Makna Iklan Pertama Boneka Barbie (Analisis Wacana Kritis Sara Mills Terhadap Representasi Wanita Cantik dalam Iklan Pertama Boneka Barbie)

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana ( S1) Pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas

Oleh .

MILLA HANIFAH NIM. 41808181

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA B A N D U N G


(2)

(3)

(4)

x

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR BAGAN ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 12

1.2.1 Pertanyaan Makro ... 13

1.2.2 Pertanyaan Mikro ... 13

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 13

1.3.1 Maksud Penelitian ... 14


(5)

xi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1TinjauanPustaka ... 16

2.1.1 Studi Pendahuluan / Penelitian Terdahulu... 16

2.1.2 Tinjauan Tentang Ilmu Komunikasi ... 21

2.1.2.1 Pengertian Komunikasi ... 21

2.1.2.2 Tujuan Komunikasi ... 23

2.1.2.3 Fungsi Komunikasi ... 25

2.1.2.4 Komponen Komunikasi ... 26

2.1.2.5 Proses Komunikasi ... 27

2.1.2.6 Lingkup Komunikasi ... 29

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Massa ... 31

2.1.3.1 Pengertian Komunikasi Massa ... 31

2.1.3.2 Fungsi Komunikasi Massa ... 33

2.1.3.3 Ciri Komunikasi Massa ... 36

2.1.4 Pengertian Iklan Televisi ... 37

2.1.5 Pengertian Cantik ... 42

2.1.6 Pengertian Analisis Wacana Kritis ... 43

2.1.7 Karakteristik Analisis Wacana Kritis ... 45

2.1.8 Pengertian Analisis Wacana Kritis Sara Mills ... 48


(6)

xii

3.1.2 Tujuan dan Prinsip Mattel Inc ... 65

3.1.3 Biro Iklan Ogilvy & Mather ... 65

3.1.4 Sejarah Boneka Barbie ... 67

3.1.5 Iklan Boneka Barbie ... 74

3.1.6 Iklan Pertama Boneka Barbie ... 77

3.2 Metode Penelitian ... 81

3.2.1 Desain Penelitian ... 81

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data ... 85

3.2.2.1 Data Primer ... 85

3.2.2.2 Data Sekunder ... 85

3.2.3 Teknik Analisis Data ... 86

3.2.3.1 Analisis Posisi Subjek-Objek ... 86

3.2.3.2 Analisis Posisi Penulis-Pembaca... 87

3.2.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 88

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Informan Penelitian ... 91

4.2 Hasil Penelitian ... 96

4.3 Pembahasan ... 134


(7)

xiii

5.2 Saran ... 158

DAFTAR PUSTAKA ... .. 159

LAMPIRAN ... .. 163


(8)

xiv

Tabel 2.1 : Penelitian Terdahulu ...18

Tabel 3.1 : Kronologi Sejarah Mattel Inc...63

Tabel 3.2 : Klasifikasi Iklan Barbie dari tahun 1959-2012...75

Tabel 3.3 : Tabel Data Informan ………... 86


(9)

xv

Gambar 2.2 Iklan Sebagai Proses Komunikasi ... 39

Gambar 3.1 Boneka Barbie Pertama ... 70

Gambar 3.2 Heart Family Midge ... 71

Gambar 3.3 Oreo Barbie ... 72

Gambar 3.4 All Barbie... 73

Gambar 4.1 Informan I : Dr. Abdul Khaliq ... 91

Gambar 4.2 Informan II : Elisabeth Nophie Dewi,Phd ... 93


(10)

xvi


(11)

xvii

Lampiran 1 : Surat Persetujuan Pembimbing... 164

Lampiran 2 : Surat Rekomendasi Sidang Sarjana ... 165

Lampiran 3 : Berita Acara Bimbingan ... 166

Lampiran 4 : Lembar Revisi Skripsi ... 167

Lampiran 5 : Surat Pengantar Wawancara ... 168

Lampiran 6 : Lembar Identitas Informan ... 169

Lampiran 7 : Lembar Identitas Informan ... 170

Lampiran 8 : Lembar Identitas Informan ... 171

Lampiran 9 : Transkip Wawancara dengan Abdul Khaliq... 172

Lampiran 10 : Transkip Wawancara dengan Elisabeth Nophie Dewi ... 177

Lampiran 11 : Transkip Wawancara dengan Nadia Tri Khairunissa ... 181

Lampiran 12 : Dokumentasi Wawancara dengan Abdul Khaliq ... 184

Lampiran 13 : Dokumentasi Wawancara dengan Elisabeth Nophie Dewi ... 185

Lampiran 14 : Dokumentasi Wawancara dengan Nadia Tri Khairunissa ... 186


(12)

vi Bissmillahirrahmannirrahim,

Puji dan syukur peneliti panjatkan ke khadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini sebagaimana mestinya. Tak lupa shalawat dan salam kepada junjungan nabi besar kita Rasulullah, Nabi Muhammad SAW serta para sahabat dan seluruh pengikutnya semoga rahmat dan hidayah selalu dilimpahkan padanya. Dalam melakukan penelitian skripsi ini tidak sedikit peneliti menghadapi kesulitan serta hambatan baik teknis maupun non teknis. Namun atas izin Allah SWT, juga berkat usaha, doa, semangat, bantuan, bimbingan serta dukungan yang peneliti terima baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak, akhirnya peneliti dapat menyelesaikannya.

Peneliti mengucapkan terima kasih dengan rasa hormat kepada kedua orang tua tercinta (Mama dan papa) yang selalu memberikan rasa kasih sayang, semangat dan juga memberikan do’a serta dukungan moril maupun materi.

Terwujudnya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini perkenankanlah peneliti mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak terutama :


(13)

vii menandatangani lembar pengesahan.

2. Yth. Bapak Manap Solihat, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi dan Public Relations FISIP UNIKOM sekaligus sebagai dosen yang telah banyak memberikan pengetahuan dan berbagi ilmu serta wawasan selama peneliti melakukan perkuliahan serta memberikan pengesahan pada skripsi untuk disidangkan.

3. Yth. Bapak Sangra Juliano P, S.Ikom selaku Dosen wali IK-2 2008 yang senantiasa memberikan arahan, bimbingan, dan motivasi kepada peneliti selama masa perkuliahan.

4. Yth. Ibu Melly Maulin P, S.Sos., M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi sekaligus Dosen Pembimbing peneliti yang senantiasa menginspirasi dan memberikan banyak motivasi serta bimbingan kepada peneliti baik ketika masa perkuliahan maupun dalam penyusunan penelitian skripsi. Terimakasih ibu atas kesabaran dan kebaikannya.

5. Bapak dan Ibu Dosen Prodi Ilmu Komunikasi, Bapak Arie Prasetyo S.Sos. M.Si, Ibu Desayu Eka Surya S.Sos. M.Si, Ibu Rismawaty S.Sos., M.Si, Bapak Adiyana Slamet S.IP., M.Si, Bapak Olih Solihin S.Sos., M.Kom, Ibu Tine A Wulandari S.Ikom, Bapak Yadi Supriadi S.Sos, M.Phil, Bapak Inggar Prayoga S.Ikom, dan lainnya yang tidak


(14)

viii

Komputer Indonesia. Ibu Ratna Widiastuti, A.Md Terima kasih atas kemudahan selama proses administrasi.

7. Sekretariat Program Studi Ilmu Komunikasi. Ibu Astri Ikawati AMd.Kom. Terima kasih atas kemudahan selama proses administrasi. 8. Khonita Haq, Ilavy Sohavy, Ali Akbar Mutha’alihi ketiga saudaraku

yang selalu berbagi semangat dan senyuman. Thanks for all support 9. Aji, Hendriyani, Uvit Afirnayanti, Vera Anjani, Marcellina, Reza

Refhani, Vida Regina, Tiza Ayu, Ria Dwi, Diah handini, Adek, Diana Puspita, Nui, Mona, Princess, Andi, Irfan, Amaris, Ardanie, Anindya, Sanni, Sumpeno, Fujie, Teguh, Adhin, Anggita, yang selalu menemani dalam suka duka dan memberikan nasihat-nasihatnya atas semua masalah yang dialami peneliti selama ini. Skripsi ini selesai berkat support dan bantuan kalian semua. Thank you guys!!

10. Keluarga besar Mama dan Papa yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungannya selama ini. Khususnya nenek tercinta Mak yayah dan embuk tersayang serta Mam Aa dan Pap Aa, terimakasih selalu sayang dan menjadi second parents yang membuat peneliti ceria.

11. Almarhum Kakek, you have always been such a wonderful protective and supportive person to me


(15)

ix

yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membantu peneliti menyelesaikan skripsi, dan bersedia menjadi narasumber dalam pembahasan penelitian ini.

14. Dan semua pihak, yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih atas do’a dan dukungannya.

Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian ini masih diperlukan penyempurnaan dari berbagai sudut, baik dari segi isi maupun pemakaian kalimat dan kata-kata yang tepat, oleh karena itu, peneliti mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan penelitian ini, dan penelitian selanjutnya di masa yang akan datang.

Akhirnya peneliti mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu peneliti dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Semoga dibalas setimpal dari Allah SWT, dan dapat memberikan manfaat yang berarti. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna di masa yang akan datang. Amin.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb

Bandung, Juli 2013 Peneliti


(16)

Sumber Buku

Barthes, Roland.1990. The Fashion System, terj. Matthew Ward dan Richard Howard. Berkeley CA: University of California Press

Bovee, Courdand L., 1995. Adversiting Excellence, New York: McGraw-Hill, Inc Bungin, Burhan.2011. Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media

Massa, Iklan, Televisi dan Keputusan Konsumen serta Kritik Terhadap Peter L. Berger & Thomas Luckman. Jakarta: Kencana

Chaney, Davis.1996. Lifestyles Sebuah Pengantar Komprehensif. Bandung: Jalasutra

Darin E. Hartley, Selling E-Learning American Society for Training and Development.2001

Effendy, Onong Uchjana. 1984. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Rodsakarya

Eriyanto. 2001. Analisis Wacana, Pengantar Analisis Isi Media. Yogyakarta: LKIS

Frank F. Jefkins. Introducing to Marketing, Advertising and Public Relations.Macmillan Press Ltd. London. 1982.

Friedan, Betty.1963. The Feminine Mystique. New York: W.W. Norton

Goffman, Erving.1959. The Presentation of Self in Everyday Life. Garden City, NY. Anchor Books

Hardiman, Ima. 2006. 400 istilah Pr,Media dan Periklanan. Jakarta: gagas Ulung Hartley, John. 2010. Communication, Cultural & Media Studies : Konsep Kunci.

Yogyakarta: Jalasutra

Hikam, Muhammad A.S. 1996. “Bahasa dan Politik: Pengahampiran „Discursive

Practice‟.” dalam Yudi Latif & Idi Subandy Ibrahim (ed) Bahasa dan Kekuasaan: Politik Wacana di Panggung Orde Baru. Bandung: Mizan.


(17)

Indonesia. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafindo.

