KINERJA JEMBATAN RANGKA BAJA YANG DIPERKUAT DENGAN GFRP (Glass Fiber-Reinforced Polymer)

(1)

ABSTRAK

KINERJA JEMBATAN RANGKA BAJA YANG DIPERKUAT DENGAN GFRP (Glass Fiber-Reinforced Polymer)

Oleh Fery Taurus

Banyak diketahui bahwa pelat (slab decks) merupakan komponen struktur jembatan yang mengalami efek pembebanan secara langsung sehingga mudah mengalami kerusakan, salah satu adalah Jembatan Noenebu yang menjadi objek pada penelitian ini. Jembatan ini terletak pada daerah Kecamatan Kefamenanu Kabupaten Timur Tengah Utara (TTU) Provinsi Nusa Tenggara Timur, telah mengalami penurunan kekuatan dengan tanda-tanda kerusakan yaitu retak-retak pada pelat beton sehingga digunakan material perkuatan beton berupa GFRP. Tujuan penelitian ini untuk membandingkan kinerja pelat lantai jembatan saat sebelum dan sesudah diperkuat dengan GFRP.

Analisis data pada penelitian ini menitikberatkan pada perbandingan hasil defleksi antara pengujian langsung lapangan menggunakan static loading test dengan analisis SAP 2000 dan perhitungan manual terhadap pembebanan lapangan dan standar (RSNI T-02-2005) dengan batasan lendutan maksimum jembatan.

Berdasarkan hasil perhitungan pembebanan lapangan diperoleh: persentase pengurangan hasil defleksi tanpa perkuatan GFRP dibandingkan dengan setelah diberikan perkuatan GFRP pada pengujian langsung lapangan, analisis SAP 2000, dan perhitungan manual secara berurutan yaitu 4,934 %, 0,7097 %, dan -0,6804 %. Berdasarkan hasil defleksi dari perhitungan pembebanan standar: persentase pengurangan hasil defleksi tanpa perkuatan GFRP dibandingkan dengan setelah diberikan perkuatan GFRP pada analisis SAP 2000 dan perhitungan manual secara berurutan yaitu 2,0212 % dan -0,17557 %. Nilai defleksi yang dihitung masih dibawah batas lendutan jembatan L/240 yaitu 18,75 cm.


(2)

ABSTRACT

PERFORMANCE OF STEEL TRUSS BRIDGE WHICH WAS REINFORCED WITH GFRP (Glass Fiber-Reinforced Polymer)

by Fery Taurus

It is well known that plate (slab decks) is a component of the bridge structure having direct loading effect easily damaged, which one of them was Bridge Noenebu as object in this study. This bridge is located in the sub-district of Kefamenanu, Timur Tengah Utara (TTU) regency Nusa Tenggara Timur Province, has been decreasing strength with signs of damage i.e. cracks in the concrete slab that used concrete reinforcement material in the form of GFRP. The purpose of this study to compare the performance of the floor plate before and after the bridge reinforced with GFRP.

Analysis of the data in this study is focused on a comparison of the results of direct testing deflection field with SAP 2000 analysis and manual calculation of loading field and standard (RSNI T-02-2005) with a maximum deflection limit bridge.

Based on the results obtained by calculation of loading field: percentage reduction of deflection test results without the GFRP reinforcement compared to after given the GFRP reinforcement on direct testing field, SAP 2000 analysis, and manual calculation respectively, they are obtained 4.934 %, 0.7097%, and -0,6804 %. Based on the results of the calculation deflection of the loading standard: percentage reduction of deflection test results without the GFRP reinforcement compared to after given the GFRP reinforcement on SAP 2000 analysis and manual calculation respectively, they are obtained 2,0212 % and -0.17557 %. The Values of deflection are calculated still below 18.75 cm as deflection limit L/240.


(3)

KINERJA JEMBATAN RANGKA YANG DIPERKUAT

DENGAN GFRP (Glass Fiber-Reinforced Polymer)

Oleh

FERY TAURUS

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2013


(4)

KINERJA JEMBATAN RANGKA BAJA YANG DIPERKUAT

DENGAN GFRP (

Glass Fiber-Reinforced Polymer

)

(Skripsi)

Oleh FERY TAURUS

0815011056

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG


(5)

Judul Skripsi :

KINERJA JEMBATAN RANGKA BAJA

YANG DIPERKUAT DENGAN GFRP

(Glass Fiber-Reinforced Polymer)

Nama Mahasiswa : Fery Taurus No. Pokok Mahasiswa : 0815011056 Jurusan : Teknik Sipil

Fakultas : Teknik

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II,

Suyadi, S.T., M.T. Ir. Eddy Purwanto, M.T. NIP.197412252005011003 NIP.195512121990101001

2. Ketua Jurusan Teknik Sipil

Ir. Idharmahadi Adha, M.T. NIP 195906171988031003


(6)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Suyadi, S.T., M.T. ...

Sekretaris : Ir. Eddy Purwanto, M.T. ...…………...

Penguji

Bukan Pembimbing : Vera Agustriana N., S.T., M.T. ...………

2. Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung

Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A NIP 19650510 199303 2 008


(7)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, adalah: Nama : Fery Taurus

NPM : 0815011056

Prodi/ Jurusan : S1/ Teknik Sipil

Fakultas : Teknik Universitas Lampung.

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Bandar Lampung, Mei 2013

FERY TAURUS NPM. 0815011056


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 3 Juni 1990, merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Kho Sin Lian dan Ibu Meryana, yang dibesarkan dengan penuh perhatian, kasih sayang dan dukungan penuh dari Keluarga.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Xaverius Bandar Lampung pada tahun 2002 dan menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama Fransiskus Tanjung Karang pada tahun 2005. Kemudian menyelesaikan Sekolah Menengah Atas Fransiskus Bandar Lampung pada tahun 2008. Di SMA Fransiskus Bandar Lampung penulis menjadi anggota Palang Merah Remaja (PMR), menjadi juara III dalam Pekan Ilmiah Remaja (PIR) di SMA Negeri 3 Bandar Lampung tahun 2007, dan penulis mengikuti OSN (Olimpiade Sains Nasional) dalam mata pelajaran Biologi.

Pada Tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan sebagai Mahasiswa Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil, Universitas Lampung melalui jalur Ujian SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Selama menjadi Mahasiswa penulis berkecimpung di dunia organisasi dalam kampus menjadi anggota bidang pengembangan sumber daya mahasiswa di Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil


(9)

(HIMATEKS) pada tahun 2010, menjadi juara II kategori umum pada kegiatan Lomba Penelitian dan Pengembangan Teknologi Terapan dalam tingkat provinsi Lampung tahun 2010, menjadi juara I dalam Lomba Penulisan Ilmiah di Universitas Lampung pada tahun 2010, serta menjadi peserta Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) di Makassar tahun 2011.

Pada bidang akademik penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Struktur Beton 1 pada tahun 2011, asisten Mekanika Rekayasa 3 pada tahun 2011, asisten Struktur Beton 2 pada tahun 2011 dan 2012, asisten Struktur Baja 1 pada tahun 2012 dan asisten Struktur Baja 2 pada tahun 2011 dan 2012, serta asisten Analisa Struktur 1 pada tahun 2012. Penulis melaksanakan Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Bumi Dana Kecamatan Way Tuba Kabupaten Way Kanan pada tahun 2012 selama empat puluh hari. Setelah melakukan KKN penulis melakasanakan Kerja Praktik (KP) di Proyek Pembangunan Restourant Celebrity Entertainment selama tiga bulan.


(10)

Motto

Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan,

orang yang menguasai dirinya, melebihi orang

yang merebut kota.

(Amsal 16:32)

DzGive The Best For Alldz

(Fery Taurus)


(11)

PERSEMBAHAN

Puji Syukurku ku panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

telah memberikan berkat dan anugerahNya kepadaku.

Sebagai perwujudan rasa kasih sayang, cinta,

dan hormatku secara tulus,

Aku mempersembahkan karya ini kepada:

Papaku tersayang Kho Sin Lian (alm.)

Mamaku tercinta Meryana

Kakakku yang kukasihi Vivi Korina

Kedua adikku yang kukasihi Siska Emilia dan

Christin Melinda serta,

Keluarga besar yang telah memberikan dukungan dan doa serta

harapan demi keberhasilanku kelak

Almamamaterku tercinta Teknik Sipil Angkatan 2008

Universitas Lampung


(12)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kinerja Jembatan Rangka Baja Yang Diperkuat Dengan GFRP (Glass Fiber-Reinforced Polymer)”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat akademis untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik pada Fakultas Teknik Universitas Lampung.

Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari hambatan yang datang baik dari dalam ataupun luar diri penulis. Penulisan skripsi ini juga tidak lepas dari bimbingan dan bantuan serta arahan dari berbagai pihak, oleh karena itu Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Dr. Lusmeilia Afriani, S.T., D.E.A., selaku Dekan Fakultas Teknik, Universitas Lampung

2. Bapak Ir. Idharmahadi, M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Lampung.

3. Bapak Suyadi, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing Utama terima kasih atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.


