Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) Di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan Dan Aset Kabupaten Pandeglang

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sarjana

Pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia

Disusun Oleh:

ADAM BACHTIAR IRHANDY 4.17.07.016

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(2)

v

KABUPATEN PANDEGLANG

SIPKD merupakan sistem informasi yang didalamnya memuat proses penyusunan APBD sampai ketahapan realisasinya lengkap dengan laporan keuangan beserta pencatatan kode rekeningnya. Proses penyusunan tersebut dimulai dari pencatatan satuan kerja yang ada di daerah beserta program dan kegiatannya, program dan kegiatan tersebut nantinya akan dijadikan data awal dalam penyusunan pra rencana kerja dan anggaran bagi setiap SKPD.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan SIPKD di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori implementasi kebijakan. George C. Edwards III mengemukakan bahwa yang berperan penting dalam pencapaian keberhasilan suatu implementasi kebijakan dipengaruhi oleh komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi.

Metode dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode deskriptif dinilai cocok karena untuk menggambarkan atau menjelaskan tentang implementasi kebijakan SIPKD. Di dalam penelitian mengacu pada aparatur yang bekerja pada Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi non partisipan, studi pustaka dan dokumentasi.

Berdasarkan hasil penelitian, bahwa implementasi kebijakan SIPKD di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang belum dilakukan secara optimal baik menyangkut komunikasi yang masih minim dilakukan, sumberdaya yang belum tergali, disposisi yang dikembangkan masih terbatas pada internal organisasi serta struktur organisasi yang belum sesuai dengan bidangnya.


(3)

vi

DISTRICT PANDEGLANG

SIPKD is a system in which information includes the budget process until its realization ketahapan complete with financial statements and account code records. The preparation process starts from the recording unit in the area and its programs and activities, programs and activities will be used as preliminary data in preparation of pre-work plan and budget for SKPD.

The purpose of this study is to investigate and analyze the communications, resources, disposition and bureaucratic structure in policy implementation in the Office of Financial Management SIPKD Income and Assets Pandeglang.

The theory used in this study is the theory of policy implementation. George C. Edwards III pointed out that who was instrumental in achieving a successful policy implementation is affected by communication, resources, disposition and bureaucratic structure.

The method in this research using descriptive method with qualitative approaches. Descriptive method considered suitable due to depict or describe SIPKD policy implementation. In the study refers to the personnel who worked at the Department of Revenue Finance and Asset Management Pandeglang. Data was collected through interviews, non-participant observation, book study and documentation.

Based on this research, that policy implementation in the Office of Financial Management SIPKD Income and Asset Pandeglang have not done optimally both related communications that are still skimpy done, untapped resources, the disposition that was developed is still limited to the internal organization and structure of organizations that have not been in accordance with the field.


(4)

vii

Puji syukur Alhamdulillah peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya akhirnya peneliti dapat menyusun skripsi ini serta dengan segala petunjuk-Nya pula peneliti dapat menyelesaikannya. Pada kesempatan ini peneliti mengambil judul “IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (SIPKD) DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN PENDAPATAN DAN ASET KABUPATEN PANDEGLANG”.

Skripsi ini membahas tentang implementasi kebijakan SIPKD di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang. Penggunaan SIPKD di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang merupakan serangkaian proses yang diselenggarakan untuk mendukung pemerintah daerah dalam penyusunan anggaran, pelaksanaan anggaran, dan pelaporan keuangan daerah. Dengan demikian, mudah-mudahan dapat diterima dan dipahami oleh masyarakat Kabupaten Pandeglang.

Dalam kesempatan ini, peneliti juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan segala bantuan yang ada dalam penulisan skripsi ini, diantaranya:

1. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Komputer Indonesia.

2. Ibu Nia Karniawati, S.IP., M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Komputer Indonesia

3. Ibu Tatik Rohmawati, S.IP selaku Dosen Wali Tahun Angkatan 2007 Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Komputer Indonesia


(5)

viii

Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Komputer Indonesia.

5. Para Staf Pengajar dan Karyawan di Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Komputer Indonesia. 6. Para Pegawai Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten

Pandeglang.

7. Kedua Orang Tua tercinta dan Adik tersayang yang telah membantu dan memberikan dukungan penuh terhadap penulisan skripsi ini.

8. Anak-anak “Kantong Kosong Celana Bolong-Pecinta Malam” dan anak-anak Kost-an Kubang Selatan terutama rumah No. 04 terima kasih atas dukungan lahiriah dan batiniah yang kalian berikan.

9. Sahabat-sahabat nangka.com terimakasih, atas support-nya dalam penyusunan skripsi ini “Kade ah ulah internet-an wae, hahayyy...”.

10.Teman-temanku di Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Komputer Indonesia Angkatan 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, dan 2009.

11.Seseorang yang pernah singgah dalam hati ini “Nina”, semoga kita bertemu lagi di alam nanti “miss u bebz”.

Semoga segala kebaikan yang telah diberikan diterima oleh Allah SWT dan selalu berada dalam lindungan-Nya, amin ya rabbal alamin. Peneliti berharap mudah-mudahan didalam skripsi ini dapat memenuhi harapan dan bermanfaat bagi kepentingan kita bersama.

Wassalammualaikum wr.wb.

Bandung, Agustus 2011


(6)

ix

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

MOTTO ... iv

ABSTRAK... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR BAGAN ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 6

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Kegunaan Penelitian... 7

1.5. Kerangka Pemikiran ... 8

1.6. Metode Penelitian... 27

1.6.1. Metode Penelitian... 27

1.6.2. Teknik Pengumpulan Data ... 28

1.6.3. Teknik Penentuan Informan ... 39

1.6.4. Teknis Analisis Data ... 31

1.7. Lokasi dan Jadwal Penelitian ... 32

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Implementasi ... 34


(7)

x

2.4. Pengertian Sistem Informasi ... 47

2.4.1. Sistem ... 49

2.4.2. Informasi ... 51

2.5. Keuangan Daerah ... 57

2.6. Pengertian SIPKD ... 63

BAB III OBJEK PENELITIAN 3.1. Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang ... 68

3.1.1. Visi dan Misi Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang ... 71

3.1.2. Tujuan dan Sasaran Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang ... 72

3.1.3. Kebijakan Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang ... 73

3.1.4. Susunan Organisasi Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang ... 75

3.2. SIPKD di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang ... 80

3.2.1. Penyiapan Aplikasi... 81

3.2.2. Ruang Lingkup SIPKD ... 83

3.2.3. Hubungan Antar Modul ... 92

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Komunikasi dalam Implementasi Kebijakan SIPKD di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang ... 120

4.1.1. Penyampaian Informasi Dalam Pelaksanaan SIPKD Di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan Dan Aset Kabupaten Pandeglang ... 125


(8)

xi

Pengelolaan Keuangan Pendapatan Dan Aset

Kabupaten Pandeglang ... 127 4.1.3. Konsistensi Dalam Pelaksanaan SIPKD Di Dinas

Pengelolaan Keuangan Pendapatan Dan Aset

Kabupaten Pandeglang ... 130 4.2. Sumberdaya Dalam Implementasi Kebijakan SIPKD Di

Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan Dan Aset

Kabupaten Pandeglang ... 133 4.2.1. Sumber Daya Manusia Dalam Pelaksanaan SIPKD

Di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan Dan

Aset Kabupaten Pandeglang ... 137 4.2.2. Sumberdaya Finansial Dalam Pelaksanaan SIPKD

Di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan Dan

Aset Kabupaten Pandeglang ... 141 4.2.3. Staf Yang Tersedia Dalam Pelaksanaan SIPKD Di

Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan Dan Aset

Kabupaten Pandeglang ... 146 4.2.4. Informasi Yang Tersedia Dalam Pelaksanaan

SIPKD Di Dinas Pengelolaan Keuangan

Pendapatan Dan Aset Kabupaten Pandeglang ... 149 4.2.5. Wewenang Yang Diberikan Dalam Pelaksanaan

SIPKD Di Dinas Pengelolaan Keuangan

Pendapatan Dan Aset Kabupaten Pandeglang ... 152 4.2.6. Fasilitas Yang Diberikan Dalam Pelaksanaan

SIPKD Di Dinas Pengelolaan Keuangan

Pendapatan Dan Aset Kabupaten Pandeglang ... 156 4.3. Disposisi Dalam Implementasi Kebijakan SIPKD Di Dinas

Pengelolaan Keuangan Pendapatan Dan Aset Kabupaten Pandeglang ... 160


(9)

xii

Kebijakan SIPKD Di Dinas Pengelolaan Keuangan

Pendapatan Dan Aset Kabupaten Pandeglang... 165

4.3.2. Kejujuran Atau Keterbukaan Dalam Pelaksanaan Kebijakan SIPKD Di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan Dan Aset Kabupaten Pandeglang ... 168