Kasiyan.2008.Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan dalam Iklan. Yogyakarta:Ombak

Keller, Kevin Lane. 2003. Strategic Brand Management: building, measuring and managing brand equity New Jersey: Prentice Hall

Kingwell, Mark.1996. Dream of Millenium: Report from a Culture on the Brink. Boston, MA:Faber and Faber

Kline, Stephen.1993. Out of the Garden: Toys, TV, and Children‟s Culture in the Age of Marketing. London: Verso

Lehtonen, Sanna .2007. “Feminist Critical Discourse Analysis and Children’s Fantasy Fiction”. Findland

Lindsay, Beverly. 2004. comparative perspectives on third world women: the impact of race,sex,and class. New York

McDowell, Colin.1992.Dressed to Kill: Sex, Power & Clothes. London: Hutchinson

McLuhan, Marshall.1999. Understanding Media: The Extension of Man.London: MIT Press

Meleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: Rosdakarya Moore, Roger.2009. Barbie Culture Ikon Budaya Konsumerisme. Yogyakarta.

Relief

Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy., dan Solatun. 2008. Metode Penelitian Komunikasi: Contoh-Contoh Penelitian Kualitatif dengan Pendekatan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Pelsmacker, Patrick de. Geuens, Maggie. Bergh, Joeri Van Den. 2004. Marketing Communications a European Perspective. London: Prentice Hall

Rakhmat, Jalaludin. 1999. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya


(18)

Universitas Terbuka.

Sudjiman, Panuti dan Zoest, Aart V.1992. Serba-Serbi Semiotika, Jakarta: Gramedia

Suhandang.2005. Periklanan: Manajemen, kiat dan strategi. Bandung:Nuansa White, Roderick. 2000. Advertising. Singapore: MC Graw-Hill Book Company

Internasional.

William, Raymond. 1993. “Advertising : The Magic Sistem”, dalam Simon During, The Cultural Studies, London: Routerledge

Artikel dan Karya Ilmiah

Muhammad Vidi Perdana.2009.Skripsi:Sosok Militan Perempuan Dalam Cerpen “Namanya Mei Lan” Studi Penelitian Kualitatif menggunakan Pendekatan Analisis Wacana Kritis Sara Mills Dalam Cerpen karya Hermawan Aksan. Bandung.Universitas Islam Bandung

Waritsa Asri.2012.Skripsi: Makna Cantik Pada Teks Iklan Dengan Analisis Wacana Kritis Sara Mills Mengenai Wanita Dalam Media Massa Pada Iklan Citra Purly White UV”.Bandung.Universitas Komputer Indonesia

Sumber Internet

http://www.youtube.com/watch?v=h8-avPUxynoube.htm//diakses pada hari kamis 27 September 2012 pukul 20.00 WIB

http://www.referenceforbusiness.com/history2/17/Mattel-Inc.html //diakses pada hari minggu 30 September 2012 pukul 23.45


(19)

pukul 01.00

http://tidakmenarik.wordpress.com/2012/02/04/fakta-mengejutkan-tentang-misteri-dan-mitos-boneka-barbie///diakses pada hari rabu 03 Oktober 2012 pukul 01.00

http://sikhspectrum.com/2003/04/the-wonder-of-barbie-popular-culture-and-the-making-of-female-identity/// diakses pada hari senin 8 April 2013 pukul 23:50

http://people.southwestern.edu/~bednarb/su_netWorks/projects/henderson/icon.ht ml///diakses hari jum‟at 12 April 2013 pukul 11.20

http://www.nytimes.com/1987/12/23/garden/barbie-doll-icon-or-sexist-symbol.html/// diakses pada hari jum‟at 12 April 2013 pukul 11.20


(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pada tanggal 9 Maret 2013, Boneka Barbie genap berulang tahun yang ke 54 tahun. Siapa yang tidak pernah mendengar nama satu ini?. Boneka yang pertama kali di produksi di Jepang pada 1959 ini berupa sosok wanita muda langsing berambut panjang dan bermata indah. Ternyata, tidak hanya itu, Barbie yang “hanya boneka” penuh aksesori ternyata memiliki kekuatan yang tidak pernah terbayangkan, Bahkan mungkin oleh Mattel Inc, perusahaan yang memproduksinya. Seperempat penduduk dunia mengoleksi Barbie, bahkan Barbie muncul sebagai simbol objektivikasi seksual dan estetis perempuan. Barbie mungkin tidak berarti apa-apa selain sebagai boneka bagi sebagian orang. Akan tetapi Barbie memiliki banyak arti bagi sebagian yang lain, terutama bagi para pecintanya. Arti Barbie mungkin dapat diungkapkan dalam dua kata, yaitu kenangan dan teman-teman. Kenapa? Karena Barbie ada jika gadis-gadis berkumpul dan mulai bermain dengan boneka-boneka tersebut sambil mendandani, menyisir rambut atau menciptakan panggung imajiner bersamanya.

Kecantikan, kemolekan dan nama Barbie sudah di kenal luas oleh sebagian besar masyarakat dunia. Maka tidaklah mengherankan jika Roger Moore dalam

bukunya “Barbie Culture (ikon budaya konsumerisme) menyatakan bahwa Barbie

sebagai ikon budaya. Ikon budaya itu sendiri memiliki makna bahwa sebuah produk budaya, sebuah objek budaya yang menyiratkan serangkaian nilai,


(21)

keyakinan dan norma-norma dalam masyarakat, serta memiliki cengkeraman yang kuat atas sejumlah besar anggota masyarakat.

Barbie yang kelihatannya hanya sebuah boneka, ternyata memiliki pengaruh besar terhadap persepsi kecantikan ideal abad ini. Misalnya, kecantikan di identifikasikan dengan sosok Barbie sehingga orang yang cantik di mata umum adalah yang paling mirip dengan Barbie : berkulit putih, bermata biru, berambut pirang, dan bertubuh langsing. Makna kecantikan Barbie berkembang semakin luas sekaligus ambigu.

Barbie merepresentasikan feminitas yang menggoda dan membujuk karena daya tarik fisiknya. Sehingga muncullah pernyataan sempurna, gadis impian dan citra adalah istilah-istilah yang digunakan banyak gadis yang mengenal Barbie. Bagi kebanyakan gadis, boneka adalah sesuatu yang tidak bisa dihindarkan, terutama boneka-boneka fashion yang diproduksi Mattel,Inc. Dengan kata lain Barbie ada jika gadis-gadis berkumpul dan mulai bermain dengan boneka-boneka tersebut sambil mendandani, menyisir rambut atau menciptakan panggung imajiner bersamanya. Dalam kenyataannya Barbie menyampaikan pesan sangat kuat mengenai feminitas dibandingkan berbagai hal yang lain. Citra feminitas Barbie menjadikannya berdiri tegak menjulang sebagai ikon kecantikan wanita modern. Dia bisa menjadi dokter, penyanyi dan didandani seperti apa dan menjadi apa berdasarkan apa yang kita inginkan. Dia seperti mewakili perempuan dalam budaya popular. Tentang feminitas namun dalam sebuah kemasan sosial.

Rambut yang indah. Kaki yang jenjang. Payudara yang sempurna. Pinggang yang ramping laksana pasir. Selama beberapa tahun, gambaran ini


(22)

adalah apa yang orang-orang pikirkan mengenai wanita ideal. Hidup dalam dunia fantasi dengan tubuhnya yang sempurna dan penghasilan tanpa batas. Barbie juga hidup disana dengan pekerjaan bahkan liburan meskipun tanpa terlihat memiliki aktivitas kerja yang jelas, Barbie masuk dalam dunia karir yang ketat dan sangat dibutuhkan tanpa pernah diketahui harus menjalani tes, mengalami kegelisahan ataupun harus bekerja keras. Barbie hidup dalam dunia realitas khususnya dunia budaya anak muda dan secara umum budaya popular. Barbie mengisi ruang antara perempuan dan pekerjaan sehari-hari perempuan

Barbie selalu menjadi kambing hitam mudah bagi kaum feminis. Karna dengan kakinya yang jenjang, mata indah, dan rekening bank yang luas, Barbie hanya merepresentasikan sosok perempuan melalui penampilan fisik dan material.Tapi tidak semua orang, atau setiap feminis, setuju. Karna ada beberapa feminis yang benar-benar percaya dia adalah simbol emansipasi wanita karena dia bekerja dan tidak harus bergantung pada pria untuk kekayaan dan harta bendanya.

Berangkat dari fenomena ini boneka Barbie telah menjadi simbol feminitas yang bukan hanya sebagai mainan representasi perempuan. Tetapi boneka ini memungkinkan anak-anak perempuan untuk mengeksplorasi identitas diri mereka tanpa menetapkan aturan untuk identitas-formasi, sehingga mendorong mereka untuk "bermain" dengan indera diri mereka dengan cara hidup Barbie dengan bagaimana citra boneka Barbie di bangun dalam iklan dan filmnya.

Rogers berpendapat mengenai bentuk cantik dalam “Barbie Culture: Ikon Budaya Konsumerisme” yang diresensi dalam Blog Rumah Tulisan berjudul “Mengkaji Mitos Modern Bernama Barbie” yaitu :


(23)

Boneka yang menjadi piranti bermain gadis kecil menjadi sebuah mitos tentang kecantikan. Sejumlah predikat yang disematkan pada Barbie adalah sesuatu yang identik dengan perempuan. konstruksi tubuh Barbie sebagai seorang gadis muda yang sangat sempurna; rambut yang indah, kaki yang jenjang, payudara yang sempurna, pinggang yang langsing, adalah ikon kecantikan khas Amerika. Mata Barbie yang biru, rambutnya pirang adalah bukti nyata dominasi budaya kulit.

Dalam bukunya tersebut juga tertulis bahwa “Barbie yang berkulit putih, bermata biru, berambut pirang paling digemari oleh anak gadis”. Dia juga mengatakan iklan di televisi dan film Barbie menyuguhkan sebuah “kecantikan” dan “keanggunan” yang harus dimiliki oleh seorang perempuan. Iklan tersebut meracuni pikiran masyarakat, khususnya perempuan sehingga ia menginginkan tubuh seperti Boneka Barbie.

Tidak hanya itu saja, iklan-iklan Barbie tersebut juga merepresentasikan sebuah standard kecantikan yang melahirkan berbagai isu, bukan hanya isu feminis tetapi juga isu rasisme. Dimana jelas terlihat dominasi dari ras yang memonopoli media melalui ikon kecantikan Barbie. Diberbagai belahan dunia kita mengenal 3 kelompok ras yaitu Kaukasoid, Mongoloid, dan Negroid. Namun penggambaran cantik dari sosok Barbie sendiri, menunjukkan dengan jelas bahwa ada sebuah dominasi ras kaukasoid pada standard ukuran cantik yang di representasikan ke dalam sosok Barbie dengan berbagai unsur dan daya tariknya yang coba didukung dan dipublikasikan di berbagai media. Dan para wanita didunia, sudah semakin terbius oleh standard cantik yang mengarah kepada ras


(24)

kaukasoid seperti apa yang di tampilkan pada sosok mainan kesayangannya yaitu boneka Barbie.

