Analisa Kinerja Struktur Beton Bertulang dengan Kolom yang Diperkuat dengan Lapis Carbon Fiber Reinforced Polymer (CFRP).

(1)

ANALISA KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG

DENGAN KOLOM YANG DIPERKUAT DENGAN LAPIS

CARBON FIBER REINFORCED POLYMER (CFRP)

TUGAS AKHIR

Oleh :

I Putu Edi Wiriyawan NIM: 1004105101

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA


(2)

i

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kinerja dari struktur beton bertulang dengan Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) yang diperkuat dengan penambahan lapisan Carbon Reinforced Polymer (CFRP) sebagai

external confinement sebanyak 3 lapis dan 5 lapis. Analisis dilakukan dengan memodel 3 jenis struktur menggunakan SAP 2000v15. Struktur 1 (M1) merupakan struktur SRPMK yang mengalami level kinerja collapse pada elemen struktur kolomnya, kemudian struktur tersebut diperkuat dengan cara mengubah penampang persegi pada kolom menjadi lingkaran dan dilapisi dengan CFRP sehingga menjadi struktur 2 (M2) dengan 3 lapis CFRP dan Struktur 3 (M3) dengan 5 lapis CFRP. Struktur dianalisis terhadap beban gravitasi dan beban gempa yang mengacu pada ketentuan SNI 1726:2012 (SNI-Gempa) dan kemudian dilakukan analisis pushover menggunakan bantuan program SAP 2000v15. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) M1 mencapai kondisi batas pada nilai base shear 4525647 N untuk arah X dan 4597137 N untuk arah Y yang lebih kecil 29,68% arah X dan 31,19% arah Y dibandingkan M2 dan nilai base shear M1 lebih kecil 29,3% arah X dan 29,88% arah Y dibandingkan M3, ini menandakan bahwa kemampuan struktur M1 lebih lemah dalam memikul gaya gempa. Tetapi dengan displacement yang lebih besar pada kondisi batas struktur M1 memiliki kemampuan inelastic yang lebih baik dibandingkan M2 dan M3.


(3)

ii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya Penelitian dengan judul “Analisa Kinerja Struktur Beton Bertulang dengan Kolom yang Diperkuat Lapis Carbon Fiber Reinforced Polymer (CFRP)” dapat diselesaikan, yang merupakan persyaratan dalam menyelesaikan studi strata 1 (satu) di Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Udayana.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah turut membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penelitian maupun saat penulisan penelitian. Terima

kasih secara khusus saya sampaikan kepada Ida Bagus Rai

Widiarsa,ST,.MASc.,Ph.D dan Ir. Ida Ayu Made Budiwati, MSc., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing Penelitian, kepada kedua orang tua, serta teman-teman kost dan seluruh keluarga atas dorongan semangat dan doa yang diberikan. Terima kasih pula kepada teman-teman mahasiswa Teknik Sipil angkatan 2010 dan semua yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu.

Penulis menyadari bahwa Penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan, karena keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan Laporan ini. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Denpasar, 19 Januari 2016


(4)

iii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

DAFTAR NOTASI ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penulisan ... 4

1.5 Batasan Masalah ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beton Bertulang ... 5

2.2 FRP ... 6

2.3 Perekat (Adhesive) ... 7

2.4 Model Pengekangan ... 8

2.5 Perilaku Struktur Terhadap Beban Gempa ... 10

2.6 Pembebanan Gempa Berdasarkan SNI 1726:2012 ... 11

2.6.1 Gaya Geser Dasar Gempa dan Beban Lateral Gempa ... 15

2.7 Analisa Statik Nonlinier Pushover ... 17

2.7.1 Mekanisme Sendi Plastis ... 18

2.7.2 Idealisasi Kurva Pushover ... 20

2.8 Target Perpindahan ... 21

2.9 Metode Koefisien Perpindahan (FEMA 273/356) ... 21

2.10 Performance Based EarthquakeEngineering (PBEE) ... 23

2.11 Kombinasi Pembebanan ... 25

2.12 Penelitian yang Berkaitan ... 27

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pemodelan Struktur ... 31

3.2 Data Struktur ... 33

3.3 Prosedur Analisis ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Struktur ... 42

4.1.1 Dimensi Struktur ... 42

4.1.2 Penulangan Struktur ... 45

4.2 Kontrol Simpangan ... 49

4.3 Analisis Pushover ... 53

4.3.1 Analisis Kurva Pushover ... 54


(5)

iv

4.4 Evaluasi Kinerja Struktur ... 60

4.4.1 Model 1 Struktur Awal Tanpa Perkuatan dan Modifikasi Dimensi Kolom ... 60

4.4.1.1 Jumlah dan Posisi Sendi Plastis pada M1 Arah X ... 60

4.4.1.2 Jumlah dan Posisi Sendi Plastis pada M1 Arah Y ... 62

4.4.2 Model 2 Struktur yang Mengalami Modifikasi pada Dimensi Kolom dan Pelapisan 3 Lapis CFRP pada Kolom ... 63

4.4.2.1 Jumlah dan Posisi Sendi Plastis M2 Arah X ... 63

4.4.2.2 Jumlah dan Posisi Sendi Plastis M2 Arah Y ... 65

4.4.3 Model 3 Struktur yang Mengalami Modifikasi pada Dimensi Kolom dan Pelapisan 5 Lapis CFRP pada Kolom ... 67

4.4.3.1 Jumlah dan Posisi Sendi Plastis M3 Arah X ... 67

4.4.3.2 Jumlah dan Posisi Sendi Plastis M3 Arah Y ... 68

4.5 Cek Evaluasi Kinerja Struktur ... 70

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan ... 71

5.2 Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73


(6)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kedudukan Batang-Batang Tulangan dalam Balok Beton

Bertulang ... 5

Gambar 2.2 Effective Core for Steel Straps-Confined Columns ... 9

Gambar 2.3 Mekanisme Keruntuhan Ideal Suatu Struktur Gedung dengan Sendi Plastis Terbentuk pada Ujung-Ujung Balok dan Kaki Kolom ... 11

Gambar 2.4 Peta Spektra 0,2 detik untuk Periode Ulang Gempa 2500 tahun ... 12

Gambar 2.5 Peta Spektra 1 detik untuk Periode Ulang Gempa 2500 tahun ... 13

Gambar 2.6 Kurva Hubungan Perpindahan dan Gaya Geser Dasar ... 18

Gambar 2.7 Kurva Hubungan Gaya-Perpindahan Serta Karakteristik Sendi Plastis dan Informasi Level Kinerja Bangunan ... 19

Gambar 2.8 Idealisasi Kurva Pushover ... 20

Gambar 2.9 Roof Drift dan Roof Drift Ratio ... 24

Gambar 2.10 Gambar Rencana Benda Uji ... 27

Gambar 2.11 Gambar Diagram Tegangan Regangan Benda Uji ... 29

Gambar 2.12 Benda Uji yang Diperkuat dengan Glass dan Carbon Composite ... 30

Gambar 2.13 Tipikal Diagram Tegangan-Regangan Beton Tidak Terkekang dan Beton Terkekang ... 30

Gambar 3.1 Denah Pemodelan Struktur ... 31

Gambar 3.2 Portal Arah X dan Y ... 32

Gambar 3.3 Portal 3D 4 Lantai ... 32

Gambar 3.4 Diagram Alir ... 38

Gambar 4.1 Perubahan Dimensi Kolom pada Lantai 1,2, dan 3 ... 43

Gambar 4.2 Perubahan Dimensi Kolom pada Lantai 4 ... 44

Gambar 4.3 Portal 3D Model 1 ... 45

Gambar 4.4 Portal 1-1 ... 45

Gambar 4.5 Portal 2-2 ... 46

Gambar 4.6 Portal 3-3 ... 46

Gambar 4.7 Portal 4-4 ... 47

Gambar 4.8 Portal A-A ... 47

Gambar 4.9 Portal B-B ... 48

Gambar 4.10 Portal C-C ... 48

Gambar 4.11 Portal D-D ... 49

Gambar 4.12 Simpangan Antar Lantai Masing-Masing Model Gempa Arah X ... 50

Gambar 4.13 Simpangan Antar Lantai Masing-Masing Model Gempa Arah Y ... 51


(7)

vi Gambar 4.14 Simpangan Antar Tingkat Masing-Masing Model Gempa

Arah X ... 52

Gambar 4.15 Simpangan Antar Tingkat Masing-Masing Model Gempa Arah Y ... 53

Gambar 4.16 Titik Perpindahan ... 54

Gambar 4.17 Kurva Pushover Arah X dan Y Model 1 ... 54

Gambar 4.18 Kurva Pushover Arah X dan Y Model 2 ... 55

Gambar 4.19 Kurva Pushover Arah X dan Y Model 3 ... 55

Gambar 4.20 Perbandingan Kurva Pushover Arah X Model 1, Model 2, dan Model 3 ... 56

