Hak dan kewajiban istri bagi wanita karir di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: perspektif hukum islam dan hukum positif

HAK DAN KEWAJIBAN ISTRI BAGI WANITA KARIR
DI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(PerspektifHukum Islam danHukumPositif)
SKRIPSI
Diajukan untuk Mempenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S. Sy)

Oleh :
NABILA ALHALABI
NIM :1111044100020

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
( AH W A L S Y A K H S I Y Y A H )
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2015

KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, hidayah serta kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.
Shalawat serta salam kita sanjungkan kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta
keluarga, para sahabat dan umatnya hingga akhir zaman.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini penulis menyadari bahwa rintangan
dan hambatan yang terus menerus datang silih berganti. Berkat bantuan dan motivasi
dari berbagai pihak maka segala kesulitan dan hambatan tersebut dapat diatasi dan
tentunya dengan izin Allah SWT, serta dengan wujud yang berbeda-beda dapat
diminimalisir dengan adanya nasihat dan dukungan yang diberikan oleh keluarga dan
teman-teman penulis.
Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang tiada
terhingga untuk semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun
materil sehingga terselesaikannya skripsi ini. Tentunya kepada:
1. Bapak Asep Saepudin Jahar, MA., Selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta
pembantu Dekan I, II , III Fakultas Syariah dan Hukum.

2. Bapak Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. selaku Ketua program Studi Hukum
Keluarga serta bapak Arip purqon, M.Ag. selaku sekretaris Program Studi
Hukum Keluarga yang telah bekerja dengan maksimal.

3. Ibu Dr. Hj. Mesraini, M.Ag. Menjadi pembibing skripsi yang telah banyak
membimbing, memberikan pencerahan, motivasi semangat dan ilmunya
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan ilmuilmu yang tak ternilai harganya, seluruh staff dan karyawan perpustakaan
Fakultas Syariah dan Hukum, perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dan bagian tata usaha Fakultas Syariah yang telah memberikan
pelayanan yang terbaik.
5. Teristimewa untuk kedua orang tua penulis yaitu ayahanda Jayanih Mesir dan
ibunda Saanih yang telah memberikan motivasi serta arahan yang tak pernah
jenuh serta tiada henti mendoakan penulis dalam menempuh pendidikan. Juga
kapada kakak-kakak penulis Idham Kholid, Latifah, Yulianah, Sahilah selalu
memberikan doa, dukungan dan semangat dengan penuh keikhlasan dan
kesabaran yang tiada tara.
6. Sahabat-sahabatku yang terbaik Putri Rahmawati, Ayu Cyntia Dewi, imez,
Muhammad Fathinuddin, Abrar Zulsabrian, Faris Jamal, Devi Chairunnisa,
Nur Azizah, Nadia Nur Syahida, Kamelia Sari,
masukan, saran, motivasi dan menghibur penulis.

yang telah memberikan


7. Teman-teman program studi Peradilan Agama angkatan 2011 yang telah
memberikan saran dan motivasi kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan banyak yang
perlu diperbaiki lebih dalam. Oleh karena itu, saran dan kritik penulis
harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan setiap pembaca dan umumnya serta
menjadi amal baik di sisi Allah SWT. Semoga setiap bantuan, do’a, motivasi
yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 20 Oktober 2015

Penulis

ABSTRAK
Nabila AlHalabi. NIM 1111044100020. HAK DAN KEWAJIBAN ISTRI BAGI
WANITA KARIR DI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA(Perspektif Hukum
Islam dan Hukum Positif). Konsentrasi Peradilan Agama. Program Studi Hukum
Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 1436 H/2015 M.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui hak dan kewajiban istri yang

berprofesi sebagai wanita karir dalam pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif,
dan untuk mengetahui hak dan kewajiban istri yang berkarir dalam perspektif wanita
karir di lingkungan UIN Syarif Hidayatulah Jakarta. Jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, penulis melakukan penelitian dengan
cara mewawancara secara langsung kepada beberapa responden yang berasal dari
seorang wakil Rektor, tiga orang wakil dekan dan satu pimpinan LPM (Lembaga
Penjaminan Mutu).
Kesimpulan dari hasil penelitian yang penulis lakukan adalah pada dasarnya
hak dan kewajiban istri yang berprofesi sebagai wanita karir dalam pandangan
Hukum Islam adalah sama dengan hak dan kewajiban istri yang tidak berprofesi
sebagai wanita karir, begitu juga dalam hukum positif tampak tidak ada perbedaan
antara istri yang berprofesi sebagai wanita karir ataupun istri yang hanya dirumah
saja. Selanjutnya menurut peraturan di Indonesia bahwa, hak dan kewajiban istri yang
berprofesi sebagai wanita karir dan yang tidak berprofesi sebagai wanita karir itu
sama, hak dan kewajiban tersebut diatur dalam pasal 30, 31, 32, 33 dan 34 dan
Kompilasi Hukum Islam Pasal 83 dan 84.
Adapun hak dan kewajiban istri yang dimaksud diatas adalah hak mengenai
harta (mahar, maskwin dan nafkah) dan hak mendapat perlakuan baik dari suami.
Sedangkan kewajiban yang dimaksud diatas adalah taat dan patuh kepada suami
dalam batas-batas yang ditentukan oleh norma agama dan susila, mengatur dan

mengurus rumah tangga serta mejaga keselamatan dan mewujudkan kesejahteraan
keluarga, memelihara dan mendidik anak sebagai amanah dari Allah, memelihara dan
menjaga kehormatan serta melindungi harta benda keluarga, dan menerima,
menghormati pemberian suami serta mencukupkan nafkah yang diberikannya dengan
hemat dan bijaksana.
Dosen Pembimbing : Dr. Hj. Mesraini, M. Ag.
Kata kunci
: Hak, Kewajiban, Karir, Relasi, Peran Ganda, Profesi.
Bahan Pustaka
: 1990 sampai dengan 2015

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................................

i

PERSETUJUAN PEMBIMBING.............................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN......................................................................................... iii
ABSTRAK ..................................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................................. v

DAFTAR ISI ................................................................................................................. viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
B. Pembatasandan Perumusan Masalah ......................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................. 7
D. Metodelogi Penelitian................................................................................. 8
E. Review Studi Terdahulu ............................................................................ 12
BAB II HAK DAN KEWAJIBAN ISTRI MENURUT HUKUM ISLAM DAN
PERATURAN PERKAWINAN DI INDONESIA
A. Hak dan Kewajiban Istri Menurut Hukum Islam ....................................16
B. Hak dan Kewajiban Istri dalam Perspektif Peraturan Perkawinan di
Indonesia ..................................................................................................... 33
BAB III HAK DAN KEWAJIBAN ISTRI BAGI WANITA KARIR DI UIN
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
A. Sekilas Tentang Objek Penelitian
1. Potret UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

....................................... 37

2. Beban Kerja Dosen dan Tanggung Jawab Jabatan Struktural di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta .............................................................. 41
3. Profile Informan ................................................................................ 48
B. Pandangan Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Terhadap Hak dan
Kewajiban Istri Bagi Wanita Karir
1. PengetahuanHukum Dosen Tentang Hak dan Kewajiban Istri ...... 50
2. Pemahaman Hukum Dosen Tentang Hak dan Kewajiban Istri...... 51
3. Perilaku Hukum Dosen Tentang Hak dan Kewajiban Istri ............ 53
4. Pendapat Dosen Tentang Wanita Karir yang menjalankan Peran
Ganda dan Wanita Karir yang melalaikan Kewajibannya dalam
Rumah Tangga .................................................................................. 55

