Pola Komunikasi Pedagang Dengan Pembeli Di International Trade Centre (ITC) Bandung (Studi Deskriptif Tentang Pola Komunikasi Antarbudaya Pedagang PAdang Dengan pembeli Masyarakat Sunda Dalam kegiatan Transaksi Di International Trade Centre Bandung)

(1)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Perbedaan budaya antara pedagang Padang dengan pembeli masyarakat Sunda di International Trade Centre (ITC) Kebon Kalapa Bandung, menciptakan pola komunikasi antara keduanya. Cara berkomunikasi antara keduanya sebagian besar dipengaruhi oleh kebudayaan. Apa yang mereka percayai sebagai suatu usaha yang baik maka akan dilakukan ketika kegiatan transaksi berlangsung.

Kegiatan transaksi jual beli antara pedagang asal kota Padang dan pembeli masyarakat Sunda terjadi antara dua orang atau lebih, dalam kegiatan antara dua orang atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami hal tersebut dapat diartikan sebagai pola komunikasi. Saat kegiatan transaksi berlangsung, pedagang asal kota Padang berperan sebagai komunikator atau penyampai pesan dan pembeli masyarakat Sunda sebagai komunikan atau penerima pesan dan atau sebaliknya. Komunikasi yang baik dibutuhkan agar pesan atau informasi dapat tersampaikan dan kesepakatan dalam kegiatan transaksi dapat terwujud, seperti dalam menyampaikan informasi mengenai produk, barang ataupun jasa yang ditawarkan oleh


(2)

pedagang asal kota Padang dapat dimengerti atau dipahami oleh pembeli masyarakat Sunda sebagai komunikannya.

Dalam kegiatan transaksi yang terjadi untuk mencapai kesepakatan antara pedagang asal kota Padang dengan pembeli masyarakat Sunda yang berbeda budaya, secara tidak langsung mereka terlibat dalam komunikasi antarbudaya.

Dalam penelitian ini, penulis tidak selalu menyatakan bahwa pedagang asal kota Padang adalah orang Minang. Budaya mempengaruhi sebagian besar cara kita berkomunikasi, secara tidak langsung perbedaan budaya pun dapat menghambat proses komunikasi yang sedang berlangsung dalam kegiatan transaksi jual beli yang dilakukan oleh pedagang asal kota Padang dengan pembeli masyarakat Sunda. Dibutuhkan komunikasi yang efektif untuk menunjang terjadinya komunikasi yang baik dalam kegiatan transaksi jual beli antara pedagang asal kota Padang dengan pembeli masyarakat Sunda.

Selain dikaruniai bakat untuk berdagang, orang Padang pun dikaruniai bakat sebagai perantau ulung. Orang Padang senang merantau atau pergi ke kota lain untuk memenuhi kebutuhan seperti mencari nafkah maupun menimba ilmu. Hal tersebut diduga sebagai salah satu faktor serta alasan mengapa orang Padang banyak yang merantau pergi menuju kota-kota lain, apa lagi bagi seorang pemuda asal Padang. Merantau merupakan proses interaksi masyarakat Padang dengan dunia luar. Bagi sebagian besar


(3)

masyarakat Padang, merantau merupakan sebuah cara yang ideal untuk mencapai kematangan dan kesuksesan, oleh karena itu tidak heran kita dapat atau bahkan sering menemui orang asal kota Padang di kota-kota besar. Dengan merantau tidak hanya harta kekayaan dan ilmu pengetahuan yang didapat, namun juga kehormatan individu di tengah-tengah lingkungan adat.

Fonomena Pedagang asal kota Padang tentunya bukan merupakan suatu hal yang asing lagi, terutama di kota-kota besar di Indonesia seperti Bandung. Sudah menjadi bagian realita pedagang Padang yang akrab dengan sebutan orang Padang di kota Bandung.

Kota Bandung merupakan ibu kota Jawa Barat, dimana mayoritas masyarakat pribuminya merupakan orang Sundaatau orang yang menganut budaya Sunda. Namun juga terdapat berbagai etnis budaya yang ada di nusantara berkumpul di Bandung untuk berbagai kepentingan, seperti kepentingan untuk kebutuhan pendidikan, kebutuhan ekonomi dan sebagainya. Kota Bandung juga di kenal sebagai kota fashion, hal ini menjadi sesuatu yang positif bagi pebisnis dan menjadi surga bagi para pengikut trend. Sehingga di kota Bandung banyak berdiri pusat-pusat perbelanjaan.

Selain itu, karena kota Bandung merupakan ibu kota Jawa Barat, tentunya akses dari kota manapun termasuk akses dari kota Padang untuk menuju kota Bandung sedikit lebih mudah, karena transportasi dan jalur


(4)

menuju kota Bandung sudah tersedia dan diprioritaskan karena Bandung merupakan sebuah yang menjadi ibu kota Jawa Barat.

Salah satu pusat perbelanjaan di kota Bandung adalah International Trade Centre (ITC) Kebon Kalapa Bandung. Berdasarkan hasil wawancara pra penelitian dengan Ibu Anne Rachmawati selaku pengelola pusat perbelanjaan International Trade Centre (ITC) Kebon Kalapa Bandung yang dikelola oleh PT. Elsana Persaada, beliau menyatakan bahwa:

“International Trade Centre (ITC) Kebon Kalapa Bandung selain merupakan sebuah tempat perbelanjaan juga salah satu pusat perbelanjaan terbesar di kota Bandung. Selain itu, sejak diresmikannya ITC sebagai salah satu tempat pariwisata di kota Bandung juga sebagai pusat grosir batu akik dan batu mulia, berdasarkan dari catatan kendaraan yang masuk ITC semakin ramai dikunjungi oleh pengunjung.”

Pada saat penulis melakukan penelitian ini batu akik sedang banyak digemari. Sehingga pada saat penelitian ini dilakukan International Trade Centre (ITC) Kebon Kalapa Bandung sedang ramai dan banyak dikunjungi oleh para pengunjung, sesuai dengan pendapat dari Ibu Anne Rachmawaty.

Mayoritas pedagang di International Trade Centre Bandung (ITC) Kebon Kalapa Bandung adalah berasal dari Sumatera Barat, dan kebanyakan berasal dari kota Padang. Pernyataan tersebut dikutip dari wawancara penulis dengan ibu Anne Rachmawaty yang berbendapat bahwa:

“Mayoritas pedagang di ITC berasal dari sumatera Barat dan kebanyakan orang Padang, bahkan pengelola ITC pun banyak yang berasal dari Padang. Juga terdapat Asosiasi Pedagang ITC (API) yang pengurusnya banyak berasal dari Padang juga.”


(5)

Alasan penelitian ini dilakukan di International Trade Centre (ITC) Bandung karena berdasarkan data yang diperoleh bahwa pedagang yang berdagang di International Trade Centre (ITC) Kebon Kalapa Bandung mayoritasnya berasal dari pulau Sumatera Barat dan pedagang asal kota Padang menjadi dominannya.

Dalam kegiatan transaksi antara pedangang asal kota Padang dengan pembeli masyarakat Sunda, secara tidak langsung terlibat dalam komunikasi antarbudaya. Oleh karena itu komunikasi merupakan hal yang fatal demi pencapaian suatu tujuan. Sesuai dengan pendapat Deddy Mulyana dalan bukunya yang berjudul “Komunikasi Lintas Budaya” yang menyatakan bahwa, “permasalahan akan terjadi ketika seorang pedagang atau pelaku bisnis akan melakukan bisnis di suatu daerah lain, pemahaman budaya di suatu negara tersebut menjadi hal yang sangat penting, termasuk memahami cuaca atau iklim di daerah atau negara tersebut. Perbedaan latar belakang perbedaan bahasa dan pernyataan emosional dapat menimbulkan munculnya kesalahpahaman antara pemberi dan penerima pesan. (Mulyana, 2011:4)

Seorang pedagang asal kota Padang sebagai komunikator harus mampu menggunakan komunikasi yang tepat ketika melakukan kegiatan jual beli dengan komunikan atau pembeli asal masyarakat Sunda yang memiliki kebudayaan yang berbeda. Dalam perbedaan yang muncul, muncul lah suatu pola komunikasi dimana perbedaan budaya mulai dapat disiasati oleh pelaku bisnis agar dapat merubah persepsi pembeli yang


(6)

memiliki kecenderungan memilih dalam kegiatan transaksi jual beli kepada pedagang yang memiliki kebudayaan yang berbeda. Seperti halnya yang dikatan oleh Edward T. Hall dalam buku Deddy Mulyana yang berjudul “Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar” bahwa, “budaya adalah komunikasi dan komunikasi adalah budaya”. Komunikasi antarbudaya lebih menekankan aspek utama yakni hubungan antarpribadi di antara komunikator dan komunikan yang kebudayaannya berbeda (Mulyana, 2014:6).”

Tentunya dalam kegiatan bertransaksi antara pedagang asal kota Padang dengan pembeli masyarakat Sunda terjadi proses komunikasi sekaligus hambatan-hambatan komunikasi juga terjadi. Tidak mudah untuk menghadapi perbedaan tersebut untuk menjaga kualitas atau kefektifan komunikasi yang terjalin. Seperti membentuk kata-kata yang mampu membentuk suatu arti makna, bagaimana mengubah suatu situasi menjadi lebih menarik dan menyenangkan. Di samping itu gerakan-gerakan isyarat ataupun bahasa tubuh yang pantas untuk memperkuat penyampaian pesan.

Berdasarkan dari hal tersebut diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pola komunikasi yang dilakukan oleh pedagang Padang yang berasal dari kota Padang saat melakukan kegiatan transaksi dengan pembeli masyarakat Sunda di International Trade Centre Bandung (ITC) Kebon Kalapa Bandung, dengan judul “POLA KOMUNIKASI PEDAGANG DENGAN PEMBELI DI INTERNATIONAL TRADE


(7)

CENTRE (ITC) KEBON KALAPA BANDUNG (Studi Deskriptif Mengenai Pola Komunikasi Antarbudaya Pedangang Padang Dengan Pembeli Masyarakat Sunda Dalam Kegiatan Transaksi Di International Trade Centre (ITC) Kebon Kalapa Bandung).


(8)

1.2 Pertanyaan Penelitan

Pertanyaan penelitian merupakan fokus kajian penelitian dalam melakukan penelitian agar semua pertanyaan dapat terarah dengan baik secara sistematis dan koheren. Adapun pertanyaan dari penelitian, sebagai berikut:

1.2.1 Pertanyaan Masalah Makro

Dari uraian-uraian penjelasan diatas yang telah dikemukakan dalam latar belakang masalah, maka peneliti merumuskan pertanyaan marko sebagai berikut: “Bagaimana Pola Antarbudaya Komunikasi Pedagang Dengan Pembeli Di International Trade Centre (ITC) Kebon Kalapa Bandung.”

