Implementasi Simbol dalam Perespektif Hermeneutika Paul Ricoeur

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id ada, dari yang tidak bergerak menjadi bergerak, yang mana pada semua itu nantinya akan kembali lagi Dzat yang mengatur segalanya dan tidak ada kekuatan yang melebihi kekuatan-Nya. Percaya akan mitos yang dapat mendatangkan keselamatan itu artinya mengingkari atas Kuasa Tuhan. Kedua, mitos tragis timbul akibat kepercayaan manusia terhadap makhluk halus yang dapat mendatangkan sukses, kebahagiaan, ketentraman, ataupun keselamatan, tetapi sebaliknya bisa pula menimbulkan gangguan kesengsaraan, pikiran, kesehatan, bahkan kematian. Oleh sebab itu, bagi calon pengantin baru yang mau menikah diharuskan melempar ayam hitam sebagai simbol tolak-balak apabila melewati Gunung Pegat untuk menghindari terjadinya perceraian pegatan dan banyak resiko yang akan menimpanya, seperti keluarganya tidak harmonis, sengsara, rezekinya tidak lancar, sampai tidak punya keturunan. Konsep takdir dalam QS. Al-Hadid [57]: 22 Artinya :“Tiada suatu bencana apapun yang menimpa di bumi ini, dan tidak pula pada diri kalian, melainkan telah tertulis dalam kitab Lauh al- Mahfuzh sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah” 1 Maksudnya apa saja yang telah terjadi di permukaan bumi ini telah ditulis oleh Allah dalam kitab-Nya yang tersimpan rapi di Lauh al-Mahfuzh, bahkan sebelum diciptakannya. Jadi semua itu telah digariskan oleh Allah SWT, dalam ketetapan-Nya. Jadi jika memohon sesuatu maka memohonlah pada Allah, jika memohon pertolongan terhadap sesuatu maka ajukanlah permintaanmu itu hanya kepada Allah semata. 1 Al-Quran, 57:22. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Ketiga, yaitu mitos Adam, seperti yang dijelaskan di atas, resiko-resiko yang terjadi apabila tidak melempar ayam bukan disebabkan karena tidak melempar ayam, namun hal itu terjadi disebabkan karena manusia tidak setia kepada Tuhan. Kepercayaan tersebut yang membuat manusia jatuh dalam dosa, seperti “noda” manusia tidak berbuat lain dari pada melanjutkan tradisi yang sudah terdapat pada sebelumnya. Manusia hanya sebagai korban atas perbuatan yang telah dilakukan sejak jaman dahulu. Seperti dalam tradisi lempar ayam di gunung pegat, banyak masyarakat yang tidak tahu sejarahnya, namun mereka hanya meneruskan tradisi adat yang sudah ada sejak jaman dahulu dan mereka hanya mengikuti adat yang ada di daerah setempat. Keempat, mitos orfis dalam tradisi lempar ayam, disebabkan oleh kelakuan manusia yang membuat noda, dosa, dan kebersalahan terasing. Akibatnya manusia sendiri menyangga sendiri beban dan tanggung jawab atas kesalahan yang dilakukannya. Mitos ini membuat manusia yang awalnya tidak berdosa, sekarang penuh nida, dosa, dan kebersalahan. Mitos disebut jiwa yang diasingkan. Mitos ini memecahkan manusia ke dalam jiwa dan tubuh. Jiwa datang dari tempat lain dan mempunyai status Illahi tetapi sekarang terkurung dalam tubuh. Jadi, manusia telah jatuh karena jiwanya dikaitkan dengan tubuh dan dalam keadaan itu kejahatannya semakin bertambah dan semakin bertambah pula kerinduan akan kebebesan. Oleh sebab itu sudah jelas bahwa Jiwa manusia itu sifatnya suci, dia dekat dengan kebaikan dan tidak mau berbuat batil, tidak mau melanggar dan mengingkari Tuhan. Dengan melakukan tradisi tersebut sama halnya dengan digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id mempercayai mitos tersebut, dan mengingkari Tuhan. Itulah yang membuat manusia jatuh dan berdosa di hadapan Tuhan. Diantara mitos Adam dan mitos orfis inilah yang menyebabkan manusia jatuh dan penuh dosa. Manusia sendiri yang menanggung dan menyangga beban dan