Pada kenyataannya adalah tidak ada yang punya kuasa terhadap pendefinisian cantik. Karna Tidak ada pendefinisian yang abadi dan universal. Sangat tergantung pada nuansa sesaaat. Misalnya saja saat ini, manusia (pria ataupun perempuan) oleh suatu kekuasaan yang bergerak dibawah permukaan diarahkan untuk mengidolakan tokoh perempuan selebriti seperti Angelina Jolie, Taylor Swift, atau Kate Middleton yang dinilai lembut dan punya senyum teramat manis. Penokohan-penokohan selebriti asing ini pada akhirnya juga berpengaruh pada perwajahan media perempuan di berbagai belahan dunia tidak terkecuali Indonesia.

Sama halnya dengan boneka Barbie yang pada akhirnya membuat para wanita untuk terobsesi sedemikian rupa, karena banyak orang yang kemudian berdebat soal apakah ada tekanan berlebihan pada perempuan muda oleh media dan budaya pop untuk memenuhi standar kecantikan kosmetika tertentu. Dan benarkah perempuan muda mengubah bentuk tubuh dan penampilannya untuk terlihat seperti Barbie?

Pada kenyataannya banyak kasus yang bisa dijadian acuan, Sebut saja model asal Ukraina, Valeria Lukyanova yang sudah menggemparkan internet dan membuat banyak orang berdebat apakah kecantikan “Barbie hidup” ini adalah asli atau karena operasi plastik.

Selain Valeria Lukyanova yang dikenal dengan sebutan “Barbie hidup” ada juga Venus Angelic yang menjadi fenomena baru dengan video-video


(25)

Youtube-nya. Ada sekitar 78 video seputar rias wajah dan seni kuku di halaman Youtube milik Venus angelic. Ia berhasil mendapat ribuan hits hingga penggemar lebih dari tiga belas ribu orang di Facebook. Sensasi internet ini terbilang masih belia namun sangat kreatif. Di usianya yang masih 15 tahun, ia telah membuat banyak video tutorial tentang bagaimana cara mendapatkan tampilan hingga riasan wajah dan kuku khas seorang boneka Barbie yang menjadi favorit diseluruh belahan dunia khususnya para wanita.

Venus mengakui tampilan boneka Barbie ini cukup mudah dilakukan. Hanya dalam 15 menit, ia bisa menyelesaikan dandanannya dengan bantuan eyeshadow pink, bedak tabur, maskara, lip liner, lip gloss, rambut palsu berwarna kepirangan hingga lensa kontak berukuran besar yang mampu membuat mata bulat seperti boneka. Tren berdandan seperti ini sebenarnya sudah lama terjadi di Asia, kurang lebih di awal tahun 2010-an.1

Pernyataan Rogers tentang Barbie culture sebagai budaya dari ikon konsumerisme juga diperkuat dengan argument McRobie yang menjelaskan “Betapa mudahnya cantik dalam Barbie Culture hadir di sekitar wanita. Hingga, wanita akan merombak penampilannya sesuai cantik yang diterbitkan oleh media massa utamanya iklan dengan tradisi tersebut”.

Menawan hati; menghanyutkan, memesona; memikat, jelita; memperdaya, lembut, dramatis, cantik dan indah, fantastis, bergaya, dan menarik; glamour dan gemerlapan, anggun; elok; berseri-seri, agung, romantic; berkilauan, bercahaya,

1

Venus Angelic si boneka hidup/http://www.pesatnews.com/ dikutip pada hari jumat 08 Maret

2013/pukul 10:50wib.


(26)

manis. Kata-kata diatas mewarnai iklan-iklan Mattel Inc untuk Barbie. Kata-kata tersebut muncul di Business Week, Forbes, The Los Angeles Times, serta US News dan World Report ketika memberitakan tentang Barbie. Anak-anak muda dan orang dewasa juga memilih kata-kata yang sama ketika harus menggambarkan Barbie.2

Barbie merupakan mainan ketiga yang dipromosikan lewat televisi. Mainan pertama yang dipromosi dan di iklankan di media tersebut adalah Mr Potato Head. Karena pengenalan televisi baru mucul pada tahun 1950-an. Perusahaan Mattel Inc menemukan khalayak konsumen baru di kalangan anak dan remaja. Para pengiklan menargetkan target konsumen baru yaitu anak-anak, dengan menjual mainan dan menjadikan ibu dalam bisnis mainan menjadi sebuah proyek yang menguntungkan. Sekarang mainan menjadi sebuah bisnis sepanjang tahun. Anak-anak akhirnya memiliki budget sendiri untuk membeli mainan dan menjadikannya sebagai kebutuhan.

Barbie petama kali muncul di televisi pada acara Mickey Mouse Club, yang merupakan acara populer di kalangan anak-anak amerika pada masa itu. Iklan seperti ini dan teknik pemasaran lainnya membantu untuk menjual 351.000 Barbie di tahun pertamanya, dan membuat rekor penjualan baru. Ini adalah contoh dari seberapa besar pengaruh anak-anak dapat memiliki lebih dari dompet orang tua mereka. Sebuah target audiens baru di kalangan anak-anak telah lahir.3

2

Moore, Roger.2009. Barbie Culture Ikon Budaya Konsumerisme. Yogyakarta. Relief, hlm.23

3

Barbie The Early History/ http://www.barbie.com/ dikutip pada hari Sabtu 22 Desember 2012/pukul 23:00wib.


(27)

Marshall McLuhan selaku kritikus media terkemuka mempertegas bahwa:

“Iklan sebagai karya seni terbesar abad ke-20. Iklan sering dianggap sebagai penentu kecenderungan, tren, mode dan bahkan dianggap sebagai pembentuk kesadaran manusia modern (Chaney,2011:19).

Barbie adalah mainan pertama yang dijual secara internasional ke 150 negara. Mattel mengklaim sedikitnya 3 boneka Barbie terjual setiap detik. Mungkin tidak ada mainan yang begitu populer selama bertahun-tahun selain boneka Barbie. Ya, Barbie adalah boneka yang diproduksi oleh Mattel Inc, sebuah perusahaan mainan Amerika. Boneka hasil kreasi Ruth Handler pemilik Mattel Inc ini, pertama kali dirilis tahun 1959 dan menjadi boneka fenomenal yang penjualannya tidak pernah kurang dari 1 juta unit perbulan, sejak pemunculan pertamanya hingga hari ini. Barbie merupakan mainan pertama di dunia yang dibuat secara khusus dan dipublikasikan oleh media.

Mattel memperkirakan bahwa ada lebih dari 100.000 kolektor Barbie aktif. Popularitas Barbie telah begitu stabil selama lebih dari empat dekade dan kemungkinan akan berlanjut pada tahun-tahun yang akan datang. Banyak penelitian yang dilakukan untuk mencari tahu, benarkah perempuan melihat Barbie sebagai sosok cantik yang ideal. Bahkan banyak juga literature serta tulisan yang membahas soal boneka-boneka Barbie, namun cenderung opini dan berbasis pada esai serta artikel media popular. Dan bukan penelitian ilmiah serta analisis. Berangkat dari data bahwa masih kurangnya analisis serta penelitian


(28)

ilmiah tentang boneka Barbie maka peneliti memutuskan untuk mencoba mengkaji tentang boneka Barbie ini.

Iklan boneka Barbie yang beredar telah menunjukkan bahwa ada realitas sosial media yang memiliki daya tarik sehingga wanita rela menyiapkan budget khusus untuk membeli dan memiliki boneka Barbie kesayangannya. Bahkan tak jarang ada yang sampai mengubah bentuk dan tampilan fisiknya agar terlihat seperti boneka Barbie. Realitas sosial yang menggambarkan kekuatan media massa dalam mengkonstruksi realitas kecantikan boneka Barbie. Sehingga realitas yang tergambarkan, dicitrakan dan direpresentasikan dalam media massa dapat ditularkan menjadi realitas sosial di masyarakat. Realitas sosial sendiri kini cenderung di dominasi dominan oleh media itu sendiri, maka dari pada itu peneliti mengambil analisis wacana kritis dari Sara Mills yang mana menitikberatkan pada wacana feminisme: bagaimana boneka Barbie ditampilkan dalam iklan pertamanya. Kenapa peneliti memilih iklan boneka Barbie pertama pada tahun 1959 yang ditampilkan dalam acara Mickey Mouse Club, hal ini berdasarkan karna iklan pertama merupakan tolak ukur citra yang coba dikonstruksi pada sosok boneka plastik tersebut, disamping terdapat pendeskripsian yang jelas melalui jingle atau back song lagu yang mendefinisikan dan merepresentasikan siapa dan seperti apa boneka Barbie. Jingle ialah sebuah musik atau lagu yang dapat digunakan dalam kampanye periklanan yang dapat menjadi identitas atau asosiasi pada sebuah merek. Dengan memasukkan lagu atau musik sebagai sarana pengingat sebuah merek atau produk Barbie maka konsumen dapat dengan mudah mengerti, sedangkan musik didalam sebuah iklan adalah jembatan penghubung


(29)

yang membantu menanamkan sebuah iklan dalam memori jangka panjang. Jingle dapat digunakan untuk mempertinggi brand awareness ( kesadaran akan suatu merek), memfasilitasi asosiasi merek, atau menimbulkan perasaan dan penilaian yang positif atas merek. Bahkan, jingle merupakan brand element yang paling baik untuk mempertinggi brand awareness (Keller,2003:210).

Untuk mempertegas penggambaran lebih jelasnya, maka digunakan juga the power of visualitation (kekuatan visualisasi) dari tiap adegan dalam iklan pertama boneka Barbie. Dalam adegan di Iklan ini ditampilkan beberapa Barbie dengan menggunakan gaun indah dan swimsuit zebra berisikan sebuah lirik lagu berikut ini:

Barbie you're beautiful (Barbie kau cantik)

You make me feel

(Engkau membuatku merasa)

My Barbie doll is really real (Boneka Barbieku sungguh nyata)

Barbie's small and so petite, (Barbie kecil dan begitu mungil)


(30)

(Pakaian dan tokoh terlihat begitu rapi)

Her dancing outfits ring some bells

(Pakaian menarinya membunyikan beberapa lonceng)

At parties she will cast a spell

(dia akan menjadi mantra bagi semua golongan)

Purses, hats, and gloves galore

(kemewahan, dompet,topi, dan sarung tangan)

And all the gadgets gals adore

(Dan semua perlengkapan perempuannya dipuja)

Someday, I'm going to be

(Suatu hari nanti, aku akan menjadi)

Exactly like you (Persis seperti Anda)

Till then I know just what I'll do...

(Sampai kemudian aku tahu persis apa yang akan kulakukan )

Barbie, beautiful Barbie (Barbie, Barbie yang cantik)


(31)

I'll make believe that I am you.”

