KEBERLANJUTAN USAHATANI AGROFORESTRI BERBASIS KAKAO DI KECAMATAN GEDONG TATAAN KABUPATEN PESAWARAN

(1)

ABSTRAK

ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI AGROFORESTRI BERBASIS KAKAO DI KECAMATAN GEDONG TATAAN KABUPATEN

PESAWARAN

Oleh Ike Patrisia P

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis tingkat partisipasi petani dalam kegiatan organisasi/kelompok tani yang ada di Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran, menganalisis pendapatan petani agroforestri berbasis kakao dan petani non agroforestri berbasis kakao di Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran, menganalisis manfaat tidak langsung agroforestri dan non agroforestri terhadap sumber daya alam dan lingkungan yang ada di Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran. Penelitian ini dilaksanakan pada Juli 2014 sampai dengan April 2015. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari wawancara kepada 75 petani di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran dan penelitian ini juga menggunakan data skunder yang diperoleh dari lembaga/intansi terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Perkebunan, dan lainnya. Metode analisis data menggunakan deskriptif, kualitatif dan kuantitatif. Analisis partisipasi menggunakan skala likert, analisis pendapatan menggunakan total revenue (TR), total cost (TC), nisbah penerimaan biaya (R/C) dan analisis manfaat tidak langsung menggunakan benefit cost rasio (BCR) diperluas. Hasil dari penelitian ini adalah (1) tingkat partisipasi petani agroforestri lebih aktif dibandingkan dengan petani non agroforestri, (2) pendapatan lahan petani agroforestri lebih besar dibandingkan dengan pendapatan lahan petani non agroforestri. Nisbah penerimaan dan biaya (R/C) menunjukkan usahatani kakao petani agroforestri dan petani non agroforestri menguntungkan dan layak untuk diusahakan, (3) Sistem pertanian agroforestri berbasis kakao menunjukkan manfaat ekonomi dan lingkungan yang mengarah pada sumber daya alam yang berkelanjutan di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran.


(2)

ABSTRACT

ANALYSIS AGROFORESTRY SUSTAINABILITY BASED OF CACAO IN GEDONG TATAAN SUBDISTRICT OF PESAWARAN REGENCY

By Ike Patrisia P

The objectives purpose of this research are to analyze level of farmer participation in group activities in Gedong Tataan Subdistrict of Pesawaran, to analyze farmers income of agroforestry bassed cacao and non agroforestry bassed cacao in Gedong Tataan Subdistrict of Pesawaran, and to analyze economic and environmental benefits of agroforestry and non agroforestry in Gedong Tatan Subdistrict of Pesawaran .This research was conducted in Juli 2014 until April 2015. This research use primary data collected directly by interviewing 75 farmer in Gedong Tataan Subdistrict of Pesawaran. The methods of data analysis used in this research was descriptive,qualitative and quantitative analysis. This research also use secondary data collected from goverment agencies, primate sectors,etc. Analysis participant use scale of Likert, analysis of income use total revenue (TR),total cost (TC), return cost ratio (R/C), and analysis indirect benefit use Extended Benefit Cost Rasio. The results of this research showed that (1)The participation of agroforestry farmers is more active in farmers group activities than that of non agroforestry farmers,(2) Income of agroforestry farmers is higher than non agroforestry farmers. R/C ratio of cacao agroforestry farmers is higher than that of non agroforestry farmers, and (3)Cacao agroforestry farming system in study area has provided economic and environmental benefits for the country leading to more sustainable natural resource use.


(3)

ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHATANI

AGROFORESTRI BERBASIS KAKAO DI KECAMATAN

GEDONG TATAAN KABUPATEN PESAWARAN

Oleh IKE PATRISIA P

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(4)

r,Judtd,skipsi:

:

''

IflS

IG'EDRI

:UO

AGRONONES.Tru BDRBTIIilS ITAITAO

DI

':

:i

':,.r r, r

,',,'IflEGf,illfffA61,{iDoOnC

.

'-'"

,, , '.

::

,,.,,,, "

""',.',lli{filtpA*EHifEsa$

-t',t, i::t:il

tl

fl

'I ' ..: r:

''t,

il

:':.: .,. ',. ,; ,,.:--,, : !,

Ir. Adla

ltlugraha, lll.S.

NrP 19620615 198605

t

O22

2. fietua.JurusaryTrggfarn-Studi

'l

,rfl

'

,Dr.'m'f'emh&[s

Pr.

r

@ttry!,

Ft.,S.

,

'

'!,'iillp,t6-zos

lgggo2

2 oor,,',

1,,,

,,


(5)

li.

j:':MDNGESA,HIfAH,. .

' iil :: l',1

.::: -l r ,,

....

1,,-

inP;-ffi

r$dsetaris

1: : .,.

:r..

;;

ffi,.'I

',,,-,,illioi

Bul€n'Pe

,., . W']:;;t- l';:'l..ii'."' r' :


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung tanggal 22 Desember 1991 dari pasangan Bapak Abdul Kadir dan Ibu Sri Mastini. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan studi tingkat Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Bukit Kemuning, Lampung Utara pada tahun 2003, tingkat SLTP di SMP Negeri 1 Bukit Kemuning, Lampung Utara pada tahun 2006, tingkat SLTA di SMA Negeri 2 Bandar Lampung pada tahun 2009. Penulis diterima di Universitas Lampung, Fakultas Pertanian, Jurusan Agribisnis, pada tahun 2010 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Pada tahun 2013 penulis melakukan Praktik Umum (PU) di PT. Pupuk Sriwidjaja Pemasaran Pusri Daerah (PPD) Provinsi Lampung. Pada tahun 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Karta Kecamatan Tulang Bawang Udik Kabupaten Tulang Bawang Barat. Penulis juga memiliki pengalaman organisasi di Himaseperta pada tahun 2011/2012 dan 2012/2013 sebagai Anggota Bidang III, yaitu pengembangan minat, bakat, kreatifitas dan penulis juga pernah menjadi anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian pada tahun 2011/2012 dan 2012/2013 sebagai staf seni dan olah raga.


(7)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim

Alhamdullilahirobbil ‘alamin, segala puji hanya kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Baginda Muhammad Rasulullah SAW, yang telah memberikan teladan dalam setiap kehidupan, juga kepada keluarga, sahabat, dan penerus risalahnya yang mulia.

Dalam penyelesaian skripsi yang berjudul “Analisis Keberlanjutan Usahatani Agroforestri Berbasis Kakao di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran” ini tepat pada waktunya. Dalam kesempatan ini, dengan rendah hati penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada pihak yang telah memberikan sumbangsih, bantuan, serta saran-saran yang membangun, yaitu: 1. Prof. Dr. Ir. Bustanul Arifin, M.Sc., selaku Pembimbing Skripsi Pertama dan

Dosen Pembimbing Akademik atas segala arahan, kritik dan saran selama penyusunan skripsi, serta bimbingannya selama penulis menyelesaikan pendidikan di bangku kuliah.

2. Ir. Adia Nugraha, M.S., selaku Dosen Pembimbing Skripsi Kedua atas bimbingan, nasihat, motivasi, dan kesabaran yang telah diberikan selama membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.


(8)

motivasi, dan inspirasi yang telah diberikan.

4. Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.S., selaku Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis Fakultas Petanian Universitas Lampung. 5. Dr. Ir. Dyah Aring Hepiana Lestari, M.S., selaku Reviewer Jurnal Ilmiah atas

saran dan arahan yang telah diberikan.

6. Dr. Ir. Yaktiworo Indriani, M.Sc sebagai Ketua Panitia Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis (JIIA) atas saran dan bantuan yang diberikan.

7. Seluruh Staf Pengajar Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis yang telah memberikan ilmu dan pelajaran yang bermanfaat kepada penulis.

8. Seluruh karyawan di Jurusan Agribisnis, Mba Ayi, Mba Iin, Mas Bukhori, Mas Boim, dan Mas Kardi, atas semua bantuan yang telah diberikan.

9. Keluargaku tercinta, Ayahanda Drs. Abdul Kadir, Ibunda Dra. Sri Mastini, dan kakakku Ana Marthatila, S.Sos. M.M., serta adikku Ahmad Kartin Harits, atas semua limpahan kasih sayang, dukungan, doa, nasihat, dan bantuan yang telah diberikan hingga tercapainya gelar Sarjana Pertanian ini.

10. Jepri Sugiyarto, S.E. yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan, motivasi, doa dan masukan hingga tercapainya gelar Sarjana Pertanian ini.

11. Sahabat dan saudaraku seperjuangan Annisa yang senantiasa memberikan pengertian, dorongan, doa, motivasi, dan kebersamaan yang tidak akan terlupakan serta keluarga besar SOSEK/AGB ’10: Sinta, Dwi, Hani, Aria, Silvya, Fitria, Rani, Andini, Raisa, Lina, Ayi, Yuni, Tati, Erisa, Teri, Ita, Devi,


(9)

Yuda dan seluruh angkatan 2010 yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT.

12. Kakak tingkat Agribisnis : Mba Fitri (AGB ’07), Bang Finko (AGB ‘08), Mba Ummi (AGB ’08), Bang Kemas (AGB ’09), Bang Mandala ( AGB ’09), Mba Tasya (AGB’09), dan kakak, tingkat lainnya serta Adik-adik AGB ‘11, AGB ’12, AGB ’13.

13. Almamater tercinta dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan dan memberikan rahmat serta hidayah kepada kita semua. Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Akhirnya, penulis meminta maaf jika ada kesalahan dan kepada Allah SWT penulis mohon ampun.

Bandar Lampung, Juni 2015 Penulis,


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Kegunaan Penelitian ... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka ... 15

1. Pengertian Agroforestri ... 15

2. Pemanfaatan Lahan dengan Sistem Agroforestri ... 16

3. Manfaat Agroforestri ... 17

4. Pengertian Keberlanjutan ... 19

5. Pengertian Partisipasi ... 22

6. Usahatani Kakao ... 23

7. Budidaya Tanaman Kakao ... 25

8. Teori Pendapatan ... 28

9. Keanekaragaman Hayati ... 30

10. Manfaat Cadangan Karbon ... 31

11. Konservasi Air dan Tanah ... 32

B. Kajian Penelitian Terdahulu ... 34

C. Kerangka Pemikiran ... 39

III. METODALOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional ... 43

B. Lokasi, Responden dan Waktu Penelitian ... 48

C. Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data ... 51


(11)

berbasis kakao ... 51

2. Perbandingan Pendapatan Petani Kakako Agroforestri dan Non Agroforestri ... 56

3. Analisis Benefit Cost Rasio Diperluas ... 60

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran ... 66

1. Keadaan Geografis ... 66

2. Keadaan Topografi dan Iklim ... 67

3. Perkembangan Sektor Pertanian ... 68

B. Keadaan Umum Kecamatan Gedong Tataan ... 69

C. Keadaan Alam Agroforestri di Kecamatan Gedong Tataan ... 70

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Karakteristik Petani ... 72

1. Umur Responden ... 72

2. Pendidikan Petani ... 73

3. Pengalaman Usahatani ... 75

4. Pekerjaan Sampingan ... 76

5. Luas Lahan ... 78

6. Status Kepemilikan Lahan ... 79

7. Umur Tanaman ... 81

8. Tanaman Naungan dan Tanaman Sela ... 82

B.Perbandingan Partsipasi Petani Agroforestri dan Non agroforestri berbasis kakao ... 83

