KEBERLANJUTAN USAHATANI KOPI AGROFORESTRI DI KECAMATAN PULAU PANGGUNG KABUPATEN TANGGAMUS
ABSTRAK
KEBERLANJUTAN USAHATANI KOPI AGROFORESTRI DI KECAMATAN PULAU PANGGUNG KABUPATEN TANGGAMUS
Oleh Annisa Incamilla
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan pendapatan usahatani petani sertifikasi dan non sertifikasi, perbandingan tingkat partisipasi petani sertifikasi dan non sertifikasi dalam kegiatan kelompok tani dan asumsi penerimaan manfaat tidak langsung yang apat diperoleh petani kopi dalam proses usahataninya. Penelitian dilakukan di Desa Tekad dan Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten Tanggamus. Total responden sebanyak 70 petani kopi, terdiri dari 35 petani sertifikasi dan 35 petani non sertifikasi yang dipilih dengan menggunakan metode acak sederhana. Pengambilan data dilakukan pada Bulan September sampai dengan November 2014. Data dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada perbedaan tingkat pendapatan usahatani antara petani sertifikasi dan non sertifikasi, dimana pendapatan petani sertifikasi lebih tinggi dibandingkan petani non sertifikasi. Demikian pula dengan tingkat partisipasi dalam kegiatan kelompok tani, tingkat partisipasi petani sertifikasi dalam kegiatan kelompok tani lebih tinggi dibandingkan petani non sertifikasi, selain itu petani kopi menghasilkan manfaat tidak langsung dari proses usahatani dengan asumsi penerimaan sebesar Rp 4.191.080 per hektar.
(2)
ABSTRACT
SUSTAINABILITY OF COFFEE AGROFORESTRY FARMING IN PULAU PANGGUNG SUB DISTRICT OF TANGGAMUS REGENCY
By
Annisa Incamilla
This research purposes to analyze comparison the level of certified and non-certified coffee farmer’s farm income, comparison the level of non-certified and non -certified coffee farmer’s participation in farmer group activities and assuming acceptance indirect benefits obtained by coffee farmers in the process of farming. The study was conducted in Tekad and Tanjung Rejo Village, Pulau Panggung Sub Districts of Tanggamus Regency. Total respondents are 70 coffee farmers, consisting of 35 certified coffee farmers and 35 non-certified coffee farmers. Respondents were selected using simple random sampling method. Data were collected in September to November 2014. Data were analyzed using qualitative and quantitative analysis. The research results showed that the certified coffee farmer's income is higher than the non-certified coffee farmers. Similarly, the research result about level of participation in the activities of farmers showed certified coffee farmer’s level of participation in the activities of farmer group is higher than non-certified coffee farmers, in addition, assuming acceptance of indirect benefits that can be accepted by coffee farmers was Rp4.191.080,00 per hectare.
(3)
KEBERLANJUTAN USAHATANI KOPI AGROFORESTRI DI KECAMATAN PULAU PANGGUNG KABUPATEN TANGGAMUS
Oleh
ANNISA INCAMILLA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memcapai gelar SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2015
(4)
NamaMahasiswa No. PokokMahasiswa Jurusan
Program Studi Fakultas
Prof.Dr.Ir, Bustanul Arifin, M.Sc.
MP 19630827 198603
I
003:
Annisa Incamilla 10t4023037 Agribistiis Agribisnis PertanianMENYETUJUI
1.
Komisi PembimbingIr.
Adia Nugraha, M.S. NrP 19620613 198603 r 0222.
Ketua Jurusan AgribisnisW
Dr.Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.S. NrP 196302$ 1s8s022001
(5)
1
Tim Penguji KetuaSekretaris
Penguji
Bukan Pembimbing
Prof.Dr.fr. Bustanul Arifin, M.Sc.
:
Ir. Adia Nugraha, M.S.: Ilr.Ir.
Fembriarti ErryPrasmatiwi, M.S.
W
w
Fakultas Pertaniann Abbas Zakaria, M.S. 198702
I 001
(6)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 16 November 1992 di Bandar Lampung dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Drs. Abror Yusef dan Ir. Delima Putri. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) di TK Kartika II-28 Bandar Lampung pada tahun 1998, pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Kartika II-5 Bandar Lampung pada tahun 2004, pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 4 Bandar Lampung pada tahun 2007 dan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 2010. Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan
Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2010.
Penulis melakukan Praktik Umum (PU) di Perum Bulog Divre Lampung dan melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 40 (empat puluh) hari di Desa Labuhan Ratu, Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2013. Penulis juga memiliki pengalaman berorganisasi di Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (Himaseperta) sebagai anggota bidang IV dan Unit Kegiatan Mahasiswa English Society (UKM E So). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah
(7)
SANWACANA
Alhamdullilahirobbil‘alamin, puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, Kuasa atas segala kehendak, keinginan, dan wujud
kesempurnaan, karena atas limpahan rahmat, berkah dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Keberlanjutan Usahatani Kopi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus” dengan baik. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Bustanul Arifin, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing Pertama, atas kesediaannya untuk memberikan saran, kritik dan bimbingan dalam proses penyelesaian skripsi ini.
2. Ir. Adia Nugraha, M. S., selaku Dosen Pembimbing Kedua, atas kesediaannya untuk memberikan saran, kritik dan bimbingan dalam proses penyelesaian skripsi ini.
3. Dr. Ir. Fembriarty Erry Prasmatiwi, M. S., selaku Ketua Jurusan Agribisnis dan Dosen Penguji Skripsi, atas kesediaannya untuk memberikan saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.
4. Dr. Ir. Tubagus Hasanudin. M. S., selaku Pembimbing Akademik, yang banyak memberikan saran dan bimbingan.
5. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas inspirasi pengalaman hidup.
(8)
terkuat dalam hidup, serta adik pertama M. Adjoyasa dan adik bungsu M. Aga Ramdho untuk semua dukungannya. Kalian yang memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih banyak atas kasih sayang dan cinta yang telah diberikan selama ini.
7. Seluruh Dosen Jurusan Agribisnis atas semua ilmu dan bimbingan yang telah diberikan selama penulis menjadi mahasiswi di Universitas Lampung.
8. Karyawan-karyawan Jurusan Agribisnis, Mba Aie, Mba Iin, Mas Boim, Mas Sukardi, dan Mas Bukhari atas semua bantuan dan dukungan yang telah diberikan selama penulis menjadi mahasiswi di Universitas Lampung. 9. Terima kasih banyak untuk sahabat dan teman penulis di Agribisnis 2010,
yakni Ike partner yang kuat selama penyelesaian skripsi ini, Teri yang selalu memberikan semangat, Ayi yang sering mengingatkan dan memberikan motivasi, Meitri yang selalu menyemangati dan memotivasi penulis, Devi dan Madu yang telah memberikan dukungan dan mengajarkan banyak ilmu, Rani dan Andini yang telah memberikan semangat dan motivasi, Susi, Lina, Ellis, Fitria dan Cipit untuk semua dukungannya, Yuni, Ita, Raisa, Tati, Erisa, Sastra, Nisya dan Ayu yang telah memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, Pram Hendra, Riza, Ajus, Rifki, Cherry, Doni, David, Chandra, Altri, Dion, Bara, Hasan, Maryadi, Wahyu dan semua teman-teman Agribisnis 2010 genap yang tidak bisa disebutkan satu persatu untuk kebersamaannya selama ini. Sekali lagi saya mengucapkan terimakasih atas hari-hari yang sudah dilewati, mulai dari hari yang menyenangkan dan sedih bersama.
(9)
telah membantu dan mempermudah penulis untuk mendapatkan data skripsi. 11.Terima kasih banyak untuk kakak dan adik tingkat Agribisnis angkatan 2009
-2014 yang juga tidak dapat disebutkan satu per satu.
Terima kasih sekali lagi penulis ucapkan untuk semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis selama proses penyelesaian skripsi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga tetap berguna dan bermanfaat. Amin.