(Aku akan membuat percaya bahwa aku adalah anda)

Dilihat dari latar belakang sejarah boneka Barbie maka peneliti memutuskan memilih iklan boneka Barbie pertama pada tahun 1959 yang ditampilkan pada acara Mickey Mouse Club, meskipun iklan masih bernuansa hitam putih namun nampak jelas iklan menampilkan dan mendeskripsikan Barbie melalui jingle iklannya dengan begitu sempurna. Iklan tersebut berisikan bujuk rayu untuk ikut mengagumi dan menjadi seperti boneka Barbie. Iklan ini dibuat dan didiktekan kedalam bangunan kisaran yang bermuara pada bujukan untuk membeli dan bahkan menjadi seperti boneka Barbie. Karna citra perempuan yang cantik adalah yang tergambar dalam iklan tersebut. Iklan ini menyiratkan pesan-pesan tentang makna kecantikan dalam boneka Barbie. Inilah yang menjadi tujuan dari penelitian ini yaitu mengungkap tentang pesan-pesan yang disiratkan lewat pencitraan boneka Barbie dalam iklan pertamanya.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk itu, maka peneliti mengambil rumusan masalah pada dua bentuk pertanyaan yaitu pertanyaaan Makro dan pertanyaan Mikro. Pengertian dari pertanyaan makro adalah inti dari permasalahan yang peneliti ingin teliti, lalu pertanyaan mikro merupakan pertanyaan permasalahan skripsi yang berdasarkan teori kelak peneliti pakai sebagai landasan penelitian ini.


(32)

1.2.1 Pertanyaan Makro

Peneliti merumuskan pertanyaan makro yaitu “Bagaimana makna iklan pertama boneka Barbie dengan analisis wacana kritis Sara Mills?

1.2.2 Pertanyaan Mikro

Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti merumuskan pertanyaan mikro guna membatasi masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana posisi subjek-objek dari makna iklan pertama boneka Barbie?

2. Bagaimana posisi penulis-pembaca dari dari makna iklan pertama boneka Barbie?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari rumusan masalah yang peneliti bagi menjadi dua pertanyaan yaitu makro dan mikro, maka peneliti pun mendapati Maksud dan Tujuan dari penelitian ini yaitu:


(33)

1.3.1 Maksud Penelitian

Adapun maksud dari penelitian ini adalah untuk menganalisa makna iklan pertama boneka Barbie dengan analisis wacana kritis Sara Mills.

1.3.2 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui posisi subjek-objek dari makna iklan pertama boneka Barbie.

2. Untuk mengetahui posisi penulis-pembaca dari makna iklan pertama boneka Barbie.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Secara teoritis penelitian ini berguna untuk pengembangan Ilmu Komunikasi secara umum dan secara khusus tentang analisis wacana kritis terutama Sara Mills dalam mengupas makna pada sebuah iklan.

1.4.2 Kegunaan Praktis 1. Untuk Peneliti

Kegunaan penelitian ini untuk peneliti adalah memberikan pengetahuan lebih mendalam tentang bagaimana media turut andil dalam


(34)

pendefinisian cantik Barbie yang selama ini menjadi fenomena di dalam sosialitas peneliti. Penelitian ini memberikan wawasan baru bagi peneliti akan berbagai macam perilaku sosial yang terdapat di dalam masyarakat. Penelitian ini juga memberikan kesempatan yang baik bagi peneliti untuk mempraktekan analisis teori paradigma kritis dalam bentuk nyata dan membandingkan dengan keadaan yang sebenarnya di lapangan.

2. Untuk Akademisi

Penelitian ini berguna bagi mahasiswa Universitas Komputer Indonesia secara umum, program Ilmu Komunikasi secara khusus sebagai literatur atau untuk sumber tambahan dalam memperoleh informasi bagi peneliti yang akan melaksanakan penelitian pada kajian yang sama.

3.Untuk Masyarakat

Kegunaan penelitian ini bagi masyarakat umum adalah untuk memberikan kesadaran pada masyarakat tentang bagaimana iklan memiliki kuasa terhadap pendefinisian cantik.


(35)

16 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Studi Pendahuluan / Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian yang serupa dengan peneliti kaji yaitu “Sosok militan perempuan dalam cerpen “Namanya Mei Lan” studi penelitian kualitatif menggunakan pendekatan analisis wacana kritis Sara Mills dalam cerpen karya Hermawan Aksan” oleh Muhammad Vidi Perdana, mahasiswa Ilmu Komunikasi UNISBA pada tahun 2009. Penelitian ini berangkat dari cerpen karya Hermawan Aksan tentang sosok militan perempuan yang bernama Mei Lan. Dia adalah sosok perempuan yang mencoba melawan ketidakadilan yang menyeruak di tengah bangsanya. Dalam posisi subjek objeknya, penulis mengupas beberapa kalimat dan paragraf yang memposisikan Mei Lan sebagai perempuan militan, disertai konteks sosial yang mendukungnya. Lalu dalam kerangka posisi penulis dan pembaca, dibedah pula penyapaan yang dilakukan oleh pengarang cerpen terhadap pembacanya dalam melihat sepak terjang Mei Lan melewati rintangan ditiap episode hidupnya. Penelitian ini mengantar kita pada sebuah deksripsi tentang perlawanan kaum perempuan terhadap sebuah stigma lemah yang disandingnya. Penelitian ini juga membeberkan kemarahan perempuan terhadap persepsi yang dilakukan oleh Negara dalam sebuah karya sastra . Namun dalam beberapa hal , ditemukan muncul kelemahan bahwa setiap karya masih dibayangi oleh praktik bias gender dalam berbahasa.


(36)

Penelitian lainnya yaitu “Makna cantik pada teks iklan dengan analisis wacana kritis Sara Mills mengenai wanita dalam media massa pada iklan Citra

Purly White UV” oleh Waritsa Asri, mahasiswi Jurnalistik UNIKOM pada tahun

2012 yang mana penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan mendeskripsikan makna cantik pada teks iklan dengan analisis wacana kritis Sara Mills mengenai wanita dalam media massa pada iklan Citra purly white UV.

Dalam Posisi Subjek-Objek Citra yang merupakan subjek berusaha menampilkan putih sebagai sebuah norma universal, dan wanita sebagai objek yang coba di intervensi subjek untuk membentuk individu menjadi sosok lain yang sebenarnya tidaklah merefleksikan dirinya tapi lebih menerima pembuatan cantik itu menurut teks iklan. Lalu dalam kerangka posisi penulis dan pembaca, posisi pembaca yang ditampilkan dalam teks iklan Citra Purly White UV merupakan posisi yang tidak bisa menggugat dan hanya bisa mengikuti alur si pembuat ceritanya hingga akhir. Pembaca tidak banyak protes karena selaras dengan apa yang diinginkan subjek yang pada akhirnya memiliki “kerja sama” antara subjek dan pembaca. Sehingga persepsi ini melestarikan suatu budaya bias gender yang ada dalam masyarakat.


(37)

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No Judul Peneliti Tujuan dan Hasil

Penelitian

Perbedaan

1 Sosok militan perempuan dalam cerpen “Namanya Mei

Lan”studi penelitian kualitatif menggunakan

pendekatan analisis wacana kritis Sara Mills dalam cerpen karya Hermawan Aksan. Muhammad Vidi Perdana mahasiswa Ilmu Komunikasi UNISBA pada tahun 2009

Tujuan dari penlitian ini adalah:

1.Untuk mengetahui posisi subjek-objek dari Sosok militan pe-rempuan dalam cerpen “Namanya Mei Lan” dalam cerpen karya Hermawan Aksan. 2.Untuk mengetahui posisi penulis -pembaca dari Sosok militan pe-rempuan dalam cerpen “Namanya Mei Lan” dalam cerpen karya Hermawan Aksan. Dan hasil dari penelitian ini adalah:

Penelitian ini mengantar kita pada sebuah des-kripsi tentang per-lawanan kaum pe-rempuan terhadap se-buah stigma lemah yang

Peneliti menganalisis wacana dalam iklan

sedangkan penulis menganalisis teks dalam novel dimana format penulisannya pun jauh berbeda


(38)

disandingnya. Penelitian ini juga membeberkan kemarahan perempuan terhadap persepsi yang dilakukan oleh Negara dalam sebuah karya sastra .Namun dalam beberapa hal, ditemukan muncul kelemahan bah-wa setiap karya masih dibayangi oleh praktik bias gender dalam ber-bahasa.

2 Makna cantik pada teks iklan dengan analisis wacana kritis

Sara Mills mengenai wanita

dalam media massa pada iklan

Citra Purly White UV Waritsa Asri, mahasiswi Jurnalistik UNIKOM pada tahun 2012

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1.Untuk mengetahui posisi subjek-objek dari makna cantik pada teks “bikin kulitmu cantik tampak putih berkilau.

2.Untuk mengetahui posisi penulis-pembaca dari makna cantik pada

teks “bikin kulitmu

cantik tampak putih berkilau

Dan hasil dari penelitian

1.Perbedaan ter-letak pada pe-milihan media yang ditentukan. peneliti menggunakan media elektronik (video, audio, dan teks) dalam meng-analisis representasi perempuan,sedangk an penulis meng-gunakan media ce-tak dalam meng-analisis representasi perempuan.


(39)

ini adalah:

Dalam Posisi Subjek-Objek Citra yang merupakan subjek be-rusaha menampilkan putih sebagai sebuah norma universal, dan wanita sebagai objek yang coba di intervensi subjek untuk membentuk individu menjadi sosok lain yang sebenarnya tidaklah merefleksikan dirinya tapi lebih me-nerima pembuatan cantik itu menurut teks iklan. Lalu dalam kerangka posisi penulis dan pembaca, posisi pem-baca yang ditampilkan dalam teks iklan Citra Purly White UV merupa-kan posisi yang tidak bisa menggugat dan hanya bisa mengikuti alur si pembuat ceritanya hingga akhir. Pembaca tidak banyak protes karena selaras dengan apa yang diinginkan

2.Peneliti meng-analisis representasi wanita cantik dalam iklan pertama boneka Barbie sebagai objek analisisnya. Sedangkan penulis menganalisis teks iklan Citra Purly White UV


(40)

subjek yang pada akhirnya memiliki “kerja sama” antara subjek dan pembaca. Sehingga per-sepsi ini melestarikan suatu budaya bias gender yang ada dalam mas-yarakat.

Sumber: Peneliti, 2013

2.1.2 Tinjauan Tentang Ilmu Komunikasi 2.1.2.1 Pengertian Komunikasi

Kata atau istilah “komunikasi” (bahasa Inggris communication) berasal dari communicates dalam bahasa Latin yang artinya “berbagi” atau “menjadi milik bersama”. Dengan demikian, komunikasi menurut Lexicographer (ahli kamus bahasa) menunjuk pada suatu upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Sementara itu, dalam Webster’s New Collegate Dictionary edisi tahun 1977 antara lain dijelaskan bahwa komunikasi adalah “suatu proses pertukaran informasi di antara


(41)

individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku” (Sendjaja,2007:1.10).

Menurut Hovland, Janis dan Kelley dalam Sendjaja (2007:1.10)

“Komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak)”.

Raymond S. Ross dalam Rakhmat (2001:3) mendefinisikan komunikasi sebagai :

“a transactional process involving cognitive sorting, selecting, and sharing of symbol in such a way as to help another elicit from his own experiences a meaning or responses similar to that intended by the source” (proses transaksional yang meliputimpemisahan, dan pemilihan bersama lambang kognitif, begitu rupa sehingga membantu orang lain untuk mengeluarkan dari pengalamannya sendiri arti atau respons yang sama dengan yang dimaksud oleh sumber).

Harold Lasswell dalam Mulyana (2004:62) mengatakan cara baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect? Atau Siapa mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?.