Gambar 4.21 Perbandingan Kurva Pushover Arah Y Model 1, Model 2, dan Model 3 ... 56

Gambar 4.22 Perbandingan Kurva Pushover dengan dan tanpa Perkuatan Lapisan CFRP ... 58

Gambar 4.23 Perilaku Keruntuhan Struktur Model 1 Arah X ... 61

Gambar 4.24 Perilaku Keruntuhan Struktur Model 1 Arah Y ... 62

Gambar 4.25 Perilaku Keruntuhan Struktur Model 2 Arah X ... 64

Gambar 4.26 Perilaku Keruntuhan Struktur Model 2 Arah Y ... 66

Gambar 4.27 Perilaku Keruntuhan Struktur Model 3 Arah X ... 67


(8)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karakteristik Fiber ... 7

Tabel 2.2 Koefisien Situs Fa ... 14

Tabel 2.3 Koefisien Situs Fv ... 14

Tabel 2.4 Level Kinerja Struktur ... 25

Tabel 2.5 Hasil Pengujian Benda Uji dibawah Beban Konsentrik ... 28

Tabel 2.6 Hasil Pengujian Lentur Benda Uji ... 28

Tabel 3.1 Koefisien Situs Fa ... 36

Tabel 3.2 Koefisien Situs Fv ... 36

Tabel 4.1 Dimensi Struktur ... 43

Tabel 4.2 Dimensi Keseluruhan Model 1,Model 2,dan Model 3 ... 44

Tabel 4.3 Simpangan Antar Lantai Masing-Masing Model Arah X dan Y Akibat Pembebanan Gempa ... 50

Tabel 4.4 Simpangan Antar Tingkat Masing-Masing Model Arah X dan Y Akibat Pembebanan Gempa ... 52

Tabel 4.5 Nilai Parameter Target Perpindahan ... 59

Tabel 4.6 Nilai Performance Point ... 59

Tabel 4.7 Jumlah dan Posisi Sendi Plastis Model 1 Arah X ... 60

Tabel 4.8 Jumlah dan Posisi Sendi Plastis Model 1 Arah Y ... 62

Tabel 4.9 Jumlah dan Posisi Sendi Plastis Model 2 Arah X ... 64

Tabel 4.10 Jumlah dan Posisi Sendi Plastis Model 2 Arah Y ... 65

Tabel 4.11 Jumlah dan Posisi Sendi Plastis Model 3 Arah X ... 67

Tabel 4.12 Jumlah dan Posisi Sendi Plastis Model 3 Arah Y ... 69


(9)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN Parameter Perencanaan ... 74 Output SAP2000v15 Penulangan pada M1 ... 78


(10)

ix

DAFTAR NOTASI

Cm = Faktor massa efektif. Cs = Koefisien respons seismik. Cvx = Faktor distribusi vertikal.

C0 = Koefisien faktor bentuk.

C1 = Faktor modifikasi yang menghubungkan perpindahan inelastic.

C2 = Koefisien untuk memperhitungkan efek “pinching”.

C3 = Koefisien untuk memperhitungkan pembesaran lateral akibat adanya

efek P-delta.

= Beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, & peralatan layan tetap.

d = diameter

= Beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 1726:2012. e = Regangan total yang terjadi < em.

ԑc

= Regangan tekan beton sesuai tegangan aksial

ԑco

= Regangan beton terkekang sesuai tegangan maksimum; 0,002

ԑ

cc = Regangan beton terkekang pada tegangan puncak

em = Kapasitas regangan maksimum. ey = Regangan leleh.

f

’c = Kuat tekan beton

f

’co = Kuat tekan beton awal

f

cc = Kuat tekan beton terkekang

f

1,a = Efektif tekanan keliling.

Fi = Bagian dari gaya geser dasar seismik yang timbul di tingkat i.

ffrp

=Tegangan putus FRP

fst

= Kuat leleh tali baja

f

y = Tegangan leleh penampang. g = Percepatan gravitasi 9,81 m/det2


(11)

x

Ie = Faktor keutamaan hunian.

k = Eksponen yang terkait dengan perioda struktur.

ke

= Faktor efisiensi FRP

k

s = Faftor efisiensi kurungan untuk tali baja

= Beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, & lain-lain = Beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja,

peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak.

P = Beban Aksial

ρ = Rasio tulangan longitudinal

R = Faktor modifikasi respons. s = Jarak vertical antara tali baja

SA = Batuan keras.

SB = Batuan.

SC = Tanah keras, sangat padat dan batuan lunak.

SD = Tanah sedang.

SE = Tanah lunak.

SF = Tanah khusus, yang membutuhkan investigasi geoteknik spesifik.

S1 = Parameter percepatan spektrum respons maksimum yang dipetakan.

SDS =Parameter percepatan spektrum respons disain dalam rentang perioda pendek. SD1 =Parameter percepatan spektrum respons disain pada perioda 1 detik.

T = Perioda struktur dasar (detik).

Te = Waktu getar alami efektif yang memperhitungkan kondisi inelastic. Ts = Waktu getar karakteristik.

V = Gaya lateral disain total.

W = Total beban mati dan beban hidup yang dapat tereduksi.

wi dan wx= Bagian berat seismik efektif total struktur yang ditempatkan atau

dikenakan pada tingkat I atau x.

δm = Simpangan maksimum struktur gedung akibat pengaruh Gempa Rencana pada saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan.


(12)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban dari balok. Beton bertulang adalah salah satu material dari kolom dimana merupakan gabungan antara material yang tahan terhadap tarikan dan tekanan. Baja adalah material yang tahan terhadap tarikan, sedangkan beton adalah material yang tahan terhadap tekanan. Gabungan kedua material ini dalam struktur beton bertulang memungkinkan kolom atau bagian struktur lain seperti balok mampu menahan gaya tekan dan gaya tarik akibat beban.

Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang peranan penting dari suatu bangunan, sehingga keruntuhan pada suatu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga keruntuhan total seluruh struktur (Sudarmoko, 1996). Keruntuhan kolom merupakan hal kritis yang perlu mendapat penanganan serius, karena keruntuhan kolom akan menimbulkan akibat yang fatal terhadap konstruksi yang telah dibangun. Keruntuhan pada kolom dapat diakibatkan oleh adanya peningkatan gaya gempa yang terjadi pada wilayah dimana struktur tersebut berdiri. Peningkatan gaya gempa ini menyebabkan pengaruh gaya geser yang terjadi pada kolom meningkat, sehingga daya dukung geser awal kolom tersebut tidak mampu menahan peningkatan gaya geser yang terjadi pada kolom dan menyebabkan terjadinya collapse pada kolom.

Pencegahan terjadinya keruntuhan total pada kolom maka kolom yang sudah mencapai level kinerja collapse harus segera ditangani dengan perbaikan/perkuatan. Perbaikan pada kolom dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya dengan concrete jacketing, melapisi dengan Fiber-Reinforced Polymer (FRP) atau bisa dengan penambahan tulangan.

Perbaikan pada kolom saat ini banyak dijadikan penelitian untuk menemukan cara yang tepat serta efisien untuk perbaikan tersebut . Pelapisan kolom menggunakan FRP (Fiber-Reinforced Polymer) menjadi hal yang dapat dipertimbangkan untuk perbaikan kolom. Penggunaan FRP ini dapat


(13)

2 meningkatkan kekuatan , kekakuan serta daktilitas dari perkuatan pada kolom tersebut (Tumatar, 2010).

Carbon Fibre Reinforced Polymer (CFRP) merupakan salah satu jenis dari FRP. CFRP digunakan untuk meretrofit dan memperkuat elemen struktural pada konstruksi. Teknik perkuatan menggunakan CFRP dapat dibuat efisien, tidak menyebabkan karat seperti plat baja eksternal. Fungsi perkuatan dengan sistem komposit CFRP adalah untuk meningkatkan kekuatan atau memberikan peningkatan kapasitas geser, aksial dan daktilitas, atau berbagai kombinasi diantaranya. Daya tahan CFRP yang tinggi lebih ekonomis digunakan pada lingkungan korosif (baja akan mudah berkarat). Penggunaan CFRP lebih populer dibandingkan jenis FRP lain seperti Glass dan Aramid. Beberapa keunggulan dari CFRP seperti kekuatan yang tinggi, bobot unit yang kecil, mudah diaplikasikan dan ditangani, biaya instalasi dan pemeliharaan yang rendah (Meier, 1997).