1. Partisipasi Petani Agroforestri ... 83

2. Partisipasi Petani Non Agroforestri ... 84

3. Perbandingan Secara Umum ... 86

4. Perbedaan Partisipasi Petani Agroforestri dan Non Agroforestri ... 91

C.Perbandingan Pendapatan Petani Kakako Agroforestri dan Non Agroforestri ... 93

1. Pengunaan Sarana Produksi dan Biaya Usahatani ... 94

a. Penggunaan Pupuk ... 94

b. Penggunaan Pestisida ... 96

c. Tenaga Kerja ... 97

d. Biaya Lainnya ... 99

2. Produksi dan Penerimaan ... 100

a. Produksi Kakao ... 100

b. Penerimaan Tanaman Naungan ... 102

c. Produksi Tanaman Sela ... 103

3. Pendapatan Lahan ... 105

4. Analisis Uji Perbandingan Rata-rata Pendapatan ... 107

5. Net Present Value (NPV) ... 111

D.Analisis Lingkungan Benefit Cost Rasio Diperluas ... 113


(12)

3. Konservasi Air dan Tanah ... 116 4. Manfaat Tidak Langsung ... 122 VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 125 B. Saran ... 126 DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Luas areal dan produksi tanaman perkebunan rakyat, perkebunan besar

negara, perkebunan besar swasta di Provinsi Lampung, 2013 ... 4

2. Luas areal dan produksi tanaman perkebunan menurut jenis komoditas di Kabupaten Pesawaran, 2013 ... 6

3. Luas areal dan produksi tanaman kakao menurut kecamatan di Kabupaten Pesawaran, 2013... 7

4. Indikator Persepsi Partisipasi Petani ... 53

5. Hasil Uji Validitas ... 55

6. Hasil Uji Reabilitas ... 55

7. Sebaran penduduk Kabupaten Pesawaran berdasarkan kelompok umur tahun 2012 ... 67

8. Sebaran petani berdasarkan kelompok umur di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, 2014 ... 73

9. Sebaran petani agroforestri berbasis kakao dan petani non Agroforestri berbasis kakao menurut tingkat pendidikan di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, 2014 ... 74

10. Sebaran pengalaman usahatani petani agroforestri dan petani non agroforestry di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, 2014 . 75 11. Sebaran petani kakao menurut jenis pekerjaan sampingan di Kecamatan Gedong Tataan kabupaten Pesawaran, 2014... 77

12. Sebaran petani kakao menurut luas lahan di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, 2014 ... 78

13. Sebaran petani kakao menurut status kepemilikan lahan di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, 2014 ... 80


(14)

14. Sebaran petani kakao menurut umur tanaman di Kecamatan Gedong

Tataan Kabupaten Pesawaran, 2014 ... 81 15. Rata-rata jumlah tanaman naungan dan tanaman sela di Kecamatan

Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, 2014 ... 82 16. Rata-rata partispasi petani agroforestri di Kecamatan Gedong Tataan

Kabupaten Pesawaran, 2014 ... 83 17. Rata-rata partispasi petani non agroforestri di Kecamatan Gedong Tataan

Kabupaten Pesawaran, 2014 ... 85 18. Tingkat kehadiran petani kakao di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten

Pesawaran,2014... 86 19. Tingkat keaktifan dan pemahaman petani kakao di Kecamatan Gedong

Tataan Kabupaten Pesawaran, 2014 ... 87 20. Tingkat kontribusi petani kakao dalam kegiatan kelompok di Kecamtan

Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran,2014 ... 88 21. Tingkat keterlibatan petani kakao dalam kegiatan kelompok di Kecamatan

Gedong Tataan Kabupaten Pesawarn,2014 ... 89 22. Perbandingan tingkat partisipasi petani kakao di Kecamatan Gedong

Tataan Kabupaten Pesawaran,2014 ... 90 23. Hasil Analisis Perbedaan Partisipasi Petani Agroforestri dan Petani Non

Agroforestri di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, 2014..91 24. Rata-rata penggunaan pupuk kimia dan pupuk kandang pada usahatani

kakao di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, 2014 ... 95 25. Rata-rata biaya penggunaan pestisida usahatani kakao di Kecamatan

Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, 2014 ... 96 26. Rata-rata penggunaan tenaga kerja pada usahatani kakao di Kecamatan

Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, 2014 ... 98 27. Rata-rata total biaya lainnya pada usahatani kakao di Kecamatan Gedong

Tataan Kabupaten Pesawaran,2014 ... 99 28. Rata-rata penerimaan dari produksi kakao di Kacamatan Gedong Tataan


(15)

29. Rata-rata penerimaan tanaman naungan di Kecamatan Gedong Tataan

Kabupaten Pesawaran, 2014 ... 102

30. Rata-rata produksi dan harga tanaman sela petani kakao di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, 2014 ... 103

31. Rata-rata penerimaan dari tanaman sela di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, 2014 ... 104

32. Rata- rata pendapatan lahan kelompok petani agroforestri dan petani non agroforestri per hektar di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, 2014 ... 106

33. Perbandingan pendapatan petani agroforestri dan non agroforestri di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran,2014 ... 107

34. Net Present Value (NPV) petani agroforestri dan non agroforestri di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, 2014 ... 111

35. Rata-rata keanekaragaman hayati di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, 2014 ... 114

36. Rata-rata penyimpanan karbon petani di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran,2014 ... 116

37. Rata-rata perhitungan reforestasi di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran,2014 ... 117

38. Rata-rata pendapatan lahan tanpa penggunaan pupuk kimia dan pestisida petani agroforestri dan non agroforestri perhektar di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, 2014 ... 119

39. Rerata B/C Ratio petani agroforestri dan non agroforestri di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pseawaran, 2014 ... 121

40. Manfaat Tidak Langsung petani agroforestri dan non agroforestri di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, 2014 ... 123

41. Identitas responden petani agroforestri berbasis kakao ... 131

42. Penggunaan lahan usahatani agroforestri berbasis kakao ... 132

43. Rata-rata biaya penggunaan bibit kakao petani agroforestri ... 133

44. Rata-rata biaya penggunaan pupuk kimia petani agroforestri ... 134


(16)

46. Rata-rata biaya penggunaan pestisida petani agroforestri... 136

47. Rata-rata biaya lain usahatani agroforestri berbasis kakao ... 137

48. Rata-rata biaya penggunaan tenaga kerja usahatani agroforestri ... 138

49. Rata-rata biaya penggunaan tenaga kerja pasca panen petani agroforestri berbasis kakao ... 141

50. Rata-rata penerimaan usahatani kakao petani agroforestri ... 143

51. Rata-rata penerimaan tanaman naungan petani agroforestri ... 144

52. Rata-rata penerimaan tanaman sela petani agroforestri ... 146

53. Biaya total petani kakao agroforestri per usahatani ... 147

54. Identitas responden petani non agroforestri berbasis kakao ... 149

55. Penggunaan lahan usahatani non agroforestri berbasis kakao ... 150

56. Rata-rata biaya penggunaan bibit kakao petani non agroforestri ... 151

57. Rata-rata biaya penggunaan pupuk kimia petani non agroforestri ... 152

58. Rata-rata biaya penggunaan pupuk organik petani non agroforestri ... 153

59. Rata-rata biaya penggunaan pestisida petani non agroforestri... 154

60. Rata-rata biaya lain usahatani non agroforestri berbasis kakao ... 155

61. Rata-rata biaya penggunaan tenaga kerja usahatani non agroforestri ... 156

62. Rata-rata biaya penggunaan tenaga kerja pasca panen petani non agroforestri ... 159

63. Rata-rata penerimaan usahatani kakao petani non agroforestri ... 161

64. Rata-rata penerimaan tanaman naungan petani non agroforestri ... 162

65. Rata-rata penerimaan tanaman sela petani non agroforestri ... 164

66. Biaya total petani kakao non agroforestri per usahatani ... 165

67. Rata-rata biaya total penggunaan pupuk petani agroforestri dan non agroforestri ... 167

68. Rata-rata biaya total penggunaan pestisida petani agroforestri dan non agroforestri ... 167

69. Rata-rata biaya total penggunaan biaya lain petani agroforestri dan non agroforestri ... 167

70. Rata-rata biaya total penggunaan tenaga kerja petani agroforestri dan non agroforestri ... 168


(17)

71. Rata-rata biaya total penggunaan tenaga kerja pasca panen petani

agroforestri dan non agroforestri ... 169

72. Rata-rata penerimaan kakao petani agroforestri dan non agroforestri ... 170

73. Rata-rata total penerimaan tanaman naungan petani kakao agroforestri dan non agroforestri ... 170

74. Rata-rata total penerimaan tanaman sela petani kakao agroforestri dan non agroforestri ... 170

75. Nilai R/C ratio usahatani kakao petani agroforestry dan non agroforestri ... 171

76. Hasil uji t pendapatan kakao petani agroforestri dan non agroforestri .... 172

77. Hasil uji t pendapatan lahan petani agroforestri dan non agroforestri ... 172

78. Produksi tanaman kakao berdasarkan umur tanaman petani agroforestri per hektar ... 173

79. Produksi tanaman kakao berdasarkan umur tanaman petani non agroforestri per hektar ... 174

80. Cash flow usahatani agroforestri berbasis kakao ... 175

81. Cash flow usahatani non agroforestri berbasis kakao ... 176

82. NPV petani agroforestri dan non berbasis kakao ... 177

83. Percobaan tingkat partisipasi petani ... 178

84. Hasil uji validitas dan reabilitas indikator tingkat kehadiran dalam pertemuan kelompok ... 179

85. Hasil uji validitas dan reabilitas indikator tingkat kehadiran dalam petemuan kelompok (setelah tidak valid) ... 180

86. Hasil uji validitas dan reabilitas indikator tingkat keaktifan dan pemahaman petani dalam diskusi kelompok ... 181

87. Hasil uji validitas dan reabilitas indikator tingkat keaktifan dan pemahaman petani dalam diskusi kelompok (setelah tidak valid) ... 182

88. Hasil uji validitas dan reabilitas indikator tingkat kontribusi petani dalam kegiatan kelompok ... 183

89. Hasil uji validitas dan reabilitas indikator tingkat kontribusi petani dalam kegiatan kelompok (setelah tidak valid) ... 184


(18)

90. Hasil uji validitas dan reabilitas indikator tingkat keterlibatan petani dalam

kegiatan kelompok ... 185

91. Partisipasi petani agroforestri dalam kegiatan kelompok ... 186

92. Partisipasi petani non agroforestri dalam kegiatan kelompok ... 187

93. Hasil uji Mann Whitney tingkat partisipasi petani agroforestri dan non agroforestri ... 188

94. Asumsi penerimaan cadangan karbon petani agroforestri ... 189

95. Asumsi penerimaan cadangan karbon petani non agroforestri ... 190

96. Asumsi penerimaan keanekaragaman hayati petani agroforestri ... 191

97. Asumsi penerimaan keanekaragaman hayati petani non agroforestri ... 193

98. Asumsi penerimaan konservasi air dan tanah petani agroforestri... 195

99. Asumsi penerimaan konservasi air dan tanah petani non agroforestri... 197

100.Nilai R/C ratio tidak menggunakan pupuk kimia dan pestisida petani agroforestri dan non agroforestri ... 199

