HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DAN KADAR HEMOGLOBIN TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA DI SMP NEGERI 22 BANDAR LAMPUNG

(1)

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DAN KADAR HEMOGLOBIN TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA DI

SMP NEGERI 22 BANDAR LAMPUNG

Oleh

NI MADE AGUSURIYANI DIANA PUTRI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRACT

RELATIONSHIP AMONG BODY MASS INDEX AND HEMOGLOBIN RATE WITH LEARNING ACHIEVEMENT OF STUDENTS

IN SMP NEGERI 22 BANDAR LAMPUNG

By

NI MADE AGUSURIYANI DIANA PUTRI

The quality of human resources is a necessary condition of development in all fields . Quality of human resources can be seen through the learning achievement that affected by Body Mass Index (BMI) and hemoglobin rate. The purpose of this research was to determine the relationship among BMI and hemoglobin levels with learning achievement.

This research constitute observational research type analytic with cross sectional approaching to students in SMP Negeri 22 Bandar Lampung. The number of samples is 78 person that was taken by disproportionated stratified random sampling . BMI is formulated by weight and height. Hemoglobin rate is obtained from venous blood. Learning achievement is obtained by the value of Indonesian , English , science, math and the average value of mid semester. Data were analyzed using univariate and bivariate with Pearson and Spearman correlation test.

The majority of the sample were female ( 52,6 % ) and average of age was 13.5 years . Average of BMI was 19,3 kg/m2, hemoglobin rate was 13,7 g/dL , value of Indonesian was 72,2 , value of English was 72,4 , value of IPA was 66,8, value of math value was 52,9 and average value of mid semester was 72,2. The results of the bivariate analysis showed BMI had a significant positive relationship to the Indonesian value (r=0,233, p=0,05), the value of English (r=0,565, p<0,05), the value of the IPA (r=0,370, p<0,05) and the average value of mid semester (r=0,534, p<0,05,). Hemoglobin rate had a significant positive relationship to the Indonesian value (r=0,453, p<0,05), the value of English (r=0,534, p<0,05), the value of the IPA (r=0,380, p<0,05), the value of math (r=0,415, p<0,05) and the average value of mid semester (r=0,672, p<0,05). Thus, it can be concluded that BMI and hemoglobin rate had a significant positive relationship to learning achievement.

Key word : BMI, hemoglobin rate, learning achievement junior high school student


(3)

ABSTRAK

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DAN KADAR HEMOGLOBIN TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA DI

SMP NEGERI 22 BANDAR LAMPUNG

Oleh

NI MADE AGUSURIYANI DIANA PUTRI

Kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan syarat mutlak pembangunan di segala bidang. Kualitas SDM dapat dilihat salah satunya melalui prestasi belajar yang dipengaruhi antara lain oleh Indeks Massa Tubuh (IMT) dan kadar hemoglobin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan IMT dan kadar hemoglobin terhadap prestasi belajar.

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional terhadap siswa di SMP Negeri 22 Bandar Lampung. Sampel berjumlah 78 orang yang diambil dengan metode disproportionated stratified random sampling. IMT diformulasikan dari berat badan dan tinggi badan. Kadar hemoglobin diperoleh dari pemeriksaan darah vena. Prestasi belajar diperoleh dari nilai Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, IPA, matematika dan nilai rata-rata mid semester. Data dianalisis secara univariat dan bivariat dengan uji korelasi Pearson dan Spearman.

Sebagian besar sampel penelitian berjenis kelamin perempuan (52,6%) dan berumur rata-rata 13,5 tahun. Rata-rata IMT 19,3 kg/m2, kadar hemoglobin 13,7 gr/dL, nilai Bahasa Indonesia 72,2, nilai Bahasa Inggris 72,4, nilai IPA 66,8, nilai matematika 52,9 dan nilai rata-rata mid semester 72,2. Hasil analisis bivariat menunjukkan IMT memiliki hubungan positif bermakna terhadap nilai Bahasa Indonesia (r=0,233; p=0,05), nilai Bahasa Inggris (r=0,565; p<0,05), nilai IPA (r=0,370; p<0,05) dan nilai rata-rata mid semester (r= 0,534; p<0,05). Kadar Hemoglobin memiliki hubungan positif bermakna terhadap nilai Bahasa Indonesia (r=0,453; p<0,05), nilai Bahasa Inggris (r=0,534; p<0,05), nilai IPA (r=0,380; p<0,05), nilai matematika (r=0,415; p<0,05) dan nilai rata-rata mid semester (r=0,672; p<0,05). Maka, dapat disimpulkan bahwa IMT dan kadar hemoglobin memiliki hubungan positif bermakna terhadap prestasi belajar.


(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR... vi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan Penelitian... 4

1.3.1 Tujuan Umum... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ... 4

1.4 Manfaat... 5

1.4.1 Manfaat Praktis... 5

1.4.2 Manfaat Teoritis... 5

1.5 Kerangka Pemikiran... 6

1.5.1 Kerangka Teori... 6

1.5.2 Kerangka Konsep... 7

1.6 Hipotesis... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi... 8

2.1.1 Pengertian Status Gizi... 8

2.1.2 Penilaian Status Gizi... 8

2.2 Hemoglobin... 13

2.2.1 Pengertian Hemoglobin... 13

2.2.2 Struktur Hemoglobin... 14

2.2.3 Kadar Hemoglobin... 14

2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kadar Hemoglobin... 15

2.2.5 Fungsi Hemoglobin... 17

2.2.6 Sintesis Hemoglobin... 18


(7)

2.2.8 Derivat Hemoglobin... 20

2.2.9 Metode Pemeriksaan Kadar Hemoglobin... 23

2.3 Prestasi Belajar... 27

2.3.1 Pengertian Prestasi Belajar... 27

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar... 28

2.4 Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Kadar Hemoglobin terhadap Prestasi Belajar... 33

III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian... 36

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian... 36

3.3 Populasi dan Sampel... 36

3.4 Identifikasi Variabel... 39

3.5 Metode Pengumpulan Data... 39

3.6 Definisi Operasional... 40

3.7 Instrumen Penelitian... 40

3.8 Tahap Pelaksanaan... 41

3.9 Pengolahan dan Analisis Data... 42

3.9.1 Pengolahan Data... 42

3.9.2 Analisis Data... 43

3.10 Etika Penelitian... 44

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil... 45

4.1.1 Gambaran Umum Sekolah... 45

4.1.2 Analisis Univariat... 45

4.1.2.1 Karakteristik Responden... 45

a. Agama... 45

b. Jenis Kelamin... 46

c. Pekerjaan Ayah... 46

d. Pekerjaan Ibu... 47

e. Tingkatan Kelas... 47

f. Umur... 48

4.1.2.2 Indeks Massa Tubuh... 49

4.1.2.3 Kadar Hemoglobin... 49

4.1.2.4 Prestasi Belajar... 50

a. Nilai Bahasa Indonesia... 50

b. Nilai Bahasa Inggris... 51

c. Nilai IPA... 51


(8)

e. Nilai Rata-rata Mid Semester... 52

4.1.3 Analisis Bivariat... 53

4.1.3.1 Hubungan Indeks Massa Tubuh terhadap Nilai Bahasa Indonesia, Nilai Bahasa Inggris, Nilai IPA, Nilai Matematika dan Nilai Rata-rata Mid Semester... 53

4.1.3.2 Hubungan Kadar Hemoglobin terhadap Nilai Bahasa Indonesia, Nilai Bahasa Inggris, Nilai IPA, Nilai Matematika dan Nilai Rata-rata Mid Semester... 56

4.2 Pembahasan... 59

4.2.1 Analisis Univariat... 59

4.2.1.1 Karakteristik Responden... 59

a. Agama... 59

b. Jenis Kelamin... 59

c. Pekerjaan Ayah... 59

d. Pekerjaan Ibu... 60

e. Tingkatan Kelas... 60

f. Umur... 61

4.2.1.2 Indeks Massa Tubuh... 62

4.2.1.3 Kadar Hemoglobin... 63

4.2.1.4 Prestasi Belajar... 64

a. Nilai Bahasa Indonesia... 64

b. Nilai Bahasa Inggris... 65

c. Nilai IPA... 66

d. Nilai Matematika... 67

e. Nilai Rata-rata Mid Semester ... 68

4.2.2 Analisis Bivariat ... 69

4.2.2.1 Hubungan Indeks Massa Tubuh terhadap Nilai Bahasa Indonesia, Nilai Bahasa Inggris, Nilai IPA, Nilai Matematika dan Nilai Rata-rata Mid Semester... 70

4.2.2.2 Hubungan Kadar Hemoglobin terhadap Nilai Bahasa Indonesia, Nilai Bahasa Inggris, Nilai IPA, Nilai Matematika dan Nilai Rata-rata Mid Semester... 73

4.3 Keterbatasan Penelitian... 77

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 78

5.2 Saran... 79

DAFTAR PUSTAKA... 80


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Kerangka teori faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi

belajar...6 2. Kerangka konsep hubungan Indeks Massa Tubuh dan kadar


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh menurut umur... ... 9

2. Batas kadar hemoglobin (gr/dL) untuk mendiagnosa tingkat anemia... 13

3. Perhitungan besar sampel untuk hubungan Indeks Massa Tubuh dan kadar hemoglobin terhadap prestasi belajar... 37

4. Definisi operasional penelitian... 40

5. Karakteristik responden berdasarkan agama... 45

6. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin... 46

7. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan ayah... 46

8. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan ibu... 47

9. Karakteristik responden berdasarkan tingkatan kelas... 47

10.Karakteristik responden berdasarkan umur... 48

11.Distribusi frekuensi Indeks Massa Tubuh responden... 49

12.Distribusi frekuensi kadar hemoglobin responden... 49

13.Distribusi frekuensi nilai Bahasa Indonesia responden... 50

14.Distribusi frekuensi nilai Bahasa Inggris responden... 50

15.Distribusi frekuensi nilai IPA responden... 51

16.Distribusi frekuensi nilai matematika responden... 52

17.Distribusi frekuensi nilai rata-rata mid semester responden... 52

18.Hubungan Indeks Massa Tubuh terhadap Nilai Bahasa Indonesia .. 53

19.Hubungan Indeks Massa Tubuh terhadap Nilai Bahasa Inggris... 53

20.Hubungan Indeks Massa Tubuh terhadap Nilai IPA... 54

21.Hubungan Indeks Massa Tubuh terhadap Nilai Matematika... 54

22.Hubungan Indeks Massa Tubuh terhadap Nilai Rata-rata Mid Semester... 54

23.Hubungan Kadar Hemoglobin terhadap Nilai Bahasa Indonesia .. 56

24.Hubungan Kadar Hemoglobin terhadap Nilai Bahasa Inggris... 56

25.Hubungan Kadar Hemoglobin terhadap Nilai IPA... 57

26.Hubungan Kadar Hemoglobin terhadap Nilai Matematika... 57

27.Hubungan Kadar Hemoglobin terhadap Nilai Rata-rata Mid Semester... 57


(11)