Konstruksi gedung di lapangan biasanya menggunakan kolom dengan bentuk persegi atau bulat, tetapi dalam realitasnya kebanyakan dari konstruksi gedung menggunakan kolom persegi karena proses yang lebih mudah dan biaya lebih murah dalam pembuatan cetakan (bekisting) dibandingkan dengan pembuatan kolom bulat. Namun berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk menentukan perbandingan efektifitas perkuatan menggunakan CFRP pada kolom bulat maupun persegi, kolom dengan penampang bulat mengalami peningkatan kuat tekan aksial serta daktilitas yang lebih tinggi dibandingkan kolom dengan penampang persegi setelah diberikan perkuatan CFRP. Berdasarkan Penelitian Tarigan (2010) kuat tekan aksial pada kolom bulat dengan 1 layer CFRP (tebal 0,127mm) meningkat sebesar 46,05% (dari 19,763 MPa menjadi 28,864 MPa) sementara pada kolom persegi dengan 1 layer CFRP meningkat sebesar 31,4% (dari 19,763 MPa menjadi 25,97 MPa).

Pada penelitian ini akan dilakukan analisis pada kolom persegi yang mengalami overstress dan mencapai level kinerja collapse yang kemudian diperkuat dengan cara mengubah kolom dari berbentuk bujursangkar menjadi bulat dengan perkuatan lapisan CFRP dan dengan jumlah tulangan yang sama dengan kolom awal. Struktur dengan perkuatan kolom tersebut dianalisis menggunakan program SAP 2000v15 dengan mengganti nilai kuat tekan aksial


(14)

3 material beton awal (f’co) dengan nilai kuat tekan aksial beton setelah dirubah dimensi penampangnya menjadi lingkaran dan diperkuat dengan CFRP (f’cc) (mengacu ke penelitian yang dilakukan oleh Hadi dkk, 2007). Level kinerja dari struktur tersebut kemudian dicek dan diharapkan struktur tersebut mampu mencapai level kinerja life safety. Penelitian ini penting dilakukan dengan harapan akan diperoleh suatu perbaikan yang tepat, praktis, dan efisien pada kolom yang masuk atau akan berada pada fase collapse.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka dirumuskan permasalahan berikut ini :

1. Bagaimana perbandingan tingkat kinerja kolom awal dengan kolom yang telah mengalami perkuatan dengan pelapisan CFRP sebagai jacketing kolom ? 2. Bagaimana perbandingan tingkat kinerja kolom yang diperkuat lapisan

Carbon Fiber Reinforced Polymer (CFRP) dengan jumlah lapisan yang berbeda ?

3. Bagaimana perbandingan kinerja (base shear dan displacement) struktur dengan kolom awal persegi dengan kolom yang telah diperkuat dengan lapisan CFRP ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui perbandingan tingkat kinerja kolom awal dengan kolom yang telah mengalami perkuatan dengan pelapisan CFRP sebagai jacketing

kolom tersebut.

2. Untuk mengetahui perbandingan tingkat kinerja kolom yang diperkuat lapisan

Carbon Fiber Reinforced Polymer (CFRP) dengan jumlah lapisan yang berbeda.

3. Untuk mengetahui perbandingan kinerja (base shear dan displacement) struktur dengan kolom awal persegi dengan kolom yang telah diperkuat dengan lapisan CFRP


(15)

4

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan bagi perbaikan pada bagian struktur khususnya kolom yang mengalami collapse.

2. Sebagai bahan terhadap retrofit atau perkuatan pada elemen struktural bangunan yang mengalami keruntuhan atau kerusakan, khususnya pada kolom untuk mencapai hasil terbaik pada suatu struktur bangunan dengan penerapan yang lebih mudah dan efisien.

1.5 Batasan Masalah

Dalam menganalisis struktur beton bertulang banyak sekali yang perlu dibahas, dengan demikian perlunya batasan-batasan permasalahan dalam penulisan penelitian ini diantaranya :

1. Dalam pemodelan dan analisa kinerja struktur, perletakan pondasi pada pemodelan dianggap jepit.

2. Kolom yang diperkuat diasumsikan hanya dilapisi dengan 3 dan 5 lapis

Carbon Fiber Reinforced Polymer (CFRP).

3. Beban horizontal dalam analisis hanya akibat beban gempa.

4. Terjadi hubungan monolit pada sambungan kolom lama dengan beton pembungkus


(16)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan diuraikan teori-teori yang diambil dari berbagai sumber pustaka dan penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan efisiensi dan kinerja struktur yang diperkuat dengan Carbon Fiber Reinforced Polymer

(CFRP).

2.1. Beton Bertulang

Material konstruksi beton bertulang mempunyai sifat yang unik dibandingkan dengan material lain seperti kayu, baja, aluminium atau plastik karena beton bertulang adalah material konstruksi yang menggunakan dua jenis bahan yang berbeda secara bersamaan. Beton bertulang adalah merupakan gabungan yang logis dari dua jenis bahan: beton yang memiliki kekuatan tekan yang tinggi akan tetapi mempunyai kekuatan tarik yang rendah, dan batang baja yang ditanamkan di dalam beton dapat memberikan kekuatan tarik yang diperlukan. Dengan demikian prinsip-prinsip yang mengatur perencanaan struktur dari beton bertulang dalam beberapa hal berbeda dengan prinsip-prinsip yang mengatur perencanaan struktur dari bahan yang terdiri dari satu macam saja. Gambar 2.1 memperlihatkan kekuatan balok yang secara nyata dapat ditingkatkan dengan menambahkan batangan-batangan baja di daerah tarik. Baja tulangan yang mampu menerima tekan dan tarik juga dimanfaatkan untuk menyediakan sebagian dari daya dukung kolom beton dan kadang-kadang di dalam daerah tekan balok.


(17)

6 Baja dan beton dapat bekerja sama atas beberapa alasan yaitu (1) lekatan (bond atau interaksi antara batangan baja dengan beton keras disekelilingnya) yang mencegah slip relatif antara baja dan beton, (2) campuran beton yang memadai memberikan sifat anti resap yang cukup dari beton untuk mencegah karat baja dan (3) angka kecepatan muai yang hampir serupa yaitu dari 0,0000055 sampai dengan 0,000075 (Nuryadin, 2012)

2.2 FRP

Material komposit dibentuk oleh campuran / kombinasi dua atau lebih unsur-unsur utamanya yang secara makro berbeda di dalam bentuk dan atau komposisi material pada dasarnya tidak dapat dipisahkan (Schwartz, 1984). Pada fiber komposit, dua material itu adalah fiber mutu tinggi dan resin. Sifat mekanik komposit adalah yang paling bertanggung jawab pada jenis ini, tergantung dari arah dan jumlah serat. Sedangkan fungsi resin adalah untuk mentransfer tegangan dari dan ke serat fiber.

Secara spesifik, fiber sebagai material yang diaplikasikan sebagai perkuatan dapat berupa serat kaca, karbon dan kevlar. Masing-masing mempunyai kemiripan antara yang satu dengan yang lainnya. Nilai karakteristik masing-masing fiber diberikan pada Tabel 2.1. Pemilihan tipe fiber untuk aplikasi tertentu sangat tergantung pada beberapa faktor seperti: tipe struktur, beban yang direncanakan, kondisi lingkungan, dan lain-lain.

Fiber diproduksi berbentuk:

1. Lembaran, pada umumnya mempunyai arah serat sembarang meskipun ada yang mempunyai arah serat biaxial dan triaxial, diatas lapisan bagian belakang yang dapat dilepas atau berbentuk anyaman.

2. Fiber yang sebelumnya dicairkan dengan resin (“pre-preg material”), dimana perawatannya dilakukan di site dengan pemanasan atau dengan cara lain.


(18)

7 Fiber produksi pabrik, kemungkinan mempunyai perbandingan kekuatan searah serat 70 % dan ke arah melintang serat sebesar 30 %. Fiber mempunyai ketebalan minimum 0,1 mm dengan lebar 500 mm atau lebih.

Carbon Fibre Reinforced Polymer (CFRP) yang merupakan aplikasi lanjutan dari FRP itu sendiri merupakan plastik yang diperkuat serat yang sangat kuat dan ringan yang mengandung serat karbon. CFRP mahal untuk dihasilkan tetapi umum digunakan di mana pun pada rasio kekuatan tinggi-berat dan kekakuan yang diperlukan, seperti aerospace, teknik otomotif dan teknik sipil, barang olahraga dan peningkatan jumlah aplikasi konsumen dan teknis lainnya.