Dari pengertian-pengertian diatas maka diambil kesimpulan bahwa Komunikasi adalah “suatu proses pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan yang terjadi dalam diri seseorang dan/atau di antara dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu.” (Sendjaja,2007:1.18).


(42)

2.1.2.2Tujuan Komunikasi

Kegiatan atau upaya komunikasi yang dilakukan tentunya mempunyai tujuan tertentu. Tujuan yang dimaksud di sini menunjuk pada suatu hasil atau akibat yang diinginkan oleh pelaku Komunikasi. Secara umum menurut Wilbur Schram dalam Sendjaja (2007:2.18), “tujuan komunikasi dapat dilihat dari dua perspektif kepentingan, yakni: kepentingan sumber/pengirim/komunikator dan kepentingan penerima/komunikan”. Adapun kepentingan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Tujuan Komunikasi dari sudut kepentingan sumber: memberikan informasi, mendidik, menyenangkan/menghibur dan menganjurkan suatu tindakan/perpuasi.

2. Tujuan komunikasi dari sudut kepentingan penerima: memahami informasi, mempelajari, menikmati dan menerima atau menolak anjuran.

Sedangkan, berdasarkan pandangan Lasswell dalam Sendjaja (2007:2.19) tujuan komunikasi dapat dirinci sebagai berikut:

1. Tujuan komunikasi dipandang dari kepentingan ilmu sosial, yaitu:

a. Berbagai pengetahuan umum tentang lingkungan sekitarnya.


(43)

b. Sosialisasi peran, nilai, kebiasaan terhadap anggota-anggota baru.

c. Memberi hiburan kepada warga masyarakat, menciptakan bentuk-bentuk kesenian baru dan lain-lain.

d. Pencapaian konsensus, mengontrol tingkah laku sosial.

2. Tujuan komunikasi dipandang dari kepentingan individual, yaitu:

a. Menguji, mempelajari dan memperoleh gambaran tentang realitas, kesempatan dan bahaya.

b. Memperoleh pengetahuan dan keterampilan untuk hidup bermasyarakat.

c. Menikmati hiburan, rileks, melarikan diri dari kesulitan hidup sehari-hari, dan lain-lain.

d. Menentukan keputusan/pilihan, bertindak sesuai aturan sosial.

Dapat disimpulkan bahwa dengan tujuan-tujuan diatas pada dasarnya menyangkut pada tiga aspek komunikasi yaitu : pertama, aspek kognitif adalah menyangkut kesadaran dan pengetahuan, kedua, aspek afektif yang menyangkut sikap atau perasaan/emosi. dan terakhir aspek konatif menyangkut perilaku/tindakan bagi


(44)

kepentingan sumber dan kepentingan penerima dalam hal ini komunikator juga komunikan.

2.1.2.3Fungsi Komunikasi

Komunikasi mempunyai tiga fungsi menurut Harold D. Lasswell dalam Sendjaja (2007:2.18) antara lain :

1. Pengawasan Lingkungan

2. Korelasi di antara bagian-bagian dalam masyarakat untuk pencapaian konsensus mengenai lingkungan;

3. Sosialisasi (transmisi nilai-nilai/warisan sosial dari suatu generasi ke generasi selanjutnya).

Fungsi pengawasan menunjukan pada upaya pengumpulan, pengolahan, produksi dan penyebarluasan informasi mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi baik di dalam ataupun diluar lingkungan masyarakat. Upaya ini selanjutnya diarahkan pada tujuan untuk mengendalikan apa yang terjadi di lingkungan masyarakat. Fungsi Korelasi menunjukkan pada upaya memberikan interpretasi atau penafsiaran informasi mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi. Atas dasar interpertasi informasi ini diharapkan berbagai kalangan atau bagian masyarakat mempunyai pemahaman, tindakan atau reaksi yang sama atas peristiwa-peristiwa yang terjadi. Fungsi sosialisasi menunjukkan


(45)

pada upaya pendidikand an pewarisan nilai-nilai, norma-norma, dan prinsip-prinsip dari satu generasi ke generasi lainnya atau dari satu anggota/kelompok masyarakat ke anggota-anggota/kelompok-kelompok masyarakat lainnya.

Di samping ketiga fungsi tersebut di atas, komunikasi juga mempunyai fungsi hiburan. “Kegiatan komunikasi dengan demikian juga dapat diarahkan pada tujuan untuk menghibur seperti menonton televisi”. (Sendjaja,2007:2.19).

2.1.2.4 Komponen Komunikasi

Secara linier, proses komunikasi sedikitnya melibatkan empat elemen atau komponen sebagai berikut:

1. Sumber/pengiriman pesan/komunikator, yakni seseorang atau sekelompok orang atau suatu organisasi/institusi yang mengambil inisiatif menyampaikan pesan.

2. Pesan, berupa lambang atau tanda seperti kata-kata tertulis atau secara lisan, gambar, angka dan gesture.

3. Saluran, yakni sesuatu yang dipakai sebagai alat penyampaian pengiriman pesan (misalnya telepon, radio, surat, surat kabar, majalah, televisi, gelombang udara dalam konteks komunikasi antarpribadi secara tatap muka).


(46)

4. Penerima/komunikan, yakni seseorang atau sekelompok orang atau organisasi/institusi yang dijadikan sasaran penerima pesan (Sendjaja,2007:2.2).

Di samping keempat elemen tersebut di atas (lazim disebut sebagai model S-M-C-R atau Source-Message-Channel-Receiver), ada tiga elemen atau faktor lainnya yang juga penting dalam proses komunikasi, yakni :

1. Akibat yang terjadi pada pihak penerima.

2. Umpan balik, yakni tanggapan balik dari pihak penerima atas pesan yang diterimanya.

3. Gangguan, yakni faktor-faktor fisik ataupun psikologis yang dapat mengganggu atau menghambat kelancaran proses komunikasi. (Sendjaja, 2007:2.2).

2.1.2.5 Proses Komunikasi

Secara sederhana proses komunikasi dapat digambarkan sebagai berikut.


(47)

Gambar 2.1 Proses Komunikasi

Sumber : Sendjaja, 2007:2.3

Keterangan Gambar 2.1 :

Source : Sumber Pengirim Pesan. Encoding : Membentuk kode-kode pesan.

Decoding : Memecahkan/membaca kode-kode pesan. Interpreting : Menginterpretasikan kode pesan.


(48)

Proses Komunikasi yang digambarkan tersebut (Gambar 2.1 dan 2.2) dapat dijelaskan demikian : pertama, pihak sumber membentuk (encode) pesan dan menyampaikannya melalui satu saluran tertentu (misalnya melalui surat, telepon, gelombang udara) jika komunikasi berlangsung secara tatap muka. Kemudian pihak penerima mengartikan dan menginterpretasikan pesan tersebut. Apabila penerima punya tanggapan maka ia akan membentuk pesan dan menyampaikannya kembali kepada sumber.

Tanggapan yang disampaikan penerima pesan kepada sumber disebut sebagai umpan balik. Pihak sumber kemudian akan mengartikan dan menginterpretasikan tanggapan tadi, dan kembali ia akan melakukan pembentukan dan penyampaian pesan baru. Demikianlah proses ini terus berlangsung secara sirkuler, dimana kedudukan sebagai sumber dan penerima berlaku secara bergantian (Sendjaja,2007:2.3).

2.1.2.6. Lingkup Komunikasi

Menurut Denis McQuail dalam Sendjaja (2007:2.12), secara umum kegiatan komunikasi dalam masyarakat dapat berlangsung dalam enam tingkatan atau lingkup komunikasi sebagai berikut:


(49)

1. Komunikasi intrapribadi, yakni proses komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang, berupa proses pengolahan informasi melalui panca indra dan sistem saraf.

2. Komunikasi antarpribadi, yakni kegiatan komunikasi yang dilakukan secara langsung antara seseorang dengan orang lain. Corak komunikasinya lebih bersifat pribadi, dalam arti pesan atau informasi yang disampaikan hanya ditujukan untuk kepentingan pribadi para pelaku komunikasi yang terlibat. Dalam komunikasi antarpribadi, jumlah pelaku yang terlibat pada dasarnya dapat lebih dari dua orang, selama pesan atau informasi yang disampaikan bersifat lebih pribadi.

3. Komunikasi kelompok, yakni kegiatan komunikasi yang berlangsung diantara anggota suatu kelompok. Pada tingkatan ini, tiap individu yang terlibat masing-masing berkomunikasi sesuai dengan peran dan kedudukannya dalam kelompok. Pesan atau informasi yang dikomunikasikan juga menyangkut kepentingan seluruh anggota kelompok, bukan bersifat pribadi.

4. Komunikasi antarkelompok, yakni kegiatan komunikasi yang berlangsung antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Jumlah pelaku yang terlibat dalam komunikasi ini boleh jadi hanya dua orang ataupun beberapa orang saja.


(50)

Tetapi masing-masing membawakan peran dan kedudukannya sebagai wakil masing-masing. Dengan demikian, pesan yang disampaikan menyangkut kepentingan kelompok.

5. Komunikasi Organisasi, yakni mencakup kegiatan komunikasi dalam suatu organisasi dan komunikasi antarorganisasi. Bedanya dengan komunikasi kelompok, adalah bahwa sifat komunikasi organisasi lebih formal dan lebih mengutamakan prinsip-prinsip efisiensi dalam melakukan kegiatan komunikasinya.

6. Komunikasi dengan masyarakat secara luas, tingkatan ini bentuk kegiatan komunikasinya dapat dilakukan melalui dua cara : pertama, komunikasi massa, yakni komunikasi melalui media massa dan kedua, secara langsung seperti ceramah ataupun pidato dengan sifat isi pesan komunikasi yang disampaikan menyangkut kepentingan orang banyak, tidak bersifat pribadi.

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Massa 2.1.3.1 Pengertian Komunikasi Massa

Untuk memberikan batasan mengenai komunikasi massa karena setiap orang pasti akan berpikir mengenai televisi, radio


(51)

juga surat kabar. Maka daripada itu, peneliti mengemukakan pengertian dari komunikasi massa.

Komunikasi massa adalah komunikasi yang dilakukan melalui media massa. Media massa dapat dikelompokkan ke dalam : media massa cetak dan media massa elektronika (Sendjaja,2007:7.9) Sedangkan definisi sederhana tentang komunikasi dirumuskan Bitter dalam Rakhmat (2001:188) :

Mass communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people” (komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang).

Di lain pihak, definisi lain dikemukakan oleh Wright yaitu :

this new form can be distinguished from older types by the following major characteristics: it is directed toward relatively large, heterrogenous and anonymous audiences; message are transmitted publicy, often-times to reach most audience members simulaneously, and are transient in character; the communicator tends to be, or to operate within, a complex organization that may involeve great expense”.

(bentuk baru komunikasi dapat dibedakan dari corak-corak yang lama karena memiliki karakteristik utama sebagai berikut : diarahkan pada khalayak yang relatif besar, heterogen, dan anonim; pesan disampaikan secara terbuka, seringkali dapat mencapai kebanyakan khalayak secara serentak, bersifat sekilas; komunikator cenderung berada atau bergerak dalam organisasi yang kompleks yang melibatkan biaya besar).