101.Nilai B/C ratio usahatani kakao petani agroforestri dan non agroforestri ... 200

102.Asumsi penerimaan cadangan karbon petani agroforestri dan petani non agroforestri ... 201

103.Asumsi penerimaan keanekaragaman hayati petani agroforestri dan petani non agroforestri ... 201

104.Asumsi penerimaan konservasi air dan tanah (pencegahan erosi) petani agroforestri dan petani non agroforestri ... 201

105.Asumsi penerimaan konservasi air dan tanah (pencemaran tanah dan air) petani agroforestri dan petani non agroforestri ... 201

106.Asumsi penerimaan konservasi air dan tanah petani agroforestri dan petani non agroforestri ... 201


(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Bagan Alir Keberlanjutan Usahatani Agroforestri Berbasis Kakao di

Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran ... 42 2. Hubungan Produksi dan Umur tanaman kakao petani Agroforestri dan Non


(20)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk menopang perekonomian nasional. Pembangunan pertanian yang baik untuk Negara Indonesia adalah pembangunan pertanian yang memiliki pertumbuhan konsisten. Konsistensi pertumbuhan yang dimaksud adalah pembangunan pertanian yang dilakukan tidak boleh mengganggu sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang ada di sekitarnya, agar pembangunan pertanian dapat berjalan secara berkelanjutan. Pembangunan pertanian yang berkelanjutan sebaiknya dilakukan secara merata, agar dapat berkontribusi pada pengentasan kemiskinan dan ketahanan pangan (Arifin,2005).

Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long term and sustainability). Agroforestri merupakan salah satu cara untuk membangun pertanian. Agroforestri adalah sistem penggunaan lahan dengan penanaman campuran tanaman pepohonan atau kayu-kayuan, semak dengan atau tanpa tanaman semusim pada satu bidang lahan. Komposisi tanaman yang beragam menyebabkan agroforestri memiliki peran dan fungsi yang


(21)

agroforestri dapat mempertahankan hasil pertanian secara berkelanjutan. Selain itu, agroforestri juga dapat memberikan kontribusi terhadap jasa lingkungan antara lain mempertahankan fungsi hutan dalam mendukung DAS (Daerah Aliran Sungai), mengurangi konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, dan

mempertahankan keanekaragaman hayati (Widianto, dkk, 2003).

Agroforestri dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu agroforestri sederhana dan agroforestri komplek (DE Foresta dan Michon, 1997 dalam Kurniatun dkk, 2003). Agroforestri sederhana merupakan sistem penanaman pepohonan secara tumpang sari dengan atau tanpa tanaman semusim pada satu lahan, sedangkan agroforestri komplek adalah sistem penanaman banyak jenis tanaman pepohonan yang baik sengaja ditanam maupun tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani menyerupai ekosistem hutan. Agroforestri komplek dibedakan menjadi dua jenis yaitu agroforestri komplek pada lahan kebun dan perkarangan dan agroforestri pada lahan hutan atau sering disebut dengan agroforest.

Sistem agroforestri komplek banyak terdapat di sekitar hutan dan daerah aliran sungai (DAS). Hal ini dimaksudkan agar masyarakat dapat memanfaatkan kawasan hutan namun tetap menjaga kelestarian ekosistem hutan. Tanaman pada sistem agroforestri komplek banyak jenisnya. Tanaman yang ditanam memiliki nilai ekonomi tinggi dan dapat dimanfaatkan hasilnya oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Salah satu contoh penanaman sistem agroforestri adalah sistem agroforestri berbasis kakao.

Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang mempunyai peran sebagai penghasil devisa negara, sumber pendapatan bagi petani, penciptaan


(22)

lapangan kerja, pendorong agribisnis dan agroindustri serta pengembangan wilayah. Kakao sebagai tanaman utama, ditanam bersama dengan tanaman lainnya seperti tanaman buah-buahan dan kayu-kayuan pada lahan yang sama. Penanaman kakao tidak hanya memberikan dampak yang baik bagi keseimbangan ekosistem tetapi juga memberikan dampak ekonomi bagi petani. Kakao

merupakan tanaman tahunan sehingga dengan penanaman tanaman buah-buahan dapat membantu petani dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Salah satu sasaran utama dari setiap usaha pertanian termasuk agroforestri adalah produksi yang berkelanjutan (sustainable) yang dicirikan oleh stabilitas produksi dalam jangka panjang. Beberapa indikator terselenggaranya sistem pertanian yang berkelanjutan adalah (a) dapat dipertahankannya sumber daya alam sebagai penunjuang produksi tanaman dalam jangka panjang, (b) penggunaan tenaga kerja yang cukup rendah, (c) tidak adanya kelaparan tanah, (d) tetap terjaganya kondisi lingkungan tanah dan air, (e) rendahnya emisi gas rumah kaca serta (f) terjaganya keanekaragaman hayati (Wijayanto, dkk, 2003).

Melalui sistem agroforestri berkelanjutan yang merupakan salah satu bentuk pembangunan perkebunan adalah dari subsektor pertanian yang memiliki peran penting dalam perekonomian, manfaat sosial, serta manfaat lingkungan. Oleh karena itu untuk menciptakan perkebunan yang maju, produktif dan dapat memberi manfaat bagi seluruh pelaku usaha (stakeholder) perkebunan. Provinsi Lampung yang memiliki komoditas perkebunan yang diunggulkan (kopi, lada, cengkeh, karet, kakao, kelapa, tebu, tembakau, vanili, kayu manis, kapuk, dan kelapa sawit), pada umumnya berasal dari perkebunan rakyat. Besarnya potensi


(23)

yang dimiliki Provinsi Lampung tersebut dapat dilihat dari luas areal dan produksi. Hal tersebut dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Luas areal dan produksi tanaman perkebunan rakyat, perkebunan besar negara, perkebunan besar swasta di Provinsi Lampung, 2013

Komoditas Komposisi Luas Areal (Ha) Jumlah Produksi TBM TM TR (Ton)

1 Aren 328 728 197 1.253 217

2 Kelapa Dalam 13.828 102.835 7.191 123.854 111.859 3 Karet 72.598 81.416 2.293 156.307 75.368 4 Kelapa Sawit 62.868 145.900 520 209.288 442.037

5 Kapuk 293 931 107 1.331 204

6 Tebu - 115.238 - 115.238 772.989

7 Tembakau - 941 - 941 1.159

8 Lada 7.388 47.631 7.316 62.335 24.407

9 Pala 479 148 12 639 55

10 Kayu Manis 349 889 81 1.319 603 11 Cengkeh 2.258 3.624 1.592 7.474 799

12 Vanili 85 269 125 479 70

13 Kopi Robusta 8.965 143.324 8.276 160.565 134.700

14 Kopi Arabika 53 29 16 98 14

15 Kakao 23.660 33.543 1.437 58.640 31.953

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2013

Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa luas areal perkebunan di Provinsi Lampung cukup besar. Komoditas kakao termasuk salah satu komoditas perkebunan yang diandalkan Provinsi Lampung. Luas lahan dan produksi kakao belum menempati urutan yang besar diantara komoditas perkebunan yang lain yaitu memiliki luas tanaman menghasilkan sebesar 33.543 hektar dengan produksi sebesar 31.953 ton, namun komoditas perkebunan ini menjadi salah satu komoditas yang banyak diminati oleh masyarakat di Provinsi Lampung.


(24)

Tanaman kakao adalah salah satu komoditas perkebunan unggulan Provinsi Lampung yang tersebar hampir di seluruh Kabupaten di Provinsi Lampung. Dari seluruh areal perkebunan kakao yang ada di Provinsi Lampung, sebagian besar diantaranya adalah areal perkebunan rakyat dengan luas areal 55.156 hektar hingga tahun 2013 (Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2013).

Besarnya sumbangan kegiatan perkebunan rakyat terhadap kemajuan subsektor perkebunan kakao dalam menunjang berkembangnya sektor pertanian di Provinsi Lampung diharapkan dapat membuat petani kakao bisa lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil produksinya, sehingga kakao Lampung tetap menjadi pilihan ekspor yang menguntungkan bagi negara. Salah satu daerah di Provinsi Lampung yang menjadikan kakao sebagai komoditas perkebunan andalan adalah Kabupaten Pesawaran.

Keunggulan Kabupaten Pesawaran yang menjadikan salah satu sentral perkebunan rakyat khusus komoditas kakao. Mayoritas dari masyarakat di

Kabupaten Pesawaran bertumpu pendapatannya dari usahatani kakao. Luas areal perkebunan kakao di Kabupaten Pesawaran merupakan yang paling besar di antara komoditas perkebunan lain yang dibudidayakan di daerah tersebut, yaitu mencapai 7.386 hektar (Badan Pusat Statistik,2013). Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa kakao merupakan komoditas perkebunan dengan luas yang paling besar diantara komoditas lain yang diusahakan di Kabupaten Pesawaran.


(25)

Tabel 2. Luas areal dan produksi tanaman perkebunan menurut jenis komoditas di Kabupaten Pesawaran, 2013

Komoditas

Komposisi Luas Areal (Ha)

Jumlah Produksi

TBM TM TR (TON)

1 Lada 156 363 167 686 187 2 Pala 25 21 - - 17 3 Kayu Manis 22 31 34 - 11 4 Cengkeh 188 244 149 581 65 5 Vanili 14 69 100 183 24 6 Kopi Robusta 50 4.560 89 4.699 3.612 7 Kopi Arabika - 25 15 40 12

8 Kakao 3.527 3.737 122 7.386 3.753

9 Pinang 24 35 31 90 8 10 Cabe Jamu 43 123 53 219 25 11 Kelapa Hibrida - 475 119 594 275 12 Karet 241 385 4 630 296 13 Kelapa Sawit 80 458 - 538 1.598 14 Kapuk 4 9 4 17 3 15 Tembakau - 78 - 78 78

Sumber : Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Pesawaran

Berdasarkan luas lahan yang cukup besar tersebut, sangat sesuai jika komoditas tersebut menempati prioritas yang tinggi sebagai komoditas yang akan

dikembangkan di Kabupaten Pesawaran. Seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2, dengan luas total perkebunan kakao sebesar 7.386 hektar di kabupaten Pesawaran. Kabupaten peswaran yang memiliki tujuh kecamatan yang diantaranya

mengembangkan potensi kecamatan nya dengan perkebunan kakao, dimana setiap kecamatan memiliki luas lahan dan jumlah produksi yang berbeda. Salah satu kecamatan yang membudidayakan perkebunan kakao dengan sistem agroforestri yaitu Kecamatan Gedong Tataan.


