EKSISTENSI TANAMAN UBIKAYU DALAM PERSAINGAN PENGGUNAAN LAHAN DI LAMPUNG: ANALISIS TIME SERIES RESPON PENAWARAN MELALUI PENDEKATAN NERLOVIAN

(1)

ABSTRACT

THE EXISTENCE OF CASSAVA ACREAGE OF THE LAND

USE COMPETITION IN LAMPUNG: A TIME SERIES

ANALYSIS OF SUPPLY RESPONSE

BY USING NERLOVIAN APPROACH

MA. IRSAN DALIMUNTHE

Lampung province has been experienced transformation from agricultural development, especially crops toward industrial development. It could is facing in the agricultural share of Product Domestic Regional Bruto (PDRB) tend to be smaller. The situation is a natutal way. Demand for land will be higher and on the other hand the supply of land for agricultural development was restricted. Inferior commodity as cassava convert to the commodities give the higher of land rent economic value such rubber, palm oil and sugar cane.

The main focused of the research are first is to decide the best model equation to explain land conversion from cassava to others crops, The second is to analysis the value of supply elasticity of cassava. The analysis use time series data from 1980-2011 shows that linier regression model uses is productivity of some crops as independent variable rubber, palm oil and sugar cane againts cassava acreage existence at significant level 95%. The elasticity tend to be smaller, the indication is the crops have decreasing return to scale Price elasticity of supply in the short run 0,08 and in the long run 0,02 The application model in this research is simple

adaptive expectation partial adjustment mechanism of Nerlovian. The result shows competitive crops cassava acreage is rubber, while palm oil dan sugar cane are complementary.

Second is elasticity value of cassava supply, The result shows that coeficient of elasticity tend to be smaller the result indicated the stage of production of the commodities was decreasing return to scale. Price elasticity found inelastic in the short run and in the long run. The fact finding also shows that short run elasticity bigger than in long run elasticity. Some researcher found that price elasticity of supply in the long run is large than in the short run. The completely on further research needs to be execute for acreage allotment models.

Key word: Land conversion competition, time series, acreage response and production response, supply elasticities, Nerlovian supply response.


(2)

ABSTRAK

EKSISTENSI TANAMAN UBIKAYU DALAM PERSAINGAN

PENGGUNAAN LAHAN DI LAMPUNG: ANALISIS TIME

SERIES RESPON PENAWARAN MELALUI

PENDEKATAN NERLOVIAN

Oleh

MA. IRSAN DALIMUNTHE

Provinsi Lampung mengalami masa transisi dari orientasi pengembangan sektor pertanian, subsektor perkebunan menuju orientasi pengembangan sektor industri, sebagaimana yang diperlihatkan kontribusi sektor pertanian semakin berkurang dalam pembentukan produk domestik regional bruto (PDRB). Memang kondisi seperti ini merupakan kejadian alamiah. Permintaan lahan akan semakin tinggi dilain pihak pasokan lahan untuk pengembangan sektor pertanian semakin terbatas. Jenis tanaman inferior yang merupakan usaha perkebunan rakyat seperti ubikayu mulai beralih ke tanaman yang memberi nilai ekonomi yang tinggi, seperti karet, kelapa sawit, dan tebu.

Ada dua tujuan utama dalam penelitian ini, yang pertama adalah menentukan model persamaan yang tepat menggambarkan alih tanaman dari ubikayu ke tanaman lain. Kedua menganalisis nilai elastisitas penawaran ubikayu. Analisis menggunakan data time series tahun 1980-2011 memperlihatkan bahwa model persamaan regresi yang tepat adalah model persamaan linier dengan menggunakan produktivitas tanaman karet, kelapa sawit dan tebu sebagai variabel penjelas terhadap eksistensi tanaman ubikayu. Hasil menunjukkan signifikansi pada level 95%. Model yang digunakan ialah simple adaptive

expectation partial adjustment mechanism dari Nerlove.

Hasil temuan menunjukkan bahwa tanaman pesaing penggunaan lahan ubikayu adalah karet sedangkan kelapa sawit dan tebu bersifat komplementer terhadap luasam tanaman ubikayu. NIilai elastisitas penawaran ubikayu hasil analisis juga memperlihatkan bahwa elastisitas tanaman cenderung semakin mengecil yang mengindikasikan telah mengalami fase decreasing retun to scale. Elastisitas harga inelastic dalam jangka pendek maupun jangka panjang yaitu masing-masing 0,08 dan 0,02. Hasil temuan juga memperlihatkan bahwa elastisitas jangka pendek lebih besar dibandingkan dengan elastisitas jangka panjang, Hal ini tidak sejalan dengan hasil temuan beberapa peneliti yang memperoleh hasil bahwa elastisitas harga dalam jangka panjang lebih besar dibandingkan dengan jangka pendek. Model yang lebih lengkap akan sangat bermanfaat untuk menentukan besaran


(3)

Kata kunci : Persaingan penggunaan lahan, time series, respon luasan areal dan respon produksi, elastisitas penawaran, respon penawaran Nerlovian.


(4)

SERIES RESPON PENAWARAN MELALUI

PENDEKATAN NERLOVIAN

(TESIS)

Oleh

MA. IRSAN DALIMUNTHE

PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN - UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG


(5)

SERIES RESPON PENAWARAN MELALUI

PENDEKATAN NERLOVIAN

Oleh

MA. IRSAN DALIMUNTHE

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

MAGISTER SAINS

Pada

Program Studi Magister Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN - UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG


(6)

,

:::LllI|PUl!Ie

rsls

flilrE

snrups,.,,

,1 . ,

,':nEsnolx,,FBitlA$t

ilBwUI

PDIIDEITATAI'I NENLOVIAN :, i. - .:,ii1..it,. iti.,tt rt.:.

:,,.; i t.r",:.:_tr., t, :'.,, r:,rr.1,.r r;.r, i it,.. ..::':i

,,

,:

'Namh'lrXahasislr/a,,,'"

lii': :,.,,.,, :.,r:r:.i.,it,r.;

r.-..:.'-',',:,.,',,-,., , ,..,.,,

N6mof PoXok PtatraCi swa

-'I lr] -:i

hogram

Fakultas

i:li :.rir'irl:lli'rr

,;.,'. t::, _'.. : ,,- ,,.,,,.t,.tor1ii , : riirtr.r

,irlrr:,:i.::1; l, ,,

rrrii,,i,.; i:.: , , ,,r,ti i:,,i

IIIE

.'"

'

ilffi

NIF,,194906

l4

r:._t tg?

ffi1{

.OO1 ..,

,

Ir;,Eka

'lu.$t

NIF 196506,1S 98805.

i

oo5


(7)

Sekr€ffiiS

,'i,... i

l1 :l ,

.i

i t r,:, 4.,Tanggaf,,Lulus pjian{q'gis :

11

JuIi.2OL4

r: : ::..::' l t l:.. r1 - 1 ,,. ' i' ': :, ',1:.1r 1.,, . i,:l i ...


(8)

PERNYATAAN KEATILIAN

KARYA

ILIilIAE

Deagan iai say4 MA. Irsan Dalimmdre, menydakan bahwa tesis iai dalah asli karya saya

sendiri dan tesis

ini

belum pernah diajukan sebagai pemenuhan persyaratan untuk

m@p6e

gdsrGnagi*er (SA)

ei

Unirm:si|m t

.% ry

pererc@

tiry.i

hfot-Sernua

infumci

ymg

diffilat

dalffi

hs[s

ini,

ymg bcfaal

dai

pm*is

hia

ymg

dip#il6sikan atarl tidah telah

dikikaa

dongan rnengutip runra stnnber

penulis s€cara benar dan semua isi dari tesis ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya

seegnip€ffi!!$,

nmeI,ry;

hdeiml4

YmgItrlafukrny*aer

M"A IRSANDALIMUNTI{E

NPM. W2402t006


(9)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padangsidempuan 01 Desember 1952 sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Barimun Dalimunthe (alm) dan Rania Harahap (almh).

Lulus sarjana ekonomi tahun 1983 dari Fakultas Ekonomi Universitas Lampung dengan judul skripsi “Elastisitas Pengeluaran Rumah Tangga di Provinsi Lampung”. Pada tahun 1983 menjadi PNS dengan status Dosen pada Fakultas Ekonomi Universitas Lampung. hingga sekarang Tahun 1986-1989 menjabat sebagai Pembantu Dekan III bidang kemahasiswaan pada Fakultas Ekonomi Unila.

Tahun 1990-1993 menjadi residen konsultan Program Pengembangan Otonomi Daerah, Departemen Dalam Negeri, PAFPACK (Program and Financial Planning

Analysis Control-Koordinasi), bekerja sama dengan PT. Sumber Saran Sempurna, Jakarta, ditempatkan di Pemda Tingkat I Lampung. Tahun 1994-1996 menjadi financial advisor P2KT (Proyek Pengembangan Kota Terpadu), Bandar Lampung

Urban Development Project (BLUDP), Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum di tempatkan di Kota Bandar Lampung.


(10)

viii Puspitasari Dalimunthe dan Nathasa Khalida Dalimunthe.


(11)

Motto

ILMU AMALIAH

AMAL ILMIAH


(12)

ix

Alhamdullilahirobbil‘ala i , puji syukur penulis panjatkan hanya kepada Allah SWT

yang telah memberikan hidayah, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW,

Tesis dengan judul “Eksistensi Tanaman Ubikayu Dalam Persaingan Penggunaan

Lahan di Lampung: Analisis Time Series Respon Penawaran Melalui Pendekatan Nerlovian”adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sain di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Ali Ibrahim Hasyim, M.S. selaku pembimbing pertama sekaligus Ketua Program Pascasarjana Magister Agribisnis Fakultas Pertanian Unila dan pembimbing akademik atas kesediaannya memberikan bimbingan dan saran serta nasihat dalam proses penyelesaian tesis ini;

2. Bapak Ir. Eka Kasymir, M.S., selaku pembimbing kedua atas kesediaannya memberikan bimbingan dan saran dalam proses penyelesaian tesis ini;

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan sekaligus dosen pembahas. Terima kasih atas bahan masukan yang sangat berharga dalam penyempurnaan tesis ini.

4. Istriku dan anak-anakku yang telah memberikan perhatian, motivasi, kasih sayang dan do’a yang tak henti-hentinya;


(13)

x

dan motivasi dalam menyelesaikan tesis ini serta kebersamaan dan keceriaaan yang kita lalui bersama;

7. Seluruh staf dan karyawan Jurusan Ekonomi Pembangunan FEB Unila yang senantiasa membantu dan memberikan dukungan, saran, dan motovasinya;

8. Karyawan-karyawati di Program Pascasarjana Magister Agribisnis, Mba’ Ayi,

Mba’ Iin, Mas Bo, Mas Kardi, dan Mas Boim atas bantuannya;

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan. Semoga karya kecil yang masih jauh dari kesempurnaan ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Akhirnya, penulis meminta maaf jika ada kesalahan dan kepada Allah SWT penulis mohon ampun.