(52)

Merangkum definisi-definisi di atas, Jalaluddin Rakhmat dalam buku Psikologi Komunikasi menerangkan bahwa komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronis sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.

2.1.3.2 Fungsi Komunikasi Massa

Komunikasi yang dilakukan media massa secara garis besar memiliki dua fungsi pokok : fungsi terhadap masyarakat dan fungsi terhadap individu. Kedua fungsi ini terkait dan terjabarkan di dalam proses pengolahan, pengiriman, dan penerimaan isi pesan media massa.

Disamping itu, dua fungsi komunikasi massa tersebut, satu dengan yang lainnya saling melengkapi. Artinya, fungsi terhadap masyarakat tidak terlepas sama sekali dengna fungsi terhadap individu. Butir-butir dari isi fungsi terhadap masyarakat kegunaannya dapat pula dikenakan pada individu. Perbedaan nyata dari kedua fungsi tersebut adalah pada sifatnya. Fungsi terhadap masyarakat bersifat menyangku orang banyak atau bersifat sosiologis sedangkan fungsi terhadap individu bersifat psikologis.


(53)

Menurut Lasswell dan Wright dalam Sendjaja (2007:7.22) ada empat fungsi dari komunikasi massa mengenai fungsi komunikasi massa terhadap masyarakat, yaitu:

1. Pengawasan lingkungan menunjuk pada upaya pengumpulan dan penyebaran informasi mengenai berbagai peristiwa yang terjadi di dalam dan di luar lingkungan suatu masyarakat. Dalam fungsi pengawasan ini, yang paling penting bagi masyarakat adalah berbagai berita yang ada akan memberikan semacam peringatan awal agar mampu menilai dan menyesuakan pada kondisi yang selalu berkembang dan berubah.

2. Korelasi antara bagian dalam masyarakat untuk menanggapi lingkungannya meliput interpretasi terhadap informasi dan preskripsi (memberi petunjuk atau alternatif) untuk mencapai konsensus dalam upaya mencegah konsekuensi-konsekuensi yang tidak diinginkan akan terjadi karena adanya informasi tentang lingkungan tersebut. Setiap sajian berita, apalagi yang menyangkut hidup orang banyak akan menjadi stimuli bagi khalayak untuk memberikan tanggapan atau berbuat sesuatu.

3. Sosialisasi atau pewarisan nilai-nilai menunjuk pada upaya transmisi dan pendidikan nilai-nilai serta norma-norma dari suatu generasi kepada generasi yang berikutnya. Fungsi


(54)

semacam ini fungsi yang telah dilakukan oleh para orang tua atau para guru di sekolah. Dalam fungsi ini media massa telah memberikan kerangka berpikir umum yang sangat penting bagi masyarakat. Di sini proses transmisi nilai-nilai dan norma-norma yang penting dalam kehidupan akan selalu terjadi.

4. Hiburan menunjuk pada upaya-upaya komunikasi yang bertujuan memberikan hiburan pada khalayak luas. bentuk-bentuk hiburan ini pada media massa cetak mencakup seperti hal-hal kehidupan mewah para artis seni dan film.

Sedangkan fungsi terhadap individu menurut Samuel L. Becker dalam buku yang sama mengatakan ada tujuh fungsi komunikasi massa terhadap individu :

1. Pengawasan atau pencarian informasi, segala informasi yang menyangkut kehidupan manusia selalu dilaporkan oleh media massa. Oleh karena itu, hal ini telah memberikan pengetahuan bagi setiap orang.

2. Mengembangkan konsep diri, setiap individu akan selalu mencari segala informasi yang berhubungan dengan pekerjaannya. Hal-hal ini dapat diperoleh di media massa yang ada.

3. Fasilitas dalam hubungan sosial, media massa membantu kita dalam pergaulan sosial. Karena media massa selalu


(55)

menyediakan topik-topik yang dapat menjadi pembicaraan hangat dalam setiap pergaulan kita dengan orang-orang lain.

4. Substitusi dalam hubungan sosial, dalam hubungan pergaulan dengan teman yang lain kita akan terlibat secara psikologis dengan hubungan akrab tersebut. Aspek-aspek psikologi dalam hubungan sosial ini sering kita dapatkan atau temui dalam isi pesan media massa.

5. Membantu melegakan emosi, dari berbagai media massa yang ada umumnya membantu kita dalam mencapai suasana menyenangkan, memberi hiburan, melepaskan emosi atau membuat kita tertawa dan bergembira.

6. Sarana pelarian dari ketegangan dan perasingan. 7. Sebagai bagian dari kehidupan rutin atau ritualisasi.

2.1.3.3Ciri Komunikasi Massa

Ciri khas komunikasi massa disini dibatasi pada lima jenis media massa yang terkenal sebagai the big five of mass media, yakni koran, majalah, radio, televisi dan koran. Berikut adalah penjelasannya :

1. Komunikasi melalui media massa pada dasarnya ditujukan ke khalayak yang luas, heterogen, anonim, tersebar, serta tidak mengenal batas geografis-kultural.


(56)

2. Bentuk kegiatan media massa bersifat umum, bukan menyangkut perorangan atau pribadi. Isi pesan yang disampaikan menyangkut kepentingan orang banyak, tidak hanya untuk kepentingan perorangan atau pribadi.

3. Pola penyampaian pesan media massa berjalan secara cepat dan mampu menjangkau khalayak luas, bahkan mungkin tidak terbatas, baik secara geografis maupun kultural. 4. Penyampaian pesan melalui media massa cenderung

berjalan satu arah. Umpan balik atau tanggapan dari pihak khalayak lazimnya berlangsung secara tertunda.

5. Kegiatan komunikasi melalui media massa dilakukan secara terjadwal, terencana, dan terorganisasi.

6. Penyampaian pesan melalui media massa dilakukan secara berkala, tidak bersifat temporer.

7. Isi pesan yang disampaikan melalui media massa dapat mencakup berbagai aspek kehidupan manusia, baik yang bersifat informatif edukatif maupun hiburan (Sendjaja,2007:7.4).

2.1.4 Pengertian Iklan Televisi

Iklan bagaikan sebuah dunia magis yang dapat mengubah komoditas ke dalam gemerlapan yang memikat dan mempesona. Sebuah sistem yang keluar dari imajinasi dan muncul ke dalam dunia nyata melalui media ( Raymon Williams, 1993: 320)


(57)

Iklan adalah salah satu komponen marketing mix yang umum dilakukan oleh perusahaan. Iklan adalah setiap bentuk komunikasi yang dimaksudkan untuk memotivasi seseorang pembeli potensial dan mempromosikan penjual suatu produk atau jasa, untuk mempengaruhi pendapat publik, memenangkan dukungan publik untuk berpikir atau bertindak sesuai dengan keinginan si pemasang iklan. Selain itu, semua iklan dibuat dengan tujuan yang sama yaitu untuk memberi informasi dan membujuk para konsumen untuk mencoba atau mengikuti apa yang ada di iklan tersebut, dapat berupa aktivitas mengkonsumsi produk dan jasa yang ditawarkan. Iklan adalah pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media. Dimana iklan adalah sebuah seni dari persuasi dan dapat didefinisikan sebagai desain komunikasi yang dibiayai untuk menginformasikan dan atau membujuk. Dari beberapa pengertian diatas, pada dasarnya iklan merupakan sarana komunikasi yang digunakan komunikator dalam hal ini perusahaan atau produsen untuk menyampaikan informasi tentang barang atau jasa kepada publik, khususnya pelanggannya melalui suatu media massa.

Dalam Advertising Excellence, Bovee (1995:14) mendeskripsikan iklan sebagai sebuah proses komunikasi, dimana terdapat: pertama, orang yang disebut sebagai sumber munculnya ide iklan; kedua, media sebagai medium; dan ketiga, adalah audiens.


(58)

Gambar 2.2

Iklan sebagai proses komunikasi

Sumber: Boove, 1995: 14

Gambar diatas memuat muatan ide seseorang atau kelompok, baik itu pemesan iklan (perusahaan pemilik produk) atau pencipta iklan (perusahaan periklanan), untuk memberi citra kepada sebuah produk yang diiklankan. Karena itu ide-ide tersebut harus dikomunikasikan kepada audiens (pemirsa) agar ide tersebut dapat diterima dan juga untuk materi masukan balik.Terjadi proses


(59)

dialektika dalam proses komunikasi tersebut, dimana individu menciptakan ide yang dikomunikasikan dan audiens memberi respons serta memberi masukan terhadap ide-ide baru dalam proses komunikasi tersebut.

Dalam proses menuangkan ide ke dalam pesan, terjadi proses encoding di mana ide itu dituangkan dalam bahasa iklan yang meyakinkan orang. Media kemudian mengambil alih ide itu dan kemudian dikonstruksi menjadi bahasa media. Pada tahap ini terjadi decoding karena audiens menangkap bahasa media itu dan membentuk pengetahuan-pengetahuan atau realitas, dan pengetahuan itu bisa mendorongnya merespon balik kepada iklan tersebut.

Respons ini ada dua macam, yaitu pemirsa merespons materi iklan atau merespon pesan media. Merespons materi iklan bisa berbentuk reaksi terhadap iklan tersebut, karena merugikan pihak-pihak tertentu. Sedangkan merespons pesan media, bisa merupakan bersikap untuk membeli atau tidak membeli produk. Proses ini terjadi secara continue seumur iklan tersebut, atau bahkan akan mereproduksi kembali iklan baru dan itu artinya akan lahir kembali sebuah realitas baru dalam dunia kognisi pemirsa sebagai hasil rekonstruksi.

Adapun bentuk-bentuk iklan dibagi menjadi tujuh kategori utama yaitu : (1) iklan konsumen; (2) iklan antarbisnis; (3) iklan perdagangan; (4) iklan eceran; (5) iklan keuangan; (6) iklan langsung dan yang terakhir, (7) iklan rekrutmen (Jefkins, 1996:39).

Iklan televisi berkembang dengan berbagai kategori disamping karena iklan televisi perlu kreativitas dan selalu menghasilkan produk-produk iklan baru,


(60)

namun juga karena daya beli masyarakat terhadap sebuah iklan televisi yang selalu bervariasi karena tekanan ekonomi. Namun bila dibandingkan dengan media lain, iklan televisi memiliki kategorisasi yang jauh berbeda karena sifat media yang juga berbeda. Iklan televisi adalah salah satu iklan lini atas (above-the-line). Umumnya iklan televisi terdiri atas iklan sponsoship, iklan layanan masyarakat, iklan spot (Bovee, 1995: 405), promo Ad, dan iklan politik.

Iklan televisi memiliki sifat dan kecenderungan yang mendekati logika pembohong, namun jarang dapat dibantah karena umumnya masuk akal. Maka, seperti yang dijelaskan oleh Umberto Eco; jika sesuatu tidak dapat digunakan untuk mengecoh, berarti ia tidak dapat digunakan untuk „mengatakan. sesuatu pun, demikian definisi teori dusta (Sudjiman dan Zoest, 1992; 32).

