1
BAB 1 PENDAHULUAN
1. 1 Latar belakang Masalah
Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahun yang mendasari perkembangan teknologi modern. Oleh sebab itu, matematika diajarkan
di setiap jenjang pendidikan. Hal ini dikarenakan setiap orang telah mengenal dan menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari misalnya mengukur dan
menghitung. Kemampuan matematika sangat perlu dikembangkan karena dengan belajar dan memiliki kemampuan matematika peserta didik dapat berpikir logis,
sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Menurut Suherman 2003: 18, matematika ditinjau dari segala sudut, dan
bisa memasuki seluruh segi kehidupan manusia, dari yang paling sederhana sampai kepada yang paling kompleks. Ini berarti bahwa matematika sangat
diperlukan oleh setiap orang dalam kehidupan sehari-hari untuk membantu memecahkan permasalahan. Oleh karena itu, matematika merupakan salah satu
mata pelajaran pokok yang diajarkan dari bangku taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Namun, kenyataannya masih ada sebagian peserta didik yang
merasa kesulitan dalam belajar matematika. Untuk itu, karakteristik matematika yang bersifat abstrak harus divisualisasikan dalam bentuk nyata, misalnya dengan
menggunakan alat peraga.
Depdiknas 2006, dalam Permendiknas Nomor 22 tahun 2006, mata pelajaran matematika diajarkan di sekolah bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan: 1 memahami konsep matematika; 2 menggunakan penalaran pada pola dan sifat; 3 memecahkan masalah; 4 mengomunikasikan gagasan; 5
memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran matematika mencakup aspek pemahaman
konsep, penalaran dan komunikasi, serta pemecahan masalah. Berdasarkan uraian di atas, peserta didik dikatakan mencapai ketuntasan belajar jika peserta didik
dapat memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal KKM secara individual dan secara klasikal.
Hasil observasi peneliti di MTs Negeri Salatiga dalam pembelajaran matematika peserta didik di sekolah ini masih merasa kesulitan dalam menerima
pelajaran matematika. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya KKM untuk matematika bila dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya. KKM individual
mata pelajaran matematika adalah 68 sedangkan KKM klasikal 70 dari jumlah peserta didik yang telah mencapai KKM individual. Tercatat hanya 20 dari 38
peserta didik di satu kelas yang mencapai KKM individual pada materi segiempat. Keadaan seperti ini tentu saja belum mencapai KKM klasikal yang ditentukan
yaitu 70 dari jumlah peserta didik yang mencapai KKM individual. Informasi lain yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru mata pelajaran matematika
di MTs Negeri Salatiga adalah di MTs Negeri Salatiga sudah menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP. Oleh karena itu, model
pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran CTL Contextual
Teaching and Learning. Meskipun sudah menggunakan model pembelajaran kontekstual dalam kegiatan pembelajaran, tetapi penerapan pembelajaran CTL
belum diterapkan dengan baik. Hal ini disebabkan komponen-komponen pembelajaran CTL belum dilaksanakan sepenuhnya.
Rendahnya hasil belajar materi segiempat di MTs Negeri Salatiga peserta didik dikarenakan keragaman peserta didik dan karakteristik matematika yang
bersifat abstrak, khususnya pada aspek geometri. Materi segiempat merupakan materi geometri di SMPMTs kelas VII yang memiliki tingkat keabstrakan tinggi.
Sebagai contohnya, pada materi trapesium, belah ketupat, dan layang-layang. Pada materi tersebut, peserta didik cenderung menghafal konsep maupun rumus-
rumus. Peserta didik dalam satu kelas mempunyai banyak keragaman. Keragaman
tersebut antara lain perbedaan latar belakang, sifat, keadaan sosial ekonomi, budaya, karakteristik¸ dan sebagainya. Peserta didik yang bersekolah di sekolah
yang sama dan duduk di kelas sama pasti akan beragam juga. Demikian juga dengan hasil belajar peserta didik. Hasil belajar peserta didik berbeda antara
peserta didik yang satu dengan yang lainnya. Hal itu karena peserta didik mempunyai kemampuan yang berbeda dengan peserta didik yang lain.
Guru mempunyai peranan penting dalam mewujudkan tercapainya tujuan pembelajaran matematika. Menurut Adams Hamm, sebagaimana yang telah
dikutip oleh Wijaya 2012: 5, cara dan model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh pandangan guru terhadap matematika dan peserta didik dalam pembelajaran.