Bandar Lampung, Mei 2014 Penulis,


(14)

xiii

Tabel Halaman

4.1. : Hasil Regresi Persamaan A-1 ... 58

4.2. : Hasil Regresi Persamaan A-2 ... 61

4,3. : Hasil Regresi Persamaan A-3 ...63

4.4 Hasil Regresi Persamaan B-1 ...65

4.5. Hasil Regresi Persamaan B-2 ...67

4,6, Hasil Regresi Persamaan B-3 ... ...68

4.7. Hasil Regresi Persamaan C-1 ...70

4.8. Hasil Regresi Persamaan C-2 ...72

4.9 Hasil Regresi Persamaan C-3 ,...73

4.10. Pertumbuhan Luas Areal ...,... ...76

4.11. Pertumbuhan Produksi ...77

4.12. Produktivitas Rata-rata ...79

4.13. Pertumbuhan Rata-rata per tahun ...80


(15)

xiv

DAFTAR DIAGRAM

Diagram Halaman

3.1. : Derivasi Obyek Penelitian... 27 3.2. : Trade off Alih Tanaman ... 29 3,3. : Intensitas Kemungkinan Alih Tanaman

Dalam Obyek Penelitian ... 31


(16)

xv Halaman Grafik 4.1. : Perkembangan Luas Areal Ubikayu, Tebu,

Karet dan Sawit .Tahun 1980-2011... 80 Grafik 4.2. : Perkembangan Pertumbuhan Areal

Ubikayu, Tebu, Karet dan Sawit

Tahun 1980-2011...82. Grafik 4,3. : Perkembangan Produksi Ubikayu, Tebu,

Karet dan Sawit .Tahun 1980-2011...83 Grafik 4.4 Perkembangan Produktivitas Ubikayu, Tebu,


(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semenjak tahun 1967 yaitu setelah diberlakukannya UU PMA No.1 tentang penanaman modal asing maka mulai saat itu suasana aliran pemikiran liberal sangat terasa dalam kehidupan sosial, ekonomi, hukum maupun dalam kehidupan politik. Sebelumnya sistem ekonomi nasional yang diimplementasikan lebih condong pada sosialisme. Dalam dua dekade terakhir, sejak dimulai era reformasi, intensitas liberalisasi semakin kuat diimplementasi dalam sistem ekonomi

nasional berdasarkan free market system. Sub pemikiran aliran liberal adalah neoliberal telah merasuk kedalam sistem hukum dan perundang-undangan yang berlaku terutama yang berkaitan dengan kehidupan ekonomi (Yance, 3008). Neo-liberal adalah aliran pemikiran dalam ekonomi yang menghendaki bentuk-bentuk campur

tangan pemerintah sekecil mungkin dalam perekonomian, bila perlu dihilangkan sama

sekali. Aliran inilah yang banyak diperkenalkan sebagai suatu model melalui intervensi

lembaga-lembaga multilateral dunia.

Tata kehidupan ekonomi bagi setiap unit-unit ekonomi memperlihatkan kebebasan untuk menentukan produk apa yang akan dihasilkan, dalam jumlah berapa, dengan cara apa dan untuk memenuhi kebutuhan siapa. Semua orientasi kegiatan ekonomi pada hakekatnya dalam rangka untuk memenuhi permintaan


(18)

pasar dan pemilik modal, demikian pula dalam bidang pertanian tiap unit rumah tangga petani produsen bebas pula menentukan jenis komoditas apa yang akan dihasilkan. Dipandang dari segi teori ekonomi kebebasan pasar adalah sesuatu yang wajar sebagaimana tertuang dalam buku ajar yang tersedia dalam ekonomi pasar bebas. Kandungan dan hazanah teori ekonomi kontemporer mengatakan bahwa setiap pelaku ekonomi selalu berupaya untuk memaksimumkan utilitas bila itu menyangkut pelaku ekonomi individu atau memaksimumkan keuntungan bila itu pelaku ekonomi dalam dunia usaha. Pasar tidaklah sempurna (imperfect

competition), karena ketidaksempurnaan pasar selalu mengundang eksternalitas baik yang positif maupun yang negatif dalam kehidupan sosial ekonomi

kemasyarakatan. Eksternalitas terutama yang negatif memerlukan bentuk campur tangan pemerintah dalam mengatasi persoalan-persoalan yang muncul dalam kehidupan. Tidak semua dapat diberikan pemecahannya kepada mekanisme pasar. Fenomena pengenaan pajak adalah salah satu bentuk kegagalan pasar itu sendiri.

Pada tahun 2010 pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah (PP). No. 10 tentang pengaturan usaha budidaya tanaman yang memberi peluang untuk menguasai lahan apa yang disebut sebagai “land grab”. Land grab ialah penguasaan lahan dalam skala luas yang dilakukan oleh negara-negara kaya atau perusahaan-perusahaan besar swasta atau negara untuk menguasai dan mempertahankan

ketersediaan jaminan pangan terutama bagi penduduknya., dan tujuan komersil. Setiap unit pelaku ekonomi (perusahaan) diperkenankan untuk menguasai lahan

pertanian maksimum 10.000 Ha. Hal ini membuka peluang terjadinya penguasaan lahan bagi perusahaan berskala besar. Sebaliknya petani rumah tangga lama


(19)

kelamaan akan tersingkir sebagaimana yang terjadi saat ini di Lampung.

Pengakuan hak ulayat atas tanah menjadi hilang. Lahan perkebunan berskala besar dikuasai oleh beberapa perusahaan yang beroperasi dalam skala besar yang

membawa dampak hilangnya kesempatan kerja yang luas bagi masyarakat di Lampung. Lampung daerah agraris namun seiring dengan orientasi pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi, sektor pertanian memberi sumbangan yang semakin lama semakin berkurang terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Sektor non-pertanian semakin tumbuh dan berkembang mengikuti hukum Engel yang mengatakan bahwa semakin maju suatu

perekonomian maka sektor pertanian akan tersisih digantikan oleh dominasi sektor non-pertanian. Pada tahun 2000 kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan PDRB 48,56% dan pada tahun 2012 berkurang menjadi 36,78%. Rata-rata turun sebesar 0,98% per tahun. (BPS, Lampung Dalam Angka).

Dalam suasana liberalisasi penguasaan lahan skala luas oleh perusahaan tidak dapat dihindari, sebagaimana tesis Mark yang mengatakan bahwa perusahaan yang besar akan senantiasa memakan“ perusahaan yang kecil. Oleh karena itu, jumlah majikan akan semakin berkurang, sebaliknya jumlah kaum buruh akan semakin banyak. Demikian juga, jumlah perusahaan yang besar juga akan semakin sedikit, namun akumulasi kapitalnya akan semakin besar. Jika jumlah buruh semakin banyak, maka akan berlaku hukum upah besi (the iron wages law). Dengan demikian, nasib kaum buruh akan semakin tertindassedangkan para kapitalis akan semakin ganas dan serakah. Hal ini akan membawa konsekuensi


(20)

mendalam dalam tatanan sosial ekonomi masyarakat terutama pengangguran dan kemiskinan.

Ada beberapa jenis komoditas di Lampung yang mengalami penurunan eksistensi, karena hampir tidak pernah mendapat perhatian dalam bentuk regulasi - campur tangan pemerintah. Dalam ekonomi pasar bebas sebenarnya bentuk campur tangan pemerintah bertentangan dengan hukum pasar itu sendiri. Kondisi seperti ini jenis komoditas yang diproduksi oleh masayarakat adalah komoditas yang memberi ekspektasi marjin keuntungan yang paling tinggi bagi si pelaku

(Rational Expectation Hyphotesis). Sebagai contoh adalah salah satu komoditi unggulan Lampung, lada hitam sudah tidak menjadi unggulan lagi, kemudian kopi sudah yang sudah berada dalam manajemen asing walaupun masih dalam status usaha perkebunan rakyat, sehingga eksistensi AEKI menjadi goyah sebagai asosiasi eksportir kopi nasional (Dradjat; 2000). Dua jenis komoditas ini

merupakan tanaman perkebunan rakyat. Tanaman cengkeh pernah di tebang dan digantikan dengan tanaman lain, karena harga cengkeh yang tidak menjanjikan keuntungan bagi petani untuk diproduksi.

Semula ubikayu pada umumnya diusahakan melalui perkebunan rakyat. Pada masa transmigrasi tahun dekade 60 dan 70-an, ubikayu ditanam dan diproduksi dengan tujuan penyanggah bahan pangan bagi masyarakat di daerah transmigrasi. Pemilikan lahan warga transmigrasi 2 ha. Namun pada dekade 80-an dan

selanjutnya ubikayu telah menjadi komoditas bahan baku industri pakan ternak dan bahan baku industri tapioka di Lampung, selanjutnya memasuki dekade


(21)

2000-an ubikayu dijadik2000-an bah2000-an baku untuk bah2000-an baku uji coba et2000-anol. Lampung menjadi produsen ubikayu terbesar di Indonesia, diikuti oleh Jawa Timur. (BPS, 2010). Ubikayu semula diusahakan oleh rumah tangga petani, namun dalam perkembangan lebih lanjut akan mengarah pada perkebunan skala besar atau melakukan pola kemitraan dengan petani (Bambang, tanpa tahun) untuk menjamin ketersediaan pasokan bahan baku bagi industri pengolahan. Karena ketersediaan ubikayu kurang beberapa pengusaha industri pengolahan ubikayu mengimpor terutama dari Thailand. Hal ini memperlihatkan kurangnya perhatian pemerintah untuk penyediaan bahan baku industri tapioka. Dampaknya

pengadaan ubikayu impor untuk memenuhi kebutuhan industri tentu sangat merugikan petani ubikayu.

Terdapat beberapa persoalan yang dihadapi oleh petani dalam memproduksi ubikayu ditingkat petani rumah tangga yaitu: (1) kepastian harga yang rendah, sangat fluktuatif. Seringkali harga sangat rendah mengakibatkan petani

membiarkan tanamannya tidak dipanen karena biaya panen justru lebih mahal dibandingkan dengan harga jual per kg. (2) posisi petani sangat lemah dalam menentukan harga. Petani terposisi sebagai price taker dan pabrikan terposisi sebagai “price maker”. Dalam kondisi ketidaksempurnaan pasar (imferpect market - oligopolistic) petani selaku produsen sering dirugikan. (3) Ubikayu tanaman yang rakus terhadap hara. Dalam jangka panjang biaya input faktor terutama pupuk akan semakin mahal, sedangkan kenaikan produktivitas selalu lebih kecil dengan kenaikan biaya operasional dan harga. Demikian pula dapat menimbulkan erosi dan terjadinya degradasi lahan. (4) ubikayu diproduksi oleh


(22)

sebagian besar unit-unit rumah tangga produsen. Pemilikan lahan kurang dari 2 Ha tentu sulit untuk memenuhi skala ekonomi dengan luas lahan tersebut. Umur tanaman sekitar 1 tahun. Dalam kondisi seperti ini petani tidak memperoleh penghasilan mingguan/bulanan untuk menutupi biaya hidup. Petani tentu akan meminjam uang yang berbunga tinggi. Selain itu pemilikan lahan kurang dari 2 Ha, tentu tidak memenuhi syarat skala ekonomi, tambahan pula biaya transaksi yang tinggi karena jauh dari pusat pengolahan (5) Ubikayu sebagai bahan pangan bagi manusia dan juga bahan pakan ternak memiliki kaitan kedepan (foreward linkage) yang tinggi sepanjang teknologi mampu membangun produk-produk turunan yang berbahan baku ubikayu. (6) Ubikayu segar tidak bisa disimpan, kecuali diawetkan dalam bentuk chips (gaplek). (7) Pemanasan global menjadi ancaman bagi pembangunan yang berkelanjutan. Posisi petani ubikayu sangat rentan menghadapi situasi ini karena ketidaksiapan teknologi. Penelitian Sugiono (2009) industri pengolahan tapioka di Lampung dikuasai beberapa perusahaan. Petani rumah tangga tentu akan merasa terpojokkan dalam kondisi seperti ini, sehingga pernah diperkenalkan Industri tepung tapioka rakyat (ITTARA) sebagai bentuk substitusi industri pengolahan, walaupun pada akhirnya ITTARA itu sendiri tidak bertahan dalam beroperasi karena teknologi yang digunakan berbeda. Pada dasarnya pembentukan ITTARA untuk membantu petani produsen ubikayu yang memiliki skala usaha kecil, agar ubikayu dapat diolah menjadi tapioka karena diharapkan harga ubikayu dapat meningkat.