(13)

4. Bapak Ir. Eddy Purwanto, M.T., selaku Dosen Pembimbing Kedua atas bimbingan dan pengarahannya yang sangat berharga dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Vera Agustriana N., S.T., M.T., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritikan dan masukan yang luar biasa untuk menyempurnakan skripsi ini.

6. Bapak Tas'an Junaedi, S.T.,M.T., selaku Pembimbing Akademik (PA), terimakasih atas saran, masukan, dan motivasinya kepada penulis selama penulis menjadi Mahasiswa Teknik Sipil.

7. Seluruh Dosen Jurusan Teknik Sipil yang telah mengajar dan memberikan ilmu yang bermanfaat.

8. Teristimewa untuk kedua orang tuaku tersayang Papa Kho sin Lian dan Mamaku Meryana untuk doa, kasih sayang, dukungan, motivasi, dan pengajaran yang telah diberikan sejak aku kecil hingga saat ini, yang begitu berharga dan menjadi modal bagi kehidupan ku.

9. Kakakku dan Kedua adikku terkasih, Vivi Korina , Siska Emilia dan Christin Melinda terimakasih untuk dukungan,kasih sayang, perhatian, dan canda tawa yang kalian hadirkan yang membuatku menjadi lebih semangat.

10. Keluarga besarku yang selalu berdoa untukku serta dukungan dan motivasinya, terimakasih untuk semuanya.

11. Sahabat terbaik sekaligus saudaraku yang selama empat tahun terakhir ini menemani dan mengisi hari–hari di hidupku Randy Setiawan, Lucia Nathania, Aryanto, Ilham Saputra, Genta Insan Pranata, Chandra Rickson Sinaga, Dini Nurmalia, Liona Dwi Sarisa, Intan Purtiawati dan Sarah


(14)

Dwijayanti terimakasih untuk saat–saat berharga yang telah dihadirkan dan kebersamaan kita selama ini, terimakasih telah menjadi semangat dalam penyusunan laporan kerja praktik dan penyusunan skripsiku dan tugas–tugas selama perkuliahan, terimakasih telah mengajarkan arti sebuah persahabatan selama ini kepadaku, kiranya kita bisa menjadi sahabat selamanya.

12. Teman–teman Mahasiswa Teknik Sipil Angkatan 2008, yang tidak dapat disebutkan satu persatu terimakasih untuk bantuan, kebersamaan, dan canda tawa selama mengerjakan tugas, semoga kita tetap menjalin komunikasi yang baik dalam semangat Teknik Satu Tak Bisa Terkalahkan.

13. Kakak tingkat serta adik tingkat Teknik Sipil angkatan 2006-2012 terimakasih untuk motivasi dan bantuannya selama ini.

14. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Apabila terdapat kekurangan dalam penulisan maupun pada penyusunan skripsi ini, maka penulis menerima saran, masukan, dan kritik dari pembaca sebagai perbaikan skripsi ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bandar Lampung, April 2013 Penulis,


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR NOTASI... v

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Batasan Masalah ... 3

E. Manfaat Penelitian ... 4

F. Lokasi Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Jembatan ... 6

B. Pembebanan Jembatan ... 6

1. Beban Mati... 6

2. Beban Lalu Lintas ... 7

3. Beban Trotoir, Kerb, dan Sandaran ... 11

4. Beban Kejut ... 12

5. Gaya Akibat Tekanan Tanah ... 13

6. Beban Angin ... 13

7. Gaya Akibat Perbedaan Suhu ... 14

8. Gaya Rangkak dan Susut ... 15

9. Gaya Rem ... 16

10. Gaya Akibat Gempa Bumi ... 16

11. Gaya Sentrifugal ... 16

C. Beton ... 17

D. Beton Bertulang... 17


(16)

ii

F. Glass Fiber Reinforced Polymer (GFRP) komposit ... 19

G. Metode Elemen Hingga ... 21

1. Derajat Kebebasan ... 23

2. Sistem Koordinat, Gaya, dan Peralihan ... 23

3. Koordinat Lokal dan Global ... 24

4. Idealisasi Struktur ... 25

5. Kondisi Elastisitas ... 26

6. Kondisi Keseimbangan ... 27

7. Kondisi Kompatibilitas ... 27

H. Rangka ... 29

I. Metode Energi ... 29

J. Rangka Bidang ... 31

III.METODE PENELITIAN... 34

A. Pengumpulan Data ... 35

B. Deskripsi Metode Pengujian Langsung Lapangan ... 36

C. Deskripsi Metode Numerik dengan SAP 2000 ... 39

D. Analisis Hasil Penelitian ... 39

E. Model Jembatan ... 40

F. Diagram Alir Penelitian ... 41

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Hasil Pengujian Langsung Lapangan ... 44

B. Analisis Program SAP 2000 ... 46

C. Perhitungan Manual ... 47

D. Pembebanan Standar Berdasarkan RSNI T-02-2005 ... 49

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 52

A. Simpulan ... 52

B. Saran ... 53 DAFTAR PUSTAKA


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Lokasi Jembatan Noenebu... 5

2. Intensitas beban lajur “D” ... 8

3. Ketentuan beban “T” pada jembatan jalan raya ... 11

4. Sumbu-sumbu koordinat ... 24

5. Idealisasi struktur rangka bidang ... 25

6. Gaya internal N dan gaya nodal elemen fx ... 30

7. Sistem koordinat lokal dan global untuk elemen rangka ... 32

8. Pemasangan Dial Gauge pada jembatan ... 36

9. Penempatan truk pada lajur jembatan ... 36

10.Model Jembatan ... 40

11.Diagram alir penelitian ... 41

12.Diagram alir pengujian langsung lapangan ... 42

13.Diagram alir analisis SAP 2000 ... 43

14.Diagram alir perhitungan manual ... 43


(18)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Berat isi bahan-bahan bangunan ... 6

2. Jumlah jalur lalu lintas ... 8

3. Nilaimodulus elastic Young dan koefisien muai panjang ... 15

4. Typical Dry Fiber Properties ... 20

5. Composite gross laminate properties ... 21

6. Epoxy material properties ... 21

7. Jembatan pada Ruas Jalan Nasional 2010 ... 35

8. Hasil defleksi pelat beton tanpa GFRP ... 44

9. Hasil defleksi pelat beton dengan GFRP ... 44

10.Persentase penurunan akibat tanpa dan dengan GFRP ... 45

11.Defleksi pengujian langsung lapangan pada pelat tengah jembatan... 46

12.Defleksi program SAP 2000 tanpa dan dengan GFRP ... 46

13.Defleksi program SAP 2000 pada pelat tengah jembatan ... 47

14.Defleksi perhitungan manual tanpa dan dengan GFRP ... 48

15.Defleksi perhitungan manual pada pelat tengah jembatan ... 48

16.Defleksi program SAP 2000 tanpa dan dengan GFRP pembebanan standar ... 49

17. Defleksi program SAP 2000 pada pelat tengah jembatan pembebanan standar ... 50


(19)

vii

18.Defleksi perhitungan manual tanpa dan dengan GFRP

pembebanan standar ... 50 19.Defleksi perhitungan manual pada pelat tengah jembatan


(20)

DAFTAR NOTASI

D = Beban lajur termasuk dalam beban lalu lintas

BTR = Beban tersebar merata termasuk dalam beban lajur (kPa) BGT = Beban garis termasuk dalam beban lajur (kN/m)

n1 = jumlah lajur lalu lintas rencana

T = Beban truk termasuk dalam beban lalu lintas (kN) K = Koefisien kejut

L = Panjang bentang (m)

ks = Koefisien gaya sentrifugal (persen) V = Kecepatan rencana (km/jam) R = Jari – jari tikungan (m) A = Luas penampang (m2) I = Inersia lentur (m4) J = Inersia torsi (m4)

Ui = Translasi horizontal pada sumbu nodal (m) Vi = Translasi vertikal pada sumbu nodal (m)

PXi = Beban nodal arah sumbu x (kg) PYi = Beban nodal arah sumbu y (kg) fXi = Gaya nodal arah sumbu x (N) fYi = Gaya nodal arah sumbu y (N) = Tegangan (N/m2)

ε = Regangan

= Tegangan geser (N/m2)

γ = Regangan geser

υ = Poisson ratio

Fm = Momen pada sumbu nodal (Nm) Ex = Deformasi aksial (mm)

N = Gaya internal yang berpasangan dan bekerja pada suatu elemen \ (N)

= Energi eksternal pada setiap elemen = Energi internal pada setiap elemen [K] = Matriks kekakuan

s = Konstanta pegas (kN/m) E = Modulus elastisitas (MPa) C = cos Ø

S = Sin Ø

[T] = Matriks transformasi


(21)

1

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan teknologi dan pembangunan yang semakin cepat di Indonesia memberikan kemajuan pada bahan dan rancangan struktur tersebut. Tetapi dengan terus berkembangnya teknologi bahan dan struktur dituntut juga pemeliharaan untuk mencegah kerusakan pada konstruksi tersebut. Kerusakan struktur tersebut banyak terjadi pada bangunan gedung, jembatan ,dan lain-lain.

