Perbandingan Profil Vertikal Suhu

Gambar 12 Profil vertikal diurnal suhu potensial virtual θv, kelembaban spesifik q, dan kecepatan angin M pada pagi hari, siang hari, dan malam hari tanggal 1 Februari 2012 di Bandara Hakasskaja.

4.2 Perbandingan Profil Vertikal Suhu

Potensial Virtual, Kelembaban, dan Kecepatan Angin di Wilayah Tropis dan Subtropis Profil vertikal suhu potensial virtual, kelembaban, dan kecepatan angin di Bandara Soekarno-Hatta, Polonia, Da Nang, Perth, Nanjing, dan Hakasskaja digunakan untuk membandingkan karakter ABL di wilayah tropis dan subtropis. Salah satu karakter ABL yang penting yaitu ketebalan ABL. Pada siang hari ABL lebih tebal dibandingkan pada malam hari, hal ini disebabkan penyinaran matahari yang intensif pada siang hari menyebabkan pemanasan permukaan menjadi maksimum. Besar kecilnya ketebalan ABL tergantung dari faktor konveksinya gaya apung. Adapun besarnya gaya apung ter- gantung dari selisih antara energi yang terkandung di permukaan dan parsel udara di atasnya. Di mana apabila suhu permukaan semakin tinggi, maka selisihnya akan semakin besar, sehingga gaya apungnya juga akan semakin besar. Hal itulah yang menyebabkan semakin tebalnya ABL di suatu wilayah. Pada malam hari, tidak terjadi pemanasan, sehingga suhu permukaan lebih rendah dibandingkan suhu udara di atasnya. Hal tersebut menyebabkan terjadinya inversi pola suhu semakin meningkat dengan bertambahnya ketinggian pada lapisan SL dan kondisi atmosfer menjadi stabil. Pada kondisi atmosfer yang stabil, gaya apung tidak terjadi maka ketebalan ABL akan menurun pada malam hari. Kelembaban juga merupakan variabel yang penting dalam mengidentifikasi ABL. Di wilayah tropis, pada siang hari kelembaban cukup tinggi karena pengaruh evapo- transpirasi yang tinggi. Sedangkan untuk di wilayah subtropis saat musim panas, kelembaban akan tinggi pada siang hari, tetapi pada saat musim dingin kelembaban di permukaan kecil karena evepotranspirasi rendah. Pada malam hari tidak terjadi evapotranspirasi, sehingga udara lembab berada di bagian tengah dan atas ABL. Gambar 13 Sketsa profil vertikal suhu potensial virtual θ v , kelembaban spesifik q, dan kecepatan angin V di ABL pada siang hari dan malam hari di Bandara Soekarno-Hatta. Gambar 14 Sketsa profil vertikal suhu potensial virtual θ v , kelembaban spesifik q, dan kecepatan angin V di ABL pada siang hari dan malam hari di Bandara Perth. Profil kecepatan angin di wilayah tropis dan subtropis sesuai dengan Wallace dan Hobbs 2006 yaitu pola kecepatan angin naik secara tajam pada lapisan SL dan semakin menurun sampai lapisan FA. Sesaat setelah matahari terbenam, intensitas turbulensi ber- kurang yang diikuti dengan gaya gesekan pada permukaan yang menyebabkan ke- cepatan angin di permukaan menjadi rendah kemudian akan semakin meningkat sampai malam hari dan alirannya menjadi laminar. Saat menjelang pagi hari, kecepatan anginnya menurun dan mencapai nilai minimum pada pagi hari dan menjelang siang hari kecepatan anginnya mulai naik lagi hingga sore hari yang disertai dengan terjadinya turbulensi yang kuat. Profil vertikal suhu potensial virtual dan kelembaban spesifik yang terdapat pada wilayah tropis yang diwakili oleh Bandara Soekarno-Hatta dan wilayah subtropis yang diwakili oleh Bandara Perth Gambar 13 dan Gambar 14 memiliki pola yang mirip dengan hasil dari penelitian Wangara Arya 1999. Sesaat setelah matahari terbit, permukaan mulai memanas dan terjadi transfer panas dari permukaan ke ABL, sehingga