Bandar Lampung, Juni 2015 Penulis,
(10)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... xv
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Manfaat Penelitian... 12
II. TINJAUAN PUSTAKA, HIPOTESIS DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 13
A. Tinjauan Pustaka ... 13
1. Karakteristik tanaman kopi ... 13
2. Pertanian berkelanjutan ... 14
3. Pengertian agroforestri ... 15
4. Jenis agroforestri ... 16
4. Sertifikasi kopi ... 17
a. Common Code for The Coffee Comunity (4C) ... 17
b. Rain Forest Alliance (RA) ... 18
5. Manfaat Sertifikasi ... 18
6. Pendapatan usahatani ... 20
7. Partisipasi petani ... 21
(11)
9. Keanekaragaman hayati ... 23
10. Konservasi tanah dan air ... 24
11. Nilai Sumberdaya Alam ... 25
B. Kajian Penelitian Terdahulu ... 28
C. Kerangka Berpikir ... 33
D. Hipotesis. ... 34
III. METODE PENELITIAN ... 37
A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional ... 37
B. Lokasi, Responden, dan Waktu Penelitian ... 43
C. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ... 46
D. Metode Pengolahan dan Analisis Data... 46
1. Perbandingan pendapatan usahatani antara petani kopi sertifikasi dan non sertifikasi ... 47
a. Pendapatan usahatani ... 47
b. Return Cost Ratio (R/C Ratio) ... 47
c. Uji-t (independent samples t-test) ... 48
d. Net Present Value (NPV) ... 49
2. Perbandingan partisipasi antara petani kopi sertifikasi dan non sertifikasi dalam kegiatan kelompok tani ... 50
a. Skala likert ... 50
b. Uji validitas dan reliabilitas ... 53
c. Uji Mann-Whitney... 55
3. Manfaat tidak langsung ... 56
a. Penyimpanan karbon ... 57
b. Keanekaragaman hayati ... 58
c. Konservasi tanah dan air ... 58
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 59
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 59
(12)
2. Kecamatan Pulau Panggung ... 61
B. Gambaran Umum Sertifikasi Rainforest Alliance (RA) ... 62
C. Gambaran Umum Sertifikasi Common Code for The Coffee Community (4C) ... 63
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 65
A. Karakteristik Responden Petani... 65
B. Perbandingan Pendapatan Antara Petani Kopi Sertifikasi dan Non Sertifikasi ... 76
C. Perbandingan Tingkat Partisipasi Petani Kopi Sertifikasi dan Non Sertifikasi Dalam Kegiatan Kelompok Tani ... 100
D. Manfaat Tidak Langsung ... 115
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 128
A. Kesimpulan ... 128
B. Saran... 128
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(13)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Peringkat negara penghasil kopi dan jumlah produksi kopi masing-
masing negara pada tahun 2008 - 2013 ... 2 2. Luas areal dan produksi perkebunan rakyat tanaman rempah di
Provinsi Lampung tahun 2009 - 2013 ... 3 3. Luas lahan dan produksi kopi Robusta per kabupaten/kota di Provinsi
Lampung ... 4 4. Luas areal, produksi dan produktifitas usahatani kopi di Kabupaten
Tanggamus tahun 2013 ... 44 5. Indikator partisipasi petani dalam kegiatan kelompok tani di
Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 51 6. Hasil uji validitas pertanyaan tingkat partisipasi petani sertifikasi
dan non sertifikasi dalam kegiatan kelompok tani di Kecamatan
Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 54 7. Hasil uji reliabilitas pertanyaan tingkat partisipasi petani sertifikasi
dan non sertifikasi dalam kegiatan kelompok tani di Kecamatan
Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 54 8. Sebaran petani sertifikasi dan non sertifikasi menurut struktur umur di
Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 65 9. Sebaran petani sertifikasi dan non sertifikasi menurut berdasarkan
tingkat pendidikan formal di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten
Tanggamus ... 66 10. Sebaran petani sertifikasi dan non sertifikasi menurut berdasarkan
pekerjaan diluar usahatani kopi di Kecamatan Pulau Panggung
(14)
11. Sebaran petani sertifikasi dan non sertifikasi menurut berdasarkan pengalaman usahatani di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten
Tanggamus ... 69 12. Sebaran petani sertifikasi dan non sertifikasi menurut berdasarkan
umur tanaman kopi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten
Tanggamus ... 70 13. Rata-rata jumlah tanaman naungan dan tanaman sela petani kopi
sertifikasi dan non sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung
Kabupaten Tanggamus ... 72 14. Sebaran petani sertifikasi dan non sertifikasi menurut berdasarkan
jumlah tanggungan keluarga di Kecamatan Pulau Panggung
Kabupaten Tanggamus ... 73 15. Luas lahan usahatani petani sertifikasi dan non sertifikasi di
Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 74 16. Status kepemilikan lahan petani sertifikasi dan non sertifikasi di
Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 75 17. Rata-rata jumlah, harga dan biaya bibit kopi petani sertifikasi dan non
sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 76 18. Rata-rata biaya penggunaan pupuk kimia dan pupuk kandang petani
sertifikasi dan non sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung
Kabupaten Tanggamus ... 78 19. Rata-rata biaya penggunaan pestisida petani sertifikasi dan non
sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 79 20. Rata-rata biaya tenaga kerja dan total hari orang kerja (HOK) dalam
pengolahan usahatani petani sertifikasi dan non sertifikasi di
Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 81 21. Rata-rata biaya lain usahatani petani sertifikasi dan non sertifikasi di
Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 82 22. Rata-rata penerimaan kopi petani sertifikasi dan non sertifikasi di
Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 83 23. Rata-rata harga dan produksi tanaman naungan petani sertifikasi dan
(15)
24. Rata-rata penerimaan tanaman naungan petani sertifikasi dan non
Sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 87 25. Rata-rata harga dan produksi tanaman sela petani sertifikasi dan non
sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 88 26. Rata-rata penerimaan tanaman sela petani kopi sertifikasi dan non
sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 90 27. Rata-rata pendapatan lahan petani kopi sertifikasi dan non
sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 91 28. Hasil uji t perbedaan rata-rata pendapatan kopi petani sertifikasi dan
non sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus .. 93 29. Hasil uji t rata-rata pendapatan kopi petani sertifikasi dan non
sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 94 30. Hasil uji t perbedaan rata-rata pendapatan lahan petani sertifikasi
dan non sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten
Tanggamus ... 95 31. Hasil uji t rata-rata pendapatan lahan petani sertifikasi dan non
sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 95 32. Analisis Net Present Value (NPV) atas biaya total petani sertifikasi
dan non sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten
Tanggamus ... 97 33. Tingkat partisipasi petani sertifikasi dan non sertifikasi di Kecamatan
Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 101 34. Tingkat partisipasi petani kopi sertifikasi berdasarkan indikator
frekuensi kehadiran petani dalam pertemuan kelompok tani di
Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 102 35. Tingkat partisipasi petani kopi non sertifikasi berdasarkan indikator
frekuensi kehadiran petani dalam pertemuan kelompok tani di
Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 104 36. Tingkat partisipasi petani kopi sertifikasi berdasarkan indikator
keaktifan petani dalam diskusi kelompok tani di Kecamatan Pulau
(16)
37. Tingkat partisipasi petani kopi non sertifikasi berdasarkan indikator keaktifan petani dalam diskusi kelompok tani di Kecamatan Pulau
Panggung Kabupaten Tanggamus ... 106 38. Tingkat partisipasi petani kopi sertifikasi berdasarkan indikator
keterlibatan petani dalam kegiatan kelompok tani di Kecamatan
Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 106 39. Tingkat partisipasi petani kopi non sertifikasi berdasarkan indikator
keterlibatan petani dalam kegiatan kelompok tani di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 107 40. Tingkat partisipasi petani kopi sertifikasi berdasarkan indikator
sumbangan uang yang diberikan petani kepada kelompok tani di
Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 108 41. Tingkat partisipasi petani kopi non sertifikasi berdasarkan indikator
sumbangan uang yang diberikan petani kepada kelompok tani di
Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 109 42. Tingkat partisipasi petani kopi sertifikasi berdasarkan indikator
keikutsertaan petani dalam memantau kegiatan di Kecamatan Pulau
Panggung Kabupaten Tanggamus ... 110 43. Tingkat partisipasi petani kopi non sertifikasi berdasarkan indikator
keikutsertaan petani dalam memantau kegiatan di Kecamatan Pulau
Panggung Kabupaten Tanggamus ... 112 44. Hasil uji Mann-Whitney perbandingan tingkat partisipasi petani kopi
sertifikasi dan non sertifikasi dalam kegiatan kelompok tani di
Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 113 45. Rata-rata penyimpanan dan asumsi penerimaan karbon petani kopi
di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 117 46. Rata-rata asumsi penerimaan satwa liar petani kopi sertifikasi dan
non sertifikasi secara keseluruhan di Kecamatan Pulau Panggung
Kabupaten Tanggamus ... 118 47. Rata-rata biaya penggunaan pupuk kimia dan pestisida petani
sertifikasi dan non sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung
(17)
48 Persentase jumlah petani sertifikasi dan non sertifikasi yang melakukan pencegahan erosi di Kecamatan Pulau Panggung
Kabupaten Tanggamus ... 122 49 Rata-rata biaya tenaga kerja pencegahan erosi petani kopi sertifikasi
dan non sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten
Tanggamus ... 123 50 Nilai B/C ratio usahatani petani kopi sertifikasi dan non sertifikasi
Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 124 51 Rata-rata asumsi penerimaan manfaat tidak langsung petani kopi
sertifikasi dan non sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung
Kabupaten Tanggamus ... 126 52. Kerangka sampling petani sertifikasi dan non sertifikasi di Pulau
Panggung Kabupaten Tanggamus ... 133 53. Identitas responden petani kopi sertifikasi di Kecamatan Pulau
Panggung Kabupaten Tanggamus ... 134 54. Identitas responden petani kopi non sertifikasi di Kecamatan Pulau
Panggung Kabupaten Tanggamus ... 135 55. Penguasaan lahan usahatani petani kopi sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 136 56. Penguasaan lahan usahatani petani kopi non sertifikasi di Kecamatan
Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 136 57. Rata-rata biaya penggunaan bibit petani kopi sertifikasi di Kecamatan
Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 137 58. Rata-rata biaya penggunaan bibit petani kopi non sertifikasi di
Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 137 59. Rata-rata biaya penggunaan penggunaan pupuk kimia dan pupuk
kandang petani kopi sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung
Kabupaten Tanggamus ... 138 60. Rata-rata biaya penggunaan penggunaan pupuk kimia dan pupuk
kandang petani kopi non sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung
(18)
61. Rata-rata biaya penggunaan pestisida petani kopi sertifikasi di
Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 140 62. Rata-rata biaya penggunaan pestisida petani kopi non sertifikasi di
Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 141 63. Biaya lain usahatani petani kopi sertifikasi di Kecamatan Pulau
Panggung Kabupaten Tanggamus ... 143 64. Biaya lain usahatani petani kopi non sertifikasi di Kecamatan Pulau
Panggung Kabupaten Tanggamus ... 143 65. Rata-rata total biaya penggunaan bibit petani kopi sertifikasi dan non
sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 144 66. Rata-rata total biaya penggunaan pupuk kimia dan pupuk kandang
petani kopi sertifikasi dan non sertifikasi di Kecamatan Pulau
Panggung Kabupaten Tanggamus ... 144 67. Rata-rata total biaya penggunaan pestisida petani kopi sertifikasi dan
non sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus . 144 68. Rata-rata total biaya lain petani kopi sertifikasi dan non sertifikasi
di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 144 69. Rincian penggunaan tenaga kerja pra panen dan panen petani kopi
sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 145 70. Rincian penggunaan tenaga kerja pra panen dan panen petani kopi
non sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus . 149 71. Rata-rata total biaya dan HOK penggunaan tenaga kerja pra panen
dan panen petani kopi sertifikasi dan non sertifikasi di Kecamatan
Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 153 72. Rincian penggunaan tenaga kerja pasca panen petani kopi sertifikasi
di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus.. ... 154 73. Rincian penggunaan tenaga kerja pasca panen petani kopi non
sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 155 74. Rata-rata total biaya dan HOK penggunaan tenaga kerja pasca panen
petani kopi sertifikasi dan non sertifikasi di Kecamatan Pulau
(19)
75. Pendapatan kopi petani sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung
Kabupaten Tanggamus ... 157 76. Pendapatan kopi petani non sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung
Kabupaten Tanggamus ... 158 77. Rata-rata pendapatan kopi petani sertifikasi dan non sertifikasi di
Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 158 78. Rata-rata penerimaan tanaman naungan petani kopi sertifikasi di
Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 159 79. Rata-rata penerimaan tanaman naungan petani kopi non sertifikasi di
Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 161 80. Rata-rata penerimaan tanaman sela petani kopi sertifikasi di
Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 163 81. Rata-rata penerimaan tanaman sela petani kopi non sertifikasi di
Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 164 82. Rata-rata total penerimaan tanaman naungan petani kopi sertifikasi
dan non sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten
Tanggamus ... 165 83. Rata-rata total penerimaan tanaman sela petani kopi sertifikasi dan
non sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus . 165 84. Pendapatan lahan petani kopi sertifikasi di Kecamatan Pulau
Panggung Kabupaten Tanggamus ... 166 85. Pendapatan lahan petani kopi non sertifikasi di Kecamatan Pulau
Panggung Kabupaten Tanggamus ... 166 86. Biaya total petani kopi sertifikasi per usahatani di Kecamatan Pulau
Panggung Kabupaten Tanggamus ... 167 87. Biaya total petani kopi sertifikasi per hektar di Kecamatan Pulau
Panggung Kabupaten Tanggamus ... 169 88. Biaya total petani kopi non sertifikasi per usahatani di Kecamatan
Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 171 89. Biaya total petani kopi non sertifikasi per hektar di Kecamatan
(20)
90. Nilai R/C rasio usahatani petani kopi sertifikasi dan non sertifikasi di
Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 175 91. Uji t (independent samples t-test) perbandingan pendapatan petani
kopi sertifikasi dan non sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung
Kabupaten Tanggamus ... 176 92. NPV petani kopi sertifikasi (Present Value) di Kecamatan Pulau
Panggung Kabupaten Tanggamus per usahatani ... 177 93. NPV petani kopi sertifikasi (Present Value) di Kecamatan Pulau
Panggung Kabupaten Tanggamus per hektar ... 177 94. NPV petani kopi non sertifikasi (Present Value) di Kecamatan Pulau
Panggung Kabupaten Tanggamus per usahatani ... 178 95. NPV petani kopi non sertifikasi (Present Value) di Kecamatan Pulau
Panggung Kabupaten Tanggamus per hektar ... 178 96. Uji validitas dan reliabilitas tingkat partisipasi petani dalam kegiatan
kelompok tani (sebelum pertanyaan tidak valid dibuang) di
Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 179 97. Hasil uji validitas dan reliabilitas indikator keaktifan petani kopi
dalam kegiatan kelompok tani (sebelum pertanyaan tidak valid
dibuang) di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 180 98. Hasil uji validitas dan reliabilitas indikator frekuensi kehadiran
petani dalam pertemuan kelompok tani (sebelum pertanyaan tidak valid dibuang) di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten
Tanggamus ... 181 99. Hasil uji validitas dan reliabilitas indikator bentuk sumbangan uang
yang diberikan petani kepada kelompok tani (sebelum pertanyaan tidak valid dibuang) di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten
Tanggamus ... 182 100. Hasil uji validitas dan reliabilitas indikator keterlibatan petani dalam
kegiatan kelompok tani (sebelum pertanyaan tidak valid dibuang) di
Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 183 101. Hasil uji validitas dan reliabilitas indikator keikutsertaan petani
dalam memantau kegiatan (sebelum pertanyaan tidak valid dibuang)
(21)
102. Uji validitas dan reliabilitas tingkat partisipasi petani dalam kegiatan kelompok tani (setelah pertanyaan tidak valid dibuang) di Kecamatan
Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 185 103. Hasil uji validitas dan reliabilitas indikator keaktifan petani kopi
dalam kegiatan kelompok tani (setelah pertanyaan tidak valid
dibuang) di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 186 104. Hasil uji validitas dan reliabilitas indikator frekuensi kehadiran
petani dalam pertemuan kelompok tani (setelah pertanyaan tidak
valid dibuang) di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus . 187 105. Hasil uji validitas dan reliabilitas indikator bentuk sumbangan uang
yang diberikan petani kepada kelompok tani (setelah pertanyaan tidak valid dibuang) Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 188 106. Hasil uji validitas dan reliabilitas indikator keterlibatan petani dalam
kegiatan kelompok tani (setelah pertanyaan tidak valid dibuang) di
Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 189 107. Hasil uji validitas dan reliabilitas indikator keikutsertaan petani
dalam memantau kegiatan (setelah pertanyaan tidak valid dibuang) di
Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 190 108. Tingkat pasrtisipasi petani kopi sertifikasi dalam kegiatan kelompok
tani di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 191 109. Tingkat pasrtisipasi petani kopi non sertifikasi dalam kegiatan
kelompok tani di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus . 192 110. Uji Mann-Whitney perbandingan tingkat partisipasi petani kopi
sertifikasi dan non sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung
Kabupaten Tanggamus ... 193 111. Asumsi penerimaan karbon petani kopi sertifikasi di Kecamatan Pulau
Panggung Kabupaten Tanggamus ... 194 112. Asumsi penerimaan karbon petani kopi non sertifikasi di Kecamatan
Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 194 113. Rata-rata total asumsi penerimaan karbon petani kopi sertifikasi dan
(22)
114. Asumsi penerimaan keanekaragaman hayati (satwa liar tidak dilindungi) petani kopi sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung
Kabupaten Tanggamus ... 195 115. Asumsi penerimaan keanekaragaman hayati (satwa liar tidak
dilindungi) petani kopi non sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung
Kabupaten Tanggamus ... 196 116. Asumsi penerimaan keanekaragaman hayati (satwa liar dilindungi)
petani kopi sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten
Tanggamus ... 197 117. Asumsi penerimaan keanekaragaman hayati (satwa liar dilindungi)
petani kopi non sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung
Kabupaten Tanggamus ... 197 118. Rata-rata total asumsi penerimaan keanekaragaman hayati (satwa liar
tidak dilindungi) petani kopi sertifikasi dan non sertifikasisecara
keseluruhan di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 197 119. Rata-rata total asumsi penerimaan keanekaragaman hayati (satwa liar
dilindungi) petani kopi sertifikasi dan non sertifikasi secara
keseluruhan di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 197 120. Biaya penggunaan tenaga kerja pencegahan erosi petani kopi
sertifikasi Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 198 121. Biaya penggunaan tenaga kerja pencegahan erosi petani kopi non
sertifikasi Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 201 122. Rata-rata total biaya tenaga kerja pencegahan erosi petani kopi
sertifikasi dan non sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung
Kabupaten Tanggamus ... 204 123. Rata-rata asumsi penyimpanan karbon petani sertifikasi dan non
sertifikasi secara keseluruhan di Kecamatan Pulau Panggung
Kabupaten Tanggamus ... 205 124. Rata-rata asumsi keanekaragaman hayati petani sertifikasi dan non
sertifikasi secara keseluruhan di Kecamatan Pulau Panggung
Kabupaten Tanggamus ... 205 125. Rata-rata penerimaan petani sertifikasi dan non sertifikasi secara
keseluruhan dari biaya pupuk kimia dan pestisida di Kecamatan
(23)
126. Rata-rata penerimaan petani sertifikasi dan non sertifikasi secara keseluruhan dari biaya tenaga kerja pencegahan erosi di Kecamatan
Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus ... 205 127. Asumsi penerimaan manfaat tidak langsung petani kopi sertifikasi
dan non sertifikasi Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten
Tanggamus ... 205 128. Produksi kopi petani kopi sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung
Kabupaten Tanggamus ... 206 129. Produksi kopi petani kopi non sertifikasi di Kecamatan Pulau
Panggung Kabupaten Tanggamus ... 208 130. Cashflow petani kopi sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung
Kabupaten Tanggamus ... 210 131. Cashflow petani kopi non sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung
(24)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Bagan alir analisis keberlanjutan usahatani kopi di Kecamatan Pulau
Panggung Kabupaten Tanggamus ... 36 2. Kurva produksi kopi petani sertifikasi dan non sertifikasi di
(25)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agroforestri adalah sistem dan teknologi lahan dimana tanaman berkayu ditanam secara sengaja pada unit manajemen lahan yang sama dengan pertanian dan/atau ternak. Penanaman tanaman dengan sistem agroforestri ini dapat meningkatkan pendapatan dan memberikan manfaat lingkungan. Salah satu tanaman yang dapat ditanam dengan sistem agroforestri adalah kopi. Kopi merupakan tanaman yang membutuhkan tanaman lain sebagai naungan dalam setiap fase hidupnya,
sehingga umumnya kopi ditanam secara agroforestri oleh petani.
Kopi adalah salah satu komoditas unggulan subsektor perkebunan di Indonesia karena memiliki peluang pasar yang baik di dalam dan luar negeri. Sebagian besar produksi kopi di Indonesia merupakan komoditas perkebunan yang dijual ke pasar dunia. Konsumsi kopi meningkat dari tahun ke tahun, sehingga
menyebabkan peningkatan produksi kopi di Indonesia. Hal tersebut memberikan peluang untuk Indonesia agar dapat mengekspor kopi ke negara-negara
pengonsumsi kopi utama dunia, seperti Uni Eropa, Amerika Serikat dan Jepang. Biji-biji kopi Indonesia juga dipasok ke gerai-gerai penjualan kopi (coffee shop), seperti Starbucks dan Quick Check yang berlokasi di Indonesia dan luar negeri.
(26)
Kopi adalah salah satu komoditas yang menghasilkan devisa dan memiliki peran sebagai sumber pendapatan bagi petani, penciptaan lapangan kerja, pendorong agribisnis dan agroindustri, serta pengembangan wilayah. Indonesia merupakan penghasil kopi urutan ketiga setelah Negara Brazil dan Vietnam yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Peringkat negara penghasil kopi dan jumlah produksi kopi masing - masing negara pada tahun 2008-2013
Negara 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Brazil 45.992 39.470 48.095 43.484 50.826 49.152
Vietnam 18.438 17.825 19.467 22.289 22.030 27.500
Indonesia 9.612 11.380 9.129 7.287 12.730 11.667
Kolombia 8.664 8.098 8.523 7.653 10.371 10.900
Ethiopia 4.949 6.931 7.500 6.798 6.366 6.600
Total 87.655 83.704 92.714 87.511 102.323 105.819
Sumber : International Coffee Organization (ICO), 2013
Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa Indonesia berada di urutan ketiga dunia untuk produksi kopi. Hal ini menunjukkan bahwa kopi Indonesia memiliki potensi yang cukup baik di dunia internasional. Selama beberapa tahun terakhir, produksi kopi Indonesia mengalami fluktuasi, tetapi tidak secara signifikan. Jumlah produksi kopi Indonesia masih tertinggal jauh jika dibandingkan dengan Negara Brazil dan Vietnam. Hal ini disebabkan oleh perubahan cuaca yang tidak menentu, petani kopi belum menggunakan bibit unggul kopi secara intensif dan merata atau dengan kata lain masih belum menyeluruh di Indonesia, petani masih kurang terampil karena penyuluhan yang diberikan tidak maksimal dan teknologi kurang memadai, sedangkan negara lain seperti Vietnam telah memiliki teknologi yang lebih canggih dibandingkan Indonesia, sehingga membantu memajukan pertanian mereka.
(27)
Salah satu provinsi yang merupakan pusat produksi kopi di Indonesia adalah Provinsi Lampung. Perkebunan kopi di Lampung umumnya merupakan perkebunan rakyat. Produksi tanaman perkebunan rakyat di Provinsi Lampung tahun 2009 - 2013 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Luas areal dan produksi perkebunan rakyat tanaman rempah di Provinsi Lampung tahun 2009 - 2013
Komoditi
Komposisi Luas Areal (ha)
Jumlah (ha) Produksi (kg) Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) Tanaman Menghasilkan (TM) Tanaman Rusak (TR)
Kopi Robusta 9.638 143.324 8.200 161.162 133.243
Kopi Arabika 70 29 16 115 13
Lada 7.389 47.350 7.039 61.778 23.809
Cengkeh 2.509 3.624 1.554 7.687 722
Karet 82.048 81.416 2.293 165.757 74.614
Kelapa Dalam 14.751 102.798 124.538 124.538 109.790
Tebu 0 115.238 0 115.238 4.779
Tembakau 0 945 0 945 1.198
Vanili 85 261 125 471 59
Kayu Manis 350 889 81 1.320 579
Kapuk 296 933 105 1.334 182
Kelapa Hybrida 1 2.077 502 2.580 1.226
Kakao 27.287 33.542 1.436 62.265 30.907
Kelapa Sawit 64.151 145.900 520 210.571 423.987
Aren 350 733 159 1.242 207
Jambu Mete 18 55 0 73 11
Kemiri 230 245 39 614 124
Jarak Pagar 467 811 50 1.328 292
Nilam 0 178 0 32 180
Pala 416 136 8 560 49
Pinang 305 738 104 1.147 176
Cabe Jamu 91 470 130 691 183
Jumlah 210.361 681.222 146.769 920.757 806.147
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014
Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa luas lahan kopi Robusta berada di urutan ketiga dan memiliki tingkat produksi terbesar kedua diantara komoditas
(28)
perkebunan rakyat lainnya. Jenis kopi yang berkembang di Indonesia adalah kopi Arabika dan kopi Robusta. Kopi Arabika merupakan jenis kopi tradisional dengan cita rasa tinggi dan kopi Robusta adalah jenis kopi yang memiliki kafein tinggi. Kopi Robusta lebih berkembang di Provinsi Lampung karena memiliki luas lahan tanam dan tingkat produksi yang jauh lebih besar dibandingkan kopi Arabika. Sebagian besar perkebunan kopi berpusat di Kabupaten Lampung Barat, Tanggamus dan Way Kanan. Hal tersebut dapat dilihat dari data statistik luas lahan perkebunan kopi di Provinsi Lampung berikut ini.