28.Tabel Standar Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U)

anak laki-laki umur 5-18 tahun ... 92 29.Tabel Standar Indeks Massa Tubuh menurut umur (IMT/U)

anak perempuan umur 5-18 tahun ... 97 30.Tabel uji korelasi... 102


(12)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan syarat mutlak menuju pembangunan di segala bidang. Status gizi merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada kualitas SDM terutama yang terkait dengan kecerdasan, produktivitas, dan kreativitas. Penanganan gizi buruk sangat terkait dengan strategi sebuah bangsa dalam menciptakan SDM yang sehat, cerdas, dan produktif (Adisasmito, 2010).

Kualitas sumber daya manusia dapat dilihat salah satunya melalui prestasi belajar. Prestasi belajar adalah hasil atau taraf siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar dalam waktu tertentu baik berupa perubahan tingkah laku, ketrampilan, dan pengetahuan yang kemudian akan diukur dan dinilai dalam bentuk angka atau pernyataan. Prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor internal, faktor eksternal, dan faktor pendekatan belajar. Faktor internal terdiri dari aspek fisiologis dan psikologis. Faktor eksternal terdiri dari lingkungan sosial dan non sosial. Faktor pendekatan belajar terdiri dari pendekatan tinggi, sedang, dan rendah (Syah, 2010).


(13)

2

Faktor fisiologis yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain kadar hemoglobin, kondisi umum jasmani, status gizi dan tonus otot. Ada pengaruh langsung secara bermakna antara status gizi dan kadar hemoglobin terhadap hasil belajar biologi siswa kelas X SMA N 6 Denpasar (Syah 2010; Sukawana 2007).

Anak malnutrisi memiliki rata-rata nilai IQ 22,6 poin lebih rendah dibandingkan anak berstatus gizi baik. Malnutrisi pada anak akan mengganggu sistem informasi di dalam otak. (Puspitasari dkk, 2011). Anak-anak yang kekurangan gizi ternyata kemampuannya berada dibawah Anak- anak-anak yang tidak kekurangan gizi. Anak-anak-anak yang kurang gizi mudah lelah, mudah mengantuk, dan tidak mudah menerima pelajaran (Wijayanti, 2005).

Selain status gizi, terdapat banyak penelitian yang menyatakan adanya hubungan antara kadar hemoglobin dan prestasi belajar. Pada masa perkembangan anak, kadar hemoglobin akan mempengaruhi pencapaian kognitif dan Performance Intelligence Quotient yang meliputi aspek memori spasial, kemampuan visual-persepsi, dan ketrampilan psikomotor (Ai et al., 2012).

Menurut Kartini dkk (2000), ada perbedaan yang bermakna rerata skor kognitif antara murid yang anemia dengan murid yang tidak anemia, di mana rerata skor kognitif pada murid yang tidak anemia lebih tinggi dibanding murid yang anemia. Kadar hemoglobin yang rendah akan berpengaruh


(14)

3

terhadap kemampuan berpikir, karena kadar hemoglobin yang rendah akan menyebabkan transport oksigen ke otak menjadi berkurang. Kemampuan berpikir yang rendah akan mempengaruhi kemampuan kogintif dan prestasi belajar.

Menurut Indrayani dkk (2013), tidak ada hubungan yang bermakna antara kadar Hb dengan prestasi belajar pada anak kelas 4 dan 5 SD di Kelurahan Maasing Kecamatan Tuminting Kota Manado. Pada dasarnya faktor-faktor yang mempengaruhi belajar atau prestasi belajar tidak hanya ditentukan oleh kadar hemoglobin darah.

1. 2 Perumusan Masalah

Prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor internal, faktor eksternal, dan faktor pendekatan belajar. Faktor internal terdiri dari aspek fisiologis dan psikologis. Faktor fisiologis yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain kadar hemoglobin, kondisi umum jasmani, status gizi yang salah satunya ditentukan dengan perhitungan Indeks Massa Tubuh dan tonus otot (Slameto 2010; Syah 2010). Terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi anak dengan kemampuan kognitif anak sekolah dasar di daerah endemis GAKI (Puspitasari dkk,2011). Kadar hemoglobin yang rendah akan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir, karena kadar hemoglobin yang rendah akan menyebabkan transport oksigen ke otak menjadi berkurang. Kemampuan


(15)

4

berpikir yang rendah akan mempengaruhi kemampuan kogintif dan prestasi belajar (Kartini dkk, 2000).

Dari permasalahan tersebut maka dapat dirumuskan sebuah rumusan masalah sebagai berikut:

”Adakah hubungan antara Indeks Massa Tubuh dan Kadar Hemoglobin

terhadap Prestasi Belajar Siswa di SMP Negeri 22 Bandar Lampung?”

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara Indeks Massa Tubuh dan Kadar Hemoglobin terhadap Prestasi Belajar Siswa di SMP Negeri 22 Bandar Lampung.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran Indeks Massa Tubuh Siswa di SMP Negeri 22 Bandar Lampung

2. Mengetahui gambaran Kadar Hemoglobin Siswa di SMP Negeri 22 Bandar Lampung

3. Mengetahui gambaran Prestasi Belajar Siswa di SMP Negeri 22 Bandar Lampung

4. Mengetahui hubungan antara Indeks Massa Tubuh dan Kadar Hemoglobin terhadap Prestasi Belajar Siswa di SMP Negeri 22 Bandar Lampung


(16)

5

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Praktis

1. Bagi peneliti, dapat mengetahui hubungan antara Indeks Massa Tubuh dan Kadar Hemoglobin terhadap Prestasi Belajar Siswa di SMP Negeri 22 Bandar Lampung

2. Bagi responden, dapat memahami bahwa prestasi belajar dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya status gizi dan kadar hemoglobin sehingga mereka mengetahui bahwa harus menjaga asupan nutrisi bagi tubuhnya agar selalu cukup dan seimbang.

3. Bagi sekolah, dapat turut mendukung segala faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa termasuk dalam aspek gizi.

4. Bagi masyarakat, dapat memahami betapa pentingnya asupan nutrisi yang cukup bagi anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangan anak. 5. Bagi Peneliti lain, dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Teoritis


(17)

6

1.5 Kerangka Pemikiran 1.5.1 Kerangka Teori

Gambar 1. Kerangka Teori Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar (Syah 2010; Slameto 2010)

internal eksternal pendekatan belajar

psikologis IQ sikap minat bakat motivasi perhatian kesiapan fisiologis jasmani tonus alat indra lelah IMT Hb nonsosial  rumah  peralatan  alam  cuaca  waktu lingkungan sosial  keluarga  sekolah  masyarakat pendekatan tinggi pendekatan sedang pendekatan rendah nutrisi & transport O2


(18)

7

1.5.2 Kerangka Konsep

Variabel bebas Variabel terikat

Gambar 2. Kerangka Konsep Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Kadar Hemoglobin terhadap Prestasi Belajar

1.6 Hipotesis

Ada hubungan antara Indeks Massa Tubuh dan kadar hemoglobin terhadap prestasi belajar siswa di SMP Negeri 22 Bandar Lampung.

Indeks Massa Tubuh

Prestasi Belajar


(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Status Gizi

2.1.1 Pengertian Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat–zat gizi, di bedakan antara gizi kurang, baik, dan lebih (Almatsier, 2010). Sedangkan menurut Supariasa dkk (2002), status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu.

2.1.2 Penilaian Status Gizi

Menurut Supariasa dkk (2002), pada dasarnya penilaian status gizi dapat dibagi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung.

a. Penilaian Gizi Secara Langsung

Penilaian status gizi secara langsung dapat di bagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.


(20)

9

1). Antropometri

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagi macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Penggunaan antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa dkk, 2002).

Dalam program gizi masyarakat, pemantauan status gizi anak balita menggunakan metode antropometri. Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter, antara lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TT/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dan indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U) (Supariasa dkk, 2002).

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh yang terdiri dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan–perubahan yang mendadak misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan (BB) juga merupakan parameter antropometri yang sangat labil dalam keadaan normal


(21)

10

dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan gizi terjamin, maka BB berkembang mengikuti pertambahan umur (Supariasa dkk, 2002).

Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Di samping itu, tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting, karena dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan (Quack stick), faktor umum dapat dikesampingkan (Supariasa dkk, 2002).

Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan rumus matematika yang berkaitan dengan lemak tubuh orang dewasa, dan dinyatakan sebagai berat badan dibagi dengan kwadrat tinggi badan (Arisman, 2010). IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang (Supariasa dkk, 2002).

) (

) ( 2

m n tinggibada

kg beratbadan IMT

Untuk orang dewasa yang berusia 20 tahun keatas, IMT diinterpretasi menggunakan kategori status berat badan standard yang sama untuk semua umur bagi pria dan wanita. Untuk anak-anak dan remaja, intrepretasi IMT adalah spesifik mengikut usia dan jenis kelamin (CDC, 2009).