Pada jembatan telah banyak diketahui bahwa pelat (slab decks) merupakan komponen struktur jembatan yang mengalami efek pembebanan secara langsung sehingga mudah mengalami kerusakan. Penyebabnya dapat dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya adalah penurunan kemampuan konstruksi selama pemakaian, overloads, amplikasi beban dinamis akibat lemahnya pelat pendekat (pour approach slabs) dan lain – lain.

Jembatan Noenebu yang terletak pada Kecamatan Kefamenanu Kabupaten Timur Tengah Utara (TTU) Provinsi Nusa Tenggara Timur, telah mengalami penurunan kekuatan dengan tanda-tanda kerusakan yaitu retak-retak pada pelat beton. Oleh karena itu, pihak pemerintah melakukan proses pemeliharaan jembatan dengan perkuatan pada pelat beton. Perkuatan pada


(22)

2

Jembatan Noenebu menggunakan Fiber Reinforced Polymer (FRP). Fiber Reinforced Polymer telah lama digunakan di negara-negara maju diantaranya di Amerika, Jepang, dan beberapa negara Eropa. Perkuatan ini telah diaplikasikan pada bangunan, jembatan, dan konstruksi-konstruksi pelabuhan maupun kilang minyak. Walaupun material ini cukup mahal, namun ada beberapa produk yang cukup terjangkau seperti Glass Fiber Reinforced Polymer (GFRP).

Banyak keuntungan yang diperoleh dari penggunaan dari material ini seperti : a)Berat GFRP ringan dibandingkan pelat baja.

b)Tahan terhadap korosi ( Corrotion Resistance ). c)Tahan sinar UV (Ultra Violet).

d)Mudah dalam pelaksanaan sehingga tidak perlu menutup daerah/tempat pelaksanaan.

e)Ongkos buruh yang murah karena tidak perlu menggunakan banyak tenaga buruh.

f)Tidak perlu konstruksi perancah yang banyak karena material ini ringan sehingga tidak perlu supporting selama pelaksanaan pemasangannya. g)Cepat selesai dan dapat segera digunakan setelah selesai perkuatan.

Pada jembatan Noenebu dilakukan uji Static Loading Test sebelum diperkuat dan setelah diperkuat dengan Glass Fiber Reinforced Polymer (GFRP). Dan telah mendapatkan data defleksi pada pelat jembatan. Pada penelitian ini, peneliti ingin menganalisis kinerja jembatan rangka baja lalu lintas yang diperkuat Glass Fiber Reinforced Polymer (GFRP) pada Jembatan Noenebu.


(23)

3

B. Rumusan Masalah

Pelat beton pada tengah bentang yang tertumpu diberikan beban lentur akan menyebabkan serat atas tertekan dan serat bawah tertarik, sebaliknya bila beban lentur bekerja pada tumpuan maka serat atas tertarik dan serat bawah tertekan. Seperti diketahui bahwa salah satu sifat beton adalah lemah terhadap tarik. Oleh karena itu, masalah perkuatan lentur dirumuskan dengan memperkuat lapisan bawah (daerah tarik) dengan bahan GFRP. Dalam kajian ini akan dibahas mengenai analisis perbandingan perkuatan lentur pelat beton jembatan yang diperkuat dengan GFRP menggunakan hasil pengujian langsung lapangan dan metode numerik dengan menggunakan SAP 2000 serta sebagai pembanding adalah analisis tanpa GFRP.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini, antara lain :

1. Membandingkan kinerja pelat lantai jembatan saat sebelum dan sesudah diperkuat dengan GFRP.

2. Menganalisis kemampuan dan kinerja jembatan dengan Static Loading Test.

D. Batasan Masalah

Masalah pada kajian ini dibatasi pada analisis perbandingan perkuatan lentur pelat beton jembatan yang diperkuat dengan GFRP menggunakan hasil pengujian langsung lapangan dan metode numerik dengan menggunakan SAP 2000. Beberapa batasan masalah pada kajian ini adalah :


(24)

4

1. Analisis yang dilakukan terhadap pelat beton bertulang jembatan terbatas pada perkuatan lentur saja, sedangkan perkuatan geser tidak diperhitungkan.

2. Metode yang digunakan dalam analisis adalah metode pengujian langsung lapangan dan metode numerik dengan SAP 2000.

3. Analisis dilakukan pada penampang pelat persegi.

4. Jenis FRP yang digunakan dalam analisis adalah Glass Fiber Reinforced Polymer (GFRP).

5. Analisis dilakukan dengan dibatasi oleh lendutan batas.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Memberi referensi dalam menganalisis perkuatan lentur pelat jembatan beton bertulang yang diperkuat dengan GFRP.

2. Memberi gambaran tentang metode kerja dan pelaksanaan perkuatan pelat jembatan di lapangan.

3. Memperkenalkan material baru yang berguna untuk perkuatan struktur pelat jembatan atau elemen-elemen lainnya.

F. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan pada Jembatan Noenebu yang terletak pada Kecamatan Kefamenanu Kabupaten Timur Tengah Utara (TTU) Provinsi Nusa Tenggara Timur, dengan bujur -9,354223o dan lintang 124,675484o, seperti pada Gambar 1.


(25)

5


(26)

6

BAB II.TINJAUAN PUSTAKA

A. Jembatan

Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain berupa jalan air atau jalan lalu lintas biasa, lembah yang dalam, alur sungai saluran irigasi dan pembuang(Veen, 1990).

B. Pembebanan Jembatan 1. Beban Mati

Beban mati adalah semua beban tetap yang berasal dari berat sendiri jembatan atau bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur tambahan yang dianggap merupakan satu kesatuan tetap dengannya (RSNI T-02-2005). Dalam menentukan besarnya beban mati tersebut, harus digunakan nilai berat isi untuk bahan – bahan bangunan tersebut pada Tabel 1 dibawah ini:

Tabel 1. Berat isi bahan – bahan bangunan

No. Bahan Berat/Satuan Isi Kerapatan Massa

(kN/m3) (kg/m3)

1 Campuran Aluminium 26,7 2720

2 Lapisan permukaan beraspal 22 2240


(27)

7

No. Bahan Berat/Satuan Isi Kerapatan Massa

(kN/m3) (kg/m3)

4 Timbunan tanah dipadatkan 17,2 1760

5 Kerikil dipadatkan 18,8 - 22,7 1920 - 2320

6 Aspal beton 22 2240

7 Beton ringan 12,25 - 19,6 1250 - 2000

8 Beton 22 - 25 2240 - 2560

9 Beton prategang 25 - 26 2560 - 2640

10 Beton bertulang 23,5 - 25,5 2400 - 2600

11 Timbal 111 11400

12 Lempung lepas 12,5 1280

13 Batu pasangan 23,5 2400

14 Neoprin 11,3 1150

15 Pasir kering 15,7 - 17,2 1600 - 1760

16 Pasir basah 18 - 18,8 1840 - 1920

17 Pasir Lunak 17,2 1760

18 Baja 77 7850

19 Kayu (ringan) 7,8 800

20 Kayu (keras) 11 1120

21 Air murni 9,8 1000

22 Air garam 10 1025

23 Besi tempa 75,5 7680

2. Beban Lalu Lintas

Beban lalu lintas merupakan seluruh beban hidup, arah vertikal dan horisontal, akibat aksi kendaraan pada jembatan termasuk hubungannya dengan pengaruh dinamis, tetapi tidak termasuk akibat tumbukan.Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban lajur "D" dan beban truk "T"(RSNI T-02-2005).

Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu


(28)

8

iring– iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur "D" yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri.

Beban “D” didasarkan pada karakteristik jembatan yang memiliki lajur lalu lintas rencana dimana jumlah maksimum lajur lalu lintas untuk berbagai lebar lalu lintas ditentukan pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah jalur lalu lintas

Intensitas beban lajur “D” terdiri dari beban tersebar merata (BTR) yang digabung dengan beban garis (BGT) seperti pada Gambar 2.


(29)

9

Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa, dimana besarnya q tergantung pada panjang total yang dibebani L seperti berikut:

a) Bila L ≤ 30 m; q = 9 kPa

b) Bila L > 30 m; q = 9 (0,5 + (15/L)) kPa dengan pengertian:

q adalah intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan; L adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter).

Panjang yang dibebani L adalah panjang total BTR yang bekerja pada jembatan. BTR harus dipecah menjadi panjang-panjang tertentu untuk mendapatkan pengaruh maksimum pada jembatan menerus atau bangunan khusus. Beban garis (BGT) dengan intensitas P kN/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas P adalah 49,0 kN/m.Untuk mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, BGT kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi dalam arah melintang jembatan pada bentang lainnya.