BAB IV

ANALISIS HAK DAN KEWAJIBAN ISTRI BAGI WANITA KARIR
DI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
A. Relasi Suami Istri dalam Rumah Tangga............................................. 57
B. Hak dan Kewajiban Istri Wanita Karir ................................................ 58
C. Peran Ganda Wanita Karir .................................................................... 59
D. Kelalaian Istri Menunaikan Kewajibannya Karena Berprofesi Sebagai
Wanita Karir . ........................................................................................ 60


BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................ 62
B. Saran-saran ............................................................................................. 65

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sudah menjadi kodrat iradah Allah SWT, manusia diciptakan berjodohjodohan dan diciptakan oleh Allah SWT mempunyai keinginan untuk berhubungan
antara pria dan wanita, seperti yang dinyatakan dalam surat Ar-Rum ayat 21 yaitu:1

‫ﻡﹴ‬‫ﻘﹶﻮ‬‫ ﻟ‬‫ﺎﺕ‬‫ ﻟﹶﺂﻳ‬‫ﻚ‬‫ﻲ ﺫﹶٰﻟ‬‫ﺔﹰ ۚﺇﹺﻥﹶّ ﻓ‬‫ﻤ‬‫ﺣ‬‫ﺭ‬‫ّﺓﹰ ﻭ‬‫ﺩ‬‫ﻮ‬‫ ﻣ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ﻞﹶ ﺑ‬‫ﻌ‬‫ﺟ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﻬ‬‫ﻮﺍ ﺇﹺﻟﹶﻴ‬‫ﻜﹸﻨ‬‫ﺴ‬‫ﺘ‬‫ﺎ ﻟ‬‫ﺍﺟ‬‫ﻭ‬‫ ﺃﹶﺯ‬‫ﻔﹸﺴِﻜﹸﻢ‬‫ ﺃﹶﻧ‬‫ﻦ‬‫ ﻣ‬‫ ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﻠﹶﻖ‬‫ ﺃﹶﻥﹾ ﺧ‬‫ﻪ‬‫ﺎﺗ‬‫ ﺁﻳ‬‫ﻦ‬‫ﻣ‬‫ﻭ‬
(21/21:‫ﻭﻥﹶ )ﺍﻟﺮﻭﻡ‬‫ﻔﹶﻜﹶّﺮ‬‫ﺘ‬‫ﻳ‬
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram

kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
(QS. Arrum: [21] 21).
Tujuan perkawinan menurut agama Islam adalah untuk memenuhi petunjuk
agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia.
Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga, sejahtera artinya
terciptanya ketenangan lahir dan batin disebabkan terpenuhinya keperluan hidup lahir
dan bathinnya, sehingga timbullah kebahagiaan, yakni kasih sayang antar anggota
keluarga2. Untuk terwujudnya kebahagiaan tersebut Undang-Undang di Indonesia dan
juga Kompilasi Hukum Islam sudah menetapkan tentang hak dan kewajiban yang
harus di jalankan oleh masing-masing pihak. Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun
1

Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010),
cet. 4, h. 28
2
Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, …, h. 22

1


2

1974 tentang Perkawinan juga berbunyi sebagai berikut pada pasal 30 suami istri
memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi
dasar dari susunan masyarakat, dan pada Pasal 31 ayat (1) juga berbunyi hak dan
kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan
rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. Ayat (3) berbunyi
suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga.3 Adapun hak dan kewajiban
suami istri di dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) Pasal 83 ayat (1) yang berbunyi
kewajiban utama bagi seorang istri ialah berbakti lahir dan bathin kepada suami di
dalam batas-batas yang dibenarkan hukum Islam, ayat (2) Istri menyelenggarakan dan
mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya.4Allah
menghendaki dalam sebuah perkawinan harus dibangun relasi suami istri dalam pola
interaksi yang positif, harmonis, dan suasana hati yang damai, yang ditandai oleh
keseimbangan hak dan kewajiban keduanya. Keluarga sakinah akan terwujud jika
keseimbangan hak dan kewajiban menjadi landasan etis yang mengatur relasi suami
istri dalam pergaulan sehari-hari.5
Al-Qur’an juga telah menentukan hak istri dari suaminya, yaitu persamaan
dalam hak dan kewajiban, sesuai dengan surat Al-Baqarah:


(228 /2: ‫ )ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‬‫ﻢ‬‫ﻴ‬‫ﻜ‬‫ ﺣ‬‫ﺰ‬‫ﺰﹺﻳ‬‫ﺍﷲُ ﻋ‬‫ﺔﹲ ﻭ‬‫ﺟ‬‫ﺭ‬‫ ﺩ‬‫ﻬﹺﻦ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﺎﻝﹺ ﻋ‬‫ ﺟ‬‫ﻠﺮ‬‫ﻟ‬‫ ﻭ‬‫ﻑ‬‫ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﻌ‬‫ ﺑﹺﺎﻟﹾﻤ‬‫ﻬﹺﻦ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻱ ﻋ‬‫ﺜﹾﻞﹸ ﺍﻟﱠﺬ‬‫ ﻣ‬‫ﻦ‬‫ﻟﹶﻬ‬‫ﻭ‬......

3
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), cet. 1, h.
54
4
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Akademik Presindo, 2010, edisi pertama), h. 134
5
Mufidah, Psikolog Keluarga Islam Berwawasan Gender, (Malang: UIN-Malang Press,
2008) h. 178

3

Artinya: ”………..Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu
tingkatan kelebihan dari pada istrinya.” (Al-Baqarah: [2] 228).6
Dalam surat Al-Baqarah ayat 228 jelas bahwa, hak-hak istri sama dengan hakhak suami, begitu pula kewajiban masing-masing, kecuali tentang satu perkara, yaitu
menjadi pemimpin dalam rumah tangga. Menjadi pemimpin itu merupakan hak
suami, sebab ia mempunyai wewenang dan kekuatan. Dalam pada itu ia wajib
melindungi istrinya dan memberi nafkahnya. Dan istri wajib mengikuti suaminya
menurut secara yang patut dalam pergaulan yang sopan. Oleh sebab itu, jika suami
hendak menyuruh istrinya sesuatu kewajiban, hendaklah ia ingat bahwa diatas
pundak kepalanya ada pula kewajiban yang setimpal dengan kewajiban istrinya itu.
Umpamanya jika lelaki menyuruh perempuannya memakai perhiasan yang cantik,
maka janganlah ia lupa, bahwa ia mesti pula memakai pakaian yang bagus.7
Diantara beberapa hak suami terhadap istrinya yang paling pokok adalah:8
a. Ditaati dalam hal-hal yang tidak maksiat.
b. Istri menjaga dirinya sendiri dan harta suami.
c. Menjauhkan diri dari mencampuri sesuati yang dapat menyusahkan suami.
d. Tidak bermuka masam di hadapan suami.

