BAHASA INDONESIA DAN BAHASA MEDIA

BAHASA INDONESIA DAN BAHASA MEDIA

Menjamurnya media massa baik media cetak maupun media elektronik di Aceh saat ini telah
menjadi hitam di antara putih penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar yang diatur
dalam Undang-Undang 24 Tahun 2009. Meskipun keterbukaan informasi dan pers adalah pilar
ketiga bangsa Indonesia dan diharakapkan oleh semua pihak, tetapi hal ini justru merusak kaidah
bahasa Indonesia, serta berdampak negatif terhadap kalangan akademisi. Seakan tak peduli
kaidah bahasa, para jurnalis tersebut terus menyajikan berita yang kadang kala penulisannya
tidak benar sama sekali.
Penggunaan bahasa indonesia sendiri berdasarkan kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai (a) bahasa negara (b) bahasa pengantar resmi di lembaga
pendidikan, (c) bahasa resmi perhubungan pada tingkat nasional, baik untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan maupun untuk kepentingan pemerintahan, (d)
bahasa resmi di dalam kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan teknologi moden (Halim,
1976 : 145).
Keteraturan berbahasa adalah cerminan pribadi yang teratur. Begitulah kata-kata bijak yang acap
diucapkan para linguis. Perlu dicermati bahwa kesalahan penulisan bahasa Indonesia dalam
media massa di Aceh ini berujung pada empat hal kesalahan. Pertama, salah diksi. Kata salah ini
sendiri diantonimkan dengan 'betul' yang pada prinsipnya apa yang dilakukannya itu tidak betul,
serta tidak menurut norma dan ketentuan yang berlaku. Hal ini terjadi kemungkinan penulis
tersebut khilaf. Jika kesalahan ini dikaitkan dengan penggunaan kata, maka penulis tersebut

pastinya belum tahu kata yang tepat untuk dipakai.
Kedua, penyimpangan yang dapat diartikan penyimpangan dari norma yang ditetapkan.
Wartawan terkadang dalam menulis berita mengabaikan, enggan serta tidak mau menggunakan
bahasa Indonesia sebagaimana semestinya. Dan sebenarnya wartawan ini telah mengetahui
norma yang sebenarnya, tetapi dia memakai norma lain yang dianggap lebih sesuai dengan
konsepnya atau dalam istilah bahasa Aceh meukire, artinya mencomot yang orang lain pernah
tulis. Hal ini sendiri cenderung ke pembentukan kata, istilah, slang, jargon dan prokem.
Ketiga, pelanggaran. Hal ini memang cenderung bersifat negatif. Umumnya si wartawan dengan
penuh kesadaran tidak mau mengikuti norma yang telah ditentukan, sekalipun ia mengetahui
bahwa yang telah ia lakukan berakibat tidak baik. Terkadang dalam penulisan berita sering kali
berujung pada ketidakmampuan pembaca menangkap pesan yang dituliskan oleh wartawan.
Dengan kata lain dikatakan, wartawan atau penulis tidak mampu menyampaikan pesan dengan
tepat.
Keempat, kekhilafan yang merupakan proses psikologis wartawan dalam menuliskan berita, hal
ini menandai seorang khilaf menerapkan teori atau norma yang memang benar-benar
diketahuinya. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh kurang telitinya saat menulis pat ranup hana
mirah, pat peunerah hana bajoe. Kesalahan ini sendiri di luar dari keinginan si wartawan ataupun

redaktur yang betugas. Biasanya redaktur telah mempercayakan penuh akan kemampuan
wartawan tersebut dalam menulis berita, sehingga tidak perlu dikoreksi lagi.

Ke depan diharapkan kepada pengelola media massa tersebut tidak sembarang mempublikasikan
berita tetapi harus jeli mengoreksi penulisan bahasanya kembali dengan mengutamakan kaidah
bahasa Indonesia. Disamping itu, pembekalan tetang pengetahuan bahasa kepada jurnalis sangat
perlu dilakukan. Hal itu mengingat selama ini selain adanya fenomena interferensi bahasa daerah
ke bahasa Indonesia juga masih banyaknya ditemukan kesalahan baik leksikal maupun
gramatikal.
Melirik media-media ternama, mereka memiliki redaktur bahasa yang tugasnya mengoreksi
kesalahan dalam penulisan tersebut. Barangkali ada baiknya para pengelola atau pemilik media
juga memiliki redaktur bahasa. Kondisi di Aceh hal itu dapat dilakukan misalnya dengan
"memanfaatkan" keberadaan para sarjana basahasa yang menurut hemat penulis mereka pasti
bersedia membantu pekerjaan tersebut. Tentu saja para sarjana yang berkompeten, khususnya di
bidang bahasa. Profesi sebagai jurnalis adalah pekerjaan yang mulia karena memberikan
informasi kepada khalayak ramai. Oleh karena itu, gunakanlah bahasa sebagai alat komunikasi
sesuai dengan kaidah bahasa yang ada. Jika menggunakan bahasa Indonesia, gunakan secara baik
dan benar.(*)