Pemanfaatan Gas Bio Sebagai Sumber Energi Panas Dalam Penetasan Telur Ayam Kampung

PEMANFAATAN GAS BIO SEBAGAI SUMBER ENERGI PANAS
DALAM PENETASAN TELUR AYAM KAMPUNG

RAJA PORKOT SIREGAR
090306003

PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2013

Universitas Sumatera Utara

PEMANFAATAN GAS BIO SEBAGAI SUMBER ENERGI PANAS
DALAM PENETASAN TELUR AYAM KAMPUNG

SKRIPSI

Oleh :
RAJA PORKOT SIREGAR
090306003


PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2013

Universitas Sumatera Utara

PEMANFAATAN GAS BIO SEBAGAI SUMBER ENERGI PANAS
DALAM PENETASAN TELUR AYAM KAMPUNG

SKRIPSI

Oleh :

RAJA PORKOT SIREGAR
090306003/PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2013

Universitas Sumatera Utara

Judul
Nama
NIM
Program Studi

: Pemanfaatan Gas Bio Sebagai Sumber Energi Panas
Dalam Penetasan Telur Ayam Kampung.
: Raja Porkot Siregar
: 090306003
: Peternakan


Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc
Ketua

Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP
Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si
Ketua Program Studi Peternakan

Tanggal ACC

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK


RAJA PORKOT SIREGAR, 2013. “Pemanfaatan Gas Bio Sebagai Sumber Energi
Panas Dalam Penetasan Telur Ayam Kampung”. Dibimbing oleh NURZAINAH
GINTING dan ZULFIKAR SIREGAR.
Gas Bio sebagai energi alternatif yang berasal dari feses ternak dapat
digunakan sebagai sumber panas dalam penetasan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui efektifitas gas bio sebagai sumber energi panas dalam penetasan telur
ayam kampung. Penelitian dilaksanakan di Kelompok Ternak Harapan Jaya,
Kecamatan Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara dari
bulan Maret 2013 – Mei 2013. Rancangan yang dipakai dalam penelitian ini
adalah rancangan petak terbagi (RPT) dengan menggunakan 2 faktor dan 4
ulangan. Penelitian ini menggunakan 120 butir telur ayam kampung dengan bobot
rata-rata (47,5 ± 3,42 g). perlakuan terdiri dari R1P1 (pemutaran 4 kali sehari
dengan sumber panas listrik), R1P2 (pemutaran 4 kali sehari dengan sumber panas
gas bio), R2P1 (pemutaran 6 kali sehari dengan sumber panas listrik), R2P2
(pemutaran 6 kali sehari dengan sumber panas gas bio), R3P1 (pemutaran 8 kali
sehari dengan sumber panas listrik), R3P2 (pemutaran 8 kali sehari dengan
sumber panas gas bio).
Penggunaan gas bio sebagai sumber energi panas sangat baik. Dari hasil
penelitian diperoleh bahwa fertilitas selama penelitian 100%, mortalitas tertinggi
diperoleh dari perlakuan R1P1 (30.00%), dan daya tetas tertinggi diperoleh dari

perlakuan R3P2 (95.00%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan
gas bio sebagai sumber panas dalam penetasan tidak berbeda nyata (P > 0.05)
pada fertilitas, mortalitas dan daya tetas dibandingkan dengan penetasan yang
menggunakan sumber energi listrik. Dapat disimpulkan bahwa gas bio dapat
dijadikan sebagai sumber energi panas dalam penetasan telur ayam kampung.
Kata Kunci : Listrik, Gas bio, Daya Tetas.

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

RAJA PORKOT SIREGAR, 2013. "Utilization of Bio Gas As a Source of Energy
Heat for Kampung Chicken Hatching Eggs". Supervised by NURZAINAH
GINTING and ZULFIKAR SIREGAR.
Bio Gas as an alternative energy derived from animal feces can be used as
a heat source for hatching eggs. This study aims to determine the effectiveness of
bio gas as a source of heat energy for hatching chicken eggs. The experiment was
conducted at the Livestock Group Harapan Jaya, Deli Tua district, Deli Serdang
regency, North Sumatera Province from March 2013 - May 2013. The design
wich was used in was study spilit plot design (SPT) with 2 factors and 4

replications. This study use 120 grains of chicken eggs with an average weight
(47.5 ± 3.42 g). Treatment were consists of R1P1 (4 times/day with electric heat
source), R1P2 (4 times /day with a heat source of bio gas), R2P1 (6 times/day
with electric heat source), R2P2 (6 times/day with a heat source of bio gas), R3P1
(8 times/day with electric heat source), R3P2 (8 times/day with a heat source of
bio gas).
The use of bio gas as a source of heat energy was exellent. The result
showed that 100% of fertility during the study, the highest mortality was obtained
from R1P1 treatment (30.00%), and highest hatchability obtained from R3P2
treatment (95.00%). The results showed that the use of bio gas as a heat source in
the hatching was not significantly different (P> 0.05) in fertility, mortality and
hatchability compared with hatchery that uses electrical energy source. It can be
concluted that bio gas as a source heat for kampung chicken hatching eggs.
Keywords: Electricity, Bio gas, hatchability.

Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Siolip pada Tanggal 02 September 1991 dari ayah Ishak

Siregar dan ibu Masdaria Harahap. Penulis merupakan putra kesembilan dari
sebelas bersaudara.
Penulis lulus dari SMU Negeri 1 Binanga pada Tahun 2009 dan pada
tahun yang sama penulis masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Program Studi Peternakan melalui jalur pemanduan minat dan prestasi (PMP).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai Asisten Laboratorium
Bahan Pakan Ternak dan Formulasi Ransum, Dasar Ternak Perah, Ilmu Produksi
Ternak Perah dan Ilmu Pemulian Ternak. Penulis juga aktif di Himpunan
Mahasiswa Program studi (HMPS) sebagai wakil ketua departemen DIKLAT, di
Himpunan Mahasiswa Muslim Peternakan (HIMMIP) sebagai ketua DIKLAT
dan penulis pernah menjabat sebagai Wakil Sekretaris di BKM AL-MUKHLISIN
Fakultas Pertanian USU dan anggota di SGC.
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi juara 2 dalam acar
DIES NATALIS USU ke-60 dalam bidang POSTER, finalis LKTIM Nasional,
finalis Fahmil Qur’an USU, artikel terfavorit dalam ajang Sumpah Pemuda, aktif
menulis di Lazzuardi Birru dll. Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan
(PKL) di Kabupaten Samosir Desa Pardugul mulai dari bulan Juni-Agustus 2012.