6

Mahmud Ash-Shabbagh, Keluarga Bahagia Dalam Islam, (Yogyakarta: CV. Pustaka
Mantiq, 1993), cet. 5, h. 138
7

Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim (Jakarta: PT. Hidakarya Agung Jakarta, 2004 M 1425 H) cet. 73, h. 48
8

Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010),
cet 4, ed 1, h. 158

4

e. Tidak menunjukkan keadaaan yang tidak disenangi suami.
Adapun kewajiban suami terhadap istrinya dapat dibagi kedalam dua bagian:9
1. Kewajiban yang bersifat materi yang disebut nafkah
2. Kewajiban yang tidak bersifat materi
Adapun pendapat M. Quraish Shihab dari segi hukum, istri tidak
berkewajiban sedikit pun untuk memenuhi kebutuhan sandang dan pangan keluarga,
dan kebutuhan keluarga yang lain walaupun dia memiliki kemampuan material.
Akan tetapi, dari segi pandangan moral dan esensi kehidupan rumah tangga, suamiisri dituntun agar bekerja sama, guna menciptakan keluarga sakinah dan harmonis,
yang antara lain lahir dari pemenuhan kebutuhan hidup, karena itu kerja sama dalam
memenuhi kebutuhan rumah tangga khususnya saat suami dalam kesulitan
merupakan tuntunan agama. Sekian banyak riwayat yang menjelaskan bahwa istri
para sahabat Nabi sering membantu suami mereka dalam pekerjaan-pekerjaan berat.
Tentu saja suami diharapkan pengertiannya serta “terima kasihnya” atas budi baik
sang istri itu, karena jika mengikuti pendapat Ibnu Hazm, istri berhak menerima dari
suaminya pakaian jadi dan makanan yang sudah siap.10
Seandainya kita memberikan kaum perempuan pekerjaan di luar rumah,
berarti kita telah memberikan beban di luar rumah sekaligus. Ia tidak akan memiliki
waktu untuk menyiapkan makanan untuk suami dan anak-anaknya. Tidak jarang kita

9

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2007,

hal. 160
10

M. Quraish Shihab, 1001 soal keislaman yang patut anda ketahui, (Jakarta: Penerbit
Lentera Hati 2008) h. 572

5

melihat kaum perempuan yang berkarir di luar rumah menyiapkan kebutuhan rumah
di tempat kerjanya. Mereka sebenarnya sibuk dengan karirnya, akan tetapi tugas
rumah juga menantinya untuk menyediakan makanan, mendidik anak-anak dan
sebagainya, salah satu dari perempuan tersebut terkadang terlihat sangat lelah
sepulangnya dari kantor. Akan tetapi, sesampainya dirumah ia harus memasak,
memecahkan berbagai masalah yang sedang dihadapi oleh putra-putrinya ketika ia
berada di luar rumah. Setelah selesai dengan anak-anaknya, kini giliran suaminya
yang datang dan meminta haknya, akan tetapi seorang istri terlihat sangat lelah. 11
Islam tidak menghalangi kaum wanita untuk memasuki berbagai profesi
sesuai dengan keahliannya seperti menjadi guru, dosen, dokter, pengusaha, menteri
dan lain-lain. Akan tetapi, dalam tugasnya tetap memperhatikan hukum-hukum atau
aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Islam. Misalnya tidak terbengakalai urusan
dan tugasnya dalam rumah tangga, harus ada izin dan persetujuan dari suaminya bila
ia seorang yang bersuami, jika tidak mendatangkan yang negatif terhadap agama.12
Terlepas dari apa yang menjadi penyebabnya, realita sosial dewasa ini
mempelihatkan dengan jelas betapa kecenderungan manusia pada aktifitas kerja
ekonomis terasa semakin kuat. Pergaulan manusia untuk mendapatkan kebutuhan
hidup dan untuk sebagian orang mencari kesenangan materialistik-konsumtif telah
melanda hampir semua orang, laki-laki atau perempuan. Fenomena ini semakin
11

12

Syaikh Mutawalli As-Sya’rawi, Fikih Perempuan Muslimah, h. 139

Huzaimah, T. yanggo, konsep Wanita dalam Al-Qur’an, Sunnah dan Fikih, Dalam List M.
Markus Nasir dan Johan Hendrik Meuluman, Wanita Islam dalam Kajian Tekstrual dan Konsentrasi,
(Jakara: INIS, 1993), h. 28

6

nyata dalam era industri sekarang ini. Bahkan realita sosial juga memperlihatkan
bahwa perburuan manusia mencari kesenangan ekonomi dan “sesuap nasi” oleh
kaum perempuan, baik yang masih lajang maupun yang sudah berkeluarga
(mempunyai suami) semakin meningkat dari waktu ke waktu. Kaum perempuan
gilirannya harus melakukan peran ganda selain mengurus suami dan anak-anak
mereka juga mencari nafkah di luar.13
Islam telah meletakkan syarat-syarat tertentu bagi perempuan yang ingin
bekerja di luar rumah, yaitu: Karena kondisi keluarga yang mendesak, keluar
bersama mahramnya, tidak berdesak-desakan dengan laki-laki dan bercampur baur
dengan mereka, pekerjaan tersebut sesuai dengan tugas seorang perempuan.14
Dengan demikian, bagaimana hukum Islam dan peratu`ran perkawinan di Indonesia
memperlakukan istri yang berkarir tersebut? Apakah hak dan kewajiban istri yang
berkarir berbeda dengan hak dan kewajiban istri yang tidak berkarir? Apakah istri
yang ikut bekerja mencari nafkah keluarga yang semestinya hanya ditanggung suami
bisa memiliki hak lebih dalam keluarga, misalnya istri bisa sebagai pemimpin
keluarga atau bisakah istri yang berkarir kemudian melalaikan kewajibanya dirumah
akan kehilangan hak nafkah dari suaminya? Banyak persoalan lain yang muncul
terkait dengan hak dan kewajiban istri bagi wanita yang berkarir tersebut. Hal

13

Husain Muhammad, Fiqih Perempuan, Refleksi Kyai Atas Wacana Agama dan Gender,
(Yogyakarta: LkiS, 2002), cet. 2, h. 119-120
14
Syaikh Mutawalli As-Sya’rawi, Fikih Perempuan Muslimah, h. 141

7

tersebut mendorong penulis untuk mengadakan penelitian guna membahas mengenai
“HAK DAN KEWAJIBAN ISTRI BAGI WANITA KARIR DI UIN SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA” (Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif).
B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH
1.

Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis sangat perlu untuk membatasi

penelitian ini, agar permasalahan dalam skripsi ini tidak meluas serta menjaga
kemungkinan penyimpangan dalam penelitian skripsi ini, maka penelitian ini akan
dibatasi hanya dengan dosen wanita di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang juga
sekaligus memiliki jabatan struktural di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, yang mana jabatan tersebut diyakini akan menyita banyak waktu, tenaga
dan pikiran dari dosen wanita tersebut, sehingga diduga kuat akan mengurangi
waktu dan tenaga dan pikiran untuk suami, anak dan urusan rumah tangganya.
2.

Perumusan Masalah
Menurut penelitian pendahuluan oleh penulis, dosen wanita yang mengajar

sekaligus merangkap jabatan struktural di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta adalah wanita karir yang bekerja diluar rumah meninggalkan suami dan
anak dalam kurun waktu yang sudah ditentukan berdasarkan kebijakan yang
dikeluarkan oleh Pemerintah dan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Menurut pasal 34 ayat 2 No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang
merupakan kewajiban istri menyatakan bahwa “istri wajib mengatur urusan rumah

8

tangga dengan sebaik-baiknya, dengan keterbatasan waktu yang dimiliki oleh si
istri maka tentunya kewajiban istri tidak dapat dilakukannya dengan baik”. Maka
berdasarkan perumusan masalah diatas dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Bagaimana hak dan kewajiban istri yang berprofesi sebagai wanita karir dalam
pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif?
b. Bagaimana pandangan wanita karir di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta terkait dengan hak dan kewajiban istri wanita karir?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1.