Penyebaran beban "D" harus disusun pada arah melintang sedemikian rupa sehingga menimbulkan momen maksimum. Penyusunan komponen-komponen BTR dan BGT dari beban "D" pada arah melintang harus sama. Penempatan beban ini dilakukan dengan ketentuan adalah sebagai berikut :


(30)

10

a. Bila lebar jalur kendaraan jembatan kurang atau sama dengan 5,5 m, maka beban "D" harus ditempatkan pada seluruh jalur dengan intensitas 100 % .

b. Apabila lebar jalur lebih besar dari 5,5 m, beban "D" harus ditempatkan pada jumlah lajur lalu lintas rencana (nl) yang berdekatan, dengan intensitas 100 %. Hasilnya adalah beban garis ekuivalen sebesar nl x 2,75 q kN/m dan beban terpusat ekuivalen sebesar nl x 2,75 p kN, kedua – duanya bekerja berupa strip pada jalur selebar nl x 2,75 m;

c. Lajur lalu lintas rencana yang membentuk strip ini bisa ditempatkan dimana saja pada jalur jembatan. Beban "D" tambahan harus ditempatkan pada seluruh lebar sisa dari jalur dengan intensitas sebesar 50 %.

Beban truk "T" adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Tiap as terdiri dari dua bidang kontak pembebanan yang dimaksud sebagai simulasi pengaruh roda kendaraan berat. Ketentuan satu truk "T" diterapkan per lajur lalu lintas rencana seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.

Berat dari masing – masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai


(31)

11

9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.

Gambar 3. Ketentuan beban “T” pada jembatan jalan raya 3. Beban Trotoir, Kerb dan Sandaran

Konstruksi trotoar harus diperhitungkan terhadap beban hidup sebesar 500 kg/m2. Dalam perhitungan kekuatan gelagar karena pengaruh beban hidup pada trotoir, diperhitungkan beban sebesar 60% beban hidup trotoir (Supriyadi, dkk., 2007).

Kerb yang terdapat pada tepi – tepi lantai kendaraan harus diperhitungkan untuk dapat menahan satu beban horizontal kearah melintang jembatan sebesar 500 kg/m’ yang bekerja pada puncak kerb yang bersangkutan atau pada tinggi 25 cm di atas permukaan lantai kendaraan apabila kerb yang bersangkutan lebih tinggi dari 25 cm. Tiang – tiang sandaran pada setiap tepi trotoir harus diperhitungkan untuk


(32)

12

menahan beban horizontal sebesar 100 kg/m’, yang bekerja pada tinggi 90 cm di atas lantai trotoir.

4. Beban Kejut

Untuk memperhitungkan pengaruh – pengaruh getaran – getaran dan pengaruh – pengaruh dinamis lainnya, tegangan – tegangan akibat beban garis “P” harus dikalikan dengan koefisien kejut yang akan memberikan hasil maksimum, sedangkan beban merata “q” dan beban “T” tidak dikalikan dengan koefisien kejut. Koefisien kejut ditentukan dengan rumus :

... (2.1) dengan :

K = koefisien kejut

L = panjang bentang dalam meter, ditentukan oleh tipe konstruksi jembatan (keadaan statis) dan kedudukan muatan garis “P”.

Koefisien kejut tidak diperhitungkan terhadap bangunan bawah apabila bangunan bawah dan bangunan atas tidak merupakan satu kesatuan. Bila bangunan bawah dan bangunan atas merupakan satu kesatuan maka koefisien kejut diperhitungkan terhadap bangunan bawah (Supriyadi, dkk., 2007).


(33)

13

5. Gaya Akibat Tekanan Tanah

Bagian bangunan jembatan yang menahan tanah harus direncanakan dapat menahan tekanan tanah sesuai rumus-rumus yang ada. Beban kendaraan dibelakang bangunan penahan tanah diperhitungkan senilai dengan muatan tanah setinggi 60 cm.

6. Beban Angin

Pengaruh beban angin sebesar 150 kg/m2 pada jembatan ditinjau berdasarkan bekerjanya beban angin horizontal terbagi rata pada bagian vertikal jembatan, dalam arah tegak lurus sumbu memanjang jembatan. Jumlah luas bidang vertikal bangunan atas jembatan yang dianggap terkena oleh angin ditetapkan sebesar suatu persentase tertentu terhadap luas bagian-bagian sisi jembatan dan luas bidang vertikal beban hidup. Angin tekan pada badan vertikal muka angin sebesar 100kg/m2, dan angin isap pada bidang vertikal belakang angin sebesar 50 kg/m2.

Bidang vertikal beban hidup ditetapkan sebagai suatu permukaan bidang yang mempunyai tinggi menerus sebesar 2 meter diatas lantai kendaraan. Dalam menghitung jumlah luas bagian – bagian sisi jembatan yang terkena angin dapat digunakan ketentuan sebagai berikut ini:

a. Kendaraan tanpa beban hidup; untuk jembatan gelagar penuh diambil sebesar 100% luas bidang sisi jembatan yang langsung terkena angin, ditambah 50% luas bidang sisi lainnya, untuk


(34)

14

jembatan rangka diambil sebesar 30% luas bidang sisi jembatan yang langsung terkena angin ditambah 15% luas sisi – sisi lainnya.

b. Kendaraan dengan beban hidup; untuk jembatan diambil sebesar 50% tehadap luas bidang dan untuk beban hidup diambil sebesar 100% luas bidang sisi yang langsung terkena angin.

c. Untuk perletakan tetap perhitungkan beban angin dalam arah longitudinal jembatan yang terjadi bersamaan dengan beban angin yang sama besar dalam arah lateral jembatan, dengan beban angin masing – masing sebesar 40% terhadap luas bidang. Pada jembatan yang memerlukan perhitungan pengaruh angin yang teliti, harus diadakan penelitian khusus.

7. Gaya Akibat Perbedaan Suhu

Peninjauan diadakan terhadap timbulnya tegangan-tegangan struktural karena adanya perubahan bentuk akibat perbedaan suhu antara bagian – bagian jembatan baik yang menggunakan bahan yang sama maupun dengan bahan yang berbeda (Supriyadi, dkk., 2007).

Perbedaan suhu ditetapkan sesuai dengan data perkembangan suhu setempat. Pada umumnya pengaruh perbedaan suhu tersebut dapat dihitung dengan mengambil perbedaan suhu:

a. Bangunan baja

Perbedaan suhu maksimum – minimum =30oC dan perbedaan suhu antara bagian – bagian jembatan =15oC.


(35)

15

b. Bangunan beton

Perbedaan suhu maksimum – minimum =15oC dan perbedaan suhu antara bagian – bagian jembatan < 10oC, tergantung dimensi penampang.

Untuk perhitungan tegangan – tegangan dan pergerakan pada jembatan/bagian – bagian jembatan/perletakan akibat perbedaan suhu dapat diambil nilai modulus elastis Young (E) dan koefisien muai panjang (ε) sesuai Tabel 3 di bawah:

Tabel 3. Nilai modulus elastis Young dan koefisien muai panjang Jenis bahan E (kg/cm2) ε per derajat Celcius

Baja 2,1 x 106 12 x 10-6

beton 2-4 x 105*) 10 x 10-6

Kayu :

• sejajar serat 1 x 105*) 5 x 10-6

• tegak lurus serat 1 x 104*) 50 x 10-6 *)

tergantung pada mutu bahan

8. Gaya Rangkak dan Susut

Pengaruh rangkak dan susut bahan beton terhadap konstruksi, harus ditinjau. Besarnya pengaruh tersebut apabila tidak ada ketentuan lain, dapat dianggap senilai dengan gaya yang timbul turunnya suhu sebesar 15oC (Supriyadi, dkk., 2007).


(36)

16

9. Gaya Rem

Pengaruh gaya – gaya dalam arah memanjang jembatan akibat gaya rem, harus ditinjau. Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan pengaruh gaya rem sebesar 5% dari beban “D” tanpa koefisien kejut yang memenuhi semua jalur lalu lintas yang ada dan dalam satu jurusan.

Gaya rem tersebut dianggap berkerja horizontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,80 meter di atas permukaan lantai kendaraan (Supriyadi, dkk., 2007).

10.Gaya Akibat Gempa Bumi

Pengaruh-pengaruh gempa bumi pada jembatan dihitung senilai dengan pengaruh suatu gaya horizontal pada konstruksi yang ditinjau dan perlu ditinjau pula gaya – gaya lain yang berpengaruh seperti gaya gesek pada perletakan, tekanan hidro – dinamik akibat gempa, tekanan tanah akibat gempa dan gaya angkat apabila pondasi yang direncanakan merupakan pondasi terapung/pondasi langsung (Supriyadi, dkk., 2007).

11.Gaya Sentrifugal

Konstruksi jembatan yang ada pada tikungan harus diperhitungkan terhadap suatu gaya horizontal radial yang dianggap bekerja pada tinggi 1,8 m di atas lantai kendaraan(RSNI T-02-2005).


(37)

17

Gaya horizontal tersebut dinyatakan dalam persen terhadap beban “D” yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas tanpa dikalikan koefisien kejut. Besarnya persentase tersebut dapat ditentukan dengan rumus :

... (2.2) Dengan:

ks : koefisien gaya sentrifugal (persen) V : kecepatan rencana (km/jam) R : jari – jari tikungan (meter)

C. Beton

Beton adalah suatu bahan yang diperoleh dengan mencampurkan semen, agregat kasar, agregat halus, dan air, dengan atau bahan tambahan (admixture) perbandingan tertentu yang membentuk masa padat. Beton mempunyai keunggulan yaitu mudah dibentuk dan kekuatan tekan yang tinggi. Mutu beton dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: mutu bahan-bahan pembentuk beton, cara menakar/mencampur, dan cara pelaksanaan pekerjaan (Murdock, 1999).