(26)

Tabel 3. Luas areal dan produksi tanaman kakao menurut kecamatan di Kabupaten Pesawaran, 2013

Kecamatan Luas Areal (Ha) Jumlah Produksi

TBM TM TR

Negeri Katon 626 512 18 1.156 515 Tegineneng 413 209 14 636 209 Punduh Pidada 422 294 7 723 293 Way Lima 465 520 11 996 524 Padang Cermin 578 1.023 35 1.636 1.028 Kedondong 434 265 16 715 266

Gedong Tataan 574 866 21 1.461 870

Jumlah 3.512 3.689 122 7.323 3.705

Sumber : Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Pesawaran

Besarnya luas areal perkebunan kakao yang ada di Kecamatan Gedong Tataan, mengindikasikan bahwa sebagian besar masyarakat di kecamatan tersebut mengusahakan perkebunan kakao sebagian mata pencaharian utama mereka. Selain itu Kecamatan Gedong Tataan merupakan kecamatan yang dekat dengan hutan milik negara (BPS kabupaten Peswaran 2013).

Kecamatan Gedong Tataan yang memiliki beberapa desa dan termasuk yang terletak dekat dengan kawasan hutan milik negara. Petani memiliki insentif untuk menerapkan sistem agroforestri. Dimana perkembangan sektor pertanian di Kecamatan Gedong Tataan ini sedang didorong agar melaju pada percepatan yang stabil sehingga mengahasilkan sebuah kecamatan yang mandiri. Kecamatan Gedong Tataan bukanlah kecamatan yang mempunyai rataan hasil perkebunan kakao yang tinggi, namun hampir seluruh masyarakat yang ada di Kecamatan Gedong Tataan ini merupakan petani kakao dan sudah menjalankan usahatani kakao nya lebih dari 5 tahun serta sudah menghasilkan pendapatan bagi petani nya (Gedong Tataan Dalam Angka, 2013).


(27)

Kakao merupakan salah satu komoditas yang dapat memberikan keuntungan bagi petani pengelola agroforestri di Kecamatan Gedong Tataan. Kakao ditanam secara tumpang sari dengan tanaman lainnya. Selain itu, kakao cocok ditanam di kawasan hutan karena terdapat pohon-pohon tajuk tinggi seperti durian, melinjo, petai, dan lainnya yang dapat menjadi pohon penaung bagi tanaman kakao yang sangat diperlukan dalam hal pengaturan banyaknya sinar matahari yang diserap oleh tanaman kakao tersebut. Hasil produksi dari tanaman tumpang sari tersebut ternyata dapat menambah pendapatan petani di Kecamatan Gedong Tataan.

Petani di Kecamatan Gedong Tataan ingin menerapkan usahatani agroforestri dan non agroforestri yang hasil produksi pertaniannya dapat berkelanjutan

(sustainable). Usahatani agroforestri berbasis kakao dalam hal ini akan dilihat tingkat keberlanjutanya. Untuk mengetahui keberlanjutan usahatani agroforestri berbasis kakao maka dilihat melalui tiga aspek yaitu (1) aspek sosial mengenai tingkat partisipasi petani, (2) aspek ekonomi mengenai usahatani kakao, dan (3) aspek lingkungan mengenai manfaat tidak langsung usahatani agroforestri dan non agroforestri di Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran.

B.Rumusan Masalah

1. Sistem agroforestri kakao terkendala rendahnya partisipasi petani di kelompok tani

Masyarakat sekitar hutan merupakan bagian dari ekosistem yang secara

langsung maupun tidak langsung berinteraksi, sehingga kondisi sosial ekonomi masyarakat sedikit banyak berpengaruh terhadap kelestarian hutan.


(28)

Masyarakat sekitar hutan yang menerapkan sistem agroforestri di Desa Sungai Langka merupakan masyarakat yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani kakao yang berlahan sempit dan ada juga yang berprofesi sebagai buruh harian karena tidak memiliki lahan. Keadaan ini memaksa masyarakat memanfaatkan sumberdaya hutan yang digunakan secara pribadi ataupun untuk dijual ke pasar. Berbagai macam sumberdaya alam yang dimanfaatkan oleh masyarakat, antara lain; kulit kayu, rumput, daun, kayu bakar dan kegiatan tumpang sari dengan sistem agroforestri

(Rakhmawati, 2003).

Kondisi sosial yang ada pada sistem agroforestri berbasis kakao di Kecamatan Gedong Tataan ini terlihat dari beberapa hal misalnya saja seperti aktivitas organisasi, partisipasi petani kakao terhadap kegiatan organisasi/kelompok tani, dan beberapa hal lainnya. Aktivitas organisasi ini bertujuan agar petani dapat memperoleh informasi lebih banyak serta dapat mengetahui apabila terdapat suatu bentuk bantuan dari pemerintah. Permasalahan yang terjadi dalam hal ini dimana tingkat kepercayaan petani yang rendah terhadap suatu organisasi misalnya saja gapoktan yang kurang transparansi, hal tersebut menyebabkan petani enggan bergabung dalam kelompok tani tersebut. Sehingga beberapa hal tersebut menyebabkan tingkat partisipasi petani agroforestri berbasis kakao menjadi rendah dalam kegiatan

organisasi/kelompok tani yang ada di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran.


(29)

2. Pendapatan petani agroforestri kakao masih rendah

Agroforestri adalah suatu sistem penggunaan lahan yang bertujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan hasil total secara lestari, dengan cara mengkombinasikan tanaman pangan/pakan ternak dengan tanaman pohon pada sebidang lahan yang sama, baik secara bersamaan atau secara bergantian, dengan menggunakan praktek-praktek pengolahan yang sesuai dengan kondisi ekologi, ekonomi, sosial dan budaya setempat (Hairiah dkk, 2003).

Pemanfaat lahan yang ada dengan menggunakan sistem agroforestri diharapkan dapat memberikan keuntungan kepada masyarakat. Dalam hal ini tanaman yang dapat digabungkan membentuk sistem agroforestri yaitu tanaman kakao dan tanaman naungannya. Tanaman kakao yang memiliki naungan akan lebih menguntungkan petani apabila dibandingkan dengan tidak memiliki naungan. Tanaman naungan memiliki beberapa manfaat yaitu dapat meningkatkan kondisi biofisik kakao, dan memberi kontribusi untuk keanekaragaman hayati serta disersifikasi produk pada petani kecil. Dalam konsep agroforestri juga kakao dapat dikombinasikan dengan tanaman kehutanan dengan demikian masyarakat sekitar dapat mendapatkan hasil pertaniannya dan disisi lainnya konservasi tanah dapat terjaga dengan baik.

Pemanfaatan lahan dengan sistem agroforestri berbasis kakao di Kecamatan Gedong Tataan memberikan kontribusi terhadap pendapatan petani setempat. Keberadaannya ini dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sumber pendapatan, baik sumber pendapatan utama maupun sumber


(30)

pendapatan tambahan. Hasil dari pengelolaan agroforestri tersebut dapat berupa kayu, buah-buahan, dan hasil pertanian lainnya.

Ada kenyataan menarik yang ditemukan di salah satu desa yang terletak di Kecamatan Gedong Tataan , yaitu Desa Sungai Langka yang menerapkan sistem agroforestri dan yang sudah menjalani usahatani kakaonya lebih dari 5 tahun dan sudah menghasilkan pendapatan bagi petani. Permasalahan yang terjadi dalam hal ini yaitu pendapatan petani belakangan ini mengalami penurunanan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya saja cuaca, busuk buah, dan lain-lain. Kajian mengenai kontribusi terhadap penerapan sistem agroforestri tersebut terhadap pendapatan petani serta pola/sistem bertanam pada hutan rakyat yang diterapkan oleh petani agroforestri berbasis kakao di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran.

3. Kesadaran masyarakat terhadap manfaat lingkungan dan pelestarian sumber daya alam yang masih rendah

Pengelolaan sistem agroforestri meliputi pengolahan tanah, pemupukan, penyiangan, pemangkasan, dan pemberantasan hama/penyakit, seringkali berbeda-beda antar lokasi dan bahkan antar petani. Sistem pengelolaan yang berbeda-beda itu dapat disebabkan oleh perbedaan kondisi biofisik (tanah dan iklim), perbedaan ketersediaan modal dan tenaga kerja, serta perbedaan latar belakang sosial-budaya. Oleh karena itu produksi yang dihasilkan dari sistem agroforestri juga bermacam -macam, misal buah-buahan, kayu bangunan, kayu bakar, getah, pakan, sayur-sayuran, umbi-umbian, dan biji-bijian dan ternak (Suharjo, dkk, 2003).


(31)

Pengelolaan agroforestri berkaitan dengan optimalisasi penggunaan lahan untuk mencukupi kebutuhan hidup petani dan dalam rangka pelestarian sumberdaya alam sekitarnya. Agroforestri merupakan perpaduan usahatani dan kehutanan yang dapat memelihara kelestarian lingkungan, baik dari segi erosi maupun dari segi peredaran hara. Dengan demikian agroforestri dapat memanfaatkan ruang dengan efisien dan waktu dengan produktif berupa tanaman gilir (sequential cropping)(Sundawati, dkk, 2008).

Pemanfaatan lahan dengan sistem agroforestri memiliki beberapa manfaat apabila dilihat dari beberapa aspek, antara lain aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Manfaat dari aspek lingkungan merupakan peningkatan kondisi lingkungan menurut persepsi petani yang diukur berdasarkan manfaat tidak langsung yang dirasakan oleh masyarakat sekitar. Sehingga masyarakat dapat menyadari untuk tetap dapat melestarikan lingkungan dan sumber daya alam yang ada.

Berdasarkan uraian tersebut maka akan dilakukan penelitian terhadap pendapatan petani agroforestri berbasis kakao serta tingkat keberlanjutan usahatani agroforestri berbasis kakao dilihat dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan di Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran. Dengan identifikasi masalah-masalah tersebut, maka masalah yang akan ditulis dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat partisipasi petani dalam kegiatan organisasi/kelompok tani yang ada di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran ?


(32)

2. Berapakah pendapatan petani agroforestri berbasis kakao dan petani non agroforestri berbasis kakao di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran ?

3. Bagaimana manfaat tidak langsung agroforestri dan non agroforestri

terhadap sumber daya alam dan lingkungan yang ada di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran?

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan masalah yang ada, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis tingkat partisipasi petani dalam kegiatan organisasi/kelompok tani yang ada di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran.

2. Menganalisis pendapatan petani agroforestri dan non agroforestri berbasis kakao di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran.

3. Menganalisis manfaat tidak langsung agroforestri dan non agroforestri terhadap sumber daya alam dan lingkungan yang ada di Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

1. Petani kakao di seluruh Provinsi Lampung, khususnya di Kabupaten Pesawaran sebagai bahan masukan dalam mengembangkan usahatani kakao yang


(33)

2. Pemerintah, sebagai pemangku kebijakan, untuk menentukan kebijakan dalam mengembangakan perkebunan kakao yang berkelanjutan.

3. Peneliti lain, sebagai informasi dan bahan referensi dalam melakukan penelitian lain yang sejenis.


(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A.Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Agroforestri

Menurut Huxley (1999) agroforestri adalah sistem pengunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu (kadang-kadang dengan hewan) yang tumbuh bersamaan atau bergiliran pada suatu lahan, untuk memperoleh berbagai produk dan jasa (services) sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar komponen tanaman.

Lundgren dan Raintree (1982) mendefinisikan agroforestri sebagai istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bambu, dan lain-lain) dengan

tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada.


