Analisa Pelat Beton Bertulang Yang Diperkuat Dengan Fiber Reinforced Polymer (FRP) (Study Literatur)

(1)

ANALISA PELAT BETON BERTULANG YANG DIPERKUAT

DENGAN FIBER REINFORCED POLYMER (FRP)

(STUDY LITERATUR)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian Pendidikan Sarjana Teknik Sipil

O l e h :

ZULFARIZA

030404049

SUB JURUSAN : STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2009


(2)

ABSTRAK

Pada pelaksanaan suatu proyek, faktor utama yang harus diperhatikan adalah kekuatan dari bangunan itu sendiri yang didukunng oleh faktor ekonomis, efisien dan estetika bangunan yang direncanakan. Untuk negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia dalam mengejar ketertinggalannya maka dibutuhkan sarana dan prasarana yang dibangun dengan cepat tanpa mengabaikan aspek keindahan, kenyamanan dan keamanan strukturnya khususnya dari pengaruh gempa dan pembebanan.

Penelitian ini merupakan studi literatur yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh perkuatan FRP terhadap kekuatan lentur pada pelat beton bertulang dengan terlebih dahulu menguraikan secara umum tentang teori pelat. Adapun pelat beton yang diteliti adalah pelat dengan dukungan balok ( bukan pelat datar).

Dalam penelitian ini digunakan metode menganalisa dengan membandingkan hasil analisa pelat sebelum perkuatan dan setelah perkuatan dengan menggunakan FRP. Permasalahan yang timbul adalah ketika struktur tersebut menerima beban yang lebih besar dari beban yang direncakan (Mu>Md), sehingga struktur tersebut membutuhkan perkuatan untuk dapat memikul beban yang ada. Perkuatan (strenghtning) merupakan suatu alternativ untuk meningkatkan kapasitas struktur dalam memikul beban. Metode perkuatan ini menggunakan bahan FRP (Fiber Reinforced Polymer) yang merupakan komposit yang terdiri dari serat carbon, aramid, dan glass (kaca). Dimana serat-serat tersebut memiliki tegangan tarik yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan tulangan baja biasa. Analisa menggunakan metode yang ada di SK SNI 1991 dan ACI Committee , setelah melakukan penelitian secara analitis dan numeris ternyata ada peningkatan momen yang cukup signifikan pada pelat yang diperkuat.


(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas berkat Rahmat dan Karunia-Nya, akhirnya penyusunan Tugas Akhir ini dapat saya selesaikan dengan baik, Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) di Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara (USU).

Penulis menyadari bahwa selesainya Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan, motivasi dan bantuan semua pihak. Untuk itu melalui Tulisan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan tidak terhingga kepada :

1. Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna, MT dan Bapak Ir. Robert Panjaitan selaku Dosen Pembimbing saya yang telah meluangkan waktu, tenaga dan fikiran untuk memberikan dukunga dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

2. Bapak Prof. Dr.Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Teruna Jaya, M.Sc selaku sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak / Ibu Staff pengajar Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara yang selama ini ikhlas dan sabar dalam mencurahkan ilmunya kepada seluruh anak didiknya termasuk penulis.

5. Seluruh pegawai administrasi yang telah memberikan bantuan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

6. Ayahanda, Ibunda dan segenap keluarga khususnya bang Jon Kennedi yang telah banyak berkorban demi penyelesaian pendidikan saya.

7. Rekan-rekan Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Arman, Rustam, Sahdan,Ardani, Masana Bangun, Ade satria dan yang lainnya tanpa saya sebutkan namanya satu persatu yang telah memberikan masukan dan motivasi yang positif buat saya.


(4)

Penulis menyadari manusia tidak luput dari khilaf dan salah, demikian juga penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini sehingga Tugas Akhiir ini masih memiliki kesalahan dan kekurangan walaupun penulis telah berusaha semaksimal mungkin. Oleh karena itu dengan tangan terbuka dan hati yang tulus penulis akan menerima saran dan kritikan yang positifdemi kesempurnaan Tugas Akhir ini. Harapan pen ulis, semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua khusunya yang bergerak dalam bidang Teknik Sipil.

Medan, 2009

Penulis


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ...iv

DAFTAR NOTASI ... vii

DAFTAR TABEL ...ix

DAFTAR GAMBAR...x

BAB I. PENDAHULUAN ... I-1 I.1. Umum... I-1 I.2. Latar Belakang Masalah... I-1 I.3. Maksud Dan Tujuan ... I-2 I.4. Pembatasan Masalah ... I-2 I.5. Metode Penelitian... I-3

BAB II. TEORI DASAR PELAT ...II-1 II.1. Teori Dasar Elastis Linier ...II-1 II.2. Komponen Tegangan ...II-2 II.3. Komponen Regangan...II-5 II.4. Hubungan Tegangan-Regangan...II-7 II.5. Perilaku Umum Pelat Terlentur ...II-10 II.6. Hubungan Regangan- Kelengkungan ...II-12 II.7. Tegangan dan Resultan Tegangan ...II-14 II.8. Variasi Tegangan Di Dalam Pelat...II-19 II.9. Persamaan Lendutan Pelat ...II-21 II.10. Beberapa Syarat Batas ...II-22

BAB III PERBAIKAN DAN PERKUATAN STRUKTUR ... III-1

III.1. Umum ... III-1 III.2. Investigasi... III-2


(6)

III.3. Evaluasi ... III-4 III.4. Metode Perbaikan ... III-4 III.5. Material Perbaikan... III-6 III.6. Metode Perkuatan ... III-8 III.7. Pelaksanaan Perbaikan Dan Perkuatan... III-9 III.8. Fiber Reinforce Polymer ... III-10 III.8.1. Keuntungan dan Kerugian FRP Secara Umum ... III-10 III.8.2. Beberapa Penelitian Tentang FRP... III-12 III.9. Material Perkuatan... III-13 III.9.1. Komponen – komponen Komposit... III-14 III.9.2. Durabilitas FRP ... III-17 III.10. Analisa dengan Program Lusas V. 14. 03 ... III-18

BAB IV. APLIKASI ... IV-1 IV.1. Penampang Pelat Beton Bertulang Tanpa FRP

Secara Teoritis... IV-1 IV.2. Penampang Pelat Beton Bertulang Dengan FRP

Secara Teoritis... IV-4 IV.3 Penampang Pelat Beton Tanpa FRP (Program Lusass) ... IV-6

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... V-1 DAFTAR PUSTAKA


(7)

DAFTAR NOTASI

A Luas penampang

P Gaya aksial

x, y, z Komponen- komponen tegangan yang sejajar dengan sumbu x, y, z

Tegangan geser

u, v, w Komponen- komponen perpindahan

ε Regangan

E Modulus elastisitas pada tarikan dan tekanan

υ Poisson Ratio

G Modulus Geser

Regangan Geser

e Pertambahan Volume

D Ketegaran Lentur Dari Pelat

r, θ Koordinat Kutub

x, y, z Koordinat persegi panjang

Mx, My, Mz Momen-momen lentur per panjang satuandari potongan pelat yang

tegak lurus dengan sumbu x, y, z

Nx, Ny Gaya-gaya normal persatuan panjangdari potongan pelat yang tegak

lurus terhadap arah-arah x dan y

Qx, Qy, Gaya-gaya geser yang sejajar dengan sumbu z persatuan panjang

dari potongan pelatyang tegak lurus terhadap sumbu-sumbu x dan y Ffe, Fs Tegangan ijin FRP dan tegangan ijin baja tulangan

F’c Kuat tekan beton

ρf, ρs Ratio penulangan FRP dan ratio penulangan dengan baja

Lx, Ly Panjang bentang arah x dan y

b Lebar penampang pelat

h Tebal pelat

d Tinggi effektif penampang pelat

qu Beban ultimit

ttf Tebal FRP

km Factor pengali untuk membatasi regangan pada FRP d Tinggi effektif penampang pelat


(8)

Faktor reduksi kekuatan

Ψ Faktor reduksi tambahan untuk FRP

Ø

Diameter tulangan baja


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Perbandingan Performancce Bahan untuk Perbaikan ...III-7 Tabel 3.2 : Perbandingan Performance FRP ...III-13 Tabel 3.3 : Sifat Mekanis Material ...III-15 Tabel 3.4 : Sifat Material...III-17 Tabel 4.1 : Momen Untuk Pelat 2 Arah...IV-2 Tabel 4.2 : Hasil Perhitungan ...IV-17


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Respon Suatu Benda Elastis Terhadap Gaya Luar ... II-1 Gambar 2.2 : Metode Irisan... II-2 Gambar 2.3 : Elemen Tiga Dimensi ...II-3 Gambar 2.4 : Deformasi Suatu Benda ...II-5 Gambar 2.5 : Distribusi Sudut yang Diproyeksikan...II-6 Gambar 2.6 : Type Konstruksi Pelat Lantai ...II-11 Gambar 2.7 : Geometri Elemen Pelat...II-12 Gambar 2.8 : Sumbu Lokal Puntir Elemen Pelat...II-14 Gambar 2.9 : Komponen – Komponen Tegangan Pelat...II-15 Gambar 2.10 : Komponen Gaya Dan Momen Elemen Pelat...II-20 Gambar 2.11 : Tranpormasi Puntir Mxy ...II-23 Gambar 3.1 : Perbedaan Sifat Fiber dan Baja ...III-15 Gambar 3.2 : Jenis – Jenis FRP di Jepang...III-17 Gambar 3.3 : Bentuk – Bentuk Elemen Solid 3D...III-22 Gambar 3.4 : Geometri Elemen Interface...III-26 Gambar 3.5 : Jenis Mode Patah Elemen Interface...III-28 Gambar 3.6 : Material Interface ...III-28 Gambar 3.7 : Parameter Interface...III-29 Gambar 4.1 : Plat Lantai dengan Tumpuan Jepit ...IV-1 Gambar 4.2 : Pemodelan FRP dengan Program Lusass ...III-7 Gambar 4.3 : Elemen Beton yang digunakan ...IV-7 Gambar 4.4 : Elemen FRP...IV-8 Gambar 4.5 : Model Pembebanan ...IV-8 Gambar 4.6 : Pemodelan Tumpuan Sendi ...IV-9 Gambar 4.7 : Pembagian Mesh Pada Plat Beton ...IV-9 Gambar 4.8 : Pembagian Mesh Pada Elemen Interface ...IV-10


(11)

Gambar 4.10 : Properti FRP yang digunakan...IV-11 Gambar 4.11 : Properti Interface yang digunakan...IV-11 Gambar 4.12 : Beban yang dipakai ...IV-12 Gambar 4.13 : Diagram Tegangan Plat ...IV-13 Gambar 4.14 : Beban Batas untuk Mencapai Tegangan Beton...IV-13 Gambar 4.15 : Tegangan Batas Beton ...IV-14 Gambar 4.16 : Beban Batas Untuk Regangan beton ...IV-15 Gambar 4.17 : Regangan Beton ...IV-15 Gambar 4.18 : Tegangan Batas Beton ...IV-16 Gambar 4.19 : Regangan FRP Akibat Beban Batas ...IV-16


(12)

ABSTRAK

Pada pelaksanaan suatu proyek, faktor utama yang harus diperhatikan adalah kekuatan dari bangunan itu sendiri yang didukunng oleh faktor ekonomis, efisien dan estetika bangunan yang direncanakan. Untuk negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia dalam mengejar ketertinggalannya maka dibutuhkan sarana dan prasarana yang dibangun dengan cepat tanpa mengabaikan aspek keindahan, kenyamanan dan keamanan strukturnya khususnya dari pengaruh gempa dan pembebanan.