Seorang guru bukan hanya memberikan pengetahuan kepada peserta didik, namun
guru harus mampu menciptakan kondisi dan situasi yang memungkinkan pembelajaran berlangsung secara aktif. Oleh karena itu, guru harus mampu
mengembangkan serta menerapkan suatu model pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran matematika.
Menurut Setiawan 2006: 7, menyatakan bahwa salah satu cara pembelajaran matematika yang menuntut peserta didik untuk lebih aktif dalam
menambah pengetahuannya sehingga dapat memberikan hasil belajar yang lebih bermakna adalah kegiatan investigasi. Alternatif model pembelajaraan kooperatif
yang dapat menunjukkan kemampuan memecahkan masalah dan keaktifan peserta didik salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Group
Investigation atau Investigasi Kelompok. Menurut Santyasa 2007: 13, model pembelajaran Investigasi Kelompok
merupakan model pembelajaran kooperatif yang melibatkan peserta didik dalam perencanaan baik topik yang dipelajari dan bagaimana jalannya penyelidikan
mereka. Selain itu model pembelajaran ini menuntut peserta didik untuk mengumpulkan informasi, menganalisis data, saling bertukar informasi serta
berdiskusi dengan anggota kelompoknya. Menurut Sharan, sebagaimana dikutip oleh Slavin 2010: 24, model
pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation atau Investigasi Kelompok merupakan perencanaan pengaturan kelas yang umum dimana para peserta didik
bekerja dalam kelompok kecil menggunakan pertanyaan kooperatif, diskusi kelompok, serta perencanaan kooperatif. Investigasi Kelompok menekankan pada
partisipasi dan aktivitas peserta didik untuk mencari sendiri materi informasi
pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran, atau peserta didik dapat mencari melalui internet. Peserta didik
dilibatkan sejak perencanaan baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut peserta didik untuk
memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok group process skill. Model pembelajaran ini
dapat melatih peserta didik menumbuhkan kemampuan berpikir mandiri, dapat menemukan pemecahan suatu masalah secara mandiri. Sehingga diharapkan
peserta didik dapat memahami sendiri permasalahan yang ada pada materi segiempat. Keterlibatan peserta didik secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap
pertama sampai tahap akhir pembelajaran. Menurut Ibrahim 2000: 7, model pembelajaran kooperatif memiliki tiga
tujuan pembelajaran yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keberagaman, dan pengembangan interaksi sosial. Dalam pembelajaran kooperatif
tipe investigasi kelompok, peserta didik dituntut untuk dapat menerima dan menghormati keberagaman pendapat serta berinteraksi dengan teman, guru, dan
lingkungan sekitar. Pengembangan interaksi sosial dan penerimaan terhadap keberagaman
diantara peserta didik dalam proses pembelajaran sejalan dengan program pemerintah, yaitu penempatan pembangunan karakter sebagai salah satu tujuan
sekaligus bagian dari pendidikan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Satuan
Pendidikan pada Pasal 3 yang berbunyi sebagai berikut.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang harus diselenggarakan secara sistematis guna
mencapai tujuan tersebut. Hal ini berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik. Hasil wawancara dengan guru mata pelajaran matematika di MTs Negeri
Salatiga, tingkat kedsiplinan dan sopan santun peserta didik sudah cukup baik. Meskipun demikian, nilai-nilai karakter harus tetap dikembangkan dan
ditingkatkan supaya peserta didik tumbuh dengan sikap dan perilaku yang positif sesuai dengan nilai-nilai karakter dan norma yang berlaku. Hal ini sejalan dengan
program pemerintah dalam menerapkan pendidikan karakter dalam mata pelajaran.
Model pembelajaraan Investigasi Kelompok berbasis pendidikan karakter dalam pembelajaran matematika dapat membentuk peserta didik yang mampu
bersaing secara jujur, toleransi, beretika, bermoral, sopan santun dan dapat berinteraksi dengan masyarakat dengan baik.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti perlu mengadakan penelitian dengan judul “Keefektifan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok Berbasis
Pendidikan Karakter terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Kelas VII MTs Negeri Salatiga Materi Segiempat”.
1. 2 Rumusan Masalah