Dilain pihak posisi sawit semakin populer untuk dikembangkan. Promosi yang dilakukan mendudukkan Indonesia sebagai produsen sawit terbesar didunia. Hal


(23)

ini menjadi pemicu alih fungsi lahan dari ubikayu ke tanaman sawit maupun karet. Dua jenis tanaman ini memiliki permintaan yang tinggi dalam pasar dunia.

Dari kondisi tersebut akan terjadi kecenderungan masyarakat beralih pada jenis tanaman yang risiko ketidakpastian yang rendah. Antara lain beralih ke tanaman sawit, karet dan tebu karena berbagai alasan pertimbangan ekonomi (me too product). Usaha kebun rakyat akan beralih kepada skala perkebunan besar sebagai salah satu bentuk “land grab”.

B. Perumusan Masalah

Posisi ubikayu di Lampung sangat strategis, umum diusahakan pada lahan kering di dataran rendah yang memungkinkan terjadi alih tanaman ke tanaman tahunan. Penelitian yang pernah dilakukan dalam skala nasional menggunakan tanaman palawija sebagai substitusi ubikayu dengan memasukkan variabel harga palawija sebagai variabel penjelas terhadap pasokan ubikayu. Ubikayu di Lampung lebih merupakan komoditas bahan baku untuk memenuhi kebutuhan industri

pengolahan tapioka, hanya sedikit yang langsung dikonsumsi sebagai bahan pangan. Demikian pula bahwa lahan ubikayu tidak merupakan lahan substitusi terhadap padi, karena ubikayu berumur 12 bulan sedangkan padi berumur 3 bulan. Apakah masih dapat bertahan menghadapi persaingan penggunaan lahan untuk berbagai jenis tanaman lain ? Apakah akan terjadi alih lahan kejenis komoditas lain yang memiliki prospek profitabilitas yang tinggi di masa mendatang? Studi yang dilakukan di Vietnam oleh Goletti et.all (2001) mempertanyakan eksistensi


(24)

usaha kecil ubikayu (cassava starch), demikian jua yang terjadi di Kongo Afrika sebuah studi yang dilakukan oleh Bank Dunia (2009) memperlihatkan bahwa ada kecenderungan usaha rakyat beralih pada usaha komersil dengan mengandalkan sektor swasta membangun ketersediaan pasokan ubikayu. Bagaimana eksistensi petani rumah tangga produsen ubikayu yang didominasi oleh kebun rakyat. Apakah masih dapat bertahan menghadapi persaingan penggunaan lahan untuk berbagai jenis tanaman lain?.

C. Tujuan Penelitian

a. Mengestimasi fungsi respon penawaran ubikayu Lampung secara

ekonometrika untuk memperoleh skala ekonomi (economic scale) dan efek persaingan penggunaan lahan melalui pendekatan Nerlovian dengan

memasukkan areal sawit dan karet dan jenis tanaman perkebunan lain sebagai basis analisis alih lahan dalam formasi lahan kering.

b. Menghitung elastistas jangka pendek dan jangka panjang penawaran ubikayu sebagai dasar memprediksi kemungkinan alih lahan dari ubikayu ke tanaman perkebunan lain,

c. Mengestimasi koefisien kecenderungan alih tanaman petani rumah tanggake tanaman tahunan.


(25)

D. Kegunaan Penelitian

1. Dari sisi pemerintah, penelitian ini menjadi bahan masukan dalam membuat kebijakan terkait pengendalian dan pengembangan tata guna lahan (land use) bagi komoditi ubikayu dan komoditas terkait lainnya. 2. Sisi akademik, dapat dijadikan referensi penelitian lebih lanjut, terutama

dalam upaya maksimum alokasi lahan berbagai jenis komoditas perkebunan yang disesuaikan dengan permintaan komoditas. (acreage

allocation model).

3. Dari sisi produsen ubikayu dapat dijadikan pertimbangan apakah beralih ke tanaman lain mengingat keputusan petani ubikayu terlalu

mengedepankan sifat emosional sesaat dari pada sifat rasional dalam jangka panjang.


(26)

II. LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR

A. TEORI RESPON PENAWARAN

Teori respon penawaran didasarkan atas teori penawaran yang umum dikenal dalam teori ekonomi mikro. Dalam aplikasinya ditemukan beberapa modifikasi model sesuai dengan karakteristik komoditas yang akan ditelaah. Penawaran komoditas hasil industri pengolahan akan berbeda dengan komoditas hasil-hasil pertanian. Perbedaan ini terdapat pada input faktor yang mempengaruhinya yaitu selain faktor yang bersifat ekonomi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor non ekonomi, misalnya cuaca, kondisi kesuburan tanah, dan teknologi.. Dalam bidang pertanian faktor lahan sangat menentukan terhadap produksi, semakin luas lahan yang digunakan semakin tinggi hasil yang diperoleh dengan anggapan faktor-faktor lain tetap.

Pada hakekatnya kajian respon penawaran dalam kaitannya dengan keputusan alokasi lahan ini sangat identik dengan pengambilan keputusan pada analisis portofolio dalam melakukan kajian investasi. Kalau investor selalu menghendaki ekspektasi hasil yang maksimum, demikian pula halnya bagi seorang petani tentu akan berupaya memaksimumkan keuntungan dengan mempertimbangkan aspek kegagalan panen, risiko harga dan risiko hasil yang kurang.


(27)

Penerapan respon penawaran sudah banyak dilakukan sebagai kerangka model untuk menduga fungsi penawaran berbagai jenis komoditas terutama komoditas pertanian. Dalam melakukan kajian respon penawaran, kerangka teori yang umum digunakan adalah model penyesuaian partial Nerlove (1958). Pada awal mula dikembangkan model ini diaplikasikan untuk membangun respon penawaran tanaman palawija, namun dalam perkembangan lebih lanjut dengan memodifikasi model dapat pula diaplikasikan untuk tanaman keras bahkan aplikasi dalam penelitian respon penawaran produk-produk peternakan.

B. PENELITIAN RESPON PENAWARAN

Berbagai penelitian yang berhubungan dengan respon penawaran komoditas pertanian sudah banyak dilakukan. Pertama penelitian yang berhubungan dengan eksistensi penawaran dari petani produsen. Model yang digunakan umumnya mengikuti model pendekatan Nerlovian (Nerlovian Supply Response – NSR) (Askari,1977). NSR dapat diaplikasikan berbagai macam komoditas pertanian. Putri (2009) mengaplikasikan model Nerlov untuk melakukan penelitian respon penawaran ubikayu Indonesia, dan kemudian melakukan proyeksi. Ia

menggunakan bentuk persamaan double-log. Ia menemukan bahwa baik elastisitas harga jangka pendek maupun jangka panjang bersifat inelastis terhadap

penawaran ubikayu. Takeshima (2009) menggunakan pendekatan Equilibrium Displacement Model – EDM) dalam upaya untuk mengestimasi efek

kesejahteraan dampak pertumbuhan produktivitas biologik tanaman ubikayu semi subsisten terhadap kemiskinan di Sub Sahara Afrika. Takashima juga (tanpa


(28)

tahun) lebih lanjut melakukan penelitian dampak kesejahteraan pertumbuhan produktivitas terhadap elastisitas produksi konsumsi rumah tangga ubikayu. Secara statistikal melalui pendekatan yang dilakukannya menghasilkan hasil yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan, tetapi dari segi praktikal

peningkatan tersebut malah justru tidak memberi dampak signifikan bagi

kehidupan sosial ekonomi masyarakat karena skala usaha yang relatif kecil tidak memenuhi syarat skala ekonomi usaha.

Kedua, penelitian yang berhubungan dengan volatilitas harga komoditas dalam perdagangan komoditas di bursa yang dikaitkan dengan manfaat ekonomi yang diterima oleh pemerintah maupun petani produsen. Model yang digunakan

umumnya adalah Error Correction Model – ECM (Alemu,2003), atau Generalized

Autoregresive Conditional Heteroskedastisity– GARCH - sebagai suatu model pendekatan yang sudah banyak pula diaplikasikan.

Siregar (2002) melakukan penelitian dengan menggunakan input ganda - output ganda (MI-MO) pada sektor pertanian Indonesia. Ia membangun model

ekonometrika yang diestimasi dengan menggunakan seemingly unrelated

regression - SUR. Di dalam temuannya kebijakan harga baik input maupun output tidak efektif untuk diterapkan. Tetapi selanjutnya ia katakan bahwa walaupun demikian akan lebih baik diarahkan pada kebijakan pendekatan input


(29)

Banyak model ekonometrika yang diterapkan untuk mengkaji rsepon penawaran produk-produk pertanian. Model penyesuaian parsial Nerlove mencoba untuk melihat respon perubahan harga dalam rangkaian proses produksi, produksi dan keputusan pemasaran. Semua hal ini didasarkan pada ekspektasi harapan nilai masa depan sebagai variabel yang cocok. Ada beberapa model yang

menggabungkan antara model Nerlove dengan model ekspektasi harga. Misalnya model yang terkenal adalah model co-integrasi dan Error Correcetion Model. Model-model tersebut tetap saja mengandung kelemahan.Para peneliti diharapkan bisa menetapkan model mana yang dapat menjelaskan respon penawaran yang lebih baik. Tentu dengan memahami karateristik obyek penelitian secara

mendalam, kemudian dapat diformulasikan dalam bentuk model matematikanya. Misalnya Suryantoro (2005) menggunakan Galat Simultan (Simultaneous Error

Corection Model) dengan metode kuadrat terkecil dua tahap. Dalam mengestimasi model respon penawaran produksi gula dalam rangka menghadapi liberalisasi perdagangan. Ia menemukan bahwa tanggapan atas harga gula, areal penanaman tebu, dan produktivitas tebu terhadap produksi adalah positif dan tanggapan atas harga gula dan harga pupuk terhadap produksi adalah negatif. Tanggapan tingkat tarif terhadap harga dalam negeri adalah negatif dan tanggapan nilai tukar dan harga gula dunia adalah positif.

Sementara itu, Nkang dkk (2006) melakukan penelitian mengenai Staple Food

Policy and Supply Response in Nigeria : A Case of Cassava. Penelitian ini mengkaji respon penawaran dari petani ubikayu di Nigeria, dalam kurun waktu 1972 sampai 2002. Estimasi kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkan bahwa


(30)

perubahan dalam jangka pendek terhadap harga sendiri, harga komoditi substitusi yaitu padi, penggunaan modal dan lag luas area, secara signifikan menjelaskan respon petani ubikayu selama periode waktu penelitian. Secara spesifik, elastisitas harga ubikayu menunjukkan bahwa luas areal ubikayu sangat sensitif terhadap perubahan harga ubikayu dalam jangka panjang.