suhu potensial virtual pada pagi hari rendah dan semakin meningkat pada siang hari. Ketika malam hari, permukaan mengalami pendinginan dan terjadi transfer panas dari ABL ke permukaan, sehingga suhu potensial virtual lebih rendah. Sedangkan untuk profil vertikal kelembaban spesifik akan semakin meningkat pada siang hari, karena terjadi evaporasi yang tinggi dan kelembaban akan semakin menurun sampai malam hari. Dari kedua wilayah kajian tropis dan subtropis terlihat bahwa pada wilayah subtropis polanya lebih jelas dibandingkan di wilayah tropis. 4.3 Batas Ketinggian ML, RL, dan TFT Seibert et al. 2000 menjelaskan bahwa profil suhu dan kecepatan angin yang didapatkan dari radiosonde di troposfer bagian bawah sering digunakan untuk estimasi ketinggian ML secara subjektif. Ketinggian ML adalah ketinggian di mana terjadi pencampuran polutan ataupun gas-gas yang tersebar secara vertikal akibat dari konveksi dan turbulensi yang dapat terbentuk dalam skala waktu satu jam. Pada umumnya, profil vertikal suhu potensial virtual θ v dan kelembaban spesifik q dapat digunakan untuk menentukan batas atas dari ML Nair et al. 2011. Besarnya nilai θ v dan q cenderung konstan di sepanjang lapisan ML dan RL, ketika θ v dan q mencapai kemiringan yang tajam maka menandakan bahwa pada ketinggian tersebut merupakan batas atas dari ML. Untuk lebih mudah memahaminya, dapat dilihat pada Gambar 15 Gambar 15 Profil vertikal a suhu potensial virtual θ v dan kelembaban spesifik q sebagai variabel penduga ketinggian ML dan ketinggian RL; b Bulk-Richardson number Ri B sebagai variabel penduga TFT di Soekarno-Hatta pada tanggal 3 Februari 2012 Pukul 13.00 yang menunjukkan profil vertikal θ v dan q, serta Bulk-Richardson number Ri B . Gambar 15a menunjukkan bahwa pada siang hari terjadi konveksi maksimum, sehingga besarnya θ v cenderung konstan di ML. Hal tersebut mengindikasikan bahwa terjadi pencampuran uap air yang homogen dari permukaan sampai ML dengan ketinggian 1410 m. Sedangkan nilai kelembaban spesifik pada ML tidak menunjukkan variasi yang besar yang berkisar antara 16 gkg sampai 12 gkg. Pada ketinggian 1410 m terjadi kemiringan yang cukup signifikan baik pada profil θ v maupun profil q yang menandakan bahwa terdapat lapisan Stable Inversion Layer. Pada dasarnya pendugaan ketinggian RL sama dengan ketinggian ML, yang membedakan hanya ketinggian ML digunakan untuk menduga ABL ketika siang hari sedangkan ketika malam hari, ketinggian ABL diwakili oleh besarnya ketinggian RL. Besarnya Ri B dapat digunakan untuk membedakan antara aliran yang turbulen dan laminar, di mana Ri B merupakan besaran yang tidak memiliki dimensi yang menunjukkan parameter stabilitas dinamis. Aliran laminar akan menjadi turbulen ketika nilai Ri B dibawah critical value eqiuvalent Ri C yang besarnya 0.25. Aliran turbulen akan tetap turbulen ketika Ri B =1, tetapi akan menjadi laminar saat Ri B lebih besar dari 1 Arya 2001. Berdasarkan Gambar 15b diketahui bahwa aliran turbulen terjadi dari permukaan sampai ketinggian 205 m, di mana di sepanjang lapisan tersebut besarnya Ri B kurang dari 0.25. Di atas 205 m alirannya menjadi laminar. Lapisan dari permukaan sampai ketinggian 205 m disebut juga TFT. Berdasarkan hasil penentuan besarnya ke- tinggian ML dan TFT, maka dapat disim- pulkan bahwa proses pencampuran terjadi di sepanjang lapisan ML dengan ketinggian 1410 m, dengan aliran turbulen hanya terjadi dari permukaan sampai ketinggian 205 m.

4.4 Variabilitas Nilai Ketinggian ML,