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, Tuhan yang
Maha Esa atas

segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat

menyelesaikan proposal yang berjudul “Pemanfaatan Gas Bio Sebagai Sumber
Energi Panas Dalam Penetasan Telur Ayam Kampung”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua
orang tua penulis yang telah mendidik penulis selama ini, untuk abang dan kakak
serta adik yang selalu mendukung penulis sehingga bisa menyelasaikan skripsi ini.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Nurzainah Ginting dan Bapak
Zulfikar Siregar selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah
membimbing dan memberikan berbagai masukan kepada penulis.
Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf
pengajar dan pegawai di Program Studi Peternakan, serta semua rekan-rekan
mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis
dalam menyelesaikan proposal ini.
Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna

kesempurnaan skripsi ini, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penelitian dan
ilmu pengetahuan serta pelaku di bidang usaha peternakan dan masyarakat umum.

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

.............................................................................................................. Hal.
ABSTRAK .......................................................................................................... i
ABSTRACT .......................................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP............................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv
DAFTAR ISI ....................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang
............................................... 1
Tujuan Penelitian .......................................................................................... 2

Kegunaan Penelitian ..................................................................................... 2
Hipotesis Penelitian....................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Gas bio ......................................................................................................... 4
Teknologi Pencernaan Anaerobik .......................................................... 4
Teknologi Digester .................................................................................. 5
Desain Digester. ...................................................................................... 6
Telur . ............................................................................................................ 7
Struktur Telur ...... ................................................................................... 12
Mesin Tetas.................................................................................................. 14
Bagian-bagian Utama Mesin Tetas....... .................................................. 14
Persiapan Sebelum Penetasan ...... .......................................................... 14
Daya Tetas...... ......................................................................................... 14
Pengoperasian Mesin Tetas ....... ............................................................. 14
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian...................................................................... 17
Bahan dan Alat Penelitian .......................................................................... 17
Bahan ...................................................................................................... 17
Alat .......................................................................................................... 18
Metode Penelitian ........................................................................................ 18

Parameter Penelitian..... .............................................................................. 20
Fertilitas ...... ........................................................................................... 20
Mortalitas ............................................................................................... 20
Daya Tetas............................................................................................... 20
Pelaksanaan Penelitian ............................................................................ 20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Fertilitas ...................................................................................................... 17
Mortalitas ................................................................................................... 17
Daya Tetas .................................................................................................. 17
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ................................................................................................. 17

Universitas Sumatera Utara

Saran ........................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 17
LAMPIRAN ....................................................................................................... 17

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

No.
Hal.
1. Komposisi gas dari gas bio .......................................................................... 3
2. Kondisi pengoperasian pada proses pencernaan anaerobik ......................... 5
3. Komposisi gas (%) yang berasal dari limbah kotoran ternak dan limbah
pertanian ....................................................................................................... 6
4. Konversi energi gas bio dan penggunaannya ............................................... 6
5. Pengaruh frekuensi pemutaran terhadap daya tetas telur fertil ayam
kampung ...................................................................................................... 16
6. Rataan Mortalitas telur tetas ayam kampung selama penelitian (%) ............ 26
7. Analisis keragaman pengaruh frekuensi pemutaran telur dan sumber
panas yang digunakan terhadap mortalitas telur ayam kampung selama
penelitian .................................................................................................... 27
8. Rataan Daya Tetas tetas ayam kampung selama penelitian (%) .................. 30
9. Analisis keragaman pengaruh frekuensi pemutaran telur dan sumber
panas yang digunakan terhadap daya tetas telur ayam kampung selama
penelitian .................................................................................................... 32

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR
.............................................................................................................. Hal.
No.
1.
2.
3.
4.

Digester ........................................................................................................
Mesin Tetas ...................................................................................................
Termoregulator/ termokontrol ......................................................................
Histogram mortalitas ayam kampung vs frekuensi pemutaran dan sumber
panas yang digunakan ..................................................................................
5. Histogram daya tetas ayam kampung vs frekuensi pemutaran dan sumber
panas yang digunakan ..................................................................................

20
21
21
27
31

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

RAJA PORKOT SIREGAR, 2013. “Pemanfaatan Gas Bio Sebagai Sumber Energi
Panas Dalam Penetasan Telur Ayam Kampung”. Dibimbing oleh NURZAINAH
GINTING dan ZULFIKAR SIREGAR.
Gas Bio sebagai energi alternatif yang berasal dari feses ternak dapat
digunakan sebagai sumber panas dalam penetasan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui efektifitas gas bio sebagai sumber energi panas dalam penetasan telur
ayam kampung. Penelitian dilaksanakan di Kelompok Ternak Harapan Jaya,
Kecamatan Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara dari
bulan Maret 2013 – Mei 2013. Rancangan yang dipakai dalam penelitian ini
adalah rancangan petak terbagi (RPT) dengan menggunakan 2 faktor dan 4
ulangan. Penelitian ini menggunakan 120 butir telur ayam kampung dengan bobot
rata-rata (47,5 ± 3,42 g). perlakuan terdiri dari R1P1 (pemutaran 4 kali sehari
dengan sumber panas listrik), R1P2 (pemutaran 4 kali sehari dengan sumber panas
gas bio), R2P1 (pemutaran 6 kali sehari dengan sumber panas listrik), R2P2
(pemutaran 6 kali sehari dengan sumber panas gas bio), R3P1 (pemutaran 8 kali
sehari dengan sumber panas listrik), R3P2 (pemutaran 8 kali sehari dengan
sumber panas gas bio).
Penggunaan gas bio sebagai sumber energi panas sangat baik. Dari hasil
penelitian diperoleh bahwa fertilitas selama penelitian 100%, mortalitas tertinggi
diperoleh dari perlakuan R1P1 (30.00%), dan daya tetas tertinggi diperoleh dari
perlakuan R3P2 (95.00%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan
gas bio sebagai sumber panas dalam penetasan tidak berbeda nyata (P > 0.05)
pada fertilitas, mortalitas dan daya tetas dibandingkan dengan penetasan yang
menggunakan sumber energi listrik. Dapat disimpulkan bahwa gas bio dapat
dijadikan sebagai sumber energi panas dalam penetasan telur ayam kampung.
Kata Kunci : Listrik, Gas bio, Daya Tetas.