Tujuan Penelitian
Tujuan penulis dalam menyusun karya ilmiah ini, bertujuan antara lain
sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui hak dan kewajiban istri yang berprofesi sebagai wanita
karir dalam pandangan Hukum Islam dan pandangan Hukum Positif.
b. Untuk mengetahui hak dan kewajiban istri wanita karir di lingkungan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.

2.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:
a. Dalam bidang akademik memperkaya wawasan khususnya bagi penulis
serta pengembangan ilmu di bidang syariah khususnya dalam hukum
perkawinan di Indonesia.
b. Mengetahui hak dan kewajiban istri yang juga berprofesi sebagai wanita
karir.

9

D. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif. Dimana penelitian kualitatif adalah berpijak dari realita atas
peristiwa yang berlangsung di lapangan. Apa yang di hadapi dalam penelitian
adalah sosial kehidupan sehari-hari. Penelitian seperti berupaya memandang
apa yang sedang terjadi dalam dunia tersebut dan meletakkan temuan-temuan
yang diperoleh di dalamnya. Oleh karena itu, apa yang dilakukan oleh peneliti
selama dilapangan termasuk dalam suatu posisi yang berdasarkan kasus, yang
mengarahkan perhatian pada spesifikasi kasus-kasus tertentu.15
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini berupa pendekatan
hukum sosiologi atau penelitian hukum empirik, yaitu penelitian yang
berdasarkan bukti kenyataan di lapangan atau realita sosial. Metode penelitian
dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan pendekatan analisis kualitatif
yaitu pendekatan yang ditunjukan untuk meneliti pada hasil wawancara
mendalam (deep interview), kemudian menganalisis hasil data yang diperoleh
untuk mendapatkan kesimpulan penelitan. Pendekatan ini dimaksud untuk
mengetahui pandangan dosen wanita yang sekaligus memiliki jabatan
struktural di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

15

Burhan Bungin¸ Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2001), cet. 3, h.82

10

3. Sumber Data
a. Sumber Primer
Dalam penelitian hukum empirik, data primer diperoleh dari kesimpulan
dosen wanita yang sekaligus memiliki jabatan struktural di lingkungan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, yang berupa hasil wawancara dengan subjek
penelitian.
b. Di dalam penelitian ini, digunakan pula data sekunder yang memiliki
kekuatan mengikat yang dibedakan dalam beberapa macam:
1) Bahan hukum primer yaitu: bahan-bahan hukum yang mengikat. Dalam
skripsi ini adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam (KHI), dan Hukum Islam
2) Bahan hukum sekunder yaitu: berupa buku-buku, makalah seminar,
jurnal-jurnal, laporan penelitian, artikel, majalah, situs, testimony,
Koran maupun blog.
3) Bahan hukum tersier yaitu: berupa kamus hukum, ensiklopedia, dan
sebagainya.
4.

Subjek dan Objek Penelitian
Untuk lebih fokusnya penelitian ini, lokasi yang akan digunakan adalah
Universitas UIN Syarif Hidayatulla Jakarta dan objek yang dituju adalah
dosen wanita yang sekaligus memiliki jabatan struktural di lingkungan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Oleh karena itu tidak mungkin mewawancarai
seluruh dosen wanita yang sekaligus memiliki jabatan struktural di

11

lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut, penulis hanya bisa
mewawancarai sebanyak 5 orang dosen wanita yang sekaligus memiliki
jabatan struktural di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta saja.
Penunjukkan 5 orang yang diwawancarai itu di tentukan secara kocok
(random). Adapun subjek dalam penelitian ini adalah penulis sendiri yang
berkeinginan untuk mengetahui bagaimana dosen wanita yang sekaligus
memiliki jabatan struktural di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tersebut terhadap hak dan kewajiban istri.
5.

Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian hukum empirik ini, teknik yang digunakan untuk
mengumpulan data adalah sebagai berikut:
a. Wawancara: dilakukan dengan dosen wanita yang sekaligus memiliki
jabatan struktural di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk
mendapat data mengenai hak dan kewajiban istri. Wawancara
dilakukan

dengan

cara

terstruktur

yaitu

wawancara

yang

pewawancaranya menerapkan sendiri masalah dan pertanyaan yang
akan diajukan.16
b. Studi Pustaka: dilakukan untuk mendapatkan data tentang teori-teori
tentang hak dan kwajiban istri baik Hukum Islam maupun Peraturan
Perkawinan di Indonesia

16

Burhan Bungin¸ Metodologi Penelitian Kualitatif, …, h. 109

12

6.

Pedoman Penulisan Laporan
Teknik penulisan skripsi ini memiliki dasar acuan buku “Pedoman
Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”
yang diterbitkan oleh UIN Jakarta Press tahun 2012.

7.

Metode Analisis Data
Tahap terakhir dalam sebuah penelitian setelah dua kesimpulan adalah
analisis data. Tahapan tersebut dilakukan dengan menganalisis data yang
telah terkumpul dengan tujuan memperoleh suatu kesimpulan dalam
penelitian. Sedangkan kesimpulan ditarik dari metode induktif, yaitu
dengan menghimpun data dari konsep-konsep Al-Qur’an dan Hadist, serta
ditunjang dalam perundang-undangan yang telah diberlakukan dan hasil
wawancara dari dosen wanita yang sekaligus memiliki jabatan struktural di
lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Data yang terkumpul tersebut
dianalisis dan ditarik kesimpulan sehingga dapat menjawab inti batasan dan
rumusan masalah penelitian.

E.

Review Studi Terdahulu
Berdasarkan studi kepustakaan (Library research) yang penulis lakukan di

Perpustakaan Fakultas dan Perpustakaan Utama, maka terdapat literatur skripsi yang
dapat dijadikan sebagai perbandingan, yaitu:
1.

Arofatul Inayah (102044124993/Peradilan Agama/Syariah dan Hukum)
Problematika Pernikahan Wanita Karir dan Pengaruhnya Terhadap
Pembentukan Keluarga Sakinah.

13

Pada skripsi ini membahas mengenai, pada umumnya wanita yang memilih untuk
bekerja/berkarir adalah karena adanya alasan-alasan tertentu antara lain yang
menjadi faktor adalah Karena masalah ekonomi. Selama wanita tersebut
dapat/sanggup untuk mejalankan fungsi ganda (Sebagai Ibu dan Karirnya) maka
kerukunan rumah tangganya akan dapat dipertahankan. Sebaliknya, jika dia tidak
sanggup untuk melaksanakan fungsi gandanya, maka tentu akan berakibat tidak
baik bagi kelangsungan rumah tangganya.
2.

Desi Amalia (107044101899/ Peradilan Agama/ Syariah dan Hukum)
Peranan Istri Dalam Memenuhi Nafkah Keluarga (Studi Kasus di Desa
Gunung Sugih, Kecamatan Kedondong, Kabupaten Pesawaran, Propinsi
Lampung)
Pada skripsi ini membahas mengenai, peranan istri dalam memberi nafkah
keluarga serta relevansinya dengan tanggung jawab nafkah dalam sistem
Undang-Undang Perkawinan di Indonesia.

