39
membanggakan sasra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
7. Teori Semiotik
Semiotik berasal dari bahasa Yunani
semion
, yang berarti tanda, dalam pengertian yang lebih luas semiotik berarti studi sistematis
mengenai produksi dan interpretasi tanda, bagaimana cara kerjanya, apa manfaatnya terhadap kehidupan manusia Ratna, 2004: 97.
Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan
tanda-tanda; semiotik mempelajari sistem-sistem aturan, dan konvensi- konvensi yang menyakinkan tanda-tanda itu mempunyai arti. Dalam kritik
sastra, penelitian semiotik meliputi analisis sastra sebagai sebuah penggunaan bahasa yang bergantung ditentukan pada konvensi-konvensi
dan meneliti ciri sifat-sifat yang menyebabkan bermacam-macam cara agar wacana memiliki makna Pradopo, 2003: 119. Hal ini berarti
penekanan pendekatan semiotik adalah pemahaman makna karya sastra melalui tanda-tanda dalam karya sastra.
Karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang menggunakan medium bahasa. Bahasa sebagai medium karya sastra
sudah merupakan sistem semiotik atau ketandaan, yaitu sistem ketandaan yang mempunyai arti. Bahasa kata-kata sebelum dipergunakan dalam
karya sastra sudah merupakan lambang yang mempunyai arti yang ditentukan oleh konvensi masyarakat Pradopo, 2002: 121. Bahasa
40
merupakan sistem tanda tingkat pertama itu disebut dengan arti
meaning
, sedangkan karya sastra merupakan sistem tanda tingkat kedua yang lebih
tinggi atas kedudukannya dari bahasa. Arti sastra ini disebut makna
significance
Pradopo, 2002: 122. Sebagaimana telah disebutkan di muka bahwa semiotik adalah
ilmu yang mengkaji tanda. Dengan demikian dalam penelitian ini penulis memandang karya sastra sebagai sebuah sistem tanda yang bermakna.
Kehadirannya beserta keutuhan struktur merupakan suatu kenyataan tanda yang harus ditafsirkan. Di sini karya sastra, dalam hal ini cerita rekaan,
berperan sebagai tanda dan pembaca sebagai penanda yang harus mencari tandaan berdasarkan kaidah-kaidah tertentu. Dikemukakan oleh Preminger
dalam Pradopo, 2003: 109, bahwa studi semiotik sastra adalah “usaha untuk menganalisis sastra sebagai suatu sistem tanda-tanda dan
menentukan konvensi-konvensi yang memungkinkan karya sastra mempunyai arti.
Peirce secara khusus memberi perhatian pada tanda dan objek yang diacunya. Bagi Peirce, makna tanda yang sebenarnya adalah
mengemukakan sesuatu. Jadi, suatu representasi juga baru dapat berfungsi apabila ada bantuan dari sesuatu
ground
Nurgiyantoro, 2007: 41. Peirce membagi tanda membagi tiga jenis, yaitu ikon, indeks, dan
simbol.
41
a. Ikon
Ikon adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan yang bersifat alamiah antara penanda dan petandanya. Hubungan itu adalah
hubungan persamaan, misalnya gambar kuda sebagai penanda yang menandai kuda petanda sebagai artinya Jabrohim, 2003: 68.
Dalam kajian semiotik kesastraan, pemahaman dan penerapan konsep ikonsitas kiranya memberikan sumbangan yang berarti. Pierce
membedakan ikon dalam tiga macam, yaitu ikon topologis, ikon diagramatik, dan ikon metafora Pradopo, 2003: 135. Ketiganya dapat
muncul bersama dalam satu teks, namun tak dapat dibedakan secara pilah karena yang ada hanya masalah penonjolan saja. Untuk membuat
pembeda ketiganya, hal itu dapat dilakukan dengan membuat deskripsi tentang berbagai hal yang menunjukkan kemunculannya.
b. Indeks
Indeks adalah tanda yang memiliki keterkaitan fundamental atau eksistensial di antara
representamen
dan objeknya. Di dalam indeks hubungan antara tanda dan objeknya bersifat konkret, aktual
dan biasanya melalui suatu cara yang
sekuensial
atau kausal Pierce dalam Kris Budiman, 2004: 30-31.
Pendapat di atas menunjukkan bahwa indeks merupakan hubungan sebab akibat antara penanda dan petandanya. Indeks adalah
tanda yang menunjukkan hubungan kausal sebab-akibat antara
42
penanda dan petandanya, misal asap menandakan api, alat penanda angin menunjukkan arah angin, dan sebagainya Jabrohim, 2003: 68.
c. Simbol
Tipe yang ketiga ini merupakan bagian dari tipologi tanda yang bersifat arbitrer dan konvensional. Simbol adalah tanda yang
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan alamiah antara penanda dan petandanya, hubungannya bersifat arbitrer semau-maunya. Arti tanda
itu ditentukan oleh konvensi Jabrohim, 2003: 68. Contoh dari tipe tanda jenis ini banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya rambu-rambu lalu-lintas yang sangat sederhana, yang hanya berupa sebuah garis putih melintang di atas latar belakang merah.
Rambu ini merupakan sebuah simbol yang menyatakan larangan masuk bagi semua kendaraan Kris Budiman, 2004: 33.
Barthes dalam Ali Imron, 1995: 374 mengemukakan bahwa tanda dalam sistem pertama, yakni asosiasi total antara konsep dan
imajinasi, hanya menduduki posisi sebagai “penanda” dalam sistem
yang kedua. Agar lebih jelas diagram Roland Barthes, itu dipaparkan berikut ini:
1. Penanda 2. Penanda 3. Tanda
I. PETANDA II. PETANDA
III. PETANDA
43
Pada diagram di atas terdapat dua tanda yaitu, tataran sistem simiotik lapis pertama dan tataran sistem semiotik lapis kedua. Sistem
semiotik pada lapisan pertama terdiri dari penanda, petanda, dan tanda. Penanda tersebut akan berasosiasi dengan penanda sehingga
menghasilkan tanda. Dalam proses selanjutnya, tanda pada tataran pertama menjadi penanda pada tataran kedua. Penanda itu juga akan
berasosiasi dengan petanda sehingga menghasilkan makna. Proses semiotik dalam pemaknaan karya sastra ada di dalam pikiran pembaca.
Berdasarkan berbagai teori semiotik yang telah dikemukakan tersebut, analisis nilai edukatif dalam novel
Bait-Bait Suci Gunung Rinjani
karya Khairul “Ujang”Siddiq menggunakan teori semiotik Charles Sander Peirc
e
. Nilai edukatif dalam novel tersebut merupakan
gejala semiotik sistem ketandaan. Untuk mengungkapkan gejala tersebut maka peneliti harus menganalisis tanda-tanda dalam teks dan
konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda tersebut memiliki makna.
H. Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir dalam penelitian kualitatif hanya merupakan gambaran bagaimana setiap variabelnya dengan posisinya yang khusus akan
dikaji dan dipahami keterkaitannya dengan variabel yang lain. Tujuannya adalah untuk menggambarkan bagaimana kerangka berpikir yang digunakan