D. Beton Bertulang

Beton bertulang adalah beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum yang disyaratkan dengan atau tanpa prategang, dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua material bekerja bersama-sama dalam menahan gaya yang bekerja (SNI 03-2847-2002).


(38)

18

Beton memiliki sifat utama yaitu kuat terhadap beban tekan, maka untuk mengetahui mutu beton, pada umumnya ditinjau terhadap kuat beton tersebut.

E. Perkuatan FRP

Perkuatan adalah suatu cara yang dilakukan untuk meningkatkan kapasitas kemampuan struktur dalam menahan gaya yang bekerja. Ikatan penulangan FRP ke bagian tegangan pada beton bertulang dengan fiber yang dipasang sepanjang bentang dari beton akan menambah kekuatan lentur beton bertulang tersebut. Penambahan perkuatan lentur keseluruhan dari 10 – 160 %. Dalam perhitungan daktilitas dan batas kemampuan layan, didapat pula kekuatan bertambah 5 – 40 %.

FRP merupakan bahan komposit yang terbuat dari serat berkekuatan tinggi dan matriks berupa epoxy yang berguna untuk mengikat serat – serat. Jenis serat umum termasuk aramid, karbon, kaca, dan baja berkekuatan tinggi. Epoxy juga telah dievaluasi dapat digunakan dalam bahan komposit tahan api. FRP memiliki keuntungan yang signifikan atas bahan struktur seperti baja,berat sendiri rendah, tahan korosi dan kemudahan aplikasi. FRP sangat cocok untuk perbaikan struktural dan rehabilitasi elemen beton. Rendahnya berat FRP mengurangi durasi dan biaya konstruksi karena alat berat tidak diperlukan untuk pelaksanaan rehabilitasi. FRP dapat diterapkan sebagai pelat tipis atau lapisan yang berlapis (Balaguru, dkk., 2009).

Asumsi – asumsi yang digunakan untuk menghitung daya tahan terhadap lentur dari penampang yang diperkuat dengan FRP adalah sebagai berikut :


(39)

19

1. Perhitungan desain didasarkan pada dimensi aktual, susunan tulangan dalam, dan material properti yang menjadi perkuatan yaitu GFRP.

2. Regangan pada tulangan dan beton adalah proporsional langsung pada jarak dari sumbu netral, yaitu sebuah garisdari penampang sebelum garis pembebanan sisa setelah dilakukannya pembebanan.

3. Tidak ada slip relatif diantara tulangan FRP dan beton.

4. Deformasi geser di dalam lapis adhesive ditiadakan karena lapisan adhesive yang sangat tipis.

5. Tegangan maksimum yang dipakai pada beton adalah 0,003.

6. Tulangan FRP bersifat elastis linier pada hubungan tegangan dan regangannya hingga failure.

F. Glass Fiber Reinforced Polymer (GFRP) komposit

Glass Fiber Reinforced Polymer(GFRP) komposit merupakan kombinasi material yang terdiri dari pengisi berupa bahan glass fiber yang terikat dengan proses kimia. GFRP memiliki kekuatan hampir 10 kali dari kekuatan baja biasa. GFRP memiliki banyak kelebihan yaitu :

1. Merupakan material yang ringan.

Dengan memiliki berat material yang ringan, GFRP mempermudah proses pengangkutan dan pemasangan.

2. Memiliki kekuatan yang tinggi.

Kekuatan tarik GFRP mencapai 575 MPa dalam bentuk komposit. 3. Tahan terhadap korosi.


(40)

20

5. Tidak bersifat magnetik. 6. Ramah terhadap lingkungan.

7. Mengurangi penggunaan scaffolding & biaya pekerjaan.

8. Dapat digunakan dengan dimensi dan geometri yang tak terbatas.

Adapun kelemahan menggunakan GFRP yaitu : 1. Harga yang relatif mahal.

2. Bahan tersebut masih sulit diperoleh di toko material.

3. Pemasangannya membutuhkan tenaga ahli dan pengawasan yang baik. Karakteristik material GFRP antara lain memiliki modulus tarik sebesar 72,4 GPa, berat jenis sebesar 2,55 gr/cm3 dan lain – lain, seperti pada Tabel 4. Karakteristik material GFRP bersama epoxy menjadi satu kesatuan komposit memiliki modulus tarik sebesar 26,1 GPa dan tebal lapisan sebesar 1,3 mm, seperti pada Tabel 5. Sedangkan material epoxy sebagai pengikat GFRP mempunyai karakteristik yang tertuang pada Tabel 6.


(41)

21

Tabel 5. Composite gross laminate properties

Tabel 6. Epoxy material properties

G. Metode Elemen Hingga

Struktur satu dimensi (1D) adalah suatu idealisasi dari bentuk yang sebenarnya dianggap merupakan gabungan dari elemen 1 dimensi (elemen rangka, balok, grid dan portal) untuk kemudian dilakukan analisis perhitungan (Katili,2008). Secara umum tipe struktur yang demikian maupun


(42)

22

kombinasinya dinamakan struktur skeletal. Filosofi desainnya membutuhkan perilaku elastis linier akibat beban kerja. Walaupun pada konsep beban batas telah diterima dalam perhitungan, namun konsep ini tetap tergantung pada analisis linier dalam perhitungan distribusi beban dan gaya internal.

Pada dasarnya perilaku semua tipe struktur 1D, 2D, atau 3D (rangka / balok / portal, pelat/cangkang atau solid) dapat dijabarkan dalam bentuk persamaan diferensial. Dalam praktiknya, penulisan persamaan diferensial untuk struktur 1D sering kali tidak perlu karena struktur tersebut dapat diperlakukan sebagai penggabungan elemen 1D (1 dimensi). Solusi eksak untuk persamaan diferensial untuk tiap elemen 1D telah dikenal lama. Solusi ini dapat dinyatakan dalam bentuk relasi antara gaya dan peralihan pada ujung-ujung elemen. Kombinasi yang tepat dari relasi ini dengan persamaan keseimbangan dan kompatibilitas pada simpul dan perletakan menghasilkan sebuah sistem persamaan aljabar yang menggambarkan perilaku struktur.

Metode elemen hingga adalah salah satu metode pendekatan untuk memperoleh solusi numerik yang praktis. Metode ini tidak membutuhkan konsep teori dasar yang baru dalam mekanika struktur. Konsep dasar metode ini adalah bahwa struktur kontinu dapat dimodelisasi secara diskritisasi menjadi struktur diskrit. Struktur diskrit terbentuk dari gabungan elemen yang perilakunya mewakili perilaku struktur kontinu. Perilaku masing-masing elemen digambarkan dengan fungsi pendekatan yang mewakili peralihan dan tegangan yang akhirnya dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan matriks.


(43)

23

Solusi numerik dalam analisis struktur membutuhkan penyusunan sistem persamaan matriks yang terkadang sangat besar.

Dalam teknik sipil, metode ini juga dapat diaplikasikan pada tipe strukur 1 D. Metode elemen hingga untuk struktur 1 D membutuhkan penyusunan relasi dalam bentuk matriks yang menggabungkan gaya nodal dengan peralihan model. Kata gaya disini termasuk gaya normal, gaya transversal, dan gaya momen, sedangkan kata peralihan disini termasuk translasi dan rotasi.

Hubungan dapat diperoleh dengan mudah untuk elemen lurus berpenampang seragam (batang prismatis) yang penyelesaiannya memberikan solusi eksak pada semua titik nodal. Sementara itu, pada balok non prismatik dan balok lengkung, solusi yang diperoleh dengan metode ini adalah solusi pendekatan. Pada metode ini, semua relasi untuk setiap elemen struktur dapat digabungkan menjadi persamaan simultan untuk seluruh struktur dengan mengikuti syarat keseimbangan dan kompatibilitas.

1. Derajat Kebebasan

Prinsip derajat kebebasan (d.k) atau degree of freedom (d.o.f) berkaitan erat dengan pengertian yaitu translasi atau rotasi nodal pada struktur akibat pembebanan.

2. Sistem Koordinat, Gaya, dan Peralihan

Sebagai suatu acuan untuk menjabarkan besaran dan arah dari suatu gaya, atau peralihan yang bekerja dan terjadi pada suatu struktur skeletal, atau untuk menggambarkan dan menentukkan kedudukan kedudukan dan ukuran dari suatu struktur biasanya digunakan suatu sistem sumbu


(44)

24

koordinat. Sistem koordinat yang dipakai pada penulisan ini adalah sumbu koordinat kartesian dan untuk kasus bidang digunakan dua buah arah sumbu , yaitu sumbu X dan Y yang saling tegak lurus, sedangkan untuk kasus ruang digunakan tiga arah sumbu, sumbu X, Y, dan Z yang saling tegak lurus.