4.3.3. Sifat Demokratis Yang Dilakukan Dalam Melaksanakan Kebijakan SIPKD Di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan Dan Aset Kabupaten Pandeglang ... 171

4.4. Struktur Birokrasi Dalam Implementasi Kebijakan SIPKD Di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan Dan Aset Kabupaten Pandeglang ... 174

4.4.1. Standar Pengoperasian Dalam Melaksanakan Kebijakan SIPKD Di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan Dan Aset Kabupaten Pandeglang ... 179

4.4.2. Fragmentasi Dalam Pelaksanaan Kebijakan SIPKD Di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan Dan Aset Kabupaten Pandeglang ... 182

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 186

5.2. Saran ... 187

DAFTAR PUSTAKA ... 189


(10)

xiii

Halaman Tabel 1.1 Jadwal Penelitian ... 33 Tabel 4.1 Berdasarkan Eselon ... 135 Tabel 4.2 Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan ... 135


(11)

xiv

Halaman

Gambar 1.1 Model Implementasi Kebijakan... 15

Gambar 1.2 Model Kerangka Pemikiran... 26

Gambar 3.1 Tombol Internet Explorer... 82

Gambar 3.2 Pengisian Alamat/Address... 82

Gambar 3.3 Modul Aplikasi SIPKD... 83

Gambar 3.4 Halaman Utama Modul-Modul Aplikasi... 84

Gambar 3.5 Modul Utility... 86

Gambar 3.6 Menu Login Pengisian Field Pengguna dan Password... 87

Gambar 3.7 Menu Pengguna... 87

Gambar 3.8 Membuat Isian Data Pengguna... 88

Gambar 3.9 Formulir Penambahan Pengguna... 88

Gambar 3.10 Menu Hak Akses Kelompok... 89

Gambar 3.11 Membuat Hak Akses Kelompok... 89

Gambar 3.12 Menu Utility Back Up Database... 90

Gambar 3.13 Tampilan form Back Up Database... 90

Gambar 3.14 Modul Data Master... 92

Gambar 3.15 Hubungan Antar Modul... 93

Gambar 3.16 Menu Utama Aplikasi Perencanaan... 94

Gambar 3.17 Menu Log On... 95

Gambar 3.18 Menu Perencanaan... 95

Gambar 3.19 Menu Utama Aplikasi Penganggaran... 96

Gambar 3.20 Menu Log on... 97

Gambar 3.21 Menu Utama Modul Penganggaran (Tahap Raperda APBD)... 97

Gambar 3.22 Menu Pindah Tahapan... 98

Gambar 3.23 Kotak Konfigurasi Pengguna... 98

Gambar 3.24 Daftar Lookup Pengguna... 99

Gambar 3.25 Menu KUA/PPAS... 100


(12)

xv

Gambar 3.28 Submenu RKA Belanja Tidak Langsung... 101

Gambar 3.29 Form Belanja Tidak Langsung... 102

Gambar 3.30 Submenu RKA Belanja Langsung... 102

Gambar 3.31 Form Belanja Langsung... 103

Gambar 3.32 Submenu RKA Penerimaan Pembiayaan... 103

Gambar 3.33 Form RKA Penerimaan Pembiayaan... 104

Gambar 3.34 Menu Laporan RKA-SKPD... 104

Gambar 3.35 Form Dialog Cetak Laporan RKA-SKPD... 105

Gambar 3.36 Menu Pelaksanaan dan Penatausahaan... 106

Gambar 3.37 Menu Utama Pelaksanaan dan Penatausahaan... 106

Gambar 3.38 Menu Penatausahaan Penerimaan Pendapatan... 107

Gambar 3.39 Tampilan Form TBP... 107

Gambar 3.40 Menu Penatausahaan Penyetoran Pendapatan... 108

Gambar 3.41 Tampilan Form STS... 109

Gambar 3.42 Form STS Persetujuan... 110

Gambar 3.43 Menu Penatausahaan Pengembalian Pendapatan... 110

Gambar 3.44 Tampilan Form SPM... 111

Gambar 3.45 Menu Transaksi Non Kas Memorial... 113

Gambar 3.46 Tampilan Form Bukti Transaksi Memorial... 114

Gambar 3.47 Form Add Bukti Transaksi Memorial... 114

Gambar 3.48 Bukti Transaksi Memorial Yang Telah Ditambah... 115

Gambar 3.49 Menu Transaksi Non Kas Pada Sub Menu Korolari Pengeluaran Kas... 116

Gambar 3.50 Tampilan Form Transaksi Non Kas Pada Sub Menu Korolari Pengeluaran Kas... 117

Gambar 3.51 Menu Transaksi Non Kas Pada Sub Menu Korolari Penerimaan Kas... 118

Gambar 3.52 Menu Transaksi Non Kas Pada Sub Menu Korolari Pertanggungjawaban... 118


(13)

xvi

Halaman Bagan 3.1 Struktur Organisasi Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan


(14)

xvii

Halaman

Lampiran 1 Pedoman Wawancara ... 192

Lampiran 2 Data Informan ... 195

Lampiran 3 Surat Keterangan Izin Melakukan Penelitian... 196

Lampiran 4 Surat Persetujuan Melakukan Penelitian... 197

Lampiran 5 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian... 198


(15)

1 1.1 Latar Belakang Penelitian

Indonesia telah memasuki Era Otonomi Daerah dengan diterapkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Pemerintah dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 menjelaskan bahwa otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah telah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar urusan pemerintah pusat yang telah ditetapkan dalam undang-undang tersebut.

Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah membawa perubahan mendasar pada pola hubungan antar pemerintahan dan keuangan antara pusat dan daerah. Salah satu aspek dari pemerintahan daerah yang harus diatur secara hati-hati yaitu tentang pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Seperti diketahui, anggaran daerah merupakan rencana kerja pemerintahan daerah dalam bentuk uang (rupiah) dalam satu periode tertentu (satu tahun).

Keuangan daerah digunakan untuk mendanai kegiatan pemerintahan dan pembangunan daerah serta memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pembangunan diperlukan sumber daya manusia yang memadai, sumber pembiayaan yang memadai, dan dilengkapi


(16)

dengan berbagai sarana penunjang lainnya. Penerapan prinsip tersebut akan menghasilkan pengelolaan keuangan daerah yang tertuang dalam APBD yang benar-benar mencerminkan kepentingan dan pengharapan masyarakat daerah setempat secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan bertanggungjawab sehingga akan melahirkan kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat.

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah menciptakan kondisi sejalan dengan misi utama pemerintah daerah yaitu mendorong proses demokratisasi dan menciptakan kemakmuran rakyat. Peran teknologi informasi akan sangat membantu pengembangan kapasitas daerah untuk transparan dan akuntabel. Setiap kebijakan publik akan mudah dikomunikasikan dan interaksi antar tingkatan pemerintahan dan antara pemerintah dengan masyarakat akan sangat mudah dilakukan. Perkembangan ICT (Information and Communication Technology) terjadi begitu pesatnya sehingga proses penyampaian data dan informasi keseluruh lapisan masyarakat di berbagai belahan dunia dapat dilakukan dengan cepat. Selain itu, era globalisasi yang terus bergulir saat ini menuntut pemerintah untuk dapat meningkatkan kemampuan dibidang teknologi informasi dan komunikasi sehingga mampu bersaing dengan negara lain. Respon terhadap perkembangan teknologi informasi dan komunikasi ini harus segera diberikan mengingat kualitas kehidupan manusia yang semakin meningkat.

Penyelenggaraan pemerintahan di daerah perlu didukung dengan sistem pengelolaan keuangan yang cepat, tepat, dan akurat. Pembaharuan peraturan tentang pengelolaan keuangan daerah ditandai dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan


(17)

ditindaklanjuti dengan adanya petunjuk teknis pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 dengan disahkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Pada akhir tahun 2007 Depdagri juga telah mengeluarkan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

SIPKD mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 dan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007. Sistem ini berbasis pada jaringan komputer, yang mampu menghubungkan dan mampu menangani konsolidasi data antara SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dengan SKPKD (Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah), sehingga data di Pemerintah Daerah dapat terintegrasi dengan baik. Pengembangan SIPKD untuk menyediakan informasi anggaran yang akurat dan pengembangan komitmen pemerintah daerah terhadap penyebarluasan informasi sehingga memudahkan pelaporan dan pengendalian, serta mempermudah mendapatkan informasi.

SIPKD merupakan sistem informasi yang didalamnya memuat proses penyusunan APBD sampai ketahapan realisasinya lengkap dengan laporan keuangan beserta pencatatan kode rekeningnya. Proses penyusunan tersebut dimulai dari pencatatan satuan kerja yang ada di daerah beserta program dan kegiatannya, program dan kegiatan tersebut nantinya akan dijadikan data awal dalam penyusunan pra rencana kerja dan anggaran bagi setiap SKPD. Data pra


(18)

rencana kerja ini nantinya akan digunakan sebagai bahan dasar dalam proses penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) hingga rancangan tersebut disusun menjadi data APBD.