(22)

11

Tabel 1. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh menurut Umur

Indeks Kategori

Status Gizi

Ambang Batas (Z-score)

Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U)

Anak umur 5-18 tahun

Sangat Kurus <-3 SD

Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD Normal -2 SD sampai dengan 1 SD Gemuk >1 SD sampai dengan 2 SD

Obesitas >2 SD

Sumber: Kemenkes (2010) 2). Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (superficial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit (Supariasa dkk, 2002).

3). Biokimia

Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain darah, urin, tinja, dan juga


(23)

12

beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Penggunaan metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faal dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik (Supariasa dkk, 2002).

4). Biofisik

Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindness). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap (Supariasa, 2002).

b. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung

Penilaian status gizi tidak langsung dapat dibagi menjadi tiga yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa dkk, 2002).

1). Survei Konsumsi Makanan

Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi (Supariasa dkk, 2002).


(24)

13

2). Statistik Vital

Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat (Supariasa dkk, 2002).

3). Faktor Ekologi

Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program interverensi gizi (Supariasa dkk, 2002).

2.2 Hemoglobin (Hb)

2.2.1 Pengertian Hemoglobin

Hemoglobin adalah protein khusus pada eritrosit yang membawa oksigen (O2) ke jaringan dan mengembalikan karbondioksida (CO2) dari jaringan ke paru-paru. Tiap eritrosit mengandung sekitar 640 juta molekul hemoglobin. Tiap molekul hemoglobin (Hb) A pada orang dewasa normal (hemoglobin yang dominan dalam darah setelah usia 3-6 bulan) terdiri atas 4 rantai


(25)

14

polipeptida 22 , masing-masing dengan gugus hemenya sendiri. Berat molekul HbA adalah 68.000. Darah orang dewasa normal juga mengandung dua hemoglobin lain dalam jumlah kecil, yaitu HbF dan HbA2. Keduanya juga mengandung rantai  , tetapi secara berurutan, dengan rantai  dan  , selain  . Perubahan utama dari hemoglobin fetus ke hemoglobin dewasa terjadi 3-6 bulan setelah lahir (Hoffbrand et al, 2005).

2.2.2 Struktur Hemoglobin

Hemoglobin merupakan protein tetramer yang tersusun dari pasangan-pasangan dua buah polipeptida yang berbeda. Struktur tetramer hemoglobin yang umum dijumpai adalah sebagai berikut : HbA (hemoglobin dewasa normal) = 22, HbF (hemoglobin janin) = 22, HbS ( hemoglobin sel sabit

= 2S2, dan HbA2 (hemoglon dewasa minor) = 22 (Murray et al., 2003).

2.2.3 Kadar Hemoglobin

Hemoglobin adalah molekul mengandung besi yang mampu mengangkut oksigen dan terdapat di dalam sel darah merah. Gram Hb per desiliter darah adalah indeks yang menyatakan kapasitas darah untuk mengangkut oksigen. Pengukuran Hb di dalam darah utuh merupakan cara yang paling banyak digunakan sebagai tes skrining anemia (Almatsier dkk, 2011). WHO (2011) telah menetapkan batas kadar hemoglobin untuk mendiagnosis tingkat anemia berdasarkan umur dan jenis kelamin.


(26)

15

Tabel 2. Batas Kadar Hemoglobin (g/dL) untuk Mendiagnosa Tingkat Anemia

Populasi Tidak

anemia

Anemia

ringan sedang berat

Anak-anak

6-59 bulan 11,0 10,0-10,9 7,0-9,9 <7,0 Anak-anak

5-11 tahun 11,5 11,0-11,4 8,0-10,9 <8,0 Anak-anak

12-14 tahun 12,0 11,0-11,9 8,0-10,9 <8,0 Wanita tidak hamil

(15 tahun) 12,0 11,0-11,9 8,0-10,9 <8,0 Wanita hamil 11,0 10,0-10,9 7,0-9,9 <7,0

Pria

(15 tahun) 13,0 11,0-12,9 8,0-10,9 <8,0 Sumber : WHO (2011)

2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kadar Hemoglobin

Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kadar hemoglobin adalah : 1. Kecukupan Besi dalam Tubuh

Besi dibutuhkan untuk produksi hemoglobin, sehingga anemia defisiensi besi akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dan kandungan hemoglobin yang rendah. Besi juga merupakan mikronutrien esensial dalam memproduksi hemoglobin yang berfungsi mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, untuk dieksresikan ke dalam udara pernapasan, sitokrom, dan komponen lain pada sistem enzim pernapasan seperti sitokrom oksidase, katalase, dan peroksidase. Besi berperan dalam sintesis hemoglobin dalam sel darah merah dan mioglobin dalam sel otot. Kandungan ± 0,004 % berat tubuh (60-70%) terdapat dalam hemoglobin yang disimpan sebagai ferritin di dalam hati, hemosiderin di dalam limpa dan sumsum tulang. Kurang lebih 4% besi di dalam tubuh berada sebagai


(27)

16

mioglobin dan senyawa-senyawa besi sebagai enzim oksidatif seperti sitokrom dan flavoprotein. Walaupun jumlahnya sangat kecil namun mempunyai peranan yang sangat penting. Mioglobin ikut dalam transportasi oksigen menerobos sel-sel membran masuk kedalam sel-sel otot. Sitokrom, flavoprotein, dan senyawa-senyawa mitokondria yang mengandung besi lainnya, memegang peranan penting dalam proses oksidasi menghasilkan Adenosin Tri Phosphat (ATP) yang merupakan molekul berenergi tinggi. Sehingga apabila tubuh mengalami anemia gizi besi maka terjadi penurunan kemampuan bekerja. Pada anak sekolah berdampak pada peningkatan absen sekolah dan penurunan prestasi belajar. Kecukupan besi yang direkomendasikan adalah jumlah minimum besi yang berasal dari makanan yang dapat menyediakan cukup besi untuk setiap individu yang sehat pada 95% populasi, sehingga dapat terhindar kemungkinan anemia kekurangan besi (Zarianis, 2006).

2. Metabolisme Besi dalam Tubuh

Besi yang terdapat di dalam tubuh orang dewasa sehat berjumlah lebih dari 4 gram. Besi tersebut berada di dalam sel-sel darah merah atau hemoglobin (lebih dari 2,5 g), myoglobin (150 mg), phorphyrin cytochrome, hati, limpa sumsum tulang (> 200-1500 mg). Ada dua bagian besi dalam tubuh, yaitu bagian fungsional yang dipakai untuk keperluan metabolik dan bagian yang merupakan cadangan. Hemoglobin, mioglobin, sitokrom, serta enzim heme dan nonheme adalah bentuk besi fungsional dan berjumlah antara 25-55 mg/kg berat badan. Sedangkan besi cadangan apabila dibutuhkan untuk


(28)

17

fungsi-fungsi fisiologis dan jumlahnya 5-25 mg/kg berat badan. Ferritin dan hemosiderin adalah bentuk besi cadangan yang biasanya terdapat dalam hati, limpa dan sumsum tulang. Metabolisme besi dalam tubuh terdiri dari proses absorpsi, pengangkutan, pemanfaatan, penyimpanan dan pengeluaran (Zarianis, 2006).

2.2.5 Fungsi Hemoglobin

Hemoglobin pada eritrosit vertebrata melakukan dua fungsi pengangkutan penting yaitu pengangkutan O2 dari organ respirasi ke jaringan perifer dan pengangkutan CO2 dan berbagai proton dari jaringan perifer ke organ repirasi untuk selanjutnya diekskresi keluar (Murray et al, 2003).

Eritrosit dalam darah arteri sistemik mengangkut O2 dari paru-paru ke jaringan dan kembali dalam darah vena dengan membawa CO2 ke paru-paru. Pada saat molekul hemoglobin mengangkut dan melepas O2, masing-masing rantai globin dalam molekul hemoglobin bergerak pada satu sama lain. Kontak

1 1

 dan 22 menstabilkan molekul tersebut. Rantai  bergeser pada kontak 12 dan 21 selama oksigenasi dan deoksigenasi. Pada waktu O2 dilepaskan, rantai  ditarik terpisah, sehingga memungkinkan masuknya metabolit 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG) yang menyebabkan makin rendahnya afinitas molekul hemoglobin terhadap O2. Gerakan ini menyebabkan bentuk sigmoid pada kurva disosiasi O2 hemoglobin. P50 (tekanan parsial O2 yang


(29)

18

pada tekanan ini hemoglobin terisi separuh dengan O2) darah normal adalah 22,6 mmHg. Dengan meningkatnya afinitas terhadap O2, kurva ini bergeser ke kiri (P50 turun) sedangkan dengan afinitas terhadap O2 yang menurun, kurva bergeser ke kanan (P50 meningkat). Secara normal in vivo, pertukaran

2

O berjalan antara saturasi 95% (darah arteri) dengan tekanan O2 arteri rata-rata sebesar 95 mmHg dan saturasi 70% (darah vena) dengan tekanan O2 vena rata-rata sebesar 40 mmHg. Posisi kurva yang normal bergantung pada konsentrasi 2,3-DPG, ion H dan CO2 dalam eritrosit serta struktur molekul hemoglobin. Konsentrasi 2,3-DPG, ion H atau CO2 yang tinggi, dan adanya hemoglobin tertentu, misalnya hemoglobin sabit (sickle hemoglobin, Hb S), menggeser kurva ke kanan (oksigen lebih mudah dilepas), sedangkan hemoglobin fetus (Hb F) yang tidak mampu mengikat 2,3-DPG dan hemoglobin abnormal langka tertentu yang disertai polisitemia menggeser kurva ke kiri karena lebih sulit untuk melepas O2 dibanding normal (Hoffbrand et al, 2005).