1.2.2 Pertanyaan Masalah Mikro

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah peneliti uraikan, maka peneliti merumuskan masalah yaitu:

1. Bagaimana proses komunikasi pedagang Padang dengan pembeli masyarakat Sunda dalam kegiatan transaksi di International Trade Center Kebon Kalapa Bandung?

2. Bagaimana hambatan komunikasi apa saja yang dialami oleh pedagangn Padang dengan pembeli masyarakat Sunda dalam


(9)

kegiatan transaksi di International Trade Center Kebon Kalapa Bandung?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Adapun maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan pada saat melakukan penelitian adalah sebagai berikut:

1.3.1 Maksud penelitian

Maksud dari penelitian yang dilakukan ini adalah untuk menjelaskan dan menguraikan tentang Pola Komunikasi Pedagang Dengan Pembeli Di International Trade Centre (ITC) Kebon Kalapa Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan Peneliti melakukan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui proses komunikasi pedagang Padang dengan pembeli masyarakat Sunda dalam kegiatan transaksi di International Trade Center Kebon Kalapa Bandung.

2. Untuk mengetahui Hambatan komunikasi apa saja yang dialami oleh pedagang Padang dengan pembeli masyarakat Sunda dalam kegiatan transaksi di International Trade Center Kebon Kalapa Bandung.


(10)

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Secara teoritis diharapkan penelitian ini akan berguna untuk perkembangkan Ilmu Komunikasi secara umum dan khusunya dalam pola komunikasi.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1.4.2.1 Kegunaan Bagi Peneliti

Sebagai langkah bagi peneliti dalam rangka mengaplikasikan pengalaman dalam melakukan pembelajaran mengenai Pola komunikasi Antarbudaya Pedagang Asal Kota Padang Dengan Pembeli Masyarakat Sunda Di International Trade Centre Bandung.

1.4.2.2 Kegunaan Bagi Akademik Universitas

Sebagai bahan masukan untuk menyempurnakan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan ilmu komunikasi dan yang akan melakukan penelitian tentang pola komunikasi. 1.4.2.3 Kegunaan Bagi Masyarakat

Sebagai informasi tentang pola komunikasi yang dilakukan oleh pedagang asal kota Padang dengan pembeli masyarakat Sunda di International Trade Centre (ITC) Kebon Kalapa Bandung. Sehingga masyarakat bisa mengetahui pola komunikasi pedagang di International


(11)

Trade Centre (ITC) Kebon Kalapa Bandung dalam kegiatan transaksi dengan pembeli.


(12)

12

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

Menurut Ardianto dalam bukunya “Metodologi Penelitian Untuk Public Relations” mengemukakan bahwa, tinjauan pustaka merupakan proses umum yang kita lalui untuk mendapatkan teori lebih dahulu. Mencari kepustakaan yang terkait dengan tugas, lalu menyusunnya. Kajian pustaka meliputi pengidentifikasian secara sistematis, penemuan dan analisis dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian (Ardianto, 2010:37).

Tinjauan pustaka bertujuan untuk menjelaskan teori yang relevan dengan masalah yang diteliti. Tinjauan pustaka berisikan tentang data-data sekunder yang peneliti perolah dari jurnal-jurnal ilmiah atau hasil penelitian lain yang dapat dijadikan asumsi-asumsi yang memungkinkan terjadinya penalaran untuk menjawab masalah yang diajukan peneliti. Adapun hasil dari pengumpulan yang telah peneliti dapatkan selama penelitian. Peneliti menguraikan sebagai berikut:

2.1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu peneliti gunakan sebagai referensi penelitian yang sedang peneliti lakukan. Dalam tinjauan penelitian, peneliti mengawali dengan menelaah penelitian terdahulu yang


(13)

peneliti. Dengan demikian peneliti mendapatkan rujukan pendukung, pelengkap serta pembanding yang memadai untuk memberikan gambaran awal mengenai kajian terkait permasalahan dalam penelitian ini. Oleh karena itu peneliti menggunakan penelitian terdahulu untuk menampah pemahaman peneliti mengenai penelitian yang sedang dilakukan. Berikut ini merupakan temuan beberapa hasil penelitian terdahulu mengenai pola komunikasi:


(14)

14

Penelitian Terdahulu

No Nama

Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Yang

Digunakan Hasil Penelitian

Perbedaan Dengan Penelitian Peneliti

1. Maria de Fátima Pereira, Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas UNIKOM 2014 Pola Komunikasi Mahasiswa Timor Leste (Studi Deskriptif Tentang Pola Komunikasi Mahasiswa Timor Leste di Kota Bandung dalam Berinteraksi dengan Lingkungan-nya) Untuk mengetahui Proses komunikasi mahasiswa Timor Leste, hambatan komunikasi Mahasiswa Timor Leste dan Perilaku komunikasi mahasiswa Timor Leste dalam berinteraksi dengan lingkungan-nya. Pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif.

Menunjukkan bahwa proses komunikasi akan berjalan dengan baik, maka mahasiswa Timor Leste harus mempehatikan beberapa hal penting seperti bahasa yang digunakan ketika ber-komunikasi, tidak menggunakan kata-kata yang berbelit-belit, singkat,dan jelas, sehingga segala bentuk pesan yang akan disampai-kan dapat berjalan dengan baik.

Penelitian Maria de Fatima Pereira meneliti proses komunikasi, hambatan komunikasi dan perilaku komunikasi antara mahasiswa Timor Leste dengan

ingkungannya, sedangkan penelitian peneliti

meneliti proses

komunikasi dan hambatan komunikasi antara

pedagang asal kota Padang pembeli masyarakat Sunda.

2. Dini Ardianti, Pola Komunikasi Untuk mengetahui Metode penelitian yang digunakan

Menunjukkan bahwa: Proses komunikasi pedagang di Pasar Baru

Dini Ardianti meneliti pola dan proses


(15)

Pasca-sarjana, Program Studi Ilmu Komunikasi Uversitas Padjadjaran Bandung (UNPAD) 2011 budaya Pedagang Etnis Cina dan Etnis Sunda di Kota Bandung proses komunikasi yang tercipta dan untuk mengkaji makna pesan melalui pesan-pesan verbal maupun non-verbal di antara pedagang etnis Cina dan etnis Sunda di Pasar Baru Bandung; untuk mengkaji pola komunikasi antar-budaya diantara pedagang etnis Sunda kualitatif dengan tradisi fenomenologi. Subjek penelitian-nya adalah pedagang etnis Cina dan pedagang etnis Sunda yang berada di lingkung-an Pasar Baru Trade Center, Bandung.

simbolis), Makna pesan verbal

didasarkan pada perbedaan pengguna-an bahasa (pedagang Cina: bahasa Sunda kasar, pedagang Sunda: bahasa Sunda loma, Makna pesan nonverbal: (pedagang Cina: sigap, cepat, tatapan mata ekspresif, kontak mata fokus; pedagang Sunda: santai, lamban, ekspresi wajah datar, sesekali

menunduk), paralinguistik (pedagang Cina: bersuara keras; pedagang Sunda: bersuara cenderung pelan

(Iembut/kalern), artifaktual (pedagang Cina: pakaian casual

tanpa aksesoris; pedagang Sunda: pakaian casual mengguna-kan

aksesoris), proksemiks (pedagang Cina: ruangan cenderung acak-acakan/ semrawut, penuh, kurang tertata rapih, waktu adalah uang; pedagang Sunda: ruangan tertata rapih berdasar-kan fungsinya dan waktu bersifat fleksibel/ luwes); Pola komunikasi antar-budaya pedagang etnis Cina dan etnis Sunda di Pasar Baru Bandung memperli-hatkan bahwa pedagang etnis Cina memiliki

etnis Cina dan etnis Sunda di Kota Bandung,

sedangkan penelitian peneliti meneliti proses komunikasi dan hambatan komunikasi antara

pedagang asal kota Padang pembeli masyarakat Sunda.


(16)

Cina di Pasar Baru

Bandung.

linier-aktif, multi-aktif, dan reaktif. Sedangkan, pedagang etnis Sunda memiliki karakteris-tik perpaduan antara budaya multi-aktif dan re-aktif

3. Bunga Amoring Tyas, Program Pasca-sarjana, Program Studi Ilmu Komunikasi Uversitas Padjadjaran Bandung (UNPAD) 2010 Komunikasi Bisnis Pengusaha Etnis Tionghoa Untuk mengidenti-fikasi motif yang mendo-rong pengusaha etnis Tionghoa untuk mengem-bangkan bisnis, mendeskripsi kan pemaknaan pengusaha etnis Tionghoa terhadap komunikasi bisnis, serta untuk Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan tradisi fenomenologi Komunikasi Bisnis Pengusaha Etnis Tionghoa di Kota Bandung

Menunjukkan bahwa: Beberapa motif yang mendorong pengusaha etnis Tionghoa untuk berbisnis, antara lain: motif keadaan, motif ekonomi, motif perasaan. Pengusaha etnis Tionghoa memaknai bisnis secara berbeda-beda satu sama lain, diantara-nya: bisnis ialah cara untuk mendapat-kan keuntungan, bisnis adalah sesuatu yang harus diwariskan, bisnis adalah cara untuk mengem-bangkan diri, bisnis adalah bentuk pelayanan kepada orang lain, serta berbisnis adalah upaya pencarian makna hidup. Selain itu masing-masing pengusaha Tionghoa juga memaknai komunikasi sebagai: cara untuk mencapai kesaling pengertian di antara orang yang berkomun-kasi, hal yang saling berkaitan dengan bisnis, serta komunikasi mempunyai peranan penting dalam bisnis. Aktivitas komunikasi pengusaha etnis Tionghoa yang

Bunga Amoring Tyas meneliti motif yang mendorong etnis Tionghoa untuk mengembangkan bisnis, mendeskripsi-kan pemaknaan etnis Tionghoa terhadap komunikasi bisnis dan mendeskripsikan aktivitas komunikasi bisnis, sedangkan penelitian peneliti meneliti proses komunikasi dan hambatan komunikasi antara

pedagang asal kota Padang dengan pembeli masyarakat Sunda.


(17)

kan aktivitas komunikasi yang dilakukan oleh pengusaha Tionghoa pada saat melakukan transaksi bisnis

antara lain: Komunikasi dalam keluarga, Komunikasi dengan pegawai, Menjalin hubungan informal, Hopeng,

Komunikasi dengan birokrasi, Jaringan bisnis. Aktivitas komunikasi seringkali . Membutuh-kan biaya komunikasi yang cukup besar.