Penelitian ini merupakan studi literatur yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh perkuatan FRP terhadap kekuatan lentur pada pelat beton bertulang dengan terlebih dahulu menguraikan secara umum tentang teori pelat. Adapun pelat beton yang diteliti adalah pelat dengan dukungan balok ( bukan pelat datar).

Dalam penelitian ini digunakan metode menganalisa dengan membandingkan hasil analisa pelat sebelum perkuatan dan setelah perkuatan dengan menggunakan FRP. Permasalahan yang timbul adalah ketika struktur tersebut menerima beban yang lebih besar dari beban yang direncakan (Mu>Md), sehingga struktur tersebut membutuhkan perkuatan untuk dapat memikul beban yang ada. Perkuatan (strenghtning) merupakan suatu alternativ untuk meningkatkan kapasitas struktur dalam memikul beban. Metode perkuatan ini menggunakan bahan FRP (Fiber Reinforced Polymer) yang merupakan komposit yang terdiri dari serat carbon, aramid, dan glass (kaca). Dimana serat-serat tersebut memiliki tegangan tarik yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan tulangan baja biasa. Analisa menggunakan metode yang ada di SK SNI 1991 dan ACI Committee , setelah melakukan penelitian secara analitis dan numeris ternyata ada peningkatan momen yang cukup signifikan pada pelat yang diperkuat.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Umum

Penanganan yang biasanya dilakukan pada bangunan yang mengalami kerusakan atau kesalahan desain adalah retrofit yang berupa perbaikan atau perkuatan struktur, sehingga struktur mampu memikul berbagai kombinasi beban. Salah satu metode perbaikan/perkuatan struktur adalah dengan pemberian bahan Fiber Reinforced Polymer (FRP) yang dilakukan dengan cara menempelkannya pada permukaan beton dengan bantuan perekat epoxy. Perbaikan/perkuatan struktur dengan bahan ini berupa komposit dengan tulangan external yang direkatkan pada permukaan beton. Pada prinsipnya sama dengan metode steel plat bonding, steel & concrete jacketing dan prategang external. Secara umum perbaikan /perkuatan struktur dengan metode ini dapat diterapkan pada kolom, pelat dan balok beton bertulang.

Dalam tugas akhir ini akan dibahas metode perkuatan pada pelat beton bertulang yang menggunakan Fiber Reinforced Polymer ( FRP). Sebelumnya akan disajikan tentang kerusakan struktur pada pelat akibat lentur. Kemudian dengan menggunakan rumus praktis untuk analisa pelat yang diperkuat dengan Fiber Reinforced Polymer ( FRP) dengan keuntungan dan kerugian pemakaian FRP tersebut.

1.2 Latar Belakang Masalah

Carbon Fiber Reinforced Polymer adalah material bangunan yang dibuat untuk memperkuat struktur bangunan yang memakan tempat seminimal mungkin sehingga tidak mempersempit ruangan ataupun merusak nilai arsitektural bangunan.

Masalah kerusakan struktur bangunan akibat beban gempa maupun akibat kekurangan daya dukung karena kesalahan dalam perencanaan ataupun pembangunan dan membutuhkan perkuatan seperti penambahan lempengan baja atau membuat balok


(14)

penyokong bukan hal yang baru lagi, namun penggunaan fiber reinforced polymer adalah sesuatu hal yang baru dan perlu diteliti lebih lanjut karena penggunaan FRP hampir dapat dikatakan tidak memakan tempat.

Metode ini diperkenalkan oleh Meier (1995) dan Neale (2000). Konsep Carbon Fiber Reinforce Polymer umumnya digunakan pada struktur bangunan untuk melakukan perkuatan terutama pada daerah yang mengalami daerah tarik dan geser.

1.3 Maksud Dan Tujuan

Adapun maksud dalam Tugas Akhir ini adalah :

1. Memaparkan metode pelaksanaan pemasangan Fiber Reinforce Polymer pada struktur beton khususnya pelat.

2. Mengetahui dampak teknis dari penggunaan FRP pada struktur beton khususnya pelat. Adapun tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah :

1. Mengetahui besarnya pertambahan kapasitas momen setelah penambahan FRP. 2. Mengetahui perbandingan hasil perhitungan dengan cara analitis dan program Lusas. 1.4 Pembatasan Masalah

Untuk memperoleh pembahasan yang lebih teliti dan terarah maka dilakukan

pembatasan masalah. Pembatasan masalah ini adalah merupakan batasan umum yang sifatnya mempersempit ruang lingkup sehingga tujuan dan sasaran yang diharapkan dapat tercapai dan tergali secara mendalam.

Adapun batasan-batasan masalahnya adalah sebagai berikut : 1. Struktur bangunan yang ditinjau adalah pelat lantai 2. Pelat bukan berupa pelat datar

3. Beban yang bekerja merata diseluruh permukaan. 4. Lubang pada pelat dianggap tidak ada

5. Bahan perkuatan yang digunakan adalah Carbon Fiber Reinforce Polymer ( CFRP)


(15)

1.5 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam pada Tugas Akhir ini adalah study literatur dimana Penulis mencari bahan-bahan dari referensi dari buku ajar (text book), standar perencanaan yang relevan, jurnal maupun buku-buku petunjuk teknis yang berhubungan dengan penggunaan CFRP pada pelat untuk perkuatan struktur bangunan yang kemudian menuliskannya kembali kedalam bentuk yang lebih terperinci dan praktis, dimana setiap pembaca diharapkan dapat memahami dan menggunakan Tugas Akhir ini sebagai referensi praktis dalam mendesain perkuatan struktur pada pelat dengan menggunakan CFRP.


(16)

BAB II

TEORI DASAR PELAT

II.1 Teori Dasar Elastisitas Linier

Teori elastisitas merupakan cabang yang sangat penting dari fisika statis, yang mengkaji hubungan antara gaya, perpindahan, tegangan dan regangan dalam benda elastis. Bila suatu benda pejal dibebani oleh gaya luar, benda tersebut akan berubah bentuk atau akan mengalami deformasi, sehingga timbul tegangan dan regangan. Perubahan bentuk ini tergantung pada konfigurasigeometris dari benda tersebut dan pada sifat mekanis

bahannya. Dalam teori elastisitas kita batasi pembahasannya hanya pada bahan yang elastis linier, yaitu keadaan dimana hubungan antara regangan dan tegangan bersifat linier dan perubahan bentuk serta tegangan akan hilang bila gaya luar dihilangkan. Selain itu,

teori elastisitas menganggap bahan bersifat homogen dan isotropik, dengan demikian sifat mekanis bahan sama dalam segala arah.

Dalam statika benda tegar (rigid body), kita hanya mengkaji gaya luar (external forse) yang bekerja pada suatu benda dan tidak meninjau perubahan bentuk yang timbul. Sebaliknya, dalam teori elastisitas kita meninjau perubahan bentuk akibat gaya luar. Melalui perubahan bentuk pada benda tersebut, gaya-gaya luar dikonversi menjadi gaya dalam (internal force).

II.2 Komponen Tegangan Pn

P1

Gambar 2.1 Respon suatu benda elastis terhadap gaya luar Sumber : Teori dan analisis pelat ( Szilard,1989)

P2 Perubahan Bentuk

PPt

Tinjaulah suatu benda elastis dengan bentuk sembarang dalam sistim koordinat kartesius X,Y,Z yang memikul gaya luar P1, P2, …., Pn, yang berada dalamkeadaan


(17)

setimbang. Untuk menentukan gaya dalam yang timbul diantara partikel-partikel benda tersebut, bayangkanlah benda tersebut dipenggal menjadi dua bagian oleh suatu bidang, seperti Gambar 2.2.a..jika sekarang kita bayangkan bahwa bagian B dihilangkan,

keseimbangan benda tersebut harus dipertahankan oleh gaya-gaya luar yang bekerja pada permukaan penampangnya. Kemudian kita ambil suatu luas ∆A yang kecil pada

penampang tersebut dan kita nyatakan gaya dalam yang bekerja pada luasan ini sebagai ∆P (Gambar 2.2 b).Perbandingan ∆P/∆A adalah tegangan rata-rata yang didefenisikan sebagai limit dari perbandingan, jadi Tegangan adalah :

=

A P Lim n

( gaya persatuan luas )...(2.1)

P3 o

P2

X Z

Z

Y

t P3

Bidang Penampang A

Pt

n ΔA

ΔP P1

B

Pn

ΔPt P1

Pn

O P2

X

Y (b)

(a)

Karena ∆P pada umumnya tidak tegak lurus penampang, kita lebih mudah menggunakan komponen normal (tegak lurus) dan tangensial (sebidang). Dengan demikian, defenisi tegangan normal dan tegangan geser ( Gambar 2.2b) adalah :

Gambar 2.2 Metode Irisan

Sumber : Teori dan analisis pelat (Szilard, 1989)


(18)

=

A P Lim n

dan =

A P Lim n

……….……(2.2) Dimana tegangan pada suatu bidang adalah vektor suatu tegangan. Resultante

tegangan dengan mudah dapat dicari dengan penjumlahan vektor dari

komponen-komponennya.Keadaan tegangan pada benda elastis biasanya bervariasi dari satu titik ke titik lainnya, jadi dapat dituliskan (x,y,z) dan ( x,y,z).