3.

Taufiqurrahman (205044100548/ Peradilan Agama/ Syariah dan Hukum)
Pengaruh Wanita Karir Terhadap Perceraian
Pada skripsi ini membahas mengenai, sejauh mana problematika wanita karir
tersebut dapat berpengaruh terhadap keutuhan rumah tangga, dengan
permasalahan-peramasalahan yang terjadi, apakah dapat memicu terjadinya
perceraian, serta mengklasifikasi wanita karir, peluang dan tantangan wanita.

14

Sedangkan perbedaan dari skripsi diatas penulis membahas tentang hak dan
kewajiban istri bagi wanita karir di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Perspektif
Hukum Islam dan Hukum Positif).
F.

Sistematika Penulisan

Bab I

Merupakan bab pendahuluan yang memuat latar belakang

masalah,

pembatasan masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode
penelitian, jenis penelitian, pendekatan penelitian, sumber data, subjek
dan objek penelitian, teknik pengumpulan data, pedoman penulisan
laporan, metode analisis data, review studi terdahulu dan sistematika
penulisan.
Bab II

Merupakan landasan teori yang mencakup hak dan kewajiban istri
menurut hukum Islam dan peraturan perkawinan di Indonesia, hak dan
kewajiban

isteri menurut Hukum Islam, yang meliputi pandangan

ulama klasik dan juga pandangan ulama kontemporer. Selanjutnya akan
dipaparkan juga hak dan kewajiban istri dalam Perkawinan di Indonesia,
yang diatur dalam Undang-Undang Dasar No. 1 Tahun 1974 dan
Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Bab III

Hak dan kewajiban istri bagi wanita karir di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, sekilas tentang objek penelitian, potret UIN Syarif Hidayatullah

15

Jakarta, bean kerja dosen dan tanggung jawab jabatan structural di UIN
syarif Hidayatullah Jakarta, profile informan, pandangan dosen UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap hak dan kewajiban istri yang
berprofesi sebagai wanita karir, pengetahuan huku dosen tentang hak
dan kewajiban istri, pemahaman hukum dosen tentang hak dan
kewajiban istri, perilaku hukum dosen tentang hak dan kewajiban istri,
pendapat dosen tentang wanita karir yang menjalankan peran ganda dan
wanita karir yang melalaikan kewajibannya dalam rumah tangga.
Bab IV

Analisis atas hak dan kewajiban istri bagi wanita karir di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta (Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif), hak
dan kwajiban istri wanita karir, peran ganda wanita karir, kelalaian istri
menunaikan kewajibannya karena berprofesi sebagai wanita karir.

BAB V

Penutup, dafar pustaka, serta lampiran.

BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN ISTRI MENURUT HUKUM ISLAM DAN
PERATURAN PERKAWINAN DI INDONESIA
A. Hak dan Kewajiban Istri Menurut Hukum Islam
Konsep hak pada dasarnya sama, bahwa pria dan wanita sama dalam segala
sesuatu. Wanita mempunyai hak seperti yang dimiliki pria, dan wanita mempunyai
kewajiban seperti kewajiban pria. Kemudian, bahwa laki-laki dilebihi dengan satu
derajat, yaitu sebagai pemimpin yang telah ditetapkan dengan fitrahnya. Dalam hal
ini bukan berarti keluar dari konsep persamaan yang telah disamakan dalam hak dan
kewajiban, sebab setiap tambahan hak diimbangi dengan tambahan serupa dalam
kewajiban. 1 Sebagaimana dalam Al-Qur’an juga telah menentukan hak istri dari
suaminya, yaitu persamaan dalam hak dan kewajiban, sesuai dengan surat AlBaqarah:

(228/2: ‫ )ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‬‫ﻢ‬‫ﻴ‬‫ﻜ‬‫ ﺣ‬‫ﺰ‬‫ﺰﹺﻳ‬‫ﺍﷲُ ﻋ‬‫ﺔﹲ ﻭ‬‫ﺟ‬‫ﺭ‬‫ ﺩ‬‫ﻬﹺﻦ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﺎﻝﹺ ﻋ‬‫ ﺟ‬‫ﻠﺮ‬‫ﻟ‬‫ ﻭ‬‫ﻑ‬‫ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﻌ‬‫ ﺑﹺﺎﻟﹾﻤ‬‫ﻬﹺﻦ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻱ ﻋ‬‫ﺜﹾﻞﹸ ﺍﻟﱠﺬ‬‫ ﻣ‬‫ﻦ‬‫ﹶﻟﻬ‬‫ ﻭ‬......
Artinya: ”………..Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu
tingkatan kelebihan dari pada istrinya.” (Al-Baqarah: [2] 228).
Ayat di atas menyebutkan bahwa hak yang dimiliki istri seimbang dengan
kewajiban yang harus ditunaikan istri; dan kewajiban yang harus ditunaikan oleh istri
itu adalah hak suami. Dengan demikian, kalimat ‫ وَﻟَﮭُﻦﱠ ﻣِﺜْﻞُ اﻟﱠﺬِي ﻋَﻠَﯿْﮭِﻦﱠ‬sebenarnya ingin

1

Muhammad Albar, Wanita dalam Timbangan Islam, (Jakarta: Daar Al-Muslim, Beirut) cet.

1 h. 18

16

17

menunjukkan bahwa hak yang dimiliki istri itu seimbang dengan hak yang dimiliki
suami. Kemudian, dengan adanya kalimat ٌ‫ وَﻟِﻠﺮﱢ ﺟَﺎلِ ﻋَﻠَﯿْﮭِﻦﱠ دَرَﺟَﺔ‬yang oleh para mufasir
dipahami dengan kelebihan ‫( ﻟﺘﻜﻠﯿﻒ‬tanggung-jawab/kewajiban) bukan kelebihan
‫( ﺗﺸﺮﯾﻒ‬kemuliaan), menunjukkan ada satu kewajiban yang dibebankan kepada suami
tetapi tidak dibebankan kepada istri. Karena dalam logika keadilan “Di mana ada
kewajiban, disitu ada hak”, maka secara otomatis suami memiliki satu kelebihan hak
yang tidak dimiliki oleh istri.2
Al-Qurthubi dalam tafsirnya

mengatakan, “Allah Swt. Kemudian

menjelaskan, keutamaan laki-laki dibandingkan perempuan dalam hal warisan karena
laki-laki wajib membayar mahar dan memberi nafkah kepada keluarga, selain karena
keutamaan laki-laki itu pada akhirnya juga akan memberi keuntungan bagi
perempuan. Dikatakan bahwa laki-laki memiliki akal dan daya nalar yang lebih kuat,
karena itu mereka berhak memegang kendali atas kehidupan perempuan. Dikatakan
pula laki-laki memiliki jiwa dan karakter yang lebih kuat ketimbang perempuan.
Karakter laki-laki didominasi oleh hawa panas dan kering yang membuatnya menjadi
keras dan kuat, sedangkan karakter perempuan didominasi hawa dingin dan lembap
yang membuatnya lembut dan lemah. Karena itu semua firman Allah, mereka (lakilaki) telah menafkahkan sebagian hartanya,

laki-laki lalu memiliki hak

kepemimpinan atas perempuan.”3

2

Mesraini, Membangun Keluarga Sakinah, (Jakarta: Makmur Abadi Press (MA Press),
2010), cet. 1, h. 71
3

306

Abd al-Qadri Manshur, Buku Pintar Fiqih Wanita, (Jakarta: Penerbit zaman, 2009), cet. 1, h.