3. Koordinat Lokal dan Global

Langkah awal untuk membentuk formasi dari vektor – vektor gaya dan peralihannya pada struktur 1D adalah mendefinisikan nodal – nodal elemen dan nodal-nodal struktur secara keseluruhan ke dalam sumbu – sumbu koordinat. Untuk mendefinisikan nodal – nodal setiap elemen biasanya menggunakan apa yang disebut sebagai koordinat lokal xy sedangkan untuk nodal-nodal yang mewakili struktur secara keseluruhan menggunakan koordinat global XY seperti pada Gambar 4.


(45)

25

4. Idealisasi Struktur

Untuk mempermudah dalam menganalisis struktur, bentuk struktur sebenarnya harus diidealisasi misalnya ke dalam bentuk struktur 1D yang diartikan struktur tersebut terbentuk oleh elemen – elemen lurus yang mempunyai ukuran – ukuran seperti panjang, lebar dan tebal tertentu.

Daya tahan elemen – elemen struktur ditentukan oleh properti materialnya seperti modulus elastisitas E, angka poisson υ dan ditentukan pula oleh properti geometriknya, seperti luas penampang A, inersia lentur I, dan inersia torsi J. Sementara itu, perilaku nodal penghubung elemen – elemen untuk struktur secara keseluruhan dapat diasumsikan berperilaku sebagai sendi, semi kaku, atau kaku.

Untuk mempermudah pengertian tentang konsep idealisasi struktur ini dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini :

Gambar 5. Idealisasi struktur rangka bidang

Semua nodal pada struktur rangka bidang sederhana ini biasanya diasumsikan sebagai sendi dimana peralihannya pada setiap nodal i hanya berupa translasi yaitu tanslasi horizontal Ui dan vertikal Vi (buah d.k. untuk setiap nodal). Semua beban yang bekerja pada struktur ini


(46)

26

pada umunya diidealisasikan bekerja pada nodal struktur tersebut sehingga sering disebut sebagai beban nodal (Pi). Beban nodal ini selanjutnya ditransfer ke setiap elemen yang bertemu pada nodal yang sama, sehingga setiap elemen mempunyai gaya nodal elemen.

Untuk mempermudah analisis, semua vektor gaya diuraikan menjadi vektor-vektor gaya dalam arah setiap sumbu koordinat yang tentunya menggunakan prinsip-prinsip penguraikan vektor, di mana beban nodal menjadi PXi dan PYi, sedangkan gaya nodal masing – masing elemen menjadi fXi dan fYi. Prinsip keseimbangan berlaku pada nodal tersebut, yaitu dimana resultan vektor gaya haruslah sama dengan nol. Bila kita menjumlahkan vektor-vektor gaya nodal elemen pada nodal i (fXi dan fYi), sesuai dengan arah X dan Y global, maka akan diperoleh resultan gaya, yaitu gaya nodal struktur (Fxi dan Fyi) yang nilainya sama dengan beban nodal yang bekerja, yaitu FXi = PXi dan FYi = PYi. Bila tidak ada beban luar bekerja pada nodal tersebut, maka FXi = 0 dan FYi= 0.

5. Kondisi Elastisitas

Kondisi ini menyatakan bahwa pada setiap titik pada sebuah struktur, tegangan-tegangan yang terjadi berbanding lurus terhadap regangan-regangannya. Kondisi ini dinyatakan dalam persamaan tegangan-regangan atau dikenal sebagai persamaan konstitutif yang berlaku pada material struktur. Untuk kasus satu dimensi, hubungan antara tegangan dan regangan atau perbandingannya ditentukan oleh modulus elastisitas untuk tegangan regangan dan modulus geser untuk tegangan regangan


(47)

27

geser. Hubungan-hubungan ini selanjutnya dikenal sebagai hukum Hooke.

... (2.3) ... (2.4)

Modulus elastisitas dan modulus geser untuk elemen linier elastis yang dihubungkan oleh suatu angka perbandingan, yaitu Poisson Ratio υ yaitu suatu perbandingan antara regangan lateral dengan regangan aksialnya.

6. Kondisi Keseimbangan

Kondisi ini harus terpenuhi untuk sebagian dan seluruh bagian dari struktur, yaitu keseimbangan antara gaya-gaya internal dan beban-beban, baik pada elemen ataupun pada struktur.

Kondisi kesetimbangan untuk kasus dua dimensi harus memenuhi persamaan-persamaan kesetimbangan sebagai berikut :

∑FX = 0 ∑FY = 0 ∑FZ = 0 ∑Fmx = 0 ∑Fmy = 0 ∑Fmz = 0

Di mana penjumlahan semua gaya F setiap arah sumbu X, Y, dan Z adalah sama dengan nol dan penjumlahan semua momen Fm terhadap sumbu X, Y dan Z sama dengan nol baik untuk setiap nodal, setiap elemen. ataupun pada tumpuan struktur.

7. Kondisi Kompatibilitas

Kondisi ini mensyaratkan bahwa peralihan untuk semua titik pada suatu struktur yang terbebani harus kompatibel dengan seluruh peralihan pada struktur. Peralihan tersebut harus kontinu sehingga struktur masih tetap


(48)

28

bersatu akibat pembebanan. Interpretasi dari pernyataan ini tidak terlepas dari kondisi batas struktur yang telah ditentukan.

Dengan demikian pada saat struktur dibagi-bagi menjadi elemen – elemen, kondisi kompatibilitas memerlukan beberapa persyaratan sebagai berikut:

a. Peralihan nodal yang merupakan pertemuan beberapa elemen haruslah kontinu dan pergerakannya selalu bersama.

b. Peralihan nodal struktur harus konsisten dengan perilaku nodal yang telah ditetapkan.

c. Peralihan nodal pada tumpuan harus memenuhi kondisi batas dari peralihan yang telah ditentukan sebelumnya.

Jadi pada prinsipnya, kondisi kompatibilitas mempunyai ketentuan – ketentuan yang harus terpenuhi pada suatu analisis struktur, yaitu sebagai berikut:

a. Seluruh elemen struklur yang terangkai pada suatu nodal – nodal sebelum dan setelah pembebanan atau setelah berdeformasi akibat beban harus tetap terangkai pada nodal yang sama.

b. Nodal – nodal pada semua elemen yang terangkai oleh suatu nodal kaku harus mengalami peralihan translasi dan rotasi yang sama.


(49)

29

H. Rangka

Definisi truss (rangka) adalah konstruksi yang tersusun dari batang-batang tarik dan batang-batang tekan saja, umumnya dari baja, kayu, atau paduan ringan guna mendukung atap atau jembatan, umumnya hanya memperhitungkan pengaruh aksial saja.

a. Truss 2 dimensi : truss yang dapat menahan beban pada arah datar saja (sumbu x, y) umumnya beban yang bekerja adalah beban terpusat nodal. b. Truss 3 dimensi : truss yang dapat menahan beban pada semua arah

(sumbu x, y dan z) umumnya beban yang bekerja adalah beban terpusat nodal.

I. Metode Energi

Deformasi aksial pada rangka didefinisikan sebagai ex= ∂u/∂x. Untuk elemen rangka, deformasi aksial diperoleh: ex= a2 atau

... (2.5)

... (2.6) Berdasarkan rumus Hooke untuk material linier, elastis, isotrop, dan homogen, tegangan dapat dinyatakan sebagai:

... (2.7) Gaya internal yang bekerja secara aksial pada sumbu batang adalah:

... (2.8)

Secara teoritis N adalah gaya internal yang berpasangan dan bekerja pada suatu elemen diferensial dx. Nilai positif berarti N adalah gaya internal


(50)

30

mengalami tarik dan nilai negatif berarti N adalah gaya internal menerima tekan seperti pada Gambar 6.

Gambar 6. Gaya internal N dan gaya nodal elemen fx

Persamaan energi internal pada setiap elemen balok rangka dengan mengabaikan tegangan inisial:

... (2.9)

dengan

... (2.10)

Persamaan energi eksternal pada setiap elemen balok rangka:

... (2.11)

Bila tidak ada beban terdistribusi dan tidak ada efek perubahan temperatur maka: ... (2.12)

Dengan demikian, persamaan energi elemen dapat dinyatakan sebagai:

... (2.13) Dengan menerapkan teori Castilago, yaitu:

... (2.14)

Maka diperoleh:

... (2.14) atau dalam bentuk matriks persamaan elemen dapat dinyatakan:


(51)

31

di mana [K] disebut matriks kekakuan elemen, dan koefisien didefinisikan sebagai: ... (2.16)

dengan i = 1 sampai 2 dan j = 1 sampai 2.

Dengan mensubstitusi fungsi bentuk maka didapat:

... (2.17)

EA/L adalah kekakuan aksial dari elemen. Elemen tersebut berperilaku seperti pegas, dengan konstanta pegas s = EA/L dalam satuan KN/m.