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

RAJA PORKOT SIREGAR, 2013. "Utilization of Bio Gas As a Source of Energy
Heat for Kampung Chicken Hatching Eggs". Supervised by NURZAINAH
GINTING and ZULFIKAR SIREGAR.
Bio Gas as an alternative energy derived from animal feces can be used as
a heat source for hatching eggs. This study aims to determine the effectiveness of
bio gas as a source of heat energy for hatching chicken eggs. The experiment was
conducted at the Livestock Group Harapan Jaya, Deli Tua district, Deli Serdang
regency, North Sumatera Province from March 2013 - May 2013. The design
wich was used in was study spilit plot design (SPT) with 2 factors and 4
replications. This study use 120 grains of chicken eggs with an average weight
(47.5 ± 3.42 g). Treatment were consists of R1P1 (4 times/day with electric heat
source), R1P2 (4 times /day with a heat source of bio gas), R2P1 (6 times/day
with electric heat source), R2P2 (6 times/day with a heat source of bio gas), R3P1
(8 times/day with electric heat source), R3P2 (8 times/day with a heat source of
bio gas).
The use of bio gas as a source of heat energy was exellent. The result
showed that 100% of fertility during the study, the highest mortality was obtained
from R1P1 treatment (30.00%), and highest hatchability obtained from R3P2
treatment (95.00%). The results showed that the use of bio gas as a heat source in
the hatching was not significantly different (P> 0.05) in fertility, mortality and
hatchability compared with hatchery that uses electrical energy source. It can be
concluted that bio gas as a source heat for kampung chicken hatching eggs.
Keywords: Electricity, Bio gas, hatchability.

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Peternakan merupakan sub sektor pertanian yang berperan sangat penting
dalam penyediaan kebutuhan pangan khususnya protein hewani. Kebutuhan
protein hewani terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan
meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya zat gizi. Usaha ternak
unggas merupakan salah satu upaya memenuhi kebutuhan protein hewani,
diantaranya adalah ayam kampung.
Ayam kampung merupakan ayam asli Indonesia yang telah lama dipelihara
dan dikembangkan oleh masyarakat, terutama yang tinggal di pelosok-pelosok
pedesaan. Ayam kampung telah beradaptasi dengan kondisi lingkungan
pemeliharaan yang sederhana (Suprijatna, 2005).
Ternak unggas seperti ayam dipelihara untuk diambil telur dan dagingnya.
Bila daging unggas terus menerus dikonsumsi dalam jumlah banyak maka perlu
ada populasi pengganti, agar populasi unggas tidak berkurang. Penetasan telur
merupakan suatu upaya yang dapat dimanfaatkan untuk mempertahankan populasi
ayam, baik petelur maupun pedaging (Murtidjo, 1992).
Proses penetasan telur khususnya ayam kampung telah berkembang, baik
secara tradisional yang menggunakan sekam padi maupun lampu minyak bahkan
sampai cara modern yaitu menggunakan mesin tetas tenaga listrik. Pemakaian
listrik semakin lama semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah
penduduk sementara bahan baku untuk menghasilkan listrik misalnya minyak
bumi yaitu solar cadangannya semakin berkurang. Bila keadaan ini terus berlanjut
maka akan berakibat pada berkurangnya pasokan listrik sehingga kemungkinan

Universitas Sumatera Utara

akan berdampak negatif kepada unit usaha seperti penetasan telur. Oleh karena
itu diperlukan suatu alternatif sumber energi untuk penetasan telur misalnya
gas bio (CH4).
Gas bio merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang berasal dari
limbah organik, misalnya limbah asal peternakan. Gas bio mampu menghasilkan
energi yang baik, apinya berwarna biru, tak berbau dan tak berasap. Oleh karena
itu diharapkan gas bio dapat dijadikan sumber energi, misalnya pada penetasan
telur, gas bio akan diolah menjadi panas. Sebagai perbandingan 1 m³
gas bio sebagai bahan bakar dapat membangkitkan listrik 1,25 Kw
(Nukulchai et al., 1985).

Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui efektifitas gas bio sebagai sumber panas dalam
penetasan telur ayam kampung.

Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan infomasi bagi peneliti
dan peternak serta masyarakat pada umumnya, bahwasanya gas bio dapat
digunakan sebagai pengganti listrik dalam penetasan telur. Kegunaan penelitian
lainnya adalah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di
Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Hipotesis Penelitian
Penggunaan gas bio sebagai sumber energi panas dalam penetasan telur
ayam kampung sama baiknya dengan listrik, untuk menghasilkan fertilitas,
mortalitas dan daya tetas telur yang tinggi.

Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Gas Bio
Gas Bio adalah gas yang dapat dihasilkan dari fermentasi feces (kotoran)
ternak seperti sapi, kerbau, kambing, babi dan ayam, dan lain-lain dalam suatu
ruangan yang disebut digester. Proses fermentasi dilakukan oleh bakteri
anaerob, dengan waktu fermentasi 7-10 hari (Prihandana, et,.al. 2007). Menurut
Akella et al,. (2009), menyatakan bahwa banyak hal yang menyebabkan gas bio
mulai diperhatikan untuk dimanfaatkan. Antara lain berkurangnya cadangan
minyak, pencabutan subsidi, kesadaran masyarakat bahwa terjadinya penurunan
kualitas lingkungan akibat green house effect dikarenakan penggunaan bahan
bakar fosil yang berlebihan.
Gas Bio adalah kombinasi dari beberapa macam gas yang mudah terbakar.
Gas Bio dihasilkan akibat proses digesti yang dilakukan mikroorganisme antara
lain metanogenesis terhadap bahan organik (Demired and Scherer, 2008).
Pada Tabel 1 dapat dilihat komposisi gas yang terdapat pada gas bio. Persentase
terbesar adalah gas metan sehingga gas bio dapat menyala. Bila persentase gas
metan mendekati 80% artinya daya bakar dari gas tersebut semakin tinggi.
Tabel 1. Komposisi gas dari gas bio
Kandungan
CH4
CO2
H2S
H2
N2
O2
Sumber : Rajakovic (2006).