(18)

Ketiga penelitian terdahulu di atas pada dasarnya memiliki beberapa kesamaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti sekarang mengenai penerapan pola komunikasi. Meskipun memililki persamaan pada ketiga penelitian terdahulu dengan penelitian yang peneliti lakukan sekarang, tetapi penelitian terdahulu ketiganya memiliki perbedaan dengan penelitian yang sedang peneliti lakukan sekarang. Perbedaan ketiga penelitian terdahulu dengan yang peneliti lakukan antara lain objek, rumusan masalah, metode penelitian dan serangkaian metodologi lainnya. Perbedaan dengan ketiga penelitian terdahulu menunjukan bahwa penelitian terdahulu hanya dijadikan sebagai bentuk referensi pendukung penelitian guna lebih memahami pola komunikasi yang ada.

2.1.2 Tinjauan Tentang Ilmu Komunikasi

2.1.2.1 Definisi Komunikasi

Deddy Mulyana dalam bukunya Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, mengatakan kata komunikasi” atau communication dalam bahasa Inggris “communis” yang berarti “sama”, communico, communicate atau communicare yang berarti

“membuat sama” (to make common). Istilah pertama

(communis) paling sering disebut sebagai asal kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu pesan dianut secara sama. Akan tetapi definisi-definisi kontemporer


(19)

menyarankan bahwa kounikaksi merujuk pada cara berbagi hal-hal tersebut, seperti dalam kalimat “kita berbagi pikiran,” Kita mendiskusikan makna”, dan “Kita mengirimkan pesan. (Mulyana, 2014:14)

Dalam bukunya, Joshep Devito mengemukakan bahwa, komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih yang mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik (Devito, 2011:24)

Elvinaro Ardianto menjelaskan dalam bukunya “Filsafat Ilmu Komunikasi” bahwa, tidak ada definisi yang benar ataupun yang salah mengenai definisi komunikasi. Seperti juga model atau teori, definisi harus dilihat dari kemanfaatannya untuk menjelaskan fenomena yang didefinisikan dan mengevaluasinya. Beberapa definisi mengambil gambaran komunikasi yang sangat abstrak, sedangkan yang lain terlalu spesifik. Beberapa mencakup terlalu banyak situasi dan konteks yang bisa komunikasi jangkau. Sebagai contoh dapat kita lihat dua konsep awal pada pertengahan abad 20 yaang menampilkan perbedaan pandangan yang sangat jelas mengenai apa itu komunikasi. Dance dan Larson, dalam Miller (2002),


(20)

melaporkan bahwa lebidh dari 126 definisi telah disulkan dalam literature. (Ardianto, 2014:17).

Djoko Purwanto dalam bukunya “Komunikasi Bisnis” menyimpulkan bahwa, pada umumnya, pengertian komunikasi ini paling tidak melibatkan dua orang atau lebih dan proses pemindahan pesannya dapat dilakukan dengan menggunakan cara-cara berkomunikasi yang bisa dilakukan oleh seseorang melalui lisan, tulisan, maupun sinyal-sinyal nonverbal (Purwanto, 2006:2).

2.1.2.2 Unsur-Unsur Komunikasi

Harrold Lasswwell dalam buku Deddy Mulyana yang berjudul “Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar” menyatakan “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?”. Atau dalam bahasa Indonesia “Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluiran Apa Kepada Siapa Dengan Perngaruh Bagaimana?”. Berdasaarkan definisi dari Harrold Lasswell, dapat diturunkan lima unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama lain, yaitu (Mulyana, 2014:69-72):

1. Sumber (Source)

Sumber (source) sering disebut juga sebagai pengirim (sender), penyandi (encoder), komunikator (communicator),


(21)

pembicara (speaker) atau originator. Sumber merupakan pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber boleh jadi seorang individu, kelompok, organisasi, perusahaan atau bahkan suatu negara. Kebutuhannya bervariasi, untuk memelihara hubungan yang sudah dibangun, menyampaikan informasi, menghibur, hingga kebutuhan untuk mengubah ideologi, keyakinan agama dan perilaku pihak lain. Untuk menyampaikan apa yang ada dalam hatinya (perasaan) atau dalam kepalanya (pikiran, sumber harus mengubah perasaan atau pikiran tersebut ke dalam seperangkat simbol verbal atau nonverbal yang dapat dipahami oleh penerima pesan. Proses inilah yang disebut penyandian (encoding). Pengalaman masa lalu, rujukan nilai, pengetahuan, persepsi, pola piker dan perasaan sumber mempengaruhi dalam merumuskan pesan. 2. Pesan (Message)

Pesan merupakan apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerimanya. Pesan merupakan seperangkat simbol verbal dan nonverbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan atau maksud sumber tadi. Pesan mempunyai tiga komponen yaitu makna, kemudian simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna dan terakhir adalah bentuk atau organisasi pesan.


(22)

3. Saluran atau Media (Channel, Media)

Salauran atau media merupakan alat atau wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. Saluran boleh jadi merujuk pada bentuk pesan yang disampaikan kepada penerimanya, apakah saluran verbal atau saluran nonverbal. Pada dasarnya komunikasi menggunakan dua saluran yaitu saluran cahaya dan suara, meskipun kita bisa menggunakan kelima indra kita untuk menerima pesan dari orang lain. Saluran merujuk pada cara penyajian pesan, apakah itu langsung (tatap muka) atau lewat media.

4. Penerima (Recevier)

Penerima (receiver) sering juga disebut sasaran atau tujuan (destination), komunikate (communicate), penyandi baik (decoder) atau khalayak (audience), pendengar (listener), penafsir (interpreter), yakni orang yang sedang menerima pesan dari sumber. Berdasarkan pengalaman masa lalu, rujukan nilai, pengetahuan, persepsi, pola pikir dan perasaannya, peenerima pesan ini menerjemahkan atau menafsirkan seperangkat simbol verbal dan atau nonverbal yang ia terima menjadi gagasan yang dapat ia pahami. Proses ini disebut penyandian balik (decoding)


(23)

5. Efek (Effect)

Efek merupakan apa yang terjadi pada penerima pesan setelah ia menerima pesan tersebut, misalnya penambahan pengetahuan (dari tidak tahu menjadi tahu), terhibur, perubahan sikap (dari tidak setuju menjadi setuju), perubahan keyakinan, perubahan perilaku dan sebagainya.

2.1.2.3Tujuan Komunikasi

Tujuan dari komunikasi yang dikemukakan oleh Dan B. Curtis dalam buku Interpersonal Skill (Solihat., dkk, 2014:8):

1. Memberi Informasi, kepada klien, kolega, bawahan dan penyelia (supervisor)

2. Menolong orang lain, memberikan nasihat kepada orang lain, ataupun berusaha memotivasi orang lain dalam mencapai tujuan

3. Menyelesaikan masalah dan membuat keputusan 4. Mengevaluasi perilaku secara efektif.

Sementara itu menurut Onong Uchjana Effendi dalam buku Manap Solihat, dkk. yang berjudul “Interpersonal Skill” adalah sebagai berikut (Solihat, 2014:9-10):


(24)

1. Social change / Sosial Participan

Peerubahan Sosial dan partisipan sosial. Memberikan berbagai informasi pada masyarakat tujuan akhirnya supaya masyarakat mau mendukung dan ikut serta terhadap tujuan informasi itu disampaikan. Misalnya supaya masyarakat ikut serta dalam pilihan suara pada pemilu atau ikut serta dalam berperilaku sehat dan sebagainya.

2. Attitude Change

Perubahan Sikap. Kegiatan memberikan berbagai informasi pada masyarakat dengan tujuan supaya masyarakat akan berubah sikapnya. Misalnya kegiatan memberikan informasi mengenai hidup sehat tujuannya adalah supaya masyarakat mengikuti pola hidup sehat dan sikap masyarakat akan positif terhadap pola hidup sehat. 3. Opinion Change

Perubahan Pendapat. Memberikan berbagai informasi kepada masyarakat tujuan akhirnya supaya masyarakat mau berubah pendapat dan persepsinya terhadap tujuan informasi itu disampaikan, misalnya dalam informasi mengenai pemilu. Terutama informasi mengenai kebijakan pemerintah yang biasanya selalu mendapat tantangan dari masyarakat maka harus disertai penyampaian yang lengkap


(25)

supaya pendapat masyarakat dapat terbentuk untuk mendukung kebijakan tersebut.

4. Behavior Change

Perubahan perilaku. Kegiatan memberikan berbagai informasi pada msyarakat dengan tujuan supaya masyarakan akan berubah perilakunya.

2.1.2.4 Proses Komunikasi

Onong Uchjana Effendy dalam bukunya yang berjudul “Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek” mengemukakan bahwa, proses komunikasi menunjukan adanya serangkaian tahapan dalam melakukan komunikasi yang berkenaan dengan cara atau media apa yang digunakan dalam mendukung komunikasi yang dilakukan. Proses komunikasi inilah yang yang membuat komunikasi, berarti ada suatu alat yang digunakan dalam prakteknya sebagai cara pengungkapan komunikasi tersebut. Proses komunikasi ini terbagi menjadi dua tahap yakni komunikasi primer dan sekunder sebagaimana diungkapkan (Effendy, 2009: 11-18).

1. Proses Komunikasi Secara Primer

Proses komunikasi secaara primer merupakan proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai media.


(26)

Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi merupakan bahasa, kial, isyarat, gambar, warna dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan. Komunikasi secara primer tersebut menempatkan beberapa elemen lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi. Elemen-elemen tersebut antara lain:

a. Bahasa

Bahasa digambarkan paling banyak digunakan dalam proses komunikasi karena bahasa dengan jelas mampu menerjemahkan pikiran seseorang untuk dapat dimengerti dan dipahami oleh orang lain secara terbuka. Bahasa sebagai bagian utama yang paling banyak digunakan, baik lisan maupun tulisan.

b. Kial (Gesture)

Kial (Gesture) merupakan terjemahan pikiran dari pikiran seseorang sehingga dapat terekspresikan secara nyata dalam bentuk fisik, tetapi kial ini hanya dapat mengkomunikan hal-hal tertentu secara terbatas. c. Isyarat

Isyarat merupakan cara pengkomunikasian yang mengguanakan alat “kedua” se;ain bahasa yang biasa digunakan seperti misalnya kentongan, semaphore


(27)

(bahasa isyarat menggunakan bendera), sirine dan lain-lain. Pengkomunikasian ini juga sangat terbatas dalam penyampaian pikiran.

d. Warna

Warna sama seperti halnya isyarat yang dapat mengkomunikasikan dalam bentuk warna-warna tertentu sebagai pengganti bahasa dengan kemampuannya sendiri. Dalam hal ini kemampuan menerjemahkan pikiran seseorang, warna tetap tidak “berbicara” banyak untuk menerjemahkan pikiran seseorang karena kemampuannya yang sangat terbatas dalam menstramisikan pikiran seseorang kepada orang lain.

e. Gambar

Gambar sebagai lambang yang lebih banyak porsinya digunakan dalam komunikasi memang melebihi kial, isyarat dan warna dalam hal kemampuan menerjemahkan pikiran seseorang, tetapi tidak dapat melebihi kemampuan bahasa dalam pengkomunikasian yang terbuka dan transparan.