Dalam penelitian lain (Putri, 2009) dalam Analisis Respon dan Proyeksi Penawaran Ubikayu di Indonesia juga menemukan bahwa ubikayu bersubtitusi dengan padi dalam hal produksi dengan respon harga silang yang elastis, yang

mengindikasikan terjadinya kompetisi dalam penggunaan lahan. Selanjutnya ia menemukan pula bahwa elastisitas penawaran ubikayu bersifat inelastis dalam jangka pendek maupun jangka panjang, harga ubikayu memiliki pengaruh yang positif terhadap penawaran sehingga apabila harga ubikayu meningkat maka penawaran akan ubikayu pun akan meningkat, Dari hasil estimasi respon

penawaran ubikayu, menunjukkan harga ubikayu direspon secara positif dan relatif kecil oleh petani dengan meningkatkan luas areal panennya. Sedangkan pada

produktivitas dapat disimpulkan bahwa peningkatan harga ubikayu bukan merupakan insentif bagi petani untuk meningkatkan produktivitasnya.

Penelitian yang dilakukan Lukiawan, (2009) dalam Analisis Respon Penawaran Kopi di Indonesia menemukan bahwa tanaman kelapa sawit merupakan pesaing tanaman kopi. Metode yang digunakan adalah Partial Adjusment Model. Respon penawaran kopi dapat didekati melalui respon luas areal tanam dan respon

produktivitas Untuk mendapatkan elastisitas produksi (elastisitas penawaran) dihitung dari luas areal tanam dikalikan dengan produktivitas. Hasil penelitian


(31)

menunjukkan bahwa produktivitas lahan kopi menurun. Penyebabnya adalah faktor-faktor produksi kopi, banyak pohon kopi yang sudah tua dan rendahnya perawatan kebun

Alias (1988) menggunakan model Nerlove dan Wickens dan Greenfeld mengatakan dalam penelitiannya tentang Pembinaan dan Pemilihan Model

Respon Penawaran Pengeluaran \getah Asli, ia membandingkan kondisi karet Malaysia, Indonesia, Thailand dan Sri Lanka. Dengan menggunakan pemilihan model R2 ditemukan bahwa model Wickens dan Greenfield dapat menerangkan lebih baik respon penawaran karet dibandingkan dengan model Nerlove. Model Wickens dan Greenfield merupakan penyempurnaan model Nerlove, karena model Nerlove tidak mampu menerangkan perilaku tanaman keras yang memiliki tenggang waktu saat menanam hingga menghasilkan memiliki jangka waktu lima tahun lebih. Bahwa keputusan jangka pendek tidak dapat menjelaskan dengan baik dengan respon penawaran jangka panjang.. Bahwa kelemahan model Nerlove adalah adanya lag waktu yang menjadi variabel bebas yang pada awalnya berasal dari variabel dependen, tentu akan mengundang kolinaritas dalam aplikasi model. Hasil temuan Alias lebih lanjut dikatakan bahwa karet menjadi tanaman pesaing terhadap sawit dalam penggunaan lahan.

Penerapan model Nerlove juga dilakukan oleh Heryanto dsn Krisdiana (2011), dalam tulisannya Model Respon Penawaran Komoditas Ubikayu di Indonesia menemukan bahwa respon pasokan ubikayu dipengaruhi oleh harga ubikayu, kedelai, dan kacang tanah ditahun-tahun sebelumnya. Elastisitas harga sendiri


(32)

ubikayu adalah inelastis. Tetapi elastisitas hatga silang dengan kacang tanah adalah kompetitif. Hubungannya dengan kedelai bersifat komplementer. Penelitian ini memasukkan beberapa jenis tanaman palawija sebagai pesaing tanaman ubikayu, Studi tentang komersialisasi sektor pertanian dan investasi sektor swasta di Kongo memperlihatkan kecenderungan bahwa sektor swasta akan sangat berpenan penting dalam upaya mengatasi pasokan hasil-hasil pertanian terutama tanaman pangan (Bank Dunia)

Takashima (2009) melakukan analisis efek kesejahteraan pertumbuhan produktivitas biologik untuk semi subsisten sub sahara Afrika dengan biaya transaksi tinggi. Ia menggunakan model Equlibrium Displacement Model (EDM) sebagai alat analisis terhadap penurunan kemiskinan petani ubikayu. Ia

menemukan bahwa model ini terlalu berlebihan untuk menganalisis biaya transportasi tingggi dengan harga petani, pasar konsumen ubikayu.

Takashima melakukan pula penelitian produsen pertumbuhan produktivitas ubikayu di Benin, Amber (2010) melakukan analisis dinamika alokasi lahan pertanian dengan menggunakan reaksi jangka pendek dan panjang.

Petani produsen menggunakan faktor input yang ada padanya. Sehingga dihadapkan pada pilihan tanaman apa yang akan diproduksi. Bila diasumsikan tanaman sawit misalnya merupakan produk yang bersaing dengan ubikayu sehingga input faktor yang dimiliki mempunyai alternatif untuk memproduksi kedua macam komoditas tersebut. Pola hubungan kedua jenis komditas tersebut


(33)

dapat dijelaskan dengan menggunakan kurve kemungkinan produksi (Frontier

Possibility Curve).

Dalam suatu luasan areal tanaman tidak bisa ditempati oleh tanaman lain dalam ruang dan waktu yang bersamaan. Kondisi seperti ini berhubungan dengan prinsip eksklusi (exclusion principle) yang berlaku untuk bidang apa saja termasuk dalam bidang pertanian/perkebunan. Areal tanaman sawit dalam waktu yang bersamaan tidak bisa ditanami jenis tanaman lain semisal ubikayu. Kalaupun terjadi alih tanaman akan dihadapkan pada “opportunity cost”.

Peralihan suatu jenis tanaman, terutama tanaman palawija berumur kurang dari setahun ke tanaman tahunan akan sulit dilakukan kembali ke tanaman semula, karena biaya investasi yang dikeluarkan cukup besar dan umurnya tanaman produktif lebih dari 5 – 20 tahun. Kalaupun terjadi harapan utilitas (expected utility) tanaman baru lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman lama

Kerangka teori yang umum digunakan untuk menerangkan respon penawaran di sektor pertanian adalah model pendekatan penyesuaian partial Nerlove (1959). Model ini dikembangkan untuk mengkaji perilaku respon penawaran bagi tanaman palawija. Namun lebih lanjut dikembangkan untuk menelaah respon penawaran tanaman tahunan. Penerapan respon penawaran melalui pendekatan Nerlove sudah banyak diaplikasikan, termasuk di Indonesia. Secara umum model pendekatan ini memasukkan variabel harga dengan lag time sesuai dengan model respon penawaran yang dikembangkan Nerlove dan kemudian ditambahkan


(34)

variabel-variabel penjelas lainnya. Variabel penjelas lainnya yang dimasukkan berkisar pada variabel-variabel non-ekonomi seperti produktivitas tanaman lain, luasan areal tanaman lain, cuaca dan menggunakan dummy variabel sebagai tambahan variabel penjelas.

Alih tanaman dari satu jenis tanaman tertentu ke tanaman lain ditentukan oleh harapan utilitas yang akan diperoleh oleh petani produsen. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadi alih tanaman adalah

a. Pendapatan usaha tani yang semakin menurun sebagai akibat fluktuasi harga yang tidak menentu. Kecenderungan harga sulit diperkirakan oleh petani. Pihak petani selalu berada dalam posisi informasi yang asimetrik dibandingkan dengan pedagang perantara. Sistem pemasaran dalam penelitiaan ubikayu memperlihatkan adanya efisiensi (Nani, 2009) b. Harga jual komoditas

c. Biaya produksi d. Teknologi budi daya

Modifikasi sumber daya yang lahan (L) tersedia tersebut diolah tenaga kerja manusia (TK) dengan menggunakan teknologi ( = konstanta teknologi)

sehingga menghasilkan produk yang memiliki utilitas tinggi yang bermanfaat bagi masyarakat.


(35)

Dalam teori produksi bahwa output suatu produk (Q) ditentukan oleh (TK) dan kapital dalam hal ini lahan (L). Hubungan tersebut dapat dinyatakan dalam hubungan fungsional sebagai berikut;

Q =f (λ,L,TK)

Dimana : Q = output

L = Kapital dalam hal ini luasan lahan TK= Tenaga Kerja

λ = Koefisien Teknologi

Bila TK dan α konstan maka fungsi produksi di atas menjadi Q = f(L) atau L = f(Q) semakin tinggi produksi komoditas maka semakin banyak luas lahan yang dibutuhkan. L=f(Q) merupakan fungsi respon variabel independen terhadap luas areal. Q sendiri ditentukan oleh banyak faktor selain pertimbangan harga sendiri, harga tahun yang lalu, harga komoditas lain sebagai komoditas pesaing,

manajemen pemeliharaan dan peranan kebijakan yang dijalankan

C. PRODUKSI

Alam telah menyediakan berbagai jenis sumber daya yang sudah tersedia dengan sendirinya seperti sumber daya hayati. Sumber daya tersebut melalui keterampilan


(36)

manusia diolah dengan mengkombinasikan input faktor menjadi produk-produk yang memberi nilai tinggi bagi kehidupan manusia.

Manusia sebagai produsen produk-produk tersebut diolah dengan memanfaatkan sumber daya tersebut sebagai faktor input dengan mengolahnya.\

D. MODEL ESTIMASI PERSAINGAN PENGGUNAAN LAHAN

Estimasi penggunaan lahan dapat dilakukan melalui pendekatan

permintaan.dengan asumsi setiap petani menginginkan agar diperoleh kepuasan maksimum setiap luasan areal yang ditanam.

Keputusan petani untuk menanam tanaman apa yang akan diusahakan dalam lahan yang terbatas selalu dihadapkan pada pertimbangan memaksimumkan keuntungan. Tingkat keuntungan akan ditentukan oleh harga dan produksi yang akan diperoleh dari lahan yang tersedia.

Dengan menggunakan harga dan produksi maka penerimaan total dari berbagai jenis tanaman dapat didefinisikan sebagai berikut:

v

i

= p

i

, y

i (1)


(37)

Nilai luasan areal tanaman menjadi faktor penting dalam proses pertimbangan petani untuk mendapatkan kondisi keuntungan maksimum. Bila suatu jenis tanaman yang akan dipilih sudah diputuskan maka akan diperoleh pola hubungan pendapatan dan biaya sebagai berikut;

π

= ∑(v

i

a

i

- C

i)

(2)

Dimana ai luas lahan tanaman ke i, Ci adalah biaya transaksi ke i. Jika luas lahan

yang tersedia tetap maka jumlah luas lahan total dapat dirumuskan sebagai berikut:

∑a

i

= L

(3)

Selanjutnya jika total produksi areal tanaman, L, dan pi dianggapkonstan maka penerimaan total menjadi sebagai berikut;

∑v

i

a

i

= M

(4)

Dalam pertimbangan untuk menanam suatu komoditas, maka syarat yang harus dipenuhi petani adalah kepuasan maksimum yang digambarkan dalam utilitas preferensi. Dalam utilitas preferensi ada dua faktor yang menjadi pertimbangan yaitu manfaat ekonomi dan pertimbangan manfaat non ekonomi yang menjadi bagian yang padu bagi seorang petani. Dalam kerangka teori ekonomi mikro pola utilitas preferensi maksimum akan diperoleh diperoleh proses memaksimumkan fungsi utilitas sebagai berikut;


(38)

u =U(a

1

, a

2

, …. a

n

)

dengan kendala

∑v

i

a

i

=

M

.

(5)

Bertitik tolak dari teori ekonomi mikro indirect utility function, maka persamaan diatas akan memiliki hubungan sebagai nerikut;

u = Û(v

i

, ….. v

n

,

M)

(6) Terlihat bahwa indirect utility function merupakan fungsi dari nilai luas, vi dan

total penerimaan M. Jadi dengan demikian adanya peningkatan utilitas yang diperoleh petani akan menaikkan nilai lahan itu sendiri.