Persentase (%)
60-80
20-38
0,05-0,5
0-1
0-7
0-2

Manfaat gas bio antara lain sebagai penerangan; 1 m³ dapat digunakan
untuk menyalakan lampu 60 watt selama 7 jam. Hal ini berarti bahwa 1 m³ gas

Universitas Sumatera Utara

bio dapat menghasilkan energi 60 W x 7 jam = 420 Wh = 0,42 KWh, dimana
1 m3 setara dengan 2 ekor sapi dewasa dengan feses 15 kg/hari
(Nukulchai et al., 1985).
Menurut Almansyah., et.al. (2009) kotoran ternak (ruminansia) sebagai
sumber energi panas mempunyai kestabilan suhu panas sehingga dapat
dipergunakan dalam berbagai aktifitas manusia. Biogas adalah campuran beberapa
gas hasil perombakan bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi tanpa
udara (anaerobik), dimana methan (CH4) dan karbon dioksida (CO2) merupakan
komponen gas terbanyak. Sebagai sumber energi, biogas dapat dibakar dengan
nilai kalor tinggi yaitu pada kisaran 4700-5000 kkal/m3. Nilai kalor biogas
ditentukan oleh perbandingan gas methan (CH4), terhadap karbon dioksida (CO2).
Semakin tinggi persentase gas methan maka nilai kalor biogas tersebut pun
semakin tinggi. Intinnya Biogas memiliki nilai kalor 4700 - 5000 KcaI/m3 dengan
komposisi volume 50-60 % Cl dan 40-50 % CO2
Bahan baku gas bio adalah kotoran sapi dan kerbau yang berbentuk
padatan, namun padatan tersebut harus berbentuk halus dan butiran kecil. Bila
bahan baku berbentuk padatan yang sulit dicerna harus digiling terlebih dahulu
sebelum dicampur dengan air agar pembentukan gas bio berlangsung sempurna,
misalnya padatan kotoran kambing. Sebaliknya bila berbentuk padatan yang
mudah dicerna maka bahan baku tersebut langsung dapat dicampur dengan air
secara merata. Kandungan padatan bahan baku ini sebaiknya 7-9 %
(Yunus, 1995).
Setiap kotoran / bahan baku akan berbeda sifat pengencerannya. Kotoran
sapi segar misalnya kandungan bahan keringnya 18%, untuk mencapai bahan

Universitas Sumatera Utara

isian 7-9% bahan bakunya, perlu diencerkan dengan air dengan perbandingan 1
bagian bahan baku dicampur dengan 2 bagian air (Yunus, 1995)
Bakteri pembentuk gas bio adalah bakteri anaerob, bakteri anaerob adalah
bakteri yang dapat hidup dan berkembang biak tanpa udara dan oksigen, bakteri
tersebut memperoleh oksigen dari dekomposisi bahan organik. Bakteri anaerob
harus bekerja dalam keadaan gelap dan tidak terkena sinar matahari, bakteri ini
akan

membusukkan

kotoran

sehingga

akan

menghasilkan

gas

bio

(Ward et al., 2008).

Teknologi Pencernaan Anaerobik
Proses pencernaan anaerobik, yang merupakan dasar dari reaktor gas bio
yaitu proses pemecahan bahan organik oleh aktivitas bakteri metanogenik dan
bakteri asidogenik pada kondisi tanpa udara. Bakteri ini secara alami terdapat
dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang,
manusia, dan sampah organik rumah tangga (Ward et al., 2008). Proses
anaerobik dapat berlangsung di bawah kondisi lingkungan yang luas meskipun
proses yang optimal hanya terjadi pada kondisi yang terbatas (Tabel 2) .
Tabel 2. Kondisi pengoperasian pada proses pencernaan anaerobik
Parameter
Temperatur
Mesofilik
Termofilik
pH
Alkalinitis
Waktu retensi
Laju Terjenuhkan
Hasil gas bio
Kandungan Metana
Sumber : Engler et al., (2000).

Nilai
35 ºC
54 ºC
7-8
2500 mg/L minimum
10-30 hari
0,15 – 0,35 kg VS/m³/hari
4,5 – 11 m³/kg VS
60-70%

Universitas Sumatera Utara

Pembentukan gas bio meliputi tiga tahap proses yaitu: (a) Hidrolisis, pada
tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan
bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk
polimer menjadi bentuk monomer; (b) Pengasaman, pada tahap pengasaman
komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan
menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari
perombakan gula-gula sederhana ini yaitu asam asetat, propionat, format, laktat,
alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan amonia ; serta (c)
Metanogenik, pada tahap metanogenik terjadi proses pembentukan gas metan.
Bakteri pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses ini, yaitu mereduksi sulfat
dan komponen sulfur lainnya menjadi hydrogen sulfida (Bagi et al., 2007).
Ginting (2010), untuk mendapatkan gas yang stabil dalam digester maka
perlu

dilakukan

pengisian

bahan

baku

(kotoran)

setiap

harinya

dan

mikroorganisme yang ada dalam digester memerlukan makanan untuk hidup dan
berkembang biak. Menurut Haryati (2006), biogas dihasilkan oleh proses
pemecahan bahan limbah organik yang melibatkan aktivitas bakteri anaerob
dalam kondisi anaerobik dalam suatu digester. Pada dasarnya proses pencernaan
anaerob berlangsung atas tiga tahap yaitu hidrolisis, pengasaman dan
metanogenik. Proses fermentasi memerlukan kondisi tertentu seperti rasio C : N,
temperatur, keasaman juga jenis digester yang dipergunakan./ Kondisi optimum
yaitu pada temperatur sekitar 32 - 35°C atau 50 - 55°C dan pH antara 6,8 - 8. Pada
kondisi ini proses pencernaan mengubah bahan organik dengan adanya air
menjadi energi gas. Biogas umumnya mengandung gas metan (CH4 ) sekitar 60 -

Universitas Sumatera Utara

70% yang bila dibakar akan menghasilkan energi panas sekitar 1000 British
Thermal Unit/ft3 atau 252 Kkal/0,028 m3 .
Kandungan metan dalam gas bio yang dihasilkan tergantung jenis bahan
baku yang dipakai, sebagai contoh komposisi gas bio ditampilkan dalam
Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi gas (%) yang berasal dari limbah kotoran ternak dan
sisa pertanian.
Jenis gas
Metana (CH4)
Karbondioksida (CO2)
Nitrogen (N2)
Karbonmonoksida (CO)
Oksigen (O2)
Propana (C3H8)
Hydrogen Sulfida (H2S)
Nilai kalor (kkal/m³)
Sumber : Harahap et a.l (1978).