2.3 Perekat (Adhesive)

FRP direkatkan pada permukaan elemen struktur secara kimiawi dengan perekat. Perekatan secara kimiawi sangat praktis karena tidak menyebabkan terjadinya konsentrasi tegangan, lebih mudah dilaksanakan dibandingkan dengan perekat mekanis dan tidak menyebabkan kerusakan pada material dasar atau material kompositnya. Perekat yang paling cocok digunakan pada material komposit adalah perekat yang mempunyai bahan dasar epoxy resin. Perekat ini dibuat dari campuran dua komponen. Komponen utamanya adalah cairan organik yang diisikan kedalam kelompok epoxy, mengikat susunan satu atom oksigen dan dua atom karbon (Nuryadin, 2012). Reaksi ini ditambahkan pada campuran untuk mendapatkan campuran akhir. Permukaan yang akan dilekatkan harus


(19)

8 dipersiapkan untuk mendapatkan lekatan yang efektif. Permukaan harus bersih dan kering, bebas dari kontaminan seperti: oxida, oli, minyak dan debu.

2.4 Model Pengekangan

Tegangan tekan triaksial disediakan oleh penundaan ekspansi pengekangan dan kerusakan propagasi dengan membatasi pertumbuhan retak dan penurunan rasio pelebaran beton. dimana tegangan dalam beton mendekati kekuatan unaxial, volume mulai meningkat karena patahan internal yang progresif dan beton memikul tulangan tranversal, yang mana beton menjadi terkekang (Kent and Park 1971). Experimen ini menggunakan model pengekangan beton dengan FRP untuk menentukan kuat tekan beton yang dikekang FRP, yang diusulkan oleh Lam dan Teng (2003) sebagai berikut:

' , ' ' 3 . 3 1 co a l co cc f f f f

 (2.1)

di mana f'cc dan f'co = masing-masing kuat tekan beton terkekang dan tidak terkekang, dan f1,a = efektif tekanan keliling, yang dapat diperkirakan dengan

persamaan berikut:

d t f k fla e frp

2

,  (2.2)

di mana ffrp = tegangan putus ,t = ketebalan FRP, d = diameter kolom dan ke =

faktor efisiensi FRP yang didefinisikan oleh Harries dan Carey (2003) dan kemudian diambil sebagai 0.586 oleh Lam dan Teng (2003). Model ini digunakan untuk perhitungan kekuatan kolom bulat dibungkus dengan CFRP.

Untuk kolom dengan kekangan tali baja, model yang diusulkan oleh Mander et al (1988), digunakan untuk menghitung kekuatan kekangan sebagai berikut: ' , ' . ' ' 2 94 . 7 1 254 . 2 254 . 1 ( co a l co a l co cc f f f f f

f      (2.3)

Mirip dengan model kolom dengan kekangan FRP, yang tekanan dari kekangan f1,a, dapat dihitung sebagai berikut:

d t f k f st s a l 2


(20)

9 di mana fst dan t = kuat leleh dan ketebalan tali baja, masing-masing: d = diameter

kolom itu, dan ks = faktor efisiensi kurungan untuk tali baja seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 2.5.Faktor dimodifikasi sesuai kasus

     1 ) 2 1 ( 2 d s A A k e s (2.5)

Gambar 2.2 Effective core for steel straps-confined columns (Hadi, 2013)

di mana ρ = rasio tulangan longitudinal dan s = jarak vertikal antara tali baja. Sebuah kurva kontinu dari model tegangan-regangan yang diusulkan oleh Popovics (1973) digunakan untuk mengekspresikan tegangan tekan beton dalam hal regangan, yaitu :

r cc c x r xr f f    1 ' ' (2.6) cc c x    (2.7) sec E E E r c c   (2.8)


(21)

10

cc cc

f E

 '

sec  (2.9)

dimana ԑc = regangan tekan beton sesuai tegangan aksial fc, ԑco = regangan beton terkekang sesuai tegangan maksimum, yang dapat diambil sebagai 0,002, dan ԑcc = regangan tekan beton terkekang pada tegangan puncak, yang dapat dihitung dari ACI 440.2R-08 [ACI 2008]

Modulus elastisitas beton terkekang, Ec, dapat dihitung dengan menggunakan persamaan yang diberikan oleh SNI 2847:2002

Wc diantara 1500 kg/m3 dan 2500 kg/m3 √ MPa Beton Normal √ Mpa

2.5 Perilaku Struktur Terhadap Beban Gempa

Akibat pengaruh gempa rencana, setiap struktur gedung menurut standar SNI 1726:2012 direncanakan untuk tetap masih berdiri, tetapi sudah mencapai kondisi diambang keruntuhan. Bagaimana riwayat beban – perpindahan suatu struktur gedung sampai mencapai kondisi di ambang keruntuhan ini, bergantung pada tingkat daktilitas struktur gedung tersebut.

Faktor daktilitas suatu struktur gedung merupakan dasar bagi penentuan beban gempa yang bekerja pada struktur gedung. Karena itu, tercapainya tingkat daktilitas yang diharapkan harus terjamin dengan baik. Hal ini dapat tercapai

dengan menetapkan suatu persyaratan yang disebut “kolom kuat balok lemah”.

Hal ini berarti, bahwa akibat pengaruh Gempa Rencana, sendi-sendi plastis di dalam struktur gedung hanya boleh terjadi pada ujung-ujung balok dan pada kaki kolom dan kaki dinding geser saja (Riza,2014). Secara ideal, mekanisme keruntuhan suatu struktur gedung adalah seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.3.


(22)

11 Gambar 2.3 Mekanisme keruntuhan ideal suatu struktur gedung dengan sendi

plastis terbentuk pada ujung-ujung balok dan kaki kolom Sumber : SNI 03-1726-2003

Daktilitas adalah kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami simpangan pasca-elastik yang besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa di atas beban gempa yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup sehingga struktur gedung tersebut tetap berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan. Faktor daktilitas adalah rasio antara simpangan maksimum struktur gedung pada saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan dan simpangan struktur gedung pada saat terjadinya pelelehan pertama di dalam struktur gedung.

2.6 Pembebanan Gempa Berdasarkan SNI 1726:2012

Gempa Rencana ditetapkan mempunyai perioda ulang 2500 tahun, agar probabilitas terjadinya terbatas pada 2% selama umur gedung 50 tahun. Terdapat 2 buah peta Wilayah Gempa, yaitu untuk gempa dengan periode pendek (T=0,2 detik), dan gempa dengan periode 1 detik (T=1 detik), seperti yang terdapat pada Gambar 2.4 dan Gambar 2.5. Pembebanan gempa pada struktur bisa dilakukan dengan pembebanan statik ekivalen dengan menggunakan parameter-parameter sesuai SNI 1726:2012. Berikut ini adalah langkah-langkah menghitung beban gempa statik ekivalen yang terdapat dalam pasal 6 SNI 1726:2012.

a. Menentukan SS (didapat dari peta gempa dengan periode ulang 2500 tahun

dan T = 0,2 detik) dan S1 (di dapat dari peta gempa dengan periode ulang

2500 tahun dan T = 1 detik) yang nilainya didapat dari peta Gempa dan tergantung dari lokasi bangunan.


(23)

(24)

(25)

14 b. Menentukan kelas situs dan koefisien situs

Berdasarkan sifat-sifat tanah pada situs, situs diklasifikasikan sebagai kelas situs yaitu SA (batuan keras), SB (batuan), SC (tanah keras, sangat padat dan batuan lunak), SD (tanah sedang), SE (tanah lunak), dan SF (tanah khusus, yang membutuhkan investigasi geoteknik). Setelah kelas situs ditentukan, dengan nilai SS dan S1 yang diperoleh di langkah 1, dan dengan

Tabel 2.2 dan Tabel 2.3 pada SNI 1726:2012 (pasal 6.2), maka di dapat Fa

dan Fv . Nilai Fa dan Fv ditampilkan pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2 di bawah

ini.

Tabel 2.2 Koefisien Situs Fa

Kelas situs

Parameter respons spectral percepatan gempa terpetakan pada perioda pendek, T = 0,2 detik,

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0

SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0

SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9

SF

Sumber : SNI 1726:2012

Tabel 2.3 Koefisien Situs Fv

Kelas situs

Parameter respons spectral percepatan gempa terpetakan pada perioda 1 detik,

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0

SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3

SD 2,4 2 1,8 1,6 1,5

SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4

SF


(26)

15 c. Menghitung SMS dan SM1.

SMS dan SM1 (parameter spektrum respons percepatan pada periode pendek

dan perioda 1 detik) yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan dengan perumusan berikut ini:

SMS = Fa SS (2.10)

SM1 = Fv S1 (2.11)

d. Menghitung parameter percepatan spektral disain.