2.2.6 Sintesis Hemoglobin

Suksinat (sebagai suksinil Ko-A) dan glisin mula-mula bergabung di dalam organ hemopetik membentuk asam  -amino  -ketoadipat dan kemudian asam  -amino levulinat (ALA=-amino laevulinic acid) dihasilkan di bawah pengaruh ALA sintase yang merupakan enzim pengatur kecepatan bagi seluruh sintesa hemoglobin. Dua molekul ALA berkondensasi menjadi satu


(30)

19

molekul porfobilinogen, monopirol pengganti, dan empat molekul porfobilinogen berkondensasi (menggunakan uroporfirinogen I sintase dan uroporfirinogen III kosintase) untuk membentuk komponen isomer terapirol (porfirin) siklik, uroporfirinogen seri I dan III. Uroporfirinogen I merupakan prekursor porfirin lain, tetapi tak berperan lebih lanjut dalam sintesa hem. Uroporfirinogen III merupakan prekursor seri porfirin III dan dikonversi menjadi koproporfirinogen III serta kemudian melalui protoporfirinogen menjadi protoporfirinogen IX yang menohelasi besi (II) (ion fero) untuk membentuk hem. Hem menghambat ALA sintase dan ia membentuk kontrol umpan balik atas sintesa porfirin serta hemoglobin. Tiap molekul hem bergabung dengan satu molekul globin dan semua molekul hemoglobin mengandung 4 pasang hem + globin dengan berat molekul total sekitar 68.000. Beberapa jenis rantai polipeptida globin bisa mengambil bagian di dalam molekul hemoglobin: hemoglobin dewasa normal, HbA, mempunyai dua rantai  globin dan dua rantai  globin. Eritrosit juga mengandung sejumlah kecil protoporfirin bebas (Baron, 1995).

2.2.7 Katabolisme Hemoglobin

Menurut Bakta (2006), hemolisis yang terjadi pada eritrosit akan mengakibatkan terurainya komponen-komponen hemoglobin menjadi berikut: 1. komponen-komponen protein yaitu globin yang akan dikembalikan ke pool protein dan dapat dipakai kembali.


(31)

20

a. besi yang akan dikembalikan ke pool besi dan dipakai ulang. b. bilirubin: yang akan diekskresikan melalui hati dan empedu.

Di dalam sistem retikuloendotelial, eritrosit dirusak dan dilepaskan hemoglobin. Beberapa hem dilepaskan ke dalam sumsum tulang selama maturasi eritroblas atau dari sel-sel yang mati pada eritropoesis yang tak efektif. Globin terpisah dari hem dan terbentuk hematin, dalam nama besi hem dioksidasi menjadi besi (III) (feri). Kemudian cincin porfirin terbuka dan besi dilepaskan, disertai pembentukan komponen biliverdin berantai lurus. Ia dikonversi ke bilirubin dengan reduksi. Jalur minor mula-mula membuka cincin untuk membentuk koleglobin dan kemudian melepaskan besi dan globin untuk menghasilkan biliverdin globin dan kemudian biliverdin. Besi dan asam-asam amino globin ditahan, kemudian cincin pirol diekskresikan sebagai bilirubin (Baron, 1995).

2.2.8 Derivat Hemoglobin

Menurut Bakta (1995) dan Murray et al (2003), terdapat beberapa derivat hemoglobin:

1. Oksihemoglobin. Hemoglobin tanpa oksigen (hemoglobin tereduksi) adalah ungu muda; hemoglobin teroksigenasi penuh, dengan tiap pasangan hem + globin membawa 2 atom oksigen, berwarna kuning merah: 1 gram hemoglobin membawa 1,34 mL oksigen.


(32)

21

2. Karboksihemoglobin. Karbon monoksida yang terikat ke hemoglobin 200 kali lebih besar daripada oksigen. Sehingga adanya karbon monoksida (dari pembakaran batu bara atau parafin atau karena banyak menghisap rokok) maka lebih mungkin terbentuk karboksihemoglobin (hem-CO-globin: HBCO).

3. Methemoglobin merupakan hematin-globin yang mengandung Fe(III)OH. Methemoglobin tidak dapat mengangkut oksigen untuk pernapasan. Methemoglobinemia bisa disebabkan oleh sejumlah obat-obatan, terutama fenasetin atau sulfonamida; oleh nitrit yang dihasilkan oleh usus dari nitrat yang berlebihan, yang digunakan sebagai pengawet makanan atau di dalam sumur yang terkena polusi; oleh anilin dan komponen yang berhubungan dengan absorpsi melalui kulit

4. Sulphemoglobin. Struktur yang tak tetap, yang berhubungan dengan methemoglobindan juga tak dapat mengangkut oksigen pernapasan. Sulphemoglobinemia ditimbulkan oleh obat-obatan serupa seperti yang menyebabkan methemoglobinemia, bila ada hidrogen sulfida in vivo (usus) yang melengkapi reaksi kimia.

5. Hemoglobin terglikosilasi

HbA1c

. Hemoglobin akan mengalami glikosilasi nonenzimatik ketika glukosa darah masuk ke dalam eritrosit dan gugus hidroksil anomeriknya mengubah gugus amino yang terdapat pada residu lisis pada ujung terminal amino menjadi derivatnya. HbA1c dapat dipisahkan dari HbA dengan kromatografi pertukaran ion atau dengan elektroforesis. Fraksi hemoglobin yang terglikosilasi, yang normalnya sekitar 5%, sebanding dengan konsentrasi gula darah. Dengan


(33)

22

demikian informasi mengenai HbA1c berguna bagi penderita diabetes melitus. Karena mean waktu paruh eritrosit adalah 60 hari, kadar HbA1c mencerminkan konsentrasi gula darah rata-rata selama 6-8 minggu sebelumnya.

6. Mioglobin. Hemoglobin yang disederhanakan ini terdiri dari satu hem + globin yang mengandung satu atom Fe dengan berat molekul sekitar 17.000. Mioglobin terdapat di dalam otot rangka dan oto jantung, dimana mioglobin dapat bekerja sebagai reservoir oksigen yang sedikit, dan dilepaskan setelah crush injury atau iskemia.

7. Haptoglobin . Struktur ini merupakan 2-globulin yang spesifik mengikat hemoglobin pada globin. Fungsi haptoglobin adalah untuk mengkonversi besi setelah hemolisa intravaskular, ia mengikat hemoglobin sampai sekitar 1,25g/L

8. Hemopeksin. Struktur ini merupakan 1-glikoprotein yang terikat dengan sisa hemoglobin.

9. Methemalbumin. Komponen ini merupakan hematin + albumin, berwana coklat, dan adanya dalam plasma selalu abnormal. Penyebab methemalbuminemia adalah perdarahan ke cavitas abdominalis atau pankreatitis hemoragika akut; pencernaan oleh pankreas mengkonversi hemoglobin menjadi hematin, yang diabsorbsi dan diikat ke albumin plasma.


(34)

23

2.2.9 Metode Pemeriksaan Kadar Hemoglobin

Diantara metode yang paling sering digunakan di laboratorium dan yang paling sederhana adalah metode sahli, dan yang lebih canggih adalah metode cyanmethemoglobin. Pada metode ini hemoglobin dioksidasi oleh kalium ferrosianida menjadi methemoglobin yang kemudian bereaksi dengan ion sianida membentuk sian-methemoglobin yang berwarna merah. Intensitas warna dibaca dengan fotometer dan dibandingkan dengan standar. Karena yang membandingkan alat elektronik, maka hasilnya lebih objektif. Namun, fotometer saat ini masih cukup mahal, sehingga belum semua laboratorium memilikinya (Supariasa dkk, 2002).

a. Prosedur pemeriksaan dengan metode sahli

Pada metode Sahli, hemoglobin dihidrolisis dengan HCl menjadi globin ferroheme. Ferroheme oleh oksigen yang ada di udara dioksidasi menjadi ferriheme yang akan segera bereaksi dengan ion Cl membentuk ferrihemechlorid yang juga disebut hematin atau hemin yang berwarna cokelat. Warna yang terbentuk ini dibandingkan dengan warna standar. Untuk memudahkan perbandingan, warna standar dibuat konstan, yang diubah adalah warna hemin yang terbentuk. Perubahan warna hemin dibuat dengan cara pengenceran sedemikian rupa sehingga warnanya sama dengan warna standar. Karena yang membandingkan adalah dengan mata, maka subjektivitas sangat berpengaruh. Di samping faktor mata, faktor lain, misalnya ketajaman, penyinaran dan sebagainya dapat mempengaruhi hasil pembacaan. Meskipun


(35)

24

demikian untuk pemeriksaan di daerah yang belum mempunyai peralatan canggih atau pemeriksaan di lapangan, metode sahli ini masih memadai dan bila pemeriksaannya telat terlatih hasilnya dapat diandalkan (Gandasoebrata, 2007).

Cara Sahli ini bukanlah cara yang teliti. Kelemahan metode berdasarkan kenyataan bahwa kolorimetri visual tidak teliti, bahwa hematin asam itu bukan merupakan larutan sejati dan bahwa alat itu tidak dapat distandarkan. Cara ini juga kurang baik karena tidak semua macam hemoglobin diubah menjadi hematin asam, umpamanya karboxyhemoglobin, methemoglobin dan sulfhemoglobin. Kesalahan yang biasanya dicapai oleh ± 10 % kadar hemoglobin yang ditentukan dengan cara Sahli. Hemoglobinometer yang berdasarkan penetapan hematin asam menurut Sahli dibuat oleh banyak pabrik. Perhatikanlah bahwa bagian-bagian alat yang berasal dari pabrik yang berlainan biasanya tidak dapat saling dipertukarkan, tabung pengencer berlainan diameter, warna standard berlainan intensitasnya. Selain cara sahli ada pula cara-cara lain yang berdasarkan kolorimetri dengan hematin asam. Di Indonesia cara sahli masih banyak digunakan dilaboratorium-laboratorium kecil yang tidak mempunyai fotokolorimeter. Yang banyak dipakai di laboratorium klinik ialah cara-cara fotoelektrik dan kolorimetrik visual (Gandasoebrata, 2007).