Kotoran sapi
65,7
27,0
2,3
0,0
0,1
0,7
Tidak terukur
6513

Campuran kotoran ternak
dan limbah pertanian
55-70
27-45
0,5-3,0
0,1
6,0
Sedikit sekali
4800-6700

Jutaan meter kubik metan dihasilkan per tahun dalam bentuk gas rawa
yaitu hasil dari proses dekomposisi bahan organik yang berasal dari ternak
maupun sayuran. Hal ini nyaris sama seperti gas alam yang dipompa dari bumi
oleh perusahaan minyak dan digunakan untuk berbagai keperluan manusia
seperti penerangan rumah dan memasak. Pada TPA yang mendapat kiriman
sampah sebanyak 5.000 meter kubik per hari bisa dihasilkan gas sebanyak
25 .000 meter kubik per hari atau setara dengan 31,25 juta Watt listrik yang bisa
mengalirkan listrik bagi sekitar 2.500 rumah tangga (Haryati, 2006).
Metan sebagai komponen utama gas bio adalah gas tak berbau dan tak
berwarna yang apabila dibakar akan menghasilkan energi panas sekitar 1000
BTU/ft3 atau 252 Kkal/0,028 m3. Gas bio dapat diubah menjadi beberapa

Universitas Sumatera Utara

bentuk energi, yaitu energi panas atau dengan bantuan generator diubah menjadi
energi listrik maupun mekanik, sebagai contoh dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Konversi energi gas bio dan penggunaannya
Penggunaan
Penerangan

Energi 1m³ gas bio
Sebanding dengan lampu 60-100
Watt selama 6 jam
Memasak
Untuk memasak 3 jenis makana
untuk 5-6 orang
Pengganti bahan bakar
Sebanding dengan 0,7 kg bensin
Tenaga pengangkut
Menjalankan motor 1 pk selama 2
jam
Listrik
Sebanding dengan 1,25 KWH listrik
Sumber : Kristoferson dan Bolkaders (1991).
Menurut Rajakovic (2006), reaksi pembakaran metan (CH4) : CH4 + 2O2
CO2 + H2O + Energi. Pada pembakaran yang sempurna 1 m³ metan melepas
4700-6000 kkal panas. Dimana 1 m³ CH4 setara dengan 0,48 kg gas LPG, 0,52
liter minyak solar, 0,8 liter bensin, 0,62 liter minyak tanah, 0,62 liter minyak
mentah, 1,4 kg batubara, 4,7 kWh listrik dan setara dengan 3,5 kg kayu bakar.

Teknologi Digester
Terdapat dua teknologi umum digunakan untuk memperoleh biogas.
Pertama, proses yang sangat umum yaitu fermentasi kotoran ternak
menggunakan digester yang didesain khusus dalam kondisi anaerob. Kedua,
teknologi yang baru ini dikembangkan yaitu menangkap gas metan dari lokasi
tumpukan pembuangan sampah tanpa harus membuat digester khusus
(Haryati, 2006)
Dilihat dari konstruksinya ada tiga desain digester dasar . Masing-masing
berbeda biaya pembuatannya, kecocokan dengan iklim dan juga konsentrasi
solid kotoran yang akan difermentasi (Haryati, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Covered lagoon digester (digester bak tertutup) : sesuai dengan
namanya, merupakan kolam penampung kotoran ternak dengan tutup. Tutup
menangkap gas yang dihasilkan selama proses dekomposisi kotoran. Jenis ini
merupakan yang termurah biayanya. Menutupi bak yang berisi kotoran ternak
merupakan desain yang paling sederhana dari teknologi digester yang digunakan
untuk kotoran cair dengan kandungan solid kurang dari 3%. Tutupnya berupa
bahan tak tembus (impermeable) dan menutupi seluruh permukaan bak. Bak
tersebut terbuat dari cor beton dan ditutupi hingga kedap. Metan yang dihasilkan
terperangkap di bawah tutup. Gas yang akan digunakan dikeluarkan melalui
pipa. Digester jenis ini memerlukan kolam yang besar dan temperatur yang
hangat dan tidak cocok untuk daerah dingin atau daerah yang basah
(Haryati, 2006).
Complete mix digester terbuat dari baja, cocok untuk volume kotoran
ternak yang besar dan mempunyai kandungan solid antara 3 - 10%. Tangki yang
dilengkapi pemanas juga pengaduk mekanik dan selama proses fermentasi bahan
diaduk secara terus menerus sehingga solid tetap dalam keadaan tersuspensi.
Biogas yang terbentuk terakumulasi di bagian atas digester. Digester bisa
diinstalasi di atas atau terkubur di bawah tanah. Digester jenis ini mahal biaya
pembuatan, operasional dan pemeliharaannya (Haryati, 2006).
Plugflow digester cocok untuk limbah yang berasal dari kotoran
ruminansia yang mempunyai kandungan padatan antara 11 sampai 13%. Ciri
khas jenis ini memiliki tempat pengumpulan kotoran, tempat pencampuran dan
tangki digester. Pada tempat pencampuran, penambahan air diatur sehinggga
slurry mempunyai konsistensi yang optimal. Digester biasanya persegi panjang,

Universitas Sumatera Utara

kedap air dan dengan tutup yang dapat dirubah. Bahan baku dimasukkan dari
salah satu sisi dan mendorong keluar buangan yang telah terfermentasi pada sisi
lainnya. Waktu retensi rata-rata solid tertahan dalam digester yaitu sekitar 20 30 hari. Biogas yang dihasilkan terperangkap di bawah penutup impermeable
yang menutupi tangki kemudian gas disalurkan melalui pipa yang berada di
bawah penutup menuju generator. Digester jenis ini memerlukan pemeliharaan
yang minimal dan panas buangan dari mesin generator digunakan untuk
memanasi digester. Di dalam digester, pipa sirkulasi air panas akan memanaskan
slurry dan menjaga temperaturnya pada 25 - 40°C, temperatur yang cocok bagi
bakteri metanogen. Pada peternakan perorangan, desain plugflow skala kecil
atau digester bak tertutup merupakan desain yang sederhana dan dapat
memproduksi biogas untuk memenuhi kebutuhan listrik dan pemanas
(Haryati, 2006).

Desain digester
Kalau dilihat dari cara pengoperasian digester, ada dua desain digester
yaitu:
Continuous feeding
Proses pencernaan anaerobik dari limbah kotoran sapi memakan waktu
sekitar 8 jam dalam temperature hangat (35°C). Sepertiga biogas akan dihasilkan
pada minggu pertama, seperempatnya pada minggu kedua dan sisanya akan
dihasilkan pada minggu ketiga sampai kedelapan (Haryati, 2006).
Produksi gas dapat dipercepat dan konsisten dengan sistem pemasukan
bahan baku yang kontinyu (continuous feeding) serta sejumlah kecil buangan
proses setiap hari. Proses juga akan menyisakan nitrogen pada slurry buangan