(35)

2. Pemanfaatan Lahan dengan Sistem Agroforestri

Dalam praktiknya, pemanfaatan luas lahan yang terbatas memberikan inovasi-inovasi pola yang secara bebas memberikan ruang pilihan kepada petani. Pola agroforestri-tumpangsari menggunakan jenis-jenis yang mempunyai prospek pasar yang menjanjikan (Sabarnurdin et al. 2011) petani memiliki tujuan menanam, yaitu: petani memperoleh manfaat sosial dari tumpangsari tanaman semusim seperti jagung, singkong, pisang, serta rumput gajah bagi petani yang memelihara ternak; manfaat ekonomi berupa hasil kayu untuk industri dengan pemasaran lokal maupun ekspor.

Terkait relasinya dengan hutan, sebaiknya agroforestri tidak diposisikan

sebagai alat penyelesaian “adhoc” karena sesuai dengan kondisi yang dihadapi,

pola tanam ini seharusnya terintegrasi dengan sistem pengelolaan hutan, karena memang eksistensi kehutanan di mata penduduk sekitarnya ditentukan oleh tindakan mewujudkan fungsi hutan sebagai penghasil multiple product bagi kehidupan manusia. Terkait dengan hal tersebut, pemilihan jenis yang tepat disesuaikan dengan karakteristik jenis inti serta pengaturan daur menjadi hal yang penting (Sabarnurdin et al. 2011).

Agroforestri dapat menjadi alternatif yang lebih baik dan menguntungkan jika dibandingkan dengan kondisi yang ada. Menurut Suharjito (2000), hutan rakyat atau agroforestri hanya merupakan pendapatan sampingan dan bersifat

insidentil dengan kisaran tidak lebih dari 10 persen dari total pendapatan. Kebijakan yang baik untuk memfasilitasi kontribusi keberadaan agroforestri menjadi sangat penting agar agroforestri terus memberikan tren yang positif.


(36)

3. Manfaat Agroforestri

Beberapa keunggulan agroforestri dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan lainnya menurut Hairiah et al. (2003) yaitu :

1. Produktivitas (Productivity):Hasil penelitian dibuktikan bahwa produk total sistem campuran dalam agroforestri jauh lebih tinggi dibandingkan pada monokultur. Hal tersebut disebabkan bukan saja keluaran (output) dari satu bidang lahan yang beragam, akan tetapi juga dapat merata sepanjang tahun. Adanya tanaman campuran memberikan keuntungan, karena kegagalan satu komponen/jenis tanaman akan dapat ditutup oleh keberhasilan

komponen/jenis tanaman lainnya.

2. Diversitas (Diversity):Adanya pengkombinasian dua komponen atau lebih daripada sistem agroforestri menghasilkan diversitas yang tinggi, baik menyangkut produk maupun jasa. Dengan demikian dari segi ekonomi dapat mengurangi risiko kerugian akibat fluktuasi harga pasar. Sedangkan dari segi ekologi dapat menghindarkan kegagalan fatal pemanen

sebagaimana dapat terjadi pada budidaya tunggal (monokultur).

3. Kemandirian (Self-regulation): Diversifikasi yang tinggi dalam agroforestri diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, dan petani kecil dan sekaligus melepaskannya dari ketergantungan terhadap produk-produk luar. Kemandirian sistem untuk berfungsi akan lebih baik dalam arti tidak memerlukan banyak input dari luar (antara lain: pupuk dan pestisida), dengan diversitas yang lebih tinggi daripada sistem monokultur.

4. Stabilitas (Stability): Praktek agroforestri yang memiliki diversitas dan produktivitas yang optimal mampu memberikan hasil yang seimbang


(37)

sepanjang pengusahaan lahan, sehingga dapat menjamin stabilitas (dan kesinambungan) pendapatan petani.

Ketika tanah langka atau ketika tanah memiliki kesuburan rendah atau sensitif terhadap erosi, teknik wanatani (agroforestri) menawarkan manfaat yang cukup besar untuk jangka panjang pertanian yang keberlanjutan. Pohon dan semak memiliki peran ekologi dan ekonomi penting dalam sistem pertanian.

Agroforestri berguna dalam cara berikut menurut The Organic Organization: 1. Tanah

a. Melindungi tanah dari erosi

b. Meningkatkan nutrisi dalam tanah yang miskin

c. Memperbaiki struktur tanah sehingga memegang lebih banyak air. 2. Pasokan energi

a. Menyediakan kayu bakar lebih murah dan lebih mudah diakses b. Memproduksi kualitas yang lebih baik kayu bakar tergantung pada

spesies ditanam.

3. Tempat tinggal dan struktur

a. Menyediakan bahan bangunan murah

b. Melindungi hewan, tanaman dan manusia dari angin dan matahari c. Menyediakan pagar untuk melindungi tanaman dari hewan ternak dan

hewan liar.

4. Tanaman sumber daya / keanekaragaman hayati

a. Memperbaiki kondisi lingkungan lokal alami tanaman tumbuh b. Mempertahankan dan meningkatkan jumlah spesies tanaman.


(38)

5. Kas dan pendapatan

a. Menyediakan lapangan kerja tambahan atau off-musim b. Mengaktifkan penjualan produk-produk pohon

c. Menyediakan investasi seperti kebun, produk-produk pohon, agro-bisnis dan pasokan bahan jangka panjang untuk produksi kerajinan (Hairiah et al. 2003).

4. Pengertian Keberlanjutan (Usahatani Berkelanjutan)

Keberlanjutan menurut Reijntjes et al. (2006) dapat diartikan sebagai “menjaga agar suatu upaya terus berlangsung”, atau“kemampuan untuk bertahan dan

menjaga agar tidak merosot”. Dalam konteks pertanian, keberlanjutan pada

dasarnya berarti kemampuan untuk tetap produktif sekaligus tetap

mempertahankan ketersediaan sumber daya. Technical Advisory Committee of The CGIAR (1988) dalamReijntjes et al. (2006) menyatakan, “pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumber daya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam”. Definisi lain tentang pertanian berkelanjutan sebagaimana yang diungkapkan Reijntjes (1999) dalam Indriana (2010), yaitu pertanian yang memenuhi syarat-syarat berikut ini: mantap secara ekologis, bisa berlanjut secara ekonomis, adil, manusiawi, dan luwes.


(39)

Berdasarkan definisi pertanian berkelanjutan yang telah dikemukakan pada paragraf di atas, maka sistem pertanian berkelanjutan harus dievaluasi berdasarkan pertimbangan beberapa kriteria, antara lain:

1. Aman menurut wawasan lingkungan, berarti kualitas sumberdaya alam dan vitalitas keseluruhan agroekosistem dipertahankan, mulai dari kehidupan manusia, tanaman dan hewan sampai organisme tanah dapat ditingkatkan. Hal ini dapat dicapai apabila tanah dikelola dengan baik, kesehatan tanah dan tanaman ditingkatkan, demikian juga kehidupan manusia maupun hewan ditingkatkan melalui proses biologi. Sumberdaya lokal

dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga dapat menekan kemungkinan terjadinya kehilangan hara, biomassa dan energi, serta menghindarkan terjadinya polusi. Pertanian ini juga menitikberatkan pada pemanfaatan sumberdaya terbarukan.

2. Menguntungkan secara ekonomi, berarti petani dapat menghasilkan sesuatu yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, termasuk pendapatan, dan cukup memperoleh pendapatan untuk membayar buruh dan biaya produksi lainnya. Keuntungan menurut ukuran ekonomi tidak hanya diukur langsung berdasarkan hasil usaha taninya, tetapi juga berdasarkan fungsi kelestarian sumberdaya dan menekan kemungkinan resiko yang terjadi terhadap lingkungan.

3. Adil menurut pertimbangan sosial, berarti sumberdaya dan tenaga tersebar sedemikian rupa sehingga kebutuhan dasar semua anggota masyarakat dapat terpenuhi, demikian juga setiap petani mempunyai kesempatan yang sama dalam memanfaatkan lahan, memperoleh modal cukup, bantuan


(40)

teknik dan memasarkan hasil. Semua orang mempunyai kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam menentukan kebijakan, baik di lapangan maupun dalam lingkungan masyarakat itu sendiri.

4. Manusiawi terhadap semua bentuk kehidupan, berarti tanggap terhadap semua bentuk kehidupan (tanaman, hewan dan manusia). Prinsip dasar semua bentuk kehidupan adalah saling mengenal dan hubungan kerja sama antar makhluk hidup adalah kebenaran, kejujuran, percaya diri, kerja sama dan saling membantu. Integritas budaya dan agama dari suatu masyarakat perlu dipertahankan dan dilestarikan.

5. Mudah diadaptasi (luwes), berarti masyarakat pedesaan atau petani mampu dalam menyesuaikan perubahan kondisi usaha tani, misalnya: pertambahan penduduk, kebijakan dan permintaan pasar. Hal ini tidak hanya

berhubungan dengan masalah perkembangan teknologi yang sepadan, tetapi termasuk juga inovasi sosial dan budaya.

Pembangunan berkelanjutan didefinisikan oleh Komisi Sedunia untuk lingkungan dan pembangunan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan kita sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka (Soemarwoto, 2004).

Keberlanjutan ekologi merupakan prasyarat untuk pembangunan dan keberlanjutan kehidupan sebagaimana yang dinyatakan oleh Jaya (2004). Keberlanjutan ekologi akan menjamin keberlanjutan ekosistem bumi.

Menurut Jaya (2004), untuk menjamin keberlanjutan ekologi, perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut:


(41)

1. Memelihara integritas tatanan lingkungan agar sistem penunjang kehidupan di bumi tetap terjamin dan sistem produktivitas, adaptabilitas, dan

pemulihan tanah, air, udara dan seluruh kehidupan berkelanjutan. Untuk melaksanakan kegiatan yang tidak mengganggu integritas tatanan lingkungan, maka hindarkan konversi alam dan modifikasi ekosistem, kurangi konversi lahan subur dan kelola secara bijaksana. Selain itu, limbah yang dibuang tidak melampaui daya asimilatif lingkungan.

2. Memelihara keanekaragaman hayati pada keanekaragaman kehidupan yang menentukan keberlanjutan proses ekologi. Terdapat tiga aspek

keanekaragaman hayati, yaitu: keanekaragaman genetika, spesies, dan tatanan lingkungan. Untuk mengkonversikan keanekaragaman hayati tersebut, kita harus menjaga ekosistem alam dan area yang representatif tentang kekhasan sumberdaya hayati agar tidak dimodifikasikan,

memelihara seluas mungkin area ekosistem yang dimodifikasikan untuk keanekaragaman dan keberlanjutan keanekaragaman spesies, konservatif terhadap konversi lahan pertanian.

5. Pengertian Partisipasi

Terdapat beberapa definisi partisipasi, diantaranya dikemukakan oleh Nasdian (2006) dalam Rosyida (2011) yaitu proses aktif dan inisiatif yang dilakukan oleh masyarakat sendiri, dibimbing oleh cara berpikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) sehingga mereka dapat melakukan kontrol secara efektif. Definisi ini memberi pengertian bahwa


(42)

masyarakat diberi kemampuan untuk mengelola potensi yang dimiliki secara mandiri.