(36)

25

b. Prosedur pemeriksaan dengan metode sianmethemoglobin

Hemoglobin darah diubah menjadi sianmethemoglobin (hemoglobin sianida) dalam larutan yang berisi kalium sianida. Absorbansi larutan diukur pada gelombang 540 nm atau filter hijau. Larutan Drabkin yang dipakai pada cara ini mengubah hemoglobin, oksihemoglobin, methemoglobin dan karboksihemoglobin menjadi sianmethemoglobin. Sulfhemoglobin tidak berubah dan karena itu tidak ikut diukur (Gandasoebrata, 2007).

Prosedur kerja :

1. Ke dalam tabung kolorimeter dimasukkan 5,0 ml larutan Drabkin

2. Dengan pipet hemoglobin diambil 20μl darah (kapiler, EDTA atau oxalat), sebelah luar ujung pipet dibersihkan, lalu darah itu dimasukkan ke dalam tabung kolorimeter dengan membilasnya beberapa kali.

3. Campurlah isi tabung dengan membalikkannya beberapa kali. Tindakan ini juga akan menyelenggarakan perubahan hemoglobin menjadi sianmethemoglobin.

4. Bacalah dalam spektrofotometer pada gelombang 540 nm; sebagai blanko digunakan larutan Drabkin.

5. Kadar hemoglobin ditentukan dari perbandingan absorbasinya dengan absorbansi standard sianmethemoglobin atau dibaca dari kurve tera. Perhitungan :

1. Kadar Hb = absorbs x 36,8 gr/dl/100 ml 2. Kadar Hb = absorbs x 22,8 mmol/l


(37)

26

Catatan

Cara ini sangat bagus untuk laboratorium rutin dan sangat dianjurkan untuk penerapan kadar hemoglobin dengan teliti karena standar cyanmethemoglobin yang ditanggung kadarnya bersifat stabil dan dapat dibeli. Kesalahan cara ini dapat mencapai ± 2 %. Larutan Drabkin: natrium bikarbonat 1 g, kalium sianida 50 mg, kalium ferrisianida 200 mg, aquadest ad 1000 ml. Adakalanya ditambahkan sedikit detergen kepada larutan Drabkin ini supaya perubahan menjadi sianmethemoglobin berlangsung lebih sempurna dalam waktu singkat. Simpan reagen ini dalam botol coklat dan perbaruilah tiap bulan. Meskipun larutan Drabkin berisi sianida, tetapi ia tidak dianggap racun dalam pengertian sehari-hari karena jumlah sianida itu sangat kecil. Kekeruhan dalam suatu sampel darah mengganggu pembacaan dalam fotokolorimeter dan menghasilkan absorbansi dan kadar hemoglobin yang lebih tinggi dari sebenarnya. Kekeruhan semacam ini dapat disebabkan antara lain oleh leukositosis, lipidemia dan adanya globulin abnormal seperti pada macroglobulinemia. Laporan hasil pemeriksaan kadar hemoglobin dengan memakai cara cyanmethemoglobin dan spektrofotometer hanya boleh menyebut satu angka (digit) di belakang tanda desimal, melaporkan dua digit sesudah angka desimal melampaui ketelitian dan ketepatan yang dapat dicapai dengan metode ini. Variasi-variasi fisiologis juga menyebabkan digit kedua di belakang tanda desimal menjadi tanpa makna.


(38)

27

c. Prosedur pemeriksaan dengan metode Talquist

Mempunyai kesalahan yang paling besar dibandingkan cara pemeriksaan yang lain dan paling mudah dilakukan.

2.3 Prestasi Belajar

2.3.1 Pengertian Prestasi Belajar

Sebelum memahami pengertian prestasi belajar secara garis besar, harus bertitik tolak terlebih dahulu tentang pengertian belajar itu sendiri. Belajar adalah suatu usaha untuk membawa perubahan (behavioral changes) berupa kecakapan baru (Suryabrata, 2011). Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam belajar adalah perubahan terjadi secara sadar, bersifat kontinu dan fungsional, bersifat positif dan aktif, bukan bersifat sementara, bertujuan atau terarah dan mencakup seluruh aspek tingkah laku (Slameto, 2010).

Terdapat tiga ciri yang tampak dari orang yang mempelajari suatu objek (pengetahuan, sikap atau ketrampilan) yaitu adanya objek yang menjadi tujuan untuk dikuasai, terjadinya proses berupa interaksi antara seseorang dan lingkungannya atau sumber belajar, baik melalui pengalaman langsung atau belajar berpartisipasi dengan berbuat sesuatu maupun pengalaman pengganti, terjadinya perubahan perilaku baru sebagai akibat mempelajari suatu objek tertentu. Hasil belajar merupakan perubahan dalam kapabilitas (kemampuan) tertentu sebagai akibat belajar (Uno, 2012).


(39)

28

Evaluasi dilaksanakan untuk meneliti hasil dan proses belajar siswa untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang melekat pada proses belajar itu (Slameto, 2010). Hasil dari proses belajar dapat disebut prestasi belajar. Prestasi belajar adalah hasil dari tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Prestasi belajar siswa dapat diukur melalui ulangan, ujian, maupun tes (Syah, 2010).

Berdasarkan pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan, prestasi belajar merupakan tingkat keberhasilan dalam proses pembelajaran setelah melalui tahap tes yang dinyatakan dalam bentuk nilai berupa angka. Prestasi belajar dapat diketahui setelah melakukan evaluasi dan evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar.

2.3.2Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Menurut Syah (2010), secara global faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat kita bedakan menjadi tiga macam, yakni:

1. Faktor Internal Siswa A. Aspek Fisiologis

Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Untuk


(40)

29

mempertahankan tonus jasmani agar tetap bugar, siswa sangat dianjurkan mengkonsumsi makanan dan minuman bergizi. Kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indra pendengar dan indra penglihatan, juga sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan (Syah, 2010). Faktor kelelahan juga mempengaruhi belajar. Agar seseorang dapat belajar dengan baik haruslah menghindari jangan sampai terjadi kelelahan dengan cara selalu mengindahkan ketetentuan-ketentuan tentang bekerja, variasi belajar, istirahat, tidur, makan, olahraga, rekreasi dan ibadah teratur (Slameto, 2010).

B. Aspek Psikologis 1) Inteligensi

Inteligensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psikologis untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Inteligensi sebenarnya bukan persoalan kualitas otak saja, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya (Syah, 2010).

Inteligensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingkat inteligensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat inteligensi rendah. Walaupun siswa yang mempunyai tingkat inteligensi yang tinggi belum pasti berhasil dalam belajarnya. Hal ini disebabkan karena belajar adalah proses yang kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhinya, sedangkan inteligensi adalah salah satu faktor di antara faktor yang lain. Jika faktor lain


(41)

30

bersifat menghambat atau berpengaruh negatif terhadap belajar, akhirnya siswa gagal dalam belajarnya (Slameto, 2010)

2) Sikap

Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek barang, orang dan sebagainya baik secara positif maupun negatif. Sikap siswa yang positif terutama terhadap guru dan mata pelajaran merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut (Syah, 2010).

3) Bakat

Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Bakat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar di bidang-bidang studi tertentu (Syah, 2010). Jika pelajaran yang dipelajari sesuai bakat siswa, maka hasil belajarnya akan lebih baik karena ia senang (Slameto, 2010)

4) Minat

Minat adalah kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu (Syah, 2010). Bila pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya (Slameto, 2010).


(42)

31

5) Motivasi

Motivasi adalah keadaan internal yang mendorong untuk melakukan sesuatu. Motivasi dibedakan menjadi 2 macam, yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik berasal dari dalam diri siswa sendiri seperti perasaan menyenangi dan kebutuhan terhadap pelajaran tersebut. Motivasi ekstrinsik berasal dari luar individu siswa yang mendorong melakukan tindakan belajar seperti pujian, hadiah, dan peraturan (Syah, 2010)

6) Perhatian

Perhatian adalah keaktifan jiwa yang tertuju kepada suatu objek. Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, jika bahan pelajaran tidak mendapat perhatian siswa, maka timbul kebosanan dan tidak mau belajar (Slameto, 2010).

7) Kematangan

Kematangan adalah suatu tingkat/fase dalam pertumbuhan seseorang dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melakukan kecakapan baru (Slameto 2010)

8) Kesiapan

Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respon atau bereaksi. Jika siswa belajar dan padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik (Slameto, 2010).


(43)

32

2. Faktor Eksternal Siswa A. Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial siswa meliputi orangtua, keluarga, para guru, para tenaga kependidikan, teman-teman sekelas, masyarakat, tetangga dan teman-teman sepermainan (Syah, 2010). Faktor keluarga meliputi cara orangtua mendidik, relasi antar anggota keluarga, keadaan ekonomi keluarga, pengertian keluarga, dan latar belakang kebudayaan. Faktor sekolah meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah standar pelajaran, metode belajar, dan tugas rumah. Faktor masyarakat meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat (Slameto, 2010).

B. Lingkungan Nonsosial

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa (Syah, 2010).

3. Faktor Pendekatan Belajar

Pendekatan belajar adalah kefektifan segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang efektivitas dan efisiensi proses belajar materi tertentu (Syah, 2010).


(44)

33

Pendekatan belajar dibagi menjadi 3, yaitu: A. Pendekatan Tinggi

1) Speculating, pendekatan belajar berdasakan pemikiran mendalam.

2) Achieving, pendekatan belajar yang dilandasi motif ekstrinsik yaitu ambisi pribadi yang besar dalam meningkatkan prestasi keakuan dirinya (Syah,

2010).

B. Pendekatan Sedang

1) Analitical, pendekatan belajar berdasarkan pemilahan dan interpretasi fakta dan informasi.

2) Deep, pendekatan belajar dengan mempelajari materi karena memang dia tertarik dan merasa membutuhkannya (intrinsik) (Syah, 2010).

