelaskan hubungan antara kurs dengan ekspor dan impor. Permintaan impor berhubungan negatif dengan kurs. Dimana kenaikan kurs akan membuat barang luar negeri lebih mahal dan menyebabkan penurunan impor. Hal ini juga berarti semakin tinggi kurs mata uang suatu negara maka akan menguranggi nilai impor negara tersebut, dan sebaliknya terjadi pada ekspor. Kenaikan kurs atau nilai tukar akan menyebabkan peningkatan ekspor. Oleh karena itu kegiatan ekspor berhubungan positif dengan


(70)

kurs. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kurs negatif terhadap impor dan sebaliknya berpengaruh positif dengan ekspor. Ketika rupiah terdepresiasi atau mata uang asing menjadi lebih mahal, ini berarti nilai relatif mata uang dalam negeri merosot. Nilai tukar yang terdepresiasi akan menaikkan nilai ekspor. Jika kurs mengalami depresiasi, yaitu nilai mata uang dalam negeri secara relatif terhadap mata uang asing menurun, volume ekspor akan meningkat. Dengan kata lain, apabila nilai kurs dollar menguat, maka volume ekspor juga akan meningkat (Sukirno, 2004). Ekspor yang meningkat akan menyebabkan produksi dalam negeri untuk komoditas ekspor mengalami peningkatan (Hady,2001). Ekspor akan mendorong kegiatan ekonomi karena orang asing yang membeli barang produksi dalam negeri, produsen akan menaikkan harga, produksi atau keduanya (Nopirin, 2000). Artinya nilai tukar rupiah terhadap dollar meningkat atau rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh 1 dollar meningkat maka akan meningkatkan ekspor tembakau. Ekspor tembakau yang meningkat akan menyebabkan tembakau dan produk olahan tembakau yang diekspor juga mengalami peningkatan. Hal ini akan menyebabkan penerimaan cukai tembakau meningkat.

3. Pengaruh produksi tembakau terhadap penerimaan cukai tembakau

Konsep produksi adalah proses perubahan bentuk berbagai input atau sumber daya menjadi output berupa barang dan jasa. Proses yang dimaksud adalah mencakup kepada seluruh aktivitasyang terlibat dalam memproduksi barng dan jasa, mulai dari membangun fasilitas produksi, merekrut tenaga kerja, membeli bahan mentah, menjalankan pengendalian mutu, akuntansi biaya san kegiatan


(71)

lainnya (Salvatore:2005). Komoditi tembakau mempunyai arti yang cukup

penting, tidak hanya sebagai sumber pendapatan bagi para petani, tetapi juga bagi negara. Tanaman Tembakau merupakan tanaman semusim, tetapi di dunia

pertanian termasuk dalam golongan tanaman perkebunan dan tidak termasuk golongan tanaman pangan. Meningkatnya produksi hasil perkebunan tembakau akan berpengaruh pada peningkatan hasil produk olahan tembakau. Pada saat hasil produk olahan tembakau meningkat maka pemesanan pita cukai juga meningkat. Sehingga penerimaan cukai tembakau mengalami peningkatan.

B. Penelitian Terdahulu

Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan yang berkaitan dengan penerimaan cukai hasil tembakau dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Beberapa

penelitian sebelumnya telah meneliti tentang penerimaan cukai hasil tembakau, kajian tentang cukai hasil tembakau, dan faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan cukai tembakau di Indonesia diantaranya adalah:


(1)

95

4. Dalam jangka pendek dan jangka panjang, variabel PDB per kapita, nilai tukar, dan produksi tembakau secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap penerimaan cukai tembakau di Indonesia.

5. Hasil trend yang menunjukkan proyeksi penerimaan cukai tembakau yang positif, maka dapat disimpulkan penerimaan cukai tembakau di Indonesia akan mengalami peningkatan untuk tahun-tahun mendatang. Hasil ini sesuai dengan hipotesis awal, bahwa penerimaan cukai tembakau di Indonesia diproyeksikan akan mengalami peningkatan untuk tahun-tahun mendatang.

B. Saran

Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan, maka saran yang dapat diberikan adalah:

1. Berdasarkan hasil penelitian, variabel PDB per kapita dan nilai tukar dalam jangka panjang berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan cukai tembakau di Indonesia, sehingga variabel-variabel tersebut dapat dijadikan sebagai acuan untuk menentukan besar kecilnya penerimaan cukai tembakau di Indonesia.

2. Dalam penelitian ini,masih terdapat variabel yang tidak signifikan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut agar dapat memperoleh hasil yang lebih baik lagi.