Partisipasi anggota masyarakat adalah keterlibatan anggota masyarakat dalam pembangunan, meliputi kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan

(implementasi) program/proyek pembangunan yang dikerjakan di masyarakat lokal. Partisipasi atau peran serta masyarakat dalam pembangunan (perdesaan) merupakan aktualisasi dari kepedulian, kesediaan dan kemauan anggota masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi dalam implementasi program/proyek yang dilaksanakan di daerahnya. Bentuk kontribusi

masyarakat dapat berupa tenaga, dana, harta, dan pemikiran (Adisasmita R, 2013).

Uphof (2003) dalam Kali (2011) mengatakan bahwa partisipasi pembangunan dapat dilakukan melalui keikutsertaan masyarakat dalam memberikan

kontribusi guna menunjang pelaksanaan pembangunan yang berwujud tenaga, uang, barang material, ataupun informasi yang berguna bagi pelaksanaan pembangunan.

6. Usahatani Kakao

Kakao merupakan satu - satunya dari 22 jenis marga Theobroma, suku

Sterculiaceae, yang diusahakan secara komersial. Pada umumnya petani kakao menanam tanaman kakao pada areal yang telah ditanami oleh tanaman lain seperti pisang, pepaya, kelapa, rambutan dan durian sedangkan kegiatan pemupukan hanya dilakukan terhadap tanaman kakao.


(43)

Kebun-kebun kakao yang memiliki petani umumnya terletak di bukit-bukit yang jaraknya berkisar satu sampai dua kilometer dari tempat tinggal mereka. Selain di kebun, tanaman kakao juga sering ditanam di perkarangan walaupun dalam jumlah yang relatif kecil (3-4 pohon).

Kakao yang banyak ditanam oleh petani adalah jenis lindak, dikarenakan bibit untuk jenis ini lebih mudah diperoleh dibandingkan jenis kakao mulia. Selain itu harga yang diterima tidak jauh berbeda. Harga kakao lebih ditentukan oleh ukuran satau berat kakao itu sendiri atau pada masa panen raya dan panen biasa. Tanaman kakao berproduksi pada tahun ke empat dengan tingkat produksi sebesar 1,8 kg per pohon untuk petani modern dan 1 kg untuk petani tradisional. Berdasarkan 1000 pohon kakao dengan menggunakan jarak tanam 3 meter x 3 meter, maka pada keseluruhan satu tahun produksi adalah sebesar 1.800 kg/ha untuk petani modern dan 1000 kg/ha untuk petani tradisional. Penerimaan finansial yang diperoleh pada tahun produksi dapat mencapai Rp. 10.800.000/ha untuk petani modern dan Rp. 6.000.000/ha untuk petani

tradisional pada tingkat harga yang diterima petani sebesar Rp. 12.000/kg. Pada produksi tahun ke lima hingga ke lima belas, besarnya kakao yang dihasilkan maka semakin meningkat dan stabil disertai peningkatan

penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan kakao. Setelah tahun ke lima belas hingga tahun ke dua puluh produksi kakao mengalami penurunan sekitar 0,5 kg per pohon (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).


(44)

7. Budidaya Tanaman Kakao

a. Penanaman dan Pemeliharaan

Penanaman kakao diawali dengan persiapan areal penanaman. Pembersihan areal untuk penanaman kakao berkaitan pula dengan penanaman pohon pelindung tetap dan penanaman pohon pelindung sementara yang harus ditanam terlebih dulu. Penanaman pohon pelindung sebelum penanaman kakao bertujuan mengurangi intensitas sinar matahari langsung. Bila jarak tanam dan pola tanam telah ditetapkan dan keadaan pohon pelindung tetap sudah memenuhi syarat sebagai penaung, serta bibit dalam polybag telah berumur 4-6 bulan, maka penanaman sudah dapat dilaksanakan.

Dua minggu sebelum penanaman, lebih dahulu disiapkan lubang tanam berukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm atau 60 cm x 60 cm x 60 cm,

bergantung pada ukuran polybag. Bibit yang hendak ditanam sebaiknya tidak terlalu sering dipindahkan dari satu tempat ketempat yang lain. Bibit yang baru ditanam di lapangan peka akan sinar matahari. Bila tersedia tenaga dan bahan yang cukup, bibit dapat diberi naungan sementara dengan menancapkan pelapah kelapa sawit atau kelapa sebelah timur dan barat (Winarno, 2006).

Pola tanaman kakao yang belum menghasilkan (TBM), setelah berumur 8 bulan perlu dilaksanakan pemangkasan. Pemangkasan berarti usaha meningkatkan produksi dan mempertahankan umur ekonomis tanaman. Kakao dipupuk setelah berumur dua bulan di lapangan. Pada TBM


(45)

pemupukan diharapakan mampu meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan mempertahankan daya tahan tanaman terhadap hama dan penyakit. Sisa pemangkasan dan kulit buah kakao. Kulit buah kakao pada tanaman menghasilkan (TM) mengandung nitrogen, fosfor, kalium, magnesium, dan kalsium yang setara dengan urea, RP, MoP, dan kieserit yang dibutuhkan tanaman kakao (Wahyudi, dkk. 2008).

Pengendalian gulma dalam areal pertanaman kakao biasanya dilaksanakan pada masa tanaman belum menghasilkan (TBM). Saat itu tajuk belum saling bertemu sehingga masih ada jalur terbuka baik antara barisan maupun di dalam barisan itu sendiri. Pengendalian gulma dapat dilakukan secara manual dan kimiawi di pembibitan, pada saat tanaman masih muda, maupun pada areal TM yang ditumbuhi gulma yang tahan terhadap

ketersediaan cahaya minimum.

b. Panen dan Pengolahan

Tanaman kakao umumnya dapat dipanen pertama kali pada umur tanam tahun ke 4, kemudian akan mengalami peningkatan produksi setiap tahun apabila didukung dengan sistem pemeliharaan yang baik. Tanaman kakao akan mengalami puncak produksi pada umur 10 tahun ( 1200

kg/ha/tahun) dan pada umur tahun ke -20 produksinya relatif konstan ( 850 kg/ha/tahun). Sejak dari fase pembuahan sampai menjadi buah dan matang, kakao memerlukan waktu 5 bulan. Pemanenan dapat

berlangsung 10 – 21 hari sekali, bergantung kepada kepadatan buah yang matang dan luas areal pertanaman (Sihotang, 2010).


(46)

Setelah biji-biji kakao yang basah terkumpul, kemudian dilakukan

penjemuran, setelah dilakukan penjemuran kandungan air pada biji kakao sekitar 50-55 persen, maka biji-biji tersebut perlu dikeringkan sampai kadar airnya mencapai 6-7 persen, sehingga cukup baik untuk disimpan, pengeringan biji kakao harus dilakukaan secara perlahan agar proses pembentukan aroma dapat berjalan dengan baik. Pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengeringan dengan sinar matahari dan pengeringan buatan menggunakan bahan bakar.

Setelah pengeringan, biji kakao dibersihkan dari kotoran dengan cara ditampi, dan kemudian dimasukkan dalam karung goni. Goni-goni yang berisi biji kakao disimpan dalam gudang yang bersih, kering, dan

ventilasinya baik. Dalam proses pengolahan, pada umumnya pabrik-pabrik melakukan blending, yaitu mencampur berbagai macam jenis dan mutu kakao yang berasal dari berasal dari berbagai sumber. Hal ini dilakukan untuk memperoleh produk - produk cokelat dengan rasa, aroma, dan warna cokelat yang cocok untuk pembuatan bermacam-macam bubuk cokelat dan makanan atau minuman dari cokelat yang mempunyai keistimewaan tertentu. Blending ini juga dapat mempertahankan mutu cokelat dari produk-produk yang dihasilkan oleh pabrik tersebut (Siregar dkk, 1997). Pada sebidang lahan yang sama, baik secara bersamaan atau secara bergantian, dengan menggunakan praktek-praktek pengolahan yang sesuai dengan kondisi ekologi, ekonomi, sosial dan budaya setempat (Hairiah dkk, 2003).


(47)

8. Teori Pendapatan

Menurut Gustiana (2003), pendapatan dapat dibedakan atas dua jenis pendapatan usahatani dan pendapatan rumahtangga. Pendapatan merupakan pengurangan dari penerimaaan dengan biaya total. Pendapatan rumahtangga yaitu pendapatan yang besal dari kegiatan diluar usahatani. Pendapatan usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor (output) dan biaya produksi (input) yang dihitung dalam per bulan, per tahun, per musim tanam.

Pendapatan luar usahatani adalah pendapatan yang diperoleh sebagai akibat melakukan kegiatan diluar ushaatani seperti berdagang, mengojek, buruh banguna, dll.

Soekartawi (1995), menjelaskan bahwa biaya usahatani adalah semua

pengeluaran yang dipergunakan dalam usahatani. Biaya usahatani dibedakan menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang akan dihasilkan, sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh volume produksi. Untuk menganalisis pendapatan diperlukan dua keterangan pokok keadaan pengeluaran dan penerimaan dalam jangka waktu tertentu. Tujuan analisis pendapatan adalah untuk menggambarkan tingkat keberhasilan suatu kegiatan usaha dan keadaan yang akan datang melalui perencanaan yang dibuat.

Menurut Soekartawi (1995) pendapatan usahatani adalah selisih antara total revenue (TR) dan total cost (TC) (selisih antara penerimaan dan semua biaya). Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan


(48)

harga jual (harga hasil produksi). Secara matematis untuk menghitung pendapatan usahatani dapat ditulis sebagai berikut :

π = TR – TC

= Y. Py –Σ Xi.Pxi – BTT Keterangan :

π = pendapatan (Rp) TR = Total penerimaan TC = Total biaya

Y = hasil produksi (Kg) Py = harga hasil produksi (Rp)

Xi = faktor produksi (i = 1,2,3,….,n)

Pxi = harga faktor produksi ke-i (Rp) BTT= biaya tetap total (Rp)

Untuk mengetahui apakah usahatani menguntungkan atau tidak secara ekonomi, maka dapat dianalisis dengan menggunakan perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya atau yang biasa disebut analisis R/C (Return Cost Ratio). Nisbah perbandingan santara penerimaan dengan biaya (R/C) secara matematis dapat ditulis:

R/C = PT/BT Keterangan :

R/C = Nisbah antara penerimaan dan biaya PT = Penerimaan total BT = Biaya total


(49)

Kriteria pengukuran pada R/C (Return Cost Ratio) adalah :

1. Jika R/C = 1 artinya usahatani yang dilakukan tidak menguntungkan dan tidak pula merugikan atau berada pada titik impas (Break Even Point) yaitu besarnya penerimaan sama dengan besarnya biaya yang dikeluarkan. 2. Jika R/C > 1, artinya suatu usahatani itu dapat dikatakan menguntungkan. 3. Jika R/C < 1, artinya suatu usahatani itu dapat dikatakan merugikan.

9. Keanekaragaman Hayati

Pengertian keanekaragaman hayati menurut Sudarsono et al. (2005) meyebutkan bahwa keanekaragaman hayati adalah ketersediaan

keanekaragaman sumber daya hayati berupa jenis maupun kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis ), keanekaragaman antar jenis dan keanekaragaman ekosistem.