Tabel 3. Luas lahan dan produksi kopi Robusta per kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2013
Lokasi Perkebunan Kopi Luas Lahan (ha) Produksi (ton)
Lampung Timur 968 460
Lampung Selatan 1.380 767
Lampung Barat 60.382 60.128
Lampung Utara 17.149 12.167
Lampung Tengah 1.556 761
Pesawaran 4.749 3.561
Tulangbawang 93 48
Bandarlampung 224 101
Tanggamus 43.941 30.158
Waykanan 22.578 17.341
Pringsewu 7.886 7.281
Mesuji 137 70
Tulang Bawang Barat 177 39
Metro 2 1
Jumlah 161.222 132.883
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014
Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa Lampung Barat, Tanggamus dan Way Kanan merupakan tiga kabupaten yang memiliki luas lahan dan tingkat produksi kopi terbesar di Provinsi Lampung, sehingga ketiga kabupaten tersebut merupakan pusat kopi di Provinsi Lampung. Tingginya produksi kopi yang dihasilkan oleh ketiga daerah tersebut dapat membuka jalan bagi Provinsi
(29)
Lampung untuk mengembangkan pasar kopi sampai ke tingkat dunia, tetapi ada beberapa tantangan yang masih harus dihadapi, seperti kurangnya kesadaran petani kopi terhadap teknologi ramah lingkungan, penggunaan bahan kimia yang berlebihan dan rendahnya mutu kopi.
Kopi yang dijual petani di Provinsi Lampung umumnya merupakan kopi mutu non-grade (mutu asalan) dan masih menggunakan bahan kimia. Hal tersebut menyebabkan rendahnya nilai jual kopi di pasaran, sehingga dapat menurunkan pendapatan petani kopi. Berangkat dari masalah tersebut, maka penting bagi kopi Lampung untuk bisa mendapatkan sertifikasi karena dapat memotivasi petani kopi untuk semakin meningkatkan mutu kopinya.
Sertifikasi kopi merupakan penetapan pihak ketiga bahwa kopi telah memenuhi standar dan pemberian jaminan tertulis dari pihak ketiga independen yang
menyatakan kopi beserta proses yang mendukungnya telah memenuhi persyaratan kesehatan, keamanan, keselamatan dan lingkungan. Pengakuan pasar
internasional secara formal atas kopi berkualitas tinggi dilakukan melalui program sertifikasi. Konsumen akan yakin bahwa kopi yang dikonsumsi oleh mereka telah diproduksi sesuai dengan syarat dan standar berlaku untuk masuk sebagai salah satu kopi berkualitas dengan adanya sertifikasi ini.
Pangsa pasar bersertifikasi untuk setiap tahun diperkirakan akan semakin meningkat karena masyarakat kini sudah mulai peduli dengan tingkat kesehatan dan keamanan produk yang mereka konsumsi, maka itu proses sertifikasi perlu disosialisasikan kepada petani kopi di Indonesia agar petani dapat memanfaatkan peluang pasar kopi bersertifikat tersebut secara maksimal. Sertifikasi kopi terdiri
(30)
dari sertifikasi Organic, Fair Trade, UTZ, Rainforest Alliance (RA), Bird
Friendly dan Common Code for the Coffee Community (4C), tetapi sertifikasi kopi yang baru diterapkan di Provinsi Lampung adalah Common Code for the Coffee Community (4C) dan Rainforest Alliance (RA).
Pelaksanaan proses sertifikasi berhubungan dengan tiga aspek, yaitu aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Ketiga aspek tersebut berkaitan erat dengan keberlanjutan usahatani. Pertanian berkelanjutan merupakan manajemen dan konservasi berbasis sumberdaya alam, berorientasi pada perubahan teknologi serta kelembagaan, guna menjamin tercapai dan terpuaskannya kebutuhan generasi saat ini maupun yang akan datang.
Keberlanjutan usahatani dalam aspek ekonomi dapat dilihat dari tingkat
pendapatan petani kopi. Sertifikasi kopi sangat mempengaruhi tingkat pendapatan petani kopi karena petani memperoleh premium fee yang hanya mampu
didapatkan petani kopi sertifikasi yang menjual produksi kopinya ke eksportir, selain itu petani kopi sertifikasi sebelumnya juga telah melalui pembinaan untuk meningkatkan mutu kopi mereka, sehingga mutu kopi yang dihasilkan oleh petani kopi sertifikasi diasumsikan lebih baik dibandingkan petani kopi non sertifikasi. Hal tersebut diduga menyebabkan harga jual kopi petani kopi sertifikasi lebih tinggi dibandingkan non sertifikasi. Apabila pola pertanian yang dikembangkan petani bisa menjamin investasi dalam bentuk tenaga dan biaya yang telah
dikeluarkan petani dan hasil yang didapatkan petani mampu mencukupi kebutuhan keluarganya secara layak dan berkelanjutan, maka aspek ekonomi petani tersebut dapat dikatakan telah berkelanjutan.
(31)
Keberlanjutan dalam aspek sosial dapat dilihat dari tingkat partisipasi petani kopi dalam kegiatan kelompok tani. Kelompok tani merupakan wadah bagi petani untuk saling bertukar informasi dan pemikiran. Eksportir bekerjasama dengan kelompok tani untuk mengadakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan program sertifikasi kopi, seperti penyuluhan dan pembinaan. Kelompok tani tidak hanya pernah bekerjasama dengan eksportir, tetapi juga pemerintah dan para akademisi. Petani dapat terdorong untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan kelompok tani dengan adanya sertifikasi kopi tersebut karena sertifikasi
meningkatkan aktivitas kegiatan kelompok tani yang diadakan bersama dengan eksportir, sehingga dapat mendorong petani untuk semakin aktif berpartisipasi dalam kegiatan kelompok tani. Petani kopi yang aktif mengikuti kegiatan kelompok tani akan mendapatkan semakin banyak pengetahuan dan informasi. Pengetahuan yang mereka peroleh tersebut dapat diterapkan dalam kegiatan usahatani agar pertanian mereka semakin baik. Apabila tingkat partisipasi petani kopi tinggi atau lebih dari 50 persen petani telah aktif berpartisipasi dalam kegiatan kelompok tani, maka aspek sosial petani tersebut telah berkelanjutan.
Keberlanjutan usahatani pada aspek lingkungan dapat dilihat dari manfaat tidak langsung yang diterima petani selama melakukan proses kegiatan usahatani. Manfaat tidak langsung didapatkan dari menghitung asumsi penerimaan petani dengan menominalkan manfaat tidak langsung tersebut menjadi rupiah. Apabila asumsi penerimaan manfaat tidak langsung petani memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan secara tidak langsung petani telah ikut melakukan penyimpanan karbon, menjaga satwa liar, melakukan pencegahan erosi dan meminimalisir
(32)
penggunaan pupuk kimia dan pestisida, maka aspek lingkungan petani dapat dikatakan telah berkelanjutan.
B. Rumusan Masalah
Pendapatan Petani Kopi Masih Rendah
Petani kopi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus terdiri dari petani kopi sertifikasi dan non sertifikasi. Petani kopi sertifikasi menjual produksi kopi mereka ke eksportir melalui trader. Trader merupakan petani yang ditunjuk oleh kelompok tani untuk menghubungkan petani-petani lainnya yang ingin ikut menjual produksi kopinya kepada eksportir. Petani kopi sertifikasi akan melalui pembinaan terlebih dahulu agar petani mampu meningkatkan mutu kopi mereka. Kopi yang bermutu akan meningkatkan harga jual kopi, selain itu petani kopi sertifikasi juga mendapatkan premium fee sesuai dengan harga yang telah
ditentukan, sehingga dapat meningkatkan pendapatan usahatani mereka, tetapi hal tersebut berbeda dengan petani kopi non sertifikasi.
Petani non sertifikasi tidak mengikuti pembinaan dan mereka umumnya menjual hasil produksi kopi ke tengkulak atau pasar. Sebenarnya mereka diperbolehkan menjual kopi kepada eksportir, tetapi mereka tidak mendapatkan premium fee karena mereka tidak terdaftar sebagai petani kopi sertifikasi. Hal tersebut diduga menyebabkan adanya perbedaan pendapatan usahatani antara petani kopi
(33)
Partisipasi Petani Kopi Dalam Kegiatan Kelompok Tani Masih Rendah Petani yang sedang melakukan kegiatan usahatani umumnya akan banyak
melakukan pertukaran informasi dengan petani dan pihak lainnya, baik informasi yang berhubungan dengan pertanian maupun non-pertanian. Pertukaran informasi ini dapat membawa dampak positif bagi petani. Kegiatan usahatani dapat lebih berkembang, karena petani memperoleh informasi-informasi baru yang dapat diterapkan kedalam usahatani mereka.
Informasi akan lebih banyak didapatkan jika petani bergabung ke dalam kelompok tani, seperti informasi mengenai program sertifikasi kopi. Adanya program sertifikasi kopi juga dapat mendorong petani meningkatkan partisipasi mereka dalam kegiatan kelompok tani karena kelompok tani dan eksportir bekerjasama untuk mengadakan kegiatan yang berhubungan dengan sertifikasi, seperti penyuluhan dan pembinaan, sehingga kegiatan yang diadakan kelompok tani semakin banyak dan meningkat.
Keuntungan yang diperoleh petani tidak hanya berupa informasi, penyuluhan, pembinaan dan bantuan dari pemerintah, tetapi juga petani dapat memperluas jaringan sosial mereka. Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari kelompok tani tersebut dapat menarik petani kopi untuk menjadi bagian dari kelompok tani, tetapi masih banyak petani yang tidak berkeinginan untuk menjadi anggota kelompok tani atau masih ada petani yang sudah menjadi anggota kelompok tani, tetapi kurang berpartisipasi dalam setiap kegiatan kelompok taninya. Hal ini menyebabkan petani yang kurang aktif tersebut mendapatkan informasi yang
(34)
lebih sedikit dibandingkan petani yang aktif, sehingga mempengaruhi tingkat kemajuan usahatani mereka.