Dari persamaan di atas memperlihatkan fungsi utilitas langsung, , dan total nilai dari M. Perlu dicatat bahwa petani akan memiliki utilitas yang tinggi bila hasil tanaman memberi nilai yang tinggi. Ada terdapat perbedaan antara utilitas langsung dari pemakaian lahan yang diperoleh dari utilitas langsung sebagai berikut: karena U~(v,M) dan U~(v,M) adalah quasi-concave dalam v. sehingga akan diperoleh hasil derivasi pertama dan kedua sebagai berikut;

(7)


(39)

Mengikuti model Rotterdam (Lee, 2009) sistem alokasi lahan akan diperoleh melalui persamaan sebagai berikut;

(9)

Dimana wj kontribusi produksi tanaman ke i dan adalah Divisia

volume index (Lee,2009). Selanjutnya dengan menggunakan pemecahan matriks Slutsky akan diperoleh sistem permintaan lahan yang dapat diturunkan menjadi konsep elastisitas luas areal dan elastisitas skala sebagai berikut:

(10)

(11)

(12)

Dimana adalah elastisitas luasan areal sendiri (own acreage elasticity), adalah elastisitas silang luas areal (cross acreage elasticity) dan

π

adalah

elastisitas skala (scale Elasticity). Bila dua jenis tanaman i dan j dikatakan bersifat komplementer maka > 0, dan bila Eij < 0 maka dua jenis tanaman tersebut adalah tanaman substitusi.

Peralihan suatu jenis tanaman, terutama tanaman palawija berumur kurang dari setahun ke tanaman tahunan akan sulit dilakukan kembali ke tanaman semula,


(40)

karena biaya investasi yang dikeluarkan cukup besar dan umurnya tanaman produktif lebih dari 5 – 20 tahun. Kalaupun terjadi harapan utilitas (expected


(41)

III. METODE PENELITIAN

A. DERIVASI OBYEK PENELITIAN

Dalam suatu areal tersedia luas lahan total (L) yang tersedia. Umumnya mengikuti tata ruang. Dimana L dianggap konstan. Luas lahan L dialokasikan untuk berbagai kebutuhan lahan pada lahan kering - .LK dan lahan basah (LB). sehingga,

. . . . . . (1)

LB tidak menjadi bagian dari studi ini karena dilindungi peraturan tata guna lahan untuk mempertahankan stok pangan. LB diperuntukkan untuk tanaman padi. Fokus studi pada LK dataran rendah. LK dialokasikan untuk berbagai kebutuhan penggunaan lahan sebagai berikut;

- Perkebunan (Pb)

- Kawasan Hutan Lindung (Kh)

- Kawasan Pemukiman (Kp)


(42)

Kemudian Kh dan Kp tidak perhatian pula dalam penelitian ini maka; dengan demikian LK akan terdiri dari lahan untuk perkebunan (Pb) dan palawija (Pw).

Selanjutnya LK merupakan sub set Pb dan Pw. Pb adalah tanaman keras berumur > 1 tahun. Sub set Pb adalah lahan tanaman keras berumur > 1 tahun, untuk sawit

(Lsawit), karet (Lkaret), lada (Llada), kopi (Lkopi), dan coklat (Lcoklat).

Sub set Pw tanaman berumur < 1 tahun adalah tebu (Ltebu), nenas (Lnenas), ubikayu (Lubika) dan lain-lain (Llain). Kemudian Lubika terdiri dari rumah tangga (LRt) dan korporasi (LPs). Sehingga total lahan ubikayu menjadi (Lubika) = (LRt) + (LPs). Kemungkinan LRt beralih ke tanaman lain adalah

Lsawit, Lkaret, Ltebu dan Lnenas. Empat jenis komoditas ini ditanam di dataran rendah dan umumnya dikuasai oleh perkebunan korporasi. LRt juga memiliki kemungkinan beralih ke LPs. Ada kemungkinan Lkopi beralih ke

Lsawit dan Lkaret.Lcoklat tidak mengalami alih tanaman yang berarti karena harga pasar produk relatif baik, dapat dipenen setiap hari untuk memenuhi kebutuhan harian petani. Lkopi dan Lcoklat umumnya ditanam dilereng

pegunungan dan merupakan tanaman sela, perkebunan rakyat dan belum dimasuki skala perkebunan korporasi.

Sehingga bila dibangun dalam bentuk diagram uraian di atas menjadi Diagram 3.1. Diagram 3.1 memperlihatkan derivasi obyek penelitian dalam tesis ini, dimulai dari konsep liberalisasi, kemudian model perilaku pasar persaingan bebas baik sisi permintaan maupung sisi penawaran. Dari sisi permintaan diasumsikan bahwa konsumen bersikap rasional yaitu maksimum utilitas. Dilain pihak dari sisi


(43)

penawaran diasumsikan bahwa produsen bersikap keuntungan maksimum dari setiap produsen komoditas yang dihasilkan.


(44)

Diagaram 3.1 Derivasi Obyek Penelitian

Liberalisasi

Persaingan Bebas Setiap Pelaku Ekonomi Sisi Penawaran S Sisi Permintaan D Produsen :

Maksimum Keuntungan

Konsumen:

Maksimum Utilitas

(Stop)

Produsen Komoditas

Pertanian Produsen

Komoditas/jasa Non-pertanian

(Stop)

Fungsi Produksi Q=f(K,L)

Q=f(L)

Alokasi Lahan

Tata Ruang Wilayah

Lahan Basah (LB)

Lahan Kering (LK)

Padi

Perubahan Iklim

Konversi (Terutama Sawah

Tadah Hujan – Non Irigasi)

Perkebunan

Non -Perkebunan

(Stop)

Tanaman Musiman

Tanaman Tahunan

Dataran Tinggi

(Stop)

Dataran Rendah

Sawit, Karet, Kopi, Lada, Nenas, Tebu,

Kelapa, Kayu Non-ubikayu

(Stop)

Obyek Penelitian : Kompetisi Penggunaan

Lahan : Eksistensi Ubi Kayu ?


(45)

Dari diagram 3.2 LRt akan beralih ketanaman lain yang memiliki probablitas (T) > 50 % adalah Lsawit, Lkaret, Ltebu, dan LPs sebagai obyek penelitian dalam tesis ini karena komoditas dijadikan unggulan daerah.

Untuk kopi memiliki kecenderungan untuk beralih ke komoditas lain, terutama tanaman kopi di dataran rendah. Kopi beralih terutama ke tanaman karet dan sawit. Kopi dan karet dua komoditas ini dipandang oleh masyarakat memiliki prospek yang baik kedepan dengan indikator profitabilitas yang tinggi dan selain itu dua jenis tanaman ini adalah tanaman perkebunan rakyat. (Kaizan, 2011). Namun tidak menjadi lingkup dalam studi ini.


(46)

Diagram 3.2 Trade Off Alih Tanaman Kolom Vs Baris

Ubikayu Sawit Karet Nenas Kopi Tebu Lada Ubikayu 1 R R R R R R

Sawit T 1 R R R R R Karet T R 1 R T R R Nenas T R R 1 R R R Kopi R R R R 1 R R Tebu T R R R R 1 R Lada R S S R R R 1

Baris Vs Kolom

Ubikayu Sawit Karet Nenas Kopi Tebu Lada Ubikayu 1 T T T R T R

Sawit R 1 R R R R S Karet R R 1 R R R S Nenas R R R 1 R R R Kopi R T T R 1 R R Tebu R R R R R 1 R Lada R R R R R R 1

Keterangan :

R = Kemungkinan terjadi alih tanaman ke tanaman lain rendah S = Kemungkinan terjadi alih tanaman ke tanaman lain sedang


(47)

T = Kemungkinan terjadi alih tanaman ke tanaman lain tinggi

Dari matriks tersebut yang memiliki kemungkinan tinggi adalah : Kolom vs Baris adalah :

Ubikayu - Sawit Ubikayu - Karet Ubikayu - Nenas Ubikayu - Tebu Kopi - Sawit Kopi - Karet Baris vs kolom

Ubikayu - Sawit Ubikayu - Karet Ubikayu - Nenas Ubikayu - Tebu Kopi - Sawit

Kopi - Karet -

Dari rangkaian ini dapat dibuat diagram posisi ubikayu terhadap tanaman lain sebagai berikut Diagram 3.3.


(48)

Diagram 3.3

Intensitas Kemungkinan Alih Tanaman Dalam Obyek Penelitian

Tebu

Ubi Kayu

Karet

Nenas

Sawit

Kopi

Lada

S

S

T

T

T

T

T

T

Dari diagram 3.3. terdapat hubungan yang menjadi dasar pembentukan model, yaitu ubikayu terhadap sawit, karet, nenas, dan tebu. Nenas lebih banyak dikuasai oleh perusahaan. Variasi besaran variabel luas areal dari tahun ke tahun tidak mengalami perubahan karena sangat ditentukan oleh ekspansi perluasan lahan oleh perusahaan. Sedangkan kopi memiliki kemungkinan tinggi beralih ke sawit dan karet, tetapi tidak menjadi bagian dari penelitian ini, karena kopi ditanam pada areal perbukitan/gunung Jadi pola keterkaitan ubikayu hanya dengan lahan tanaman sawit, karet dan tebu.


(49)

Tanaman ubikayu variabel yang dimasukkan adalah luas areal sebagai variabel terikat. Kemudian harga ubikayu per kg, dan lag waktu harga satu tahun. Tanaman sawit, karet, menggunakan luas areal (dalam ha) sebagai variabel penjelas

terhadap komptetisi penggunaan lahan.

B. PENDEKATAN ESTIMASI RESPON PENAWARAN

Dalam kajian respon penawaran produksi tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan produksi atau output ataupun menggunakan luas areal baik menganalisis jangka pendek maupun jangka panjang.

Pengertian jangka pendek bahwa petani produsen hanya memperhatikan

penggunaan input faktor seperti lahan dan tenaga kerja rumah tangga. Kedua jenis faktor produksi ini tidak dapat diubah.

Pengertian jangka panjang bahwa produsen dapat menggunakan berbagai macam variasi faktor produksi dan produsen bisa meninggalkan atau bisa masuk ke dalam industri.

Umum ditemukan bahwa elastisitas respon penawaran lebih kecil dalam jangka pendek dibandingkan dengan jangka panjang kalau input faktor tetap tidak menjadi variabel keputusan. Dalam jangka panjang elastisitas respon penawaran


(50)

selalu lebih tinggi bila dilakukan penambahan variabel dan dapat dilakukan realokasi input faktor.

Pada umumnya hasil temuan memperlihatkan bahwa elastisitas dengan

menggunakan produksi lebih kecil dan dihadapkan pada keadaan yang lebih tidak stabil. Dibandingkan dengan pemakaian elastisitas areal.

Ada dua pendekatan dalam melakukan estimasi respon penawaran.

a) Pendekatan sturuktur tidak langsung (Indirect Structural Form Approcah)

b) Pendekatan melalui pembentukan persamaan Reduce Form.

Pendekatan langsung mengestimasi respon penawaran termasuk analisis proses penyesuaian partial (Partial Adjustment) dan pengharapan (expectation) dari Model Nerlovian.