Parameter percepatan spektral disain untuk perioda pendek, SDS dan perioda

1 detik, SD1, harus ditentukan melalui perumusan berikut ini:

SDS = 2/3 SMS (2.12)

SD1 = 2/3 SM1 (2.13)

Selanjutnya parameter SDS dan SD1 digunakan untuk menghitung koefisien

respons seismik dan menetukan gaya geser dasar gempa.

2.6.1 Gaya Geser Dasar Gempa dan Beban Lateral Gempa

Sesuai pasal 7.8 SNI 1726:2012, gaya dasar seismik, V, dalam arah yang ditetapkan harus ditentukan sesuai dengan persamaan berikut:

V = Cs.W (2.14)

Keterangan :

Cs : koefisien respons seismik

W : berat seismik efektif

Koefisien respons seismik, Cs, harus ditentukan sesuai persamaan berikut:

(2.15)

Nilai Cs yang dihitung di atas tidak boleh melebihi berikut ini:

(2.16)

Cs harus tidak kurang dari :

Cs = 0,044 SDSIe≥ 0,01

Untuk struktur yang berlokasi di S1 sama dengan atau lebih besar dari 0,6g,


(27)

16

(2.17) Keterangan :

T : perioda struktur dasar (detik), dimana T = 0,1 x jumlah tingkat (SNI 1726:2012 Pasal 7.8.2.1), bisa digunakan untuk bangunan dengan jumlah tingkat < 12

R : faktor modifikasi respons Ie : faktor keutamaan hunian

Sesuai pasal 7.8.3 SNI 1726:2012, gaya gempa lateral yang timbul di semua tingkat harus ditentukan dari persamaan berikut:

(2.18)

dan

(2.19)

Keterangan :

Cvx : faktor distribusi vertikal

V : gaya lateral disain total

wi dan wx : bagian berat seismik efektif total struktur yang ditempatkan atau

dikenakan pada tingkat ke i atau x hi dan hx : tinggi dari dasar sampai tingkat i atau x

k : eksponen yang terkait dengan perioda struktur,

untuk struktur dengan T ≤ 0,5 detik, k = 1

untuk struktur dengan T ≥ 2,5 detik, k = 2

untuk struktur dengan 0,5 ≤ T ≤ 2,5 detik, harus ditentukan dengan interpolasi linier antara 1 dan 2

Sesuai pasal 7.8.4, gaya tingkat disain gempa di semua tingkat harus ditentukan dari persamaan berikut:

∑ (2.20)

dimana :

Fi adalah bagian dari gaya geser dasar seismik (V) yang timbul di tingkat I,


(28)

17

2.7 Analisis Statik NonlinierPushover

Analisis statik nonlinear Pushover merupakan analisis yang dilakukan untuk menggambarkan perilaku keruntuhan dan kapasitas dari suatu struktur secara keseluruhan, mulai dari kondisi elastis, plastis, hingga elemen-elemen struktur mengalami keruntuhan akibat beban gempa. Analisis ini dilakukan dengan cara memberikan pola beban lateral statik pada struktur yang nilainya terus ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai target perpindahan (displacement) dari suatu titik acuan (titik pada lantai atap).

Dalam analisis pushover, struktur dikenai beban lateral statik hingga mengalami leleh di satu atau lebih lokasi pada elemen struktur. Urutan terjadinya leleh ini merupakan urutan terjadinya sendi plastis pada struktur. Dari urutan terjadinya sendi plastis ini dapat diketahui lokasi pada elemen struktur yang mengalami keruntuhan terlebih dahulu. Sendi plastis terus berlangsung dan bermunculan hingga batas deformasi pada struktur tercapai. Tahapan dari analisis beban dorong statik adalah sebagai berikut :

a. Menentukan titik kontrol untuk meninjau besarnya perpindahan struktur.

Rekaman besarnya perpindahan titik kontrol dan gaya geser dasar digunakan untuk menyusun kurva pushover.

b. Membuat kurva pushover berdasarkan berbagai macam pola distribusi

gaya lateral terutama yang ekivalen dengan distribusi dari gaya inersia sehingga diharapkan deformasi yang terjadi hampir sama atau mendekati deformasi yang terjadi akibat gempa.

c. Mengestimasi besarnya perpindahan lateral saat gempa rencana (target

perpindahan). Titik kontrol didorong sampai taraf perpindahan tersebut, mencerminkan perpindahan maksimum yang diakibatkan oleh intensitas gempa rencana yang ditentukan. Mengevaluasi level kinerja struktur ketika titik kontrol tepat berada pada target perpindahan (performance point) : merupakan hal utama dari perencanaan barbasis kinerja (performance based design).

Analisis beban dorong statik (pushover) akan menghasilkan kurva hubungan antara Perpindahan (displacement) titik kontrol/ (δ) dan gaya geser dasar (V).


(29)

18 Gambar 2.6 Kurva hubungan perpindahan dan gaya geser dasar

Sumber : SNI 03-1726-2003

Dari kurva pushover dapat ditentukan parameter daktilitas (μ), kekakuan, dan

kekuatan. Parameter-parameter tersebut mencerminkan perilaku struktur akibat beban lateral (gempa) yang terjadi pada struktur.

2.7.1 Mekanisme Sendi Plastis

Pada Analisis Pushover, struktur didorong sampai mengalami keruntuhan dengan pola beban lateral yang menyerupai gaya inersia bangunan. Pada FEMA 356, pola distribusi beban lateral yang digunakan harus berjumlah minimal 2 pola, karena gempa rencana yang terjadi bisa berubah dan menyerupai 2 pola tersebut, dan dari 2 pola tersebut diambil kinerja bangunan yang terburuk, yaitu :

- Besarnya pola distribusi gaya lateral yang pertama adalah proporsional dengan distribusi gaya geser hasil analisis respon spektrum gempa rencana. Pola ini berbentuk segitiga yang semakin besar sepanjang tinggi lantai. Pola ini digunakan jika periode fundamental struktur melebihi 1 sekon.

- Besarnya pola distribusi gaya lateral yang kedua adalah proporsional dengan total massa tiap lantai. Pola ini berbentuk beban merata sepanjang tinggi lantai.


(30)

19 Pola keruntuhan menunjukkan tahapan terjadinya sendi plastis pada elemen-elemen struktur, balok, bressing, dan kolom. Secara umum, pada model struktur yang memiliki bressing, harus terhindar dari tekuk inelastis, dan terhindar dari mekanisme kolom (terjadi sendi plastis pada kolom). Sendi plastis hanya diperbolehkan terjadi pada balok (mekanisme balok) dan ujung bawah kolom lantai dasar atau ujung kolom atas lantai teratas. Oleh karena itu, perlu diterapkan konsep “strong column weak beam” agar dipastikan terjadinya sendi plastis hanya pada elemen balok saja (mekanisme balok). Adapun keterangan mengenai karakteristik sendi plastis ditampilkan pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Kurva hubungan gaya – perpindahan serta karakeristik sendi plastis dan informasi level kinerja bangunan

Sumber : FEMA 273

Kurva diatas menunjukkan hubungan gaya – perpindahan yang bergerak dari titik A – B – C – D – kemudian E. Titik tersebut merepresentasikan karakteristik sendi plastis yang timbul pada elemen struktur. Titik A adalah titik origin, titik B menandakan leleh pertama, C menandakan kapasitas ultimit, D adalah kekuatan sisa (residual strength), dan E menandakan elemen struktur tersebut telah mengalami keruntuhan (failure). Level kinerja bangunan (IO, LS, dan CP) terletak di antara sendi plastis leleh pertama sampai mencapai batas ultimitnya. Dan warna yang tertera pada huruf-huruf tersebut merupakan indikator karakteristik sendi palstis pada program SAP2000ver15.


(31)

20

2.7.2 Idealisasi Kurva Pushover

Hubungan nonlinier antara gaya geser dasar dan perpindahan titik kontrol, dapat diidealisasikan agar mendapatkan kekakuan efektif Ke dan gaya geser dasar saat leleh Vy pada bangunan seperti terlihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Idealisasi kurva pushover

Sumber: FEMA 356

Hubungan ini harus membentuk garis bilinier dengan kemiringan awal Ke

dan kemiringan pasca leleh berupa sudut α. Kekakuan lateral Ke merupakan nilai

secant stiffness yang dihitung dari gaya geser dasar yang mempunyai nilai sama dengan 60 titik leleh efektif. Nilai kekauan elastic Ki didapatkan dari rumus


(32)

21 kesetimbangan statik, dengan mengambil gaya geser dasar gempa yang terjadi dan simpangan pada saat struktur masih berperilaku elastis, bisa juga nilai tersebut diambil melalui kurva pushover yang sudah ada pada tiap-tiap model. Sedangkan

kemiringan pasca leleh α, penentuan titk awalnya merupakan perpotongan garis

Ke dengan Vy kemudian penentuan titik garis yang melewati kurva pushover

aktual dan berhenti pada target perpindahan yang telah ditentukan.