C. Pendekatan Rendah

1) Reproductive, pendekatan belajar bersifat menghasilkan kembali fakta dan informasi

2) Surface, pendekatan belajar yang santai, mau belajar karena dorongan dari luar antara lain takut tidak lulus yang mengakibatkan dia malu (Syah, 2010).

2.4Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Kadar Hemoglobin terhadap Prestasi Belajar

Prestasi belajar adalah hasil dari tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan


(45)

34

lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Prestasi belajar siswa dapat diukur melalui ulangan, ujian, maupun tes (Syah, 2010).

Prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor internal, faktor eksternal, dan faktor pendekatan belajar. Faktor internal terdiri dari aspek fisiologis dan psikologis. Faktor eksternal terdiri dari lingkungan sosial dan non sosial. Faktor pendekatan belajar terdiri dari pendekatan tinggi, sedang, dan rendah (Syah, 2010).

Faktor fisiologis yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain asupan makanan, kadar hemoglobin, kondisi umum jasmani, status gizi dan tonus otot. Pengaruh makanan terhadap perkembangan otak, apabila makanan tidak cukup mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan, dan keadaan ini berlangsung lama, akan menyebabkan perubahan metabolisme dalam otak, berakibat terjadi ketidakmampuan berfungsi normal. Pada keadaan gizi, yang lebih berat dan kronis, kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan badan terganggu, badan lebih kecil diikuti dengan ukuran otak yang juga kecil. Jumlah sel dalam otak berkurang dan terjadi ketidakmatangan dan ketidaksempurnaan organisasi biokimia dalam otak. Keadaan ini berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan anak (Pamularsih, 2009). Anak malnutrisi memiliki rata-rata nilai IQ 22,6 poin lebih rendah dibandingkan anak berstatus gizi baik. Malnutrisi pada anak akan mengganggu sistem informasi di dalam otak. (Puspitasari dkk, 2011).


(46)

35

Banyak penelitian memperlihatkan adanya keterkaitan antara anemia defisiensi zat besi pada anak-anak dengan perkembangan motorik dan kognitif yang buruk serta masalah perilaku. Kadar hemoglobin yang rendah tentunya juga akan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir karena kadar hemoglobin yang rendah akan menyebabkan transport oksigen ke otak menjadi berkurang. Kemampuan berpikir yang rendah ini akan mempengaruhi kemampuan kognitif dan prestasi belajar. Beberapa hasil penelitian pada anak yang menderita anemia defisiensi besi mengalami penurunan kemampuan intelektual, seperti kemampuan verbal, kemampuan mengingat, berkonsentrasi berpikir analog, dan sistematik serta prestasi belajar (Kartini dkk, 2000).


(47)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional, yaitu dengan cara pengumpulan data sekaligus pada suatu waktu dengan tujuan untuk mencari hubungan antara variabel bebas (indeks massa tubuh dan kadar hemoglobin) terhadap variabel terikat (prestasi belajar siswa di SMP Negeri 22 Bandar Lampung) (Notoatmodjo, 2010).

3.2Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 22 Bandar Lampung pada bulan Oktober – Desember 2013.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 22 Bandar Lampung yang berjumlah 829 orang, terdiri dari kelas VII sebanyak 273 siswa yang terbagi menjadi 11 kelas, kelas VIII sebanyak 249


(48)

37

siswa yang terbagi menjadi 10 kelas dan kelas IX sebanyak 307 siswa yang terbagi menjadi 11 kelas.

Besar Sampel 3 1 1 5 , 0 2                    r r In

n  

Keterangan :

n = besar sampel penelitian

 = 5%, hipotesis dua arah, sehingga  = deviat baku alfa = 1,96 dengan tingkat kemaknaan 95%

 = deviat baku beta dengan kekuatan uji penelitian (power) 80% = 0,842 r = korelasi minimal yang dianggap bermakna

Tabel 3. Perhitungan Besar Sampel untuk Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Kadar Hemoglobin terhadap Prestasi Belajar

Variabel Korelasi (r) Besar Sampel (n) Hubungan Indeks

Massa Tubuh dengan Prestasi

Belajar

r= 0,5

(Sukawana,2007)

n= 29 r= 0,44

(Marhamah dkk,2007)

n = 47

Hubungan Kadar Hemoglobin dengan Prestasi

Belajar

r= 0,52

(Sukawana,2007)

n= 27 r= 0,429

(Masloman & Gunawan, 2006)

n= 40 r= 0,329

(Wijayanti,2005)


(49)

38

Berdasarkan pertimbangan untuk mengurangi kesalahan acak selama penelitian berupa ukuran sampel yang tidak cukup besar, ketidaktepatan dalam pengukuran variabel, dan kesalahan manusiawi, maka dipilih jumlah sampel yang terbesar yaitu 71 orang yang ditambah 10% untuk mengantisipasi responden yang lose to follow up / drop out selama penelitian. Jadi besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

n= 71 + (10% x 71) = 78 orang

Metode pengambilan sampel menggunakan disproportionate stratified

random sampling yaitu pengambilan sampel dengan cara menentukan

karakteristik umum dari anggota populasi lalu menentukan strata dari jenis karakter tersebut dan barulah sampel diambil secara acak dengan jumlah yang sama dari masing-masing strata tersebut tetapi proporsinya berbeda. Pada penelitian ini, sampel diambil 26 orang dari 273 orang siswa kelas VII, 26 orang dari 249 siswa kelas VIII dan 26 orang dari 307 orang siswa kelas IX.

Kriteria inklusi sebagai berikut :

1. Siswa SMP Negeri 22 Bandar Lampung yang bersedia mengikuti seluruh prosedur penelitian.


(50)

39

Kriteria eksklusi sebagai berikut:

1. Pernah mengalami cedera kepala berat.

2. Dalam 1 bulan terakhir, pernah mengalami batuk > 2 minggu, diare > 2 minggu, penurunan nafsu makan, terdiagnosa keganasan

3. Sedang menstruasi.

3.4Identifikasi Variabel

1. Variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah prestasi belajar.

2. Variabel bebas (independent variable) dalam penelitian ini adalah indeks massa tubuh dan kadar hemoglobin.

3.5Metode Pengumpulan Data

a. Data primer meliputi data sosiodemografi, berat badan dan tinggi badan yang diformulasikan untuk mendapat nilai Indeks Massa Tubuh (IMT), serta kadar hemoglobin responden.

b. Data sekunder meliputi daftar kelas, daftar nama siswa dan nilai mid semester ganjil tahun ajaran 2013/2014.


(51)

40

3.6Definisi Operasional

Tabel 4. Definisi Operasional Penelitian

3.7 Instrumen Penelitian

a. Alat Tulis

Adalah alat yang digunakan untuk mencatat, melaporkan hasil penelitian. Alat tersebut adalah pulpen, kertas, pensil dan komputer.

b. Mikrotoise

Adalah alat yang digunakan untuk mengukur tinggi badan dari responden.

Variabel Definisi Alat Ukur Skala

Indeks Massa Tubuh

Indeks antropometri yang berkaitan dengan lemak tubuh dan dinyatakan sebagai berat badan dibagi dengan kwadrat tinggi badan (Arisman, 2010) Timbangan Microtoise Numerik Kadar Hemoglobin

Gram Hb per desiliter darah yang menyatakan kapasitas darah untuk mengangkut O2 (Almatsier dkk, 2011)

Fotometer dengan metode cyanmethemoglobin Numerik Prestasi Belajar

Hasil yang diperoleh siswa setelah proses belajar yang dilihat dari nilai mid semester ganjil tahun ajaran 2013/2014 mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, IPA,

Matematika, dan rata-rata nilai mid semester

(Ramdani, 2010).

Arsip sekolah berupa nilai mid semester ganjil tahun ajaran 2013/2014


(52)

41

c. Timbangan

Adalah alat yang digunakan untuk mengukur berat badan dari responden dengan menggunakan alat timbangan injak yang sudah dikalibrasi.

d. Fotometer

Adalah alat yang digunakan untuk mengukur kadar hemoglobin dari responden dengan metode cyanmethemoglobin.

e. Lembar identitas dan data responden

Adalah alat yang digunakan untuk mencatat data sosiodemografi dan hasil penelitian terhadap responden.

3.8 Tahap Pelaksanaan

Pengambilan data primer berupa identitas responden, berat badan, tinggi badan, kadar hemoglobin dan data sekunder berupa nilai mid semester ganjil tahun ajaran 2013-2014. Pengambilan data dilaksanakan di SMP Negeri 22 Bandar Lampung, dengan siswa kelas VII-IX yang di tunjuk sebagai sampel. Adapun proses meliputi:

1. Melakukan wawancara langsung dengan menggunakan alat bantu kuesioner yang berisi pertanyaan tentang identitas responden.

2. Pengukuran berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) dengan menggunakan timbangan dan mikrotoise. Kemudian menghitung Indeks Massa Tubuh dengan rumus:


(53)

42

3. Pengukuran kadar hemoglobin dengan mengambil darah vena dari responden kemudian dibaca dengan alat berupa fotometer dengan dibandingkan dengan standar.

4. Mengumpulkan data mengenai hasil mid semester ganjil tahun ajaran 2013/2014 mata pelajaran Matematika, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, IPA dan rata-rata nilai mid semester dari arsip sekolah.

5. Menganalisis data yang telah diperoleh.

6. Melakukan uji statistik terhadap variabel yang diteliti dengan menggunakan perangkat lunak komputer.

7. Membaca dan menginterpretasikan hasil uji statistik ke dalam kalimat.

3.9Pengolahan dan Analisis Data 3.9.1 Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah ke dalam bentuk tabel-tabel, kemudian data diolah menggunakan perangkat lunak komputer. Kemudian, proses pengolahan data menggunakan program komputer ini terdiri beberapa langkah:

a. Koding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang dikumpulkan selama penelitian ke dalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis.

b. Data entry, memasukkan data ke dalam komputer.

c. Verifikasi, memasukkan data pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah dimasukkan ke dalam komputer.