Petani Kopi Masih Menggunakan Bahan Kimia Pertanian
Peningkatan sektor pertanian memerlukan berbagai sarana pendukung agar dapat mencapai hasil yang memuaskan. Sarana-sarana yang mendukung peningkatan hasil di bidang pertanian salah satunya adalah pupuk dan pestisida, tetapi pengunaan pupuk dan pestisida dalam jangka panjang dan berlebihan dapat mengakibatkan dampak buruk bagi lingkungan. Pestisida yang mengenai sasaran sebenarnya hanya 20 persen, sedangkan 80 persen lainnya jatuh ke tanah.
Akumulasi pestisida tersebut dapat mengakibatkan pencemaran air dan tanah.
Pupuk kimia juga dapat mencemari air dan tanah karena walaupun pupuk kimia mampu mempercepat masa tanam dan kandungan haranya diserap secara
langsung oleh tanah, tetapi disisi lain pupuk kimia dapat menimbulkan kerusakan lingkungan jika digunakan secara berlebihan dalam jangka panjang. Petani kopi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus masih banyak yang
menggunakan bahan kimia dalam mengolah usahatani mereka, hal tersebut sangat disayangkan jika mengingat kerugian yang timbul akibat penggunaan bahan kimia tersebut.
Ketergantungan petani dalam mengunakan pupuk kimia dan pestisida disebabkan oleh banyaknya petani yang ingin mendapatkan hasil produksi dalam waktu yang cepat dan cara yang mudah, sehingga petani lebih memilih menggunakan pupuk kimia dan pestisida dibandingkan cara yang alami karena kurang ringkas dan
(35)
memakan waktu yang lebih lama. Apabila ketergantungan petani terhadap penggunaan bahan kimia tidak dapat dihindari, maka hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan lingkungan.
Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan penelitian diidentifikasikan sebagai berikut :
1) Bagaimana perbandingan pendapatan usahatani petani kopi sertifikasi dan non sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus? 2) Bagaimana perbandingan tingkat partisipasi petani kopi sertifikasi dan non
sertifikasi dalam kegiatan kelompok tani di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus?
3) Berapa penerimaan manfaat tidak langsung yang dihasilkan oleh petani kopi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitan ini bertujuan untuk : 1) Menganalisis perbandingan pendapatan usahatani petani kopi sertifikasi dan
non sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus. 2) Menganalisis perbandingan tingkat partisipasi petani kopi sertifikasi dan non
sertifikasi dalam kegiatan kelompok tani di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus.
3) Menganalisis manfaat tidak langsung yang dihasilkan dari kegiatan usahatani petani kopi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus.
(36)
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang terkait yaitu:
1) Bagi pemerintah, sebagai pemangku kebijakan, untuk membantu pemerintah menentukan kebijakan yang bertujuan memajukan usahatani kopi
berkelanjutan.
2) Bagi peneliti lain, sebagai referensi untuk mengadakan penelitian lanjutan mengenai kopi yang berhubungan dengan pendapatan, partisipasi petani dan manfaat tidak langsung.
(37)
II. TINJAUAN PUSTAKA, HIPOTESIS DAN KERANGKA PEMIKIRAN
A. Tinjauan Pustaka
1. Karakteristik Tanaman Kopi
Usahatani adalah himpunan sumber-sumber alam yang terdapat di lingkungan sekitar dan diperlukan untuk produksi pertanian, seperti tanah, air, perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan di atas tanah tersebut, sinar matahari, bangunan dan sebagainya menurut Mubyarto (1994). Salah satu jenis tanaman yang dapat diusahakan adalah tanaman kopi.
Kopi merupakan spesies tanaman berbentuk pohon. Tanaman ini termasuk dalam famili Rubbiaceae dan genus Coffea. Tanaman kopi tumbuh tegak, memiliki cabang dan tingginya dapat mencapai 12 meter. Tanaman ini memiliki sistem percabangan yang agak berbeda dengan tanaman lainnya, karena memiliki beberapa cabang yang sifat dan fungsinya berbeda. Sistem perakaran tanaman kopi yang berasal dari bibit semai umumnya memiliki akar tunggang, sehingga tidak mudah rebah. Tanaman kopi yang berasal dari bibit stek, cangkok atau okulasi umumnya tidak memiliki akar tunggang, sehingga relatif mudah rebah. Tanaman kopi umumnya akan berbunga setelah berumur sekitar dua tahun, hingga akhirnya bunga tersebut berkembang menjadi buah. Waktu yang
(38)
diperlukan sejak terbentuk bunga hingga menjadi buah matang sekitar 6 sampai dengan 11 bulan, tergantung jenis dan faktor lingkungan. Bunga kopi umumnya akan mekar pada awal musim kemarau dan di akhir musim kemarau telah
berkembang menjadi buah yang telah siap untuk dipetik. Cara penyerbukan kopi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kopi self fertilization (penyerbukan sendiri) dan cross fertilization (penyerbukan silang).
Kondisi tanaman yang dibutuhkan oleh tanaman kopi adalah tanah yang subur, gembur dan kaya akan bahan organik. Kopi juga membutuhkan tanah dengan pH antara 4,5 sampai dengan 6,5 untuk kopi jenis Robusta, karena dapat membantu penyerapan unsur hara. Budidaya tanaman kopi dimulai dari kegiatan
penanaman, pemeliharaan, pencegahan, pengendalian hama penyakit dan waktu panen.
2. Pertanian Berkelanjutan
Pertanian berkelanjutan merupakan manajemen dan konservasi berbasis
sumberadaya alam dan berorientasi pada perubahan teknologi serta kelembagaan, guna menjamin tercapai dan terpuaskannya kebutuhan generasi saat ini maupun yang akan datang menurut FAO (1989) dalam Kuntariningsih dan Mariyono (2014). Suatu sistem berkelanjutan secara ekonomi apabila pola pertanian yang dikembangkan petani dapat menjamin investasi dalam bentuk tenaga dan biaya yang telah digunakan oleh petani, serta hasilnya dapat mencukupi kebutuhan keluarga secara layak.
(39)
Haris (2000) dalam Fauzi (2004) melihat keberlanjutan lingkungan memiliki konsep bahwa sistem yang berkelanjutan secara lingkungan harus mampu memelihara sumberdaya yang stabil, menghindari eksploitasi sumberdaya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan keanekaragaman hayati, stabilitas ruang udara dan fungis ekosistem lainnya yang tidak termasuk ke dalam kategori sumber-sumber ekonomi, sedangkan
keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang mampu mencapai kesetaraan, menyediakan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender, dan akuntabilitas politik.
3. Pengertian Agroforestri
Agroforestri adalah sistem penggunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu (terkadang hewan) yang tumbuh
bersamaan atau bergiliran pada suatu lahan untuk memperoleh berbagai produk dan jasa sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar komponen tanaman. Hampir seluruh tanaman kopi ditanam dengan menerapkan agroforestri.
Lundgen dan Raintree (1982) dalam Marendra (2009) mendefinisikan agroforestri sebagai istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan
mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palm, bambu dan lainnya) dengan tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, yang dilakukan pada waktu bersamaan atau bergiliran, sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada.
(40)
4. Jenis Agroforestri
Agroforestri terdiri dari agroforestri sederhana dan kompleks. Sistem agroforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian yang merupakan perpaduan antara satu jenis tanaman tahunan (pepohonan) yang ditanam secara tumpang sari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim. Agroforestri sederhana dalam perkembangannya kini juga merupakan campuran dari beberapa jenis pepohonan tanpa tanaman semusim, seperti tanaman dadap yang ditanam sebagai tanaman naungan kopi. Agroforestri sederhana umumnya dapat ditemukan pada sistem pertanian tradisional di daerah-daerah dengan kepadatan penduduk yang rendah dan padat. Bentuk agroforestri sederhana pada daerah yang kepadatan penduduknya rendah merupakan salah satu upaya petani dalam mengintensifkan penggunaan lahan karena adanya kendala alam.
Sistem agroforestri kompleks adalah suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak jenis pepohonan (berbasis pohon) baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem yang menyerupai hutan. Sistem
agroforestri kompleks dibedakan menjadi dua berdasarkan jaraknya terhadap tempat tinggal, yaitu kebun atau pekarangan berbasis pohon yang letaknya di sekitar tempat tinggal dan agroforestri yang biasanya disebut hutan yang letaknya jauh dari tempat tinggal. Ada tiga kriteria yang digunakan untuk menilai sistem agroforestri, yakni produktivitas, keberlanjutan dan
(41)
5. Sertifikasi Kopi
Sertifikasi kopi adalah pemberian jaminan tertulis dari pihak ketiga independen bahwa kopi beserta proses yang mendukungnya telah memenuhi persyaratan kesehatan, keamanan, keselamatan dan lingkungan. Pembeli biji kopi Indonesia sudah semakin sadar akan faktor keamanan pangan. Negara lain sudah banyak yang telah menetapkan standar terhadap kopi yang masuk ke wilayah negaranya, seperti Amerika yang telah mensyaratkan UU Food Safety, Jepang melalui Kementerian Kesehatan sudah menerapkan batas Maksimum Residu Chemical, Eropa menerapkan Maksimum Kandungan Ochratoxin A pada kopi. Lembaga yang menerbitkan sertifikat kopi dan diakui oleh negara lain saat ini antara lain adalah Rainforest Alliance, Fair Trade; Cafe Practice dan Bird Friendly Coffee
Dua jenis sertifikasi kopi yang telah diterapkan di Provinsi Lampung adalah : a. Common Code for the Coffee Community (4C)
Common Code for the Coffee Community (4C) adalah sebuah organisasi dengan keanggotaan yang terbuka bagi para pemegang kepentingan dan mempersatukan pihak-pihak yang berkomitmen untuk menangani persoalan kelestarian
lingkungan, khususnya kebun kopi. Organisasi ini beranggotakan semua pihak yang berhubungan dengan kelestarian kopi, seperti petani, importir , eksportir, pedagang dan pengecer kopi. Common Code for the Coffee Community juga beranggotakan organisasi masyarakat sipil, seperti organisasi non-pemerintah, badan standarisasi, serikat pekerja, institusi publik, badan riset dan individu yang berkomitmen terhadap sasaran asosiasi.
(42)
b. Rainforest Alliance (RA)
Rainforest Alliance (RA) adalah organisasi nirlaba yang berpusat di New York. Misi dari RA adalah melestarikan keanekaragaman hayati dan mempromosikan sistem keberlanjutan dalam bidang kehutanan, pariwisata dan pertanian, termasuk perkebunan kopi. Selain bertujuan untuk melindungi keberlanjutan lingkungan, RA juga bertujuan untuk melindungi hak-hak pekerja.
6. Manfaat Sertifikasi
Kopi merupakan salah satu komoditas pertanian Indonesia yang diperdagangkan hingga ke tingkat internasional. Aturan standard yang digunakan seharusnya mengikuti standar yang berlaku di tingkat internasional, maka diperlukan sertifikasi kopi untuk meningkatkan mutu, agar kopi mampu mengikuti standar internasional yang telah berlaku. Sertifikasi dapat membantu petani yang tidak memperhatikan pola pertanian mereka dengan baik. Selama ini petani hanya melakukan kebiasaan yang mereka lakukan dalam pengolahan usahatani, tanpa mengetahui bahwa pengolahan usahatani yang telah dilakukan masih kurang tepat. Manfaat sertifikasi kopi yang dapat diperoleh petani terdiri dari manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan. Hal tersebut dapat dilihat dari perbedaan petani kopi sertifikasi dan non sertifikasi dalam aspek sosial, ekonomi dan lingkungan.