C. MODEL DASAR RESPON PENAWARAN

1. Model Nerlovian

Dalam upaya melakukan model respon penawaran ala Nerlovian secara ekonometrik ini adalah model yang paling dikenal dan berhasil diaplikasikan dalam sejumlah studi. Thiele (2000) melaporkan bahwa model Nerlove lebih valid dibandingkan dengan model lain terutama bila diaplikasikan di negara-negara berkembang. Model Nerlovian adalah model dinamik, dimulai dari output sebagai


(51)

fungsi dari harga, penyesuaian output dan beberapa variabel eksogin. Model ini adalah model dinamik bila suatu variabel tahun t sebagai variabel independen dapat dijelaskan dengan nilai pada tahun t-1. Model Nerlovian dalam bentuk

reduce form adalah merupakan model autoregresive oleh karena di dalamnya dapat dibentuk lagged value dari variabel terikat sebagai variabel penjelas.

2. Model Teoritis

Model Nerlovian secara sederhana untuk tanaman tahunan terdiri dari tiga bentuk persamaan (Askari dan Cumming, 1977):

=

+

+

(2)

=

+

)

(3)

=

+

)

(4)

Persamaan 2 menggambarkan hubungan luasan areal yang diinginkan dan ekspektasi harga. Dalam teori ekonomi mensyaratkan agar α1≥ 0. Persamaan 3

dan 4. menggambarkan simpleadaptive expectation partial adjustment

mechanism yang menghubungkan antara P* dan A* di dalam nilai pengamatan terhadap P dan A. Persamaan 4 adalah mekanisme penyesuaian partial yang dapat dikatakan sebagai bentuk perkiraan dinamika ekonomi itu sendiri.

Dengan menambahkan variabel Q1, Q2, Q3 dan Q4 maka (4) dapat dibentuk menjadi;


(52)

=

+

+

+

+

+

+

(5)

Dimana

= Luas lahan aktual ubikayu yang digarap pada tahun t = Luas tanaman yang diinginkan untuk digarap pada tahun t = Harga ubikayu pada tahun t (Rp)

= Ekspektasi harga ubikayu pada tahun t (Rp/kg)

Qkaret = Luas areal karet (dalam ha), Luas areal karet (dalam ha), luas areal sawit (dalam ha) pada tahun t

Qtebu = Produksi tebu pada tahun t (ton) Qsawit = Produksi sawit pada tahun t (ton) QPs = Produksi ubikayu pada tahun t (ton) = error term

, i dan masing-masing koefisien ekspektasi dan koefisien penyesuaian.

Dalam mengestimasi fungsi respon penawaran Nerlovian patut dipertimbangkan agar menghilangkan variabel-variabel terrikat dengan variabel ekspektasi harga dari persamaan (2) – (4). Dengan menghilangkan variabel tersebut maka akan diperoleh model Nerlovian dalam bentuk reduce form. Proses untuk mendapatkan persamaan dalam benyuk reduce form dapat ditempuh sebagai berikut;

Dari ketiga rangkaian bentuk persamaan Nerlovian di atas, maka dari persamaan (4) dapat diubah menjadi;


(53)

Substitusikan persamaan (2) ke persamaan (6) maka diperoleh:

=

kemudian buka kurun [ ] maka diperoleh,

=

+

. . . .(7) Dari persamaan (3) dapat diubah menjadi;

=

. . . .. . . (8) Persamaan (3) adalah persamaan ekspektasi harga, adalah koefisien

ekspektasi.

Bila disubstitusikan nilai pada persamaan (8) ke persamaan (7) maka diperoleh ;

=

,

kemudian buka kurung […] maka,

. . . (9) Dari persamaan (7) dibuat lag satu periode tahun sebagai gambaran sistem

dinamik sehingga;

. . .. . . . (10)


(54)

. . . .. . . . .(11) Kurangkan persamaan (11) dengan persamaan (10) maka diperoleh ;

[

]

.. . . .. . . . (12)

Buka tanda kurung […] maka (12) dapat disusun menjadi;

+

. . . . . . (13) Bila (13) disusun berdasarkan urut-urutan variabel akan menjadi sebagai berikut:


(55)

+

. (14)

Dalam bentuk penyederhanaan persamaan (14) maka diperoleh bentuk persamaan

reduce form sebagai berikut;

+ + + +

. . . (15) Dimana;


(56)

)

Perhitungan Elastisitas

Elastisitas harga jangka pendek dari persamaan (15) adalah;

=

. . . . . . (16) Dan elastisitas harga jangka panjang adalah;

=

. . . . . . . . .(17)

Apabila persamaan (15) menggunakan pendekatan model linier atau semi-log maka elastisitas jangka pendek maupun jangka panjang dapat dilakukan perhitungan per periode waktu. Kurun waktu 1980-2011 dapat dibuat enam periode :

Periode Wurun Waktu I 1980-1984 II 1985-1989 III 1990-1994 IV 1995-1999 V 2000-2004 VI 2005-2011 Total 1980=2011


(57)

untuk menghitung rata-rata dan 1980-2011. Periode (I) 1980-1984, periode (II) 1985-1989, periode ke (III) 1990-1994, periode (IV) 1995-1999, periode V) 2000-2004, dan periode ke VI 2005-2011 serta keseluruhan 1980-2011, maka elastisitas masing periode akan terlihat arah perubahan dari masing-masing nilai

,

,

, … . dan keseluruhan adalah Etotal.

Sebagai jawaban atas tujuan (c). dimana harapan

<

<

<

Untuk dibuat dua periode 1990-2000; periode (I) dan 2000-1010 periode (II) maka diperoleh

=

dan

=

.

diharapkan

<

.

Dua hal di atas hanya berkaitan dengan elastisitas harga baik jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk mengetahui respon variabel Qi terhadap akan

digunakan elastisitas parsial masing-masing variabel. , , dan


(58)

Dimana adalah elastisitas luas areal sendiri (own acreage elasticity), adalah elastisitas silang luas areal (cross acreage elasticity) dan i adalah elastisitas

skala (scale Elasticity). Bila dua jenis tanaman i dan j dikatakan bersifat komplementer maka > 0, dan bila Eij < 0 maka dua jenis tanaman tersebut adalah tanaman substitusi.

Dari analsis elastisitas tersebut diarahkan agar diperoleh model keseimbangan persamaan (18). Kondisi kesetimbangan berbagai jenis tanaman hanya bisa tercapai bila marginal benefit masing-masing jenis tanaman adalah sama sebagaimana dirumuskan oleh Nash yang dikenal dengan Nash Equilibrium).

.. . . . . . . .(18)

Secara teoritis keseimbangan Nash dapat dipenuhi, namun dalam praktik kondisi marginal benefit masing-masing tanaman sulit dicapai karena tidak semata-mata ditentukan oleh variabel ekonomi dalam hal ini keuntungan tetapi juga ditentukan variabel-varibale non ekonomi sebagai bahan pertimbangan keputusan petani.


(59)

D.

HIPOTESIS

1. Respon luasan areal ubikayu tidak dipengaruhi oleh insentif harga 2. Peralihan luas areal ubikayu disebabkan oleh produktivitas (keuntungan)

tanaman pesaing yang tinggi.

Semua variabel bebas memiliki hubungan yang negatif terhadap variabel terikat,

+

+

+

+

+

. . . (19)

Diharapkan semua variabel penjelas dalam persamaan (19) berhubungan secara negatif.

Dari persamaan (15) dapat diturunkan hipotesis kerja sebagai berikut; Pt-1 memiliki hubungan yang negatif terhadap At

At-1 memiliki hubungan yang negatif terhadap At

At-2 memiliki hubungan yang negatif terhadap At


(60)

Q2t memiliki hubungan yang negatif terhadap At

Q3t memiliki hubungan yang negatif terhadap At

Q4t memiliki hubungan yang negatif terhadap At

Q2t-1 memiliki hubungan yang negatif terhadap At

Q3t-1 memiliki hubungan yang negatif terhadap At

Q4t-1 memiliki hubungan yang negatif terhadap At

E. DATA

Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder. Data diperoleh dari tabulasi ulang Lampung Dalam Angka berbagai nomor penerbitan tahun 1980 -2011, Badan Pusat Statistik Lampung. Jumlah observasi pengamatan sebanyak n = 32.

Variabel yang diolah adalah :

a. Luas areal dan produksi ubikayu b. Harga ubikayu

c. Luas areal dan produksi karet d. Luas areal dan produksi sawit e. Luas areal dan produksi tebu