Untuk menggambarkan keadaan tegangan tiga dimensi , ambillah suatu elemen yang sangat kecil dalam bentuk kotak yang sisinya , yang mukanya sejajar dengan bidang koordinat (Gambar 2.3). Komponen tegangan normal X, Y, dan Z, masing-masing diberi notasi x, y, dan z . Subkripnya (huruf bawah) menunjukkan garis normal (tegak

lurus) permukaan tempat vektor tegangan tersebut bekerja. z y x d d

d , ,

Gambar 2.3 Elemen tiga dimensi Sumber : Teori dan analisis pelat (Szilard, 1989)

Tegangan geser biasanya memiliki dua subkrip. Subkrip pertama menunjukkan arah garis normal permukaan, sedangkan subkrip kedua menunjukkan arah vektor tegangan geser . Karena tegangan merupakan fungsi dari letaknya terhadap suatu benda,

intensitasnya akan berubah bila bidang rujukannya digerakkan sejauh . Pertambahan yang timbul dinyatakan oleh dua suku pertama dari deret Taylor (Gambar 2.3).

z y x d d

d , ,

Z

dx

dy

dz

X Z

yx

y

yz

xy

x

z

zy

zx


(19)

Perjanjian tanda berikut akan digunakan , yaitu pada bidang dekat suatu elemen (dipandang dari ujung sumbu koordinat positif), semua tegangan yang bekerja dalam arah sumbu koordinat positif dianggap positif. Pada bidang jauh suatu elemen, semua tegangan yang bekerja pada arah sumbu koordinat negatif dianggap positif.perjanjian tanda ini mengikuti aturan umum dalam praktek bidang teknik, yakni tarikan bertanda positif dan tekanan bertanda negatif.

Keadaan tegangan tiga dimensi disembarang titik benda elastis ditentukan oleh sembilan komponen tegangan dengan matrik sebagai beikut :

[ ] = ... ... ( 2.3 )

     

   

z zy zx

yz y yx

xz xy x

 

  

  

yang simetris terhadap diagonal utama. Karena sifat simetris ini , maka :

,

yx xy

  xz zx, dan yzzy.... ... ...( 2.4 ) Persamaan 2.3 disebut Hukum Timbal Balik Tegangan Geser. Dengan demikian enam besaran x , y

,

z , xy yx, xz zx, dan yzzy cukup untuk

menjelaskan tegangan yang bekerja pada koordinat bidang melalui sebuah titik, besaran inilah yang disebut Komponen Tegangan pada sebuah titik.

Untuk kasus dua dimensi, maka z, xz, dan yz, sama dengan nol. Dengan

demikian keadaaan tegangan bidang ( plane stress ) yang besarnya tidak tergantung kepada z yang tidak berubah sepanjang tebalnya. Berarti komponen ini hanya merupakan fungsi x dan y saja.

II.3 Komponen Regangan

Benda elastis yang diperlihatkan pada Gambar 2.1 ditumpu sedemikian rupa sehingga perpindahan benda tegar / rigid body ( tranlasi dan rotasi ) tidak terjadi. Karena benda elastis tersebut berubah bentuk akibat gaya luar, setiap titik padanya mengalami


(20)

perpindahan elastis yang kecil. Dengan menyatakan komponen perpindahan tranlasi dalam arah X, Y, Z, sebagai u, v, w dapat kita tuliskan :

u = f1 ( x, y, z ) v = f2 ( x, y, z ) w = f3 ( x, y, z ) ... ( 2.5 )

yang menunjukkan bahwa komponen perpindahan merupakan fungsi dari letaknya.

Untuk menghubungkan perpindahan dan perubahan bentuk, tinjaulah kembali kotak yang sangat kecil dengan sisi , , pada suatu benda elastis (Gambar2.3). Karena keseluruhan benda elasis itu berubah bentuk, elemen yang sangat kecil tersebut juga akan berubah bentuk, yakni sepanjang sisinya dan sudut antara permukaannya yang semula siku - siku juga akan berubah. (Gambar 2.4).

x

d dy dz

Z,w Z,w

Gambar 2.4 Deformasi suatu elemen Sumber : Teori dan analisis pelat (Szilard, 1989)

Dengan membatasi pembahasan pada perubahan bentuk yang sangat kecil, kita defenisikan regangan normal

ε

, perubahan satuan panjang satuan. Misalnya regangan

normal dalam arah X adalah :

ε

x = dx

dx

...2.6 )

di mana pertambahan dxdapat dinyatakan dengan suku kedua deret Taylor dx x u dx ( )

   

, jadi untuk ketiga arah dapat dituliskan :

X,u

Y,v dz

dx

dy

Δdx

Δdy o

Y,v

o

Δdz

yz   

2

zx   

2

X,u

xy   

2

yz zx xz yx xy    

  ;  ; 


(21)

ε

x = x u

;

ε

y = y v

  ;

ε

x = z w

...2.7 )

Akibat pengaruh regangan geser , permukaan elemen tersebut akan berputar (Gambar 2.4b). Sebagai contoh, dengan mengambil proyeksi elemen tersebut pada bidang XY,( Gambar 2.5 ), kita defenisikan regangan geser sebagai distorsi sudut.

O X,u

dx

u dx

x u u    B A

v dx

x v v    A’

dy ' B’

C "

dy y v v    C’ dy y u u    Y,u yx xy y u x v   

  ' "   ... (2.8)

Gambar 2.5 Distribusi sudut yang diproyeksikan Sumber : Teori dan analisis pelat (Szilard, 1989)

Dengan cara yang sama kita peroleh :

zx yz x w z u        

 ; yz zy

y w z v        

 ... (2.9) Sama halnya dengan tensor tegangan (persamaan 2.2) disuatu titik , regangan tensor dapat didefenisikan :

 

              z zy zx yz y yx xz xy x      


(22)

Selanjutnya dapat dilihat bahwa dengan memiliki tiga satuan perpanjangan dalam tiga arah yang saling tegak lurus dan tiga regangan geser dengan arah yang sama, sehingga perpanjangan dalam arah sembarang dan pelentingan sudut antara dua arah sembarang dapat dihitung. Keenam besaran

ε

x ,

ε

y,

ε

z, xy , xz , yz disebut Komponen Regangan ( Component of Strain ).Untuk kasus dua dimensi, perpindahan memanjang sepanjang w sama dengan nol, maka dari persamaan 2.6 dan 2.8 didapat

0

      

x w z u xz

 ; 0

     

y w z v yz

 ;

ε

z = 0 ... (2.11) II.4. Hubungan Tegangan - Regangan ( Hukum Hooke )

Hubungan linier antara komponen regangan dan komponen tegangan umumnya dikenal sebagai Hukum Hooke. Untuk bahan struktur yang menunjukkan batas elastis linier yang jelas, Hukum Hooke suatu dimensi menghubungkan tegangan dan regangan normal sebagai :

=

ε

.

E

...(

2.12) dengan E adalah Modulus Elastisitas.

Jika tegangan normal bekerja dalam arah X, perpanjangan

ε

x, diikuti oleh

perpendekan lateral, maka regangan dalam arah X ,Y, Z adalah :

ε

x = E

x

;

ε

y = E vy

 ;

ε

z = E vz

 ... (2.13) dimana v suatu konstanta yang disebut dengan Poisson Ratio yang berkisar antara 0,15 – 0,35 untuk kebanyakan bahan struktur.

Persamaan 2.12 dapat juga digunakan untuk kasus penekanan sederhana dimana modulus elastis dan Poisson Ratio pada keadaan tekan sama dengan keadaan tarik.


(23)

Untuk kasus struktur linier yang mengikuti hukum Hooke, prinsip superposisi dapat diterapkan, dengan demikian jika x , y,dan z bekerja secara bersamaan pada elemen

yang kecil tersebut, hukum Hooke dapat diperluas menjadi :

ε

x = 1[ x v( y z)] E    

ε

y = 1[ y v( z x)]

E     ... (2.14)

ε

z = 1[ z v( x y)] E    

Dengan cara yang sama , hubungan tegangan geser dan regangan geser adalah :

=

G

... (2.15)

Dimana G adalah Modulus Geser yang mempunyai hubungan dengan Modulus Elastisitas

dan Poisson Ratio yakni : G =

) 1 (

2 v

E

 ... (2.16)

Jika regangan geser bekerja pada semua permukaan elemen, persamaan 2.14 menjadi :

G xy xy

   ,

G yz yz

  ,

G

zx zx

  ... (2.17) Persamaan 2.13 dan persamaan 2.16 menghasilkan komponen regangan sebagai fungsi komponen tegangan.