Menurut UU No. 5 tahun 1994, keanekaragamanhayati merupakan keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk di antaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya, mencakup keanekaragaman dalam spesies, antara spesies dengan ekosistem. Berdasarkan definisi dari undang-undang tersebut, keanekaragaman hayati terdiri atas tiga tingkatan, yaitu sebagai berikut :

1. Keanekaragaman Gentik

Keanekaragaman gentik adalah segala perbedaan yang ditemui pada makhluk hidupdalam satu spesies. Contoh keanekaragaman tingkat gentik


(50)

ini misalnya, tanaman bunga mawar putih dengan bunga mawar merah yang memiliki perbedaan, yaitu berbeda dari segi warna atau perbedaan apa pun yang ditemui pada sesama ayam petelor dalam satu kandang.

2. Keanekaragaman Jenis

Keanekaragaman jenis adalah segala perbedaan yang ditemui pada makhluk hidup antar jenis atau antar spesies. Perbedaan antar spesies organisme dalam satu keluarga lebih mencolok sehingga lebih mudah diamati daripada perbedaan antar individu dalam satu spesies (keanekaragaman gen).

3. Keanekaragaman Ekosistem

Keanekaragaman ekosistem adalah segala perbedaan yang terdapat antar ekosistem. Keanekaragaman ekosistem ini terjadi karena adanya

keanekaragaman gen dan keanekaragaman jenis (spesies).

10. Manfaat Cadangan Karbon

Perkebunan merupakan kumpulan pepohonan yang mengisi lahan kosong sebagai pelindung dari bahaya polusi udara, air dan tanah. Pepohonan yang tumbuh dapat menyerap gas rumah kaca melalui mekanisme fotosintesis yaitu menyerap CO2 dan H2O untuk diubah menjadi karbohidrat yang kaya energi. Peranan pepohonan sebagai penyerap karbon mulai menjadi sorotan pada saat bumi dihadapkan pada persoalan efek rumah kaca yang berupa kecenderungan peningkatan suhu udara atau biasa disebut pemanasan global. Karbon secara tidak langsung juga tersimpan dalam tanaman agroforestri yang diterapkan petani dan memiliki dampak positif bagi kehidupan masyarakat.


(51)

Scherr et al. (2000) dan CIFOR (2003) dalam Rusolono (2006) mengemukakan beberapa manfaat positif tersebut, yakni : 1) pendapatan lokal meningkat melalui promosi investasi dalam pengelolaan hutan dan penggunaan lahan di pedesaan secara berkelanjutan, 2) nilai lahan dan set hutan meningkat melalui rehabiltasi lahan terdegradasi, perbaikan produktivitas dan kesuburan lahan, 3) mendukung efisiensi penggunaan hasil hutan, 4) memberikan harga atas manfaat lingkungan bagi masyarakat lokal dan 5) membangun kapasitas masyarakat pedesaan untuk produksi yang lestari dan kegiatan konversi. Besarnya jumlah karbon yang diserap umumnya tergantung pada sistem agroforestri yang dilakukan, struktur dan fungsi yang ada, faktor lingkungan, sosial dan ekonomi, pemilihan jenis pohon dan sistem pengelolaanya.

11. Konservasi Air dan Tanah

a. Konservasi Tanah

Menurut Arsyad (1989), konservasi tanah adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukkannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Konservasi tanah dalam arti luas adalah penempatan tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebar dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Dalam arti sempit konservasi tanah diartikan sebagai upaya untuk mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi. Upaya konservasi tanah bertujuan untuk :


(52)

1. Mencegah erosi

2. Memperbaiki tanah yang rusak

3. Memelihara serta meningkatkan produktivitas tanah agar tanah dapat digunakan secara berkelanjutan.

b. Konservasi air

Penghematan air atau konservasi air adalah perilaku yang disengaja dengan tujuan mengurangi penggunaan air segar, melalui metode teknologi atau perilaku sosial. Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan yang jauh ke tanah untuk pertanian seefisien mungkin, dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir yang dapat merusak serta tersedianya air pada musim kemarau. Usaha konservasi air bertujuan untuk:

1. Untuk menjamin ketersediaan untuk generasi masa depan, pengurangan air segar dari sebuah ekosistem tidak akan melewati nilai penggantian alamiahnya.

2. Penghematan energi - pemompaan air, pengiriman, dan fasilitas pengolahan air limbah mengonsumsi energi besar.

3. Konservasi habitat - penggunaan air oleh manusia yang diminimalisir untuk membantu mengamankan simpanan sumber air bersih untuk habitat liar lokal dan penerimaan migrasi aliran air, termasuk usaha-usaha baru pembangunan waduk dan infrastruktur berbasis air lain (pemeliharaan yang lama).


(53)

B. Kajian Penelitian Terdahulu

Nama Judul Penelitian Tahun Metode Penelitian Hasil Penelitian

Iswara Gautama Studi Sosial Ekonomi Masyarakat Pada Sistem Agroforestry Di Desa Lasiwala Kabupaten Sidrap

2006 -analisis kualitatif -Pendapatan petani -faktor sosial ekonomi (uji chi square (x2))

Mayoritas petani yang mengelola usaha tani sistem agrofoprestry berada pada umur kerja produktif, tingkat pendidikan petani tergolong rendah, jumlah tanggungan keluarga petani tergolong sedang, luas lahan garapan untuk usaha tani sistem agroforestry tergolong sedang. System agroforestry yang diterapkan adalah system agrosilvikultur dan sistem agrosilvopastural. Faktor yang mempunyai hubungan nyata dengan tingkat pendapatan adalah luas lahan garapan dan sistem agroforestry yang diterapkan, sedang faktor sosial ekonomi yang tidak mempunyai hubungan dengan tingkat pendapatan adalah umur, jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendidikan dan pengalaman berusaha tani.

Asysyifa Kontribusi Sistem Agroforestri Tradisional Dalam Mendukung Eksistensi Sosial

Ekonomi Rumah Tangga

2011 -Pendapatan dari lahan agroforestri, luar agroforestry, perkapita -keadaan sosial masyarakat Penerap agroforestry

Sistem agroforestri yang terdapat di desa Sungai Langsat ialah sistem agrisilvikultur. Dengan dua sub sistem yaitu sub sistem agroforestri kebun karet dan sub sistem kebun buah campuran. Dari aspek ekonomi kontribusi yang diberikan kebun

agroforestri pada pendapatan masyarakat cukup besar, yaitu rata-rata 53,31persen dengan pendapatan perkapita sebesar Rp. 5.159.105,- per orang per tahun. Program hutan rakyat yang dikembangkan berdampak secara sosial ekonomi terutama dalam hal menambah penghasilan, memperluas lapangan kerja, meningkatkan produksi atau hasil sadapan, memberikan harapan atau prospek kedepan, menciptakan lapangan kerja di desa, menyediakan kayu untuk bangunan rumah dan dijual. Secara sosial budaya antara lain: meningkatkan kerjasama,

meningkatkan etos kerja masyarakat, mengenal bibit unggul, pengaturan jarak tanam, dan pembakaran lahan dengan izin, merubah peladang berpindah menjadi menetap, masyarakat


(54)

mandiri, dan lainnya. Irving Clark

Kaiya Putri

Analisis Pendapatan Petani Kakao Di Kabupaten Parigi – Moutong

2013 -deskriptif kualitatif -Pendapatan Usaha Tani (Soekartawi)

Tingkat produksi dan harga penjualan kakao memiliki pengaruh yang terhadap tingkat pendapatan petani kakao. Dimana pada saat produksi meningkat akan menekan tingkat harga dan saat jumlah produksi menurun harga di tingkat petani juga

meningkat sehingga hal ini mengakibatkan berfluktuasinya tingkat pendapatan petani kakao di Kabupaten Parigi - Moutong.Luas lahan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan petani.Tempat untuk memasarkan hasil produksi kakao juga cukup berpengaruh pada pendapatan petani, jika petani tidak tepat dalam memilih tujuan

pemasarannya maka pendapatannya akan jauh lebih rendah. Lalis Yuliana

Sultika

Analisis Pendapatan Dan Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan Rakyat

2010 -pendapatan petani -persepsi petani (tingkat persepsi berdasarkan skala likert)

-Analisis regersi berganda

Pendapatan total petani dari kegiatan pengelolaan hutan rakyat adalah Rp 475.687.000/tahun dengan rata-rata Rp

7.928.117/tahun/petani dan kontribusinya adalah 33,02persen. Pendapatan total dari luar kegiatan pengelolaan hutan rakyat adalah Rp 964.953.000/tahun dan rata-rata serta kontribusinya adalah Rp 16.082.550/tahun/petani dan 66,98persen.

Berdasarkan UMR Ciamis tahun 2009, maka 21,67persen petani hutan rakyat berada di atas UMR dan 78,33persen petani hutan rakyat di bawah UMR.

Berdasarkan analisis regresi berganda, maka pendapatan total berhubungan positif dengan pendidikan, jumlah anggota keluarga dan luas hutan rakyat. Sedangkan pendapatan hutan rakyat berhubungan positif dengan luas hutan rakyat saja. Faktor-faktor sosial ekonomi yang lain (usia, pekerjaan pokok dan jenis kelamin) tidak berhubungan signifikan dengan pendapatan. Persepsi petani terhadap hutan rakyat berdasarkan Skala Likert adalah tinggi dengan nilai sebesar 2,72.

Fembriarti Erry Prasmatiwi

Analisis Keberlanjutan Usahatani Kopi di

2010 -Analisis finansial dan ekonomi (Extended

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara finansial, usahatani kopi


(55)

Kawasan Hutan Kabupaten Lampung Barat dengan Pendekatan Nilai Ekonomi Lingkungan BCR,NPV,IRR) -Kemauan membayar (WTP)

di kawasan hutan di Lampung Barat layak untuk dilaksanakan dengan Net Present Value (NPV) sebesar Rp17.719.505/ha,

Benefit Cost Ratio (BCR) 1,86 dan Internal Rate of Return

(IRR) 24,96persen. Usahatani kopi naungan kompleks multiguna(MPTS, multipurpose tree species) paling menguntungkan dibanding sistem usahataniyang lain.

Berdasarkan analisis ekonomi ECBA, keberlanjutan usahatani kopi dikawasan hutan tergantung pada nilai eksternalitas (biaya lingkungan dan biayasosial). Usahatani kopi di kawasan hutan menjadi tidak layak atau tidak berkelanjutan(NPV negatif) bila total biaya lingkungan dan biaya sosial mencapai lebih besar dari US$536/ha. Pada biaya eksternalitas US$458 maka besarnya NPV adalahRp1.648.633/ha, BCR 1,04 dan IRR 26,88. Usahatani kopi naungan kompleks(multistrata)

multiguna lebih berkelanjutan dibanding tipe naungan yang lain. Dalamrangka perbaikan lingkungan di kawasan hutan, petani bersedia membayar biayaekternal rata-rata Rp475.660/tahun untuk perbaikan konservasi tanah, menambahtanaman naungan, membayar pajak lingkungan, dan kegiatan reboisasi.