Sifat dan kecenderungan lain dari iklan televisi adalah berpijak pada time dan space, namun juga pada kondisi lain, iklan televisi tidak berpijak pada time dan space di mana realitas sosial itu dibangun, dengan kata lain, iklan menembus dimensi waktu dan tempat. Sifat lain yang umumnya ada dalam iklan televisi adalah waktu tayangannya yang pendek namun cenderung memaksakan ide tertentu. Karena sifat tayangannya yang pendek, dan karena sifat televisi pula maka tayangan iklan televisi cepat saja berlalu, sehingga dalam waktu yang singkat itu, iklan televisi harus mampu meninggalkan kesan tertentu kepada pemirsa. Ada tiga kecenderungan dalam tayangan iklan televisi, yaitu iklan yang berkesan menakjubkan. berdasarkan segmen iklan, berkesan seksualitas, dan memberi kesan tertentu yang sifatnya umum (Bungin, 2008: 116).


(61)

2.1.5 Pengertian Cantik

Rambut yang indah, kaki yang jenjang. Payudara yang sempurna. Pinggang yang ramping laksana jam pasir. Selama beberapa tahun, gambaran ini adalah yang saya bayangkan mengenai wanita ideal. Gambaran ini merasuki pikiran saya saat masih sangat muda, barangkali lima atau enam tahun.

Perkataan tersebut berasal dari kutipan seorang pria mengenai cantik terutama mengarah kepada Barbie dalam Barbie Culture (Rogers, 2009: 30). Hal ini berawal semenjak pertengahan abad 15, dimana boneka-boneka menawan dan berpakaian menarik dijual di kios-kios di dekat Palais de Justice di Paris dan semakin menggema di abad 19, dengan spesifikasi boneka-boneka merupakan sosok perempuan yang kebanyakan memiliki sosok perempuan kelas atas dengan citra kekayaan, fashion dan waktu senggang. Di sisi lain, pada tahun yang sama pula, pengertian cantik mulai bertukar, bukan lagi dari kemampuan seorang wanita untuk melahirkan anak, tetapi telah berpindah ke bentuk wajah yang bundar. pada masa itu, seorang wanita yang memiliki wajah yang bundar dianggap cantik dan jelita. Hal ini berpapasan saat boneka dengan sosok perempuan itu muncul sehingga orang mengkonsumsi bahwa cantik itu serupa dengan boneka.

Akan tetapi, pada saat ini representasi mengenai cantik itu berbentuk seperti Barbie yaitu tinggi, putih, berhidung mancung dan sebagainya masih tetap melekat pada masyarakat. Contoh lain yang dapat diajukan sebagai rujukan mengenai cantik ala Barbie yaitu foto model Ukraina Valeria Lukyanova ini


(62)

menggeparkan dunia maya mengenai benar atau tidak keberadaannya. Diketahui bahwa, Valeria melakukan banyak operasi plastik guna mendapatkan cantik seperti Barbie di usianya yang muda yaitu 21 tahun. Penyebabnya adalah Barbie sebagai model acuan sehingga anak-anak perempuan belajar bahwa penampilan mereka sangatlah penting bagi feminitas mereka. Tidak dapat dielakkan kenapa cantik seperti Barbie hingga kini masih tetap ada dan terus digaungkan

2.1.6 Pengertian Analisis Wacana Kritis

Dalam Collins Concise English Dictionary 1998, disebutkan wacana sebagai komunikasi verbal, ucapan, percakapan; sebuah perlakuan formal dari subjek dalam ucapan atau tulisan: sebuah unit teks yang digunakan oleh linguis untuk menganalisis satuan lebih dari kalimat ( Eriyanto, 2006: 2).

Pada studi linguistik, wacana menunjuk pada kesatuan bahasa yang lengkap, yang umumnya lebih besar dari kalimat, baik disampaikan secara lisan atau tertulis. Wacana adalah rangkaian kalimat yang serasi, yang menghubungkan proposisi satu dengan prosisi lain, kalimat satu dengan kalimat lain, membentuk satu kesatuan. Pengertian satu kalimat dihubungkan dengan kalimat lain dan tidak ditafsirkan satu persatu kalimat saja. Kesatuan bahasa itu bisa panjang bisa pendek. Sebagai sebuah teks, wacana bukan urutan kalimat yang tidak mempunyai ikatan sesamanya, bukan kalimat-kalimat yang dideretkan begitu saja. Ada sesuatu yang mengikat kalimat-kalimat itu menjadi sebuah teks, dan yang menyebabkan pendengar atau pembaca mengetahui bahwa ia berhadapan dengan


(63)

sebuah teks atau wacana dan sebuah kumpulan kalimat melulu yang dideretkan begitu saja. Studi wacana dalam linguistik, merupakan reaksi terhadap studi linguistik yang hanya meneliti aspek kebahasaan dari kata atau kalimat saja. (Mills, 1997: 8-16)

Wacana menunjuk terutama pada hubungan antara konteks sosial dari pemakaian bahasa. Analisis wacana memfokuskan pada struktur yang secara alamiah terdapat pada bahasa lisan, sebagaimana banyak terdapat dalam wacana seperti percakapan, wawancara, komentar, dan ucapan-ucapan.

Menurut Mohammad A.S Hikam dalam suatu tulisan paling tidak ada tiga pandangan mengenai bahasa dalam analisis wacana. Diantaranya adalah pandangan kritis, Pandangan ini ingin mengoreksi pandangan kontruktivisme yang kurang sensitif pada proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun institusional. Bagaimana hal ini lahir merupakan pengkajian kekurang mendalamnya pandangan kontruktivisme yang masih belum menganalisis faktor-faktor hubungan kekuasaan yang inheren dalam setiap wacana, yang pada gilirannya berperan dalam membentuk jenis-jenis subjek tertentu berikut perilaku-perilakunya.

Analisis wacana dalam paradigma kritis menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Individu tidak dianggap sebagai subjek yang netral yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai dengan pikirannya karena sangat berhubungan dan dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat.


(64)

Bahasa dalam pandangan kritis dipahami sebagai “representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi didalamnya”. (Hikam, 1996: 85). Oleh karena itu, analisis wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa: batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti dipakai, topik yang dibicarakan. Dengan pandangan semacam ini, wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan, terutama dalam pembentukan subjek, dan berbagai tindakan representasi yang terdapat dalam masyarakat. Karena memakai perspektif kritis, analisis wacana kategori ini disebut sebagai analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis/ CDA).

2.1.7 Karakteristik Analisis Wacana Kritis

Mengutip Fairclough dan Wodak, analisis wacana kritis menyelidiki bagaimana melalui bahasa kelompok sosial yang ada saling bertarung dan mengajukan versinya masing-masing. Berikut ini disajikan karakteristik penting dari analisis wacana kritis :

1. Tindakan

Prinsip pertama, wacana dipahami sebagai sebuah tindakan (action). Dengan pemahaman semacam ini mengasosiasikan wacana sebagai bentuk interaksi. Wacana bukan ditempatkan seperti dalam ruang tertutup dan internal. Orang berbicara atau menulis bukan ditafsirkan sebagai ia menulis atau berbicara untuk dirinya sendiri, seperti kalau orang sedang mengigau atau dibawah hipnotis. Dengan pemahaman semacam


(65)

ini, ada beberapa konsekuensi bagaimana wacana harus dipandang. Pertama, wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan, apakah untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyangga, bereaksi, dan sebagainya. Seseorang berbicara atau menulis mempunyai maksud tertentu, baik besar maupun kecil. Kedua, wacana dipahami sebagai sesuatu yang di ekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang di luar kendali atau diekspresikan di luar kesadaran.

2. Konteks

Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks dari wacana, seperti latar, situasi, peristiwa, dan kondisi. Wacana di sini dipandang diprodusksi, dimengerti, dan dianalisi pada suatu konteks tertentu. Mengikuti Guy Cook, analisis wacana juga memeriksa konteks dari komunikasi: siapa yang mengkomunikasikan dengan siapa dan mengapa; dalam jenis khalayak dan situasi apa; melalui medium apa; bagaimana perbedaan tipe dari perkembangan komunikasi; dan hubungan untuk setiap masing-masing pihak. Guy Cook menyebut ada tiga hak yang sentral dalam pengertian wacana : teks, konteks, dan wacana. Teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra dan sebagainya. Konteks memasukan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi di mana teks tersebut diproduksi fungsi


(66)

yang dimaksudkan dan sebagainya. Wacana di sini, kemudian dimaknai sebagai teks dan konteks bersama-sama.

3. Historis

Menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu, berarti wacana diproduksi dalam konteks tertentu dan tidak dapat dimengerti tanpa menyertakan konteks yang menyertainya. Salah satu aspek penting untuk bisa mengerti teks adalah dengan menempatkan wacana itu dalam konteks historis tertentu.

4. Kekuasaan

Analisis wacana kritis wacana juga mempertimbangkan elemen kekuasaan (power) dalam analisisnya. Disini, setiap wacana yang muncul, dalam bentuk teks, percakapan, atau apapun, tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah salah satu kunci hubungan antara wacana dengan masyarakat.

5. Ideologi

Ideologi juga konsep yang sentral dalam analisis wacana yang bersifat kritis. Hal ini karena teks, percakapan dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu.


(1)

diulang-ulang, serta mampu mendramatisasi perusahaan dan produknya melalui gambar dan suara. Sifat inilah yang memungkinkan kreatifitas dalam sebuah iklan akan menghasilkan suatu karya menjadi sebuah wacana yang sangat menarik.

Iklan boneka Barbie ditayangkan pertama kali pada acara populer dikalangan anak Amerika pada masa itu, yaitu Mickey Mouse club. Pendeskripsian boneka Barbie pada iklan pertamanya ini dapat dibaca dengan jelas. Dengan biaya yang sangat tinggi, melalui iklan pada acara Mickey Mouse club, Matttel mendesakkan citra produknya kedalam kesadaran kau muda, orang tua, serta anak-anak. Merujuk Cy Schneider, dalam Roger (2009:133), “keluarga Handlers (pendiri Mattel) mengambil resiko seharga perusahaan mereka ( $500.000) untuk membuat iklan televisi tersebut. Dan tiga tahun kemudian Mattel telah menjadi pemimpin dalam industri mainan”.

Peneliti mengamati Barbie secara ikonik berkaitan dengan kelas sosial, gender,dan ras. Barbie adalah seorang ikon masa kanak-kanak yang dibentuk oleh proses perubahan sosial dan budaya era pasca perang dunia II. Pada akhirnya Barbie membangkitkan makna yang mendalam mengenai hubungan antara kelas dan masa kanak-kanak. Suatu hubungan tentang perkembangan diri seseorang dengan kelas sosial, orang tua mereka dan juga hubungan antara anak-anak dengan kondisi kelas sosial yang dijalaninya. Iklan pertama boneka Barbie ini telah menunjukkan peneliti pada satu kesadaran bahwa masa anak-anak masyarakat Amerika pada masa itu berada dalam balutan kejamnya struktur kelas dan rasialisasi.

Namun di satu sisi Mattel telah membuat peneliti kagum dengan karya boneka mainanya ini. Barbie adalah simbol kesuksesan sebuah perusahaan besar dalam dunia pasar global dewasa ini. Umurnya yang panjang, pasarnya yang luas, serta daya tariknya yang mendunia telah menjadi alasan mengapa ia muncul dan menjadi pemberitaan. Barbie adalah sebuah merek berkekuatan global. Sebuah karya dari buah kecerdikan perusahaan besar yang mengemasnya dalam balutan dan terpaan promosi secara besar dan konstan.