18

Dalam hubungan suami istri dalam rumah tangga suami mempunyai hak dan
begitu pula istri mempunyai hak. Dibalik itu suami mempunyai beberapa kewajiban
dan begitu pula istri mempunyai beberapa kewajiban4. Demikian pula kaum wanita
mempunyai hak atas suami mereka, dan tidak akan berlanjut kehidupan suami istri di
atas keadilan yang diperintahkan oleh Allah, kecuali jika setiap suami dan istri
memenuhi hak-hak diantara mereka. Adapun hak-hak istri adalah sebagai berikut:5
1.

Hak istri yang bersifat materi meliputi:
a. Hak mengenai harta, yaitu mahar atau maskawin dan nafkah.
Sebagaimana firman Allah surat An-nisa [4] ayat 4:

(4/4:‫ﺌﹰﺎ )ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ‬‫ﺮﹺﻳ‬‫ﺌﹰﺎ ﻣ‬‫ﹺﻨﻴ‬‫ ﻫ‬‫ﻩ‬‫ﺎ ﻓﹶ ﻜﹸﻠﹸﻮ‬‫ﻔﹾﺴ‬‫ ﻧ‬‫ﻪ‬‫ﻨ‬‫ﺀٍ ﻣ‬‫ﺷﻲ‬ ‫ﻦ‬‫ ﻋ‬‫ ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﻦ‬‫ﺒ‬‫ﻠﹶﺔﹰ ﻓﹶﺈﹺﻥﹾ ﻃ‬‫ ﻧﹺﺤ‬‫ﻬﹺﻦ‬‫ﺪ ﻗﹶﺎ ﺗ‬ ‫ﺎﺀَ ﺻ‬‫ﻮﺍ ﺍﻟﹼﻨﹺﺴ‬‫ﺀَﺍﺗ‬‫ﻭ‬
Artinya: Berikanlah (Mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudia jika mereka menyerahkan kepada
kamu sebagian maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah)
pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya (An Nisa [4]
ayat 4)
Makna kata an nihlah dalam ayat di atas, adalah pemberian dan hadiah. Ia
bukan merupakan imbalan yang diberikan laki-laki karena boleh menikmati
perempuan, sebagaimana persepsi yang telah berkembang di sebagian
masyarakat. Sebenarnya dalam hukum sipil juga kita dapatkan bahwa
perempuan harus menyerahkan sebagian hartanya kepada laki-laki. Namun,
fitrah Allah telah menjadikan perempuan sebagai pihak penerima, bukan pihak

4

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2007),

5

Abu Musa Abdurrahim, Kitab Cinta Berjalan, (Jakarta: Gema insani 2011), cet. 1, h. 233

h. 160

19

yang harus memberi. 6 Penganut Mazhab Hanafi menetapkan batas minimal
mahar adalah sepuluh dirham. Sementara penganut Mazhab Maliki menetapkan
tiga dirham, tapi penetapan ini tidak berdasar pada dalil yang layak dijadikan
sebagai landasan, tidak pula hujjah yang dapat diperhitungkan. 7 Sedangkan
Mazhab Hanafi berpendapat bahwasanya tidak ada ketentuan terkait besaran
nafkah, dan bahwasanya suami berkewajiban memikul kebutuhan istri
secukupnya yang terdiri dari makan, lauk pauk, daging, sayur mayur, buah,
minyak, mentega dan semua yang dikonsumsi untuk menopang hidup sesuai
dengan ketentuan yang berlaku secara umum, dan bahwasanya itu berbeda-beda
sesuai dengan perbedaan tempat, zaman dan keadaan. Mazhab Syafi’i tidak
mengaitkan pendapat besaran nafkah dengan batas kecukupan. Mereka
mengatakan nafkah ditetapkan berdasarkan ketentuan syariat. Meskipun
demikikian, mereka sepakat dengan Mazhab Hanafi dalam mempertimbangkan
keadaan suami dari segi kelapangan ataupun kesulitan, dan bahwasanya suami
yang mengalami kondisi lapang, yaitu yang mampu memberikan nafkah dengan
harta dan penghasilannya, harus memenuhi sebanyak dua mud setiap hari (satu
mud kurang lebih setara dengan 543 gram). Sedangkan orang yang mengalami
kesulitan, yaitu yang tidak mampu memberikan nafkah dengan harta tidak pula
penghasilan, harus menafkahi sebanyak satu mud setiap hari.8
6

Yusuf Al Qardawi, Panduan Fiqih Perempuan, (Yogyakarta: Salma Pustaka, 2004), cet 1, h.

7

Wahbah Az-Zuhaili, “Fiqih Islam Wa Adillatuhu jilid 7”, h. 412

8

Wahbah Az-Zuhaili,“Fiqih Islam Wa Adillatuhu Jilid 7, h. 437

151

20

2.

Hak-hak istri yang bersifat non materi:
a. Hak mendapatkan perlakuan yang baik dari suami.
Sebagaimana Firman Allah dalam surat An-nisa [4] ayat 19:

‫ﺍ‬‫ﲑ‬‫ﺍ ﻛﹶﺜ‬‫ﺮ‬‫ﻴ‬‫ ﺧ‬‫ﻴﻪ‬‫ ﻓ‬‫ﻞﹶ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻌ‬‫ﺠ‬‫ﻳ‬‫ﺌﹰﺎ ﻭ‬‫ﻴ‬‫ﻮﺍ ﺷ‬‫ﻫ‬‫ﻜﹾﺮ‬‫ﻰ ﺃﹶﻥﹾ ﺗ‬‫ﺴ‬‫ ﻓﹶﻌ‬‫ﻦ‬‫ﻮﻫ‬‫ﻤ‬‫ﺘ‬‫ ﻓﹶﺈﹺﻥﹾ ﻛﹶﺮﹺﻫ‬‫ﻭﻑ‬‫ﺮ‬‫ﻌ‬‫ ﺑﹺﺎﻟﹾﻤ‬‫ﻦ‬‫ﻭﻫ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺷ‬‫ﻋ‬‫ﻭ‬
Artinya: “Dan bergaullah dengan mereka (istri) dengan cara yang patut.
Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah) karena
mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya
kebaikan yang banyak (Q.S. An-Nisa [4] ayat 19)
Kewajiban istri terhadap suami tidak berdasarkan paradigma lama dimana
posisi wanita lemah sehingga bisa diperlakukan sewenang-wenang oleh pria
(suami). Sebaiknya cara melihat wanita tetap berdasarkan pada pengakuan atas
harkat dan martabat wanita yang mulia, selaras dengan hak-hak yang harus
diterima dari suaminya, kewajiban istri pun tidak terlepas dari upaya yang
bersangkutan mendukung terciptanya kehidupan keluarga yang sakinah,
mawaddah, wa rahmah. 9 Adapun tujuan dari hak dan kewajiban suami istri
adalah suami istri dapat menegakkan rumah tangga yang merupakan sendi dasar
dari susunan masyarakat, oleh karena itu suami istri wajib untuk saling
mencintai, saling menghormati, saling setia.10
b. Agar suami menjaga dan memelihara istrinya.
Maksudnya ialah menjaga kehormatan istri, tidak menyia-nyiakan, agar

selalu

melaksanakan perintah Allah dan meningalkan segala larangan-Nya.
9

Hasbi Indra, Potret Wanita Sholehah, (Jakarta: Penamadani, 2004), cet 3, h. 188

10

http://www.jurnalhukum.com/hak-dan-kewajiban-suami-istri/. (Diakses pada hari senin 1
juni 2015, jam 19.51)