Kopi sertifikasi telah melewati syarat atau standar untuk mendapatkan sertifikasi, seperti pembinaan, sehingga diasumsikan bahwa mutu kopi sertifikasi lebih baik dibandingkan kopi non sertifikasi. Mutu kopi sertifikasi yang lebih baik ini meningkatkan harga jual kopi tersebut, sehingga harga jual kopi sertifikasi lebih tinggi dibandingkan kopi non sertifikasi, selain itu petani kopi sertifikasi juga
(43)
mendapatkan premium fee untuk setiap kilogram kopi yang mereka jual, sehingga dapat meningkatkan pendapatan kopi petani. Hal tersebut menunjukkan bahwa sertifikasi kopi memberikan manfaat ekonomi kepada petani.
Sertifikasi kopi juga mempengaruhi tingkat aspek sosial petani kopi. Adanya sertifikasi kopi menyebabkan banyak para eksportir yang bekerjasama dengan kelompok tani untuk mengadakan pembinaan dan penyuluhan, hal ini
menyebabkan kegiatan kelompok tani yang meningkat, sehingga banyak kegiatan kelompok tani yang dapat diikuti oleh petani, tetapi kegiatan kelompok tani yang berhubungan dengan sertifikasi ini umumnya hanya diikuti oleh petani yang sudah terdaftar sebagai petani kopi sertifikasi, sedangkan petani kopi non sertifikasi hanya mengikuti kegiatan-kegiatan biasa yang diadakan kelompok tani, sehingga partisipasi petani kopi non sertifikasi terhadap kegiatan kelompok tani tidak seaktif petani kopi sertifikasi.
Aspek lingkungan petani kopi juga dipengaruhi oleh sertifikasi kopi. Dimensi lingkungan yang diperhatikan dalam sertifikasi kopi adalah konservasi
keanekaragaman hayati, termasuk flora dan fauna asli yang dilindungi dan terancam punah mendapatkan lingkungan, meminimalisir penggunaan pestisida dan mengurangi dampak berbahaya dari pestisida dan bahan kimia lain yang digunakan pada kesehatan manusia dan lingkungan, praktik-praktik konservasi tanah telah dilakukan, pupuk digunakan tidak secara berlebihan, manajemen zat organik dijalankan, melestarikan sumberdaya alam dan yang lainnya. Apabila petani mempraktikan sertifikasi kopi dengan benar, maka aspek lingkungan juga ikut dapat dilestarikan dan terjaga dengan baik.
(44)
Oktami (2010) dalam kesimpulan penelitiannya menyatakan bahwa program sertifikasi Rainforest Alliance (RA) memberikan manfaat ekonomi yang dilihat dari praktik pengelolaan petani dalam peningkatan kualitas dan pengontrolan biaya usahatani kopi. Sertifikasi juga memberikan manfaat lingkungan yang dilihat dari hasil skor penilaian praktik pengelolaan usahatani kopi yang berkelanjutan dan manfaat sosial yang dilihat dari hasil skor penilaian praktik pengelolaan usahatani kopi yang berkelanjutan dari aspek sosial.
7. Pendapatan Usahatani
Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan yang diperoleh dari suatu usaha dengan biaya yang dikeluarkan oleh usaha tersebut, dihitung dalam satuan rupiah. Pendapatan usahatani dapat dibagi menjadi dua pengertian, yaitu :
a. Pendapatan kotor
Seluruh pendapatan yang diperoleh petani dalam usahatani selama satu tahun yang diperhitungkan dari hasil penjualan atau pertukaran hasil produksi dan dinilai dalam rupiah berdasarkan harga per satuan berat pada saat pemungutan hasil. b. Pendapatan bersih
Seluruh pendapatan yang diperoleh petani dalam satu tahun dikurangi dengan biaya produksi selama proses usahatani kopi satu tahun masa tanam. Pendapatan usahatani terdiri dari dua unsur, yaitu unsur penerimaan dan pengeluaran dari usahatani tersebut.
Penerimaan adalah hasil perkalian jumlah produk total dengan satuan harga jual, sedangkan pengeluaran atau biaya yang dimaksud adalah nilai penggunaan sarana produksi dan lain-lain yang dikeluarkan pada proses satu tahun masa tanam.
(45)
Produksi berkaitan dengan penerimaan dan biaya produksi, penerimaan tersebut diterima petani dan masih harus dikurangi dengan biaya produksi (Mubyarto, 1989).
8. Partisipasi Petani
Partisipasi petani adalah keterlibatan mental dan emosional petani terhadap kelompok tani, memiliki motivasi berkontribusi kepada kelompok tani dan berbagi tanggungjawab atas pencapaian tujuan kelompok tani atau menurut Mubyarto (1984) partisipasi merupakan kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri. Partisipasi dapat meningkatkan kesadaran anggota kelompok tani bahwa suatu keberhasilan kelompok tani tidak hanya dipengaruhi oleh tanggungjawab pengurus saja, tetapi juga ditentukan oleh keaktifan anggota dalam semua kegiatan kelompok tani. Partisipasi petani yang akan dilihat adalah partisipasi petani kopi sertifikasi dan non sertifikasi dalam kegiatan kelompok tani. Sertifikasi kopi yang telah diterapkan diharapkan diikuti dengan adanya peningkatan partisipasi anggota dalam kelompok tani.
9. Penyimpanan Karbon
Penyimpanan karbon merupakan besarnya karbon yang tersimpan dalam tanaman. Biomassa pohon yang telah mati umumnya akan terurai dan unsur karbonnya terikat ke udara, sehingga menjadi emisi, sedangkan pada suatu lahan kosong yang ditanami tumbuhan, terjadi pengikatan unsur C dari udara kembali sehingga menjadi biomasa tanaman secara bertahap ketika tanaman tersebut tumbuh besar.
(46)
Jaringan tumbuhan memiliki kandungan karbon yang bervariasi. Tumbuhan umumnya memiliki beberapa jaringan yang menyimpan banyak karbon dan beberapa lagi hanya menyimpan sedikit karbon. Batang dan buah memiliki lebih banyak karbon per satuan berat dibandingkan dengan daun menurut Chan (1982) dalam Rusolono (2006).
Karbon secara tidak langsung juga tersimpan dalam tanaman agroforestri yang diterapkan petani dan memiliki dampak positif bagi kehidupan masyarakat. Dixon (1995) dalam Rusolono (2006) menyatakan bahwa agroforestri memiliki potensi untuk mengurangi emisi karbon, karena banyak lahan di daerah tropis yang dipakai untuk praktek pertanian dan meningkatnya penggunaan agroforestri dalam waktu yang cukup panjang akan menghasilkan peningkatan nyata dalam sumber biotik karbon dan walaupun jumlah karbon yang diserap per satuan luas relatif lebih rendah dibandingkan dengan hutan alam atau hutan tanaman, kayu yang diproduksi sering dipakai untuk kayu bakar menggantikan bahan bakar fosil. Pengunaan kayu hasil agroforestri untuk kayu bakar akan mengurangi tekanan penebangan di hutan alam dan kebutuhan bahan bakar dari sumber yang tidak dapat diperbaharui. Besarnya jumlah karbon yang diserap umumnya tergantung pada sistem agroforestri yang dilakukan, struktur dan fungsi yang ada, faktor lingkungan, sosial dan ekonomi, pemilihan jenis pohon dan sistem
pengelolaanya.
Cadangan karbon satuan peta lahan kopi naungan berkisar antara 10 ton C yang dirujuk dari layanan lingkungan agroforestri berbasis kopi : cadangan karbon dalam biomassa pohon dan bahan organik tanah (studi kasus dari Sumberjaya,
(47)
Lampung Barat) menurut Hairiah et al. (2006). Cadangan karbon yang diperoleh dapat membantu perhitungan asumsi penerimaan karbon yang diterima petani. Asumsi penerimaan karbon adalah asumsi besarnya penerimaan yang diperoleh petani jika petani menjual karbon yang tersimpan dalam tanaman tersebut.
Asumsi penerimaan karbon tersebut diperoleh dari hasil perkalian antara harga karbon dengan penyimpanan karbon kopi per hektar. Harga kredit karbon yang berlaku di pasar dunia berkisar antara 4 USD sampai 18 USD per ton CO2,
sehingga harga karbon yang diberlakukan untuk Reducing Emissions from
Deforestation and Degradation (REDD) diasumsikan sebesar 5 USD per ton yang jika dirupiahkan akan diperoleh harga karbon sebesar Rp 63.575 per ton. Asumsi harga karbon tersebut dirujuk dari penelitian mengenai cadangan, emisi dan konservasi karbon pada lahan gambut oleh Agus (2007)
10. Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati merupakan seluruh keragaman bentuk kehidupan di atas bumi serta interaksi yang terjadi antara sesama dan lingkunganya.
Keanekaragaman hayati terfokus pada keragaman bentuk-bentuk kehidupan baik tanaman, hewan dan mikroorganisme, gen-gen yang terkandung di dalamnya dan ekosistem yang terbentuk berbeda-beda. Segala sesuatu dalam suatu ekosistem, seperti tanaman, hewan, air dan udara saling terhubung dan memiliki peran
masing-masing, sehingga hilangnya satu bagian akan mengganggu seluruh sistem. Ekosistem yang semakin beragam akan menyebabkan semakin banyak jasa yang diberikan dan semakin kuat terhadap perubahan iklim.
(48)
Keanekaragaman hayati yang paling sering dilihat atau ditemui oleh petani kopi di lahan mereka adalah satwa liar. Pengertian satwa liar dalam pasal 1 ayat 7 UU No. 5 Tahun 1990 mengenai Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya adalah semua binatang yang hidup di darat, dan/atau di air, udara yang masih memiliki sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia. Jumlah satwa liar tersebut semakin menurun seiring dengan bertambahnya waktu. Penyebab penurunan kuantitas dan kualitas kekayaan hayati satwa di Indonesia adalah rusaknya habitat satwa serta adanya peningkatan perdagangan satwa liar. Kedua kondisi tersebut sangat berkaitan erat, maka itu dibutuhkan perlindungan bagi satwa liar.
Satwa liar terdiri dari dua jenis, yakni satwa liar dilindungi dan tidak dilindungi. Satwa liar yang dilindungi umumnya merupakan satwa langka yang memiliki jumlah yang sedikit dan perlu dilindungi. Jenis-jenis satwa yang dilindungi di Indonesia terdiri dari 70 jenis mamalia, 93 jenis aves, 31 jenis reptilia, 20 jenis insecta, 7 jenis pisces, 1 jenis anthozoa dan 14 jenis bivalvia menurut Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 mengenai pengawetan jenis tumbuhan dan satwa, sedangkan satwa liar yang tidak dilindungi adalah satwa liar yang diperbolehkan untuk diburu oleh masyarakat menurut undang-undang atau peraturan yang telah ditetapkan.