F. MODEL EKONOMETRIK


(61)

``````````````\(20)

Dari hasil derivasi model pendekatan Nerlovian ditemukan bahwa luas areal tanaman ubikayu ditentukan oleh harga tahun yang lalu dan penggunaan lahan karet, sawit, tebu pada tahun yang bersangkutan dan produksi ubikayu itu sendiri disertai dengan lag masing-masing. Untuk areal ubikayu lag sampai dua tahun dan untuk variabel lain lag hanya satu periode.

Dari persamaan (20) dapat diterjemahkan bahwa eksistensi ubikayu diantara tanaman lain ditentukan oleh semua variabel independen yang mempengaruhinya.

Dari persamaan (20) dapat dibentuk beberapa hubungan fungsional secara

matematik tentu yang sesuai dengan karakteristik perilaku berproduksi oleh petani produsen.

Untuk menentukan model persamaan ekonometrik yang tepat akan dilakuka pengujan Ada tiga model persamaan yang akan dicoba.

a. Model persamaan regesi linier berganda

b. Model persamaan double-log atau model elastisitas konstan c. Model persamaan semi-log

Ketiga bentuk persamaan ini umum dipakai dalam penelitian ekonometrik. Masing-masing model persamaan tersebut akan dilakukan regresi (1) Respon luas Areal (2) Respon Produksi dan (3) Respon Produktivitas.


(62)

1. Model Respon Luas Areal

1.1. Persamaan A.1. Linier

Menggunakan luas areal pada beberapa variabel jenis tanaman sebagai tambahan variabel penjelas sebagai berikut: Persamaan A.1. (Linier)

(LA)

Dimana :

At

=

Luas areal ubikayu pada tahun t (Ha) At-1 = Luas areal ubikayu pada tahun t-1 (Ha)

At-2 = Luas areal ubikayu pada tahun t-2 (Ha)

Pt-1 = Harga ubikayu pada tahun t-1 (Rp)

Q1t = Luas areal karet (Ha)

Q1t-1= Luas areal karet pada t-1 (Ha)

Q2t = Luas areal sawit (Ha)

Q2t-1= Luas area. Sawit t-1 (Ha)

Q3t = Luas areal tebu (Ha)

Q3t-1= Luas areal tebu t-1 (Ha)

Q4t = Produksi ubikayu (dalam ton)


(63)

βi = koefisien regresi ke i untuk i=0,1,2, …..11.

LA = Error term LA

Catatan : Simbol LA pada At menggambarkan bahwa variabel Qit

menggunakan besaran variabel luas areal sebagai variabel penjelas.

1.2. Persamaan A.2.Double-log

Menggunakan luas areal (LA) pada beberapa variabel jenis tanaman sebagai tambahan variabel penjelas sebagai berikut: .

(LA)

Keterangan :Term LA pada At menggambarkan bahwa variabel Qi menggunakan

luas areal sebagai besaran variabel. Definisi variabel sama dengan uraian pada bentuk fungsi linier, akan tetapi semua variabel independen dan dependen dikonversi dalam bentuk natural logaritma (ln).

1.3. Persamaan A.3.Semi-log


(64)

Menggunakan luas areal (LA) pada beberapa variabel jenis tanaman sebagai tambahan variabel penjelas sebagai berikut:Persamaan A.3 (Semi-log)

(LA)

Definisi variabel sama dengan uraian pada bentuk fungsi linier, akan tetapi semua variabel independen dinyatakan dan bentuk ln dan variabel dependen

menggunakan angka absolut..

2, Respon Produksi

2.1. Persamaan B.1. Linier

Dengan menggunakan produksi (PR) pada beberapa variabel jenis tanaman sebagai tambahan variabel pejelas sebagai berikut: Persamaan B.1. (Linier)

(PR) Keterangan : Simbol PR pada At menggambarkan bahwa variabel Qi

menggunakan produksi sebagai besaran variabel penjelas. Dimana :

At

=

Luas areal ubikayu pada tahun t (Ha) At-1 = Luas areal ubikayu pada tahun t-1 (Ha)


(65)

Pt-1 = Harga ubikayu pada tahun t (Rp)

Q1t = Produksi karet pada tahun t (Ton)

Q1t-1 = Produksi karet pada tahun t-1 (Ton)

Q2t = Produksi sawit pada tahun t (Ton)

Q2t-1 = Produksi sawit pada tahun t-1 (Ton)

Q3t = Produksi tebu pada tahun t (Ton)

Q3t-1 = Produksi tebu pada tahun t-1 (Ton)

Q4t = Produksi ubikayu pada tahun t (ton)

Q4t-1 = Produksi ubikayu pada tahun t-1 (ton)

i = koefisien regresi ke i untuk i=0,1,2, …..11.

(PR) = Error term

2.2. Persamaan B.2. Double-log

Menggunakan produksi (PR) pada beberapa variabel jenis tanaman sebagai tambahan variabel pejelas sebagai berikut: Persamaan B.2. (Doble-log)

(PR)

Keterangan :Simbol PR pada At menggambarkan bahwa variabel Qit


(66)

Definisi variabel sama dengan uraian pada bentuk fungsi linier, akan tetapi semua variabel independen dan dependen dinyatakan bentuk ln..

2.3. Persamaan B.3. Semi-log

Menggunakan produksi (PR) pada beberapa variabel jenis tanaman sebagai tambahan variabel pejelas sebagai berikut:

(PR)

Keterangan: Simbol PR pada At menggambarkan bahwa variabel Qi

menggunakan produktivitas sebagai besaran variabel penjelas.

3. Respon Produktivitas

3.1. Persamaan C.1. Linier

Dengan menggunakan produktivitas (PV) pada beberapa variabel jenis tanaman sebagai tambahan variabel pejelas sebagai berikut:

(3.2)


(67)

Produktivitas Qi diperoleh dengan cara total produksimasing-masing tanaman

dibagi dengan luas areal.

Keterangan :Simbol PV pada At menggambarkan bahwa variabel Qi

menggunakan produktivitas besaran variabel sebagi variabel penjelas.

Dimana :

At = Luas areal ubikayu pada tahun t (Ha) At-1 = Luas areal ubikayu pada tahun t-1 (Ha) At -2 = Luas areal ubikayu pada tahun t-2 (Ha) Pt-1 = Harga ubikayu pada tahun t (Rp)

Q1t = Produktivitas karet pada tahun t (Ton//Ha)

Q1t-1 = Produktivitas karet pada tahun t-1 (Ton//Ha)

Q2t = Produktivitas sawit pada tahun t (Ton//Ha)

Q2t-1 = Produktivitas sawit pada tahun t-1 (Ton//Ha)

Q3t = Produktivitas tebu pada tahun t (Ton/Ha)

Q3t-1 = Produktivitas tebu pada tahun t-1 (Ton/Ha)

Q4t = Produktivitas ubikayu pada tahun t (Ton/Ha)

Q4t-1 = Produktivitas ubikayu pada tahun t-1 (Ton/Ha)

i = koefisien regresi ke i untuk i=0,1,2, …11.

PV = Error term PV

3.2. Persamaan C.2.Double-log


(68)

Menggunakan produktivitas (PV) pada beberapa variabel jenis tanaman sebagai tambahan variabel pejelas sebagai berikut:

Keterangan: Simbol PV pada At menggambarkan bahwa variabel Qi

menggunakan produktivitas sebagai besaran variabel penjelas.

Definisi variabel sama dengan uraian pada bentuk fungsi linier, akan tetapi semua variabel independen dan depende dinyatakan dalam bentuk ln,

3.1. Persamaan C.3. Semi-log

Menggunakan produktivitas (PV) pada beberapa variabel jenis tanaman sebagai tambahan variabel penjelas sebagai berikut :

Definisi variabel untuk semi-log adalah sama dengan bentuk fungsi linier di atas. Semua variabel independen dinyatakan dalam bentuk ln. Sedangkan variabel dependen tetap menggunakan angka absolut.


(69)

G. PERSOALAN HARGA

Persoalan yang dihadapi adalah variabel yang mengandung nilai rupiah, . Dalam penelitian ini akan digunakan pendekatan harga yang berlaku. Karena petani produsen lebih melihat besaran nilai rupiah dibandingkan dengan nilai ril. Kenaikan harga cenderung untuk terjadi alih tanaman dengan melihat kondisi harga yang berlaku. Selain itu petani produsen tidak memiliki informasi pasar yang akurat. Secara umum mengikuti prilaku harga dalam jangka pendek. Harga komoditas pertanian sangat berfluktuasi yang sulit dikenali oleh petani. Informasi yang menjadi panduan adalah selalu mengikuti kecenderungan petani produsen yang lain, karena terjadi ketidaksempurnaan pasar. Umumnya yang menentukan harga adalah pedagang perantara.

H. MODEL SERI WAKTU.

Model seri waktu (time series) menduduki tempat tersendiri dalam kajian ekonometrik karena dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan prediksi, yaitu dengan memanfaatkan kondisi variabel di masa lalu dan kemudian

dilakukan prediksi suatu kondisi variabel di masa depan. Tersedianya data historis dapat dijadikan sebagai variabel yang sifatnya perbedaan temporal (variasi

temporal) yaitu perbedaan besaran nilai suatu variabel dari waktu ke waktu. Sebagaimana data silang (cross section) yang diperoleh melalui pengamatan dalam kurun waktu yang sama yang dilakukan melalui perbedaan individual


(70)

masing-masing sampel penelitian. Model time series dapat memberi dampak terhadap variabel dependen melalui variasi variabel independen. Pengaruh variabel independen akan terdistribusi sepanjang kurun waktu pengamatan, yang memiliki adanya lag distribusi. Model distribusi lag adalah model yang dirancang bahwa variabel dependen dapat muncul dalam model regresi sepanjang waktu, bentuk time lag yang berbeda yang kemudian menjadi variabel independen sebagai variabel penjelas terhadap variabel dependen Ahli ekonometrik biasanya menemukan beberapa persoalan yang berkaitan dengan persoalan asumsi yang melandasi pendekatan regresi; (1) bahwa fakta yang dapat mempengaruhi satu sama lain melalui lag. (2) biasanya ada variabel yang non-stationary: yaitu variabel yang cenderung mengikuti trend menaik atau menurun selama masa pengamatan dan (3) melalui pengukuran variabel ekonomi menggunakan satuan nilai moneter, misalnya adanya fluktuasi harga akan memberi dampak terhadap efisiensi data yang tersedia sebagai bentuk gangguan.

I. DATA STATIONARITAS

Suatu seri variabel dikatakan stationary bila tidak memiliki kecenderungan naik atau turun dari waktu ke waktu. Bila terdapat rangkaian variabel yang stationer berarti pola rata-rata, varian dan otokorelasi selalu mengikuti pola yang sama sepanjang kurun waktu pengamatan. Suatu seri variabel tidak memenuhi kriteria tersebut sepanjang kurun waktu pengamatan disebut nonstationary Bila terdapat suatu variabel yang nonstationary akan menyebabkan hasil komputasi tidak lagi mencerminkan yang terbaik Ini akan terlihat dalam hasil regresi melalui uji


(71)

signifikansi, goodness of fit dan variabel yang nonstationary akan memberi dampak besar pada regresi dari pada yang semestinya. Bila hasil regresi uji signifikansi sangat kuat melalui uji t-statistik maka ada kemungkinan bahwa ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi regresi. Bila ini terjadi maka metode yang akan digunakan mengatasi masalah ini ialah melakukan teknik diferensiasi untuk mengendalikan otokorelasi dan stationery dengan mengurangkan setiap data dalam seri terdahulu. Durbin-Watson, Dickey- Fuller, Augmented Dickey-Fuller dan telaah akar seri univariate dapat digunakan untuk melakukan uji stationaritas data.

J. UJI ASUMSI DASAR PENDEKATAN OLS

Uji asumsi klasik akan digunakan untuk semua bentuk persamaan regresi yang dibentuk. Dari masing-masing regresi yang dikemukakan di atas perlu dilakukan pengujian apakah asumsi yang melandasi pendekatan OLS memenuhi syarat.

1. Uji Normalitas

Uji dilakukan untuk mengetahui apakah data sudah tersebar secara normal. Uji normalitas residu dengan menggunakan pendekatan OLS secara normal dideteksi melalui pendekatan Jaque-Berra (J-B). Metode ini didasarkan atas sampel besar yang diasumsikan bersifat asymptotic. Uji statistik J-B menggunakan formula kemencengan (skewness) dan kurtosis sebagai berikut:


(72)

Dimana S adalah koefisien kemencengan dan K adalah koefisien kurtosis.

Jika suatu variabel didistribusikan secara normal maka S=0 dan K=3. Diharapkan nilai statistik J-B akan sama dengan nol. Besaran nilai statistik J-B didasarkan atas distribusi chi square dengan derajat bebas (df) 2. Bila nilai probalitas p angka statistik J-B besar atau dengan kata lain nilai statistik tidak signifikan maka menerima hipotesis bahwa residual terdistribusi secara normal karena nilai statitik J-B mendekati nol. Dilain pihak bila probalitas p statistik J-B kecil atau sighifikan maka menolak hipotesis bahwa residual mempunyai distribusi normal karena nilai J-B tidak sama dengan nol. Jadi kriteria hipotesis adalah sebagai berikut:

H0 : data tersebar normal

Ha : data tidak tersebar normal

Kriteria pengujian adalah :

H0 ditolak dan Ha diterima bila nilai p <  (pada derajat bebas 5%).

H0 diterima dan Ha ditolak bila nilai p >  (pada derajat bebas 5%).

Jika H0 ditolak artinya data tidak tersebar normal dan jika H0 diterima data

terdistribusi secara normal.

2. Multikolineritas