Faktorfaktoryang berpengaruh nyata terhadap besar WTP biaya ekternal adalah luaslahan usahatani, produktivitas lahan, pendapatan rumah tangga, jumlah anggotakeluarga, dan pengetahuan petani tentang manfaat hutan. Kebijakan pemberian

izin HKm yang mewajibkan penanaman MPTS minimum 400 pohon/ha dapat meningkatkan keberlanjutan usahatani kopi di kawasan.

Fatmawati M. Lumintang

Analisis Pendapatan Petani Padi Di Desa Teep Kecamatan Langowan Timur

2013 -Faktor produksi - jumlah biaya, jumlah pendapatan/keuntungan,dan titik impas ( Break Even

Rata-rata nilai R/C atas total biaya adalah 1.97 yang artinya bahwa untuk setiap Rp 1,00 biaya yang di keluarkan akan menghasilkan Penerimaan Sebesar Rp 1,97 yang mengalami keuntungan. Besar kecilnya pendapatan usahatani padi sawah


(1)

125

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Kesimpulan penelitian ini adalah:

1. Tingkat partisipasi petani yang ada di daerah penelitian menunjukan bahwa partisipasi petani agroforestri lebih aktif dibandingkan dengan petani non agroforestri.

2. Pendapatan lahan petani agroforestri lebih besar dibandingkan dengan pendapatan lahan petani non agroforestri. Hasil analisis uji statistik menunjukkan bahwa perbedaan pendapatan petani agroforestri dan non agroforestri adalah signifikan. Kemudian untuk nisbah penerimaan dan biaya (R/C) menunjukan bahwa R/C ratio petani agroforestri berbasis kakao memiliki keuntungan yang lebih besar dibandingkan petani non agroforestri berbasis kakao. Usahatani agroforestri berbasis kakao di daerah penelitian masih layak untuk di kembangkan.

3. Sistem pertanian agroforestri berbasis kakao menunjukkan manfaat ekonomi dan lingkungan yang mengarah pada sumber daya alam yang berkelanjutan di Kecamatan Gedong Tatan Kabupaten Pesawaran.


(2)

126

B. Saran

1. Petani kakao sebaiknya lebih selektif dalam memilih tanaman naungan dan tanaman sela yang bernilai ekonomi tinggi, agar dapat memberikan

tambahan penerimaan, sehingga dapat membantu petani dalam mengatasi harga kakao yang berfluktuatif. Namun petani juga harus tetap intensif dalam mengelola tanaman kakao sebagai tanaman utama dalam lahan usahataninya.

2. Pemberian bimbingan dan penyuluhan dari instansi terkait mengenai teknik budidaya kakao yang tepat seperti pemangkasan, kombinasi pupuk dan pestisida yang tepat dan pola tanam yang tepat untuk mencapai usahatani kakao yang lebih produktif dan menguntungkan.

3. Usahatani yang berkelanjutan diharapkan dapat terus terjaga agar warga yang bermata pencarian sebagai petani tetap dapat melanjutkan

usahataninya.

4. Usahatani agroforestri lebih menguntungkan dibandingkan usahatani non agroforestri, sehingga dalam hal ini petani sebaiknya lebih memilih usahatani dengan sistem agroforestri.


(3)

127

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Rahardjo. 2013. Pembangunan Perdesaan : Pendekatan

Partisipatif, Tipologi, Strategi,Konsep Desa Pusat Pertumbuhan. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Arifin, Bustanul. 2005. Pembangunan Pertanian: Paradigma Kebijakan dan Strategi Revitalisasi. PT. Grasindo. Jakarta.

Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

Asysyifa. 2011. Kontribusi Sistem Agroforestri Tradisional Dalam Mendukung Eksistensi Sosial Ekonomi Rumah Tangga (Studi di Desa Sungai Langsat, Kabupaten Banjar). Jurnal Hutan Tropis. Vol.12. Universitas Lambung Mangkurat. Kalimantan Selatan.

Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2012. Lampung Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung, 2013. Lampung Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Pesawaran, 2013. Lampung Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

Batoa, Hartina. Arimbawa, Putu. 2013. Peningkatan Pendapatan Usahatani Kakao melalui Penguatan Kelompok di Kabupaten Kolaka. Universitas Halu Oleo. Kendari.

Cohen. Uphoff. 1997. Rural Development Participation : Concept and Measures For Project Design Implementation and Evaluation. New York : Rural Development Commite-Cornel Univercity.

De foresta, H. and G. Michon, 1997. The Agroforest Alternative to Imperata Grasskands: When Smalholder Agriculture and Forestry Reach

Sustainability. Agroforestry Systen Published by ICRAF, ORSTOM, CIRAD-CP and The Ford Foundation.

Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. 2013. Komoditi Perkebunan Unggulan (Komoditi Kakao). Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, Bandar Lampung.


(4)

128

Ehrhart,Charles, dkk. 2008. Standar Iklim Masyarakat dan Keanekaragaman Hayati Standar (Edisi Ke II). CCBA Standart.

Gautama, Iswara. 2006. Studi Sosial Ekonomi Masyarakat pada Sistem Agroforestri di Desa Lasiwala Kabupaten Sidrap. Jurnal Hutan dan Masyarakat. Vol. 2. Universitas Hasanuddin. Makasar.

Girsang, Lisbet Juwita. 2011. Faktor yang mempengaruhi Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Perbaikan Prasarana Jalan (Kasus PNPM). IPB. Bogor. Hairiah, K., M. A. Sardjono, S. Sabarnurdin. 2003. Bahan Ajaran Agroforestry

1. Pengantar Agroforestry. World Agroforestry Centre (ICRAF). Bogor. Hamilton K, Sjardin M, Peters M, Marcello T. 2011. Building Bridges: state of

the voluntary carbon markets. Ecosystems Market place and Bloomberg New Energy Finance. USA.

Hasyim, H. 2006. Analisis Hubungan Karakteristik Petani Kopi Terhadap

Pendapatan (Studi Kasus: Desa Dolok Seribu Kecamatan Paguran Kabupaten

Tapanuli Utara). Jurnal Komunikasi Penelitian Volume 18 (1). USU. Medan.

Huxley P. 1999. Tropical Agroforestry. Blackwell Science Ltd, UK, ISBN

0-632-04047-5. 371pp

Jaya, Askar. 2004. Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development). Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Kaiya Putri, Irving Clark. 2013. Analisis Pendapatan Petani Kakao di Kabupaten Parigi-Moutong. Jurnal EMBA. Vol.1. Universitas Sam Ratulangi. Manado. Kali, Agustinus. 2011. Analisis Partisispasi Masyarakat Terhadap Perencanaan

dan Pembangunan PLTMH Di Paneki Desa Pombewe Kecamatan Biromaru Kabupaten Sigi. Jurnal Mektek Tahun XIII No.3, September 2011.

Lundgren BO, Raintree JB. 1982. Sustained Agroforestry. In Nestel B (Ed.). 1982.

Agricultural Research for Development. Potentials and Challenges in Asia. ISNAR The Hague. The Netherlands. 37-49.

Mantra, Ida Bagus. 2004. Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial. Pustaka Pelajar Offset. Yogyakarta.

Nasdian, Fredian Tonny. 2003. Materi Kuliah Pengembangan Masyarakat. Program Studi Komunikasi Dan Pengembangan Masyarakat. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ninan, K.N. 2009. Conserving and Valuing Ecosystem Services and


(5)

129

Prasmatiwi, F.E., Irham, Suryantini. A, dan Jamhari. 2010. Analisis

Keberlanjutan Kopi di Kawasan Hutan Kabupaten Lampung Barat dengan Pendekatan Nilai Ekonomi Lingkungan. Jurnal Pelita Perkebunan. Vol. 26. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2013. http://www/iccri.net/. Diakses 2 April 2014. Bandar Lampung.

Raijntjes, C., dkk. 1999. Pertanian Masa Depan: Pengantar Untuk Pertanian Berkelanjutan Dengan Input Luar Rendah. Kanisius. Yogyakarta.

Rakhmawati, R. 2003. Analisis Sosial Ekonomi Kerusakan Hutan di KPH Jatirogo Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.

Rusolono, T. 2006. Model Pendugaan Persediaan Karbon Tegakan agroforestri untuk pengelolaan Hutan Milik Melalui Skema Perdagangan Karbon. IPb. Bogor.

Sabarnurdin S, Budiadi, Suryanto P. 2011. Agroforestri Untuk Indonesia: Strategi

Kelestarian Hutan dan Kemakmuran. Terangkata Media. Yogyakarta.

Sanudin dan Priambodo, Devi. 2013. Analisis Sistem Dalam Pengelolaan Hutan Rakyat Agroforestri di Hulu DAS Citanduy: Kasus di Desa Sukamaju Ciamis. Jurnal Pertanian Tropik Pasca Sarjana FP USU. Vol.1.

Sihotang, Benidiktus.2010. Kakao-Botani Tanaman Kakao-Budidaya Tanaman Kakao – panen dan Pasca Panen. http://www.ideelok.com/budidaya-tanaman/kakao. Diakses 3 April 2014. Bandar Lampung.

Siregar, Tumpul H.S. 1997. Pembudidayaan, pengolahan, dan Pemasaran Cokelat. PT. Penebar Swadaya. Bogor.

Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil – Hasil Pertanian Teori dan Aplikasinya. Raja Grafindo persada. Jakarta.

Soemarwoto, O. 2004. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Edisi 10. Djambatan. Jakarta.

Sohia Hartati, D. Falla dan De Rosari, Bernard. 2011. Analisis Usahatani dan Rantai Pemasaran Kopi Arabika di Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur. Jurnal Pelita Perkebunan. Vol.27. Nusa Tenggara Timur.

Suharjito, Sundawati, Suryanto, dan Utami. 2003. Bahan Ajaran Agroforestry 5. Aspek Sosial Ekonomi dan Budaya Agroforestry. World Agroforestry Centre (ICRAF). Bogor.

Sundawati, dkk. 2008. Aspek Sosial Ekonomi dan Budaya Agroforestri. World Agroforestry Centre (ICRAF). Bogor.


(6)

130

Syakir, M. 2010. Pengaruh Waktu Pengomposan dan Limbah Sagu Terhadap Kandungan Hara, Asam fenolat dan Lignin. Insititut Pertanian Bogor. Bogor.

Umar, Husein. 2002. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Wahyudi T, Panggabean TR, Pujiyanto, editor. 2008. Panduan Lengkap Kakao. Penebar Swadaya. Jakarta.

Widianto, dkk. 2003. Fungsi dan Peran Agroforestri. World Agroforestry Centre (ICRAF). Bogor.

Widjajanto, Danang. Gailea, Rosmaniar. 2008. Kajian Pengembangan Agroforestri untuk Pengelolaan Daerag Aliran Sungai (DAS) Toranda Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi. Universitas Muhammadiyah Palu. Sulawesi Tengah.

Wijayanto, dkk.2003. Peran Agroforestry. World Agroforestry Centre (ICRAF). Bogor.

Winarno, Hendro.2006. Ilmu: Budidaya Tanaman Kakao. http://www.mail-archive.com/agromania@yahoogroups.com/msg00037.html. Diakses pada 2 April 2014. Bandar Lampung.

Yuliana Sulistika, Lalis. 2010. Analisis Pendapatam dan Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan Rakyat. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.