Kadangkala komponen tegangan dinyatakan sebagai komponen regangan. Komponen ini dapat diperoleh sebagai berikut :

Tambahkan persamaan 2.13 bersama sama dengan notasi

e =

ε

x +

ε

y +

ε

z , θ = x + y + z ... (2.18)

Kita dapatkan hubungan antara pengembangan volume e dengan jumlah tegangan normal θ,yaitu :


(24)

e =  E v) 2 1 (  ...2.19)

Persamaan diatas dapat disederhanakan menjadi :

y+ z = x v Ee

2 )

1

( ... (2.20) Gunakan notasi persamaan 2.17 dan selesaikan persamaan 2.13 untuk

memperoleh x

,

y, dan z sehingga didapat :

x x v E e v v vE   ) 1 ( ) 2 1 )( 1 (      y y v E e v v vE   ) 1 ( ) 2 1 )( 1 (    

 ... ………(2.21)

z z v E e v v vE   ) 1 ( ) 2 1 )( 1 (     

Dan gunakan e

v v vE ) 2 1 )( 1 (    

Dan persamaan 2.20 ini menjadi :

x xe G

  2

y ye G

  2 . ... (2.22) z

ze G

  2

II.5 Perilaku Umum Pelat Terlentur

Pelat dan shell pada mulanya adalah suatu Elemen struktur bidang rata maupun lengkung Dimana ketebalannya lebih kecil dibandingkan dimensi lainnya. Ketebalan suatu pelat biasanya diukur pada arah normal sumbu ( garis berat ) pelat. Dilihat dari segi

ketebalannya pelat dapat dikategorikan dalam tiga jenis yaitu :

1. Pelat tipis dengan lendutan kecil ( thin plate with small deflection ) 2. Pelat tipis dengan lendutan besar ( thin plate with large deflection )


(25)

3. Plat tebal ( thick plate )

dan dilihat dari segi cara transper gaya dari pelat ke kolom,pelat dibagi atas tiga jenis yaitu :

1. Pelat dengan balok ( Slab with beam )

2. Pelat tanpa balok dan drop panel disekitar kolom (Flat Slab) 3. Pelat tanpa balok,drop panel ( Flat Plate)

Gambar 2.6a. Flat slab Gambar 2.6b. Plate with beam

Kolom Pelat

Kolom Balok

Pelat kolom

Pelat Drop panel

Gambar 2.6c Flat Plate

Sumber : Teori dan analisis pelat (Szilard, 1989)

Melihat kategori tersebut sering digunakan dan diaplikasikan untuk mendefenisikan pelat tipis sebagai perbandingan tebal dengan bentang terpendek pelat lebih kecil dari 1/20 (untuk material beton). Dengan hanya mempertimbangkan lendutan kecil pada pelat tipis ,


(26)

terdapat suatu penyederhanaan yang konsisten dengan besarnya lendutan yang biasanya ditemukan pada struktur pelat.

Asumsi yang mendasar didalam teori lendutan kecil pada pelat terlentur atau disebut teori klasik untuk material isotropik, homogen, dan elastis didasarkan pada geometri

lendutan ( deformasi ) antara lain :

Gambar 2.7 Geometri Elemen Pelat

Sumber : Teori dan analisis pelat (Szilard, 1989)

1. Lendutan di tengah bentang pelat lebih kecil dibanding ketebalan pelat itu sendiri dan kemiringan kelengkungan pelat sangat kecil sehingga dapat diabaikan .

2. Penampang pada bidang sistim pelat tidak berobah pada saat terjadi lenturan

3. Bidang tegak lurus pada bidang sistem pelat akan tetap tegak lurus setelah pelenturan sehingga regangan geser vertical xz dan yz dapat diabaikan.

4. Tegangan normal di tengah bentang z sangat kecil dibanding komponen lainnya

sehingga dapat diabaikan . Pada pelat tebal, regangan geser sangat penting seperti balok pada umumnya.

II.6 Hubungan Regangan – Kelengkungan

Beranjak dari anggapan yang tersebut diatas, regangan – perpindahan dapat digambarkan sebagai berikut :

ε

x = x u

ε

z = z w

= 0

X

Y

Z

A

t

a

y

t A

a

x

x

2 t

n m

w rx

m A’ z

z

n x

w  

x w z u

   


(27)

ε

y = y v

 xz=

z u x w      =0... (2.23) xy  = x v y u      yz  = z v y w    

=0

Melalui persamaan :

xz

 = 0

     z u x w z u x w       x z u w       ) , (x y u x w

uo

  

 dan v(x,y)

y w z v     

akan didapatkan fungsi w dalam parameter x,y atau w = (x,y), dengan kata lain

perpindahan lateral tidak dipengaruhi fungsi komponen z ( tebal pelat ).dengan asumsi kedua diatas didapatkan harga uo(x,y) = 0 dan vo(x,y) = 0.

Sehingga didapat :

x w z u  

 dan

y w z v   

 ... (2.24) subtitusi persamaan 2.24 ke persamaan 2.23 dan menghasilkan :

ε

x =

2 2 ) ( x w z x w z x       

 ,

ε

y = 2 2 y w z  

 , xy=

y x w z    . 2 2

... ( 2.25)

Persamaan ini memberikan nilai regangan di setiap titik. Kelengkungan dari pelat terlentur didefenisikan sebagai laju perubahan kemiringan sudut sepanjang pelat.dengan asumsi pertama dan persamaan 2.24, luasan kemiringan pelat diabaikan dan diferensial parsial pada persamaan 2.25 mewakili kelengkungan pelat.

Sehingga kelengkungan k ( kappa ) pada tengah bentang yang parallel dengan bidang xz, yz, dan xy dapat digambarkan sebagai berikut :

y y y k w y

r  

 

 ( )


(28)

xy y xy

k w x

r  

 

 ( )

1 ………(2.26)

Gambar 2.8 Sumbu Lokal Puntir Elemen Pelat Sumber : Teori dan analisis pelat (Szilard, 1989)

Sehingga hubungan regangan dan kelengkungan adalah superposisi persamaan 2.25 dengan persamaan 2.26 sebagai :

ε

x = zkx ,

ε

y = zky

,

xy = zkxy... (2.27) II.7 Tegangan dan Resultan Tegangan

Pada kasus tegangan dan regangan tiga dimensi yang mengikuti Hukum Hook untuk benda isotropis, homogen dan elastis, hubungan tegangan – regangan adalah sebagai berikut :

ε

x =1[ X v( y z)]

E     G

xy xy

 

ε

y =1[ y v( x z)]

E     G

xz xz

  ………...(2.28)

ε

z = 1[ z v( x y)]

E     G

yz yz

 

Z dy

X

x w  

Y

dy y

x w

x w

    


(29)

Gambar 2.9 Komponen - komponen Tegangan pelat Sumber : Teori dan analisis pelat (Szilard, 1989)

dimana :

E = Modulus elestis bahan V = Poisson ratio

G = Modulus geser [ G = E/2.(1+V) ]

Notasi untuk tegangan normal digunakan lambing (sigma) dan tegangan geser digunakan lambang

(tau). Subcript pertama menunjukkan arah normal terhadap bidang yang ditinjaudan huruf kedua menunjukkan arah tegangan itu sendiri.

Tegangan normal bernilai positif bila tegangan tersebut menghasilkan tegangan tarik dan sebaliknya.arah positif tegangan geserpada sisi sembarang dari elemen kubus diambil sebagai arah positif sumbu koordinat, apabila tegangan tarik pada sisi yang sama

mempunyai arah positifdari sumbu yang bersangkutan.Apabila arah tegangan tarik berlawanan dengan arah positif, maka arah positif komponen tegangan geser dibalik. Dengan memasukkan :

0

   yz xz

x  

Diperoleh :

dx dy X

Z dx

Y

2

t

2

t dz

2

t

xy z

y

yz

dz

z

xz

x

 x

xz

 X

dx x

xy x

    

dy y

xy xy

    


(30)

) (

1 2 x y

x v v E       ) (

1 2 y x

y v v E       ………...(2.29) xy xy G

  .

Untuk pelat lengkung persamaan menjadi :

) ( 1 . ) ( 1 . 2 2 2 2 2 2 y w v x w v z E vk k v z E y x x              ………(2.30) y x xy xy w v z E k v z E         . . 1 . ) ( 1 . 2 2 2

 ...………. (2.31)

Dari persamaan – persamaan diatas dapat diketahui bahwa tegangan tidak terjadi pada sumbu pelat dan akan berubah secara linier sepanjang tebal pelat yang diakibatkan oleh momen lentur Mx, My, dan Mxy.

Dengan mengambil integral pada Gambar 2.5 :

. . . . . 2 2 2 2

    t t t t y x z x y z y

xd d d z d M d

z  ... (2.32)

Dengan cara yang sama tegangan yang lain akan diperoleh dan dibuat dalam bentukmatrik hubungan momen lentur dan tegangan :

                     2 2 . . t t z xy y x xy y x d z M M M  

. ... (2.33)

Dimana : MxyMyx

Hubungan gaya geser dengan tegangan geser adalah :

                     2 2 . t t z yz xz y x d Q Q   ………..(2.34)


(31)

z t

t x

x zd

M . .

2 2

  

         2 2 2 2 2 2

2 .( ). .

) 1 ( . t t Z

X zd

y w x w v z E M

         2 2 2 2 2 2 2

2 .( ). .

) 1 ( t t z

X z d

y w x w v E M ) ( ) 1 ( 12 . 2 2 2 2 2 3 y w x w v t E MX        ………...(2.35) Faktor -) 1 .( 12 . 2 3 v t E

 disebut faktor kekakuan lentur pelat.

Dari persamaan – persamaan tersebut diatas diperoleh :

3 . 12 t z Mx x   3 . . 12 t z My y   3 . . 12 t z Mxy xy

 ………. (2.36)

Untuk menentukan komponen – komponen tegangan arah z yaitu : z, xz, dan yz Digunakan persamaan differensial kesetimbangan untuk elemen pelat dalam suatu bentuk tegangan umum :

0         z xz y xy x

x  

 0         z x yz xy y

y  

... (2.37)

x z xz z    

  + 0

 

z

yz

Dari persamaan 2.37 diperoleh :

) ( y x z xz x xz           

    

 2( ).

t z xy x xz dz y x   


(32)

dz y x w v z E y y w v x w v z E x t z

xz ) .

1 . ( ) 1 . ( 2 2 2 2 2 2 2

        

dz

y x w v z E y w v x w v z E t z xz . . 1 . 1 ( . 2 2 3 3 3 3 3 2

     

                 

 2 .

. 1 . . 1 . . 1 . 2 3 2 3 2 3 3 2 t z xz dz y x w v z E y x w v v z E x w v z E



 2 .

1 1 1 . . 1 . 2 2 3 3 3 2 t z xz dz v v v y x w z E x w v z E

    

 2 ( ).

1 . 2 2 2 2 2 t z xz dz y w x w x v z E

( )

4 ) 1 ( 2 2 2 2 2 2 2 2 y w x w x z t v E xz                 ……….(2.38)

Dengan cara yang sama diperoleh :

( )

4 ) 1 ( 2 2 2 2 2 2 2 2 y w x w y z t v E yz               

 ... (2.39) melalui persamaan diatas dapat dilihat distribusi komponen tegangan xzdan yz

sepanjang ketebalan pelat merupakan persamaan parabola. Sedangkan komponen tegangan normal zdapat ditentukan melalui persamaan ketiga pada persamaan 2.37

dengan mensubstitusi komponen tegangan yang telah diperoleh pada persamaan 2.38 dan 2.39 sebagai berikut :

) ( y x z yz xz z           

   

 2( ).

t z yz xz dz y x   

        

 2 . ( .