Penggunaan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang diharapkan dapat menjadi alat bantu untuk mengatur keuangan daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat khususnya untuk menganalisa strategi peningkatan PAD dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Pandeglang serta menunjukkan keuangan daerah yang efisien dan efektif dalam pelaksanaan otonomi daerah tersebut yang benar-benar mencerminkan kepentingan dan pengharapan masyarakat daerah setempat secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab sehingga akan melahirkan kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat yang kondusif di Kabupaten Pandeglang.

Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang, merupakan subjek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik, yaitu hak untuk diberi informasi, didengar aspirasinya dan diberi penjelasan. Pemerintah Kabupaten Pandeglang merupakan institusi pemerintahan yang menggunakan dana yang berasal dari APBN maupun APBD. Oleh karena itu, sangat rentan terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan keuangan daerah tersebut. Dengan adanya SIPKD, diharapkan akan mampu menciptakan tata pemerintahan yang baik di Kabupaten Pandeglang terutama di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang, baik dari segi partisipasi, peraturan, transparansi, ketangggapan, adanya keputusan bersama, keadilan, efektif dan efisiensi dan


(19)

keterbukaan sehingga pengelolaan keuangan daerah dapat berjalan dengan maksimal sehingga terciptanya akuntabilitas publik di Kabupaten Pandeglang.

SIPKD dalam pelaksanaannya tidak selalu berjalan sesuai dengan harapan akibat terdapat beberapa kendala dalam prosesnya. Salah satunya yaitu masih terkendalanya sumberdaya terutama sumberdaya manusia dan sumberdaya finansial yang berupa dana dalam menjalankan sistem ini, sehingga dalam prosesnya akan terjadi kesalahan dalam meng-input data untuk tiap SKPD. Masalah lainnya yaitu dalam pengisian kode rekening yang tidak lengkap atau tidak sempurna, ini akan menghambat dalam menyediakan data yang lengkap dan akurat tentang anggaran yang dikelola oleh tiap SKPD di Kabupaten Pandeglang dalam rangka pelaporan pertanggungjawaban. Seharusnya dengan SIPKD ini dapat menyediakan data yang akurat dan benar, yang memperkecil kemungkinan kesalahan memproses perencanaan anggaran yang dikelola oleh SKPD.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dan mencari pemecahan masalah dengan mengkaji lebih jauh lagi yang selanjutnya akan dituangkan ke dalam bentuk Skripsi dengan judul IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM INFORMASI PENGELOLAAN

KEUANGAN DAERAH (SIPKD) DI DINAS PENGELOLAAN


(20)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Komunikasi dalam implementasi kebijakan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang?

2. Bagaimana sumberdaya dalam implementasi kebijakan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang?

3. Bagaimana disposisi dalam implementasi kebijakan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang?

4. Bagaimana Struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Adapun maksud dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah:


(21)

1. Untuk mengetahui dan menganalisis komunikasi dalam implementasi kebijakan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis sumberdaya implementasi kebijakan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis disposisi implementasi kebijakan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang.

4. Untuk mengetahui dan menganalisis struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik dari segi yang bersifat teoritis maupun praktis, yaitu sebagai berikut:

1. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan secara ilmiah dari teori yang didapat dari perkuliahan dan mempunyai kaitan langsung dengan ilmu pengetahuan di bidang Ilmu Pemerintahan terutama menambah wawasan mengenai Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang.


(22)

2. Secara teoritis

Penelitian ini untuk mengembangkan teori-teori implementasi kebijakan yang peneliti gunakan yang relevan dengan permasalahan dalam skripsi ini.

3. Secara praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan khususnya di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi saat ini dalam hal SIPKD, dimana hal tersebut sangat berguna bagi kinerja pegawai untuk pencapaian tujuan dan sasarannya.

1.5 Kerangka Pemikiran

Berkaitan dengan masalah yang di kemukakan sebelumnya dan sesuai dengan fokus penelitian, maka pada bagian ini peneliti akan menjelaskan berbagai kerangka teori yang relevan dengan masalah yang diteliti. Teori-teori yang akan di ungkapkan adalah teori-teori mengenai proses implementasi kebijakan. Pengungkapan teori ini dibuat untuk pedoman dalam menganalisa masalah yang akan diteliti.

Implementasi dapat didefinisikan sebagai:

Proses administrasi dari hukum (statuta) yang didalamnya tercakup keterlibatan berbagai macam aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang dilakukan agar kebijakan yang telah ditetapkan mempunyai akibat, yaitu tercapainya tujuan kebijakan (Kusumanegara, 2010:97).

Implementasi berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu kebijakan dan dapat menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu tertentu (Widodo, 2006:86).


(23)

Implementasi berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu kebijakan dalam keputusan kebijakan. Tindakan tersebut dapat menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu kebijakan tertentu. Kompleksitas implementasi bukan saja ditunjukkan oleh banyak aktor atau unit organisasi yang terlibat, tetapi juga dikarenakan proses implementasi dipengaruhi oleh berbagai variabel yang kompleks, baik variabel yang individual maupun variabel organisasional, dan masing-masing variabel saling berinteraksi satu sama lain.

Berdasarkan pendapat diatas, bahwa implementasi merupakan proses yang rumit dan kompleks. Namun, dibalik kerumitan dan kekompleksitasannya tersebut, implementasi kebijakan memegang peran penting yang cukup vital dalam proses kebijakan. Tanpa adanya tahap implementasi, program-program kebijakan yang telah disusun hanya akan menjadi catatan-catatan resmi di meja para pembuat kebijakan. Dengan demikian, proses implementasi kebijakan dapat berjalan sehingga harapan dan tujuannya bisa tercapai dan terlaksana.

Kebijakan merupakan serangkaian tujuan dan sasaran dari program-program pemerintah. Kebijakan merupakan upaya untuk memahami dan mengartikan, yang pertama apa yang dilakukan (atau tidak dilakukan) oleh pemerintah mengenai suatu masalah, kedua apa yang menyebabkan atau yang mengaruhinya, dan yang ketiga apa pengaruh dan dampak dari kebijakan publik tersebut (Widodo, 2006:12-13).

Menurut Carl I. Friedrich kebijakan adalah:

sebagai suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari


(24)

peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan (dalam Widodo, 2006:13).

Kebijakan merupakan tindakan-tindakan atau keputusan yang dibuat oleh pemerintah, dimana tindakan atau keputusan tersebut memiliki pengaruh terhadap masyarakat sehingga proses kebijakan akan berjalan sesuai dengan tujuan dan sasaran dari program-program pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat. Suatu kebijakan apabila sudah dibuat maka harus diimplimentasikan untuk dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia.

Implementasi Kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang (Winarno, 2007:144).

Implementasi kebijakan merupakan bagian dari administrative process (proses administrasi). Proses administrasi digunakan untuk menunjukkan desain atau pelaksanaan sistem administrasi yang terjadi pada setiap saat. Proses administrasi mempunyai konsekuensi terhadap pelaksanaan, isi dan dampak dari suatu kebijakan (kusumanegara, 2010:97).

Menurut George C. Edwards III Implementasi Kebijakan adalah:

As we have seen, is the stage of policymaking between the estabblishment of a policy - such as the passage of a legilative act, the issuing of an executive order, the handing down of judicial decision, or the promulgation of a regulatory rule - and the consequences of the policy for the people whom it affects ( Edwards, 1980:1).


(25)

Berdasarkan pengertian di atas, Implementasi kebijakan merupakan tahap pembuatan keputusan diantara pembentukan sebuah kebijakan seperti halnya pasal-pasal sebuah undang-undang legislatif, pengeluaran sebuah peraturan eksekutif, pelolosan keputusan pengadilan, atau keluarnya standar peraturan dan konsekuensi dari kebijakan bagi masyarakat yang mempengaruhi beberapa aspek kehidupannya.

Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh berbagai faktor, dan masing-masing faktor tersebut saling berhubungan satu sama lain. Model implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh George C. Edwards III menunjuk empat faktor yang berperan penting dalam pencapaian keberhasilan implementasi kebijakan. keempat faktor tersebut, yaitu:

1. Communications), 2. Resources,

3. Dispositions, end 4. Bureaucratic Structure. (Edwards, 1980:147).

1. Communications (Komunikasi)

“Inadequate communications also provide implementors with discretion as they attempt to turn general policies into specific actions. This discretion will not necessarily be exercised to further the aims of the original decisionmakers. Thus, implementation instructions that are not transmitted, that are distorted in transmission, or that are vague or inconsistent present serious obstacles to policy implementation. Conversely, directives that are too precise may hinder implementation by stifling creativity and adaptability” (George C. Edwards III, 1980:10). Berdasarkan pengertian diatas, bahwa setiap kebijakan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika terjadi komunikasi efektif antara pelaksana program/kebijakan dengan para kelompok sasaran (target group). Komunikasi, yaitu suatu proses penyampaian pesan, informasi, gagasan dari seseorang/aparatur


(26)

atau kepada orang lain/masyarakat baik secara langsung maupun melalui media atau alat bantu lainnya. Tujuan dan sasaran dari program/kebijakan dapat disosialisasikan secara baik sehingga dapat menghindari adanya distorsi atas program/kebijakan.

Komunikasi kebijakan memiliki beberapa macam dimensi antara lain: dimensi transformasi (transmission) atau penyampaian informasi kebijakan publik, yaitu proses penyampaian informasi dalam hal pemberian informasi yang tepat dan jelas sesuai dengan sasarannya dengan begitu informasi akan tersampaikan dengan baik kepada masyarakat. Kejelasan (clarity), yaitu penyampaian informasi dengan jelas, dapat dimengerti dan dipahami. Konsistensi (consistency), yaitu setiap kebijakan mesti konsisten agar tidak menyimpang dari ketentuan dalam pelaksanaannya.

2. Resources (Sumberdaya)

“No matter how clear and consistent implementation orders are and no matter how accurately they are transmitted, if the personnel responsible for carrying out policies lack the resources to do an effective job, implementation will not be effective. Important resources include staff of the proper size and with the necessary expertise; relevant and adequate information on how to implement policies and on the compliance of others involved in implementation; the authority to ensure that policies are carried out as they are intended; and facilities which to provide services. Insufficient resources will mean that laws will not be enforced, services will not be provided, and reasonable regulations will not be develoved” (George C. Edwards III, 1980:10-11).

Sumberdaya merupakan sumber penggerak dan pelaksana. Sumberdaya yaitu menunjuk setiap kebijakan harus didukung oleh sumberdaya yang memadai, baik sumberdaya manusia maupun sumberdaya finansial. Sumberdaya manusia, yaitu sumber pelaksana dalam proses pelaksanaan. Sumberdaya finansial yaitu,


(27)

modal atau dana yang harus dikeluarkan setiap dalam proses pelaksanaan. Faktor sumberdaya ini juga mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan. Bagaimanapun jelas dan konsistennya ketentuan-ketentuan/aturan-aturan, serta bagaimanapun akuratnya penyampaian ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan tersebut, jika para pelaksana kebijakan yang bertanggungjawab untuk melaksanakan kebijakan kurang mempunyai sumberdaya untuk melakukan pekerjaan secara efektif, maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan efektif. Sumberdaya sebagaimana telah disebutkan meliputi: staf yaitu, pelaksana dalam suatu proses kegiatan; informasi, yaitu proses penyampaian berita dalam pelaksanaan suatu kegiatan; kewenangan, yaitu otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana; dan fasilitas, yaitu sarana dan prasarana dalam proses pelaksanaan kegiatan, itulah yang diperlukan dalam melaksanakan kebijakan.

3. Dispositions (Disposisi)

“The dispositions or attitudes of implementors is the third critical factor in our approach to the study of public policy implementation. If implementation is to proceed effectively, not only must implementors know what to do and have the capability to do it, but they must also desire to carry out a policy. Most implementors can exercise considerable discretion in the implementation of policies. One of the reasons for this is their independence from their nominal superiors who formulate the policies. Another reason is the complexity of the policies themselves. The way in which implementors exercise their discretion, however, depends in large part upon their dispositions toward the policies. Their attitudes, in turn, will be influenced by their views toward the policies per se and by how they see the policies affecting their organizational and personal interests” (George C. Edwards III, 1980:11).

Berdasarkan pengertian diatas, bahwa keberhasilan kebijakan bisa dilihat dari disposisi, yaitu karakteristik atau agen pelaksana yang mempunyai konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Keberhasilan


(28)

implementasi kebijakan bukan hanya ditentukan oleh sejauh mana para pelaku kebijakan (implementors) mengetahui apa yang harus dilakukan dan mampu melakukannya, tetapi juga ditentukan oleh kemauan para pelaku kebijakan tadi memiliki disposisi yang kuat terhadap kebijakan yang sedang diimplementasikan.

Penjelasan diatas menerangkan bahwa disposisi atau sikap para pelaksana yaitu menunjuk karakteristik yang menempel erat kepada implementor kebiakan/program. Karakter yang penting dimiliki oleh implementor adalah kejujuran dan komitmen. Kejujuran, yaitu sifat terbuka apa adanya atau tidak ditutupi. Sedangkan Komitmen, yaitu suatu keputusan yang bulat dalam suatu pelaksanaan. Didalam menetukan keberhasilan suatu implementasi sangat penting, karena kinerja pelaksana kebijakan publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya, dimana kualitas dari suatu kebijakan dipengaruhi oleh kualitas atau ciri-ciri dari para aktor, kualitas tersebut adalah tingkat pendidikan, kompetensi dalam bidangnya, pengalaman kerja, dan integritas moralnya.

4. Bureaucratic Structure (Struktur Birokrasi)

“Even if sufficient resources to implement a policy exist and implementors know what to do it, implementation may still be thwarted because of deficiencies in bureaucratic structure. Organizational fragmentation may hinder the coordination necessary to implement successfully a complex policy requiring the coorperation of many people, and it may also waste scarce resources, inhibit change, create confusion, lead to policies working at cross-purposes, and result in important functions being overlooked” (George C. Edwards III, 1980:11).

Berdasarkan pengertian diatas, bahwa struktur birokrasi sebagai pelaksana yang dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik. Jadi struktur birokrasi dalam suatu


(29)

badan sangat berperan penting, dimana untuk menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan dibutuhkan suatu struktur birokrasi yang tertata rapih guna tercapainya suatu tujuan yang telah disepakati bersama. Struktur birokrasi merupakan suatu proses kegiatan yang fundamental untuk mengkaji dalam suatu pelaksanaan. Struktur birokrasi mencakup: dimensi fragmentasi, yaitu penyebaran tanggung jawab terhadap pelaksana kegiatan; dan standar prosedur operasional, yaitu suatu kegiatan yang akan memudahkan dan menyeragamkan tindakan dari para pelaku kebijakan dalam melaksanakan apa yang menjadi bidang tugasnya.

Berdasarkan keempat faktor dalam mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi kebijakan terdapat keterkaitan satu dengan yang lain dalam pencapaian tujuan dan sasaran program/kebijakan. Semuanya saling bersinergi dalam pencapaian tujuan, dan satu faktor akan sangat mempengaruhi faktor yang lain. Adapun model pendekatan dalam proses implementasi kebijakan menurut George C. Edwards III dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 1.1

Model Implementasi Kebijakan

(Sumber: George C. Edwards III, 1980:148). Communications

Bureaucratic Structure

Resources

Disposition


(30)

Model implementasi dari Edwards ini dapat digunakan sebagai alat penerjemah implementasi program di berbagai tempat dan waktu. Artinya, dari keempat factor yang tersedia dalam model dapat digunakan untuk menjelaskan atau memaparkan fenomena implementasi kebijakan sehingga dapat menciptakan sinergi dalam pencapaian tujuan dan satu faktor akan sangat mempengaruhi faktor yang lain antara faktor komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi terhadap proses dalam implementasi kebijakan tersebut.

Pemerintah Pusat dalam melaksanakan kebijakan dapat melakukan upaya untuk mendorong Pemerintahan Daerah dalam pengelolaan keuangan daerah yang sejalan dengan kebijaksanaan nasional. Dalam memberikan suatu kebijakan telah melahirkan suatu bentuk mekanisme birokrasi yang mengacu pada penggunaan sistem teknologi informasi yang bertujuan untuk memperbaiki mutu atau kualitas pelayanan pemerintah kepada masyarakat.

Sistem harus memiliki input, proses dan output. Sesuai apa yang dikemukakan oleh Sutanta bahwa: Sistem merupakan sekumpulan hal atau kegiatan atau elemen atau subsistem yang saling bekerjasama atau yang dihubungkan dengan cara-cara tertentu sehingga membentuk satu kesatuan untuk melaksanakan suatu tujuan (Sutanta, 2003:4).

Sistem sebagai kumpulan/group dari subsistem atau bagian/komponen apapun baik fisik maupun non-fisik yang saling berhubungan satu sama lain dan bekerja sama secara harmonis untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan informasi merupakan sebagai hasil pengelolaan data yang berarti dan bermanfaat. Dapat kita tarik suatu definisi baru dari sistem informasi sebagai kumpulan dari subsistem


(31)

apapun baik fisik maupun non-fisik yang saling berhubungan satu sama lain dan bekerja sama secara harmonis untuk mencapai suatu tujuan yaitu mengolah data menjadi informasi yang berarti dan berguna.