kesengsaraan atas sesuatu yang terjadi di dunia ini. Hermeneutika merupakan metode yang digunakan Paul Ricoeur dalam membongkar makna yang masih tersembunyi dalam teks. Ricoeur mengatakan bahwa setiap kata adalah simbol, karena menggambarkan makna lain yang sifatnya tidak lansung atau masih bersifat kiasan, yang hanya dimengerrti lewat simbol. Simbol dan kata sebagai ungkapan berupa bahasa, karena manusia dapat memahami sesuatu hal hanya menggunakan bahasa, dan bahasa merupakan syarat utama untuk semua pengalaman manusia. Hermeneutika merupakan cabang ilmu dari filsafat. Filsafat ialah berfikir secara logika dengan bebas tidak terikat pada tradisi, dogma,dan agama dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalan. Sedangkan filsafat bagi Al-Kindi ialah pengetahuan tentang yang benar. Al- Kindi membagi pengetahuan menjadi dua bagian yakni; pertama, pengetahuan ilahi. Pengetahuan ini diambil dari yang tercantum dalam Al-Quran yaitu pengetahuan yang langsung diperoleh Nabi dari Tuhan. Sedangkan dasar dari pengetahuan ini adalah keyakinan. Kedua, pengetahuan manusiawi. Dasarnya ialah ratio-reason. Argumen-argumen yang dibawa oleh Al-Quran lebih meyakinkan dari pada argumen-argumen yang ditimbulkan oleh falsafat. Jadi, mitos gunung pegat tidak perlu dipercaya karena tidak bisa dibuktikan digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id kebenerannya, karena pengetahuan yang benar itu bisa dibuktikan atau yang terdapat dalam Al-Quran dan bisa diterima oleh akal manusia. Oleh sebab itu tujuan agama ialah menerangkan yang benar dan yang baik, demikian juga filsafat. Agama disamping menggunakan wahyu juga mempergunakan akal, dan filsafat juga menggunakan akal. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari seluruh bahasan yang telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya mengenai pendapat tokoh-tokoh masyarakat terhadap tradisi lempar ayam di Gunung Pegat Lamongan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Lempar ayam merupakan prosesi atau cara yang dilakukan oleh calon pengantin baru mau menikah yang melewati gunung pegat. Adapun sarananya menggunakan ayam hitam, karena ayam hitam merupakan simbol tolak balak apese awak. Tujuannya untuk mencegah dari faktor-faktor ketidakharmonisan dalam rumah tannga seperti, rejekinya sulit, tidak mempunyai keturunan, dan lain-lain. Tradisi lempar ayam itu merupakan warisan dari nenek moyang leluhur secara turun menurun, dan dipercaya oleh masyarakat setempat. 2. Pada dasarnya lempar ayam dalam perspektif hermenutika Paul Ricoeur bermuara pada dua hal, yaitu simbol primer dan simbol sekunder. Adapun simbol primer itu merupakan upaya atau ikhtiyar dalam pencucian noda, dosa, dan kebersalahan, bagi calon pengantin dari ketidakbahagiaan rumah tangga “Pegatan”. Adapun simbol sekunder itu merupakan tradisi lempar ayam yang tidak bisa dilepaskan dari mitos kosmis, yakni; pahlawan, leluhur, manusia terdahulu, gunung pegat, ayam kampung yang berwarna hitam, mitos tragis. yakni; mitos yang dipercaya oleh sebagian masyarakat apabila tidak melakukan tradisi tersebut, maka akan digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id menimbulkan ketidakharmonisan dalam rumah tangga atau pegatan, tidak bisa mempunyai keturunan, rejekinya sulit, dan lain-lain. mitos orfis, yakni mewakili ayam kampung berwarna hitam, yang membuat jiwa terasing, memecahkan antara jiwa dan tubuh manusia, tetapi sekarang jiwa terkungkung dalam tubuh, mitos Adam, yakni; manusia tidak berbuat lain, hanya saja melanjutkan tradisi yang sudah ada pada sebelumnya. Inilah mitos-mitos yang dipercayai oleh masyarakat setempat dan pantang untuk dilanggar.