Universitas Sumatera Utara

yang kemudian digunakan untuk pupuk. Hal yang perlu diperhatikan dalam
sistem kontinyu adalah tangki harus cukup besar untuk menampung semua
bahan yang term menerus dimasukkan selama proses pencernaan berlangsung.
Kondisi yang ideal untuk sistem ini yaitu menggunakan dua buah tangki
digester, konsumsi limbah berlangsung dalam dua tahap, metan diproduksi pada
tahap pertama dan tahap kedua dengan laju yang lebih lambat (Haryati, 2006).
Batch feeding
Umumnya didesain untuk limbah padatan seperti sayuran/hijauan . Desain
yang tidak perlu pipa alir, tangki tunggal merupakan desain yang paling baik
untuk digunakan. Tangki dapat dibuka dan slurry buangan proses dapat
dikeluarkan dan digunakan sebagai pupuk kemudian bahan baku yang baru
dimasukkan lagi. Tangki ditutup dan proses fermentasi diawali kembali.
Tergantung dari jenis bahan limbah dan temperatur yang dipakai, sistem batch
akan mulai berproduksi setelah minggu kedua sampai minggu keempat, laju
peningkatan produksi menjadi lambat lalu menurun setelah bulan ketiga atau
keempat. Sistem batch biasanya dibuat dalam beberapa set sekaligus sehingga
paling tidak ada yang beroperasi dengan baik. Limbah sayuran mempunyai rasio
C : N yang tinggi dibandingkan Limbah kotoran ternak sehingga perlu
ditambahkan sumber nitrogen (Haryati, 2006).
Teknologi

biometanisasi

dimanfaatkan

untuk

menghasilkan

energi.

Gallert and Winter (2002) menyatakan bahwa bakteri flora yang kompleks
bekerja dalam proses perombakan biomas menjadi gas bio, gas bio inilah yang
dapat digunakan manusia untuk segala aktifitasnya termasuk penetasan. Menurut

Universitas Sumatera Utara

Ginting (2010), bahwasannya 1 kg kotoran sapi akan menghasilkan 40-46 liter gas
yang dapat langsung digunakan untuk berbagai kegiatan.

Telur
Struktur Telur
Telur ayam memiliki struktur khusus yang sebagian besar terdiri dari
bahan makanan dan air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan embrio, sebagai
hasil pembuahan dari sel telur tunggal ayam jantan. Telur ayam terdiri dari kulit
telur, selaput putih telur dan kuning telur. Struktur kulit telur ayam keras tetapi
porus dan terbentuk dari garam anorganik (terutama Calcium Carbonat).
Keporusan

tersebut

berfungsi

untuk

pernafasan

embrio

(Taringan dan Hermanto, 2001).
Air menyusun sekitar 45% dari kerabang telur. Sekitar 74% di isi oleh
bagian isi telur. Kandungan air pada albumen tinggi, bagian yang padat hamper
seluruhnya protein dan sejumlah kecil karbohidrat. Sekitar separuh dari yolk
berupa air, tetapi bagian yang padat tersusun dari sebagian besar lemak, protein,
vitamin dan mineral (Suprijatna, 2005).

Mesin Tetas
Mesin tetas merupakan sebuah peti atau lemari dengan konstruksi yang
dibuat sedemikian rupa sehingga panas didalamnya tidak terbuang. Suhu di
dalam ruangan mesin tetas dapat diatur sesuai dengan ukuran derajat panas yang
dibutuhkan selama periode penetasan (Paimin, 2011).
Penetasan telur dengan menngunakan mesin tetas sudah banyak
dilakukan oleh peternak. Jenis mesin tetas yang digunakan juga sangat beragam,

Universitas Sumatera Utara

mulai dari mesin tetas yang terbuat dari kotak kayu atau triplek sederhana
hingga menggunakan incubator yang dapat dikontrol suhu dan kelembabannya
secara otomatis. Sebelum telur dimasukkan kedalam mesin tetas harus
dinyalakan minimal 24 jam agar kondisi suhu didalamnya stabil sekitar 37 ºC –
39 ºC. Setelah itu, telur dimasukkan secara berhati-hati agar tidak pecah dan
posisi penempatan telur harus benar (Widjaja, 2003).
Sebelum telur ditetaskan, baik pada indukan ayam buras maupun mesin
penetas, maka terlebih dahulu dibersihkan. Tujuannya agar telur terbebas dari
kuman yang mungkin terbawa dari induknya. Selain itu, agar pori –pori
cangkang tidak tertutup oleh kotoran. Gunakan air bersih atau kain yang lembut
untuk keperluan membersihkan kotoran di permukaan telur. Disarankan agar
tidak menggunakan sabun, sebab dikhawatirkan mencemari isi telur ( merembes
melalui pori-pori cangkang) (Marhiyanto, 2000).
Pemasukan telur dalam mesin tetas sebaiknya dilakukan pada pagi hari
agar sepanjang hari itu jalannya mesin tetas dapat diawasi, terutama pengawasan
terhadap suhu udara dalam ruangan mesin tetas tersebut. Udara segar banyak
mengandung zat pembakar (O2) perlu ditambahkan dan zat asam arang (CO2)
perlu dikeluarkan untuk menjamin pertumbuhann embrio dalam telur. Caranya
cukup dengan membuka pintu mesin tetas lebar-lebar pada waktu pembalikan
telur dan diangin-anginkan (Mufarid, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Bagian-bagian Utama Mesin Tetas
Alat pemanas
Alat pemanas dapat bersumber dari listrik (kawat yang berpijar), lampu
minyak, lampu pijar dan aliran air panas. Yang sering digunakan adalah sumber
kawat pijar dari listrik dan atau api.
Ruang penetasan
Ruang ini merupakan suatu kamar tertutup dengan ventilasi yang teratur,
didalamnya terdapat rak-rak telur tetas/ rak anak ayam bila menetas, kipas perata
panas, thermometer dan bak air. Baik air dimaksudkan untuk memberikan
suasana lembab yang dikehendaki.
Bahan penyekat
Badan mesin tetas/ dinding mesin tetas harus dibuat/ terdiri dari bahan
yang tidak bersifat sebagai penghantar panas. Bahan yang sering dipakai untuk
memenuhi persyaratan itu adalah kayu, tripleks, plastik kertas dan bahan-bahan
sejenisnya. Bahan penyekat macam ini sangat penting terutama pada ruang alat
penetasan yang serba tertutup sebagai penyejuk (Rasyaf, 1995).
Persiapan Sebelum Penetasan
Membersihkan mesin tetas
Mesin tetas sebelum digunakan terlebih dahulu dibersihkan dengan cara
desinfeksi menggunakan desinfektan. Kegiatan ini sangat diperlukan karena
kemungkinan didalam mesin tetas terdapat bakteri. Penggunaan desinfektan
bertujuan untuk membunuh bakteri-bakteri yang menyebar diseluruh bagian
mesin tetas, bila bakteri tersebut dibiarkan kemungkinan anak tetas yang akan