Media primer atau lambang yang paling banyak digunakan dalam komunikasi adalah bahasa, tetapi tidak semua orang dapat mengutarakan pikiran perasaan yang


(28)

sesungguhnya melalui kata-kata yang tepat dan lengkap. Hal ini juga diperumit dengan adanya makna ganda yang terdapat dalam kata-kata yang dipergunakan dan memungkinkan kesalahan makna yang diterima. Oleh karena itu bahasa isyarat, kial, sandi, simbol, gambar dan lain-lain dapat memperkuat kejelasan makna.

2. Proses Komunikasi Secara Skunder

Proses komunikasi secara skunder merupakan proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.

Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada ditempat yang relative jauh atau dengan jumlah yang banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televise, film, internet dan lain-lain adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. Proses komunikasi sekunder itu menggunakan media yang dapat diklasifikasikan sebagai media massa (massmedia) dan media nirmassa atau nonmassa (non-mass media).

Media kedua ini memudahkan proses komunikasi yang disampaikan dengan meminimalisir berbagai


(29)

keterbatasan manusia mengenai jarak, ruang dan waktu. Pentingnya peran media yakni media sekunder dalam proses komunikasi disebabkan oleh efesiensi dalam mencapai komunikan. Surat kabar, radio atau televise misalnya, merupakan media yang efesien dalam mencapai komunikan dalam jumlah banyak. Media massa seperti surat kabar, radio, televise, film dan lain-lain memiliki cirri missal yang dapat tertuju kepada sejumlah orang yang relative banyak. Sedangkan media normasa atau media nonmassa seperti telepon, surat, telegram, spanduk, papan pengumuman dan lain-lain tertuju kepada satu orang atau sejumlah orang yang relatif sedikit.

2.1.2.5 Fungsi Komunikasi

“Rudolph F. Verdeber mengemukakan bahwa komunikasi itu memiliki dua fungsi. Pertama, fungsi sosial yakni untuk tujuan kesenangan, untuk menunjukkan ikatan dengan orang lain, membangun dan memelihara hubungan. Kedua, fungsi pengambilan keputusan, yaitu memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu pada suatu saat tertentu. Sebagian komunikasi disebut sendiri dan sebagian lagi dibuat setelah berkonsultasi dengan yang lain. Sebagai emosional, sebagian penuh pertimbangan yang matang. (Ardianto, 2014:3)”

“Judy C. Pearsone dan Paul E. Nelson mengemukakan bahwa komunikasi mempunya fungsi umum. Pertama, untuk kelangsungan hidup diri sendiri yang meliputi: keselamatan fisik, meningkatkan kesadaran pribadi, menampilkan diri kita sendiri kepada orang lain dan mencapai ambisi pribadi. Kedua, untuk kelangsungan


(30)

hidup masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki hubungan sosial dan mengembangkan keberadaan suatu masyarakat. (Mulyana, 2014:5)”

Komunikasi memiliki beberapa fungsi, Menurut Onong Uchjana Effendy dalam bukunya yang berjudul “Ilmu Teori dan Filasafat Komunikasi” ada empat fungsi utama dari kegiatan komunikasi, yaitu (Effendy, 2003:36):

1. Menginformasikan (To Inform)

Menginformasikan (To Inform) merupakan memberikan informasi kepada masyarakat, memberitahukan kepada masyarakat mengenai peristiwa yang terjadi, ide atau pikiran dan tingkah laku orang lain, serta segala sesuatu yang disampaikan orang lain.

2. Mendidik (To Educate)

Mendidik (To Educate) adalah merupakan komunikasi sarana pendidikan, manusia dapat menyampaikan ide dan pikirannya kepada orang lain, sehingga orang lain mendapatkan informasi dan ilmu pengetahuan.

3. Menghibur (To Entertain)

Menghibur (To Entertain) adalah komunikasi selain berguna untuk menyampaikan komunikasi pendidikan, mempengaruhi juga berfungsi untuk menyampaikan hiburan atau menghibur orang lain.


(31)

4. Memperngaruhi (To Influence)

Mempengaruhi (To Influence) adalah fungsi mempengaruhi setiap individu yang berkomunikasi, tentunya berusaha saling mempengaruhi jalan pikiran komunikan dan lebih jauh lagi berusaha merubah sikap dan tingkah laku komunikan sesuai dengan apa yang diharapkan.

2.1.2.6 Hambatan Komunikasi

Menurut Wahyu Illahi, MA dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Dakwah. Faktor penghambat komunikasi. yaitu (Ilahi, 2010:):

1. Hambatan sosio-antro-psikologis

Konteks komunikasi berlangsung dalam konteks situasional. Komunikator harus memperhatikan situasi ketika komunikasi berlangsung, sebab situasi mata berpengaruh terhadap kelancaran komunikasi terutama situasi yang berhubungan dengan factor-faktor sosiologi-antropologis-psikologis. Hambatan sosiologis dalam kehidupan masyarakat terjadi dua jenis pergaulan yaitu gemeinschaft dan gesellschaft. Perbedaan pergaulan tersebutlah yang menjadikan perbedaan karakter sehingga


(32)

kadang-kadang menimbulkan perlakuan yang berbeda dalam komunikasi. Hambatan antropologis terjadi karena perbedaan pada diri manusia seperti dalam postur, warna, kulit dan kebudayaan. Hambatan psikologis umumnya disebabkan komunikator dalam melancarkan komunikasi tidak mengkaji dulu diri dari komunikan.

2. Hambatan semantik

Hambatan ini menyangkut bahasa yang digunakan komunikator sebagai alat untuk menyalurkan pikiran dan perasaannya pada komunikan.

3. Hambatan mekanik

Hambatan mekanis dijumpai pada media yang digunakan dalam melancarkan komunikasi.

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Verbal

Secara sederhana, komunikasi verbal merupakan komunikasi yang menggunakan bahasa lisan dan tulisan. Deddy Mulyana dalam bukunya yang berjudul “Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar” menjelaskan bahwa, bahasa verbal merupakans sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang merepresentasikan berbagai aspek


(33)

realitas individual kita. Konsekuensinya, kata-kata adalah abstraksi tealitas kita yang tidak mampu menimbulkan reaksi yang menimbulkan totalitas objek atau konsep yang diwakili kata-kata itu. Misalnya kata rumah, kursi, mobil atau mahasiswa (Mulyana, 2014:261).

2.1.3.1 Fungsi Bahasa

Menurut larry L. Barker, dalam buku Deddy Mulyana yang berjudul “Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar” mengemukakan bahwa, bahasa selain dapat menjadi identitas dan sarana aksentuasi pikiran melalui perannya sebagai alat komunikasi, bahasa juga memiliki beberapa fungsi lain. Barker menyatakan tentang keberadaan bahasa yang mempunyai tiga fungsi, yaitu (Deddy Mulyana, 2014: 266):

1. Penamaan (naming atau labeling)

Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasikan objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi.


(34)

2. Fungsi interaksi

Fungsi interaksi menekankan berbagi gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.

3. Transmisi

Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain, inilah yang disebut fungsi transmisi dari bahasa. Keistimewaan bahasa sebagai fungsi transmisi informasi yang lintas waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi kita.

2.1.3.2 Keterbatasan Bahasa

Keberadaan bahasa yang digunakan untuk mempermudah komunikasi dan pemahaman makna, pada prakteknya juga memiliki keterbatasan. Hal-hal yang menyangkut perbedaan budaya sering menjadi alasan kuat dari perbedaan bahasan dan keterbatasannya dalam komunikasi. Keterbatasan bahasa sebagaimana diungkapkan oleh Deddy Mulyana yang menyebutkannya kedalam beberapa bagian, antara lain (Mulyana, 2014: 269):


(35)

1. Keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk mewakili objek.

Kata-kata adalah kategori-kategori untuk merujuk pada objek tertentu: orang, benda, peristiwa, sifat, perasaan, dan sebagainya. Tidak semua kata tersedia untuk merujuk pada objek. Suatu kata hanya mewakili realitas, tetapi buka realitas itu sendiri. Dengan demikian, kata-kata pada dasarnya bersifat parsial, tidak melukiskan sesuatu secara eksak. Kata-kata sifat dalam bahasa cenderung bersifat dikotomis, misalnya baik-buruk, kaya-miskin, pintar-bodoh, dsb.

2. Kata-kata bersifat ambigu dan kontekstual

Kata-kata bersifat ambigu, karena kata-kata merepresentasikan persepsi dan interpretasi orang-orang yang berbeda, yang menganut latar belakang sosial budaya yang berbeda pula.

3. Kata- kata mengandung bias budaya

Bahasa terikat konteks budaya. Oleh karena di dunia ini terdapat berbagai kelompok manusia dengan budaya dan subbudaya yang berbeda, tidak mengherankan bila terdapat kata-kata yang (kebetulan) sama atau hampir sama tetapi


(36)

dimaknai secara berbeda, atau kata-kata yang berbeda namun dimaknai secara sama. Konsekuensinya, dua orang yang berasal dari budaya yang berbeda boleh jadi mengalami kesalahpahaman ketiaka mereka menggunakan kata yang sama.

4. Pencampuradukan fakta, penafsiran dan penilaian

Dalam berbahasa kita sering mencampuradukan fakta (uraian), penafsiran (duagaan) dan penilaian. Masalah ini berkaitan dengan kekeliruan persepsi.

2.1.4 Tinjauan Tentang Komunikasi Nonerbal

Pengertian mengenai komunikasi nonverbal diungkapkan Deddy Mulyana dalam bukunya “Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar”, adalah sebagai berikut kutipan berikut ini:

“Secara sederhana pesan non verbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter, komunikasi non verbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsang verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima. Kita mengirim banyak pesan nonverbal tanpa menyadari bahwa pesan-pesan tersebut bermakna bagi orang lain (Mulyana, 2014: 343).”

Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa komunikasi nonverbal merupakan proses komunikasi dengan mengunakan simbol-simbol pesan diluar dari aplikasi lisan. Komunikasi nonverbal


(37)

memiliki cakupan yang luas sebatas tidak mempergunakan kepentingan verbalnya yang dapat dipraktekan melalui gerak tubuh, warna, pakaian, simbol-simbol gambar, dan berbagai hal lainnya yang memiliki nilai objek selalin lisan.