2.8 Target Perpindahan

Gaya dan deformasi setiap komponen/elemen dihitung terhadap perpindahan tertentu di titik kontrol yang disebut sebagai target perpindahan (δt) dan dianggap sebagai perpindahan maksimum yang terjadi saat bangunan mengelami gempa rencana. Untuk mendapatkan perilaku struktur pasca keruntuhan maka perlu dibuat analisa pushover untuk membuat kurva hubungan gaya geser dasar dan perpindahan lateral titik kontrol sampai minimal 150% dari

target perpindahan, δt, agar dapat dilihat perilaku bangunan yang melebihi kondisi

rencananya. Perencana harus memahami bahwa target perpindahan hanya merupakan rata-rata nilai dari beban gempa rencana. Adapun cara menentukan target perpindahan yang cukup terkenal yaitu Displacement Coeficient Method

atau Metode Koefisien Perpindahan (FEMA 273/356) secara otomatis sudah built-in pada SAP2000v15.

2.9 Metode Koefisien Perpindahan (FEMA 273/356)

Metode koefisien perpindahan merupakan metode utama yang terdapat dalam FEMA 273/356 untuk prosedur statik nonlinier. Penyelesaian dilakukan dengan memodifikasi respons elastis linier dari sistem SDOF ekivalen dengan faktor koefisien C0, C1, C2, dan C3 sehingga diperoleh perpindahan global maksimum (elastis dan inelastis) yang disebut “target perpindahan” δt.

Proses dimulai dengan menetapkan waktu getar efektif Te, yang

memperhitungkan kondisi inelastis bangunan dan mencerminkan kekakuan linier dari sistem SDOF ekivalen. Jika diplotkan pada spektrum respons elastis akan menunjukkan percepatan gerakan tanah pada saat gempa yaitu akselerasi puncak,


(33)

22 level yang diharapkan terjadi pada struktur yang mempunyai respons pada daerah elastis. Puncak perpindahan spektra elastis Sd, berhubungan langsung dengan akselerasi spektra Sa, dengan hubungan berikut:



 

 

Te Sa

Sd 2

2

4

(2.21)

Selanjutnya target perpindahan pada titik kontrol δt, ditentukan sebagai berikut

(FEMA 273/356): g Te Sa C C C C t 2 3 2 1 0

2 

       (2.22) Dimana:

Te : waktu getar alami efektif yang memperhitungkan kondisi inelastic

C0 : koefisien faktor bentuk, untuk merubah perpindahan spectral menjadi

perpindahan atap, umumnya memakai faktor partisipasi ragam yang pertama (first mode participation factor)

C1 : faktor modifikasi yang menghubungkan perpindahan inelastic

maksimum dengan perpindahan yang dihitung dari respon elastic linier. = 1.0 untuk Te≥ Ts

= [1.0+(R-1)Ts/Te]/R untuk Te < Ts (2.23)

Ts : waktu getar karakteristik yang diperoleh dari kurva respons spectrum

pada titik dimana terdapat transisi bagian akselerasi konstan ke bagian kecepatan konstan.

R : rasio “kuat elastik perlu” terhadap “koefisien kuat leleh terhitung”

Cm W Vy Sa R (2.24) Sa : akselerasi respons spektrum yang berkesesuaian dengan waktu getar alami efektif pada arah yang ditinjau.

Vy : gaya geser dasar pada saat leleh, dari idealisasi kurva pushover menjadi bilinier

W : total beban mati dan beban hidup yang dapat tereduksi.

Cm : faktor massa efektif yang diambil dari tabel 3.1 dari FEMA 356.


(34)

23 deformasi akibat degradasi kekakuan dan kekuatan, berdasarkan tabel 3-3 dari FEMA 356.

C3 : koefisien untuk memperhitungkan pembesaran lateral akibat adanya efek

P-delta. Koefisien diperoleh secara empiris dari studi statistik analisa riwayat waktu nonlinier dari SDOF dan diambil berdasarkan

pertimbangan engineering judgement, dimana perilaku hubungan gaya gaya dasar – lendutan pada kondisi pasca leleh kekakuannya posistif (kurva meningkat) maka C3=1, sedangkan jika perilaku pasca lelehnya

negative (kurva menurun) maka

e

T R C

2 / 3 3

1 0

.

1  

 

(2.25)

α : rasio kekakuan pasca leleh terhadap kekakuan elastis efektif, dimana hubungan gaya-lendutan diidealisasikan sebagai kurva bilinier. g : percepatan gravitasi 9,81 m/det2

2.10 Performance Based Earthquake Engineering (PBEE)

ATC 40 dan FEMA 356/440 menawarkan suatu pendekatan baru dalam desain/perencanaan gempa terhadap struktur bangunan tahan gempa yaitu konsep

Performance Based Earthquake Engineering (PBEE). PBEE adalah suatu metode untuk mendesain, mengevaluasi, merancang dan memonitor fungsi dan

maintenance fasilitas-fasilitas engineering yang kinerjanya di bawah target dan respon bebannya ekstrim untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan owner dan masyarakat sekitar. Metode PBEE memungkinkan seorang engineer untuk dapat lebih dahulu menetapkan sasaran kinerja struktur dari beberapa magnitudo beban gempa. Respon yang terjadi diharapkan tidak melebihi batas ketentuan penerimaan maksimum. Pada PBEE, batas yang dimaksud adalah kategori level kinerja Life Safetty (LS) dimana level kinerja ditentukan berdasarkan kriteria Roof Drift Ratio seperti yang terlihat pada Gambar 2.9 di bawah ini.


(35)

24 Gambar 2.9 Roof Drift dan Roof Drift Ratio

Sumber: ATC 40

Metode PBEE terdiri atas dua konsep, yaitu konsep Performance Based Seismic Design (PBSD) dan Performance Based Seismic Evaluation (PBSE). Performance based seismic design adalah suatu konsep yang menetapkan level kinerja (performance level) yang diharapkan dapat dicapai saat struktur dilanda gempa dengan intensitas tertentu, sedangkan performance based seismic evaluation adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengevaluasi struktur bangunan yang sudah ada, apakah memenuhi level kinerja yang telah direncanakan pada desain awal sehingga dapat diketahui tindakan apa yang hendaknya dilakukan, seperti perkuatan ataupun rehabilitasi. Konsep Performance Based Earthquake Engineering (PBEE) menggunakan per-bandingan dasar antara kurva pushover dengan kurva demand pada suatu bagian, kelompok atau struktur secara keseluruhan. Berikut adalah beberapa level kinerja struktur menurut FEMA 356 yang dapat dijadikan acuan untuk menetapkan level kinerja (performance level) yang diharapkan dapat dicapai saat struktur dilanda gempa dengan intensitas tertentu, yang dapat dilihat pada Tabel 2.4 di bawah ini.


(36)

25 Tabel 2.4 Level Kinerja Struktur

Sumber : FEMA 356

2.11Kombinasi Pembebanan

Untuk pemodelan rangka dengan pembebanan gempa berdasarkan SNI 1726:2012 adalah sebagai berikut:

1) 1,4 D (2.26)

2) 1,2 D + 1,6 L + 0,5 La (2.27)

3) 1,2 D + 1,6 La + L (2.28)

4) 1,2 D + L + 0,5 La (2.29)

5) 1,2 D + 1,0 E + L (2.30)

Collapse Prevention Life Safety Immediate Occupancy Primary Ekstensive cracking and hinge

formation in ductile elements. Limited cracking and/or splice failure in some nonductile columns. Severe damage in short columns.

Extensive damage to beams. Spalling of cover and shear cracking (<1/8" width) for ductile columns. Minor spalling in nonductile columns. Joint cracks <1/8" wide.

Minor hairline cracking. Limited yielding possible at a few locations. No crushing (strains below 0.003).

Secondary Extensive spalling in columns (limited shortening) and beams. Severe joint damage. Some reinforcing buckled.

Extensive cracking and Extensive cracking and hinge formation in ductile elements. Limited cracking and/or splice failure in some nonductile columns. Severe damage in short columns.

Minor spalling in a few places in ductile columns and beams. Flexural cracking in beams and columns. Shear cracking in joints <1/16" width.

Drift 4% transient or permanent 2% transient; 1% permanent 1% transient; negligible permanent

Primary Extensive distortion of beams and column panels. Many fractures at moment connections, but shear connections remain intact.

Hinges form. Local buckling of some beam elements. Severe joint distortion; isolated moment connection fractures, but shear connections remain intact. A few elements may experience partial fracture.