3. Bagi pemerintah harus lebih tepat menentukan kebijakan untuk penerimaan cukai tembakau di Indonesia. Karena disatu sisi penerimaan cukai tembakau memberikan sumbangan yang cukup besar dalam penerimaan pajak, namun disisi lain tembakau berdampak negatif terhadap kesehatan masyarakat.


(2)

96

4. Pemerintah harus menaikkan tarif cukai tembakau, agar konsumsi tembakau dapat lebih dikendalikan. Sehingga dampak buruk dari konsumsi tembakau dapat dikurangi.

5. Karena keterbatasan yang ada, penelitian ini hanya meneliti tentang variabel yang mempengaruhi penerimaan cukai tembakau di Indonesia dan proyeksi untuk beberapa tahun mendatang. Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya diteliti juga dari segi cukai rokok, variabel yang mempengaruhi cukai rokok seperti tarif cukai rokok dan harga rokok berdasarkan klasifikasi.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Adioetomo, SM; Djutaharta, Triasih; dan Hendratno. 2005.Cigarette

Consumption, Taxation, And Household Income:Indonesia Case Study. The World Bank.

Anggreani, Debbie. 2013.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Rokok Kretek Di Kota Pare-Pare.Jurnal. Universitas Hasanudin. Makasar. Badan Kebijakan Fiskal Pusat Kebijakan Pendapatan Negara.

Boediono. 2000.Ekonomi Moneter. Edisi 3. BPFE. Yogyakarta.

BPS.1985-2014.PDB per Kapita tahun 1985-2014. Badan Pusat Statistik. Jakarta. BPS.2000-2014.Statistik Industri Sedang Dan Besar 2000-2014. Badan Pusat

Statistik. Jakarta.

Buana, Ai Surya. 2013.Pengaruh Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek Terhadap Harga, Penawaran Dan Permintaan Komoditas Rokok Kretek Dan Komoditas Tembakau Serta Kesejahteraan Masyarakat. Jurnal.Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Cornelius Tjahjaprijadi dan Walujo Djoko Indarto. 2003.Analisis Pola Konsumsi Rokok Sigaret Kretek Mesin, Sigaret Kretek Tangan, dan Sigaret Putih Mesin.Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 7, No.4.

Direktorat Jendral Perkebunan Kementrian Pertanian.Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas Tembakau tahun 1985-2014. Direktorat Jendral Perkebunan. Jakarta.

Dornbusch, Rudiger Dan Stanley Fischer. 1997.Makroekonomi. Penerjemah Julius A. Mulyadi. Erlangga. Jakarta.

Friyatno, supena dan prajogo U. Hadi. 2008.Peranan Sektor Tembakau Dan Industri Rokok Dalam Perekonomian Indonesia: Analisis Tabel I-O Tahun 2000. Jurnal Agro Ekonomi, Vol.26, No.1.Pusat Analisis Sosial Ekonomi Dan Kebijakan Pertanian. Bogor.


(4)

Froyen, Richard T. 2003.Macroeconomic “Theories and Policies”. Carahnya Prentice-Hall.

Gujarati, D. 2003.Basic Econometrics.Mc Graw-Hill. Singapore.. Hady, Hamdy. 2001.Ekonomi Internasional. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Isdijoso, B. 2004. “Studi Alternatif Penerimaan dan Tarif Cukai Hasil Tembakau http://www.fiskal.depkeu.go.id/bapekki/kajian5%Cbrahmantio%20. Izzah, Nurul. 2012.Analisis Pengaruh Kebijakan Moneter Dan Kebijakan Fiskal

Regional Terhadap Stabilitas Harga Dan Pertumbuhan Ekonomi Di Jawa Tengah (Periode 2001-2010).Universitas Negeri Semarang. Semarang. Kadir,Achmad.2011.Undang-Undang Cukai.Pusdiklat Bea dan Cukai. Jakarta. Lipsey, R. G., P. N. Courant, D. D. Purvis, dan P. O. Steiner. 1995.Pengantar

Makro Ekonomi. Erlangga. Jakarta.

Mangkoesoebroto, G.2001.Kebijakan Ekonomi Publik di Indonesia.PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Mankiw, Gregory. 2006.Makroekonomi Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Mankiw, N. G. 2000.Teori Makro Ekonomi.Erlangga. Jakarta.

Mishkin, Frederic S. 2008.Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan edisi 8. Salemba Empat. Jakarta.

Muchjidin, Rachmat. 2010.Pengembangan Ekonomi Tembakau Nasional: Kebijakan Negara Maju dan Pembelajara Bagi Indonesia.Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 8.

Musgrave, Richad A dan Peggy B. Musgrave .1993.Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek. Erlangga. Jakarta.