J. Rangka Bidang

Struktur rangka bidang adalah gabungan dari elemen rangka yang dapat berartikulasi pada kedua ujungnya dan hanya mentransmisikan gaya – gaya translasi pada nodal-nodal gabungan. Elemen dengan dua nodal didefinisikan dalam sistem koordinat lokal (x-y), untuk kemudian selanjutnya didefinisikan dalam koordinat global (X-Y). Tipe elemen itu umumnya dapat digabungkan untuk mendapatkan elemen portal bidang untuk memerankan efek deformasi aksial e pada struktur portal. Dalam hal praktis, ia digunakan untuk mengevaluasi secara cepat distribusi gaya-gaya internal pada struktur tipe menara, atap, jembatan rangka, dan sebagainya.

Sebuah elemen rangka pada Gambar 7 terdapat koordinat lokal adalah xy dan koordinat global adalah XY. Sumbu .x mengarah pada sudut Φ dan bernilai positif bila dihitung berlawanan arah jarum jam dari sumbu Xmenuju sumbu x. Dalam sistem koordinat global, setiap nodal i memiliki gaya horizontal fXi, gaya vertikal fYi. peralihan horizontal Ui, dan peralihan vertikal Vi. Jadi


(52)

32

setiap elemen memiliki empat derajat kebebasan. U1, V1, U2 dan V2. Dari Gambar 7, pemahaman transformasi dk dari sistem lokal ke sistem global pada nodal l dan nodal 2.

Gambar 7. Sistem koordinat lokal dan global untuk elemen rangka u2 = U2 cosØ + V2 sinØ dan u2 = U2 cosØ + V2 sinØ ... (2.18) Jika asumsi C = cosØ dan S = sinØ maka persamaan adalah

... (2.19)

atau secara simbolik ... (2.20) relasi invers memberikan: ... (2.21) di mana [T] adalah matriks transformasi.

Karena energi internal adalah suatu besaran skalar, maka dapat menghitungnya dalam sistem koordinat lokal maupun global tanpa mengubah nilainya.

... (2.22) ... (2.23) ... (2.24)


(53)

33

atau dapat ditulis sebagai:

... (2.25)

di mana:

... (2.26)

... (2.27)

Persamaan – persamaan kekakuan elemen dalam sistem koordinat global dapat diperoleh dengan menggunakan teori Castigliano:

= ... (2.28)

atau secara simbolik dapat ditulis sebagai:

... (2.29) Matriks kekakuan elemen memiliki pola yaitu:

... (2.30)

... (2.31)


(54)

III. METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini menggunakan metode-metode dengan analisis studi kasus yang dilakukan yaitu metode pengujian langsung lapangan dengan Static Loading Test pada pelat jembatan dan metode numerik dengan SAP 2000.

Metode pengujian langsung lapangan dilakukan uji Static Loading Test pada Jembatan Noenebu yang memiliki panjang 45 meter dengan 9 segmen kemudian memilih 1 segmen di tengah bentang dari jembatan. Pengujian langsung lapangan diberikan perlakuan pembebanan kendaraan pada titik lemah pelat tengah jembatan sesuai standar pembebanan jembatan. Perlakuan ini dilakukan sebelum dan sesudah diberi perkuatan GFRP pada Jembatan Noenebu mendapatkan hasil defleksi terhadap pembebanan yang dilakukan.

Metode numerik dengan menggunakan SAP 2000 dilakukan modeling dengan perlakuan yang sama pada pelat jembatan beton bertulang yaitu sebelum dan sesudah diberi perkuatan GFRP sehingga didapatkan hasil berupa gaya-gaya dalam, defleksi, dan lain-lain. Setelah didapatkan hasil dari masing-masing metode kemudian dilakukan perbandingan hasil dari masing-masing metode.


(55)

35

A. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan agar proses analisis perkuatan lentur balok beton bertulang dapat dilakukan. Data yang digunakan dalam analisis terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diambil dari data hasil pengujian langsung lapangan dengan Static Loading Test menggunakan Dial Gauge. Data sekunder diambil dari hasil penelitian dan data kajian pada jurnal.

Pada penelitian ini akan dibahas metode-metode yang terkait dengan analisis studi dimana pada jembatan Noenebu yang ditinjau merupakan salah satu jembatan pada ruas jalan nasional, yang tercantum dalam Tabel 7.


(56)

36

B. Deskripsi Metode Pengujian Langsung Lapangan

Pada pengujian langsung lapangan yang dilakukan sebagai berikut:

1. Pengecekan eksisting jembatan meliputi kondisi lapangan, profil gelagar, dan lain-lain.

2. Pemberian tanda warna pada tengah pelat beton pada tengah bentang jembatan.

3. Pemasangan Dial Gauge pada pelat beton dan gelagar sesuai Gambar 8 di bawah ini:

Gambar 8. Pemasangan Dial Gauge pada jembatan

4. Menempatkan truk sebagai pembebanan sebelum pemasangan GFRP, pada tanda warna pada masing-masing lajur seperti Gambar 9 di bawah:


(57)

37

5. Pengambilan data hasil pembacaan Dial Gauge berupa penurunan atau defleksi sebelum pemasangan GFRP.

6. Persiapan permukaan, dimana semua jenis lapis permukaan atau pelindung permukaan struktur beton yang akan diperkuat dengan bahan fiber harus dibersihkan sampai permukaan beton yang kuat. Apabila pada permukaan beton atau selimut beton mengelupas, atau terjadi karat, gompal dan atau retak, maka permukaan atau struktur beton tersebut harus diperbaiki terlebih dahulu. Pastikan semua kondisi permukaan struktur beton telah diperbaiki, dan jika diperlukan mungkin adanya perbaikan atau penambahan baja tulangan terlebih dahulu.

7. Pencampuran bahan fiber dengan epoxy, batas temperatur pencampuran bahan epoxy harus berada pada batasan antara 10o – 38o C. Bahan epoxy harus dicampur dengan komposisi atau proporsi yang telah ditetapkan dari pabrik pembuat selama 3 – 5 menit dengan mesin pengaduk kecepatan rendah. Bahan epoxy tersebut tidak melebihi batasan waktu pencampuran sesuai dengan penunjuk dari pabrik pembuat. Semua persyaratan pencampuran baik untuk bahan epoxy resin maupun serat fiber harus akurat sesuai dengan petunjuk pada setiap petunjuk yang tertulis pada setiap bungkusan.

8. Pemasangan fiber composite ( EPOXY Tyfo S dan GFRP type SEH 51A sebanyak 2 lapis ), semua permukaan struktur beton yang akan diperkuat dan yang telah bersih serta dengan dimensi yang disyaratkan diberi lapisan epoxy dengan menggunakan kuas. Kemudian serat fiber yang diberi lapisan dengan epoxy dipasangkan pada struktur beton dengan


(58)

38

menggunakan rol untuk menekan sesuai dengan arah serat yang disyaratkan dalam perancangan. Fiber yang dipasang tersebut harus sedemikian melekat pada struktur beton sampai terjadinya kesatuan (tidak ada rongga antara bahan fiber dengan struktur beton), dan dipasang sesuai dengan arah serat yang disyaratkan. Untuk bagian sambungan bahan fiber composite harus dilakukan overlap antara lapis awal dan lapis berikutnya pada arah serat yang disyaratkan sebesar 150 mm dan 75 mm untuk arah serat yang lain. Setelah selesai pemasangan lapis pertama, semua rongga udara harus dikeluarkan dengan menekan permukaan fiber dengan menggunakan tangan sehingga seragam, dan menghasilkan permukaan akhir yang disyaratkan. Pemasangan lapisan pertama dilakukan pada bagian vertikal dan diberikan waktu 40 menit untuk masa penjenuhan dan pengeringan, kemudian memasang kembali lapis kedua pada bagian horizontal.

9. Curing

Waktu curing bahan fiber composite adalah 49 - 72 jam dan tergantung pada batas temperatur udara pada waktu pemasangan. Temperatur curing harus dijaga sedemikian dalam batasan yang disyaratkan. Bahan fiber composite yang telah mengeras harus mempunyai ketebalan yang merata dan saling mengikat antar lapisan tanpa menunjukkan adanya udara yang terjebak.

10.Pengujian dapat dilakukan kembali antara 49-72 jam dari selesainya pemasangan lapis kedua.


(59)

39

11.Pengujian pembebanan setelah di pasang GFRP kemudian membaca defleksi pada Dial Gauge.

C. Deskripsi Metode Numerik dengan SAP 2000

Pada metode numerik dengan SAP 2000 dilakukan sebagai berikut: 1. Pembuatan geometri sesuai kondisi jembatan.

2. Pendefinisian struktur jembatan.

3. Menentukan pembebanan sesuai yang terjadi pada pengujian langsung lapangan dan pembebanan standar berdasarkan RSNI T-02-2005 tentang pembebanan untuk jembatan.

4. Proses analisis.

5. Membahas hasil analisis berupa gaya-gaya dalam dan terutama defleksi.

D. Analisis Hasil Penelitian

Analisis hasil dari penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan secara langsung hasil defleksi dari sebelum dan sesudah penggunaan GFRP pada pelat beton bertulang jembatan menggunakan metode pengujian langsung dan metode numerik SAP 2000 serta perhitungan manual, kemudian menganalisisnya.


(60)

40

E. Model Jembatan

Jembatan Noenebu memiliki panjang 45 meter dan lebar melintang jembatan sebesar 7 meter yang menghubungkan daerah Maubesi dan Nesam seperti pada Gambar 10.