Minor local yielding at a few places. No fractures. Minor buckling or observable permanent distortion of members.

Secondary Same as primary. Extensive distortion of beams and column panels. Many fractures at moment connections, but shear connections remain intact.

Same as primary.

Drift 5% transient or permanent 2.5% transient; 1% permanent 0.7% transient; negligible permanent

Primary Extensive yielding and buckling of braces. Many braces and their connections may fail.

Many braces yield or buckle but do not totally fail. Many connections may fail.

Minor yielding or buckling of braces.

Secondary Same as primary. Same as primary. Same as primary. Drift 2% transient or permanent 1.5% transient; 0.5%

permanent

0.5% transient; negligible permanent

Concrete Frames

Steel Moment Frames

Braced Steel Frames

Structural Performance Levels and Damage - Vertical Elements Elements Type Structural Performance Levels


(37)

26

6) 0,9 D + 1,0 E (2.31)

Kombinasi beban gempa

7) (1,2 + 0,2 SDS) D + QE + L (2.32)

8) (0,9 – 0,2 SDS) D + QE + 1,6H (2.33)

9) (1,2 + 0,2 SDS) D + QE + L (2.34)

10) (0,9 – 0,2 SDS) D + QE + 1,6H (2.35)

Sumber : SNI 1726:2012

Pengaruh beban gempa

E = Eh + Ev (2.36)

E = Eh - Ev (2.37)

Pengaruh beban gempa horizontal

Eh = .QE (2.38)

Pengaruh beban gempa vertikal

Ev = 0,2.SDS.D (2.39)

Keterangan:

= Beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap.

= Beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain.

= Beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak.

= Beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air.

= Beban angin.

= Beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 1726:2012 dengan, bila kPa dan bila kPa.


(38)

27

2.12 Penelitian yang Berkaitan

1. Hadi dkk (2013), Sebanyak 16 kolom RC persegi, diklasifikasikan menjadi empat kelompok, yang dicor dan diuji di High Bay Laboratory of the University of Wollongong. Dimensi kolom tersebut adalah 150x150 mm2 untuk penampang dan 800 mm untuk panjangnya. Kelompok pertama (group N) dianggap sebagai kelompok referensi tanpa kekangan eksternal atau modifikasi pada bagian penampangnya. Kelompok kedua (kolom kelompok RF) dicor memiliki 20-mm sudut bulat yang secara horizontal dibungkus dengan tiga lapis CFRP (dengan lebar 75 mm). Kelompok ketiga dan keempat, Grup CF dan CS, yang diikat dengan empat beton melingkar segmental untuk memodifikasi bentuk dari penampang bujursangkar ke lingkaran. Kolom kelompok CF yang horizontal dibungkus dengan tiga lapis CFRP, sementara kolom kelompok CS dikurung dengan tali baja (dengan lebar 19,1 mm) pada jarak 30 mm. Dari masing-masing kelompok kolom pertama dibebani secara konsentris, sedangkan kolom kedua dan ketiga menjadi sasaran beban eksentrik pada 15 dan 25 mm, masing-masing. Keempat benda uji diuji di bawah empat titik pembebanan sebagai balok untuk mengamati perilaku lentur. Semua benda uji diuji dengan menggunakan mesin Denison 5000 KN.

Gambar 2.10 Gambar Rencana Benda Uji ( Hadi,2013)


(39)

28 Tabel 2.5 Hasil Pengujian Benda Uji dibawah Beban Konsentrik

( Hadi,2013)

Benda uji di masing-masing kelompok diuji di bawah empat titik pembebanan sebagai balok. Tabel 2.5 merangkum hasil tes. Benda uji NF gagal oleh debonding beton dan baja memanjang di ujung. Benda uji RF-F dan CF-F gagal oleh defleksi besar, yang dihasilkan dari lebar retak yang sangat besar dan retak panjang di wilayah ketegangan antara cincin CFRP di tengah bentang dan pada ujung balok, masing-masing. Diagram defleksi beban-tengah bentang dari Spesimen RF-F dan CF-F dibagi menjadi dua tahap dengan dua perbedaan kemiringan diagram seperti yang ditunjukan perilaku konsentris. Perilaku yang sama Spesimen CS-F diamati ketika gagal, tapi satu tali baja pecah di celah terbesar di dekat ujung. Semua kekangan benda uji mengambil jalan panjang untuk mencapai beban ultimate, yang menunjukkan bahwa daktilitas mereka sangat tinggi.

Tabel 2.6 Hasil Pengujian Lentur Benda Uji ( Hadi,2013)


(40)

29

2. Tao dkk (2007), Sebanyak total 30 prisma beton yang diuji untuk kegagalan, di mana enam dari mereka tidak terkekang dan sisanya dibungkus dengan lembar CFRP. Benda uji kemudian dikelompokan lagi berdasarkan kuat tekan (19,;22;dan 49,5), aspek ratio penampang H/B(1;1,5;dan 2), jumlah lapisan CFRP (0,1 dan 2) dan radius sudut (20,35 atau 50). Semua spesimen dites dalam mesin uji universal berkapasitas 5000 kN dilengkapi dengan data sistem akuisisi. Data yang diperoleh meliputi penyusutan aksial dan regangan melintang dari jaket CFRP. Pengamatan uji dan mode kegagalan untuk semua spesimen tak terkekang, mereka dikompresi sampai mencapai kegagalan karena kombinasi geser dan pecah tarik. Sebaliknya, semua spesimen CFRP dibungkus gagal oleh pecahnya FRP yang umumnya terjadi pada dekat pertengahan tinggi (Gambar 2 dan 4) dan pecah itu terjadi di dekat sudut karena konsentrasi tegangan. Berdasarkan penelitian, pengaruh yang tejadi pada kuat tekan beton setelah mendapat perkuatan lapisan CFRP yaitu terjadi peningkatan pada kuat tekan beton untuk beton dengan kuat tekan rendah dan untuk beton dengan kuat tekan normal terjadi penurunan efektivitas dari lapisan CFRP sebagai perkuatannya. Hal ini disebabkan oleh beton berkekuatan rendah dilatasi lebih cepat dibawah pembebanan aksial yang tinggi daripada beton berkekuatan tinggi, sehingga pengekangan lapisan CFRP lebih efektif pada beton berekuatan rendah.

Gambar 2.11 Gambar diagram tegangan regangan benda uji ( Tao,2007 )


(41)

30

3. Lin dkk (2001), Penelitian ini menggunakan tiga set percobaan untuk menguji kekuatan silinder beton terkekang. Set pertama uji kekuatan silinder beton bertulang oleh jumlah lapisan yang berbeda dari lapisan komposit glass atau

carbon. Fenomena mekanis kegagalan dan hubungan antara kekuatan silinder dan jumlah lapisan komposit merupakan poin yang diperhatikan. Set kedua percobaan berfokus pada kekuatan silinder beton terkekang oleh kedua komposit glass dan

carbon bersama-sama. Ini set percobaan meneliti efek dari penumpukan\ urutan pada kekuatan silinder beton terkekang. Set ketiga percobaan diselidiki kekuatan silinder oleh sebagian komposit carbon dan glass membungkus silinder. Dua jenis beton dan dua jenis komposit serat yang digunakan dalam percobaan. Dimensi

beton yang digunakan adalah φ 120 × 240 mm. Peningkatan kuat tekan terjadi pada setiap spesimen yang mendapat perkuatan dengan lapisan komposit carbon maupun glass. Besar peningkatan kekuatan beton juga dipengaruhi jumlah lapisan yang dipasang pada spesimen uji , dimana bertambahnya jumlah lapisan yang dipasang mempengaruhi peningkatan kekuatan spesimen uji tersebut.

Gambar 2.12 Benda uji yang diperkuat dengan glass dan carbon composite

Gambar 2.13 Tipikal diagram tegangan-regangan beton tidak terkekang dan terkekang


(1)

Tabel 2.4 Level Kinerja Struktur

Sumber : FEMA 356

2.11Kombinasi Pembebanan

Untuk pemodelan rangka dengan pembebanan gempa berdasarkan SNI 1726:2012 adalah sebagai berikut:

1) 1,4 D (2.26)

2) 1,2 D + 1,6 L + 0,5 La (2.27)

3) 1,2 D + 1,6 La + L (2.28)

4) 1,2 D + L + 0,5 La (2.29)

5) 1,2 D + 1,0 E + L (2.30)

Collapse Prevention Life Safety Immediate Occupancy Primary Ekstensive cracking and hinge

formation in ductile elements. Limited cracking and/or splice failure in some nonductile columns. Severe damage in short columns.