Informasi didefinisikan sebagai data yang telah diproses. Hal yang sama

dikemukakan oleh Gordon B. Davis dalam bukunya “Management Informations

System” yang dikutip oleh Teguh Wahyono dalam bukunya Sistem Informasi Konsep Dasar, Analisis Desain dan Implementasi, mendefinisikan sebagai berikut:

Informasi adalah data yang telah diolah menjadi bentuk yang berguna bagi penerimanya dan nyata, berupa nilai yang dapat dipahami di dalam keputusan-keputusan sekarang maupun masa depan (Wahyono, 2004:3). Informasi diartikan sebagai hasil pengolahan data yang digunakan untuk suatu keperluan, sehingga penerimanya akan mendapat rangsangan untuk melakukan tindakan. Sehubungan dengan hal yang di atas, maka informasi merupakan sumber daya yang penting khususnya dalam hal pengambilan keputusan yang mana keputusan-keputusan tersebut merupakan sesuatu yang bernilai guna kepentingan kedepannya.

Lebih lanjut menurut pendapat James B Bower dkk dalam bukunya Computer Oriented Accounting Informations System yang dikutip oleh Teguh wahyono dalam bukunya Sistem Informasi Konsep Dasar, Analisi Desain dan Implementasi menjelaskan pengertian sistem informasi, sebagai berikut:

“Sistem informasi merupakan suatu cara tertentu untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh organisasi untuk beroperasi dengan cara yang sukses dan untuk organisasi bisnis dengan cara yang menguntungkan” (Wahyono, 2004:17).


(32)

Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang dimaksud dengan sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang merupakan kombinasi dari orang-orang, fasilitas, teknologi media, prosedur-prosedur dan pengendalian yang ditujukan untuk mendapatkan jalur informasi penting guna memproses tipe transaksi rutin tertentu yang menyediakan suatu dasar informasi untuk pengambilan keputusan yang cerdik. Sistem informasi juga merupakan sekumpulan prosedur organisasi yang pada saat dilaksanakan akan memberikan informasi bagi pengambil keputusan dan atau untuk mengendalikan organisasi.

Daerah mempunyai kewenangan dan keleluasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Untuk melaksanakan otonomi daerah, diperlukan dana atau pembiayaan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah. Menurut Widjaja dalam bukunya Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, menyebutkan yang dimaksud keuangan daerah, adalah:

“Semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan lain yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam rangka APBD” (Widjaja, 2002:147).

Secara garis besar, sesuai dengan pengertian diatas bahwa yang dimaksud dengan keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam pelaksanaan pemerintahan di daerahnya. Hak dan kewajiban itu haruslah berupa kekayaan dalam membiayai APBD. Keuangan daerah terdiri dari beberapa komponen, pendapatan asli daerah merupakan salah satu sumber keuangan daerah. Sedangkan yang dimaksud dengan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah dapat didefinisikan sebagai berikut:


(33)

“Sistem informasi pengelolaan keuangan daerah merupakan suatu sistem yang mendokumentasikan, mengadministrasikan, serta mengolah data pengelolaan keuangan daerah dan data terkait lainnya menjadi informasi yang disajikan kepada masyarakat dan sebagai bahan pengambilan keputusan dalam rangka perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan pertanggungjawaban pemerintah daerah” (PP No. 56 Tahun 2005).

Sistem informasi pengelolaan keuangan daerah memiliki fungsi untuk pengawasan pelaksanaan anggaran mulai dari pendapatan, belanja, evaluasi dan pelaporan keuangan daerah yang selanjutnya dapat dipertanggungjawabkan hasilnya baik ke pemerintah daerah maupun kepada masyarakat sehingga dapat menciptakan akuntabilitas publik.

Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang khususnya Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang perlu mengoptimalisasikan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi untuk membangun jaringan sistem informasi dan proses kerja yang memungkinkan pemerintah daerah bekerja secara terpadu dengan menyederhanakan akses antar unit kerja. Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang merupakan unsur pelaksana otonomi daerah yang dipimpin oleh Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang mempunyai tugas dan kewajiban membantu Bupati dalam melaksanakan urusan pemerintahan daerah khususnya di bidang pengelolaan keuangan, pendapatan dan aset daerah.

Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang merupakan sebagai unsur pelaksana yang mengelola keuangan daerah. Pada hakekatnya melaksanakan tugas pokok menyelenggarakan fungsi penyusunan


(34)

perencanaan bidang pengelolaan keuangan pendapatan dan aset; perumusan kebijakan teknis bidang pengelolaan keuangan pendapatan dan aset; pelaksanaan urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang pengelolaan keuangan pendapatan dan aset; pembinaan, koordinasi, pengendalian dan fasilitas pelaksanaan kegiatan bidang pengelolaan keuangan pendapatan dan aset; pelaksanaan kegiatan penatausahaan dinas; dan pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka peneliti dapat mengambil definisi operasional sebagai berikut:

1. Implementasi adalah suatu tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan dalam keputusan pelaksanaan. Pelaksanaan SIPKD di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang bertujuan agar setiap anggaran yang dikelola oleh tiap SKPD dapat terkontrol dengan baik.

2. Kebijakan adalah sebagai suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang, berupa aturan-aturan dalam bekerja untuk keberhasilan pelaksanaan SIPKD dalam penyusunan kebijakan keuangan daerah mengenai sumber-sumber pendapatan daerah.

3. SIPKD di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang adalah serangkaian proses yang diselenggarakan untuk mendukung pemerintah daerah, mulai dari tahapan penyusunan anggaran,


(35)

pelaksanaan anggaran dan tahap pelaporan keuangan daerah. Sehingga didalam proses tahapan pelaksanaan SIPKD dapat mewujudkan Pemerintahan Kabupaten Pandeglang yang bersih, transparan dan mampu menjawab tuntutan perubahan secara efektif kepada pihak publik.

4. Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang adalah unsur pelaksana otonomi daerah yang bertugas dan berkewajiban membantu Bupati dalam melaksanakan urusan pemerintahan daerah khususnya di bidang pengelolaan keuangan, pendapatan dan aset daerah. 5. Implementasi Kebijakan SIPKD di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan

dan Aset Kabupaten Pandeglang adalah pelaksanaan kegiatan yang diselenggarakan oleh Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang dalam memberikan kemudahan pada proses SIPKD, mulai dari tahapan penyusunan anggaran, pelaksanaan anggaran dan tahap pelaporan keuangan daerah. Sehingga, terwujudnya Pemerintahan Kabupaten Pandeglang yang bersih, transparan dan akuntabel secara efektif dan efisien. Dalam pelaksanaan SIPKD di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang akan ditentukan oleh banyak faktor, dan masing-masing faktor tersebut terdiri dari empat faktor, yaitu:

1). Komunikasi adalah proses penyampaian pesan, informasi, dan gagasan oleh Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang untuk dapat merealisasikan dan melaksanakan program kerja yang telah direncanakan dalam pelaksanaan SIPKD pada tiap SKPD di


(36)

Kabupaten Pandeglang. Faktor komunikasi yang mendukung dalam pelaksanaan SIPKD diantaranya meliputi:

a) Transformasi atau penyampaian informasi adalah penyaluran oleh aparatur Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang dalam hal implementasi SIPKD yang dapat menghasilkan suatu pelaksanaan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Sehingga, didalam penyampaian informasi tersebut dapat dilakukan dengan yang telah direncanakan sebelumnya.

b). Kejelasan adalah proses bagaimana dalam pembagian tugas kepada setiap aparatur di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang dalam pelaksanaan SIPKD, serta harus dapat dimengerti dan dipahami oleh tiap SKPD.

c). Konsistensi adalah aturan yang dibuat dan direncanakan aparatur di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang dalam pelaksanaan SIPKD sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, jangan sampai kebijakan yang dibuat menyimpang dari ketentuan dalam pelaksanaannya.