4 ) 1 ( 2 ) ( . 4 ) 1 ( 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 t z z dz y w x w y z t v E x y w x w x z t v E x

        

 2 . ( .

4 ) 1 ( 2 ) ( . 4 ) 1 ( 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 t z x dz y w x w y w z t v E y w x w x z t v E


(33)

dz y w x w y x z t v E t z

z .( )( ) .

4 ) 1 ( 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

       

                  .( )( ) 3 4 12 ) 1 ( 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 y w x w y x z z t t v E z

 ... (2.40)

komponen tegangan arah z selalu kecil dibandingkan dengan tegangan – pada arah lain (plane stress) dan ini sesuai dengan asumsi ke empat di atas, dimana tegangan arah z pada bidang tengah pelat sangat kecil dan dapat diabaikan.

II.8 Variasi Tegangan di dalam Pelat

Komponen tegangan pda umumnya berubah dari titik ke titik lainnya pada suatu pelat yang diberi beban. Perubahan atau variasi ini disebabkan oleh pengaruh

kesetimbangan statis antara komponen - komponen tegangan. Untuk memenuhi keadaan ini perlu dibuat suatu hubungan seperti persamaan kesetimbangan.

Perhatikan suatu elemen pelat kecil dx dy yang memikul beban terbagi merata per satuan luas p ( Gambar 2.7 ). Untuk penyederhanaan, diasumsikan gaya dan momen yang bekerja pada sisi penampang terdistribusi merata sepanjang sisi elemen.

Dengan adanya perubahan tempat, misalnya dari sudut kiri atas ke sudut kanan bawah elemen pelat, maka salah satu komponen gaya misalkan Mx yang beraksi pada sisi elemen negatif akan berubah relatif terhadap elemen positif.

Gambar 2.10 Komponen gaya dan momen elemen pelat Sumber : Teori dan analisis pelat (Szilard, 1989)

y

Q

x

z p

Mxy My

Mx

Mxy dy

dx dx x Q Q x x    dx x M M xy xy   y dy y M M y y   dy y Q Q y y

y dy

M M xy xy   dx x M M x x   


(34)

Turunan parsial dipergunakan karena Mx adalah fungsi dari x dan y. dari Gambar 2.7, pelat dalam kondisi setimbang bilamana jumlah gaya yang bekerja pada arah z sama dengan nol. 0 . . . . . .      

dxdy pdxdy

y Q dy dx x

Qx y

Sehingga diperoleh :

0 . .        p y Q x

Qx y ... (2.41)

Kesetimbangan momen pada sumbu x :

0 . . . . . . . .        dy dx Q dy dx y M dy dx x M y y xy

sehingga diperoleh :

0 . .        y y xy Q y M x M

... (2.42)

Begitu juga dengan kesetimbangan momen pada sumbu y :

0 . .        x x xy Q x M y M

... (2.43)

Substusikan persamaan 2.42 dan 2.43 ke persamaan 2.41 sehingga diperoleh

p y M y x M x

Mx xy y

           2 2 2 2 2 .

2 ... (2.44)

Persamaaan 2.44 merupakan persamaan differensial kesetimbangan lentur pelat tipis. Gaya geser vertikal dinyatakan dalam fungsi x dan y adalah turunan pertama dari

persamaan kesetimbangan momen pada persamaan 2.14 menjadi :

 

w x D y w x w x D

Qx 2 2

2 2 2                

w y D y w x w y D Qy 2 2 2 2 2               


(35)

Dimana 2 2 2 2 2 y x      

II.9 Persamaan Lendutan Pelat

Persamaan differensial dasar lendutan pelat diambil dari persamaan 2.14 dan 2.45 menjadi : D p y K y x K x

Kx xy y

         2 2 2 2 2 .

2 ... (2.46)

Dengan mengganti persamaan kelengkungan diatas menjadi persamaan lendutandengan memasukkan persamaan 2.26 diperoleh :

D p y w y x w x w          4 4 2 2 4 4 4 .

2 ... (2.47)

Persamaan ini merupakan persamaan differensial lendutan pelat yang yang dibebani beban merata sebesar p. Persamaan lendutan w didapat dengan mengintegrasikan

persamaan persamaan tersebut pada syarat batas yang ada. Jika persamaan 2.45 dan persamaan 2.47 dimasukkan kedalam persamaaan tegangan pada (2.37), (2.38) dan (2.39) akan diperoleh :

      2 ) 2 ( 1 2 3 t z t Qx xz        2 ) 2 ( 1 2 3 t z t Qy yz

3

) 2 ( 3 1 2 4 3 t z t z p

z   

 ... (2.48) II.10 Beberapa Syarat Batas

Distribusi tegangan yang terjadi pada pelat tidak terlepas dari syarat batas (boundary condition), antara lain gaya dan perpindahan. Pada persamaan differensial kesetimbangan pelat dibutuhkan dua syarat batas utama pada masing – masing tepi yaitu lendutan dan rotasi atau gaya dan momen atau kombinasi antara keduanya.


(36)

Perbedaan yang mendasar antara syarat batas pelat dan balok adalah momen puntir (torsi) disepanjang tepi pelat.

Beberapa kondisi batas untuk suatu pelat persegi panjang, dimana sumbu x dan y diambil sejajar dengan sisi-sisi pelat yaitu :

a. Tepi terjepit

Jika pada tepi pelat x = a terjepit, lendutan dan kemiringan sepanjang tepi ini adalah nol.

0 )

(w xa   0

       a x x w

b. Tepi yang ditumpu sederhana

Jika pada tepi pelat x= a ditumpu sederhana, maka lendutan sepanjang tepi ini adalah nol. Namun tepi ini dapat berputar bebas terhadap garis tepi, sehingga tidak terdapat Momen lentur Mx sepanjang tepi ini.

 

w xa 0

 

2 0

2 2 2               a x a x y w v x w D Mx

c. Tepi bebas

Jika tepi pelat bebas pada x = a, maka pada tepi ini tidak terdapat momen lentur Mx dan momen puntir Mxy dan gaya geser Qx, sehingga :

0

) ( 2 2 2 2         

a x a

x y w v x w D Mx

0

. ) 1 ( ) ( 2       

a x a

x xy y x w v D M

0

) ( 2 2 2 2          

a x a

x x y w x w x D Q                   y x w v y w D x M Q

Vy y xy 2

3 3 3 ) 2 (


(37)

b a

dx dy

dy dx y x xy M yx M

Gambar 2.11. Transpormasi puntir Mxy Sumber : Teori dan analisis pelat (Szilard, 1989)

Oleh Kelvin dan Tait dua kondisi batas Mxy dan Qx ini dapat dijadikan satu, Karena momen puntir Mxy dy yang bekerja pada suatu elemen sepanjang dy pada tepi x = a dapat digantikan dengan dua buah gaya vertical sebesar Mxy dan terpisah dengan jarak sebesar dy.

Dari gambar terlihat bahwa :

a x xy x y M Q          . '

Oleh karena persyaratan gabungan antara momen puntir Mxy dan gaya geser Qx sepanjang tepi batas x = a menjadi :

0 ) ( ) ' (      

xa

xy x x x x y M Q Q Q v atau 0 ) 2 ( 2 3 3 3              a x x y x w v x w D v

Dengan mentranspormasikan momen puntir seperti yang terlihat pada Gambar 2.7 selain diperoleh gaya geser Q’x sepanjang tepi x = a, juga diperoleh dua buah gaya

terpusat pada sudut tepi tersebut. Dengan cara yang sama, transpormasi momen puntir Myx sepanjang tepi y = b juga akan menghasilkan gaya geser sepanjang tepi dan gaya terpusat pada sudutnya. Sehingga besarnya reaksi pada sudut R untuk x = a dan y ialah :

dy y M M xy xy  


(38)

b y a x b

y a x xy

y x

w v D M

R

   

 ,

2

, )

. )( 1 ( 2 )

.( 2


(39)

BAB III

PERBAIKAN DAN PEKUATAN STRUKTUR

III.1 Umum

Perbaikan pada stuktur beton kerap kali dilakukan baik pada saat pelaksanaan konstruksi dari suatu stuktur ataupun pada struktur yang sudah digunakan tujuan dari pada perbaikan yang dilakukan adalah untuk mengembalikan struktur tersebut ke keadaan semula tanpa adanya penambahan kapasitas dari struktur dalam menahan beban (tanpa adanya perkuatan).

Disisi lain dengan meningkatnya perekonomian di Indonesia, maka banyak struktur beton yang memerlukan peningkatan kapasitas dalam menahan beban; baik itu struktur jembatan sejalan dengan meningkatnya beban lalu lintas ataupun struktur gedung yang beralih fungsi selain itu struktur beton terutama di daerah pantai (dermaga, dll) banyak yang mengalami korosi pada tulangan beton yang pada akhirnya menyebabkan penurunan kapasitas struktur. Sehingga struktur-struktur diatas memerlukan perkuatan.

Tujuan daripada perkuatan pada struktur beton, umumnya adalah untuk meningkatkan kapasitas dari struktur dalam menahan beban atau mengembalikan ke kapasitas rencana dalam kasus terdapat kesalahan dalam pelaksanaan atau terdapat penurunan kapasitas akibat adanya korosi tulangan.

Untuk mendapatkan hasil perbaikan dan perkuatan struktur beton yang optimal, maka harus dilakukan tiga tahapan penting yaitu investigasi, evaluasi, dan pelaksanaan. Ketiga tahapan ini sangat penting untuk dilakukan, dan tidak ada satu tahapanpun yang lebih penting dari tahapan yang lainnya. Karena tanpa investigasi yang baik, maka kita tidak bisa melakukan evaluasi dengan benar, demikian juga tanpa evaluasi yang benar,


(40)

maka perbaikan dan perkuatan yang dilakukan juga tidak dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan, demikian halnya tanpa pelaksanaan yang benar, maka segala tahapan yang sudah dilakukan dengan benar dan baik tidak berarti sama sekali. Oleh sebab itu ketiga tahapan ini benar-benar harus dilakukan oleh tenaga-tenaga yang professional dan sudah berpengalaman dalam bidang perbaikan dan perkuatan struktur beton.