2.1.5 Tinjauan Tentang Komunikasi Antarbudaya

Budaya merupakan suatu tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok orang besar dari generasi melalui usaha individu dan kelompok. (Mulyana & Rakhmat, 2006:18)

Budaya mempengaruhi orang yang berkomunikasi. Budaya bertanggung jawab atas seluruh perbendaharaan perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki setiap orang, konsekuensinya, berbendaharaan- perbendaharaan yang dimiliki oleh dua orang yang berbeda budaya pula yang dapat menimbulkan berbagai macam kesulitan.

2.1.5.1 Definisi Komunikasi Antarbudaya

Komunikasi antarbudaya merupakan komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam antar ras, etnik atau perbedaan-perbedaan sosio ekonomi (Lubbs & Sylvia Moss, 2001:182).


(38)

Komunikasi antar budaya adalah proses pertukaran pikiran dan makna antara orang-orang yang berbeda budaya. Setiap praktik komunikasi pada dasarnya adalah sutau representasi budaya atau tepatnya suatu peta atas suatu realitas (budaya) yang sangat rumit. Budaya dan komunikasi berinteraksi secara erat dan dinamis. Inti budaya adalah komunikasi, karena budaya muncul melalui komunikasi. Akan tetapi pada gilirannya budaya tercipta pun mempengaruhi cara berkomunikasi anggota budaya bersangkutan. Hubungan antara budaya dan komunikasi adalah timbal balik. Budaya takan eksis tanpa komunikasi dan komunikasi tak kan eksis tanpa budaya. Komunikasi dan budaya adalah dua entitas tak terpisahkan sebagaimana dikatakan Edward T. Hall, “Budaya adalah komunikasi dan komunikasi adalah budaya. Begitu kita mulai berbicara tentang komunikasi, tak terhindarkan, kita pun berbicara tentang budaya” (Mulyana, 2008:4).

Komunikasi lintas budaya merupakan bentuk komunikasi yang dilakukan antara dua orang atau lebih yang masing-masing memiliki budaya berbeda karena perbedaan geografis tempat tinggal. Komunikasi dapat terjadi pada tingkat antar daerah, antar wilayah, maupun antar negara. (Purwanto, 2006:4).


(39)

2.1.5.2 Bentuk Bentuk Komunikasi Antarbudaya

Kita menggunakan istilah komunikasi antarbudaya secara luas untuk mencakup semua bentuk komunikasi diantara orang-orang yang berasal dari kelompok yang berbeda selain juga secara lebih sempit yang mencakup bidang komunikasi antara kultur yang berbeda. Model komunikasi antara lain adalah sebagai berikut (Devito, 2011:536):

1. Komunikasi antarbudaya misalnya antara orang Cina dan Portugis atau antara orang Prancis dan orang Norwegia 2. Komunikasi antar ras yang berbeda (kadang-kadang

dinamakan komunikasi antarras) misalnya, antara orang kulit hitam dan orang kulit putih

3. Komunikasi antar kelompok etnis yang berbeda (kadang-kadang dinamakan komunikasi antaretnit) misalnya orang Amerika keturunan Italia dan orang Amerika keturunan Jerman

4. Komunikasi antara kelompok agama yang berbeda misalnya antara orang Katolik Roma dan Episkopal atau antara orang Islam dan orang Yahudi

5. Komunikasi antara bangsa yang berbeda (kadang-kadang dinamakan komunikasi internasional) misalnya, antara Amerika Serikat dan Meksiko atau Prancis dan Italia


(40)

6. Komunikasi antar subkultur yang berbeda misalnya antara dokter dan pengacara atau antara tunanetra dan tunarungu 7. Komunikasi antara siati sibkultur dan kultur yang dominan

misalnya antara kaum homoseks dan kaum heteroseks atau antara kaum manula dan kaum muda

8. Komunikasi antara jenis kelamin yang berbeda antara pria dan wanita.

Hofstede dalam buku Deddy Mulyana yang berjudul “Komunikasi Efektif” berpendapat bahwa, budaya terdiri dari berbagai tingkat masing-masing merepresentasikan lapisan pemograman mental yang berlainan (Mulyana, 2008:16):

1. Tingkat nasional menurut negara seseorang (atau negara-negara bagi orang-orang yang berimigrasi selama hidup mereka)

2. Tingkat regional dan atau etnik dan atau agama ddan atau afiliasi kebahasaan, karena kebanyakan negara terdiri dari berbagai kawasan yang berbeda secara budaya atau berbagai etnik dan atau agama dan atau kelompok bahasa 3. Tingkat gender, berdasarkan apakah seseorang lahir sebagai

perempuan atau laki-laki

4. Tingkat generasi, yang memisahkan kakek-nenek dari orangtua dari anak-anak


(41)

5. Tingkat kelas sosial, yang dikaitkan dengan peluang pendidikan dan dengan pekerjaan atau profesi seseorang 6. Tingkat organisasi atau korporat bagi mereka yang bekerja

berdasarkan cara para pegawai terisosialisasikan dalam organisasi kerja mereka.

2.1.6 Tinjauan Tentang Pola Komunikasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola diartikan sebagai bentuk atau struktur yang tetap. Sedangkan (1) komunikasi adalah proses penciptaan arti terhadap gagasan atau ide yang disampaikan. (2) Komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami, hubungan, dan kontak.

Dengan demikian, pola komunikasi dapat dipahami sebagai pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan yang dimaksud dapat dipahami (Djamarah, 2014:1).

“…Pola komunikasi adalah suatu gambaran yang sederhana dari proses komunikasi yang memperlihatkan kaitan antara satu komponen komunikasi dengan komponen lainnya (Soejanto, 2001:27).

Pola Komunikasi dapat diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud


(42)

dapat dipahami. Karena pada dasarnya setiap manusia dalam kehidupan sosial akan saling membutuhkan dan berhubungan satu dengan yang lainya. Kemudian dari hal tersebut mereka akan berhubungan satu sama lain baik melalui komunikasi secara verbal maupun komunikasi non verbal. Dalam berhubungan satu sama lain tersebut, manusia memiliki pola komunikasi yang mereka gunakan dalam interaksi mereka.

Maka suatu pola komunikasi adalah bentuk atau pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam proses pengriman dan penerimaan pesan yang mengaitkan dua komponen, yaitu gambaran atau rencana yang meliputi langkah-langkah pada suatu aktifitas, dengan komponen-komponen yang merupakan bagian penting atas terjadinya hubungan komunikasi antar manusia atau kelompok dan organisasi.

2.1.7 Tinjauan Tentang Pedagang dan Pembeli

2.1.7.1 Definisi Pedagang

Penelitian ini menempatkan pedagang sebagai objek penelitian, sehingga penting bagi peneliti untuk dapat mencari pemahaman mengenai pemahaman pedagang yang merujuk pada tujuan peneliti yang tidak mengelompokan pengertian pedagang dalam penelitian ini pada batasan umur yang mengikat. Pedagang yang pada dasarnya adalah “dagang”.


(43)

Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), makna kata “dagang” merupakan pekerjaan yg berhubungan dengan menjual dan membeli barang untuk memperoleh keuntungan sering disebut juga sebagai jual-beli atau niaga (Ebta Setiawan. 2015: http:/kbbi.web.id/dagang). Dapat disimpulkan pedagang merupakan orang yang mencari nafkah dengan cara menjual dan membeli barang untuk memperoleh keuntungan.

Berdasarkan pemahaman di atas, jika pedagang yang dimaksudkan untuk dijadikan sebagai objek penelitian oleh peneliti merujuk pada orang-orang yang mencari nafkah dengan cara menjual dan membeli untuk memperoleh keuntungan. Dalam pemahaman seperti ini, pengertian pedagang tidak lagi dibatasi dalam batasan umur semata, tetapi merujuk pada makna yang lebih luas mengenai semua orang yang mempunyai profesi pedagang.

Istilah pedagang Padang pada dasarnya tidak dibatasi oleh penentuan batasan umur atau pun jenis kelamin. Semua bentuk pedagang baik jasa atau pun barang disebut sebagai pedagang, walaupun keberadaan mereka juga dapat diterapkan pada keberadaan remaja maupun dewasa atau pria maupun wanita. Dalam penelitian ini, peneliti menkonsepkan penelitian mengenai pedagang tanpa menklasifikasikannya pada batasan


(44)

umur atau pun jenis kelamin, tetapi lebih kepada cakupan makna pedagang sebagai profesi.

Pedagang Padang pada penelitian ini dimaksud adalah masyarakat pendatang atau perantau dari kota Padang yang yang merantau di daerah Bandung.

2.1.7.2 Pembeli

Pembeli mempunyai kata dasar “beli”, makna kata “beli” dalam kamus besar bahasa Indonesia merupakan membeli atau memperoleh sesuatu melalui penukaran (pembayaran) dengan uang (Ebta Setiawan. 2015: http:/kbbi.web.id/beli). Dapat diartikan pembeli merupakan orang yang memperoleh sesuatu baik barang atau pun jasa dengan cara membayar kepada penjual atau pedagang.

Pembeli masyarakat Sunda dalam objek penelitian ini merupakan seseorang yang melakukan penukaran (pembayaran) kepada pihak pedagang Padang. Masyarakat Sunda dalam penelitian ini merupakan masyarakat penghuni kota Bandung.

2.2 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan alur peneliti yang dijadikan sebagai skema pemikiran yang melatarbelakangi penelitian ini. Dalam kerangka


(45)

pemikiran ini, peneliti akan mencoba menjelaskan masalah pokok masalah penelitian. Penjelasan yang disusun akan menggabungkan antara teori dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Penelitian ini didasari pula pada kerangka pemikiran secara teoritis maupun konseptual.

2.2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Komunikasi merupakan aktifitas penyampaian pesan atau informasi, komunikasi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia untuk berbagi informasi dan menyampaikan pesan kepada sesamanya. Pada intinya komununikasi berguna untuk menyamakan pikiran antara komunikator dengan komunikan. Dalam sebuah kegiatan transaksi tentu memerlukan komunikasi untuk menyampaikan pesan atau informasi dari pedagang sebagai komunikator dan pembeli sebagai komunikan untuk tercapainya kesepakatan jual beli. Sebagai seorang komunikator, seorang pedagang baiknya menguasai komunikasi dengan baik agar kegiatan transaksi berjalan dengan baik. Agar kegiatan transaksi berjalan dengan baik maka dibutuhkan pola komunikasi bagi pedagang etnik Minangkabau guna memaksimalkan komunikasi dalam kegiatan transaksi.