2). Sumberdaya adalah sumber penggerak aparatur pelaksana di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang dalam menentukan suatu keberhasilan pelaksanaan SIPKD untuk menunjang proses dalam pelaksanaan aplikasi penerapan SIPKD. Faktor sumberdaya yang mendukung dalam pelaksanaan SIPKD meliputi:


(37)

a). Sumberdaya manusia adalah sarana untuk memenuhi kebutuhan dalam pelaksanaan SIPKD di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang. Sebagai pelaksana SIPKD tersebut, dibutuhkan sumberdaya manusia yang berkualitas, terlatih dan mempunyai keahlian dalam bidangnya sehingga pelaksanaan SIPKD di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan.

b). Sumberdaya finansial adalah modal atau dana yang sangat diperlukan untuk keberhasilan dalam implementasi kebijakan SIPKD di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang. Program yang diimplementasikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang memerlukan modal yang banyak. Oleh karena itu kesiapan modal sangat diperlukan, seperti untuk pembelian alat-alat komputer, pengadaan sarana-prasarana, dan pengadaan jaringan komunikasi lainnya.

c). Staf adalah aparatur di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang dalam pelaksanaan SIPKD untuk memusatkan kerja secara terperinci dan terarah pada pembagian jabatan dan wewenang, karena staf sebagai penunjang keberhasilan dalam pelaksanaan suatu kegiatan.

d). Informasi adalah data penting dalam melaksanakan SIPKD di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang,


(38)

karena berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan sehingga aparatur dalam pelaksana SIPKD harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan disaat mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan.

e). Kewenangan adalah tindakan yang dilakukan oleh Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang untuk mengetahui hasil dari pelaksanaan SIPKD yang dilakukan para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan sesuai dengan rencana berdasarkan intruksi yang telah ditetapkan.

f). Fasilitas adalah sarana dan prasarana yang harus dimiliki oleh aparatur dalam pelaksanaan SIPKD di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang, tanpa adanya fasilitas pendukung, maka pelaksanaan SIPKD tersebut tidak akan berjalan dengan sebagaimana mestinya.

3). Disposisi adalah salah satu faktor yang mempunyai konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif bagi aparatur dalam pelaksana SIPKD di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang. Sehingga, diperlukan untuk mengatur dan mencegah kemungkinan-kemungkinan adanya penyimpangan dalam pelaksanaan SIPKD di Kabupaten Pandeglang. Disposisi dalam pelaksanaan SIPKD ini meliputi:

a). Komitmen adalah suatu keputusan yang harus dicapai oleh Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang,


(39)

sikap ini yang harus dimiliki oleh aparatur dalam pelaksanaan SIPKD karena dengan berkomitmen aparatur dapat melaksanakan kebijakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

b). Kejujuran adalah sifat terbuka yang harus dimiliki oleh aparatur dalam pelaksanaan SIPKD di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang, karena kejujuran merupakan faktor penunjang dalam memberikan informasi terkait dengan masalah keuangan daerah.

c). Sifat demokratis adalah pelaksana kebijakan SIPKD di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang dalam mengambil keputusan untuk memberikan kebebasan berpendapat dan menerima saran/kritik, agar kebijakan yang dibuat sejalan dengan aspirasi masyarakat.

4). Struktur birokrasi adalah faktor yang mendasar untuk mengatur kerja setiap aparatur dalam pelaksanaan SIPKD di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi sesuai dengan tanggungjawab. Struktur birokrasi dalam SIPKD ini meliputi:

a). Standar Prosedur adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh aparatur Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang untuk menjalankan Implementasi SIPKD sesuai dengan Standar Operating Prosedur (SOP) dalam penyusunan kebijakan keuangan daerah mengenai sumber-sumber pendapatan daerah.


(40)

b). Fragmentasi adalah penyebaran tanggungjawab oleh aparatur dalam pelaksanaan SIPKD di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang terhadap aktivitas pegawai pada tiap-tiap unit kerja.

Berdasarkan definisi operasional di atas, maka dapat dilihat dari model kerangka pemikiran dibawah ini:

Gambar 1.2

Model Kerangka Pemikiran

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

Komunikasi: - Transformasi

- Kejelasan - Konsistensi

Struktur Birokrasi: - Standar Prosedur - Fragmentasi

Disposisi: - Komitmen - Kejujuran

- Sifat Demokratis Sumberdaya: - Sumber Daya

Manusia - Sumber Daya

Finansial/Modal - Staf

- Informasi - Kewenangan - Fasilitas Implementasi Kebijakan

Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah

Menciptakan Akuntabilitas Publik di Kabupaten Pandeglang


(41)

1.6 Metode Penelitian 1.6.1 Metode Penelitian

Penulisan penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif karena untuk menggambarkan atau menjelaskan tentang implementasi kebijakan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang, serta mendeskripsikan sejumlah konsep yang berkenaan dengan masalah implementasi kebijakan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang tersebut, yang kemudian diklasifikasikan sehingga dapat diambil satu kesimpulan. Kesimpulan tersebut dapat lebih mempermudah dalam melakukan penelitian dan pengamatan, dengan begitu dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif.

Metode penelitian deskriptif adalah:

Suatu metode dalam pencarian fakta status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang dengan interpretasi yang tepat (Sedarmayanti, 2002:33). Berdasarkan pengertian diatas, metode ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau kelompok orang tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antar dua gejala atau lebih dilakukan dengan cara pengumpulan data atau keterangan-keterangan yang berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti, kemudian peneliti mengembangankan konsep dan menghimpun fakta tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis.


(42)

Melihat penjelasan diatas, maka pendekatan yang digunakan peneliti adalah kualitatif, karena pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara. Menurut Sugiyono, metode penelitian kualitatif adalah:

Metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2010:1).

Berdasarkan penjelasan di atas, pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang sistematis kritis dan dapat mengungkap gejala yang ada pada kondisi obyek secara rinci serta dapat mengungkap permasalahan dengan pendekatan yang akurat bila dilakukan dengan langkah yang benar.

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah yang sesuai dengan keadaan atau kondisi data yang akan diambil di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang mengenai Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD), yaitu:

1. Wawancara

Melakukan tanya jawab dengan aparatur yang mengetahui dan memahami lebih jauh khususnya mengenai Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang.


(43)

2. Observasi Non Partisipan

Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara peneliti tidak terlibat langsung dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang, sehinggga peneliti hanya dapat mengamati dan mendapatkan data dan informasi tentang Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah yang diharapkan.

3. Studi Pustaka

Yaitu dengan mempelajari dan mengumpulkan data tertulis, yaitu buku-buku, peraturan dan sumber lain yang berhubungan dengan Implementasi kebijakan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang.

4. Dokumentasi

yaitu penelaahan melalui dokumen tertulis yang diperoleh dari Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang terkait dengan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah berupa cuplikan, kutipan, atau penggalan dari catatan organisasi. Dengan teknik studi dokumentasi diharapkan data yang diperoleh bisa sesuai dengan data lapangan.

1.6.3 Teknik Penentuan Informan

Teknik penentuan informan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik purposive, yaitu:

Teknik pengambilan sampel /informan dalam teknik ini yaitu siapa siapa yang akan diambil sebagai anggota sempel diserahkan pada pertimbangan,


(44)

pengumpulan data yang sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian. Jadi, pengumpulan data yang telah diberikan penjelasan oleh peneliti akan mengambil siapa saja yang menurut pertimbangannya sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian (Suhartono, 2002:63).

Adapun informan yang berkaitan dengan Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah (SIPKD) di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang adalah:

1. Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang sebagai orang yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah di Kabupaten Pandeglang. 2. Kepala Bidang Anggaran Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset

Kabupaten Pandeglang sebagai orang yang bertanggung jawab dalam perumusan kebijakan teknis dalam penyusunan, pengelolaan, dan pengendalian anggaran.

3. Kepala Seksi Kebijakan dan Pembinaan Anggaran Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang. Beliau merupakan orang yang saat ini mengetahui tentang kebijakan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah. Selain itu juga segala bentuk informasi yang berhubungan dengan SIPKD ataupun tentang anggaran daerah.

4. Kepala Sub Bagian Perencanaan Evaluasi dan Pelaporan Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang sebagai pengelola dalam penyusunan rencana kerja, evaluasi dan pelaporan keuangan, pendapatan dan aset daerah.

5. Kepala Seksi Akuntansi Bendahara Umum Daerah (BUD) sebagai pengambil kebijakan keputusan dari kegiatan penganggaran.


(45)

6. Kepala Seksi Rekonsiliasi dan Pembinaan Akuntansi SKPD sebagai pengecekan atas penggunaan anggaran bagi seluruh SKPD yang dituangkan kedalam berita acara setiap bulannya.

1.6.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang sesuai dengan penelitian ini adalah analisis deskriptif merupakan cara berfikir. Hal itu berkaitan dengan pengujian secara sistematik terhadap sesuatu untuk menentukan bagian, hubungan antara bagian, dan hubungannya dengan keseluruhan. Terdapat unsur utama dalam proses analisis data pada penelitian kualitatif dimana terbagi menjadi:

1. Reduksi Data

Reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti umtuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

2. Sajian Data

Sajain data adalah susunan informasi yang memungkinkan dapat ditariknya suatu kesimpulan. Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya, namun yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif, karena akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

3. Penarikan Kesimpulan

Pada penelitian kualitatif kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih belum pasti sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori. Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam


(46)

penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti berada di lapangan.