III.2 Investigasi

Tujuan dari investigasi ini adalah :

 Mendapatkan gambaran yang lengkap dari lokasi dan besarnya kerusaan yang terjadi

serta kemungkinan penyebabnya.

 Memperoleh data-data struktur , baik dimensi, data material maupun data beban (mutu beton, mutu dan jumlah tulangan serta beban yang bekerja).

 Mengetahui kondisi lingkungan sekita dari struktur yang ada (lingkugan agresif atau

tidak), serta gambaran yang lengkap dari lokasi strutur yang akan diperbaiki atau diperkuat, apakah terdapat halangan-halangan yanga akan mengganggu pelakasanaan. Data-data diatas sangat penting, artinya untuk tahapan selanjutnya yaitu tahapan evaluasi, karena tanpa data-data yang benar dan akurat maka rekomendasi perbaikan atau perkuatan hasil dari evaluasi akan tidak tepat dan tidak mencapai sasaran, maka pada tahapan investigasi ini harus didapatkan data-data yang maksimal yang akan mempermudah dan menunjang tahapan evaluasi yang akan dilakukan selanjutnya.

Untuk mencapai tujuan diatas, maka harus dilakukan :

 Pengamatan secara visual (melakukan mapping kerusakan, dimensi dari struktur

beton)

 Memeriksa dokumen-dokumen yang ada, baik dokumen perencanaan, pelaksanaan,


(41)

 Melakukan testing-testing non destruktif yang diperlukan untuk melengkapi data-data

investigasi, seperti Hammer test, Corring Tensile test, Chloride test, dan Deflection test.

Pada saat melakukan pengamatan secara visual, beberapa jenis kerusakan yang didapat

adalah sebagai berikut :

 Keretakan yang bersifat structural maupun keretakan non-structural.

 Keropos

 Korosi

 Spalling (lepasnya bagian beton).

 Kebocoran.

 Penurunan.

Penyebab kerusakan diatas bisa diakibatkan oleh :

 Kesalahan dalam perencanaan.

 Kesalahan dalam pemilihan material.

 Kesalahan pelaksanaan.

 Pengaruh lingkungan sekitar (temperature, kimia, beban dll)

Karena investigasi adalah tahapan pertama dari seluruh tahapan perbaikan atau

perkuatan yang akan dilakukan dan merupakan tahapan yang sangat penting dalam menunjang dan mempermudah untuk melakukan evaluasi yang tepat, maka harus diusahakan untuk mendapatkan data-data yang maksimal

III.3 Evaluasi

Setelah mendapatkan data-data dari hasil investigasi maka dilakukan evaluasi untuk menentuan tindakan-tindakan apa yang akan diambil. Beberapa tindakan yang dihasilkan dari evaluasi dapat berupa :


(42)

 Penurunan kapasitas struktur (menurunkan beban operasional).

 Melakukan pencegahan terhadap penyebab kerusakan.

 Melakukan perbaikan.

 Melakukan perkuatan.

 Melakukan pembongkaran.

Didalam menentukan salah satu tindakan diatas yang akan diambil harus dipertimbangkan beberapa aspek yaitu :

 Masa layan struktur.

 Kebutuhan struktur.

 Keselamatan umum.

 Batasan-batasan yang ada apabila dilakukan perbaikan atau perkuatan, misalnya

waktu, biaya, keindahan dan kemudahan struktur.

III.4 Metode Perbaikan

Beberapa pertimbangan yang menjadi dasar penentuan metode perbaikan yang akan digunakan adalah :

 Jenis kerusakan.

 Besar dan luasnya kerusakan yang terjadi.

 Peralatan yang tersedia.

 Kemampuan tenaga pelaksana.

 Keterbatasan ruang kerja.

 Kemudahan pelaksanaan.

 Biaya perbaikan.

Metode perbaikan yang umum dilakukan adalah :  Patching


(43)

Metode perbaikan ini adalah metode perbaikan manual, dimana kedalaman kerusakan tidak terlalu dalam (kurang dari selimut beton). Pada metode perbaikan ini, yang perlu diperhatikan adalah penekanan pada saat mortar ditempelkan, sehingga benar-benar didapatkan hasil yang padat. Material yang digunakan harus memiliki sifat mudah dikerjakan dan tidak jatuh setelah terpasang.

Grouting

Metode perbaikan ini umumnya dilakukan apabila kerusakan melebihi selimut beton.

Metode ini dapat dilakukan secara manual (gravitasi) atau dengan menggunakan pompa.

Pada metode ini yang perlu diperhatikan adalah bekisting yang terpasang harus benar-benar kedap agar tidak ada kebocoran spesi yang mengakibatkan terjadinya keropos. Material yang digunakan harus memiliki sifat mengalir dan tidak susut.

Shotcrete (beton tembak)

Metode perbaikan ini umumnya digunakan untuk kerusakan yang sangat luas, dimana metode patching ataupun grouting sudah tidak efektif lagi. Dan pada metode ini tidak diperlukan bekisting lagi seperti halnya pengecoran pada umumnya. Metode shotcrete ada dua sistim yaitu dry-mix dan wet-mix. Pada sistim dry-mix, capuran yang dimasukkan dalam mesin berupa campuran kering, dan akan tercampur dengan air di ujung selang. Sehingga mutu dari beton yang ditembakkan sangat tergantung pada keahlian tenaga yang memegang selang, yang mengatur jumlah air. Tapi sistim ini sangat mudah dalam perawatan mesin shocretenya, karena tidak pernah terjadi blocking. Pada sistim wet-mix, campuran yang dimasukkan dalam mesin berupa campuran basah, sehingga mutu beton yang ditembakkan lebih seragam. Tapi sistim ini memerlukan perawatan mesin yang tinggi, apabila terjadi blocking. Pada metode shocrete, umumnya digunakan zat additive

untuk mempercepat pengeringan, dengan tujuan untuk mempercepat pengerasan dan mengurangi terjadinya banyaknya bahan yang terpantul dan jatuh.


(44)

Injection

Metode ini umumnya digunakan untuk kerusakan yang berupa keretakan. Dalam proses perbaikan dengan metode ini dapat digunakan alat manual, ataupun mesin bertekanan. Material yang digunakan harus mempunyai viskositas yang rendah (agak encer) sehingga mampu mengisi celah keretakan.

Coating

Metode ini berupa pemberian lapisan pada permukaan beton, dengan tujuan untuk melindungi beton dari serangan bahan kimia ataupun air laut, biasanya digunakan pada struktur di daerah laut atau struktur yang berada di lingkungan aggressive.

III.5 Material Perbaikan

Beberapa aspek yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan material perbaikan adalah :

 Kekuatan bahan.

 Besar dan kedalaman bahan.

 Kondisi temperature.

 Waktu perbaikan.

 Keawetan.

 Kondisi permukaan beton yang akan diperbaiki.

Jenis bahan dasar dari material perbaikan yang umumnya digunakan adalah :

 Semen.

Polymer.


(45)

Perbandingan dari ketiga macam bahan dasar material perbaikan ini dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1. Perbandingan performance Material perbaikan (ACI Comitte)

Performance Semen Polymer Epoxy

Kuat tekan (MPa) 20 - 70 10 - 80 55 - 110

Kuat lentur (MPa) 2 - 10 6 - 15 25 - 50

Kuat tarik (MPa) 2 - 5 2 - 10 9 - 20

Koef. Muai panas (/°C) 7 - 12.106 8 - 20.106 25 - 30.106

Peyerapan air umur 7 hari (%) 5 - 15 0,1 - 0,5 0,1

Max.servis temp. (°C) >300 100 - 300 40 - 80

Perkembangan kekuatan 1 - 4 minggu 1 - 7 hari 6 - 48 jam

Toleransi pengadukan Besar Cukup Kecil

Kondisi permukaan beton Dibasahi Dibasahi kering

Ketahanan kimia Tidak tahan Agak tahan Tahan

III.6 Metode Perkuatan

Perkuatan pada suatu struktur beton, biasanya dilakukan karena alasan-alasan sebagai berikut :

 Kesalahan dalam perencanaan (misal : jumlah tulangan yang tidak mencukupi,

kesalahan dalam memasukkan beban rencana dll).

 Kesalahan dalam pelaksanaan (misal : jumlah tulangan yang terpasang tidak sesuai

dengan rencana, mutu beton tidak sesuai dengan rencana dll).


(46)

 Penurunan daya dukung akibat korosi tulangan ( umumnya di daerah laut atau daerah

aggressive).

 Perubahan fungsi bangunan ( misal : perubahan dari rumah tinggal menjadi gudang

dll) atau adanya perubahan dari denah struktur ( misal : penghilangan kolom, pembuatan lubang pada plat untuk tangga atau lift, dll).

Metode perkuatan yang umumnya dilakukan adalah :

 Memperpendek bentang dari struktur dengan konstruksi beton ataupun dengan

konstruksi baja.

 Memperbesar dimensi dari konstruksi beton.

 Menambah plat baja.

 Melakukan external prestresing.

Dari metode perkuatan diatas, ada beberapa kendala yang dijumpai di lapangan seperti :

 Waktu pelaksanaan yang lama ( menunggu proses pengeringan dari material perkuatan

hingga mampu memikul beban).

 Perlunya ruang kerja yang cukup luas sehigga harus menghentikan aktifitas dan juga

harus membongkar terlebih dahulu plumbing maupun ducting AC yang ada  Perlunya alat bantu seperti penyanggah sementara dll.

 Adanya sambungan-sambungan apabila benteng yang harus diperkuat cukup panjang

(metode perkuatan dengan plat baja).

 Perlunya lapisan pelindung untuk meningkatkan keawetan terhadap korosi.

Sejak tahun 90-an, mulai banyak digunakan metode baru dalam melakukan perkuatan

yaitu dengan menggunakan “Fiber Reinforced Plastic (FRP)”. Prinsip metode perkuatan

dengan menggunakan FRP menyerupai penggunaan plat baja . Tiga prinsip penggunaan


(47)

 Meningkatkan kapasitas momen lentur pada balok atau plat dengan menambah FRP

pada bagian tarik.

 Meningkatkan kapasitas geser pada balok dengan menambah FRP dibagian sisi pada

daerah geser .