11. Konservasi Tanah dan Air
Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah untuk pertanian secara efisien dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir yang dapat merusak, serta tersedianya air pada musim kemarau, sedangkan
(49)
konservasi tanah adalah penempatan setiap bidang tanah dengan cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Upaya konservasi tanah ditujukan untuk 1) pencegahan erosi, 2) perbaikan tanah yang rusak, serta 3) pemeliharaan dan peningkatan produktivitas tanah agar tanah dapat digunakan secara berkelanjutan. Konservasi tanah memiliki hubungan yang erat dengan konservasi air menurut Arsyad (1989) dalam Beydha (2002).
Usaha konservasi air dan tanah dilakukan dengan menggunakan dua metode, yakni metode vegetatif yang menggunakan tanaman sebagai sarana dan metode mekanik yang menggunakan tanah, batu dan lainnya sebagai sarana menurut Beydha (2002). Konservasi air dan tanah yang bisa dilakukan dapat berupa
pencegahan erosi dan pengurangan penggunaan bahan-bahan kimia dan pertanian. Pencegahan erosi sangat berguna untuk menjaga keadaan tanah agar tidak terjadi erosi, sedangkan penggunaan bahan kimia dalam jangka panjang dan berlebihan dapat mencemari tanah dan air, sehingga apabila petani melakukan pencegahan erosi dan meminimalisir penggunaan bahan-bahan kimia pertanian, berarti petani sudah mulai melakukan konservasi tanah dan air dalam usaahtani mereka
12. Nilai Sumberdaya Alam
Nilai merupakan persepsi manusia tentang makna suatu objek bagi individu tertentu pada tempat dan waktu tertentu. Oleh karena itu akan terjadi keragaman nilai sumberdaya alam berdasarkan pada persepsi dan lokasi masyarakat yang berbeda-beda. Nilai sumberdaya alam sendiri bersumber dari berbagai manfaat yang diperoleh masyarakat. Masyarakat yang menerima manfaat secara langsung
(50)
akan memiliki persepsi positif terhadap nilai sumberdaya, sedangkan masyarakat yang tinggal jauh dari sumberdaya tersebut mungkin memiliki persepsi yang berbeda dan tidak menerima manfaat tersebut secara langsung.
Klasifikasi nilai manfaat yang menggambarkan Nilai Ekonomi Total (NET) berdasarkan cara atau proses manfaat tersebut diperoleh adalah sebagai berikut : a. Nilai guna
Nilai guna adalah semua manfaat yang dihasilkan dari hasil interaksi secara fisik antara hutan dan konsumen (pengguna). Nilai guna terdiri dari:
1. Nilai guna langsung
Nilai guna langsung merupakan nilai dari manfaat yang langsung dapat diambil dari sumberdaya alam. Sebagai contohnya, penggunaan sumber daya alam sebagai input untuk proses produksi atau sebagai barang konsumsi.
2. Nilai guna tidak langsung
Nilai guna tidak langsung adalah nilai dari manfaat yang tidak langsung dirasakan manfaatnya dan dapat berupa hal yang mendukung nilai guna langsung, seperti berbagai manfaat yang bersifat fungsional yaitu berbagai manfaat ekologis hutan.
b. Nilai bukan guna
Nilai bukan guna adalah semua manfaat yang dihasilkan bukan dari hasil interaksi secara fisik antara hutan dan konsumen (pengguna). Nilai bukan guna terdiri dari: 1. Nilai pilihan
Nilai pilihan mengacu kepada nilai penggunaan langsung dan tidak langsung yang berpotensi dihasilkan di masa yang akan datang. Hal ini meliputi
(51)
manfaat-manfaat sumber daya alam yang disimpan atau dipertahankan untuk kepentingan yang akan datang.
2. Nilai keberadaan
Nilai keberadaan adalah nilai kepedulian seseorang akan keberadaan suatu sumberdaya berupa nilai yang diberikan oleh masyarakat atas manfaat spiritual, estetika, dan kultural.
3. Nilai Warisan
Nilai yang diberikan masyarakat yang hidup saat ini terhadap sumberdaya alam, agar tetap utuh diberikan kepada generasi yang akan datang
(52)
B. Kajian Penelitian Terdahulu
No Nama Judul Penelitian Tahun Metode Penelitian Hasil Penelitian
1 Mulyoutami, Stefanus, Schalenbourg, Rahayu dan Joshi
Pengetahuan Lokal Petani dan Inovasi Ekologi Dalam Konservasi dan
Pengolahan Tanah Pada Pertanian Berbasis Kopi di Sumberjaya Lampung Barat
2004 Sistem berbasis
pengetahuan (SBP) atau Konowledge Base System (KBS)
Konservasi air dan tanah yang telah dipraktekan dalam upaya konservasi tanah dan air antara lain konstruksi tanah dengan pembuatan teras dan rorak atau lubang angin dan sistem agroforestri dengan
memanfaatkan naungan dan penyiangan pada lahan kopi. Model konservasi tanah dan air pada kebun kopi yang diterapkan petani setempat beragam, tergantung dari kondisi fisik dan biofisik lahan yang dikelola, biaya dan tenaga kerja yang tersedia, lokasi dan status lahan, orientasi produksi petani apakah subsisten atau komersial.
2 Teddy Rusolono Model Pendugaan Persediaan Karbon Tegakan Agroforestri Untuk Pengelolaan Hutan Milik Melalui Skema Perdagangan Karbon
2006 1. Pengukuran karbon biomassa pohon dan kompnen karbon dari biomassa lainnya 2. Pengukuran persediaan
karbon tegakan dan karbon total bagian atas 3. Aspek pengelolaan
agroforestri
4. Keragaman potensi persediaan karbon
Tegakan agroforestri dengan komposisi pohon yang dominan, seperti pada kebun campuran atau kombinasi pohon penanung (kopi-sengon) memiliki kemampuan menyimpan persediaan karbon bagian atas permukaan tanah hingga lebih dari 70 tonC/ha dengan waktu yang relatif lama (10 tahun). Komponen biomassa karbon di atas permukaan tanah dalam praktek agroforestri dengan tegakan murni (kopi-sengon) dan kebun campuran sebesar 80,7% berasal dari
(53)
5. Model penaksiran potensi persediaan karbon
6. Pendekatan distribusi atau struktur tegakan 7. Pendekatan peubah
tegakan
8. Pendekatan fungsi pertumbuhan 9. Penilaian manfaat
proyek karbon
karbon tegakan (pohon utama), 12,8% dari karbon pohon kopi, 5,9% dari karbon serasah dan kayu mati, serta 0,6% berasal dari biomassa tumbuhan bawah.
3 Silvia Veronika Siregar
Produksi, Konsumsi, Harga dan Ekspor Kopi Indonesia ke Negara Tujuan Ekspor Utama di Asia, Amerika dan Eropa
2008 1. Analisis regresi linier berganda
2. Koefisien determinasi (Godness of Fit) 3. Uji F
4. Uji t
5. Uji multikolinieritas 6. Uji autokorelasi 7. Pengukuran elastisitas
Perkembangan luas areal perkebunan kopi, produksi, produktivitas dan ekspor kopi Indonesia mengalami trend yang berfuktuasi tiap tahunnya dan secara rata-rata
mengalami peningkatan tiap tahunnya, contohnya seperti perkembangan volume ekspor kopi Indonesia ke Asia, Amerika dan Eropa yang cenderung mengalami fluktuasi secara rata-rata mengalami peningkatan tiap tahunnya.
4 Erda Suciyani Rused
Nilai Ekonomi Kegiatan Rehabilitasi Dalam Menghasilkan Air dan menyerap Karbon
2009 1. Nilai ekonomi total 2. Nilai ekonomi
penyerapan CO2 3. Nilai ekonomi air total 4. Nilai pencegahan erosi 5. Nilai ekonomi kayu
Nilai ekonomi air, nilai ekonomi penyimpanan karbon dan nilai ekonomi pencegahan erosi menghasilkan nilai ekonomi total yang cukup besar dari hasil kegiatan rehabilitasi. Manfaat-manfaat yang dihasilkan oleh kegiatan tersebut, khususnya manfaat tidak langsung berupa jasa
(54)
lingkungan memiliki nilai ekonomi tinggi yang selama ini kurang menjadi perhatian masyarakat.
5 Prasmatiwi, Irham,
Suryantini dan Jamhari
Analisis Keberlanjutan Usahatani Kopi di Kawasan Hutan Kabupaten Lampung Barat dengan Pendekatan Nilai Ekonomi
Lingkungan
2010 1. Analisis finansial dan ekonomi (metode analisis biaya dan manfaat yang diperluas, NPV, IRR dan BCR) 2. Regresi logistik ordinal
Usahatani kopi di kawasan hutan di Lampung Barat layak dilaksanakan atau dapat berkelanjutan, karena manfaat yang diperoleh petani kopi lebih besar
dibandingkan dengan total biaya yang dikeluarkan berdasarkan analisis finansial.
6 Raditya Machdi Rachman
Kontribusi Pengelolaan Agroforestri Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani (Studi Kasus : Desa
Bangunjaya, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)
2011 1. Pendapatan petani dari hutan rakyat
2. Pendapatan petani dari non hutan rakyat 3. Pendapatan total petani 4. Persentase pendapatan
dari agroforestri terhadap total pendapatan 5. Total pengeluaran 6. Persentase pendapatan
terhadap total pengeluaran
Kontribusi pengelolaan lahan dengan sistem agroforestri terhadap pendapatan petani lebih tinggi dibandingkan non agroforestri. Sistem agroforestri memiliki peranan yang sangat penting bagi tingkat pendapatan mereka
7 Dewi,
Trigunasih dan Kusmawati
Prediksi Erosi dan Perencanaan Konservasi Tanah dan Air pada Daerah Aliran Sungai
2012 Universal Soil Loss Equation (USLE)
Kerapatan tanaman dan serasah yang tinggi dapat megurangi daya rusak air hujan terhadap tanah dan mengurangi laju aliran permukaan. Pembuatan teras bangku
(55)
Saba konstruksi berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air, sehingga
mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan serta penyeraman air oleh tanah, sehingga erosi akan berkurang.
8 Asmi, Qurniati dan Haryono
Komposisi Tanaman Agroforestri dan
Kontribusinya Terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Desa Pesawaran Indah Kabupaten Pesawaran Lampung
2013 1. Indeks Nilai Penting 2. Pendapatan rumah
tangga dan agroforestri 3. Kontribusi pendapatan
dari masing-masing komposisi produk agroforestri
4. Kontribusi pendapatan dari pengelolaan lahan agroforestri
Kontribusi dari sistem agroforestri terhadap total pendapatan petani jauh lebih besar, yakni sebesar 91,44% dibandingkan kontribusi dari on agroforestri yang hanya sebesar 8,56%. Hal ini menunjukan bahwa sistem agroforestri memberikan pengaruh besar untuk meningkatkan pendapatan petani.