(54)

43

d. Output komputer, hasil yang telah dianalisis oleh komputer kemudian dicetak.

3.9.2 Analisis Data

Analisis statistik untuk mengolah data yang diperoleh akan menggunakan perangkat lunak komputer uji statistik dimana akan dilakukan 2 macam analisa data, yaitu analisis univariat dan bivariat.

a. Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk menentukan distribusi frekuensi dari masing- masing variabel yaitu agama, jenis kelamin, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, tingkatan kelas, umur, indeks massa tubuh, kadar hemoglobin, nilai Bahasa Indonesia, nilai Bahasa Inggris, nilai IPA, dan nilai matematika dan nilai rata-rata mid semester responden.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji statistik. Langkah pertama dengan melakukan uji normalitas data dengan Kolmogrov-Smirnov untuk melihat distribusi data. Apabila distribusi data normal, dilanjutkan dengan uji korelasi Pearson. Apabila distribusi data tidak normal, dilanjutkan dengan uji korelasi Spearman (Dahlan,2011).


(55)

44

3.10 Etika Penelitian

Penelitian ini telah melewati ethical clearence dan dalam pelaksanaannya melalui informed consent.


(56)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis hubungan Indeks Massa Tubuh dan kadar hemoglobin terhadap prestasi belajar, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Sebagian besar siswa dikategorikan memiliki status gizi normal yaitu sebanyak 56,4% dan tidak anemia yaitu sebanyak 85,9%.

2. Sebagian besar nilai siswa sudah lulus KKM Bahasa Indonesia yaitu sebanyak 51,3% dan Bahasa Inggris yaitu sebanyak 66,7%.

3. Sebagian besar nilai siswa tidak lulus KKM IPA yaitu sebanyak 59,0% dan matematika yaitu sebanyak 80,8%.

4. Nilai rata-rata mid semester siswa tidak ada yang dikategorikan kurang, dan sebagian besar dikategorikan baik yaitu sebanyak 82,1%.

5. Indeks Massa Tubuh memiliki hubungan positif yang bermakna secara statistik terhadap nilai Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, IPA dan nilai rata-rata mid semester. Indeks Massa Tubuh tidak memiliki hubungan bermakna dengan nilai matematika.


(57)

79

6. Kadar hemoglobin memiliki hubungan positif yang bermakna secara statistik terhadap nilai Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, IPA, matematika dan nilai rata-rata mid semester.

5.2 Saran

1. Bagi sekolah

Perlu lebih memperhatikan proses belajar siswa terutama pada mata pelajaran yang diujikan pada Ujian Akhir Nasional yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, IPA dan matematika.

2. Bagi puskesmas setempat

a. Perlu mengadakan penyuluhan bagi siswa dan orang tua siswa terkait gizi seimbang sesuai usia remaja agar dapat mendukung prestasi belajar siswa di sekolah.

b. Perlu memberikan suplemen besi pada siswa yang mengalami anemia 3. Bagi peneliti lain

Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar misalnya asupan zat besi dan aktivitas fisik.


(58)

(59)

81

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito W. (2010) Sistem kesehatan. Rajawali Pers : Jakarta.

Agung RDK. (2012) Upaya meningkatkan keterampilan berbicara anak

melalui penggunaan media cerita bergambar kelompok B2 TK Pertiwi 57 Bangunharjo Sewon Bantul. Tesis. Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta.

Almatsier S. (2010) Prinsip dasar ilmu gizi. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Almatsier S., Soetardjo S. & Soekatri M. (2011) Gizi seimbang dalam daur kehidupan. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.

Ai Y., Zhao SR., Zhou G., Ma X & Liu J. (2012) Hemoglobin status associate with performance IQ but not verbal IQ in Chinese pre-school children. Pediatri Int. 2012 October, 54(5), pp. 669–675.

Arisman. (2010) Gizi dalam daur kehidupan buku ajar ilmu gizi. EGC : Jakarta.

Bahri S. & Bukhori (2012) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematika siswa dengan pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning) di SMA swasta Al-Azhar Medan. Medan. Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah.

Bakta IM. (2006) Hematologi klinik ringkas. EGC : Jakarta. Baron DN. (1995) Kapita selekta patologi klinik. EGC : Jakarta.


(60)

82

Centers for Disease Control and Prevention. (2009) Body mass index : conciderations for practitioners.

Dahlan MS. (2011) Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Salemba Medika : Jakarta.

Gandasoebrata R. (2007) Penuntun laboratorium klinik. Dian Rakyat : Jakarta.

Guyton AC. & Hall JE. (1997) Buku ajar fisiologi kedokteran. EGC : Jakarta.

Hoffbrand AV., Pettit JE. & Moss PAH. (2005) Kapita selekta hematologi. EGC : Jakarta.

Indrayani IDMA., Kapantow NH. & Momongan N. (2013) Hubungan antara kadar hemoglobin (Hb) dengan prestasi belajar pada anak kelas 4 dan 5 sekolah dasar di Kelurahan Maasing Kecamatan Tuminting Kota Manado. Skripsi. Manado. Universitas Sam Ratulangi.

Kantomaa MT., Stamatakis E., Kankaanpaaa A., Kaakinen M., Rodriguez M., Taanila A., Ahonen T., Jarvelin MR. & Tammelin T. (2013) Physical activity and obesity mediate the association between childhood motor function and adolescents academic achievement. Psychological and cognitive sciences. Vol. 110. no. 5. pp. 1917-1922.

Kartini A., Suhartono., Widjanarko B. & Rahfiludin Z. (2000) Hubungan antara kadar hemoglobin dengan kemampuan kognitif dan prestasi belajar remaja putrid murid tiga sekolah menengah umum di Semarang. Skripsi. Universitas Diponegoro.

Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor : 051/U/2002 tentang Penerimaan Siswa.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :

1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Kementrian Kesehatan RI. 2011.


(61)

83

Leonita E., Susanti N., Sari DS. & Hertini. (2010) Faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku ibu terhadap status gizi anak balita di Puskesmas Payung Sekaki Kec. Payung Sekaki. Skripsi. Pekanbaru. STIKES Hang Tuah Pekanbaru.

Marhaeni AAIN. (2008) Determinasi beberapa faktor afektif yang

mempengaruhi keberhasilan belajar mahasiswa jurusan pendidikan bahasa Inggris Universitas Pendidikan Ganesha. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA no. 3 tahun XXXXI Juli 2008.

Marhamah., Hardinsyah. & Sulaeman A. (2007) Indeks massa tubuh dan gaya hidup kaitannya dengan skor kesehatan dan kemampuan kognitif usia lanjut di Kota Depok. Medis Gizi & Keluarga, Juli 2007, 31(1), pp. 89-102.

Marlina Y. (2011) Pengaruh status gizi, asupan energi dan protein terhadap prestasi belajar siswa di SD Negeri 2 Raja Basa Bandar Lampung. Skripsi. Bandar Lampung. Universitas Lampung .

Masloman N. & Gunawan S. (2006) Hubungan antara anemia dengan perkembangan neurologi anak usia 12-24 bulan. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Sari Pediatri, vol. 7,

no. 4, Maret 2006, pp. 178-182.

Meyryen. & Yuliastini N. (2007) Hubungan self-efficacy dengan prestasi bahasa Inggris di kelas conversation. Tesis. Jakarta. Unika Atma Jaya.

Murray RK., Granner DK., Mayes PA. & Rodwell VW. (2003) Biokimia harper. EGC: Jakarta.

Notoatmodjo S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66

Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan.

Pamularsih A. (2009) Hubungan status gizi dengan prestasi belajar siswa di Sekolah Dasar Negeri 2 Selo Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. Skripsi. Solo. Universitas Muhammadiyah Solo.


(62)

84

Puspitasari FD., Sudargo T. & Gamayanti IL. (2011) Hubungan antara status gizi dan faktor sosiodemografi dengan kemampuan kognitif anak sekolah dasar di daerah endemis GAKI. Gizi Indon, 34(1), pp. 52-60.

Ramdani D. (2010) Disiplin belajar siswa SMP YMJ Ciputat dan hubungannya dengan prestasi belajar. Skripsi. Jakarta. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Santosa FH. (2011) Analisis artikel Bahasa Inggris : Factors influencing

mathematic problem-solving ability of sixth grade students. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Setyawati K. (2000) Pengaruh sikap terhadap kemampuan berbahasa Indonesia. Studi Kasus Akses/LPK Tarakanita.

Sherwood L. (2001) Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. EGC : Jakarta.

Siregar T. (2010) Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi hasil ujian nasional IPA di SMA Negeri 2 Tigi Kabupaten Deiyai Provinsi Papua. Universitas Cendrawasih Papua.

Slameto. (2010) Belajar & faktor-faktor yang mempengaruhinya. Rineka Cipta : Jakarta

Sukawana IW. (2007) Pengaruh status gizi, kadar hemoglobin, dan glukosa darah terhadap hasil belajar biologi. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, vol. 20, no. 4, pp. 1001-15.

Supariasa IDN., Bakri B. & Fajar I. (2002) Penilaian Status Gizi. EGC : Jakarta. Suryabrata S. (2011) Psikologi pendidikan. Rajawali Pers : Jakarta.

Syah M. (2010) Psikologi pendidikan. PT Remaja Rosdakarya : Bandung. Tambunan SM. (2006) Hubungan antara kemampuan spasial dengan prestasi

belajar matematika. Makara, Sosial Humaniora, vol. 10, no. 1, Juni 2006: 27-32


(63)

85

Uno HB. (2012) Teori motivasi & pengukurannya. Bumi Aksara : Jakarta. Wijayanti AS. (2005) Hubungan antara kadar hemoglobin dengan

prestasi belajar SMP Negeri 25 Semarang. Skripsi. Semarang. Universitas Negeri Semarang.