Penelitian ini pada dasarnya dilakukan guna mempelajari pola komunikasi pedagang Padang di pusat perbelanjaan International trade Centre (ITC) Kebon Kalapa Bandung dalam kegiatan


(46)

bertransaksi dengan pembeli masyarakat Sunda. Pedagang Padang disini selaku komunikator.

Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Djarmah, 2014:108). Di dalam rumusan masalah mikro terdapat proses komunikasi primer, perilaku komunikasi dan hambatan komunikasi.

Proses Komunikasi

Proses komunikasi menunjukan adanya serangkaian tahapan dalam melakukan komunikasi yang berkenaan dengan cara atau media apa yang digunakan dalam mendukung komunikasi yang dilakukan. Proses komunikasi inilah yang yang membuat komunikasi, berarti ada suatu alat yang digunakan dalam prakteknya sebagai cara pengungkapan komunikasi tersebut. Proses komunikasi ini terbagi menjadi dua tahap yakni komunikasi primer dan sekunder sebagaimana diungkapkan (Effendy, 2009: 11-18).

1. Proses Komunikasi Secara Primer

Proses komunikasi secaara primer merupakan proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi merupakan


(47)

bahasa, kial, isyarat, gambar, warna dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan.

Komunikasi secara primer tersebut menempatkan beberapa elemen lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi. Elemen-elemen tersebut antara lain: bahasa, Kial (Gesture), isyarat, warna, gambar

Media primer atau lambang yang paling banyak digunakan dalam komunikasi adalah bahasa, tetapi tidak semua orang dapat mengutarakan pikiran perasaan yang sesungguhnya melalui kata-kata yang tepat dan lengkap. Hal ini juga diperumit dengan adanya makna ganda yang terdapat dalam kata-kata yang dipergunakan dan memungkinkan kesalahan makna yang diterima. Oleh karena itu bahasa isyarat, kial, sandi, simbol, gambar dan lain-lain dapat memperkuat kejelasan makna.

2. Proses Komunikasi Secara Skunder

Proses komunikasi secara skunder merupakan proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.

Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada ditempat yang relative jauh atau dengan jumlah


(48)

yang banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televise, film, internet dan lain-lain adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. Proses komunikasi sekunder itu menggunakan media yang dapat diklasifikasikan sebagai media massa (massmedia) dan media nirmassa atau nonmassa (non-mass media).

Media kedua ini memudahkan proses komunikasi yang disampaikan dengan meminimalisir berbagai keterbatasan manusia mengenai jarak, ruang dan waktu. Pentingnya peran media yakni media sekunder dalam proses komunikasi disebabkan oleh efesiensi dalam mencapai komunikan. Surat kabar, radio atau televise misalnya, merupakan media yang efesien dalam mencapai komunikan dalam jumlah banyak. Media massa seperti surat kabar, radio, televise, film dan lain-lain memiliki cirri missal yang dapat tertuju kepada sejumlah orang yang relative banyak. Sedangkan media normasa atau media nonmassa seperti telepon, surat, telegram, spanduk, papan pengumuman dan lain-lain tertuju kepada satu orang atau sejumlah orang yang relatif sedikit.


(49)

Hambatan Komunikasi

Menurut Wahyu Ilahi, MA dalam bukunya yang berjudul Komunikasi Dakwah. Faktor penghambat komunikasi. yaitu (Ilahi, 2010:):

1. Hambatan sosio-antro-psikologis

Konteks komunikasi berlangsung dalam konteks situasional. Komunikator harus memperhatikan situasi ketika komunikasi berlangsung, sebab situasi mata berpengaruh terhadap kelancaran komunikasi terutama situasi yang berhubungan dengan factor-faktor sosiologi-antropologis-psikologis. Hambatan sosiologis dalam kehidupan masyarakat terjadi dua jenis pergaulan yaitu gemeinschaft dan gesellschaft. Perbedaan pergaulan tersebutlah yang menjadikan perbedaan karakter sehingga kadang-kadang menimbulkan perlakuan yang berbeda dalam komunikasi. Hambatan antropologis terjadi karena perbedaan pada diri manusia seperti dalam postur, warna, kulit dan kebudayaan. Hambatan psikologis umumnya disebabkan komunikator dalam melancarkan komunikasi tidak mengkaji dulu diri dari komunikan.


(50)

2. Hambatan semantic

Hambatan ini menyangkut bahasa yang digunakan komunikator sebagai alat untuk menyalurkan pikiran dan perasaannya pada komunikan.

3. Hambatan mekanik

Hambatan mekanis dijumpai pada media yang digunakan dalam melancarkan komunikasi.


(51)

2.2.2 Kerangka Konseptual

Bagan 2.1 Kerangka Konseptual

Sumber: Peneliti, 2015

Kerangka konseptual di atas kemudian diaplikasikan pada penelitian yang akan menjelaskan mengenai rumusan masalah

Pembeli Masyarakat Sunda

Proses Komunikasi

Hambatan Komunikasi

Pola Komunikasi Pedagang Etnik Minangkabau Di International Trade Centre

Bandung Kegiatan Transaksi Pedagang

Padang

Komunikasi Antarbudaya


(52)

penellitian yang akan dipaparkan pada beberapa hal, sebagai berikut:

1. Proses Komunikasi

Proses komunikasi pada penelitian ini akan menunjukkan cara pedagang Padang memanfaatkan pola komunikasi dengan menggunakan berbagai media komunikasi primer dan sekunder yang dapat berupa bahasa lisan maupun nonlisan dengan menggunakan berbagai media, baik gambar, media elekronik dan media komunikasi lainnya.

2. Hambatan Komunikasi

Hambatan komunikasi pada bagian ini diterapkan guna meminimalisir ketidak efektifan komunikasi yang dilakukan pedagang asal kota Padang dalam kegiatan bertransaksi di International Trade Centre (ITC) Bandung. Hambatan komunikasi ini dapat berasal dari gangguan, kepentingan, motivasi terpendam dan prasangka.

3. Pola Komunikasi

Pada bagian ini akan diketahui ikhtisar dari pola komunikasi pedagang asal kota Padang guna memahami pola komunikasi yang dilakukan melalui proses komunikasi dan hambatan komunikasi yang terjadi selama kegiatan


(53)

ransaksi berlangsung. Pola komunikasi pedagang Padang dilihat dari pola komunikasi primer.


(54)

54

Metodologi merupakan proses, prinsip dan prosedur yang kita gunakan untuk mendekati problem dan mencari mencari jawaban. Dengan ungkapan lain, metodologi merupakan suatu pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian. Metodologi dipengaruhi atau berdasarkan perspektif teoritis yang kita gunakan untuk melakukan penelitian, sementara perspektif teoritis itu sendiri merupakan suatu kerangka penjelasan atau interpretasi yang memungkinkan peneliti memahami data dan menghubungkan data yang rumit dengan peristiwa dan situasi lain. Metode diukur berdasarkan kemanfaatannya dan tidak bisa dinilai apakah suatu metode benar atau salah. Metode penelitian merupakan teknik-teknik spesifik dalam penelitian. (Mulyana, 2013:146)

3.1 Desain Penelitian

Dalam melakukan suatu penelitian sangat diperlukan perencanaan dan perancangan dalam penelitian, agar penelitian dapat berjalan dengan baik dan sistematis. Agar penelitian ini dapat berjalan dengan baik dan sistematis, maka peneliti menggunakan metode kualitatif dalam peneltian ini.

Pada penelitian kualitatif Deddy Mulyana menjelaskan bahwa, teorisasi terjadi bukan dari teori-teori yang sudah ada. Dengan kata lain peneliti dapat membebaskan diri dari tawanan teori. Teori digunakan oleh


(55)

penliti untuk menjustifikasi dan memandu penelitian mereka (Mulyana, 2013:16).

Secara kajian dari pendekatan kualitatif adalah pola-pola yang berlaku sebagai prinsip-prinsip umum yang hidup dalam masyarakat. Gejala-gejala tersebut dilihat dari satuan yang berdiri sendiri dalam kesatuan yang bulat dan menyeluruh. Sehingga pendekatan kualitatif sering disebut sebagai pendekatan holistik terhadap suatu gejala sosial. Pendekatan kualitatif mencakup berbagai metodologi yang fokusnya menggunakan pendekatan interpretatif dan naturalistik terhadap pokok kajiannya (subject of matter). Oleh karena itu, dalam penggunaan pendekatan kualitatif, peneliti berusaha melakukan studi gejala dalam keadaan alamiahnya dan berusaha membentuk pengertian terhadap fenomena sesuai dengan makna yang lazim digunakan oleh subjek penelitian.

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian pola komunikasi antarbudaya pedagang asal kota Padang dengan pembeli masyarakat Sunda dalam kegiatan bertransaksi di International Trade Centre (ITC) Kebon Kalapa Bandung ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Penelitian kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial di dalam masyarakat. Objek analisis dalam pendekatan kualitatif adalah makna dari gejala-gejala sosial dan budaya dengan menggunakan


(56)

kebudayaan dari masyarakat bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai kategori tertentu.

“Desain penelitian desktif-kualitatif merupakan desain penelitian yang digunakan yang digunakan untuk makna dalam proses-proses komunikasi linier (satu arah), interaktif, maupun pada proses-proses komunikasi transaksional. Desain ini bersifat deskriptif untuk menjelaskan makna-makna dalam gejala sosial (Bungin, 2011:308).” “Menurut Denim, penelitian kualitatif merupakan perilaku artistik. Pendekatan filosofis dan aplikasi metode dalam kerangka penelitian kualitatif dimaksudkan untuk memproduksi ilmu-ilmu lunak, seperti sosiologi, antropologi (komunikasi dan public relations). Kepedulian utama peneliti kualitatif adalah bahwa keterbatasan objektif dan kontrol sosial sangat esensial. Penelitian kualitatif berangkat dari ilmu-ilmu perilaku dan ilmu-ilmu sosial. Esensinya adalah sebagai sebuah metode pemahaman atas keunikan, dinamika dan hakikat holistik dari kehadiran manusia dan interaksinya dengan lingkungan. Peneliti kualitatif percaya bahwa “kebenaran” (truth) adalah dinamis dan dapat ditemukan hanya melalui penelaahan terhadap orang-orang dalam interaksinya dengan situaasi sosial kesejarahan (Ardianto, 2010:59).”

“Metode deskriptif-kualitatif mencari teori bukan menguji teori atau hypothesis-generating, bukan hupothesis testing dan heuristic, bukan verifikasi. Deskriptif kualitatif menitik beratkan pada observasi dan suasana alamiah (natural setting). Peneliti terjun langsung ke lapangan, bertindak, bertindak sebagai pengamat. Ia membuat kategori perilaku, mengamati gejala dan mencatatnya dalam buku observasi (instrumennya adalah pedoman observasi). Ia tidak berusaha untuk memanipulasi variabel (Ardianto, 2010:60)”

Penelitian kualitatif selalu mengandalkan adanya suatu kegiatan proses berpikir induktif untuk memahami realitas, maka peneliti terlibat langsung dalam situasi dan latar belakang fenomena yang diteliti serta memusatkan perhatian suatu peristiwa kehidupan sesuai dengan konteks penelitian.