Universitas Sumatera Utara

dihasilkan terkena penyakit. Jenis desinfektan yang digunakan adalah larutan
formalin atau larutan soda 4%.
Posisi mesin tetas
Mesin tetas dalam ruangan penetasan diletakkan ditempat yang tenang
dan rata. Diusahakan agar mesin tetas tidak terkena panas matahari secara
langsung. Ventilasi ruang penetasan diatur sehingga keadaan udara didalam
ruangan sama dengan diluar ruangan penetasan. Selain itu, mesin tetas sebaiknya
tidak diletakkan di ruangan yang berbau tidak enak. Posisi mesin tetas sangat
berpengaruh pada kesegaran dan keselamatan telur atau anak tetas yang
dihasilkan (Paimin, 2004).
Daya tetas
Daya tetas merupakan persentase telur yang menetas dari sekelompok
telur yang fertil. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas yaitu :
a.

Berat telur
Berat telur yang ditetaskan sangat berpengaruh terhadap anak ayam yang
akan dihasilkan. Berat telur yang dianggap baik untuk ayam ras berkisar
55-60g, ayam kampung 45-50g, itik sekitar 65-70g.

b.

Bentuk telur
Bentuk telur tetas yang baik adalah bulat telur dengan perbandingan lebar
dan panjang 3:4. Telur yang terlalu bundar atau terlalu lonjong biasanya
tidak banyak menetas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telur yang
berbentuk bulat telur dapat menetas hingga 70-75%, sedangkan yang
terlalu bulat atau panjang hanya mencapai 30-35%. Hal ini disebabkan isi
bagian-bagian telur tidk seimbang.

Universitas Sumatera Utara

c.

Keadaan kulit telur
Keadaan kulit telur yang akan ditataskan hendaknya rata, bersih dan tidak
ada yang retak. Telur yang kulitnya tebal, benjol-benjol bintik-bintik, kotor
dan terlalu tebal atau tipis biasanya jarang menetas.

d.

Kebersihan telur
Telur yang bersih berdaya tetas lebih baik daripada telur yang kotor.
Biasanya kotoran yang melekat pada telur mengandung kuman penyakit
atau organisme lain yang dapat masuk kedalam telur melalui pori-pori
kulit telur. Akibatnya, isi telur akan dirusak oleh bakteri atau
mikroorganisme lain

e.

(Paimin, 2004)

Fertilitas telur
Fertilitas diartikan sebagai persentase telur-telur yang memperlihatkan
adanya perkembangan embrio dari sejumlah telur yang ditetaskan tanpa
memperhatikan telur itu menetas atau tidak. Semakin tinggi fertilitas,
maka daya tetas cenderung semakin tinggi (Card, 2006).
Kartasudjana dan Suprijatna (2002), menyatakan bahwa banyak hal yang
mempengaruhi fertilitas telur tetas diantaranya ransum, ransum erat
hubungannya dengan produksi ternak tak terkecuali produksi sperma,
produksi sperma akan tereduksi akibat kekurangan jumlah makanan atau
defisiensi suatu zat makanan. Misalnya jika ransum kekurangan vitamin E
maka akan menyebabkan sterilitas pada jantan. Oleh karena itu kualitas dan
kuantitas ransum harus baik.

Universitas Sumatera Utara

f.

Ruang udara dalam telur
Telur tetas yang baik adalah yang letak ruang udaranya tetap, yaitu
dibagian ujung telur yang tumpul. Ruang udara ini erat hubungannya
dengan posisi pertumbuhan embrio dalam telur. Cara melihat ruang udara
dalam telur adalah dengan kotak pemeriksa telur yang diberi lampu listrik
40 Watt atau dengan lampu baterai di dalamnya. Sedangkan menurut
Greenberg (1981), cara yang lebih akurat dalam menentukandaya tunas
telur (fertilitas) adalah membuka telur dan melihat adanya germinal disc
dengan mata telanjang ataupun dengan bantuan mikroskop.

g.

Umur telur tetas
Tempat penyimpanan tidak terlalu panas, tidak terlalu dingin, lembab, atau
terkena banyak angin. Suhu yang paling sesuai untuk penyimpanan telur
tetas adalah 10-13ºC. Wyeld dan Wyeld (1999), menyarankan agar telur
tetas dikumpulkan sesegera mungkin setelah telur tersebut dikeluarkan
oleh induknya, hal ini untuk menghindari kontaminasi mikroorganisme
penyakit yang masuk melalui pori-pori kulit telur serta meminumkan
evaporasi cairan telur. Rahayu Iman, et,. al (2011), telur sebaiknya tidak
disimpan lebih dari satu minggu sebab penyimpanan yang semakin lama
akan mengurangi fertilitas daya tetasnya dan menyebabkan bertambahnya
waktu yang diperlukan untuk menetas.

h.

Pemutaran telur
Menurut North (2006), pemutaran telur bertujuan untuk meratakan panas
yang diterima telur selama periode penetasan. Selain itu juga untuk
mencegah agar embrio tidak lengket pada salah satu sisi kerabang.

Universitas Sumatera Utara

Pemutaran telur yang tidak teratur dapat mengakibatkan tingkat kematian
embrio menjadi tinggi. Dengan pemutaran yang lebih sering akan
membuat telur lebih cepat menetas karena kandungan air di dalamnya
tidak akan banyak hilang dan dapat membuat bobot badan DOC meningkat
sehingga pertumbuhan bobot badan ayam kampung menjadi lebih baik
sampai masa dewasa, dan sebaliknya pemutaran yang tidak sering akan
tidak membuat telur tidak menetas dengan baik pula, sehingga terjadi
penguapan yang berlebihan dan kadar air di dalam telur akan berkurang
yang dapat membuat bobot badan DOC akan berkurang. Pemutaran
sebaiknya dilaksanakan paling sedikit 2 kali sehari atau lebih baik diputar
6 sampai 8 kali sehari dengan setengah putaran, hal ini dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Pengaruh frekuensi pemutaran terhadap daya tetas telur fertil ayam
Kampung
Frekuensi pemutaran per hari
Daya tetas dari telur yang fertil (%)
2
68,2
4
71,3
6
74,6
8
74,8
10
74,7
Sumber : North, dalam kartasudjana dan suprijatna (2010).
Pengaruh frekuensi pemutaran telur terhadap mortalitas dapat dilihat
bahwa semakin banyak dilakukan pemutaran maka semakin rendah angka
mortalitasnya (Tarigan, 2006). Rasyaf (1995) disitasi Tarigan (2006), yang
mengemukakan bahwa pemutaran telur sebaiknya dilaksanakan paling sedikit 2x
atau lebih baik diputar 6,8 sampai 12x sehari dengan setengah putaran. Faktor lain
yang mempengaruhinya adalah pencemaran mikroba dan jamur yang dapat
menyebabkan mortalitas tinggi. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan

Universitas Sumatera Utara

Tarigan dan Hermanto (2001), bahwa telur yang terkontaminasi mikroba akan
menyebabkan timbulnya evaporasi cairan telur sehingga dapat membuat
mortalitas menjadi tinggi.
Menurut Siregar (1996), yang menyatakan bahwa pemutaran telur
mempunyai efek langsung dengan kematian embrio, bila pemutaran dilakukan
sedikit sekali selama penetasan akan mengakibatkan kematian embrio yang tinggi
dibandingkan dengan pemutaran yang lebih banyak. Mudsan (2000), mengatakan
bahwa pemutaran telur berpengaruh sangat besar bagi daya tetas telur tersebut,
karena meratanya penerimaan suhu pada permukaan kerabang dan juga untuk
mencegah penempelan embrio pada kulit telur dan menyebabkan kematian pada
embrio. Pemutaran telur sampai 8 kali sehari dapat meningkatkan daya tetas telur.

Pengoperasian mesin tetas
Cara-cara yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan mesin tetas yang
baik adalah :
1. Sebelum dibersihkan sebaiknya mesin tetas dibersihkan dan disucihamakan.
Penyucihamaan ini bukan hanya dilakukan bila mesin tetas tersebut kotor,
melainkan setiap kali akan digunakan. Suci hama mesin tetas diawali dengan
pencucian dengan menggunakan air bersih atau air hangat, setelah itu dilap
dengan menggunakan 2-3% larutan desinfektan. Setelah kering dilanjutkan
dengan fumigasi. Fumigasi dilakukan agar bibit penyakit yang masih hidup dan
tersisa dalam mesin tetas menjadi mati. Fumigant yang umum digunakan berupa
campuran formalin dan kalium permanganate (KMNo4). Perlakuan fumigasi
yang tidak benar seperti terlalu lama atau terlalu keras akan menyebabkan
kematian embrio yang sangat dini (Smith, 2000).

Universitas Sumatera Utara

2. Isilah bak penampung air dengan air bersih, kemudian tutuplah dengan lap
bersih pula sampai terendam. Fungsinya untuk menjaga kelembaban dalam
mesin tetas ini.
3. Setelah suhu dalam mesin tetas tetap, tidak naik turun, yaitu panasnya antara 3739ºC, telur ayam mulai dimasukkan. Kemudian untuk menjaga agar suhu dalam
mesin tetap, maka penempatannya harus dalam ruangan yang tidak mudah
dipengaruhi oleh suhu dan angin. Suprijatna (2005), menyatakan bahwa panas
dalam inkubator penetasan berpengaruh positif terhadap daya mortalitas, apabila
suhu dalam penetasan tidak stabil maka akan meningkatkan angka mortalitas.
4. Telur ayam diletakkan dengan posisi bagian yang lancip dibawah (jangan
terbalik).
5. Setelah melampaui 3 hari telur mulai diputar dan untuk selanjutnya setiap hari
sampai pada hari ke -18. Jika hari terlalu panas pemutaran telur dapat ditambah
satu atau dua kali.
6. Pada hari ke-4 mulai didinginkan sehari sekali, caranya dengan meletakkan
telur diluar mesin tetas dalam ruangan penetasan. Jika sudah tidak hangat telur
dapat dimasukkan kembali tetapi jangan sampai telur terlalu dingin. Kalau
dihitung dengan waktu, lamanya pendinginan telur sekitar 10-15 menit.
7. Pada hari ke-4 telur dapat diperiksa dengan jalan meneropong. Telur yang
nampak tetap terang berarti tidak ada bibitnya, sedangkan terdapat gumpalan
yang dilingkari darah berarti telur itu sudah mati bibitnya. Telur yang baik yakni
ada bibitnya akan tampak seperti ada sarang laba-laba di dalamnya. Setelah 14
hari lamanya ruangan dalam telur akan dipenuhi semua kecuali pada bagian
kecil ujungnya.

Universitas Sumatera Utara

8. Pada hari yang ke-19 biasanya telur sudah mulai retak-retak, mesin tetas jangan
terlalu sering dibuka karena akan mengakibatkan suhu dalam mesin menjadi
dingin dan akan hilang kelembabannya.
9. Pada hari yang ke-21 hampir semua telur menetas menjadi anak ayam dan
berumur sekitar 24 jam, bulu anak ayam akan nampak sudah mongering
(Mufarid, 2006).

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kelompok Ternak Harapan Jaya, Kecamatan
Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara Medan. Penelitian ini
berlangsung selama 8 minggu dimulai dari Bulan Maret sampai dengan Mei 2013.

Bahan dan Alat
Bahan
Telur ayam kampung yang digunakan sebagai objek penelitian sebanyak
120 butir dengan rata-rata (47,5 ± 3,42 g). Air untuk pelembab. Formalin 40% dan
KMnO4 (kalium permanganat) untuk fumigasi mesin tetas. Alkohol 70% untuk
membersihkan kulit telur. Karton / kardus untuk sekat antar telur. Kapas / kain lap
untuk membersihkan kulit telur.

Alat
Alat yang digunakan adalah mesin tetas sederhana dua unit kapasitas
100 butir/ unit, satu mesin tetas listrik dan satu lagi mesin tetas dengan sumber
energi panas gas bio yang dilengkapi dengan Termoregulator untuk menjustifikasi
gas bio menjadi sumber energi panas bagi mesin tetas. Hand sprayer untuk
fumigasi. Candler untuk peneropongan. Egg tray untuk tempat telur.
Thermometer untuk mengukur suhu. Alat tulis untuk mencatat data. Jam beker
untuk mengingatkan waktu pemutaran telur. Timbangan skala 2 kg dengan
ketelitian 1 g untuk menimbang telur, dan satu unit digester.

Universitas Sumatera Utara

Berikut akan disajikan gambar alat-alat penting yang digunakan selama
penelitian.
Gambar 1. Digester

Pada Gambar 1. Terlihat jelas bahwa konstruksi digester yang digunakan
adalah sistem Covered Lagoon Digester (Digester bak tertutup) dengan Continous
feeding (pengisian bahan baku secara kontinyu).

Gambar 2.