WH0. (2008) Worldwide Prevalence of Anemia 1993-2005. WHO global database on anemia. World Health Organization : Geneva.

WHO. (2011) Haemoglobin concentrations for diagnosis of anemia and

assessment of severity. Vitamin and Mineral Nutrition Information System. World Health Organization : Geneva.

Zarianis. (2006) Efek suplementasi besi-vitamin C dan vitamin C terhadap kadar hemoglobin anak sekolah dasar yang anemia di Kecamatan Sayung Kabupaten Demak. Tesis. Universitas Diponegoro.


(1)

(2)

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito W. (2010) Sistem kesehatan. Rajawali Pers : Jakarta.

Agung RDK. (2012) Upaya meningkatkan keterampilan berbicara anak

melalui penggunaan media cerita bergambar kelompok B2 TK Pertiwi 57 Bangunharjo Sewon Bantul. Tesis. Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta.

Almatsier S. (2010) Prinsip dasar ilmu gizi. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Almatsier S., Soetardjo S. & Soekatri M. (2011) Gizi seimbang dalam daur kehidupan. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.

Ai Y., Zhao SR., Zhou G., Ma X & Liu J. (2012) Hemoglobin status associate with performance IQ but not verbal IQ in Chinese pre-school children. Pediatri Int. 2012 October, 54(5), pp. 669–675.

Arisman. (2010) Gizi dalam daur kehidupan buku ajar ilmu gizi. EGC : Jakarta.

Bahri S. & Bukhori (2012) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematika siswa dengan pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning) di SMA swasta Al-Azhar Medan. Medan. Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah.

Bakta IM. (2006) Hematologi klinik ringkas. EGC : Jakarta.


(3)

Centers for Disease Control and Prevention. (2009) Body mass index : conciderations for practitioners.

Dahlan MS. (2011) Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Salemba Medika : Jakarta.

Gandasoebrata R. (2007) Penuntun laboratorium klinik. Dian Rakyat : Jakarta.

Guyton AC. & Hall JE. (1997) Buku ajar fisiologi kedokteran. EGC : Jakarta.

Hoffbrand AV., Pettit JE. & Moss PAH. (2005) Kapita selekta hematologi. EGC : Jakarta.

Indrayani IDMA., Kapantow NH. & Momongan N. (2013) Hubungan antara kadar hemoglobin (Hb) dengan prestasi belajar pada anak kelas 4 dan 5 sekolah dasar di Kelurahan Maasing Kecamatan Tuminting Kota Manado. Skripsi. Manado. Universitas Sam Ratulangi.

Kantomaa MT., Stamatakis E., Kankaanpaaa A., Kaakinen M., Rodriguez M., Taanila A., Ahonen T., Jarvelin MR. & Tammelin T. (2013) Physical activity and obesity mediate the association between childhood motor function and adolescents academic achievement. Psychological and cognitive sciences. Vol. 110. no. 5. pp. 1917-1922.

Kartini A., Suhartono., Widjanarko B. & Rahfiludin Z. (2000) Hubungan antara kadar hemoglobin dengan kemampuan kognitif dan prestasi belajar remaja putrid murid tiga sekolah menengah umum di Semarang. Skripsi. Universitas Diponegoro.

Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor : 051/U/2002 tentang Penerimaan Siswa.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :

1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Kementrian Kesehatan RI. 2011.


(4)

Leonita E., Susanti N., Sari DS. & Hertini. (2010) Faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku ibu terhadap status gizi anak balita di Puskesmas Payung Sekaki Kec. Payung Sekaki. Skripsi. Pekanbaru. STIKES Hang Tuah Pekanbaru.

Marhaeni AAIN. (2008) Determinasi beberapa faktor afektif yang

mempengaruhi keberhasilan belajar mahasiswa jurusan pendidikan bahasa Inggris Universitas Pendidikan Ganesha. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA no. 3 tahun XXXXI Juli 2008.

Marhamah., Hardinsyah. & Sulaeman A. (2007) Indeks massa tubuh dan gaya hidup kaitannya dengan skor kesehatan dan kemampuan kognitif usia lanjut di Kota Depok. Medis Gizi & Keluarga, Juli 2007, 31(1), pp. 89-102.

Marlina Y. (2011) Pengaruh status gizi, asupan energi dan protein terhadap prestasi belajar siswa di SD Negeri 2 Raja Basa Bandar Lampung. Skripsi. Bandar Lampung. Universitas Lampung .

Masloman N. & Gunawan S. (2006) Hubungan antara anemia dengan perkembangan neurologi anak usia 12-24 bulan. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Sari Pediatri, vol. 7,

no. 4, Maret 2006, pp. 178-182.

Meyryen. & Yuliastini N. (2007) Hubungan self-efficacy dengan prestasi bahasa Inggris di kelas conversation. Tesis. Jakarta. Unika Atma Jaya.

Murray RK., Granner DK., Mayes PA. & Rodwell VW. (2003) Biokimia harper. EGC: Jakarta.

Notoatmodjo S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan.

Pamularsih A. (2009) Hubungan status gizi dengan prestasi belajar siswa di Sekolah Dasar Negeri 2 Selo Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. Skripsi. Solo. UniversitasMuhammadiyah Solo.


(5)

Puspitasari FD., Sudargo T. & Gamayanti IL. (2011) Hubungan antara status gizi dan faktor sosiodemografi dengan kemampuan kognitif anak sekolah dasar di daerah endemis GAKI. Gizi Indon, 34(1), pp. 52-60.

Ramdani D. (2010) Disiplin belajar siswa SMP YMJ Ciputat dan hubungannya dengan prestasi belajar. Skripsi. Jakarta. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Santosa FH. (2011) Analisis artikel Bahasa Inggris : Factors influencing

mathematic problem-solving ability of sixth grade students. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Setyawati K. (2000) Pengaruh sikap terhadap kemampuan berbahasa Indonesia. Studi Kasus Akses/LPK Tarakanita.

Sherwood L. (2001) Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. EGC : Jakarta.

Siregar T. (2010) Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi hasil ujian nasional IPA di SMA Negeri 2 Tigi Kabupaten Deiyai Provinsi Papua. Universitas Cendrawasih Papua.

Slameto. (2010) Belajar & faktor-faktor yang mempengaruhinya. Rineka Cipta : Jakarta

Sukawana IW. (2007) Pengaruh status gizi, kadar hemoglobin, dan glukosa darah terhadap hasil belajar biologi. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran UNDIKSHA, vol. 20, no. 4, pp. 1001-15.

Supariasa IDN., Bakri B. & Fajar I. (2002) Penilaian Status Gizi. EGC : Jakarta.

Suryabrata S. (2011) Psikologi pendidikan. Rajawali Pers : Jakarta.

Syah M. (2010) Psikologi pendidikan. PT Remaja Rosdakarya : Bandung.

Tambunan SM. (2006) Hubungan antara kemampuan spasial dengan prestasi belajar matematika. Makara, Sosial Humaniora, vol. 10, no. 1, Juni 2006: 27-32


(6)

Uno HB. (2012) Teori motivasi & pengukurannya. Bumi Aksara : Jakarta.

Wijayanti AS. (2005) Hubungan antara kadar hemoglobin dengan

prestasi belajar SMP Negeri 25 Semarang. Skripsi. Semarang. Universitas Negeri Semarang.

WH0. (2008) Worldwide Prevalence of Anemia 1993-2005. WHO global database on anemia. World Health Organization : Geneva.

WHO. (2011) Haemoglobin concentrations for diagnosis of anemia and

assessment of severity. Vitamin and Mineral Nutrition Information System. World Health Organization : Geneva.

Zarianis. (2006) Efek suplementasi besi-vitamin C dan vitamin C terhadap kadar hemoglobin anak sekolah dasar yang anemia di Kecamatan Sayung Kabupaten Demak. Tesis. Universitas Diponegoro.


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN INTELEGENSI DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA SMP NEGERI 2 BANDAR LAMPUNG

1 13 48

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL (EQ) DAN STATUS GIZI DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA SMP NEGERI 22 BANDAR LAMPUNG

1 9 51

PENGARUH PROGRAM BINA LINGKUNGAN TERHADAP PRESTASI SISWA SISWI MISKIN DI SMP NEGERI 22 BANDAR LAMPUNG

6 47 61

HUBUNGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWA DENGAN PRESTASI BELAJAR DI SEKOLAH DASAR NEGERI I Hubungan Kadar Hemoglobin Siswa Dengan Prestasi Belajar Di Sekolah Dasar Negeri I Bentangan Wonosari Kabupaten Klaten.

0 1 16

HUBUNGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWA DENGAN PRESTASI BELAJAR DI SEKOLAH DASAR NEGERI I Hubungan Kadar Hemoglobin Siswa Dengan Prestasi Belajar Di Sekolah Dasar Negeri I Bentangan Wonosari Kabupaten Klaten.

0 1 16

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DAN KADAR HEMOGLOBIN DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PADA TENAGA KERJA WANITA Hubungan Indeks Massa Tubuh Dan Kadar Hemoglobin Dengan Produktivitas Kerja Pada Tenaga Kerja Wanita Industri Rumah Tangga Lia Garmen Boyolali.

0 1 17

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DAN KADAR HEMOGLOBIN DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PADA TENAGA KERJA WANITA Hubungan Indeks Massa Tubuh Dan Kadar Hemoglobin Dengan Produktivitas Kerja Pada Tenaga Kerja Wanita Industri Rumah Tangga Lia Garmen Boyolali.

0 1 10

HUBUNGAN ANTARA KEJADIAN ANEMIA DENGAN INDEKS MASSA TUBUH DAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWI KELAS XI DI SMA NEGERI 2 Hubungan Antara Kejadian Anemia Dengan Indeks Massa Tubuh Dan Prestasi Belajar Pada Siswi Kelas Xi Di Sma Negeri 2 Sukoharjo.

0 1 16

Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh.

0 2 1

Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Rasio

0 0 12