(57)

3.2 Informan Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik purpose sampling. Rachmat kriyantoro dalam bukunya yang berjudul “Teknik Riset Komunikasi menjelaskan bahwa, persoalan utama dalam teknik purpose sampling dalam menentukan kriteria, dimana kriteria harus mendukung tujuan penelitian. Beberapa riset komunikasi sering menggunakan teknik ini dalam penelitian observer ekploratoris atau wawancara mendalam. Biasanya teknik ini dipilih penelitian yang lebih mengutamakan kedalam data dari pada untuk tujuan representative yang dapat digeneralisasikan.” (Kriyantono, 2009:154).

Wawancara dilakukan dengan 6 (enam) orang yang terdiri dari 3 (tiga) orang pedagang asal kota Padang dan 3 (tiga) pembeli masyarakat Sunda di International Trade Centre Bandung (ITC) Kebon Kalapa Bandung. Data informan tersebut ditampilkan sebagai berikut:

Tabel 3.1 Informan Peneliltian

No. Nama Umur Keterangan

1. Joyham 50 Pedagang Pakaian

Laki-Laki

2. Herman 28 Pedagang Batu

Akik

3. Anthony 31 Pedagang


(58)

4. Gunawan 27 Pembeli Pakaian Laki-Laki

5. Yanwar 44 Pembeli Batu

Akik

6. Eko 23 Pembeli

Sepatu

Sumber: Peneliti, 2015

Peneliti memilih keenam informan tersebut menjadi informan kunci karena keempat informan tersebut merupakan pedagang asal kota Padang dan pembeli masyarakat Sunda di International Trade Centre (ITC) Kebon Kalapa Bandung.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

“Dalam penelitian kualitatif dikenal beberapa teknik atau metode pengumpulan data. Menurut Kriyantono, teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif terdiri dari wawancara mendalam (intensive/depth interview), observasi atau pengalaman lapangan (field observation), wawancara kelompok (focus group discussion) dan studi kasus (case study) (Ardianto, 2010:178).”

Hal yang harus diperhatikan dalam proses pengumpulan data menurut Burhan Bungin dalam bukunya ”Sosiologi Komunikasi” bahwa, pengumpulan data memuat langkah-langkah membuat batasan penelitian, pengumpulan informasi melalui wawancara, dokumentasi yang tersedia serta gambar-gambar yang berkaitan serta membuat langkah-langkah memasukan data. Hal yang harus diperhatikan dalam proses pengumpulan data antara lain (Bungin, 2011:308):


(59)

a. Identifikasi batasan-batasan pengumpulan data. Batasan data yang dikumpulkan harus memperhatikan tempat penelitian, siapa yang akan diteliti dan diwawancara, tema apakah yang akan menjadi topik wawancara, serta pemahaman asli orang yang akan diwawancarai terhadap topik penelitian.

b. Membuat alasan pemilihan prosedur pengumpulan data. Dalam penelitian kualitatif prosedur pengumpulan data terbagi dalam beberapa metode penting, yaitu observasi, wawancara, pengumpulan dokumen, visual citra, analisis isi dan focus group discussion (FGD). Dalam penelitian kualitatif juga dimungkinkan menggunakan lebih dari satu metode pengumpulan data yang disebut dengan metode ganda, maupun trianggulasi.

Sepeti halnya yang telah penelitian lakukan, dimana peneliti memperoleh dan informasi melalui wawancara kepada informan yang memenuhi syarat dan kriteria serta tema penelitian, kemudian observasi lapangan serta berdiskusi dengan teman sejawat. Tidak lupa dokumentasi seta bagan peneliti gunakan sebagai pendukung keabsahan data dilapangan, serta bagan atau gambaran peneliti gunakan untuk memtakan alur pemikiran serta hasil dari data-data yang peneliti temukan dilapangan.

3.3.1 Studi Pustaka

Studi pustaka yaitu pengumpulan data dilengkapi dengan studi pustaka, berupa bahan-bahan tulisan, buku, majalah, dokumen atau


(60)

penjaringan data hasill yang berhubungan. Peneliti mengambil sumber dari buku-buku referensi serta jurnal-jurnal dan skripsi yang telah ada. Sehingga data yang diperoleh kuat dan dapat dipertanggung jawabkan. Seperti halnya yang peneliti lakukan, peneliti mendapatkan serta mengumpulkan data dari buku serta jurnal-jurnal baik online atau pun tidak, serta skripsi yang telah ada sebagai data untuk mendukung penelitian peneliti. Hal itu juga untuk membantu peneliti agar dapat lebih memahami apa yang diteliti dan agar penelitian menjadi penelitian yang baik. Oleh karena itu perlu adanya bahan-bahan materi yang diperoleh dari pustaka-pustaka lainnya.

“Menurut J. Supranto, studi pustaka adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan materi data atau informasi melalui jurnal ilmiah, buku-buku referensi dan bahan-bahan publikasi yang tersedia diperpustakaan (Ruslan, 2003:31).”

Adapun studi pustaka yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh data yang berkenaan dengan penelitian yang dilakukan mencakup dua cara, yaitu studi literature dan penulusuran Online, antara lain:

1. Studi Literatur

Peneliti memperoleh data dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku, serta dokumen-dokumen yang ada kaitannya dengan penelitian ini dan pencarian suatu usaha untuk mendapatkan informasi dengan cara mencari sumber-sumber dari literatur yang relevan dan berhubungan dengan masalah penelitian ini.


(61)

2. Penelusuran Data Online

Peneliti melakukan internet searching untuk memperoleh jurnal-jurnal online yang berhubungan dengan kebutuhan penelit melalui alamat website. Dalam penelitian ini, peneliti ini menggunakan layanan internet dengan cara membuka alamat pada mesin pencari (search engine). Penelusuran data online menurut Burhan Bungin yaitu: “Tata cara melakukan penelusuran data melalui media online seperti internet atau media jaringan lainnya yang menyediakan fasilitas online, sehingga memungkinkan peneliti dapat memanfaatkan data informasi online yang berupa data maupun data informasi teori, secepat atau semudah mungkin dan dapat dipertanggung jawabkan secara akademis (Bungin, 2008:148).

3.3.2 Studi Lapangan

Adapun studi lapangan yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh data yang valid dan faktual yang diharapkan berkenaan dengan penelitian yang dilakukan mencakup beberapa cara diantaranya:

1. Observasi non Partisipan

Observasi non partisipan, merupakan pengamatan mengenai objek penelitian tanpa melakukan wawancara. Observasi atau pengamatan yang peneliti peneliti lakukan demi


(62)

memperoleh data berdasarkan pengamatan peneliti agar peneliti dapat menyajikan gambaran nyata mengenai perilaku atau kejadian di lapangan secara faktual berkenaan dengan keadaan fenomena penelitian.

Menurut Kriyantono dalam buku Elvinaro Ardianto yang berjudul “Metodologi Penelitian Untuk Public Relations” menjelaskan bahwa, dalam penelitian dikenal dua jenis metode observasi. (a) Observasi partisipan, peneliti lebih memungkinkan mengamati kehidupan individu atau kelompok riil, dimana terdapat setting yang rill tanpa di kontrol atau diatur sistematis seperti penelitian eksperimental, misalnya. Seperti namanya metode ini memungkinkan untuk memahami apa yang terjadi, memahami pola-pola interaksi. Pada dasarnya disini peneliti mempunya dua peran yaitu sebagai partisipan dan sebagai peneliti (observer). Selain itu, peneliti di tuntut untuk tidak teridentifikasi oleh orang lain. Sebagai Observer, peneliti adalah orang dari kelompok serta berpartisipasi dalam kelompok tersebut sambil melakukan pengamatan. (b) Observasi non partisipan, adalah jenis metode observasi, dimana seorang peneliti hanya berperan sebagai “penonton” saja tidak terjun sebagai “pemain” seperti dalam observasi partisipan. Jadi, ketika mengamati kelompok yang menjadi subjek peneltian, peneliti seolah menjaga jarak, tidak terjun langsung berbaur dengan kelompok penelitiannya.


(63)

Dengan isntrumen data yang dimilikinya, yaitu pedoman observasi, peneliti dapat mengamati dan men-ceklis atau mendata fenomena atau segala kehadian yang diperlukan dalam penelitian itu (Ardianto. 2010:180).”

Berdasarkan penjelasan di atas, karena peneliti hanya berperan sebagai “penonton” saja tidak terjun sebagai “pemain”. Pada saat melakukan pengamatan peneltian, peneliti seolah menjaga jarak, maka bisa dilihat bahwa observasi non partisipan merupakan tipe observasi yang cocok dengan penellitian ini, contohnya ketika awal bertemu dengan informan, peneliti berpura-menjadi pembeli terlebih dahulu.

2. Wawancara

Untuk mengumpulkan data serta mendapatkan informasi langsung dari objek peneletian atau informan, peneliti melakukan wawancara terhadap objek penelitian atau informan penelitian tersebut, yaitu pedagang asal kota Padang dengan pembeli masyarakat Sunda.

Menurut Nasution dalam buku Elvinaro Ardianto yang berjudul “Metodologi Penelitian Untuk Public Relations” menjelaskan bahwa, peneliti naturalistik kita ingin mengetahui bagaimana persepsi responden tentang dunia kenyataan. Untuk itu kita harus berkomunikasi dengan responden melalui wawancara. Dengan melakukan wawancara kita dapat memasuki dunia


(64)

pikiran dan perasaan responden. Penelitian naturalistik berusaha mengetahui bagaimana responden memandang dunia dari segi perspektif, pikiran dan perasaanya. Informasi berdasarkan perspektif, pikiran dan perasaan responden disebut informasi emik. Informasi emik (pandangan responden) tidak dapat dipisahkan dari informasi etik (pandangan peneliti). Ada tiga macam pendekatan dalam wawancara: (a) bentuk percakapan informal, yang mengandung sebelumnya, (b) menggunakan lembaran berisi garis nesar pokok-pokok, topik atau masalah yang dijadikan pegangan dalam pembicaraan, (c) menggunakan daftar pertanyaan yang lebih perinci, namun bersifat terbuka yang telah dipersiapkan lebih dahulu dan akan diajukan menurut urutan dan rumusan yang tercantum (Ardianto. 2010:185).