Kemudian uji multikolineritas. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah model regresi yang diestimasi ditemukan korelasi antar variabel independen. Bila


(73)

terdapat korelasi maka akan dihapkan pada masalah multikolineritas terutama bila ditemukan korelasi yang tinggi antar variabel independen. Bila hal ini terjadi sulit untuk memisahkan pengaruh masing-masing, dan untuk memperoleh penaksir terbaik yang tidak bias. Untuk mengetahui hal ini dapat dilakukan dengan melihat koefisien korelasi parsial antar variabel bebas. Jika ditermukan koefisien korelasi tinggi lebih dari 0,85 maka diduga ada multikolineritas dnn sebaliknya nilai koefisien korelasi rendah akan tidak ada masalah multikolineritas..

3. Atokolerasi

Autokorelasi juga disebut dengan serial correlation, bisa ditemukan jika galat (error) pengamatan mengikuti pola yang satu sama lain berhubungan erat. Tipe autokorelasi biasanya dalam bentuk first-order autocorrelation. Ini terjadi jika galat yang diamati berpengaruh terhadap galat pengamatan masa sebelumnya

Bila ada variabel lag dalam variabel dependen muncul sebagai regresor

menentukan bentuk hubungan regresi sering dihadapkan pada kasus otoregresif. Bahwa lag variabel dependen tidak akan independen lagi mempengaruhi error term. Karena variabel dependen merupakan bagian dari error tem, tidak lagi berhubungan dengan error term ke I atau error term tahun sebelumnya.

Atokorelasi sering ditemukan dalam analisis yang menggunakan data time series. Uji atokorelasi akan dilakukan terhadap persamaan regresi yang ditemukan bahwa tidak ditemukan adanya korelasi antara variabel gangguan satu pengamatan dengan pengamatan lain. Akibat dari masalah ini adalah model estimasi melalui


(74)

pendekatan OLS tetap masih linier dan tidak bias akan tetapi tidak memiliki varian yang minimum.

Tahapa-tahap melakukan uji ini adalah sebagai beriku;

a. Penentuan orde integrasi atau melakukan uji unit root b. Uji kointegrasi bila semua variabel tidak stationary

c. Penyusunan model error correction bila tahapan (2) tidak terpenuhi. d. Diagnosa terhadap asumsi klasik.

Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk mendeteksi Breush-Goldfrey atau yang lebih dikenal dengn uji Langrange Multiplier.Adapun langkah-langkah pengujian adalah sebagai berikut;

a.

Estimasi persamaan dengan menggunakan pendekatan OLS dan kemudian akan memperoleh residu.

b.

Lakukan regresi residu ei dengan variabel bebas dan lag dari residu et-1, e t-2, .. et-p kemudian cari nilai R2 dari regresi tersebut..

c. Jika sampel besar maka model dalam persamaan akan mengikuti distribusin chi square dengan df sebanyak p .

Nilai chi square dihitung dengan;

Dimana :

n = banyaknya pengamatan


(75)

R2= Koefisien determinasi = chi square

Jika (n-p)R2 yang merupakan chi square hitung lebih besar dan nilai kritis chi square pada derajad bebas tertentu, ditolak hipotesis H0. Ini menunjukkan adanya

masalah otokorelasi. Sebaliknya jika chi square hitung lebih kecil dari nilai kritisnya maka hipotesis H0 diterima. Artinya model tidak mengandung

otokolerasi karena semua nilai p sama dengan nol.

4. Uji Homoskedastisitas

Kondisi heteroskedastisitas merupakan kondisi yang melanggar asumsi dasar regresi linear yang menggunakan pendekatan OLSk. Heteroskedastisitas menunjukkan nilai varian dari variabel bebas yang berbeda, sedangkan asumsi yang dipenuhi dalam linear klasik adalah mempunyai varian yang sama (konstan) atau homoskedastisitas. Pengujian masalah heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji White Heteroscedasticity. Pengujian ini dilakukan dengan cara melihat probabilitas Obs*R-squared-nya.

Dalam asumsi klasik regresi linier menghendaki kesamaan varian,

homoskedastisitas yang tidak konstan. Homoskedastisitas mengandung arti bahwa variasi error bernilai sama untuk setiap kombinasi variabel penjelas. Bila ini tidak terjadi maka akan dihadapkan pada masalah heteroskedastisitas.

Heteroskedastisitas adahah salah satu bentuk penyimpangan asumsi regresi yang menghendaki agar estimasi linier yang terbaik tidak bias (Best Linier Unbiased


(1)

61

K. KOMPUTASI

Semua bentuk persamaan yang diutarakan di atas akan dilakukan perhitungan dengan menggunakan metode pendekatan Ordinary Least Square (OLS) yaitu persamaan tunggal yang sudah dalam bentuk reduce form. Perangkat lunak yang akan dipakai ialah E-Views versi 6. Selain itu komputasi juga menggunakan microsoft excell.


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Beberapa model persamaan yang dicoba dengan melakukan pengujian secara ekonometrik memperlihtkan bahwa model persamaan yang tepat untuk memprediksi alih fungsi lahan adalah model persamaan linier dengan menggunakan produktivitas tanaman sebagai variabel bebas. Variabel harga ubikayu memperlihatkan tanda positif yang mengandung arti bahwa model yang digunakan sesuai dengan teori. Namun dilain pihak elastisitas jangka pendek lebih besar dibandingkan dengan jangka panjang, hal ini bertentangan dengan teori, bahwa elastisitas jangka pendek lebih kecil dibandingkan dengan jangka panjang.

2. Tren perkembangan produksi komditas yang menjadi obyek studi ini memperlihatkan pola perkembangan yang menaik. Perkembangan dan pertumbuhan produksi bukan disebabkan oleh peningkatan produktivitas melainkan akibat dari ekspansi penggunaan lahan, Bahwa produktivitas komoditas yang dianalisis cenderung persisten atau stagnan. Ini mengindikasikan bahwa penerapan teknologi produksi tidak berperan dalam meningkatkan produksi. Pada kondisi seperti ini telah terjadi decreasing return to scale sebagaimana juga diindikasikan oleh nilai


(3)

90

elastisitas yang inelastif. . Komoditas tanaman ubikayu, karet, dan sawit sekitar 65 % adalah perkebunan rakyat.

3. Nilai elastisitas dari komodititas yang diteliti semua menunjukkan nilai yang inelastis. Karet berhubungan secara substitusi terhadap luasan areal ubikayu yang ditandai oleh tanda negatif pada koefisien regresi. Tanaman sawit dan tebu bersifat komplementer terhadap luas areal ubikayu.

B. Saran

1. Diperlukan penelitian dalam upaya penerapan teknologi perkebunan agar peningkatan produksi dapat melalui peningkatan teknologi budidaya. Karena yang terjadi adalah bahwa peningkatan produksi disebabkan oleh ekspansi luas areal bukan 0leh peningkatan produktivitas melalui penerapatan teknologi.

2. Model aplikasi persamaan linier memiliki keterbatasan. Dalam upaya membangun model yang komperhensif maka diperlukan pembentukan model yang lebih akurat yang akan bermanfaat untuk menghindari alih fungsi lahan.


(4)

91 DAFTAR PUSTAKA

Asada T., Ishikawa T. (Eds.), Time and Space in Economics, Springer 2007. pp 249-255.

Alemu, ZG, K Oosthuizen & HD van Schalkwyk1, Grain-Supply Response in Ethiopia: an Error-Correction Approach, Agrekon, Vol 42, No 4 (December 2003)

Antonova, Maria and Zeller, Manfred, “A Time-Series Analysis of The Beef Supply Response In Russia: Implications For Agricultural Sector Development Policies in Agricultural Economics, University of Hohenheim, Germany.

Arizona, Yance, Konstitusi Dalam Intaian Neoliberalisme: Konstitusionalitas Penguasaan Negara Atas Sumberdaya Alam Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi. Makalah disampaikan dalam Konferensi Warisan

Otoritarianisme: Demokrasi Indonesia di Bawah Tirani Modal. Panel Tirani Modal dan Ketatanegaraan, Selasa, 5 Agustus 2008 di FISIP Universitas Indonesia

Askari, Hossen dan Cummings, John Thomas, “Estimating Agricultural Supply Response with the Nerlove Model : A survey. International Economic Review, Vol. 18, No. 2. (Jun., 1977), pp.

257-

292.http://links.jstor.org/sici?sici=0020-6598%28197706%2918%3A2%3C257%3AEASRWT%3E2.0.CO%3B2 -U

Badan Pusat Statistik, Lampung Dalam Angka, Berbagai Nomor Penerbitas. Diebold, F.X., Why Are Estimates of Agricultural Supply Response so Variable?

Francis X. Diebold Russell L. Lamb University of Pennsylvania Federal Reserve Board and NBER Latest Draft: July 25, 1996

Drajat, Bambang, Perlu antisipasi jangka panjang mengatasi masalah perdagangan kopi, Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI), Bogor.

Goletti, Francesco; Rich, Karl, dan Wheatley, Chris, (2001). The Cassava Starch Industry in Vietnam: Can Small Firms Survive and Prosper?


(5)

92 Gosalamang, Dikgang Stephen, Econometric Analysis of Supply Response

Among Beef Farmers in Botswana”, Faculty of Science and Agriculture, University of Limpopo, South Africa, November 2010.

Jian Yang, Michael S. Haigh dan David J. Letaham, Agricultural Liberalization Policy and Commodity Price Volatility : A GARCH Apllication dalam Applied Economics Letters 8, p 593-598

Kaizan, Analisis Kelayakan Finansial dan Nilai Ekonomi Lahan (Land Rent) Pada Penggantian Usahatani Kopi Menjadi Karet di Kabupaten Way Kanan Provinsi Lampung, Tesis S-2 Magister Ekonomi

Pertanian/Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampng. 2014. Lee, Youngjae, An Analysis As to the Causal Relationship Between Bioethanol

Expansion and Agricultural Crop Acreage Allocation in the United States, Department of Agricultural Economics and Agribusiness Louisiana State University Center

Lukiawan, Reza, Analisis Respon Penawaran Kopi di Indonesia, Skripsi 2009 Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Nerlove, Marc, Estimates of the Elasticities of Supply of Selected Agricultural

Commodities , Journal Agricultural Economics, Vol 38 No. 2 (May 1956), 496-509

Puteri, Ginna Ayu, Analisis Respon dan Proyeksi Penawaran Ubi Kayu di Indonesia, Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Skripsi, 2009

Septaria, Indah Sari, Ismono, R. Hanung, Nurmayasari, Indah, Kebijakan Pemerintah Terhadap Kesejahteraan Pelaku Ekonomi Ubikayu di Provinsi Lampung, JHA, Volume 1 No. 1 Januari 2013.

Siregar, Hermanto, Elasticities of Output Supply and Input Demand of Indonesian Foodcrops and Their Policy Implications: Multi-Input Multi-Output Framework, Department of Economics; Academic Director at

Postgraduate Program of Management & Business, Institut Pertanian Bogor

Suryantoro, Agustinus, Model Respon Penawaran Produksi Gula Menghadapi Liberalisasi Perdagangan, dalam Dinamika Pembangunan Vo.2 No.1, Juli 2005 h 78-100.


(6)

93 Sugino, Tomohide dan Mayrowani, Henny, The determinants of cassava

productivity and price under the farmers’ collaboration with the emerging cassava processors: A case study in East Lampung, Indonesia, Journal of Development and Agricultural Economics Vol. 1(5), pp. 114-120,

August, 2009 Available online at

http://www.academicjournals.org/JDAE © 2009 Academic Journals Takeshima, Hiroyuki, Behavior of subsistence producers in response to

technological change-The elasticity of cassava production and home consumption in Benin,University of Illinois, Urbana-Champaign. Takeshima, Hiroyuki. Sensitivity of welfare effects estimated by equilibrium

displacement model: a biological productivity growth for semi-subsistence crop in Sub-Sahara African market with high transactions costs. Selected Paper prepared for presentation at the Agricultural & Applied Economics Association’s 2009 AAEA & ACCI Joint Annual Meeting, Milwaukee, WI, July 26-28, 2009. International Food Policy Research Institute, Abuja, Nigeria

Thiele, Rainer, Estimating the Aggregagate Agricultural Supply Responses: A Survey of Techniques and Result for Developing Countries, Kiel Institute of World Economics Duesternbrooker Weg 12024105 Kiel (Germany) Riel Working Paper No. 1016,

World Bank (2009) ; Study on the Commercialization of Agriculture & Domestic Private Sector Investment: Cassava in the Republic of Congo,