 Meningkatkan kapasitas beban axial dan geser pada kolom dengan menambah FRP di

sekeliling kolom

III.7 Pelaksanaan Perbaikan dan Perkuatan

Sebelum dilakukan pelaksanaan perbaikan atau perkuatan, perlu dilakukan pengecekan terakhir apakah metode dan material yang sudah ditentukan sesuai dengan kondisi lapangan dan dapat dilaksanakan.

Didalam pelaksanaan perbaikan atau perkuatan, yang perlu diperhatikan adalah :

 Persiapan permukaan.

Permukaan beton yang akan diperbaiki atau diperkuat perlu dipersiapkan, dengan tujuan agar terjadi ikatan yang baik: sehingga material perbaikan dengan beton lama menjadi satu kesatuan. Permukaan beton yang akan diperbaiki atau diperkuat, harus merupakan yang kuat dan padat, tidak ada keropos ataupun bagian lemah lainnya (kecuali bila menggunakan metode injeksi untuk mengisi celah keropos), serta harus bersih dari debu dan kotoran lainnya. Apabila ada tulangan yang sudah berkarat, maka perlu dilakukan pemotongan beton hingga ±20 mm dibawah tulangan yang brkarat. Dan karat tersebut harus dibersikan, serta diberikan lapisan anti karat.

 Perbandingan Campuran.

Untuk menghasilkan mutu dari material perbaikan atau material bonding yang


(48)

perbandingan campuran dari material harus diikuti dengan tepat, apalagi bila menggunakan material berbahan dasar epoxy.

Pos life.

Adalah waktu yang dibutuhkan dari pengadukan hingga material tersebut terpasang. Apabila waktu telah melebihi pos life-nya, maka material yang sudah tercampur jangan digunakan.

III.8 Fiber Reinforced Polymer(FRP)

III.8.1 Keuntungan dan kerugian pemakaian FRP secara umum

Perbaikan struktur diperlukan apabila terjadi kerusakan yang menyebabkan penurunan kekuatan, kekakuan, stabilitas dan integritas serta ketahanan terhadap kondisi lingkungan yang bersifat merusak bangunan. Perbaikan perlu dikaji terhadap aspek biaya ketersediaan material, alat, pembebanan, tenaga dan waktu pelaksanaan serta aspek estetika dan arsitektur. FRP diproduksi dalam bentuk pelat dan lembaran tipis yang bisa menyesuaikan dengan bentuk komponen struktur yang akan diperbaiki. Keputusan pemilihan metode perbaikan merupakan keputusan hasil kompromi dari beberapa kajian tersebut. Berikut diberikan beberapa keuntungan pemakaian FRP (Hartono dan Santoso 2003) antara lain :  Kuat tarik sangat tinggi (±7-10 kali lebih tinggi dari U39).

 Sangat ringan (density 1,4-2,6 gr/cm³, 4-6 kali lebih ringan dari baja ).

 Pelaksanaan sangat mudah dan cepat .

 Memungkinkan untuk tidak dilakukan penutupan lalu lintas (jembatan dll).

 Tidak memerlukan daerah areal yang luas.

 Tidak memerlukan joint, meskipun bentang yang harus diperkuat cukup panjang.

 Memungkinkan untuk tidak dilakukan pembongkaran plumbing atau ducting AC pada


(49)

 Tidak mengalami korosi.

Namun demikian perlu juga diperhatikan beberapa kelemahan pemakaian bahan ini, antara lain kurang tahan terhadap suhu tinggi. Dengan suhu sekitar 70ºC bahan perekat

epoxy resin akan berubah dari kondisi keras menjadi lunak, bersifat plastis sehingga daya lekatnya akan menurun. Selain itu bahan ini juga tidak tahan terhadap sinar ultraviolet.

Untuk mengatasi kelemahan ini perlu dilakukan proteksi, misalnya pelapisan atau

penutupan dengan mortar. Proteksi ini juga berfungsi untuk menghindari pengrusakan dari luar yang sering terjadi pada fasilitas umum.

III.8.2 Beberapa penelitian tentang Perbaikan/Perkuatan dengan FRP

Pemakaian FRP untuk perbaikan dan perkuatan struktur beton antara lain pada pelat, balok, kolom, pilar, dinding dan komponen lainnya sudah cukup luas. Demikian pula penelitian-penelitian tentang perbaikan dan perkuatan dengan FRP sudah cukup banyak.

Chajes dkk.(1996) pernah melakukan penelitian untuk mempelajari lekatan antara plat compost dan beton. Dari hasil penelitian mereka dapat disimpulkan bahwa persiapan

permukaan beton, tipe adhesive dan kekuatan beton mempengaruhi jenis keruntuhan dan

kuat lekat ultimitnya. Untuk mendapatkan lekatan yang paling baik, permukaan harus dibersihkan terlebih dahulu. Aplikasi FRP untuk plat lantai biasanya digunakan FRP jenis grid, ditempelkan pada bagian tarik plat dengan bantuan perekat epoxy.

Agar dapat dipastikan bahwa tidak terjadi kerusakan local dan untuk menghindari pemisahan FRP dari betonnya akibat retak lentur serta menghindari leleh baja tulangan

akibat beban layan, perlu dibatasi regangan pada CFRP pada kondis beban batas

(Almaktdkk, 1998), yaitu tegangan ultimit dalam perhitungan tidak boleh diambil lebih dari 20% dari kuat tariknya. Grace dkk. (1999) mempelajari prilaku pelat beton bertulang


(50)

yang diperkuat dengan CFRP. Mereka menentukan pengaruh jumlah lapisan bahan ini, tipe

epoxy dan pola perkuatan terhadap benda uji. Dari pengujian ini antara lain dihasilkan

bahwa pelat mudah mengalami kegagalan getas dan dibutuhkan faktor keamanan yang

lebih tinggi dalam perencanaan.

III.9 Material Perkuatan

Tipe FRP yang sering dipakai pada perkuatan struktur adalah dari bahan carbon, aramid

dan glass. Perbandingan dari ketiga macam bahan FRP ini dapat dilihat pada Gambar 3, dan Tabel 3.2.

Bentuk FRP yang sering digunakan pada struktur adalah :  Plate / Composite

Fabric / Wrap

Tabel 3.2. Perbandingan Performance FRP¹(ACI Comitte)

Performance Carbon Aramid Glass

Alkaline Resistant Good Good Bad

UV Resistant Yes No Yes

Electrical Conductivity Yes No No

Compressive vs Tensile Strength Close to Lower Close

Elastic Modulus vs Steel Similar Lower Lower

Melting Point 650ºC 200ºC 1000ºC

Creep Rupture Best Moderate Bad

Bentuk plate lebih efektif dan efesien untuk perkuatan lentur baik pada balok maupun plat serta pada dinding, sedang bentuk wrap lebih efektif dan efisien untuk perkuatan geser


(51)

pada balok serta untuk meningkatkan kapasitas beban axial dan geser pada kolom.

Pemasangan FRP pada umumnya adalah dengan menggunakan epoxy sebagai bonding

untuk menyatukan FRP dengan beton. Yang perlu diperhatikan adalah pemasangan bentuk

Fabric / wrap, dimana terdapat dua sistem yaitu ‘dry system’ (FRP tidak perlu dijenuhkan

dulu dengan epoxy) dan ‘Wet system’ (FRP harus dijenuhkan dulu dengan epoxy

menggunakan mesin saturator). Untuk menentukan sistem mana yang akan digunakan, tergantung dari banyaknya fiber per m². Pada umumnya FRP dengan banyaknya fiber kurang dari 300 gr/m² menggunakan ‘dry system’, sebaliknya menggunakan ‘wet system’.

Fiber Reinforced Polymer (FRP) diartikan sebagai bahan komposit, kata komposit berasal dari bahasa latin yaitu componer, yang berarti menyatukan. Komposit adalah suatu material yang dibentuk dari bagian-bagian yang terpisah yang memiliki sifat berbeda

dengan yang lainnya. Komposit yang akan dibahas disini berupa Fiber Reinforced

Polymer. Ini merupakan komposit dengan dimana polymernya terdiri dari serat yang relatif

tipis dan panjang. Komposit ini banyak ditemukan dalam alat-alat olah raga, pesawat, dan

industri ruang angkasa. Walaupun komposit digunakan selama beberapa waktu dalam

industri bangunan, namun pemakaian bahan ini sendiri bisa dianggap sebagai hal yang baru dalam bidang Teknik Sipil.

III.9.1 Komponen - komponen komposit a) Fiber

Sifat -sifat komposit sangat dipengaruhi oleh jenis seratnya. Dalam Teknik Sipil ada tiga jenis serat yang terkenal yaitu serat carbon, aramid, dan glass (kaca). Namun yang sering digunakan dalam perkuatan struktur beton yaitu serat carbon (CFRP). Karena serat ini memiliki sifat yang berbeda dengan yang lainnya, termasuk dari segi harganya.untuk tujuan perkuatan struktur serat carbon merupakan pilihan yang tepat, oleh karena itu


(52)

dalam tulisan ini yang akan dibahas adalah serat carbon.serat ini memiliki tegangan yang lebih tinggi dari pada tegangan baja biasa. Perbedaan ketiga jenis serat tersebut ditunjukkan pada Gambar 3.1 dan data materialnya ditunjukkan dalam Tabel 3.3.

Stress (MPa)

1 2 3 4 5

4000

Carbon HS Aramid

Glass Carbon HM

Steel bar Steel tendon

6000

2000

Strain % 0

Gambar 3.1 Perbedaan sifat fiber dan baja ( ACI Comitte 1996) Tabel 3.3 Sifat mekanis material (ACI Comitee 440)

Material Mod. Elastis

(GPa)

Compressif strenght (MPa)

Tensile strenght

(MPa) Density(kg/m³)

Beton 20 – 40 5 - 60 1 – 3 2400

Steel 200 - 210 240 - 690 240 – 690 7800

Carbon fiber 200 - 800 - 2500 – 6000 1750 - 1950

Carbon

Serat carbon memiliki modulus elastis yang tinggi dengan kisaran 200-800 GPa.