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data dimana sumber dokumentasi diperoleh atau didapatkan dri beberapa data atau dari dokumen, laporan, buku, surat kabar, foto dan juga beberapa bacaan lainnya yang mendukung penelitian ini. Dokumentasi berasal dari catatan peristiwa yang telah berlalu. Dokumen dapat berupa tulisan, gambar, foto, video dan lain sebagainya. Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karea dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan,


(65)

bahkan meramalkan”. Adapun dokumentasi yang peneliti dapaatkan dilapangan berupa foto, surat balasan serta persetujuan dari objek penelitian atau informan.

3.4 Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan peneliti lakukan demi menentukan valid atau tidaknya suatu temuan atau data yang dilaporkan peneliti dengan apa yang terjadi sesungguhnya di lapangan. Uji Keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi beberapa proses pengujian. Peneliti menggunakan uji credibility (validitas interbal) atau uji kepercayaan terhadap suatu hasil penelitian.

Cara pengujian kredibilitas data atau kepercayaan terhadap hasil penelitian dilakukang sebagai berikut:

1. Perpanjangan pengamatan, seperti halnya pada saat peneliti mengalami kekurangan data, peneliti kembali lagi ke lapangan untuk melanjutkan observasi atau pun wawancara terhadap informan atau objek penelitian, baik informan lama atau pun informan baru.

2. Triangulasi, seperti halnya yang telah dilakukan peneliti, dimana data lapangan tidak hanya didapatkan atau diperoleh dari wawancara terhadap informan atau objek penelitian, tetapi melainkan diimbangi dengan observasi atau pengamatan di lapangan, selain itu juga diskusi dengan teman sejawat juga peneliti lakukan.


(66)

3. Diskusi dengan teman sejawat, peneliti lakukan dengan mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan-rekan sejawat. Pemeriksaan sejawat yang dilakukan dengan jalan mengumpulkan rekan-rekan sebaya, yang memiliki pengetahuan umum yang sama tentang pedagang asal kota Padang atau pun dengan pembeli masyarakat Sunda, sehingga bersama mereka peneliti dapat me-review persepsi, pandangan dan analisis yang sedang dilakukan.Seperti halnya berdiskusi dengan sesama mahasiswa dan juga dengan mahasiswa asal kota Padang, yaitu Rahmat Sadikin, juga teman-teman satu kosan Rahmat Sadikin, atau pun pedagang Padang yang ada di Kebon Kalapa Bang Hendra Cipta yang juga merupakan asal kota Padang, hal tersebut dilakukan agar peneliti memiliki gambaran serta pengetahuan yang lebih dalam mengenai orang Padang.

3.5 Teknik Anlisis Data

Teknik analisa peneliti lakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan juga setelah pengumpulan data selesai, dimana peneliti menganalisis data-data yang didapatkan dari hasil wawancara maupun observasi atau pengamatan di lapangan. Teknik analisa data merupakan suatu kegiatan yang mengacu pada suatu hal dalam rangka mengetahui bagian-bagian, hubungan dan hubungan bagian dengan keseluruhan.


(67)

“Menurut Bogdan Biklen mengatakan bahwa, analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensikannya, mencari dan menemukan pola, menentukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2005:248).”

Logika dalam penelitian kualitatif yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini mengunggunakan penarikan kesimpulan penelitian kualitatif yang bersifat induktif (dari yang khusus kepada yang umum), seperti yang yang dikemukakan oleh Faisal, adalah sebagai berikut:

“Faisal mengatakan, dalam penelitian kualitatif digunakan logika induktif abstraktif. Suatu logika yang bertitik dari “khusus ke umum”, bukan dari “umum ke khusus” sebagaimana dalam logika deduktif verifikatif. Karenanya, kegiatan pengumpulan data dan analisis data menjadi tak mungkin dipisahkan satu sama lain. Keduanya berlangsung secara simultan atau berlangsung serempak. Prosesnya berbentuk silus, bukan linier. (Bungin. 2003:68-69).”

Dalam penelitian diperlukan tahap-tahap penelitian yang memungkinkan peneliti untuk tetap berada pada jalur yang benar atau acuan dan memiliki langkah-langkah yang akan diambil dalam penelitian. Tahapan-tahapan tersebut berguna sebagai sistematika proses penelitian yang akan mengarahkan peneliti dengan patokan jelas sebagai gambaran dari proses penelitian dan digunakan sebagai analisis data. Data yang diperoleh peneliti dari lapangan kemudian dilakukan analisis melalui tahap-tahap sebagai berikut:

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Dalam penelitian ini peneliti juga menggunakan proses reduksi data atau merupakan proses penyeleksian data, pemeriksaan kelengkapan


(68)

dan kesempurnaan data. Memilah data yang diperoleh dari lapangan untuk dijadikan sebagai bahan laporan penelitian. Hal ini dilakukan agar data yang didapatkan peneliti sesuai dengan kebutuhan penelitian dan dianggap relevan untuk dijadikan sebagai hasil laporan penelitian. Data yang diperoleh kemungkinan tidak sejalan dengan tujuan penelitian sebelumnya, oleh karena itu penyeleksian data yang dianggap layak sangat dibutuhkan. Penyeleksian data ini juga berfungsi sebagai cara untuk dapat memfokuskan pembahasan penelitian tertentu yang dianggap menunjang.

2. Pengumpulan Data (Data Collection)

Data yang telah peneliti reduksi atau telah mengelami pemeriksaan kelengkapan kesempurnaan data atau data yang telah dikolmpokkan, selanjutnya mengalami proses pengumpulan data atau data-data disusun dalam bentuk narasi-narasi, sehingga berbentuk rangkaian informasi yang bermakna sesuai dengan masalah penelitian.

3. Penyajian Data (Data Display)

Penyajian data peneliti dilakukan untuk menyampaikan informasi, keterangan, pandangan atau data yang intepretasikan oleh informan terhadap penelitian.

4. Penarikan Kesimpulan

Berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan, setelah data tersebut diseleksi serta di susun, kemudian dilakukan penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan merupakan proses pengambilan kesimpulan


(69)

berdasarkan susunan narasi yang telah disusun pada tahap ketiga, sehingga dapat memberi jawaban atas masalah penelitian.

Dari keempat tahap analisis data diatas setiap bagian-bagian yang ada didalamnya berkaitan satu dengan yang lainya. Analisis peneliti lakukan secara kontinu dari pertama sampai akhir penelitian guna mengetahui Pola Komunikasi Pedagang Pedagang asal kota Padang Dalam Kegiatan Bertransaksi DI International Trade Centre Bandung.

3.6 Lokasi dan WaktuPenelitian

3.6.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini peneliti lakukan di sebuah pusat perbelanjaan di kota Bandung, yaitu International Trade Centre (ITC) Kebon Kalapa Bandung. Pada tanggal 20 Febuari 2015 hingga pada akhir bulan Juli 2015. Peneliti melakukan observasi serta penelitian di International Trade Centre (ITC) Kebon Kalapa Bandung di Jl. Pungkur.

3.6.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung dan dilaksanakan oleh peneliti dengan menggunakan kurun waktu penelitian selama 6 (enam) bulan terhitung mulai bulan Febuari 2015 sampai Juli 2015, dengan waktu penelitian sebagai berikut:


(1)

mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak

terutama:

1.

Yth, Bapak Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto,

selaku Rektor Universitas

Komputer Indonesia.

2.

Yth. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A.,

selaku Dekan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia.

3.

Yth. Ibu Melly Maulin P., S.Sos., M.Si.,

selaku Ketua Program Studi Ilmu

Komunikasi yang telah member pengesahan kepada Skripsi Ini.

4.

Yth. Bapak Sangra Juliano P., M.I.Kom, selaku Sekretaris Program Studi

Ilmu Komunikasi, sekaligus

selaku Pembimbing yang senantiasa memberikan

yang terbaik, baik dalam memberikan arahan, baik dalam memberikan

bimbingan, serta motivasi kepada penulis selama melaksanakan bimbingan

selama 6 bulan ini.

5.

Yth. Ibu

Tine Agustin Wulandari, M.I.Kom.

, selaku dosen wali yang telah

memberikan materi dalam hal akademik maupun nonakademik.

6.

Yth. Staf Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi, yang telah memberikan

ilmu dan pengetahuan kepada peneliti dari awal sampai akhir perkuliahan.

7.

Yth. Mbak Astri Ikawati, A.Md, selaku Sekretrariat Program Studi Ilmu

Komunikasi yang telah banyak membantu dalam mengurus administrasi yang

berkaitan dengan perkuliahan serta Skripsi yang penliti kerjakan.

8.

Pihak Pengelola International Tarde Centre

(ITC) Kebon Kalapa Bandung,

yang telah memberikan kemudahan-kemudahan baik surat penelitian, serta

data-data yang diperlukan dalam skripsi ini.


(2)

viii

9.

Para Informan Penelitian, terimakasih sebesar-besarnya telah meluangkan

waktu serta memberikan apa yang telah dialami, dirasakan, dilihat, serta

pemikiran-pemikiran lainnya sebagai data penelitian yang dibutuhkan oleh

peneliti.

10.

Seluruh keluargaku,

yang telah memberikan dukungan do

a dan semangat,

yang selalu menuntut penulis untuk mencapai kesuksesan.

11.

Keponakanku, Bima Ahza Pradipta S. yang selalu memberikan keceriaan, serta

mengajarkan bahwa masa depan adalah kembali kepada masa kecil, dimana

masa depan merupakan bentuk untuk mewujudkan keinginan serta cita-cita

sewaktu masa kecil.

12.

Rahkmat Sadikin, Rizki Chikita, Rama Nugraha, Ashmi, Abdi Simarmata,

Doddy Kuswandi, Ryzki Ananda Ivan, Fauzi, teman seperjuangan sekaligus

sahabat terbaikku yang dibanggakan dan yang selalu memberikan tekanan yang

menghasilkan motivasi dalam bentuk semangat, arahan, keceriaan serta

kebersamaan untuk selalu berbagi dalam suka maupun duka, teruskan langkah

kita meraih harapan dan cita-cita. Terima kasih semuanya.

13.

Teman-teman satu angkatan 2011 IK-2, IK-1, IK 3, yang telah memberikan

motivasi kepada peneliti untuk segera menyelesaikan Skripsi ini.

14.

Dan semua pihak,

yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu per

satu, terima kasih atas do’a dan dukungannya.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh pihak

yang telah membantu penulis pada pelaksanaan penulisan Skripsi. Semoga dibalas

setimpal dari Allah SWT, dan dapat memberikan manfaat yang berarti. Akhir kata,


(3)

penulis berharap semoga Skripsi ini dapat berguna yang dimasa yang akan datang.

Amin

.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb

Bandung, Agustus 2015

Penulis

Irfan Irawan

NIM. 41811050


(4)

(5)

(6)