Extensive damage to beams. Spalling of cover and shear cracking (<1/8" width) for ductile columns. Minor spalling in nonductile columns. Joint cracks <1/8" wide.

Minor hairline cracking. Limited yielding possible at a few locations. No crushing (strains below 0.003).

Secondary Extensive spalling in columns (limited shortening) and beams. Severe joint damage. Some reinforcing buckled.

Extensive cracking and Extensive cracking and hinge formation in ductile elements. Limited cracking and/or splice failure in some nonductile columns. Severe damage in short columns.

Minor spalling in a few places in ductile columns and beams. Flexural cracking in beams and columns. Shear cracking in joints <1/16" width.

Drift 4% transient or permanent 2% transient; 1% permanent 1% transient; negligible permanent

Primary Extensive distortion of beams and column panels. Many fractures at moment connections, but shear connections remain intact.

Hinges form. Local buckling of some beam elements. Severe joint distortion; isolated moment connection fractures, but shear connections remain intact. A few elements may experience partial fracture.

Minor local yielding at a few places. No fractures. Minor buckling or observable permanent distortion of members.

Secondary Same as primary. Extensive distortion of beams and column panels. Many fractures at moment connections, but shear connections remain intact.

Same as primary.

Drift 5% transient or permanent 2.5% transient; 1% permanent 0.7% transient; negligible permanent

Primary Extensive yielding and buckling of braces. Many braces and their connections may fail.

Many braces yield or buckle but do not totally fail. Many connections may fail.

Minor yielding or buckling of braces.

Secondary Same as primary. Same as primary. Same as primary. Drift 2% transient or permanent 1.5% transient; 0.5%

permanent

0.5% transient; negligible permanent

Concrete Frames

Steel Moment Frames

Braced Steel Frames

Structural Performance Levels and Damage - Vertical Elements Elements Type Structural Performance Levels


(2)

6) 0,9 D + 1,0 E (2.31)

Kombinasi beban gempa

7) (1,2 + 0,2 SDS) D + QE + L (2.32)

8) (0,9 – 0,2 SDS) D + QE + 1,6H (2.33)

9) (1,2 + 0,2 SDS) D + QE + L (2.34)

10) (0,9 – 0,2 SDS) D + QE + 1,6H (2.35)

Sumber : SNI 1726:2012

Pengaruh beban gempa

E = Eh + Ev (2.36)

E = Eh - Ev (2.37)

Pengaruh beban gempa horizontal

Eh = .QE (2.38)

Pengaruh beban gempa vertikal

Ev = 0,2.SDS.D (2.39)

Keterangan:

= Beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap.

= Beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain.

= Beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak.

= Beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air. = Beban angin.

= Beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 1726:2012 dengan, bila kPa dan bila kPa.


(3)

2.12 Penelitian yang Berkaitan

1. Hadi dkk (2013), Sebanyak 16 kolom RC persegi, diklasifikasikan menjadi empat kelompok, yang dicor dan diuji di High Bay Laboratory of the University of Wollongong. Dimensi kolom tersebut adalah 150x150 mm2 untuk penampang dan 800 mm untuk panjangnya. Kelompok pertama (group N) dianggap sebagai kelompok referensi tanpa kekangan eksternal atau modifikasi pada bagian penampangnya. Kelompok kedua (kolom kelompok RF) dicor memiliki 20-mm sudut bulat yang secara horizontal dibungkus dengan tiga lapis CFRP (dengan lebar 75 mm). Kelompok ketiga dan keempat, Grup CF dan CS, yang diikat dengan empat beton melingkar segmental untuk memodifikasi bentuk dari penampang bujursangkar ke lingkaran. Kolom kelompok CF yang horizontal dibungkus dengan tiga lapis CFRP, sementara kolom kelompok CS dikurung dengan tali baja (dengan lebar 19,1 mm) pada jarak 30 mm. Dari masing-masing kelompok kolom pertama dibebani secara konsentris, sedangkan kolom kedua dan ketiga menjadi sasaran beban eksentrik pada 15 dan 25 mm, masing-masing. Keempat benda uji diuji di bawah empat titik pembebanan sebagai balok untuk mengamati perilaku lentur. Semua benda uji diuji dengan menggunakan mesin Denison 5000 KN.

Gambar 2.10 Gambar Rencana Benda Uji ( Hadi,2013)


(4)

Tabel 2.5 Hasil Pengujian Benda Uji dibawah Beban Konsentrik ( Hadi,2013)

Benda uji di masing-masing kelompok diuji di bawah empat titik pembebanan sebagai balok. Tabel 2.5 merangkum hasil tes. Benda uji NF gagal oleh debonding beton dan baja memanjang di ujung. Benda uji RF-F dan CF-F gagal oleh defleksi besar, yang dihasilkan dari lebar retak yang sangat besar dan retak panjang di wilayah ketegangan antara cincin CFRP di tengah bentang dan pada ujung balok, masing-masing. Diagram defleksi beban-tengah bentang dari Spesimen RF-F dan CF-F dibagi menjadi dua tahap dengan dua perbedaan kemiringan diagram seperti yang ditunjukan perilaku konsentris. Perilaku yang sama Spesimen CS-F diamati ketika gagal, tapi satu tali baja pecah di celah terbesar di dekat ujung. Semua kekangan benda uji mengambil jalan panjang untuk mencapai beban ultimate, yang menunjukkan bahwa daktilitas mereka sangat tinggi.

Tabel 2.6 Hasil Pengujian Lentur Benda Uji ( Hadi,2013)


(5)

2. Tao dkk (2007), Sebanyak total 30 prisma beton yang diuji untuk kegagalan, di mana enam dari mereka tidak terkekang dan sisanya dibungkus dengan lembar CFRP. Benda uji kemudian dikelompokan lagi berdasarkan kuat tekan (19,;22;dan 49,5), aspek ratio penampang H/B(1;1,5;dan 2), jumlah lapisan CFRP (0,1 dan 2) dan radius sudut (20,35 atau 50). Semua spesimen dites dalam mesin uji universal berkapasitas 5000 kN dilengkapi dengan data sistem akuisisi. Data yang diperoleh meliputi penyusutan aksial dan regangan melintang dari jaket CFRP. Pengamatan uji dan mode kegagalan untuk semua spesimen tak terkekang, mereka dikompresi sampai mencapai kegagalan karena kombinasi geser dan pecah tarik. Sebaliknya, semua spesimen CFRP dibungkus gagal oleh pecahnya FRP yang umumnya terjadi pada dekat pertengahan tinggi (Gambar 2 dan 4) dan pecah itu terjadi di dekat sudut karena konsentrasi tegangan. Berdasarkan penelitian, pengaruh yang tejadi pada kuat tekan beton setelah mendapat perkuatan lapisan CFRP yaitu terjadi peningkatan pada kuat tekan beton untuk beton dengan kuat tekan rendah dan untuk beton dengan kuat tekan normal terjadi penurunan efektivitas dari lapisan CFRP sebagai perkuatannya. Hal ini disebabkan oleh beton berkekuatan rendah dilatasi lebih cepat dibawah pembebanan aksial yang tinggi daripada beton berkekuatan tinggi, sehingga pengekangan lapisan CFRP lebih efektif pada beton berekuatan rendah.

Gambar 2.11 Gambar diagram tegangan regangan benda uji ( Tao,2007 )


(6)

3. Lin dkk (2001), Penelitian ini menggunakan tiga set percobaan untuk menguji kekuatan silinder beton terkekang. Set pertama uji kekuatan silinder beton bertulang oleh jumlah lapisan yang berbeda dari lapisan komposit glass atau carbon. Fenomena mekanis kegagalan dan hubungan antara kekuatan silinder dan jumlah lapisan komposit merupakan poin yang diperhatikan. Set kedua percobaan berfokus pada kekuatan silinder beton terkekang oleh kedua komposit glass dan carbon bersama-sama. Ini set percobaan meneliti efek dari penumpukan\ urutan pada kekuatan silinder beton terkekang. Set ketiga percobaan diselidiki kekuatan silinder oleh sebagian komposit carbon dan glass membungkus silinder. Dua jenis beton dan dua jenis komposit serat yang digunakan dalam percobaan. Dimensi beton yang digunakan adalah φ 120 × 240 mm. Peningkatan kuat tekan terjadi pada setiap spesimen yang mendapat perkuatan dengan lapisan komposit carbon maupun glass. Besar peningkatan kekuatan beton juga dipengaruhi jumlah lapisan yang dipasang pada spesimen uji , dimana bertambahnya jumlah lapisan yang dipasang mempengaruhi peningkatan kekuatan spesimen uji tersebut.

Gambar 2.12 Benda uji yang diperkuat dengan glass dan carbon composite