Elongasi akhir adalah 0,3 - 2,5 % dimana elongasi yang lebih rendah dengan kekerasan yang lebih tinggi dan sebaliknya. Serat – serat carbon tidak menyerap air dan resisten

terhadap banyak larutan kimia, tidak mengalami korosi dan tidak menunjukkan creep

ataupun relaksasi. Memiliki sedikit relaksasi dibandingkan dengan baja prestress yang memiliki relaksasi rendah. Serat carbon konduktif terhadap listrik, dengan demikian bisa memberikan korosigalvanik bila kontak langsung dengan baja.


(53)

Serat kaca jauh lebih murah bila dibandingkan dengan serat carbon dan serat aramid. Dengan demikian komposit serat kaca lebih populer dalam berbagai aplikasi, misalnya dalam industri perkapalan. Modulus Elastisitasnya 70 - 85 GPa dengan elongasi akhir 2 - 5

% yang tergantung pada mutunya. Serat kaca sangat peka terhadap korosi pada tingkat

stress yang tinggi dan bisa memiliki masalah-masalah dalam relaksasi.Serat kaca juga memiliki sifat yang peka terhadap kelembaban.

Aramid

Aramid adalah singkatan dari polyamid aromatik. Merek terkenal dari serat aramid

adalah kevlar,modulus Elastisnya berkisar antara 70 – 200 GPa dengan elongasi akhir 1,5 – 5%. Aramid memiliki energi fraktur tinggi dan dengan demikian dapat digunakan untuk helm dan pakaian anti peluru. Serat aramid peka terhadap suhu yang tinggi, kelembaban dan sinar ultraviolet dan dengan demikian tidak dapat digunakan secara luas dalam bidang Teknik Sipil. Selanjutnya, serat aramid memiliki masalah-masalah dengan relaksasi masalah karat.

b) Resin

Resin akan mentranfer gaya antara serat-serat dan melindungi serat dari lingkungan. Dalam praktek Teknik Sipil resin banyak digunakan sebagai bahan perekat. Resin yang digunakan dalam hal ini adalah epoxy. Epoxy memiliki waktu ikat mencapai 30 menit pada suhu 20 ’ C. Sifat – sifat material epoxy dan polyester ditunjukkan dalam Tabel 3.4.

epoxy memiliki kekuatan yang baik, ikatan, sifat creep dan resistensi kimia.

Tabel 3.4 Sifat Material (ACI Comitee 440)

Material Failur strain

(%)

Tensile

Modulus (GPa)

Tensile strenght

(MPa) Density(kg/m³)

Polyester 1,0-6,5 2,1-4,1 20-100 1000-1450


(54)

Gambar 3.2: Jenis-jenis FRP di Jepang (UEDA, T., 2004)

III.9.2. Durabilitas FRP (Ketahanan)

FRP sangat tahan terhadap beberapa aspek. Salah satu keuntungan terpenting adalah bahwa FRP tidak berkarat. Masalah durabilitas yang bisa diidentifikasi terutama

yang berhubungan dengan zat perekat. Epoxy merupakan sebuah polymer yang tahan

terhadap beberapa aspek, misalnya tidak menyerap air.namun demikian zat ini tidak tahan terhadap sinar ultra violet yang dapat merubah konsisitensinya. Namun dengan adanya

lapisan pelindung maka epoxy ini akan terjaga dari hal tersebut.misalnya dengan

pengecatan. Epoxy ini juga sangat peka terhadap suhu yang tinggi. Jika ada resiko

kebakaran, maka komposit ini akan dilindungi oleh rangkaian khusus. Pengikatan plat dengan komposit dapat menahan api lebih lama bila dibandingkan dengan pengikatan plat dengan plat baja karena konduktifitas komposit termal yang lebih rendah. Jika serat karbon

murni bersentuhan dengan baja maka akan terjadi resiko korosi galvanic. Sepanjang zat

perekat masih utuh tidak akan ada masalah dengan kontak antara komposit dan baja.

Namun kemungkinan terjadi untuk mengikatkan lapisan insulasi tipis serat kaca dengan baja sebelum serat karbon digunakan.

III.9.3 Aspek Lingkungan

Seluruh material bisa berbahaya bagi manusia jika digunakan dalam cara yang salah ataupun untuk tujuan yang salah. Epoxy merupakan plasticthermosetting yang terdiri dari resin dan pengeras. Produk yang diawetkan sepenuhnya yang tidak menimbulkan


(1)

Matriks kekakuan elemen interface 2D dan 3D

Elemen interface INT6 (6-nodal untuk analisa 2d) dan INT16 (16-nodal untuk analisa 3d) digunakan untuk penggabungan elemen (delamination). Geometri elemen dianggap tidak mempunyai ketebalan (Gambar 3.4)

Gambar 3.4 : Geometri Interface

Daerah perpindahan untuk elemen mempunyai perpindahan bawah dan perpindahan atas jumlah komponen dari vektor ini adalah 2 untuk INT6 dan 3 untuk INT16) maka :

3.14 Interpolasi untuk perpindahan bawah dan atas dapat dituliskan sebagai berikut :

3.15 dimana dan adalah vektor dari perpindahan nodal sebelah bawah dan atas (dengan jumlah komponen dari vektor ini adalah enam untuk INT6 dan dua puluh empat untuk INT16) dan H adalah matriks fungsi bentuk dari tipe

3.16


(2)

dimana adalah komponen vektor h (i=3 untuk INT6 dan i=8 untuk INT 16)

Perpindahan relatif antara permukaan bawah dan atas dapat dituliskan sebagai berikut :

dimana p adalah vektor dari perpindahan titik (dengan jumlah komponen dari vektor ini adalah dua belas untuk INT6 dan empat puluh delapan untuk INT16)

3.18

dengan matriks B dapat dituliskan untuk INT 6

dan untuk INT 16

3.19

3.20

Persamaan keseimbangan elemen dapat dituliskan sebagai berikut :

3.21

dimana R adalah vektor beban yang bekrja dan P vektor gaya nodal dalam vektor gaya nodal dalam P dapat dituliskan dalam bentuk :

3.22

dan tegangan dapat dituliskan sebagai berikut dengan kekakuan linier K seperti di bawah 3.23

3.24


(3)

Untuk model interface 2D maka mempunyai 2 mode patah, untuk 3D mempunyai 3 mode. Mode patah seperti pada Gambar 3.5 terdiri dari:

a. Mode 1 Bukaan (Opening) b. Mode 2 Geser (Shearing)

c. Mode 3 Koyak (Tearing) dimana geser orthogonal ke mode 2

Gambar 3.5 Jenis-jenis mode patah pada elemen interface (A. Mossallam)

Energi patah (Fracture energy)

Nilainya diukur dari masing–masing mode, tergantung dari material yang digunakanseperti serat karbon, gelas, epoxy dan lain-lain (Gambar 3.6)

Gambar 3.6 : Material interface yang digunakan (Lusas v.14.03)


(4)

Kekuatan tarik/kekuatan interface adalah tegangan pada waktu pertama kali elemen digabung. Ada baiknya untuk mengestimasi kekuatan aktual dari penggabungan, tetapi untuk banyak masalah, harga yang akurat mempunyai pengaruh sedikit terhadap respons yang dihitung. Jika konvergensi sulit diperoleh maka perlu untuk mereduksi harga untuk mendapatkan pemecahan yang diinginkan.

Perpindahan relative (Relative displacement)

Perpindahan maksimum relatif digunakan untuk menentukan kekakuan dari interface sebelum gagal (Gambar 3.7).

MPa

57

Strain (%)


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.I KESIMPULAN

Setelah melakukan kajian dan analisa terhadap pelat yang ditumpu sederhana pada keempat sisinya baik sebelum perkuatan maupun setelah perkuatan dengan menggunakan FRP ternyata ada pertambahan kapasitas momen yang cukup signifikan pada pelat yang diperkuat, yaitu :

Momen aktual sebelum perkuatan sebesar M = 6.6 kNm

Momen tahanan sebelum perkuatan sebesar Mn = 4.587 kNm (Teoritis) Momen tahanan setelah perkuatan sebesar Mn = 10.6 kNm (Teorotis) Persentasi pertambahan kapasitas momen == 131 % (Teoritis)

Momen tahanan sebelum perkuatan sebesar Mn = 7.19 kNm (Program Lusas) Momen tahanan setelah perkuatan sebesar Mn = 10.46 kNm (Program Lusas) Persentasi pertambahan kapasitas momen = 45.5 % (Program Lusas)

V.2 SARAN

Untuk mendapatkan hasil perkuatan yang optimal dan mencegah kesalahan dalam pelaksanaan, maka diperlukan koordinasi antara pihak-pihak yang melakukan investigasi, evaluasi dan pelaksanaan.

Oleh sebab itu diperlukan keterlibatan semua pihak terkait mulai dari konsultan perencana, konsultan pengawas, kontraktor spesialis dan supplier dari bahan-bahan perkuatan tersebut. Karena tanpa adanya koordinasi yang baik, maka tidak dapat diperoleh hasil yang maksimal.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. ACI Comitte 440,2002,”Design and Construction of externally Bounded FRP system for strengthening Concrete Structure (440.2R-02)“American Concrete Institute, Farmington Hill, Mich,45 pp.

2. Beuselham, A, 2005,” Shear Strenghtening Reinforced Concrete Beam With Carbon Reinforced Polimer,” Thesis, Departemen Of Construction.,”ACI Comitte.

3. Challal,O Shahawy, and Hasan M, 2002,”Performance of Reinforce Concrete T-Girder Strenghened in shear with Carbon Polimer Pabric,“ ACI Structural Jurnal.

4. Clarke, J, L,2002,” The use of Fiber Composites in concrete Bridge: A State of the Art Reviev,” Technical Guide No.3 Concrete Bridge Development Group, 36pp.

5. fib-TG9,2001,” Design and use of externally Bonded Fiber Reinforcement (FRP EBR) for reinforced Concrete Struktur ,”Buletin 14, 138pp.

6. Hartono dan Santosa, H.,2003, Perkuatan Struktur Beton dengan FRP, Concrete Repair And Maintanance, Yayasan John Hi-Tech Idetama, Jakarta.

7. Nguyen,D.M., Chan , T.K dan Cheng, H.K., 2003, Effects of Plates Length on The Strength of Reinforced Concrete Beam Bonded With CFRP.

8. SNI (SKSNI 03-XXXX-2002), Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Bertulang Untuk Bangunan Gedung , Bandung, Badan Standarisasi Nasional 2002.