Penyerbuan berbagai wacana dan makna ke berbagai lapisan masyarakat ini adalah akibat dari kemajuan dan revolusi teknologi informasi dan komunikasi. Dengan mengadaptasi pandangan MCLuhan dalam lewat The understanding media: the extension of man ( 1964), “akhirnya dunia menjadi apa yang disebut sebagai sebentuk “global village” ( desa global), yakni teknologi media telah berhasil mentransformasikan masyarakat manusia di dunia, menjadi masyarakat gobal tanpa dinding pembatas”. Dengan perkembangan teknologi komunikasi dan media yang sedemikian pesatnya, akhirnya memungkinkan segala sesuatu dapat disebarluaskan, diinformasikan dan dikonsumsi dalam dimensi ruang dan waktu yang seolah mengkerut. Kini setiap orang dapat melihat,


(2)

mendengar dan mengonsumsi dari segala penjuru dunia. Batas-batas ruang dan waktu pun seolah lenyap, dilipat dalam sebuah kotak layar kaca televisi.

Modernitas, perkembangan teknologi dan kapitalisme membawa pengertian baru akan pemaknaan wanita terhadap tubuh. Tubuh perempuan tidak lagi bermakna pada dirinya sendiri, tetapi cenderung sebagai suatu komoditi yang akan menghasilkan modal. Pada tataran ini tubuh menjadi sebuah komoditas. Ia menjadi wacana untuk bersenang-senang, dinikmati, malah dipertontonkan dan bergantung pada kondisi tersebut. Apabila tubuhnya memenuhi standard pasar harga dari tubuh mereka tinggi. Berangkat dari hal ini, akan memunculkan pertanyaan tentang siapakah yang berhak menentukan standard dari hal ini? Tentu saja para subjek yang menjadikan Barbie ini objek yang melahirkan wacana perhelatan atas tubuh wanita. Perhelatan ini merupakan angin segar bagi para pemilik modal ( kapitalis), karena dengan demikian pundi-pundi uang mereka akan bertambah.

Boneka Barbie menyuarakan hasrat-hasrat yang dibentuk oleh iklan media massa dan diwujudkan disepanjang perbatasan wilayah antara fantasi dan realitas. Barbie tidak mungkin bisa tampil sebagai ikon budaya mainan anak perempuan diluar otoritas daerahnya, dan lebih jauh lagi Barbie tidak mungkin bisa bertahan hidup di Amerika maupun diluar Amerika tanpa periklanan secara besar-besaran dan sistem pemasaran inovatif.

Posisi Subjek-Objek dalam kerangka analisis wacana kritis Sara Mills dalam Eriyanto yakni:

“Bagaimana peristiwa dilihat, dari kacamata siapa peristiwa itu dilihat. Siapa yang diposisikan sebagai pencerita (subjek) dan siapa yang menjadi objek yang diceritakan. Apakah masing-masing aktor dan kelompok sosial mempunyai kesempatan untuk menampilkan dirinya sendiri, gagasannya ataukah kehadirannya, gagasannya ditampilkan oleh kelompok atau orang lain.” (Eriyanto, 2005:211)

Didalam iklan ini para tokoh dibagi kedalam siapa yang diposisikan sebagai pencerita ( subjek) dan siapa yang menjadi objek yang diceritakan.

Hampir semua posisi subjek disini adalah wanita yang menyanyikan teks jingle iklan.Wanita ini yang menceritakan bagaimana objeknya yaitu Barbie. Barbie diposisikan sebagai sosok yang cantik dan membuatnya kagum dengan semua yang dia miliki.


(3)

Kecantikan, aksesoris, pakaian dan semua hal yang melekat pada dirinya. Posisi objek diperankan oleh Barbie. Barbie dalam iklan tersebut adalah sesosok wanita muda langsing, berambut sedang dengan warna brunnete dan blonde dan berkulit putih. Ciri fisik inilah yang nampak jelas terlihat walaupun iklan masih bernuansa hitam putih.

Menurut Mills, teks adalah suatu hasil negosiasi antara penulis dan pembaca. Oleh karena itu, pembaca di sini tidaklah dianggap semata sebagai pihak yang hanya menerima teks, tetapi juga ikut melakukan transaksi sebagaimana akan terlihat dalam teks.

Iklan merupakan media yang digunakan sebagai alat komunikasi antara produsen dan konsumen. Maka dalam iklan pertama boneka Barbie, penyajian yang coba penulis tampilkan pada bentuk visual dan audio dalam iklan merupakan cara dia menyampaikan gagasannya pada pembaca atau dalam hal ini penonton.

Sebuah wacana yang ditampilkan dalam iklan akan mudah diserap maknanya. Karna iklan sifatnya memungkinkan setiap orang menerima pesan yang sama tentang produk yang di iklankan, iklan penayangannya dapat diulang-ulang, serta mampu mendramatisasi perusahaan dan produknya melalui gambar dan suara. Sifat inilah yang memungkinkan kreatifitas dalam sebuah iklan akan menghasilkan suatu karya menjadi sebuah wacana yang sangat menarik. Melalui iklan tersebut, penonton bisa membayangkan bagaimana sosok boneka Barbie dengan wacana cantik yang coba dibangunnya, dengan berbagai aksesoris indah yang dimilikinya, serta pakaian-pakaian cantik yang digunakannya.

Melalui “iklan pertama Barbie” Mattel mencoba membangun citra atau ikon seorang boneka perempuan yang diselimuti oleh pandangan mistis kecantikan. Dengan berbagai konsekuensi yang membayangi penonton berkaitan dengan struktur kelas, gender, rasis dan materialistis.

Melalui iklan ini, Mattel menyampaikan pesan yang pada akhirnya diketahui telah memasuki dan merasuki pikiran pembaca (penonton) terhadap citra dan pandangannya melihat boneka Barbie.

Dan dari posisi penonton tersebut, dapat di mengerti apa yang penulis inginkan yaitu mengenai suatu bentuk rasa suka, menyukai dan lebih jauh lagi rasa ingin menjadi seperti objek.

Sifat feminitas Barbie dapat dipelajari dengan jelas melalui iklan pertamanya. Dengan berbagai pernyataan dan pengakuan diri bagaimana dan seperti apa boneka Barbie ini. Penulis mencoba mengesankan upaya pengkategorian dan pengidentitasan suatu wujud baku semua kalangan untuk ikut menyukai, mengagumi, dan membeli boneka ini. Boneka ini berjalan beriringan dengan apa yang sedang populer di masanya. Sebagai hasilnya, di manapun ia dipasarkan, dalam berbagai kelompok masyarakat apapun, Barbie tampaknya


(4)

selalu sesuai dan cukup dekat dengan dunia masyarakat tersebut. Dengan demikian perkembangan pasarnya tidak hanya besar tetapi juga semakin bertambah besar.

IV.KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan terlebih dahulu pada Bab IV, diantaranya :

Posisi Subjek-Objek

Peran subjek ( wanita yang menyanyikan jingle iklan) sebagai pencerita dan pelaku utama yang mendeskripsikan bentuk kesukaan dan kecintaannya terhadap Barbie menampilkan Barbie sebagai objek cantik yang disukai dengan berbagai pakaian dan perlengkapan yang dimilikinya. Barbie sebagai objek merupakan refleksi dari pendeskripsian dan penafsiran subyek, terbentuknya sosok wanita cantik melalui boneka Barbie bukanlah makna diri yang sesungguhnya, melainkan penafsiran akan wacana yang coba dipahami subyek.

Posisi Penulis – Pembaca

Di lihat dari sudut pandang penulis, terlihat bahwa penulis mencoba untuk menghegemoni pemikiran cantik Barbie ini menjadi sesuatu yang nyata, tidak fantastis dan universal. Dengan ajakan wanita yang menyanyikan jingle iklan boneka Barbie, pembaca dapat menempatkan dirinya dalam posisi subjek (wanita yang menyanyikan jingle iklan tersebut), mengetahui apa yang dirasakan wanita yang menyanyikan jingle iklan tersebut dan ikut mendalami serta merasakan apa yang dirasakan wanita yang menyanyikan jingle iklan tersebut. Yaitu rasa ikut mengagumi dan ingin menjadi seperti boneka Barbie. Pembaca diposisikan seorang yang merasakan fantasi yang ditawarkan boneka Barbie menjadi nyata dan disukai.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Barthes, Roland.1990. The Fashion System, terj. Matthew Ward dan Richard Howard. Berkeley CA: University of California Press

Bovee, Courdand L., 1995. Adversiting Excellence, New York: McGraw-Hill, Inc

Bungin, Burhan.2011. Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan, Televisi dan Keputusan Konsumen serta Kritik Terhadap Peter L. Berger & Thomas Luckman. Jakarta: Kencana

Chaney, Davis.1996. Lifestyles Sebuah Pengantar Komprehensif. Bandung: Jalasutra Darin E. Hartley, Selling E-Learning American Society for Training and Development.2001

Effendy, Onong Uchjana. 1984. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Rodsakarya

Eriyanto. 2001. Analisis Wacana, Pengantar Analisis Isi Media. Yogyakarta: LKIS Frank F. Jefkins. Introducing to Marketing, Advertising and Public Relations.Macmillan Press Ltd. London. 1982.

Friedan, Betty.1963. The Feminine Mystique. New York: W.W. Norton

Goffman, Erving.1959. The Presentation of Self in Everyday Life. Garden City, NY. Anchor Books

Hardiman, Ima. 2006. 400 istilah Pr,Media dan Periklanan. Jakarta: gagas Ulung

Hartley, John. 2010. Communication, Cultural & Media Studies : Konsep Kunci. Yogyakarta: Jalasutra

Hikam, Muhammad A.S. 1996. “Bahasa dan Politik: Pengahampiran „Discursive Practice‟.” dalam Yudi Latif & Idi Subandy Ibrahim (ed) Bahasa dan Kekuasaan: Politik Wacana di Panggung Orde Baru. Bandung: Mizan.

Kasali, Rhenald. 2007. Manajemen Periklanan konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafindo.

Kasiyan.2008.Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan dalam Iklan. Yogyakarta:Ombak

Lehtonen, Sanna .2007. “Feminist Critical Discourse Analysis and Children’s Fantasy Fiction”. Findland


(6)

INTERNET

http://www.youtube.com/watch?v=h8-avPUxynoube.htm//diakses pada hari kamis 27 September 2012 pukul 20.00 WIB

http://www.referenceforbusiness.com/history2/17/Mattel-Inc.html //diakses pada hari minggu 30 September 2012 pukul 23.45

http://sikhspectrum.com/2003/04/the-wonder-of-barbie-popular-culture-and-the-making-of-female-identity/// diakses pada hari senin 8 April 2013 pukul 23:50 http://people.southwestern.edu/~bednarb/su_netWorks/projects/henderson/icon.html/ //diakses hari jum‟at 12 April 2013 pukul 11.20

http://www.nytimes.com/1987/12/23/garden/barbie-doll-icon-or-sexist-symbol.html/// diakses pada hari jum‟at 12 April 2013 pukul 11.20