Nanga,Muana. 2001.Makroekonomi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Nanga,Muana. 2005.Makroekonomi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Nopirin. 1992.Ekonomi Moneter Buku 2. BPFE. Yogyakarta.

Nopirin. 2000.Pengantar Ilmu Ekonomi Makro dan Mikro. BPFE UGM. Yogyakarta.

Nota Keuangan. 1985-2014.Laporan APBN 1985-2014. Kementrian Keuangan. Jakarta.


(5)

Nota Keuangan. 2000-2014.Laporan APBN 2000-2014. Kementrian Keuangan. Jakarta.

Pertiwi, Dwiyanti Septi. 2012.Faktor-Fator Yang Mempengaruhi Produksi Tembakau Rakyat.Universitas Diponegoro. Semarang.

Pohan, Aulia. 2008.Potret Kebijakan Moneter Indonesia. PT.Raja Grafika Persada. Jakarta.

Prakoso, Kesit Bambang.2005.Pajak dan Retribusi Daerah. Yogyakarta:UII Press.

Putra, Dinan Arya. 2013.Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Tembakau Indonesia ke Jerman.Universitas Negeri Semarang. Semarang. Republik Indonesia,Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai. Salawati. 2008.Analisis Pengaruh Inflasi Dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap

Penerimaan PPN Pada Kanwil DJB Jakarta Selatan. Jurnal. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Salvatore, Dominick. 2006.Mikroekonomi. Erlangga. Jakarta.

Samuelson, Paul A dan D. Nordhaus William. 2001.Ilmu Mikroekonomi, Terjemahan. Edisi 17.PT Media Global Edukasi. Jakarta.

Samuelson, Paul A dan D. Nordhaus William. 2002.Ilmu Mikroekonomi, Terjemahan. Edisi 17.PT Media Global Edukasi. Jakarta.

Sasana, Hadi. 2005.Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB)(Studi Kasus Di Kabupaten Banyumas). Dinamika Pembangunan Vol.2 No.1.

Shapiro, 2002 ICM Vol. II 119 128. Converse Theorems, Functoriality, and. Applications to Number Theory. J.W. Cogdell and I.I. PiatetskiShapiro. Abstract. There has.

Soeharno, Prof. TS., SU. 2007.Teori Mikro Ekonomi.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Studenmund, A.H. 2006.Using Econometric. Occidental Collage

Subiyantoro, Heru. 2004.Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep dan Implementasi.PT Kompas Media Nusantara. Jakarta.

Sukirno, Sadono .2000.Makroekonomi Modern. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.


(6)

Sukirno, Sadono. 2002.Teori Mikro Ekonomi. Rajawali Press. Jakarta.

Sukirno, Sadono. 2005.Mikro Ekonomi Teori Pengantar edisi ketiga.PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sunyoto, Danang. 2008.Statistika Ekonomi Dasar. Amara Books. Yogyakarta. Suprianto, Edy. 2011.Perpajakan di Indonesia. Graha Ilmu. Yogyakarta. Surono. 2007.Pengaruh Kebijakan Cukai, Fasilitas Penundaan, Dan Tingkat

Produksi Terhadap Pungutan Cukai Pada Industri Rokok Sumatera Utara. Jurnal. Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.

Surono.2010.Teknis Cukai.Pusdiklat Bea dan Cukai. Jakarta.

Tahwin, Muhamad. 2013.Identifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah. Jurnal Buletin Studi Ekonomi. Vol.18 (2) Agustus 2013. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi. Rembang.

Tambunan ,Sri Bahaduri M E. 2006. Analisis Faktor-Faktor Makro Yang

Mempengaruhi Penerimaan Pemerintah Dari Cukai Hasil Tembakau. Jurnal. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tarmudji, Tarsis dan Trisni Suryarini.2012.Pajak Indonesia.Graha Ilmu.Yogyakarta.

Todaro, Smith. 2000.Pembangunan Ekonomi. Erlangga. Jakarta.

Todaro, Smith. 2006.Pembangunan Ekonomi, jilid dua, edisi kesembilan terjemahan. Erlangga. Jakarta.

Todaro, Smith. 2006.Pembangunan Ekonomi, jilid satu, edisi kesembilan terjemahan. Erlangga. Jakarta.

UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang cukai.

Wibowo, Tri. 2003.Potret Industri Rokok Di Indonesia. Kajian Ekonomi Dan Keuangan, Vol.7, No.2.

Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika Teori dan Aplikasi. Ekonisia PE UII. Yogyakarta.

Yulianawati, Nila.2011.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak. Dinamika Keuangan Dan Perbankan. Universitas Stikubank. Semarang.