21

Sebagaimana Firman Allah dalam surat At-Tahrim [28] ayat 6:

(6/28:‫ﺍ )ﺍﻟﺘﺤﺮﱘ‬‫ﺎﺭ‬‫ ﻧ‬‫ﻴﻜﹸﻢ‬‫ﻠ‬‫ﺃﹶﻫ‬‫ ﻭ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﺁ ﺃﹶﻧﻔﹸﺴ‬‫ﻮﺍ ﻗﹸﻮ‬‫ﻨ‬‫ ﺁﻣ‬‫ﻳﻦ‬‫ﺎ ﺍﻟﱠﺬ‬‫ﻬ‬‫ﺎ ﺃﹶﻳ‬‫ﻳ‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka”. (Q.S. At-Tahrim [28] ayat 6).
c. Sabar dan kuat menghadapi masalah.11
Wanita bukanlah peri yang hanya ada dalam dunia khayal, melainkan dia
hanyalah manusia biasa yang bisa saja baik dan jahat, benar dan salah. Karena
itu, suami harus sabar dan kuat menghadapi masalah dalam rangka menjaga
keutuhan hidup suami istri agar tidak hancur. Laki-laki muslim sejati adalah
yang bijaksana dan menerima kenyataan atas apa yang dikhayalkan, sehingga
akal sehatnya lebih dikedepankan dari perasaanya. Mampu menahan dan
mengendalikan emosional tatkala perasaannya merasa tidak simpati kepada
sikap istrinya. Hal itu demi melanjutkan kehidupan rumah tangga sebagai
respon terhadap firman Allah dalam surat An-nisa [4] ayat 19:

‫ﺍ‬‫ﲑ‬‫ﺍ ﻛﹶﺜ‬‫ﺮ‬‫ﻴ‬‫ ﺧ‬‫ﻴﻪ‬‫ ﻓ‬‫ﻞﹶ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻌ‬‫ﺠ‬‫ﻳ‬‫ﺌﹰﺎ ﻭ‬‫ﻴ‬‫ﻮﺍ ﺷ‬‫ﻫ‬‫ﻜﹾﺮ‬‫ﻰ ﺃﹶﻥﹾ ﺗ‬‫ﺴ‬‫ ﻓﹶﻌ‬‫ﻦ‬‫ﻮﻫ‬‫ﻤ‬‫ﺘ‬‫ ﻓﹶﺈﹺﻥﹾ ﻛﹶﺮﹺﻫ‬‫ﻭﻑ‬‫ﺮ‬‫ﻌ‬‫ ﺑﹺﺎﻟﹾﻤ‬‫ﻦ‬‫ﻭﻫ‬‫ﺮ‬‫ﺎﺷ‬‫ﻋ‬‫ﻭ‬
(19/4:‫)ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ‬
Artinya: “Dan bergaullah dengan mereka (istri) dengan cara yang patut.
Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah) karena
mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya
kebaikan yang banyak (Q.S. 4 An-Nisa [4] ayat 19).

11

Amru Abdul Karim Sa’dawi, Wanita dalam Fiqih Al-Qardhawi, (Jakarta: Pustaka AlKautsar, 2009), cet. 1, h. 120

22

d. Jangan menghalanginya untuk pergi ke masjid.12
Al-Kirmani berkata: “Hal itu diperbolehkan jika aman dari fitnah.” AlBukhari meriwayatkan dari Salim, dari ayahnya warahimahullohu, dari Nabi
SAW:

‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﻌ‬‫ﻨ‬‫ ﻤ‬‫ ﻓﹶﻠﹶﺎ ﻳ‬,‫ﺠﹺﺪ‬‫ ﺇﹺﻟﹶﻰ ﺍﹾﳌﹶﺴ‬‫ ﻛﹸﻢ‬‫ﺪ‬‫ﺃﹶﺓﹸ ﺃﹶﺣ‬‫ﺮ‬‫ ﺍﻣ‬‫ﺖ‬‫ﺄﹾ ﺫﹶﻧ‬‫ﺳﺘ‬ ‫ﺇﹺﺫﹶﺍ‬
“Jika istri salah seorang dari kalian meminta izin untuk pergi ke masjid, maka
janganlah menghalanginya.”
Kewajiban taat kepada suami hanyalah dalam hal-hal yang dibenarkan
agama, bukan dalam hal kemaksiatatan. Diantara ketaatan istri kepada
suaminya adalah tidak keluar rumah kecuali dengan seizinnya (suami). 13
Sebagaimana Rasulullah SAW menegaskan tentang hak suami terhadap istri:

‫ﻟﹶﻮ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﻬ‬‫ﻔﹾﺴ‬‫ ﻧ‬‫ﻪ‬‫ﻌ‬‫ﻨ‬‫ ﻤ‬‫ ﺇﹺﻟﱠﺎ ﺗ‬‫ﻪ‬‫ﺘ‬‫ﺟ‬‫ﻭ‬‫ﻠﹶﻰ ﺯ‬‫ﺝﹺ ﻋ‬‫ﻭ‬‫ ﺍﹾﻟﺰ‬‫ﻖ‬‫ ﺣ‬:‫ﻝﹶ ﺍﷲ ﺻﻞ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﹼﻢ ﻗﺎ ﻝ‬‫ﻮ‬‫ﺳ‬‫ ﺍﹶﻥﱠ ﺭ‬‫ﺮ‬‫ﻤ‬‫ﻦﹺ ﻋ‬‫ﺍﷲ ﺍﺑ‬‫ﺪ‬‫ﺒ‬‫ ﻋ‬‫ﻦ‬‫ﻋ‬
‫ﺖ‬‫ﻤ‬‫ ﺍﹶﺋ‬‫ﻠﹶﺖ‬‫ﻤ‬‫ ﻓﹶﺈﹺﻥﹾ ﻋ‬‫ﻪ‬‫ﻀ‬‫ﻔﹶﺮﹺﻳ‬‫ ﺇﹺﻟﱠﺎ ﻟ‬‫ﺎ ﺑﹺ ﹺﺈﺫﹾﻧﹺﻪ‬‫ﻣ‬‫ﻮ‬‫ ﻳ‬‫ﻡ‬‫ﻮ‬‫ﺼ‬‫ﺍﹶﻥﹾ ﻟﹶﺎﺗ‬‫ﺍ ﺇﹺﻟﱢﺎ ﻭ‬‫ﺪ‬‫ﺍﺣ‬‫ﺐﹴ ﻭ‬‫ﺮﹴ ﹸﻗﺘ‬‫ﻠﹶﻰ ﻇﹶﻬ‬‫ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻋ‬
‫ﻦ‬‫ ﻣ‬‫ﺝ‬‫ﺮ‬‫ﺨ‬‫ﺍﹶﻟﱠﺎﹶ ﺗ‬‫ ﻭ‬‫ﺭ‬‫ﺎ ﺍﻟﹾﻮﹺﺯ‬‫ﻬ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻋ‬‫ ﻭ‬‫ﺮ‬‫ ﺍﹾﻟﹶﺎﺟ‬‫ ﻛﺎﹶﻥﹶ ﻟﹶﻪ‬‫ﻠﹶﺖ‬‫ ﻓﹶﺈﹺﻥﹾ ﻓﹶﻌ‬‫ﺌﹰﺎ ﺇﹶﻟﱠﺎﺑﹺﺈﹺﺫﹾﻧﹺﻪ‬‫ﺷﻴ‬ ‫ﺎ‬‫ﻬ‬‫ﺘ‬‫ﻴ‬‫ ﺑ‬‫ﻦ‬‫ ﻣ‬‫ﻲ‬‫ﻄ‬‫ﻌ‬‫ﻠﹶﺎ ﺗ‬‫ﺍﹶﻧ‬‫ﺎ ﻭ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ﻞﹾ ﻣ‬‫ﻘﹶﺒ‬‫ﺘ‬‫ ﻳ‬‫ﻟﹶﻢ‬‫ﻭ‬
(‫ﺎ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺑﻮ ﺩﻭﺩ‬‫ﻤ‬‫ﺇﹺﻥﹾ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻇﹶﺎﻟ‬‫ ﻭ‬‫ﺟﹺﻊ‬‫ﺮ‬‫ﺗ‬‫ﺐﹺ ﺍﹶ ﻭ‬‫ﻀ‬‫ﻜﹶﺔﹸ ﺍﻟﹾﻐ‬‫ﻠﹶﺎﺋ‬‫ﻣ‬‫ﺎ ﺍﷲ ﻭ‬‫ﻬ‬‫ﻨ‬‫ ﻟﹶﻌ‬‫ﻠﹶﺖ‬‫ ﻓﹶﺈﹺﻥﹾ ﻓﹶﻌ‬‫ﺍﻟﱠﺎ ﺑﹺﺈﹺﺫﹾﻧﹺﻪ‬ ‫ﻪ‬‫ﺘ‬‫ﺑﻴ‬
Dari Abdullah bin Umar ra. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Hak
suami terhadap istrinya adalah tidak menghalangi permintaan suaminya
kepadanya sekalipun sedang di atas punggung unta, tidak berpuasa walaupun
sehari saja selain dengan izinnya, kecuali puasa wajib. Jika ia tetap berpuasa,
ia berdosa dan puasanya tidak diterima. Ia tidak boleh memberikan sesuatu
dari rumahnya kecuali dengan izin suaminya. Jika ia memberinya maka
pahalanya bagi suaminya dan dosanya untuk dirinya sendiri. Ia tidak keluar
dari rumahnya kecuali dengan izin suaminya. Jika ia berbuat demikian maka

12
Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin ‘Abdir Razzaq, Panduan Lengkap Nikah (dari “A
sampai “Z”, (Bogor, Pustaka Ibnu Katsir, 2006), cet 1,2,3, h. 324
13

h. 159

Abdul Rahman GHozali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010)

23

Allah melaknatnya dan para malaikat memarahinya sampai tobat dan pulang
kembali sekalipun suaminya itu zhalim. (HR. Abu Daud).
Kewajiban istri terhadap suami tidak berdasarkan paradigma lama
dimana posisi wanita lemah sehingga bisa diperlakukan sewenang-wenang oleh
pria (suami). Sebaiknya cara melihat wanita tetap berdasarkan pada pengakuan
atas harkat dan martabat wanita yang mulia, selaras dengan hak-hak yang harus
diterima dari suaminya, kewajiban istri pun tidak terlepas dari upaya yang
bersangkutan mendukung terciptanya kehidupan keluarga yang sakinah,
mawaddah, wa rahmah.14Adapun kewajiban istri kepada suami sebagai berikut:

1)
a.

Kewajiban Istri :
Hormat dan patuh kepada suami dalam batas-batas yang ditentukan oleh norma
agama dan susila.
Sebagaimana Firman Allah di dalam surat An-nisa [4] ayat 34:

‫ﺎﺕ‬‫ ﻗﹶﺎﻧﹺﺘ‬‫ﺎﺕ‬‫ﺤ‬‫ﺎﻟ‬‫ ﻓﹶﺎﻟﺼ‬‫ﻬﹺﻢ‬‫ﺍﻟ‬‫ﻮ‬‫ ﺃﹶﻣ‬‫ﻦ‬‫ﻔﹶﻘﹸﻮﺍ ﻣ‬‫ﺎ ﺃﹶﻧ‬‫ﺑﹺﻤ‬‫ﺾﹴ ﻭ‬‫ﻌ‬‫ﻠﹶﻰٰ ﺑ‬‫ ﻋ‬‫ﻢ‬‫ﻬ‬‫ﻀ‬‫ﻌ‬‫ ﺑ‬‫ﻞﹶ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺎ ﻓﹶﻀ‬‫ﺎﺀِ ﺑﹺﻤ‬‫ﺴ‬‫ﻠﹶﻰ ﺍﻟﻨ‬‫ﻮﻥﹶ ﻋ‬‫ﺍﻣ‬‫ﺎﻝﹸ ﻗﹶﻮ‬‫ﺟ‬‫ﺍﻟﺮ‬
‫ ﻓﹶﺈﹺﻥﹾ‬‫ﻦ‬‫ﻮﻫ‬‫ﺮﹺﺑ‬‫ﺍﺿ‬‫ﺎﺟﹺﻊﹺ ﻭ‬‫ﻀ‬‫ﻲ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ ﻓ‬‫ﻦ‬‫ﻭﻫ‬‫ﺮ‬‫ﺠ‬‫ﺍﻫ‬‫ ﻭ‬‫ﻦ‬‫ﻈﹸﻮﻫ‬‫ ﻓﹶﻌ‬‫ﻦ‬‫ﻫ‬‫ﻮﺯ‬‫ﺸ‬‫ﺎﻓﹸﻮﻥﹶ ﻧ‬‫ﺨ‬‫ﻲ ﺗ‬‫ﺍﻟﻠﱠﺎﺗ‬‫ ﻭ‬‫ﻆﹶ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﻔ‬‫ﺎ ﺣ‬‫ﺐﹺ ﺑﹺﻤ‬‫ﻴ‬‫ﻠﹾﻐ‬‫ ﻟ‬‫ﻈﹶﺎﺕ‬‫ﺎﻓ‬‫ﺣ‬
﴾34/4 :‫ﺍ ﴿ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ‬‫ﺎ ﻛﹶﺒﹺﲑ‬‫ﻴ‬‫ﻠ‬‫ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻋ‬‫ﺒﹺﻴﻠﹰﺎ ﺇﹺﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ ﺳ‬‫ﻬﹺﻦ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻮﺍ ﻋ‬‫ﻐ‬‫ﺒ‬‫ ﻓﹶﻠﹶﺎ ﺗ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻨ‬‫ﺃﹶﻃﹶﻌ‬
Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan
karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu
maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang
kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di
tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka
janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha
Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. surat An-nisa [4] ayat 34).

14

Hasbi Indra, Potret Wanita Sholehah, h. 188

24

Kewajiban istri terhadap suami yaitu