(61)

41

F. Diagram Alir Penelitian

Diagram alir secara keseluruhan proses penelitian seperti Gambar 11. Sedangkan Gambar 12, Gambar 13, dan Gambar 14 merupakan bagian proses penelitian yang diperinci.

Gambar 11. Diagram alir penelitian Start

Pengujian langsung lapangan

Static Loading Test

Pemodelan

Pembebanan standar

End Perhitungan manual Analitis

Analisis SAP 2000

Pembebanan sesuai pengujian langsung lapangan

Cek berdasarkan lendutan maksimum (L/240)

Pembebanan lapangan

Defleksi Defleksi

Hasil defleksi


(62)

42

Gambar 12. Diagram alir pengujian langsung lapangan Pengujian langsung lapangan

Static Loading Test

Survei eksisting lapangan

Pemberian tanda pada tengah pelat jembatan

Pemasangan Dial Gauge

Penempatan kendaraan dan pengukuran defleksi

Pemasangan GFRP dan dilakukan lagi pengukuran defleksi pelat

Start


(63)

43

Gambar 13. Diagram alir analisis SAP 2000

Gambar 14. Diagram alir perhitungan manual Pemodelan 3 dimensi

Pembebanan

Defleksi Analisis SAP 2000

Periode alami

End Start

Pemodelan 2 dimensi

Pembebanan

Defleksi Perhitungan Manual

Periode alami

End Start


(64)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil perhitungan dan pengujian lapangan pada pelat jembatan dengan perkuatan GFRP didapat beberapa simpulan sebagai berikut :

1. Penggunaan GFRP pada pelat beton jembatan memberikan peningkatan kekuatan penampang dan mengurangi defleksi yang terjadi. Hal ini disebabkan GFRP dan beton menjadi bahan komposit yang memiliki modulus tarik dan elastisitas yang cukup besar.

2. Kinerja pelat beton jembatan sebelum diberikan perkuatan GFRP diperoleh hasil defleksi sebesar 7,905 mm dan setelah diberikan perkuatan GFRP diperoleh hasil defleksi sebesar 7,515 mm, serta persentase penurunan yang terjadi sebesar 4,934 %. Hal ini dapat dikarenakan adanya kontribusi perkuatan GFRP dalam menahan beban tegangan tarik pada penampang pada saat pengujian static loading test. 3. Nilai defleksi yang didapat dari perhitungan analisis SAP 2000 dengan

perkuatan GFRP pada pembebanan standar maupun pembebanan yang terjadi di lapangan lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil analisis SAP 2000 tanpa perkuatan GFRP.

4. Hasil dari perhitungan perhitungan manual dengan memodelkan jembatan sebagai rangka batang 2 dimensi dengan perkuatan GFRP


(65)

53

diperoleh hasil lebih besar daripada tanpa perkuatan GFRP karena GFRP menjadi beban atau massa tambahan yang terjadi.

5. Lendutan atau defleksi yang terjadi akibat pembebanan lapangan dan pembebanan standar masih lebih rendah daripada nilai batas lendutan maksimum, sehingga jembatan masih aman untuk digunakan.

6. Dalam menganalisis jembatan dengan perhitungan manual didapatkan bahwa rangka batang dengan gelagar memanjang dan melintang merupakan satu kesatuan struktur.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah sebagai berikut :

1. Dalam melakukan perhitungan dengan analisis SAP 2000 dan analisis manual diperlukan ketelitian dalam pemakaian rumus dan parameter yang digunakan agar tidak terjadi kesalahan perhitungan.

2. Dalam mendesain model manual jembatan lebik baik menggunakan model 3 dimensi dikarenakan lebih teliti daripada rangka batang bidang model 2 dimensi.


(66)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2002. ”Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002)”. Badan Standarisasi Nasional.

Anonim, 2005. ”Pembebanan Untuk Jembatan (RSNI T-02-2005)”. Badan

Standarisasi Nasional.

Balaguru, P., A. Nanni and J. Giancaspro, 2009. “FRP Composites for Reinforced and Prestressed Concrete Structures”. published in the UK by Taylor & Francis.

Katili, I. 2008. ”Metode Elemen Hingga untuk Skeletal”. Rajawali Press, Jakarta. Murdock, L. J., dan Brook K. M., (diterjemahkan oleh Stephanus Hendrako), 1999.

”Bahan dan Praktek Beton”. Edisi kelima, Penerbit Erlangga, Bandung.

Supriyadi, B., dan Muntohar, A.S.. 2007. “Jembatan”. Edisi pertama. Penerbit: Beta Offset


(1)

41

F. Diagram Alir Penelitian

Diagram alir secara keseluruhan proses penelitian seperti Gambar 11. Sedangkan Gambar 12, Gambar 13, dan Gambar 14 merupakan bagian proses penelitian yang diperinci.

Gambar 11. Diagram alir penelitian Start

Pengujian langsung lapangan

Static Loading Test

Pemodelan

Pembebanan standar

End Perhitungan manual Analitis

Analisis SAP 2000

Pembebanan sesuai pengujian langsung lapangan

Cek berdasarkan lendutan maksimum (L/240)

Pembebanan lapangan

Defleksi Defleksi

Hasil defleksi mendekati sama


(2)

42

Gambar 12. Diagram alir pengujian langsung lapangan Pengujian langsung lapangan

Static Loading Test

Survei eksisting lapangan

Pemberian tanda pada tengah pelat jembatan

Pemasangan Dial Gauge

Penempatan kendaraan dan pengukuran defleksi

Pemasangan GFRP dan dilakukan lagi pengukuran defleksi pelat

Start


(3)

43

Gambar 13. Diagram alir analisis SAP 2000

Gambar 14. Diagram alir perhitungan manual Pemodelan 3 dimensi

Pembebanan

Defleksi Analisis SAP 2000

Periode alami

End Start

Pemodelan 2 dimensi

Pembebanan

Defleksi Perhitungan Manual

Periode alami

End Start


(4)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil perhitungan dan pengujian lapangan pada pelat jembatan dengan perkuatan GFRP didapat beberapa simpulan sebagai berikut :

1. Penggunaan GFRP pada pelat beton jembatan memberikan peningkatan kekuatan penampang dan mengurangi defleksi yang terjadi. Hal ini disebabkan GFRP dan beton menjadi bahan komposit yang memiliki modulus tarik dan elastisitas yang cukup besar.

2. Kinerja pelat beton jembatan sebelum diberikan perkuatan GFRP diperoleh hasil defleksi sebesar 7,905 mm dan setelah diberikan perkuatan GFRP diperoleh hasil defleksi sebesar 7,515 mm, serta persentase penurunan yang terjadi sebesar 4,934 %. Hal ini dapat dikarenakan adanya kontribusi perkuatan GFRP dalam menahan beban tegangan tarik pada penampang pada saat pengujian static loading test. 3. Nilai defleksi yang didapat dari perhitungan analisis SAP 2000 dengan

perkuatan GFRP pada pembebanan standar maupun pembebanan yang terjadi di lapangan lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil analisis SAP 2000 tanpa perkuatan GFRP.

4. Hasil dari perhitungan perhitungan manual dengan memodelkan jembatan sebagai rangka batang 2 dimensi dengan perkuatan GFRP


(5)

53

diperoleh hasil lebih besar daripada tanpa perkuatan GFRP karena GFRP menjadi beban atau massa tambahan yang terjadi.

5. Lendutan atau defleksi yang terjadi akibat pembebanan lapangan dan pembebanan standar masih lebih rendah daripada nilai batas lendutan maksimum, sehingga jembatan masih aman untuk digunakan.

6. Dalam menganalisis jembatan dengan perhitungan manual didapatkan bahwa rangka batang dengan gelagar memanjang dan melintang merupakan satu kesatuan struktur.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah sebagai berikut :

1. Dalam melakukan perhitungan dengan analisis SAP 2000 dan analisis manual diperlukan ketelitian dalam pemakaian rumus dan parameter yang digunakan agar tidak terjadi kesalahan perhitungan.

2. Dalam mendesain model manual jembatan lebik baik menggunakan model 3 dimensi dikarenakan lebih teliti daripada rangka batang bidang model 2 dimensi.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2002. ”Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002)”. Badan Standarisasi Nasional.

Anonim, 2005. ”Pembebanan Untuk Jembatan (RSNI T-02-2005)”. Badan

Standarisasi Nasional.

Balaguru, P., A. Nanni and J. Giancaspro, 2009. “FRP Composites for Reinforced and Prestressed Concrete Structures”. published in the UK by Taylor & Francis.

Katili, I. 2008. ”Metode Elemen Hingga untuk Skeletal”. Rajawali Press, Jakarta. Murdock, L. J., dan Brook K. M., (diterjemahkan oleh Stephanus Hendrako), 1999.

”Bahan dan Praktek Beton”. Edisi kelima, Penerbit Erlangga, Bandung.

Supriyadi, B., dan Muntohar, A.S.. 2007. “Jembatan”. Edisi pertama. Penerbit: Beta Offset