(Sugiyono, 2010:92-99).

Berdasarkan hal di atas, teknik analisis data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

1.7 Lokasi dan Jadwal Penelitian

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Dinas Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang yang berada di Jl. A. Satriawijaya No. 2 Telp/Fax. (0253) 201003 Pandeglang 42213. Adapun jadwal untuk melakukan penelitian ini melewati beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:

1. Penelitian Pendahuluan bulan Januari 2011. 2. Pengajuan Judul bulan Februari 2011.

3. Penyusunan Usulan Penelitian bulan Februari-Maret 2011. 4. Seminar Usulan Penelitian bulan April 2011.

5. Pengajuan Surat ke tempat Penelitian bulan April 2011. 6. Pelaksanaan Penelitian bulan Mei-Juli 2011.

7. Pengumpulan Data di lapangan di laksanakan pada bulan Mei-Juli 2011. 8. Pengolahan Data dan Analisis Data pada bulan Mei-Juli 2011.


(47)

10.Sidang Skripsi bulan Agustus 2011.

Adapun jadwal penelitian dimulai dari bulan Januari sampai Agustus 2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.1 Jadwal Penelitian

No. Kegiatan Tahun 2011

Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Ags 1. Penelitian Pendahuluan

2. Pengajuan Judul 3. Penyusunan Usulan

Penelitian 4. Seminar Usulan

Penelitian 5. Pengajuan Surat

Penelitian

6. Pelaksanaan Penelitian 7. Pengumpulan Data 8. Pengolahan Data

dan Analisis Data 9. Penulisan Skripsi 10. Sidang Skripsi


(48)

34 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Implementasi

Implementasi dari suatu program melibatkan upaya-upaya pembuat kebijakan untuk mempengaruhi perilaku birokrat pelaksana agar bersedia memberikan pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran. Implementasi adalah sesuatu yang dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat itu dapat berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan ke negaraan (Webster dalam Wahab, 2005:64).

Sejalan dengan yang di ungkapkan oleh Mazmanian dan Sabatier yang dikutip oleh Joko Widodo dalam bukunya yang berjudul Good Governance Telaah dari Dimensi: Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah, yaitu:

“Implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikan maupun untuk menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian” ( Mazmanian dan Sabatier dalam Widodo, 2001:192)

Definisi di atas, menekankan bahwa implementasi tidak hanya melibatkan badan-badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, tetapi juga menyangkut tentang kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang langsung dapat mempengaruhi


(49)

perilaku dari semua pihak yang terlibat, dan pada akhirnya berdampak baik sesuai dengan harapan maupun yang tidak sesuai dengan harapan.

Secara etimologis pengertian implementasi menurut Kamus Webster yang dikutip oleh Solichin Abdul Wahab adalah:

Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to implement. Dalam kamus besar webster, to implement (mengimplementasikan) berati to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); dan to give practical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu) (Webster dalam Wahab, 2005:64).

Jadi sesuatu yang dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat itu dapat berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan ke negaraan. Sedangkan pengertian implementasi menurut Van Meter dan Van Horn adalah:

Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan (Meter dan Horn dalam Wahab, 2005:65). Sejalan dengan kutipan di atas maka menurut Lester dan Stewart yang dikutip oleh Winarno, bahwa implementasi adalah:

Implementasi dipandang dalam pengertian luas merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor , organisasi, prosedur dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan (Lester dan Stewart dalam Winarno, 2002:101-102).

Jadi, implementasi itu merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam suatu keputusan kebijakan. Akan tetapi pemerintah dalam membuat kebijakan juga harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk


(50)

atau tidak bagi masyarakat. Hal tersebut bertujuan agar suatu kebijakan tidak bertentangan dengan masyarakat apalagi sampai merugikan masyarakat.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas mengenai implementasi, peneliti menginterpretasikan bahwa implementasi biasanya menunjukkan seluruh upaya untuk melakukan perubahan melalui sistem baru dalam pemerintahan untuk mencapai tujuan yang telah dharapkan dalam suatu kebijakan/program. Dengan membuat kebijakan tersebut pemerintah harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak terhadap suatu kebijakan/program yang akan dirasakan oleh masyarakatnya. Karena implementasi akan menghasilkan suatu akibat dan memberikan hasil yang bersifat praktis terhadap suatu keputusan kebijakan yang akan dicapai dalam tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.

2.2 Kebijakan

Kebijakan publik dijelaskan beberapa pengertian dasar yang terkait dengan konsep tersebut antara lain kebijakan dan publik. Secara efistimologi, istilah kebijakan berasal dari bahasa inggris “policy”. Akan tetapi, sebagian orang berpandangan bahwa istilah kebijakan senantiasa dirancukan dengan istilah kebijaksanaan. Padahal apabila dicermati berdasarkan tata bahasa, istilah kebijaksanaan berasal dari kata “wisdom”. Dalam konteks tersebut, peneliti berpandangan bahwa istilah kebijakan berbeda dengan istilah kebijaksanaan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pengertian kebijaksanaan memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang lebih lanjut, sedangkan kebijakan mencakup


(51)

peraturan-peraturan yang ada di dalamnya termasuk konteks politik. Politik berpengaruh dalam kebijakan karena pada hakikatnya proses pembuatan kebijakan itu sesungguhnya merupakan sebuah proses politik.

Kebijakan diciptakan untuk mengatur kehidupan masyarakat untuk mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Menurut Fredrickson dan Hart kebijakan adalah:

suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu sambil mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan/mewujudkan sasaran yang diinginkan (dalam Tangkilisan, 2003:12).

Kebijakan sebenarnya telah sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, istilah kebijakan seringkali disamakan dengan istilah kebijaksanaan. Jika diuraikan terdapat perbedaan antara kebijakan dengan kebijaksanaan. Adapun pengertian kebijaksanaan lebih ditekankan kepada pertimbangan dan kearifan seseorang yang berkaitan dengan dengan aturan-aturan yang ada. Sedangkan kebijakan mencakup seluruh bagian aturan-aturan yang ada termasuk konteks politik, karena pada dasarnya proses pembuatan kebijakan sesungguhnya merupakan suatu proses politik. Menurut M. Irfan Islamy berpendapat bahwa:

kebijaksanaan memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang lebih jauh lagi (lebih menekankan kepada kearifan seseorang), sedangkan kebijakan mencakup aturan-aturan yang ada di dalamnya sehingga policy lebih tepat diartikan sebagai kebijakan, sedangkan kebijaksanaan merupakan pengertian dari kata wisdom (Islamy, 1997:5).

Berdasarkan pendapat tersebut, kebijakan pada dasarnya suatu tindakan yang mengarah kepada tujuan tertentu dan bukan hanya sekedar keputusan untuk melakukan sesuatu. Kebijakan diarahkan pada apa yang senyatanya dilakukan


(52)

oleh pemerintah dan bukan sekedar apa yang ingin dilakukan oleh pemerintah. Menurut Brian W. Hogwood and Lewis A. Gunn secara umum kebijakan dikelompokan menjadi tiga, yaitu:

1. Proses pembuatan kebijakan merupakan kegiatan perumusan hingga dibuatnya suatu kebijakan.

2. Proses implementasi merupakan pelaksanaan kebijakan yang sudah dirumuskan.

3. Proses evaluasi kebijakan merupakan proses mengkaji kembali implementasi yang sudah dilaksanakan atau dengan kata lain mencari jawaban apa yang terjadi akibat implementasi kebijakan tertentu dan membahas antara cara yang digunakan dengan hasil yang dicapai (dalam Tangkilisan, 2003:5).

Berdasarkan uraian di atas, dijelaskan bahwa kebijakan publik merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah bertujuan untuk mengatur masyarakat yang berupa nilai-nilai dan tindakan-tindakan. Kebijakan publik juga harus melihat keadaan masyarakat secara nyata agar kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat luas. Selain itu juga pemerintah dalam membuat dan merealisasikan kebijakan harus mengikutsertakan masyarakat, masyarakat jangan dianggap sebagai subyek pelengkap saja melainkan peran masyarakat sangat penting karena kebijakan yanng baik adalah kebijakan yang dapat diterima oleh masyarakat.

Suatu negara memerlukan adanya kebijakan begitu pun dengan pemerintah, oleh karena itu kebijakan ditujukan untuk mengarahkan tindakan-tindakan agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Hal ini sejalan dengan pendapat Carl Friedrich yang dikutip oleh Wahab bahwa:

“Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya


(53)

mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan” (Friedrich dalam Wahab, 2005:3).