9 Tasya Juwita Manfaat Pembinaan dan Verifikasi Kopi Dalam Upaya Peningkatan Mutu Kopi
2013 1. Analisis kelayakan finansial usahatani kopi terverifikasi dan non-verifikasi (NPV, IRR, net B/C ratio, gross B/C ratio, payback period)
2. Kelayakan finansial manfaat verifikasi kopi menggunakan analisis incremental NPV, B/C ratio, dan IRR)
3. Analisis sensitivitas
Pembinaan dan verifikasi memberikan manfaat finansial kepada petani. Jika dilihat dari persepsi petani, pembinaan dan
verifikasi juga memberikan manfaat dalam dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan, serta meningkatkan mutu kopi yang dihasilkan.
(56)
4. Likert
5. The Mann-Whitney u-test
6. The Mann-Whitney two sample test 10 Nita Oktami Manfaat Sertifikasi
Rainforest Alliance (RA) Dalam Mengembangkan Usahatani Kopi yang Berkelanjutan di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus
2014 1. Peningkatan
produktivitas, efisiensi biaya, pendapatan, dan praktik pengelolaan petani untuk
peningkatan kualitas dan pengontrolan biaya usahatani kopi.
2. Uji Man Whitney U 3. Likert
4. Indeks keberlanjutan
Program sertifikasi Rainforest Alliance (RA) memberikan manfaat dalam
mengembangkan usahatani kopi yang berkelanjutan dari aspek ekonomi, lingkungan dan sosial. Pendapatan dan keikutsertaan petani dalam program
sertifikasi RA berpengaruh positif terhadap penerapan praktik usahatani kopi yang berkelanjutan oleh petani kopi.
(57)
C. Kerangka Berpikir
Kopi merupakan salah satu komoditas unggulan perkebunan Indonesia yang kini berada di peringkat ketiga dunia sebagai negara penghasil kopi. Industri
perkopian di Indonesia sudah semakin berkembang, sehingga semakin banyak tantangan yang harus dihadapi, seperti keberlanjutan usahatani yang harus sudah diperhatikan, karena hal tersebut dapat mempengaruhi kemajuan pertanian Indonesia, salah satunya caranya adalah dengan menerapkan sertifikasi kopi.
Provinsi Lampung merupakan salah satu pusat produksi kopi di Indonesia dan beberapa kabupatennya telah menerapkan sertifikasi kopi, salah satunya adalah Kabupaten Tanggamus. Kabupaten Tanggamus telah menerapkan dua sertifikasi, yakni Common Code for the Coffee Community (4C) di Desa Tekad dan
Rainforest Alliance (RA) di Desa Tanjung Rejo, serta desa lainnya di beberapa kecamatannya. Petani kopi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus terdiri dari petani kopi sertifikasi dan non sertifikasi. Petani kopi sertifikasi dan non sertifikasi tersebut berhubungan dengan ketiga aspek yang harus diperhatikan dalam keberlanjutan usahatani, yakni aspek sosial, ekonomi dan lingkungan.
Aspek lingkungan yang dianalisis adalah asumsi penerimaan manfaat tidak langsung yang diperoleh petani selama proses usahatani. Manfaat tidak langsung tersebut dihitung dengan cara menominalkan penyimpanan karbon,
keanekaragaman hayati, serta konservasi tanah dan air yang telah dilakukan petani kedalam nilai rupiah, sehingga diperoleh asumsi penerimaan manfaat tidak
(1)
128
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan:
1. Ada perbedaan pendapatan usahatani antara petani kopi sertifikasi dan non sertifikasi, pendapatan petani kopi sertifikasi lebih tinggi dibandingkan petani kopi non sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus.
2. Ada perbedaan tingkat partisipasi antara petani kopi sertifikasi dan non sertifikasi dalam kegiatan kelompok tani, tingkat partisipasi petani kopi sertifikasi lebih tinggi dibandingkan petani kopi non sertifikasi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus.
3. Manfaat tidak langsung yang diasumsikan mampu diperoleh petani kopi di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus adalah sebesar
Rp 4.191.080,00 per hektar. B. Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka saran yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagi pemerintah, sebaiknya semakin mendukung dan membantu program sertifikasi, terutama di Provinsi Lampung. Pemerintah dapat bekerjasama
(2)
129
dengan para eksportir untuk mengembangkan program sertifikasi, sehingga program sertifikasi dapat menjangkau seluruh petani karena masih banyak petani yang tidak terjangkau oleh program sertifikasi dan bahkan tidak mengetahui informasi mengenai sertifikasi ini, tidak hanya untuk sertifikasi kopi, tetapi juga komoditi lainnya. Apabila program sertifikasi dapat menjangkau seluruh petani secara merata dan
penerapannya berjalan dengan baik, maka hal tersebut juga akan disertai oleh keberlanjutan usahatani yang semakin juga semakin baik dan maju. 2. Bagi peneliti lain, sebaiknya melakukan penelitian sejenis, terutama untuk
aspek lingkungan. Peneliti lain dapat meneliti manfaat tidak langsung lainnya yang dihasilkan petani, selain penyimpanan karbon,
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Agus F. 2007. Cadangan, Emisi dan Konservasi Karbon pada Lahan Gambut. Makalah pada Buna Rampai Konservasi Tanah dan Air. Pengurus Pusat Konservasi Tanah dan Air Indonesia 2004-2007. Jakarta Asmi, Qurniati, Haryono. 2013. Komposisi Tanaman Agroforestri dan
Kontribusinya Terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Desa Pesawaran Indah Kabupaten Pesawaran Lampung. Jurnal Sylva Lestari Volume 1 Nomor 1 Edisi September 2013
Beydha I. 2012. Konservasi Tanah dan Air Indonesia Kenyataan dan Harapan. USU Digital Library. Sumatera Utara
Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanggamus. 2014. Tanggamus Dalam Angka 2014. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. Bandar Lampung
. 2013. Tanggamus Dalam Angka 2013. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. Bandar Lampung
Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2014. Lampung Dalam Angka 2014. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. Bandar Lampung
Dewi, Trigunasih, Kusmawati. 2012. Prediksi Erosi dan Perencanaan Konservasi Tanah dan Air pada Daerah Aliran Sungai Saba. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika Volume 1 Nomor 1 edisi Juli 2012
Fauzi A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Girsang LJ. 2011. Faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam kegiatan perbaikan prasarana jalan (Kasus: Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan di Desa Megamendung, Bogor). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/49980/I11ljg.pdf (6 April 2015)
(4)
Hairiah K, Subekti R, Berlian. 2006. Layanan Lingkungan Agroforestri Berbasis Kopi : Cadangan Karbon Dalam Biomasa Pohon dan Bahan Organik Tanah (Studi Kasus dari Sumberjaya, Lampung Barat). Jurnal Agrivita 28 (3) : 298 : 309.
Hallowell C. 1997. Time, Vol. 150 No 17 A. Time Inc. Asia pp 22-26. http://repository.usu.ac.id (1 April 2015)
Hamilton LS dan King PN. 1997. Daerah Aliran Sungai Hutan Tropika (Tropical
Forested Watersheds). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Hernanto F. 1993. Ilmu Usahatani. Swadaya. Jakarta
International Coffee Organization (ICO). 2013. HistoricalData.
http://www.ico.org/ (20 Maret 2014)
Juwita T. 2013. Manfaat Pembinaan dan Verifikasi Kopi dalam Upaya Peningkatan Mutu Kopi (Studi Kasus : Program Verifikasi Binaan PT Nestle Indonesia di Kabupaten Tanggamus. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung
Kuntariningsih dan Mariyono. 2014.Adopsi Teknologi Pertanian Untuk
Pembangunan Pedesaan : Sebuah Kajian Sosiologis.agriekonomika Jurnal Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Volume 3 Nomor 2 Edisi 2 Oktober 2014
Lesmana D. 2011. Hubungan Persepsi dan Faktor-faktor Sosial Ekonomi Terhadap Keputusan Petani Mengembangkan Pola Kemitraan Petani Plasma Mandiri Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Kelurahan Bantuas Kecamatan Palaran Kota Samarinda. Jurnal EPP Volume 8 Nomor 2
Mahendra F. 2009. Sistem Agroforestri dan Aplikasinya. Graha Ilmu. Yogayakarta
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Pustaka LP3ES. Jakarta
. 1984. Strategi Pembangunan Pedesaan. P3PK UGM. Yogyakarta Mulyoutami, Stefanus, Schalenbourg, Rahayu, Joshi. 2004. Pengetahuan
Lokal Petani dan Inovasi Ekologi Dalam Konservasi dan Pengelolaan Tanah Pada Pertanian Berbasis Kopi di Sumberjaya, Lampung Barat. Agrivita Volume 26 Nomor 1 Edisi Maret 2004.
Munasinghe M. 1993. Environmental Economics and Sustainable Development.
(5)
Oktami N. 2014. Manfaat Sertifikasi Rainforest Alliance (RA) Dalam
Mengembangkan Usahatani Kopi yang Berkelanjutan di Kecamatan Pulau Panggung Kabupaten Tanggamus. Skripsi. Unversitas Lampung. Lampung Prasmatiwi, Irham, Suryatini, Jamhari. 2010. Analisis Keberlanjutan
Kopi di Kawasan Hutan Kabupaten Lampung Barat dengan Pendekatan Nilai Ekonomi Lingkungan. Jurnal Pelita Perkebunan, Volume 26, Nomor 1, Edisi April 2010
Prayitno H dan Lincolin A. 1986. Petani Desa dan Kemiskinan. BPFE. Jakarta Rachman RM. 2011. Kontribusi Pengelolaan Agroforestri Terhadap
Pendapatan Rumah Tangga Petani (Studi Kasus : Desa Bangunjaya, Kecamatan
Raintree JB. 1990. Theory and Practice of Agroforestry Diagnosis and Design.
In Agroforestry Classifikation and Management. Ed. MacDicken
and Napoleon T Vergara.
Ruse ES. 2009. Nilai Ekonomi Kegiatan Rehabilitasi Dalam Menghasilkan Air dan Menyerap Karbon.
Rusolono T. 2006. Model Pendugaan Persediaan Karbon Tegakan Agroforestri untuk Pengelolaan Hutan Milik Melalui Skema Perdagangan Karbon.
Disertasi. Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Cigudeg, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Institut Pertanian Bogor. Bogor
Saridewi TR dan Siregar AN. 2010. Hubungan Antara Peran Penyuluh dan Adopsi Teknologi Oleh Petani Terhadap Peningkatan Produksi Padi di Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Penyuluhan Pertanian Volume 5 Nomor 1 Edisi Mei 2010
Siregar SV. 2008. Produksi, Konsumsi, Harga dan Ekspor Kopi
Indonesia Ke Negara Tujuan Ekspor Utama di Asia, Amerika dan Eropa.
Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi. Raja Grafindo. Jakarta
Sugiarto. 2001. Teknik Sampling. Multimedia Pustaka Umum. Jakarta Suhardi. 2014. Pengaruh Beberapa Model Pengelolaan Tanaman Kakao
Terhadap Aliran Permukaan. Jurnal AgriTechno Vol 7 No 1 Edisi September 2014
(6)
Sumirat U. 2013. Pedoman Teknis : Rekomendasi Praktik Budidaya Tanaman
Kopi Robusta di Indonesia. Pusat Penelitian Kopi dan Kakakao Indonesia.
Jember. Jawa Timur
Sumodiningrat G. 1998. Membangun Perekonomian Rakyat. Pustaka Pelajar. Yogyakarta