B. Saran

Bagi saya pribadi tidak setuju, karena mitos merupakan suatu cerita dari tradisi lisan yang meceritakan dan masih belum bisa dibuktikan kebenarannya secara ilmiah dan cenderung mengarah ke hal yang tidak masuk akal. Sesuatu yang benar dan bisa dipercaya kebenaranya adalah sesuatu yang sudah tertulis dalam Al-Quran dan Hadits. Oleh sebab itu mitos tersebut perlu dihilangkan sedikit demi sedikit dan tidak perlu dipercaya, karena mitos tersebut bertentangan dengan keyakinan kita terhadap Tuhan. Yakin saja semua yang terjadi du dunia ini sudah ada yang mengatur, Jodoh, rezeki, hidup dan mati yang tahu semua hanyalah Allah. Jadi serahkan semuanya kepada Allah SWT. Hanya Allah tempat berlindung dan tempat meminta pertolongan. Bagi masyarakat desa Karang Kembang dan sekitarnya, sebaiknya tradisi tersebut sedikit demi sedikit dihilangkan, karena simbol itu hanya mitos saja sebagai bagian dari alat budaya, jadi tidak perlu diyakini atau diimani. Bagi masyarakat Desa Karang Kembang Untuk masyarakat desa Karang Kembang tidak perlu takut dan khawatir akan mitos tersebut, karena jodoh, rejeki, hidup dan mati sudah ada yang digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id mengatur yaitu Allah SWT Dzat yang Maha mengetahui segalanya baik di langit dan di bumi sebelum alam diciptakan. Jadi, mitos tersebut tidak perlu dipercaya ataupun diimani. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id DAFTAR PUSTAKA Ahmala. “Hermeneutika: Mengurai Kebutuhan Metode Ilmu-ilmu Sosial” dalam Belajar Hermeneutika. ed. Nafisul Atho’ dan Arif Fahrudin.Yogyakarta: DIVA Press, 2013. Asa Berger, Athur. Tanda-Tanda dalam Kebudayaan Kontemporer. Ypgyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2000. Bertens K. Sejarah Filsafat Kontemporer Perancis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2013. Chaer, Abdul. Filsafat Bahasa. Jakarta: Rineka Cipta, 2015 Daeng, Hans J. Manusia Kebudayaan dan Lingkungan Tinjauan Antropologis. Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2000. Deodata, Alexis. “Paul Ricoeur’s Hermeneutics of Symbol: A critical Dialectic of Suspicion and Faith”. Journal of Kritike. Volume 4 Nomor 2, 2010. Dillstone, F.W. Daya Kekuatan Simbol, terj. Widyamartaya. Yogyakarta: Kanisius, 2002. Driyakarya. Fenomenologi Agama. Yogyakarta: Kanisius, 1995. Esten, Mursal. Kajian Transformasi Budaya. Bandung: Angkasa, 1999. Fashri, Fauzi. Pierre Bourdieu: Menyingkap Kuasa Simbol. Yogyakarta: Jalasutra, 2014. Geertz, Clifford. Kebudayaan dan Agama, terj. Fransisco Budi Hardiman. Yogyakarta: Kanisius, 1992. Ghony Djunaidi M dan Fauzan Almanshur. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012. Hadi, Sutrisno. Metodologi Reseach I. Yogyakarta: Andi Offset, 1989. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Hanafi, Hasan. Islam Tradisional dan Reformasi Pragmatisme. Malng: Bayu Media Publishing, 2003. Hartoko dan Rahmanto. Kamus Istilah Sastra. Yogyakarta: Kanisius, 1998. Harusatoto, Budiono. Simbolisme dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: Hanindita Graha Widia, 2000. Heru. S.P. Saputra. “Simbol, Analogi, dan Alegori”. Jurnal Humaniora. Vol. 15 Nomor 1, t.k, 2003. Hidayat, Asep Ahmad. Filsafat Bahasa: Mengungkap Hakikat Bahasa, Makna, dan Tanda. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009. http:sejarah-sma1.blogspot.com201202tradisi-seputar-sejarah.html Rabu, 8 Juni 2016 http:strongreading.blogspot.co.id201007paul-ricoeur-symbolism-of-evil.html Kamis, 16 Juni 2016 Huberman, Mattew B. Milles dan A.Michael. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-Metode Baru. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1984. Johannesen, Richard L. Etika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996. Kaelan. Pembahasan Filsafat Bahasa. Yogyakarta: Paradigma, 2013. Kearney, Richard. “On The Hermeneutics of Evil”. Cairn Info. Volume 2 Nomor 2, 2006. Kessing, Roger M. Antropologi Budaya: Suatu Perspektif Kontemporer. Jakarta: Erlangga, 1992. Koentjaraningrat. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Yogyakarta: Dian Rakyat, 1985. Koentjaraningrat. Kebudayaan Jawa. Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1984.