Kebijakan mengandung suatu unsur tindakan untuk mencapai tujuan. Umumnya tujuan tersebut ingin dicapai oleh seseorang, kelompok ataupun pemerintah. Kebijakan tentu mempunyai hambatan-hambatan tetapi harus mencari peluang-peluang untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Kebijakan publik tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan praktik-praktik sosial yang ada dalam masyarakat. Apabila kebijakan publik berisi nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, maka kebijakan publik tersebut akan mendapat kendala ketika diimplementasikan.

Pembuatan kebijakan pemerintah sering sekali mendapatkan pengaruh atau tuntutan dari para aktor, mereka banyak yang mendesak kepada pemerintah agar pemikirannya atau sarannya dapat dipertimbangkan. Pengaruh desakan tuntutan tersebut datang berbeda-beda dari masing-masing para aktor, mereka mendesakan tuntutan yang berbeda dengan tujuan yang berbeda dan pada waktu yang berbeda. Dalam hal ini kebijakan merupakan fungsi dari nilai dan perilaku para aktor, fungsi dan nilai tersebut ini berdasarkan desakan para aktor mengenai kepentingannya masing-masing. Wibawa berpendapat bahwa nilai-nilai yang mempengaruhi perilaku atau sikap seseorang aktor kebijakan adalah:

1. Nilai-nilai politik 2. Nilai-nilai organisasi 3. Nilai-nilai pribadi 4. Nilai-nilai kebijakan 5. Nilai-nilai ideologis (Wibawa, 1994:21).


(54)

Pertama, nilai-nilai politik merupakan nilai yang berdasarkan atas kepentingan politik dari seorang aktor politik, seperti: kepentingan kelompok, golongan atau partai politik tempat seorang aktor yang memimpin partai politik tersebut. Kedua, nilai-nilai organisasi merupakan nilai yang dilakukan oleh seorang aktor dalam mempertahankan organisasinya dan memperluas organisasinya demi memperoleh anggota atau masa yang lebih banyak, serta memperluas aktivitas ruang lingkupnya.

Ketiga, nilai-nilai pribadi merupakan nilai yang dimiliki oleh seseorang yang berasal dari sejarah kehidupan pribadinya, sehingga nilai tersebut ikut terbentuk dalam perilakunya. Keempat, nilai-nilai kebijakan merupakan nilai yang dimiliki oleh seorang aktor yang berupa tindakan-tindakannya, seperti moralitas, rasa keadilan, kemerdekaan, kebebasan dan kebersamaannya. Kelima, nilai-nilai ideologis merupakan nilai dasar yang dimiliki oleh seorang aktor, ideologis ini seperti halnya prinsip seorang aktor dalam melakukan tindakannya. Misalnya, seorang aktor yang memiliki ideologis pancasila akan memandang perbedaan isu konflik kepentingan akan berbeda dengan seorang aktor yang memiliki ideologis religius.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas mengenai kebijakan, maka peneliti dapat menginterpretasikan bahwa kebijakan berisi suatu program untuk mencapai suatu tujuan dengan nilai-nilai yang dilakukan melalui tindakan-tindakan yang terarah. Kebijakan mengisyaratkan bahwa adanya pilihan-pilihan kolektif yang saling bergantung satu sama lain, termasuk di dalamnya berupa keputusan-keputusan untuk melakukan tindakan.


(1)

188

3. Disposisi dalam implementasi kebijakan SIPKD di Dinas Pengelolaan

Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang harus dibentuk

pengorganisasian program kerja, sehingga dapat mensukseskan pelaksanaan

SIPKD, karena dalam pelaksanaannya banyak sekali tugas yang harus dibuat

secara terperinci agar tidak terjadi adanya kesalahan dalam menjalankan

tugasnya.

4. Struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan SIPKD di Dinas Pengelolaan

Keuangan Pendapatan dan Aset Kabupaten Pandeglang dalam penyusunan

pengorganisasian harus dilakukan dengan perencanaan yang baik, sehingga

dalam menjalankan setiap tugas yang ada penetapan aparatur harus yang


(2)

189

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Agustino, Leo. (2006). Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.

Anwar, M. Khoirul. (2004). Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Bagi Pemerintahan Di Era Otonomi Daerah, SIMDA. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Edwards, George C. (1980). Implementing Public Policy. United State of America: Congressional Quarterly Inc.

Indiahono, Dwiyanto. (2009). Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analisys. Yogyakarta: Gava Media.

Irawan, Suhartono. (2002). Metode Penelitian Sosial. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Islamy, M. Irfan. (1995). Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Jakarta: Sinar Grafika.

Kadir, Abdul. (2002). Pengenalan Sistem Informasi. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Kaho, Josef Riwu. (2005). Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik

Indonesia: Identifikasi Faktor-Faktor yang mempengaruhi Penyelenggaraan Otonomi Daerah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Kusumanegara, Solahuddin. (2010). Model dan Aktor dalam Proses Kebijakan

Publik. Yogyakarta: Gava Media.

Mangkunegara, Anwar Prabu. (2006). Evaluasi Kinerja SDM. Bandung: Refika Aditama.

Sedarmayanti. (2002). Metodologi Penelitian. Bandung: Mandar Maju. Siagian P. Sondang. (2005). Manajemen Stratejik. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Subarsono, AG. (2005). Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiyono. (2010). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Sutabri, Tata. (2005). Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta: Andi Offset Sutanta, Edhy. (2003). Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta: PT. Graha


(3)

190

Tangkilisan, Hessel Nogi S. (2003). Kebijakan Publik yang Membumi. Yogyakarta: Lukman Offset & Yayasan Pembaruan Aministrasi Publik Indonesia (YPAPI).

Wahab, Solichin Abdul. (2004). Analisis Kebijakan: Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Wahyono, Teguh. (2004). Sistem Informasi: Konsep Dasar, Analisis Desain dan Implementasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Wibawa, Samodra. (1994). Kebijakan Publik Proses dan Analisis. Jakarta: Intermedia.

Widjaja, A.W. (2002). Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Widodo, Joko. (2007). Analisis Kebijakan Publik:Konsep dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia Publishing.

Winarno, Budi. (2005). Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo (Anggota IKAPI).

Yani, Ahmad. (2002). Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

B. Dokumen-Dokumen

1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah. 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara. 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional.

4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.

7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Mewajibkan Bupati Untuk Menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Berupa Laporan Keuangan.

8. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.


(4)

191

9. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 Tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah.

10.Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

11.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

12.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyusunan APBD 2007, serta Regulasi lainnya yang terkait dengan Pengelolaan Keuangan Daerah.

13.Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

14.Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Pembentukkan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Pandeglang.

15.Peraturan Bupati Nomor 26 Tahun 2009 Tentang Kebijakan Akutansi Pemerintah Kabupaten Pandeglang.

16.Peraturan Bupati Pandeglang Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Pandeglang.

17.Peraturan Bupati Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Pandeglang.


(5)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

1. IDENTITAS DIRI

Nama : Adam Bachtiar Irhandy

Tempat dan Tanggal Lahir : Pandeglang, 15 Januari 1986 Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat : Jl. Kubang Selatan No.04

RT.01/RW.14 Bandung 40132

Nama Ayah : Dadang Irhandy

Pekerjaan Ayah : PNS

Nama Ibu : Lilis Sosialistini, SE

Pekerjaan Ibu : PNS

Alamat Orang Tua : Bangun Masjid No.72 RT.01/RW.01 Kec. Cadasari Kab. Pandeglang 42251

E-mail : [email protected]

2. PENDIDIKAN FORMAL

TK Mekar Pertiwi : 1990 - 1992

SD Negeri 4 Cadasari : 1992 - 1998 SMP Negeri 1 Pandeglang : 1998 - 2001 SMA Negeri 2 Pandeglang : 2001 - 2004

Sedang melanjutkan Studi (S1) Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Komputer Indonesia

3. PENDIDIKAN NON FORMAL

1. Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) dengan Tema “Melalui LDK di

Kampus Kita Tingkatkan Mutu Kepemimpinan yang Sukses untuk Kebersamaan di Kalangan Mahasiswa pada Program Studi Ilmu Pemerintahan” di Auditorium UNIKOM, 11 desember 2007.


(6)

2. Semi Loka Half Day Public Speaking Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan FISIP UNIKOM dengan Tema “Linguistic Intellectual Front Of Public” Auditorium Miracle UNIKOM, 8 Mei 2008.

3. Mentoring Agama Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan 2008 dengan Tema “Pemerintahan Islam” Auditorium UNIKOM, 9 September 2008. 4. Table Manner Course Hotel Golden Flower Bandung, 2009.

5. Ceramah Umum dengan tema “Peningkatan Pelayanan Publik melalui Pemanfaatan Aplikasi ICT” Auditorium UNIKOM, 2 Desember 2010. 6. Toefl di UNIKOM yang dilaksanakan pada 19 Mei 2011.

Bandung, Agustus 2011

Adam Bachtiar Irhandy NIM. 4.17.07.016